EXPERIMENTATION OF MODEL DISCOVERY LEARNING TO WRITE …
Transcript of EXPERIMENTATION OF MODEL DISCOVERY LEARNING TO WRITE …
EKSPERIMENTASI MODEL DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ANEKDOT SISWA
KELAS X SMK NEGERI 01 BANTAENG
EXPERIMENTATION OF MODEL DISCOVERY LEARNING TO WRITE TEXT ANECDOTE STUDENT CLASS X
SMK NEGERI 01 BANTAENG
PROPOSAL
TESIS
Oleh
MUTMAINNAH Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.916.2013
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR 2015
EKSPERIMENTASI MODEL DISCOVERY LEANING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ANEKDOT SISWA
KELAS X SMK NEGERI 01 BANTAENG
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi
Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun dan Diajukan oleh
MUTMAINNAH Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.916.2013
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2015
TESIS
EKSPERIMENTASI MODEL DISCOVERY LEANING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ANEKDOT SISWA
KELAS X SMK NEGERI 01 BANTAENG
Yang disusun dan diajukan oleh
MUTMAINNAH Nomor Induk Mahasiswa : 04.08.916.2013
Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Tesis pada tanggal 30 Mei 2015
Menyetujui Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hj. Kembong Daeng, M. Hum. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum.
Mengetahui Direktur Program Pascasarjana Ketua Prodi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd. Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Pd. NBM. 988 463 NBM.922 699
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI
Judul : Eksperimentasi Model Discovery Learning dalam Pembelajaran Menulis Teks Anekdot Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Bantaeng
Nama : Mutmainnah NIM : 04.08.916.2013 Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Tesis pada Tanggal 30 Mei 2015 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 4 Juni 2015
TIM Penguji :
Dr. Kembong Daeng, M.Hum. ….………………………..
( Pembimbing I) Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. ….……………………….. (Pembimbing II) Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd. ….……………………….. (Penguji) Dr. Syafruddin, M.Pd. ….……………………….. (Penguji)
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mutmainnah
Nomor Pokok : 04.08.916.2013
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apa bila di kemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Juni 2015
Yang menyatakan,
Mutmainnah
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa tercurahkan ke hadirat
Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis mampu menyelesaikan tesis yang berjudul “Eksperimentasi Model
Discovery Learning dalam Pembelajaran Menulis Teks Anekdot Siswa
Kelas X SMK Negeri 1 Bantaeng. Salam serta salawat kepada Nabi
Muhammad saw. sebagai pandu teladan bagi umat manusia. Karya ilmiah
berupa “Tesis” ini merupakan wujud dedikasi penulis terhadap dunia
pendidikan khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Semoga
hasil penelitian ini mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan dan
wawasan keilmuan bagi para pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu
Dr. Hj. Kembong Daeng, M.Hum. dan Dr. Sukri Syamsuri M.Hum. yang
telah mendidik dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan penelitian
ini. Ucapan yang sama kepada Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar Dr.Irwan Akib, M.Pd., Direktur Program Pascasarjana Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Prof .Dr. H. M. Ide Said D.M.,
M.Pd.,Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Dr. Abdul Rahman Rahim, M.Pd., Dosen dan Staf Tatausaha
Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ucapan terima kasih terkhusus penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta Haeruddin Julu (Ayah) dan Sahri Banong, saudara
terkasih Muh. Nur, S.H., Sitti Umrah, M.Pd., Nurhaedah, St. Hajar, S.Pd.,
Fadliah, S.Pd., dan Ahmad Rithauddin. Ucapan yang sama kepada rekan-
rekan mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Angkatan 2013.
Akhir kata, penulis mengharapkan apresiasi terhadap hasil penelitian
ini serta mampu memberikan manfaat sesuai dengan harapan.
Makassar, Juni 2015
Mutmainnah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI .................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ......................................................... iv
KATA PENGANTAR ..............................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................
ABSTRAK ..............................................................................................
ABSTRACT ............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
A. Latar Belakang Masalah .......................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
D. Manfaat Penelitian ................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................
A. Kajian Teoretis ......................................................................
B. Kajian Penelitian yang Relevan.............................................
C. Kerangka Pikir .......................................................................
D. Hipotesis ...............................................................................
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................
A. Jenis dan Desain Penelitian ..................................................
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................
C. Populasi dan Sampel ............................................................
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................
1. Jenis Data .........................................................................
2. Sumber Data .....................................................................
3. Teknik Pengumpula Data ..................................................
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ....
F. Teknik Analisis Data ..............................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................
A. Hasil Penelitian ....................................................................
B. Pembahasan ........................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
LAMPIRAN.............................................................................................
ABSTRAK
Mutmainnah, 2015. Eksperimentasi Model Discovery Learning dalam Pembelajaran Menulis Teks Anekdot Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Bantaeng, dibimbing oleh: Kembong Daeng dan Andi Sukri Syamsuri.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas eksperimen sebelum dan setelah diterapkan model pembelajaran Discovery Learning, (2) mendeskripsikan kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas kontrol pada sebelum dan setelah diterapkan model pembelajaran Discovery Learning, dan (3) mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah diterapkan model pembelajaran Discovery Learning diterapkan.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain control group pretestt posttest design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Negeri 1 Bantaeng yang berjumlah 320 orang. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas yaitu kelas X1 dan X2 jurusan TKJ Setiap kelas berjumlah 32 orang sehingga jumlah siswa yang diambil sebagai sampel berjumlah 64 orang siswa. Istrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes hasil belajar yang dianalisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif dan inferensial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan menulis teks anekdot yang cukup signifikan setelah model discovery learning diterapkan. Berdasarkan hasil uji hipotesis, diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,270. Hasil tersebut menunjukkan nilai lebih besar dari pada taraf signifikansi 5 % (0,270 > 0,05). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 diterima atau dengan kata lain nilai kemampuan menulis antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional adalah identik (tidak ada perbedaan). Kata kunci: menulis, teks anekdot.
ABSTRACT
MUTMAINNAH, 2015. The Experimentaton Model Discovery Learning in Teaching Writing text Anecdotes Class X SMK 1 Bantaeng, Supervised by Kembong Daeng dan Andi Sukri Syamsuri. The purpose of this study were; (1) described the ability to write text anecdotes experimental class students before and after application of learning models Discovery Learning, (2) described the ability to write text on the control anecdotes graders before and after application of learning models Discovery Learning, and (3) knowing significant differences in the ability to write text anecdotes control class and experimental class after learning model applied Discovery Learning applied. This research was an experimental research design pretest and posttest control group design. The population was class X SMK 1 Bantaeng totaling 320 people. Samples taken as many as two classes, namely class X1 and X2 majors TKJ amounted to 32 people in each class so that the number of students who were sampled totaling 64 students. Instrument used in this study was the achievements tests; were analyzed using descriptive and inferential statistical test. The results showed that an increase in the ability to write text anecdotes significant after discovery learning models was applied. Based on the results of hypothesis testing, it was known that the value Asymp. Sig. (2-tailed) was 0,270. These results indicated a value greater than the significance level of 5% (0.270>0,05). Thus, it could be concluded that Ho accepted or in other words the value of the ability to write between the experimental class using discovery learning model learning with classroom control using conventional learning models were identical (no difference).
Moto
Tidak ada kata menyerah sebelum bertanding. Lebih baik menyerah daripada tidak sama sekali. Kesempatan hanya datang satu kali. Begitu juga kepercayaan. Ikhtiar menuju tawakal, dan bearakhir keterharuan atas kesabaran. Keberhasilan tidak datang secara tiba-tiba, tetapi karena usaha dan kerja keras.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Semua
orang menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam
masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Mengingat pentingnya bahasa
sebagai alat komunikasi, maka dalam proses pembelajaran berbahasa
juga harus diarahkan pada tercapainya keterampilan berkomunikasi,
baik secara lisan maupun tertulis, serta dalam hal pemahaman dan
penggunaan.
Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa
yang pokok selain menyimak, berbicara, dan membaca. Melalui menulis
akan berjalan hubungan komunikatif antara penulis dan pembaca, karena
menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan
untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka
dengan orang lain (Tarigan, 2008: 3). Pembaca akan memberikan berbagai
respons terhadap hasil tulisan seseorang. Pembaca akan menerima,
menghayati, menganalisis, serta memberikan komentar terhadap hasil
tulisan.
Apabila keterampilan menulis telah diperoleh, keterampilan berbahasa
lainnya akan sangat berkaitan dan saling mendukung. Melalui menulis,
2
seseorang dapat menyampaikan gagasan, keyakinan, pesan, pandangan
hidup, cita-cita, serta tujuannya untuk diketahui oleh orang lain atau
pembaca. Hal ini sejalan dengan pendapat Tarigan (2008:4) yang
menyebutkan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan
ekspresif. Pembelajaran keterampilan menulis biasanya sulit dilakukan
oleh siswa dengan berbagai kendala yang mereka miliki, di antaranya sulit
menuangkan ide atau gagasan pikiran dalam bentuk suatu tulisan, salah
satunya dalam menulis teks anekdot, sehingga guru sebagai pengajar
harus memiliki sebuah pendekatan, strategi, metode, teknik, media atau
model pembelajaran yang tepat sehingga dapat menarik dan mengarahkan
minat serta kemampuan siswa dalam menulis. Hal itu disebabkan
pembelajaran bahasa Indonesia masih dianggap sebagai pembelajaran
yang sulit dan membosankan, terutama pembelajaran menulis. Mereka
sulit mengeluarkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan karena kurang
menguasai kalimat efektif dan sesuai EYD, terutama dalam menulis teks
anekdot .Siswa tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai
dengan kaidah, siswa juga mengalami kesulitan dalam menentukan judul,
unsur-unsur, dan ide cerita.
Setiap orang pada dasarnya memiliki potensi untuk menulis. Syarat
minimalnya, dia telah mengenal huruf dan memiliki motivasi untuk menulis.
Motivasi dapat mendorong seseorang untuk berbuat, menentukan tujuan
dan perbuatan apa saja yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan
tersebut. Misalnya, siswa dimotivasi oleh gurunya untuk menulis dengan
3
tujuan mendapatkan nilai yang bagus atau hasil tulisannya dapat dimuat
dalam media cetak. Hal-hal seperti itulah yang dapat meningkatkan
motivasi siswa sehingga siswa akan semangat dalam pembelajaran
menulis. Selain kesulitan dalam menuangkan ide atau gagasan pikiran,
pembelajaran menulis pun dianggap pembelajaran yang menjenuhkan,
memerlukan konsentrasi yang tinggi, dan selalu terikat dengan aturan-
aturan kebahasaan. Hal lainnya, yaitu kesulitan mendapatkan
pembendaharaan kata sehingga pada saat menulis siswa kesulitan
mengungkapkan kata-kata.
Melihat dan mengamati semua fakta yang terjadi di dunia pendidikan
sekarang, sudah sepantasnya jika peneliti, selaku pendidik untuk
memikirkan inovasi baru untuk lebih meningkatkan inovasi dan kreativitas
siswa, terutama dalam pembelajaran menulis teks anekdot. Dalam menulis
teks anekdot, diperlukan penggunaan sebuah metode pembelajaran yang
baik untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengemukakan ide
atau gagasan sehingga pembaca dapat merasa terhibur dari fakta atau
data yang disajikan. Agar tujuan tersebut tercapai, dibutuhkan model yang
mampu mengoptimalkan pembelajaran menulis teks anekdot di sekolah.
Keberhasilan peserta didik dalam belajar bukanlah semata-mata
usaha peserta didik itu sendiri, melainkan guru sebagai tenaga pengajar
memiliki tanggung jawab untuk itu. Untuk memenuhi hal tersebut, guru
dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan
rangsangan kepada peserta didik sehingga peserta didik mau belajar
4
karena memang peserta didiklah subjek utama dalam belajar. Seorang
guru, di mana pun dia mengajar bertugas menyajikan ilmu yang dia miliki
kepada peserta didik. Agar dapat menularkan ilmu tersebut, maka ia perlu
mengetahui bagaimana menyampaikan ilmu tersebut dengan baik.
Kinerja mengajar tidak hanya ditinjau dari bagaimana guru tersebut
menjelaskan isi pelajaran. Akan tetapi, guru harus mengetahui bagaimana
menghadapi peserta didik, membantu memecahkan masalah, mengelola
kelas, menata bahan ajar, menentukan kegiatan kelas, dan sebagainya.
Adapun kegiatan belajar mengajar di sekolah idealnya harus mengarah
pada kemandirian peserta didik dalam belajar.
Model pembelajaran merupakan unsur penting keberhasilan guru
dalam mengajar, sehingga merupakan hal yang sangat penting bagi para
guru untuk mempelajari dan menambah wawasan tentang berbagai macam
model pembelajaran. Dengan menguasai beberapa model pembelajaran,
seorang guru akan merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan
pembelajaran di kelas sehingga tujuan pembelajaran yang hendak dicapai
dalam proses pembelajaran dapat tercapai dan sesuai yang diharapkan.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong
tumbuhnya rasa senang dalam diri peserta didik terhadap pelajaran,
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas,
memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memahami pelajaran
sehingga memungkinkan peserta didik mencapai hasil belajar yang lebih
baik. Dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran harus
5
mempertimbangkan diri peserta didik, yakni seberapa jauh peserta didik
diikutsertakan dalam proses pembelajaran. Akan tetapi, suatu kenyataan
yang tidak dapat ditutup-tutupi pada saat ini sebagian besar guru kurang
memperhatikan variasi model pembelajaran bahkan monoton pada satu
model pembelajaran saja sehingga kegiatan tatap muka di depan kelas
cepat membosankan peserta didik.
Berdasarkan hasil observasi kelas dan wawancara terhadap guru
yang mengampu bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia, peneliti
memperoleh data bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran belum
optimal khususnya pada kelas X1 dan X2 Program Keahlian TKJ. Kendala
yang dialami guru dalam proses pembelajaran antara lain peserta didik
kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Banyak pula peserta
didik yang sibuk berbicara dengan teman sebangku, melamun,
menelungkupkan kepala di atas meja, dan tidak memperhatikan guru yang
sedang mengajar. Selain itu, kemampuan peserta didik dalam memahami/
memadukan teori dan realita masih rendah. Kelas X2 Program Keahlian
TKJ dan kelas X2 Program Keahlian Perkantoran merupakan kelas yang
mempunyai kualitas proses pembelajaran paling rendah apabila
dibandingkan dengan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar peserta
didik.
Berdasarkan nilai akhir di semester ganjil tahun ajaran 2013/2014,
kelas X 4 mempunyai rata-rata nilai akhir peserta didik yang paling rendah
dibandingkan dengan kelas lain. Dengan demikian, maka masalah masih
6
rendahnya kualitas proses dan hasil belajar bahasa Indonesia perlu
diupayakan pemecahannya.
Model pembelajaran Discovery Learning merupakan suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri. Model pembelajaran Discovery Learning dirancang
untuk meningkatkan keaktivan peserta didik yang lebih besar dan
berorientasi pada proses maupun hasil belajar secara bersama-sama.
Sebagaimana pendapat Bruner ( dalam Wilis, 2006:79) bahwa belajar
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan
beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama
diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan
yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan
mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya.
Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip prinsip yang dijadikan milik
kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga,
secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran peserta
didik dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar
penemuan melatih keterampilan kognitif peserta didik untuk menemukan
dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Bruner juga
7
mengemukakan bahwa belajar penemuan membangkitkan keingintahuan
peserta didik, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan
jawaban-jawaban. Model ini dapat mengajarkan keterampilan memecahkan
masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta para peserta didik
untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima
saja.
Dalam mengaplikasikan model Discovery Learning, langkah-langkah
yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas yaitu: pemberian
rangsangan (stimulus), identifikasi masalah (problem statement),
pengumpulan data (data collection), pengolahan data (data processing),
dan pembuktian (verification). Dalam belajar penemuan, peranan guru
antara lain: merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran
terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh peserta
didik, menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para
peserta didik untuk memecahkan masalah, memperhatikan tiga cara
penyajian (cara enaktif, ikonik, dan simbolis), dan guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari
tetapi memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Berdasarkan fakta
dan hasil pengamatan, penerapan model Discovery Learning dalam
pembelajaran memiliki beberapa kelebihan, antara lain membantu peserta
didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan
proses-proses kognitif; pengetahuan yang diperoleh melalui Discovery
Learning ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian,
8
ingatan, dan transfer; menimbulkan rasa senang pada peserta didik karena
tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil; memungkinkan peserta didik
berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri;
menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri; dapat membantu peserta
didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja
sama dengan yang lainnya; berpusat pada peserta didik dan guru berperan
sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan; membantu peserta didik
menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada
kebenaran yang final dan tertentu atau pasti; peserta didik akan mengerti
konsep dasar dan ide-ide lebih baik; membantu dan mengembangkan
ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru; mendorong
peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri; mendorong peserta
didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri; memberikan
keputusan yang bersifat intrinsic; situasi proses belajar menjadi lebih
terangsang; proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju
pada pembentukan manusia seutuhnya; meningkatkan tingkat
penghargaan pada peserta didik; peserta didik belajar dengan
memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar; serta dapat mengembangkan
bakat dan kecakapan individu.
Implikasi mendasar Discovery Learning antara lain: (1) Melalui
pembelajaran Discovery, potensi intelektual peserta didik akan semakin
meningkat, sehingga menimbulkan harapan baru untuk menuju
9
kesuksesan. Dengan perkembangan itu, mereka menjadi cakap dalam
mengembangkan strategi di lingkungan yang teratur maupun tidak teratur.
(2) Dengan menekankan Discovery Learning peserta didik akan belajar
mengorganisasi dan menghadapi problem dengan metode hit dan miss.
Mereka akan berusaha mencari pemecahan masalah sendiri yang sesuai
dengan kapasitas mereka sebagai pebelajar (learners). (3) Discovery
Learning yang diperkenalkan Bruner mengarah pada self reward. Dengan
kata lain, peserta didik akan mencapai kepuasan karena telah menemukan
pemecahan sendiri, dan dengan pengalaman memecahkan masalah itulah,
ia bisa meningkatkan skill dan teknik dalam pekerjaannya melalui problem
riil di lingkungan ia tinggal. (Takdir dalam Mulyani, 2013: 41).
Model pembelajaran Discovery Learning cocok digunakan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada materi teks anekdot.
Siswa dapat dengan mudah melibatkan lingkungan dan pengalaman
mereka sehari-hari dalam melahirkan teks anekdot yang baik. Apabila
proses belajar baik, maka akan berakibat baik pula pada hasil belajar
peserta didik. Sejauh ini, belum banyak guru yang menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning pada pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Eksperimentasi Model Discovery Leaning dalam
Pembelajaran Menulis Teks Anekdot Siswa Kelas X SMK Negeri 01
Bantaeng”.
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas eksperimen
sebelum dan setelah diterapkan model pembelajaran Discovery
Learning?
2. Bagaimana kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas kontrol pada
sebelum dan setelah diterapkan model pembelajaran Discovery
Learning?
3. Adakah perbedaan yang signifikan kemampuan menulis teks anekdot
siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah model pembelajaran
Discovery Learning diterapkan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas
eksperimen sebelum dan setelah diterapkan model pembelajaran
Discovery Learning.
2. Mendeskripsikan kemampuan menulis teks anekdot siswa kelas kontrol
sebelum dan setelah diterapkan model pembelajaran Discovery
Learning.
11
3. Mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan menulis teks
anekdot siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah diterapkan
model pembelajaran Discovery Learning.
D. Manfaat Penelitian
Peneliti menginterpretasi beberapa manfaat dari penelitian dan hasil
penelitian ini. Manfaat tersebut sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
Seperti halnya dengan penelitian-penelitian ilmiah lainnya, penelitian
ini akan menghasilkan sebuah fakta tertulis. Fakta ini tentunya akan
bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga diharapkan
mampu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan itu sendiri dan akan
digunakan sebagai sumber atau bahan acuan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu mendongkrak semangat
penulis dalam melakukan hal serupa sehingga mengefektifkan diri
sebagai individu yang memiliki tugas terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya dalam dunia pendidikan. Disamping itu,
peneliti sebagai seorang mahasiswa yang bergelut dalam bidang
pendidikan keguruan tentu menerima manfaat yang sangat kompleks,
karena disamping pelaksanaan kewajiban dirinya dalam dunia
12
pendidikan, juga menjadi konsep penting bagi diri penulis terhadap
hasil penelitiannya sendiri untuk lebih kreatif, mandiri, dan inovatif.
b. Bagi Sekolah
Sekolah sebagai organisisi kependidikan memiliki kewajiban
untuk menerima dan mengembangkan berbagai model yang dianggap
baik dalam meningkatkan hasil dan prestasi belajar siswa. Dengan
demikian, penelitian ini diharapkan sebagai sarana pengenalan model
pembelajaran yang dianggap efektif, mudah dan menyenangkan
terhadap peserta didik.
c. Bagi Guru
Guru adalah fokus harapan pendidikan terhadap pembentukan
generasi bangsa yang unggul dan berdaya saing. oleh karena itu,
kemampuan guru sangat diperlukan dalam hal tersebut. Penelitian ini
diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan guru
sekolah dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran yang
tepat.
d. Bagi Siswa
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dapat dirasakan oleh
siswa, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dari hasil
penelitian ini, yaitu siswa tidak akan merasa bosan dengan model
pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian serta menimbulkan
kesan memuaskan, maka akan timbul pula minat belajar yang kuat
sehingga berimplikasi pada prestasi belajar yang baik pula.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoretis
1. Hakikat Menulis
a. Pengertian Menulis
Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan
gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi
tahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil dari proses kreatif ini biasa
disebut dengan istilah karangan atau tulisan. Kedua istilah tersebut
mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat
mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang
berbeda.
Menurut Nurjamal & Sumirat (2010: 32), menulis merupakan
proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis
untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, menghibur. Hasil
dari proses kreatif inilah yang sering disebut tulisan atau karangan.
Kedua istilah tersebut sebenarnya mengacu pada hasil yang sama,
namun ada beberapa pendapat yang mengatakan kedua istilah
tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Menulis sering dikaitkan
dengan proses kreatif yang berjenis ilmiah, sedangkan mengarang
sering didekatkan dengan proses kreatif nonilmiah.
14
Tarigan (2008: 22) menjelaskan bahwa menulis adalah
menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik untuk
menggambarkan suatu bahasa dipahami oleh seseorang, sehingga
orang lain dapat membaca lambanglambang grafik itu. Dalam
kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi,
struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis ini tidak akan
datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik
dengan intensitas tinggi. Dalam kehidupan modern ini jelas bahwa
keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Hal ini senada dengan
Mulyani (2013: 511) yang berpendapat bahwa menulis termasuk
keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kemampuan literasi peserta didik sejak di sekolah dasar sampai ke
perguruan tinggi, bahkan sampai memasuki dunia kerja.
Kemampuan menulis termasuk keterampilan berbahasa yang
membutuhkan daya imajinasi dan kreativitas penulis untuk
menuangkan dan mengembangkan ide atau gagasan menjadi
bahasa tulis yang runtut, sistematis, jelas, dan komunikatif.
Kemampuan ini sering dianggap sebagai keterampilan berbahasa
yang paling sulit karena kegiatannya sangat kompleks.
Iskandarwassid & Sunendar (2008: 248) menjelaskan aktivitas
menulis merupakan satu bentuk manifestasi kemampuan dan
keterampilan bahasa yang paling akhir dikuasai oleh pebelajar
bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan
15
membaca. Dibandingkan dengan tiga keterampilan berbahasa yang
lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur
asli bahasa yang bersangkutan sekali pun. Hal ini disebabkan
kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur
kebahasaan dan unsur di luar kebahasaan itu sendiri yang akan
menjadi isi tulisan.
