EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN...

13
THE 5 TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta THE 5 TH URECOL PROCEEDING 13 ISBN 978-979-3812-42-7 EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN JAWA TENGAH Daryono Soebagyo, Erma Setyowati, Maulidyah Indira Hasmarini Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail Address: [email protected] Abstrak Daya saing daerah menjadi salah satu isu dalam pembangunan daerah semenjak berlakunya kebijakan otonomi daerah. Penelitian bertujuan untuk melihat distribusi sebaran peringkat daya saing daerah di 35 Kota/Kabupaten Jawa Tengah yang dianalisis berdasarkan karakteristik daya saing input dan outputnya, di mana dalam jangka pendek, kebutuhan semua daerah dituntut memiliki daya saing sektor unggulan untuk menghasilkan rancangan strategi yang tepat, sedangkan dalam jangka panjang diupayakan mengkaji model daya saing daerah yang mampu mengurangi tingkat ketimpangan ekonomi daerah. Metode analisis di studi penelitian menggunakan metode analisis statistik deskriptif, shift share Estaban Marquillas, Location Qoution, Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa pada daerah dengan spesialisasi sektoral tiga tertinggi yaitu; 1) Banyumas, Kota Pekalongan; 2) Pemalang, Kota Magelang, Kota Salatiga; 3) Kota Surakarta. Daerah dengan keunggulan kompetitif sektoral tiga tertinggi meliputi; 1) Blora; 2) Banjarnegara; 3) Wonosobo dan Wonogiri. Daerah dengan spesialisasi dan keunggulan kompetitif sektoral tiga meliputi; 1) Wonogiri; 2) Wonosobo, Banjarnegara; 3) Blora. Daerah yang memiliki keunggulan komperatif tiga tertinggi meliputi;: 1) Banyumas, Kota Magelang, Kota Pekalongan; 2) Pemalang, Kota Salatiga; 3) Kota Surakarta. Kata Kunci: Efisiensi, Daya Saing, Sektor Unggulan, Shift Share Estaban Marquillas PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Keberhasilan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari daya saingnya. Daya saing ini merupakan suatu konsep umum yang digunakan di dalam ekonomi, yang merujuk kepada komitmen terhadap persaingan pasar terhadap keberhasilannya dalam persaingan internasional. Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Selanjutnya konsep tersebut di kembangkan untuk tingkat negara sebagai daya saing global, khususnya melalui lembaga World Economic Forum (Global Comvetitiveness Report) dan International Institute for management Development ( World Competitiveness Yearbook). Gambar.1 Piramida Daya Saing Daerah Sumber: PPSK Bank Indonesia-PL3E FE UNPAD (2008), Santosa (2011) PPSK Bank Indonesia dan LP3E Unpad (2008) melakukan kajian, bahwa daya saing ekonomi suatu negara seringkali merupakan cerminan dari daya siang ekonomi daerah secara keseluruhan. Disamping itu, dengan adanya tren desentralisasi, posisi dan peringkat daya saing dari masing-masing Kabupaten/Kota, maka makin- Gambar.2 Peta Penelitian Daerah Kabupaten/Kota Jawa Tengah kuat kebutuhan untuk mengetahui daya saing pada tingkat daerah. Lembaga

Transcript of EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN...

Page 1: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 13 ISBN 978-979-3812-42-7

EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN JAWA TENGAH

Daryono Soebagyo, Erma Setyowati, Maulidyah Indira Hasmarini

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta

E-mail Address: [email protected]

Abstrak

Daya saing daerah menjadi salah satu isu dalam pembangunan daerah semenjak

berlakunya kebijakan otonomi daerah. Penelitian bertujuan untuk melihat distribusi sebaran

peringkat daya saing daerah di 35 Kota/Kabupaten Jawa Tengah yang dianalisis berdasarkan

karakteristik daya saing input dan outputnya, di mana dalam jangka pendek, kebutuhan

semua daerah dituntut memiliki daya saing sektor unggulan untuk menghasilkan rancangan

strategi yang tepat, sedangkan dalam jangka panjang diupayakan mengkaji model daya saing

daerah yang mampu mengurangi tingkat ketimpangan ekonomi daerah. Metode analisis di

studi penelitian menggunakan metode analisis statistik deskriptif, shift share Estaban

Marquillas, Location Qoution, Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa pada daerah

dengan spesialisasi sektoral tiga tertinggi yaitu; 1) Banyumas, Kota Pekalongan; 2)

Pemalang, Kota Magelang, Kota Salatiga; 3) Kota Surakarta. Daerah dengan keunggulan

kompetitif sektoral tiga tertinggi meliputi; 1) Blora; 2) Banjarnegara; 3) Wonosobo dan

Wonogiri. Daerah dengan spesialisasi dan keunggulan kompetitif sektoral tiga meliputi; 1)

Wonogiri; 2) Wonosobo, Banjarnegara; 3) Blora. Daerah yang memiliki keunggulan

komperatif tiga tertinggi meliputi;: 1) Banyumas, Kota Magelang, Kota Pekalongan; 2)

Pemalang, Kota Salatiga; 3) Kota Surakarta.

Kata Kunci: Efisiensi, Daya Saing, Sektor Unggulan, Shift Share Estaban Marquillas

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Keberhasilan ekonomi suatu negara

dapat dilihat dari daya saingnya. Daya

saing ini merupakan suatu konsep umum

yang digunakan di dalam ekonomi, yang

merujuk kepada komitmen terhadap

persaingan pasar terhadap

keberhasilannya dalam persaingan

internasional. Konsep daya saing daerah

berkembang dari konsep daya saing yang

digunakan untuk perusahaan dan negara.

Selanjutnya konsep tersebut di

kembangkan untuk tingkat negara sebagai

daya saing global, khususnya melalui

lembaga World Economic Forum (Global

Comvetitiveness Report) dan International

Institute for management Development (

World Competitiveness Yearbook).

Gambar.1 Piramida Daya Saing

Daerah

Sumber: PPSK Bank Indonesia-PL3E FE

UNPAD (2008), Santosa (2011)

PPSK Bank Indonesia dan

LP3E Unpad (2008) melakukan kajian,

bahwa daya saing ekonomi suatu negara

seringkali merupakan cerminan dari daya

siang ekonomi daerah secara keseluruhan.

Disamping itu, dengan adanya tren

desentralisasi, posisi dan peringkat daya

saing dari masing-masing

Kabupaten/Kota, maka makin-

Gambar.2 Peta Penelitian Daerah

Kabupaten/Kota Jawa Tengah

kuat kebutuhan untuk mengetahui daya

saing pada tingkat daerah. Lembaga

Page 2: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 14 ISBN 978-979-3812-42-7

tersebut juga telah melakukan kajian

pengukuran indeks daya saing daerah

terhadap 434 Kabupaten/Kota di

Indonesia dengan menggunakan

kerangka piramida, yang terdiri dari

interaksi antara faktor input-output-

outcome. Hasil pemetaan tersebut telah

menghasilkan posisi dan peringkat daya

saing dari masing-masing

Kabupaten/Kota.

