EFEKTIVITAS PERMAINAN PURA – PURA
Transcript of EFEKTIVITAS PERMAINAN PURA – PURA
EFEKTIVITAS PERMAINAN PURA – PURA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA
PADA ANAK PRA SEKOLAH
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Meliana Adiningsih Wijaya
NIM : 029114036
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007 i
TAKE TIME
Take time to think; It is the source of power.
Take time to read; It is the foundation of wisdom.
Take time to play; It is the secret of staying young.
Take time to be quiet; It is the opportunity to seek GOD.
Take time to be aware; It is the opportunity to help others. Take time to love and to be loved;
It is God’s greatest gift. Take time to laugh;
It is the music of the soul. Take time to be friendly;
It is the road to happiness. Take time to dreams;
It is what the future is made of. Take time to pray;
It is the greatest power on earth
To my Lord Jesus Christ, my dearest family,
my friends And all children in the world
iv
vi
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PERMAINAN PURA-PURA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PRA SEKOLAH
Permainan pura-pura merupakan jenis permainan aktif yang dimainkan
oleh anak usia pra sekolah bersama dengan anak lainnya. Permainan pura-pura melibatkan bahasa sebagai mediator untuk menjelaskan imajinasi dan khayalan anak. Permainan ini dapat melatih kemampuan berbahasa anak yang diyakini memiliki arti penting dalam proses tumbuh kembang anak. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat efek atau pengaruh permainan pura-pura dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak pra sekolah.
Desain eksperimen yang digunakan adalah eksperimen ulang (pretest-posttest control group design). Subyek penelitian adalah 24 siswa TK berusia 4 – 6 tahun, terbagi menjadi 14 anak dalam kelompok eksperimen atau yang diberi permainan pura-pura dan 10 anak kelompok kontrol yang diberi permainan soliter dan permainan pasif. Untuk mengukur kemampuan berbahasa digunakan tes Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah (KBAPS) yang diberikan kepada kedua kelompok saat pretest dan posttest.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan independent sample t-test dinyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan dari permainan pura-pura terhadap peningkatan kemampuan berbahasa anak pra sekolah (t =4,720; p = 0.000). Kemampuan berbahasa kelompok yang bermain pura-pura lebih tinggi/baik dibandingkan dengan kelompok yang bermain aktif dan bermain pasif. Dari kelima aspek kemampuan berbahasa, permainan pura-pura terbukti memiliki pengaruh terhadap perkembangan kemampuan artikulasi (t = 2,159; p = 0,042), perbendaharaan kata (t = 3,049; p = 0,006), kemampuan menyusun kalimat (t = 4,415; p = 0,000) serta percakapan (t = 3,612; p = 0,002). Permainan pura-pura tidak memiliki dampak terhadap tingkat pemahaman anak (t = -0,276; p = 0,785). Dapat kita simpulkan permainan pura-pura sebagai salah satu jenis permainan yang dapat mendorong perkembangan kemampuan berbahasa anak pra sekolah. Kata kunci: permainan pura-pura, kemampuan berbahasa, anak pra sekolah
vii
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF PRETEND PLAY TO IMPROVE LANGUAGE COMPETENCE OF PRESCHOOL CHILDREN
Pretend play is an active game type played by children in pre school age,
with their peers. In pretend play children interact with peers and use explicit language as medium to define in imagination and fantasy. Pretend play can improve children’s language competence that is believed to have an important role in the course of children’s development process. Pursuant to the mentioned, this research was aimed to see the effect or influence of pretend play in improving the language competence of preschool children.
The experimental design used was pretest-posttest control group design. Subjects of the research were 24 kindergarten students in the age of 4-6 year, divided to two groups, 14 children in experiment group or given the pretend play and 10 children in control group that given the solitary and passive play. To measure their competencies level Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah test were used, which is given in pretest and posttest session.
Based on the analysis result using independent sample and paired sample t-test showed that there was a positive influence and significant improvement of pretend play to language competence of preschool children (t =4,720; p = 0.000). The language competence of children in the group that played pretend play were higher, compared to the group of children that playing the solitary and passive play. Among five aspects of language competence, pretend play has proven to gives influence to pronunciation ability development (t = 2,159; p = 0,042), collection vocabulary (t = 3,049; p = 0,006), ability to combine words into sentences (t = 4,415; p = 0,000), and conversation skill (t = 3,612; p = 0,002). Pretend play has no effect to child comprehension (t = -0,276; p = 0,785). Thus, the conclusion of the experiment was that pretend play can push the growth of language competence.
Keywords: pretend play, language competence, preschool children
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan
melimpahkan kasih karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis berhasil
menyelesaikan skripsi yang berjudul Efektivitas Permainan Pura-pura Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah, sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana Psikologi pada Program Studi Psikologi Jurusan
Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Keberhasilan penulis dalam penulisan skripsi ini tidak bisa lepas dari
bantuan, kritik dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bpk. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Bpk. Dr. A. Supratiknya selaku dosen pembimbing penulis yang selalu
memberikan masukan-masukan yang berarti bagi penulis serta
menjadikan penulis belajar akan banyak hal khususnya yang berkaitan
dengan penulisan skripsi ini.
3. Bpk. Agung Santoso, S.Psi yang bersedia meluangkan waktunya untuk
berdiskusi dengan penulis dan membekali pengetahuan yang bermanfaat
bagi penulis.
4. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.S. dan Pak V. Didik Suryo Hartoko,
S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji. Terima kasih atas kesediaannya untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun bagi karya tulis penulis.
ix
5. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi. dan Bpk. C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi. selaku
dosen pembimbing akademik penulis serta dosen-dosen Fakultas
Psikologi lainnya yang penulis banggakan.
6. Ibu Maria dan edukator TK Happy Holy Kids, Ms. Dyah, Ms. Anis dan
teman-teman TK dari TK Ceria di Demangan dan Timoho. Terima kasih
atas bantuan, dukungan dan partisipasi yang diberikan oleh penulis
selama melakukan penelitian, merupakan pengalaman yang luar biasa
bagi penulis.
7. Ibu A. Tanti Arini, S. Psi. dan Mas Mudji dari Laboratorium Psikologi
yang bersedia meminjamkan alat perekam guna penelitian penulis.
Terima kasih pula atas kesempatan menjadi asisten praktikum yang telah
diberikan kepada penulis.
8. Ibu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi dan Mas Doni yang selalu membantu
penulis ketika penulis membutuhkan sesuatu yang berhubungan dengan
kesekretariatan dan ruang baca Fakultas Psikologi.
9. Atas doa dan cinta yang tak terhingga dari orangtua penulis. Terima kasih
atas didikan dan kesabaran mama dan papa hingga penulis mampu
menghasilkan yang terbaik bagi penulis sendiri maupun orang lain.
Kakak-kakakku, yang telah menginspirasiku untuk berpikir dan
berperilaku dewasa serta mandiri.
10. Elvin, Tisa, Hani, Uci, Yosi, Ica, Dewi yang bersedia membantu menjadi
asisten peneliti dan kepada adi, danang, wawan, suko, joe, ohaq, pandji,
nat, vanty dan teman-teman angkatan 2002 lainnya, yang telah menjadi
x
bagian dari kehidupan penulis. Momen indah bersama kalian adalah
karunia terbaik yang pernah penulis dapatkan.
11. Organisasi, komunitas serta pihak-pihak yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengaktualisasikan dan
mengekspresikan potensi diri, baik di dalam dan luar kampus serta secara
akademik maupun non akademik. Pengalaman yang sangat berharga bagi
penulis.
12. Lian, Jeanne, Ina, Nanda, Eka, Evi, Ely dan Gita. Terima kasih atas
kebersamaan dan kehangatan selama kita hidup bersama.
13. Ms. Memey. Terima kasih atas semangat dan perjuanganmu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kelemahan dan
kekurangan. Oleh sebab itu dengan rendah hati penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga
skripsi ini berguna bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, Juli 2007
Penulis
Meliana Adiningsih Wijaya
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... . 9
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................... 11
A. Anak Pra Sekolah .................................................................................... 11
1. Definisi Anak Pra Sekolah ................................................................ 11
2. Beberapa Ciri Anak Pra Sekolah ....................................................... 12
3. Perkembangan Kognitif Anak Pra Sekolah ....................................... 13
xii
B. Bahasa ..................................................................................................... 16
1. Pengertian Bahasa ............................................................................. 16
2. Komponen-komponen Bahasa .......................................................... 17
3. Kemampuan Berbahasa .................................................................... 19
C. Permainan ................................................................................................ 25
1. Pengertian Permainan ........................................................................ 25
2. Jenis-jenis Permainan ........................................................................ 27
3. Permainan Pura-pura ......................................................................... 31
D. Kerangka Penelitian ................................................................................. 36
E. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 39
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 40
A. Desain Penelitian ..................................................................................... 40
B. Variabel Penelitian ................................................................................. 41
C. Definisi Operasional ................................................................................ 42
D. Subyek Penelitian .................................................................................... 45
E. Prosedur Penelitian .................................................................................. 45
1. Tahap Persiapan ................................................................................... 45
2. Tahap Perancangan Alat Ukur ............................................................. 46
3. Tahap Pelaksanaan .............................................................................. 47
F. Alat Ukur ................................................................................................. 50
G. Analisis Data ........................................................................................... 62
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 63
A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 63
B. Hasil Penelitian ........................................................................................ 67
xiii
1. Hasil Uji Asumsi ............................................................................... 67
a. Uji Normalitas ............................................................................. 67
b. Deskripsi Data Penelitian ............................................................ 68
2. Hasil Uji Hipotesis ............................................................................. 68
C. Pembahasan ............................................................................................. 71
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 75
A. Kesimpulan .............................................................................................. 75
B. Saran ........................................................................................................ 76
1. Bagi Peneliti Selanjutnya .................................................................. 76
2. Bagi Penelitian Selanjutnya ............................................................... 77
3. Bagi Para Pendidik dan Orang Tua ................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 78
LAMPIRAN ............................................................................................................ 82
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 3.1. Komposisi tes KBAPS setelah uji coba ............................................ 58
2. Tabel 3.2. Tabel spesifikasi dan penskoran tes kemampuan
berbahasa anak pra sekolah (KBAPS) ............................................. 59
3. Tabel 4.1. Hasil uji normalitas ........................................................................... 67
4. Tabel 4.2. Rerata dan standar deviasi pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol........................................................................ 68
5. Tabel 4.3. Rangkuman hasil uji t ........................................................................ 69
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 2.1. Skema efektivitas permainan pura-pura dalam
meningkatkan kemampuan berbahasa anak pra sekolah ..................... 39
2. Gambar 3.1. Rancangan desain penelitian .......................................................... 40
3. Gambar 3.2. Rancangan analisis data ................................................................. 62
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Alat tes sebelum dan setelah uji coba ................................................................ 82
2. Seleksi item ........................................................................................................ 83
3. Foto aktivitas kelompok kontrol ......................................................................... 89
4. Foto aktivitas kelompok eksperimen .................................................................. 90
5. Uji normalitas ..................................................................................................... 93
6. Data kelompok eksperimen dan kontrol ............................................................. 96
7. Contoh verbatim aspek menyusun kalimat ......................................................... 98
8. Contoh verbatim aspek percakapan .................................................................... 100
9. Hasil Uji t ............................................................................................................ 104
10. Surat ijin penelitian ............................................................................................. 107
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak kecil individu pasti diajar untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Sebelum berkomunikasi dengan menggunakan bahasa, bayi hanya bisa menangis
untuk menyampaikan sesuatu dan mulai mengeluarkan suara-suara tertentu ketika
menginjak usia tiga bulan. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya,
kebiasaan ini akan dialihkan menjadi bentuk komunikasi yang lebih baik seperti
berceloteh hingga kemampuan mengucapkan kata-kata dengan benar dan sesuai
dengan bahasanya. Kemajuan ini dapat dilihat pada anak usia dua tahun yang
biasanya mampu menyusun kalimat yang terdiri dari tiga atau empat kata
sedangkan di usia tiga tahun, menjadi enam sampai delapan kata dalam sebuah
kalimat (Hurlock, 1980).
Kini tidak sedikit orang tua yang memasukkan anaknya ke dalam
kelompok bermain (play group) dan Taman Kanak-Kanak (TK) sebelum anak
mereka menginjak bangku SD. Dalam UU RI nomor 26 tahun 2003 pasal 28 ayat
2, 3 dan 4 menyatakan bahwa pendidikan pra sekolah dapat diselenggarakan
melalui jalur formal, non formal dan atau informal. Pendidikan pra sekolah jalur
formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK) dan pada jalur non formal dapat
berbentuk kelompok bermain (play group) dan Taman Penitipan Anak (TPA).
Usia peserta didik atau siswa TK seperti yang diatur dalam Keputusan Mendiknas
RI no. 051/U/2002 pasal 4 ayat 1 adalah anak yang berusia 4 – 6 tahun. Santrock
(2002) menggolongkan rentang usia ini sebagai masa awal kanak-kanak (early
1
2
childhood) dimana anak mulai memperluas lingkup sosialnya dengan memasuki
kelompok bermain (play group) dan TK.
Ciri yang menonjol pada anak pra sekolah adalah perkembangan fisik-
motorik, sosial dan kepribadian, fungsi kognitif (Mőnks, Knoers, dan Haditono,
1999) serta perkembangan kemampuan berbahasa (Papalia dan Olds, 1986).
Anak-anak pada usia tersebut juga memiliki cara berpikir yang berbeda dalam
rangka mengembangkan kemampuan memahami konsep-konsep intelektual yang
sangat luas, serta mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui bahasa yang
sesuai dengan budaya sekitarnya. Disini anak memiliki kesempatan untuk bertemu
dan berinteraksi dengan para guru dan teman-teman sebaya, sehingga lingkungan
sosial mereka menjadi lebih luas. Anak dapat melakukan aktivitas bersama seperti
belajar dan bermain bersama guru dan anak yang lain, dengan bahasa sebagai
media komunikasinya.
Liebert, Wicks-Nelson, dan Kail (1986) mendefinisikan bahasa sebagai
salah satu alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan maksud, ide atau
gagasan, dapat bersifat lisan maupun tulisan. Setiap individu dilahirkan dengan
bakat dan potensinya masing-masing, termasuk kapasitasnya untuk memperoleh
dan mempelajari bahasa. Sebelum dapat menggunakan bahasa layaknya orang
dewasa, seorang anak melewati proses yang tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan fisik-motorik, sosial dan fungsi kognitifnya. Tangisan dan gestur
(gerakan tangan, kaki, mulut, mata) adalah cara yang digunakan oleh seorang bayi
untuk melakukan komunikasi sebelum dapat mengucapkan kata-kata. Namun
sebenarnya mereka mampu memahami dan merespon bahasa verbal maupun non
verbal orang tuanya, misalnya bayi yang tersenyum dan menggerakkan tangan
3
ketika ibunya menyebut namanya sambil mengulurkan tangan. Ini menunjukkan
adanya kemampuan untuk memaknai setiap bunyi atau gerakan tertentu. Dengan
bertambahnya usia, anak memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan orang
lain selain orang tuanya. Selama proses interaksi ini anak mampu mendengar dan
memahami kata yang dipergunakan oleh orang lain sekaligus juga memproduksi
kata-kata.
Bahasa memiliki tiga komponen, yakni sintaktik, fonologi dan semantik
(Dardjowidjojo, 2003). Sintaktik merujuk pada pengertian tentang tata bahasa,
atau cara yang digunakan untuk menghubungkan suatu suara dengan maknanya.
Komponen ini berkaitan dengan kata, frasa dan kalimat. Fonologi merujuk pada
bunyi yang terkandung di dalam sebuah kata ataupun kalimat. Semantik adalah
makna yang terkandung dan disimbolisasikan oleh bahasa. Selanjutnya
Dardjowidjojo (2003) menjelaskan bahwa berkomunikasi dengan tepat dan efektif
melibatkan pragmatika bahasa. Pengertian pragmatika bahasa mencakup
penggunaan bahasa dalam interaksi manusia. Individu tidak sekadar mengucapkan
kata-kata dan kalimat, namun juga memahami informasi yang disampaikan antara
pembicara dan pendengar ketika melakukan komunikasi.
Perkembangan kemampuan bahasa seorang anak berlangsung melalui
tahap-tahap tertentu. Mőnks, Knoers, dan Haditono (1999) menyebutkan bahwa
perkembangan kemampuan bahasa anak melalui tiga tahap. Pertama disebut tahap
pra-lingual, yaitu periode dimana anak atau bayi baru mampu memproduksi satu
kata. Satu kata dapat ditafsirkan sebagai suatu kalimat karena dengan satu kata
tersebut seorang bayi berusaha menyampaikan informasi. Kedua adalah tahap
lingual-awal, sekitar usia 1 – 2,5 tahun, yang ditandai dengan kemampuan untuk
4
memproduksi dua kata. Kata-kata yang dihasilkan sudah lebih banyak dan kalimat
yang dihasilkan merupakan kombinasi dua kata tersebut. Tahap ketiga, mulai usia
2 – 5 tahun, disebut periode diferensiasi karena anak mulai mampu memproduksi
3 kata beserta bertambahnya diferensiasi pada kelompok kata dan kecakapan
verbal.
Ingram, Christensen, Veach & Webster menyatakan bahwa kemampuan
untuk mengucapkan kata-kata akan berkembang perlahan-lahan pada masa pra
sekolah (dalam Liebert, Wicks-Nelson, dan Kail, 1986). Anak pra sekolah mulai
sering mengajukan pertanyaan tentang segala hal serta bercerita tentang apa yang
telah dilakukan dan dilihat, apa yang disukai dan tidak disukai, meminta sesuatu
ataupun menuntut orang lain melakukan sesuatu. Meskipun pelafalan, kombinasi
kata dan perbendaharaan kata yang digunakan oleh anak belum sama dengan apa
yang digunakan oleh orang dewasa, namun situasi seperti ini tentu saja dapat
memberikan landasan bagi pembentukan kemampuan berbahasa anak selanjutnya.
Lindfors (1980) mengatakan bahwa kemampuan bahasa yang dimiliki oleh anak
pra sekolah akan berkembang dengan baik dalam situasi pengalaman yang
bermakna dan menarik bagi mereka. Anak tidak hanya berbicara namun mereka
juga mendengarkan orang lain ketika berinteraksi, dan ini dapat memberikan
pengalaman komunikasi yang berarti baginya.
Sebagian besar bentuk pengajaran yang diberikan pada anak-anak pra
sekolah menggunakan bentuk permainan (Dariyo, 2001). Alasannya, rentang
perhatian mereka masih terbatas dan sulit diatur sehingga dalam mempelajari
sesuatu akan lebih mudah melalui kegiatan yang menyenangkan seperti bermain
daripada dengan cara yang lebih serius. Pertimbangan lainnya adalah membentuk
5
persepsi anak terhadap sekolah. Dengan mendapat kesenangan dari aktivitas
bermain di TK, anak akan merasa bahwa sekolah adalah hal yang menyenangkan.
Lima tahun pertama disadari oleh ahli psikologi sebagai tahap yang
penting, terlebih karena periode ini banyak digunakan oleh anak untuk bermain
(Sylva dan Lunt, 1988). Bermain adalah hal yang dekat dengan anak-anak. Setiap
anak merasa senang dan gembira ketika bermain. Anak yang melakukan suatu
permainan, baik itu dilakukan secara individual ataupun kelompok, dapat belajar
berbagai ketrampilan dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa. Setiap permainan
baru yang dimainkan berarti tambahan ketrampilan baru yang dipelajari
(Tedjasaputra, 2001). Ini menunjukkan bahwa ketika mempelajari suatu
ketrampilan melalui permainan, anak menjadi lebih tertarik dan tanpa merasa
terpaksa.
Monty P. Satiadarma (dalam Indriarso, 2003) mengatakan bahwa proses
bermain dan alat-alat permainan merupakan perangkat komunikasi bagi anak-
anak. Melalui permainan anak-anak belajar berkomunikasi dengan lingkungan
hidup, sosial serta dengan dirinya sendiri. Komunikasi yang dilakukan oleh anak
selama berinteraksi dengan orang lain tentu melibatkan bahasa sebagai media.
Seperti telah dijelaskan oleh Lindfors (1980), kemampuan berbahasa anak pra
sekolah akan berkembang baik dalam situasi pengalaman yang menarik, yakni
permainan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Caplan & Caplan (dalam
Hildebrand, 1991), yaitu bahwa bermain menyediakan landasan untuk
pembentukan bahasa. Dengan bermain, anak-anak pra sekolah akan
mengekspresikan secara verbal layaknya sebuah percakapan yang bersifat timbal
balik dan ini akan mempengaruhi kemampuan berbahasa anak.
6
Tedjasaputra (2001) membedakan kegiatan bermain menjadi tiga kategori
besar. Pertama, exploratory and manipulative play atau bermain menjelajah dan
manipulatif yang dapat diamati sejak masa bayi. Rasa senang anak terlihat saat
anak menjelajahi atau merasakan sesuatu pada bagian tubuhnya serta menyentuh
benda-benda dengan jemarinya. Kedua, destructive play atau bermain merusak
yang mulai tampak pada awal masa kanak-kanak (balita). Dengan merusak sendiri
bangunan balok-balok yang telah disusun sebelumnya menimbulkan kesenangan
tersendiri bagi anak. Ketiga, imaginative play atau make-believe play alias
bermain khayal atau pura-pura yang dimulai sejak anak berusia 3 tahunan.
Kegiatan ini melibatkan unsur imajinasi dan meniru perilaku orang dewasa dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya bermain ibu-ibuan, dokter-dokteran, sekolah-
sekolahan dan sebagainya.
Berdasarkan kategori di atas, bentuk permainan yang biasa dilakukan oleh
anak pra sekolah adalah permainan pura-pura. Rusmawati (2004) mengemukakan
bahwa permainan pura-pura merupakan permainan yang khas di awal masa kanak-
kanak. Permainan pura-pura adalah bentuk permainan aktif anak yang ditampilkan
melalui perilaku dan bahasa yang jelas dalam memainkan peran tertentu, serta
berhubungan dengan materi atau situasi yang seolah-olah mempunyai atribut yang
sama dengan yang sebenarnya (Hurlock, 1995). Permainan ini dilakukan bersama
dengan orang lain dan masing-masing dari mereka akan memainkan suatu peran.
Dalam memainkan suatu peran, mereka saling berinteraksi dengan menggunakan
bahasa layaknya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika bermain dokter-
dokteran, ada yang memerankan sebagai dokter dan sebagai pasien. Mereka akan
7
melakukan percakapan secara verbal dan berpura-pura menjadi dokter ataupun
pasien.
Vygotsky (dalam Rubin, Fein, dan Vandenberg, 1983) menyatakan
bahwa jenis permainan ini memungkinkan anak mengembangkan representasi
mental yaitu anak mampu memikirkan dan menggunakan simbol untuk
menggambarkan suatu peristiwa atau objek yang tidak terlihat. Pemberian simbol
terhadap apa yang dilihat dan dimainkan akan disampaikan oleh anak melalui
bahasa, maka di sini membutuhkan kemampuan berbahasa dari anak. Dengan
pura-pura menjadi dokter yang memeriksa pasien atau pura-pura menjadi guru
yang menerangkan di kelas, anak mendapatkan kesempatan untuk bereksplorasi
dan berbicara tentang sesuatu yang tidak hadir secara fisik dalam suasana yang
santai dan menyenangkan (Suprapti, 1999).
Dari uraian-uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa permainan pura-pura
dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa anak pra sekolah. Jenis permainan ini
dilakukan anak pra sekolah bersama dengan teman-teman sebayanya. Anak
berusaha menghadirkan objek atau perilaku yang secara fisik tidak ada, dengan
berpura-pura memainkan suatu peran tertentu. Kemampuan menyimbolisasikan
objek atau perilaku ini ditunjukkan melalui bahasa yang dipergunakan oleh anak
ketika bermain bersama dengan teman sebayanya layaknya sebuah percakapan.
Permainan ini membantu anak mengembangkan kemampuan berbahasa melalui
situasi yang menyenangkan.
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terhadap penelitian-penelitian yang
terkait, Suminar (1997) dan Nurnindyah, Hartati dan Hidayati (2004) membahas
topik yang hampir serupa. Suminar (1997) menyatakan bahwa jenis permainan ini
8
dapat membantu perkembangan bahasa dan kematangan sosial anak. Penelitian ini
menggunakan metode observasi terhadap perkembangan bahasa anak, khususnya
anak yang cenderung pendiam dan sulit berkomunikasi. Selain itu, Nurnindyah,
Hartati dan Hidayati (2004) menjelaskan bahwa permainan ini dapat
meningkatkan perbendaharaan kata serta mempermudah anak untuk memahami
apa yang dikatakan dan menangkap maksud perkataan orang lain. Penelitian ini
mengukur skor verbal anak dengan menggunakan tes Wechler Preschool Primary
Scale Of Intelligence (WPPSI). Kedua penelitian terdahulu memperlihatkan
pengaruh permainan pura-pura terhadap perkembangan bahasa. Yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti akan
meneliti pengaruh permainan jenis ini terhadap kemampuan berbahasa anak,
khususnya usia pra sekolah. Dengan kemampuan berbahasa yang baik, anak tidak
hanya dapat mengucapkan kata dan kalimat yang dimengerti oleh orang lain
melainkan juga memahami arti dari apa yang dikatakan oleh orang lain,
mempunyai perbendaharaan kata yang cukup memadai untuk mengungkapkan
pikiran, perasaan dan keinginan serta menggabungkan kata-kata menjadi kalimat
yang mempunyai makna. Kemampuan berbahasa dapat menyediakan dasar untuk
belajar membaca dan menulis serta prestasi akademis lainnya.
B. Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah apakah permainan pura-pura efektif dalam meningkatkan kemampuan
berbahasa pada anak pra sekolah? Peneliti ingin melihat efek permainan pura-pura
terhadap kemampuan berbahasa anak pra sekolah, dengan membandingkan
9
kemampuan berbahasa anak pra sekolah yang mendapatkan permainan pura-pura
dan tanpa permainan pura-pura.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
permainan pura-pura dalam meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak pra
sekolah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan dasar
untuk penelitian-penelitian lain di bidang psikologi perkembangan anak,
khususnya yang berkaitan dengan permainan pura-pura serta kemampuan
berbahasa anak pra sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Orang Tua
Diharapkan melalui penelitian ini, para orang tua dapat
memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan jenis
permainan ini. Dalam permainan ini, anak berpura-pura memerankan
suatu peran tertentu dan melakukan percakapan bersama dengan teman
sebaya ataupun orang dewasa lainnya. Aktivitas yang menyenangkan ini
tidak hanya mampu meningkatkan kemampuan berbahasa anak tapi juga
mendukung kemampuan anak untuk bersosialisasi.
10
b. Para Pendidik/edukator
Diharapkan melalui penelitian ini, dapat memberikan informasi
dan masukan bagi para para pendidik/edukator ketika merancang
kurikulum bagi anak didik usia pra sekolah. Dalam suasana bermain,
anak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan
secara verbal, mengembangkan perbendaharaan kata dan kemampuan
berbahasa lainnya. Kemampuan ini dapat dijadikan dasar bagi
perkembangan prestasi akademik lainnya.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anak Pra Sekolah
1. Definisi Anak Pra Sekolah
Periode perkembangan individu selepas masa bayi akan dilanjutkan
dengan masa awal kanak-kanak. Santrock (2002) menyatakan bahwa masa awal
kanak-kanak atau early childhood adalah periode yang merentang dari akhir
masa bayi hingga usia kira-kira 5 atau 6 tahun. Masa awal kanak-kanak juga
disebut sebagai tahun pra sekolah. Pada rentang usia ini anak mulai meluangkan
waktu untuk bermain dengan teman-teman sebaya, mengembangkan ketrampilan
bersekolah serta memulai karir sekolahnya dengan memasuki Taman Kanak-
kanak (TK). Dalam UU RI nomor 26 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional (pasal 28 ayat 3) dikatakan bahwa TK merupakan salah satu bentuk
pendidikan pra sekolah dengan jalur formal. Batasan usia peserta didik atau
siswa TK di Indonesia seperti yang diatur dalam Keputusan Mendiknas RI no.
051/U/2002 tentang penerimaan siswa pada Taman Kanak-kanak (TK) dan
sekolah (pasal 4 ayat 1) adalah 4 – 6 tahun.
Anak pra sekolah adalah anak yang berusia 2 – 6 tahun. Masa ini
merupakan masa yang paling aktif dalam rentang kehidupan (Pikunas, 1976;
McDevit dan Ormrod, 2002). Pada masa ini kreativitas, fantasi dan aktivitas
bermain anak akan meningkat. Ketika berada dalam kelompok bermain (play
group), TK ataupun di rumah, anak pra sekolah berusaha memahami dirinya dan
lingkungan melalui aktivitas bermain, baik yang dilakukan bersama individu,
11
12
objek ataupun situasi tertentu. Sawitri (2005) menyatakan bahwa anak pra
sekolah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, khususnya pada usia 3 – 5 tahun.
Anak senang mempelajari berbagai hal dan lebih mudah untuk menyerap apa
saja yang dipelajarinya.
Ahmadi dan Sholeh (2005) menjelaskan bahwa usia pra sekolah
merentang dari lahir sampai kira-kira 6 tahun. Masa ini dapat terbagi menjadi
dua, yakni masa vital dan masa estetik. Masa vital berlangsung sejak lahir
hingga usia 2 tahun. Disini anak menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk
belajar menemukan berbagai hal dalam dunianya. Masa estetik berlangsung dari
usia 3 sampai 5 tahun. Pada masa ini anak menggunakan panca indra untuk
mengeksplorasi dan belajar. Disini anak mulai mengembangkan kemampuan
berbahasanya untuk menghadapi dunia. Anak menemukan dirinya sebagai
subjek dan mampu mengadakan pemisahan secara mendasar antara dirinya
sendiri sebagai subjek dan yang lain sebagai objek.
2. Beberapa ciri Anak Pra Sekolah
Mőnks, Knoers, dan Haditono (1999) menjelaskan bahwa kondisi fisik –
motorik anak usia pra sekolah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Anak
pra sekolah sudah tidak membutuhkan bantuan dari orang lain untuk berdiri
maupun berjalan. Anak mampu melakukan aktivitas motorik baik ketrampilan
motorik kasar ataupun halus. Pada usia ini, anak mulai dapat menyesuaikan diri
dengan teman-teman sebaya.
Sawitri (2005) menjelaskan bahwa anak pra sekolah banyak melakukan
pembelajaran melalui kegiatan sehari-hari. Pembelajaran tersebut meliputi
pembelajaran sosialisasi (usia kelompok), pengenalan terhadap lingkungan
13
sekitarnya (usia menjelajah), ingin mengetahui banyak hal mengenai sebab
akibat dari suatu kejadian (usia bertanya), mulai meniru orang lain tentang
berbagai hal (usia meniru) serta aktivitas bermain yang melibatkan kreativitas
anak (usia kreatif).
Selain pertumbuhan fisik – motorik, sosial dan kepribadiannya anak pra
sekolah mengalami perkembangan yang paling menonjol pada aspek bahasa
(Papalia dan Olds, 1986; Siegler, 1991). Berkembangnya kemampuan berbahasa
anak pra sekolah dilihat dari perbendaharaan kata serta penggunaan kata dan
kalimat yang lebih kompleks. Di periode usia ini, anak sering mengajukan
pertanyaan dan permintaan serta mampu menyusun dan merangkai kalimat
sederhana untuk berkomunikasi dengan teman sebaya maupun orang dewasa di
sekitarnya (Papalia dan Olds, 1986)
Pikunas (1976) menyatakan bahwa imajinasi anak akan meningkat pada
usia pra sekolah. Anak pra sekolah menunjukkan ketertarikannya untuk
melakukan aktivitas bermain yang melibatkan daya kreativitas dan imajinasi.
Anak senang meniru perilaku orang dewasa, teman sebayanya atau karakter
dalam televisi yang dimainkannya dalam situasi pura-pura. Anak pra sekolah
senang menghabiskan waktu untuk bermain dan berfantasi yang dilakukan
bersama dengan teman sebaya (McDevit dan Ormrod, 2002).
3. Perkembangan Kognitif Anak Pra Sekolah
Santrock (2002) menyatakan bahwa dunia kognitif anak pra sekolah
adalah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Pada usia ini daya imajinasi anak dan
konsep mentalnya tentang dunia makin meningkat. Piaget (dalam Berk, 2005)
menyatakan bahwa proses kognitif anak pra sekolah berada pada tahap pra
14
operasional (the preoperational stage) dan berlangsung selama periode usia 2
sampai dengan 7 tahun. Pada tahap ini anak mengembangkan proses representasi
mental, yang mencakup penguasaan bahasa, bermain pura-pura, cerita imajinatif
serta menggambar.
Piaget (dalam Santrock, 2002) membagi tahap pra operasional menjadi
dua. Pertama, symbolic function substage atau subtahap fungsi simbolis yang
terjadi di usia 2 – 4 tahun. Pada subtahap ini, anak mampu memikirkan suatu
obyek meskipun obyek itu tidak hadir di hadapannya. Anak mampu mengimitasi
aktivitas yang pernah terjadi sebelumnya dengan menggunakan bayangan mental
terhadap aktivitas asli. Proses representasi mental ini disebut imitasi tertunda
atau defered imitation (Siegler, 1991).
Kedua, intuitive thought substage atau subtahap pemikiran intuitif yang
berlangsung antara usia 4 – 7 tahun. Pada subtahap ini, anak mulai menggunakan
penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Piaget
(dalam Santrock, 2002) menyebut intuitif karena anak begitu yakin tentang
pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki namun mereka mengetahuinya tanpa
menggunakan pemikiran rasional.
Ahmadi dan Sholeh (2005) mengkategorikan perkembangan kognitif
anak pra sekolah ke dalam dua bagian. Pertama, berpikir secara konkret (dengan
objek yang nyata) mengarah pada proses berpikir anak yang dirangsang dengan
benda atau alat peraga. Kedua, berpikir secara simbolis atau sistematis, yaitu
anak berpikir dengan menggunakan simbol/tanda sehingga mampu mengenal
huruf, angka, skema dan lain sebagainya.
15
Pada tahap pra operasional, kemampuan anak untuk merepresentasikan
objek dan peristiwa secara mental dapat dilihat dari kemampuan berbahasa serta
keterlibatan anak dalam permainan pura-pura (McDevit dan Ormrod, 2002).
Anak dapat menamai suatu objek atau peristiwa dengan menggunakan kata,
meskipun objek atau peristiwa itu tidak hadir di depannya. Kata-kata yang
dimiliki oleh anak mewakili pikiran simbolisnya. Selain itu, anak senang
melakukan aktivitas bermain fantasi dan pura-pura. Dengan menggunakan benda
dan situasi, anak memerankan perilaku orang lain yang berada di sekitarnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka yang dimaksud dengan anak pra
sekolah adalah anak dengan rentang usia 2 – 6 tahun, dimana aspek
perkembangan fisik-motorik, sosial, kepribadian dan fungsi kognitifnya kian
meningkat. Pada periode ini biasanya anak memasuki suatu kelompok bermain
(play group) dan Taman Kanak-kanak (TK). Ciri yang menonjol dari anak pra
sekolah adalah berkembangnya kapasitas kognitif anak untuk merepresentasikan
dunianya secara simbolis. Anak pra sekolah mulai mengembangkan kemampuan
berbahasa dan menunjukkan keterlibatannya dalam permainan pura-pura. Pada
masa ini anak senang memerankan peran tertentu yang dilakukan bersama
dengan orang lain serta menggunakan bahasa sebagai pengantar.
Berdasarkan usia kronologis terdapat berbagai pendapat mengenai
batasan usia anak pra sekolah. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan penelitian
terhadap anak pra sekolah dengan batasan usia 4 – 6 tahun yang menjadi peserta
didik atau siswa TK. Alasannya, seperti yang telah dijelaskan di bagian
pendahuluan bahwa pada rentang usia ini anak telah mampu memproduksi
kalimat dengan tiga kata di dalamnya dan melakukan diferensiasi pada
16
kelompok kata. Anak juga mempunyai ketertarikan untuk meniru perilaku dan
pengalaman orang lain yang dimunculkannya dalam aktivitas pura-pura. Peneliti
merasa bahwa dengan kemampuan ini, anak pra sekolah mampu merangkai
kalimat dalam percakapan bersama dengan temannya ketika memainkan
permainan pura-pura.
B. Bahasa
1. Pengertian Bahasa
Salah satu aspek penting dalam perilaku manusia adalah kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain. Apabila seseorang berpikir tentang
komunikasi secara umum maka aspek komunikasi yang pertama kali muncul
adalah bahasa verbal (Matsumoto, 1996). Lebih lanjut Matsumoto (1996)
menjelaskan bahwa bahasa dapat dianggap sebagai manifestasi dan produk dari
lingkungan. Selain bahasa verbal, aspek komunikasi yang lain adalah bahasa non
verbal yang dapat berupa ekspresi wajah, tekanan suara, postur tubuh, pakaian
yang dikenakan dan sebagainya.
Liebert, Wicks-Nelson, dan Kail (1986) mendefinisikan bahasa sebagai
salah satu alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan maksud, ide
atau gagasan, dapat bersifat verbal maupun non verbal. Komunikasi yang baik
tidak sekadar melibatkan kemampuan linguistik karena masih melibatkan unsur-
unsur yang lain, seperti pengetahuan tentang apa yang harus dikatakan,
bagaimana cara mengatakan serta kapan harus mengungkapkannya. Selain itu, si
pembicara harus peka terhadap orang yang diajak bicara serta konteks
pembicaraan (Liebert, Wicks-Nelson, dan Kail, 1986).
17
Dardjowidjojo (2003) mendefinisikan bahasa sebagai suatu sistem lisan
arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan lingkup budayanya. Arti sistem
simbol lisan merujuk pada adanya elemen-elemen beserta hubungan satu sama
lain, yang membentuk suatu konstituen dengan mengikuti aturan-aturan tertentu
secara hirarkis. Simbol-simbol lisan bisa berupa bunyi-bunyi, suku kata, kata,
frasa, dan sebagainya. Hubungan antara simbol-simbol dengan benda, perbuatan
atau keadaan yang diwakilinya bersifat arbitrer. Tidak ada keterkaitan dan tidak
ada alasan mengapa suatu benda dinamakan sendok dan suatu perbuatan
dinamakan mencuci. Simbol-simbol ini semata-mata merupakan konvensi atau
persetujuan di antara para pemakai bahasa yakni masyarakat yang memiliki
bahasa itu.
Dari konsep-konsep diatas dapat dikatakan bahwa bahasa adalah salah
satu aspek dari komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pikiran dan
perasaan dan dimiliki oleh anggota masyarakat budaya tertentu. Bahasa dapat
bersifat non verbal yang berupa ekspresi wajah, tekanan suara, postur tubuh,
pakaian yang dikenakan dan sebagainya, maupun bersifat verbal atau berbicara
dalam kata-kata dan kalimat yang mengandung makna. Penelitian ini lebih
mengkhususkan pada bahasa verbal, sehingga pada penjelasan-penjelasan
berikutnya, yang dimaksud dengan bahasa adalah bahasa verbal.
2. Komponen-Komponen Bahasa
Bahasa memiliki tiga komponen, yakni fonologi, semantik dan sintaktik
(Dardjowidjojo, 2003). Fonologi merujuk pada bunyi yang terkandung di dalam
sebuah kata ataupun kalimat. Di tahun pertama anak mampu mengucapkan kata
18
pertama yang menggunakan bunyi tertentu, seperti mama, papa, dada dan
sebagainya. Berk (2005) berpendapat bahwa proses perkembangan fonologi
anak berlangsung selama usia 1 – 4 tahun dan berkembang lebih sempurna di
usia 5 tahun. Selama belajar berbicara, anak bereksperimen dengan sistem dan
pola bunyi-bunyi tertentu, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan
pengucapan (mispronounciations). Anak pra sekolah mungkin mengalami
kesulitan mengucapkan huruf tertentu, seperti r. Misal, kata kereta mungkin
diucapkan keleta (Suprapti, 1999). Pada rentang usia 2 – 3 tahun anak sering
dilatih untuk mengucapkan kata-kata dengan baik di dalam kehidupan sehari-
hari hingga akhirnya mereka mampu mengucapkannya dengan tepat (Siegler,
1991; Berk, 2005).
Komponen semantik mengarah pada makna yang terkandung dan
disimbolisasikan oleh bahasa (Dardjowidjojo, 2003). Menurut Berk (2005) inti
dari komponen semantik adalah penggunaan dan pemahaman makna yang
terkandung dalam kata secara tepat. Sebelum menginjak usia sekolah, anak telah
mampu melakukan identifikasi dan kategorisasi terhadap benda/objek dan
peristiwa yang dialaminya secara nyata. Anak dapat memahami dan
mendefinisikan makna kata dengan menyebutkan ciri-ciri dari kata tersebut
(McDevitt dan Ormrod, 2002). Misalnya, musim hujan berarti sering turun
hujan, tidak bisa bermain di luar dan becek. Lebih mudah bagi anak usia 2 – 3
tahun untuk memaknai kata dengan mengutip salah satu ciri dari objek atau
peristiwa yang dihadapi secara konkrit. Proses ini dinamakan fast-mapping
(McDevitt dan Ormrod, 2002). Berk (2005) menjelaskan bahwa anak pra
sekolah semakin mahir melakukan fast-mapping untuk dua atau lebih kata baru
19
yang dihadapi dalam situasi yang sama. Anak bisa memahami makna kata baru
melalui pengulangan kata dalam konteks yang berbeda dan umpan balik yang
langsung didapatkan ketika pengucapan anak keliru.
Sintaktik merujuk pada pengertian tentang tata bahasa, atau cara yang
digunakan untuk menghubungkan suatu suara dengan maknanya. Komponen ini
berkaitan dengan kata, frasa dan kalimat. McDevitt dan Ormrod (2002)
menjelaskan bahwa pengetahuan sintaktik mengarah pada kemampuan individu
untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat yang bermakna sekaligus juga
memperlihatkan hubungan kata yang satu dengan yang lainnya. Anak usia dini
tanpa disadari mulai mengembangkan seperangkat aturan sintaktik sendiri
melalui pengamatan terhadap pembicaraan orang lain dan pembetulan terhadap
kesalahan kalimat yang dilakukannya (McDevitt dan Ormrod, 2002).
Selanjutnya Dardjowidjojo (2003) menjelaskan bahwa berkomunikasi
dengan tepat dan efektif melibatkan pragmatika bahasa. Pengertian pragmatika
bahasa mencakup penggunaan bahasa dalam interaksi manusia. Pragmatika
bahasa melibatkan beberapa aspek yakni: (1) world knowledge atau pengetahuan
dunia mengarah pada pengetahuan tentang kehidupan di dunia, baik secara
universal maupun dari daerah setempat. Isi suatu ujaran dapat dipahami dengan
adanya pengetahuan dunia; (2) hubungan antara pembicara dengan pendengar
atau orang ketiga, yang melakukan interaksi baik secara verbal maupun non
verbal; serta (3) speech acts atau tindak ujaran yang mengarah pada pemahaman
terhadap ujaran/kalimat yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan
(Dardjowidjojo, 2003). Anak pra sekolah mencapai kemajuan yang berarti dalam
bidang pragmatika bahasa, khususnya kemampuan untuk membuat percakapan
20
atau conversational skills (Berk, 2005). Anak bisa memulai percakapan verbal
yang disertai kontak mata dan merespon penutur yang lain dengan tepat dalam
suatu interaksi tatap muka secara bergantian.
3. Kemampuan Berbahasa
Pikunas (1976) dan Hadisubrata (2004) menguraikan beberapa hal yang
hampir sama, yang dapat dijadikan tolok ukur kemampuan berbahasa anak,
yakni: (1) artikulasi atau pengucapan kata; (2) perbendaharaan kata yang
dimiliki anak; (3) kemampuan menggabungkan kata-kata dalam kalimat yang
sesuai dan mengandung makna; (4) pemahaman makna/arti dari apa yang
diucapkan orang lain; serta (5) kemampuan untuk membuat dan melangsungkan
percakapan.
Bayi sering mengeluarkan bunyi atau ocehan yang tidak mempunyai arti
sebagai kata. Baru pada usia 12 bulan, anak sudah siap menirukan apa yang
diucapkan oleh orang lain dan berusaha untuk mengucapkan kata-kata yang
belum pernah diucapkan sebelumnya. Banyaknya kata yang dapat diucapkan dan
membaiknya cara pengucapan anak tergantung dari tingkat kesiapan mekanisme
suara dan bimbingan yang diterima oleh anak dalam menggabungkan suara-
suara menjadi kata yang berarti (Hadisubrata, 2004). Untuk memenuhi hal
tersebut, anak dapat diikutsertakan dalam aktivitas mental yang beragam
sehingga mereka mampu mengembangkan sistem persepsi-auditoris dengan baik
(Siegler, 1991). Anak dapat mendengar dengan jelas dan meniru apa yang
diucapkan orang lain sehingga dapat membantu mereka belajar mengucapkan
kata dengan benar.
21
Menurut Hadisubrata (2004) perbendaharaan kata anak meningkat
seiring dengan banyaknya produksi bunyi/suara yang diasosiasikan dengan kata,
baik kata-kata baru maupun arti baru dari kata-kata lama yang diterapkan pada
situasi dan konteks yang berbeda. Perbendaharaan kata yang dikuasai oleh anak
dibedakan menjadi dua tipe, yakni referensial dan ekspresif. Tipe referensial
mengacu pada kata-kata yang berkaitan dengan objek, orang serta gerakan-
gerakan, seperti bola, permen, mama, kakak. Sedangkan tipe ekspresif mengarah
pada kata-kata yang sering dipergunakan dalam pergaulan sosial, seperti terima
kasih, aku sudah selesai, maaf (Berk, 2005). Hadisubrata (2004) menjelaskan
bahwa kata-kata yang digunakan oleh anak pertama kali sebagian besar berupa
kata benda (nama orang dan objek-objek di sekitarnya). Setelah anak menguasai
cukup banyak kata benda, anak mulai belajar kata kerja, kata sifat, kata
keterangan hingga akhirnya mempelajari kata ganti.
Anak dituntut untuk mengucapkan kata-kata yang dapat dipahami oleh
orang lain dan memiliki perbendaharaan kata yang cukup memadai supaya dapat
mengungkapkan pikiran, perasaan dan keinginannya dengan baik. Pengucapan
dan pengembangan kosakata anak dapat diasah melalui kegiatan yang
mempergunakan bahasa dan objek/benda yang kongkrit layaknya dalam
kehidupan sehari-hari (Lindfors, 1980; Curtis, 1998). Kegiatan/pengalaman yang
menarik dan mempergunakan objek yang kongkrit tersebut dapat mempermudah
anak untuk memunculkan ide/gagasannya terhadap peristiwa yang terjadi,
memperkaya perbendaharaan kata, serta meningkatkan kemampuan anak untuk
menghubungkan antara arti dengan ekspresi dari suatu kata. Bruner (dalam
Curtis, 1998) menyebutnya dengan teknik verbalisasi aktif. Teknik ini
22
digunakan untuk menstimulasi anak untuk mengekspresikan ide/gagasan dan
pengetahuan serta memperluas penggunaan kosakata yang dimiliki dengan cara
mengkombinasikan antara kata-kata/ucapan dengan perilaku.
Sebelum menginjak usia 1 tahun, anak menggunakan kalimat yang terdiri
dari satu suku kata yang digabung dengan gerakan tubuh. Pada usia 2,5 tahun
anak mulai dapat membentuk kalimat pendek dan membandingkan objek. Anak
mulai melakukan diferensiasi pada kelompok kata serta mempergunakan anak
kalimat, kata kerja, dan kata ganti ketika memasuki usia 4 tahun. Anak mulai
menggunakan kalimat yang terdiri dari tiga hingga tujuh kata di dalamnya. Anak
juga mampu menggunakan kausalitas atau sebab akibat. Misalnya, anak bertanya
Mengapa? Apa sebabnya? dan lain sebagainya (Pikunas, 1976; Mőnks, Knoers,
dan Haditono, 1999; Hadisubrata, 2004; Stern dan Stern dalam Ahmadi dan
Sholeh, 2005).
Kemampuan berbahasa anak tidak hanya dilihat dari kemampuannya
berbicara/berujar namun juga dari pemahaman anak terhadap pernyataan orang
lain (Siegler, 1991; Hadisubrata, 2004). Hal ini berkaitan dengan pemahaman
terhadap arti kata sehingga anak dapat memahami apa yang diucapkan oleh
orang lain. Anak dapat memahami apa yang dikatakan oleh orang lain jauh
sebelum ia dapat berbicara. Pemahaman ini biasanya diperoleh dari proses
asosiasi arti kata dengan tindakan, intonasi suara, dan gerakan tubuh dari orang
yang berbicara. Dengan kata lain, pemahaman anak berkaitan dengan indera
pendengaran, tingkat perhatian (attention) dan kemampuan anak untuk
memproses informasi secara auditoris. Seperti pada penjelasan sebelumnya, anak
lebih mudah memaknai objek atau peristiwa dengan melakukan fast-mapping.
23
Proses fast-mapping itu sendiri memungkinkan anak memperluas pemahaman
terhadap objek atau peristiwa yang dialaminya dengan cara menggabungkan
informasi yang sudah ada dengan ciri/karakteristik dan definisi yang baru saja
diperoleh, yang kemudian diterapkan ke dalam konteks yang berbeda.
Kemampuan ini kian berkembang ketika anak berada di usia 4 tahun ke atas
(Lindfors, 1980; Curtis, 1998; Hadisubrata, 2004). Semakin banyak kosakata
yang dapat dipahami maupun diucapkan oleh anak melalui aktivitas berbicara
dan mendengarkan berarti semakin banyak pula perbendaharaan
pengetahuannya. Anak memiliki perbendaharaan pengetahuan tentang diri
sendiri, keluarga, sekolah, makhluk hidup dan sebagainya sehingga mendorong
mereka untuk dapat menyatakan keinginan, kebutuhan, pikiran dan perasaan
kepada orang lain secara lisan.
Berkembangnya kemampuan berbahasa anak juga dapat dilihat dari
kemampuannya untuk membuat dan mempertahankan percakapan. Menurut
Bruner (dalam Curtis, 1998) percakapan yang berlangsung ketika anak
berinteraksi dengan teman sebayanya lebih produktif dibandingkan dengan
orang dewasa. Anak mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri, terdorong untuk
menciptakan dan mengekspresikan sesuatu yang benar-benar terjadi dalam
dirinya secara lisan. Anak berbicara dan bertanya kepada temannya, saling
berbagi informasi serta bertukar pendapat mengenai hal-hal yang terkait dengan
keluarga, hewan peliharaan, kakak adik, olahraga, pakaian, acara televisi, alat
permainan dan hal-hal lainnya yang menarik dan dekat dengan dirinya. Anak
merasa lebih bebas membahas topik tersebut dengan teman sebaya ketimbang
dengan orang dewasa. Dengan terlibat dalam suatu percakapan, baik yang
24
dilakukan bersama dengan dua atau lebih temannya, anak belajar untuk
bergantian berbicara (turn-taking) dan saling mendengarkan satu sama lain
(Curtis, 1998; Moeslichatoen, 2004).
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat lima indikator dari kemampuan
berbahasa anak pra sekolah. Pertama, menyangkut artikulasi/pengucapan yang
jelas. Artikulasi yang jelas mengarah pada kemampuan anak untuk memproduksi
bunyi-bunyi menjadi kata yang jelas dan berarti sesuai dengan apa yang hendak
disampaikan. Kedua, kemampuan berbahasa juga dapat dilihat dari
perbendaharaan kata yang dimiliki oleh anak. Perbendaharaan kata atau kosakata
anak dapat dikembangkan dengan melibatkan anak dalam kegiatan atau
pengalaman berbahasa layaknya dalam kehidupan sehari-hari. Anak tidak
sekadar mengucapkan dan memahami kata melainkan juga mengekspresikannya
lewat perilaku. Indikator ketiga mengarah pada kemampuan anak untuk
merangkai kata-kata di dalam kalimat sehingga mengandung makna/arti.