Menulis menurut Santosa (dalam Jamilah, 2013: 14) dapat
dianggap sebagai proses maupun hasil. Menulis merupakan
kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan sebuah
tulisan. Kegiatan menulis untuk menghasilkan tulisan pada dasarnya
sudah sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya
menulis pesan atau memo kepada orang lain. Akan tetapi menulis
dalam kegiatan belajar mengajar lebih luas pengertiannya daripada
hanya sekedar menghasilkan tulisan. Oleh karena itu, kegiatan
menulis mensyaratkan sesuatu yang lebih kompleks daripada
membaca. Termasuk juga keterampilan berbahasa yang bersifat
aktif-produktif adalah keterampilan berbicara. Namun, menulis
berbeda dengan berbicara. Dalam berbicara, pembicara
mengungkapkan pesan komunikasi (gagasan, pikiran dan perasaan)
dengan bahasa lisan, sehingga berbicara disebut keterampilan
berbahasa aktif produktif. Dalam menulis, penulis mengungkapkan
pesan komunikasi dengan bahasa tulis.
16
Pendapat lain dikemukakan oleh Wulandari (dalam Jamilah,
2013:19) bahwa menulis merupakan komunikasi tidak langsung yang
berupa pemindahan pikiran atau perasaan dengan memanfaatkan
grafologi, struktur bahasa, kosakata dengan menggunakan simbol-
simbol sehingga dapat dibaca seperti yang diwakili oleh simbol
tersebut.
Berdasarkan pengertian menulis dapat dikatakan bahwa
menulis merupakan kegiatan cukup kompleks. Perwujudannya
diperlukan sejumlah persyaratan formal melibatkan berbagai faktor
saling berpengaruh. Pemahaman yang baik terhadap aspek menulis
ini, setidaknya akan membantu dalam mewujudkan program secara
teoretis lebih seksama, sehingga penelaahan secara teoretis tentang
aspek menulis banyak memberikan sumbangan bermanfaat.
Keterampilan menulis sebagai salah satu cara dari empat
keterampilan berbahasa mempunyai peranan penting di dalam
kehidupan manusia. Tarigan (2008: 22) mengatakan bahwa menulis
merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan
ekspresi bahasa. Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan
perasaan dengan tulisan. Selain itu, menulis adalah berkomunikasi
mengungkapkan pikiran, perasaan, kehendak kepada orang lain
secara tertulis. Uraian tersebut memberikan pengertian bahwa
menulis adalah menjelmakan bahasa lisan, mungkin menyalin atau
melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat
17
surat, membuat laporan, dan sebagainya. Keterampilan menulis
adalah kemampuan seseorang dalam melukiskan lambang grafis
dimengerti oleh penulis bahasa itu sendiri maupun orang lain yang
mempunyai kesamaan pengertian terhadap simbol-simbol bahasa
tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil simpulan bahwa
keterampilan menulis adalah keterampilan seseorang dalam
melahirkan pikiran, perasaan, kehendak kepada orang lain melalui
lambang-lambang grafis yang dimengerti oleh penulis itu sendiri
maupun orang lain yang memiliki kesamaan pengertian pula
terhadap bahasa yang dipergunakannya.
b. Tujuan Menulis
Seseorang melakukan aktivitas menulis pasti memiliki tujuan
atau alasan ia menulis. Setiap orang yang akan menulis hendaklah
ia memiliki niat, maksud atau pun pikiran apa yang hendak
dicapainya dengan menulis tersebut. Niat, maksud, dan pikiran itulah
yang dimaksud sebagai tujuan menulis. Tujuan penulisan akan
mengarahkan penulis untuk memilih bahanbahan yang diperlukan,
macam organisasi tulisan yang akan diterapkan, atau mungkin juga
sudut pandang yang akan dipilih. Tujuan merupakan penentu pokok
untuk mengarahkan serta membatasi tulisan. Kesadaran mengenai
tujuan selama proses penulisan akan menjaga keutuhan tulisan.
Hartig (dalam Tarigan (2008: 25) mengatakan bahwa tujuan kegiatan
18
menulis ada tujuh, yaitu tujuan penugasan (assigment purpose),
tujuan altruistik (altruistic purpose), tujuan persuatif (persuasive
purpose), tujuan informasional atau tujuan penerangan (informational
purpose), tujuan pernyataan diri (selfexpresive purpose), tujuan
kreatif (creative purpose), dan tujuan pemecahan masalah (problem-
solving purpose).
Tujuan penugasan (assigment purpose) yaitu penulis
melakukan kegiatan menulis karena adanya tugas, bukan atas
kemauan sendiri. Contoh kegiatan menulis memiliki tujuan
penugasan adalah para siswa merangkum buku karena tugas dari
guru, sekretaris ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat.
Mereka melakukan menulis, tetapi bukan karena kemauan sendiri.
Tarigan (2008: 24) mengatakan bahwa tujuan altruistik, yaitu
menulis untuk menyenangkan para pembaca dan ingin membuat
hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan
karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna
kalau dia percaya, baik secara sadar maupun tidak sadar bahwa
pembaca sebagai penikmat karyanya adalah lawan atau musuh.
Lebih lanjut, Tarigan (2008: 25) menjelaskan tujuan persuasif
(persuasive purpose), yaitu tulisan bertujuan meyakinkan para
pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. Tujuan
informasional atau penerangan (informational purpose), yaitu tulisan
19
bertujuan memberi informasi atau keterangan atau penerangan
kepada para pembaca berupa paparan atau deskripsi.
Tujuan pernyataan diri (self-expresive purpose), yaitu tulisan
yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang
pengarang kepada para pembaca. Tujuan kreatif (creative purpose),
yaitu tujuan yang erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri.
Namun keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri, dan
melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau
seni yang ideal, seni idaman. Tujuan kreatif ini yaitu yang bertujuan
mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian. Tujuan pemecahan
masalah (problem-solving purpose) yaitu dengan tulisan ini sang
penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Sang penulis
ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara
cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat
dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
tujuan menulis adalah memberikan informasi atau keterangan
kepada pembaca, meyakinkan para pembaca akan kebenaran
gagasan diutarakan dan mengarahkan serta membatasi tulisan
sehingga akan menghasilkan suatu tulisan utuh.
Pendapat lain, Semi (2007: 14-21), mengungkapkan bahwa
secara umum tujuan orang menulis, yaitu: (1) untuk menceritakan
sesuatu, menceritakan disini memiliki maksud agar orang lain atau
20
pembaca tahu tentang apa yang dialami, diimpikan, dikhayalkan,
maupun yang dipikirkan oleh si penulis. Dengan begitu, akan terjadi
kegiatan berbagi pengalaman, perasaan, dan pengetahuan; (2)
untuk memberikan petunjuk atau pengarahan, maksudnya bila
seseorang mengajari orang lain bagaimana cara mengerjakan,
memberikan petunjuk, maupun memberikan pengarahan dengan
tahapan-tahapan yang benar, berarti orang itu sedang memberi
petunjuk atau pengarahan; (3) untuk menjelaskan sesuatu, bahwa
penulis berusaha menyampaikan gagasannya dalam menjelaskan
sesuatu melalui tulisan yang bertujuan menjelaskan sesuatu itu
kepada pembaca, sehingga pengetahuan si pembaca menjadi
bertambah serta pemahaman pembaca tentang topik yang kamu
sampaikan itu menjadi lebih baik; (4) untuk menyakinkan, yaitu ada
saat-saat tertentu bahwa orang yang menulis itu perlu menulis untuk
menyakinkan orang lain tentang pendapat, buah pikirannya atau pun
pandangannya mengenai sesuatu; dan (5) untuk merangkum,
maksudnya dengan menuliskan rangkuman, pembaca akan sangat
tertolong dan sangat mudah dalam mempelajari isi buku yang
panjang dan tebal. Sehingga pembaca akan semakin mudah untuk
menguasai bahan pelajaran dengan membaca rangkuman tersebut
dibandingkan kalau tidak merangkumnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
dengan menentukan tujuan dalam menulis, maka penulis akan dapat
21
mengetahui apa yang harus dilakukan dalam proses penulisannya,
bahan apa yang hendak diperlukan, bentuk ragam karangan macam
apa yang hendak dipilih, dan mungkin sudut pandang penulisan yang
seperti apa yang akan ditetapkan.
c. Tahapan-Tahapan Menulis
Seseorang dapat melakukan kegiatan menulis sebagai satu
kegiatan tunggal jika objek tulisan ialah sebuah tulisan puisi
sederhana, pendek, maupun bahannya sudah siap di kepala. Akan
tetapi, sebenarnya kegiatan menulis itu adalah suatu proses, yaitu
proses penulisan. Ini berarti seorang penulis dalam melakukan
kegiatannya harus melalui beberapa tahap, yaitu (1) tahap
pramenulis, (2) tahap penulisan, dan (3) tahap revisi. Ketiga tahap
penulisan itu menunjukkan kegiatan utama berbeda.
Tarigan (2008: 21) menjelaskan langkah-langkah menulis yaitu
penulis menurunkan gagasan-gagasannya, menerjemahkan
gagasan tersebut ke dalam sandi lisan dan selanjutnya mengubah
menjadi sandi tulis, mempergunakan sejumlah sarana untuk mekanis
untuk merekam sandi tulis tersebut. Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat diambil simpulan bahwa tahap-tahap menulis
mencakup tiga tahap, yaitu tahap pramenulis merupakan tahap
perencanaan atau persiapan menulis, tahap penulisan membahas
topik telah disusun, serta tahap revisi untuk menilai kembali apa
yang sudah ditulis.
22
d. Ciri Tulisan yang Baik
Agar pembaca memberikan respons yang diinginkan oleh sang
penulis terhadap tulisannya, maka dia harus menyajikan tulisan baik.
Adapun ciri-ciri tulisan baik menurut Tarigan (2008: 17), antara lain:
(1) tulisan baik mencerminkan kemampuan sang penulis
mempergunakan nada yang serasi, (2) tulisan baik mencerminkan
kemampuan sang penulis menyusun bahanbahan yang tersedia
menjadi suatu keseluruhan utuh, (3) tulisan baik mencerminkan
kemampuan sang penulis untuk menulis dengan jelas, tidak samar-
samar, memanfaatkan struktur kalimat, bahasa, dan contoh-contoh
sehingga maknanya sesuai dengan keinginan sang penulis, (4)
tulisan baik mencerminkan kemampuan sang penulis untuk menulis
secara meyakinkan, menarik minat para pembaca terhadap pokok
pembicaraan serta mendemonstrasikan suatu pengertian masuk akal
dan cermat serta teliti mengenai hal itu, (5) tulisan baik
mencerminkan kemampuan sang penulis untuk mengkritik naskah
tulisannya yang pertama serta memperbaikinya, dan (6) tulisan baik
mencerminkan kebanggaan sang penulis dalam naskah atau
manuskrip, kemudian mempergunakan ejaan dan tanda baca secara
seksama, memeriksa makna kata dan hubungan ketatabahasaan
dalam kalimat-kalimat sebelum menyajikannya kepada para
pembaca.
23
Aspek lain dalam menulis yang mempengaruhi baik tidaknya
tulisan yaitu sistematika tulisan. Suatu tulisan dapat dikatakan
berbentuk secara sistematis seperti yang dipaparkan Nurjamal &
Sumirat, (2010: 32) bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang
dapat berkomunikasi secara baik dengan pembaca yang ditujukan
oleh tulisan itu. Sementara itu, menurut Morris dalam Tarigan (2008:
7), tulisan yang baik merupakan komunikasi pikiran dan perasaan
yang efektif. Semua komunikasi tulis adalah efektif dan tepat guna.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Tarigan (2008: 7)
menyimpulkan bahwa terdapat empat ciri tulisan yang baik sebagai
berikut. (1) Jelas, yaitu pembaca dapat membaca teks dengan cara
tetap dan pembaca tidak boleh bingung dan harus mampu
menangkap maknanya tanpa harus membaca ulang dari awal untuk
menemukan makna yang dikatakan oleh penulis. (2) Kesatuan dan
organisasi, yaitu pembaca dapat mengikutinya dengan mudah
karena bagian-bagiannya saling berhubungan dan runtut. (3)
Ekonomis, yaitu penulis tidak akan menggunakan kata atau bahasa
yang berlebihan sehingga waktu yang digunakan pembaca tidak
terbuang percuma. (4) Pemakaian bahasa dapat diterima, yaitu
penulis menggunakan bahasa yang baik dan benar karena bahasa
yang dipakai masyarakat kebanyakan terutama yang berpendidikan
lebih mengutamakan bahasa formal sehingga mudah diterima.
24
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil simpulan
bahwa ciriciri tulisan baik yaitu tulisan mencerminkan kemampuan
sang penulis dalam mempergunakan nada serasi, menyusun bahan-
bahan tersedia menjadi suatu keseluruhan utuh, menulis dengan
jelas, meyakinkan serta mampu mengkritik naskah tulisannya serta
merevisinya kembali.
2. Hakikat anekdot
a. Pengertian anekdot
Anekdot merupakan cerita singkat yang memberikan kesan
lucu terhadap pembaca. Kesan tersebut dapat membuat pembaca
tertawa karena isi ceritanya atau memberikan renungan terhadap
suatu hal. Cerita anekdot disajikan dengan teks yang memiliki ciri
khas sendiri. Jika dilihat dari struktur teksnya, anekdot dapat
dibedakan dengan jenis teks lain. Fatimah (2013: 219) menjelaskan
bahwa teks anekdot merupakan cerita narasi atau pun percakapan
yang lucu dengan berbagi tujuan, baik hanya sekadar hiburan atau
sendau gurau, sindiran, atau kritik tidak langsung. Sementara itu,
Khanifatul (dalam Jamilah, 2013: 62) mengemukakan bahwa
anekdot merupakan cerita singkat lucu yang bisa didapat dari
berbagai sumber, seperti pengalaman hidup, dan cerita dalam
kehudupan sehari-hari. Anekdot ialah cerita singkat yang menarik
karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting
atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Ada
25
pengertian lain bahwa anekdot dapat merupakan cerita rekaan yang
tidak harus didasarkan pada kenyataan yang terjadi di masyarakat
yang menjadi partisipan atau pelaku di dalamnya pun tidak harus
orang penting.
Danandjaya (1991: 117) mengatakan bahwa lelucon dan
anekdot adalah dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan ketawa
bagi yang mendengar maupun yang menceritakanya. Menurut Jan
Harold Brunvand (dalam Danandjaya 1991: 117) menganggap
bahwa anekdot lebih baik digolongkandalam sub golongan dari
legenda perseorangan (personal legend).
Perbedaan antara lelucon dan anekdot adalah jika anekdot
menyangkut kisah lucu fiktif pribadi seorang tokoh atau beberapa
tokoh, yang benar-benar ada, maka lelucon menyangkut kisah fiktif
lucu anggota suatu kolektif, seperti suku bangsa, golongan, bangsa,
dan ras.
Anekdot juga dapat dianggap sebagai bagian dari riwayat hidup
fiktif orang tertentu. Berdasarkan perbedaan sasaran yang
dilontarkannya, lelucon dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lelucon
dan humor. Lelucon anekdot yang berfungsi sebagai proses sosial
atau sindiran dapat juga digolongkan sebagai lelucon politik.
Teks anekdot juga dapat berisi peristiwa-peristiwa yang
membuat jengkel atau konyol bagi partisipan yang mengalaminya.
Perasaan jengkel dan konyol seperti itu merupakan krisis yang
26
ditanggapi dengan reaksi dari pertentangan antara nyaman, puas
dan frustasi, serta tercapai dan gagal (Bahasa Indonesia Ekspresi
Diri dan Akademik).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun KBBI,
2008:87), anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu
mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan
berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Anekdot sering dipilih
sebagai salah satu cara untuk mengungkapkan kepedulian atau
kepekaan terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat. Kelucuan
yang menjadi ciri khas anekdot ditulis sebagai pesan yang ingin
disampaikan dan akan lebih mudah dipahami bagi pengguna bahasa
yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas.
b. Struktur teks anekdot
Teks anekdot pada umumnya terdiri atas lima bagian. Pertama,
abstrak, yaitu bagian teks yang berfungsi memberi gambaran
tentang isi teks. Kedua, orientasi, yaitu bagian teks yang
menunjukkan awal kejadian cerita atau latar belakang bagaimana
peristiwa terjadi. Ketiga, krisis, yaitu bagian teks yang menjelaskan
hal atau masalah yang unik atau tidak biasa yang terjadi pada
penulis atau orang yang diceritakan. Keempat, reaksi, yaitu bagian
teks yang menerangkan cara penulisan atau orang yang diceritakan
dalam menyelesaikan masalah (yang muncul dibagian krisis). Dan
yang kelima, koda, merupakan bagian akhir dari cerita dan simpulan
27
tentang kejadian yang dialami oleh penulis atau orang yang
diceritakan.
Hal tersebut senada dengan pendapat Mahsun (2013) bahwa
pada teks anekdot, peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang
harus menimbulkan krisis. Partisipan yang terlibat bereaksi pada
peristiwa itu sehingga teksnya berstruktur orientasi, krisis, lalu diikuti
reaksi. Teks anekdot merupakan suatu cerita lucu yang singkat dan
bertujuan untuk menghibur, menyindir, dan mendidik. Teks anekdot
memiliki bentuk yang hampir sama dengan cerita inspiratif. Berikut
perbedaan teks anekdot dengan teks cerita inspiratif: (1) teks
anekdot bertujuan menghibur pembaca dengan tetap
mempertahankan pesan yang disampaikan, sedangkan cerita
inspiratif bertujuan menyentuh hati; (2) pada umumnya teks inspiratif
lebih mudah dipahami dibandingkan teks anekdot; (3) teks anekdot
biasanya berisi kejadian yang tidak biasa; dan (4) teks anekdot terdiri
atas abstrak, orientasi, krisis, reaksi dan koda.
Perhatikan contoh teks anekdot berikut dan hasil analisis
strukturnya:
Presiden dan Burung Beo
Ada dua orang presiden yang terlibat dalam sesi tanya jawab dan suasananya cukup mengherankan.
Presiden 1: "Ada burung Beo yang sudah diajarkan dua bahasa sekaligus, dan burung Beo tadi bisa menirukan dengan bagus, satu bahasa Inggris dan yang ke dua bahasa Rusia. Jadi kalau ditarik kakinya yang kanan, burung Beo akan bicara bahasa Inggris dan kalau ditarik kakinya yang kiri burung Beo akan bicara bahasa Rusia,
28
hebatkan!". Presiden 2: "Hebat-hebat!" "Bagaimana kalau kedua kakinya ditarik?" tanya presiden 1."Wah pasti burung Beo tadi bisa dua bahasa sekaligus!" jawab presiden 2. "Salah". "Oh mungkin dua bahasa tadi menjadi campur aduk!". "Salah". "Atau mungkin salah satu katanya akan ketukar, satu bahasa Inggris dan kata kedua bahasa Rusia". "Salah"."Loh ... jadi gimana donk?". "Yang jelas kalau kedua kakinya ditarik, burung Beonya akan jatuh dari sarangnya, bego!". "Eh jangan main-main ya, gini-gini gua presiden, walau hanya di rumah tangga, masa lu bilang bego!". Dan tak lama kemudian pun burung Beo itu menirukan kata-kata tersebut. "Presiden bego... presiden bego...presiden bego!" suara burung Beo terdengar berulang-ulang. (ilmanzblog.blogspot.com.)
Struktur teks anekdot “Presiden dan Burung Beo” di atas adalah
sebagai berikut:
1) Abstraksi: Ada dua orang presiden yang terlibat dalam sesi tanya
jawab.
2) Orientasi: Suasananya cukup mengherankan.
3) Krisis: "Yang jelas kalau kedua kakinya ditarik, burung Beonya akan
jatuh dari sarangnya, cukup!".
4) Reaksi: "Eh jangan main-main ya, gini-gini gua presiden, walau
hanya di rumah tangga, masa lu bilang bego!".
5) Koda: "Presiden bego...presiden bego...presiden bego!" suara
burung Beo terdengar berulang-ulang.
Secara umum, teks anekdot memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1)
anekdot selalu terilhami dari kejadian nyata yang diprovokasi
menjadi sebuah kelakar; (2) anekdot pada awalnya hanya
melibatkan tokoh-tokoh terkenal, tetapi seiring waktu penyajian
anekdot mengalami modifikasi ke arah fiktif; (3) anekdot bersifat
menghibur tetapi tujuan utamanya untuk mengungkapkan kebenaran
29
yang lebih umum; (4) anekdot terkadang bersifat sindiran alami; dan
(5) anekdot dekat dengan tradisi tamsil.
Menginterpretasikan atau menafsirkan adalah proses
pemberian kesan terhadap makna yang disampaikan. Agar
penafsiran pembaca sesuai dengan makna yang ingin disampaikan,
teks anekdot harus ditulis dengan baik. Cara menulis anekdot
dengan baik adalah sebagai berikut: (1) berani; (2) berpikir diluar
batas; (3) mengolah diri sendiri; dan (4) kejutkan pembaca. Selain
itu, yang harus diperhatikan ketika menceritakan isi teks anekdot
adalah isi teks, dialog, intonasi, dan ekspresi.
3. Hakikat Pembelajaran Menulis Teks Anekdot
a. Pengertian Pembelajaran
Belajar adalah proses perubahan perilaku untuk memeroleh
pengetahuan, keterampilan terhadap sesuatu yang baru yang
mengarah pada suatu tujuan. Belajar juga merupakan proses
melihat, mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari. Belajar
dapat dilakukan secara individu atau dengan keterlibatan orang lain.
Dalam dunia pendidikan, peserta didik yang melakukan proses
belajar. Tidak melakukannya secara individu, tetapi ada beberapa
komponen yang terlibat, seperti pendidik atau guru, media dan
strategi pembelajaran, kurikulum dan sumber belajar. Dari kata
belajar itulah kemudian lahir kata pembelajaran.
30
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang
manusia serta dapat berlaku dimana pun dan kapan pun. Hal senada
Hamalik (2011: 162) mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu
proses terjadinya interaksi antara pelajar dan pengajar dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran yang berlangsung dalam lokasi
tertentu dan jangka waktu tertentu pula.
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik
menjadi kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil
tanpa ada orang yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono
(Sagala, 2010: 62), pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Konsep
pembelajaran menurut Corey (dalam Sagala, 2010: 61) adalah suatu
31
proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola
untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisikondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi
tertentu, pembelajaran merupakan sub set khusus dari pendidikan.
Pembelajaran memiliki arti setiap kegiatan yang dirancang
untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai
yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk
mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi
kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya,
latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru
untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan
modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator
suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat
siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa
yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya
kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan
karena adanya usaha.
b. Pengertian Pembelajaran Menulis Anekdot
Ada berbagai cara seseorang untuk mengungkapkan isi
hatinya. Ada yang mampu mengungkapkannya secara lisan atau pun
tertulis. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kecepatan berpikir tiap
individu. Untuk menjembatani keadaan itu, maka pembelajaran
32
keterampilan menulis perlu ditempatkan sebagai suatu hal utama.
Keterampilan menulis harus mendapat prioritas dalam pengajaran
keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa lainnya
merupakan penunjang pengajaran keterampilan menulis.
Pembelajaran menulis mengkaji beberapa keterampilan, yaitu
menyimak, berbicara dan membaca. Melalui keterampilan menulis,
siswa mampu mengembangkan kreativitas, intuisi, imajinasi, dan
daya nalarnya. Prinsip penting dalam pembelajaran menulis adalah
materi pembalajaran yang disajikan kepada siswa harus sesuai
dengan kemampuannya pada suatu tahapan pembelajaran tertentu.
Belajar memang merupakan upaya yang memakan waktu cukup
lama, dari keadaan tidak tahu menjadi tahu, dari yang sederhana
sampai yang rumit.
