Download (DOC, 407KB)

23
Better Work Indonesia Laporan Sintesis Tematik Kesehatan dan Keselamatan Kerja Dibuat : Desember 2014 Page 1 of 24 Better Work Indonesia is funded by the Australian Government, Netherlands Ministry of Foreign Affairs and State Secretariat for Economic Affairs (SECO), Switzerland

Transcript of Download (DOC, 407KB)

Page 1: Download (DOC, 407KB)

Better Work Indonesia Laporan Sintesis Tematik

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Dibuat : Desember 2014

Page 1 of 21

Better Work Indonesia is funded by the Australian Government, Netherlands Ministry of Foreign Affairs and State Secretariat for Economic Affairs (SECO), Switzerland

Page 2: Download (DOC, 407KB)

Copyright © International Labour Organization (ILO) and International Finance Corporation (IFC) (2014)First published (2014)Publications of the ILO enjoy copyright under Protocol 2 of the Universal Copyright Convention. Nevertheless, short excerpts from them may be reproduced without authorization, on condition that the source is indicated. For rights of reproduction or translation, application should be made to the ILO, acting on behalf of both organisations: ILO Publications (Rights and Permissions), International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland, or by email: [email protected]. The IFC and ILO welcome such applications.

Libraries, institutions and other users registered with reproduction rights organisations may make copies in accordance with the licenses issued to them for this purpose. Visit www.ifrro.org to find the reproduction rights organization in your country.

ILO Cataloguing in Publication Data

Better Work Indonesia: Thematic Synthesis Report: OSH / International Labour Organization; International Finance Corporation – Geneva: ILO 2014

1 v.ISSN 2227-958X (web pdf) International Labour Organization; International Finance Corporationclothing industry / textile industry / working conditions / workers rights / labour legislation / ILO Convention / international labour standards / comment / application / Indonesia08.09.3

The designations employed in this, which are in conformity with United Nations practice, and the presentation of material therein do not imply the expression of any opinion whatsoever on the part of the IFC or ILO concerning the legal status of any country, area or territory or of its authorities, or concerning the delimitation of its frontiers.

The responsibility for opinions expressed in signed articles, studies and other contributions rests solely with their authors, and publication does not constitute an endorsement by the IFC or ILO of the opinions expressed in them.

Reference to names of firms and commercial products and processes does not imply their endorsement by the IFC or ILO, and any failure to mention a particular firm, commercial product or process is not a sign of disapproval.

ILO publications can be obtained through major booksellers or ILO local offices in many countries, or direct from ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland. Catalogues or lists of new publications are available free of charge from the above address, or by email: [email protected]

Visit our website: www.ilo.org/publns

Copyright © International Labour Organization (ILO) and International Finance Corporation (IFC) (2014) First published (2014)

Page i of 21

Page 3: Download (DOC, 407KB)

Ucapan Terimakasih

Better Work Indonesia didukung oleh pihak-pihak berikut ini (dalam urutan alphabet):

Pemerintah Australia Kementerian Luar Negeri Belanda Kementerian Ekonomi [State Secretariat for Economic Affairs (SECO)], Swiss

Program Better Work Global didukung oleh pihak-pihak berikut ini (dalam urutan alphabet):

Pemerintah Australia Kementerian Luar Negeri Denmark, DANIDA Kementerian Luar Negeri Belanda Kementerian Ekonomi [State Secretariat for Economic Affairs, Switzerland (SECO)], Swiss

Publikasi ini tidak mewakili pandangan atau kebijakan dari organisasi atau lembaga yang namanya disebut di atas, atau menyebutkan nama dagang, produk komersial atau organisasi yang didukung oleh mereka.

