Edisi 110 TH. XLIV, 2014

80
Edisi 110 TH. XLIV, 2014

Transcript of Edisi 110 TH. XLIV, 2014

Page 1: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

Edisi 110 TH. XLIV, 2014

Page 2: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

2 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

PENGAWAS UMUM:Pimpinan DPR-RI

PENANGGUNG JAWAB/KETUA PENGARAH:Dr. Winantuningtyastiti, M. Si(Sekretaris Jenderal DPR-RI)

WAKIL KETUA PENGARAH: Achmad Djuned SH, M.Hum(Wakil Sekretaris Jenderal DPR-RI)

PIMPINAN PELAKSANA: Drs. Djaka Dwi Winarko, M. Si. (Karo Humas dan Pemberitaan)

PIMPINAN REDAKSI: Dadang Prayitna, S.IP. M.H.(Kabag Pemberitaan)

WK. PIMPINAN REDAKSI: Dra. Tri Hastuti (Kasubag Penerbitan), Mediantoro, SE (Kasubag Pemberitaan)

REDAKTUR: Sugeng Irianto, S.SosM. Ibnur KhalidIwan Armanias

SEKRETARIS REDAKSI: Suciati, S.Sos

ANGGOTA REDAKSI: Nita Juwita, S.Sos Supriyanto Agung Sulistiono, SH

PENANGGUNGJAWAB FOTO:Eka Hindra

FOTOGRAFER:Rizka Arinindya

SEKRETARIAT REDAKSI: I Ketut Sumerta, S. IP

SIRKULASI: Abdul Kodir, SH

ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA: BAGIAN PEMBERITAAN DPR-RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected]; www.dpr.go.id/berita

Page 3: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

3EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Pemilihan umum untuk memilih ang-gota legislatif akan digelar pada tang-gal 9 April 2014 mendatang. Sekitar sebulan lagi perhatian kita akan tertuju pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut, sebab melalui pemilu terse-but akan ditentukan bagaimana arah perjalanan bangsa ini lima tahun ke depan.

Menjelang pesta akbar tersebut, Parlementaria menurunkan laporan utama bertajuk “Timbang Dulu Baru Pilih” dimaksudkan agar wakil-wakil kita yang akan terpilih nanti meru-pakan pilihan cerdas rakyat kita yang benar-benar amanah untuk memper-juangkan aspirasi rakyat. Kita semua berharap, para anggota Dewan sete-lah masuk Senayan bisa mengantar bangsa lebih maju, makmur dan lebih sejahtera.

Sebagai pemilih cerdas, rakyat ha-rus kita ajak untuk memilih seorang wakil rakyat yang negarawan. Pemi-lih hendaknya dapat mengenali dulu calonnya, baru memastikan pilihan-nya, jangan terjebak budaya transak-sional, sebab caleg yang dipilih akan mengusung program besar yang me-nentukan masa depan bangsa.

Di bidang pengawasan, dilaporkan mengenai berbagai kendala pelak-sanaan jaminan kesehatan nasional di lapangan, sebab program melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) ini mengalami banyak kendala. Program mulia yang dimak-sudkan untuk menyehatkan bangsa ini diharapkan akan benar-benar bisa di-rasakan manfaatnya khususnya untuk masyarakat kecil dan menengah.

Dalam rubrik anggaran disajikan tu-lisan mengenai anggaran saksi pemilu yang menuai kontroversial. Sedang-kan bidang legislasi, diturunkan soal dianulirnya UU Pilpres oleh MK dan RUU tentang Pengakuan dan Perlin-dungan Hak Masyarakat Hukum Adat.

Tidak ketinggalan, banjir yang me-landa hampir seluruh wilayah nusan-tara disajikan dalam rubrik sorotan. Berbeda dengan musibah banjir yang terjadi sebelumnyai hanya di wilayah tertentu, namun kali ini hampir merata di seluruh wilayah, bahkan di seantero dunia mengalami hal yang sama. Ki-ranya patut dikaji, apakah kejadian ini merupakan fenomena baru karena kesalahan manusia sebagai akibat pe-manasan global.

Pengantar redaksi

Page 4: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

4 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Dapatkan di:

Loby Gedung Nusantara 1 DPR RILoby Gedung Nusantara 2 DPR RILoby Gedung Nusantara 3 DPR RILoby Gedung Setjen DPR RIRuang Loby KetuaRuang Loby Wakil KetuaRuang Yankes

Terminal 1 dan 2Bandara Soekarno Hatta

Semua Majalah dan Buletin Parlementaria dibagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Bagian Sirkulasi Majalah dan Buletin Parlementaria di Bagian Pemberitaan DPR RI, Lt.II Gedung Nusantara III DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto-Senayan, Jakarta, Telp. (021) 5715348,5715586, 5715350 Fax. (021) 5715341, e-mail: [email protected].

Page 5: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

8

11

30

33

35

39

42

44

46

50

52

57

66

68

70

74

77

79

PrOLOg

LaPOran UtaMa

sUMBang saran

PengaWasan

anggaran

LegisLasi

FOtO Berita

kiat seHat

PrOFiL

kUnJUngan kerJa

sOrOtan

LiPUtan kHUsUs

seLeBritis

Pernik

OPini

POJOk ParLe

Timbang Dulu Baru Pilih

Pragmatisme dan Transaksional Masih Tinggi

Wajah Demokrasi Pasca-Amandemen UUD 1945

PPPK, Solusi Tenaga Honorer Yang Tidak Lulus CPNS

Tidak Ada Perbedaan Status Sosial dalam Pelayanan Kesehatan

Saksi Independen Hindari Kecurangan

Pemerintah Dituntut Keluarkan PerpuHapus Ambang Batas Parpol

RUU PPHMHA : Lindungi Hak Masyarakat Adat

Bahagia dengan Penuaan

Irgan Chairul MahfizPantang Pulang Sebelum Sukses

Perlu Solusi Sistematis Tangani Banjir

Denny Chandra Politik Tidak Harus Jadi Bahasan Serius

DPR Himbau Dunia Internasional Larang War ga-nya Beli Properti Ilegal Israel di Tanah Palestina

Bronze Untuk Parlementaria

Menyambut Lahirnya Undang-Undang Perdagangan

Bikin Mobil = GubernurBikin Pesawat = Presiden

PrOLOg

PrOFiL

tiMBang dULU BarU PiLiH

irgan CHairUL MaHFiz

PengaWasan

PPPk, sOLUsi tenaga HOnOrer Yang tidak LULUs CPns

Bertemu dengan duri dan ranjau dalam berjuang adalah niscaya, tapi percayalah diakhir perjuangan kamu akan menemukan kebahagiaan. Ungkapan sederhana namun sarat akan makna itulah yang agaknya selalu terpatri dalam diri Irgan Chairul Mahfiz. Hingga akhirnya buah dari perjuangannya pun berhasil diraihnya.

Pemilu sudah di depan mata. Perhatian dan energi kita tercurah pada perhelatan 9 April 2014 itu. Ketika masyarakat sudah tercerahkan dengan pendidikan politik, mereka bisa lebih kritis dan selektif memilih. Dan Pemilu pun bisa menjadi pesta demokrasi sungguhan. Namun, ketika masyarakat belum tersentuh pendidikan politik, maka Pemilu bisa menjadi pesta transaksional.

Tim Pemantau Pelaksa-naan Otonomi Khusus Aceh dan Papua DPR-RI meminta Badan Pemer-iksa Keuangan(BPK) untuk secara cermat melakukan audit dan menyampaikan hasil-nya terhadap penggu-naan dana otsus, baik di Papua dan Papua Barat, maupun Aceh, sehingga tepat sasasan.

| 8

| 33

| 52

Page 6: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

6 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

ASPIRASI

Pelapor mewakili para pekerja pabrik kapur di Kampung Pajagan, Desa Garawangi, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka, yang menolak rencana Pemkab Majalengka yang akan menggusur/menutup sejumlah pabrik kapur milik warga yang dimiliki secara turun menurun sejak 1974, padahal pabrik tersebut berada di atas tanah milik pribadi yang bersertifikat sehingga sah secara hukum namun warga belum memperpanjang izin karena Pemkab tidak memberi peluang untuk memperpanjang izin tersebut.

Jika alasan Pemkab hal tersebut dilakukan sesuai Perda, seharusnya Perda menyesuaikan kultur dan kondisi masyarakat yang ada bukan

sebaliknya dan warga menduga hal tersebut disinyalir untuk kepentingan pribadi/bisnis dengan mengorbankan pengusaha tradisional.

Pelapor memohon agar DPR RI melakukan p e n d a m p i n g a n u n t u k m e n y e l e s a i k a n permasalahan tersebut.

Saeful Yunus, Majalengka, Jawa Barat

Pelapor selaku wakil dari masyarakat Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten. Bogor, Provinsi Jawa Barat menyampaikan permohonan penyelidikan dan pengusutan atas dugaan pembelian fiktif tanah milik warga seluas 29 Ha oleh IPB senilai Rp. 43 Milyar, melalui Kepala Desa Sukaharja, Sdr. Karyadi Fandrek dengan modus pemalsuan surat-surat tanah milik ± 63 KK.

Menurut pelapor, pembelian lahan fiktif oleh IPB tersebut telah meresahkan masyarakat setempat karena warga merasa tidak pernah menjual tanahnya kepada siapapun. Dan sebagian besar dari lahan tersebut tidak diberikan ganti rugi,

hanya lahan seluas 2 Ha yang mendapatkan ganti rugi.

Menurut pelapor bahwa warga merasa diintimidasi dan takut untuk melaporkan hal tersebut kepada kepolisian karena oknum Kepala Desa tersebut seringkali memanfaatkan jasa kelompok preman.

Pelapor memohon kepada Ketua DPR RI untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.

Mamun dan Rozak, Bogor Jawa Barat

Pemalsuan Surat Tanah oleh Kepala Desa Sukaharja

Permohonan Pendampingan dan Advokasi Rencana Pemkab Majalengka Menutup Pabrik Kapur

Page 7: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

7EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Pelapor adalah Letkol Purnawirawan TNI AD, menyampaikan keluhan atas masih minimnya produk-produk makanan dan restoran yang belum berstatus halal dari MUI, meskipun negara Indonesia masyarakatnya mayoritas muslim.

Pelapor mengusulkan agar Pemerintah membuat undang-undang yang mengatur setiap makanan yang ada di Indonesia terjamin kehalalannya, baik yang ada di mal-mal maupun pedagang kaki lima.

Sepengetahuan pelapor, produsen dan penjual makanan wajib mencantumkan status kehalalan produknya, karena banyak penjual makanan yang mengaku makanannya halal tetapi menggunakan bahan yang tidak diperbolehkan (tidak halal), seperti lemak babi dan rhum yang mengandung alkohol.

Pelapor berharap bukan hanya produk makanan saja yang diinvestigasi, tetapi produk lain seperti sabun, pasta gigi dan lain-lain serta pengawasan atas penggunaan bahan pengawet dan pewarna pada makanan yang tidak diperbolehkan untuk makanan. Demikian pula pengawasan atas hewan potong, seperti ayam, sapi dan lain-lain.

Sri Rahardjo, Bandung, Jawa Barat

Pelapor mengajukan usulan berdasarkan pertimbangan pada berbagai aspek, mulai dari geografis, kondisi demografi, geo-sosial, geologi, geo-ekonomi dan sejarah.

Pelapor menyampaikan usulan tersebut sejalan dengan pidato Bapak Mendagri dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 23 September 2013, dalam acara pelantikan Plt. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung menjadi Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, yang menyatakan bahwa dari berbagai aspek, Kepulauan Bangka Belitung pantas menjadi Ibukota Negara RI.

Pelapor menyatakan, bahwa usulan dan keinginan tersebut timbul kembali pada saat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan akan memindahkan Ibukota Negara RI dan akan membentuk tim terkait hal tersebut apalagi mengingat Pulau Bangka pernah menjadi Ibukota Negara RI, pada waktu Bung Karno dan kawan-kawannya diasingkan ke Pulau Bangka.

Johan Murod dan Agus Adaw

Pangkal Pinang, Bangka Belitung

Usulan Bangka Belitung sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia

Ketegasan Label Halal pada Berbagai Produk yang Beredar

Page 8: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

8 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

PROLOG

Pemilu sudah di depan mata. Perhatian dan energi kita tercurah pada perhelatan 9

April 2014 itu. Ketika masyarakat sudah tercerahkan dengan pendidikan politik, mereka bisa lebih kritis dan selektif memilih. Dan Pemilu pun bisa menjadi pesta demokrasi sungguhan. Namun, ketika masyarakat belum tersentuh pendidikan politik, maka Pemilu bisa menjadi pesta transaksional.

Page 9: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

9EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Dalam Daftar Caleg Tetap (DC T) 2014, memang, hampir 90% anggota DPR RI peri-ode 2009-2014 ma-

sih mencalonkan diri dalam Pemilu legislatif kali ini. Namun, para caleg pendatang baru juga cukup ba nyak yang ikut bertarung. Akankah wa-jah DPR RI diisi muka-muka baru yang lebih segar atau tetap berwa-jah lama? Sebagian meyakini, DPR RI tetap berwajah lama, sebagian lain-nya menyakini akan berwajah baru.

Wakil Ketua DPR RI Pramono A nung Wibowo dalam kesempatan wawancara eksklusif dengan Par-lementaria, pertengahan Februari lalu, melihat, tampaknya tak akan ada perubahan wajah di DPR. Na-mun, pengamat politik Ray Rangkuti optimis akan muncul banyak aktor baru di DPR RI, yang berarti DPR di-harapakan lebih segar. Kemunculan aktor baru, kata Ray, dipengaruhi oleh pengalaman para pemilih pada Pemilu-pemilu sebelumnya.

Pengalaman memilih selama 3 kali Pemilu di era reformasi, membuat masyarakat kita semakin kritis dan cerdas. Mereka juga punya harapan

besar, agar kelak wakil-wakilnya yang mengisi parlemen merupakan orang-orang yang tepat, sekaligus mampu mengharumkan nama DPR RI. “Pemilih harus diberi edukasi atau pendidikan politik sehingga bisa memilih secara baik dan cer-mat, karena harus diakui secara ju-jur dalam sistem seperti sekarang ini, pragmatisme selalu menjadi persoalan yang dihadapi setiap pe-milu apalagi pemilu legislatif,” harap Pramono.

Politisi PDI Perjuangan ini me-nyarankan masyarakat pemilih untuk tidak memilih caleg yang melegalkan praktik transaksional. Karena, ketika caleg transaksional

itu terpilih, dia cenderung mencari dana pengganti kampanyenya dengan korupsi. Pilihlah caleg yang membawa pencerahan dan memberi harapan besar bagi rakyat.

Kita tak menginginkan rakyat hanya djadikan obyek kebutuhan sesaat para caleg. Caleg yang mengerti psikologis masyarakat, itulah yang dipilih. Artinya, mereka tak sulit bila kelak ingin bertemu wakilnya di parlemen. Bukan sebaliknya. Para wakil rak yat yang terlalu mudah menemui masyarakat, tapi sulit ditemui.

Adalah Willy Aditya caleg Partai Nasdem dari Dapil Jabar VII, yang coba berkampanye dengan mem-bangun kedekatan pada masyara-kat. Willy menggali potensi dan sumber daya yang ada di dapilnya. Secara geografis wilayah Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Bekasi (Jabar VII) didominasi areal persawahan. Ia dekati para petani penggarap sawah tersebut sebagai sahabat, hingga tak ada jarak dengan dirinya.

Berbulan-bulan ia menetap di Karawang untuk mengetahui keluh

Page 10: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

PROLOG

10 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

kesah para petani. Apalagi, bagi alumni UGM tersebut, Karawang penuh dengan memori sejarah. “Dari Karawanglah Republik ini bermula,” katanya. Willy jadi punya kedekatan emosional dengan tanah Karawang. Tak hanya petani, buruh pun ia dekati, karena Karawang adalah kawasan industri.

Sebagai caleg nomor urut satu Nasdem, ia mengaku, sudah mendesain kampanyenya sedemiki-an rupa. Dari iklan media, baliho, membuat cd profil dirinya, hingga meng-upload profilnya di Youtube sudah dilakukan. Ia tak takut bersa-ing dengan caleg incumbent yang sudah punya nama seperti Rieke Diah Pitaloka (PDI Perjuangan), Saan Mustopa (Demokrat), dan Ade Ko-maruddin (Golkar).

Lain Willy, lain pula Ida Royani. Caleg PAN ini juga tak ketinggalan menyemarakkan Pemilu. Model dan perancang busana muslimah ini sudah cukup punya modal sosial. Citranya sebagai perancang busana, tentu ia manfaatkan betul saat berkampanye. Bukan untuk bagi-bagi kerudung, tapi membagi visi dan perjuangannya. Dengan begitu masyarakat mengenal betul kapasitasnya sebagai wakil rakyat yang patut dipilih menjadi anggota DPR RI kelak.

Melihat kiprah para artis di DPR RI selama ini, Ida mengaku tak bahagia. Para artis, katanya, kurang menampakkan kiprah yang optimal di DPR RI. Untuk itulah, caleg nomor urut 3 dari dapil Jakarta III ini, ingin total berkiprah sebagai wakil rakyat dan menyumbangkan yang terabik bagi bangsa dan negara. Keputusannya menjadi caleg, memang, tidak mudah. Ia sempat diingatkan anak-anaknya untuk tidak terpengaruh godaan korupsi.

“Allah, kan, tahu di depan saya ada apa. Dan akan tahu terpengaruh apa tidak. Kalau, memang demikian, saya tidak usah dijadikan anggota Dewan. Begitu doa saya.” Di dapil-nya, ia akan bersaing dengan Tan-towi Yahya (Golkar), Marzuki Alie (Demokrat), Jane Shalimar (Nas-dem), dan Effendi Simbolon (PDI Perjuangan).

Sementara itu caleg incumbent dari Partai Golkar Ace Hasan Syad-zili, kepada Parlementaria me-ngatakan, ia membangun kampa-nye door to door. Bahkan, sebagai bentuk kepeduliannya Ace mem-bagikan semacam kartu ATM yang ia sebut dengan “Kartu Baraya”. Baraya sendiri artinya saudara. Manfaat kartu tersebut adalah untuk me-nyantuni orang-orang miskin yang ingin mengadakan khitanan dan pernikahan.

Dengan begitu, ia merasa lebih dekat dengan masyarakat di dapilnya. Ace sendiri berada di Dapil Banten II (Pandeglang dan Lebak). Ia bersaing dengan Iti Octavia Jayabaya (Demokrat), Irna Narulita (PPP), Rama Pratama (PKS), dan Pataniari Siahaan (PDI Perjuangan). Di par tainya sendiri, anggota Komisi VIII itu, bersaing dengan Andika Hazrumy putra Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Andika

sebenarnya anggota DPD RI yang kini mencoba peruntungannya menjadi caleg DPR RI.

Begitulah dinamika yang sempat direkam Parlementaria terhadap kiprah para caleg sebelum bertarung memperebutkan suara di dapilnya masing-masing. Tentu kita berharap ada perubahan menuju wajah DPR RI yang lebih baik, akomodatif, dan dekat dengan rakyatnya. Terakhir, para anggota DPR RI periode 2014-2019 lebih rajin mengikuti setiap rapat di lingkungan DPR.

Anggota Badan Kehormatan (BK) DPR RI Ali Maschan Moesa mengatakan, menjadi Anggota DPR itu bukan suatu pekerjaan, tapi pe juang rak yat . Po l i t is i merupakan negarawan, sehingga harus memikirkan masyarakat. Ia berharap, masyarakat tidak salah memilih calon legislatifnya.

“Caleg yang harus dipilih itu yang amanah, memiliki integritas, memiliki kompetensi di politik, dan menguasai 3 hal fungsi DPR (anggaran, pengawasan, dan legislasi), dan dia memiliki sikap Pancasila. Saya berharap masyarakat dapat mengenal i dulu calonnya, baru memastikan pilihannya. Caleg yang dipilihnya, turut menetukan jalan negara ini lima tahun kedepannya,” pesan Ali Maschan. (Tim Parle)

Melihat kiprah para artis di DPR RI selama ini, Ida mengaku tak bahagia. Para artis, katanya, kurang menampakkan kiprah yang optimal di DPR RI.

Page 11: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

EDISI 110 TH. XLIV, 2014 11PARLEMENTARIA

PRAGMATISME DAN TRANSAKSIONAL

MASIH TINGGI

LAPORAN UTAMA

PRAMONO ANUNG WIBOWO, WAKIL KETUA DPR RI

Page 12: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

12 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Bila kemudian orang menaruh harapan terlalu tinggi kepada DPR hasil pemilu 2014, jujur saya katakan kemungkikan bakal kecewa. Tetapi, yang harus dilakukan, bagaimana meningkatkan performance agar tahun pemilu 2014 hasilnya lebih baik daripada tahun 2009.

Praktik transaksional hampir menjadi pemandangan biasa setiap kali Pemilu dilangsungkan. Pesta lima tahunan itu, tidak saja dimaknai sebagai pesta demokrasi, lebih dari itu sebagai pesta transaksional. Di

sinilah pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat kita. Masyarakat harus diajarkan cerdas memilih wakil-wakilnya yang kelak akan memberi warna pada parlemen 2014-2019.

Wajah lama, memang, masih mendominasi daftar caleg. Tapi wajah baru juga tidak kalah menariknya untuk terus diamati. Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung Wibowo saat ditemui Parlementaria secara eksklusif di ruang kerjanya, menyatakan, wajah DPR 2014-2019 kemungkinan tidak akan berubah. Wajah lama masih banyak terpilih. Namun, yang lebih penting, masyarakat pemilih jangan lagi memilih wakil rakyat yang rekam jejaknya buruk. Berikut petikan lengkapnya.

Apa yang perlu disikapi masyarakat jelang pemilu legislatif?

Pertama pemilih harus harus diberi edukasi atau pendidikan politik sehingga bisa memilih secara baik dan cermat karena harus diakui secara jujur dalam sistem seperti sekarang ini, pragmatisme selalu menjadi persoalan yang dihadapi setiap pemilu apalagi pemilu legislatif. Kalau melihat proses rekrutmen atau seleksi yang dilakukan oleh partai-partai, tidak ada terobosan baru yang akan memberikan sebuah harapan luar biasa untuk perubahan hasil pemilu tahun 2014 ini.

Saya melihat wajah DPR tahun 2014 kurang lebih akan sama dengan wajah DPR hasil pemilu 2009. Agar performancenya bisa lebih baik, perlu adanya aturan main terutama UU MD3 yang sekarang sedang dibahas untuk bisa membuat kehadiran anggota DPR lebih rajin, mau memperjuangkan aspirasi para pemilihnya, dan dalam setiap pembahasan legislasi selalu dilakukan dengan baik.

Bila kemudian orang menaruh harapan terlalu tinggi kepada DPR hasil pemilu 2014, jujur saya katakan kemungkikan bakal kecewa. Tetapi, yang harus dilakukan, bagaimana meningkatkan performance agar tahun pemilu 2014 hasilnya lebih baik daripada tahun 2009. Salah satunya memperbaiki aturan main perundang-undangan atau sistem demokrasi di dalam DPR sendiri. Tak kalah pentingnya, sanksi dan kewenangan Badan Kehormatan DPR harus ditingkatkan.

Kenapa saya katakan relatif tidak akan banyak perubahan yang signifikan, pasalnya proses rekrutmen oleh partai juga tidak mengalami perubahan yang signifikan. Tetap saja kriteria pertama yang direkrut adalah public figure atau orang yang sudah mempunyai nama. Kedua, adalah para pengurus partai, aktivis

kemahasiswaan dan macam-macam organisasi. Yang ketiga, dari birokrasi, TNI/Polri. Dan keempat, pengusaha.

Dalam pemilu sistem seperti ini dengan pragmatisme tinggi, butuh kapital dan modal sosial yang cukup tinggi. Sekarang tanpa melewati proses kaderisasi berjenjang sudah bisa langsung menjadi calon anggota DPR RI.

Pendidikan politik belum sepenuhnya digarap oleh nagara. Masyarakat masih menganggap pemilu sebagai pesta transaksional. Calegnya sendiri selalu membuka kesempatan untuk itu. Komentar Anda?

Itu sebuah kenyataan di lapangan yang tidak terbantahkan. Dari pemilu langsung yang berulang-ulang rakyat selalu mendapatkan kekecewaan. Para tokoh yang selama ini diinginkan ternyata terkena kasus korupsi. Inilah yang mengakibatkan transaksional

Page 13: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

13EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

menjadi semakin biasa di lapangan. Dalam pilkades saja, pragmatismenya lebih tinggi dibandingkan dengan pilpres, pemilihan gubernur, bupati, wali kota, maupun legislatif.

Tapi saya masih punya keyakinan ada beberapa parpol yang masih mempertahankan ideologinya. Dengan peserta 12 parpol yang ada, kalau tidak dilakukan perubahan, akan makin tipis idealismenya. Masyarakat sendiri benar-benar pragmatis. Maka, kalau ada perbaikan UU pemilu, pesertanya tidak terlalu banyak.

Menurut saya, itu langkah yang cukup baik. Termasuk usulan saya, menggunakan sistem proporsional gabungan dimana 60% dipilih langsung oleh rakyat, sementara yang 40% berdasarkan daftar urut yang disusun partai. Sistem ini mengurangi jumlah caleg yang terlalu banyak yang bertempur di lapangan. Akhirnya pemilu makin mahal.

Bagaimana dengan caleg baru yang tidak punya modal dana dan modal sosial yang minim?

Sebetulnya dalam sistem seperti sekarang ini, sekadar pasang baliho tidak akan efektif. Di baliho tidak tidak ada visi misi dan sebagainya. Yang ada biasanya hanya foto, nama, dan nomor urut. Padahal, dalam kertas suara itu, tidak ada fotonya karena kertas suara itu hanya nama saja. Nah, jadi saya harus mengatakan bahwa baliho itu tidak terlalu efektif bagi orang yang belum dikenal. Tetapi, bagi orang yang sudah dikenal, itu hanya sebagai remind untuk mengingatkan kembali.

Saya melihat, kalau hanya sekadar baliho, iklan, atau door to door membagikan stiker tidak akan efektif. Yang dibutuhkan jika ingin dipilih rakyat sebenarnya ada dua. Pertama, yang sudah mempunyai modal sosial dan modal jaringan yang kuat hanya merawat dan membina. Tetapi yang belum kuat dan belum dikenal, ya mau tidak mau, pragmatisme ini dilakukan. Akhirnya transaksional.

Anda sendiri masih menjadi caleg? Apa saja yang sudah disiapkan?

Ya masih. Kampanye saya mengerjakan tugas sebagai anggota DPR saja. Saya betul-betul berkeinginan memberikan edukasi kepada publik. Misalnya, sosialisasi UU Desa untuk memberikan edukasi kepada perangkat desa. Saya yakin kampanye ini jauh lebih efektif, karena menyangkut kebutuhan mereka.

Contoh kedua sosialisasi UU Aparatur Sipil Negara. UU mengenai kepegaiwaian itu ditunggu oleh para birokrasi pemerintah di tingkat daerah, karena banyak dari mereka yang belum tahu apa yang telah berubah. Misalnya, masa usia pensiun, klasifikasi penggolongan dan sebagainya. Jadi, pendekatan yang saya lakukan selalu memberikan edukasi, termasuk menjelaskan hal-

hal yang berkaitan dengan persoalan pertumbuhan penduduk.

Saran Anda agar masyarakat cerdas memilih?

Yang paling utama harus diakui bahwa pragmatisme atau transaksional itu tinggi. Kalau saran saya jangan memilih orang yang datang hanya transaksional, karena begitu transaksional dia harus mengembalikan modal yang sudah dia keluarkan. Dan itu tidak kecil. Padahal, kalu dilihat gaji dia yang bisa dikumpulkan per bulan tidak lebih dari 25 juta.

Nah, kalau dia mengeluarkan dana untuk pemilu legislatif lebih dari 5 miliar atau 4 miliar, pasti dia harus mengembalikan modal dengan segala cara. Kecuali kalau finansialnya sudah berlebihan, maka menjadi anggota DPR sebagai pengabdian saja.

Menurut Anda rakyat sudah siap belum untuk menerima ini?

Tidak semuanya siap, karena rakyat sendiri membutuhkan uang jalan ke TPS. Tidak ada uang jalan mereka mungkin tidak mau datang ke TPS. (mh, mp) foto: iwan armanias/parle.

LAPORAN UTAMA

Page 14: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

14 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

Pilihlah Calon Legislatif

Yang Amanah

ANGGOTA BADAN KEHORMATAN DPR RI ALI MASCHAN MOESA

Page 15: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

15EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Pemilu tahun ini, setida-knya diikuti oleh 6.607 caleg di 77 daerah pe-milihan. Mereka akan bertarung mempere-

butkan 560 kursi di Dewan Per-wakilan Rakyat Republik Indonesia. Dari enam ribu lebih calon tersebut, menurut Wakil Ketua DPR RI Pra-mono Anung, sebagian merupakan Anggota DPR yang menjabat saat ini. Ia memperkirakan 90% Anggota DPR saat ini mencalonkan lagi, atau biasa disebut incumbent.

Ada beberapa pendapat yang menilai, jika 90% Anggota DPR ini terpilih kembali, dikhawatirkan DPR akan diperankan oleh aktor yang sama, sehingga wajah DPR pun akan terlihat sama. Namun, bukan berarti tak ada harapan DPR akan mendapati suasana yang baru, yang lebih baik.