Penelitian dari Daryono,

Yuli, Triyono (2014) menyatakan bahwa

hasil pemetaan daya saing daerah secara

keseluruhan menunjukkan daerah yang

memiliki daya saing tinggi secara umum

didominasi oleh Kabupaten/Kota yang

memiliki basis ekonomi yang bersumber

pada kekayaan sumber daya alam

dan/atau daerah-daerah yang memiliki

aktivitas ekonomi berbasis sektor industri

dan sektor jasa.

Kondisi daya saing daerah di Jawa

Tengah berdasarkan hasil pemetaan daya

saing kabupaten/kota di Indonesia

menunjukkan adanya perbedaan daya

saing antar daerah, di mana kawasan

perkotaan yang memiliki sumber daya

alam terbatas tetapi sektor industri dan

sektor jasa berkembang dengan baik,

yang selebihnya mempunyai tingkat

daya saing yang baik. Tingginya tingkat

efisiensi Kabupaten/Kota dipengaruhi

oleh tingginya capaian indikator output,

yaitu besarnya petumbuhan ekonomi

PDRB per kapita, terutama kontribusi

sektor sekunder (termasuk tekstil) yang

meningkat.

Penelitian Terdahulu

Michael Porter (1990)

menyatakan bahwa konsep daya saing

yang dapat diterapkan pada level nasional

adalah “produktivitas” yang

didefinisikannya sebagai nilai output yang

dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.

World Bank menyatakan hal yang relatif

sama di mana “daya saing mengacu

kepada besaran serta laju perubahan

nilai tambah perunit input yang dicapai

oleh perusahaan”. Akan tetapi, baik

World Bank, Porter, serta literatur-literatur

lain yang mengulas mengenai daya saing

nasional memandang bahwa daya saing

tidak secara sempit mencakup hanya

sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan.

Daya saing mencakup aspek yang lebih

luas, tidak berkutat hanya pada level

mikro perusahaan, tetapi juga mencakup

aspek diluar perusahaan seperti iklim

berusaha yang jelas diluar kendali

perusahaan.

Sedangkan studi penelitian

mengenai sektor basis dan pertumbuhan

ekonomi pernah dilakukan oleh peneliti-

peneliti sebelumnya. Diantaranya, studi

penelitian dilakukan oleh Holly Wise dan

Sokol Shtylla dengan judul The Role of

the Extractive Sector in Expanding

Economic Opportunity pada tahun 2007,

yang menyatakan Perusahaan berinvestasi

dengan sumber daya yang melimpah,

padahal daerah tersbut rawan bencana dan

ekonomi selalu dalam masa transisi atau

dengan struktur pemerintahan yang

lemah, sedangkan industri ekstraktif atau

primer tidaklah mudah. Biaya produksi

mereka dipengaruhi oleh keadaan

ekonomi. Perusahaan ekstraktif mengakui

bahwa pasang surut keadaan ekonomi

dapat menimbulkan peluang ekonomi

yang lebih besar, biaya produksi

perusahaan dan penjualan lokal serta

regional akan terpengaruh secara positif.

Perusahaan tidak hanya mengambil

keuntungan dari kesempatan ekonomi

yang lebih besar tetapi juga melihat

kontribusi terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Hasil Kajian lain dari Penelitian

Daryono dan Maulidyah (2008 dan 2010),

Daryono dan Arifin (2013 dan 2016) yang

menyatakan bahwa dalam suatu hasil

studi penelitiannya berkaitan dengan

kompetensi unggulan daerah di mana

perspektif daerah mempunyai daya tarik

tingkat Wilayah atau daerah, karena

adanya perbedaan dalam aktivitas

ekonomi pada setiap daerah yang

mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan

sektor unggulan daerah.

Daryono Soebagyo dkk.

(2013 dan 2014) melakukan kajian

studinya kembali mengenai Analisis Daya

Saing Daerah dan Implikasinya terhadap

pembangunan Wilayah di Jawa Tengah.

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan

daerah mempunyai LQ yang berbeda-beda

Page 3: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 15 ISBN 978-979-3812-42-7

yang mengindikasikan adanya base

keunggulan daerah masing-masing sektor.

Identifikasi variabel dengan menggunakan

smart PLS menunjukkan : Variabel

Keunggugulan komparatif dengan 7

indikator (LQ sektor primer, LQ sektor

sekunder, LQ sektor tersier, Indeks

spesialisasi, Kepadatan Penduduk,

angkatan kerja, penduduk tamat SMA

menunjukkan hanya 3 indikator saja yang

valid yaitu indeks spesialisasi dan

angkatan kerja serta penduduk tamat

SMA. Variabel Keunggulan kompetitif

dengan 6 indikator (indeks aglomerasi,

investasi publik, Goverment Size,

Penduduk tamat PT, rasio pelayanan

jaringan, Kualitas Jaringan Jalan). Dari 6

indikator tersebut hanya indikator rasio

pelayanan jaringan saja yang tidak valid.

Variabel produktivitas daerah dengan 4

indikator (produktivitas sektor primer,

produktivitas Sekunder, produktivitas

tersier dan produktivitas tenaga kerja)

menunjukkan bahwa data indikator valid.

Variabel pembangunan wilayah dengan 6

indikator (pertumbuhan ekonomi,

pendapatan perkapita, Indeks

pembangunan manusia, kemiskinan,

angka harapan hidup, tingkat

penggangguran terbuka). Dari 6 indikator

tersebut hanya indikator pertumbuhan

ekonomi yang tidak valid.

Sedangkan hasil studi

penelitian dari Eko Budi Santoso (2011)

menunjukkan bahwa daya saing daerah

merupakan wujud dari pengembangan

keunggulan komparatif dan kompetitif.

Kedua keunggulan tersebut bersifat

komplementer, sehingga pemilihan

model daya saing daerah harus

memperhatikan karakteristik daerah.

Daerah yang mempunyai keunggulan

komparatif dan kompetitif kuat akan

menunjukkan daya saing daerah yang

kuat pula, demikian pula sebaiknya. Bagi

daerah yang mempunyai keunggulan

komparatif dan kompetitif rendah, dapat

memilih jalur pengembangan sendiri

sesuai dengan kondisi daerahnya, apakah

melalui penguatan keunggulan

komparatifnya ataukah memberikan

sumber daya untuk meningkatkan

keunggulan kompetitif. Pandangan dari

sisi keunggulan komparatif memberikan

gambaran bahwa daya saing daerah

terbentuk akibat persaingan antar sektor

baik di tingkat daerah maupun antar

daerah. Sehingga untuk meningkatkan

kemampuan daya saing daerah perlu

setiap daerah menentukan sektor-sektor

andalan yang mampu bersaing dalam

tingkat regional.