Page ii of 21

Page 4: Download (DOC, 407KB)

Daftar Isi

Daftar IsiUcapan Terimakasih............................................................................................................................... iiDaftar Isi................................................................................................................................................ iiiRingkasan ..............................................................................................................................................4BAB I: Pendahuluan dan Metodologi......................................................................................................6

Pendahuluan......................................................................................................................................6Metodologi Better Work untuk Laporan Tematik...............................................................................7

BAB II : Hasil Temuan.............................................................................................................................8BAB III : Inisiatif Sistem Manajemen K3 hingga saat ini........................................................................14BAB IV: Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan.................................................................................15Lampiran..............................................................................................................................................17

Lampiran A: Pabrik-pabrik yang diliput dalam laporan ini................................................................17

Page iii of 21

Page 5: Download (DOC, 407KB)

RingkasanProgram Better Work Indonesia yang merupakan kemitraan antara International Labour Organization (ILO) dan International Finance Corporation (IFC) diluncurkan pada tahun 2011. Program ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing pada industri pakaian jadi dengan meningkatkan kinerja ekonomi di tingkat perusahaan dan dengan meningkatkan kepatuhan terhadap undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia serta prinsip-prinsip Deklarasi ILO mengenai Prinsip Dasar dan Hak di tempat kerja.

Program ini melibatkan pabrik-pabrik yang berpartisipasi dengan melakukan penilaian independen dan menawarkan pelayanan konsultasi dan pelatihan. Sebagai bagian dari mandatnya untuk berbagi informasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam program dan mendorong peningkatan yang berkelanjutan, Better Work Indonesia membuat laporan sintesis publik tahunan yang menyatukan berbagai informasi mengenai kinerja dari pabrik-pabrik yang ikut serta pada periode pelaporan. Sampai tahun 2013, Better Work juga akan membuat laporan sintesis tematik pada tema terpilih dengan keterkaitannya dengan industri garmen nasional. Laporan ini akan memberikan keleluasaan bagi program untuk membahas secara lebih dalam isu-isu terkait. Ini adalah laporan sintesis tematik kedua untuk Better Work Indonesia yang berfokus pada sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja (K3).

Sejak memulai pelayanannya pada 2011, program Better Work Indonesia menilai kesehatan dan keselamatan kerja sebagai sesuatu yang memiliki tingkat ketidakpatuhan tertinggi dibandingkan dengan tujuh kelompok lain yang juga dinilai. Analisis awal yang dilakukan oleh penasihat perusahaan dan manajemen pabrik menunjukkan bahwa peningkatan kesehatan dan keselamatan kerja dilakukan dengan cara yang tidak sistematis; karenanya peningkatan kualitas K3 tidak dapat bertahan dan ketidakpatuhan tidak dapat dikurangi secara drastis. Better Work Indonesia juga mencatat bahwa isu kesehatan dan keselamatan kerja tidak akan dapat ditingkatkan tanpa adanya komite K3 yang bekerja dengan baik, yang masih menjadi permasalahan pada kebanyakan perusahaan yang menjadi sample dalam penilaian ini. Meskipun pabrik-pabrik di Indonesia telah mendirikan komite K3, komite menggunakan piranti untuk meningkatkan K3, namun tidak memiliki program khusus atau ahli-ahli K3. Isu utamanya adalah manajemen senior jarang yang memberikan perhatian dalam hal K3 di tempat kerja dan seringkali hanya menyatakan kebijakan K3 tanpa benar-benar melaksanakannya. Tidak ada budaya keselamatan

Secara keseluruhan ada kecenderungan menurunnya ketidakpatuhan untuk semua pertanyaan yang berhubungan dengan manajemen K3 pada kunjungan penilaian kedua oleh Better Work Indonesia, dengan pengecualian akan persyaratan adanya pemadam kebakaran terlatih dan ahli di bidang keselamatan kebakaran, karena baru diperkenalkan pada Alat Penilaian Kepatuhan pada September 2013. Peningkatan yang cukup kentara adalah tersedianya tempat duduk bagi para pekerja yang berdiri dalam melakukan pekerjaannya. Berikut ini adalah hasil-hasil temuan utama:

Dari 78 pabrik yang menjadi sample, 53 diantaranya (68%) memiliki komite K3 yang tidak berjalan. Tidak terdapat ahli K3 yang memiliki sertifikasi yang menjadi sekretariat komite, manajemen tidak mengepalai komite, tidak adanya pertemuan bulanan atau kegiatan komite tidak dilaporkan pada Dinas Tenaga Kerja setempat.