Kalimat yang berhasil dibuat oleh anak bukan hanya satu atau dua kata
melainkan sudah lengkap serta terdapat kesesuaian antara apa yang diucapkan
dengan yang dipikirkan. Indikator keempat adalah pemahaman arti kata atau
pernyataan orang lain. Dengan mamahami apa yang diucapkan oleh orang lain,
anak diharapkan mampu menanggapi atau memberikan respon yang tepat
kepada orang lain sehingga perbendaharaan pengetahuannya pun meningkat.
Indikator kelima merupakan aplikasi dari keempat indikator di atas, dimana anak
mampu membuat dan melangsungkan percakapan dengan baik. Percakapan ini
dapat dilakukan baik bersama dengan teman sebayanya maupun orang dewasa.
Anak memiliki kesempatan untuk berbicara dan mendengarkan orang lain secara
25
bergantian dan mereka akan memberikan umpan balik baik berupa respon verbal
maupun non verbal.
Perkembangan kemampuan berbahasa itu sendiri dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Nurgiyantoro (1995) menyatakan bahwa kemampuan kognitif
seperti tingkat perhatian, pemahaman, ingatan, problem solving dan sebagainya
dapat mempengaruhi berkembangnya kemampuan anak untuk mengungkapkan
ide/gagasan. Newport, Gleitman dan Gleitman (dalam Liebert, Wicks-Nelson
dan Kail, 1986) dan Brown & Moerk (dalam Jay, 2003) mengatakan bahwa ibu
lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan anaknya sehingga
interaksi antara ibu dan anak dapat mempengaruhi kemampuan berbahasanya.
Hurlock (1995) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
berbahasa anak, yakni: (1) inteligensi, semakin cerdas anak menunjukkan tingkat
penguasaan bahasanya lebih unggul; (2) besarnya keluarga, dalam keluarga kecil
(anak tunggal atau dua bersaudara) orang tua memiliki lebih banyak waktu untuk
berbicara dengan anaknya dibandingkan dengan keluarga besar; dan (3) status
sosial ekonomi orang tua, dimana dalam keluarga menengah ke atas kegiatan
keluarga cenderung terorganisir sehingga memberikan anak lebih banyak
kesempatan untuk berbicara.
C. Permainan
1. Pengertian Permainan
Permainan identik dengan dunia anak-anak. Berbeda dengan orang
dewasa yang bekerja, anak cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk bermain. Lowenfield (dalam Cohen, 1977) mendefinisikan permainan
26
sebagai aktivitas tubuh, pengulangan pengalaman, berfantasi, dan realisasi
lingkungan. Coleman dan Skeen (dalam Landreth, 2001) menyatakan bahwa
permainan merupakan kegiatan yang termotivasi secara intrinsik dan anak
memperoleh kesenangan serta kegembiraan ketika melakukannya.
Permainan merupakan suatu media untuk mengaktifkan berbagai
kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh anak. Bagi anak, dengan
bermain bersama teman maupun orang dewasa lainnya, mereka dapat memahami
diri dan sekitarnya serta menemukan hal-hal yang baru. Anak memperoleh
kesempatan untuk bereksplorasi dan mengembangkan diri dengan cara yang
lebih menyenangkan (Pikunas, 1976; Ismail dan Rizfyanti, 2002).
Piaget (dalam Pikunas, 1976; Tedjasaputra, 2001) menjelaskan bahwa
permainan berperan penting dalam perkembangan kognisi anak. Melalui
permainan, anak tidak hanya menggabungkan informasi baru yang ditemuinya
dalam realitas melainkan juga mempraktekkan serta mengkonsolidasikan
ketrampilan baru yang diperoleh.
Smith, Garvey, Rubin, Fein dan Vandenberg (dalam Tedjasaputra, 2001)
mengungkapkan beberapa ciri dari permainan, yaitu: (1) dilakukan berdasarkan
motivasi intrinsik, maksudnya atas keinginan pribadi serta untuk kepentingan
sendiri, (2) perasaan anak yang terlibat akan diwarnai oleh emosi-emosi positif,
(3) fleksibilitas, ditandai dengan mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas
ke aktivitas lain, (4) lebih menekankan pada proses yang berlangsung
dibandingkan hasil akhir, (5) bebas memilih, khususnya bagi anak yang masih
kecil; kebebasan memilih ini menjadi tidak begitu penting bila anak beranjak
27
besar; serta (6) mempunyai kualitas pura-pura dimana anak akan memiliki
kerangka tertentu yang memisahkannya dari kehidupan nyata sehari-hari.
Moeslichatoen (2004) menyatakan bahwa manfaat permainan bagi anak
umumnya adalah: (1) mengembangkan koordinasi otot kasar seperti berjalan,
berlari, dan melompat; (2) dapat berlatih menggunakan kemampuan kognitif
untuk memecahkan masalah, misalnya kemampuan membandingkan, mengukur
isi dan berat; (3) meningkatkan kreativitas, anak akan mengembangkan imajinasi
dan melibatkan pemecahan masalah; (5) melatih kemampuan berbahasa dengan
cara mendengar beraneka ragam bunyi, mengucapkan suku kata, kata dan
kalimat; (6) meningkatkan kepekaan emosinya dengan cara mempelajari
bermacam-macam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan; dan (7) dapat
mengembangkan kemampuan sosialnya seperti membina hubungan dengan anak
yang lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri
dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri dan paham
bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.
Secara khusus Tedjasaputra (2001) menjelaskan bahwa pengetahuan
akan berbagai konsep seperti warna, bentuk, ukuran, serta arah akan lebih mudah
dikuasai oleh anak melalui kegiatan bermain. Anak juga bereksperimen dengan
berbagai pengalaman yang diperoleh selama bermain hingga dapat mendukung
kreativitasnya. Selama bermain dengan teman sebaya ataupun orang dewasa
anak mengemukakan keinginan, pikiran dan perasaannya melalui gestur/bahasa
tubuh dan bahasa lisan. Anak mempelajari kata-kata baru, menambah
perbendaharaan kata yang dimiliki serta dapat memahami apa yang diucapkan
oleh orang lain.
28
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
permainan adalah aktivitas tubuh yang didasari oleh motivasi intrinsik dan
bertujuan untuk memperoleh kesenangan. Permainan juga merupakan bagian
dari perkembangan diri anak. Selain kesenangan yang diperoleh, permainan juga
dapat membentuk landasan bagi perkembangan motorik, emosi, kognitif dan
sosial anak. Melalui permainan anak memperoleh pengalaman belajar
mengendalikan diri sendiri dan memahami dunianya.
2. Jenis-jenis Permainan
Rusmawati (2004) membagi permainan dalam dua bentuk yakni
permainan aktif dan pasif. Permainan aktif merupakan permainan anak yang
melibatkan banyak aktivitas fisik atau gerakan-gerakan tubuh, dimana
kesenangan dan kepuasan diperoleh melalui aktivitas yang dilakukannya sendiri.
Kegiatan bermain aktif sering muncul pada masa awal kanak-kanak. Menurut
Hurlock (1995) jenis-jenis permainan yang termasuk dalam kategori ini adalah:
(1) bermain spontan dan bebas yang memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengeksplorasi benda ataupun lingkungannya; jenis permainan ini bersifat
individual dan biasanya akan hilang setelah anak memiliki keinginan untuk
bermain bersama dengan teman yang lain; (2) permainan drama atau permainan
pura-pura merupakan permainan yang khas di awal masa anak-anak. Permainan
ini dilakukan dengan bentuk perilaku dan bahasa yang jelas. Anak memunculkan
kembali situasi yang telah diamatinya dalam kehidupan sehari-hari dalam
konteks pura-pura; (3) bermain konstruktif merupakan aktivitas anak yang
menggunakan objek/bahan untuk membuat sesuatu; anak mendapat rasa senang
ketika membuat sesuatu dengan benda-benda di sekitarnya; (4) alunan musik
29
yang dinikmati oleh anak ketika mereka memainkan alat musik ataupun dengan
bernyanyi dan menari.
Menurut Tedjasaputra (2001) permainan pasif mengarah pada permainan
yang tidak terlalu banyak melibatkan aktivitas fisik anak, serta kesenangan dan
kepuasan yang diperolehnya bukan berdasarkan aktivitas yang dilakukannya
sendiri. Permainan ini sering muncul pada akhir masa kanak-kanak, yaitu sekitar
usia pra remaja. Contohnya, aktivitas menonton film dimana anak hanya tinggal
duduk untuk menikmati film tersebut. Permainan pasif juga berperan sebagai
pelengkap permainan aktif dan biasanya bersifat hiburan atau amusement.
Beberapa kegiatan yang dapat digolongkan sebagai bentuk permainan pasif
yaitu, membaca, melihat komik, menonton televisi, mendengarkan radio dan
musik (Hurlock, 1995).
Tedjasaputra (2001) membedakan kegiatan bermain menjadi tiga
kategori besar. Pertama, exploratory and manipulative play atau bermain
menjelajah dan manipulatif. Anak melakukan berbagai aktivitas motorik, vokal
dan penginderaan terhadap benda-benda disekelilingnya, seperti memasukkan
jempol ke dalam mulut, memainkan mainan kerincingan dan sebagainya. Rasa
senang yang dialami anak dengan merasakan berbagai benda dapat memberikan
pengalaman bahwa benda-benda di sekitarnya mempunyai bentuk, ukuran,
tekstur maupun warna. Kegiatan bermain ini dapat diamati sejak usia bayi.
Kedua, destructive play atau bermain merusak yang mengarah pada aktivitas
menghancurkan dan menyusun kembali susunan mainan yang sedang dimainkan
oleh anak dan dilakukannya secara berulang-ulang. Misalnya, dengan merusak
sendiri bangunan balok-balok yang telah disusun sebelumnya lalu didirikan
30
kembali menimbulkan kesenangan tersendiri bagi anak. Aktivitas ini mulai
tampak pada awal masa kanak-kanak (balita). Ketiga, imaginative play atau
make-believe play alias bermain khayal atau pura-pura merupakan permainan
yang melibatkan unsur imajinasi dan meniru perilaku orang dewasa dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya bermain ibu-ibuan, dokter-dokteran, sekolah-
sekolahan dan sebagainya. Kegiatan bermain ini dimulai sejak anak berusia 3
tahunan.
Parten (dalam Tedjasaputra, 2001) membagi kegiatan bermain
berdasarkan interaksi sosial anak, yaitu:
1) Unoccupied Play mengarah pada kegiatan yang sebenarnya belum dapat
dikatakan sebagai kegiatan bermain, melainkan anak hanya melakukan
gerakan-gerakan dan mengamati kejadian sekitar yang menarik
perhatiannya ataupun menyibukkan diri dengan anggota tubuhnya.
Misalnya, berkeliling, naik turun kursi, jalan-jalan serta mengikuti orang
lain.
2) Solitary Play atau bermain sendiri, yakni anak bermain dan mencari
kesibukan sendiri dengan mainannya, tanpa memperhatikan kehadiran
temannya yang lain. Perilakunya bersifat egosentris dan tidak ada usaha
untuk berinteraksi dengan anak yang lain. Aktivitas ini biasanya muncul
pada anak usia dini.
3) Onlooker Play atau pengamat yaitu kegiatan dengan mengamati anak lain
yang sedang melakukan sesuatu. Anak hanya menunjukkan minat untuk
memperhatikan perilaku anak yang lain namun belum mau ikut bergabung
31
dalam kegiatan bermain tersebut. Kegiatan ini umumnya tampak pada anak
berusia 2 tahun.
4) Parallel Play atau bermain pararel adalah kegiatan bermain yang terjadi
pada saat dua atau lebih anak yang bermain dengan jenis alat permainan
yang sama dan melakukan kegiatan yang sama namun tidak ada interaksi
di antara mereka. Anak melakukan kegiatan pararel bukan kerja sama.
Contohnya dua anak masing-masing bermain bermain balok dan
membangun kreasinya sendiri, tidak menunjukkan adanya kerjasama untuk
membangun sesuatu.
5) Assosiative Play atau bermain asosiatif yaitu kegiatan bermain yang
ditandai dengan adanya interaksi, saling tukar alat permainan namun belum
melibatkan kerja sama dan tidak ada pemusatan terhadap suatu tujuan.
Misalnya, anak sedang menggambar, mereka saling memberi komentar
terhadap gambar, berbagi pensil warna namun kegiatan menggambar tetap
dilakukan sendiri-sendiri.
6) Cooperative Play atau bermain bersama merupakan kegiatan bermain yang
ditandai dengan adanya kerja sama, koordinasi, pembagian tugas dan peran
di antara anak-anak yang terlibat dalam permainan. Misalnya, bermain
dokter-dokteran, ada yang berperan sebagai dokter, sebagai suster serta
pasiennya.
3. Permainan Pura-pura
Permainan pura-pura adalah bentuk permainan aktif yang memunculkan
kembali situasi kehidupan sehari-hari melalui bahasa dan berpura-pura
32
bertingkah laku seperti dalam dunia nyata (Hurlock, 1995). Dalam permainan
ini anak tidak hanya memerankan peran tertentu tapi juga melibatkan beberapa
peralatan/benda yang menunjang permainan (Suminar, 1997). Permainan ini
dapat menggambarkan keinginan, perasaan dan pandangan anak mengenai dunia
sekelilingnya. Dalam permainan ini, anak kerap kali mengubah identitas, cara
bicara dan berpakaian maupun melakukan tindakan yang sama sekali berbeda
dengan perilakunya sehari-hari. Minat untuk memainkan permainan ini dimulai
pada usia 1,5 – 2 tahun dan berlangsung hingga 6 – 7 tahun. Puncak permainan
pura-pura terjadi di usia 4 tahunan karena anak makin senang bergaul dengan
anak lain terutama yang usianya sebaya. Permainan pura-pura berkembang
menjadi lebih sosial dan kooperatif seiring dengan meningkatnya minat anak
untuk bermain bersama teman sebayanya (Rubin, Fein, dan Vandenberg, 1983;
Tedjasaputra, 2001; Rusmawati, 2004).
Tema dalam permainan pura-pura biasanya berkaitan dengan
(Moeslichatoen, 2004): (a) kehidupan keluarga, misalnya mengatur perabot
rumah tangga, memasak, makan, menjadi ayah/ibu; (b) aktivitas jual beli di
pasar maupun di toko; (c) transportasi, misalnya naik taksi, kereta api, jadi sopir,
jadi masinis; (d) sebagai polisi yang mengatur lalu lintas; dan (e) sebagai tokoh
dalam cerita/dongeng, seperti kancil dan buaya, putri malu dan lain-lain.
Pellegrini (1985) menjelaskan tiga hal yang menjadi ciri khas dari
permainan pura-pura. Pertama, anak menggunakan pengalaman realitasnya
sebagai bahan untuk membuat jalan atau alur cerita. Salah satu komponen dari
kejadian sehari-hari dihubungkan dengan kejadian lainnya sehingga membentuk
jalan cerita yang akan dimainkan anak dalam situasi pura-pura. Misalnya, ketika
33
bermain dokter-dokteran ada yang berperan sebagai dokter yang membawa
stetoskop, sebagai pasien yang sedang sakit perut. Pasien yang tadinya sakit
perut menjadi sembuh setelah diperiksa dan diberi obat oleh dokter.
Ciri yang kedua, anak mempergunakan bahasa verbal sebagai media
transformasi simboliknya. Untuk menjelaskan arti dari transformasi simboliknya
terhadap subyek, obyek maupun situasi tertentu, anak melakukan komunikasi
verbal berupa percakapan yang berlangsung di antara pemain. Anak juga
berdiskusi dengan temannya untuk menentukan peran dan alat permainan yang
digunakan serta membentuk skenario atau jalan cerita yang sesuai dengan tema
permainan.
Ciri ketiga adalah interaksi sosial. Dalam permainan pura-pura anak
bekerja sama dengan temannya serta saling mengklarifikasi maksud serta ide-ide
tentang permainan yang akan dimainkan. Ketika bermain, anak menunjukkan
pola perilaku verbal dan non verbal serta berinteraksi dengan peran dan aktivitas
temannya dengan baik. Melalui interaksi sosial-verbal mereka satu sama lain
berusaha memahami perspektif dan mengurangi konflik sehingga dapat
melangsungkan permainan dengan baik.
Berdasarkan ucapan/kalimat dan urutan aksi yang dilakukan oleh anak,
Sachs, Goldman dan Chaillé (1985) menemukan perbedaan antara anak usia 2
tahun dengan anak usia 3 – 5 tahun. Ketika bermain anak usia 2 tahun
mengucapkan kalimat yang hanya sedikit mengandung unsur kepura-puraan.
Permainannya masih bersifat soliter dan belum melibatkan urutan aksi/perilaku
pura-pura yang sesuai dengan konteks permainan. Sedangkan anak dengan
rentang usia 3 – 5 tahun sudah mampu memproduksi kalimat yang mengandung
34
unsur pura-pura. Dengan kalimat ini anak mampu membedakan dengan jelas
antara kenyataan atau pura-pura/fantasi. Kemampuan ini menjadikan perilaku
bermain anak lebih terstruktur dan jalan cerita atau skenario yang dibuat sesuai
dengan tema permainan.
Menurut Sachs, Goldman dan Chaillé (1985) anak usia 3 – 5 tahun
melakukan interaksi verbal untuk merancang alur/jalan cerita dalam permainan
pura-pura. Pada rentang usia ini, mereka lebih fleksibel dan mau berkompromi
guna mencapai persetujuan dan dapat melangsungkan permainan dengan baik.
Dua hal yang dapat mempengaruhi kelangsungan jalan cerita dari permainan
pura-pura, yaitu pengetahuan tentang skenario yang akan dimainkan dan
kemampuan komunikasi (Sachs, Goldman dan Chaillé, 1985). Pengetahuan
tentang skenario yang akan dimainkan mengarah pada banyaknya
perbendaharaan kata yang dikuasai oleh anak baik berupa benda/alat permainan
dan fungsinya ataupun peristiwa, yang dapat diperolehnya melalui realitas hidup
sehari-hari, buku cerita ataupun televisi. Mereka akan saling bertukar
ide/gagasan, pengetahuan dan pengalaman sehingga mendukung terbentuknya
ide-ide baru yang diwujudkan dalam skenario atau jalan cerita yang orisinil.
Kemampuan komunikasi yang dilakukan anak dalam permainan pura-
pura mengarah pada kemampuannya untuk melangsungkan percakapan (Sachs,
Goldman dan Chaillé, 1985). Bersama dengan temannya, anak dapat
mendiskusikan tentang apa yang akan dilakukan selama bermain. Anak
menyampaikan ide/gagasan, pengetahuan dan pengalamannya dengan jelas
sehingga dapat direspon dengan tepat oleh temannya. Garvey dan Hogan (dalam
Sachs, Goldman dan Chaillé, 1985) menemukan bahwa anak usia 3,5 – 5 tahun
35
dapat melangsungkan percakapan dengan cara memahami kalimat yang
diucapkan oleh anak lain, dapat memastikan tema permainan berdasarkan
beberapa kalimat yang diucapkan dan menyadari bahwa kalimat selanjutnya
yang akan diucapkan harus berkaitan dengan tema yang dimainkan. Hal ini
menunjukkan bahwa jalan cerita yang dilangsungkan tergantung pada
kemampuan anak untuk mengungkapkan ide, pengetahuan dan pengalaman
secara lisan.
Guttman dan Frederikson (1985) menjelaskan dua hal khusus yang
mendasari percakapan dalam permainan pura-pura. Pertama, anak bernegosiasi
dan mencapai kesepakatan bersama dengan teman bermainnya. Dalam proses
negosiasi, anak dapat berperan sebagai pembicara sekaligus pendengar, baik
untuk mengungkapkan ide/gagasannya maupun mendengarkan temannya. Disini
membutuhkan kemampuan anak untuk menjelaskan ide/gagasannya secara lisan
sekaligus kemampuan untuk memahami dan mengintepretasi apa yang
dibicarakan oleh temannya. Anak secara kooperatif membangun percakapan
yang koheren atau sesuai dengan tema permainan. Kedua, melalui interaksi tatap
muka ini anak berperan sebagai pembicara sekaligus pendengar sehingga anak
dituntut dapat melangsungkan percakapan secara bergantian (turn-taking).
Prinsip bergantian ini dapat mengantisipasi terjadinya dominasi pembicaraan dan
tidak tercapainya kesepakatan bersama.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat dikatakan bahwa permainan
pura-pura tidak hanya sekadar permainan fantasi yang dilakukan anak selama
masa pra sekolah. Permainan ini dapat mendukung kemampuan kognitif anak,
meliputi ingatan, perhatian, kreativitas, penalaran logis, bahasa, imajinasi serta
36
mengembangkan kemampuan anak untuk memahami pikiran dan pandangan
orang lain, mengendalikan emosi dan perilaku (Berk, 2005). Penelitian ini
memfokuskan pada pengembangan kemampuan berbahasa anak melalui
permainan pura-pura, dikarenakan bahasa merupakan elemen utama dari
permainan pura-pura dan dapat digunakan sebagai mediator untuk menjelaskan
perilaku bermain anak.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa
permainan pura-pura bagi anak pra sekolah lebih mengarah pada bentuk
permainan aktif yang sosial dan kooperatif daripada bermain sendiri. Dalam
permainan ini, anak menirukan atau berpura-pura memerankan aktivitas tertentu
yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Tema permainan pura-
pura biasanya berkaitan dengan kehidupan nyata, yang dekat dan menarik bagi
anak. Ada tiga hal yang menjadi ciri khas permainan pura-pura. Pertama, adanya
alur atau jalan cerita yang disusun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
realitas. Anak bersama dengan temannya berusaha memunculkan kembali
pengetahuan dan pengalaman realitasnya dalam situasi pura-pura. Jalan cerita
yang berhasil disusun dapat berupa gabungan dari beberapa pengalaman realitas
yang dikembangkan menjadi ide/kreasi baru yang orisinil. Ciri yang kedua,
anak mempergunakan bahasa verbal sebagai media transformasi simboliknya.
Untuk menjelaskan arti dari transformasi simboliknya, anak melakukan
percakapan dan berdiskusi dengan temannya untuk menentukan peran dan alat
permainan yang digunakan serta membentuk skenario atau jalan cerita yang
sesuai dengan tema permainan. Ciri ketiga adalah interaksi sosial. Dalam
permainan ini, anak menunjukkan pola perilaku verbal dan non verbal serta
37
berinteraksi dan bekerja sama dengan peran dan aktivitas temannya dengan baik.
Melalui interaksi sosial-verbal, mereka berusaha saling mengklarifikasi maksud
serta ide-ide tentang permainan yang akan dimainkan, memahami perspektif dan
mengurangi konflik sehingga dapat melangsungkan permainan dengan baik.
Permainan ini lebih mengutamakan kemampuan anak untuk menjelaskan peran
dan situasi yang sedang dimainkan, memperagakan dan menamai objek/benda
serta mengungkapkan ide, keinginan dan pertanyaan secara lisan. Anak tidak
sekadar menyampaikan ide, pendapat, dan perasaannya melainkan juga
mendengar dan memahami maksud dari pembicaraan teman lainnya guna
melangsungkan permainan dengan baik. Dalam permainan pura-pura, anak
bersama dengan teman bermainnya terlibat dalam suatu percakapan yang
bersifat timbal balik dan bergantian layaknya dalam kehidupan sehari-hari.
D. Kerangka Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mencoba memperlihatkan pengaruh atau efek dari
permainan pura-pura terhadap kemampuan berbahasa anak pra sekolah. Seperti yang
telah dijelaskan di depan, bahwa bahasa merupakan elemen utama dari permainan
pura-pura dan dapat digunakan sebagai mediator untuk menjelaskan perilaku bermain
anak. Permainan pura-pura merupakan permainan yang dilakukan oleh anak pra
sekolah bersama dengan teman sebayanya dengan meniru atau memerankan aktivitas
tertentu yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Anak menggunakan
imajinasi dan khayalannya untuk mengubah identitas, cara bicara dan berpakaiannya
maupun perilaku yang sama sekali berbeda dengan perilakunya dalam dunia nyata.
38
Untuk menjelaskan transformasi simboliknya, anak mempergunakan bahasa terutama
bahasa lisan.
Dalam permainan pura-pura, anak berusaha memunculkan kembali
perbendaharaan pengetahuan yang pernah dialami dan dipelajari sebelumnya dari
kehidupan sehari-hari. Dengan berbekal perbendaharaan pengetahuan baik berupa
benda/alat permainan dan fungsinya maupun kejadian/peristiwa tertentu, menjadikan
anak dapat menyusun skenario atau jalan cerita. Bersama dengan temannya, anak
menamai objek/alat permainan, menentukan peran dan tema permainan. Untuk
menceritakan ide/gagasan dan pengalamannya, artikulasi anak harus jelas dan
penggunaan kosakata yang sesuai dengan apa yang hendak disampaikan agar dapat
dipahami oleh teman yang lain. Mereka saling bertukar ide dan pendapat sehingga
dapat memperkaya perbendaharaan kata, baik kosakata yang dapat diucapkan maupun
dipahami. Disini anak dituntut untuk mampu menyusun kata-kata di dalam kalimat
dengan lengkap dan bermakna sehingga terdapat kesesuaian antara apa yang
diucapkan dengan apa yang dipikirkan. Hal ini mendukung terbentuknya skenario atau
jalan cerita sesuai dengan kesepakatan bersama.