Anggota Badan Kehormatan DPR RI Ali Maschan Moesa menyatakan Anggota DPR yang menjabat saat ini, memiliki “nilai” yang berbeda. Dalam artian, kinerja setiap Anggota Dewan dapat mempengaruhi elaktabilitas dirinya sendiri.

“Anggota DPR itu colourfull. Ada yang mencapai nilai 100, yang 70 ada, yang kurang dari nilai itu juga ada. Bahkan, yang punya nilai enggak lulus juga ada. Jadi, kita tidak bisa menggeneralisasi semuanya jelek. Jadi, kalau begini sudah menyangkut orang per orang. Ukurannya, bisa dari integritas karakter dan kapasitas kemampuan.Hal ini juga bisa mempengaruhi elektabilitas diri mereka sendiri,” jelas Ali, saat ditemui Parle beberapa waktu yang lalu, di ruang kerjanya.

Dalam pengamatannya sebagai Anggota BK, ia menilai setidaknya

30% Anggota DPR saat ini masuk dalam kategori A, atau bagus. Sedangkan, untuk nilai B, memiliki persentase sebesar antara 50-70%. Untuk nilai C sekitar 15%, bahkan untuk nilai paling rendah juga ada, sekitar 10% an, menurut Ali.

“Untuk nilai yang paling rendah ini, dia t idak amanah kepada masyarakat. Kinerja mereka dapat dilihat dari absen, tidak masuk rapat sampai empat kali berturut-turut. Namun karena aturan, mereka masuk yang rapat yang ke lima, nanti enggak masuk lagi. Yang penting enggak masuk 6 kali berturut-turut,” tutur Politisi F-PKB ini.

Polit isi yang juga menjabat Anggota Komisi VIII ini menilai, Anggot a DPR yang memi l ik i “nilai” kurang baik itu tidak terlalu memik irkan e lek tabi l i tasnya.Bahkan, cenderung yang penting tepilih kembali.

“Mereka berpikiran, ‘Yang penting saya terpilih lagi’. Artinya, masing-masing Anggota DPR itu sendiri tidak bisa menilai apakah diri mereka memiliki kapasitas, amanah,

termasuk personal integrity-nya itu memadai atau tidak. Saya yakin, Anggota DPR yang masuk dalam kategori kurang amanah, dalam tanda petik, mereka tidak memusingkan elektabilitas, yang penting mereka terpilih kembali. Karena kan memang one man one vote,” tutur Politisi asal Dapil Jawa Timur ini.

Sebagai Anggota BK , yang notabene bertugas untuk menjaga kehormatan seluruh Anggota DPR, Ali menyatakan pihaknya telah berusaha agar wakil rakyat ini marwah dan kehormatannya terjaga. Belum lama ini, BK pun sampai mempublisasikan daftar kehadiran Anggota DPR.

“ Dulu, absen Anggot a DPR memang pernah kita publish. Menurut kami, ini sebagai langkah baik, agar teman-teman Anggota DPR menjelang tahun politik ini semakin mawas diri. Jadi, kalau mau nyaleg lagi, ada peningkatan kualitas, behavior-nya jangan seperti kemarin-kemarin, harus lebih amanah, integritas juga harus dijaga, respon kepada konstituen

Pemilihan Calon Legislatif berlangsung kurang dari dua bulan lagi. Berbagai media mulai dijejali kampanye para calon wakil rakyat, tak terkecuali baliho maupun spanduk di jalanan. Berbagai janji pun ditebar para caleg, agar masyarakat mencoblos mereka pada 9 April 2014. Namun, di era sekarang ini, diharapkan masyarakat tak salah langkah dalam memilih calonnya.

Politisi yang juga menjabat Anggota Komisi

VIII ini menilai, Anggota DPR yang memiliki “nilai” kurang

baik itu tidak terlalu memikirkan elektabilitasnya.Bahkan, cenderung yang penting

tepilih kembali.

Page 16: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

16 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

at au p emi l ihny a juga har us ditingkatkan,” jelas Politisi yang juga mencalonkan diri menjadi Anggota Legislatif ini.

Masalahnya, tambah Ali, masyara-kat sekarang ini cenderung over generalized. Masyarakat mengang-gap, kondisi jelek DPR yang cuma 1 persen, dianggap 100% jelek semua. Menurutnya, hal ini juga akibat dari berbagai pemberitaan oleh media. Sehingga, itu kesalahan yang su-lit dibenarkan kepada masyarakat. Namun, tambahnya, hal ini terjadi pada orang-orang menengah ke atas, dan tidak ada di masyarakat menengah ke bawah.

“Rakyat yang paling bawah, yang tidak golput itu kan tidak pernah mendengar DPR itu bagaimana. Ma-syarakat kita itu tidak semua paham apa itu politik. Coba lihat yang di media-media itu, yang mengkritisi kinerja DPR, itu kan tidak dilakukan oleh masyarakat bawah. Mungkin cuma sekitar 2% an orang yang se-perti itu. Masyarakat bawah itu akan tetap memilih.Media saat ini, terlalu membesar-besarkan sisi-sisi jelek-nya DPR, sisi bagusnya malah yang tidak pernah ditonjolkan. Mestinya harus berimbang,” tegas Ali.

Pengkaderan Harus Lebih Selektif

Polit isi yang juga dosen ini menilai, caleg incumbent akan tetap diuntungkan. Mengapa? Karena masyarakat sudah mengetahui kinerjanya selama menjadi Anggota DPR dalam lima tahun ini. Perjalanan selama lima tahun menjadi Anggota DPR ini, bisa dikatakan sebagai sosialisasi kepada masyarakat.

“Selama 5 tahun menjabat Ang-gota DPR, setidaknya rakyat dan konstituen permintaannya selalu berusaha dipenuhi oleh Anggota Dewan ini. Nah, ketika Anggota Dewan ini mencalonkan lagi, ini akan diuntungkan dari perjalanan yang sudah 5 tahun ini. Perjalanan 5 tahun ini sudah komunikasi dengan konstituen, itu termasuk dalam sosialisasi,” tambah Ali.

Namun, dibalik itu, rekruitmen kader atau kaderisasi yang dilakukan oleh partai itu harus lebih selektif. Ia melihat, kaderisasi yang dilakukan partai, selama ini sepertinya belum sesuai harapan.

“Paling bagus ya partainya itu rek-ruitmennya harus jelas. Nilai dan tugas pokok partai harus dilakukan dengan benar.Bukan hanya fungsi rekruitmen, tapi fungsi tanggung

jawab kepada rakyat. Ini merupakan tugas-tugas kepartaian,” imbuh Ali.

Partai politik memiliki peran dalam meningkatkan kualitas kadernya. Agar kadernya lebih memiliki ama-nah, integritas, kemampuan di tiga bidang fungsi DPR (legislasi, penga-wasan dan penganggaran). Parpol juga harus mengawasi kedisiplinan.

Ia mengingatkan, menjadi Ang-gota DPR itu bukan pekerjaan, tapi pejuang rakyat. Politisi merupakan negarawan, sehingga harus me-mikirkan masyarakat.

Lalu, caleg seperti apa yang pantas dipilih? Ali membeberkan beberapa aspek yang harus dimiliki oleh caleg, agar menjadi pilihan oleh masyarakat pada 9 April nanti.

“Caleg yang harus dipilih itu yang amanah, memiliki integritas, memi-liki kompetensi di politik, dan men-guasai 3 hal fungsi DPR (anggaran, pengawasan, dan legislasi), dan dia memiliki sikap Pancasila.Saya ber-harap masyarakat dapat mengenali dulu calonnya, baru memastikan pilihannya. Caleg yang dipilihnya, turut menetukan jalan negara ini lima tahun kedepannya,” tutup Ali mengakhiri wawancara.(sf)

LAPORAN UTAMA

Partai politik memiliki peran dalam meningkatkan kualitas kadernya. Agar kadernya lebih memiliki amanah, integritas, kemampuan di tiga bidang fungsi DPR (legislasi, pengawasan dan penganggaran).

Page 17: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

17EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

DEKATKAN DIRI KE MASYARAKAT DENGAN NAIK KERETA

ACE HASAN SYADZILI;

Meski sering dikritik Dewan bergelimang kemewahan, ternyata ada anggota Dewan yang tetap mau berdesak-desakan dengan naik kereta. Dia mau berbaur dengan rakyat kebanyakan, justru sebagai bentuk kepedulian dan ingin merasakan apa- apa yang dirasakan masyarakat. Itulah anggota DPR dari FPG Ace Hasan Sadzili yang menyatakan naik kereta sebagai hal yang biasa.

Page 18: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

18 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

“Saya masih sering naik kereta, kebe-tu lan saya dan k e l u a r g a t i n g -gal di Pamulang,

Tangerang Selatan, kalau Sabtu Minggu selain berkumpul dengan keluarga juga mengunjungi ke Dapil di Pandeglang. Dari Pamulang ke Senayan macet sekali, sehingga sering naik kereta. Saya tidak ragu-ragu berdesakan dan antre menung-gu kedatangan kereta sebagai upaya membaur dengan masayarakat. Ini sebagai hal yang biasa saja,” ujarnya kepada Parlementaria.

Kesediaan berbaur, berdesak-desakan itu merupakan upaya mendekatkan dengan masyarakat. “Saya juga tidak boleh eksklusif, saya juga ingin merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Jangan mentang-mentang sebagai ang-gota DPR terus pergaulan dengan masyarakat bawah dihindari. Saya memang sering menggunakan transportasi publik,” tandas mantan staf ahli Dewan Pertimbangan Presi-den ini .

Di sisi lain, kata Ace dengan lebih banyak masyarakat menggunakan transportasi publik maka bisa mengu-rangi kemacetan, menghemat kon-sumsi BBM, mengurangi polusi. Tak kalah penting adalah ketepatan waktu.

Ia mengatakan, kalau naik mo-bil dari Pamulang ke Senayan, bisa 3 jam, tetapi dengan kereta api 30 menit. “Saya tidak mengatakan pa-ling merakyat, tetapi bagi saya seb-agai hal yang biasa. Meski demikian, dia membawa mobil dan sopir priba-di sebab angkutan masal kita belum bisa menjangkau tempat-tempat

strategis, be-lum terintegra-si antar moda transpor tasi , antara stasiun kereta api dan bus way. Masih kesulitan dan menggunakan ojek. Coba ka-lau sudah ada monorel dan t e r i n t e g r a s i dengan angku-tan kota atau bus way, akan lebih nyaman lagi” ujarnya.

S e b e l u m menjadi ang-gota Dewan, di

kantor Kepresidenan, dia mengaku suka naik KRL turun di Tanah Abang lalu naik ojek untuk ke daerah Tam-rin, karena tidak ada bus way. Ini juga menjadi pembelajaran buat dia bahwa dalam proses pengambilan kebijakan baik kebijakan publik atau kebijakan politik, harus betul-betul komprehensif, tidak bisa sepotong-sepotong. Dari situ, kata Ace, bisa merasakan bagaimana suasana di masyarakat.

Ketika ditanyakan, kesiapan ma-syarakat sebagai pemilih cerdas se-hingga tidak mudah diiming-imingi hal-hal yang pragmatis, politisi FPG ini mengakui, memang sekarang ini harus dikampanyekan atau so-sialisasikan kepada masyarakat untuk menjadi pemilih yang cer-das. Pemilih yang cerdas itu arti nya, bagaimana pemilih bisa mengeta-hui siapa calon legislatifnya yang akan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan mereka.

Oleh karena itu rakyat harus tahu latar belakang calon tersebut, apa-kah dia mempunyai kapasitas atau tidak, pendidikanya seperti apa,

Di sisi lain, kata Ace dengan lebih banyak masyarakat menggunakan

transportasi publik maka bisa mengurangi kemacetan, menghe-mat konsumsi BBM, mengurangi polusi. Tak kalah penting ada lah

ketepatan waktu.

Page 19: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

19EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

latar belakagnya seperti apa, ke-mudian kemampuan menyuarakan kepen tingan rakyatnya, termasuk jugas soal track recordnya. Apakah yang bersangkutan adalah bersih atau tidak. “Pemilih yang cerdas itu adalah harus tahu latar belakang calon legislatif yang akan dipilihnya itu,” tegas Ace.

Yang dilakukan antara lain dengan cara memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, memperkenal-kan jati dirinya. Karena salah satu fungsi dari politik itu termasuk par-tai politik itu adalah harus mampu merangkul masyarakat.

Sedangkan strategi atau metode yang dilakukan, secara konvensional sesuai dengan aturan yang berlaku membuat alat peraga dari booklet, spanduk, baliho, kemudian juga banner. Misalnya satu desa satu tempat, dimana dipasang sesuai dengan peraturan KPU.

“Kalau booklet seperti ini kita

sampaikan kepada masyarakat yang cerdas, masyarakat yang suka mem-baca, supaya tahu tentang kita. Ada juga metode yang saya lakukan di-samping menyampaikan alat peraga yaitu door to door campaign, kam-panye dari rumah ke rumah, setiap saya ada waktu saya selalu door to door campaign dan dibantu oleh tim relawan,” ia menjelaskan.

Bagi Kartu Baraya

Relawan ini dilibatkan, lanjur Ace, disamping sebagai alat kampanye juga diakhir acara setelah mereka bertemu dengan setiap kepala kelu-arga juga dikasih Kartu Baraya H TB Ace Hasan Sadzili. Baraya artinya itu saudara atau keluarga. Bagi pemilik kartu mirip ATM ini akan mendapat-kan santunan jika ada yang me-nikah- semacam bantuan untuk pernikahan, jika ada yang khitanan dibantu, kalau ada yang meninggal dibantu, semacam santunan .

Menurut Ace, itu adalah salah

satu bentuk kepeduliannya kepa-da pemilih, disamping itu door to door campaign. Selain membagi-kan kartu baraya H. Ace Hasan ini, seba gai anggota DPR Incumbent juga melakukan upaya sistematis mendatangi konsituen dengan me-nyampaikan apa yang sudah dilaku-kan selama menjadi anggota DPR sekaligus menyerap aspirasi apa yang diperlukan mereka.

“ Ini juga bagian dari proses pendi-dikan politik,” tutur caleg dari Dapil Kabupaten Pandeglang dan Lebak.

Politisi muda yang menjabat Wasekjen Golkar ini mengakui ham-pir semua kecamatan ia datangi, di-harapkan jaringan sampai ke tingkat desa, baik yang dibentuk oleh par-tai atau jaringan yang dibentuk ber-dasarkan pribadi, keluarga, teman dekat dan sahabat.

Saat didesak, khusus Dapilnya tertimpa semacam “musibah” yakni Gubernurnya ditahan KPK, ada pe-

Page 20: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

20 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

ngaruhnya , ia menjawab “Sedikit banyak ada pengaruhnya, tapi saya kira masyarakat sudah cerdas, mana kebijakan ibu Atut, mana kebijakan partai, sehingga saya yakin bahwa masyarakat Banten terutama di dae-rah pemilihan saya akan obyektif, “ ia menjelaskan.

Menanggapi masih kentalnya politik transaksional sementara, ca-leg juga membuka peluang itu, Ace menegaskan, yang dilakukan adalah selalu menghindari untuk transaksi yang bersifat materi seperti mem-berikan uang, sembako. Strategi yang dilakukan, dengan memberi kartu “baraya” tadi.

Kartu baraya ini sebagai tanda hubungan kekeluargaan dengan pemilih dengan aneka manfaat. Ini bentuk kepedulian kepada masyara-kat jika ada salah seorang keluarga pemegang kartu baraya tersebut, meninggal, atau ada khitanan atau yang biaya nikah maka akan diban-tu. Tentu saja sesuai kemampuan kita. Ini bukan transaksi, tetapi ben-tuk kepedulian atas mereka.

Kepada rakyat juga dijelaskan bahwa bentuk-bentuk transaksional adalah tidak baik bagi kehidupan politik kita sebab di acara-acara transaksional, nanti referensinya bukan pemiih yang cerdas, tetapi seberapa besar menjanjikan imba-lan- istilah umumnya “Wani Piro”.

Ia mengaku tidak ada yang diper-siapkan secara khusus, kecuali harus siapkan stamina dan keluarga de-ngan lebih intensif terjun ke bawah. Senin-Rabu di gedung DPR dan Ka-mis-Jumat hingga Minggu terjun ke dapil menemui konstituen.

Menilai caleg peserta, pemilu kali ini, ia berharap semunya bisa berkompetisi secara sehat. Caleg baru juga punya peluang, jika incum-bentnya tidak menunjukkan kinerja yang baik. “Saya merasa bahwa be-lum bekerja secara maksimal, tetapi yang saya lakukan sudah berupaya untuk melaksanakan tugas dengan semaksimal mungkin, dengan cara bagaimana memperjuangkan agar alokasi anggaran untuk kepentingan agama apalagi di daerah saya ba-nyak pesantren, ba nyak madrasah dibantu,” tandas Ace.

Sebagai anggota Komisi VIII DPR ia juga telah mengusahakan, bagaima-na Program Keluarga Harapan (PKH) di Kemensos supaya di tingkatkan, pelayanan haji dan masalah lain juga terus disuarakan. Itu juga merupak-an bagian bagaimana membangun kepercayaan masyarakat bagaima-na seorang anggota Dewan harus mampu memperjuangkan aspirasi mereka.

Selama pengabdian di DPR, ia telah memperjuangkan salah satu-

nya adalah, bagaimana meningkat-kan anggaran untuk program-pro-gram pengentasan kemiskinan. PKH alokasi dananya naik, bantuan untuk siswa miskin sudah naik, peningkat-an pelayanan ibadah haji, walapun ada kekuarangan di sana-sini, tetapi relatif lebih baik dibannding sebe-lumnya.

Meski demikian ia merasa masih belum puas dengan apa yang di-kerjakan. Karena itu perlu ada kesi-nambungan apa yang diperjuang-kan bahkan kalau bisa ditingkatkan lagi. Banyak hal yang bisa dilakukan menjadi anggota DPR bagaimana postur anggaran kita menjadi lebih baik.

Masalah haji yang paling penting adalah soal pelayanan bisa nyaman dan tenang dalam penyelenggaran ibadah haji, seperti pemondokan yang lebih dekat dengan Masjidil Haram, atau pelayanan katering se-lama beribadah tidak ada masalah, rasa, kelayakan makanan, ketepatan waktu makan. Intinya jamaah haji dilayani sebaik-baiknya sebab mere-ka sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk beribadah.

Dari sisi perundang-undangan men dorong bagaimana Kemenag lebih konsentrasi dalam peningkat-an budi pekerti/akhlak masyarakat. Kemenag dengan postur yang seka-rang ini masih banyak sekali persoa-lan yang ada seperti konflik sosial, konflik antar agama, akhlak, biaya pernikahan yang masih menjadi kontroversi.

Kata Ace, masalah haji sebaiknya diatur oleh satu lembaga khusus, dipisahkan antara operator dan regulator. “Kita ingin memposisikan Kemenag dalam porsi yang tepat sebagai institusi penjaga moral bang-sa. Masalah haji, karena persoalan manajemen biarlah diurus oleh satu institusi yang lebih fokus, lebih tepat bentuknya Badan La y a n an Umum (BLU),” kata Ace Hasan menambahkan. (mp)

LAPORAN UTAMA

Menanggapi masih kentalnya politik transaksional

sementara caleg juga membuka peluang itu, Ace menegaskan, yang dilakukan adalah selalu

menghindari untuk transaksi yang bersifat materi seperti memberikan uang, sembako. Strategi

yang dilakukan, dengan memberi kartu “baraya” tadi.

Page 21: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

21EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

Masih ingat lagu-lagu nostalgia gambang kromong duet Benyamin-Ida Royani. Hingga kini, lagu-lagu dengan logat Betawi itu masih sangat enak dinikmati dan melegenda. Salah satu penyanyinya Benyamin Suaib telah tiada dan jasa besarnya di dunia tarik suara dan aktor serba bisa akan dikenang sepanjang masa.

Ingin Ubah Citra DPROBSESI IDA ROYANI, CALEG BARU DPR PERIODE 2014-2019

Page 22: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

22 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Namun pasangannya, Ida Royani meski ti-dak menyanyi dan bukan ar t i s lag i , tetapi artis cantik ini

tetap eksis sebagai disainer busana muslim. Meski sebagai “ tukang ja-hit” namun kesuksesan tetap men-giringinya, selepas meninggalkan dunia keartisannya. “ Kendati saya hanya sebagai tukang jahit tetapi bisa menyekolahkan anak-anak sampai luar negeri,” ujarnya.

Tak banyak yang menyangka, ternyata mantan biduanita era 70-an ini tertarik pula ke dunia politik. Ida Royani menjadi caleg DPR-RI periode 2014-2019 diusung Partai Amanat Nasional (PAN) Daerah Pemilihan Jakarta III.

Kepada Parlementaria ia meng-ungkapkan motivasi, misi dan visinya sehingga ingin mengabdikan dirinya di Senayan. “ Niat saya ingin mengubah citra DPR dari pandangan selama ini negatif menjadi positif. Jangan sampai, ada slogan katakan tidak pada korupsi, setelah terjun ke dunia politik ternyata malah korupsi,” ujarnya.

Menurut Ida, kebetulan dirinya mantan artis, dan berlatar pendidi-kan disainer sehingga akan mena-rik konstituen untuk memilihnya pada Pemilu 9 April mendatang. Ia berkisah, dialah yang pertama kali menciptakan baju muslim kemudian menjajakan baik di Pasar Raya Blok M maupun Sarinah Tamrin. “Kala itu belum ada yang jual baju muslim, satu-satunya adalah Ida Royani”.

Dan saat pula, belum ada yang mengenakan baju muslim selain Ida Royani utamanya di luar rumah, seperti pergi ke pasar, pesta dan acara kemana saja, cuma dia sendiri yang berbusana muslim, yang lain masih sangat terbatas. Disitu syiar yang ingin sekali dilakukan, bagaimana bisa memasyarakatkan busana muslim di Indonesia. Tahun 1978, saat menekuni agama Islam bagaimana seorang muslimah itu wajib menutup auratnya, dia tergerak untuk mewujudkan syiar

tersebut. “Ini memang suatu pe-ngorbanan yang luar biasa, karena sebelumnya saya pakai rok mini, hotpan, -tiba-tiba harus menutup kepala dengan kerudung-jilbab dan berbaju panjang,” tuturnya.

Perubahan berbusana ini tentu saja memancing cemohan orang, tetapi dirinya tidak peduli dan terus berkarya. Sampai yang semula mencerca, sekarang pakai busana muslim juga. “Obsesi besar saya adalah, ingin Indonesia menjadi pusat fashion busana muslim dunia-bukan tingkat Asia tetapi dunia. Ternyata sekarang sudah terjadi, sebagian besar orang Indonesia sudah berbusana muslimah, banyak orang luar negeri yang berbusana muslimah dan mendatangi pusat pakaian baik di Pasar Raya, Tanah Abang maupun di Tamrin City.

Data dari Asosiasi Pertekstilan In-donesia (API) omsetnya mencapai Rp 70 triliun, itu baru untuk domes-tik, belum yang untuk ekspor, belum juga yang diproduksi Ida Royani, mungkin di luar perhitungan API. Bahkan dia memperkirakan dalam setahun omset untuk busana mus-lim mencapai ratusan triliun, suatu

potensi ekspor yang luar biasa.

“Dari jahit ini potensinya luar biasa. Saya selalu memberikan motivasi di pertemuan keluarga, forum keputrian ,pengajian ibu-ibu atau remaja, saya ajarkan membuat busana muslim sebagai hal yang sangat positif. Tidak perlu keluar rumah hanya diadakan di aula atau perumahan, sudah bisa menghasilkan, berkarya, bisa cari uang, tidak usah ke luar negeri jadi

LAPORAN UTAMA

Data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) om­setnya mencapai Rp 70 triliun, itu baru untuk domestik, be lum yang untuk ekspor, belum juga yang diproduksi Ida Royani, mungkin di luar perhitungan API.

Page 23: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

23EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

TKI,” tegas dia.

Sebagai contoh, putrinya, Jenaha-ra, mengikuti Ida Royani, baru seta-hun, dalam sebulan membuat baju, pendapatannya sudah ratusan juta dan itu baru untuk konsumsi dalam negeri belum keluar negeri. Dari pengamatan jalan-jalan ke Semin-yak-Bali, semua toko sudah milik orang asing. Ada orang Belanda, Amerika, Perancis dan Itali, padahal SDM yang mengerjakan itu adalah orang-orang Indonesia. Semua busana di Mall Indonesia-merknya luar negeri– tetapi ternyata bikinnya dan bahan bakunya di Indonesia. Itulah kecanduan orang Indonesia pada merk asing, seperti kalau di-beri busana merk Zara- seneng kan, ternyata bikinnya di Indonensia.

Melihat kenyataan ini, dia mera-sa gemes sekali, sudah 30 tahun menekuni busana muslim, tetapi Pemerintah kurang mengembang-kan potensi yang ada ini. Ban-dingkan merk Zara, pemiliknya kini masuk salah satu orang terkaya di dunia, merk dagangnya tersebar di seluruh dunia. Di Indonesia merk tersebut diijinkan buka toko oleh pemerintah bahkan Pemda, se-hingga orang kita menjadi buruh di nege ri sendiri sementara mereka menjadi raja di negeri orang.

Ida mengaku bikin kerudung, tetapi tidak di Indonesia melainkan di luar negeri, karena orang Indonesia itu brand-minded- di Milan- Itali. Pernah anaknya di Australia ingin mencoba produk kerudungnya, tetapi terhambat di

Bandara padahal hanya satu koper. “Bandingkan dengan pengusaha asing, mereka ekspor dengan harga dolar dan dengan mudahnya menjual ke luar negeri,” ucapnya.

Itulah, kalau seorang Ida Royani, meski berbusa-busa tidak ada artinya. Namun kalau diijinkan Allah masuk DPR, mempunyai hak bicara kepada Pemerintah bahkan memiliki hak untuk memanggil menteri. Sebagai disainer, kalau mau show ke luar negeri harus bayar, padahal setahu dia-semua sudah ada dananya, dana promosi yang memang disiapkan untuk itu. Dia dengan tegas menolak, sebab sudah puluhan tahun menjadi disainer, tetapi disainer baru muncul, mereka mau bayar puluhan juta. “Dengan tegas saya tolak, nggak mau bayar, ngapain. Itu yang bikin gemes,” tegasnya.

Busana muslim prospeknya sangat besar, untuk garmen ini ia bertekad harus menjadi raja di negeri sendiri. Bahkan kita bisa ekspor seperti Cina.

Sekolah Fashion

Bila berhasil masuk Senayan, isteri pemusik Keenan Nasution ini akan mengajak Pemerintah untuk mendir ikan sekolah fashion. Sekolah bertaraf internasional tetapi terjangkau masyarakat. “ Kita ciptakan disainer-disainer muda, kita bisa ekspor seperti Cina yang menyerbu pasaran dunia. Kita rekrut TKI tidak usah bekerja di luar negeri, kita ciptakan banyak disainer, kalau tercapai peluang masuknya devisa

sangat besar.Sekarang mereka tidak ada sarana bekerja, tetapi kalau kita cipatakan peluang kerja dengan beberapa pabrik garmen memanfaatkan desainer sendiri, akan menghasilkan devisa yang luar biasa,” ujarnya bersemangat. Kalau bisa masuk Senayan, maka akan menjadi pemain, sekarang diakui hanya sebagai penonton.

Sebagai pelopor busana muslim di Indonesia, Ida menunjukkan perhatian media asing kepadanya. Beberapa media asing seperti Le Monk Perancis, New York Time, Seatle dari AS, BBC London, Radio France, juga dari Radio Cina dan Jepang, News Week dan TV Belanda, datang ke sini dan mereka bilang, “Madame- seharusnya you dapat Piagam Penghargaan- sebagai orang pertama kali berprestasi, because of you “ sebab sekarang Indonesia telah berbusana muslimah,” ujarnya mengutip pers asing tersebut.

Justru menurutnya, orang-orang luar yang mengapresiasi, sementara bangsa sendiri tidak pernah menga-presiasi. Mereka mengatakan, su-dah melihat perkembangan Islam di seluruh dunia dan perkembangan busana muslimnya luar biasa. Di In-donesia ada mantan penyanyi- Ida Royani- yang memelopori busana muslim.

Ia mengisahkan pasangan duetnya Benyamin S, aktor serba bisa Betawi-setelah meninggal baru dikenang kebesaran namanya. “Mungkin Ida Royani mati dulu, baru di apresied. Di sini tunggu orang mati dulu baru dihargai karyanya,” ungkapnya sambil tertawa dan menambahkan, “ Saya malah tersanjung banget”.

Sejak tahun 1970 berjuang mati-matian. Saya dulu menikah dengan anak raja Malaysia, memiliki seorang anak. Sepupu dia, namanya Raja Reza, seorang promotor busana muslim. Tujuh tahun lalu datang menjumpainya dan mengatakan akan show busana muslim dunia, bikin di Inggris, Dubai, Kualalumpur, Singapura – akibatnya dunia tahu busana muslim itu dari Malaysia. Ini

Ida mengaku bikin kerudung, tetapi tidak di Indonesia melainkan di luar negeri, karena orang Indonesia itu brand­minded­ di Milan­Itali. Pernah anaknya di Australia ingin mencoba produk kerudungnya, tetapi terhambat di Bandara padahal hanya satu koper. “Bandingkan dengan pengusaha asing, mereka ekspor dengan harga dolar dan dengan mudahnya menjual ke luar negeri,” ucapnya.