43 pabrik (55%) belum melakukan evaluasi awal tentang masalah keselamatan dan kesehatan atau telah melakukan evaluasi awal namun tidak pada semua bidang atau bagian produksi yang dievaluasi. Pada beberapa kasus, evaluasi itu tidak pernah diperbaharui sehingga bisa sejalan dengan perubahan yang dilakukan di pabrik misalnya pengaturan ulang denah pabrik atau penambahan proses produksi

Hanya 30 pabrik dari 78 pabrik yang telah menandai dan memasang jalur keluar dan penyelamatan diri yang jelas, sementara 48 pabrik lainnya (63%) memiliki kasus dimana tanda panah, jalur penyelamatan diri dan/atau tanda keluar sudah tidak jelas lagi, jalur

Page 4 of 21

Page 6: Download (DOC, 407KB)

penyelamatan diri tidak mengarah keluar bangunan, atau tidak diperbarui setelah perombakan denah produksi. Beberapa jalur penyelamatan diri dan pintu keluar darurat pada 39 pabrik (50%) terhalang oleh pekerjaan perbaikan atau lebarnya jalur penyelamatan diri terlalu sempit untuk evakuasi yang aman.

53 pabrik (68%) tidak memiliki sistem deteksi kebakaran otomatis (pengindria asap atau pengindria panas) pada wilayah-wilayah dimana jumlah pekerja sedikit, atau dimana pekerja jarang berada misalnya di gudang atau daerah bongkar/muat. Pada beberapa pabrik, sistem pengindria api telah terpasang namun tidak dilakukan inspeksi teratur. Dari 78 pabrik yang menjadi sampel, 43 diantaranya telah membentuk tim pengendalian kebakaran, namun tidak memiliki pemadam kebakaran bersertifikat atau ahli keselamatan kebakaran, atau belum membentuk tim pengendalian kebakaran di lokasi. Persyaratan perlunya memiliki ahli keselamatan kebakaran yang bersertifikat yang menjadi bagian dari tim pengendalian kebakaran dimasukkan ke dalam CAT pada bulan September 2013.

75 pabrik (95%) tidak memiliki Surat Laik Fungsi (SLF), tidak menyimpan salinan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di lokasi, atau memiliki IMB. Penasihat perusahaan mengamati retak pada dinding atau kebocoran pada langit-langit bangunan produksi. Kesemua 75 pabrik tidak mengetahui mengenai peraturan keselamatan bangunan sebelum adanya Better Work.

39 pabrik (50%) tidak memasang pengaman mesin pada beberapa mesin misalnya mesin jahit, mesin pemasang kancing, mesin penggiling atau mesin pemotong kain. 44 pabrik (56%) telah melakukan pelatihan mengenai alat pelindung diri; namun tidak terlalu efektif karena sejumlah besar pekerja (40-60% dari total pekerja) tidak menggunakan alat pelindung diri yang disediakan saat bekerja.

41 pabrik (53%) tidak menyediakan tempat duduk bagi para pekerja yang melakukan pekerjaannya sambil berdiri, misalnya pada bagian pengepakan, penyetrikaan, dan bagian QC (Kendali Mutu=Quality Control).

Dari 78 pabrik, 39 (50%) tidak melakukan pengukuran suhu di tempat kerja, terutama pada daerah-daerah berisiko tinggi dimana pekerja sering melaporkan mereka mengalami kepanasan berlebihan, misalnya di bagian penyetrikaan, atau di daerah yang tidak berventilasi baik, misalnya pada percetakan, ruang bahan kimia/pembersihan kotoran.

Better Work Indonesia dan beberapa pihak lain telah melakukan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada industri ini, namun masih banyak yang perlu dilakukan. Kekhawatiran utama adalah bahwa pemberi kerja enggan memiliki pegawai di lapangan yang memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai K3 dan keselamatan kebakaran.

Bagian akhir dari laporan ini berisi rekomendasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk membantu memasikan industri garmen Indonesia aman bagi para pekerja dan berisiko rendah, dan karenanya bisa menarik investor asing.

Page 5 of 21

Page 7: Download (DOC, 407KB)

BAB I: Pendahuluan dan Metodologi Pendahuluan

Sektor garmen di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia, dan setiap tahunnya bertumbuh hingga 8%, karena banyak perusahaan yang berpindah dari Cina ke Indonesia. Sektor ini akan terus menerus diharapkan menjadi penyumbang terbesar pada ekonomi Indonesia di masa yang akan datang mengingat keuntungan yang Indonesia miliki untuk industri padat karya dan pasar dalam negeri yang cukup besar dari 240 juta penduduk Indonesia. Karena krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008, terjadi pengurangan jumlah pabrik, produksi dan ekspor dari sektor garmen. Namun kecenderungan ini mulai mengalami kondisi yang berbalik sejak tahun 2011. Indonesia kini berada pada peringkat ke 12 dari ekspor tekstil dunia.