Pembelajaran menulis menyibukkan para siswa untuk belajar
bahasa. Menulis disini dimaksudkan sebagai suatu proses
pengiriman dan penerimaan pesan akibat adanya hubungan antara
manusia satu dengan yang lain. Tarigan (2008: 19) menjelaskan
proses berkomunikasi secara tertulis ini berlangsung melalui tiga
media, yaitu; (1) visual, (2) lisan, dan (3) tulisan. Pembelajaran
menulis sangat erat hubungannya dengan komunikasi lisan dan
komunikasi tulis karena sifat penggunaannya saling berkaitan dalam
bahasa. Terdapat sejumlah situasi yang sekaligus membutuhkan
33
kedua-duanya dan situasi-situasi lainnya yang membutuhkan dua
bahkan tiga jenis media.
Tarigan (2008: 20) membagi empat jenis aspek proses
komunikasi, yaitu (1) komunikator, (2) pesan, (3) saluran, dan (4)
penonton, pendengar dan pemirsa. Keempat jenis aspek proses
komunikasi itu sangat penting dalam melakukan kegiatan menulis.
Kemampuan menulis akan mudah dikuasai apabila penulis mampu
menerjemahkan keempat aspek proses komunikasi tersebut.
Sementara itu, Rohmadi (2010: 288) mengatakan bahwa
penciptaan humor adalah bentuk kreativitas pencipta humor dalam
memainkan kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Oleh karena itu
pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan untuk menciptakan teks
humor atau anekdot sangat diperlukan. Lebih lanjut Rohmadi (2010:
288) menjelaskan bahwa dalam penciptaan wacana humor, pencipta
humor akan menuliskan huruf atau tulisan secara tidak wajar
sehingga menimbulkan kesan yang aneh pada penikmat humor.
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran menulis anekdot adalah kegiatan yang dilakukan siswa
untuk menghasilkan tuliasn yang berupa teks anekdot dengan
memanfaatkan aspek-aspek kebahasaan, sehingga menimbulkan
tulisan yang menimbulkan reaksi pada pembaca berupa tersenyum,
tertawa, tersindir, dan tersinggung.
34
4. Pembelajaran Menulis Anekdot Berdasarkan Kurikulum 2013
a. Pembelajaran menulis anekdot kelas X SMA
Anintah (2009: 27) mengatakan pembelajaran adalah
bagaimana kurikulum itu disajikan kepada peserta didik. Dalam
Kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan dengan
berbasis teks. Teks dapat diperinci menjadi deskripsi, penceritaan
(recount), prosedur, laporan, eksplanasi, eksposisi, diskusi, surat,
iklan, catatan harian, negosiasi, pantun, dongeng, anekdot, dan fiksi
sejarah.
Semua jenis teks tersebut dapat dikelompokkan ke dalam teks
cerita, teks faktual, dan teks tanggapan. Dua kelompok yang disebut
terakhir itu merupakan teks nonsastra yang masing-masing dapat
dibagi lebih lanjut menjadi teks laporan dan teks prosedural serta
teks transaksional dan teks ekspositori. Sementara itu, teks cerita
merupakan jenis teks sastra yang dapat diperinci menjadi teks cerita
naratif dan teks cerita nonnaratif.
Dalam melakukan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis
teks ini, pengajar hendaknya menempuh empat tahap pembelajaran,
yaitu: (1) tahap pembangunan konteks, (2) tahap pemodelan teks,
(3) tahap pembuatan teks secara bersama-sama, dan (4) tahap
pembuatan teks secara mandiri.
35
b. Rencana pembelajaran menulis anekdot
Agar dalam proses pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan
baik, seorang guru harus menyusun perencanaan pembelajaran
secara matang dengan penuh pertimbangan agar sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Perencanaan tersebut meliputi pembuatan
silabus dan RPP. Sanjaya (2009: 328) menjelaskan bahwa silabus
merupakan penjabaran dari standar kompetensi dan kompetensi
dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Berkaitan dengan pendapat tersebut, Mulyasa (2007: 190)
menyatakan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran adalah
rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu
materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus.
Rencana pelaksanaan pembelajaraan mencakup: 1) data sekolah,
mata pelajaran, dan kelas/semester; 2) materi pokok; 3) alokasi
waktu; 4) tujuan pembelajaran, kompetensi dasar dan indikator
pencapaian kompetensi; 5) materi pembelajaran; metode
pembelajaran, media, alat dan sumber belajar; (6) langkah-langkah
kegiatan pembelajaran; dan (7) penilaian.
Setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban
menyusun RPP untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru
kelas) di SD dan untuk guru mata pelajaran yang diampunya untuk
guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Pengembangan RPP
36
dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun
pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu
dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP
dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompok.
Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri
dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru mata
pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu difasilitasi dan
disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh
kepala sekolah.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 8A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum, berbagai prinsip dalam mengembangkan
atau menyusun RPP adalah sebagai berikut. Prinsip pertama,
rencana pelaksanaan pembelajaran disusun guru sebagai
terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah
dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses
pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. Prinsip
kedua, rencana pelaksanaan pembelajaran dikembangkan guru
dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan
kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik,
minat motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang
budaya, norma, nilai, dan lingkungan peserta didik.
37
Prinsip ketiga, rencana pelaksanaan pembelajaran harus
mendorong partisipasi aktif peserta didik. Artinya rencana
pelaksanaan pembelajaran harus didesain berpusat pada perserta
didik. Selanjutnya prinsip keempat, rencana pelaksanaan
pembelajaran harus sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk
menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak
berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan
berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat,
rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian semangat
belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar.
Prinsip kelima, rencana pelaksanaan pembelajaran harus
mampu mengembangkan budaya membaca dan menulis. Proses
pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan
kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. Prinsip keenam,
memberikan umpan-balik dan tindak lanjut. RPP memuat rancangan
program pemberian umpan-balik positif, penguatan, pengayaan, dan
remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat
setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan
kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian
pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik.
Prinsip ketujuh, rencana pelaksanaan pembelajaran harus
terdapat keterkaitan dan keterpaduan. RPP disusun dengan
38
memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber
belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun
dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan
lintas mata pelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman
budaya. Prinsip kedelapan, rencana pelaksanaan pembelajaraan
harus menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun
dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan
situasi dan kondisi.
Dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
seorang guru harus memperhatikan langkah-langkah pengembangan
RPP. Dalam Permendikbud Nomor 8A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum memaparkan langkah-langkah
pengembangan RPP. Langkah pertama dalam pengembangan
rencana pelaksanaan pembelajaran adalah mengkaji silabus. Lestari
(2013: 63) memaparkan bahwa silabus merupakan penjabaran
kompetensi inti dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Secara umum, untuk setiap materi
pokok pada setiap silabus terdapat empat kompetensi dasar sesuai
dengan aspek kompetensi inti (sikap kepada Tuhan, sikap diri dan
terhadap lingkungan, pengetahuan, dan keterampilan). Untuk
39
mencapai empat kompetensi dasar tersebut, di dalam silabus
dirumuskan kegiatan peserta didik secara umum dalam
pembelajaran berdasarkan standar proses. Kegiatan peserta didik ini
merupakan rincian dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah dan
mengomunikasikan. Kegiatan inilah yang harus dirinci lebih lanjut di
dalam RPP, dalam bentuk langkah-langkah yang dilakukan guru
dalam pembelajaran, yang membuat peserta didik aktif belajar.
Pengkajian terhadap silabus juga meliputi perumusan indikator
kompetensi dasar dan penilaiannya. Kedua, mengidentifikasi materi
pembelajaran. Mengidentifikasi materi pembelajaran yang
menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan
mempertimbangkan potensi peserta didik; relevansi dengan
karakteristik daerah; tingkat perkembangan fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan spritual peserta didik; kebermanfaatan bagi
peserta didik; struktur keilmuan; aktualitas, kedalaman, dan keluasan
materi pembelajaran; relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan lingkungan; dan alokasi waktu.
Langkah ketiga menentukan tujuan. Tujuan dapat
diorganisasikan mencakup seluruh kompetensi dasar atau
diorganisasikan untuk setiap pertemuan. Tujuan mengacu pada
indikator, paling tidak mengandung dua aspek yaitu audience
(peserta didik) dan behavior (aspek kemampuan). Langkah keempat
40
mengembangkan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam
rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang
dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai
peserta didik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah (1) kegiatan
pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para
pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara profesional; (2) kegiatan pembelajaran memuat
rangkaian kegiatan manajerial yang dilakukan guru, agar peserta
didik dapat melakukan kegiatan seperti di silabus; (3) kegiatan
pembelajaran untuk setiap pertemuan merupakan skenario langkah-
langkah guru dalam membuat peserta didik aktif belajar.
Kegiatan ini diorganisasikan menjadi kegiatan pendahuluan,
inti, dan penutup. Kegiatan inti dijabarkan lebih lanjut menjadi rincian
dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni:
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan,
dan mengomunikasikan.
41
Pembelajaran yang bertujuan menguasai prosedur untuk
melakukan sesuatu, kegiatan pembelajaran dapat berupa pemodelan
atau demonstrasi oleh guru atau ahli, peniruan oleh peserta didik,
pengecekan dan pemberian umpan balik oleh guru, dan pelatihan
lanjutan. Langkah kelima penjabaran jenis penilaian. Dalam silabus
telah ditentukan jenis penilaiannya. Penilaian pencapaian
kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes
dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran
sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk,
penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Oleh karena itu, pada
setiap pembelajaran peserta didik didorong untuk menghasilkan
karya, maka penyajian portofolio merupakan cara penilaian yang
harus dilakukan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang penilaian
yaitu: (1) penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian
kompetensi yaitu kompetensi dasar pada Kompetensi Inti 3 dan
Kompetensi Inti 4; (2) penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu
berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti
proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi
seseorang terhadap kelompoknya; (3) sistem yang direncanakan
adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti
semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk
42
menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum,
serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik; (4) hasil penilaian
dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa
perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi
peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah ketuntasan,
dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi
ketuntasan; dan (5) sistem penilaian harus disesuaikan dengan
pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran.
Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas
observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses
misalnya teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan
observasi lapangan.
Langkah keenam menentukan alokasi waktu. Penentuan
alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah
minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan
mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman,
tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi
waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu
rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh
peserta didik yang beragam. Oleh karena itu, alokasi tersebut dirinci
dan disesuaikan lagi di RPP. Langkah terakhir menentukan sumber
belajar. Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak
43
dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan
budaya.
c. Pelaksanaan pembelajaran menulis anekdot
Pelaksanaan pembelajaran menulis anekdot dilaksanakan
berdasarkan RPP yang sudah dibuat sebelumnya. Hal ini sejalan
dengan pengertian RPP menurut Mulyasa ( 2007: 212), yaitu suatu
perkiraan atau proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan
dilakukan baik oleh guru maupun peserta didik, terutama kaitannya
dengan pembentukan kompetensi. Dengan demikian, pada saat guru
membuat RPP, guru harus sudah memiliki gambaran mengenai
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Dalam Kurikulum 2013 proses pembelajaran menggunakan
pendekatan scientific, sesuai dengan karakteristik bahasa dan sastra
Indonesia sebagai bagian dari natural science, pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia harus merefleksikan kompetensi sikap ilmiah,
berpikir ilmiah, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan pembelajaran
yang dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mencoba,
mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Kegiatan mengamati
bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi
nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Proses
mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi,
melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.
44
Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses
membangun pengetahuan siswa dalam bentuk konsep, prinsip,
prosedur, hukum dan teori, hingga berpikir metakognitif. Tujuannya
agar siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (critical
thingking skill) secara kritis, logis, dan sistematis. Proses menanya
dilakukan melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok serta diskusi
kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang kebebasan
mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri, termasuk
dengan menggunakan bahasa daerah.
Kegiatan mencoba bermanfaat untuk meningkatkan
keingintahuan siswa, mengembangkan kreativitas, dan keterampilan
kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan, merancang, dan
melaksanakan eksperimen, serta memeroleh, menyajikan, dan
mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk mesin
komputasi dan otomasi sangat disarankan dalam kegiatan ini.
Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun
kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Kegiatan dapat dirancang
oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu
sehingga siswa melakukan aktivitas antara lain menganalisis data,
mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan
memprediksi/mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja
diskusi atau praktik.
45
Kegiatan mengomunikasikan adalah sarana untuk
menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan,
gambar/sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar
siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan
penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat
laporan, dan/atau unjuk karya.
Agar pembelajaran terus menerus membangkitkan kreativitas
dan keingintahuan siswa, kegiatan pembelajaran kompetensi yang
dilakukan adalah (1) menyajikan atau mengajak siswa mengamati
fakta atau fenomena baik secara langsung dan/atau rekonstruksi
sehingga siswa mencari informasi, membaca, melihat, mendengar,
atau menyimak fakta/fenomena tersebut; (2) memfasilitasi diskusi
dan tanya jawab dalam menemukan konsep, prinsip, hukum, dan
teori; (3) mendorong siswa aktif mencoba melalui kegiatan
eksperimen; (4) memaksimalkan pemanfaatan teknologi dalam
mengolah data, mengembangkan penalaran dan memprediksi
fenomena; dan (5) memberi kebebasan dan tantangan kreativitas
dalam presentasi dengan aplikasi baru yang terduga sampai tak
terduga.
Selain itu terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi
kegiatan proses pembelajaran. Menurut Sanjaya (2009: 335) faktor
yang memengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran di
46
antaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang
tersedia, serta faktor lingkungan.
Faktor guru sangat memengaruhi kegiatan proses
pembelajaran karena guru adalah komponen yang sangat
menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa
guru, bagaimana pun bagus dan idealnya suatu strategi, maka
strategi itu tidak mungkin dapat diaplikasikan. Setiap guru memiliki
pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan pandangan yang
berbeda dalam mengajar. Masing-masing perbedaan tersebut dapat
memengaruhi baik dalam penyusunan strategi atau implimentasi
pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran guru memegang peran yang
sangat penting. Guru bukan hanya berperan sebagai model atau
teladan bagi siswa yang diajarnya, melainkan juga sebagai pengelola
pembelajaran. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses
pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.
Ada sejumlah aspek yang dapat memengaruhi kualitas proses
pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu tempat asal kelahiran
guru, suku, latar budaya dan adat istiadat, keadaan keluarga dari
mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari
keluarga yang tergolong mampu atau tidak; apakah guru itu berasal
dari keluarga harmonis atau bukan.
47
Aspek lain yang melingkupi faktor guru adalah pengalaman
yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan
guru (pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan,
pengalaman jabatan, dan lain sebagainya). Selain itu, segala
sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya
sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa,
kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran juga menjadi bagian dari aspek yang
dapat memengaruhi proses pembelajaran. Faktor lain yang dapat
memengaruhi proses pembelajaran adalah faktor siswa. Siswa
adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan
seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama
perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu
sama. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran
ditinjau dari aspek siswa adalah faktor latar belakang serta faktor
sifat yang dimiliki siswa. Faktor latar belakang siswa meliputi jenis
kelamin siswa, tempat kelahiran dan tempat tinggal siswa, serta
tingkat sosial ekonomi.
d. Penilaian pembelajaran menulis anekdot
Penilaian hasil pembelajaran dalam Kurikulum 2013 dapat
menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik adalah proses
pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan
48
pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui
berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau
menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan
kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Penilaian dapat dilakukan dengan portofolio yang merupakan
kumpulan yang sistematis pekerjaan peserta didik yang dianalisis
untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam
kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam
pendekatan problem based learning (PBL) dilakukan dengan cara
evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment. Self-
assessment merupakan penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu
sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan
merujuk pada tujuan yang ingin dicapai oleh pebelajar itu sendiri
dalam belajar, sedangkan peer-assessment adalah penilaian dimana
pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya
dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri
maupun oleh teman dalam kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain penilaian kinerja
peserta didik dan penilaian portofolio peserta didik. Pada penilaian
kinerja, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau
mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu,
seperti menulis karangan, melakukan suatu eksperimen,
menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan
49
suatu lagu, atau melukis suatu gambar, sedangkan penilaian
portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan
peserta didik dalam suatu periode tertentu. Informasi perkembangan
peserta didik dapat berupa hasil karya terbaik peserta didik selama
proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau
bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu
mata pelajaran.
Dari informasi perkembangan itu peserta didik dan guru dapat
menilai kemajuan belajar yang dicapai dan peserta didik terus
berusaha memperbaiki diri. Penilaian portofolio dapat dipakai untuk
penilaian pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif.
5. Model pembelajaran
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan pengertian model
pembelajaran. Joyce (dalam Trianto, 2009: 22) berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum,
dan lain-lain.
Adapun Arends (dalam Trianto, 2009: The term teaching model
refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and management system. Istilah model pengajaran
50
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk
tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Menurut Nieveen (Trianto, 2009: 24), suatu model pembelajaran
dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Pertama, sahih
(valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal, yaitu: (1) apakah model
yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat; dan (2)
apakah terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis. Aspek kepraktisan
hanya dapat dipenuhi jika: (1) para ahli dan praktisi menyatakan bahwa
apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan (2) kenyataan
menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan.
Ketiga, efektif. Berkaitan dengan aspek efektivitas ini, Nieveen
memberikan parameter sebagai berikut: (1) ahli dan praktisi berdasar
pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan (2) secara
operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Dalam memilih suatu model pembelajaran, harus
mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: materi pelajaran, tingkat
perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia
sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong
tumbuhnya rasa senang dalam diri peserta didik terhadap pelajaran,
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas,
memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memahami pelajaran
51
sehingga memungkinkan peserta didik mencapai hasil belajar yang lebih
baik.
Ukuran keberhasilan mengajar guru utamanya adalah terletak pada
terjadi tidaknya peningkatan hasil belajar peserta didik. Melalui pemilihan
model pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan
jenis pendekatan dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi
pelajaran yang disajikan. Hal penting yang harus selalu diingat bahwa
tidak ada satu strategi pembelajaran yang paling ampuh untuk segala
situasi. Oleh sebab itu guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang
komprehensip serta mampu mengambil keputusan yang rasional kapan
waktu yang tepat untuk menerapkan salah satu atau beberapa strategi
secara efektif (Killen, dalam Aunurrahman, 2009: 143). Liench & Scott
(dalam Aunurrahman, 2009: 144), mengingatkan beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan guru dalam memilih dan menentukan model
pembelajaran dengan mengkaji kemana, pembelajaran akan
dititikberatkan, apakah pada outcome, proses atau content.
Brady (Aunurrahman, 2009: 146), mengemukakan bahwa model
pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan
untuk membimbing guru di dalam mempersiapkan dan melaksanakan
pembelajaran. Untuk lebih memahami model pembelajaran, selanjutnya ia
mengemukakan 4 premis tentang model pembelajaran, yaitu:
52
a. Model memberikan arah untuk persiapan dan implementasi kegiatan
pembelajaran. Karena itu model pembelajaran lebih bermuatan praktis
implementatif daripada bermuatan teori.
b. Meskipun terdapat sejumlah model pembelajaran yang berbeda, namun
pemisahan antara satu model dengan model yang lain tidak bersifat
deskrit. Meskipun terdapat beberapa jenis model yang berbeda,
modelmodel tersebut memiliki keterkaitan, terlebih lagi di dalam proses
implementasinya. Oleh sebab itu, guru harus menginterpretasikannya
ke dalam perilaku mengajar guna mewujudkan pembelajaran yang
bermakna.
c. Tidak ada satu pun model pembelajaran yang memiliki kedudukan lebih
penting dan lebih baik dari yang lain. Tidak satupun model tunggal yang
dapat merealisasikan berbagai jenis dan tingkatan tujuan pembelajaran
yang berbeda.
d. Pengetahuan guru tentang berbagai model pembelajaran memiliki arti
penting di dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Keunggulan model pembelajaran dapat dihasilkan bilamana guru
mampu mengadaptasikan atau mengkombinasikan beberapa model
sehingga menjadi lebih serasi dalam mencapai hasil belajar siswa yang
lebih baik.
6. Model discovery learning
Model pembelajaran Discovery Learning atau yang dikenal dengan
belajar penemuan dikemukakan oleh seorang ahli yang bernama Bruner.
53
Bruner ( dalam Wilis, 2006: 79) menganggap bahwa belajar penemuan
sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan
dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Dalam
pembelajaran Discovery Learning ini, peserta didik berusaha sendiri untuk
mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya dan
menghasilkan pengetahuan yang benarbenar bermakna. Bruner
menyarankan agar para peserta diidk hendaknya belajar melalui
partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar mereka
dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-
eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip
itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan
menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan
lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan
pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar
penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar
lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip prinsip yang
dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-
situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan
penalaran peserta didik dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.
Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan kognitif
peserta didik untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa
pertolongan orang lain. Bruner juga mengemukakan bahwa belajar
54
penemuan membangkitkan keingintahuan peserta didik, memberi motivasi
untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Pendekatan ini
dapat mengajarkan keterampilan memecahkan masalah tanpa
pertolongan orang lain dan meminta para peserta didik untuk
menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja.
Bruner (1971:182) menyadari bahwa belajar penemuan yang murni
memerlukan waktu sehingga menyarankan agar penggunaan belajar
penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan
mengarahkannya pada struktur bidang studi.
Jamilah (2013:42) mengemukakan bahwa penerapan metode
discovery learning merupakan suatu cara mengajar yang melibatkan
peserta didik dalam proses kegiatan mencoba menemukan sendiri agar
peserta didik dapat belajar sendiri. Dengan menggunakan metode
discovery learning dalam pembelajaran peserta didik menemukan sendiri
atau mengalami proses pembelajaran sendiri.
Mulyani (2013: 39-40) berpendapat bahwa model pembelajaran
penemuan terbimbing merupakan model pembelajaran yang bersifat
student oriented dengan teknik trial and error, menerka menggunakan
intuisi, menyelidiki, menarik kesimpulan, serta memungkinkan guru
melakukan bimbingan dan penunjuk jalan dalam membantu siswa untuk
mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang mereka miliki untuk
menemukan pengetahuan yang baru. Bruner (dalam Wilis, 2006: 83-84)
menyatakan bahwa dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak
55
sepenuhnya seiring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh
pengetahuan saja. Tujuan belajar sebenarnya ialah untuk memperoleh
pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan
intelektual para peserta diidk serta merangsang keingintahuan mereka
dan memotivasi kemampuan mereka.
Selain itu, dalam belajar penemuan, peserta didik mendapat
kebebasan sampai batas-batas tertentu untuk menyelidiki secara
perorangan atau dalam suatu tanya jawab dengan guru atau oleh guru
dan/atau peserta didik lain untuk memecahkan masalah yang diberikan
oleh guru atau oleh guru dan peserta didik bersama-sama. Dengan
demikian, jelas bahwa peranan guru sangat berbeda bila dibandingkan
dengan peranan guru yang mengajar secara kuno dengan metode
ceramah.
Dalam belajar penemuan ini guru tidak begitu mengendalikan proses
belajar mengajar. Dalam belajar penemuan, peranan guru antara lain:
a. Guru merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran
terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh peserta
didik.
b. Guru menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi
para peserta didik untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya
materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang
aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta
yang berlawanan. Guru hendaknya mulai dengan sesuatu yang sudah
56
dikenal oleh peserta didik. Kemudian, guru mengemukakan sesuatu
yang berlawanan. Dengan demikian, terjadi konflik dengan pengalaman
peserta didik. Akibatnya timbullah masalah. Dalam keadaan yang ideal,
hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang
merangsang para peserta didik untuk menyelidiki masalah itu,
menyusun hipotesis, dan mencoba menemukan konsep atau prinsip-
prinsip yang mendasari masalah itu.
c. Selain hal-hal yang tersebut di atas, guru juga harus memperhatikan
tiga cara penyajian, yaitu cara enaktif, ikonik, dan simbolis. Untuk
menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan
cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif peserta didik.
d. Bila peserta didik memecahkan masalah di laboratorium atau secara
teoretis, guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu
prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya
memberikan saransaran bilamana diperlukan.
Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan
Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki beberapa kelebihan,
antara lain yaitu:
a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
57
c. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
d. Metode ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan
sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f. Metode ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya,
karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak
sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan)
karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
proses belajar yang baru.
k. Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
l. Mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis
sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic.
n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya.
58
p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik.
q. Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai
jenis sumber belajar.
r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu. (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 161-162)
Menurut Syah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:
163-164), langkah-langkah dalam mengaplikasikan model Discovery
Learning di kelas antara lain sebagai berikut:
b. Langkah Persiapan Metode Dicovery Learning
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan
awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran.
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-
contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta
didik.
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks,
dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik
sampai ke simbolik.
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
c. Prosedur aplikasi metode discovery learning
59
Menurut Syah (dalam Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013: 163-164) dalam mengaplikasikan metode
Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran secara umum sebagai
berikut:
1) Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat
memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi
untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu peserta didik dalam
mengeksplorasi bahan. Stimulasi dilakukan dengan menggunakan
teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan
yang dapat menghadapkan peserta didik pada kondisi internal
yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang guru
harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada
peserta didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk
mengeksplorasi dapat tercapai.
60
2) Problem statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda- agenda masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah), sedangkan menurut permasalahan yang
dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan,
atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban
sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan
kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan
teknik yang berguna dalam membangun pesrta didik agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3) Data collection (Pengumpulan data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan
demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
61
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah
peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan
demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan
masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
4) Data processing (Pengolahan data)
Menurut Syah (dalam Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013: 164) pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh peserta didik
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Djamarah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2013: 164) emua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi,
dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu Data processing
disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari
generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan
pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang
perlu mendapat pembuktian secara logis.
5) Verification (Pembuktian)
62
Menurut Syah (dalam Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013: 164), pada tahap ini peserta didik melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut
Bruner (dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:
164) bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu
itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti
atau tidak.
6) Generalization (Menarik kesimpulan/ Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses
menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum
dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama..
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta didik
harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan
pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau
prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang,
63
serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari
pengalaman-pengalaman itu.
Mengenai tingkat keberhasilan Discovery Learning, Anitah (2009: 56)
Discovery Learning berpendapat “ tingkat keberhasilan tergantung pada:
kemampuan guru merencanakan, penentuan proses yang efektif,
penyiapan situasi yang mengajak peserta didik mengidentifikasi problem,
dan bantun untuk menemukan hubungan antara apa yang telah diketahui
dengan pengalaman baru yag ditemukan.
Model pembelajaran Discovery Learning tentunya berbeda dengan
model pembelajaran Problem Based Learning. Perbedaan tersebut
terletak pada langkah-langkah pembelajaran yang digunakan. Pada model
pembelajaran Problem Based Learning peserta didik diberikan sebuah
masalah dan permasalahan tersebut bisa didefinisikan, akan tetapi pada
model pembelajaran Discovery Learning menggunakan langkah-langkah
yang lebih rinci, meliputi identifikasi masalah, pengumpulan data,
pengolahan data, pembuktian, dan menarik kesimpulan. Pada
pembelajaran Discovery Learning ini guru hanya berperan sedikit dalam
proses pembelajaran.
B. Tinjauan Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
64
1. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Prihantoro pada tahun 2014
dengan judul “Implementasi Kurikulum 2013 pada Pembelajaran
Menulis Teks Anekdot (Studi Kasus Kelas X Sma N 1 Karanganyar)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan
pembelajaran menulis teks anekdot yang dilakukan oleh guru bahasa
Indonesia, pelaksanaan pembelajaran menulis teks anekdot, kendala-
kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran menulis teks anekdot,
dan upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-
kendala yang ditemui dalam pembelajaran menulis teks anekdot sesuai
Kurikulum 2013 di kelas X SMA Negeri 1 Karanganyar. Jenis penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan
studi kasus dengan strategi tunggal terpancang. Sumber data yang
digunakan peneliti adalah peristiwa pembelajaran menulis teks anekdot,
informan, dan dokumen. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan pengamatan langsung atau observasi, teknik wawancara, dan
teknik analisis dokumen.Validitas data diperoleh melalui triangulasi
data, triangulasi metode, dan review informan. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif
(interactive model of analysis). Simpulan penelitian ini dapat
dikemukakansebagai berikut. Pertama, perencanaan pembelajaran
berupa RPP sudah sesuai dengan kurikulum 2013, namun masih ada
kekurangan pada perumusan kompetensi dasar dan indikator; Kedua,
65
pelaksanaan pembelajaran menulis teks anekdot menggunakan
metode diskusi kelompok. Jenis materi yang diberikan berupa fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur. Evaluasi yang dilakukan guru adalah
penilaian proses dan penilaian hasil; Ketiga, kendala yang timbul dari
segi guru: kesulitan menyusun RPP sesuai Kurikulum 2013; materi
masih kurang; kesulitan menentukan metode dan media yang tepat;
penggunaan waktu yang kurang efisien. Dari segi siswa: Presepsi
siswa bahwa menulis itu sulit; minat yang rendah; kesulitan
menuangkan ide; Keempat, upaya yang dilakukan guru untuk
mengatasi kedala: memaksimalkan MGMP untuk menyusun RPP;
mencari referensi materi bahan ajar dari berbagai sumber;
menggunakan media dan metode yang kreatif daan inovatif;
memotivasi siswa dengan memberi contoh dari karya guru sendiri;
mengawali pembelajaran dengan permainan; membiasakan siswa
menulis.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Jamilah (2013) dengan judul
“Eksperimentasi Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
Dengan Metode Discovery Learning Pada Materi Pokok Bentuk Aljabar
Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VII SMP
Negeri Se-Kota Pontianak”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1)
manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik,
pembelajaran menggunakan pendekatan PMR dengan metode
Discovery Learning, pendekatan PMR, atau pendekatan pembelajaran
66
langsung pada materi pokok bentuk aljabar, (2) manakah yang
mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang memiliki
kemampuan komunikasi matematik tinggi, sedang atau rendah pada
materi pokok bentuk aljabar, (3) pada masing-masing kategori
pendekatan pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar
matematika lebih baik, siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematik tinggi, sedang, atau rendah pada materi pokok bentuk
aljabar, (4) pada masing-masing tingkat kemampuan komunikasi
matematik siswa, manakah yang memberikan prestasi belajar
matematika lebih baik, pembelajaran menggunakan pendekatan PMR
dengan metode Discovery Learning, pendekatan PMR, atau
pendekatan pembelajaran langsung pada materi pokok bentuk aljabar.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu atau quasi
eksperimental dengan rancangan penelitian menggunakan rancangan
faktorial 3 x 3. Penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas, yaitu
pendekatan pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematik, dan
satu variabel terikat, yaitu prestasi belajar matematika. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri se-Kota Pontianak.
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 9 kelas VII dari 3 SMP Negeri
se-Kota Pontianak, yang terdiri dari 3 kelas eksperimen I, 3 kelas
eksperimen II, dan 3 kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan
dengan tehnik stratified cluster random sampling. Tehnik pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu
67
mengumpulkan data hasil ujian nasional tahun pelajaran 2012/2013
untuk mata pelajaran matematika sebagai data kemampuan awal siswa
dan metode tes yang terdiri dari tes prestasi belajar matematika berupa
20 soal pilihan ganda untuk mengetahui prestasi belajar matematika
dan tes kemampuan komunikasi matematik berupa 5 soal uraian untuk
mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematik siswa pada
materi pokok bentuk aljabar. Sebelum instumen tes digunakan,
dilakukan uji validitas isi dan divalidasi oleh 2 orang validator, analisis
tingkat kesukaran dan daya pembeda butir soal, dan uji reliabilitas.
Sebelum dilakukan eksperimen, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
populasi, uji homogenitas variansi populasi, dan uji keseimbangan
terhadap data kemampuan awal. Uji keseimbangan menggunakan
analisis variansi satu jalan dengan sel tak sama. Uji prasyarat analisis
data prestasi belajar matematika terdiri dari uji normalitas populasi dan
uji xvii homogenitas variansi populasi. Analisis data dilakukan dengan
uji hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama dengan taraf signifikansi a = 0,01. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) Tidak terdapat perbedaan pengaruh pendekatan PMR
dengan metode Discovery Learning, pendekatan PMR, dan pendekatan
pembelajaran langsung terhadap prestasi belajar matematika. Ini berarti
bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan PMR dengan metode
Discovery Learning, pendekatan PMR, dan pendekatan pembelajaran
langsung memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik
68
pada materi pokok bentuk aljabar. (2) Terdapat perbedaan pengaruh
kemampuan komunikasi matematik tinggi, sedang, dan rendah
terhadap prestasi belajar matematika. Setelah dilakukan uji komparasi
rerata antar kolom, diperoleh bahwa siswa yang memiliki kemampuan
komunikasi matematik tinggi mempunyai prestasi belajar matematika
yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematik sedang. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematik tinggi lebih mempunyai prestasi yang lebih baik dari siswa
yang memiliki kemampuan komunikasi matematik rendah. Siswa yang
memiliki kemampuan komunikasi matematik sedang mempunyai
prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang
memiliki kemampuan komunikasi matematik rendah. Tidak terdapat
interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan komunikasi
matematik terhadap prestasi belajar matematika. Ini berarti bahwa: (3)
pada masing-masing kategori pendekatan pembelajaran, siswa yang
memiliki kemampuan komunikasi matematik tinggi mempunyai prestasi
yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan komunikasi
matematik sedang dan rendah dan siswa yang memiliki kemampuan
komunikasi matematik sedang mempunyai prestasi belajar matematika
yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai kemampuan
komunikasi matematik rendah, dan (4) pada masing-masing tingkat
kemampuan komunikasi matematik, pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan PMR dengan metode Discovery Learning,
69
pendekatan PMR, dan pendekatan pembelajaran langsung
memberikan prestasi belajar matematika pada materi pokok bentuk
aljabar. Kata Kunci: Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik
(PMR), Metode Discovery Learning, Pendekatan Pembelajaran
Langsung, Kemampuan Komunikasi Matematik, Prestasi Belajar
Matematika, Bentuk Aljabar.
Kedua penelitian di atas memiliki relevansi dengan penelitian ini.
Relevansi pada penelitian pertama terletak pada objek kajian penelitian
yaitu menulis teks anekdot. Sedangkan, pada penelitian kedua memiliki
relevansi dipandang dari model pembelajaran yang diterapkan yaitu
discovery learning.
C. Kerangka Pikir
Kurikulum 2013 dirancang untuk mempersiapkan insan Indonesia
untuk memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
produktif, kreatif, inovatif dan efektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
Kurikulum 2013 mengharuskan seorang guru untuk merancang proses
pembelajaran yang inovatif dan berlandaskan teknologi, agar
menghasilkan peserta didik yang kreatif, produktif dan dapat
menyongsong era globalisasi.
Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dan
peserta didik untuk membuat peserta didik belajar dengan cara
70
mengaktifkan faktor internal dan eksternal sehingga tujuan berupa
perubahan yang dialami oleh peserta didik, perubahan itu meliputi aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Sebelum memulai pembelajaran guru tentunya harus menyiapkan
materi (bahan ajar), memilih dan menetapkan model, menerapkan
metode, media, teknik, dan beberapa hal yang tercakup dalam suatu
rancangan pelaksanaan pengajaran (RPP). Dalam RPP juga harus
memuat alur pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan tepat dan
efisien. Memilih model, metode dan menyiapkan media secara baik dan
tepat sehingga siswa dapat tertarik dan berparsipasi aktif dalam proses
pembelajaran menulis teks anekdot. Selain itu, guru juga diharapkan
mampu mengetahui kendala-kendala yang terjadi pada proses
pembelajaran dan mencari solusi untuk mengatasi kendala tersebut,
sehingga dalam pembelajaran selanjutnya dapat diantisipasi dan
diminimalisasi ketidakberhasilan pembelajaran tersebut.
Model pembelajaran Discovery Learning merupakan suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri. Model pembelajaran Discovery Learning
dirancang untuk meningkatkan keaktivan peserta didik yang lebih besar
dan berorientasi pada proses maupun hasil belajar secara bersama-sama.
71
Berdasarkan karakteristik model ini, diharapkan memberikan
sumbangan yang baik dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya
pada materi menulis teks anekdot. Berdasarkan pada semua penjelasan
dan paparan yang telah dijelaskan di atas, dan hasil penelitian yang
diperoleh, nantinya akan ditarik sebuah kesimpulan mengenai hasil
eksperimentasi penerapan model Discovery Learning dalam pembelajaran
menulis teks anekdot . Berikut ini alur kerangka pikir yang digunakan oleh
peneliti.
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Kemampuan awal siswa dalam menulis teks anekdot
Penerapan model discovery learning
Kelas eksperimen
Kemampuan akhir yang diharapkan
Kemampuan akhir yang diharapkan
Kelas kontrol
Kesimpulan akhir
Penerapan model pembelajaran biasa
72
D. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis nol
atau hipotesis nihil. Rumusan tersebut adalah tidak ada perbedaan
kemampuan menulis teks anekdot antara kelas yang mengunakan model
pembelajaran discovery learning dalam pembelajaran dengan kelas yang
belajar dengan model pembelajaran konvensional.
73
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian true-eksperimental (penelitian murni)
karena dalam desain penelitian ini, peneliti dapat mengontrol semua
varabel yang dating dari luar dan dapat mempengaruhi jalannya
eksperimen. Perlakuan yang dilakukan terhadap variabel bebas dilihat
hasilnya pada variabel terikatnya. Penelitian eksperimen adalah penelitian
yang benar-benar untuk melihat sebab akibat (Ruseffendi, 1994:47).
Pendapat ini sesuai dengan Sutrisno (1988:36) yang menyatakan penelitian
eksperimen untuk membuktikan akibat dari suatu treatment yang sengaja
diciptakan untuk dibuktikan kebenarannya. Dalam penelitian eksperimen
diperlukan aturan-aturan tertentu dalam melaksanakannya. Menurut
Ruseffendi (1994) tentang penelitian eksperimen menyatakan bahwa
penelitian eksperimen harus memenuhi persyaratan seperti (1)
membandingkan dua kelas atau lebih dan menggunakan ukuran-ukuran
statistik tertentu (statistik inferensial), (2) menyamakan dulu kondisi subyek
yang dimasukkan ke dalam kelas-kelasnya dilakukan secara acak. (3)
memanipulasi secara langsung satu variabel bebasnya (independent) atau
lebih, (4) melakukan pengukuran (sebagai hasil eksperimen) terhadap
74
variabel bergantungnya (dependent), (5) adanya kontrol terhadap variabel
non percobaan (ektraneous variabels).
Desain yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah
pretest-posttest control group design. Dalam desain ini, terdapat dua kelas
yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kedua kelas ini sebobot kecuali
pada perlakuan variabel bebas yang hanya dikenakan kepada kelas
eksperimen. Kedua kelas ini diberi tes yang sama sebelum perlakuan
(pretest) dan setelah perlakuan (posttest). Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Peneliti bertolak dari
anggapan tentang semua gejala yang diamati dapat diukur dan diubah
dalam bentuk angka sehingga memungkinkan digunakan teknik analisis
statistik. Apabila digambarkan, desain tersebut tercermin dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 1. Desain penelitian
Kelas Pretest Variabel Bebas Posttest E Y1 X Y2 K Y1 - Y2
Sumber: Sugiyono, 2013:76
Keterangan:
E : Kelas eksperimen
K : Kelas kontrol
Y1 : Pretest (tes awal)
X : Perlakuan model discovery learning
Y2 : Posttest (tes akhir)
75
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) Negeri 01 Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini akan
dilaksanakan pada Februari 2015 sampai dengan Apri 2015. Jangka
waktu tersebut meliputi beberapa tahap, yaitu (1) observasi awal (2)
pengukuran awal kemampuan menulis teks anekdot siswa (pretest), (3)
pengawasan dan perlakuan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, dan
(4) pengukuran akhir kemampuan membaca siswa (posttest).
Pelaksanaan tindakan pada kelas eksperimen berbanding sejajar dengan
kegiatan belajar pada kelas kontrol. Hanya saja yang menjadi pembeda
adalah penerapan model pembelajaran yang berbeda.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi disebut juga keseluruhan-semesta (universe) dan dapat
didefinisikan sebagai semua anggota dari suatu kesatuan orang, kejadian,
atau benda yang akan kita jadikan sasaran generalisasi hasil-hasil
penelitian yang dilakukan (Sugiyono, 2013 :117).
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas X SMK
Negeri 01 Bantaeng yang terdiri atas lima program keahlian yaitu program
keahlian Perkantoran, Tata Niaga, Tata Busana, Tata Buku, dan
Teknologi Komunikasi dan Jaringan (TKJ). Masing-masing jurusan terdiri
76
atas dua kelas dengan jumlah siswa masing-masing sebanyak 32 orang.
Adapun keadaan populasi penelitian ini tergambar dalam tabel berikut:
Tabel 2. Keadaan populasi
Jurusan Kelas Jumlah Siswa
Perkantoran X1 32
X2 32
Tata Niaga X1 32
X2 32
Tata Busana X1 32
X2 32
Tata Buku X1 32
X2 32
TKJ X1 32
X2 32
Jumlah 320
Sumber: Tata Usaha SMKN 01 Bantaeng
2. Sampel
Sampel berarti contoh. Purwanto (2007: 242) menyatakan bahwa
sampel adalah suatu bagian yang dipilih dengan cara tertentu untuk
mewakili keseluruhan kelas populasi. Sampel yang diambil dari populasi
bukan semata-mata sebagian dari populasi, tetapi haruslah representatif,
sampel diambil sebagian dari populasi dengan cara tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan desain penelitian yang digunakan, sampel dipilih
dengan menggunakan teknik random cluster. Teknik ini dipilih dengan
pertimbangan bahwa populasi penelitian yang besar dan terbagi dalam
77
beberapa kelas. Desain Control group pretestt posttest design
menghendaki adanya dua kelas berbeda yang akan diamati
perkembangannya dari perlakuan yang diberikan. Perlakuan kedua kelas
adalah berbeda. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kelas yang
akan diberikan perlakuan adalah kelas X1 dan X2 Program Keahlian TKJ.
Kedua kelas ini memiliki nilai rata-rata ketuntasan tes awal 44 % (kelas
eksperimen) dan 47 % (kelas kontrol). Dengan pertimbangan bahwa
kedua kelas ini memiliki kemampuan awal yang hampir sama.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis data
Data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data utama yang digunakan untuk
menarik kesimpulan penelitian. Data ini berupa keterangan baik angka
atau uraian yang mewakili sampel penelitian. Data primer dalam penelitian
ini yaitu data pretest (kemampuan awal) dan posttest (kemampuan setelah
perlakuan). Sedangkan, data sekunder adalah data pendukung data
primer sebagai bentuk validasi keabsahan dan keakuratan data primer.
Data sekunder biasa berupa hasil observasi aktivitas belajar siswa, angket
respon siswa, wawancara, serta catatan lapangan.
2. Sumber data
Data dalam penelitian ini bersumber dari rekaman peristiwa belajar
selama kegiatan penelitian berlangsung meliputi sikap dan aktivitas siswa,
78
tes hasil belajar untuk mengukur kemampuan siswa sebelum dan setelah
model discovery learning¸ respon siswa terhadap penerapan model
discovery learning, serta kajian kepustakaan mengenai teori atau konsep-
konsep pendukung penelitian ini.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa
teknik seperti pada uraian berikut:
a. Teknik observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan terhadap suatu
objek untuk mengetahui gejala-gejala yang terjadi dari suatu
perlakuan tertentu. Kegiatan observasi dalam penelitian bertujuan
untuk (1) mengetahui kondisi awal populasi dan sampel yang akan
diberi perlakuan, (2) mengetahui kondisi pembelajaran khususnya
bagi peserta didik dan situasi kelas.
b. Teknik tes
Teknik tes dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui
kemampuan objek yang diteliti. Tes dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua bagian yaitu tes untuk mengukur kemampuan awal
siswa (pretest) sebelum penerapan model discovery learning dan tes
untuk mengukur kemampuan akhir siswa (posttest) setelah model
discovery learning diterapkan. Adapun pedoman penilaian tes
menulis anekdot sebagai berikut:
Tabel 3. Pedoman penilaian tes menulis teks anekdot
79
Aspek Kriteria Bobot Kategori
Abstrak a. Gambaran isi teks di awal
cerita sangat lengkap dan
jelas secara keseluruhan
b. Gambaran isi teks di awal
cerita cukup lengkap dan jelas
c. Gambaran isi teks di awal
cerita jelas tetapi kurang
lengkap
d. Gambaran isi teks di awal
cerita kurang jelas dan kurang
lengkap
e. Gambaran isi teks di awal
cerita tidak jelas
13-15
10-12
7-9
4-6
0-3
SB
B
C
K
TB
Orientasi a. Latar belakang peristiwa atau
kejadian cerita digambarkan
dengan sangat jelas dan
runtut
b. Latar belakang peristiwa atau
kejadian cerita digambarkan
dengan cukup jelas dan runtut
c. Latar belakang peristiwa atau
kejadian cerita digambarkan
jelas tetapi tidak runtut
d. Latar belakang peristiwa atau
kejadian cerita digambarkan
dengan kurang jelas dan
kurang runtut
e. Latar belakang peristiwa atau
kejadian cerita digambarkan
13-15
10-12
7-9
3-6
0-2
SB
B
C
K
TB
80
dengan tidak jelas
Krisis a. Ceritanya lucu, menarik, dan
tidak biasa terjadi pada
manusia atau dalam
kehidupan sehari-hari
b. Ceritanya lucu, menarik, dan
dapat dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari
c. Ceritanya kurang lucu tetapi
menarik dan dapat dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari
d. Ceritanya kurang lucu dan
kurang menarik dan dapat
dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari
e. Ceritanya tidak lucu dan tidak
menarik dan sangat sering
dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari
18-20
14-17
10-13
5-9
0-4
SB
B
C
K
TB
Reaksi a. Penyelesaian masalah dapat
menjawab bagian reaksi
b. Penyelesaian masalah
sejalan dengan reaksi namun
digambarkan dengan uraian
panjang
c. Penyelesaian masalah cukup
sejalan dengan reaksi karena
terjadi pengembangan
masalah
d. Penyelesaian masalah kurang
13-15
10-12
7-9
4-6
SB
B
C
K
81
sejalan dengan reaksi karena
timbul masalah baru
e. Penyelesaian masalah tidak
ada
0-3
TB
Koda a. Akhir cerita berisi kesimpulan
yang sangat jelas dan sesuai
dengan peristiwa di dalam
cerita
b. Akhir cerita berisi kesimpulan
yang cukup jelas dan sesuai
dengan bagian reaksi saja
c. Akhir cerita berisi kesimpulan
tetapi kurang jelas dengan isi
cerita
d. Akhir cerita berisi kesimpulan
yang tidak jelas dan tidak
sesuai dengan isi cerita
e. Tidak ada kesimpulan
13-15
10-12
7-9
4-6
0-3
SB
B
C
K
TB
Diksi,
konstruksi
kalimat,
dan ejaan
a. Diksi sangat dinamis, sangat
proposional, kontruksi kalimat
sangat efektif, dan ejaan
sangat tepat.
b. Diksi dinamis, kontruksi
kalimat efektif, dan ejaan
tapat.
c. Diksi kurang dinamis,
kontruksi kalimat cukup
efektif, dan ejaan cukup baik.
d. Diksi monoton, kontruksi
kalimat kurang efektif, dan
18-20
14-17
10-13
5-9
SB
B
C
K
82
ejaan kurang tepat.
e. Diksi monoton, kontruksi
kalimat tidak efektif,dan ejaan
tidak tepat.