Page 24: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

24 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

karena mereka gencar go public dan pemerintahnya sangat mendukung, di support sama kerajaan. Semuanya serba gratis

Bandingkan dengan Indonesia, ada pameran di manca negara suruh bayar sendiri. Dia protes kepada pejabat terkait seperti Menteri Koperasi/UKM dan Menteri Parekraf, jangan sakit hati nanti kalau busana muslim dunia berasal dari Malaysia. “Yang mesti sakit hati saya yang pertama kali, karena mereka di-support sama Pemerintah,” tegasnya lagi.

Kalau ide ini bisa diwujudkan, ti-dak hanya membantu meningkatkan perekonomian tetapi juga mencip-takan lapangan kerja, peluang eko-nomi dan dampak ikutannya sangat besar. “Saya ngomong menggebu karena itu skill saya. Saya agak kesel ketika tidak kelihatan peran teman-teman artis di parlemen”.

Ketika ditanyakan, tidak kuatir

dengan dunia politik di Senayan dengan panjang lebar Ia mengung-kapkan, pertanyaan serupa pernah diajukan putera-puterinya. Me-ngutip pertanyaan mereka, “Mah bagaimana nanti kalau dibawain uang suap? Ia menjelaskan, dirinya berdoa pada Allah, kalau memang barokah, jadikan saya sebagai ang-gota DPR. Tetapi saya jangan dija-dikan anggota DPR kalau memang nanti tidak barokah.

“Allah kan tahu di depan saya ada apa, dan akan tahu terpengaruh apa tidak. Kalau memang demikian saya tidak usah dijadikan anggota Dewan. Begitu doa saya”.

Ida Royani berpedoman, terpilih alkhamduli l lah, t idak terpi l ih alhamdulillah berarti ditolong oleh Allah. “Saya tidak punya beban, pasrah saja. Ketika berkunjung ke majelis taklim atau bertemu dengan masyarakat dan bertanya, Ibu bawa kerudung ngggak? “ Saya jawab, maaf bu, saya tidak bagi-

bagi kerudung. Saya ngomong apa adanya juga tidak menjanjikan apa-apa. Berfoto bersama mereka senang dan ada nilai tambahnya. Saya gak ngasih apa-apa kok. Saya tak ada beban. Jadi alkhamdilllah, nggak jadi alkhamdulilah.” katanya.

Dengan nada ser ius, ia tak membayangkan, seperti ada ang-gota atau pejabat yang ditangkap KPK pakai baju oranye, “Jangan, ja ngan, nggak lah. Na’udubillah mindzaalik. Kalau saya jadi, barokah, kalau nggak jadi juga barokah. Berarti saya diselamatkan, tidak masuk penjara”.

Dalam rangka mensukseskan Pemilu 2014 in i , Ida Royani memegang motto, Tidak Harus Anda Memilih Saya, Tapi Jangan Golput. Kalau Golput Suara Anda Akan Dipermainkan Oleh Orang-orang Yang Tidak Bertanggungjawab”. Motto yang jarang disuarakan caleg. (mp)

Page 25: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

25EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Politisi muda ini punya banyak gagasan ideal dan segar yang akan mewarnai wajah DPR ke depan. Menyambut Pemilu 2014, mantan aktivis mahasiswa ini, siap bertarung mem-perebutkan kursi parlemen dari Dapil Jabar

VII yang meliputi Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Purwakarta. Inilah Willy Aditya, Wakil Sekjen DPP Partai Nasdem Bidang Organisasi dan Keanggotaan.

Saat ditemui di kantor pusat DPP Nasdem pertengahan Februari lalu, Willy bercerita banyak tentang strateginya merebut suara rakyat dan penguasaan jaringan di Dapilnya. Ia telah menguasai simpul-simpul desa dan menempatkan orang-orangnya di setiap kecamatan. Tak kurang dari billboard, iklan televisi, penyebaran cd yang berisi profil dirinya, dan penguasaan jejaring sosial lewat facebook dan twitter sudah ia bangun.

LAPORAN UTAMA

Menjadi Politisi Adalah Pengabdian

WILLY ADITYA, CALEG PARTAI NASDEM

Page 26: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

26 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Ia merasa senang berada di Karawang sebagai salah satu kawasan Dapilnya. Dari Karawanglah, ungkap Willy, Republik ini berawal. Banyak memori sejarah dari tanah Karawang. Bahkan, ia seperti sudah punya ikatan batin dengan masyarakat Karawang. Apalagi, dengan latar aktivis, ia sangat dekat dengan kalangan mahasiswa dan buruh. Itu menjadi poin tersendiri baginya dalam meraih simpati.

“Saya memilih Jabar VII karena mempunyai modal sosial yang sudah saya garap dari tahun 2000, diantaranya membantu mendirikan koran buruh dan melakukan advokasi petani bersama beberapa serikat petani lokal. Itu yang menjadi modal sosial saya di sana,” aku Willy. Sebagai caleg new comer, ia tak takut bersaing dengan para caleg incumbent di dapilnya, sebut saja Rieke Diah Pitaloka (PDI Perjuangan), Nurul Arifin (Golkar), dan Saan Mustopa (Demokrat). Ada pula artis Krisna Mukti (PKB) yang ikut bersaing di Jabar VII.

Ketika Nasdem belum dideklarasikan menjadi Parpol, alumni Fakultas Kehutanan UGM ini, sudah dipercaya menjadi Ketua Liga Mahasiswa Nasdem. Sayap partai ini, sudah ia maksimalkan untuk membangun jaringan kampanyenya. Selain Liga Mahasiswa, ada pula sayap buruh dan sayap petani di Nasdem yang ia manfaatkan. Plus, kedekatannya dengan kalangan mahasiswa memudahkan pula membangun kekuatan politik dirinya.

Ada 10 kursi dari dapil Jabar VII yang diperebutkan. Dan Willy berharap menjadi salah satu dari 10 nama tersebut yang melenggang ke Senayan. Partai

Nasdem sendiri menargetkan 2 kursi dari Jabar VII. Masing-masing caleg dituntut menguasai isu-isu yang menjadi kebutuhan masyarakatnya. Untuk Jabar VII yang meliputi Karawang, Bekasi, dan Purwakarta, isu pertanian menjadi sangat seksi di sini. Itu pulah yang ditangkap Willy.

Isu desa dan pertanian oleh pria kelahiran Solok, 12 April 1978 ini, digarap tuntas hingga ke akar masalah. Dan selama ini respon masyarakat setempat kepada dirinya sangat positif. Kondisi Karawang, tambah Willy, hampir seperti Papua. Bila terjadi banjir akses jalan sangat sulit dilalui. Puskesmas pun masih minim. Saat mendatangi masyarakat, ia mengajak bicara laiknya sahabat. Dengan begitu, kedekatan emosional tercipta.

Ingin Bergabung di Komisi II

Willy sebenarnya bukan orang baru di DPR RI. Pada 2009-2011, Willy pernah bertugas sebagai staf ahli di Komisi II DPR. Lingkungan DPR sudah tak asing baginya. Maka, bila terpilih pada Pemilu kali ini, Willy mengaku ingin bergabung di Komisi II yang konsen mengurusi agraria. Ia sudah sangat mumpuni di bidang ini. Banyak kenangan menarik di Komisi II yang membangkitkan semangatnya untuk kembali berkiprah di DPR.

Bila dahulu hanya membantu teknis dan pemikiran, nanti ia ingin langsung menjadi pengambil keputusan dengan mengarsiteki lahirnya berbagai produk legislasi di DPR. Ia ingin berada di jantung kebijakan. Inilah kiprah yang diimpikannya sebagai politisi muda. Willy berharap, kelak RUU inisiatif DPR harus lebih dominan daripada inisiatif pemerintah.

Kaum muda yang masuk DPR RI memang belum terlalu banyak. Dan Willy berharap menjadi salah satu pemuda yang memberi warna baru dan segar bagi DPR. Partai Nasdem sendiri, ungkap Willy, sangat mengakomodir suara para pemuda. “Nasdem pro terhadap caleg muda. Ada 70% caleg baru, bahkan ada mahasiswa. Tapi, problemnya ketika berkompetisi, mereka tidak mempunyai elektabilitas dan popularitas,” papar Willy.

Peraih master program pertahanan dan keamanan, kerjasama ITB dan Cranfield University UK ini, mengeritik orientasi para caleg yang ingin menjadi politisi di DPR. Baginya, terjun ke dunia politik bukan untuk mencari nafkah, tapi untuk pengabdian. Politisi adalah profesi yang mulia. Untuk itulah, perlu banyak menghasilkan kebajikan bagi publik.

Akhirnya, sebagai caleg muda dan baru, bahkan dari partai yang baru pula, ia hanya bisa berusaha sekuat yang ia mampu untuk bisa meraih simpati dan kepercayaan masyarakat pemilih. “Man jadda wa jada,” kilah Willy, mengutip pepatah Arab. Yang berjuang dengan baik dan lurus, akan meraih apa yang diimpikan. (mh)

LAPORAN UTAMA

Page 27: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

27EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Pemilu legislatif 9 April 2014 tinggal menghi-tung hari. Berbagai me-dia kampanye telah dig-ulirkan oleh para calon

legislatif, seperti spanduk, brosur, iklan televisi, hingga sosial media. Para caleg pun tak henti-hentinya “menjual diri” kepada masyarakat, agar namanya dicoblos di kartu su-ara. Tapi, apakah masyarakat dapat memastikan pilihannya hanya de-ngan melihat poster dan spanduk?

Parlementaria pun berkesempa-tan mewawancarai pengamat poli-tik Ray Rangkuti di sela-sela kesi-bukannya menjadi narasumber di berbagai media. Ray optimis, pasca-Pemilu akan banyak aktor baru yang bermunculan menghiasi wajah DPR RI. Berikut petikan wawancaranya:

Pemilu legislatif tak lama lagi. Apa yang perlu disikapi masyara-kat menjelang Pemilu 2014 ini?

Kalau dari sisi masyarakatnya adalah soal kemampuan mereka untuk mendefinisikan kebutuhan Republik Indonesia ini. Jadi, bu-kan hanya kebutuhan diri mereka sendiri. Kebutuhan bangsa ini se-cara umum. Saya pikir, dengan pe-ngalaman kita tiga kali pemilu, se-dikit banyak mereka sudah paham apa saja yang menjadi kebutuhan bangsa ini.

Dalam rangka itu, ada prasyarat dari mereka untuk mengenali dan membuat definisi kebutuhan bangsa ini, yang tidak bisa begitu saja muncul dari kecerdasan dan pe ngalaman, tapi harus ada juga semacam suasana yang memba-

ngun itu. Saya lihat setidaknya ada 3 hal yang mendukung itu.

Yang pertama, masyarakat harus mencari informasi sebesar-besarnya tentang calon legislatif. Sebaiknya, informasi ini disediakan oleh partai maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU). Yang kedua, akses informasi ini, harus diperluas dan dipermu-dah, sehingga memungkinkan ma-syarakat secara umum, dengan semua klasifikasi sosial yang ada di masyarakat, dapat mengakses semua informasi yang dibutuhkan itu.

Yang ketiga, kemampuan partai politik untuk mengajak dan mendo-rong masyarakat untuk mulai meng-gunakan kesempatan Pemilu untuk melakukan penghukuman ataupun penghargaan kepada politisi. Yang ini agak berat, karena berhubungan dengan metode kampanye partai politik itu sendiri. Kampanye dapat dipergunakan oleh partai dalam rangka membangun etos politik ke-pada masyarakat atau yang sering kita sebut sebagai pendidikan poli-tik. Bukan hanya semata-mata un-tuk memenangkan perolehan suara.

Yang terakhir ini, saya rasa me-mang cukup sulit. Karena secara umum, tabiat partai politik di In-donesia masih seperti yang dulu. Kampanye konteksnya semata-mata hanya untuk memenangkan suara, calon legislatifnya, dan yang utama memenangkan partainya. Bukan melaksanakan bagian tanggung jawab dirinya sebagai politisi dalam memberikan pendidikan politik ke-pada masyarakat.

Pendidikan politik belum di-garap secara serius oleh pemer-intah. Akhirnya, Pemilu dilihat sebagai pesta transaksional. Ironisnya, para caleg justru mem-beri ruang untuk itu. Bagaimana Anda melihat hal ini?

Pendidikan politik itu pelakunya ada tiga, yaitu Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan tentu saja politisi itu sendiri. Saya melihat 2 dari 3 pelaku ini tidak mengarah ke

LAPORAN UTAMA

Page 28: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

28 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LAPORAN UTAMA

sana. Yang sebenarnya paling me-nonjol adalah KPU, namun dengan cakupan yang masih sangat terba-tas. Sosialisasi yang dilakukan KPU itu lebih bersifat umum dan makro, ketimbang masuk ke definisi-definisi apa itu pendidikan politik. Karena tidak mungkin juga KPU, misalnya, menyosialisasikan untuk memilih caleg yang bersih atau yang tidak korupsi. Jelas ini akan bermasalah.

Sedangkan untuk Pemerintah dan partai politik, saya melihat-nya mereka lebih senang jika ma-syarakatnya tidak tahu apa-apa dalam konteks kecerdasan politik itu. Karena kepentingan mereka bukan memenangkan politik atau memenangkan demokrasi. Tapi, hanya untuk memenangkan kursi atau posisi. Oleh karena itu, kedua pihak ini merasa tidak memiliki ke-wajiban politik dan moral, agar kam-panye ini menjadi bagian dari cara mengadvokasi dan mengedukasi masyarakat.

Bagaimana wajah DPR setelah Pemilu legislatif nanti, apakah akan sama dengan wajah DPR saat ini?

Saya optimis, kalau dari segi ak-tor akan ada perubahan. Pemilu 2014 nanti, calegnya ada lebih dari 6.500-an calon. Sementara yang kita pilih hanya 560 orang. Misal-nya, anggota DPR periode sekarang 80%-nya mendaftar, berarti sekitar 500-400-an orang harus bersaing dengan sekitar 5000-an caleg. Wa-jah anggota DPR yang lama ini bisa babak belur di mata masyarakat.

Saya menduga, anggota DPR yang sekarang ini tidak berani kampanye dengan statusnya sebagai anggota DPR, karena tidak laku di pasar Pemi-lu. Secara umum, masyarakat ingin perubahan terhadap kondisi Indone-sia. Masyarakat juga ingin memberi punishment terhadap anggota DPR yang sekarang. Potensi itu terjadi karena semangat keinginan adanya perubahan, dan mayoritas caleg

sekarang adalah pemain baru de-ngan kemampuan dan penguasaan modal yang menurut saya hampir sama dengan anggota DPR yang menjabat sekarang ini.

Nah, oleh karena itu, saya merasa akan terjadi perubahan dalam kon-teks aktor yang signifikan untuk Pemilu 2014 yang akan datang. Lagi-lagi saya berbicara aktor, tidak culture-nya. Apakah nanti culture-nya akan sama dengan yang lama, itu cukup sulit saya untuk menjelas-kannya.

Namun, di satu sisi, caleg baru tidak mempunyai modal sosial. Sedangkan mereka harus ber-juang lebih keras ketimbang pub-lic figure atau artis. Untuk bisa memunculkan aktor baru tam-paknya masih sulit dilakukan oleh para caleg baru ini?

Jika konteksnya mereka bisa memenangkan Pemilu, saya opti-mis akan ada aktor. Tapi apakah ak-

Page 29: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

29EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

tor baru ini otomatis menyiratkan akan adanya perubahan culture di DPR itu yang menjadi pertanyaan. Setidaknya kita lihat dari dua hal, pertama, kecakapan dalam konteks anggota DPR membuat regulasi. Kedua, melakukan pengawasan dan okupasi politik. Yang ketiga, adalah perubahan dalam konteks moral, artinya tidak terpengaruh pada poli-tik uang dan sebagainya.

Apakah minimal dua hal ini akan tercapai pasca-Pileg 2014, saya sendiri belum bisa memastikan. Tapi, jika saya lihat secara umum, relatif usia caleg-caleg baru ini di bawah 60 tahun. Bahkan, boleh disebut mayoritas di bawah 50 ta-hun. Kalau mereka di bawah 50 tahun artinya mereka lahir sekitar tahun 1960-an. Memulai pendi-dikan sekitar tahun 70-an sampai 80-an. Ketika usia mereka sekitar 30 sampai 40 tahun, sempat me-ngalami proses transisi demokrasi. Jadi, sekalipun kemampuan mereka dalam basic terhadap politik masih dipertanyakan, tetapi setidaknya menurut bayangan saya, jika kon-teksnya moral akan jauh lebih baik. Mereka akan lebih sensitif terhadap isu antikorupsi di lingkungan DPR dan sebagainya.

Saya berharap, secara umum ada perubahan dari segi aktor bahkan dari segi usia yang memiliki culture berbeda-beda. Akan lebih baik jika yang terpilih di bawah umur 40 ta-hun. Jika caleg baru yang terpilih ini berusia di bawah 40 tahun, saya nilai akan lebih berbobot, karena ra-ta-rata mereka hidup dengan tradisi yang bukan sepenuhnya mengarah ke tradisi demokrasi. Mereka lebih terbiasa untuk berdebat, berorgani-sasi, mengadvokasi kasus, dan lebih sensitif kepada suara publik dan hal-hal positif lainnya.

Bagaimana peluang para caleg muda ini?

Caleg muda ini setidaknya diun-tungkan dengan dua hal. Pertama, pada tingkat tertentu ada pertum-buhan kecerdasan pemilih. Jadi, pemilih tidak lagi terfokus kepada

popularitas seseorang, tidak ter-fokus pada uang serangan fajar. Walaupun uang itu diterima, tidak menjadi acuan pemilih untuk me-milih calegnya.

Yang kedua, jika para caleg muda betul betul mendekatkan diri mere-ka kepada masyarakat, dan berusa-ha untuk dikenal oleh masyarakat, saya pikir ada potensi mereka untuk menang. Karena saya yakin, potensi kemenangan seseorang itu diten-tukan sejauh mana mereka dekat de ngan masyarakat. Jadi, enter-tain politik sudah ditinggalkan oleh orang.

Entertain politik yang dikuasai oleh para pemilik modal, pemain lama, dan sebagainya, entah itu

melalui televisi, spanduk, bah-kan mungkin dangdutan, pada tingkat tertentu bisa dikalahkan oleh para pemain muda ini. Mer-eka lebih mampu melakukan proses pendekat an. Jadi istilahnya, inter-pretrasi langsung kepada masyara-katnya.

Bila pendidikan warga negara kita yang cukup, mereka bisa cer-das memilih. Namun, tidak semua masyarakat memiliki pendidikan yang cukup, bahkan cenderung masih rendah. Jadi, mereka me-lihat siapa yang terkenal di mata mereka, itulah yang akan dipilih. Apakah hal ini berpengaruh ter-hadap caleg baru?

Ini menjadi salah satu faktor. Tapi saya melihat secara umum, kecer-dasan politik pemilih kita itu bukan di sekolah, tapi pengalaman mereka dari waktu ke waktu yang berhadap-an dengan situasi politik ini. Kita li-hat saja di daerah-daerah, entah apa stratifikasi sosialnya atau pendidikan-nya, mereka bisa mengatakan “Ah iklan doang”, itu menunjukkan bahwa mulai adanya kecerdasan. Sudah ada kesadaran sekarang bahwa di banyak masyarakat kita jangan terpesona pada figur artis, figur populer, atau-pun figur yang banyak iklannya.

Bagi saya ini adalah fenomena baru dari pemilih kita, yang saya se-but sebagai peningkatan kesadaran. Jadi, ini bukan berasal dari sekolah, tapi mereka belajar dari pengala-man Pemilu. Dari Pemilu tahun ke tahun, output-nya seperti apa, itu direkam oleh mereka dan kemu-dian mereka membuat definisi baru tentang siapa sebenarnya figur pe-mimpin yang layak.

Pemilih 2014 sudah lebih cerdas daripada pemilih 2009 dan 2004?

Dalam 5 tahun terakhir ini, pemilih sudah 5 kali ke TPS untuk mengikuti Pemilu. Dari hasil Pemilu itu, mereka sudah mendapatkan output. Jadi, secara langsung membuat mereka mulai mengerti apa arti Pemilu dan politik, karena telah berinteraksi langsung dengan sistem ini. (mh,sf)

Entertain politik yang dikuasai oleh para pemilik modal, pemain lama, dan se bagainya, entah itu melalui televisi, spanduk, bahkan mungkin dangdutan, pada tingkat tertentu bisa dikalahkan oleh para pemain muda ini.

Page 30: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

30 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Gerakan reformasi 1998 tak hanya merun-tuhkan rezim Orde Baru yang telah berkuasa lebih dari 30 tahun, tapi telah mengubah sistem politik dan pemerin-tahan. Tak pelak, wajah demokrasi kita

pun berubah. Demokrasi ala Orde Baru yang lebih te-pat disebut sebagai pseudo demoracy telah bergeser ke sistem demokrasi yang lebih terbuka. Perubahan sistem secara fundamental tersebut terjadi dan mencapai pun-caknya ketika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil pemilu 1999 melakukan amandemen UUD 1945 selama empat kali, yang pada akhirnya, perubahan (amandemen) UUD 1945 tersebut disahkan pada Rapat Paripurna MPR tahun 2002.

Beberapa perubahan yang paling mendasar dalam UUD 1945 adalah hilangnya fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang memegang kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi; kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pasal tersebut telah diubah menjadi; kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, MPR bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara, bukan pemegang kedaulatan rakyat dan bukan merupakan penjelmaan seluruh rakyat.

UUD 1945 (hasil amandemen) juga menghapus ke-beradaan anggota MPR Utusan Golongan dan Utusan Daerah yang sebelumnya telah diatur dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 yang meyebutkan; Majelis Permusya-waratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah utusan-utusan dari dae-rah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Keanggotaan utu-san golongan dan utusan daerah di MPR, memang tidak melalui pemilihan, tetapi diangkat berdasarkan undang-undang. Hal inilah yang menjadi perdebatan di antara anggota MPR. Akhirnya, utusan daerah diganti dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilu secara langsung.

Perubahan penting lainnya adalah hilangnya kewenangan MPR untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 UUD 1945 asli. Dalam UUD hasil amandemen, pasal tentang kewenangan MPR untuk menetapkan

GBHN telah dihapus. Karenanya, sistem pemerintahan pasca-perubahan UUD 1945 tidak memerlukan lagi GBHN yang menjadi pedoman dasar untuk program pembangunan selama 5 tahun sebagaimana sistem pemerintahan sebelum terjadi perubahan konstitusi.

Celakanya, kedudukan GBHN diganti dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) –yang diajukan pemerintah. Hal ini tentu berbeda kedudukan hukum antara GBHN dengan RPJPN. GBHN diatur di dalam UUD dan ditetapkan oleh MPR sebagai pedoman dalam pembangunan bangsa dan negara yang harus dilaksanakan oleh presiden selaku mandataris MPR. Sementara, RPJPN merupakan program pembangunan jangka panjang usulan pemerintah yang ditetapkan melalui Undang-Undang 25/2004.

Memang sepintas, antara GBHN dan RPJPN ini sama fungsinya yaitu sebagai pedoman dan arah pembangunan baik pemerintah pusat maupun daerah. RPJP ini akan dibuat turunannya per lima tahun dengan istilah RPJM atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Lima tahun diambil dari masa kerja seorang Presiden RI. Demikian juga dengan daerah yang harus membuat RPJP Daerah dan RPJM Daerah masing-masing yang mengacu kepada RPJPN.

Dengan demikian, arah pembangunan dalam sistem pemerintahan pasca-amandemen UUD 1945 ini lebih cenderung bergantung pada selera penguasa. Sistem ini dapat menyebabkan disorientasi arah pembangunan, apabila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lemah dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Apalagi masalah RPJP Nasional maupun RPJP Daerah sangat jarang menjadi perbincangan di DPR maupun dalam wacana publik. Oleh karenanya sebagian besar masyarakat tidak mengetahui apa itu RPJP dan RPJM, apa yang sedang dibangun. Maka tidak heran jika timbul persepsi publik bahwa negara ini tidak memiliki agenda pembangunan yang terarah.

Sistem Pemilu dan Demokrasi

Salah satu konsekuensi dari perubahan konstitusi itu adalah sistem pemilihan presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, tetapi dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum. Begitu pun kepala daerah yang dahulu dipilih oleh anggota DPRD, diganti

Oleh: Karyono Wibowo)*

SUMBANG SARAN

Wajah Demokrasi Pasca-Amandemen UUD 1945

Page 31: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

31EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

dengan sistem pemilihan langsung dalam pemilihan kepala daerah yang diatur dalam UU Pemerintahan Daerah.

Sistem pemilihan umum di negeri ini dari waktu ke waktu telah mengalami beberapa kali perubahan. Di era Orde Baru, sistem pemilihan umum legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup (closed lists). Dalam sistem ini, pemilih sekadar mencoblos tanda gambar partai. Hasil perolehan suara kemudian didistribusikan ke nama calon legislatif sesuai dengan selera pimpinan partai. Pada umumnya, distribusi perolehan suara tersebut berdasarkan urutan dari yang terkecil atau urut kacang.

Sistem pemilu kemudian mengalami perubahan pada pemilu tahun 2004 lalu, dari proporsional tertutup menjadi setengah tertutup. Artinya, pemilih tidak sekadar memilih tanda gambar partai, tapi sudah bisa memilih langsung nama-nama caleg yang sudah terdaftar. Kendati demikian, sistem keterpilihan caleg pada pemilu 2004 ditentukan lewat dua cara. Pertama, caleg yang memperoleh suara mencapai bilangan pembagi pemilih (BPP), memenuhi kuota atau lebih, otomatis menjadi caleg terpilih, tanpa melihat nomor urut. Kedua, jika caleg tak mencapai BPP, caleg terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut yang disusun oleh partai politik. Dengan sistem seperti ini, faktanya, mayoritas caleg yang terpilih pada pemilu 2004 ditentukan berdasarkan nomor urut.

Berbeda dengan pemilu 2004, sistem pemilu 2009 lalu juga mengalami perubahan. Melalui Undang-Undang nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif telah dimodifikasi. Tidak lagi menggunakan sistem “proporsional daftar calon terbuka” tetapi langsung menggunakan“sistem proporsional terbuka”. Sistem ini nampak lebih terbuka dibanding sistem pemilu sebelumnya. Meski demikian cara penentuan caleg pemenang yang dimuat di pasal 214 undang-undang tersebut masih tetap membuka peluang, dengan nomor urut kecil yang siap menyalib di tikungan. Misalnya, apabila ada caleg dalam satu partai yang memperoleh BPP 30% lebih dari satu orang, maka kursi jatuh ke caleg yang memiliki nomor urut kecil.

Rezim pemilu proporsional tertutup sudah berlalu, kini berganti dengan rezim pemilu suara terbanyak. Sistem pemilu 2014 akan menggunakan sistem proporsional terbuka. Dengan demikian, penentuan caleg pemenang akan ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak. Kedudukan rezim pemilu berdasarkan suara terbanyak ini kian kokoh pasca-keputusan Mahkamah Konstitusi lewat Putusan Nomor 22-24/PUUVI/2008. Dalam putusannya, MK membatalkan semua aturan nomor urut itu. Menurut MK, penentuan calon berdasarkan nomor urut adalah inkonstitusional, karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat, serta bertentangan dengan prinsip keadilan

sebagaimana diatur dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

Setiap perubahan pasti membawa implikasi yang ditimbulkan. Seperti halnya perubahan sistem pemilu sebagai implikasi dari perubahan konstitusi yang terjadi saat ini. Sistem pemilu pasca-amandemen UUD 1945 ini telah menampilkan demokrasi berwajah dua, yaitu wajah demokrasi yang lebih terbuka dan wajah demokrasi barbarian. Sistem politik dan demokrasi pasca-perubahan konstitusi ini menimbulkan praktik politik berbiaya tinggi (high political cost). Tingginya biaya politik ini diduga menjadi salah satu penyebab korupsi yang semakin marak, dan bahkan mengalami tren kenaikan.

Data jumlah kepala daerah yang terlibat korupsi dari tahun ke tahun terus meningkat. Kementerian Dalam Negeri sendiri mengakui jumlah kepala daerah yang tersangkut korupsi meningkat setiap tahunnya dan menyebar di 33 provinsi. Berdasarkan data Kemendagri, tercatat 311 dari 530 kepala daerah sejak pilkada langsung 2005 hingga Desember 2013 tersangkut masalah hukum, 86% diantaranya kasus korupsi. Data ini bukan berarti korupsi hanya terjadi di pemerintahan pasca-perubahan UUD 1945.

Masalah korupsi memang sudah terjadi sejak pemerintahan RI didirikan. Tetapi jika korupsi dilihat dari tren jumlah korupsi, skala wilayah, tingkatan jabatan pemerintahan dan jumlah lembaga negara masalah korupsi saat ini lebih meningkat. Banyaknya kasus korupsi yang terjadi, perlu dijadikan bahan evaluasi dan mengoreksi sistem demokrasi yang sedang dicoba saat ini. Bila tidak, maka sama dengan membiarkan pemahaman sebagaian masyarakat bahwa demokrasi akan melahirkan korupsi. Tentu, pemahaman seperti ini harus dicegah, jangan sampai menjadi keyakinan yang dapat mendistorsi makna demokrasi.

Dari fenomena tersebut, mungkinkah kita sedang dalam fase transisi demokrasi atau dengan kata lain, bangsa ini masih dalam proses belajar berdemokrasi. Namun pertanyaannya sampai kapankah kita belajar berdemokrasi dan sampai kapan proses transisi berakhir. Negara ini sudah hampir 69 tahun merdeka. Atau jangan-jangan bangsa ini sedang dijadikan kelinci

Page 32: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

32 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

percobaan melalui eksperimen perubahan konstitusi dalam rangka mencari sistem politik dan demokrasi yang cocok. Singkat kata, nampaknya sitem politik dan demokrasi kita sedang mencari bentuk.