Studi Penelitian yang pernah

dilakukan oleh beberapa peneliti di negara

lain, diantaranya Fauzi Hussin dan Chee

Wuan Ching dengan judul The

Contribution of Economic Sectors to

Economic Growth: The Cases of Malaysia

and China pada tahun 2013. Penelitian ini

melihat trend perkembangan sektor

pertanian, industri dan jasa dari tahun

1978-2007. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sektor jasa adalah kontributor

tertinggi terhadap PDB riil per kapita di

Malaysia Di sisi lain, sektor industri

menjadi penyumbang sektor ketiga

terbesar terhadap PDB riil per kapita di

Cina. Oleh karena itu, kontribusi dari

masing-masing sektor ekonomi terhadap

pertumbuhan ekonomi berbeda di

Malaysia dan China sangat penting,

karena perbedaan latar belakang, tingkat

produktivitas, teknologi, tenaga kerja

profesional, sumber daya, tenaga kerja

dan kebijakan di kedua negara.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji model

daya saing daerah untuk mengurangi

ketimpangan pembangunan ekonomi

daerah di Jawa Tengah. Secara khusus

penelitian mempunyai tujuan:

1. Menganalisis kewilayahan kondisi

ekonomi daerah di wilayah kajian.

2. Menganalisis sektor-sektor yang

berpotensi sebagai sektor basis yang

mempunyai keunggulan kompetitif

dan spesialisasi di wilayah kajian.

3. Menemukan strategis dan kebijakan

integritas pengembangan wilayah

kajian berbasis pada sektor unggulan

di kota dan kabupaten Provinsi Jawa

Tengah.

Urgensi Penelitian

Kajian penelitian ini, untuk

melihat bagaimana perkembangan daya

Page 4: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 16 ISBN 978-979-3812-42-7

saing daerah Jawa Tengah implikasinya

terhadap produktivitas, keunggulan

daerah dan pembangunan wilayah.

dengan titik berat pada sektor unggulan,

efisiensi, daya saing dan dapat

menemukan konsep, strategi serta

variabel yang dapat mendorong

terjadinya peningkatan produktivitas,

sektor unggulan, daya saing daerah

input-output secara berkelanjutan sesuai

dengan potensi dan kemampuan daerah.

STUDI PUSTAKA Teori Adam Smith dapat menjelaskan

fenomena yang terjadi dalam perdagangan

dunia. Namun demikian, secara perlahan

telah terjadi tren selama berabad-abad

bahwa negara-negara yang telah memiliki

keunggulan absolut berupaya untuk

mengungguli daya saing negara-negara

lain dengan membuat barang yang serupa.

Semenjak revolusi industri, teori

keunggulan absolut tersebut mulai pudar

seiring dengan terciptanya teknologi baru

yang dapat membuat barang-barang

serupa dengan harga yang lebih murah.

Teknologi baru mengurangi penggunaan

buruh sehingga upah buruh menjadi lebih

murah. Murahnya upah buruh menjadikan

ongkos produksi dapat ditekan sehingga

membuat harga barang menjadi lebih

murah daripada harga barang dari

pesaingnya. Dalam hal ini, produktivitas

sudah tidak lagi menjadi isu yang penting.

David Ricardo melihat fenomena ini yang

tidak sinkron dengan teori keunggulan

absolut. Kemudian Ricardo sedikit

memodifikasi teori Adam Smith dengan

sebuah pertanyaan, bisakah terjadi

perdagangan di dua negara jika satu

negara memiliki semua keunggulan

absolutnya? Jawabannya adalah bias

mengingat di dunia empiris hal itu telah

terjadi. Modifikasi Ricardo terhadap teori

keunggulan absolute adalah pada

perbedaan harga domestik tiap-tiap

barang. Meskipun satu negara memiliki

keunggulan absolut atas semua produksi

barang namun perbedaan dasar tukar

kedua barang yang diproduksi di kedua

negaralah yang tetap memicu

perdagangan internasional. Teori ini

disebut teori keunggulan komparatif.

Upaya memodifikasi teori keunggulan

komparatif dengan memasukkan satu

input baru, yaitu kapital, tidak terlalu

berhasil karena menyesuaikan dengan

konsekuensi spesialisasi penuh. Satu-

satunya upaya perbaikan teori keunggulan

komparatif yang paling berhasil sebelum

Heckscher Ohlin adalah tulisan John

Stuart Mill yang sedikit memperbaiki

teori keunggulan komparatif dengan

menambah satu asumsi, yaitu dasar tukar

antar kedua negara adalah 1 berbanding 1.

Heckscher dan Ohlin bekerja sama

membangun model keunggulan

komparatif dengan dua input, tenaga kerja

dan kapital. Dengan mengompromikan

konsekuensi spesialisasi penuh menjadi

terspesialisasi sebagian akhirnya kedua

guru dan murid tersebut berhasil

menyusun teori baru yang cukup

revolusioner. Teori keunggulan

komparatif telah diperbaiki menjadi teori

yang modern karena telah mencakup input

penting lainnya, yaitu kapital. Apa yang

dijelaskan dalam model yang disusun oleh

Heckscher-Ohlin tampaknya sesuai

dengan situasi perdagangan internasional

saat itu di mana banyak negara mulai

melakukan strategi substitusi impor

sehingga asumsi terspesialisasi penuh

sudah tidak dapat diterima lagi.

Konsekuensi dari teori H-O adalah pada

sumber daya saingnya. Keunggulan

teknologi sudah tidak terlalu penting,

tetapi keunggulan terhadap kepemilikan

input menjadi lebih penting. Negara

dengan satu input yang lebih dominan

terhadap input lainnya menjadi sumber

daya saing negara tersebut. Teori

Heckscher-Ohlin amat berpengaruh

terhadap strategi Negara dalam

mempertahankan atau bahkan

meningkatkan daya saing negara. Fokus

pada pengembangan produksi yang

didukung oleh melimpahnya input untuk

menjadikan sebuah produk unggulan

membuat teori H-O sangat sering dipakai

untuk pembenaran atas strategi substitusi

impor ataupun promosi ekspor. Tentunya

strategi ini membutuhkan perbaikan daya

saing agar strategi substitusi impor

maupun promosi ekspor menjadi sukses.

Dengan fokus kepada Penggunaan input

Page 5: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 17 ISBN 978-979-3812-42-7

yang melimpah, diharapkan daya saing

menjadi meningkat.

Perkembangan selanjutnya adalah mulai

munculnya fenomena multinational

corporation (perusahaan multi nasional

atau MNC) yang mulai mencari daerah

investasi baru di luar negaranya. Mulai

saat itu, prediksi model H-O atas

perdagangan menjadi kabur. Konsekuensi

dari fenomena ini amat jelas, penggunaan

model H-O sebagai dasar analisis daya

saing dalam perdagangan dunia menjadi

kehilangan gregetnya. Setelah itu Michael

E. Porter (1990) mengajukan teori baru

untuk daya saing dalam perdagangan

internasional. Menurut Porter, terdapat

sinergi antara pemerintah dan dunia usaha

untuk mengingkatkan daya saing negara

dalam perdagangan internasional. Sinergi

tersebut amat membantu untuk

mendukung eleman-elemen penting yang

membentuk keunggulan kompetitif.