Permainan ini menekankan terjadinya komunikasi dua arah antara anak dengan
dua orang atau lebih teman bermainnya. Untuk melangsungkan permainan ini dengan
baik, anak melakukan persetujuan dan bernegosiasi dengan teman bermainnya tentang
apa yang akan dilakukan selama bermain. Selama bercakap-cakap dengan teman
bermainnya, anak memiliki kesempatan untuk memperhatikan dan memahami
isi/maksud dari pembicaraan temannya, bahkan saling mengklarifikasi dengan
memberikan pertanyaan. Anak berinteraksi dengan peran dan aktivitas yang dilakukan
oleh temannya selama bermain pura-pura. Adanya pemahaman terhadap kata ataupun
39
pernyataan orang lain menjadikan anak mampu memberikan respon/umpan balik yang
sesuai. Dengan memberikan respon baik verbal maupun non verbal secara tepat dapat
menjaga kelangsungan aktivitas bermain pura-pura.
Dalam permainan pura-pura anak melakukan interaksi sosial-verbal yang dapat
diwujudkan dalam suatu percakapan yang bersifat timbal balik dan dilakukan secara
bergantian (turn taking). Anak secara kooperatif membangun percakapan yang
koheren atau sesuai dengan tema permainan. Dengan adanya situasi seperti ini, anak
dapat memastikan bahwa permainan dapat dilangsungkan dengan baik dan tidak
menyimpang dari jalan cerita atau tema permainan.
Penulis merasa melalui permainan ini, anak tidak hanya menggabungkan
pengetahuan yang dimilikinya bersama dengan teman bermainnya namun juga
mempraktekkan serta mengkonsolidasikan pengetahuan yang baru diperoleh. Yang
dimaksudkan pengetahuan disini adalah kemampuan berbahasa anak, yang diyakini
sebagai elemen utama dalam permainan pura-pura. Proses yang dilalui anak bersama
dengan temannya mulai dari menyusun jalan cerita hingga melangsungkan permainan
sesuai dengan temanya, kiranya dapat mengembangkan kelima indikator kemampuan
berbahasa yang telah dipaparkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin
memperlihatkan pengaruh permainan pura-pura terhadap kemampuan berbahasa
dengan melakukan pengontrolan terhadap variabel ekstra guna menghindari terjadinya
perbedaan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Penulis mencoba
memperlihatkan kerangka yang digunakan dalam penelitian ini tersaji dalam gambar
2. 1. berikut ini.
40
Gambar 2. 1. Skema Efektivitas Permainan Pura-pura Dalam Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah
E. Hipotesis Penelitian
Bertolak dari argumentasi di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah ada
pengaruh positif atau konstruktif dari permainan pura-pura terhadap kemampuan
berbahasa anak pra sekolah, sehingga ada perbedaan yang signifikan antara
kemampuan berbahasa anak pra sekolah yang mendapatkan permainan pura-pura
dengan anak yang tidak mendapatkan permainan pura-pura. Anak pra sekolah yang
diberi perlakuan berupa permainan pura-pura akan memiliki kemampuan berbahasa
yang lebih baik atau tinggi daripada anak yang tidak diberi permainan pura-pura.
UPermainan Pura-pura: • Dimainkan secara kooperatif
atau bersama dengan dua orang atau lebih teman sebaya
• Memerankan peran,
peristiwa dan pengalaman tertentu yang berbeda dalam dunia nyata atau dalam konteks berpura-pura
• Adanya percakapan yang
bersifat timbal balik dan dilakukan secara bergantian di antara partisipan
UKemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah:
• Artikulasi/pengucapan harus jelas guna menamai benda/alat, menentukan peran dan tema permainan
• Menggunakan dan mengembangkan
kosakata yang sesuai untuk mengungkapkan ide/gagasan dan pengetahuan
• Menyusun kata-kata dalam kalimat yang
lengkap dan bermakna sehingga apa yang diucapkan sesuai dengan apa yang dipikirkan
• Memahami maksud/isi dari pembicaraan
orang lain dan mampu memberikan respon dengan tepat
• Membuat dan melangsungkan percakapan
secara bergantian (turn-taking) serta memberikan umpan balik secara lisan maupun perilaku/tindakan yang koheren dengan tema permainan
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu suatu cara penelitian
yang memberikan perlakuan/manipulasi tertentu kepada subyek penelitian. Tujuannya
untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat antara perlakuan serta
pengaruhnya, dengan cara membandingkan kelompok subyek yang mendapat
perlakuan dengan yang tidak mendapatkan perlakuan (Latipun, 2006). Desain
eksperimen yang akan digunakan adalah eksperimen ulang (pretest-posttest control
group design) yaitu dengan melakukan pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan
pada tiap-tiap kelompok subyek. Kelompok subyek dalam penelitian ini ada dua yakni
kelompok eksperimen, yaitu kelompok subyek yang diberi perlakuan berupa
permainan pura-pura dan kelompok kontrol atau kelompok pembanding dimana
subyek tidak mendapatkan permainan pura-pura. Mengingat situasi atau pendekatan
yang digunakan di TK adalah dengan bermain, maka dalam penelitian ini kelompok
kontrol mendapatkan permainan lain selain permainan pura-pura, yakni permainan
soliter dan permainan pasif. Hasil pengukuran ini nantinya akan dianalisa dan diuji
ada tidaknya serta seberapa besar pengaruh permainan pura-pura terhadap kemampuan
berbahasa subyek. Rancangan desain penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
KE YBpreB X YBpost B
KK YBpreB - X YBpost B
Gambar 3. 1. Rancangan Desain Penelitian
41
42
Keterangan: KE = Kelompok Eksperimen atau kelompok yang mendapatkan permainan pura- pura KK = Kelompok Kontrol atau kelompok yang bermain soliter atau bermain pasif YBpreB = Pengukuran kemampuan berbahasa sebelum diberi perlakuan YBpostB = Pengukuran kemampuan berbahasa sesudah diberi perlakuan X = Perlakuan berupa permainan pura-pura - X = Tidak mendapatkan permainan pura-pura (permainan soliter dan permainan pasif)
B. Variabel Penelitian
Variabel bebas penelitian ini adalah permainan pura-pura (pretend play).
Sedangkan variabel tergantungnya adalah kemampuan berbahasa subyek.
Kemampuan ini dilihat dari artikulasi atau pengucapan subyek, perbendaharaan kata
yang dikuasai, kemampuan subyek menyusun kata-kata di dalam kalimat, pemahaman
subyek terhadap ucapan dan pernyataan dari orang lain serta kemampuan subyek
untuk membuat dan melangsungkan percakapan.
Peneliti perlu mengantisipasi adanya variabel ekstra dalam penelitian ini yaitu
kemampuan kognitif subyek, tingkat pendidikan ibu, besarnya keluarga dan status
sosial ekonomi orang tua. Pengontrolan variabel ekstra bertujuan untuk menghindari
terjadinya perbedaan individual sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Pengontrolan terhadap kemampuan kognitif subyek berdasarkan hasil raport
TK untuk aspek kognitif dan kreativitas. Raport ini berbentuk narasi yang
menceritakan kemampuan kognitif subyek seperti kemampuan mengidentifikasi
gambar dan cerita, bentuk-bentuk geometris dan warna, kemampuan merangkum
kesehariannya (program review) dan sebagainya. Berdasarkan penilaian subyektif
edukator dan peneliti, subyek memiliki kemampuan kognitif rata-rata normal.
43
Pengontrolan terhadap interaksi antara ibu dan subyek dilakukan dengan
mengontrol tingkat pendidikan formal ibu. Sejauh mana pendidikan formal yang telah
ditempuh oleh ibu dari subyek penelitian dapat mempengaruhi kebiasaan
berkomunikasi dan perilaku subyek ketika berada di rumah. Dalam penelitian ini,
pendidikan terakhir ibu subyek adalah 22 orang tamatan Sarjana strata 1 (S1) dan dua
orang tamatan Diploma (D3).
Pengontrolan terhadap bersarnya keluarga dilakukan dengan melibatkan
subyek yang berasal dari keluarga kecil. Subyek adalah anak tunggal atau berjumlah
dua bersaudara dalam keluarga. Sedangkan untuk status sosial ekonomi, peneliti
melakukan penelitian ini di TK yang tergolong menengah ke atas. Sebagian besar
pekerjaan orang tua subyek adalah wiraswasta (13 orang), dosen (6 orang), dokter (3
orang), programmer (1 orang) dan konsultan (1 orang).
C. Definisi Operasional
Permainan pura-pura (pretend play) adalah salah satu jenis permainan aktif
dimana subyek bersama dengan teman bermainnya akan menyusun jalan cerita,
menentukan dan memperagakan peran atau aktivitas tertentu, menamai benda/alat
permainan serta mengungkapkan ide dan keinginannya secara lisan. Dalam konteks
pura-pura, subyek berusaha memunculkan kembali situasi atau aktivitas tertentu yang
pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari melalui suatu percakapan timbal
balik dan saling bergantian. Tema permainan pura-pura yang akan dimainkan berupa
dokter-pasien, penjual-pembeli/pasar-pasaran, ayah-ibu dan sopir-penumpang.
Bermain pura-pura menjadi dokter dan pasien menggunakan mainan steteskop,
termometer dan obat-obatan imitasi serta melibatkan aktivitas seperti memeriksa
44
badan pasien, berpura-pura sakit dan sebagainya. Permainan penjual-pembeli
dilakukan dengan menggunakan uang imitasi, sayuran dan buah-buahan imitasi dan
tas belanja. Aktivitas penjual berupa menawarkan barang dagangan, memberikan uang
kembalian dan sebagainya. Sedangkan pembeli berpura-pura menawar kepada penjual
dan membayar dengan uang imitasi. Permainan ayah-ibu menggunakan meja dan
kursi, tempat minum, dan koran/majalah. Aktivitas pura-pura yang dilakukan berupa
minum teh sambil bercengkrama, membaca koran dan bersenda gurau. Berpura-pura
menjadi sopir dan penumpang melibatkan peran sopir yang berpura-pura mengemudi
dan penumpang yang memberhentikan bis dan membayar ongkos bis. Permainan ini
dimainkan dalam waktu kurang lebih 15 – 20 menit untuk masing-masing tema
permainan.
Kemampuan berbahasa merupakan kapasitas subyek untuk mempergunakan
bahasa sebagai alat komunikasi, mencakup lima aspek yakni, artikulasi atau
pengucapan subyek, perbendaharaan kata yang dikuasai, kemampuan subyek
menyusun kata-kata di dalam kalimat, pemahaman subyek serta kemampuan subyek
untuk membuat dan melangsungkan percakapan. Kelima aspek kemampuan berbahasa
diatas akan diukur dengan menggunakan Tes Kemampuan Berbahasa Anak Pra
Sekolah (KBAPS) yang dirancang oleh peneliti. Tes ini ingin memprediksi
kemampuan berbahasa anak pra sekolah dengan mengukur dan menganalisa kelima
aspek ini secara terpisah. Tiap-tiap aspek memiliki kriteria penskoran yang berbeda-
beda. Subyek memiliki artikulasi yang baik apabila tidak mengalami kesulitan
mengucapkan konsonan tertentu seperti r, s, t serta bunyi vokal (a, i, u, e, o) yang baik.
Dikatakan kurang baik bilamana pengucapannya keliru baik konsonan maupun bunyi
vokal. Perbendaharaan kata subyek dianggap baik apabila subyek mampu
45
menggunakan kata-kata untuk menjelaskan arti kata dengan menyebutkan sinonim,
penggolongan dan penggunaan yang umum, serta sifat utama dari kosakata yang
disajikan. Bilamana subyek hanya mengulang kata ataupun memperlihatkan arti yang
tidak terkait sama sekali dianggap kurang baik. Kemampuan menyusun kalimat yang
baik dilihat dari kalimat bermakna yang terdiri dari 2 – 7 kata didalamnya serta
memiliki koherensi antar kalimat keseluruhan. Misalnya, “Ada badut yang cewek dan
cowok”. Kalimat ini terdiri dari 6 kata di dalamnya dan bermakna. Apabila subyek
hanya menyebut salah satu obyek pada gambar dan tidak memiliki koherensi makna
sama sekali maka dianggap kurang baik. Subyek memiliki pemahaman yang baik
yang dilihat dari keberhasilannya menjawab pertanyaan seputar cerita dengan benar.
Pemahaman subyek dianggap kurang baik apabila subyek tidak mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan benar. Kemampuan melakukan percakapan yang baik
diperlihatkan dengan adanya kemampuan subyek untuk membicarakan segala sesuatu
yang diketahui, dimiliki dan yang dialami (ekspresi diri) melalui penggunaan bahasa
yang lancar dan tidak terbata-bata, menjawab pertanyaan tanpa direpetisi dan
mengikuti runtutan peristiwa yang diperbincangkan, serta mampu mengklarifikasi dan
menanggapi maksud lawan bicara bilamana pesan yang diterima tidak jelas.
Percakapan subyek kurang baik bilamana ekspresi diri subyek minim, tidak mampu
mengikuti alur percakapan/menyimpang serta tidak mampu menanggapi atau
memberikan respon balik kepada lawan bicara saat pesan yang ia terima belumlah
jelas.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian mempunyai kriteria sebagai berikut:
46
1. Subyek adalah peserta didik atau siswa Taman Kanak-kanak (TK)
2. Subyek berusia 4 – 6 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
3. Subyek mempergunakan Bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi sehari-hari
4. Tidak mengalami gangguan pada fungsi organ bicara dan
pendengaran
Berdasarkan hal tersebut subyek penelitian ini berasal dari dua Taman Kanak-
kanak (TK) yang berada di Yogyakarta, yaitu TK CERIA Demangan dan TK CERIA
Timoho. Kedua TK ini bernaung di yayasan yang sama sehingga acuan kurikulum
yang dipergunakan juga sama. Subyek TK CERIA Demangan yang berjumlah 14 anak
menjadi kelompok yang mendapatkan permainan pura-pura. Sedangkan kelompok
kontrol atau kelompok yang diberi aktivitas lain berupa permainan soliter dan
permainan pasif, diperoleh dari TK CERIA Timoho sebanyak 10 anak. Peneliti
menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan sampel, yakni pemilihan
sampel sesuai dengan yang dikehendaki.
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepada Kepala Sekolah TK
CERIA Demangan dan Timoho. Kedua TK ini dipilih peneliti dengan alasan dapat
memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. Kurikulum dan metode yang
diterapkan di kedua TK ini sama karena bernaung di satu yayasan yang sama.
47
2. Tahap Perancangan Alat Ukur
Untuk mengukur kemampuan berbahasa subyek, peneliti merancang Tes
Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah (KBAPS), yang dikembangkan
berdasarkan landasan teoretis yang telah ada. Tes ini terdiri dari lima aspek, yaitu
aspek artikulasi/pengucapan, perbendaharaan kata, kemampuan menyusun kata
dalam kalimat, pemahaman serta kemampuan membuat dan melangsungkan
percakapan. Untuk mengukur kemampuan artikulasi dan perbendaharaan kata
subyek, peneliti memberikan stimulus berupa kosakata yang harus diucapkan dan
dijelaskan artinya oleh subyek. Kemampuan subyek untuk merangkai kalimat
dilihat dari cerita yang berhasil dibuat oleh subyek ketika disajikan stimulus
berupa gambar. Untuk mengukur pemahaman subyek, penyaji tes membacakan
cerita diikuti beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh subyek. Untuk aspek
yang terakhir, subyek diminta untuk melakukan percakapan dengan penyaji tes
dengan topik pembicaraan tertentu. Hasil pembicaraan tersebut akan direkam lalu
ditranskrip.
Selanjutnya peneliti merancang kriteria dan prosedur penilaian. Tujuan dari
kriteria dan prosedur penilaian adalah untuk menghindari variasi dan kesalahan
dalam memberi nilai (kesalahan skoring). Batasan perilaku, kriteria dan prosedur
penilaian untuk masing-masing aspek akan dibahas pada bagian alat ukur
penelitian.
Tes KBAPS telah diujicobakan kepada 9 anak TK di TK Happy Holy Kids
pada tanggal 6 – 8 Maret 2007. Uji coba alat tes dilakukan sesuai dengan
prosedur-prosedur standar seperti yang telah direncanakan peneliti, seperti
hubungan dengan subyek atau rapport yang baik, instruksi/petunjuk yang jelas dan
48
pilah-pilah, lembar jawaban dan recorder, susunan penyajian tes serta prosedur
memberi nilai. Subyek adalah anak pra sekolah yang belum memiliki kemampuan
menulis sehingga uji coba tes KBAPS disajikan secara individual yang
melibatkan asisten peneliti sebagai administrator/penyaji tes dan direkam dengan
menggunakan recorder. Susunan penyajian tes KBAPS adalah sebagai berikut: (1)
Artikulasi; (2) Perbendaharaan Kata; (3) Merangkai Kalimat; (4) Pemahaman; lalu
(5) Percakapan.
3. Tahap Pelaksanaan
Penelitian ini akan diawali dengan pengukuran kemampuan berbahasa
subyek sebelum diberi perlakuan atau diadakan pretest dengan menggunakan Tes
KBAPS yang dirancang oleh peneliti. Pretest akan dilakukan baik pada kelompok
eksperimen atau kelompok yang memainkan permainan pura-pura maupun pada
kelompok kontrol atau kelompok yang bermain soliter dan bermain pasif. Tujuan
pretest adalah menguji kesetaraan kondisi awal (baseline) kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen, berkenaan dengan kemampuan berbahasa subyek sebelum
mendapatkan perlakuan apapun.
Perlakuan eksperimental dalam penelitian ini adalah permainan pura-pura
(pretend play). Tema permainan pura-pura yang akan dimainkan berupa dokter-
pasien, penjual-pembeli/pasar-pasaran, ayah-ibu dan sopir-penumpang. Dalam
penelitian ini juga disediakan seperangkat alat permainan yang akan digunakan
subyek sebagai alat peraga. Pertama-tama, eksperimenter akan mengumpulkan
subyek dalam satu ruangan dan mulai memperkenalkan tema permainan serta
menunjukkan lokasi alat peraga. Subyek lalu dibagi menjadi beberapa kelompok
kecil, masing-masing kelompok terdiri dari 2 anak. Kemudian subyek
49
dipersilahkan menempati posisinya masing-masing dan mulai bermain. Setiap
kelompok memainkan tema permainan yang sama dalam sesi freeplay yang
berlangsung selama 20 menit. Eksperimenter akan mengamati perilaku bermain
subyek ketika bermain pura-pura. Selesai bermain, subyek dipersilahkan
melanjutkan kegiatannya yang lain. Urutan penyajian, peralatan dan aktivitas
untuk masing-masing tema permainan adalah sebagai berikut:
a. Dokter-pasien
Permainan ini menggunakan steteskop, obat-obatan imitasi, masker
hidung, termometer, tas dokter dan peralatannya. Subyek dapat berperan
sebagai dokter dan pasien. Aktivitas yang dapat dilakukan subyek adalah
memeriksa badan pasien, memberikan resep, mengambilkan obat, pura-
pura sakit, menyampaikan keluhan/gejala sakit dan sebagainya.
b. Penjual-pembeli/pasar-pasaran
Dalam permainan ini subyek dapat berperan sebagai penjual dan
pembeli. Penjual menjajakan makanan, sayuran tiruan, dan bermain uang
imitasi. Pembeli menggunakan tas belanjaan kosong, melakukan aktivitas
tawar menawar dengan penjual dan membayar dengan uang tiruan.
c. Ayah-ibu
Permainan ini menggunakan meja dan kursi, tempat minum,
cangkir teh, kue-kue kecil dan koran. Subyek dapat memainkan peran
sebagai ayah dan ibu. Aktivitas yang dapat dilakukan subyek adalah
minum teh sambil bercengkrama, menuang teh, membaca koran atau
bersenda gurau.
50
d. Sopir-penumpang
Permainan ini meliputi setting kursi penumpang bis, miniatur bis,
uang imitasi, peta, dan majalah. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah
pura-pura mengemudi, penumpang mendiskusikan tentang tempat yang
akan dituju, penumpang memberhentikan bis dan membayar ongkos bis.
Kelompok subyek yang tidak memainkan permainan pura-pura atau yang
hanya bermain soliter dan bermain pasif juga bermain di sesi freeplay dengan
durasi selama 20 menit. Aktivitas bermain yang dapat dilakukan oleh kelompok
subyek ini berupa bermain ayunan atau mobil-mobilan, bermain puzzle, sepak
bola, kolam pasir, bermain komputer dan sebagainya. Kelompok ini tetap
memperoleh kesempatan yang sama untuk bermain, hanya yang ditekankan disini
adalah tanpa permainan pura-pura.
Pengukuran kemampuan berbahasa setelah diberi perlakuan atau posttest
akan diberikan baik kepada kelompok subyek yang memainkan permainan pura-
pura maupun kelompok subyek yang bermain soliter dan bermain pasif. Hasil
yang diperoleh dari posttest akan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh
subyek pada pretest. Perbedaan hasil pengukuran kemampuan berbahasa yang
diperoleh subyek dari kelompok yang berbeda menunjukkan efek dari permainan
pura-pura terhadap kemampuan berbahasa.
F. Alat Ukur
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes KBAPS untuk mengukur
kemampuan berbahasa subyek. Kemampuan berbahasa diukur dari kemampuan
artikulasi, perbendaharaan kata, kemampuan menyusun kalimat, pemahaman dan
51
percakapan subyek yang diukur dan dianalisis secara terpisah. Pengukuran atau
pengetesan ini memiliki beberapa prosedur umum seperti; rapport,
instruksi/petunjuk tes, lembar jawaban dan recorder, susunan penyajian tes serta
prosedur memberi nilai.
Untuk menciptakan suasana yang nyaman dengan kondisi pengetesan bagi
subyek, penyaji tes perlu membina hubungan atau rapport yang baik dengan
subyek. Untuk menghindari jawaban subyek yang tidak lengkap atau tidak jelas,
instruksi atau petunjuk tes yang digunakan harus jelas dan pilah-pilah, dengan
memperhatikan intonasi dan nada suara. Jawaban subyek akan dicatat pada lembar
jawaban dan lebih lengkapnya akan direkam dengan menggunakan recorder dari
awal hingga akhir pengetesan.
Selain prosedur umum pengetesan, peneliti juga mengurutkan susunan
penyajian dan menyusun kriteria serta prosedur penskoran dalam tes KBAPS
sebagai berikut:
1. Artikulasi
Aspek artikulasi mengarah pada kemampuan subyek untuk
mengucapkan kata-kata dengan jelas dan benar. Subyek tidak
mengalami kesulitan mengucapkan bunyi konsonan tertentu seperti r, s,
dan t, maupun bunyi vokal seperti a, i, u, e, o. Dalam tes ini nantinya
terdapat 9 kosakata yang harus diucapkan oleh subyek.
Instruksi/petunjuk tes yang dapat digunakan adalah “Sekarang kita
akan bermain dengan kata-kata. Permainan akan dimulai oleh saya.
Setelah saya mengucapkan suatu kata, maka tirukanlah saya” atau
bagaimana mengucapkan kata ini”. Pengucapan yang tepat atau sesuai
52
dengan kriteria diatas akan mendapat skor 1 sedangkan pengucapan
yang keliru tidak mendapatkan skor atau 0.
2. Perbendaharaan Kata
Di aspek ini, peneliti ingin menentukan apakah subyek
mengetahui arti kata, bukan mengarah pada definisi yang logis dan
sempurna. Aspek ini akan dilakukan bersamaan dengan aspek artikulasi
sehingga subyek tidak hanya mengucapkan melainkan juga
menjelaskan arti sebanyak 12 kosakata yang terdiri dari jenis kata
benda, kata kerja dan kata sifat. Contohnya, untuk kata gemuk
instruksinya adalah “Apa artinya gemuk? atau Apa yang kamu ketahui
tentang gemuk?”. Kriteria jawaban subyek yang mendapat skor 1
adalah (1) sinonim yang baik; (2) penggolongan dan penggunaan yang
umum; (3) salah satu atau beberapa sifat yang utama; dan (4) untuk
kata kerja, memberi contoh tertentu dari perbuatan atau hubungan
sebab akibat. Kriteria jawaban yang tidak mendapat skor atau 0 adalah
(1) sinonim yang tidak tepat atau kabur; (2) pengulangan kata yang
tidak diberi penjelasan lebih lanjut dan (3) memperlihatkan kelemahan
dari arti yang sebenarnya atau tidak terkait sama sekali.
3. Menyusun Kalimat
Dalam aspek ini, subyek mengekspresikan idenya melalui
stimulus gambar. Ekspresi verbal subyek berupa susunan kata-kata atau
kalimat yang berhasil dibuat dengan baik dan bermakna serta koherensi
antar kalimat secara keseluruhan. Peneliti memberikan 3 stimulus
gambar, dan subyek diminta untuk menceritakan gambar tersebut dan
53
akan direkam dengan menggunakan recorder. Instruksinya bisa berupa;
“Saya mempunyai gambar yang menarik, kamu bisa melihat gambar
itu sekarang. Coba kamu ceritakan apa yang kamu lihat dari gambar
ini atau kalau gambar yang ini ceritanya bagaimana?”. Waktu yang
tersedia adalah 4 menit untuk tiap gambar. Karakteristik gambar yang
dipilih oleh peneliti disesuaikan aktivitas yang berhubungan dengan
subyek. Kriteria memberi nilai dalam aspek ini adalah sebagai berikut:
a. menyusun kalimat dengan 2 – 7 kata; skor 2 untuk kalimat yang
terdiri dari 5 – 7 kata; skor 1 untuk kalimat yang terdiri dari 2 – 4
kata dan skor 0 untuk kalimat dengan satu kata.
b. kebermaknaan kalimat; skor 2 untuk susunan 5 – 7 kata dengan
tepat untuk menyatakan makna; skor 1 untuk susunan 2 – 4 kata
untuk menyatakan makna dan diberikan skor 0 bilamana hanya
menyebut salah satu obyek pada gambar.
c. koherensi; skor 2 diberikan bilamana ada koherensi yang bermakna
antar seluruh kalimat; diberi skor 1 bilamana ada koherensi antar
sebagian kalimat; dan skor 0 bilamana tidak ada koherensi makna
sama sekali.