Selebritisasi Politik Dalam Demokrasi

Paralel dengan perubahan sistem politik pasca-amandemen UUD 1945 saat ini panggung politik Indonesia pun mengalami perubahan signifikan. Panggung politik yang dahulu cenderung tertutup kini berubah menjadi panggung terbuka. Lihatlah wajah artis bertebaran di panggung politik Indonesia. Wajah para selebritis mewarnai daftar calon legislatif 2014 - 2019. Di tepi lain, sikap sebagian politisi pun tak jarang memainkan langgam layaknya selebritis. Dengan begitu, perubahan konstitusi telah melahirkan selebritas politik. Mengamati fenomena demokrasi kekinian, maka penulis sependapat dengan istilah yang dikemukakan Nyarwi Ahmad, pakar komunikasi politik Universitas Gajah Mada, kandidat doctor Bournemouth University, United Kingdom yang menyebut telah terjadi selebritisasi politik pasca Orde Baru.

Demokrasi memang tidak membatasi suatu golongan tertentu, karenanya, selebritis pun memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Tetapi, demokrasi bukan sekadar aksesoris atau ornamen. Demokrasi juga bukan sekadar memenuhi prosedur teknis, tetapi demokrasi memerlukan pemahaman substantif dan praktik untuk mewujudkan tujuan dan nilai-nilai demokrasi. Dalam konteks Indonesia, praktik demokrasi harus sejalan dengan cita-cita proklamasi yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.

Dalam sistem demokrasi pemilihan langsung, selebritisasi politik memang sulit dihindari, karena gejala tersebut merupakan konsekuensi dari sistem demokrasi “pasar” yang tengah berlangsung saat ini. Dalam konteks politik Indonesia, menurut Alois A. Nugroho, dalam kata pengantar buku karangan Nyarwi Ahmad, Manajemen Komunikasi Politik dan Marketing Politik, diskursus yang biasa terjadi dalam kaitannya

dengan cara hidup “pasar” semakin sering terdengar dalam kaitannya dengan “politik”.

Politik, yang sepatutnya berhubungan dengan pembuatan kebijakan (policy) dalam administrasi negara, semakin sering dieja dengan kosa kata yang lazim dipakai di “pasar”. Pasar gagasan (program) dengan cepat berubah menjadi pasar citra, pasar tokoh, pasar sosialita, karena dalam diskursus pasar, kita sudah terbiasa dengan konsep-konsep semisal produk, jasa, merk, citra merk dan ekuitas merk.

Namun demikian, munculnya politisi yang berperilaku selebritis dan selebritis yang terjun menjadi politisi tidak serta merta dapat dipersalahkan secara sepihak, karena hal itu inheren dengan sistem yang yang berlaku sekarang. Dalam sistem demokrasi “pasar bebas”, kandidat dipilih secara langsung berdasarkan suara terbanyak, maka aspek popularitas menjadi modal pertama yang harus dimiliki oleh kontestan pemilu seperti calon presiden, calon kepala daerah dan calon legislatif. Variabel utama dalam sistem electoral berdasarkan suara terbanyak, modal yang harus dimiliki seorang calon (candidate) antara lain adalah popularitas (popularity), seberapa besar si kandidat disukai (likable) dan keterpilihan (electability). Dalam konteks inilah para kandidat berkepentingan saling berkompetisi agar lebih dikenal, disukai dan dipilih masyarakat (pemilih).

Maka menjadi mahfum, bila artis atau selebriti rame-rame terjun ke panggung politik untuk menjadi kepala daerah maupun anggota legislatif, karena mereka sudah memiliki modal popularitas dan penggemar yang bisa berpotensi menjadi pemilih. Begitu pula para kandidat yang berlatar belakang aktivis dan politisi, mereka pun perlu menaikkan tingkat popularitas dan berlomba-lomba menarik simpati publik sebagai modal untuk meningkatkan elektabilitas.

Karenanya, para politisi harus tampil mengesankan menyampaikan pesan-pesan promosi yang menggugah minat pemilih, baik melalui media ruang publik seperti baliho, billboard, spanduk, banner, pertemuan tatap muka langsung, social event atau tampil melalui layar televisi, surat kabar, majalah, tabloid, internet dan sosial media. Penampilan mereka bagaikan selebritis dan bintang iklan sebuah produk. Namun apa mau dikata, di dalam sistem pemilihan langsung sudah sewajarnya semua kontestan harus mempromosikan diri seluas-luasnya untuk mempersuasi pemilih. Semoga saja, pemilih Indonesia semakin cerdas, sehingga yang akan lahir sebagai pemimpin bukan sekadar selebritas politisi dan politisi selebritas yang hanya mengandalkan popularitas, tetapi pemimpin yang cerdas dan berkualitas.***

*) Penulis adalah Peneliti Senior di Indonesian Public Institute (IPI)

SUMBANG SARAN

Dalam sistem demokrasi pemilihan langsung, selebritisasi politik memang sulit dihindari, karena gejala tersebut merupakan konsekuensi dari sistem demokrasi “pasar” yang tengah berlangsung saat ini.

Page 33: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

33EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Jumlah tenaga honorer di In-donesia mencapai 605.179 orang, berdasarkan hasil test

CPNS sedikitnya 198 ribu orang telah dinyatakan lulus seleksi CPNS Honorer K2. Artinya masih terdapat 407.179 orang yang masih terka-tung-katung belum diangkat men-jadi PNS.

Menyikapi masih banyaknya tena-ga honorer K2 yang belum diang-kat, DPR mengharapkan pemerintah memberikan kesempatan kembali kepada tenaga honorer kategori K-2 yang tidak lulus Calon Pegawai Ne-geri Sipil (CPNS) untuk mengikuti tes sebagai Pegawai Pemerintah den-gan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Dengan demikian, selama me-reka (honorer K-2) menjadi tenaga honorer, tidak kemudian disia-siakan saja. Apalagi di Undang-Un-dang nya, tidak ada lagi istilah tenaga honorer, yang ada adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjan-jian Kerja (PPPK). Jadi ini seharusnya menjadi solusi bagi mereka (honor-er K-2) yang tidak lulus tes sebagai CPNS,” kata Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Gamari Sutrisno kepada Par-lementaria, di Jakata.

Gamari mengungkapkan, dalam rapat dengan Komisi II DPR dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Kemen-

PAN-RB) beberapa waktu lalu, pi-haknya juga sudah mendesak agar pemerintah memberikan kesempat-an kepada tenaga honorer kategori K-2 untuk mengikuti tes bagi honor-er K-2 yang tidak lulus diangkat jadi CPNS.

Menurut dia, ketika formasi itu su-dah habis terisi oleh tenaga honorer yang lulus, dan masih ada tenaga honorer yang belum lulus, maka pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) hendaknya memberikan peluang kepada mereka yang tidak lulus se-bagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

PENGAWASAN

Saat ini, Persoalan Tenaga Honorer K-2 masih menggantung, dan menyisakan sejumlah persoalan terkait tenaga honorer tersebut. Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian

Nasional (BKN) menyebutkan, tenaga honorer kategori II (K2) yang dinyatakan lulus dalam seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2013 mencapai 198 ribu orang.

PPPK, Solusi Tenaga Honorer

YANG TIDAK LULUS CPNS

Page 34: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

34 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

“Jadi tidak ada solusi yang tidak bisa diberikan kepada pegawai ka-tegori K-2. Kita (DPR-red) juga ingin menyerukan kepada kawan-kawan tenaga honorer kategori K-2 tidak usah terlalu risau lebih dulu, karena Komisi II DPR sedang memperjuang-kan agar mereka yang tidak lulus itu bisa ditampung sebagai pegawai pemerintah,” tegasnya.

Politisi dari Partai Keadilan Se-jahtera (PKS) itu mengatakan se-bagian besar dari pegawai kategori K-2 mayoritas adalah tenaga kepen-didikan. “Sementara, di Indonesia jumlah tenaga kependidikan atau tenaga guru masih kecil. Oleh sebab itu, jangan sampai mereka (honorer K-2) tidak diberikan hak apapun. Bagaimanapun mereka (honorer K-2) mau mengabdi,” ujarnya.

Dalam sebuah kesempatan, pemerintah melalui Menteri Pen-dayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Azwar Abubakar mengatakan per-mintaan tersebut sangat berat di-lakukan karena kemampuan ang-garan negara hanya bisa membiayai 30 persen honorer saja.

Gamari menegaskan pemerintah tetap harus mengupayakan tersedi-anya anggaran ini. Pemerintah, kata dia, tidak boleh mengabaikan be-gitu saja, tenaga honorer K-2 yang tidak lulus CPNS lalu dicampakkan begitu saja.

“Saya sebagai wakil rakyat akan tetap mendesak kepada pemerin-tah. Jadi kalau tidak lulus CPNS, ang-

katlah mereka sebagai PPPK. Nanti dievaluasi terus, apakah selama dia jadi PPPK punya kinerja atau tidak? Begitu juga dengan CPNS yang lulus juga dievaluasi. Kalau kira-kira dia tidak punya kompetensi, tidak lagi punya kinerja, maka pemerintah juga bisa bersikap tegas. Mereka bisa diberhentikan atau dipensiun-kan dini,”tegasnya.

Gamari menilai sistem kompe-tensi ini adalah ingin menciptakan aparatur sipil negara yang memiliki prestasi, yang memiliki kinerja yang bagus dalam memberikan pelayan-an kepada publik Nah kalau ketika mereka menjadi pegawai negeri sipil dan tidak punya kinerja, apa jadinya,” katanya.

Dengan demikian, lanjut Gamari, baik itu CPNS maupun PPPK harus terus meningkatkan kemampuan kinerjanya. “Bukan seperti kayak zaman dulu itu yang Pinter Goblok Penghasilan Sama (PGPS). Ke de-pan jangan seperti itu, jadi mereka ja ngan sekedar menuntut haknya, tapi mereka juga harus menunjuk-kan kinerjanya.” tegasnya.

Menurut Gamari, UU ASN mem-berikan peluang bagi honorer K-2 yang tidak lolos CPNS menjadi PPPK. “Kalau masalahnya soal anggaran, saya kira pemerintah bisa lah untuk merencanakan anggaran demi ke-pentingan kita semua,” katanya.

Soal dugaan masih adanya KKN dalam proses pengangkatan hon-orer K-2, Gamari mengatakan peme-rintah sudah menyampaikan ke DPR bahwa proses seleksi tenaga hon-orer kategori K-2 dilakukan sesuai dengan sistem seleksi yang tidak memungkinkan adanya KKN.

“Ini berdasarkan laporan menteri ke Komisi II DPR, sudah barang ten-tu berdasarkan laporan itu kita akan melihatnya, apakah benar laporan itu dilakukan sesuai de ngan kondisi yang objektif. Karena kita akui me-mang ada keluhan yang kami dengar dari masyarakat, me reka mencurigai dan menduga masih ada motivasi-motivasi KKN dalam pengangkatan

itu. Namun kalau itu kan sulit untuk dibuktikan kebenarannya,” ujarnya.

Prioritaskan Honorer Kategori Dua (K2)

Sebelumnya, saat Raker Komisi II DPR dengan Menpan dan RB awal Februari lalu, DPR berharap peme-rintah mempertimbangkan untuk memprioritaskan honorer kategori dua (K-2) yang gagal jadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk direkrut menjadi pegawai pemerin-tah dengan perjanjian kerja (PPPK).

“Kalau pemerintah telah menu-tup penerimaan CPNS dari honorer tertinggal, kami bisa maklumi. Na-mun, kami meminta pemerintah untuk memberikan prioritas utama bagi honorer yang gagal CPNS ma-suk dalam penerimaan PPPK,” kata Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar.

Politisi dari Fraksi Partai Golkar itu mengatakan, di dalam UU Apara-tur Sipil Negara (ASN), memang disebutkan untuk PPPK harus orang yang berkompetensi dan rekruitmen harus lewat tes. Namun, kata Agun, alangkah bijaknya bila honorer K2 yang gagal diberikan kesempatan lebih dahulu untuk ikut tes seleksi PPPK.

“Jangan dulu dibuka untuk yang lain, berikan kesempatan pertama dulu untuk honorer ikut tes. Saya yakin, di antara mereka tidak sedikit yang punya kompetensi,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Menpan dan RB Azwar Abubakar mengatakan pihaknya menyetujui usulan Komisi II DPR agar honorer kategori dua (K-2) yang gagal CPNS diprioritaskan dalam rekruitmen PPPK nantinya. Hanya saja, Azwar menegaskan, honorer K-2 yang nantinya gagal itu harus tetap melalui proses tes untuk menjadi PPPK. “Kami setuju-setuju saja kalau honorer K-2 yang gagal CPNS ikut seleksi PPPK. Tapi bukan berarti harus masuk ya, kare-na semua harus dites,” ujarnya. (nt)

PENGAWASAN

Page 35: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

35EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

PENGAWASAN

Dua bulan sudah berjalan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di bidang kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, namun masih banyak masyarakat belum paham apa itu SJSN dan apa itu BPJS Kesehatan.

Mensejahterakan masyara-kat adalah tujuan dari SJSN, namun masih ba-

nyak rakyat miskin dan tidak mampu yang belum terjangkau SJSN, karena sistem pendataan pemerintah yang buruk sehingga mereka tidak masuk sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Seharusnya seluruh rakyat Indo-nesia yang fakir miskin dan tidak mampu (termasuk peserta Jamkes-mas) per 1 Januari 2014 otomatis sebagai peserta jaminan kesehatan

nasional melalui BPJS Kesehatan se-bagai PBI yang dibayar oleh peme-rintah pusat.

Warga tidak mampu yang masuk daftar Penerima Bantuan Iuran (PBI) ada 86,4 juta jiwa, masih ada lebih 88 juta jiwa warga tak mampu yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Sejak ditetapkan per 1 Januari 2014, banyak keluhan yang disam-paikan masyarakat terkait imple-mentasi pelaksanaan SJSN melalui

BPJS Kesehatan, dan masih banyak orang miskin dan buruh yang dito-lak saat berobat ke rumah sakit.

Rata-rata masyarakat menyatakan prosesnya lebih sulit, antrian sangat panjang, sementara petugas BPJS Kesehatan di rumah sakit-rumah sakit belum siap. Belum lagi jumlah dan mutu obat yang dikurangi, serta belum semua jenis penyakit di cover.

Di pemberitaan media nasional, ada seorang pasien di rumah sakit mengeluhkan, dulu dirinya kalau

Page 36: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

36 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

kontrol setiap bulan ke rumah sakit, mendapatkan obat untuk 30 hari, tapi sekarang mendapatkan obat hanya untuk sepuluh hari.

Selain itu, ada seorang pasien yang ditolak rumah sakit hanya karena surat rujukan yang dia bawa tidak ada stempel dari Puskesmas yang memberikan rujukan tersebut.

Menurut Surya Chandra Surapaty, hal itu terjadi karena kurangnya sosi alisasi yang dilakukan oleh Ke-menterian Kesehatan.

“Kita lihat di lapangan masih ba-nyak terjadi kekisruhan dalam pelak-sanaan Sistem Jaminan Sosial Nasi-onal di bidang kesehatan melalui BPJS Kesehatan. Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi,” kata Surya.

Kenapa kurang sosialisasi? Hal ini karena peraturan-peraturan pelak-sanaannya baru keluar di saat-saat terakhir menjelang diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional di bidang kesehatan, Desember 2013. Sehingga tidak sempat sosialisasi.

“Bagaimana mau sosialisasi sam-pai ke sistem pelayanan kesehatan, padahal Undang-Undang BPJS su-dah disahkan 25 November 2011. Semestinya 25 November 2012 per-aturan pelaksanaannya sudah se-

lesai. Maka selama 2013 dilakukan sosialisasi berdasarkan peraturan pelaksanaannya sampai ke teknis-teknisnya,” jelas mantan Pimpinan Pansus RUU BPJS DPR RI.

Surya berpendapat, wajar jika dalam masa transisi/peralihan ini terjadi kekisruhan. Namun hal terse-but jangan sampai cepat mengambil kesimpulan bahwa sistem BPJS atau sistem SJSN salah dan minta diha-puskannya UU BPJS.

Pendapat tersebut salah, kata Anggota Komisi IX ini. Menurutnya Sistem Jaminan Sosial Nasional-lah yang paling baik. “Lihat 5, 10 ta-hun ke depan, terus sampai ke anak cucu, justru itu yang lebih beradab. Kalau kita dalam hal berobat, itu ke-luar dari kantong sendiri, kalau sakit mau mengeluarkan uang berapa? Justru kita tidak merdeka secara pribadi dan itu akan membawa keti-dakadilan,” papar Surya.

Dijelaskan Surya, dengan adanya SJSN yang dikelola BPJS Kesehatan

sekarang kita merdeka. Jika kita sakit, cukup menyerahkan kartu BPJS. Dimanapun kita berada kita bisa mengkonsultasikan kesehatan kita, tetapi itu berada di tingkat pelayanan primer/pertama.

Dimana pun kita berada, jika kita sakit, dilayani gratis. Pasalnya, Kartu Peserta BPJS berlaku nasional atau portabilitas. Artinya kita daftar di wilayah tempat tinggal kita untuk layanan primer dan lain-lain, tetapi jika dalam keadaan darurat, bisa menggunakan Kartu BPJS di rumah sakit-rumah sakit dimanapun yang bekerja sama dengan BPJS Kesehat-an.

“Siapa dokter keluarga kita? Dokter keluarga kita berada di Puskemas, berada di klinik pertama, berada di dokter swasta dimana kita tinggal. Itu bisa saja yang penting sudah terdaftar atau bekerjasama dengan BPJS kesehatan,” terang Surya.

Dokter di pelayanan tingkat per-tama itu sudah menerima uang ter-lebih dulu, itulah yang disebut kapi-tasi prospective payment. Dokter di pelayanan tingkat primer akan lebih menekankan kepada tindakan preventif dan promotif, pencegahan

dan peningkatan derajat kesehatan. Tujuannya adalah untuk meningkat-kan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat.

Menurutnya, adanya SJSN ini akan mendorong pemerintah un-tuk membenahi fasilitas pelayanan kesehatan. Saat ini, hanya orang mampu saja yang lebih menikmati fasilitas pelayanan kesehatan di kelas I dan VIP yang ada di rumah sakit. Namun ke depan diharapkan tidak ada lagi perbedaan status sosial ekonomi seseorang dalam

Surya berpendapat, wajar jika dalam masa transisi/peralihan ini terjadi kekisruhan. Na­mun hal tersebut jangan sampai cepat meng ambil kesimpulan bahwa sistem BPJS atau sis tem SJSN salah dan minta dihapuskannya UU BPJS.

PENGAWASAN

Page 37: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

37EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

mendapatkan pelayanan kesehatan.

Sebagaimana telah ditentukan bahwa jaminan kesehatan didasar-kan pada prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Prinsip asuransi so-sial artinya ada perbedaan dalam pembayaran iuran. Prinsip ekuitas artinya semua menerima manfaat yang sama terutama manfaat medis atau manfaat kedokterannya.

“Sekarang adalah masa transisi/peralihan, masih ada kategori ke-las I, kelas II, kelas III di rumah sakit. Kedepannya, kalau fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan sudah diper-banyak oleh pemerintah dan dis-tribusi tenaga kesehatan tersebar secara merata tidak akan ada lagi kelas-kelas di rumah sakit berdasar-kan status sosial ekonomi. Semua sama karena semua memakai kartu BPJS,” terang politisi F-PDIP.

Nantinya, kata Surya, di rumah sakit itu hanya ada bagian bedah, bagian kebidanan, bagian anak, ba-gian penyakit dalam dan lain-lain. Poliklinik itu sudah tidak ada lagi, yang ada hanya Unit Gawat Daru-ratnya.

Rumah sakit itu khusus untuk tin-dakan dan perawatan, bukan untuk kontrol/berobat jalan. Berobat jalan itu di pelayanan kesehatan tingkat pertama/primer yaitu Puskesmas atau di klinik-klinik terdekat dengan tempat tinggal yang bekerjasama dengan BPJS.

Bagaimana dengan surat rujukan? Menurut Surya rujukan itu sangat penting. Dijelaskan Surya, Kemen-terian Kesehatan telah menetapkan bahwa Puskesmas/Fasilitas Pelayan-an Primer itu harus bisa menangani 140 jenis penyakit selesai di tingkat pertama.

“Jadi tidak seenaknya rujuk-rujuk. Salah kalau rakyat keluhan apa-apa langsung datang ke rumah sakit, ke-cuali kalau gawat darurat, sesak na-fas, pendarahan. Tetapi kalau hanya pusing-pusing sedikit atau keluhan sedikit, konsultasi dulu ke dokter layanan primer,” jelasnya.

Sejak ditetapkannya SJSN bidang kesehatan melalui BPJS Kesehatan, program pemerintah Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal dengan sendirinya hilang, semua lebur men-jadi satu dalam Sistem Jaminan So-sial Nasional.

Surya menyatakan tidak setuju ada nya istilah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurutnya, di dalam buku Peta Jaminan Kesehat-an Nasional dari Menkokesra dalam bahasa inggrisnya disebut Ina Medi-care. Jika Ina Medicare di luar nege-ri ada dua pengertian, seperti di AS hanya untuk orang miskin saja, yang dikenal dengan Obama Care. Sementara di Canada kumpulan dari negara-negara bagian, seperti Jamkesda.

“Semua itu salah menurut UU. Isti-lah JKN itu tidak tepat, tapi biarlah, Kemenkes sudah banyak menge-luarkan biaya untuk mensosialisa-sikan,” imbuh Surya. Namun Surya mempertanyakan, mengapa sosial-isasi hanya di Televisi-Televisi saja. Surya minta Kementerian Kese-hatan untuk melakukan pendekat-an ke bawah secara langsung dan berjenjang.

Namun hal itu tidak perlu diper-tentangkan, tegas Surya. Karena se-

olah-olah ada dikotomi, JKN itu milik Kemenkes dan BPJS Kesehatan milik BPJS, padahal tidak. Surya menegas-kan bahwa urusan pelayanan kese-hatan adalah urusan Kementerian Kesehatan, dan urusan pembiayaan kesehatan urusan BPJS Kesehatan.

BPJS sudah terbentuk, Surya menghimbau pemerintah untuk berbenah sambil berjalan. Ia minta yang penting pada prinsipnya ti-dak boleh orang tertolak pelayanan di rumah sakit, karena status sosi-al ekonomi ataupun karena tidak mampu membayar.

“Tidak boleh terjadi lagi, fasilitas pelayanan kesehatan itu meminta uang muka atau meminta surat-surat keterangan. Yang penting dia

punya kartu jamkesmas atau surat keterangan dari aparat pemerintah terendah seperti RT/Lurah harus di-layani,” paparnya.

Surya mengeluhkan yang ter-jadi pada pasien tidak mampu di salah satu rumah sakit pemerintah di Lampung, dibuang oleh pihak rumah sakit.

Kata Surya, jangankan dengan Undang-Undang BPJS dan Undang-Undang SJSN, Undang-Undang

Page 38: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

38 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Kesehatan 2009 saja memberikan sanksi pidana. Bahwa Rumah Sakit menolak pasien dikenakan sanksi 2 tahun, jika meninggal 5 tahun.

Anggota Dewan Dapil Sumsel ini mengharapkan BPJS Kesehatan dan SJSN harus tersosialisasi. Semua harus menyadari, karena sistem pelaya nan kesehatan yang keluar dari kantong sendiri pembiayaannya adalah masih kuno.

Menurutnya, BPJS dan SJSN ini-lah yang akan membenahi Negara Republik Indonesia yang sebagian besar rakyatnya belum sejahtera.

“Tidak ada kesehatan sosial tan-pa jaminan sosial, Tidak ada kese-jahteraan rakyat tanpa jaminan so-sial. Semua punya social security. Bersatu dengan ID card. Kalau mau dijadikan satu, atau paling tidak ada KTP dan Kartu Jaminan Sosial,” ha-rapnya.

Pemerintah mentargetkan 5 ta-hun untuk seluruh rakyat Indonesia mendapat perlindungan jaminan kesehatannya dari SJSN dan BPJS. Sementara Surya mewakili Komisi

IX DPR RI mentargetkan 2 tahun.

Yang penting, kata Surya, Kemen-terian Kesehatan menambah jum-lah tenaga kesehatan dan menam-bah fasilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit pratama atau yang sering disebut Komisi IX sebagai rumah sakit tanpa kelas.

WNI Wajib Mendaftar

Beralih pada persoalan kepeserta-an BPJS Kesehatan. Secara bertahap, semua Warga Negara Indonesia akan tercakup dalam Sistem Jamin-an Sosial Nasional. Semua perusa-haan swasta wajib mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Perusahaan yang meno-lak bisa dikenai sanksi administratif.

PNS/Anggota TNI peserta ASKES dan pegawai swasta yang terdaftar sebagai peserta Jamsostek otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Masyarakat miskin yang dulunya terdaftar sebagai peserta Jamkes-mas sejumlah 86,4 juta jiwa secara otomatis menjadi peserta BPJS Kese-hatan.

Namun jumlah orang miskin ternyata lebih dari itu. Ada yang mengatakan seratus juta, seratus dua puluh juta. Bagaimana sisanya? Kemana sisanya? Bagaimana dia mendaftar untuk menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Itu ti-dak disosialisasikan. Tapi yang jelas pada masa transisi ini kartu peserta Jamkesmas masih berlaku.

Orang miskin yang tidak mampu membayar iuran tapi tidak terdaftar di Jamkesmas. Bagaimana cara dia mendaftarkannya? Dijelaskan Surya,

harus lewat aparat pemerintah/pe-rangkat desanya, bukan langsung datang ke BPJS Kesehatan. Karena data masyarakat itu ada di perang-kat pemerintahan terendah. Bisa le-wat RT, RW, lurah atau kepala desa.

Banyak warga masyarakat yang melapor pada RT/RW-nya, “kenapa saya tidak dapat, dia dapat?”. Hal itu disebabkan karena tidak jelasnya data.

Tempat pendaftaran BPJS Kese-hatan dibuka untuk pekerja mandiri yang mempunyai pendapatan tetapi tidak mempunyai majikan. Pekerja mandiri, wajib daftar sendiri ke BPJS Kesehatan setempat dengan mem-bawa KK, KTP, Photo, dan uang iu-ran.

Sementara ini telah ditentukan besaran iuran untuk kelas III Rp 25.500 per orang/bulan. Kelas II Rp 42.500 per orang/ bulan. Dan Ke-las I Rp 55.900 perorang/ perbulan. Jika kita pekerja mandiri dan sudah terdaftar di Kelas III, pada saat kita sakit, kita bisa pindah ke Kelas I. Tapi kita harus membayar selisih biaya pengobatan dan perawatan. Namun bagi PBI adalah di Kelas III, tidak bisa pindah ke Kelas I atau II.

Sebenarnya, kata Surya, yang menolak masuk sebagai anggota BPJS Kesehatan ini adalah orang kaya. Namun, tegasnya, semua warga negara wajib masuk sebagai peserta. Walaupun tidak menutup kemungkinan dia menjadi anggota peserta dari asuransi komersial yang lain. Jika tidak mendaftarkan diri se-bagai peserta BPJS Kesehatan, akan dikenakan sanksi sosial, salah satu-nya dia tidak dapat ijin usaha. (sc)

Tidak ada kesehatan sosial tanpa jaminan sosial, Tidak ada kese jahteraan rakyat tanpa jaminan sosial. Semua punya social security. Bersatu dengan ID card. Kalau mau dijadikan satu, atau paling tidak ada KTP dan Kartu Jaminan Sosial.

PENGAWASAN

Page 39: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

39EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

ANGGARAN

Prinsip dasarnya dalam pem-bahasan tentang saksi inde-penden selama ini yang ada

di Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah saksi-saksi dari Parpol, bu-kan dari saksi independen . Karena Tempat Pemungutan Suara adalah tempat yang paling penting dalam proses pemilihan suara, maka Komi-si II DPR berpendapat bagaimana di tempat tersebut ada saksi yang bersifat independen yang dapat di-jadikan rujukan oleh Bawaslu, untuk menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh oknum Partai Politik (Parpol) maupun bekerjasa-ma dengan penyelenggara Pemilu.

Demikian dikatakan anggota Komisi ll DPR Jazuli Juwaeni kepada

Parlementaria di Jakarta, menang-gapi polemik soal dana saksi yang akan diberikan ke parpol. Karena reaksi keras akhirnya dana saksi ini dibatalkan.

Menurut Jazuli, sebenarnya dalam proses demokrasi ini harus dikawal dengan baik dan juga harus dikaw-al dengan cara yang benar, serta dikawal supaya lebih aman, agar pilihan-pilihan rakyat itu tidak ter-ganggu.

Ketika ada beberapa tempat dima-na Partai Politik tidak memiliki saksi di beberapa TPS kemudian ada saksi yang dianggap netral, paling tidak saksi netral ini bisa dijadikan rujukan bagi semua Partai Politik.

“Kita berharap saksi yang betul-betul netral tidak ada tarikan-tarik-an kepentingan para Partai Politik. Maka hal ini menjadi penting untuk merekrut saksi yang netral. Inilah filosofi dasarnya,” tegas politisi PKS ini.

Hal ini juga sesungguhnya, adalah untuk mengamankan suara rakyat yang ada di TPS agar suara tidak hilang karena kepentingan-kepen-tingan oknum tertentu . Pada waktu yang sama juga dapat membantu Bawaslu dan Panwaslu, karena Pan-was dalam Undang-Undang itu ha-nya sampai di Kecamatan.