Daya saing suatu Negara selalu menjadi

bahan pembicaraan yang menarik, baik di

ekonomi, politik, sosial, maupun

teknologi. Daya saing suatu Negara

dianggap sebagai salah satu sumber dari

ketahanan suatu Negara menghadapi

segala rintangan dalam membangun

peradaban bangsa. Peradaban yang hanya

bisa dibangun melalui kekuatan ekonomi,

politik, dan budaya yang unggul. Dengan

daya saing yang tinggi, perekonomian

dapat menjaga pertumbuhan ekonominya

dan mulai membangun kehidupan Negara

yang teratur dan saat itu pembangunan

peradaban dimulai (Tylor, 1887).

Pembangunan peradaban tidak dapat

dilakukan tanpa adanya kekuatan

ekonomi. Dan kekuatan ekonomi tidak

dapat ditegakkan tanpa adanya daya saing.

Dengan demikian, daya saing menjadi

sangat penting selain untuk kelanjutan

perekonomian juga kelanjutan peradaban

suatu bangsa.

Konsep Daya Saing Global

Global Economics Forum (Schwab, 2013)

menyatakan bahwa daya saing

dipengaruhi oleh 12 pilar yang meliputi

factor‐driven economies (Institutions,

Infrastructure, Macroeconomic

environment, Health and primary),

factor‐efficiency economies (Higher

education and Training, Goods market

efficiency, Labor market efficiency,

Financial market development,

Technological readiness, Market size, dan

innovation‐driven economies (Business

sophistication, Innovation). Ke-12 pilar

tersebut menempatkan ranking daya saing

perekonomian suatu negara. Semakin

tinggi ranking daya saing, maka sumber

daya ekonomi yang dimiliki oleh negara

tersebut memiliki tingkat produktivitas

tinggi. Tingginya produktivitas akan

menjadi penentu bagi peningkatan

kesejahteraan ekonomi dan tingkat

pengembalian investasi melalui

pertumbuhan ekonomi

berkesinambungan. Peningkatan investasi

akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi

tersebut pada akhirnya memberikan

pengembalian kepada investor. Semakin

tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin

tinggi pula tingkat pengembalian Investasi

kepada investor. Dengan kata lain,

perekonomian, yang memiliki tingkat

produktivitas yang lebih tinggi, cenderung

tumbuh lebih cepat dari waktu kewaktu.

Dalam pemeringkatan World Economic

Forum (WEF), daya saing Indonesia

mengalami lompatan besar dari peringkat

50 menjadi 38. Lompatan peringkat ini

merupakan prestasi besar bagi Indonesia,

Namun, lompatan peringkat Indonesia

tersebut baru mendekati peringkat negara-

negara ASEAN lain, terutama Negara

Singapore, Malaysia, Thailand, dan

Brunei Darussalam.

Konsep daya saing, yang dikembangkan

oleh Global Economics Forum,

melibatkan komponen statis dan dinamis.

Daya saing dapat disebabkan oleh

kepemilikan sumber daya ekonomi

tertentu yang melimpah, sehingga

perekonomian tersebut memiliki daya

saing yang relative tinggi atas hasil

produksi yang menggunakan sumber daya

ekonomi tersebut secara intensif. Selain

itu, daya saing dapat ditumbuhkan dan

dikembangkan. Penguasaan teknologi

akan membawa perekonomian tersebut

memiliki daya saing tinggi.

World Economic Forum (WEF), suatu

lembaga yang menerbitkan “Global

Page 6: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 ISBN 978-979-3812-42-7

Competitiveness Report” mendefenisikan

daya saing nasional secara lebih luas

memberikan makna dengan kalimat yang

sangat sederhana. WEF mendefenisikan

daya saing nasional sebagai

“kemampuan perekonomian nasional

untuk mencapai pertumbuhan ekonomi

yang tinggi dan berkelanjutan”.

Fokusnya adalah pada kebijakan-

kebijakan yang tepat, institusi-institusi

yang sesuai, serta karakteristik-

karakteristik ekonomi lain yang

mendukung terwujudnya pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat

konsensus yang secara tegas

mendefinisikan daya saing. Setidaknya

walau dengan definisi yang tidak begitu

seragam, hampir semua ahli mempunyai

kesamaan pendapat tentang apa saja yang

harus dilakukan dalam rangka

meningkatkan daya saing (Sachs dkk,

2000, dalam PPSK BI, 2008). Dengan

demikian, definisi yang pasti dan

disepakati semua pihak tidak lagi menjadi

syarat mutlak dalam rangka mengetahui

faktor-faktor apa saja yang dapat

menentukan daya saing suatu negara.

Hasil studi penelitian Daryono dkk.

(2008; 2010; 2013) yang dikemukakan

dalam suatu kajiannya berkaitan dengan

kompetensi unggulan daerah di mana

perspektif daerah mempunyai daya tarik

tingkat wilayah atau nasional, karena

adanya perbedaan dalam aktivitas

ekonomi pada setiap daerah yang

mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan

daya saing daerah. Kebijakan nasional

menjadi salah satu pertimbangan bagi

pengambil kebijakan di daerah untuk

menentukan tindakan ke depan.

Sedangkan aset regional dapat

dipengaruhi dan dibentuk oleh kebijakan

pembangunan daerah, sehingga menjadi

fokus bagi pengambil kebijakan untuk

mendorong pertumbuhan di daerah.

Ukuran Daya Saing

Menurut OECD (2005) daya

saing wilayah dicapai melalui tahapan,

(1) memperbaiki daya saing pada tingkat

mikro atau perusahaan untuk

memperbaiki kinerja makro ekonomi,

(2), keuntungan dari daya saing

perusahaan yang meningkat dapat

diterjemahkan ke dalam standar

kehidupan lebih baik untuk semua, dan

(3), kompetisi berlangsung dan diuji oleh

kondisi pasar yang terbuka. Konsep ini

selanjutnya diperluas pada tingkat

wilayah, di mana setiap ruang

mempunyai anugerah (endowment) dan

tingkat daya tarik berbeda. Huggins

(2003) menggunakan indeks sebagai

metode pengukuran daya saing

berdasarkan model tiga faktor terdiri dari

(1) input, (2) output, dan (3) hasil

sebagai kerangka daya saing daerah dan

regional. Hubungan ketiga faktor

tersebut menjadi penentu keberhasilan

dalam meningkatan daya saing daerah.

Kinerja dari faktor-faktor

utama pembentuk daya saing daerah

akan menimbulkan perbedaan dalam

output dan kinerja perekonomian

masing-masing daerah, pada akhirnya

akan menghasilkan perbedaan pada

tingkat keberlanjutan kualitas hidup dan

kesejahteraan masyarakatnya.

Sektor Perekonomian Unggulan

Pengembangan sektor

perekonomian diprioritaskan pada

pengembangan sektor-sektor

perekonomian yang potensi unggulan

berkembangnya cukup besar.