Skot total subyek untuk menyusun kalimat diperoleh dari
penjumlahan ketiga kriteria diatas, yakni penjumlahan dari jumlah kata,
kebermaknaan kalimat serta koherensi kalimat.
4. Pemahaman
Pada aspek pemahaman ingin diukur kemampuan subyek untuk
memahami apa yang dikatakan oleh orang lain melalui cerita. Subyek
54
akan disajikan 3 cerita lalu diminta untuk menjawab sebanyak 4
pertanyaan. Pola pertanyaan yang digunakan oleh peneliti adalah siapa,
dimana, apa dan mengapa. Subyek diminta untuk menyimak dan
mendengar cerita yang dibacakan oleh penyaji tes lalu menjawab
pertanyaan yang berhubungan dengan cerita tersebut. Penyaji tes dapat
mengatakan “Saya akan menceritakan suatu cerita, coba kamu
dengarkan dengan baik. Setelah ceritanya selesai, ada pertanyaan-
pertanyaan yang harus kamu jawab. Pertanyaan itu berkaitan dengan
cerita tadi”. Keberhasilan subyek menjawab pertanyaan dengan benar
memperlihatkan pemahaman subyek terhadap cerita. Kriteria
penilaiannya adalah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar dan 0
untuk jawaban yang salah. Bilamana subyek membenarkan jawabannya
secara spontan, nilai harus diberikan untuk jawaban yang dibenarkan.
5. Percakapan
Dalam tes KBAPS, aspek percakapan akan disajikan terakhir
dan melibatkan satu topik pembicaraan yang dilakukan oleh subyek
dengan penyaji tes. Yang akan diukur dari aspek ini adalah kemampuan
subyek untuk melakukan percakapan yang saling bergantian serta tidak
menyimpang dari topik pembicaraan. Pada aspek ini, disediakan waktu
maksimal 5 menit mengingat rentang perhatian subyek yang masih
tergolong singkat. Topik pembicaraannya memiliki alur/urutan
peristiwa tertentu sehingga mempermudah pengaturan lalu lintas
percakapan. Tiap-tiap urutan peristiwa mengandung pertanyaan yang
55
akan ditanyakan oleh penyaji tes serta hal-hal informatif yang akan
disampaikan kepada subyek.
Peneliti mengukur kemampuan subyek dalam bercakap-cakap
dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk mengekspresikan diri yang mengarah pada
kemampuan subyek untuk membicarakan segala sesuatu yang
diketahui, dimiliki dan yang dialami kepada orang lain. Subyek
menggunakan kata-kata atau kalimat yang sesuai dan bermakna,
yang diucapkan dengan jelas serta penggunaan bahasa lancar
atau tidak terbata-bata. Skor 3 diberikan bilamana subyek tidak
mengalami kesulitan untuk menyatakan keinginan, perasaan,
pandangan dan sikapnya; mampu menyampaikan keinginannya
agar orang lain melakukan sesuatu (misalnya, kita bisa minta
tolong pak polisi); menyatakan keinginannya untuk mengetahui
apa yang terjadi pada orang lain (misalnya, Apa rasa es krim
kesukaanmu?); mengungkapkan dunia khayalnya/imajinasi;
serta menginformasikan pengetahuan baru kepada lawan
bicaranya (misalnya, nanti sore, aku dan bapak mau ke rumah
nenek). Skor 2 diberikan bilamana subyek hanya menyatakan
keinginan, perasaan, pandangan dan sikapnya serta
menyampaikan keinginannya agar orang lain melakukan
sesuatu. Skor 1 diberikan bilamana subyek menyatakan
keinginannya hanya untuk mengetahui apa yang terjadi pada
orang lain.
56
2. Mengukur pemahaman yang didengarnya. Artinya, ketika
mendengarkan subyek dapat menangkap maksud dari lawan
bicaranya lalu menanggapi pembicaraan tersebut dengan tepat.
Skor 3 diberikan bilamana subyek menjawab semua pertanyaan
(≥80% dari total pertanyaan yang disajikan) tanpa
repetisi/pengulangan dari lawan bicara dan dapat mengikuti
urutan peristiwa yang diperbincangkan. Skor 2 bagi subyek
yang menjawab sebagian besar pertanyaan (50-79% dari total
pertanyaan) tanpa direpetisi. Skor 1 bagi subyek yang mampu
menjawab pertanyaan setelah direpetisi oleh lawan bicaranya
serta tidak dapat mengikuti urutan peristiwa yang
diperbincangkan.
3. Mengukur kemampuan subyek untuk mengklarifikasikan atau
memberitahu kepada lawan bicaranya bilamana pesan yang
diterima tidak jelas. Untuk mengukur kemampuan ini, peneliti
menyisipkan informasi baru bagi subyek sehingga ketika
informasi tersebut disampaikan maka subyek akan bertanya
kepada lawan bicaranya untuk mendapatkan kejelasan
informasi tersebut. Skor 3 bagi subyek yang mampu bertanya
lalu menanggapi ketika informasi tersebut disampaikan; skor 2
bagi subyek yang sekadar bertanya dan skor 1 diberikan bagi
subyek yang hanya mendengar dan tidak bertanya ataupun
menanggapi.
57
Skor total subyek untuk percakapan diperoleh dari ketiga spesifikasi diatas,
yakni penjumlahan skor untuk kemampuan mengekspresikan diri, pemahaman
yang dimiliki serta kemampuan mengklarifikasi.
Tes KBAPS dalam penelitian ini telah diuji cobakan. Melalui uji coba,
peneliti melakukan seleksi item untuk mendapatkan item-item yang layak
digunakan dalam penelitian. Item-item pada penelitian ini mengacu pada kriteria
korelasi item total. Item-item yang digunakan memiliki koefisien korelasi item
total lebih besar atau sama dengan 0,2. Item-item yang keofisien korelasi item
totalnya kurang dari 0,2 gugur dan tidak layak digunakan. Berdasarkan analisis
item tersebut, diperoleh 17 kosakata yang layak digunakan dan 28 kosakata yang
gugur untuk artikulasi dan 28 kosakata yang layak digunakan dan 17 kosakata
yang gugur untuk perbendaharaan kata. Pada bagian artikulasi, dipilih 3 kosakata
jenis kata benda, 3 kosakata jenis kata sifat dan 3 kosakata jenis kata kerja untuk
digunakan dalam penelitian. Sedangkan untuk perbendaharaan kata, dipilih 4
kosakata untuk tiap-tiap jenis kata. Dari 6 gambar yang disajikan pada bagian
menyusun kalimat, semuanya dinyatakan layak digunakan. Peneliti memilih
gambar II, gambar III dan gambar VI untuk digunakan dalam penelitian karena
berdasarkan hasil uji coba, cerita yang berhasil dibuat oleh subyek pada ketiga
gambar tersebut lebih banyak dan variatif. Pada bagian pemahaman, cerita yang
dipilih ada 3 cerita (cerita II, IV dan V) yang digunakan dalam penelitian yakni
cerita yang berjudul Ulang tahun Toni, Sama-sama dan Kiko dan Moni.
Berdasarkan hasil uji coba, ketiga cerita tersebut lebih dapat menarik perhatian
dan subyek lebih fokus mendengarkan dibandingkan dengan cerita lainnya. Untuk
percakapan, ketiga topik yang disajikan dinyatakan layak digunakan. Berdasarkan
58
observasi dan hasil uji coba, peneliti memilih 1 topik yang digunakan untuk
penelitian yaitu topik II tentang matahari, bulan dan bintang dikarenakan subyek
dapat mengekspresikan diri lebih banyak ketika topik ini diperbincangkan dan
ketertarikannya untuk mendengarkan lawan bicaranya lebih tinggi dibandingkan
topik-topik yang lain.
Estimasi reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien reliabilitas
alpha Cronbach dengan bantuan program SPSS versi 13. Angka koefisien
reliabilitas dari masing-masing aspek tes kemampuan berbahasa adalah artikulasi
0,964; perbendaharaan kata 0,855; menyusun kalimat 0,892; pemahaman 0,725;
dan percakapan 0,922. Komposisi tes KBAPS sesudah dilakukan uji coba dapat
dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Komposisi tes KBAPS sesudah uji coba Aspek Jumlah item
(nomor item) Isi
Artikulasi 9 kosakata (4, 20, 35, 28, 30, 45,
6, 36, 38)
komputer, petir, kalender, jorok, sabar, penasaran, menggambar, terluka, menyepakati
Perbendaharaan Kata
12 kosakata (2, 5, 18, 32, 15, 27, 29, 41, 7, 9, 25, 40 )
Pensil, mainan, piano, peta, sombong, atas, malas, pelit, mengambil, membungkus, tersenyum, meninmbang
Menyusun Kalimat
3 gambar (II, III, dan VI)
gambar anak laki-laki sedang bermain di taman, gambar pesta ulang tahun, gambar suasana di ruang keluarga
Pemahaman 3 cerita (II, IV dan V)
cerita dengan judul Ulang Tahun Toni, Sama-sama dan Kiko dan Moni
Percakapan 1 topik (topik II)
topik tentang matahari, bulan dan bintang
Secara ringkas peneliti menggambarkan spesifikasi pengukuran
kemampuan berbahasa dengan menggunakan tes KBAPS ke dalam tabel berikut
ini.
58
Tabel 3.2. Tabel Spesifikasi dan Penskoran Tes Kemampuan Berbahasa Anak Pra Sekolah (KBAPS)
Artikulasi Kriteria Penilaian Skoring Jumlah Item
- Tidak mengalami kesulitan mengucapkan konsonan tertentu seperti r, s, t
- Bunyi vokal yang baik (a, i, u, e, o)
Skor 1: pengucapan yang tepat Skor 0: pengucapan yang keliru 9
kosakata
Perbendaharaan Kata Kriteria Penilaian Skoring Jumlah Item
Menentukan apakah subyek mengetahui arti kata, bukan mengarah pada definisi yang logis dan sempurna
Skor 1: 1. sinonim yang baik; 2. penggolongan dan penggunaan yang umum; 3. salah satu atau beberapa sifat yang utama; dan 4. untuk kata kerja, memberi contoh tertentu dari perbuatan atau hubungan sebab
akibat Skor 0: 1. sinonim yang tidak tepat atau kabur; dan 2. pengulangan kata yang tidak diberi penjelasan lebih lanjut dan memperlihatkan
kelemahan dari arti yang sebenarnya atau tidak terkait sama sekali
12 kosakata
Menyusun Kalimat Kriteria Penilaian Skoring Jumlah Item
- Menyusun 2 – 7 kata dalam kalimat Skor 2: terdiri dari 5 – 7 kata Skor 1: terdiri dari 2 – 4 kata Skor 0: terdiri dari 0 – 1 kata
- Kebermaknaan kalimat yang disusun Skor 2: susunan 5 – 7 kata dengan tepat untuk menyatakan makna Skor 1: susunan 2 – 4 kata untuk menyatakan makna Skor 0: hanya menyebut salah satu obyek pada gambar
3 gambar
59
59
- Koherensi/kalimat yang satu berhubungan dengan kalimat yang lain
Skor 2 diberikan bilamana ada koherensi yang bermakna antar seluruh kalimat Skor 1 bilamana bilamana ada koherensi antar sebagian kalimat Skor 0 bilamana tidak ada koherensi makna sama sekali
Pemahaman Kriteria Penilaian Skoring Jumlah Item
- Memahami apa yang dikatakan oleh orang lain dengan mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan baku yang disediakan.
- Bilamana subyek membenarkan jawabannya secara spontan, nilai harus diberikan untuk jawaban yang dibenarkan sesuai dengan kriteria penilaian
Skor 1: jawaban yang benar Skor 0: jawaban yang salah
3 cerita
Percakapan Kriteria Penilaian Skoring Jumlah Item
- Kemampuan untuk mengekspresikan diri yang mengarah pada kemampuan untuk membicarakan segala sesuatu yang diketahui, dimiliki dan yang dialami kepada orang lain
- Tidak mengalami kesulitan untuk menggunakan kata-kata atau kalimat yang sesuai dan bermakna, yang diucapkan dengan jelas serta penggunaan bahasa lancar atau tidak terbata-bata
Skor 3: terdapat ungkapan dari keinginan, perasaan, pandangan dan sikapnya, mampu menyampaikan keinginannya agar orang lain melakukan sesuatu, menyatakan keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi pada orang, mengungkapkan dunia khayalnya/imajinasi, serta menginformasikan pengetahuan baru kepada lawan bicaranya Skor 2: hanya terdapat keinginan, perasaan, pandangan dan sikapnya serta menyampaikan keinginannya agar orang lain melakukan sesuatu. Skor 1: menyatakan keinginannya hanya untuk mengetahui apa yang terjadi pada orang lain.
1 topik
60
60
- Mengukur pemahaman yang didengarnya. Subyek mendengarkan dan menangkap maksud dari lawan bicara lalu menanggapi pembicaraan tersebut dengan tepat
Skor 3: menjawab semua pertanyaan (≥80% dari total pertanyaan) tanpa repetisi/pengulangan dari lawan bicara dan dapat mengikuti urutan peristiwa yang diperbincangkan Skor 2: menjawab hanya sebagian besar pertanyaan (50-79% dari total pertanyaan) tanpa direpetisi Skor 1: mampu menjawab pertanyaan setelah direpetisi oleh lawan bicara serta tidak dapat mengikuti urutan peristiwa yang diperbincangkan
- Mengukur kemampuan mengklarifikasi atau memberitahu kepada lawan bicara bilamana pesan /informasi baru yang diterima tidak atau belumlah jelas
Skor 3: mampu bertanya lalu menanggapi ketika informasi disampaikan Skor 2: sekadar bertanya namun belum menanggapi Skor 1: hanya mendengar dan tidak bertanya ataupun menanggapi
61
62
G. Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah uji t (t-
test). Analisisi ini digunakan untuk menguji perbedaan kemampuan berbahasa
antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dengan membandingkan
gain score pada tiap-tiap kelompok. Gain score diperoleh dari selisih antara skor
posttest dengan pretest. Rancangan analisa data dapat dilihat pada gambar 3.2.
Gambar 3.2. Rancangan Analisa Data Kemampuan Berbahasa
Gain score (posttest-pretest) Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Artikulasi Gain score (posttest-pretest) Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Perbendaharaan Kata Gain score (posttest-pretest) Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Menyusun Kalimat Gain score (posttest-pretest) Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Pemahaman Gain score (posttest-pretest) Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Percakapan Gain score (posttest-pretest) Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
63
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ekperimen ini dilaksanakan pada tanggal 29 Maret sampai dengan
17 April 2007 dengan melibatkan siswa-siswi TK CERIA berjumlah total 24 anak.
Kelompok eksperimen adalah siswa-siswi TK CERIA Demangan yang berjumlah
14 anak. Kelompok kontrol adalah siswa-siswi TK CERIA Timoho yang
berjumlah 10 anak.
Pretest kelompok kontrol dilaksanakan pada tanggal 29 dan 30 Maret 2007.
Pretest kelompok eksperimen dilaksanakan pada tanggal 2 dan 3 April 2007.
Pretest dilakukan dengan menggunakan tes KBAPS sesuai dengan prosedur
umum dan kriteria penskorannya serta disajikan secara individual.
Pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen dilakukan pada tanggal 4,
9 – 11 April 2007 kepada 6 anak laki-laki dan 8 anak perempuan TK CERIA
Demangan. Perlakuan eksperimental yang diberikan berupa permainan pura-pura
yang bertemakan dokter-pasien, penjual-pembeli, ayah-ibu dan sopir-penumpang.
Sebelum mulai bermain, subyek dikenalkan dengan alat-alat/mainan yang akan
digunakan dan tema permainan terlebih dahulu. Beberapa subyek bahkan sudah
bisa mengenali tema permainan melalui mainan yang dipergunakan. Lalu subyek
diminta untuk mencari 1 orang teman untuk menjadi pasangan bermainnya dan
berbagi peran yang akan mereka mainkan. Eksperimenter membagikan alat-
alat/mainan lalu mereka menempati posisinya masing-masing dan mulai bermain.
Bermain dokter-pasien diselenggarakan pada tanggal 4 April 2007. Mainan
yang dipergunakan adalah steteskop, termometer, suntikan dan obat imitasi,
63
64
masker hidung, serta tas dokter dan peralatannya. Berdasarkan hasil observasi,
sebagian besar subyek secara bergantian peran dengan teman bermainnya untuk
menjadi dokter ataupun pasien. Aktivitas peran yang dilakukan berupa pasien yang
berpura-pura sakit, dokter yang minta pasien berbaring lalu diperiksa, pasiennya
disuntik dan diberi obat, dokternya mengukur suhu tubuh pasien serta pasien yang
sembuh dari sakitnya. Selama bermain dokter-pasien, subyek sangat antusias dan
kooperatif dengan teman bermainnya. Mereka melakukan percakapan layaknya
seorang dokter dan pasien dalam situasi di ruang periksa. Waktu yang
dipergunakan untuk bermain dokter-pasien adalah 20 menit.
Bermain penjual-pembeli dimainkan pada tanggal 9 April 2007. Mainan
yang dipergunakan adalah sayuran dan buah-buahan imitasi, kompor, panci,
tempat nasi, tas belanja, uang imitasi, serta keranjang sayur dan buah. Subyek
yang berperan sebagai penjual berpura-pura menawarkan buah-buahan dan
sayuran serta nasi goreng. Disini penjual juga memperlihatkan aktivitas memasak
nasi goreng dengan mempergunakan sayur-sayuran yang mereka jual. Lalu penjual
meminta pembeli untuk menunggu sebentar, setelah selesai penjual menyebutkan
harga dan memberikan kembalian kepada pembeli. Subyek yang berperan sebagai
pembeli berpura-pura bertanya kepada penjual tentang harga dan jenis barang
yang dijual, meminta penjual untuk mengambilkan buah atau sayur yang mereka
inginkan, serta membayar sejumlah uang kepada penjual. Permainan ini
berlangsung selama 22 menit.
Subyek bermain ayah-ibu pada tanggal 10 April 2007. Permainan yang
berlangsung selama 17 menit ini menggunakan alat seperti meja, kursi, teko,
cangkir teh, kue-kue imitasi, majalah, piring, sendok dan garpu. Mengingat jumlah
65
subyek laki-laki dan perempuan yang tidak sama sehingga terdapat satu kelompok
kecil yang bermain ibu-ibuan sementara yang lain tetap bermain ayah-ibu.
Kelompok yang berperan sebagai ayah-ibu berpura-pura sedang sarapan pagi.
Subyek yang berperan sebagai ibu berpura-pura menawarkan minuman teh atau
susu kepada ayah, lalu membuatkan dan mengantarkan minum untuk ayah. Ibu
juga berpura-pura mengantar ayah yang ingin berangkat ke kantor dan bertanya
pulang jam berapa. Subyek yang berperan sebagai ayah terlihat berpura-pura
membantu ibu yang sedang membuat sarapan, melahap makanan dan minuman
yang sudah jadi, membaca majalah sambil mengobrol dengan ibu, lalu berpamitan
untuk pergi ke kantor. Sedangkan satu kelompok yang bermain ibu-ibuan, mereka
melakukan aktivitas yang sama seperti membuat teh atau susu, berpura-pura
meminumnya, membuat kue/masakan lalu memakannya, saling mencicipi
makanan satu sama lain.
Bermain sopir-penumpang diselenggarakan pada tanggal 11 April 2007.
Mainan yang digunakan adalah miniatur bis, uang imitasi, peta serta setting kursi
penumpang bis. Eksperimenter membentuk permainan ini untuk dimainkan oleh
beberapa kelompok kecil sekaligus dan dilakukan secara bergiliran. Giliran
pertama dimainkan oleh 8 orang yang terdiri dari sopir dan 7 orang penumpang.
Giliran kedua dimainkan oleh 6 orang yang terdiri dari sopir dan 5 orang
penumpang. Subyek yang berperan sebagai penumpang berpura-pura
memberhentikan dan memasuki bis, mendiskusikan tempat tujuan dengan bantuan
peta, menunjukkan lokasi di peta kepada sopir, memberhentikan dan turun serta
membayar ongkos bis. Subyek yang berperan sebagai sopir berpura-pura
menanyakan tempat tujuan penumpang, berpura-pura mengemudi, mengisi bensin
66
lalu memberhentikan bis dan menagih ongkos bis kepada penumpang.
Berdasarkan hasil observasi terhadap permainan ini, subyek laki-laki cenderung
memilih untuk menjadi kondektur ataupun sopir sedangkan subyek perempuan
cenderung memilih untuk menjadi penumpang bis. Permainan ini berlangsung
selama 22 menit.
Pengamatan kelompok kontrol dilakukan pada tanggal 4, 9 – 11 April 2007
terhadap 5 anak laki-laki dan 5 anak perempuan TK CERIA Timoho. Pengamatan
dilakukan selama sesi freeplay (bermain bebas). Sebelum observasi dimulai,
subyek diminta untuk bermain dengan menggunakan mainan-mainan yang ada di
dalam kelas dan di arena bermain (playground). Baik di kelas maupun playground
telah disesuaikan kondisinya sehingga tidak memungkinkan bagi subyek untuk
bermain pura-pura. Hasil observasi yang berlangsung selama 4 hari tersebut
mencakup beberapa hal berikut, yakni (a) jenis permainan soliter yang sering
dimainkan adalah menyusun balok, meronce manik-manik, menggambar dan
mewarnai, naik-turun jembatan dan kejar-kejaran sedangkan jenis permainan pasif
yang dilakukan adalah melihat-lihat gambar yang ada di buku; (b) sebagian besar
subyek cenderung bermain soliter, tidak melibatkan kerja sama dan minimnya
interaksi sosial-verbal dengan temannya; (c) subyek laki-laki cenderung
melakukan permainan yang melibatkan aktivitas fisik, seperti berlari, naik turun
panggung dan kejar-kejaran. Sedangkan subyek perempuan cenderung bermain
susun balok dan puzzle, menggambar serta mewarnai di kelas. Rentang waktu
untuk bermain bebas adalah 20 – 25 menit dan setelah selesai bermain, mereka
melanjutkan aktivitas lainnya.
67
Pada tanggal 12 – 13 April dilaksanakan posttest bagi kelompok eksperimen
dan posttest kelompok kontrol berlangsung pada tanggal 16 – 17 April 2007.
Posttest diselenggarakan sama seperti halnya pada pretest, dengan menggunakan
tes KBAPS sesuai dengan prosedur umum dan kriteria penskorannya serta
disajikan secara individual.
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan dengan One Sample Kolmogorov-
Smirnov Test dalam program SPSS 13.0. Uji normalitas ini digunakan
untuk melihat apakah distribusi sebaran variabel tergantung penelitian
normal atau tidak. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji Normalitas Pretest Posttest Kelompok Aspek
Sig. Sig. Kemampuan Berbahasa 0,457 0,695 Eksperimen Artikulasi 0,120 0,020
Perbendaharaan Kata 0,770 0,333 Menyusun Kalimat 0,926 0,958 Pemahaman 0,698 0,012 Percakapan 0,481 0,324
Kemampuan Berbahasa 0,986 0,558 Kontrol Artikulasi 0,436 0,337
Perbendaharaan Kata 0,509 0,956 Menyusun Kalimat 0,632 0,858 Pemahaman 0,840 0,141 Percakapan 0,612 0,543
Data diatas menunjukkan bahwa distribusi sebaran variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah normal kecuali pada posttest
artikulasi kelompok eksperimen (p = 0,020; p < 0,05) dan posttest
pemahaman kelompok eksperimen (p = 0,012; p < 0,05).
68
b. Deskripsi Data Penelitian
Jumlah keseluruhan subyek adalah 24 anak, terbagi menjadi 14
anak dalam kelompok eksperimen dan 10 anak dalam kelompok kontrol.
Deskripsi hasil pretest dan posttest pada kedua kelompok tersaji dalam
tabel 4.3. berikut ini.
Tabel 4.2. Rerata dan standar deviasi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Pretest Posttest Kelompok Aspek
M SD M SD Kemampuan Berbahasa 258,2 34,6 269,1 26,6 Artikulasi 7,36 2,46 8,0 2,0 Perbendaharaan Kata 8,86 1,70 10,07 0,99 Menyusun Kalimat 63,36 19,58 90,43 16,03 Pemahaman 5,57 1,15 6,57 0,75
Eksperimen
Percakapan 6,57 1,08 8,07 0,91 Kemampuan Berbahasa 238,5 32,7 223,2 33,9 Artikulasi 7,4 2,11 7,5 2,01 Perbendaharaan Kata 8,2 1,98 8,2 2,53 Menyusun Kalimat 56,20 22,38 63,2 21,45 Pemahaman 4,40 1,50 5,5 1,17
Kontrol
Percakapan 6,1 0,99 6,5 1,26
2. Hasil Uji Hipotesis
Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa permainan pura-pura
memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan berbahasa, khususnya
dalam meningkatkan kemampuan artikulasi/pengucapan, perbendaharaan kata
yang dikuasai, kemampuan menyusun kata-kata dalam kalimat, pemahaman
dan kemampuan membuat dan melangsungkan percakapan. Untuk menguji
kemampuan berbahasa, skor pada kelima aspek kemampuan berbahasa
disetarakan terlebih dahulu dikarenakan adanya perbedaan spesifikasi dan
kriteria penskoran dari masing-masing aspek tersebut. Penyetaraan ini
dilakukan dengan mentransformasikan skor-skor tersebut ke dalam skor T (T-
score). Dengan adanya kesetaraan ini, dimungkinkan untuk membandingkan
kemampuan berbahasa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
69
Hasil pengujian Independent Sample t-test terhadap skor pretest
kemampuan berbahasa kelompok eksperimen dengan pretest kelompok kontrol
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok (t = 1,405; p = 0,174). Data ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan kemampuan berbahasa antara kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol sebelum diberi perlakuan.
Tabel 4.3. Rangkuman Hasil Uji t pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Aspek MBpost-pre (eksperimen)
MBpost-pre B (kontrol) t Sig.