Program Better Work Indonesia, yang merupakan kemitraan antara International Labour Organization dan International Finance Corporation, bertujuan untuk meningkatkan kinerja di tingkat perusahaan dan mendorong daya saing industri garmen dengan meningkatkan kepatuhan terhadap undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia dan standard perburuhan utama ILO pada pabrik garmen.

Program ini bekerja sama dengan pabrik-pabrik yang berpartisipasi dengan melakukan penilaian independen dan memberikan pelayanan konsultasi dan pelatihan. Sebagai bagian dari mandatnya untuk berbagi informasi dengan seluruh pemangku kepentingan program dan mendorong peningkatan yang berkelanjutan, Better Work Indonesia menggunakan agregat data penilaian pabrik untuk membuat laporan sintesis publik setiap tahun yang mengevaluasi kinerja dari para pabrik yang berpartisipasi dalam periode pelaporan.

Sampai tahun 2013, Better Work juga akan membuat laporan sintesis tematik setiap tahun dengan tema terpilih yang berkaitan dengan industri garmen nasional. Hal ini akan memberikan kemungkinan bagi program untuk menggali isu-isu terkait dengan lebih dalam. Ini merupakan laporan tematik kedua untuk Better Work Indonesia dengan fokus pada sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.

Page 6 of 21

Page 8: Download (DOC, 407KB)

Metodologi Better Work untuk Laporan Tematik Better Work melakukan penilaian pabrik untuk memantau kepatuhan terhadap standard ketenagakerjaan internasional utama dan undang-undang ketenagakerjaan di tingkat nasional. Setelah penilaian, laporan terinci juga diberikan kepada pabrik dan para buyer mereka. Laporan teragregasi di tingkat industri juga dikeluarkan sekali dalam setahun. Pada laporan di tingkat industri dan parbik, Better Work menyoroti temuan-temuan yang menunjukkan ketidakpatuhan. Dengan melaporkan angka-angka tersebut, diharapkan laporan ini dapat membantu pabrik dan para pemangku kepentingan lain untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang masih membutuhkan peningkatan. Mengumpulkan dan melaporkan data ini akan membantu pabrik menunjukkan komitmen mereka dalam meningkatkan kondisi kerja.

Pada penilaian pabrik dan laporan sintesis yang biasa, Better Work mengatur pelaporan ke dalam delapan bidang atau kelompok standard ketenagakerjaan. Empat kelompok dibuat berdasarkan hak dasar di tempat kerja (Pekerja Anak, Diskriminasi, Kerja Paksa, dan kebebasan berserikat dan perundingan bersama), dan empat lainnya dibuat berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan nasional yang berhubungan dengan kondisi kerja (ganti rugi, Kontrak dan SDM, K3, dan waktu kerja).

Better Work memaparkan temuan-temuan ketidakpatuhan dalam bentuk pertanyaan. Jawaban dari setiap pertanyaan dicatat dalam format biner, dan kemudia dirata-rata pada seluruh pabrik yang bersangkutan. Misalnya rata-rata 100% temuan ketidakpatuhan untuk pertanyaan mengenai penyimpanan bahan kimiawi dan bahan-bahan berbahaya maksudnya adalah semua pabrik yang terlibat melakukan satu pelanggaran di bidang tersebut.

Laporan tematik ini berfokus pada kelompok Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan fokus pada kepatuhan terhadap Tanggap Darurat, Sistem Manajemen K3, Perlindungan Pekerja dan Lingkungan Kerja. Dari pabrik-pabrik yang dinilai pada periode antara September 2013 hingga September 2014, analisis ini berfokus hanya pada pertanyaan-pertanyaan dimana tingkat ketidakpatuhan atau prosentase pabrik yang tidak patuh lebih atau sama dengan 50 persen. Pertanyaan-pertanyaan ini bersamaan dengan poin kepatuhan mereka terdapat pada tabel di bawah ini.