0-4
TB
Total Skor 100
Sumber: diadaptasi dari Prihantoro 2014
Berdasarkan pedoman penilaian tes tersebut, menghitung nilai
akhir dilakukan dengan cara mengakumulasi jumlah skor yang
diperoleh masing-masing aspek dan membaginya dengan total skor
(100), kemudian mengalikan dengan 100 %. Hasil dari perhitungan
tersebut ditransformasi kedalam tabel kemampuan berikut:
Tabel 4 Klasifikasi kemampuan siswa menulis teks anekdot
No Kategorisasi Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1 Sangat Tinggi 85-100 - -
2 Tinggi 70-84 - -
3 Cukup 55-69 - -
4 Rendah 40-54 - -
4 Sangat Rendah 0-39 - -
Jumlah - -
Sumber: diadaptasi dari Sugiyono, 2013:71
Indikator ketuntasan belajar pada Kompetensi Dasar (KD)
menulis teks anekdot ini sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal
yang telah ditetapkan oleh SMK Negeri 01 Bantaeng yaitu 75.
Standar ukuran kemapuan kolektif sampel adalah 75% hingga
dikatakan mampu.
c. Teknik dokumentasi
83
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-
barang tertulis. Jadi yang dimaksud dengan metode dokumentasi
adalah suatu metode penenlitian yang bersumber pada tulisan atau
barang tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, rapport, jurnal,
dan lain sebagainya (Arikunto, 2006:26).
Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh informasi
dari data tertulis yang ada pada subjek penelitian dan yang
mempunyai relevansi dengan data yang dibutuhkan. Dari metode
dokumentasi ini, peneliti menggali arsip data yang berpengaruh
dengan hal-hal yang diberikan penelitian ini.
d. Teknik pustaka
Teknik pustaka digunakan untuk mengumpulkan data-data
berupa konsep atau teori yang mendukung penelitian. Teori atau
konsep tersebut diperoleh melalui membaca buku, jurnal, atau artikel
yang ada di dalam media internet. Data-data tersebut selanjutnya
dikembangkan dengan wawasan peneliti untuk lebih spesifik kepada
masalah yang akan dikaji
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian
Kata, frasa, atau istilah operasional yang terdapat dalam penelitian
ini diartikan sebagai berikut:
1. Eksperimentasi adalah kegiatan melakukan perlakuan atau manipulasi
variabel untuk mengetahui efek atau pengaruh yang ditimbulkan dari
perlakuan tersebut.
84
2. Menulis adalah sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam
bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan,
atau menghibur.
3. Teks Anekdot adalah cerita singkat yang memberikan kesan lucu
terhadap pembaca.
4. Model adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.
5. Model Discovery Learning adalah model pembelajaran penemuan
dimana peserta didik berusaha sendiri untuk mencari pemecahan
masalah serta pengetahuan yang menyertainya dan menghasilkan
pengetahuan yang benarbenar bermakna.
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian
ini adalah:
a. Variabel model discovery learning. Variabel ini sebagai variabel
independen (bebas) yang diberi simbol x.
b. Variabel kemampuan menulis teks anekdot siswa. Variabel ini sebagai
variabel dependen (variabel terikat). Variabel ini diberi simbol dengan
huruf y. Dengan demikian terdapat 1 variabel bebas dan 1 variabel
terikat.
Uraian variabel penelitian di atas dapat digambarkan dalam bagan
diagram variabel penelitian berikut ini:
85
Gambar 3. Variabel Penelitian
Keterangan:
x : Variabel model discovery learning
y : Variabel kemampuan menulis teks anekdot siswa
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang ditetapkan dalam penelitian ini ada dua yaitu
teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis data
dengan teknik inferensial adalah melalui analisis uji-t yang nantinya dibantu
dengan program SPSS 15.0. Penggunaan teknik analisis dengan
menggunakan uji-t dimaksudkan untuk menguji perbedaan kemampuan
menulis teks anekdot antara kelas eksperimen yang menggunakan model
discovery learning dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan model
tersebut. Menurut Arikunto (2006: 314) sebelum menganalisis data harus
dilakukan dahulu penyajian normalitas dan homogenitas. Dengan demikian
maka uji normalitas dan uji homogenitas adalah uji prasyarat sebelum uji
analisis dilakukan.
1. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah sampel yang diselidiki
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan rumus kolmogorov smirnov yang dilakukan dengan kaidah
X Y
86
Asymp Sig atau nilai p. Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan
terhadap skor pretest dan posttest, baik pada kelas eksperimen maupun
pada kelas kontrol. Proses perhitungan normalitas ini menggunakan
bantuan komputer program SPSS 15.0. Interpretasi hasil uji normalitas
dilakukan dengan melihat nilai sig. (2-tailed). Adapun interpretasi dari uji
normalitasnya adalah jika nilai sig. (2-tailed) lebih besar dari tingkat alpha
5% (sig.(2-tailed) > 0,050), dapat disimpulkan bahwa data berasal dari
populasi yang sebarannya berdistribusi normal. Jika nilai sig. (2-tailed) lebih
kecil dari tingkat alpha 5% (sig. (2-tailed) < 0,050), dapat disimpulkan
bahwa data tersebut menyimpang atau berdistribusi tidak normal.
2. Uji homogenitas varian
Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji terhadap kesamaan
(homoginitas) beberapa bagian sampel, yakni seragam tidaknya varian
sampel-sampel yang diambil dari populasi yang sama. Untuk menguji
homogenitas varian tersebut perlu dilakukan uji statistik (test of variance)
pada distribusi skor kelas-kelas yang bersangkutan (Nurgiyantoro dkk,
2004: 216). Uji homogenitas dilakukan pada skor hasil pretest dan posttest
dengan ketentuan jika nilai signifikansi hitung lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05 (5%) maka skor hasil tes tersebut tidak memiliki perbedaan
varian atau homogen. Perhitungan homogenitas dilakukan dengan
menggunakan bantuan komputer program SPSS 15.0.
3. Uji hipotesis
87
Uji hipotesis dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan teknik
uji-t non parametrik untuk dua sampel tidak berhubungan (two independent
samples) dengan menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov Test. Uji-t
digunakan untuk untuk menguji apakah nilai rata-rata dari kedua kelas
tersebut memiliki perbedaan yag signifikan atau tidak. Taraf keberterimaan
hipotesis diuji dengan taraf signifikansi 5%. Apa bila nilai probobalitas >
0,05 % maka H0 diterima. Sebaliknya, jika nilai probabilitas < 0,05 % maka
H0 ditolak. Uji hipotesis ini menggunakan bantuan program komputer
SPSS.16.00.
88
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini dideskripsikan secara rinci hasil penelitian tentang
kemampuan menulis teks anekdot antara siswa kelas eksperimen dengan
model discovery learning dengan siswa kelas kontrol dengan model
konvensional di SMK Negeri 1 Bantaeng.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis sesuai
dengan teknik dan prosedur seperti yang telah dikemukakan pada Bab III.
Data yang diolah dan dianalisis adalah data skor mentah hasil tes
kemampuan menulis teks anekdot. Adapun langkah-langkah dalam
menganalisis data yaitu membuat daftar skor mentah, membuat tabel
distribusi frekuensi dari skor mentah, menghitung nilai kemampuan siswa,
membuat tabel klasifikasi kemampuan siswa, dan mencari persentase
kemampuan rata-rata.
Untuk lebih jelasnya, data yang diperoleh dari hasil penelitian yang
telah dilaksanakan di SMK Negeri 1 Bantaeng sebagai berikut:
Sebelum diberikan tindakan, langkah awal yang dilakukan oleh
peneliti adalah mengukur kemampuan awal siswa dalam menulis teks
anekdot baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Hasil tes
kemampuan awal siswa tersebut adalah sebagai berikut:
89
1. Analisis Data Kemampuan Awal Menulis Teks Anekdot Siswa Kelas
Eksperimen
Jumlah sampel pada kelas eksperimen adalah 32 orang yang
terdiri atas 12 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Pengukuran
kemampuan awal siswa dilakukan dengan tekni tes. Jenis tes yang
digunakan adalah tes tertulis berupa uraian. Di dalam tes terdiri atas
perintah mengarang sebuah teks anekdot dengan memperhatikan
unsur-unsur teks anekdot. Hasil tes kemampuan awal tersebut adalah
sebagai berikut:
Deskripsi mengenai penilaian hasil tes setiap aspek adalah
sebagai berikut:
a. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek abstraksi
Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek abtsraksi teks
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 4 12,50 10-12 Baik 23 71,88
7-9 Cukup 5 15.62 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,84
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih empat orang
dengan persentase 12,50%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 23
orang dengan persentase 71,88%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih lima orang dengan persentase 15,62%. Skor 4-6 dan 0-3 dengan
90
kategori kurang dan tidak baik tidak ada siswa yang masuk dalam
kategori tersebut. rata-rata kemampuan siswa menulis teks anekdot
pada aspek abstraksi adalah 10, 84 dengan kategori mampu.
b. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek orientasi
Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek orientasi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 2 6,25 10-12 Baik 14 43,75
7-9 Cukup 13 40,63 4-6 Kurang 3 9,37 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 9,16
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih dua orang
dengan persentase 6,25%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 14
orang dengan persentase 43,75%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih 13 orang dengan persentase 40,63%. Skor 4-6 dengan kategori
kurang baik diraih tiga orang dengan persentase 9,37%. Skor 0-3
dengan kategori tidak baik tidak ada siswa yang masuk dalam kategori
ini. Rata-rata kemampuan menulis teks anekdot siswa pada aspek
orientasi adalah 9,16 dengan kategori cukup mampu.
c. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek krisis
Tabel 7. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek krisis
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 18-20 Sangat Baik 0 0 14-17 Baik 14 43,75 10-13 Cukup 14 43,75
91
5-9 Kurang 4 12,50 0-4 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 12,06
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 18-20 dengan kategori sangat baik tidak ada siswa
yang meraihnya. Skor 14-17 dengan kategori baik diraih 14 orang
dengan persentase 43,75%. Skor 10-13 dengan kategori cukup baik
diraih 14 orang dengan persentase 43,75%%. Skor 5-9 dengan kategori
kurang baik diraih empat orang dengan persentase 12,50%. Skor 0-4
dengan kategori tidak baik tidak ada siswa yang masuk dengan kategori
ini. Rata-rata kemampuan siswa adalah 12,06 dengan kategori cukup
mampu.
d. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek reaksi
Tabel 8. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek reaksi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 3 9,38 10-12 Baik 22 68,75
7-9 Cukup 5 15,62 4-6 Kurang 2 6,25 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,22
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih tiga orang
dengan persentase 9,38%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 22
orang dengan persentase 68,75%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
92
diraih lima orang dengan persentase 15,62%. Skor 4-6 dengan kategori
kurang baik diraih dua orang dengan persentase 6,25%. Skor 0-3
dengan kategori tidak baik tidak ada siswa yang masuk dalam kategori
tersebut. rata-rata kemampuan siswa dalam menulis teks anekdot
khsusnya pada aspek reaksi adalah 10,22 dengan kategori mampu.
e. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek koda
Tabel 9. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek koda
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 4 12,50 10-12 Baik 17 53,12
7-9 Cukup 11 34,38 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,66
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih empat orang
dengan persentase 12,50%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 17
orang dengan persentase 53,12%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih 11 orang dengan persentase 34,38%. Skor 4-6 dan 0-3 dengan
kategori kurang dan tidak baik tidak ada siswa yang masuk dalam
kategori tersebut. rata-rata kemampuan siswa adalah 10,66 dengan
kategori mampu.
f. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek diksi, struktur
kalimat dan ejaan
Tabel 10. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek aspek diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan
93
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 18-20 Sangat Baik 0 0 14-17 Baik 10 31,25 10-13 Cukup 19 59,38
5-9 Kurang 3 9,37 0-4 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 12.00
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa tidak ada
siswa (0%) yang memperoleh skor 18-20 dengan kategori sangat baik.
Skor 14-17 dengan kategori baik diraih 10 orang dengan persentase
31,25%. Skor 10-13 dengan kategori cukup baik diraih 19 orang dengan
persentase 59,38%%. Skor 5-9 dengan kategori kurang baik diraih tiga
orang dengan persentase 9,37%. Skor 0-4 dengan kategori tidak baik
tidak ada siswa yang masuk dengan kategori ini. Rata-rata kemampuan
siswa adalah 12,00 dengan kategori mampu.
Tabel 11. Nilai rata-rata aspek penilaian kemampuan menulis teks anekdot kelas eksperimen sebelum perlakuan
No. Aspek yang dinilai Rata-rata
1 Abstraksi 10,84
2 Orientasi 9,16
3 Krisis 12,06
4 Reaksi 10,22
5 Koda 10,66
6 Diksi, struktur kalimat, dan ejaan 12,00
Sumber: tes pretest kelas eksperimen
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa aspek yang
paling mampu dikerjakan oleh siswa adalah aspek krisis dengan rata-
94
rata kemampuan 12, 06. Sedangkan kemampuan terendah siswa dalam
menulis teks anekdot pada aspek orinetasi.
Tabel 12. Skor mentah hasil tes kemampuan awal siswa kelas eksperimen dalam menulis teks anekdot
Sampel Aspek
Jumlah Nilai Akhir 1 2 3 4 5 6
TKJ E1 12 8 10 10 12 12 64 64
TKJ E2 10 7 10 8 12 10 57 57
TKJ E3 12 10 14 13 12 11 72 72
TKJ E4 12 8 12 10 12 12 66 66
TKJ E5 12 10 16 12 14 16 80 80
TKJ E6 10 12 16 13 12 12 75 75
TKJ E7 10 10 6 8 10 6 50 50
TKJ E8 12 8 10 10 12 10 62 62
TKJ E9 10 7 10 8 12 8 55 55
TKJ E10 12 10 12 10 12 12 68 68
TKJ E11 10 10 14 13 12 11 70 70
TKJ E12 12 10 14 12 12 12 72 72
TKJ E13 12 12 16 10 12 13 75 75
TKJ E14 8 7 10 10 8 12 55 55
TKJ E15 10 8 14 10 9 14 65 65
TKJ E16 14 12 16 12 12 14 80 80
TKJ E17 15 14 14 12 14 16 85 85
TKJ E18 9 7 10 10 8 12 56 56
TKJ E19 10 8 14 10 8 11 60 60
TKJ E20 13 12 11 10 14 15 75 75
TKJ E21 8 6 9 6 8 8 45 45
TKJ E22 8 6 10 8 8 10 50 50
TKJ E23 8 8 9 10 8 12 55 55
TKJ E24 10 8 10 12 10 10 60 60
95
Sampel Aspek
Jumlah Nilai Akhir 1 2 3 4 5 6
TKJ E25 10 10 12 10 9 14 65 65
TKJ E26 14 10 12 10 10 14 70 70
TKJ E27 12 10 14 12 10 12 70 70
TKJ E28 10 5 9 6 8 12 50 50
TKJ E29 12 14 14 12 14 14 80 80
TKJ E30 10 8 14 10 9 14 65 65
TKJ E31 10 8 10 8 8 11 55 55
TKJ E32 10 10 14 12 10 14 70 70
Sumber: hasil tes
Berdasarkan tabel di atas, aspek (1) bagian abstraksi, (2)
orientasi, (3) krisis, (4) reaksi, (5) koda, dan (6) diksi, struktur kalimat,
dan ejaan. Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh dua orang guru. Hasil
penilaian masing-masing aspek diakumulasi dan dibagi dua untuk
memperoleh skor akhir.
Tabel 13. Distribusi frekuensi dan persentase nilai hasil tes kemampuan menulis teks anekdot kelas eksperimen sebelum perlakuan
Keterangan Nilai Frekuensi Persentase Valid
45 1 3.1 50 3 9.4 55 4 12.5 56 1 3.1 57 1 3.1 60 2 6.2 62 1 3.1 64 1 3.1 65 3 9.4 66 1 3.1 68 1 3.1 70 4 12.5 72 2 6.2
96
Keterangan Nilai Frekuensi Persentase 75 3 9.4 80 3 9.4 85 1 3.1
Total 32 100.0
Berdasarkan tebel di atas, diketahui bahwa nilai 45, 65, 57, 62,
64, 66, 68, dan 85 diperoleh masing-masing satu orang siswa dengan
persentase masing-masing 3,1%. Nilai 60 dan 72 dicapai dua orang
siswa setiap nilai dengan persentase masing-masing 6,2 %. Nilai 50, 65,
75, dan 80 dicapai masing-masing tiga orang dengan persentase 9,4%.
Nilai 55 dan 70 dicapai masing-masing empat orang dengan persentase
12,5%.
Tabel 14. Klasifikasi kemampuan siswa kelas eksperimen dalam menulis teks anekdot
No Kategorisasi Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1 Sangat Tinggi 85-100 1 3,12
2 Tinggi 70-84 12 37,50
3 Cukup 55-69 15 46,88
4 Rendah 40-54 4 12,50
4 Sangat Rendah 0-39 0 0
Jumlah 32 100
Sumber: pretest Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa hanya ada
satu orang (3,12%) siswa yang dinyatakan sangat mampu dalam
menulis teks anekdot, 12 orang (37,50) siswa yang dinyatakan mampu,
15 orang (46,88) siswa yang dinyatakan cukup mampu, dan empat
orang (12,50) lainnya dinilai kurang mampu.
97
Berdasarkan tabel 14 di atas, kita dapat melihat bahwa jumlah
siswa yang dinyatakan tuntas dari tes yang diberikan lebih sedikit
daripada jumlah siswa yang dinyatakan tidak tuntas. Nilai ketuntasan
diukur berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Syarat
ketuntasan klasikal adalah 80 % sehingga siswa secara kolektif dapat
dikatakan mampu dalam menulis teks anekdot. Frekuensi dan
persentase ketuntasan hasil pretest seperti pada tabel berikut:
Tabel 15. Distribusi frekuensi ketuntasan belajar kelas eksperimen
Kategori Rentang Nilai Frekuensi Persentase
Tuntas > 70 14 44 %
Tidak Tuntas < 70 18 56 %
Sumber: rangkuman hasil pretest
Berdasarkan tabel di atas, diketahui jumlah siswa yang
dinyatakan tuntas pada tes keterampilan menulis teks anekdot pada
kelas eksperimen adalah 14 orang siswa atau 44 % dan 18 orang siswa
lainnya atau 56 % dinyatakan tidak tuntas. Jumlah ketuntasan tes
pretest kelas eksperimen belum memenuhi syarat ketuntasan klasikal.
Ketuntasan klasikal hanya 44 % dengan kategori sangat kurang.
Hasil skor pretest kelas eksperimen dapat digambarkan dalam
grafik berikut:
98
Gambar 4. Perolehan skor pretest kelas eksperimen
2. Analisis Data Kemampuan Awal Menulis Teks Anekdot Siswa Kelas
Kontrol
Jumlah sampel pada kelas kontrol adalah 32 orang yang terdiri
atas 14 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Pengukuran
kemampuan awal siswa dilakukan dengan tekni tes. Jenis tes yang
digunakan adalah tes tertulis berupa uraian. Di dalam tes terdiri atas
perintah mengarang sebuah teks anekdot dengan memperhatikan
unsur-unsur teks anekdot. Tes pada kelas kontrol sama dengan kelas
eksperimen. Hasil tes kemampuan awal tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek abstraksi
Tabel 16 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek abtsraksi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 3 9,37 10-12 Baik 24 75,00
7-9 Cukup 5 15.63 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,53
Sumber: pretest
99
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih tiga orang
dengan persentase 9,37%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 24
orang dengan persentase 75,00%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih lima orang dengan persentase 15,62%. Skor 4-6 dan 0-3 dengan
kategori kurang dan tidak baik tidak ada siswa yang masuk dalam
kategori tersebut. rata-rata kemampuan siswa siswa pada aspek ini
adalah 10,53 dengan kategori mampu
b. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek orientasi
Tabel 17 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek orientasi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 0 0 10-12 Baik 22 68,75
7-9 Cukup 7 21,88 4-6 Kurang 3 9,37 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 9,66
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik tidak ada siswa
yang meraihnya. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 22 orang
dengan persentase 68,75%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik diraih
7 orang dengan persentase 21,88%. Skor 4-6 dengan kategori kurang
baik diraih tiga orang dengan persentase 9,37%. Skor 0-3 dengan
kategori tidak baik tidak ada siswa yang masuk dalam kategori ini. Rata-
100
rata kemampuan siswa pada aspek ini adalah 9,66 dengan kategori
cukup mampu.
c. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek krisis
Tabel 18 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek krisis
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 18-20 Sangat Baik 0 0 14-17 Baik 16 50,00 10-13 Cukup 13 40,63
5-9 Kurang 3 9,37 0-4 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 12,66
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 18-20 dengan kategori sangat baik tidak ada siswa
yang meraihnya. Skor 14-17 dengan kategori baik diraih 16 orang
dengan persentase 50,00%. Skor 10-13 dengan kategori cukup baik
diraih 13 orang dengan persentase 40,63%. Skor 5-9 dengan kategori
kurang baik diraih tiga orang dengan persentase 9,37%. Skor 0-4
dengan kategori tidak baik tidak ada siswa yang masuk dengan kategori
ini. Rata-rata kemampuan siswa pada aspek ini adalah 12,66 dengan
kategori cukup mampu.
d. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek reaksi
Tabel 19 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek reaksi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 4 12,50 10-12 Baik 21 65,62
7-9 Cukup 6 18,75 4-6 Kurang 1 3,13 0-3 Tidak Baik 0 0
101
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,47
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih empat orang
dengan persentase 12,50%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 21
orang dengan persentase 65,62%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih enam orang dengan persentase 18,75%. Skor 4-6 dengan
kategori kurang baik diraih satu orang dengan persentase 3,13%. Skor
0-3 dengan kategori tidak baik tidak ada siswa yang masuk dalam
kategori tersebut. rata-rata kemampuan siswa pada aspek ini adalah
10,47 dengan kategori mampu.
e. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek koda
Tabel 20 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek koda
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 1 3,13 10-12 Baik 23 71,87
7-9 Cukup 8 25,00 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,44
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih satu orang
dengan persentase 3,13%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 23
orang dengan persentase 71,87%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih delapan orang dengan persentase 25,00%. Skor 4-6 dan 0-3
102
dengan kategori kurang dan tidak baik tidak ada siswa yang masuk
dalam kategori tersebut. rata-rata kemampuan siswa pada aspek ini
adalah 10,44 dengan kategori mampu.
f. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek diksi, struktur
kalimat dan ejaan
Tabel 21 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek aspek diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase
18-20 Sangat Baik 0 0 14-17 Baik 10 31,25 10-13 Cukup 20 62,50
5-9 Kurang 2 6,25 0-4 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 11,78
Sumber: pretest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 18-20 dengan kategori sangat baik tidak ada siswa
yang meraihnya. Skor 14-17 dengan kategori baik diraih 10 orang
dengan persentase 31,25%. Skor 10-13 dengan kategori cukup baik
diraih 20 orang dengan persentase 62,50%%. Skor 5-9 dengan kategori
kurang baik diraih dua orang dengan persentase 6,25%. Skor 0-4
dengan kategori tidak baik tidak ada siswa yang masuk dengan kategori
ini. Rata-rata kemampuan siswa pada aspek ini adalah 11,78 dengan
kategori cukup mampu.
Tabel 22. Nilai rata-rata aspek penilaian kemampuan menulis teks anekdot kelas kontrol melalui model konvensional
No. Aspek yang dinilai Rata-rata
1 Abstraksi 10,53
103
2 Orientasi 9,66
3 Krisis 12,66
4 Reaksi 10,47
5 Koda 10,44
6 Diksi, struktur kalimat, dan ejaan 11,78
Sumber: tes pretest kelas kontrol
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa aspek yang
paling mampu dikerjakan oleh siswa adalah aspek krisis dengan rata-
rata kemampuan 12, 66. Sedangkan kemampuan terendah siswa dalam
menulis teks anekdot pada aspek orientasi.