Kemampuan Berbahasa 10,9 -15,28 4,720 p = 0,000 Artikulasi 0,64 0,1 2,159 p = 0,042 Perbendaharaan Kata 1,21 0 3,049 p = 0,006 Menyusun Kalimat 27,07 7 4,415 p = 0,000 Pemahaman 1 1,1 - 0,276 p = 0,785 Percakapan 1,5 0,4 3,612 p = 0,002
Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan
berbahasa yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol (t = 4,720; p = 0,000). Kelompok eksperimen mengalami peningkatan
sebesar 10,9. Hal ini membuktikan bahwa permainan pura-pura dapat
meningkatkan kemampuan berbahasa anak pra sekolah. Berarti hipotesis
penelitian diterima. Kemampuan berbahasa anak yang bermain pura-pura lebih
baik dibandingkan anak yang bermain soliter dan pasif. Data pada tabel 4.3
diatas juga menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa kelompok kontrol
mengalami penurunan sebesar 15,28 namun pada tiap-tiap aspeknya justru
tidak mengalami penurunan. Dengan tidak diberinya permainan pura-pura,
kelompok kontrol mengalami penurunan performance test secara keseluruhan.
Berikut adalah pengujian terhadap tiap-tiap aspek kemampuan
berbahasa. Pada aspek artikulasi, terdapat perbedaan yang signifikan antara
70
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol (t = 2,159; p = 0,042). Setelah
mendapatkan permainan pura-pura, kemampuan artikulasi pada kelompok
eksperimen meningkat sebesar 0,64 lebih tinggi dibandingkan pada kelompok
kontrol. Berarti permainan pura-pura dapat meningkatkan kemampuan
artikulasi anak.
Untuk aspek perbendaharaan kata, ada perbedaan tingkat
perbendaharaan kata yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol (t = 3,049; p = 0,006). Perbendaharaan kata pada kelompok
eksperimen meningkat sebesar 1,21 lebih tinggi dibandingkan pada kelompok
kontrol. Berarti permainan pura-pura dapat meningkatkan perbendaharaan kata
anak.
Ada perbedaan kemampuan menyusun kalimat yang signifikan antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol (t = 4,415; p = 0,000).
Kemampuan menyusun kalimat pada kelompok eksperimen meningkat sebesar
27,07 lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Dapat dikatakan
bahwa permainan pura-pura dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
merangkai kata-kata dalam kalimat.
Untuk aspek pemahaman, tidak ada perbedaan antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol (t = -0,276; p = 0,785). Kelompok
eksperimen terjadi peningkatan rerata sebesar 1 sementara kelompok kontrol
meningkat sebesar 1.1. Peningkatan pada kelompok kontrol lebih besar
daripada kelompok eksperimen. Berarti permainan pura-pura tidak dapat
meningkatkan tingkat pemahaman anak.
71
Ada perbedaan kemampuan untuk membuat dan melangsungkan
percakapan yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol (t = 3,612; p = 0,002). Setelah mendapatkan permainan pura-pura,
kemampuan membuat dan melangsungkan percakapan meningkat sebesar 1,5.
Peningkatan pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan pada
kelompok kontrol sehingga dapat dikatakan bahwa permainan pura-pura dapat
meningkatkan kemampuan anak untuk membuat dan melangsungkan
percakapan.
C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Ada pengaruh
positif atau konstruktif dari permainan pura-pura terhadap perkembangan
kemampuan berbahasa anak pra sekolah. Anak yang memainkan permainan pura-
pura memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik dibandingkan dengan yang
bermain soliter dan bermain pasif. Hal ini dikarenakan permainan pura-pura
mengutamakan penggunaan bahasa sebagai mediator untuk menjelaskan perilaku
bermain anak. Ketika bermain bersama dengan temannya, anak tidak hanya
mengucapkan kata dan kalimat yang telah ia kuasai dan menggunakan kosakata
yang telah dimiliki, namun anak juga mempelajari dan mengucapkan kata-kata
baru, memperkaya perbendaharaan kata, menjelaskan peran dan aktivitas yang
dimainkan dengan menggunakan kata yang tepat dan kalimat yang bermakna serta
memahami maksud yang disampaikan oleh teman bermainnya dalam suatu
percakapan. Mereka memiliki kesempatan untuk mempraktekkan kemampuan
72
yang telah dimiliki maupun kemampuan yang baru saja diperoleh selama bermain
pura-pura.
Permainan pura-pura dapat meningkatkan kemampuan artikulasi atau
kemampuan anak untuk memproduksi bunyi-bunyi menjadi kata yang jelas dan
berarti. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Siegler
(1991) yang menyatakan bahwa anak dapat diikutsertakan dalam aktivitas mental
yang beragam sehingga mereka mampu mengembangkan sistem persepsi-auditoris
yang baik. Permainan pura-pura termasuk dalam aktivitas mental yang dapat
membantu anak pra sekolah belajar mengucapkan kata dengan benar. Ketika
bermain, anak memperoleh kesempatan untuk mempraktekkan bunyi-bunyi yang
sudah dikuasai maupun yang baru ia pelajari. Bunyi-bunyi tersebut harus
diucapkan dengan jelas supaya dapat dipahami oleh teman bermainnya. Dengan
berusaha mengucapkan kata-kata dengan jelas akan berdampak pada
keberlangsungan permainan itu sendiri.
Permainan pura-pura juga dapat meningkatkan perbendaharaan kata anak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Nurnindyah, Hartati dan Hidayati (2004) yang menyatakan bahwa permainan ini
dapat meningkatkan perbendaharaan kata yang dapat dikuasai oleh anak. Ketika
bermain dengan temannya, anak menjelaskan peran dan situasi yang sedang
dimainkan, memperagakan dan menamai obyek/benda serta saling
mengungkapkan ide, keinginan dan pertanyaan secara lisan. Hal ini dapat
meningkatkan perbendaharaan kata sehingga anak memiliki perbendaharaan kata
yang cukup memadai untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan keinginannya,
dapat memunculkan ide/gagasannya terhadap peristiwa yang terjadi dengan
73
penggunaan kata-kata yang sesuai serta meningkatkan kemampuan anak untuk
menghubungkan antara arti dengan ekspresi dari suatu kata.
Permainan ini dapat mengembangkan kemampuan anak untuk
menggabungkan kata-kata dalam kalimat yang sesuai dan mengandung makna.
Kemampuan anak untuk menyusun kalimat meningkat setelah memainkan
permainan pura-pura. Menurut Sachs, Goldman dan Chaillé (1985) interaksi
verbal yang dilakukan anak ketika bermain memiliki alur cerita/runtutan peristiwa.
Untuk mendapatkan alur cerita tersebut, mereka saling bertukar ide/gagasan,
pengetahuan dan pengalaman dengan menggunakan kalimat yang sesuai dan
mengandung makna. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
merangkai kata-kata menjadi kalimat yang bermakna sehingga anak
mengungkapkan ide/pikirannya tidak lagi menggunakan kalimat pendek atau yang
terdiri dari 1 dan 2 kata melainkan anak dapat menyusun kalimat dengan 3 – 7 kata
di dalamnya, pemilihan kata-kata yang tepat sehingga membentuk kalimat yang
bermakna dan sesuai dengan apa yang hendak disampaikan.
Permainan pura-pura tidak dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
memahami makna/arti dari apa yang diucapkan oleh orang lain. Kemampuan
untuk memahami makna dari apa yang diucapkan orang lain antara anak yang
bermain pura-pura dengan anak yang bermain soliter dan bermain pasif tidak
berbeda secara signifikan. Hal ini disebabkan karena pemahaman arti kata kurang
dapat ditentukan melalui praktek/latihan layaknya ketika bermain pura-pura
melainkan dipengaruhi oleh hal lain yang lebih kompleks seperti tingkat perhatian,
kemampuan mendengarkan serta mengasosiasikan arti kata dengan tindakan,
intonasi suara dan gerakan tubuh.
74
Permainan ini dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan anak
untuk membuat dan melangsungkan percakapan dengan orang lain. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh teori Guttman dan Frederikson (1985) yang
menyatakan bahwa ketika bermain pura-pura, anak melakukan negosiasi dan
mencapai kesepakatan bersama dengan teman bermainnya agar permainan dapat
berlangsung dengan baik. Untuk itu anak berusaha mengekspresikan
ide/gagasannya secara lisan sekaligus juga memahami dan menginterpretasikan
apa yang dibicarakan oleh temannya. Anak tidak hanya menjelaskan apa yang
ingin dilakukan namun juga turut mendengar dan memahami apa yang ingin
dilakukan oleh temannya selama bermain. Anak melakukan komunikasi yang
sesungguhnya dengan berperan sebagai pembicara sekaligus pendengar. Mereka
dapat saling mengklarifikasi guna mencapai kesepakatan bersama dan
melangsungkan permainan dengan baik serta sesuai tema, dengan cara
membangun percakapan secara kooperatif dan koheren serta bekerja sama dengan
peran dan aktivitas temannya.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa permainan pura-
pura memiliki pengaruh positif terhadap kemampuan berbahasa, terlebih pada
kemampuan artikulasi, perbendaharaan kata yang dikuasai, kemampuan menyusun
kata-kata dalam kalimat serta kemampuan membuat dan melangsungkan
percakapan. Dari kelima aspek kemampuan berbahasa, aspek pemahaman tidak
mengalami peningkatan yang signifikan setelah memainkan permainan pura-pura.
75
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah ada pengaruh positif atau konstruktif
dari permainan pura-pura terhadap kemampuan berbahasa anak pra sekolah.
Permainan pura-pura dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak pra
sekolah. Anak pra sekolah yang memainkan permainan pura-pura memiliki
kemampuan berbahasa lebih baik daripada yang memainkan permainan soliter dan
permainan pasif, yang dapat dilihat dari peningkatan rerata sebesar 10,9.
Berikut adalah kesimpulan yang dapat dilihat berdasarkan kelima aspek
kemampuan berbahasa. Pertama, permainan pura-pura terbukti dapat
meningkatkan kemampuan artikulasi anak. Kemampuan artikulasi anak yang
bermain pura-pura meningkat sebesar 0,64 lebih baik dibandingkan dengan anak
yang bermain soliter dan bermain pasif. Kedua, permainan pura-pura memiliki
pengaruh terhadap meningkatnya perbendaharaan kata yang dikuasai anak.
Perbendaharaan kata yang lebih baik dimiliki oleh anak yang bermain pura-pura
dengan adanya peningkatan sebesar 1,21. Ketiga, permainan pura-pura dapat
meningkatkan kemampuan anak untuk menyusun kata-kata dalam kalimat.
Kemampuan menyusun kata-kata dalam kalimat pada anak yang bermain pura-
pura lebih baik dibandingkan anak yang bermain soliter dan bermain pasif, dengan
peningkatan sebesar 27. Keempat, permainan pura-pura tidak dapat meningkatkan
kemampuan anak untuk memahami arti/makna dari apa yang diucapkan oleh
orang lain, sehingga tingkat pemahaman anak yang memainkan permainan pura-
pura sama dengan anak yang memainkan permainan soliter dan permainan pasif.
75
76
Kelima, permainan pura-pura memiliki efek atau pengaruh dalam meningkatkan
kemampuan anak untuk membuat dan melangsungkan percakapan. Anak yang
bermain pura-pura kemampuannya meningkat sebesar 1,5 lebih baik dibandingkan
dengan yang bermain soliter dan bermain pasif.
B. Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat merevisi isi dan bentuk tes KBAPS khususnya
pada bagian pemahaman. Dari tes KBAPS dalam penelitian ini, aspek
pemahaman diukur dengan memberikan stimulus cerita dan beberapa
pertanyaan terkait yang disajikan secara lisan. Peneliti selanjutnya dapat
merancang tes yang lebih menarik perhatian anak, misalnya dengan
menyajikan tayangan audiovisual sehingga dapat membantu anak memahami
suatu cerita melalui ekspresi verbal dan non verbal secara auditoris maupun
visual. Selain itu, mengingat pengontrolan variabel ekstra terhadap
kemampuan kognitif subyek dalam penelitian ini berdasarkan penilaian yang
bersifat subyektif, diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan
pengontrolan variabel ekstra secara lebih ketat guna memperkuat hasil
penelitian.
Peneliti selanjutnya hendaknya juga mencermati prosedur transformasi
menjadi T-score mengingat hasil pengukuran kemampuan berbahasa pada
kelompok kontrol yang mengalami penurunan performance test sementara
untuk tiap-tiap aspeknya tidak mengalami penurunan.
77
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya ataupun penelitian lain yang berhubungan
dengan penelitian ini kiranya dapat mempertimbangkan kekurangan dan
mencermati kesalahan yang ada dalam penelitian ini, khususnya keterbatasan
alat ukur penelitian ini. Bagi penelitian selanjutnya juga dapat melakukan
penelitian serupa dengan subyek penelitian yang berasal dari TK golongan
menengah ke bawah.
3. Bagi Para Pendidik dan Orang Tua
Bagi para pendidik/edukator dan orang tua, permainan ini dapat
direkomendasikan sebagai salah satu metode/pendekatan yang dapat
digunakan ketika berada di dalam kelas maupun di rumah guna merangsang
perkembangan kemampuan berbahasa anak pra sekolah. Para
pendidik/edukator dan orang tua dapat mengembangkan tema-tema permainan
pura-pura menjadi lebih variatif berdasarkan kejadian, pengalaman dan
peristiwa yang dekat dengan kehidupan anak pra sekolah sehingga anak
mendapatkan kesempatan untuk memperkaya perbendaharaan pengetahuannya
melalui situasi yang menyenangkan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A dan Sholeh, M. (2005). Psikologi perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta Berk, L. E. (2005). Child development. (7P
th Ped.). Boston: Pearson Education, Inc
Curtis, A. (1998). A curriculum for the pre school child: Learning to learn. (2P
ndP.ed.).
London: Routledge Cohen, D. H. (1977). Kindergarten and early schooling. London: Prentice – Hall
International Inc Dardjowidjojo, S. (2003). Psikolinguistik: Pengantar pemahaman bahasa manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Dariyo, A. (14 - 27 Juli 2001). Bermain adalah belajar banyak hal. Ayahbunda, No.
14, hal. 48 – 50 Gregory, J. (1996). Psychologycal testing. (6P
thP. ed.). Sydney: Allyn and Bacon
Guttman, M., dan Frederikson, C. H. (1985). Preschool children’s narratives: Linking
story comprehension, production, and play discourse. Dalam L. Galda dan A. D Pellegrini. (Editors). Play, language, and stories: The development of children’s literate behavior. (hal. 99 – 125). New Jersey: Ablex Publishing Company
Hadisubrata,M. S. (2004). Meningkatkan inteligensi anak balita: Pola pendidikan
untuk lebih mencerdaskan anak balita. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia Hildebrand, V. (1991). Introduction to early childhood education. New York:
Macmillan Howell, David C. (1982). Statistical methods for psychology. Boston: Duxbury Press Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. (Ed.5). Jakarta: Penerbit Erlangga Hurlock, Elizabeth B. (1995). Perkembangan anak. (Jilid 1). Jakarta: Penerbit
Erlangga Indriarso, F Sauson. (2003). Studi deskriptif terhadap permainan anak individual dan
permainan anak kelompok yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional anak menurut tinjauan guru. (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Fakultas Psikologi
78
79
Ismail, K. Hj., dan Rizfyanti, C. A. (2002). Main dalam perspektif Vygotsky pada anak pra sekolah. Anima, Indonesian Psychological Journal, 18 (1), 26 – 35
Jay, T. B. (2003). The psychology of language. London: Prentice Hall Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 051/U/2002
tentang penerimaan siswa pada Taman Kanak-kanak (TK) dan sekolah Kushartanti dan Darmojuwono, S. (2005). Pesona bahasa: Langkah awal memahami
linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Landreth, G. L. (2001). Innovations in play therapy: Issues, process and special
populations. Bruner – Routledge Latipun. (2006). Psikologi eksperimen. (Ed. Kedua). Malang: UMM Press Liebert, R. M., Wicks-Nelson, R. dan Kail, R. V. (1986). Developmental psychology.
(4 P
thP Ed.). Englewood Cliffs: Prentice Hall
Lindfors, J. W. (1980). Children’s language and learning. Englewood Cliffs: Prentice
Hall Matsumoto, D. (1996). Culture and psychology. Pacific Grove: Brooks/Cole
Publishing Company McDeviit, T. M., dan Ormrod, J. E. (2002). Child development: Educating and
working with children and adolescents. (2P
ndP ed.). New Jersey: Pearson
Education, Inc Moeslichatoen, R. (2004). Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Jakarta: PT
Rineka Cipta Mőnks, F. J., Knoers, A. M. P., dan Haditono, S. R. (1999). Psikologi perkembangan
pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Nurgiyantoro, B. (1995). Penilaian dalam pengajaran bahasa dan sastra.
Yogyakarta: BPFE Nurnindyah, D., Hartati, S., dan Hidayati, F. (2004). Pengaruh permainan pura-pura
terhadap perkembangan berbahasa anak pra sekolah (studi eksperimental di TK ABA 43 Ngesrep dan TK ABA 44 Banyumanik). Jurnal Psikologi UNDIP, I (2), Desember, hal. 217-226
Papalia, D. E. dan Olds, S. W. (1986). Human development. Singapore: Mc Graw –
Hill Book
80
Pikunas, J. (1976). Human development: An emergent science. (3P
rdP ed.). Tokyo:
McGraw – Hill Pellegrini, A. D. (1985). Aspect of symbolic play and literate behavior. Dalam L.
Galda dan A. D Pellegrini. (Editors). Play, language, and stories: The development of children’s literate behavior. (hal. 80 – 95). New Jersey: Ablex Publishing Company
Rubin, K. H., Fein, G. G., dan Vandenberg, B. (1983). Play, dalam P. H. Mussen
(editor). Handbook of child psychology (Socialization, personality and social development). New York: John Wiley & Sons Inc
Rusmawati, D. (2004). Bermain dalam tinjauan psikologis. Jurnal Psikologi UNDIP, I
(2), Desember, hal. 227-238 Sachs, J., Goldman, J., dan Chaillé, C. (1985). Narratives in preschoolers’
sosiodramatic play: The role of knowledge dan communicative competence. Dalam L. Galda dan A. D Pellegrini. (Editors). Play, language, and stories: The development of children’s literate behavior. (hal. 45 – 60). New Jersey: Ablex Publishing Company
Sajono, T. I. (1987). Peranan alat bermain dalam perkembangan anak. Jakarta:
Yayasan Jambangan Kasih Santrock, J. W. (2002). Life – Span development. (Ed.5). Jakarta: Penerbit Erlangga Sawitri, I.G.A. Lina. (2005). Efektivitas alat permainan balok, puzzle dan plastisin
dalam meningkatkan kreativitas anak usia pra sekolah. (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Fakultas Psikologi
Siegler, R. S. (1991). Children’s thinking. (2P
ndP ed.). Englewood Cliffs: Prentice Hall,
Inc. Small, M. Y. (1990). Cognitive development. Orlando: Harcourt Brace Jovanovich,
Inc Sugiyono. (2002). Statistika untuk penelitian. Bandung: CV. Alfabeta Suminar, D. R. (1997). Pengaruh permainan pura-pura terhadap perkembangan
bahasa dan kematangan sosial anak-anak pra sekolah. Tesis tidak dipublikasikan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Program Studi Psikologi
Suprapti, V. (1999). Psikologi perkembangan anak usia pra-sekolah dan implikasinya
pada pendidikan. Anima, Indonesian Psychological Journal, 15 (1), 19-32 Sylva, K., dan Lunt, I. (1988). Perkembangan anak: Sebuah pengantar. Jakarta:
Arcan
81
Tedjasaputra, M. S. (2001). Bermain, mainan, dan permainan untuk pendidikan usia
dini. Jakarta: PT Gramedia Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1989). Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Undang-undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional Wahyuni, A. (2005). Permainan aktif sebagai media perkembangan sosialisasi anak
usia 5 – 6 tahun TK BI pada TK Charitas Pondok Labu Jakarta Selatan. (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Program Studi Bimbingan Konseling
1
ARTIKULASI DAN PERBENDAHARAAN KATA
Petunjuk: Sekarang kita akan bermain dengan kata-kata. Permainan akan dimulai oleh saya. Setelah saya mengucapkan suatu kata, maka tirukanlah saya. Atau bagaimana kamu mengucapkan kata berikut ini. Lalu coba kamu ceritakan apa arti dari kata tersebut.
No Kosakata Artikulasi Arti/definisi 1. Kakaktua 2. Pensil 3. Kompor 4. Komputer 5. Mainan 6. Menggambar 7. Mengambil 8. Membantu 9. Membungkus 10. Memindahkan 11. Jujur 12. Marah 13. Berat 14. Patuh 15. Sombong 16. Kucir 17. Penjara 18. Piano 19. Stasiun 20. Petir 21. Menempel 22. Mencangkul 23. Menanam 24. Pemanasan 25. Tersenyum 26. Cepat 27. Atas 28. Jorok 29. Malas 30. Sabar 31. Poster 32. Peta
2
33. Steteskop 34. Museum 35. Kalender 36. Terluka 37. Mengejek 38. Menyepakati 39. Menjual 40. Menimbang 41. Pelit 42. Saleh 43. Ciut 44. Basi 45. Penasaran
3
MENYUSUN KATA-KATA DALAM KALIMAT
Petunjuk:
Saya mempunyai gambar yang menarik, kamu bisa melihat gambar itu sekarang.
Coba kamu ceritakan apa yang kamu lihat dari gambar ini. Atau, kalau gambar
yang ini ceritanya bagaimana.
4
5
6
7
Gambarku
8
Gambarku
9
PEMAHAMAN
Petunjuk:
Saya akan menceritakan suatu cerita, coba kamu dengarkan dengan baik. Setelah
ceritanya selesai, ada pertanyaan-pertanyaan yang harus kamu jawab. Pertanyaan
itu berkaitan dengan cerita tadi.
Olahraga Nana dan Ratih suka sekali berolahraga. Mereka selalu menggunakan pakaian olahraga ketika berolehraga. Sekarang, Nana dan Ratih mau bermain badminton di lapangan sekolah. Tapi mereka melakukan pemanasan terlebih dahulu supaya badannya tidak kaku dan tidak mudah lelah. Nana dan Ratih bermain badminton dengan riang gembira. Setelah selesai, Nana dan Ratih beristirahat sebentar lalu minum air putih. Kemudian mereka berganti baju dan pulang ke rumah.
1. Siapa yang suka berolahraga? 2. Dimana Nana dan Ratih bermain badminton? 3. Mengapa mereka melakukan pemanasan? 4. Apa yang dilakukan nana dan Ratih sebelum pulang ke rumah?
Ulang Tahun Toni Hari ini Toni berulang tahun yang kelima. Toni senang sekali karena ia mendapatkan kado dari ayah dan ibunya. Toni sudah tidak sabar lagi ingin membuka kado tersebut. Toni membawa kado itu ke dalam kamarnya lalu dibuka disana. Ia senang sekali mendapatkan mobil-mobilan kesukaannya. Kemudian ia berlari mencari orang tuanya untuk mengucapkan terima kasih. Ayah dan Ibu ikut senang melihat Toni sangat gembira hari ini.
1. Siapa yang berulang tahun hari ini? 2. Dimana Toni membuka kadonya? 3. Apa isi kado ulang tahunnya Toni? 4. Mengapa Toni senang sekali?
10 Lilo dan Ami
Lilo adalah anak yang senang melompat-lompat diatas matras. Namun, ada peraturan bahwa hanya satu anak yang boleh melompat diatas matras, harus satu demi satu. Saat ini Ami sedang melompat-lompat diatas matras. Maka Lilo harus menunggu hingga Ami selesai. Lilo kesal karena merasa bahwa Ami terlalu lama. Lilo menjadi tidak sabar dan tiba-tiba ia mendorong Ami keluar dari matras. Ami terjatuh di lantai, lututnya terluka dan ia pun menangis. Lilo merasa bersalah dan minta maaf kepada Ami. Ami mau memaafkan Lilo. Akhirnya mereka mau bermain lompat-lompatan secara bergantian.
1. Siapa yang senang melompat-lompat diatas matras? 2. Apa yang dilakukan Lilo terhadap Ami? 3. Mengapa Ami menangis? 4. Dimana Ami terjatuh?
Sama-Sama
Suatu hari monyet kecil tengah asyik makan pisang kesukaannya. Tiba-tiba seekor burung datang menghampirinya. “Apa yang sedang kau makan?” tanya burung itu. “Aku sedang makan pisang yang dipetik dari kebunku sendiri” jawab monyet. “Wah, aku ingin mencicipinya” balas si burung. Lalu monyet itu memberikan satu pisangnya untuk si burung. Burung itu memakannya dan ternyata pisang itu enak sekali. Sebagai ucapan terima kasih si burung memberikan buah strawberi untuk monyet. Ternyata si monyet baru pertama kali melihat buah strawberi. Akhirnya mereka bersama-sama menikmati buah segar dibawah pohon yang rindang.
1. Siapa yang suka makan pisang? 2. Apa yang diberikan si burung kepada monyet? 3. Mengapa burung memberikan buah strawberi kepada si monyet? 4. Dimana mereka makan buah segar?
11 Kiko dan Moni
Pagi-pagi sekali Kiko dan Moni membeli buah-buahan didepan rumahnya. Padahal Kiko dan Moni belum sarapan. Lalu Adi, teman mereka datang. “Kalau kita belum sarapan sebaiknya jangan makan buah-buahan, nanti perut kita sakit” kata Adi. Kiko dan Moni tidak peduli, mereka tetap membeli buah mangga lalu memakannya. Mereka terlihat sangat menikmati mangga yang rasanya asam itu. Setelah kenyang, mereka kembali bermain. Sepulang dari bermain, Kiko dan Moni mengeluh sakit perut. Mereka mengerang kesakitan sambil memegang perutnya masing-masing. Mereka akhirnya sadar bahwa lebih baik tidak makan mangga asam jika kita belum sarapan. Kiko dan Moni merasa kapok dan tidak akan mengulanginya lagi.