Perkembangan ekonomi daerah/wilayah

merupakan upaya membangun suatu

aktivitas perekonomian yang mampu

tumbuh pesat serta memiliki keterkaitan

tinggi dengan sektor lain sehingga

membentuk forward linkage dan

backward linkage. Pertumbuhan cepat

dari sektor unggulan akan mendorong

polarisasi unit-unit ekonomi lainnya

yang pada akhirnya secara tidak

langsung sektor perekonomian lainnya di

daerah akan mengalami perkembangan.

Manfaat Penelitian

Penelitian tahap awal ini

dalam jangka pendek bertujuan untuk

manganalisis sektor unggulan di masing-

masing kabupaten/kota dan

mengahasilkan rancangan strategi yang

tepat. Jangka panjangnya penelitian ini

bertujuan untuk mengkaji model daya

saing daerah yang mampu mengurangi

Page 7: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 19 ISBN 978-979-3812-42-7

tingkat ketimpangan pembangunan

ekonomi daerah di Jawa Tengah. metode

analisis yang digunakan dalam untuk

mencapai tujuan menggunakan beberapa

penghitungan dengan metode kuantitatif

( Statistik deskriptif dan shift share )

Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan sumbangan keilmuan

(teori dan konsep) bagi perencanaan

kebijakan pengembangan daya saing

sektor unggulan b a g i pe r t u mb uh an

e ko no mi daerah.

Manfaat praktis s t u d i

penelitian ini bagi pembangunan daerah

adalah terwujudnya peningkatan daya

saing daerah berdasarkan keunggulan

masing-masing daerah, memperkuat

daya saing daerah, dan mampu

mengembangkan daya saing daerah bagi

sektor unggulan yang semakin kuat

melalui desain pengembangan

perencanaan wilayah khususnya di Jawa

Tengah.

Metode Penelitian

Permasalahan yang dikaji dalam

penelitian ini yaitu menganalisis daya

saing daerah dengan menguji hubungan

pengaruh antara keunggulan komparatif,

keunggulan kompetitif, produktivitas

daerah, dan pembangunan wilayah, maka

rancangan penelitian ini melakukan

eksplorasi berdasarkan fakta-fakta empiris

yang terdapat di wilayah penelitian dan

dianalisis dengan pendekatan kuantitatif.

Adapaun lokasi dan obyek penelitian ini

mengambil pengamatan di willayah Jawa

Tengah, yang meliputi 35 Wilayah/daerah

kota/kabupaten.

Metode Analisis Analisis data pada penelitian ini

menggunakan metode analisa statistik

deskriptif dan metode analisa statistik

inferensial yang dibagi dalam dua tahap

(dua tahun). Pada tahun pertama

menggunakan metode analisis statistik

deskriptif, shift share Estaban Marquillas.

Variabel Penelitian Dan Definisi

Operasional Variabel Adapun variabel yang diteliti merupakan

variabel laten yang terdiri dari variabel

keunggulan komparatif (X1), variabel

keunggulan kompetitif (X2), variabel

produktivitas daerah (Y1), dan variabel

pembangunan wilayah (Y2). Masing-

masing variabel laten tersebut dijabarkan

ke dalam indikator-indikator yang lebih

operasional untuk pengukurannya.

Penjabaran masing-masing variabel laten

tersebut adalah:

1. Variabel keunggulan komparatif (X1),

dijabarkan dan diukur dalam

beberapa indikator, yaitu:

X1.1 LQ sektor primer yaitu

jumlah tenaga kerja di sektor

primer (ekstraktif) dibagi tenaga

kerja total sektor di

kabupaten/kota dibandingkan

jumlah tenaga kerja di sektor

primer (ekstraktif) dibagi tenaga

kerja total sektor di wilayah

propinsi.

X1.2 LQ sektor sekunder yaitu

jumlah tenaga kerja di sektor

sekunder (manufaktur) dibagi

tenaga kerja total sector di

kabupaten/kota dibandingkan

jumlah tenaga kerja di sektor

sekunder (manufaktur) dibagi

tenaga kerja total sektor di

wilayah propinsi.

X1.3 LQ sektor tersier yaitu

jumlah tenaga kerja di sektor

tersier (perdagangan dan jasa)

dibagi tenaga kerja total sektor

di kabupaten/kota dibandingkan

jumlah tenaga kerja di sektor

tersier (perdagangan dan jasa)

dibagi tenaga kerja total sektor

di wilayah propinsi.

X1.4 Indeks spesialisasi regional

yaitu untuk melihat tinggi

rendahnya tingkat spesialisasi

suatu daerah terhadap daerah

lainnya berdasarkan nilai PDRB

sektor tertentu dan total PDRB.

X1.5 kepadatan penduduk yaitu

jumlah penduduk dibagi luas

wilayah,

X1.6 jumlah angkatan kerja yaitu

jumlah penduduk dalam usia

kerja baik yang bekerja maupun

sedang mencari kerja.

X1.7 persentase penduduk

dengan pendidikan terendah

Page 8: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 20 ISBN 978-979-3812-42-7

tamat SMA sederajat yaitu

jumlah penduduk dengan

pendidikan terendah tamat SMA

sederajat dibagi total penduduk.

2. Variabel keunggulan kompetitif (X2),

dijabarkan dan diukur dalam

beberapa indikator, yaitu:

X2.1 investasi publik yaitu

jumlah belanja pelayanan publik

per kapita,

X2.2 government size yaitu total

pengeluaran pemerintah daerah

dibagi nilai PDRB,

X2.3 persentase penduduk yang

tamat pendidikan di Perguruan

Tinggi yaitu jumlah penduduk

lulusan perguruan tinggi dibagi

total penduduk,

X2.4 rasio pelayanan jaringan

jalan yaitu panjang jalan dibagi

jumlah penduduk,

X2.5 kualitas pelayanan jaringan

jalan yaitu persentase panjang

jalan dengan kondisi baik,

3. Variabel produktivitas daerah (Y1),

dijabarkan dalam beberapa

indikator, yaitu:

Y1.1 produktivitas sektor primer

(ekstraktif) yaitu nilai PDRB

sektor primer (ekstraktif) dibagi

tenaga kerja di sektor primer

(ekstraktif),

Y1.2 produktivitas sektor

sekunder (manufaktur) yaitu

nilai PDRB sektor sekunder

(manufaktur) dibagi tenaga

kerja di sektor sekunder

(manufaktur),

Y1.3 produktivitas sektor tersier

(perdagangan dan jasa) yaitu

nilai PDRB sektor tersier

(perdagangan dan jasa) dibagi

tenaga kerja di sektor tersier

(perdagangan dan jasa),

Y1.4 produktivitas tenaga kerja

yaitu nilai PDRB dibagi total

tenaga kerja.

4. Variabel pembangunan wilayah (Y2),

dijabarkan dalam beberapa

indikator, yaitu:

Y2.1 pertumbuhan ekonomi,

yaitu besarnya pertumbuhan

ekonomi pada masing-masing

daerah

Y2.2 pendapatan per kapita yaitu

nilai PDRB dibagi jumlah

penduduk,

Y2.3 indeks pembangunan

manusia yaitu pengukuran

perbandingan dari harapan

hidup, melek huruf, pendidikan

dan standar hidup di setiap

kabupaten/ kota.