Tabel 23. Skor mentah hasil tes kemampuan awal siswa kelas kontrol dalam menulis teks anekdot
Sampel Aspek
Skor Akhir 1 2 3 4 5 6
TKJ K1 12 10 15 10 12 11 70
TKJ K2 8 8 11 10 8 10 55
TKJ K3 12 10 10 13 12 8 65
TKJ K4 12 10 14 10 12 12 70
TKJ K5 10 10 13 12 10 10 65
TKJ K6 10 12 16 13 12 12 75
TKJ K7 10 10 6 8 10 6 50
TKJ K8 12 12 16 13 12 15 80
TKJ K9 11 12 13 13 12 14 75
TKJ K10 10 8 12 8 10 12 60
TKJ K11 10 10 14 10 12 12 68
TKJ K12 12 10 14 10 12 12 70
TKJ K13 10 12 16 10 12 12 72
TKJ K14 8 6 10 8 8 10 50
TKJ K15 10 8 14 10 8 10 60
104
TKJ K16 14 12 16 12 12 14 80
TKJ K17 10 10 10 12 11 12 65
TKJ K18 13 10 12 11 10 16 72
TKJ K19 10 8 14 10 8 10 60
TKJ K20 13 12 15 12 14 14 80
TKJ K21 12 12 16 12 12 14 78
TKJ K22 8 6 10 8 8 10 50
TKJ K23 8 8 8 8 8 10 50
TKJ K24 10 10 14 12 10 14 70
TKJ K25 10 8 12 10 10 10 60
TKJ K26 8 6 7 6 8 10 45
TKJ K27 12 10 14 12 10 14 72
TKJ K28 12 11 15 10 9 13 70
TKJ K29 10 10 10 8 10 12 60
TKJ K30 10 8 12 10 10 10 60
TKJ K31 10 10 12 12 12 14 70
TKJ K32 10 10 14 12 10 14 70
Sumber: hasil tes
Berdasarkan tabel di atas, aspek (1) bagian abstraksi, (2)
orientasi, (3) krisis, (4) reaksi, (5) koda, dan (6) diksi, struktur kalimat,
dan ejaan. Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh dua orang guru. Hasil
penilaian masing-masing aspek diakumulasi dan dibagi dua untuk
memperoleh skor akhir.
Tabel 24. Distribusi frekuensi dan persentase nilai hasil tes kemampuan menulis teks anekdot kelas kontrol melalui model konvensional
Frekuensi Persentase Valid 45 1 3.1
50 4 12.5 55 1 3.1 60 6 18.8
105
65 3 9.4 68 1 3.1 70 7 21.9 72 3 9.4 75 2 6.2 78 1 3.1 80 3 9.4
Total 32 100.0 Sumber: SPSS 16.00
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa nilai 45, 55,
68, dan 78 masing-masing diperoleh satu orang siswa dengan
persentase satu orang adalah 3,1 persen. Nilai 75 diperoleh dua orang
siswa dengan persentase 6,2 persen. Nilai 65, 72, dan 80 diperoleh
masing-masing tiga orang siswa dengan persentase 9,4 persen. Nilai 50
diperoleh empat orang siswa dengan persentase 12,5 persen. Nilai 60
diperoleh enam orang siswa dengan persentase 18,8 persen. Nilai 70
diperoleh tujuh orang siswa dengan persentase 21,9 persen.
Tabel 25. Klasifikasi kemampuan siswa kelas kontrol dalam menulis teks anekdot
No Kategorisasi Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1 Sangat Tinggi 85-100 1 3,12
2 Tinggi 70-84 12 37,50
3 Cukup 55-69 15 46,88
4 Rendah 40-54 4 12,50
4 Sangat Rendah 0-39 0 0
Jumlah 32 100
Sumber: pretest kelas kontrol
Tabel di atas menunjukkan bahwa satu orang siswa dengan
persentase 3,12% sangat mampu dalam menulis teks anekdot, 12 siswa
106
dengan persentase 37,50% dinilai mampu dalam menulis teks anekdot,
15 siswa atau dengan persentase 46,88% dinilai cukup mampu dalam
menulis teks anekdot, dan empat orang siswa dengan persentase
12,50% dinilai kurang mampu dalam menulis teks anekdot.
Berdasarkan tabel 25 di atas, kita dapat melihat bahwa jumlah
siswa yang dinyatakan tuntas dari tes yang diberikan lebih sedikit
daripada jumlah siswa yang dinyatakan tidak tuntas. Nilai ketuntasan
diukur berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Syarat
ketuntasan klasikal adalah 80 % sehingga siswa secara kolektif dapat
dikatakan mampu dalam menulis teks anekdot. Frekuensi dan
persentase ketuntasan hasil pretest seperti pada tabel berikut:
Tabel 26. Distribusi frekuensi ketuntasan belajar kelas kontrol Kategori Rentang Nilai Frekuensi Persentase Tuntas > 70 15 47 %
Tidak Tuntas < 70 17 53 % Sumber: rangkuman hasil pretest
Berdasarkan tabel di atas, diketahui jumlah siswa yang
dinyatakan tuntas pada tes keterampilan menulis teks anekdot pada
kelas kontrol adalah 15 orang siswa atau 47 % dan 17 orang siswa
lainnya atau 53 % dinyatakan tidak tuntas. Jumlah ketuntasan tes
pretest kelas kontrol belum memenuhi syarat ketuntasan klasikal.
Ketuntasan klasikal hanya 24 % dengan kategori sangat kurang.
Hasil skor pretest kelas eksperimen dapat digambarkan dalam
grafik berikut:
107
Gambar 5. Perolehan skor pretest kelas kontrol
3. Perbandingan Kemampuan Awal Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Sebagai dasar pertimbangan sebelum pemberian perlakuan
adalah kesetaraan pada tingkat kemampuan awal siswa dalam menulis
teks anekdot. Adapun deskripsi ukuran kemampuan awal siswa dalam
menulis teks anekdot sebagai berikut:
Tabel 27. Perbandingan kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol
Kelas Frekuensi Persentase Indikator
Eksperimen 14 44 % Kurang
Kontrol 15 47 % Kurang
Sumber: tes pretest
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa frekuensi ketuntasan
dari hasil pretest hampir sama (hanya selisih satu) antara kelas kontrol
dan kelas eksperimen. Dengan hasil tersebut, kedua kelas dinyatakan
sepadan untuk diberikan perlakuan.
108
Kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan perlakuan
(treatment) yang berbeda. Pada kelas eksperimen, peneliti menerapkan
model pembelajaran discovery learning sedangkan kelas kontrol
menggunakan model yang dikembangakan oleh guru sekolah yang
ditunjuk untuk memberikan tindakan. Dalam hal ini, model pembelajaran
yang diterapkan di kelas kontrol disebut sebagai model konvensional.
Setelah diberikan perlakuan (treatment) selama empat kali pertemuan,
peneliti melakukan pengukuran kemampuan akhir (postest) siswa
menulis teks anekdot. Tes kemampuan awal dan akhir adalah sama
karena siswa kembali diberi tugas untuk mengarang sebuah teks
anekdot. Adapaun hasil tes kedua kelas tersebut sebagai berikut:
4. Analisis data kemampuan akhir menulis teks anekdot siswa kelas
eksperimen
a. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek abstraksi
Tabel 28. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek abtsraksi teks
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 16 50,00 10-12 Baik 16 50,00
7-9 Cukup 0 0 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 12,63
Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih 16 orang
dengan persentase 50,00%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 16
109
orang dengan persentase 50,00%. Skor 7-9, 4-6 dan 0-3 tidak ada
siswa yang masuk dalam kategori tersebut. rata-rata kemampuan siswa
pada aspek ini adalah 12,63 dengan kategori mampu.
b. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek orientasi
Tabel 29. Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek orientasi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 14 43,75 10-12 Baik 14 43,75
7-9 Cukup 4 12,50 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 11,88
Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat 14 orang siswa dengan
persentase 43,75%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 14 orang
dengan persentase 43,75%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik diraih
empat orang dengan persentase 12,50%. Skor 4-6 dan 0-3 tidak ada
siswa yang masuk dalam kategori ini. Rata-rata kemampuan siswa pada
aspek ini adalah 11, 88 dengan kategori mampu.
c. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek krisis
Tabel 30 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 18-20 Sangat Baik 3 9,37 14-17 Baik 20 62,50 10-13 Cukup 9 28,13
5-9 Kurang 0 0 0-4 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100
110
Rata-rata 14,63 Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 18-20 dengan kategori sangat baik diraih tiga orang
siswa dengan persentase 9,37%. Skor 14-17 dengan kategori baik
diraih 20 orang dengan persentase 62,50%. Skor 10-13 dengan kategori
cukup baik diraih sembilan orang dengan persentase 28,13%. Skor 5-9
dan 0-4 tidak ada siswa yang masuk dengan kategori ini. Rata
kemampuan siswa pada aspek ini adalah 14,63 dengan kategori mampu
d. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek reaksi
Tabel 31 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek reaksi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 8 25,00 10-12 Baik 20 62,50
7-9 Cukup 4 12,50 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 11,19
Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih delapan
orang dengan persentase 25,00%. Skor 10-12 dengan kategori baik
diraih 20 orang dengan persentase 62,50%. Skor 7-9 dengan kategori
cukup baik diraih empat orang dengan persentase 12,50%. Skor 4-6
dan 0-3 tidak ada siswa yang masuk dalam kategori tersebut. rata-rata
kemampuan siswa pada aspek ini adalah 11,19 dengan kategori
mampu.
111
e. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek koda
Tabel 32 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek koda
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 11 34,38 10-12 Baik 17 53,12
7-9 Cukup 4 12,50 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 11,63
Sumber: psottest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih 11 orang
dengan persentase 34,38%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 17
orang dengan persentase 53,12%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih empat orang dengan persentase 12,50%. Skor 4-6 dan 0-3
dengan kategori kurang dan tidak baik tidak ada siswa yang masuk
dalam kategori tersebut. rata-rata kemampuan siswa pada aspek ini
adalah 11,63 dengan kategori mampu.
f. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek diksi, struktur
kalimat dan ejaan
Tabel 33 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek aspek diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 18-20 Sangat Baik 3 9,37 14-17 Baik 20 62,50 10-13 Cukup 9 28,13
5-9 Kurang 0 0 0-4 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 14,50
Sumber: posttest
112
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 18-20 dengan kategori sangat baik diraih tiga orang
siswa dengan persentase 9,37%. Skor 14-17 dengan kategori baik
diraih 20 orang dengan persentase 62,50%. Skor 10-13 dengan kategori
cukup baik diraih sembilan orang dengan persentase 28,13%%. Skor 5-
9 dan 0-4 tidak ada siswa yang masuk dengan kategori ini. Rata-rata
kemampuan siswa pada aspek ini adalah 14,50 dengan kategori
mampu.
Tabel 34. Nilai rata-rata aspek penilaian kemampuan menulis teks anekdot kelas eksperimen melalui model discovery learning
No. Aspek yang dinilai Rata-rata
1 Abstraksi 12,63
2 Orientasi 11,88
3 Krisis 14,63
4 Reaksi 11,19
5 Koda 11,63
6 Diksi, struktur kalimat, dan ejaan 14,50
Sumber: tes posttest kelas eksperimen
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa aspek yang
paling mampu dikerjakan oleh siswa setelah tindakan adalah aspek
krisis dengan rata-rata kemampuan 14, 63. Sedangkan kemampuan
terendah siswa dalam menulis teks anekdot pada aspek reaksi dengan
rata-rata 11,19.
Tabel 35. Skor mentah hasil tes kemampuan akhir siswa kelas eksperimen dalam menulis teks anekdot
Sampel Aspek
Skor Akhir 1 2 3 4 5 6
113
Sampel Aspek
Skor Akhir 1 2 3 4 5 6
TKJ E1 12 10 16 10 12 15 75
TKJ E2 10 10 12 8 12 13 65
TKJ E3 13 14 16 13 13 16 85
TKJ E4 12 10 16 10 12 15 75
TKJ E5 14 13 18 13 14 18 90
TKJ E6 13 13 16 13 14 16 85
TKJ E7 12 12 14 10 10 12 70
TKJ E8 14 11 16 12 12 15 80
TKJ E9 10 10 10 10 9 11 60
TKJ E10 14 14 16 10 12 14 80
TKJ E11 12 12 16 15 14 16 85
TKJ E12 15 14 18 13 14 16 90
TKJ E13 14 14 16 14 14 18 90
TKJ E14 10 10 10 10 8 12 60
TKJ E15 10 12 12 10 10 12 65
TKJ E16 14 14 20 12 14 16 90
TKJ E17 14 14 15 12 14 16 85
TKJ E18 12 8 10 10 8 12 60
TKJ E19 10 10 14 10 12 14 70
TKJ E20 14 14 16 12 14 15 85
TKJ E21 12 8 11 9 10 10 60
TKJ E22 12 8 10 8 8 14 60
TKJ E23 14 12 12 10 10 12 70
TKJ E24 12 12 17 12 10 12 75
TKJ E25 13 14 15 11 11 16 80
TKJ E26 14 15 16 12 12 16 85
TKJ E27 15 13 17 12 10 13 80
TKJ E28 11 8 12 9 11 14 65
114
Sampel Aspek
Skor Akhir 1 2 3 4 5 6
TKJ E29 15 14 15 14 14 18 90
TKJ E30 12 12 14 10 11 16 75
TKJ E31 13 13 15 10 10 14 75
TKJ E32 12 12 17 14 13 17 85
Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, aspek (1) bagian abstraksi, (2)
orientasi, (3) krisis, (4) reaksi, (5) koda, dan (6) diksi, struktur kalimat,
dan ejaan. Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh dua orang guru. Hasil
penilaian masing-masing aspek diakumulasi dan dibagi dua untuk
memperoleh skor akhir.
Tabel 36. Distribusi frekuensi dan persentase nilai hasil tes kemampuan akhir siswa menulis teks anekdot kelas eksperimen melalui model discovery learning
Frekuensi Persentase Valid 60 5 15.6
65 3 9.4 70 3 9.4 75 5 15.6 80 4 12.5 85 7 21.9 90 5 15.6
Total 32 100.0 Sumber: SPSS 16.00
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa nilai 60, 75,
dan 90 masing-masing diraih lima orang siswa. persentase lima orang
siswa adalah 15,60 persen. Nilai 65, 70 diraih masing-masing tiga orang
siswa dengan persentase tiga orang adalah 9,4 persen.nilai 80 diraih
115
empat orang siswa dengan persentase 12,50 persen. Sedangkan nilai
85 diraih tujuh orang siswa dengan persentase 21,90 persen.
Tabel 37. Klasifikasi kemampuan siswa kelas eksperimen dalam menulis teks anekdot
No Kategorisasi Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1 Sangat Tinggi 85-100 12 37,50
2 Tinggi 70-84 12 37,50
3 Cukup 55-69 8 25,00
4 Rendah 40-54 0 0
4 Sangat Rendah 0-39 0 0
Jumlah 32 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa ada 12
(37,50%) siswa yang dinyatakan sangat mampu dalam menulis teks
anekdot, 12 orang (37,50) siswa yang dinyatakan mampu, dan delapan
orang (25,00) siswa yang dinyatakan cukup mampu.
Berdasarkan tabel 37 di atas, kita dapat melihat bahwa jumlah
siswa yang dinyatakan tuntas menjadi lebih banyak daripada jumlah
siswa yang dinyatakan tidak tuntas. Nilai ketuntasan diukur berdasarkan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Syarat ketuntasan klasikal
adalah 80 % sehingga siswa secara kolektif dapat dikatakan mampu
dalam menulis teks anekdot.
Tabel 38. Frekuensi ketuntasan belajar kelas eksperimen
Kategori Rentang Nilai Frekuensi Persentase
Tuntas > 70 24 75 %
Tidak Tuntas < 70 8 25 %
Sumber: rangkuman hasil posttest
116
Berdasarkan tabel di atas, diketahui jumlah siswa yang
dinyatakan tuntas pada tes keterampilan menulis teks anekdot pada
kelas eksperimen adalah 24 orang siswa atau 75 % dan 8 orang siswa
lainnya atau 25 % dinyatakan tidak tuntas. Jumlah ketuntasan tes
posttest kelas eksperimen belum memenuhi syarat ketuntasan
klasikal. Ketuntasan klasikal hanya 75 % dari 80 % yang
dipersyaratkan.
Hasil skor pretest kelas eksperimen dapat digambarkan dalam
grafik berikut:
Gambar 6. Perolehan skor posttest kelas eksperimen
5. Kemampuan Akhir Menulis Teks Anekdot Siswa Kelas Kontrol
a. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek abstraksi
Tabel 39 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek abtsraksi teks
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 12 37,50 10-12 Baik 19 59,37
7-9 Cukup 1 3,13 4-6 Kurang 0 0
117
0-3 Tidak Baik 0 0 Jumlah 32 100
Rata-rata 12,19 Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih 12 orang
dengan persentase 37,50%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 19
orang dengan persentase 59,37%. Skor 7-9 dengan kategori cukup
diraih satu orang siswa dengan persentase 3,13%. Skor 4-6 dan 0-3
tidak ada siswa yang masuk dalam kategori tersebut. rata-rata
kemampuan siswa pada aspek ini adalah 12,19 dengan kategori
mampu.
b. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek orientasi
Tabel 40 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek orientasi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 9 28,13 10-12 Baik 12 37,50
7-9 Cukup 11 34,37 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,91
Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat sembilan orang siswa
dengan persentase 28,13%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 12
orang dengan persentase 37,50%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih sebelas orang dengan persentase 34,37%. Skor 4-6 dan 0-3 tidak
118
ada siswa yang masuk dalam kategori ini. Rata-rata kemampuan siswa
pada aspek ini ani adalah 10,91 dengan kategori mampu.
c. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek krisis
Tabel 41 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek krisis
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 18-20 Sangat Baik 0 0 14-17 Baik 20 62,50 10-13 Cukup 12 37,50
5-9 Kurang 0 0 0-4 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 14,06
Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 18-20 dengan kategori sangat baik tidk diraih oleh
siswa. Skor 14-17 dengan kategori baik diraih 20 orang dengan
persentase 62,50%. Skor 10-13 dengan kategori cukup baik diraih 12
orang dengan persentase 37,50%. Skor 5-9 dan 0-4 tidak ada siswa
yang masuk dengan kategori ini. Rata-rata kemampuan siswa pada
aspek ini adalah 14,06 dengan kategori mampu.
d. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek reaksi
Tabel 42 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek reaksi
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 4 12,50 10-12 Baik 23 71,87
7-9 Cukup 5 15,63 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,88
Sumber: posttest
119
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa siswa yang
memperoleh skor 13-15 dengan kategori sangat baik diraih empat orang
dengan persentase 12,50%. Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 23
orang dengan persentase 71,87%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik
diraih lima orang dengan persentase 15,63%. Skor 4-6 dan 0-3 tidak
ada siswa yang masuk dalam kategori tersebut. rata-rata kemampuan
siswa pada aspek ini adalah 10,88 dengan kategori mampu.
e. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek koda
Tabel 43 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot pada aspek koda
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase 13-15 Sangat Baik 4 12,50 10-12 Baik 24 75,00
7-9 Cukup 4 12,50 4-6 Kurang 0 0 0-3 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 10,84
Sumber: psottest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa 13-15 dengan
kategori sangat baik diraih empat orang dengan persentase 12,50%.
Skor 10-12 dengan kategori baik diraih 24 orang dengan persentase
75,00%. Skor 7-9 dengan kategori cukup baik diraih empat orang
dengan persentase 12,50%. Skor 4-6 dan 0-3 dengan kategori kurang
dan tidak baik tidak ada siswa yang masuk dalam kategori tersebut.
rata-rata kemampuan siswa pada aspek ini adalah 10,84 dengan
kategori mampu.
120
f. Analisis data kemampuan menulis teks anekdot aspek diksi, struktur
kalimat dan ejaan
Tabel 44 Distribusi frekuensi dan persentase kemampuan menulis teks anekdot aspek aspek diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan
Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase
18-20 Sangat Baik 2 6,25 14-17 Baik 10 31,25 10-13 Cukup 20 62,50
5-9 Kurang 0 0 0-4 Tidak Baik 0 0
Jumlah 32 100 Rata-rata 13,03
Sumber: posttest
Berdasarkan tabel di atas, dapt dijelaskan bahwa skor 18-20
dengan kategori sangat baik diraih dua orang siswa dengan persentase
6,25%. Skor 14-17 dengan kategori baik diraih 10 orang dengan
persentase 31,25%. Skor 10-13 dengan kategori cukup baik diraih 20
orang dengan persentase 62,50%%. Skor 5-9 dan 0-4 tidak ada siswa
yang masuk dengan kategori ini. Rata-rata kemampuan siswa pada
aspek ini adalah 13,03 dengan kategori cukup mampu.
Tabel 45. Nilai rata-rata aspek penilaian kemampuan menulis teks anekdot kelas kontrol melalui model konvensional
No. Aspek yang dinilai Rata-rata
1 Abstraksi 12,19
2 Orientasi 10,91
3 Krisis 14,06
4 Reaksi 10,88
5 Koda 10,84
6 Diksi, struktur kalimat, dan ejaan 13,03
Sumber: tes posttest kelas kontrol
121
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa aspek yang
paling mampu dikerjakan oleh siswa adalah aspek krisis dengan rata-
rata kemampuan 14, 06. Sedangkan kemampuan terendah siswa dalam
menulis teks anekdot pada aspek koda.
Tabel 46. Skor mentah hasil tes kemampuan akhir siswa kelas kontrol dalam menulis teks anekdot
Sampel Aspek
Skor Akhir 1 2 3 4 5 6
TKJ K1 14 15 16 12 12 16 85
TKJ K2 10 10 10 10 8 12 60
TKJ K3 12 10 16 10 12 15 75
TKJ K4 15 13 17 12 10 13 80
TKJ K5 12 12 14 10 10 12 70
TKJ K6 15 14 15 14 14 18 90
TKJ K7 12 8 10 10 8 12 60
TKJ K8 14 14 16 14 14 18 90
TKJ K9 12 12 17 14 13 17 85
TKJ K10 12 8 11 9 10 10 60
TKJ K11 11 8 12 9 11 14 65
TKJ K12 12 12 17 12 10 12 75
TKJ K13 15 13 17 12 10 13 80
TKJ K14 10 8 12 10 10 10 60
TKJ K15 10 8 12 8 10 12 60
TKJ K16 15 13 17 12 10 13 80
TKJ K17 12 8 11 9 10 10 60
TKJ K18 14 14 16 10 12 14 80
TKJ K19 14 12 12 10 10 12 70
TKJ K20 13 14 15 11 11 16 80
TKJ K21 13 12 15 12 14 14 80
122
Sampel Aspek
Skor Akhir 1 2 3 4 5 6
TKJ K22 10 8 10 12 10 10 60
TKJ K23 9 9 10 9 8 10 55
TKJ K24 14 14 16 10 12 14 80
TKJ K25 10 8 12 10 10 10 60
TKJ K26 10 8 10 12 10 10 60
TKJ K27 10 12 16 13 12 12 75
TKJ K28 12 10 16 10 12 15 75
TKJ K29 10 8 14 10 8 11 60
TKJ K30 12 10 16 12 12 13 75
TKJ K31 12 12 16 10 12 13 75
TKJ K32 14 12 16 10 12 16 80
Sumber: Posttest
Berdasarkan tabel di atas, aspek (1) bagian abstraksi, (2)
orientasi, (3) krisis, (4) reaksi, (5) koda, dan (6) diksi, struktur kalimat,
dan ejaan. Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh dua orang guru. Hasil
penilaian masing-masing aspek diakumulasi dan dibagi dua untuk
memperoleh skor akhir.