1. Siapa yang membeli buah-buahan? 2. Dimana mereka membelinya? 3. Apa nama buah yang dibeli Kiko dan Moni? 4. Mengapa perutnya Kiko dan Moni sakit?
Bimbim Yang Jujur Bimbim dan Bombom adalah kakak beradik kelinci yang suka makan wortel. Suatu hari, setelah selesai bermain Bimbim ke dapur dan melihat ada dua buah wortel diatas piring. Bimbim mengambil satu dan memakannya. Karena belum kenyang, diambilnya yang satu lagi. Bimbim memakannya sambil bersembunyi dibawah meja. Bombom, kakaknya Bimbim baru pulang sekolah masuk ke dapur. Saat itu juga Ibu kelinci masuk ke dapur dan terkejut ketika melihat wortelnya sudah habis. Ibu kelinci mengira Bombom menghabiskan semua wortel. Bombom dimarahi dan dihukum. Dari bawah meja Bimbim mendengarnya dan ia merasa bersalah pada kakaknya. Lalu Bimbim keluar dan mengaku bahwa ia yang telah menghabiskan wortel. Ibu kelinci tidak jadi marah. Ibu kelinci malah terharu atas kejujuran Bimbim. Ibu kelinci justru memberi hadiah wortel kepada Bimbim dan Bombom. Bimbim dan Bombom sangat gembira.
1. Siapa yang menghabiskan wortel yang ada diatas meja? 2. Dimana Bimbim bersembunyi? 3. Mengapa Ibu Kelinci ingin menghukum Bombom? 4. Apa hadiah yang diberikan Ibu Kelinci kepada Bimbim dan Bombom?
12
PERCAKAPAN
Petunjuk:
Penyaji tes membina hubungan atau rapport terlebih dahulu guna menciptakan suasana
yang nyaman bagi subyek. Rapport yang dilakukan seperti berikut ini. Namamu siapa,
apa kabar, kamu sudah sarapan, atau hari ini kamu ceria sekali. Setelah penyaji
melakukan rapport, percakapan dapat dimulai sesuai dengan urutan peristiwa dibawah
ini.
Topik I: Keluargaku 1. Subyek diminta menceritakan ia tinggal dengan siapa dan dimana rumahnya. 2. Penyaji dapat bertanya siapa nama ayah, ibu dan adik subyek. Agar subyek mau bercerita
banyak, tanyakan juga apa kebiasaan yang sering mereka lakukan ketika berada di rumah. Demikian sebaliknya, penyaji juga menceritakan dimana rumahnya.
3. Informasi baru yang dapat diperoleh subyek dari penyaji adalah lokasi rumah. Topik II: Matahari – Bintang – Bulan
1. Penyaji meminta subyek menceritakan aktivitasnya dari bangun tidur hingga sepulang sekolah. Penyaji mengembangkan pembicaraan dengan bertanya mengapa di pagi dan siang hari tampak begitu terang.
2. Pembicaraan diarahkan menuju ke malam hari. Di langit muncul bulan dan bintang. Penyaji dapat menceritakan apa yang menyebabkan bintang tampak bersinar di malam hari. Penyaji menanyakan apakah matahari menghilang.
3. Penyaji juga dapat memberikan informasi baru kepada subyek berupa proses terjadinya siang dan malam di bumi.
Topik III: Hal-hal yang digemari
1. Segala sesuatu yang digemari atau yang disenangi oleh subyek. Penyaji dapat menanyakan benda, tempat, aktivitas, pengalaman tertentu yang digemari oleh subyek. Mulailah menanyakan sesuatu yang sudah diungkap oleh subyek pertama kali. Apabila subyek dengan sekaligus menyatakan banyak hal yang ia gemari ketika ditanyai, maka penyaji perlu mencatat ekspresi diri subyek tersebut.
2. Penyaji dapat bertanya kepada subyek berkaitan dengan sesuatu yang ia gemari tadi. Gunakan pertanyaan bebas terbuka (open-ended questions) sehingga mendorong subyek untuk bercerita banyak tentang apa yang ia sukai tersebut. Bilamana waktu yang tersedia cukup banyak, bertanyalah untuk hal lain yang sudah diungkap subyek sebelumnya.
3. Penyaji menginformasikan pengetahuan/informasi baru kepada subyek. Informasi baru yang disampaikan kepada subyek kiranya dapat mendorong subyek untuk bertanya serta menanggapi pembicaraan penyaji tes. Penyaji dapat menceritakan aktivitas melihat bintang melalui teropong bintang ataupun dengan mengunjungi planetarium.
13
Kunci Jawaban
Artikulasi dan Perbendaharaan Kata 1. Kakaktua: burung berwarna putih yang paruhnya kuat dan melekuk, dan dapat dilatih
berbicara 2. Pensil: alat untuk menulis berbentuk kayu kecil arang keras 3. Kompor: perapian yang digunakan untuk memasak 4. Komputer: alat elektronik yang dapat mengolah data secara cermat menurut instruksi dan
memberikan hasil pengolahannya 5. Mainan: alat yang digunakan untuk bermain; sesuatu yang dimainkan 6. Menggambar: melukis, membuat benda, orang, atau pemandangan yang dihasilkan pada
permukaan yang rata. 7. Mengambil: mengangkat sesuatu untuk dipindahkan atau dipakai; memungut; merebut
(misalnya, Dodi mengambil mainan temannya secara paksa) 8. Membantu: memberi pertolongan/supaya berhasil guna (kuat, kukuh dan sebagainya) 9. Membungkus: membalut seluruhnya sehingga tidak kelihatan 10. Memindahkan: menempatkan ke tempat lain; membawa (ber) pindah ke tempat lain 11. Jujur: ikhlas; tulus hati; tidak curang 12. Marah: gusar; berang karena perlakuan yang tidak pantas, penghinaan, dan sebagainya 13. Berat: sulit(sukar) melakukannya; besarnya ukuran serta tekanan; melebihi ukuran
(kekuatan, kemampuan, kesanggupan) 14. Patuh: suka menurut; taat (kepada perintah, aturan); berdisiplin 15. Sombong: menghargai diri sendiri secara berlebihan; congkak; pongah; tabiatnya agak aneh 16. Kucir: seberkas rambut yang diikat dengan pita atau penghias lainnya 17. Penjara: bangunan tempat untuk mengurung orang hukuman; lembaga permasyarakatan 18. Piano: alat musik yang dibunyikan dengan cara menekan tuts-tutsnya, berkaki empat, dan
sebagainya 19. Stasiun: tempat perhentian kendaraan umum dan tempat menunggu bagi calon penumpang
(misalnya stasiun kereta api); tempat menerima dan memancarkan gelombang radio (misalnya stasiun radio dan televisi)
20. Petir: kilatan cahaya di udara yang diikuti gemuruh lalu turun hujan 21. Menempel: melekatkan sesuatu 22. Mencangkul: menggali atau membalik tanah dengan cangkul; memacul 23. Menanam: menaruh bibit di dalam tanah agar tumbuh; membiakkan benih. 24. Pemanasan: proses, cara atau perbuatan memanaskan, seperti perihal lari-lari kecil, senam,
dan sebagainya sebelum melakukan olahraga 25. Tersenyum: memberikan senyuman 26. Cepat: cekatan; sigap; tangkas; tiba dalam waktu singkat; lekas; segera; tidak lama 27. Atas: bagian atau tempat yang tertinggi 28. Jorok: kotor; cemar 29. Malas: tidak mau bekerja; segan; tidak suka bekerja 30. Sabar: tahan, tidak lekas putus asa; tabah; tenang; tidak tergesa-gesa
14
31. Poster: pengumuman, iklan dan sebagainya yang dipasang di tempat umum 32. Peta: gambar suatu kepulauan (pulau) beserta laut, sungai, gunung, yang ada di pulau
tersebut; keterangan berupa gambar dari sifat-sifat suatu daerah 33. Steteskop: alat periksa kedokteran yang dipakai untuk memeriksa jantung, hati dan
sebagainya dengan cara mendengarkan suara detak jantung dan sebagainya 34. Museum: bangunan atau gedung yang digunakan untuk menyimpan, merawat benda-
benda/barang-barang kuno 35. Kalender: tebel yang menunjukkan bulan dan hari dalam setahun; almanak; penanggalan 36. Terluka: telah dilukai; tidak sengaja dilukai/menderita luka; merasa sakit 37. Mengejek: menghina; mengolok-olok; menyindir; mempermainkan 38. Menyepakati: menyetujui; seia sekata 39. Menjual: memberikan sesuatu dengan memperoleh pembayaran atau menerima uang. 40. Menimbang: mengukur atau menentukan berat suatu benda (dengan neraca dan sebagainya) 41. Pelit: sifat kikir 42. Saleh: taat dan bersungguh-sungguh menjalankan ibadah; suci dan beriman 43. Ciut: menjadi sempit; menyusut; mengerut 44. Basi: mulai berbau tidak sedap atau berasa masam karena sudah mengalami pembusukan;
tidak baru lagi 45. Penasaran: berkeras hendak berbuat sesuatu; sangat menghendaki; sangat ingin mengetahui
sesuatu; merasa tidak puas (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989)
Pemahaman
Olahraga Ulang Tahun Toni 1. Nana dan Ratih 1. Toni 2. Di lapangan sekolah 2. Di kamarnya 3. Supaya badannya tidak kaku 3. Mobil-mobilan
dan tidak mudah lelah 4. Karena ia mendapatkan mobil-mobilan 4. Berganti baju kesukaannya Lilo dan Ami Sama-sama 1. Lilo 1. Monyet 2. Lilo mendorong Ami 2. Buah strawberi 3. Karena lututnya terluka 3. Sebagai ucapan terima kasih 4. Terjatuh di lantai 4. Dibawah pohon yang rindang Kiko dan Moni Bimbim Yang Jujur 1. Kiko dan Moni 1. Bimbim 2. Didepan rumah 2. Dibawah meja 3. Buah mangga 3. Karena Ibu Kelinci mengira Bombom 4. Karena mereka makan mangga yang menghabiskan semua wortel
padahal belum sarapan 4. Hadiah wortel
15
Lembar jawaban
I. Artikulasi dan Perbendaharaan Kata A PK
1. Kakaktua : ……………………………………… ( ) ( ) 2. Pensil : ……………………………………… ( ) ( ) 3. Kompor : ……………………………………… ( ) ( ) 4. Komputer : ……………………………………… ( ) ( ) 5. Mainan : ……………………………………… ( ) ( ) 6. Menggambar : ……………………………………… ( ) ( ) 7. Mengambil : ……………………………………… ( ) ( ) 8. Membantu : ……………………………………… ( ) ( ) 9. Membungkus : ……………………………………… ( ) ( ) 10. Memindahkan : ……………………………………… ( ) ( ) 11. Jujur : ……………………………………… ( ) ( ) 12. Marah : ……………………………………… ( ) ( ) 13. Berat : ……………………………………… ( ) ( ) 14. Patuh : ……………………………………… ( ) ( ) 15. Sombong : ……………………………………… ( ) ( ) 16. Kucir : ……………………………………… ( ) ( ) 17. Penjara : ……………………………………… ( ) ( ) 18. Piano : ……………………………………… ( ) ( ) 19. Stasiun : ……………………………………… ( ) ( ) 20. Petir : ……………………………………… ( ) ( ) 21. Menempel : ……………………………………… ( ) ( ) 22. Mencangkul : ……………………………………… ( ) ( ) 23. Menanam : ……………………………………… ( ) ( ) 24. Pemanasan : ……………………………………… ( ) ( ) 25. Tersenyum : ……………………………………… ( ) ( ) 26. Cepat : ……………………………………… ( ) ( ) 27. Atas : ……………………………………… ( ) ( ) 28. Jorok : ……………………………………… ( ) ( ) 29. Malas : ……………………………………… ( ) ( ) 30. Sabar : ……………………………………… ( ) ( ) 31. Poster : ……………………………………… ( ) ( ) 32. Peta : ……………………………………… ( ) ( ) 33. Steteskop : ……………………………………… ( ) ( ) 34. Museum : ……………………………………… ( ) ( ) 35. Kalender : ……………………………………… ( ) ( ) 36. Terluka : ……………………………………… ( ) ( ) 37. Mengejek : ……………………………………… ( ) ( ) 38. Menyepakati : ……………………………………… ( ) ( ) 39. Menjual : ……………………………………… ( ) ( )
16
40. Menimbang : ……………………………………… ( ) ( ) 41. Pelit : ……………………………………… ( ) ( ) 42. Saleh : ……………………………………… ( ) ( ) 43. Ciut : ……………………………………… ( ) ( ) 44. Basi : ……………………………………… ( ) ( ) 45. Penasaran : ……………………………………… ( ) ( )
Total ( ) ( ) II. Menyusun Kata-kata dalam Kalimat (jumlah kata+kebermaknaan+koherensi)
Gambar I ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total = Gambar II ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total = Gambar III ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total = Gambar IV ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total =
17
Gambar V ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total = Gambar VI ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total =
III. Pemahaman
Cerita I Cerita II 1. …...........………….... ( ) 1. …...........………….... ( ) 2. ….……….…………. ( ) 2. …...........………….... ( ) 3. ….……….…………. ( ) 3. …...........………….... ( ) 4. ….……….…………. ( ) 4. …...........………….... ( )
Total = ( ) Total = ( ) Cerita III Cerita IV 1. …...........………….... ( ) 1. …...........………….... ( ) 2. ….……….…………. ( ) 2. …...........………….... ( ) 3. ….……….…………. ( ) 3. …...........………….... ( ) 4. ….……….…………. ( ) 4. …...........………….... ( ) Total = ( ) Total = ( ) Cerita V Cerita VI 1. …...........………….... ( ) 1. …...........………….... ( ) 2. ….……….…………. ( ) 2. …...........………….... ( ) 3. ….……….…………. ( ) 3. …...........………….... ( ) 4. ….……….…………. ( ) 4. …...........………….... ( )
Total = ( ) Total = ( )
18
IV. Percakapan Topik I a) Ekspresi Diri
Ungkapan keinginan : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan keinginan agar orang lain melakukan sesuatu : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang pandangan : ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang sikap : ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang imajinasi : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan ingin mengetahui : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan memberi informasi baru : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Skor = ( )
b) Pemahaman yang didengar = ( ) c) Kemampuan klarifikasi = ( )
Total = ( ) Topik II a) Ekspresi Diri
Ungkapan keinginan : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan keinginan agar orang lain melakukan sesuatu : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang pandangan : ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang sikap : ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang imajinasi : ………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………
19
Ungkapan ingin mengetahui : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan memberi informasi baru : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Skor = ( )
b) Pemahaman yang didengar = ( ) c) Kemampuan klarifikasi = ( )
Total = ( ) Topik III a) Ekspresi Diri
Ungkapan keinginan : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan keinginan agar orang lain melakukan sesuatu : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang pandangan : ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang sikap : ………………………………………………………………………………………… Ungkapan tentang imajinasi : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan ingin mengetahui : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Ungkapan memberi informasi baru : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… Skor = ( )
b) Pemahaman yang didengar = ( ) c) Kemampuan klarifikasi = ( )
Total = ( )
1
ARTIKULASI DAN PERBENDAHARAAN KATA
Petunjuk:
Sekarang kita akan bermain dengan kata-kata. Permainan akan dimulai oleh saya. Setelah saya mengucapkan suatu kata, maka tirukanlah saya. Atau bagaimana kamu mengucapkan kata berikut ini. Lalu coba kamu ceritakan apa arti dari kata tersebut.
No Kosakata Artikulasi Arti/definisi 1. Komputer 2. Menggambar 3. Sabar 4. Kalender 5. Menyepakati 6. Petir 7. Jorok 8. Terluka 9. Penasaran 10. Pensil 11. Mengambil 12. Sombong 13. Peta 14. Pelit 15. Tersenyum 16. Mainan 17. Menimbang 18. Atas 19. Piano 20. Membungkus 21. Malas
MENYUSUN KATA-KATA DALAM KALIMAT
Petunjuk:
Saya mempunyai gambar yang menarik, kamu bisa melihat gambar itu sekarang. Coba kamu ceritakan apa yang kamu lihat dari gambar ini. Atau, kalau gambar yang ini ceritanya bagaimana.
Gambar tangan I
Gambar tangan II
Gambar ruang keluarga
5
PEMAHAMAN
Petunjuk:
Saya akan menceritakan suatu cerita, coba kamu dengarkan dengan baik. Setelah ceritanya selesai, ada pertanyaan-pertanyaan yang harus kamu jawab. Pertanyaan itu berkaitan dengan cerita tadi.
Ulang Tahun Toni
Hari ini Toni berulang tahun yang kelima. Toni senang sekali karena ia mendapatkan kado dari ayah dan ibunya. Toni sudah tidak sabar lagi ingin membuka kado tersebut. Toni membawa kado itu ke dalam kamarnya lalu dibuka disana. Ia senang sekali mendapatkan mobil-mobilan kesukaannya. Kemudian ia berlari mencari orang tuanya untuk mengucapkan terima kasih. Ayah dan Ibu ikut senang melihat Toni sangat gembira hari ini.
1. Siapa yang berulang tahun hari ini? 2. Dimana Toni membuka kadonya? 3. Apa isi kado ulang tahunnya Toni? 4. Mengapa Toni senang sekali?
Sama-Sama Suatu hari monyet kecil tengah asyik makan pisang kesukaannya. Tiba-tiba seekor burung datang menghampirinya. “Apa yang sedang kau makan?” tanya burung itu. “Aku sedang makan pisang yang dipetik dari kebunku sendiri” jawab monyet. “Wah, aku ingin mencicipinya” balas si burung. Lalu monyet itu memberikan satu pisangnya untuk si burung. Burung itu memakannya dan ternyata pisang itu enak sekali. Sebagai ucapan terima kasih si burung memberikan buah strawberi untuk monyet. Ternyata si monyet baru pertama kali melihat buah strawberi. Akhirnya mereka bersama-sama menikmati buah segar dibawah pohon yang rindang.
1. Siapa yang suka makan pisang? 2. Apa yang diberikan si burung kepada monyet? 3. Mengapa burung memberikan buah strawberi kepada si monyet? 4. Dimana mereka makan buah segar?
6
Kiko dan Moni Pagi-pagi sekali Kiko dan Moni membeli buah-buahan didepan rumahnya. Padahal Kiko dan Moni belum sarapan. Lalu Adi, teman mereka datang. “Kalau kita belum sarapan sebaiknya jangan makan buah-buahan, nanti perut kita sakit” kata Adi. Kiko dan Moni tidak peduli, mereka tetap membeli buah mangga lalu memakannya. Mereka terlihat sangat menikmati mangga yang rasanya asam itu. Setelah kenyang, mereka kembali bermain. Sepulang dari bermain, Kiko dan Moni mengeluh sakit perut. Mereka mengerang kesakitan sambil memegang perutnya masing-masing. Mereka akhirnya sadar bahwa lebih baik tidak makan mangga asam jika kita belum sarapan. Kiko dan Moni merasa kapok dan tidak akan mengulanginya lagi.
1. Siapa yang membeli buah-buahan? 2. Dimana mereka membelinya? 3. Apa nama buah yang dibeli Kiko dan Moni? 4. Mengapa perutnya Kiko dan Moni sakit?
7
PERCAKAPAN
Petunjuk:
Penyaji tes membina hubungan atau rapport terlebih dahulu guna menciptakan
suasana yang nyaman bagi subyek. Rapport yang dilakukan seperti berikut ini.
Namamu siapa, apa kabar, kamu sudah sarapan, atau hari ini kamu ceria
sekali. Setelah penyaji melakukan rapport, percakapan dapat dimulai sesuai
dengan urutan peristiwa dibawah ini.
Topik : Matahari – Bintang – Bulan
1. Penyaji meminta subyek menceritakan aktivitasnya dari bangun tidur
hingga sepulang sekolah. Subyek diajak untuk bercerita tentang
kebiasaan yang ia lakukan bersama keluarganya di pagi hari. Penyaji
mengembangkan pembicaraan dengan bertanya mengapa di pagi dan
siang hari tampak begitu terang. Penyaji dapat memotivasi subyek untuk
mengekspresikan dirinya.
2. Pembicaraan diarahkan menuju ke malam hari. Penyaji dapat
menanyakan apa yang dilakukan oleh subyek menjelang malam hari.
Ketika terjadi malam hari, di langit muncul bulan dan bintang. Penyaji
dapat menceritakan apa yang menyebabkan bintang tampak bersinar di
malam hari. Penyaji menanyakan apakah matahari menghilang.
3. Penyaji juga dapat memberikan informasi baru kepada subyek berupa
proses terjadinya siang dan malam di bumi. Penyaji menceritakan proses
terjadinya siang dan malam. Subyek diharapkan mampu menanggapi
maupun bertanya tentang proses tersebut.