Y2.4 tingkat kemiskinan yaitu

jumlah penduduk miskin dibagi

jumlah penduduk,

Y2.5 angka harapan hidup

(AHH) yaitu rata-rata tahun

hidup yang masih akan dijalani

oleh seseorang yang telah

berhasil mencapai umur x, pada

suatu tahun tertentu.

Y2.6 tingkat pengangguran yaitu

jumlah penduduk yang tidak

bekerja atau sedang mencari

kerja dibagi jumlah penduduk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Sektor Unggulan di 35

Kabupaten/Kota Jawa Tengah

Analisis sektor unggulan

merupakan aspek penting dalam

menentukan daya saing dan

pembangunan suatu daerah. Sektor yang

mempunyai peranan yang sangat besar

dalam usaha peningkatan pertumbuhan

suatu wilayah yang dapat dilihat dari

tingginya nilai share dan

pertumbuhannya, yang secara umum

suatu sektor dianggap layak menjadi

sektor unggulan apabila memiliki

kontribusi yang besar, baik secara

langsung maupun tidak langsung

terhadap aktivitas perekonomian wilayah

dalam mencapai tujuan pembangunan.

Sehingga dengan diketahuinya sektor

unggulan dan dioptimalkannya sektor

tersebut maka akan berdampak positif

bagi kemajuan perekonomian daerah.

Dalam penelitian ini untuk

menentukan sektor unggulan di

kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah

menggunakan analisis shift share-estaban

marquellas yang akan mengidentifikasi

sektor berdasarkan spesialisasi sektoral

Page 9: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 21 ISBN 978-979-3812-42-7

dan keunggulan kompetitif sektoral.

Untuk mempertajam analisis maka akan

dikombinasikan dengan analisis location

quotient yang akan mengidenfikasi

keunggulan suatu daerah. Adapun data

yang digunakan dalam analisis shift shate

menggunakan data PDRB berdasarkan

harga konstan kabupen/kota Provinsi

Jawa Tengah tahun 2010 dan 2014.

Sedangkan analisis location qoutient

menggunakan data tahun 2010-2014.

Adapun hasil analisis sshift share sebagai

berikut:

1. Bahwa masing-masing daerah di

Provinsi Jawa Tengah mempunyai

spesialisasi sektoral yang berbeda-

beda. Spesialiasi sektoral tiga

tertinggi di Kabupaten/Kota Provinsi

Jawa Tengah meliputi: Banyumas;

Kota Pekalongan (14); Pemalang;

Kota Magelang; Kota Salatiga (13);

Kota Surakarta (12). Sedangkan

spesialisasi sektoral tiga terendah

meliputi: Kudus (1); Cilacap (2);

Kendal dan Brebes (3). Adapun 3

sektor dominan yang memiliki

spesialisasi di masing-masing daerah

meliputi: sektor Jasa Pendidikan (28);

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

(26) dan Jasa lainnya (25). Sedangkan

yang 3 sektor yang memiliki

spesialisasi namun tidak dominan

meliputi: sektor Industri Pengolahan

(6); Konstruksi (8); Informasi dan

Komunikasi (10). Hal tersebut

menunjukkan berdasarkan daerah

masih ada perbedaan yang cukup jauh

antara daerah satu dengan yang

lainnya.

2. Analisis unggulan pada masing-

masing daerah juga tidak lepas dari

keunggulan kompetitif. Artinya

Sektor yang memiliki keunggulan

kompetitif di dalamnya memiliki

lingkungan yang kondusif bagi

perkembangan sektor tersebut.

Adapun hasil analisis keunggulan

kompetitif sektoral Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Tengah sebagai

berikut: bahwa masing-masing daerah

di Provinsi Jawa Tengah juga

mempunyai keunggulan kompetitif

sektoral yang berbeda-beda.

Keunggulan kompetitif sektoral tiga

tertinggi di Kabupaten/Kota Provinsi

Jawa Tengah meliputi: Blora (15);

Banjarnegara (14); Wonosobo dan

Wonogiri (13). Sedangkan

keunggulan kompetitif tiga terendah

meliputi: Karanganyar (2);

Purworejo, Sukoharjo, Tegal, Kota

Salatiga (4); dan Kota Semarang (5).

Adapun 3 sektor dominan yang

memiliki keunggulan kompetitif

dimasing-masing daerah meliputi:

sektor Industri Pengolahan (31),

Informasi dan Komunikasi (25) dan

Konstruksi (20). Sedangkan yang 3

sektor yang memiliki keunggulan

kompetitif namun tidak dominan

meliputi: sektor Penyediaan

Akomodasi dan Makan Minum (12);

Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

(13); Real Estate dan Pengadaan Air,

Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang (14). Hasil ini

menunjukkan bahwa masing-masing

daerah masih ada perbedaan. Hal

tersebut telihat pada daerah yang

hanya mempunyai 2 sektor unggulan

kompetitif dibandingkan dengan

daerah yang mempunyai 15 sektor

unggulan.

3. Adapun hasil akumulasi dari adanya

spesialisasi dan keunggulan

kompetitif Kabupaten/Kota Provinsi

Jawa Tengah sebagai berikut: bahwa

masing-masing daerah di Provinsi

Jawa Tengah yang mempunyai

spesialisasi dan keunggulan

kompetitif sektoral yang bervariasi.

Spesialisasi dan Keunggulan

kompetitif sektoral tiga tertinggi di

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa

Tengah meliputi: Wonogiri (9);

Wonosobo; Banjarnegara (8); Blora

(7). Sedangkan spesialisasi dan

keunggulan kompetitif tiga terendah

meliputi: Cilacap; Kudus (0);

Purworejo; Karanganyar; Tegal; Kota

Semarang (2); Sukoharjo; Semarang;

Batang; Pekalongan; Brebes; Kota

Salatiga (3). Adapun 3 sektor

dominan yang memiliki spesialisasi

Page 10: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 22 ISBN 978-979-3812-42-7

dan keunggulan kompetitif dimasing-

masing daerah meliputi: sektor Jasa

Pendidikan (15); Jasa Kesehatan dan

Kegiatan Sosial (14); Jasa lainnya dan

Pertambangan dan Penggalian (13).

Sedangkan yang 3 sektor yang

memiliki spesialisasi dan keunggulan

kompetitif namun tidak dominan

meliputi: sektor Konstruksi (3);

Industri Pengolahan; Informasi dan

Komunikasi; Real Estate (4);

Pengadaan Listrik dan Gas (5). Hasil

ini menunjukkan bahwa masing-

masing daerah masih ada yang tidak

memiliki sektor spesialisasi sekaligus

keunggulan kompetitif. Bahkan pada

masing-masing sektoral yang

berjumlah 17 sektor dibandingkan

dengan jumlah kabupaten/kota yang

berjumlah 35 daerah tidak mencapai

50 persen yang mempunyai

spesialisasi dan keunggulan

kompetitif di Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Tengah.