Menurutnya, kita melihatnya dalam pengamanan suara masyara-

SAKSI INDEPENDEN HINDARI KECURANGAN

Page 40: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

40 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

kat yang telah memberikan suara-nya di TPS, bagaimana suara terse-but bisa dijaga agar tidak berkurang atau tidak lebih dari yang sebenar-nya yang merupakan hasil pemu-ngutan di TPS.

Ditegaskan, garda yang dapat mengamankan itu, adalah para sak-si yang netral, bukan dari saksi yang berasal dari Partai Politik. “Memang anggaran tentang honor para saksi independen tersebut dibahas ber-sama-bersama antara Komisi II DPR dengan Banwaslu,” ungkap Jazuli.

Lihat Urgensinya

Kalau kemudian hal ini diperma-salahkan, anggota Dewan ini meng-ajak untuk melihat secara obyektif urgensinya. Urgensinya ada atau ti-dak disitu, kalau ada urgensinya ke-napa tidak lakukan, kemudian kalau tidak menyalahi Undang-Undang kenapa juga tidak dilakukan.

Tetapi sambung dia, kalau me-mang menyalahi Undang-Undang tidak boleh dilakukan. Begitu juga

kalau memang itu menyalahi Undang-Undang juga harus jelas tafsirnya, dan kalau memang benar-benar menyalahi Undang-Undang jangan diteruskan dan segera di-hentikan.

Meski demik ian, Jazul i me -

ngatakan, perlu tahu aspek mana yang menyalahi Undang-Undang-nya, karena jika dilihat dari manfaat-nya saksi netral diperlukan. “Kita ti-dak berbicara soal saksi Parpol, yang kita bicarakan adalah saksi inde-penden. Kalau proses rekrutingnya

dilakukan dengan benar, dan cara kerjanya sesuai dengan yang kita inginkan justru ini akan menjadi garda terdepan untuk menjaga de-mokrasi,” ungkap Jazuli tegas.

Pasalnya, pemungutan suara ha-nya dilakukan di TPS, kemudian dia-mankan juga di TPS. Kalau disitu su-dah discan pasti, dan dapat dijamin orang lain tidak bisa bermain-main dengan hasil suara yang telah di-berikan oleh masyarakat dalam me-milih partainya, semua pihak bisa

menerima

Namun jika di TPS tersebut tidak ada saksi independen, mungkinkah tidak terjadi penyimpangan. “Saya tidak mengatakan bahwa Partai Poli-tik bisa selingkuh dengan oknum tertentu, tetapi ruang-ruang itu jika ada saksi independen secara teori akan lebih netral, karena saksi terse-but betul-betul netral maka sangat sulit jika mereka diajak se lingkuh,” ia menjelaskan.

Saksi netral tersebut tidak mudah diajak melakukan selingkuh dalam kepentingan-kepentingan tertentu, karena mereka sudah diberi upah yang memang telah dibahas di Komisi II DPR bersama-sama dengan Bawaslu.

Masih kata Jazuli, kemudian jika sekarang dianggap tidak perlu ada-nya dana saksi untuk parpol, tidak apa-apa. Namun kita hanya melihat urgensinya dan ternyata hal ini tidak perlu silahkan saja asal ada jaminan bahwa suara rakyat tersebut tidak terganggu oleh kepentingan-ke-pentingan sempit dengan adanya perselingkuhan-perselingkuhan para oknum Partai Politik dan para oknum penyelenggara. “Ini yang se-benarnya perlu dijaga,” tandasnya.

Ditegaskan bahwa sepengeta-huannya yang dibahas di Komisi II hanya saksi independen sementara masalah dana saksi Parpol tidak ikut membahasnya, justru saksi inde-penden tersebutlah yang dibahas di Komisi II DPR

Masalah besarnya anggaran, dia mengatakan dapat juga disesuaikan saja dengan kebutuhan. Kalau per-soalannya ada pengawas, juga ada pengawas internal, disana ada Irjen yang bisa mengawasi anggaran un-tuk para saksi independen karena penguasa pengguna anggaran yang jelas bukan DPR. DPR hanya menye-tujui yang dianggap perlu, sedang-kan tentang pelaksanaannya ada di eksekutif.

Kalau ternyata nanti ada hal-hal

ANGGARAN

Page 41: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

41EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Menurut Jazuli, untuk sesuatu yang penting jangan dikonfrontir dengan kepentingan rakyat karena demokrasi adalah kepentingan rak yat dan bukan kepentingan sekelompok orang.

yang tidak pas, anggota Dewan ini mengatakan, disitulah peran Irjen sebagai aparat pengawasan, ke-mudian diluar Inspektorat juga ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) termasuk juga DPR ikut mengawasi tentang penggunaan anggaran tersebut.

Kemudian jika hal ini menjadi pro kotra di masyarakat, dia ber-pendapat dikembalikan saja pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Bawaslu. “Kemudian jika Bawaslu mau melaksanakan ya terserah saja, akan tetapi jika Bawaslu tidak akan melaksanakan uangnya segera dikembalikan ke negara,” tegasnya.

Menurut Jazuli, untuk sesuatu yang penting jangan dikonfrontir dengan kepentingan rakyat karena demokrasi adalah kepentingan rak-yat dan bukan kepentingan seke-lompok orang. Karena itu dana un-

tuk saksi independen jangan diadu dengan kepentingan yang lain.

Jika Bawaslu dan Panitia meng-anggap tidak butuh dengan adanya saksi independen itu, hendaknya di-anggap selesai dan tidak perlu diba-has panjang-panjang. Namun jika Bawaslu menganggap itu perlu dan program berjalan, silahkan dilanjut-kan, adapun anggaran yang ada ha-rus sesuai dengan kebutuhan. “Kita tahu banyak kebutuhan-kebutuhan rakyat yang lain, maka penggunaan-nya harus efektif- efisien dan sesuai sasaran dan yang penting pelaksa-naannya juga harus dikontrol,” tegas dia.

Dia menekankan, penggunanya harus bertanggung jawab, inspek-torat harus bisa mengawasi, serta BPK juga ikut mengawasi. Dan jika masih ada penyimpangan juga ma-sih ada penegak hukum lain, su-

paya alur semuanya benar jangan karena orang ada opini lalu berubah alur berpikirnya.

Komisi II DPR kata Jazuli, meng-anggap perlu adanya saksi indepen-den tapi Bawaslu atau KPU terma-suk aparat di daerah mengharapkan jangan menyalahgunakan lagi saksi independen ini. Dan jangan dipa-sang orang-orang Parpol di TPS, yang harus dipasang adalah orang-orang independen jangan ada kait-annya dengan Parpol karena jika nanti salah dalam pelaksanannya, menjadi mubajir sebab memerlukan uang besar tapi tidak tepat sasaran.

“Bilamana yang direkrut dan yang mendapat bayaran adalah orang-orang dari Partai Politik, ini juga yang kita anggap tidak pas dan tidak tepat sasaran,” kata Jazuli menam-bahkan. (spy)/foto odjie.

Page 42: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

42 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Ahmad Yani mengatakan, dalam banyak hal MK su-dah melampaui kewenang-

an yang diberikan. “Sudah terjadi kekacauan setelah keluar keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pe-milihan umum serentak itu,” ujarnya dalam acara Dialektika Demokrasi bertema “Putusan MK dan Keabsa-han Pemilu 2014” di Gedung DPR. Hadir diantaranya, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan

Pembangunan (FPPP) Ahmad Yani, pengamat Hukum Tata Negara Mar-garito Kamis dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.

Politisi F-PPP ini mengakui, sudah terjadi kekeliruan sejak awal UU mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden ini. “Partai-partai politik termasuk PPP dan partainya Pak Yusril, PBB, membiarkan pelang-garan konstitusional,” ujarnya.

Ahmad Yani mengingatkan, calon presiden dan calon wakil presiden pintu masuknya hanya satu, tidak ada pintu lain, yaitu melalui par-tai politik. Parpol yang sudah ter-daftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) layak mengajukan capres dan cawapres. “Tidak boleh dibatasi,” te-gasnya.

Dikatakan, presidential threshold atau ambang batas syarat calon

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pemilu serentak tahun 2019 dianggap menimbulkan kekisruhan politik. Karena itu, pemerintah dianggap perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk menghapuskan ambang batas bagi partai politik untuk mengajukan calon presiden sehingga keabsahan hasil pemilihan presiden mendatang tidak digugat.

LEGISLASI

Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani (kiri) bersama Wakil DPP Partai Gerindra Fadli Zon (kanan) dan pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dalam Diskusi Dialektika Demokrasi di Gedung DPR RI, Jakarta.

Page 43: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

43EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

presiden itu merupakan pelang-garan yang serius. Dia meragukan apakah nanti tahun 2019 akan bisa dilaksanakan pemilu serentak 2019 seperti keputusan MK tersebut. Ia juga mempertanyakan lamanya MK memutuskan uji materi UU Pemilu Presiden oleh Effendi Gazali. Karena itu Yani mendesak, MK harus cepat memutuskan gugatan materi dari Yusril Izha Mahendra, tidak perlu berlama-lama seperti memutuskan gugatan sebelumnya. “Kekisruhan pelaksanaan konstitusi kita seka-rang ini juga andilnya MK,” katanya.

Menurut dia, MK sudah mulai ke-luar dari mandat yang diberikan, dengan memonopoli kebenaran yang bersifat final dan mengikat. Sementara itu, tak ada yang me-ngontrol lembaga tersebut. Selain itu MK itu berwenang menguji pasal-pasal UU yang bertentangan dengan konstitusi atau tidak. “MK bukannya membuat norma hukum baru. Apalagi tidak suka dengan DPR, sehingga putusannya tidak obyektif,” tegasnya.

Dikatakan, karena konstitusi me-ngatur pemilu lima tahun sekali, maka mau serentak atau tidak bu-kan masalah. Tapi yang jadi masalah adalah putusan MK terbalik. Karena itu, putusan MK soal pemilu seren-tak sia-sia, dan malah akan menim-bulkan kekisruhan baru.

Sementara itu, Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai MK terkait penyelenggaraan pemilu serentak yang baru bisa dilaksanakan pada 2019 berpotensi menimbulkan gugatan. Dengan pemilu serentak, presidential threshold juga menjadi tidak berlaku. Namun, putusan itu dikeluarkan Januari lalu dan baru bisa dilaksanakan pada 2019 sehing-ga landasan konstitusional pelaksa-naan pemilu 2014 lemah.

“Sebenarnya penyelesaiannya ti-daklah sulit, presiden mengeluarkan saja Perppu yang isinya mengha-puskan presidential threshold kare-na persoalannya bukan di pemilu serentak atau tidak tapi di presiden-tial threshold,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Fadli Zon mengatakan solusi untuk mencari jalan keluar dari putusan MK yang memperumit proses pemilu 2014 saat ini akan tergantung pada par-tai besar, oligarki politik yang ada di DPR RI. Di mana keruwetan dan kesemrawutan tata negara ini seba-gai konsekuensi memutilasi naskah aseli konstitusi. “Kerumitan konsti-tusi ditambah putusan MK sekarang ini sebagai konsekuensi memutilasi konstitusi yang merubah naskah asli UUD 1945, sehingga keputusannya justru membingungkan masyarakat. Karena itu, perlu terobosan politik untuk merevisi kewenangan MK,”

kata Fadli Zon.

Oleh sebab itu Fadli Zon berharap tidak membiarkan kesewenang-wenangan MK tersebut karena akan terjadi penyalahgunaan wewenang atau abuse of power, dan apalagi sekarang ini MK sudah melenceng dari mandat yang diberikan. “Un-tuk itu, Gerindra mengusulkan agar hakim MK itu bukan dari partai, melainkan negarawan yang teruji integritas dan putusan-putusan hu-kumnya,” katanya.

Sebelumnya, mantan Menkum-ham Yusril Ihza Mahendra me-ngajukan uji materi atas UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Dalam gugatannya dia meminta MK menafsirkan secara langsung maksud Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E UUD 1945. Gugatan itu dimenangkan Yusril di MK, na-mun pelaksanaannya pada 2019. Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 berbu-nyi, “pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.” (nt/si).

Oleh sebab itu Fadli Zon berharap tidak membiarkan kesewenang­we nangan MK tersebut karena akan terjadi penyalahgunaan wewenang atau abuse of power, dan apalagi sekarang ini MK sudah melenceng dari mandat yang diberikan.

Page 44: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

44 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

LEGISLASI

Ketua Panitia Khusus (Pan-sus) RUU PPHMHA Hj. Him-matul Alyah Setiawaty me-

ngatakan, Pembahasan RUU PPHMA harus dilakukan secara hati-hati dan komprehensif, karena terkait dengan beberapa lembaga dan ke-menterian, serta menyangkut hak properti masyarakat adat itu sendi-ri. Pembahasan RUU ini tidak seder-

hana, dari mulai dengan pemilihan istilah dan perumusan definisi ma-syarakat adat.

“Pansus sedang membahas RUU PPHMHA secara lebih lengkap, Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat tak hanya mengatur soal budaya dan bahasa

tetapi seluruh aspek hak-hak masyarakat adat, termasuk aspek hukum,” kata Himmatul.

Menurutnya, RUU PPHMHA harus sejalan dengan UUD 1945 Pasal 18 b ayat (2) bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat ser ta hak-hak tradisionalnya sepanjang

RUU PPHMHA : Lindungi Hak Masyarakat AdatDPR RI sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat (RUU PPHMHA), RUU ini ditetapkan sebagai salah satu usul inisiatif DPR. DPR bersama Pemerintah membahas RUU ini dan Presiden sudah menunjuk empat kementerian mewakili Pemerintah dalam proses pembahasan, yakni Kementerian Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Page 45: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

45EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. “Bagaimana kita mengatur agar mereka bisa masuk dari sistem hukum nasional. Kita juga mau UU ini benar-benar bisa mengakomodir semua kebutuhan demi kenyamanan masyarakat adat.” katanya.

RUU tersebut sangat diperlukan guna memberi kepastian hukum atas berlangsungnya masyarakat adat dalam mempertahankan tradisi dan budayanya. Karena selama ini, telah terjadi perampasan secara sepihak hak-hak masyarakat adat dan konflik sosial yang terjadi di masyarakat adat. Konflik agraria yang mel ibatkan masyarakat adat sudah sangat kronis dan memprihatinkan.

RUU ini juga bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat agar tidak dirampas semena-mena dan diabaikan. Masyarakat adat punya hak berekonomi,

hak perlindungan dan pemilikan tanah ulayat, mempertahankan kepercayaan spir itual hingga pewarisan nilai budayanya. Oleh s e b ab i tu , m e n d e s ak untuk d ip er juangkan p er l indungan dan pengakuan atas masyarakat adat melalui sebuah RUU yang representatif mewakili seluruh komunitas adat di Indonesia.

Himmatul menambahkan, Pansus masih melakukan pendalaman melalui masukan-masukan dari seluruh stakeholder termasuk pakar. Pansus perlu mengetahui jumlah yang menurut Aman sekitar kurang lebih 2.000 masyarakat yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dari masukan-masukan tersebut membuat pansus berfikir ulang, te r k a i t ju d u l d ar i R U U H ak Masyarakat Hukum Adat, yang berbeda pengertiannya dengan masyarakat adat. Kalau masyarakat hukum itu berar t i harus ada har m o nis as i d e n gan huk um nasional, sedangkan masyarakat adat adalah pengakuan terhadap

adat istiadat.

“RUU PPHMHA harus hamonis dengan peraturan perundang-undangan lainnya seper ti UU Per tanahan, UU Agrar ia, UU Kehutanan, dan UU Desa,” katanya.

Terkait dengan Konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat, jika berfikir melalui masyarakat hukum adat hal tersbut juga harus dikolaborasi. Karena BPN juga sudah menyatakan bahwa tanah itu dari tanah ulayat, kalau tanah ulayat dimiliki negara kemudian negara mengalokasikan tapi bentuknya HGU. Ini yang akan diatur. Kalau dulu GHU besok-besoknya bisa berubah menjadi Hak milik.

Dalam draft UU ini nantinya akan memberikan mekanisme yang pasti bagi masyarakat adat agar dapat pengakuan hukum sebagai subyek hukum dalam hal hak atas tanah, sumberdaya alam, hak mengatur diri sendiri melalui lembaga dan hukum adat yang berlaku di wilayahnya, hak menganut dan mempraktikkan kepercayaan asli sesuai keyakinan leluhur, hak atas pengetahuan dan kekayaan intelektual yang melekat di masyarakat adat.

Dia mengharapkan RUU ini segera dapat diselesaikan. Pansus sedang bekerja keras menyerap semua aspirasi dari stakeholder, diharapkan bulan Maret ini semua masukan-masukan dari masyarakat dapat diselesaikan, sehingga saat memasuki masa sidang pada awal Mei mendatang, DPR dapat memulai rapat kerja dengan Pemerintah. Tapi jika sampai bulan Maret ini dianggap belum memadai, maka Pansus masih perlu menyerap aspirasi dari masyarakat. Masukan-masukan ini d iper lukan dalam rangka mempersiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dengan Pemerintah. “ K ami opt imis R U U tent an g Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat akan dapat segera diselesaikan, sebelum masa jabatan berakhir,” kata Hj. Himmatul Alyah Setiawaty. (As/Fz/Si)

Page 46: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

46 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

FOTO BERITA

Tetap Semangat Sayang

Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziyah berdialog dengan anak-anak pengungsi Kelud.

Page 47: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

EDISI 110 TH. XLIV, 2014 47PARLEMENTARIA

Page 48: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

48 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Itu Lintasannya Ya?

Wakil Ketua Komisi V Michael Wattimena dan rombongan meninjau rencana perpanjangan dermaga Pelabuhan Ahmad Yani Ternate, Maluku Utara.

FOTO BERITA

Page 49: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

EDISI 110 TH. XLIV, 2014 49PARLEMENTARIA

Page 50: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

50 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Lanjut usia membuat kualitas kesehatan pada umur tertentu akan berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, tergantung dari bagaimana seseorang tersebut memelihara kesehatannya di masa sebelumnya, yaitu kualitas kesehatan yang diturunkan orang tuanya.

Seseorang yang mempunyai orang tua dengan penyak it-penyakit seperti diabetes mellitus

atau hipertensi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena diabetes mellitus atau hipertensi, tetapi resiko akan menurun apabila dari awal orang tersebut berprilaku hidup sehat.

Sebaik ny a sese or ang y ang m e mp uny a i o r an gtua t anp a hipertensi atau diabetes mellitus memiliki resiko terkena diabetes mellitus atau hipertensi, apabila memiliki pola hidup tidak sehat,

seperti merokok, tidak atau kurang berolahraga, makan makanan tinggi lemak, karbohidrat, gula dan garam, serta lingkungan dengan keadaan polusi yang tinggi.

Apabila sudah sampai pada saat-nya menua, saat itu kita me ngatakan “Selamat Datang Pe nuaan”. Penuaan dengan ber aneka ragam pengikut yang menyertainya, baik fisik, este-tik, maupun psikis. Pengikut-pengi-kut penuaan harus diajak berdamai

KIAT SEHAT

Penuaan adalah keniscayaan…… semua mahluk tidak terkecuali manusia akan mengalaminya, tidak satupun mampu menghindarinya.

dr. Elis TiahesaraDokter RS Hermina Depok dan Klinik Qita Bogor.

Page 51: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

51EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

dan harus dikendalikan supaya tidak mengganggu kita.

Penyandang diabetes mellitus, hipertensi, jantung, osteo arthritis, dan penyakit lain diupayakan terkendali supaya dapat terhindar atau (menghambat terjadinya komplikasi).

Penyakit penyakit tersebut dapat dikonsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan terapi obat, pengelolaan makanan, dan olahraga yang sesuai dengan keadaan.

T idak semua r as a ket idak-nyamanan yang diakibatkan oleh proses penuaan, seperti rasa ngilu, kaku diwaktu pagi, pegal pegal, gerakan obat menjadi lambat, dapat diselesaikan dengan obat obatan. Ada kalanya obatan yang dikonsumsi secara tidak tepat malah akan membuat masalah baru. Untuk kasus seperti diatas aktifitas olahraga yang sesuai lebih membantu.

Penyandang penyakit apapun pada usia lanjut, apabila semuanya terkendali tetap dapat hidup berkualitas dan produktif.

Perubahan anatomic dan fisiologi pada proses penuaan, terjadi juga pada otak dengan akibat terjadinya penurunan fungsi intelektual. Seseorang yang mulai menginjak usia 50-an sering mengalami lupa seperti lupa menyimpan barang yang baru saja disimpan, sukar menyebut nama benda, dan lupa

nama orang. Kini ilmu dan teknologi kedokteran sudah dapat membantu masalah kemunduran intelektual, sehingga dapat menentukan apakah kemunduran itu masih dalam batas wajar ataukah sudah

abnormal, sehingga membutuhkan penanganan dokter ahli.

Para lanjut usia harus berupaya memberi rangsangan-latihan yang tepat pada otak, karena otak adalah organ yang mampu belajar banyak dari rangsangan diri, dan dari lingkungan dari masa ke masa.

Permasalahan yang tidak kalah pentingnya pada orang lanjut usia adalah masalah kejiwaan, dimana sering timbul perasaan cemas dari yang ringan sampai yang berat. Hal ini dikarenakan suatu respon yang kurang baik dari orang tersebut terhadap penyakit kronisnya, cemas karena kesepian, bahkan terkadang cemas karena takut mati. Pendampingan dan dukungan dari keluarga, serta pengalaman penulis yang mengelola Klub Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) dapat menyimpulkan bahwa peserta yang aktif mengikuti kegiatan seperti acara edukasi, senam bersama, motivasi spiritual, dan kegiatan kegiatan lain yang bersifat rekreasi, ataupun seminar awam dapat membantu para lansia untuk tetap hidup sehat lahir dan batin.

Seseorang dengan kualitas spiri-tual yang baik akan dapat menerima keadaan penuaan dengan penyakit penyakit penyertanya (kalau ada) dan dapat melewati masa tua de-ngan bahagia.

Komaruddin Hidayat dalam bu-kunya yang berjudul “PSIKOLOGI KEMATIAN” mengatakan bahwa kematian bukanlah sesuatu yang ditakutkan, karena ruh itu tidak me-ngenal kematian, melainkan hanya berpindah dunia. Setiap orang akan menjadi buku cerita setelah mati, maka selagi hidup tuliskan dan tinggalkan sebuah cerita yang in-dah, agar memberikan hiburan dan inspirasi yang indah bagi ahli waris.

Selamat menikmati usia lanjut, dan selamat berbahagia di senja hari.

Page 52: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

52 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

PANTANG PULANG

SEBELUM SUKSES

Irgan Chairul Mahfiz Bertemu dengan duri dan ranjau dalam berjuang adalah niscaya, tapi percayalah diakhir perjuangan kamu akan menemukan kebahagiaan. Ungkapan sederhana namun sarat akan makna itulah yang agaknya selalu terpatri dalam diri Irgan Chairul Mahfiz. Hingga akhirnya buah dari perjuangannya pun berhasil diraihnya. Bersama Rahayu Setiowati dan Rizka Arinindya dari Parlementaria, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI ini menceritakan perjalanan hidupnya.

Page 53: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

53EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Menjual Agar-Agar dan Es Blewah

Meski dilahirkan di sebuah kam-pung kecil di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, namun bisa di-katakan masa kecil Irgan dihabiskan di Kota Medan. Pasalnya sejak usia tiga tahun untuk mendapat peng-hidupan dan pendidikan yang lebih layak, kedua orangtua Irgan hijrah ke ibukota Sumatera Utara itu.

Sebagai seorang sulung dari sembilan bersaudara, jiwa leader-ship Irgan sudah terbentuk secara otodidak. Namun tentu tidak semua orang mampu mengasah karunia Illahi tersebut. Untungnya, Irgan tergolong sulung yang bisa mem-posisikan dirinya sebagai panutan kedelapan adiknya. Ia tak kuasa bertopang dada melihat kerepotan kedua orangtuanya mencari nafkah, merawat kesembilan anaknya plus mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tanpa bantuan seorang pem-bantu.

Tak heran jika sejak kecil Ir-gan terbiasa mengerjakan peker-jaan rumah. Mulai dari menyapu, mengepel, cuci piring, bahkan tak jarang mencuci baju dan memasak pun ia lakoni. Sama sekali tidak ter-lontar dari bibirnya keluhan, apalagi amarah usai melakukan semua pe-kerjaan tersebut. Bahkan kini hal tersebut ia syukuri. Konon, karena kebiasaan ringan tangan di rumah itu secara tak langsung memben-tuk pribadi Irgan menjadi kuat dan penuh perjuangan.

Tidak berhenti sampai disitu, ke-tika SMP, siang hari sekembalinya dari sekolah di SMP Taman Harapan, Medan Timur Irgan langsung ber-ganti pakaian untuk kemudian men-jajakan kue agar-agar yang telah disediakan sang bunda. Setelah kue yang dijajakannya laku dan pundi-pundi rupiah pun berhasil dikum-pulkannya, ia kembali ke rumah dan menyerahkan seluruh hasil jualan-nya ke sang bunda. Begitupun ke-tika bulan suci Ramadhan tiba, sore hari Irgan telah siap untuk menja-jakan es blewah buatan sang bunda di depan rumah.

“Saya tidak malu menjalankan semua itu, selagi halal akan tetap saya jalani,”aku Irgan.

Memasuki usia Sekolah Mene-ngah Atas (SMA) sang bunda tak mengijinkannya melakoni semua itu. Namun disaat bersamaan sang ayah mulai mendidiknya berlaku se-bagai pemimpin. Ia dilibatkan dalam berbagai diskusi keluarga, baik yang menyangkut nasib keluarga maupun hal yang lebih luas lagi. Untuk hal ini ia sangat bersyukur karena dengan begitu mengasah pola pikirnya sejak dini.

Terlebih lagi, ketika itu ayah Irgan, Chairuddin Nur menjadi aktivis dari partai politik yang cukup berkuasa di jaman orde baru. Sering kali ia se ngaja mengikuti berbagai per-temuan politik yang digelar sang ayah di rumahnya. Ia mengamati semuanya yang terjadi dalam per-temuan itu. Dari karakter masing-masing individu yang terlibat dalam pertemuan itu, topik atau bahasan serta bagaimana pengambilan keputusan atau solusi dari perma-salahan yang tengah dibahas.

Garis Politik Berbeda dengan Sang Ayah

Buah jatuh tak jauh dari pohon-nya, di usia remaja Irgan mengikuti jejak sang ayah yang aktif dalam berbagai organisasi. Baik itu organi-sasi di sekolah, maupun organisasi kepemudaan di lingkungan rumah-nya. Bahkan, demi terus mengasah jiwa aktivisnya, ia sengaja memilih fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Medan Area (UMA) sebagai tempatnya menimba ilmu.

Berstatus sebagai mahasiswa jiwa organisasi Irgan semakin membara. Ia pun tergabung dalam HMI (Him-punan Mahasiswa Islam) Medan. Saat inilah muncul jiwa pemberon-tak. Ia tidak puas dengan kondisi negara dan bangsa yang harus se-lalu mengikuti apa kata sang pengu-asa. Sementara di sisi lain sang ayah yang seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang juga seorang aktivis par-tai berkuasa ketika itu jelas tidak se-jalan dengan pemikiran sang anak. Disinilah muncul pertentangan.

“Ayah saya ketika itu Ketua KPPS partai berkuasa, dan saya sendiri sebagai anggota HMI Medan me-milih menjadi saksi pemilu untuk

Page 54: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

54 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ayah saya tidak suka dengan keputusan saya itu. Ayah khawatir dengan segala resiko yang kemung-kinan akan timbul dari keputusan saya tersebut,” kisah pria kelahiran 24 September 1963 ini.

Untungnya berkat didikan sang ayah jualah, hingga akhirnya de-ngan segala argumentasinya Irgan berhasil melobi dan meyakinkan sang ayah. Ia yakin dengan niat yang baik untuk membawa perubah an pada bangsa dan negara, apa yang ditakutkan tidak akan terjadi. Jika pun kemudian hal itu terjadi, Irgan meyakini itu sebagai sebuah takdir Illahi. Pasalnya, meski darah yang mengalir dalam dirinya sama, na-mun garis politik ayah dan anak ti-daklah harus selalu sama. Saat sang ayah menjadi KPPS di sebuah par-pol, Irgan malah memilih menjadi saksi untuk partai lainnya.

Jika saat ini banyak aktivis maha-siswa yang menjadi “mahasiswa aba-di” karena selalu menomor duakan perkuliahan, hal itu tidak berlaku bagi Irgan. Putra dari pasangan Chairuddin Chair dan Rohani Chair ini merasa tugas dan kewajiban uta-manya sebagai seorang anak adalah membanggakan kedua orangtuanya dengan membawa gelar sarjana. Te-pat tanggal 2 Mei 1989 Irgan berha-sil memboyong ijazah sarjana untuk kedua orangtua nya.

Merantau Ke Ibukota

Sehari setelah kelulusannya itu Ir-gan memutuskan hijrah ke Ibukota Jakarta. Ia menanggalkan impi-annya untuk dapat bersanding ber-sama teman-temanya dalam sebuah acara wisuda. Baginya, wisuda ha-nyalah perayaan semata, yang ter-penting dari itu adalah bagaimana ia menyongsong masa depan dengan modal ijazah S-1 yang telah berhasil diraihnya.