Tabel 47. Distribusi frekuensi dan persentase nilai hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot kelas kontrol melalui model konvensional
Frekuensi Persentase Valid 55 1 3.1
60 10 31.2 65 1 3.1 70 2 6.2 75 6 18.8 80 8 25.0 85 2 6.2 90 2 6.2
123
Total 32 100.0 Sumber: SPSS 16.00
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai 55 dan 65
diperoleh satu oorang siswa dengan persentase masing-masing 3,1
persen. Nilai 70, 85, dan 90 diperoleh masing-masing dua orang siswa
dengan persentase dua orang adalah 6,2 persen. Nilai 60 diperoleh 10
orang siswa dengan persentase 31,2 persen. Nilai 75 diperoleh enam
orang siswa dengan persentase 18,8 persen. Nilai 80 diperoleh delapan
orang siswa dengan persentase 25,0 persen.
Tabel 48. Klasifikasi kemampuan siswa kelas kontrol dalam menulis teks anekdot
No Kategorisasi Rentang Nilai Frekuensi Persentase
1 Sangat Tinggi 85-100 4 12,50
2 Tinggi 70-84 16 50,00
3 Cukup 55-69 12 37,50
4 Rendah 40-54 0 0
4 Sangat Rendah 0-39 0 0
Jumlah 32 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa ada empat
orang (12,50%) siswa yang dinyatakan sangat mampu dalam menulis
teks anekdot, 16 orang (50,00) siswa yang dinyatakan mampu, 12 orang
(37,50) siswa yang dinyatakan cukup mampu.
Berdasarkan tabel 48 di atas, kita dapat melihat bahwa jumlah
siswa yang dinyatakan tuntas menjadi lebih banyak daripada jumlah
siswa yang dinyatakan tidak tuntas. Nilai ketuntasan diukur berdasarkan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70. Syarat ketuntasan klasikal
124
adalah 80 % sehingga siswa secara kolektif dapat dikatakan mampu
dalam menulis teks anekdot.
Tabel 49. Distribusi frekuensi ketuntasan belajar kelas kontrol Kategori Rentang Nilai Frekuensi Persentase
Tuntas > 70 20 63 %
Tidak Tuntas < 70 12 37 %
Sumber: rangkuman hasil posttest
Berdasarkan tabel di atas, diketahui jumlah siswa yang
dinyatakan tuntas pada tes keterampilan menulis teks anekdot pada
kelas kontrol adalah 20 orang siswa atau 63 % dan 12 orang siswa
lainnya atau 37 % dinyatakan tidak tuntas. Jumlah ketuntasan tes
posttest kelas eksperimen belum memenuhi syarat ketuntasan klasikal.
Ketuntasan klasikal hanya 63 % dari 80 % yang dipersyaratkan.
Hasil skor posttest kelas eksperimen dapat digambarkan dalam
grafik berikut:
Gambar 6. Perolehan skor posttest kelas kontrol
125
6. Perbandingan Kemampuan Akhir Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Setelah diberikan perlakuan, peneliti mengukur hasil dari
perlakuan tersebut. Adapun deskripsi kemampuan akhir siswa dalam
menulis teks anekdot sebagai berikut:
Tabel 50. Perbandingan ketuntasan akhir kelas eksperimen dan kelas
kontrol
Kelas Frekuensi Persentase Indikator
Eksperimen 24 75 % Baik
Kontrol 20 63 % Cukup
Sumber: tes pretest
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa frekuensi ketuntasan
kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Pada kelas
eksperimen, ketuntasan belajar siswa sebanyak 24 orang dengan
persentase 75 % dan kelas kontrol sebanyak 20 orang dengan
persentase 63 %.
7. Hasil Uji Persyaratan Data
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh nilai hasil pengujian
tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) kemampuan menulis teks anekdot
kelas kontrol dan kelas eksperimen yang selanjutnya akan dianalisis
datanya. Sebelum dilaksanakan analisis data, terlebih dahulu dilaksanakan
uji prasyarat data yang terdiri dari uji normalitas sebaran data dan uji
homogenitas varians.
a. Hasil Uji Normalitas
126
Data pada uji normalitas sebaran ini diperoleh dari pretest dan
posttest kemampuan menulis teks anekdot siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen. Dengan bantuan SPSS 16.0, dihasilkan nilai sig (2-
tailed) pada Kolmogorov-Smirnov yang dapat menunjukkan sebaran data
berdistribusi normal atau tidak. Sebuah syarat data berdistribusi normal
apabila nilai sig (2-tailed) yang diperoleh dari hasil penghitungan, lebih
besar dari tingkat alpha 5% (sig (2-tailed)>0,050).
1) Hasil uji normalitas sebaran data pretest kemampuan menulis teks
anekdot kelas kontrol dan kelas eksperimen
Rangkuman hasil uji normalitas sebaran data pretest kemampuan
menulis teks anekdot pada kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti yang
tersaji dalam tabel berikut;
Tabel 54. Uji normalitas data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol
Data N Taraf
Signifikansi
Sig (2-
Tailed) Kriteria
Keteranga
n
Kelas
eksperimen 32 5% 0,200 P>0,05 Normal
Kelas kontrol 32 5% 0,200 P>0,05 Normal
Sumber: uji statistik SPSS 16.00
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa kelas eksperimen
memperoleh sig (2-tailed) sebesar 0,200 sedangkan kelas kontrol
memperoleh sig (2-tailed) sebesar 0,200. Hal tersebut menunjukkan bahwa
data pretest kemampuan menulis teks anekdot kedua kelas dinyatakan
127
berdistribusi normal karena sig (2-tailed) yang diperoleh lebih besar dari
alpha 5% (sig (2-tailed)>0,050).
2) Hasil uji normalitas sebaran data posttest kemampuan menulis teks
anekdot kelas kontrol dan kelas eksperimen
Rangkuman hasil uji normalitas sebaran data posttest kemampuan
menulis teks anekdot pada kelas eksperimen dan kelas kontrol seperti yang
tersaji dalam tabel berikut;
Tabel 55. Uji normalitas data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol
Data N Taraf
Signifikansi
Sig (2-
Tailed) Kriteria Keterangan
Kelas
eksperimen 32 5% 0,067 P>0,05 Normal
Kelas kontrol 32 5% 0,070 P>0,05 Normal
Sumber: uji statistik SPSS 16.00
Berdsarkan data posttest kemampuan menulis teks anekdot dalam
tabel di atas dapat dilihat bahwa kelas eksperimen memperoleh sig (2-
tailed) sebesar 0,067 sedangkan kelas kontrol memperoleh sig (2-tailed)
sebesar 0,070. Hal tersebut menunjukkan bahwa data posttest menulis teks
anekdot kedua kelas dinyatakan berdistribusi normal karena sig (2-tailed)
yang diperoleh lebih besar dari alpha 5% (sig (2-tailed)>0,050).
Dari hasil penghitungan normalitas sebaran data pretest dan posttest
kemampuan menulis teks anekdot siswa pada kelas kontrol maupun kelas
eksperimen dapat diketahui bahwa data-data yang dikumpulkan dari pretest
maupun posttest kemampuan menulis teks anekdot dalam pembelajaran ini
128
berdistribusi normal. Dengan hasil penghitungan yang menunjukkan
kenormalan distribusi, data tersebut telah memenuhi syarat untuk dianalisis.
8. Hasil Uji Homogenitas Varian
Setelah dilaksanakan uji normalitas sebaran data, selanjutnya
dilaksanakan uji homogenitas varians. Dengan bantuan program SPSS
16.00, dihasilkan skor yang menunjukkan varians yang homogen. Syarat
varians dikatakan homogen adalah apabila nilai signifikansi hitung lebih
besar dari taraf signifikansi 0,05 atau (5%).
a) Hasil uji homogenitas varians data pretest siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol
Rangkuman hasil penghitungan uji homogenitas varian data (levene
statistic) dengan program SPSS 16.0 disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 56. Uji homogenitas varian data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol
Data Levene
Statistik Df1 Df2
Sig (2-
Tailed) Keterangan
Pretest
Kemampuan
menulis teks
anekdot
0,960 1 46 0,332
Sig.
0,332>0,05=
Homogen
Sumber: uji statistik SPSS 16.00
Dilihat dari tabel rangkuman hasil penghitungan program SPSS 16.0
di atas, dapat diketahui bahwa data pretest kemampuan menulis teks
anekdot dalam penelitian ini mempunyai varian yang homogen dimana taraf
signifikansi hitung lebih besar (0,332) dari pada taraf signifikansi 5% atau
0,05.
129
b) Hasil uji homogenitas varians data posttest siswa kelas eksperimen dan
kelas kontrol
Rangkuman hasil penghitungan uji homogenitas varian data (levene
statistic) dengan program SPSS 16.0 disajikan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 57. Uji homogenitas data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol
Data Levene
Statistik Df1 Df2
Sig (2-
Tailed) Keterangan
Posttest
Kemampuan
menulis teks
anekdot
2,043 1 46 0,160
Sig.
0,160>0,05=
Homogen
Sumber: uji statistik SPSS 16.00
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa data posttest
kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varian yang homogen.
Homogenitas dapat dilihat dari nilai signifikansi hitung 0,160 lebih besar dari
taraf signifikansi 0,05 atau 5%. Dari hasil penghitungan uji homogenitas
varians pretest dan posttest dengan program SPSS 15.0 dalam penelitian
ini menunjukkan bahwa kedua data tersebut telah memenuhi syarat untuk
dianalisis karena nilai signifikansi hitung lebih besar dari taraf signifikansi
0,05 (5%) atau dengan kata lain bahwa data pada pretest dan posttest
kedua kelas tersebut homogen.
9. Hasil Uji Hipotesis
Setelah dianalisis dengan menggunakan uji t diperoleh hasil
sebagai berikut:
130
Tabel 58. Hasil uji hipotesis
Nilai Most Extreme Differences
Absolute .250 Positive .000 Negative -.250
Kolmogorov-Smirnov Z 1.000 Asymp. Sig. (2-tailed) .270 Sumber: uji statistik SPSS.16.00
Sumber: SPSS 16.00.
Berdasarkan tabel di atas. Diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) adalah 0,270. Hasil tersebut menunjukkan nilai lebih besar dari
taraf signifikansi 5 % (0,270 > 0,05). Dengan demikian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa H0 diterima atau dengan kata lain nilai kemampuan
menulis antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
discovery learning dengan kelas kontrol yang menggunakan model
pembelajaran konvensional adalah identik (tidak ada perbedaan).
B. Pembahasan
Sebagai syarat pelaksanaan tindakan, kemampuan kedua kelas
yang akan diteliti harus sama. Hasil pengukuran awal (pretest)
membuktikan bahwa kemampuan awal siswa adalah sama. Hal ini
dibuktikan dengan hasil uji homogenitas varian yaitu mempunyai varian
yang homogen dimana taraf signifikansi hitung lebih besar (0,332) dari
pada taraf signifikansi 5% atau 0,05.
131
Selanjutnya, pada saat pelaksanaan tindakan, aktivitas kedua kelas
cukup baik. Siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan penuh perhatian. Walapun pada
pertemuan pertama dan kedua di kedua kelas siswa masih kurang aktif
mengikuti kegiatan pembelajaran, tetapi pada pertemuan ketiga dan
keempat menjadi lebih baik.
Dalam pelaksanaan tindakan, guru memberikan materi dengan
cara menjelaskan kepada siswa mengenai konsep teks anekdot, unsur-
unsur teks anekdot, langkah-langkah menyusun teks anekdot. Setelah
siswa memahami materi, guru melakukan pembagian kelompok untuk
berpetualang (discovery) menyusun teks anekdot secara berkelompok.
Setelah kegiatan kerja kelompok dirasa sudah cukup baik, guru
melakukan penugasan untuk membuat teks anekdot secara mandiri.
Langkah-langkah pembelajaran ini sejalan dengan pandangan yang
disampaikan oleh Anintah (2009: 27) bahwa dalam melakukan
pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks ini, pengajar hendaknya
menempuh empat tahap pembelajaran, yaitu: (1) tahap pembangunan
konteks, (2) tahap pemodelan teks, (3) tahap pembuatan teks secara
bersama-sama, dan (4) tahap pembuatan teks secara mandiri.
Tes kemampuan awal dalam menulis teks anekdot membuktikan
bahwa siswa belum mampu menyusun teks anekdot berdasarkan unsur-
unsur yang ada di dalamnya dengan baik yaitu abstraksi, orientasi, krisis,
reaksi, dan koda. Pada bagian abstraksi, siswa belum mampu untuk
132
meenggambarkan isi teks di awal cerita. Masalah yang ditampilkan pun
masih kurang menarik. Intensitas nilai krisis masih sangat kurang
sehingga tidak menimbulkan rekasi dari pembaca. hal tersebut menjadi
dasar bahwa teks anekdot yang dibuat siswa masih kurang lengkap dan
utuh unsur-unsurnya. Berdasarkan kelemahan siswa tersebut, peneliti
memberikan tindakan pencegahan untuk meningkatkan kemampuan
siswa menjadi lebih baik lagi. Setelah dilakukan empat kali tindakan, ada
perkembangan kemampuan siswa yang signifikan dalam menulis teks
aanekdot. Siswa memahami bagian demi bagian teks anekdot dengan
baik sehingga teks yang dihasilkan pun menjadi lebih baik. Abtraksi
digambarkan menjadi lebih nyata, nilai krisis cerita pun menjadi lebih
menarik. Hal tersebut senada dengan pendapat Mahsun (2013:76) bahwa
pada teks anekdot, peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang harus
menimbulkan krisis. Partisipan yang terlibat bereaksi pada peristiwa itu
sehingga teksnya berstruktur orientasi, krisis, lalu diikuti reaksi.
Ada berbagai kendala yang dihadapi peneliti dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan menerapkan model discovery learning yaitu:
1. Motivasi belajar bahasa Indonesia siswa masih sangat kurang
sehingga siswa kurang tertarik untuk belajar dengan serius.
2. Wahana discovery learning siswa sangat terbatas sehingga
pengalaman siswa juga terbatas. Hal ini tentu berpengaruh terhadap
teks yang dikarang. Siswa terbatas pada imaji cerita yang hanya pada
lingkup sekolah saja.
133
3. Perhatian siswa terhadap proses belajar tidak optimal karena
beberapa kegiatan sekolah yang menuntut siswa untuk berpartisipasi
di dalamnya. Seperti, pemilihan ketua OSIS baru, pelaksanaan
kegiatan organisasi, serta ekstrakurikuler sekolah.
134
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan temuan dan analisis data, kesimpulan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Sebelum diberikan perlakuan, kemampuan siswa dalam menulis teks
anekdot masih kurang. Hasil tes kemampuan awal mebuktikan bahwa
14 orang siswa atau 44 % dan 18 orang siswa lainnya atau 56 %
dinyatakan tidak tuntas. Jumlah ketuntasan tes pretest kelas
eksperimen belum memenuhi syarat ketuntasan klasikal. Ketuntasan
klasikal hanya 44 % dengan kategori sangat kurang. Setelah diberikan
perlakuan. Terjadi peningkatan kemampuan yang cukup signifikan. Hasil
tes kemampuan akhir membuktikan bahwa ketuntasan siswa meningkat
sebesar 31,25 % yaitu dari 14 menjadi 24 orang siswa atau 75 % dan 8
orang siswa lainnya atau 25 % dinyatakan tidak tuntas.
2. Berdasarkan hasil uji hipotesis, diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) adalah 0,270. Hasil tersebut menunjukkan nilai lebih besar dari
taraf signifikansi 5 % (0,270 > 0,05). Dengan demikian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa H0 diterima atau dengan kata lain nilai kemampuan
menulis antara kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran discovery learning dengan kelas kontrol yang
135
menggunakan model pembelajaran konvensional adalah identik (tidak
ada perbedaan).
B. Saran
Saran ini ditujukan kepada:
1. siswa agar lebih meningkatkan motivasi belajar khususnya bahasa
Indonesia serta mampu membagi waktu dan perhatian untuk mengikuti
kegiatan pembelajaran lebih baik lagi. Dapat yang terjadi berdasarkan
hasil penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang tidak maksimal.
2. guru agar mengembangkan keterampilan mengajar menjadi lebih baik.
Dalam hal penerapan model pembelajaran discovery learning,
diharapkan agar guru mampu untuk mengeksplorasi kembali
pembelajarn dengan model tersebut untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
3. bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penerapan model
discovery learning, sebaiknya memahami hasil penelitian ini dan
dikembangkan dengan hasil temuan untuk menghindari kelemahan atau
kekurangan yang mungkin akan terjadi serupa dengan penelitian ini.
136
DAFTAR PUSTAKA
Anintah. 2009. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Jakarta: Grasindo.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Bruner, J. S. 1971. The Relevance of Education. New York: Norton.
Danandjaya, James. 1991. Tentang Sastra. Terjemahan Achadiati Ikram. Jakarta: Intermasa.
Fatimah, Siti. 2013. Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA. Bandung: Alfabeta.
Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Iskandarwassid dan Sunendar, D. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: SPs UPI dan PT Rosda Karya.
Jamilah. 2013. Eksperimentasi Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Dengan Metode Discovery Learning Pada Materi Pokok Bentuk Aljabar Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VII SMP Negeri Se-Kota Pontianak. Tesis. Surakarta: UNS.
Lie, Anita. 2009. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Lestari, Ema. 2013. Perangkat Pembelajaran Kurikulum 2013. Jakarta: Bina Ilmu.
Mahsun, 2013. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013. Jakarta: Rajawali Pers.
Mujianto. 2010. Kiat Pengamanan Bahasa Indonesia (Tinjauan Skeptis pada Era Global). Makalah Kongres IX Bahasa Indonesia. Jakrta: Badan Bahasa.
Mulyani, Bakti. 2013. Penerapan Pembelajaran Model Problem Posing Untuk Meningkatkan Kreativitas Dan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Laju Reaksi Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Boyolali
137
Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Online. Vol 2 No 2 ISSN : 2337-9995. Universitas Sebelas Maret. (diakses 2 Januari 2015).
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja. Rodaskarya.
Nurgiyantoro, Burhan. dkk. 2004. Statistik Terapan. Yogyakarta : Gajah Mada. University Press.
Nurjamal, Daeng dan Warta Sumirat. 2010. Penuntun Perkuliahan Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.
Permendikbud No.70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA. Jakarta: Jakarta: Kemdikbud.
Permendikbud No.8A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud.
Permendikbud No.29 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Jakarta: Kemdikbud.
Prihantoro, Bambang. 2013. Implementasi Kurikulum 2013 pada Pembelajaran Menulis Teks Anekdot (Studi Kasus Kelas X SMAN 1 Karanganyar. Tesis. Surakarta: UNS.
Purwanto, M. Ngalim. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Purwanto, M. Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan Teorotis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rohmadi, Muhammad. 2010. Strategi Sukses Menjadi Penulis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ruseffendi. (1994). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Semarang:IKIP Press.
Sagala, Saiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Santoso, Singgih. 2010. Statistik Multivariat. Jakarta : PT Gramedia.
Semi, M. Atar. 1993. Menulis Efektif. Padang: Angkasa.
Semi, M. Atar. 2007. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa.
138
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suparlan, Parsudi. 2011. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Sutrisno, Hadi. 1988. Prosedur Penelitian, suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara.
Syah. Muhibin. 2013. Model-Model Pembelajaran Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat. Jakart: Gramedia Pustaka Utama.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif Konsep, Landasan Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Group.
Wilis, Dahar. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
139
LAMPIRAN
Instrumen Penelitian
140
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA SELAMA PROSES PEMBELAJARAN
Kode Data : ............
Nama Siswa : ..............................
Kelas : ..............................
Petunjuk Pengisian:
Amatilah aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Isilah lembar
pengamatan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Pengamat dalam melakukan pengamatan duduk di tempat yang mungkin dapat melihat semua aktivitas siswa
2. Setiap 150 detik, pengamat melakukan aktivitas pengamatan aktivitas siswa yang dominan, dan 30 detik berikutnya pengamat menulis hasil pengamatan.
3. Pedoman penskoran yaitu 4 (sangat baik) 3 (baik), 2 (cukup baik) 1 (kurang baik)
No Aktivitas yang diamati Penskoran
Ket 1 2 3 4
1 Siswa masuk kelas tepat waktu
2 Siswa memperhatikan penjelasan
materi yang dijelaskan oleh guru
3 Siswa mencatat penjelasan dari guru
yang dianggap penting
4
Siswa aktif bertanya kepada guru jika
ada hal yang tidak dimengerti
141
Lanjutan
5
Siswa bersedia dibagi menjadi
beberapa kelompok yang terdiri dari
4-5 orang siswa
6
Siswa berani memberikan jawaban
atas permasalahan yang diberikan
baik secara individu maupun secara
kelompok
7
Siswa berani memberikan jawaban
atas permasalahan yang diberikan
baik langsung atau di depan kelas
8
Siswa aktif berdiskusi baik kepada
rekan kelompok maupun kepada guru
untuk menemukan jawaban soal
9
Siswa berani memberikan apresiasi
kepada siswa atau kelompok lain
dengan hasil yang lebih baik
10 Siswa menyimpulkan materi yang
telah dipelajari
Total
Capaian (%)
Observer
(…………………….............)