4. Selain spesialisasi dan keuggulan

kompetitif dalam mendorong daya

saing daerah tentu diperlukan

keunggulan komparatif. Adapun hasil

analisis keunggulan komperatif

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa

Tengah sebagai berikut: bahwa secara

dominan daerah mempunyai

komoditas unggulan yang beragam.

Artinya tidak ada daerah yang secara

keseluruhan memiliki komoditas

unggulan/keunggulan komperatif.

Daerah yang memiliki keunggulan

komperatif tiga tertinggi di

kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah

meliputi: Banyumas; Kota Magelang;

Kota Pekalongan (14); Pemalang;

Kota Salatiga (13); dan Kota

Surakarta (12). Sedangkan

keunggulan komperatif tiga terendah

meliputi: Kudus (1); Cilacap (2);

Demak; Kendal; Brebes (5). Adapun

3 sektor dominan yang memiliki

keunggulan komperatif di masing-

masing daerah meliputi: sektor Jasa

Kesehatan dan Kegiatan Sosial (28);

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

(26); dan Jasa lainnya (25).

Sedangkan yang 3 sektor yang

memiliki keunggulan komperatif

namun tidak dominan meliputi: sektor

Industri Pengolahan (6); Konstruksi

(8); Informasi dan Komunikasi (11).

Hasil ini juga menunjukkan bahwa

daerah kota cenderung lebih dominan

memilki keunggulan komperatif yang

memiliki sektor unggulan lebih besar

dari 10 sektor. Namun terlihat juga

keunggulan komperatif tidak meliputi

sektor pertanian.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian

tentang efisiensi dan daya saing dan

implikasinya bagi unggulan sektor di

daerah, maka dapat disimpulkan:

1. Daerah dengan spesialisasi sektoral 3

tertinggi yaitu; 1) Banyumas, Kota

Pekalongan; 2) Pemalang, Kota

Magelang, Kota Salatiga; 3) Kota

Surakarta.

2. Sektor dominan yang memiliki

spesialisasi yaitu; 1) sektor Jasa

Pendidikan; 2) Perdagangan Besar dan

Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda

Motor; 3) Jasa lainnya.

3. Daerah dengan keunggulan kompetitif

sektoral 3 tertinggi meliputi; 1) Blora;

2) Banjarnegara; 3) Wonosobo dan

Wonogiri.

4. Sektor dominan yang memiliki

keunggulan kompetitif dimasing-

masing daerah meliputi; 1) sektor

Industri Pengolahan, 2) Informasi dan

Komunikasi; 3) Konstruksi.

5. Daerah dengan spesialisasi dan

keunggulan kompetitif sektoral 3

meliputi; 1) Wonogiri; 2) Wonosobo,

Banjarnegara; 3) Blora.

6. Sektor dominan yang memiliki

spesialisasi dan keunggulan kompetitif

dimasing-masing daerah meliputi; 1)

sektor Jasa Pendidikan; 2) Jasa

Kesehatan dan Kegiatan Sosial; 3)

Jasa lainnya dan Pertambangan dan

Penggalian.

7. Daerah yang memiliki keunggulan

komperatif 3 tertinggi meliputi;: 1)

Banyumas, Kota Magelang, Kota

Pekalongan; 2) Pemalang, Kota

Salatiga; 3) Kota Surakarta.

Page 11: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 23 ISBN 978-979-3812-42-7

8. Sektor dominan yang memiliki

keunggulan komperatif di masing-

masing daerah meliputi; 1) sektor Jasa

Kesehatan dan Kegiatan Sosial; 2)

Perdagangan Besar dan Eceran,

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; 3)

dan Jasa lainnya.

REFERENSI

Amzul, Rifin. 2011. The Role of palm Oil

Industry in Indonesia Economy

And its Export Competitiveness.

Disertation. University of Tokyo

Arifin, Bustanul. 2013. “On the

Competitiveness and Sustainability

of the Indonesian Agricultural

Export Commodities”. ASEAN

Journal of Economics,

Management and Accounting 1

(1): 81-100 (June 2013)

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa

Tengah. 2015. Hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional Tahun 2014

Provinsi Jawa Tengah. Semarang:

BPS Provinsi Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa

Tengah. 2015. Produk Domestik

Regional Bruto Jawa Tengah:

Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah

2005 – 2014. Kerjasama Badan

Pusat Statistik Provinsi Jawa

Tengah dan Badan Perencanaan

dan Pembangunan Daerah

Provinsi Jawa Tengah. Semarang

BPS Provinsi Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa

Tengah. 2015. Analisa Indikator

Ekonomi dan Sosial Jawa Tengah

Tahun 2014. Kerjasama

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

dengan BPS Provinsi Jawa

Tengah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa

Tengah. 2014. Analisa

Penyusunan Kinerja Makro

Ekonomi dan Sosial Jawa Tengah

Tahun 2014. Kerjasama

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

dengan BPS Provinsi Jawa

Tengah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa

Tengah. 2014. Data

Ketenagakerjaan di Jawa Tengah

2008. Surakarta: BPS Provinsi

Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa

Tengah. 2015. Statistik Keuangan

Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota 2005 – 2015.

Semarang: BPS Provinsi Jawa

Tengah.

Blochliger, H. And B. Egert, 2013,

“Decentralisation and Economic

Growth – Part 2: The Impact on

Economic Activity, Productivity

and Investment”, OECD Working

Papers on Fiscal Federalism, No.

15, OECD Publishing

Bristow Gillian, 2009, Resilient regions:

re-‘place'ing regional

competitiveness, Accepted

December 9, 2009, Cambridge

Journal Regions, Economy and

Society, Published by Oxford

University Press

Bristow Gillian, 2010, Critical

Reflections on Regional

Competitiveness, Theory, Policy

and Practice, Routledge, New

York.

Boschma, R.A. 2004. Competitiveness of

regions from an evolutionary

perspective, Regional Studies. 38:

993 –1006.

Budi Santoso, Eko, 2011 Analisis Daya

Saing Daerah dan Implikasinya

terhadap pembangunan Wilayah

di Jawa Timur, Penelitian Tidak

Dipublikasikan, Program Doktor

Ilmu Ekonomi Universitas

Brawijaya Malang.

Chung, Sungchul. 2010. “Innovation,

Competitiveness, and Growth:

Korean Experiences”. Paper for

Annual World Bank Conference on

Development Economics 2010.

Seoul: The Science and

Technology Policy Institute

(STEPI).

Delgado, Mercedes., Christian Ketels,

Michael E. Porter, and Scott

Page 12: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 24 ISBN 978-979-3812-42-7

Stern. 2012. The Determinants of

National Competitivesness.

Working Paper 18249. Cambridge,

MA: National Bureau of

Economics Research.

Dawkins, C.J. 2003. Regional

Development Theory: Conceptual

Foundations, Classic Works, and

Recent Developments. Journal of

Planning Literature. Vol. 18, No.