Bagi kedua orangtuanya keputus-an Irgan untuk hijrah ke ibukota dimana tidak ada sanak saudara merupakan keputusan yang terbi-lang nekat. Tapi lagi-lagi ia memberi kebebasan kepada si sulung untuk menentukan jalan hidupnya sen-diri. Keduanya yakin, dengan modal ijazah, kemampuan, kemandirian dan agama yang diajarkannya sejak kecil, Irgan dapat melawan kerasnya kehidupan ibukota. Hingga tak ada jalan lain bagi Chairuddin dan Ro-hani selain memberikan restu bagi sang sulung untuk merantau ke Ja-karta.

Dengan berbekal alamat kantor HMI di bilangan Menteng, tepat-nya di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Irgan menjajal peruntungan di Ibukota. Bahkan di kantor HMI itu jualah menjadi tempat bernaung bagi Irgan. Sadar bahwa HMI itu se-

buah organisasi non profit, maka untuk menyambung hidup di ibu-kota dengan sembunyi-sembunyi Irgan melakoni berbagai profesi. Sore hingga malam hari ia menjadi kondektur metromini jurusan Rawa-mangun-Senen. Bahkan lewat iklan lowongan pekerjaan yang ia baca dari salah satu suratkabar, Irgan pun sempat melamar menjadi sales peralatan masak.

“Saat itu yang ada dalam pikiran saya hanya bagaimana caranya agar saya dapat makan dan bertahan di ibukota. Bagi seorang perantau pan-tang pulang sebelum sukses,” ung-kapnya.

Bermodal Nekat

Dengan latarbelakang karir organi-sasinya di HMI melenggangkan lang-kah Irgan untuk masuk ke sebuah partai politik berbasis Islami. Tak di-nyana, saat mengikuti sebuah pena-taran P4, ia bertemu dengan seorang aktivis perempuan bernama Warda-tun Niam. Awalnya diakui Irgan tidak ada sesuatu yang spesial dalam diri perempuan tersebut. Namun Allah SWT memiliki seribu cara untuk bisa mempersatukan dua insan.

Witing tresno jalaran seko ku-lino peribahasa jawa untuk meng-gambarkan cinta tumbuh karena terbiasa bersama itu akhirnya juga

Jika saat ini banyak aktivis mahasiswa yang menjadi mahasiswa abadi karena selalu menomor duakan perkuliahan, hal itu tidak berlaku bagi Irgan.

Page 55: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

55EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

menghampiri Irgan. Bahkan jarak tak menghalangi cinta keduanya, Irgan di Jakarta sementara War-datun di Semarang Jawa Tengah. Hingga suatu saat dengan bermo-dal keyakin an, Irgan meminta kedua orangtuanya untuk datang ke Sema-rang dan melamarkan gadis pujaan hatinya itu di Semarang.

Uniknya, lamaran itu sama sekali tidak diinformasikan sebelumnya kepada sang kekasih. Surprised Ir-gan berhasil. Tidak hanya Wardatun yang dibuat kaget, kedua orangtua dan keluarga besarnya pun tak kalah kagetnya.

“Saya sengaja tidak memberitahu calon istri saya ingin melamar, biar semuanya terlihat lebih alami. Dan memang akhirnya alami sekali, kami hanya makan sate kambing yang ada di depan rumahnya. Tapi itu sangat berkesan buat saya,” kisah Irgan sambil tertawa.

Lamaran Irgan diterima, dan te-pat sehari setelah peringatan hari Kemerdekaan Indonesia, 18 Agus-tus 1991 Irgan pun meminang putri dari Soedjono dan Rathonah yang diakuinya bermodal nekat. Karena sama-sama memiliki latarbelakang sebagai aktivis tentu bukan hal yang sulit bagi Wadatun untuk me-mahami kondisi sang suami. Na-mun tidak demikian halnya dengan ke dua orangtuanya. Mereka tidak tega membiarkan anak dan menan-tunya berada dalam kondisi yang serba tidak jelas di Ibukota. Hingga kemudian, kedua orangtua Warda-tun meminta Irgan untuk menetap di Semarang, Jawa Tengah.

“Karena di Semarang saya tidak juga mendapat pekerjaan, Kakak Ipar saya kemudian meminta saya untuk bekerja di tempat kursus mo-bil, tepatnya di bagian pendaftaran,” kisahnya.

Masih diingat Irgan setiap sore

hari ia mendapati uang sebesar tiga puluh lima ribu yang ia bawa pulang dan diberikan kepada sang isteri. Dan hal yang paling membanggakan sekaligus membahagiakannya adalah tatkala sang isteri melihat hal itu sebagai sebuah bentuk perjuan-gan suami untuk menafkahinya. Sama sekali tidak terlihat raut wajah kecewa ataupun sedih dari Warda-tun. Ia menerima semua itu dengan penuh rasa syukur.

Walau demikian, hal itu tak lantas membuat Irgan berdiam diri. Ia juga ingin memberikan sesuatu yang lebih untuk sang istri. Terlebih lagi dalam satu tahun usia pernikahannya, te-patnya 15 Mei 1992 buah hati mereka yang pertama, Nona Fairuz Khairun-nisa hadir ke dunia ini. Irgan bertekad untuk memberikan penghidupan yang lebih layak bagi istri dan anaknya, serta tidak ingin selalu mengandalkan ban-tuan dari sang mertua.

Di saat usia sang putri belum ge-

Page 56: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

56 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

nap satu tahun, Irgan memutuskan untuk membawa keluarga kecilnya itu hijrah ke Jakarta. Ia yakin kepu-tusannya itu akan menjadi perta-nyaan bahkan penolakan dari sang mertua. Untuk memuluskan jalan-nya tersebut, ia berbohong kepada sang mertua dengan mengatakan bahwa di Jakarta ia sudah memiliki rumah dan pekerjaan yang layak dan sayang kalau dibiarkan begitu saja. Alhasil, sang mertua pun me-ngamini keputusan tersebut.

Selama tiga hari berada di gedung Prioritas tanpa tempat tinggal yang jelas, hingga akhirnya di kawasan Ciledug ia berhasil menemukan rumah petak sebagai tempat tinggal yang ia sewa dengan harga 90 ribu rupiah. Di tahun yang sama jua lah seorang kerabat Irgan di HMI men-gajaknya untuk bergabung dalam politik praktis, tepatnya menjadi pengurus PPP. Singkat cerita, dewi fortuna sedikit demi sedikit mulai menghampirinya. Ia didaulat men-jadi salah satu dewan pemenangan pemilu partai tersebut. Ia didapuk menjadi sekjen pengurus pusat Gen-erasi Muda Pembangunan Indonesia (GMPI) yang merupakan organisasi kepemudaan yang berafiliasi den-gan PPP. Bahkan ia pun sempat ter-pilih menjadi KetuauUmum GMPI.

Jadi Anggota DPR dan Memiliki Rumah Pribadi

Di tahun 1997 Irgan terpilih men-jadi Anggota MPR RI Utusan Daerah Jawa Tengah. Saat itu meski belum memiliki rumah pribadi, namun ia telah berhasil menyewa satu rumah tinggal utuh alias bukan berben-tuk rumah petak. Tahun 1998 Irgan terpilih menjadi anggota PAW (per-gantian antar waktu) anggota DPR RI Fraksi PPP menggantikan salah seorang kadernya. Ketika itu Irgan bernaung dalam Komisi VIII DPR RI. Tahun 2000 hingga 2007 ia diper-caya menjadi staf khusus Menteri So-sial, Bachtiar Chamsyah. Tahun 2004 saat pemilihan anggota legislatif Ir-gan pun ikut bertarung dalam pileg, sayangnya saat itu keberuntungan belum ada dipihaknya. Itu artinya, Irgan tetap berkewajiban membantu tugas Menteri Sosial saat itu.

Tak ingin mengulang kekecewaan yang sama, di tahun 2009 ia kem-bali mencoba peruntungan dalam pemilihan anggota legislatif. Kali ini Irgan berhasil terpilih menjadi ang-gota legislatif, bahkan kemudian di-percaya untuk memimpin Komisi IX DPR RI sebagai Wakil Ketua Komisi yang menaungi bidang tenaga ker-ja, kesehatan dan transmigrasi. Sei-ring dengan peningkatan karirnya, ia pun berhasil memberikan rumah

pribadi yang layak bagi istri dan ke-tiga putra putrinya.

“Saya pernah melihat sendiri bagaimana seorang anggota DPR yang terus berjuang untuk bangsa tapi disisi lain keluarganya sedikit terabaikan, karena ia belum memi-liki rumah. Itulah yang menjadi pe-lajaran untuk saya, hingga kemudian saya bertekad untuk menabung dan akhirnya bisa membelikan istri dan anak-anak saya kehidupan yang le bih layak di rumah pribadi di kawasan Karawaci, Tangerang,” paparnya.

Dari perjalanan hidupnya itu, Ir-gan meyakini bahwa tak ada ke-menangan tanpa usaha, dan Allah SWT tidak tidur untuk perjuangan hambanya tersebut. Hal itulah yang kemudian ia terapkan juga kepada ketiga buah hatinya, Nona Fairuz Khairunnisa, Mutiara Khairani, dan Wan Muhammad Ilham. Bahkan kini, si bungsu Ilham yang masih duduk di bangku SMU sudah tam-pak jiwa leadershipnya. Tanpa ber-maksud mengarahkannya, ia sedikit optimis bahwa si bungsulah yang kelak akan meneruskan jejaknya menjadi seorang politikus. Kini tidak ada target politik khusus bagi Irgan untuk menduduki sebuah jabatan. Baginya apa yang diraihnya saat ini merupakan anugerah terindah atas segala usaha, jerih payah, perjua-ngan dan pengorbanan ia dan kelu-arganya selama ini. (Ayu)

Saya pernah melihat sendiri bagaimana seorang anggota DPR yang terus berjuang untuk bangsa tapi disisi lain keluarganya sedikit terabaikan, karena ia belum memiliki rumah.

Page 57: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

57EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

KUNJUNGAN KERJA

Itulah adegan ketika Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso kembali menjejak-kan kakinya di Pendopo Gu-bernur Aceh, Banda Aceh,

Provinsi Nangro Aceh Darussalam. Ia tentunya tetamu yang bersua untuk kesekiankalinya dengan tuan rumah, sang Gubernur Zaini Abdul-lah. Priyo datang melanjutkan tu-gasnya selaku Ketua Tim Pemantau Pelaksanaan UU tentang Pemerin-tahan Aceh (UU PA) DPR RI berkun-jung ke provinsi paling barat ini untuk mengetahui perkembangan terkini penerapan undang-undang yang sudah berlangsung sejak ta-hun 2006.

“Kita mencatat sejumlah keber-hasilan telah kita buat di Provinsi Aceh ini dengan dana otonomi khusus sejak 2008 yang mencapai Rp.26,9 triliun. Ada permasalahan mari kita dalami bersama dan men-cari solusi terbaik. Sesuai UU PA dana otsus difokuskan untuk pem-bangunan dan pemeliharaan sektor yang menjadi prioritas yaitu infra-struktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan,” katanya mengawali pertemuan dengan jajaran Muspida dan pejabat terkait lain.

Terkait laporan masih belum tun-

tasnya sejumlah Peraturan Peme-rintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sesuai amanat UU PA, ia menyatakan akan membicarakan-nya dengan pemerintah. “Dari 9 PP, 4 sudah selesai sedangkan 5 lainnya belum selesai. Pak Gubernur selalu meminta kita memberi perhatian terutama RPP tentang Pengelolaan Migas. Saya setuju Tim Pemantau UU PA perlu melakukan rapat koor-dinasi dengan pemerintah,” tam-bahnya.

PP lain yang masih menjadi hu-tang pemerintah pusat diantaranya PP tentang Kewenangan Pemerin-tah yang Bersifat Nasional di Aceh,

Senyum lebar tangan terbentang, salam dan rengkuhan hangat diberikan tuan rumah kepada tamunya yang baru datang. Siapapun yang melihat sepenggal adegan itu akan mahfum, sang tamu dan tuan rumah sudah sangat dekat, akrab dan hangat, terlihat dari gestur keduanya.

Page 58: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

Foto bersama Ketua Tim Pemantau Pelaksana UUPA Priyo Budi Santoso dengan Gubernur NAD beserta jajarannya.

58 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

PP tentang Nama Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan Aceh. Sedan-gkan Perpres yang belum ditetapkan yaitu tentang Penyerahan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan Kabu-paten/Kota menjadi Perangkat Dae-rah.

Pada bagian lain Priyo juga mem-berikan apresiasi atas upaya cool-ing down dari segenap pihak terkait perbedaan soal Qanun tentang Ben-dera Aceh. Ia kemudian mengusul-kan agar jajaran muspida mencari alternatif lain yang dapat diterima seluruh pihak. “Alternatif yang per-nah saya usulkan dan diskusikan panjang dengan Pak Gubernur Dok-tor Zaini serta tokoh DPR Aceh ialah bendera yang melambangkan ke-jayaan zaman Kesultanan Aceh dulu misalnya, dimodifikasi sedemikian rupa. Itu akan menunjukkan cita rasa bagi yang lain sehingga me-munculkan kebersamaan. Itu akan jadi jalan keluar yang sangat baik,” paparnya.

Terkait wacana untuk melengkapi Wali Nangro dengan majelis pen-

dukung sebagaimana yang dimiliki pemerintah politisi FPG ini menilai tidak perlu. Sebagai pihak yang ter-libat dalam pembahasan RUU PA ia menyebut Wali Nangro adalah sim-bolik yang diagungkan dalam kontek kulutural, penghormatan terhadap nilai asli Aceh. “Kalau kemudian Wali Nangro bergulat dengan hal ekseku-tif dikhawatirkan akan tum pang tin-dih dan mengundan gesekan yang tidak diinginkan,” ujar dia.

Sementara itu Gubernur Aceh Zaini Abdullah memaparkan proses pembahasan 49 Qanun sesuai ama-nat UU PA berjalan lancar dan saat ini sudah selesai 70 persen lebih. Ia menargetkan 12 yang tersisa akan tuntas pada tahun ini. “Dari data itu terlihat upaya penuntasan amanat UU PA oleh Pemerintahan Aceh ber-jalan cukup lancar, yang menjadi masalah sekarang di tingkat pusat. Kami bahagia bisa menyampaikan hal ini kepada pemantau dari DPR RI. Kami berharap DPR dapat men-dorong pemerintah pusat segera tuntaskan maslah ini,” jelasnya.

Gubernur dalam pertemuan itu

didampingi sejumlah pejabat di-antaranya Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah, Kapolda Irjen Pol. Her-man Effendi dan Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Pandu Wibowo. Sedangkan Tim Pemantau UU PA DPR beranggotakan 15 orang terma-suk 4 orang Wakil Ketua Tim yaitu Marzuki Daud (FPG), Nova Irian-syah (FPD), Nasir Djamil (FPKS) dan Manu el Kaisiepo (FPDIP).

Serap Aspirasi

Pada kesempatan berbeda Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso menerima aspirasi sejumlah tokoh masyarakat dan pengurus organi-sasi kemahasiswaan di Provinsi Nangro Aceh Darussalam. “Masukan para tokoh ini keistimewaan Aceh perlu dipertahankan, tapi mereka berharap dana otsus yang berjum-lah Rp.26,9 triliun itu betul-betul nyata diperuntukkan bagi memo-bilisir pembangunan infrastruktur aceh, pembangunan kesehatan, so-sial, mengentaskan ketertinggalan dan kemiskinan, dstnya. Saya ingin pastikan Gubernur, Bupati, Waliko-ta, anggota DPR Aceh bener-bener

KUNJUNGAN KERJA

Page 59: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

59EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

mendengarkan masukan ini,” kata-nya usai pertemuan.

Para tokoh yang hadir dalam si-laturahmi diantara akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Aceh dan ICMI (Ikatan Cendikiawan Mus-lim Indonesia). Setelah itu hadir pula mahasiswa yang tergabung dalam organisasi HMI (Himpunan Ma-hasiswa Islam) dan Kahmi (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Is-lam). “Ada kegundahan mereka, ke-inginan agar demokrasi bisa berjalan jauh lebih baik jangan semu seperti sekarang ini karena masih banyak mobilisasi dari masyarakat pede-saan untuk mendukung kelompok tertentu. Ini saya agak kaget. Saya meyakini UU PA adalah jalan terbaik untuk kedamaian. Demokrasi yang dijalankan dari tahun ke tahun ha-rus dibenahi agar demokrasi yang terjadi di Aceh menjadi demokrasi murni, suara rakyat suara Tuhan, ti-dak boleh ada mobilisasi atas nama apapun,” tekannya.

Terus Mengawal

Wakil Ketua Tim Pemantau UU Pemerintahan Aceh (PA) DPR Mar-zuki Daud mengigatkan Pemerin-tah Provinsi Aceh harus berupaya keras untuk mengejar ketertinggal-an. Data Bappenas menunjukkan

provinsi paling barat Indonesia ini masih berada pada nomor 16 ter-miskin dari 34 provinsi. “Masih ba-nyak daerah yang masuk kategori tertinggal di Aceh seperti di Kabu-paten Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Selatan, Kabupaten Bireuen. Aceh itu masih nomor 16 termiskin dari 34 Provinsi, ini data Bappenas. Kita di DPR akan terus mendukung, me-ngawal upaya kebangkitan ini,” ung-kapnya.

Ia menambahkan salah satu agen-da penting yang dikawal DPR adalah amanat UU PA yang menyatakan Provinsi Aceh akan memperoleh dana otonomi khusus (otsus) se-lama 20 tahun. Ini berarti akan be-rakhir sampai tahun 2027. Langkah lain yang juga didukung DPR adalah membangkitkan kembali potensi sumber daya minyak dan gas bumi di provinsi yang terkenal dengan sebutan Serambi Mekah ini. “DPR mendorong pemerintah memban-gun terminal gas Arun untuk me-nyuplai Sumatera dengan investasi 4,2 triliun. Usulan ini telah disetujui Presiden, sangat ideal karena Arun ini pernah jaya, lahannya luas, pu-nya pelabuhan, tenaga kerja te-rampil,” paparnya.

Politisi FPG ini menekankan Ka-wasan Arun sebenarnya layak untuk dibangun refinary atau pabrik kilang minyak yang sampai saat ini belum dimiliki Indonesia. “Kalau kilang minyak dibangun disana impor BBM bisa dikurangi. Jadi minyak men-tah kita bisa diolah di Arun menjadi BBM agar menjadi lebih murah dan efisien. Mengapa kita mengim-por BBM dari luar? Jadi kita minta pemerintah juga mewujudkan ini,” tegasnya.

Aceh Perlu Bentuk Badan

Wakil Ketua Tim Pemantau UU Pemerintahan Aceh (PA) DPR Nasir Djamil mengusulkan Pemerintah Provinsi Aceh patut mempertim-bangkan membentuk komisi atau badan pemantau pelaksanaan oto-nomi khusus. Langkah ini menurut-nya penting ditengah kekhawatiran tersendatnya pelaksanaan sejumlah

kebijakan terkait UU PA baik di pusat maupun di daerah. Badan yang dibentuk itu menurutnya didukung anggota lintas instansi/lembaga se-perti akademisi, anggota DPR Aceh dan kalangan pemerintah. Mereka nanti akan bekerja sinergi dengan Tim Pemantau yang telah dibentuk DPR melakukan evaluasi yang intens sehingga menghasilkan output yang lebih baik. “Ada yang tidak sinkron dengan UU kalau masing-masing lepas tangan, DPR Aceh tidak mera-sa punya tanggung jawab, ekseku-tif sibuk dengan agendanya tidak merasa punya kewajiban. Kalau ada tim seperti ini tentu akan mudah mengevalusasi bagaimana otono-mi khusus yang sudah dijalankan, dimana letak gagalnya. Jangan-jangan kegagalan ini lebih banyak dari faktor pusat bukan daerah,” ka-tanya.

Politisi FPKS ini menyebut se-jumlah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang belum selesai, masalah desentralisasi fis-kal. Ini menurutnya sangat ironi karena sangat dibutuhkan untuk melaksanakan proses pembangun-an, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. “Saya melihat ada ketidakpercayaan yang utuh, seharusnya daerah itu adalah daerahnya pusat, pusat itu adalah pusatnya daerah, sehingga terba-ngun kepercayaan. Kalau daerah maju yang dapat nama pemerintah pusat. Kalau otonomi khusus jelek maka pusat juga ketiban nama bu-ruk,” paparnya.

Pada kesempatan berbeda Wakil Ketua Tim Pemantau dari FPD Nova Iriansyah mendukung usulan ini. Ia secara khusus menyoroti masalah kesinambungan pengawasan. “Saya dulu pernah menggagas kaukus anggota DPR RI asal Aceh dengan DPR Aceh sampai tingkat kabupa-ten. Saya ingin siapapun anggota DPR kedepan, sangat baik dan sa-ngat indah kalau ada kaukus yang punya link dan duduk minimal 3 bu-lan sekali, supaya nyambung terha-dap sejumlah permasalahan otsus,” tandasnya. (iky)

Saya meyakini UU PA adalah jalan terbaik untuk kedamaian. Demokrasi yang dijalankan dari tahun ke tahun harus dibenahi agar demokrasi yang terjadi di Aceh menjadi demokrasi murni, suara rakyat suara Tuhan, tidak boleh ada mobilisasi atas nama apapun.

Page 60: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

60 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Kunker Spesifik Komisi V:Dari Infrastruktur Sinabung,

Jalur Deandels Hingga Pelabuhan Fak-fak

Kepedulian dan perhatian Komisi V DPR terhadap infrastruktur cukup tinggi, sebab dengan infrastruktur yang memadai maka hubungan antar daerah akan berjalan dengan baik dan pada gilirannya urat nadi perekonomian akan berjalan normal. Tidak berlebihan, jika Komisi yang antara lain membidangi infrastruktur, perhubungan dan BMKG ini melakukan kunjungan kerja spesifik ke beberapa daerah di Indonesia ini untuk memantau sekaligus mengawasi jalannya pembangunan infrastruktur akibat musibah banjir, gunung meletus dan bencana alam lainnya.

Pada minggu pertama Februari lalu, tiga tim dikirim Komisi V yakni ke Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Papua dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tim Komisi V DPR di-pimpin Ali Wongso Halomoan Sinaga (FPG)

melakukan Kunjungan Spesifik ke Tanah Karo Medan Sumatera Utara guna meninjau infrastruktur pasca ben-cana Gunung Sinabung.

Selain Aliwongso, anggota lainnya yang ikut dalam

kunker ini adalah Bahrum Daidido, Agus Bastian, Eriko Sotarduga BP Sitorus, Yudi Widiana Adia, Hj. Hanna Ga-yatri dan Nur Iswantoserta Mangara M. Siahaan.

Sebelum ke lokasi bencana, Tim Komisi V DPR dan Ke-pala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat Syamsul Ma’arif disambut Bupati Karo Kena Ukur Karo Jambi Surbakti didampingi seluruh Kepala SKPD jajaran Pemkab Karo.

KUNJUNGAN KERJA

Page 61: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

61EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Dalam kesempatan ini Komisi V mendapat laporan tentang penanggulangan berbagai insfrastruktur yang rusak akibat erupsi Sinabung. Seperti masalah fasilitas air bersih dan sanitasi di lokasi penampungan, serta ren-cana relokasi pengungsi, dan perumahan warga peneri-ma Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).

Dalam pertemuan tersebut Ketua Tim Kunker Komisi V DPR Ali Wongso Halomoan Sinaga meminta agar Di-rektorat Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat dapat bersinergi de-ngan BNPB untuk memenuhi kebutuhan airbersih,dan untuk kebutuhan mandi cuci kakus (MCK) di setiap pos pengungsian. “ Diusahakan agar Ditjen Cipta Karya Ke-menterian PU dapat memenuhi kebutuhan pengungsi dengan membuat MCK permanen, juga kebutuhan air bersih,” ujar Ali Wongso.

Komisi V DPR sangat menghargai dan mengapresiasi laporan-laporan perkembangan penanganan bencana Sinabung, juga penyediaan lahan untuk merelokasi pe-ngungsi yang desanya berada di radius 3 km.

Komisi V DPR juga menilai penanganan tanggap daru-rat bencana Sinabung sudah termasuk baik. Dimana pola penanganan antara BNPB Pusat, BNPB Daerah/ Propinsi, dan Satlak PB Kabupaten Karo, termasuk unsur TNI/Polri, Pemda/Muspida selalu melakukan koordinasi dengan baik.

Untuk penyediaan lahan relokasi bagi para pengungsi akan disediakan oleh BNPB dan Pemda, sedangkan soal biaya akan dianggarkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui BNPB. “Keterlibatan Ke-menterian PU adalah untuk mendukung upaya pena-nganan tanggap darurat seperti pembangunan jalan dan pembangunan rumah yang rusak, dan secara teknis akan didukung oleh Kementerian Perumahan Rakyat, “ tegas Ali Wongso.

Perbaikan Jalur Deandels

Saat mengunjungi Propinsi Propinsi DIY dan meninjau langsung jalur Deandels, Komisi V DPR menyetujui per-baikan jalan sepanjang 117 Km yang menghubungkan wilayah Yogyakarta dan Cilacap, Jawa Tengah. Pasalnya jalur Deandels kondisnya saat ini sebagian rusak berat.

Ketua Komisi V Laurens Bahang Dama sekaligus Ketua Tim Kunker menyatakan bahwa hasil dari kunjungan kerja spesifik ini disampaikan kepada Kementerian Pe-kerjaan Umum yang dilakukan pembahasan bersama bulan Februari 2014 lalu.

Menurutnya, terdapat nilai sejarah pembangunan ja-lan itu yang dibuat pada masa kolonialisasi Belanda di Indonesia tahun 1809 oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Deandels. Dibangun dengan menggunakan ke-ringat dan darah anak bangsa waktu itu. “Keberadaan

Jalur Deandels saat ini diharapkan untuk meningkatkan akses transportasi di kawasan Jawa bagian selatan,” kata Laurens Bahang Dama (F-PAN), saat memimpin Kunker spesifik terkait infrastruktur.

Tim Komisi V DPR yang beranggotakan 12 anggota ini juga melakukan kunjungan kerja (Kunker) di Kabupaten Purworejo, diterima Bupati Purworejo Mahsun Zain.

Dalam pertemuan yang berlangsung di pendapa rumah dinas Bupati Purworejo itu, dibicarakan soal ja-ringan jalur lintas selatan (JJLS) Purworejo atau yang dikenal dengan Jalan Daendels. Jalan ini merupakan jalur alternatif Cilacap-Yogyakarta yang perlu ditingkat-kan keberadaannya untuk meningkatkan akses trans-portasi di kawasan Jawa Selatan. Selain itu juga perlu dipikirkan adanya jalan poros tengah yang bisa meng-hubungkan wilayah utara dengan selatan yakni jalur Tegal hingga Wonosobo.

“Karena keberadaan poros tengah itu sebagai langkah antisipasi jika terjadi kemacetan di jalur pantura Jawa Tengah,” kata Laurens. Seperti yang terjadi beberapa pekan lalu, akibat bencana banjir di wilayah Pantura Jateng, menjadikan jalur itu tidak bisa dilewati.

“Maka akses jalur selatan harus segera ditingkatkan agar bisa menjadi alternatif pengguna jalan,” jelasnya.

Banjir yang terjadi di beberapa wilayah di pantai utara (Pantura) pulau Jawa sempat membuat akses transpor-tasi terganggu. Banyak aktivitas transportasi yang harus terlambat atau tertunda padahal ada alternatif jalur lain yaitu jalur selatan dan tengah. Sayangnya, kondisi jalur tengah dan selatan masih kurang baik sehingga perlu pembenahan.

Selain menyoroti perlunya peningkatan jalur tengah dan selatan, Laurens mengungkapkan bahwa dalam kunjungannya kali ini pihaknya juga memantau dampak

Page 62: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

62 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

bencana di Purworejo. Sejumlah infrastruktur misalnya jalan dan jembatan rusak akibat bencana banjir akhir tahun lalu.

Bupati Purworejo Drs H Mahsun Zain MAg dalam ke-sempatan itu mengatakan, pihaknya menyambut baik dan berterimakasih atas kepedulian Komisi V pada ben-cana yang sempat melanda Purworejo. Menurutnya, dampak bencana tersebut cukup masif dimana total kerugian diperkirakan mencapai Rp 77 miliar.

Menurut Bupati Mahsun, bencana itu telah merusak insfrastruktur jalan termasuk jembatan dan berbagai infrastruktur lain. “Mudah-mudahan kehadiran Komisi V DPR RI ini bisa membantu Purworejo untuk memper-cepat proses perbaikan kembali infrastruktur yang rusak dan bisa difungsikan lagi seperti semula,” kata Bupati Mahsun.

Tim Komisi V DPR juga berkesem patan mengunjungi Kabupaten Kulonprogo, diterima Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo didampingi jajarannya. Kedatangan Komisi Vdimaksudkan untuk menjaring aspirasi dari pemkab/kota terkait dampak bencana alam terhadap infrastruktur. Dalam kesempatan itu, perwakilan dari kabupaten atau kota memaparkan persoalan infrastru-kur masing-masing.

Ketua Komisi V DPR Laurens Bahang Dama me-ngatakan, bencana alam terjadi di berbagai daerah me-nimbulkan berbagai dampak signifikan pada infrastruk-tur serta perekonomian daerah. “Kami memiliki fungsi antara lain pengawasan, budgeting, ingin melihat hal-hal spesifik, khususnya dampak banjir dan bencana ter-hadap infrastruktur,” ungkapnya.

Karena jalur Jogja-Cilacap sebagai jalur alternatif saat

jalur Pantura kena banjir, makanya harus dicari solusi alternatif, karena saat utara banjir, arus barang dan jasa terganggu,” katanya seraya menambahkan bahwa me-lalui kunker ini ingin mendapatkan informasi dari pem-kab terkait infrastruktur, karena dalam waktu dekat akan mengadakan rapat dengan pemerintah, sehingga dapat dicari solusi yang terbaik.

Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo dalam kesempatan itu melaporkan, beberapa infrastruktur yang perlu du-kungan baik dari Pemda DIY maupun Pemerintah Pusat melalui APBN. Antara lain peningkatan jalan Nasional dari Jogja-Temon, pembangunan JJLS, pembangunan sarana pendukung seperti air bersih untuk bandara dan pabrik pasir besi, pengaspalan jalan ke pabrik di Sentolo sepanjang 4 km x lebar 14 meter senilai Rp 15 Miliar, jalan bedah Menoreh untuk wisatawan dari Bandara ke Borobudur dan tempat wisata.

Hasto berharap ada upaya penanganan dari peme-rintah pusat terhadap jalur jalan nasional dan jalur jalan lintas selatan (JJLS) untuk mendukung pengembangan ekonomi dan kebutuhan infrastruktur di Kulonprogo. Sebab ke depannya juga akan ada beberapa mega-proyek seperti bandara, pelabuhan perikanan, penam-bangan pasir besi dan juga pengembangan kawasan ekonomi eksklusif (KEE) di Sentolo.

“Sedangkan yang terkait dengan banjir yaitu pembuat-an sudetan sungai Peni-Serang karena sangat penting untuk mengatasi banjir sepanjang 1,6 km x lebar 12 m senilai Rp 8 Miliar,” kata Hasto.

Pelabuhan dan Bandara Fakfak

Sementara itu, Tim Komisi V DPR-RI dipimpin Micahel Wattimena melakukan kunjungan spesifik ke Provinsi Papua Barat guna memantau perkembangan pemba-ngunan Pelabuhan dan Bandara Fakfak. Kunjungan ini mendapat sambutan baik dari Pemerintah dan Masyara-kat Kabupaten Fakfak.

Kepada Tim Komisi V Bupati Fakfak Muhammad Us-wanas menyampaikan penghargaan kepada rombong-an DPR, karena banyak program berupa pengemba ngan ruas jalan-jalan nasional yang diperjuangkan oleh Komi-si V serta pembukaan baru jalan nasional, ruas jalan Bomberay, ruas jalan Teluk dan ruas jalan ke Kampung Siboru.

Uswanas juga memaparkan hasil-hasil kerja yakni, relokasi pembangunan pelabuhan Kokas. Termasuk pengembangan pelabuhan Fakfak yang panjangnya 70 meter dan sisanya 26 meter,ditargetkan 2 bulan kede-pan bisa tuntas.

Lebih lanjut dikatakan, perhatian Pemerintah Pusat melalui Dirjen Pehubungan Laut Kementerian Per-hubungan, dalam pembangunan Pelabuhan Fakfak

KUNJUNGAN KERJA

Page 63: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

63EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

begitu besar karena dalam beberapa tahun terakhir ini terus dikucurkan dana untuk perpanjangan dermaga.

Pelabuhan Fakfak pada tahun 2010 panjang dermaga 200 meter, kini diperpanjang lagi 70 meter dengan ang-garan 2013. Sementara untuk tahun 2014 ini akan di-perpanjangan lagi 26 meter, sehingga nantinya derma-ga pelabuhan Fakfak yang merupakan salah satu pintu gerbang masuk di Kota Fakfak akan mencapai panjang 296 meter.

“Dengan panjang dermaga 296 meter, maka aktifitas bongkar muat tidak akan terganggu,” demikian disam-paikan Kepala Administrator Pelabuhan Fakfak Daniel Iba dalam pertemuan tersebut.

Disela-sela acara ini, Bupati Fakfak Muhammad Us-wanas meminta Komisi V untuk meneruskan kepada Menteri Perhubungan EE. Mangindaan bisa meresmikan Pelabuhan Fakfak dari 200 meter menjadi 296 meter yang rencananya selesai Maret 2014.

“Saya sampaikan kepada Pak Michael Wattimena, de-ngan harapan Menhub EE. Mangindaan untuk datang dan meresmikan Pelabuhan Fakfak.Kalau bisa sebelum Pemilu, Pelabuhan Fakfak sudah diresmikan,” kata Us-wanas.

Agar tidak terjadi kecelakaan pesawat seperti tahun tahun sebelumnya, kepada Komisi V DPR RI diminta untuk memberi perhatian dengan mempercepat pem-bangunan Bandara di Kampung Siboru Distrik Fakfak Barat.“Saya besok lusa ke Manokwari, saya akan berte-mu dengan Menteri Perhubungan dan akan menyam-paikan permintaan Bapak Bupati untuk meresmikan Pelabuhan Fakfak dan peresmian pembangunan Ban-dara Distrik Fakfak di Kampung Siboru.“ tegas Michael Wattimena.

Michael Wattimena mengapresiasi permasalahan dan masukan yang disampaikan Bupati Fakfak, sebab meru-pakan sebuah rencana dan pogram utama yang digalak-kan oleh Komisi-V DPR-RI.

Usai meninjau pembangunan Bandara tersebut Tim Komisi V didampingi Sekda Fakfak menuju Distrik Bomberay untuk meninjau pe ngairan irigasi dan peter-nakan sapi yang ada di wilayah tersebut. Untuk menja-min ketahanan pangan yang baik maka harus ada iri-gasi yang memadai. “DPR akan meneruskan masukan kepada pemerintah pusat guna membantu dan segera me ngucurkan dana sehingga infrastruktur pengairan rakyat tersebut bisa terwujud,” kata Wattimena menam-bahkan. ( spy, as, hr)

Page 64: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

64 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

KUNJUNGAN KERJA

Tik tok tik tok. Pemilu sebentar lagi. Hitungan mundur pelaksanaan pemilu sudah dimu-lai, persiapanpun sudah dilakukan. Komisi II DPR RI yang bermitra dengan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pen-

gawas Pemilihan Umum) tidak puas dengan laporan diatas kertas atau paparan di meja rapat. Dibentuklah sejumlah tim yang turun langsung ke lapangan memas-tikan pesiapan pemilu benar sudah berjalan sesuai jad-wal.

“Kita ingin tahu bagaimana koordinasi yang dilakukan Pemerintah Daerah dengan para penyelenggara pemilu dalam rangka Pileg dan Pilpres mendatang,” kata Ketua Tim Kunjungan Spesifik Komisi II Nanang Samodra dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor Gubernur NTB, Mataram, beberapa waktu lalu. Tim Komisi II lainnya juga berkunjung ke provinsi Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Menurutnya seluruh temuan lapangan yang diperoleh akan dibawa dalam rapat dengan pemerintah dan KPU serta Bawaslu yang ada di pusat. Ada sejumlah isu yang menjadi perhatian selama kunjungan diantaranya implementasi pelaksanaan peraturan yang telah dibuat

oleh penyelenggara pemilu, upaya perbaikan DPT oleh KPU dan pengawasan yang telah dilakukan Bawaslu dalam perbaikan DPT dan pengadaan logistik.

Anggota Komisi II Nurul Arifin secara khusus memberi perhatian pada penggunaan kardus sebagai kotak suara dalam pelaksanaan pemilu nanti. Langkah ini dinilai beresiko karena bahan kardus mudah rusak dan rawan penyelewengan. “Kotak suara ini harus mampu menahan beban kertas suara yang kalau penuh beratnya bisa menjadi beberapa kilogram, apa bisa kuat? Satu lagi soal kunci yang terbuat dari plastik, ini semua sangat rentan,” tanyanya dalam pertemuan yang dihadiri jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia membandingkan kunci pengamanan kotak suara alumnium yang terbuat dari logam sehingga jauh lebih kuat. Wakil rakyat dari dapil Jabar VII ini menekankan upaya mengkritisi kebijakan KPU ini bukan berarti merecoki tetapi langkah untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. “Kalau kotak kardus digunakan kita bisa meminta pengamanan yang lebih komprehensif,” lanjutnya.

Turun ke Bawah, Pastikan Persiapan Pemilu

Page 65: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

65EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Anggota tim dari FPG Agustina Basik Basik mengkhawatirkan minimnya anggaran sosialisasi dan distribusi. “Dana sosialisasi kemudian pengir iman dan pengambilan logistik untuk setiap kecamatan hanya Rp.500ribu, ap a cuk up?. In i te r ut ama menghadapi sulitnya tantangan georafis di wilayah kepulauan seperti NTB dan di Papua daerah pemilihan saya,” paparnya.

Dalam penjelasannya Ketua KPUD Provinsi NTB Lalu Aksar A n s o r i m e n g a t a k a n s i a p menjalankan keputusan KPU Pusat tentang penggunaan kot ak suar a y ang te rbuat dari kardus. “Kotak kardus ini hanya untuk tambahan dan kita gunakan untuk TPS di perkotaan bukan wilayah yang jauh,” ujarnya. Ia mengakui tantangan geografis di Provinsi NTB untuk distribusi surat suara memang berat. Sejumlah wilayah masih menggunakan transportasi kuda dan sampan. Untuk lokasi yang jauh ini distribusi menurutnya akan diberangkatkan lebih awal.

Peran Bawaslu

Dalam kunjungan spesifik ke Jawa Tengah, Wakil Ketua Komisi II DPR, Khatibul Umam Wiranu menyoroti tentang peran Bawaslu yang menurutnya bisa lebih dioptimalkan. “Bawaslu saat ini hanya sebagai pengawas dan merekomendasikan saja. Seharusnya bisa mempunyai kewenangan lebih, kami akan usulkan revisi kewenangan Bawaslu. Diharapkan nantinya bisa sidang di tempat terhadap pelanggaran yang terjadi,” ujar Khatibul di sela-sela pertemuan dengan Bawaslu Jawa Tengah dan Panwaslu Se-Jateng di Kantor Bawaslu Jateng.

Menurutnya, dengan menambah kewenangan Bawaslu tersebut, diharapkan jumlah pelanggaran pemilu yang terjadi bisa ditekan. Selain itu, pelanggaran yang terjadi, baik administratif pemilu maupun tindak pidana pemilu prosesnya bisa cepat. Dijelaskan oleh politisi F-PD ini, bahwa selama ini penangan terhadap pelanggaran pemilu menggunakan konsep penegakan hukum terpadu yang melibatkan institusi kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Bawaslu hanya merekomendasikan saja jika terjadi pelanggaran. “Jangan sampai Bawaslu seperti macan ompong. Hanya bisa mengawasi, tapi tidak memiliki kewenangan untuk menindak langsung,” tekannya.

Dari pertemuan Komisi II DPR dengan Bawaslu Jateng tersebut, terungkap masih tingginya pelanggaran–pelanggaran pemilu yang terjadi di Jawa Tengah.

Selama tahun 2013 terdapat 160 dugaan pelanggaran. Berdasarkan hasil penanganan Panwaslu Kabupaten/Kota, dari 160 dugaan pelanggaran, 33 diantaranya dinyatakan gugur atau tidak dapat ditindaklanjuti, s isanya sebanyak 127 dianggap merupakan pelanggaran.

Sementara, berdasarkan pengkategorian pelanggaran merujuk pada UU Nomor 8 Tahun 2012, sebanyak 121 pelanggaran dianggap sebagai pelanggaran administratif, 1 sebagai pelanggaran pidana pemilu, 4 sebagai pelanggaran kode etik dan 1 dinyatakan sebagai sengketa pemilu.

Anggota tim dari FPPP Ahmad Muqowam meminta pengawas pemilu memberi perhatian pada sejumlah permasalahan lain yang sering terlewatkan. Ia menyebut problem yang tampak sangat jelas, seperti spanduk, poster, baliho dan lain-lain. Tetapi yang tidak tampak inilah yang perlu ditekankan. “Saya kira yang tidak tampak, dalam tataran moralitas kita bersama itu yang perlu kita tekankan. Orang sudah luar biasa mempersiapkan, baik yang mau memberi atau yang diberi, antara mustahik dan mujakinya sudah ketahuan”, imbuhnya.

Apabila persoalan ini tidak bisa ditekan hal itu menurutnya membuat persoalan menjadi sulit ke depannya. Pemilu menjadi tidak bermakna. Pemilu terlaksana hanya menjadi bagian proses ritual demokrasi saja, paparnya. “Bagi teman-teman ada yang sudah menyiapkan Rp 50 Milyar dan ada yang sudah habis Rp 16 Milyar atau Rp 11 Milyar. Apakah Jurdil pemilu kita ke depan ini. Jor-joran tidak karuan”, tanya Muqowam yang disambut tepuk tangan seluruh yang hadir di Kantor Bawaslu Jateng. Oleh karena itu, Muqowam mengharapkan Bawaslu dan Panwaslu di Kabupaten/Kota memberikan peran yang maksimal bagi Pemilu yang Luber dan Jurdil. (sc/iky)

Page 66: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

66 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

SOROTAN

Bencana akibat kesalahan manusia yang sering terjadi di Indonesia adalah bencana banjir. Setiap musim penghujan banyak daerah yang terkena banjir seperti Kota Semarang maupun DKI Jakarta, hampir tiap

tahun menghadapi persoalan banjir.

Banjir sekarang datang setiap tahunnya sehingga mempengaruhi perkembangan kota-kota yang tertim-pa banjir tersebut, selain akan mengakibatkan kerugian secara materiil, banjir menimbulkan kesan ketidaknya-manan dan mengganggu aktivitas warga sekitar.

“Pemerintah perlu menangani banjir secara nasional dan diselesaikan secara komprehensif, untuk banjir di Ibukota Indonesia, perlu koordinasi Antara Pemerintah Daerah DKI Jakarta, Jabar dan pemerintah pusat,” ujar Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M. Said.

Menurutnya, masyarakat juga harus lebih disiplin dalam membuang sampah sehingga tidak menghambat saluran air yang ada. “Maraknya bangunan liar di seki-tar sungai juga membuat banjir semakin menjadi karena kurangnya daerah serapan,” ujarnya.

Terkait banjir di Indramayu, Jabar, Anggota DPR dari PDIP Yoseph Umar Hadi mengatakan, persoalan banjir di Indramayu disebabkan curah hujan yang sangat tinggi, selain itu, struktur tanah diwilayah tersebut memang lembek sehingga membuat jalan menjadi semakin ru-sak. “Daerah itu juga memang berdekat an dengan laut, sehingga menyebabkan banjir semakin parah,” terang-nya.

Pemerintah, lanjutnya, harus lebih memprioritaskan dari sektor Sumber Daya Air (SDA) dengan membangun embung, situ yang banyak sehingga dapat menampung

Tidak bisa dipungkiri beberapa tahun terakhir ini, bencana sering terjadi mulai dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun bencana karena kesalahan manusia (human error). Kesalahan manusia yang menyebabkan bencana seringkali tidak disadari, hal ini karena kultur pembangunan di Indonesia yang hanya business oriented tanpa memperhatikan aspek lingkungan (sustainable development).

Perlu Solusi Sistematis Tangani Banjir

Page 67: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

67EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

curah hujan yang tinggi. “Dahulu sempat diusulkan pembangunan bendung Cipanas namun belum tereal-isasi hingga sekarang,” terangnya

Sebelum banjir, lanjutnya, terdapat sekitar 3.000 lubang jalan di Indramayu, Jabar yang mengalami keru-sakan dan diprediksi semakin bertambah pasca banjir. “Kemungkinan bisa lebih banyak karena itu perlu dia-wasi secara komprehensif, disamping itu banyak sekali ben dungan yang tidak berfungsi de ngan baik,” jelasnya.

Penanganan Sistematis

Ketua DPR RI Marzuki Alie meng atakan, penanganan banjir harus sistematis dan tidak hanya ditangani secara symtomatis seperti yang selama ini terjadi. Berbagai penyebab banjir dan kondisi kekinian harus dipetakan dari hulunya sampai hilir. Baru kemudian berdasarkan hitung-hitungan dibuat solusinya dan dijalankan secara konsisten.

“Maksudnya pertama, harus diukur dulu berapa ke-mampuan sungai mengalirkan air, berapa rata-rata debit air yang dialirkan, berapa tinggi curah hujannya. Kemudian dipetakan berapa kemampuan serap tanah, kemampuan sungai dan waduk dalam mengalirkan dan menampung air,” ujar Marzuki kepada wartawan di Ge-dung DPR.

Setelah itu, menurutnya baru dihitung biayanya dan dicarikan biayanya untuk kemudian dieksekusi secara konsisten solusi penangangannya. “Yang pertama ten-tunya mengembalikan fungsi sungai, kalau masih tidak mencukupi baru dibangun waduk-waduk penampung air sebagai penampung air untuk diarahkan ke laut. Bendungan pun harus dibangun agar bisa diatur debit airnya,” jelasnya.

Penanganan banjir tidak bisa dilakukan hanya dengan bicara dan tampil di publik di daerah-daerah banjir. Pen-anganan banjir harus dengan pengambilan kebijakan yang komprehensif dan konsiten dilaksanakan.”Ini logi-ka saja dan jelas hitung-hitungannya kok, yang penting konsisten dilaksanakan karena memang tidak ada cara lain,” ujar Marzuki.

Terkait Banjir DKI Jakarta yang semakin luas, Ketua Komisi V DPR Laurens Bahang Dama mengatakan, Komi-

si V DPR mengharapkan proyek penambahan pintu air Manggarai dapat diselesaikan oleh anggaran APBN.

Menurut Laurens, Pintu air Manggarai sudah berumur satu abad silam karena itu, kita mengharapkan pem-bangunan dapat segera selesai pada awal 2014. “Kita minta konstruksi harus bagus dan mampu menahan air, karena memang bangunannya sudah lama sejak jaman Belanda,” ujarnya.

Dia menambahkan, penanggula ngan banjir harus komprehensif dan melibatkan semua pihak. “Memang direncanakan kita akan segera membangun waduk besar di Ciawi dan Depok semoga dapat mengurangi banjir DKI Jakarta, begitu juga dengan normalisasi Cili-wung,” tandasnya.

Laurens menjelaskan, masyarakat harus menjaga ling-kungan agar dapat mengurangi dampak banjir. “Soal ja-lan rusak pasca banjir, DPR sangat mendukung segera diperbaiki jalan rusak tersebut, dan kita akan dukung dari sisi anggarannya,” jelasnya. (si)

Ketua DPR RI Marzuki Alie meng atakan, penanganan banjir harus sistematis dan tidak hanya ditangani secara symtomatis seperti yang selama ini terjadi. Berbagai penyebab banjir dan kondisi kekinian harus dipetakan dari hulunya sampai hilir. Baru kemudian berdasarkan hitung­hitungan dibuat solusinya dan dijalankan secara konsisten.

Page 68: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

68 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

DPR Himbau Dunia Internasional

Delegasi DPR-RI yang di-pimpin Wakil Ketua DPR Mohamad Sohibul Iman

pada tanggal 14 s/d 19 Februari lalu menghadiri rangkaian the 9th Ses-sion of Parliamentary Union of OIC Member States and related meet-ings di Teheran - Iran.

Konperensi ke-9 Organisasi Par-lemen anggota OKI (PUIC) ini di-hadiri oleh 46 parlemen anggota PUIC. Wakil Ketua DPR Mohamad Sohibul Iman, didampingi Ketua BKSAP Surahman Hidayat, Nurhaya-

ti Ali Assegaf, Nova Iriansyah, Tan-towi Yahya, Muhammad Oheo Sinapoy, Nazarudin Kiemas, Mu-hammad Najib dan Arif Budimanta.

Sidang Executive Committee dan Konperensi dipimpin oleh Ketua Par-lemen Iran, Dr. Ali Larijani. Sidang dibuka secara resmi oleh Presiden Iran, H.E. Mr. Hassan Rouhani, pada tanggal 18 Februari 2014.

Delegasi DPR aktif menghadiri Sidang-sidang komisi baik Sidang Komisi Ekonomi dan Lingkungan

Hidup dan Komisi Politik. Salah satu masukan yang disampaikan Delega-si DPR-RI dalam Komisi Politik antara lain, perlunya rekonsiliasi antara faksi-faksi pejuang Palestina.Selain itu menghimbau agar tidak membeli property di pemukiman illegal Israel di tanah Palestina seperti tertuang pada operative paragraph ke-8 dalam Draft Resolution No.2-PFR/9-CONF on The Role of Muslim Parlia-ments in Confronting Israeli Plans Concerning Jewishness of Israel and Judaization of Al-Quds.

LARANG WARGANYA BELI PROPERTI ILEGAL ISRAEL DI

TANAH PALESTINA

LIPUTAN KHUSUS

Page 69: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

69EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Usulan Indonesia tersebut meru-pakan upaya untuk mengkampa-nyekan anti pembangunan per-mukiman Israel di tanah Palestina. Indonesia juga berhasil menambah-kan satu preamble paragraph yaitu terkait urgensi pendirian sebuah saluran televisi global yang dimiliki oleh PUIC untuk mengimbangi pro-paganda yang dilakukan oleh media / televisi Barat terhadap Islam.

Sidang juga merespon perkem-bangan terkini yang menjadi konsen dunia Islam yaitu: situasi di Central African Republic, kerja sama antara PUIC dengan the OIC Media Forum (OMF), urgensi jaringan penelitian data-data keparlemenan PUIC, dan Brotherhood Charter.

Pada sesi penyampaian pidato oleh Ketua-ketua Delegasi, pada Konferensi ke-9 PUIC, Wakil Ketua DPR-RI, selaku Ketua Delegasi DPR-RI, menyampaikan antara lain posisi Indonesia dalam isu Palestina, khu-susnya tentang situasi kota Al-Quds Al-Sharif dimana Parlemen Indone-sia mendukung realisasi Concept Pa-per yang disiapkan oleh Sekretariat OKI dan mendorong agar PUIC men-dukung hasil dari the 20th Session of Al-Quds Committee di Marakesh se-bagaimana tertuang di dalam Final Communique.

Delegasi DPR-RI dalam the 31st Meeting of the PUIC EXCOM me-

nyampaikan antara lain, menjadi-kan resolusi-resolusi yang belum terlaksana sebelumnya oleh PUIC sebagai prioritas untuk tahun 2014, terutama mengenai rencana kun-jungan para Ketua Parlemen PUIC ke Jalur Gaza. Usulan kunjungan ini mendapat dukungan dari Maroko, Sudan dan Aljazair.

Pembahasan agenda agar di-dasarkan pada isu-isu global ter-kini dengan skala prioritas. Dalam kaitan tersebut diusulkan pula agar dikemudian hari tidak terjadi kem-bali pengulangan pembahasan isu. Usulan pembahasan pemberian bantuan kemanusiaan oleh negara-negara PUIC kepada rakyat Suriah, Tunisia, Sudan dan Afrika Tengah.

Buka Akses ke Jalur Gaza

Pada tanggal 14 Februari 2014, diselenggarakan Pertemuan Stand-ing Committee on Palestine. Dalam sidang ini, Delegasi DPR-RI mem-berikan pandangan tentang perlu-nya negara-negara anggota PUIC mendesak Mesir agar membuka akses ke Jalur Gaza yang terisolasi sejak tahun 2007.

Selain itu sidang komisipun juga membahas rencana kunjungan ke Jalur Gaza. Pihak Otoritas Palestina menyambut baik rencana dimak-sud dan bersedia membantu terlak-sananya kunjungan tersebut. Bah-

kan sidang komisi ini mengusulkan pembentukan Delegasi PUIC ke Me-sir untuk kunjungan ke Jalur Gaza dan gagasan kunjungan ke Al-Quds Al-Sharif.

Komisi Palestina juga membahas tentang kurikulum pendidikan di negara-negara Timur Tengah untuk mengedukasi masalah Palestina. Hal ini dinilai amat penting agar genera-si mendatang memahami masalah yang dihadapi bangsa Palestina.

Di sela-sela sidang the 9th Session of the PUIC Conference, diadakan pertemuan bilateral antara Wakil Ketua DPR-RI, Mohamad Sohibul Iman dengan Ketua Parlemen Iran, Ali Larijani. Ada 3 hal yang menge-muka yaitu masalah keimigrasian, Wakil Ketua DPR-RI menjelaskan bahwa isu-isu keimigrasian telah dibicarakan kedua belah pihak dalam forum Development Eight (D-8).

Masalah investasi, Ketua Parlemen Iran menyampaikan bahwa KADIN Iran telah melakukan kunjungan balasan ke Indonesia guna mem-bahas investasi Iran di Indonesia. Kedua negara akan menindaklan-juti dengan melakukan kunjungan anggota Kabinet beserta menteri ke Iran.

Sedangkan masalah pertukaran tahanan, dalam kaitan ini Ketua Parlemen Iran mengangkat hal ten-tang pertukaran tahanan dan akses kemudahan bagi keluarga tahanan untuk bisa mengunjungi Indone-sia. Wakil Ketua DPR-RI menjelaskan bahwa beberapa bulan lalu telah dilakukan pertemuan antara peme-rintah Iran dan Indonesia di Jakarta, dan saat ini pihak Pemerintah RI telah menindaklanjuti hal ini ke se-luruh Kementerian/Lembaga terkait di Indonesia.

Wakil Ketua DPR-RI menilai per-lu adanya payung hukum yang dapat menjadi landasan hukum bagi pertukaran tahanan ini. Oleh karena itu perlu adanya pertemuan-pertemuan lebih lanjut. (mp)

Delegasi DPR pada Konperensi 9 PUIC di Teheran, Iran.

Page 70: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

70 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

SELEBRITIS

Denny Chandra

Page 71: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

71EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

“T arget kerja DPR tidak hanya membuat Un-dang-undang, tapi ada

fungsi pengawasan dan penyusun-an anggaran yang tak kalah pen-tingnya,” ucapan tersebut diutara-kan Denny Chandra kepada Rahayu Setiowati dari Parlementaria saat menemuinya usai syuting tayangan Indonesia Lawak Klub (ILK) di salah satu Hotel di bilangan Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Denny menjelaskan, ia kerap men-dengar beberapa anggota masyara-kat yang menuntut pihak legislatif untuk membuat sebanyak mungkin undang-undang. Padahal menu-rutnya yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana membangun karakter bangsa. Meskipun undang-undang menjadi target prolegnas (program legislasi nasional) namun dengan diberikan target waktu ter-tentu, ia khawatir produk Undang-undang yang dihasilkan akan tidak maksimal dan malah terkesan dipak-sakan.

“Terus terang sekarang saya ja-rang membaca Undang-undang, karena Undang-undang sekarang terlalu banyak dan kurang disosia-lisasikan. Sehingga menurut saya, jangan terlalu banyak undang-un-dang bahkan sampai dijadikan tar-get DPR. Sekarang yang terpenting bagaimana membangun karakter bangsa dan mensosialisasikan un-dang-undang yang ada dan yang benar-benar sedang dibutuhkan masyarakat,”ungkap Denny Chan-dra.

Ia mencontohkan tentang Un-dang-undang Pendidikan yang salah satunya menyangkut ujian nasi-onal dijadikan barometer kelulusan

siswa. Ujian nasional bagus untuk melatih menumbuhkan jiwa kom-petisi anak, namun hal itu jangan dijadikan syarat mutlak kelulusan. Karena jika dijadikan syarat mu-tlak kelulusan, Denny menganggap yang muncul adalah sebuah tekan-an psikologis kepada anak. Bukan tidak mungkin akan membuat anak stress bahkan depresi karena tuntut-an kelulusan dalam ujian nasional tersebut. Tidak sedikit anak yang sakit menjelang pelaksanaan ujian nasional.

Denny sendiri selain dikenal seba-gai komedian, Host acara parodi Indonesia Lawak Klub di Trans 7 ini pun dikenal memiliki intelektualitas yang cukup tinggi. Tak heran jika beberapa partai pun pernah me-liriknya untuk menjadi calon legis-latif serta jabatan tertentu lainnya. Sayangnya Denny menampik semua

itu. Baginya profesi sebagai penghi-bur atau komedian yang notabene bisa membuat orang bahagia meru-pakan sebuah profesi yang sangat mulia.

“Kalau diminta menghibur untuk kampanye, saya sih siap saja, tapi tetap saja saya harus melihat to-koh yang tengah diusung. Misalnya saat kampanye pemilihan walikota atau gubernur, saya tentu harus tahu kapabilitas tokoh yang akan saya usung tersebut. Ketika saya me ngajak orang lain untuk menco-blos orang tersebut, saya percaya bahwa orang ini memang mem-punyai kapasitas dan kompetensi yang telah terukur. Bukan karena banyak duit dan mampu membayar honor saya, tapi kemudian ia malah terseret KPK. Dengan kata lain, saya bukan pelacur yang mudah dibayar, asal dikasih aja, tetapi orang terse-but tidak sanggup untuk bertang-gung jawab dengan pencalonan dirinya,” paparnya.

Menghibur Namun Tetap Ada Pesan

Berbicara tentang politik, Denny menganggap politik tidak harus se-lalu menjadi sebuah bahasan yang serius. Oleh karena itu sesuai tu-

Sekarang yang terpenting bagaimana membangun karakter bangsa dan mensosialisasikan undang­undang yang ada dan yang benar­benar sedang dibutuhkan masyarakat,

Page 72: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

SELEBRITIS

72 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

gasnya sebagai komedian dan en-tertainer maka ketika Tim Trans7 menawarkannya untuk ikut terlibat dalam produksi parodi talk show acara serupa di stasiun tivi lainnya, maka tanpa berpikir panjang ia pun mengamini hal tersebut. Meski aca-ra yang ia lakoni tersebut bergenre komedi, namun ia tidak ingin acara yang ia gawangi tidak ada pesan sama sekali. Paling tidak dikatakan-nya ada sesuatu yang dapat mem-berikan pencerahan pada masyara-kat walau sedikit. Misalnya ketika banyak kalangan yang pesimis akan berlangsungnya pemilu yang jujur dan adil di bulan April mendatang, sehingga tidak sedikit dari kala ngan tersebut yang memilih menjadi golput (golongan putih).