8
Kunci Jawaban
Artikulasi dan Perbendaharaan Kata 1. Komputer: alat elektronik yang dapat mengolah data secara cermat menurut
instruksi dan memberikan hasil pengolahannya 2. Menggambar: melukis, membuat benda, orang, atau pemandangan yang dihasilkan
pada permukaan yang rata 3. Sabar: tahan, tidak lekas putus asa; tabah; tenang; tidak tergesa-gesa 4. Kalender: tebel yang menunjukkan bulan dan hari dalam setahun; almanak;
penanggalan 5. Menyepakati: menyetujui; seia sekata 6. Petir: kilatan cahaya di udara yang diikuti gemuruh lalu turun hujan 7. Jorok: kotor; cemar 8. Terluka: telah dilukai; tidak sengaja dilukai/menderita luka; merasa sakit 9. Penasaran: berkeras hendak berbuat sesuatu; sangat menghendaki; sangat ingin
mengetahui sesuatu; merasa tidak puas 10. Pensil: alat untuk menulis berbentuk kayu kecil arang keras 11. Mengambil: mengangkat sesuatu untuk dipindahkan atau dipakai; memungut;
merebut (misalnya, Dodi mengambil mainan temannya secara paksa) 12. Sombong: menghargai diri sendiri secara berlebihan; congkak; pongah; tabiatnya
agak aneh 13. Peta: gambar suatu kepulauan (pulau) beserta laut, sungai, gunung, yang ada di
pulau tersebut; keterangan berupa gambar dari sifat-sifat suatu daerah 14. Pelit: sifat kikir 15. Tersenyum: memberikan senyuman 16. Mainan: alat yang digunakan untuk bermain; sesuatu yang dimainkan 17. Menimbang: mengukur atau menentukan berat suatu benda (dengan neraca dan
sebagainya) 18. Atas: bagian atau tempat yang tertinggi 19. Piano: alat musik yang dibunyikan dengan cara menekan tuts-tutsnya, berkaki
empat, dan sebagainya. 20. Membungkus: membalut seluruhnya sehingga tidak kelihatan 21. Malas: tidak mau bekerja; segan; tidak suka bekerja
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989)
9
Pemahaman
Ulang Tahun Toni 1. Toni 2. Di kamarnya 3. Mobil-mobilan 4. Karena ia mendapatkan mobil-mobilan kesukaannya Sama-sama 1. Monyet 2. Buah strawberi 3. Sebagai ucapan terima kasih 4. Dibawah pohon yang rindang
Kiko dan Moni 1. Kiko dan Moni 2. Didepan rumah 3. Buah mangga 4. Karena mereka makan mangga padahal belum sarapan
10
Lembar Jawaban
I. Artikulasi dan Perbendaharaan Kata A PK
1. Komputer : ……………………………………… ( ) ( ) 2. Menggambar : ……………………………………… ( ) ( ) 3. Sabar : ……………………………………… ( ) ( ) 4. Kalender : ……………………………………… ( ) ( ) 5. Menyepakati : ……………………………………… ( ) ( ) 6. Petir : ……………………………………… ( ) ( ) 7. Jorok : ……………………………………… ( ) ( ) 8. Terluka : ……………………………………… ( ) ( ) 9. Penasaran : ……………………………………… ( ) ( ) 10. Pensil : ……………………………………… ( ) ( ) 11. Mengambil : ……………………………………… ( ) ( ) 12. Sombong : ……………………………………… ( ) ( ) 13. Peta : ……………………………………… ( ) ( ) 14. Pelit : ……………………………………… ( ) ( ) 15. Tersenyum : ……………………………………… ( ) ( ) 16. Mainan : ……………………………………… ( ) ( ) 17. Menimbang : ……………………………………… ( ) ( ) 18. Atas : ……………………………………… ( ) ( ) 19. Piano : ……………………………………… ( ) ( ) 20. Membungkus : ……………………………………… ( ) ( ) 21. Malas : ……………………………………… ( ) ( )
11
II. Menyusun Kata-kata dalam Kalimat (jumlah kata + kebermaknaan+ koherensi) Gambar anak laki-laki sedang bermain di taman
………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total = Gambar pesta ulang tahun
………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total = Gambar suasana di ruang keluarga
………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) ………...................................................................................( ) + ( ) = ( ) Koherensi = ( ) Total =
12
III. Pemahaman Ulang Tahun Toni Sama-sama 1. …...........………….... ( ) 1. …...........………….... ( ) 2. ….……….…………. ( ) 2. …...........………….... ( ) 3. ….……….…………. ( ) 3. …...........………….... ( ) 4. ….……….…………. ( ) 4. …...........………….... ( )
Total = ( ) Total = ( )
Kiko dan Moni 1. …...........………….... ( ) 2. ….……….…………. ( ) 3. ….……….…………. ( ) 4. ….……….…………. ( ) Total = ( )
13
IV. Percakapan (ekspresi diri + pemahaman yang didengar + klarifikasi informasi baru) Topik : Matahari – Bulan – Bintang a) Ekspresi Diri
Ungkapan keinginan : ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… Ungkapan keinginan agar orang lain melakukan sesuatu : ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… Ungkapan tentang pandangan : ………………………………………………………………………… Ungkapan tentang sikap : ………………………………………………………………………… Ungkapan tentang imajinasi : ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… Ungkapan ingin mengetahui : ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… Ungkapan memberi informasi baru : ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… Skor = ( )
b) Pemahaman yang didengar = ( ) c) Kemampuan klarifikasi = ( )
Total = ( )
83
Hasil Seleksi Item Artikulasi Reliability Case Processing Summary Reliability Statistics N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted item1 39.44 33.778 .000 .915item2 39.44 33.778 .000 .915item3 39.67 29.000 .965 .904item4 39.67 29.000 .965 .904item5 39.44 33.778 .000 .915item6 39.56 30.778 .781 .908item7 39.44 33.778 .000 .915item8 39.56 34.528 -.220 .920item9 39.44 33.778 .000 .915item10 39.44 33.778 .000 .915item11 39.56 30.778 .781 .908item12 39.67 29.000 .965 .904item13 39.56 30.778 .781 .908item14 39.56 34.778 -.283 .921item15 39.44 33.778 .000 .915item16 39.56 30.778 .781 .908item17 39.67 29.000 .965 .904item18 39.44 33.778 .000 .915item19 39.44 33.778 .000 .915item20 39.67 29.000 .965 .904item21 39.44 33.778 .000 .915item22 39.56 34.528 -.220 .920item23 39.44 33.778 .000 .915item24 39.44 33.778 .000 .915item25 39.44 33.778 .000 .915item26 39.44 33.778 .000 .915item27 39.44 33.778 .000 .915item28 39.67 29.000 .965 .904item29 39.44 33.778 .000 .915item30 39.67 29.000 .965 .904item31 39.67 29.000 .965 .904item32 39.56 34.528 -.220 .920item33 40.11 31.861 .295 .916
Cronbach's Alpha N of Items
.914 45
84
item34 39.56 34.278 -.157 .920item35 39.67 29.000 .965 .904item36 39.67 29.000 .965 .904item37 39.44 33.778 .000 .915item38 40.00 30.750 .470 .913item39 39.44 33.778 .000 .915item40 39.44 33.778 .000 .915item41 39.44 33.778 .000 .915item42 39.44 33.778 .000 .915item43 39.44 33.778 .000 .915item44 39.44 33.778 .000 .915item45 39.56 30.778 .781 .908
Reliability Case Processing Summary Reliability Statistics N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
Cronbach's Alpha N of Items
.964 9
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted i_4 6.11 8.861 .973 .953i_20 6.11 8.861 .973 .953i_35 6.11 8.861 .973 .953i_28 6.11 8.861 .973 .953i_30 6.11 8.861 .973 .953i_45 6.00 10.000 .712 .965i_6 6.00 10.000 .712 .965i_36 6.11 8.861 .973 .953i_38 6.44 9.778 .472 .981
Perbendaharaan Kata Reliability
Case Processing Summary Reliability Statistics
N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
Cronbach's Alpha N of Items
.877 45
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
85
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted item1 25.11 57.111 -.265 .887item2 24.89 50.611 .621 .869item3 24.67 53.250 .394 .874item4 25.00 51.000 .531 .871item5 24.78 53.694 .215 .877item6 25.11 50.611 .585 .869item7 24.89 50.111 .695 .867item8 24.56 55.278 .000 .877item9 25.11 50.111 .655 .868item10 24.78 52.944 .333 .875item11 25.22 52.194 .392 .873item12 25.22 50.694 .609 .869item13 24.78 49.944 .825 .866item14 25.44 55.278 -.022 .879item15 25.33 51.000 .648 .869item16 25.00 49.750 .706 .867item17 24.78 52.194 .453 .872item18 24.89 50.111 .695 .867item19 24.67 55.500 -.067 .880item20 25.00 50.500 .601 .869item21 24.56 55.278 .000 .877item22 24.78 52.444 .413 .873item23 24.67 55.500 -.067 .880item24 25.44 57.528 -.467 .885item25 24.78 52.444 .413 .873item26 24.78 52.444 .413 .873item27 24.67 52.000 .659 .870item28 24.89 52.111 .404 .873item29 24.67 53.250 .394 .874item30 25.11 54.361 .082 .880item31 25.44 55.778 -.123 .881item32 25.22 51.694 .464 .872item33 25.56 55.278 .000 .877item34 25.00 53.500 .195 .878item35 25.11 50.611 .585 .869item36 24.67 57.000 -.364 .884item37 24.78 52.444 .413 .873item38 25.56 55.278 .000 .877item39 24.56 55.278 .000 .877item40 24.78 51.694 .534 .871item41 24.89 49.611 .769 .866item42 25.56 55.278 .000 .877item43 25.56 55.278 .000 .877item44 24.89 54.361 .090 .879item45 25.33 52.500 .404 .873
86
Reliability Case Processing Summary Reliability Statistics N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
Cronbach's Alpha N of Items
.855 12
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted i_2 7.11 9.861 .504 .846i_5 7.00 11.000 .171 .867i_18 7.11 9.111 .773 .825i_32 7.44 10.028 .447 .850i_15 7.56 10.028 .527 .844i_27 6.89 10.361 .570 .843i_29 6.89 10.611 .448 .849i_41 7.11 9.111 .773 .825i_7 7.11 9.111 .773 .825i_9 7.33 9.250 .676 .832i_25 7.00 10.750 .259 .861i_40 7.00 10.250 .443 .850
Menyusun Kata dalam kalimat Reliability Case Processing Summary Reliability Statistics
N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
Cronbach's Alpha N of Items
.948 6
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted gambar I 70.22 1955.944 .820 .940gambar II 72.00 1941.500 .946 .929gambar III 61.00 1358.000 .955 .951gambar IV 70.56 1876.778 .893 .932gambar V 72.00 2114.250 .859 .942gambar VI 71.44 2082.778 .935 .936
87
Reliability Case Processing Summary Reliability Statistics N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted gambar II 34.44 470.028 .932 .789gambar III 23.44 205.528 .948 .922gambar VI 33.89 543.861 .908 .868
Pemahaman Reliability Case Processing Summary Reliability Statistics N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted cI_1 14.22 8.944 -.611 .497cI_2 13.78 6.694 .225 .321cI_3 13.89 5.611 .656 .186cI_4 14.00 7.000 .090 .357cII_1 13.67 8.000 -.267 .432cII_2 13.56 7.028 .220 .335cII_3 13.56 7.028 .220 .335cII_4 14.33 6.750 .385 .305cIII_1 13.89 7.111 .049 .368cIII_2 13.78 7.944 -.237 .435cIII_3 14.11 7.611 -.121 .408cIII_4 13.56 7.528 -.061 .382cIV_1 13.44 7.528 .000 .366cIV_2 13.56 6.528 .522 .280cIV_3 14.33 6.750 .385 .305cIV_4 13.89 6.861 .141 .343cV_1 13.89 7.861 -.207 .432cV_2 13.89 7.111 .049 .368
Cronbach's Alpha N of Items
.892 3
Cronbach's Alpha N of Items
.366 24
88
cV_3 13.78 5.694 .664 .194cV_4 13.89 6.611 .236 .316cVI_1 13.78 6.694 .225 .321cVI_2 13.67 6.500 .371 .290cVI_3 14.11 7.611 -.121 .408cVI_4 13.67 7.500 -.069 .391
Reliability Case Processing Summary Reliability Statistics N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
Cronbach's Alpha N of Items
.725 7
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted cII_2 3.22 2.194 .563 .668cII_3 3.22 2.194 .563 .668cII_4 4.00 2.500 .237 .733cIV_2 3.22 2.444 .293 .723cIV_3 4.00 2.500 .237 .733cV_3 3.44 1.528 .876 .545cV_4 3.56 2.028 .370 .723
Percakapan Reliability Case Processing Summary Reliability Statistics N % Cases Valid 9 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 9 100.0
Cronbach's Alpha N of Items
.922 3
a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted topik I 13.56 8.028 .863 .872topik II 13.67 7.000 .882 .857topik III 13.22 8.444 .791 .928
93
Hasil Uji Normalitas
Kemampuan Berbahasa One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
14 14.8193539 1.91062813.459366 2.661357
.229 .190
.113 .154-.229 -.190.856 .709.457 .695
10 10-1.14710 -2.674883.265934 3.396810
.144 .250
.135 .250-.144 -.142.455 .791.986 .558
NMeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)N
MeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
kelompokeksperimen
kontrol
zpre zpost
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Artikulasi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
14 14 7.36 8.00
2.468 2.000 .317 .406 .253 .309
-.317 -.406 1.186 1.518 .120 .020
10 10 7.40 7.50
2.119 2.014 .275 .298 .225 .228
-.275 -.298 .869 .942 .436 .337
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)N
MeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
kelompok eksperimen
kontrol
artklsi pretest
artklsi posttest
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
94
Perbendaharaan kata
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
14 14 8.86 10.07
1.703 .997 .177 .253 .108 .176
-.177 -.253 .664 .945 .770 .333
10 10 8.20 8.20
1.989 2.530 .260 .162 .144 .134
-.260 -.162 .822 .511 .509 .956
NMeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)N
MeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
kelompok eksperimen
kontrol
PK_pre PK_post
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
Menyusun Kalimat
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
14 14 63.36 90.43
19.583 16.032.146 .136.125 .110
-.146 -.136 .547 .508.926 .958
10 10 56.20 63.20
22.380 21.452.236 .191.116 .191
-.236 -.152 .747 .604.632 .858
NMeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)N
MeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
kelompokeksperimen
kontrol
SsunKlmt Pre
SsunKlmt Post
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data. b.
95
Pemahaman
ercakapan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
P
14 14 5.57 6.57
1.158 .756 .189 .429 .189 .285
-.177 -.429 .708 1.605 .698 .012
10 10 4.40 5.50
1.506 1.179 .195 .364 .145 .236
-.195 -.364 .617 1.152 .840 .141
NMeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)N
MeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
kelompok eksperimen
kontrol
Pmhmn pretest
Pmhmn posttest
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
14 14 6.57 8.07
1.089 .917 .224 .255 .140 .174
-.224 -.255 .840 .953 .481 .324
10 10 6.10 6.50 .994 1.269 .240 .253 .240 .247
-.160 -.253 .759 .801 .612 .543
NMeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)N
MeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
kelompok eksperimen
kontrol
Pc_pre Pc_post
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
98
Lampiran 7. Contoh Verbatim Untuk Aspek Menyusun Kalimat
Subyek A (pretest) Gambar anak laki-laki sedang bermain di taman jumlah kata+makna
Ini main tiup-tiup (1) + (1) = (2) Ada yang lagi duduk (1) + (1) = (2) Sepedanya banyak banget (1) + (1) = (2) Ada yang main seruling (1) + (1) = (2) Ada yang main layang-layang (1) + (1) = (2) Ada ikan disini (1) + (1) = (2) Kapal (0) + (0) = (0) Anjing (0) + (0) = (0) Bunga (0) + (0) = (0) Banyaklah (0) + (0) = (0) Koherensi = (0) Total = 12
Gambar pesta ulang tahun jumlah kata+makna Disini ada badut (1) + (1) = (2) Badutnya ada dua (1) + (1) = (2) Ada badut yang cewek dan cowok (2) + (2) = (4) Satu orang pakai mahkota (1) + (1) = (2) Mereka lagi pesta sambil berdiri (2) + (2) = (4) Di dekat meja ada makanan banyak (2) + (2) = (4) Yang datang ada delapan (2) + (2) = (4) Yang cewek pegang balonnya (1) + (1) = (2) Koherensi = (2)
Total = 26
Gambar suasana di ruang keluarga jumlah kata+makna
Ibunya lagi gendong anaknya yang paling kecil (2) + (2) = (4) Mereka lagi dirumah (1) + (1) = (2) Kakaknya lagi lihatin adiknya tidur (2) + (2) = (4) Anjingnya lagi gigitin kertas (1) + (1) = (2) Yang ini lagi megang boneka beruang (2) + (2) = (4) Ayahnya lagi nyeritain buku ke mereka (2) + (2) = (4) Koherensi = (2) Total = 22
Skor Total = gambar I + gambar II + gambar III
= 12 + 26 + 22 = 60
99
Subyek A (posttest) Gambar anak laki-laki sedang bermain di taman jumlah kata+makna
Orangnya lagi main layang-layang sambil bawa anjing (2) + (2) = (4) Anjingnya ini lagi makan tulang (2) + (2) = (4) Yang ini lagi duduk (1) + (1) = (2) Yang ini main terompet (1) + (1) = (2) Sepedanya ada tiga (1) + (1) = (2) Jalanan ini buat sepedanya (1) + (1) = (2) Banyak bunga tumbuh diatas rumput (2) + (2) = (4) Mereka habis main kapal layar (2) + (2) = (4) Koherensi = (2) Total = 26
Gambar pesta ulang tahun jumlah kata+makna
Ini bapaknya jadi badut (1) + (1) = (2) Ibunya juga jadi badut cewek (2) + (2) = (4) Anaknya yang kecil ini yang ulang tahun (2) + (2) = (4) Anak yang ulang tahun lagi tersenyum (2) + (2) = (4) Kue ulang tahunnya ada lilin banyak (2) + (2) = (4) Yang ini dan dia mau niup lilin (2) + (2) = (4) Di meja ada banyak kado (2) + (2) = (4) Kadonya dikasihin buat yang ulang tahun (2) + (2) = (4) Nanti semuanya dapat kue dan roti (2) + (2) = (4) Koherensi = (2) Total = 36
Gambar suasana di ruang keluarga jumlah kata+makna
Ada anak-anak dan ini ibu sama bapaknya (2) + (2) = (4) Ini ada minuman untuk ibunya (2) + (2) = (4) Mereka lagi nonton TV (1) + (1) = (2) Ada boneka (1) + (1) = (2) Buku (0) + (0) = (0) Kereta (0) + (0) = (0) Lemari (0) + (0) = (0) Pohon (0) + (0) = (0) Koherensi = (1) Total = 13
Skor Total = gambar I + gambar II + gambar III
= 26 + 36 + 13 = 75
100
Lampiran 8. Contoh Verbatim Untuk Aspek Percakapan Nama subyek : Tata (pretest)
Verbatim Spesifikasi Halo, namanya siapa? Kenalan boleh ga? Namaku Tata Tata tadi habis main apa? Tadi habis main kejar-kejaran ama nina Tata tadi pagi bangun jam berapa? Apa? Bangun jam berapa tadi pagi? Bangunnya pagi Tadi sarapan gak? Sarapan, ama tahu yang dibunder-bunder terus digoreng Yang masak siapa? Apa? Yang masak tahu siapa? Mama Setelah bangun tidur, Tata ngapain? Mandi habis itu ganti baju terus makan disuapin mama Mandi sendiri atau dimandiin? Dimandiin, kalau papa mandi sendiri Setelah makan? Ke sekolah Tata tahu gak mengapa kalau pagi dan siang itu terang dankalau malam itu gelap? Siang itu kan ada mataharinya, tapi kalau malam gak ada Tata kalau berangkat ke sekolah itu pagi atau siang? Berangkatnya pagi, kalau siang itu pas pulangnya. Sudah siangjadi langsung pulang Habis itu Tata ngapain? Apanya? Sepulang sekolah Tata ngapain? Sampai di rumah, trus makan, ganti baju terus bobo Bobonya lama ga? Enggak, kan kalau bobonya lama, kan mau les menulis danmembaca Les nulis dan membacanya dimana? Di rumah. Oh, ada guru yang datang ke rumah Tata? Iya, namanya Bu Yanti Lesnya asyik ga? Asyik Selesai les, Tata ngapain? Gak ngapa-ngapain Tata pernah lihat matahari tenggelam ga? Iya pernah, mataharinya lama kelamaan kesana terus, jadi gakkelihatan deh Tahu gak mataharinya kemana? Apa? Saat matahari tenggelam, mataharinya kemana ta? Mataharinya menghilang Menurut Tata, kalau mataharinya tenggelam itu tandanyasebentar lagi jadi malam hari? Iya. Kalau sudah malam, aku bobo Pas malam hari, di langit biasanya ada apa? Bulan, sama bintang
Repetisi/pengulangan Repetisi/pengulangan Ungkapan keinginan agar oranglain melakukan sesuatu Ungkapan tentang pandangan Repetisi/pengulangan Ungkapan tentang sikap Ungkapan memberi informasi baru Repetisi/pengulangan Ungkapan tentang imajinasi Ungkapan tentang keinginan
101
Nah, kok bisa ya tadi kita mengalami pagi, siang terussekarang jadi malam, jadi gelap? Apa? Menurut Tata, mengapa kita bisa mengalami pagi, siang laluberganti malam? Gak tau Tata mau tahu gak ceritanya kok bisa seperti itu? Cerita apa? Cerita tentang terjadinya siang dan malam, mau diceritain? Mau Jadi ceritanya begini. Disini ada bumi, tempat dimana kitatinggal sekarang. Nah rumahnya Tata disini. Sedangkanmatahari letaknya jauh dari bumi, tapi karena ukurannyasangat besar jadi sinarnya bisa sampai ke rumah Tata. Danternyata bumi maupun planet-planet yang lain akan selaluberputar mengelilingi matahari. Jadi bukan mataharinyayang jalan, tapi bumilah yang berputar Terus, saat bumi berputar dan ternyata rumahnya Tatamendapat sinar matahari, itu tandanya apa? Tanda apa? Kalau rumah Tata terkena sinar matahari, berarti? Gak tahu Kalau terang berarti siang atau malam hari? Siang Nah, kalau rumah Tata tidak mendapat sinar matahari ataurumahnya ada dibelakang, jadi gelap. Berarti? Gelap Siang atau malam? Malam Nah begitu ceritanya, sekarang Tata silahkan bermainbersama teman-teman lagi. Terima kasih Tata Iya
Repetisi/pengulangan Repetisi/pengulangan Repetisi/pengulangan
a) Ekspresi Diri Ungkapan keinginan : ”Iya. Kalau sudah malam, aku bobo” Ungkapan keinginan agar orang lain melakukan sesuatu : ”Kalau papa mandi sendiri” Ungkapan tentang pandangan : ”Siang itu kan ada mataharinya, tapi kalau malam mataharinya gak ada” Ungkapan tentang sikap : ”Kan mau les menulis dan membaca” Ungkapan tentang imajinasi : ”Mataharinya menghilang” Ungkapan memberi informasi baru : ”Iya, namanya Bu Yanti” Skor = (3)
b) Pemahaman yang didengar Dari 25 buah pertanyaan, terdapat 18 pertanyaan yang dapat dijawab dengan baik tanpa repetisi/pengulangan dari tester. Skor = (2)
c) Kemampuan klarifikasi Informasi baru yang disampaikan adalah proses terjadinya siang dan malam. Subyek hanya mendengar, tidak menanggapi maupun bertanya.
Skor = (1)
Skor Total = (6)
102
Nama subyek : Dharma Verbatim Spesifikasi
Hai, Kenalan yuk? Ini miss E. Kamu namanya siapa? Dharma Umurnya Dharma berapa? Lima tahun Dharma tadi pagi bangun jam berapa? Bangunnya pagi-pagi banget Tadi sarapan gak? Sarapan, makan roti sama sosis Yang bikinin siapa? Mbak fitri dan Mbak As, pembantunya mama sama papa Setelah bangun tidur, Dharma ngapain? Mandi terus sekolah. Hari ini aku maem di sekolah lho. Tapi mama maem dulu. Kalau papa, aku lupa. Tadi pas papa maem gak lihat Tadi mandinya sendiri atau dimandiin? Dimandiin Dharma tahu gak, kok pagi dan siang itu terang sekali tapi kalau malam itu gelap? Kan ada matahari kalo siang Dharma ke sekolah di pagi hari atau siang hari? Pagi. Habis nganterin Dharma, mama kerja di solo baru Sepulang sekolah, Dharma ngapain? Pergi les berenang. Miss bisa berenang gak? Bisa. Dharma suka berenang ya? Iya Kalau les renangnya udah selesai, Dharma kemana? Pulang ke rumah, dilap terus ganti baju, maem terus bobo sebentar. Aku bangun terus mandi pake baju terus main sepeda Main sepeda sama siapa? Ama Nova. Sampai di JEC lho. JEC itu deket rumah Nova, deket tempatnya Dharma juga O, miss pernah kesana waktu ada pameran Pameran komputer ya? Kok gak ketemu sama Dharma Iya, kemarin kan belum kenal dengan Dharma. Setelah main sepeda, Dharma ngapain? Kan sudah maghrib jadi pulang. Kalo maghrib gak boleh bobo Istirahat aja tapi gak bobo Nah Dharma pernah lihat gak pas maghrib itu biasanya mataharinya turun? Dharma tahu gak mataharinya kemana? Mataharinya tenggelam, kayaknya ketutup ama bulan dan bintang Kok bisa seperti itu? Iya, kan bulannya besar dan bintangnya banyak jadi nutupin Dharma tahu gak mengapa kita bisa mengalami siang lalu setelah itu malam? Gak tahu Nah gimana kalo sekarang miss ceritain gimana bisa terjadi siang dan malam? Boleh, tapi nanti aku juga mau bercerita Boleh. Kita mulai ceritanya ya. Kita tinggal di planet yang namanya bumi. Sama kayak planet apa miss, yang kecil itu. Planet pluto ya, sama ya?
Ungkapan keinginan Ungkapan keinginan agar orang lain melakukan sesuatu Ungkapan ingin mengetahui Ungkapan memberi informasi baru Ungkapan tentang pandangan Ungkapan tentang sikap Ungkapan tentang imajinasi Ungkapan tentang keinginan Menanggapi dengan bertanya
103
Iya, pluto juga termasuk salah satu planet. Tapi sekarang miss ceritain bumi dulu ya. Rumahnya Dharma itu juga ada di bumi. Nah, matahari itu kan letaknya jauh sekali dari bumi tapi karena ukurannya besar jadi sinarnya bisa sampai ke bumi. Lalu bumi itu ternyata berputar mengelilingi matahari dan mataharinya tetap diam ditempatnya. Ketika bumi berputar dan ternyata rumahnya Dharma terkena sinar matahari, itu berarti? Panas Iya selain terkena panasnya, rumahnya jadi terang gak? Iya Berarti jadi siang atau malam? Siang Iya betul. Tapi kalau rumah Dharma gak dapat sinar matahari berarti? Malam Iya jadi gelap kan langitnya? Iya tapi ada bulan dan bintang kan? Iya ada bulan dan bintangnya juga Nah ceritanya sekarang sudah selesai, Dharma boleh main sama teman-teman lagi. Terima kasih ya
a) Ekspresi Diri Ungkapan keinginan : ” Tapi nanti aku juga mau bercerita” Ungkapan keinginan agar orang lain melakukan sesuatu : ”Habis nganterin Dharma, mama kerja di solo baru”
Ungkapan tentang pandangan : ”Kalo maghrib gak boleh bobo” Ungkapan tentang sikap : ”Istirahat aja tapi gak bobo” Ungkapan tentang imajinasi : ”Iya, kan bulannya besar dan bintangnya banyak jadi nutupin” Ungkapan memberi informasi baru : ”JEC itu deket rumah Nova, deket tempatnya Dharma juga” Skor = (3)
b) Pemahaman yang didengar Dari 25 buah pertanyaan, semua pertanyaan dapat dijawab dengan baik tanpa repetisi/pengulangan dari tester dan subyek mampu mengikuti runtutan peristiwa yang diperbincangkan. Skor = (3)
c) Kemampuan klarifikasi Informasi baru yang disampaikan adalah proses terjadinya siang dan malam. Subyek mampu menanggapi dan bertanya kepada tester.
Skor = (3)
Skor Total = (9)
Kemampuan berbahasa
Descriptive Statistics
14 179.05223 300.01880 258.1935 34.5936620914 204.93598 296.20651 269.1063 26.613565091410 175.43962 289.12089 238.5290 32.6593429010 178.06942 294.53697 223.2512 33.9680983310
TpreTpostValid N (listwise)TpreTpostValid N (listwise)
kelompokeksperimen
kontrol
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pretest KE_PretestKK
Group Statistics
14 258.1935 34.59366209 9.24554510 238.5290 32.65934290 10.32779
kelompokeksperimenkontrol
TpreN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
Independent Samples Test
.053 .821 1.405 22 .174 19.664494 14.001041 -9.37189 48.70088
1.419 20.217 .171 19.664494 13.861579 -9.23041 48.55940
Equal variancesassumedEqual variancesnot assumed
TpreF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
104
T-Test
Group Statistics
14 10.9127 13.07301 3.4939110 -15.2778 13.86121 4.38330
kelompokeksperimenkontrol
dN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
Independent Samples Test
.013 .909 4.720 22 .000 26.19058 5.54857 14.68356 37.69760
4.672 18.812 .000 26.19058 5.60542 14.45037 37.93079
Equal variancesassumedEqual variancesnot assumed
dF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
105
T-Test Group Statistics
14 .6429 .63332 .1692610 .1000 .56765 .1795114 1.2143 .89258 .2385510 .0000 1.05409 .3333314 27.0714 11.33045 3.0281910 7.0000 10.45626 3.3065614 1.0000 .78446 .2096610 1.1000 .99443 .3144714 1.5000 .75955 .2030010 .4000 .69921 .22111
kelompokeksperimenkontroleksperimenkontroleksperimenkontroleksperimenkontroleksperimenkontrol
d_artikulasi
d_PK
d_MK
d_Pm
d_PC
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
Independent Samples Test
1.824 .191 2.159 22 .042 .54286 .25145 .02138 1.06434
2.200 20.758 .039 .54286 .24672 .02940 1.05631
.168 .686 3.049 22 .006 1.21429 .39828 .38830 2.04027
2.962 17.417 .009 1.21429 .40990 .35105 2.07753
.003 .959 4.415 22 .000 20.07143 4.54667 10.64222 29.50064
4.477 20.463 .000 20.07143 4.48367 10.73220 29.41066
.532 .473 -.276 22 .785 -.10000 .36289 -.85259 .65259
-.265 16.520 .795 -.10000 .37795 -.89917 .69917
.094 .762 3.612 22 .002 1.10000 .30451 .46848 1.73152
3.665 20.489 .001 1.10000 .30016 .47483 1.72517
Equal variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumed
d_artikulasi
d_PK
d_MK
d_Pm
d_PC
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
106