2. November 2003.

Djakapermana, R.D. 2010.

Pengembangan Wilayah Melalui

Pendekatan Kesisteman. Bogor:

IPB Press.

Farole, Thomas and Deborah Winkler.

2012. EXPORT

COMPETITIVENESS IN

INDONESIA’S

MANUFACTURING SECTOR.

Report for the World Bank study

on The competitiveness

manufacturing sector and is

funded by Multi-Partner Facility

for Trade and Investment Climate.

Jakarta: World Bank

Fujita, M. and Krugman, P. 2004. The

New Economic Geography: Past,

Present and the Future. Papers in

Regional Science, 83: 139 – 164.

Hussin and Wuan Ching. 2013. The

Contribution of Economic Sectors

to Economic Growth: The Cases

of Malaysia and China.

International Journal of Academic

Research in Economics and

Management Sciences. Vol.2 No.2

Maret 2013.

Isard, Walter, et.al. 1998. Methods of

Interregional and Regional

Analysis. Aldeshot: Ashgate.

Lengyel, I. 2004. The Pyramid Model:

Enhancing Regional

Competitiveness in Hungary. Acta

Oeconomica. Vol. 54 (3): pp. 323–

342.

Jansson Johan, and Anders Waxell,

2011, Quality and Regional

Competitiveness, Centre for

Research on Innovation and

Industrial Dynamics (CIND),

Department for Social and

Economic Geography, Revision

received April 28, 2011. Uppsala

University, PO Box 513, 751 20

Uppsala, Sweden

Jogiyanto, dan Abdillah W. 2009.

Konsep dan Aplikasi Partial Least

Square untuk Penelitian Empiris.

Yogyakarta: BPFE.

Kitson, M., Martin, R. and Tyler, P.

2004. Regional Competitiveness:

An Elusive yet Key Concept?

Regional Studies, 38 (9): 991 —

999.

Kline, R.B. 2005. Principles and Practice

of Structural Equation Modeling.

New York, NY: The Guilford

Press.

KPPOD. 2007. Tata Kelola Ekonomi

Daerah di Indonesia 2007.

Jakarta: KPPOD-USAID-Asia

Foundation.

Krugman, Paul. 1991. Increasing returns

and economic geography. Journal

of Political Economy 99: 483 –

499.

Martin Rona & Peter Sunleyb , 2016,

Original Articles: Paul

Krugman's Geographical

Economics and Its Implications

for Regional Development

Theory: A Critical Assessment,

pages 259-292,

DOI:10.2307/144401, Publishing

models and article dates

explained, Published online: 09

Jun 2016, Economic Geography

, Volume 72, Issue 3, 1996,

Routledge.

OECD Reviews of Regional

Innovation. 2007. Competitive

Regional Clusters: National

Policy Approaches. Paris: OECD

Publishing. OECD. 2009. How Regions Grow:

Trends and Analysis. Paris: OECD

Publishing.

OECD, 2012. OECD Economic Surveys:

Korea. April 2012

OECD, Indonesia's Trade Potential”,

OECD Trade Policy Papers, No.

82, OECD Publishing

PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE

Unpad. 2008. Profil dan

Pemetaan Daya Saing Ekonomi

Page 13: EFISIENSI DAYA SAING UNTUK SEKTOR UNGGULAN …lpp.uad.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/3.-daryono-13-25.pdf · sektor unggulan, daya saing daerah input-output secara berkelanjutan

THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta

THE 5TH URECOL PROCEEDING 25 ISBN 978-979-3812-42-7

Daerah Kabupaten/Kota di

Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Porter,Michael E. 2009. International

Cluster Competitiveness Project.

Institute for Strategy and

Competitiveness, Harvard

Business School; Molnar, M. and

M. Lesher. 2008. “Recovery and

Beyond: Enhancing

Competitiveness to Realise.

Ray, S.C. 2004. Data Envelopment

Analysis: Theory and Techniques

for Economics and Operations

Research. Cambridge, UK:

Cambridge University Press.

Romer, D. 2006. Advanced

Macroeconomics, 3rd edition. New

York: Mc.Graw-Hill.

Rustiadi, E., Saefulhakim S. dan

Panuju D.R. 2009. Perencanaan

dan Pengembangan Wilayah.

Jakarta: Crestpent Press dan

Yayasan Obor Indonesia.

Saxena, Sanchita Banerjee and

Veronique Salze-Lozac’h. 2010.

Competitiveness in the Garment

And Textiles Industry: Creating a

supportive environment: A CASE

STUDY OF BANGLADESH,

OCCASIONAL PAPER, NO. 1,

JULY 2010, Asia Foundation.

Schwab, Klaus., Xavier Sala-I Martin,

and Børge Brende. 2013. The

Global Competitiveness Report

2013–2014. Geneva: World

Economic Forum.

Sheffi, Yossi. 2010. Logistics Intensive

Clusters: Global Competitiveness

and Regional Growth. Elisha Gray

II Professor of Engineering

Systems, MIT.

Soebagiyo Daryono, 2008, Analisis

Kompetensi Unggulan Daerah

Pada Produk Batik Tulis dan Cap

di Dati II Kota Surakarta, JEP

Vol.9, No.2 Desember 2008

Soebagiyo Daryono dan Darmansyah,

2010 Stimulus Ekspor Terhadap

Kinerja Perusahaan Perusahaan

Batik, JEP Vol 11 No.2 Desember

2011

Soebagiyo Daryono, 2013 Regional

Competitiveness and its

Implications for Development,

JEP Vol 14 No.2, December 2013

Balai Penelitian dan

Pengembangan Ekonomi UMS,

Surakarta.

Soebagiyo Daryono, 2014 Analisis Daya

Saing Daerah dan Implikasinya

terhadap Pembangunan Wilayah

di Jawa Tengah, Penelitian

Unggulan Perguruan Tinggi,

Belum Dipublikasikan, UMS

Surakarta.

Soebagiyo Daryono, Arifin Sri

Hascaryo, 2016, Leading Sectors

15 Countries-Districts in Central

Java, Jurnal Ekonomi

Pembangunan ISSN 1411-6081,

Vol. 17 (1) June 2016, Page 74-83,

online at http:// Journals.

Ums.ac.id

Tsoulfidis, Lefteris. 2010. Competing

Schools of Economic Thought.

Berlin: Springer Verlag.

Villaverde, J. 2006. A New Look to

Convergence in Spain: A Spatial

Econometric Approach, European

Urban and Regional Studies 2006;

13 (2): 131 – 141.

Wise and Shtylla. 2007. The Role of the

Extractive Sector in Expanding

Economic Opportunity. Harvard

University

World Bank, 2012. ”Connecting to

Compete. Trade Logistics in the

Global Economy” Washington DC

World Bank, 2012 . ”Connecting to

Compete. Trade Logistics in the

Global Economy” Washington DC

World Bank. 2012. Picking up the Pace:

Reviving Growth in Indonesia’s

Manufacturing Sector. Jakarta:

World Bank.