“Di Indonesia Lawak Klub (ILK) ini dengan dibungkus hiburan kami mencoba mengajarkan masyarakat untuk tetap menggunakan hak poli-tik mereka dalam pemilu dan tidak menjadi golput. Karena suara mer-eka menentukan nasib bangsa se-cara keseluruhan dalam lima tahun mendatang.Meski begitu saat ada wacana golput akan dihukum itu pun menurut saya kesalahan besar, karena menjadi golput itu sebuah pilihan terakhir dimana tidak adanya kepercayaan individu itu terhadap kualitas kandidat yang ada, dan itu-pun hak dari individu tersebut,” jelas Denny.

Dengan adanya wacana bahwa golput akan dihukum, ditambahkan Denny, sebenarnya bukan membuat angka golput menjadi berkurang, ia berprediksi malah akan ber tambah, karena adanya rasa tidak simpa-tik. Tugas KPU (Komisi Pemilih an Umum) dan parpol lah yang ha-rus mensosialisasikan gerakan anti golput. Sebagai warganegara, Den-ny yakin bahwa Pemilu mendatang akan membawa perubahan bagi bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi. Seperti halnya manusia, ti-dak ada yang sempurna begitupun halnya dengan partai politik. Namun bagaimana kita menilai kualitas par-tai politik tersebut dari ideologi dan platform yang diusung ditambah track record dari parpol itu sendiri.

Tidak Takut Disemprit

Tidak sedikit tayangan komedi yang mendapat “sempritan” dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Denny sendiri tidak khawatir hal itu akan juga dialami oleh ILK. Ia malah mempertanyakan acara se-rupa di stasiun tivi lain yang tengah diparodikannya itu. Hampir setiap episode diisi dengan perdebatan dengan nada-nada yang tinggi, bentakan dan bahkan hinaan. Cara bicara yang tidak konstruktif, tidak terstruktur, bahkan tidak sedikit dari mereka adalah kalangan intelektual. Terlebih lagi di dalamnya tidak ada

solusi yang dihasilkan.

Lebih parahnya lagi hal itu diton-ton oleh semua lapisan masyara-kat dari berbagai usia, tentu hal ini akan berpengaruh pada psikologis masyarakat Indonesia. Acara seper-ti inilah yang menurut Denny harus mendapat perhatian bahkan tegur-an dari KPI. Sementara di ILK sendiri, sebagaimana acara komedi yang menghibur, benturan-benturan la-wakan yang tidak terlepas dari fisik sudah biasa terjadi. Namun hal itu tentu masih dalam koridor norma kesopanan dan etika yang berlaku dalam masyarakat luas.

“Lawak itu adalah slapstick. Itu satu dari cara permainan. Di ma-syarakat Betawi ada yang namanya lenong yang di dalamnya selalu ter-dapat cela-celaan yang dijadikan ba-han lawakan. Tetapi setelah itu, ya sudah tidak diambil hati. Begitupun di ILK, walau begitu kami berusaha meminimalisir hal tersebut. Salah sa-tunya dengan mengikuti garis tema dan script yang telah dibuat oleh tim kreatif, namun pengembangannya disesuaikan dengan gaya lawakan masing-masing,” tuturnya.

Denny mengakui jika dalam per-jalanan waktu di dalam ILK juga muncul sentilan-sentilan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja ditujukan kepada beberapa pihak. Untuk hal itu ia menganggap bahwa kritikan yang disampaikan tujuan-nya tak lain adalah untuk menyadar-kan orang lain. Tinggal bagaimana penyampaian kritikan tersebut.

“Ketika kita mengkritik tapi tidak membawa solusi, itu bukan kritikan

Ketika kita mengkritik tapi tidak membawa solusi, itu bukan kritikan tapi penghinaan.

Page 73: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

73EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

tapi penghinaan,” tegas Denny.

Dari Kampus Ke Panggung Hiburan

Karir Denny Chandra dimulai di ta-hun 1984 ketika dirinya masih ber-status sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Bandung. Keti-ka itu ia bersama teman-temannya dari dua universitas, Padjajaran dan Parahyangan tampil memparodikan berbagai lagu yang tengah menjadi tren di masyarakat lewat bendera Padhyangan Project. Bahkan mere-ka sempat mengisi acara tetap di Ra-dio OZ Bandung, hingga kemudian Denny bersama teman-temannya mendapat kesempatan rekaman untuk album perdana mereka yang bertajuk Oo…lea…leo….

Tak dinyana album perdana mere-ka sukses, apalagi single mereka yang bertajuk Nasib Anak Kost yang merupakan plesetan (Parodi) dari lagu That’s The Way Love Goes yang dibawakan Janet Jackson meledak di pasaran. Setelah itu, bersama de-ngan Izhur Muchtar, Joehana, Daan Aria, Iyang Dharmawan, Deden Herman, dan Wawan Hanura ber-gabung dan membentuk kelompok baru bernama P-Project. Tak ber-beda jauh dengan lagu Nasib Anak Kost, single mereka lainnya pun se perti Good bye Ayu yang meru-pakan plesetan lagu Good Bye milik Air Supply dan Lagu Kalau Sempet yang merupakan parody lagu A Hole New World milik Celine Dion laris di pasar an. Dari sana tawaran mang-gung pun semakin membanjiri hari-hari mereka.

Meski telah disibukkan dengan berbagai acara dari panggung ke panggung, namun P-Project tidak melupakan perkuliahan. Bagi Denny pendidikan akademis sangat pen-ting, karena selain membuka pikir-an juga membuat semuanya serba terstruktur, sistematis dan akhirnya memudahkan langkah kerja. Bah-kan jika ada orang sukses yang mengatakan bahwa dia bisa sukses walau tanpa sekolah, Denny malah berpikir sebaliknya, orang itu akan lebih sukses lagi dari yang sekarang

ada jika dia bersekolah.

Seiring dengan kesuksesan di panggung hiburan tanah air, Denny beserta teman-temannya dalam P-Project pun berhasil meraih gelar sarjana. Walau begitu, darah seni yang mengalir di tubuh mereka be-gitu kental hingga kemudian Denny beserta rekan-rekannya pun memu-tuskan untuk pure mengabdikan diri mereka ke dalam dunia hiburan ta-nah air. Denny yakin dengan pikiran yang fokus akan mengembangkan sisi kreatifitas seseorang, hingga dari kreatifitas itulah membuahkan hasil yang dinamakan “rezeki”.

“Jadi istilahnya Kereatif, kalau lo kere ya harus aktif,”canda Deny.

Jika belakangan dunia hiburan tanah air diramaikan dengan mun-culnya komedian-komedian baru, Denny menganggap itu sebagai sesuatu yang positif. Ia tidak mera-sa tersaingi akan hal itu. Begitupun ketika ia mencoba melakukan rege-nerasi hingga terciptalah Project

Pop yang digawangi Tika Pangga-bean, Udjo, Yossie, Oon, Gugum, dan Odie, para adik kelasnya di kam-pus. Ia tidak takut rezekinya akan beralih ke para juniornya tersebut. Baginya Allah SWT sudah mengatur rezeki masing-masing Individu. Tak heran hingga lebih dari dua puluh tahun berkiprah dalam dunia hi-buran tanah air, Denny bersama teman-temannya tetap eksis dan memiliki tempat tersendiri di hati para penggemarnya. Salah satunya adalah dengan ILK (Indonesia Lawak Klub) yang dapat disaksikan di Trans 7 setiap malam Senin hingga Rabu.

“Saya bersyukur hingga saat ini P-Project masih eksis walau lebih banyak acara off air, dan kami pun para personilnya masih tetap kom-pak satu sama lain. Dari kepala Joe-hana belum botak sampai sekarang udah botak, kami masih tetap bisa berkarya dan mendukung satu sama lain. Semoga pertemanan ini dapat terus berlangsung sampai akhir ha-yat kami,” harap Denny. (Ayu)

Page 74: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

74 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Vini Vidi Vici. Datang, bertanding dan menang. Ungkapan itu rasanya bisa digunakan untuk Majalah Parlementaria DPR RI ketika untuk pertama kalinya mengikuti ajang Indonesia In-House Magazine Award (InMA) yang tahun ini dilaksanakan untuk ketiga kalinya. Bagi praktisi media kegiatan ini memiliki gengsi tersendiri apalagi digelar memeriahkan Hari Pers Nasional dan digawangi pula organisasi Serikat Perusahaan Pers (SPS).

BRONZE UNTUK PARLEMENTARIA

Page 75: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

75EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

“Ini merupakan apresiasi dari para juri profesional yang tentu punya kriteria yang objektif. Penghargaan ini menunjukkan kita sudah berada di jalur yang benar dan sekaligus memotivasi kita untuk bisa lebih baik,” kata Kepala Biro Humas dan Pemberitaan Setjen DPR Djaka Dwi Winarko usai menerima penghargaan langsung dari Ketua Umum SPS yang juga Menteri BUMN Dahlan Iskan di Bengkulu, awal Februari lalu.

Mungkin bagi sebagian orang bronze bukanlah capaian penting seperti ketika menggenggam gold. Tapi bagi majalah Parlementaria

yang dirintis sejak 43 tahun lalu, b er k ar y a d i ten gah tuntut an menyajikan terbaik bagi anggota dewan, keluarga besar kesetjenan dan tentu masyarakat, capaian ini seperti pelepas dahaga asli bahkan unbelievable. “Ini benar kita akan dapat penghargaan,”tanya Djaka untuk kedua kalinya kepada Tim Parle beberapa saat sebelum menghadiri perhelatan di Hotel Santika, Bengkulu.

Rasa syukur atas keberhasilan ini juga disampaikan Sekjen DPR Winantuningtyastiti. “Kita bersyukur sekali kita mendapat penghargaan, tugas berat bagi Parlementaria bisa membangun komunikasi diantara anggota dewan juga dengan masyarakat ditengah beragam pemberitaan yang dimunculkan rekan-rekan media lain,” ungkapnya. Ia meminta tidak cepat berpuas diri dengan terus melakukan inovasi. Salah satu yang menjadi perhatiannya adalah distribusi kepada masyarakat. Memang Parlementaria sejatinya adalah majalah internal, namun seiring perkembangan, setahap demi setahap

mulai melayani kebutuhan informasi eksternal yang ingin mengetahui kinerja wakilnya di parlemen. Saat ini distibusi sudah disampaikan ke Kantor DPRD di seluruh Indonesia, Perpustakaan, Kampus, Kantor Kecamatan, Kedutaan Besar Republik Indonesia, Ruang Tunggu Bandara Soekarno- Hatta.

“ Saya sendir i beberapa kali mendapat feedback ke telepon genggam saya dari beberapa pihak, memberi komentar terhadap p e mb e r i t aan P ar l e m e nt ar ia . Distrubusi di bandara ternyata juga cukup berhasil ya, karena kalau pesawat delay mereka pasti mencari bacaan dan kebetulan Parlementaria tersedia. Setelah membaca mereka bisa bawa ke daerah tujuan mereka, tentu majalah ini menjadi lebih tersebar,” lanjutnya.

Harapan ditengah keberhasilan ini juga disampaikan sejumlah anggota dewan. A l Muzammil Yusuf, Wakil Ketua Komisi III meminta Parlementaria menjadi majalah rujukan tentang keparlemenan. “Media kita ini memang harus terdepan dalam menyampaikan informasi par lemen, menjadi rujukan tentang parlemen, rujukan politik,” tandasnya. Sementara itu Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Adjeng Ratna Suminar mendukung perluasan distribusi majalah Parlementaria. Menurutnya patut dipertimbangkan peningkatan penyebaran ke ruang baca publik seper ti perpustakaan kampus diseluruh Indonesia dan Pondok Pesantren. “Langkah ini perlu agar

Kita bersyukur sekali kita mendapat penghargaan, tugas berat bagi Parlementaria bisa membangun komunikasi diantara anggota dewan juga dengan masyarakat ditengah beragam pemberitaan yang dimunculkan rekan­rekan media lain.

Page 76: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

76 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

Fitri Wahyuningsih, Majalah Kampus Universitas Lampung, Teknokrat.

“Selamat ya bisa menang, majalah kita juga dapat penghargaan. Semoga keberhasilan ini menyemangati apalagi kita memang sering mengkritik DPR.”

Eva Chairunisa, Manajer Humas, PT. KAI Commuter Jabodetabek.

“Penilaian ini saya rasa sangat objektif dan ini membuktikan kualitas kerja dari rekan-rekan yang patut dihargai. Saya dengar ada kerja sama dengan Merpati dalam distribusi, kita di KCJ juga siap membangun sinergi.”

Toeti Adhitama, Anggota Dewan Redaksi Media Group.

“Selamat ya. Bagi saya setiap orang melihat sesuatu bisa dengan perspektif yang berbeda-beda. Nah saya minta Parlementaria jangan hanya menyajikan yang bagus-bagus saja tentang Dewan.”

Adita Irawati, VP Corporate Communications Telkomsel.

“Buat saya pribadi capaian Parle-men taria luar biasa, karena kita tahu yang namanya DPR banyak isu yang mungkin hampir tiap hari kita baca, kita lihat dan kita dengar di media. Nah diantara yang riuh rendah itu kemudian Tim Sekjen sendiri bisa membuat media yang bukan hanya jadi media komunikasi internal tapi juga bagi eksternal, saya rasa itu luar biasa.”

Tarrence Palar, Promotion Manager, Harian Kompas

“Segala sesuatu perlu penyeimbang, kalau media luar melihat dari kaca mata lain nah media internal seperti Parlementaria pasti punya informasi berbeda, yang terpenting konten objektif dan bermanfaat bagi publik.”

generasi muda bisa memahami DPR dalam perspektif yang mungkin berbeda dari sejumlah media yang sudah ada,” paparnya.

Dalam ajang InMA 2014 untuk kategori Majalah Pemerintah selain Parlementaria DPR juga mendapat

penghargaan diantaranya Media-kom- Kementer ian Kesehatan, Warta BPK dan Media Keuangan-Kementerian Keuangan. SPS juga memberikan penghargaan cover terbaik kepada sejumlah surat kabar dan majalah nasional dalam ajang yang diberi nama IPMA - Indonesia

Print Media Award. Sejumlah media mendapat penghargaan diantaranya Koran Tempo, Kompas, Republika dan Koran Sindo. Untuk kategori Majalah Lokal Berita Ekonomi dan Bisnis peraih penghargaan diantaranya Gatra, SWA dan Tempo. (iky)

Meylan Komarudin, Art Director, Majalah Femina

“Ramainya pemberitaan negatif sebenarnya tidak terlalu berpengaruh pada media internal Parlementaria. Selanjutnya perlu ditingkatkan karena kalau sudah ada penghargaan ini berarti sudah ada respon positif.”

Page 77: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

77EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

A k h i r n y a Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersa-ma Pemerintah Republik Indonesia me-nyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perdagangan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripur-na DPR pada tanggal 11 Februari 2014. Proses persetujuan RUU Perdagangan tersebut dilakukan setelah melalui tahap an pembentukan UU sebagaima-na mestinya yang diatur dalam UU No-mor 12 Tahun 2011 tentang Pemben-tukan Peraturan Perundang-undangan. Proses pembahasan RUU Perdagangan di DPR RI berlangsung hampir 2 tahun, sejak diusulkan oleh Pemerintah ber-dasarkan Surat Presiden RI Nomor R-29/Pres/03/2012 tertanggal 5 Maret 2012 dan Keputusan Rapat Konsultasi Peng-ganti Rapat Badan Musyawarah DPR RI tanggal 6 Maret 2012 yang ditindak-lanjuti dengan Surat Pimpinan DPR RI Nomor TU.04/02287/DPRRI/III/2012 tanggal 7 Maret 2012 yang memutus-kan bahwa pembahasan RUU tentang Perdagangan dilakukan oleh Komisi VI DPR RI bersama-sama dengan Peme-rintah.

UU tentang Perdagangan merupakan tonggak sejarah bagi DPR dan Peme-rintah membuat kebijakan (regulasi) di sektor Perdagangan nasional setelah selama 80 tahun menggunakan aturan Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934. Kebijakan (regulasi) dalam ben-tuk Peraturan Perundang-undangan di bidang Perdagangan yang berlaku pada saat ini masih bersifat parsial, se-perti Undang-Undang tentang Barang, Undang-Undang tentang Pergudangan, Undang-Undang tentang Perdagangan Barang-barang dalam Pengawasan, Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang, dan Undang-Undang tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. La-hirnya UU Perdagangan ini adalah untuk menyinkronkan seluruh Peraturan Per-undang-undangan di bidang Perdagan-

gan guna mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur serta dalam menyikapi perkembangan situasi Perdagangan era globalisasi pada masa kini dan masa de-pan.

UU Perdagangan terdiri atas 19 bab dan 122 pasal, aspek utamanya ber-tujuan meningkatkan pertumbuhan Ekonomi Nasional, baik terkait upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang seluas-luasnya maupun mendo-rong kemajuan ekonomi bangsa, serta berdasarkan asas kepentingan nasi-onal, kepastian hukum, adil dan sehat, keamanan berusaha, akuntabel dan transparan, kemandirian, kemitraan, kemanfaatan, kesederhanaan, keber-samaan, dan berwawasan lingkungan. Secara umum, Undang-Undang tentang Perdagangan memuat materi pokok se-suai dengan lingkup pengaturan yang meliputi Perdagangan Dalam Negeri, Perdagangan Luar Negeri, Perdagangan Perbatasan, Standardisasi, Perdagangan melalui Sistem Elektronik, Pelindungan dan Pengamanan Perdagangan, Pem-berdayaan Koperasi serta Usaha Mikro, kecil, dan menengah, pengembangan Ekspor, Kerja Sama Perdagangan In-ternasional, Sistem Informasi Perdaga-ngan, tugas dan wewenang Pemerintah di bidang Perdagangan, Komite Perda-gangan Nasional, Pengawasan, serta penyidikan.

Perlindungan dan Keberpihakan

Menurut Airlangga Hartarto, penge-sahan UU Perdagangan didasari ke-inginan untuk mendorong daya saing sektor perdagangan Indonesia dan memperkuat Produk Dalam Negeri demi kepentingan nasional. Hal ini sebagai representasi dari komitmen besar DPR RI dan Pemerintah untuk menjaga sektor Perdagangan Nasional agar dapat mem-berikan daya dorong dan nilai tambah bagi perekonomian nasional, terutama

dalam menumbuhkan perekonomian kecil melalui pengaturan perizinan, tata ruang, zonasi dengan memperhatikan jarak dan lokasi pendirian, kemitraan, dan kerja sama usaha. Zonasi yang-dimaksudkan untuk penentuan jarak antara pasar rakyat/tradisional dengan pasar modern, sehingga tidak terjadi kanibalisme pasar.

UU Perdagangan juga sebagai salah satu pilar strategis bagi kesinambungan kinerja dan kedaulatan ekonomi nasi-onal serta manifestasi dari keinginan untuk memajukan sektor perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan yang mengedepankan kepentingan nasio-nal. Hal ini jelas tertuang dalam keten-tuan Pasal 2 huruf a bahwa “kebijakan Perdagangan disusun berdasarkan asas kepentingan nasional”. Artinya secara eksplisit kebijakan perdagangan nasion-al semata-mata ditujukan untuk melin-dungi nasional dalam bentuk dorongan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing perdagangan, peningkatan akses pasar bagi produksi dalam nege-ri, memperluas pasar tenaga kerja, pe-lindungan konsumen, menjamin kelan-caran/ketersediaan barang dan/atau jasa, pengembangan dan penguatan usaha mikro-kecil-menengah terma-suk koperasi, serta pemberian fasilitas pengembangan sarana perdagangan.

Perlindungan kepentingan nasional dalam UU Perdagangan dirumuskan dalam fungsi kebijakan, pengaturan, dan pengendalian di sektor perdagang-an, khususnya menyangkut stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan penting bagi masyarakat, melindungi produksi dalam negeri, penguatan daya saing produk domestik, pengendalian impor serta peningkatan ekspor ba-rang bernilai tambah tinggi. Selain itu, pemerintah dapat melakukan intervensi pengamanan pasokan dalam negeri me-lalui pengendalian ketersediaan barang

M. Najib IbrahimPerancang Muda Bidang INDAG Deputi PUU Sekretariat Jenderal DPR RI, Anggota Tim Kerja Pembahasan RUU tentang Perdagangan Sekretariat Jenderal DPR RI

OPINI

Page 78: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

78 EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

kebutuhan pokok dan/atau barang pen-ting yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Pasal 25). Di dalam ketentuan Pasal 26, dalam kondisi tertentu yang dapat menganggu kegiatan Perdagang-an nasional Menteri juga menetapkan kebijakan harga, pengelolaan stok dan logistik, serta pengelolaan Ekspor dan Impor. Tindakan Menteri terse-but dilakukan dalam rangka menjamin pasokan dan stabilisasi harga Barang kebutuhan pokok dan Barang penting untuk menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen dan melindungi pendapatan produsen.

Pemihakan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk koperasi juga faktor penting dalam UU Perdagangan sebagai upaya mendorong berkem-bangnya daya saing produk lokal di pasar domestik, dengan membuka ak-ses pasar bagi para pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui pelibatan dalam pameran-pameran ser-ta memberikan pelatihan (bimbingan teknis). Secara khusus bentuk pemi-hakan kepada pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dimuat dalam Bab Pemberdayaan agar Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melaku-kan pemberdayaan terhadap koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah di sektor Perdagangan dapat berupa pemberian fasilitas, insentif, dan/atau bantuan permodalan, bantuan promo-si, serta pemasaran. Dalam melakukan promosi dagang yang berupa pameran dagang di luar negeri-pun, Pemerintah mengikutsertakan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah Pasal (Pasal 75 ayat (4)).

Penggunaan Produk Dalam Negeri

Saat ini kebijakan penggunaan produk dalam negeri masih sebatas himbauan tanpa ada kejelasan aturan prosedur yang jelas, baik kewajiban bagi instansi pemerintah maupun bagi pelaku usaha lokal. Keberadaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 tentang Peng-gunaan Produk Dalam Negeri dalam

pengadaan barang/jasa Pemerintah belum mampu mengoptimalkan peng-gunaan produk dalam negeri di selu-ruh jajaran instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD), dan Kontrak-tor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan pemerintah. Melalui UU Perdagangan, ada kejelasan upaya dari Pemerin-tah, Pemerintah Daerah, dan/atau pe-mangku kepentingan lainnya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri, melalui promosi, sosialisasi, atau pemasaran dan mene-rapkan kewajiban menggunakan Produk Dalam Negeri.

Kebijakan penggunaan produk dalam negeri antara lain bertujuan: pertama, mendorong penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah termasuk BUMN dan BUMD; kedua, memacu dunia usaha nasional untuk selalu me-ningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta mutu produknya guna meraih kepercayaan konsumen dalam negeri; ketiga, memperkuat basis produksi nasional agar mampu bersaing di pasar dalam negeri; keempat, mem-bangun kesadaran serta menciptakan pemahaman bahwa industri dalam neg-eri telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat; dan kelima, memberikan teladan bagi masyarakat untuk meng-gunakan produk dalam negeri serta membangun kecintaan bangsa Indone-sia terhadap produk dalam negeri.

Untuk mendukung kebijakan peng-gunaan produk dalam negeri, UU Perdagangan juga mengamanatkan perlindungan terhadap produk-produk esensial yang dibutuhkan guna mem-perkuat pembangunan nasional, seperti bahan baku bangunan dan bahan bakar mesin/BBM Media Indonesia, 19 Feb-ruari 2014. Bahkan Pemerintah dapat menetapkan larangan atau pembatasan Perdagangan Barang dan/atau Jasa un-tuk kepentingan nasional dengan alasan melindungi kedaulatan ekonomi. Secara

lebih jauh lagi, Peme rintah membuat regulasi khusus dengan me ngatur ke-giatan Perdagangan Luar Nege ri melalui kebijakan dan pengendalian di bidang Ekspor dan Impor, yang salah satunya diarahkan untuk peningkatan daya sa-ing produk Indonesia.

Terkait dengan kebijakan dan pe-ngendalian di bidang Ekspor dan Impor, maka Pemerintah bisa melarang dan membatasi ekspor dan impor Barang untuk kepentingan nasional dengan alasan melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum dan/atau me-lindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup. Tindakan pem-batasan ekspor dan impor juga dilaku-kan untuk alasan tertentu, yaitu: men-jamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, menjamin ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan di dalam negeri, melin-dungi kelestarian sumber daya alam, meningkatkan nilai tambah ekonomi bahan mentah dan/atau Sumber Daya Alam, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditas Ekspor tertentu di pasaran internasio-nal, menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri, membangun, mempercepat, dan melindungi indus-tri tertentu di dalam negeri; dan/atau menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca Perdagangan.

Bentuk proteksi lain terhadap produk dalam negeri adalah dengan mengatur produk asing yang membanjiri pasar domestik. Selain harus sesuai SNI, produk dari luar negeri juga wajib men-cantumkan label berbahasa Indonesia sebagai bentuk pelindungan terhadap konsumen. Di dalam Pasal 6 menyebut-kan bahwa “Setiap pelaku usaha wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri”. Ke-tentuan ini mengharuskan, termasuk produsen asing agar menjual barang berkualitas dan memenuhi standar, bu-kan barang sisa ekspor yang dibuang ke pasar domestik. Dengan adanya kebi-jakan dan pengendalian ini, akan mam-pu memberikan landasan bagi pem-bangunan perdagangan dalam rangka mewujudkan perdagangan nasional yang maju dan berdaya saing.

Pemihakan kepada usaha mikro, kecil, dan mene­ngah termasuk koperasi juga faktor penting dalam UU Perdagangan sebagai upaya mendorong berkembangnya daya saing produk lokal di pasar domestik

OPINI

Page 79: Edisi 110 TH. XLIV, 2014

79EDISI 110 TH. XLIV, 2014PARLEMENTARIA

R a p a t ko n s u l t a s i membahas sertifi-kasi siswa SMK Pe-nerbangan Bandung yang berhasil mera-

kit pesawat terbang Jabiru 1430. Di-katakan Marzuki, kita telah memiliki Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Penerbangan, tetapi tidak ada lem-baga yang mensertifikasi tamatan SMK itu memiliki keahlian dalam hal kedirgantaraan. “Ini berbahaya, sebab bisa-bisa nanti tenaga kerja kedirgantaraan Indonesia akan diisi oleh tenaga-tenaga kerja dari Ase-an, akhirnya tenaga kerja tamatan

SMK kita akan kalah bersaing,” tan-dasnya.

Dengan joke segarnya Ketua DPR mengatakan, kalau Pak Jokowi se-bagai Walikota Solo dengan mobil SMK-nya akhirnya bisa jadi Guber-nur, maka pejabat yang membantu memproduksi pesawat bisa jadi Presiden. Kontan saja, canda segar dari politisi Demokrat ini mengun-dang gelak tawa para hadirin tak terkecuali Menhub Mangindaan dan Menristek Gusti Muhamad Hatta.

Ketua DPR Marzuki Alie me-ngatakan, pada tahun 2015 akan memasuki pasar bebas di tingkat Asean, dimana akan mengalir arus uang, barang dan juga arus teknologi dan tenaga kerja. Pertum-buhan industri dirgantara sekarang maju pesat dan imbasnya frekuensi pener bangan di Indonesia mening-kat sangat tajam. Konsekuensinya akan memerlukan jumlah sumber daya manusia yang besar pula.

“Kami mendesak program ser-tifikasi segera dilaksanakan mulai tahun 2014 ini. Kalau ada hambatan dana, bisa dilakukan revisi dalam APBN-Perubahan. Jangan menunggu tahun 2015 dimana orang-orang dari negara Asean sudah meme-nuhi ruang-ruang kerja bidang kedirgantaraan Indonesia, akhirnya tenaga kerja kita tersingkirkan,” tandas Marzuki Alie.

Di sisi lain, banyaknya tenaga te-rampil dari lulusan SMK adalah hik-mah dari kebijakan pemerintah yang memperbanyak sekolah kejuruan. Mereka perlu segera dibantu dan dicari jalan keluarnya, sebab setelah lulus harapan mereka bisa segera bekerja. “Karena itu mereka jangan dihambat hanya karena ijazahnya belum disertifikasi sehingga tidak bisa masuk pasar kerja,” tegas Mar-zuki menambahkan. (mp)

POJOK PARLE

Suasana sidang-sidang DPR tidak selamanya berlangsung tegang dan serius, justru untuk menghilangkan kejenuhan seringkali diwarnai canda dan gelak tawa yang menyegarkan. Kali ini terjadi saat Ketua DPR Marzuki Alie didampingi Wakil Ketua Komisi V Muhidin M. Said dan Michael Wattimena, Wakil Ketua Komisi VII Ahmad Farial dan Wakil Ketua Komisi X Utut Adianto dan anggota Komisi X Popong Oce Djundjunan menggelar rapat konsultasi dengan Menhub E.E Mangindaan, Menristek  Gusti Mohamad Hatta dan wakil dari Kemendikbud, di Gedung DPR, Senayan, belum lama ini.

Kalau Pak Jokowi sebagai Walikota Solo dengan mobil SMK­nya akhirnya bisa jadi Gubernur, maka pejabat yang membantu memproduksi pesawat bisa jadi Presiden.

Page 80: Edisi 110 TH. XLIV, 2014