142
LAMPIRAN 1
Hasil Analisis Data
143
LAMPIRAN a
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek abstraksi melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Abstraksi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 11 13 12
TKJ E2 12 8 10
TKJ E3 12 12 12
TKJ E4 13 11 12
TKJ E5 14 10 12
TKJ E6 9 11 10
TKJ E7 10 10 10
TKJ E8 12 12 12
TKJ E9 10 10 10
TKJ E10 13 11 12
TKJ E11 10 10 10
TKJ E12 12 12 12
TKJ E13 12 12 12
TKJ E14 9 7 8
TKJ E15 10 10 10
TKJ E16 13 15 14
TKJ E17 15 15 15
TKJ E18 10 8 9
TKJ E19 10 10 10
TKJ E20 12 14 13
TKJ E21 8 8 8
TKJ E22 7 9 8
TKJ E23 7 9 8
TKJ E24 10 10 10
144
Lanjutan
TKJ E25 10 10 10
TKJ E26 15 13 14
TKJ E27 12 12 12
TKJ E28 9 11 10
TKJ E29 11 13 12
TKJ E30 10 10 10
TKJ E31 9 11 10
TKJ E32 11 9 10
145
LAMPIRAN b
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek orientasi melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Orientasi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 7 9 8
TKJ E2 6 8 7
TKJ E3 10 10 10
TKJ E4 8 8 8
TKJ E5 8 12 10
TKJ E6 11 9 12
TKJ E7 11 9 10
TKJ E8 7 9 8
TKJ E9 8 6 7
TKJ E10 9 11 10
TKJ E11 11 9 10
TKJ E12 10 10 10
TKJ E13 12 12 12
TKJ E14 6 8 7
TKJ E15 8 8 8
TKJ E16 13 11 12
TKJ E17 14 14 14
TKJ E18 7 7 7
TKJ E19 8 8 8
TKJ E20 12 12 12
TKJ E21 7 5 6
TKJ E22 6 6 6
TKJ E23 7 9 8
TKJ E24 9 7 8
146
Lanjutan
TKJ E25 11 9 10
TKJ E26 8 12 10
TKJ E27 8 12 10
TKJ E28 6 4 5
TKJ E29 14 14 14
TKJ E30 10 6 8
TKJ E31 7 9 8
TKJ E32 12 8 10
147
LAMPIRAN c
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek krisis melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Krisis
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 11 9 10
TKJ E2 12 8 10
TKJ E3 15 13 14
TKJ E4 11 13 12
TKJ E5 15 17 16
TKJ E6 16 6 16
TKJ E7 6 6 6
TKJ E8 11 9 10
TKJ E9 8 12 10
TKJ E10 13 11 12
TKJ E11 14 14 14
TKJ E12 15 13 14
TKJ E13 15 17 16
TKJ E14 12 8 10
TKJ E15 14 14 14
TKJ E16 16 16 16
TKJ E17 14 14 14
TKJ E18 9 11 10
TKJ E19 12 16 14
TKJ E20 12 10 11
TKJ E21 7 11 9
TKJ E22 8 12 10
TKJ E23 9 9 9
TKJ E24 9 11 10
148
Lanjutan
TKJ E25 13 11 12
TKJ E26 11 13 12
TKJ E27 13 15 14
TKJ E28 7 11 9
TKJ E29 14 14 14
TKJ E30 16 12 14
TKJ E31 11 9 10
TKJ E32 13 15 14
149
LAMPIRAN d
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek reaksi melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Reaksi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 11 9 10
TKJ E2 8 8 8
TKJ E3 12 14 13
TKJ E4 11 9 10
TKJ E5 12 12 12
TKJ E6 14 12 13
TKJ E7 9 7 8
TKJ E8 11 9 10
TKJ E9 9 7 8
TKJ E10 9 11 10
TKJ E11 12 14 13
TKJ E12 11 13 12
TKJ E13 10 10 10
TKJ E14 12 8 10
TKJ E15 9 11 10
TKJ E16 14 10 12
TKJ E17 14 10 12
TKJ E18 9 11 10
TKJ E19 12 8 10
TKJ E20 11 9 10
TKJ E21 7 5 6
TKJ E22 8 8 8
TKJ E23 9 11 10
TKJ E24 13 11 12
150
Lanjutan
TKJ E25 13 11 10
TKJ E26 11 13 10
TKJ E27 13 15 12
TKJ E28 7 11 6
TKJ E29 14 14 12
TKJ E30 16 12 10
TKJ E31 10 6 8
TKJ E32 13 11 12
151
LAMPIRAN e
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek koda melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Koda
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 11 13 12
TKJ E2 10 14 12
TKJ E3 12 14 12
TKJ E4 11 9 12
TKJ E5 12 12 14
TKJ E6 12 12 12
TKJ E7 9 11 10
TKJ E8 11 13 12
TKJ E9 12 12 12
TKJ E10 13 11 12
TKJ E11 10 14 12
TKJ E12 11 13 12
TKJ E13 10 14 12
TKJ E14 8 8 8
TKJ E15 8 10 9
TKJ E16 14 10 12
TKJ E17 13 15 14
TKJ E18 9 7 8
TKJ E19 9 7 8
TKJ E20 13 15 14
TKJ E21 7 9 8
TKJ E22 8 8 8
TKJ E23 9 7 8
TKJ E24 9 11 10
152
Lanjutan
TKJ E25 13 15 9
TKJ E26 8 12 10
TKJ E27 10 10 10
TKJ E28 7 9 8
TKJ E29 14 14 14
TKJ E30 16 12 9
TKJ E31 10 6 8
TKJ E32 9 11 10
153
LAMPIRAN f
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 11 13 12
TKJ E2 10 10 10
TKJ E3 10 12 11
TKJ E4 11 13 12
TKJ E5 15 17 16
TKJ E6 12 12 12
TKJ E7 7 5 6
TKJ E8 11 9 10
TKJ E9 7 9 8
TKJ E10 13 11 12
TKJ E11 10 12 11
TKJ E12 11 13 12
TKJ E13 12 14 13
TKJ E14 12 12 12
TKJ E15 13 15 14
TKJ E16 14 14 14
TKJ E17 17 15 16
TKJ E18 13 11 12
TKJ E19 9 13 11
TKJ E20 16 14 15
TKJ E21 7 9 8
TKJ E22 12 8 10
TKJ E23 11 13 12
TKJ E24 9 11 10
154
Lanjutan
TKJ E25 13 15 14
TKJ E26 14 14 14
TKJ E27 13 11 12
TKJ E28 13 11 12
TKJ E29 14 14 14
TKJ E30 16 12 14
TKJ E31 9 13 11
TKJ E32 15 13 14
155
LAMPIRAN g
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek abstraksi melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Abstraksi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 11 13 12
TKJ K2 8 8 8
TKJ K3 12 12 12
TKJ K4 13 11 12
TKJ K5 12 8 10
TKJ K6 9 11 10
TKJ K7 10 10 10
TKJ K8 12 12 12
TKJ K9 11 11 11
TKJ K10 12 8 10
TKJ K11 10 10 10
TKJ K12 12 12 12
TKJ K13 10 10 10
TKJ K14 9 7 8
TKJ K15 10 10 10
TKJ K16 13 15 14
TKJ K17 10 10 10
TKJ K18 14 12 13
TKJ K19 10 10 10
TKJ K20 12 14 13
TKJ K21 13 11 12
TKJ K22 7 9 8
TKJ K23 7 9 8
TKJ K24 10 10 10
156
Lanjutan
TKJ K25 10 10 10
TKJ K26 9 7 8
TKJ K27 12 12 12
TKJ K28 13 11 12
TKJ K29 11 9 10
TKJ K30 10 10 10
TKJ K31 9 11 10
TKJ K32 11 9 10
157
LAMPIRAN h
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek orientasi melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Orientasi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 11 9 10
TKJ K2 8 8 8
TKJ K3 10 10 10
TKJ K4 8 12 10
TKJ K5 8 12 10
TKJ K6 11 13 12
TKJ K7 11 9 10
TKJ K8 11 13 12
TKJ K9 14 10 12
TKJ K10 9 7 8
TKJ K11 11 9 10
TKJ K12 10 10 10
TKJ K13 12 12 12
TKJ K14 6 6 6
TKJ K15 8 8 8
TKJ K16 13 11 12
TKJ K17 9 11 10
TKJ K18 12 8 10
TKJ K19 8 8 8
TKJ K20 12 12 12
TKJ K21 11 13 12
TKJ K22 6 6 6
TKJ K23 7 9 8
TKJ K24 9 11 10
158
Lanjutan
TKJ K25 7 9 8
TKJ K26 5 7 6
TKJ K27 8 12 10
TKJ K28 9 13 11
TKJ K29 9 11 10
TKJ K30 10 6 8
TKJ K31 11 9 10
TKJ K32 12 8 10
159
LAMPIRAN i
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek krisis melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Krisis
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 16 14 15
TKJ K2 12 10 11
TKJ K3 10 10 10
TKJ K4 15 13 14
TKJ K5 15 11 13
TKJ K6 16 16 16
TKJ K7 6 6 6
TKJ K8 14 18 16
TKJ K9 14 12 13
TKJ K10 13 11 12
TKJ K11 14 14 14
TKJ K12 15 13 14
TKJ K13 15 17 16
TKJ K14 12 8 10
TKJ K15 14 14 14
TKJ K16 16 16 16
TKJ K17 10 10 10
TKJ K18 13 11 12
TKJ K19 12 16 14
TKJ K20 14 16 15
TKJ K21 15 17 16
TKJ K22 8 12 10
TKJ K23 9 9 8
TKJ K24 13 15 14
160
Lanjutan
TKJ K25 13 11 12
TKJ K26 6 8 7
TKJ K27 13 15 14
TKJ K28 17 13 15
TKJ K29 11 9 10
TKJ K30 12 12 12
TKJ K31 11 13 12
TKJ K32 13 15 14
161
LAMPIRAN j
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek reaksi melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Reaksi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 11 9 10
TKJ K2 10 10 10
TKJ K3 12 14 13
TKJ K4 11 9 10
TKJ K5 12 12 12
TKJ K6 14 12 13
TKJ K7 9 7 8
TKJ K8 12 14 13
TKJ K9 11 15 13
TKJ K10 9 7 8
TKJ K11 12 8 10
TKJ K12 11 9 10
TKJ K13 10 10 10
TKJ K14 6 10 8
TKJ K15 9 11 10
TKJ K16 14 10 12
TKJ K17 14 10 12
TKJ K18 11 11 11
TKJ K19 12 8 10
TKJ K20 10 14 12
TKJ K21 11 13 12
TKJ K22 8 8 8
TKJ K23 8 8 8
TKJ K24 13 11 12
162
Lanjutan
TKJ K25 9 11 10
TKJ K26 7 5 6
TKJ K27 13 11 12
TKJ K28 9 11 10
TKJ K29 7 9 8
TKJ K30 8 12 10
TKJ K31 10 14 12
TKJ K32 13 11 12
163
LAMPIRAN k
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek koda melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Koda
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 11 13 12
TKJ K2 10 6 8
TKJ K3 12 12 12
TKJ K4 11 13 12
TKJ K5 10 10 10
TKJ K6 12 12 12
TKJ K7 9 11 10
TKJ K8 11 13 12
TKJ K9 12 12 12
TKJ K10 9 11 10
TKJ K11 10 14 12
TKJ K12 11 13 12
TKJ K13 10 14 12
TKJ K14 8 8 8
TKJ K15 8 8 8
TKJ K16 14 10 12
TKJ K17 13 19 11
TKJ K18 9 11 10
TKJ K19 9 7 8
TKJ K20 13 15 14
TKJ K21 13 11 12
TKJ K22 8 8 8
TKJ K23 9 7 8
TKJ K24 9 11 10
164
Lanjutan
TKJ K25 11 9 10
TKJ K26 7 9 8
TKJ K27 10 10 10
TKJ K28 9 9 9
TKJ K29 10 10 10
TKJ K30 8 12 10
TKJ K31 10 14 12
TKJ K32 9 11 10
165
LAMPIRAN l
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan awal menulis teks anekdot dalam aspek diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 11 11 11
TKJ K2 10 10 10
TKJ K3 10 6 8
TKJ K4 11 13 12
TKJ K5 11 9 10
TKJ K6 12 12 12
TKJ K7 7 5 6
TKJ K8 16 14 15
TKJ K9 15 13 14
TKJ K10 13 11 12
TKJ K11 12 12 12
TKJ K12 11 13 12
TKJ K13 9 15 12
TKJ K14 10 10 10
TKJ K15 11 9 10
TKJ K16 14 14 14
TKJ K17 11 13 12
TKJ K18 17 15 16
TKJ K19 9 11 10
TKJ K20 14 14 14
TKJ K21 13 15 14
TKJ K22 12 8 10
TKJ K23 11 9 10
TKJ K24 16 12 14
166
Lanjutan
TKJ K25 12 8 10
TKJ K26 9 11 10
TKJ K27 13 11 14
TKJ K28 13 13 13
TKJ K29 13 11 12
TKJ K30 10 10 10
TKJ K31 15 13 14
TKJ K32 15 13 14
167
LAMPIRAN m
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek abstraksi melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek SkorAkhir
(∑skor/2) Abstraksi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 12 12 12
TKJ E2 10 9 10
TKJ E3 11 15 13
TKJ E4 12 12 12
TKJ E5 13 15 14
TKJ E6 15 11 13
TKJ E7 12 12 12
TKJ E8 15 13 14
TKJ E9 10 10 10
TKJ E10 13 15 14
TKJ E11 12 12 12
TKJ E12 15 15 15
TKJ E13 13 15 14
TKJ E14 10 10 10
TKJ E15 10 10 10
TKJ E16 15 13 14
TKJ E17 13 15 14
TKJ E18 12 12 12
TKJ E19 10 10 10
TKJ E20 15 13 14
TKJ E21 12 12 12
TKJ E22 12 12 12
TKJ E23 13 15 14
TKJ E24 12 12 12
168
Lanjutan
TKJ E25 11 15 13
TKJ E26 15 13 14
TKJ E27 15 15 15
TKJ E28 10 12 11
TKJ E29 15 15 15
TKJ E30 12 12 12
TKJ E31 15 11 13
TKJ E32 12 12 12
169
LAMPIRAN n
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek orientasi melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek SkorAkhir
(∑skor/2) Orientasi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 10 10 10
TKJ E2 10 10 10
TKJ E3 13 15 14
TKJ E4 10 10 10
TKJ E5 11 15 13
TKJ E6 15 11 13
TKJ E7 12 12 12
TKJ E8 10 12 11
TKJ E9 10 10 10
TKJ E10 13 15 14
TKJ E11 12 12 12
TKJ E12 15 13 14
TKJ E13 13 15 14
TKJ E14 10 10 10
TKJ E15 10 10 12
TKJ E16 15 13 14
TKJ E17 13 15 14
TKJ E18 7 9 8
TKJ E19 10 10 10
TKJ E20 15 13 14
TKJ E21 9 7 8
TKJ E22 7 9 8
TKJ E23 10 10 12
TKJ E24 10 10 12
170
Lanjutan
TKJ E25 13 15 14
TKJ E26 15 13 15
TKJ E27 15 11 13
TKJ E28 9 7 8
TKJ E29 15 13 14
TKJ E30 12 12 12
TKJ E31 15 11 13
TKJ E32 12 12 12
171
LAMPIRAN o
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek krisis melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek SkorAkhir
(∑skor/2) Krisis
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 15 17 16
TKJ E2 12 12 12
TKJ E3 15 17 16
TKJ E4 17 15 16
TKJ E5 18 18 18
TKJ E6 17 15 16
TKJ E7 15 13 14
TKJ E8 15 17 16
TKJ E9 10 10 10
TKJ E10 15 17 16
TKJ E11 17 15 16
TKJ E12 18 18 18
TKJ E13 17 15 16
TKJ E14 10 10 10
TKJ E15 12 12 12
TKJ E16 20 20 20
TKJ E17 13 15 15
TKJ E18 10 10 10
TKJ E19 13 15 14
TKJ E20 15 17 16
TKJ E21 10 12 11
TKJ E22 10 10 10
TKJ E23 12 12 12
TKJ E24 16 17 17
172
Lanjutan
TKJ E25 16 14 15
TKJ E26 15 17 16
TKJ E27 16 17 17
TKJ E28 12 12 12
TKJ E29 15 13 15
TKJ E30 13 15 14
TKJ E31 16 14 15
TKJ E32 16 17 17
173
LAMPIRAN p
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek reaksi melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek SkorAkhir
(∑skor/2) Reaksi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 10 10 10
TKJ E2 10 6 8
TKJ E3 13 13 13
TKJ E4 10 10 10
TKJ E5 13 13 13
TKJ E6 13 13 13
TKJ E7 10 10 10
TKJ E8 12 12 12
TKJ E9 10 10 10
TKJ E10 10 10 10
TKJ E11 16 14 15
TKJ E12 13 13 13
TKJ E13 13 15 14
TKJ E14 10 10 10
TKJ E15 10 10 10
TKJ E16 20 20 12
TKJ E17 13 15 12
TKJ E18 10 10 10
TKJ E19 15 5 10
TKJ E20 12 12 12
TKJ E21 9 9 9
TKJ E22 8 8 8
TKJ E23 10 10 10
TKJ E24 12 12 12
174
Lanjutan
TKJ E25 11 11 11
TKJ E26 12 12 12
TKJ E27 12 12 12
TKJ E28 9 9 9
TKJ E29 15 13 14
TKJ E30 10 10 10
TKJ E31 10 10 10
TKJ E32 13 15 14
175
LAMPIRAN q
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek koda melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek SkorAkhir
(∑skor/2) Koda
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 16 14 12
TKJ E2 12 12 12
TKJ E3 13 13 13
TKJ E4 12 12 12
TKJ E5 13 15 14
TKJ E6 15 13 14
TKJ E7 10 10 10
TKJ E8 12 12 12
TKJ E9 9 9 9
TKJ E10 12 12 12
TKJ E11 15 13 14
TKJ E12 13 15 14
TKJ E13 13 15 14
TKJ E14 8 8 8
TKJ E15 10 10 10
TKJ E16 15 13 14
TKJ E17 13 15 14
TKJ E18 8 8 8
TKJ E19 12 12 12
TKJ E20 15 13 14
TKJ E21 10 10 10
TKJ E22 8 8 8
TKJ E23 10 10 10
TKJ E24 12 12 10
176
Lanjutan
TKJ E25 11 11 11
TKJ E26 12 12 12
TKJ E27 10 10 10
TKJ E28 11 11 11
TKJ E29 15 13 14
TKJ E30 11 11 11
TKJ E31 10 10 10
TKJ E32 13 13 13
177
LAMPIRAN r
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek diksi, kontrstruksi kalimat, dan ejaan melalui model discovery learning siswa kelas eksperimen SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek SkorAkhir
(∑skor/2) Diksi, Konstruksi kalimat dan Ejaan
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ E1 16 14 15
TKJ E2 13 13 13
TKJ E3 17 15 16
TKJ E4 16 14 15
TKJ E5 18 18 18
TKJ E6 15 17 16
TKJ E7 12 12 12
TKJ E8 14 16 15
TKJ E9 11 11 11
TKJ E10 15 13 14
TKJ E11 15 17 16
TKJ E12 17 15 16
TKJ E13 18 18 18
TKJ E14 12 12 12
TKJ E15 12 12 12
TKJ E16 17 15 16
TKJ E17 15 17 16
TKJ E18 12 12 12
TKJ E19 13 15 14
TKJ E20 16 14 15
TKJ E21 10 10 10
TKJ E22 13 15 14
TKJ E23 12 12 12
TKJ E24 12 12 12
178
Lanjutan
TKJ E25 17 15 16
TKJ E26 15 17 16
TKJ E27 13 13 13
TKJ E28 15 13 14
TKJ E29 18 18 18
TKJ E30 17 15 16
TKJ E31 15 13 14
TKJ E32 16 17 17
179
LAMPIRAN s
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek abstraksi melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Abstraksi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 15 13 14
TKJ K2 12 8 10
TKJ K3 12 12 12
TKJ K4 15 15 15
TKJ K5 12 12 12
TKJ K6 15 15 15
TKJ K7 13 11 12
TKJ K8 15 13 14
TKJ K9 13 11 12
TKJ K10 13 11 12
TKJ K11 13 9 11
TKJ K12 12 12 12
TKJ K13 15 15 15
TKJ K14 9 11 10
TKJ K15 10 10 10
TKJ K16 15 15 15
TKJ K17 11 13 12
TKJ K18 14 14 14
TKJ K19 13 15 14
TKJ K20 12 14 13
TKJ K21 13 13 13
TKJ K22 12 8 10
TKJ K23 9 9 9
TKJ K24 13 15 14
180
Lanjutan
TKJ K25 10 10 10
TKJ K26 9 11 10
TKJ K27 10 10 10
TKJ K28 13 11 12
TKJ K29 11 9 10
TKJ K30 10 14 12
TKJ K31 13 11 12
TKJ K32 13 15 14
181
LAMPIRAN t
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek orientasi melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Orientasi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 15 15 15
TKJ K2 12 8 10
TKJ K3 10 10 10
TKJ K4 14 12 13
TKJ K5 12 12 12
TKJ K6 15 13 14
TKJ K7 7 9 8
TKJ K8 15 13 14
TKJ K9 14 10 12
TKJ K10 9 7 8
TKJ K11 8 8 8
TKJ K12 11 13 12
TKJ K13 12 14 13
TKJ K14 7 9 8
TKJ K15 8 8 8
TKJ K16 13 13 13
TKJ K17 9 7 8
TKJ K18 14 14 14
TKJ K19 12 12 12
TKJ K20 13 15 14
TKJ K21 11 13 12
TKJ K22 9 7 8
TKJ K23 9 9 9
TKJ K24 13 15 14
182
Lanjutan
TKJ K25 7 9 8
TKJ K26 9 7 8
TKJ K27 12 12 12
TKJ K28 9 11 10
TKJ K29 9 7 8
TKJ K30 10 10 10
TKJ K31 11 13 12
TKJ K32 12 12 12
183
LAMPIRAN u
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek krisis melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Krisis
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 17 15 16
TKJ K2 12 8 10
TKJ K3 15 17 16
TKJ K4 18 16 17
TKJ K5 15 13 14
TKJ K6 16 14 15
TKJ K7 11 9 10
TKJ K8 14 18 16
TKJ K9 18 16 17
TKJ K10 11 11 11
TKJ K11 13 11 12
TKJ K12 17 17 17
TKJ K13 15 19 17
TKJ K14 12 12 12
TKJ K15 11 13 12
TKJ K16 16 18 17
TKJ K17 10 12 11
TKJ K18 17 15 16
TKJ K19 12 12 12
TKJ K20 14 16 15
TKJ K21 13 17 15
TKJ K22 8 12 10
TKJ K23 11 9 10
TKJ K24 17 15 16
184
Lanjutan
TKJ K25 13 11 12
TKJ K26 12 8 10
TKJ K27 17 15 16
TKJ K28 17 15 16
TKJ K29 15 13 14
TKJ K30 14 18 16
TKJ K31 16 16 16
TKJ K32 17 15 16
185
LAMPIRAN v
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek reaksi melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Reaksi
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 11 13 12
TKJ K2 10 10 10
TKJ K3 12 8 10
TKJ K4 11 13 12
TKJ K5 8 12 10
TKJ K6 14 14 14
TKJ K7 13 7 10
TKJ K8 14 14 14
TKJ K9 13 15 14
TKJ K10 9 9 9
TKJ K11 10 8 9
TKJ K12 11 13 12
TKJ K13 10 14 12
TKJ K14 10 10 10
TKJ K15 9 10 8
TKJ K16 14 10 12
TKJ K17 8 10 9
TKJ K18 9 11 10
TKJ K19 12 8 10
TKJ K20 10 12 11
TKJ K21 11 13 12
TKJ K22 13 11 12
TKJ K23 10 8 9
TKJ K24 9 11 10
186
Lanjutan
TKJ K25 9 11 10
TKJ K26 13 11 12
TKJ K27 15 11 13
TKJ K28 9 11 10
TKJ K29 11 9 10
TKJ K30 12 12 12
TKJ K31 10 10 10
TKJ K32 9 11 10
187
LAMPIRAN w
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek koda melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) Koda
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 11 13 12
TKJ K2 10 6 8
TKJ K3 12 12 12
TKJ K4 11 9 10
TKJ K5 10 10 10
TKJ K6 14 14 14
TKJ K7 9 7 8
TKJ K8 11 13 14
TKJ K9 12 14 13
TKJ K10 9 11 10
TKJ K11 10 12 11
TKJ K12 11 9 10
TKJ K13 10 10 10
TKJ K14 11 9 10
TKJ K15 12 8 10
TKJ K16 10 10 10
TKJ K17 10 10 10
TKJ K18 13 11 12
TKJ K19 9 11 10
TKJ K20 13 9 11
TKJ K21 13 15 14
TKJ K22 8 12 10
TKJ K23 9 7 8
TKJ K24 13 11 12
188
Lanjutan
TKJ K25 11 9 10
TKJ K26 11 9 10
TKJ K27 13 11 12
TKJ K28 15 9 12
TKJ K29 6 10 8
TKJ K30 12 12 12
TKJ K31 10 14 12
TKJ K32 13 11 12
189
LAMPIRAN x
Tabel skor mentah hasil tes kemampuan akhir menulis teks anekdot dalam aspek diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan melalui model discovery learning siswa kelas kontrol SMK Negeri 1 Bantaeng
Sampel
Aspek Skor Akhir
(∑Skor/2) diksi, konstruksi kalimat, dan ejaan
Pemeriksa 1 Pemeriksa 2
TKJ K1 15 17 16
TKJ K2 10 14 12
TKJ K3 14 16 15
TKJ K4 13 13 13
TKJ K5 11 13 12
TKJ K6 18 18 18
TKJ K7 13 9 12
TKJ K8 19 17 18
TKJ K9 18 16 17
TKJ K10 9 11 10
TKJ K11 13 15 14
TKJ K12 11 13 12
TKJ K13 11 15 13
TKJ K14 10 10 10
TKJ K15 11 13 12
TKJ K16 14 12 13
TKJ K17 11 9 10
TKJ K18 13 15 14
TKJ K19 13 11 12
TKJ K20 16 16 16
TKJ K21 13 15 14
TKJ K22 12 8 10
TKJ K23 11 9 10
TKJ K24 16 12 14
190
Lanjutan
TKJ K25 12 8 10
TKJ K26 9 11 10
TKJ K27 13 11 12
TKJ K28 14 16 15
TKJ K29 11 11 11
TKJ K30 14 12 13
TKJ K31 15 11 13
TKJ K32 15 17 16
191
LAMPIRAN 3
Frofil Kegiatan Penelitian
192
193
194
195
196
197
198
199
LAMPIRAN 4
Lembar Kerja Siswa
200
Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan Lanjutan
Lanjutan Lanjutan
201
Lanjutan Lanjutan