Poin dan Pertanyaan Kepatuhan Tanggap Darurat Apakah pintu-pintu darurat dan jalur penyelamatan diri ditandai dengan jelas dan ditempatkan di tempat kerja?Apakah pintu-pintu darurat dapat diakses, tidak terhalang dan tidak terkunci saat jam kerja termasuk jam lembur? Apakah tempat kerja memiliki sistem deteksi kebakaran dan alarm? Apakah pemberi kerja menunjuk dan melatih tim tanggap kebakaran? Sistem Manajemen K3Apakah pemberi kerja memastikan bangunan itu aman dan memiliki ijin yang dibutuhkan?*Apakah pabrik memiliki Panitia K3?Apakah pemberi kerja melakukan tinjauan awal dan reguler terhadap permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja di pabrik? Perlindungan Pekerja Apakah pagar pengaman yang tepat terpasang dan terpelihara dari segala mesin dan peralatan bergerak yang berbahaya? Apakah pekerja yang berdiri memiliki fasilitas istirahat yang tepat? Apakah para pekerja terlatih dan diwajibkan menggunakan alat pelindung diri yang tersedia? Lingkungan Kerja Apakah kondisi suhu di tempat kerja sesuai dengan standard yang berlaku? *Catatan: Pertanyaan ini tidak menjadi bagian analisis pada Tabel dan Diagram 2 karena baru ditambahkan

Page 7 of 21

Page 9: Download (DOC, 407KB)

pada alat penilai kepatuhan pada tahun 2013.

Page 8 of 21

Page 10: Download (DOC, 407KB)

Bab II: Hasil TemuanBagian ini berisi informasi mengenai ketidakpatuhan dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja pada pabrik-pabrik yang terlibat dalam Better Work Indonesia.

Tinjauan mengenai Ketidakpatuhan dalam K3

Diagram 1 dibuat berdasarkan data dari 78 Pabrik yang dinilai oleh Better Work Indonesia antara bulan September 2013 – 2014. Diantaranya 35 baru mendapatkan penilaian pertama, 27 pabrik telah dinilai dua kali, 15 dinilai tiga kali dan satu yang dinilai ke empat kali. Diagram ini hanya memasukan hal-hal ketidakpatuhan dimana tingkat ketidakpatuhan lebih besar atau sama dengan 50 persen. Jumlah pabrik yang tidak patuh ditunjukkan pada angka dalam kurung.

Temuan Utama: Dari 78 pabrik yang menjadi sampel, 53 pabrik (68%) memiliki Panitia/Komite K3 yang tidak

berjalan. Tidak ada ahli K3 bersertifikasi yang menjadi sekretaris Komite, Manajemen tingkat atas tidak mengetuai komite, tidak ada pertemuan reguler atau kegiatan komite tidak dilaporkan pada dinas tenaga kerja setempat.

43 pabrik (55%) belum melakukan penilaian awal mengenai isu keselamatan dan kesehatan, atau telah melakukan penilaian awal namun tidak pada semua bidang atau bagian produksi dinilai. Pada beberapa kasus, tinjauan/evaluasi itu tidak diperbarui sehingga sejalan dengan perubahan yang ada dalam pabrik misalnya perubahan tata letak dalam pabrik atau proses produksi ditambah.

Hanya 30 dari 78 pabrik memiliki pintu darurat dan jalur penyelamatan diri yang ditandai dan terpasang sementara 48 pabrik (62%) memiliki kasus dimana tanda panah, jalur penyelamatan diri dan/atau pintu darurat sudah tidak jelas lagi, atau tidak diperbarui setelah perubahan tata letak produksi. Beberapa jalur penyelamatan diri dan pintu darurat pada 39 pabrik (50%) terhalang oleh pekerjaan atau lebar jalur penyelamatan diri terlalu sempit untuk melakukan evakuasi yang aman.

53 pabrik (68%) tidak memiliki sistem deteksi kebakaran otomatis (pengindria asap atau pengindria panas) pada wilayah-wilayah dimana jumlah pekerja sedikit, atau dimana pekerja jarang berada misalnya di gudang atau daerah bongkar/muat. Pada beberapa pabrik, sistem pengindria api telah terpasang namun tidak dilakukan inspeksi teratur. Dari 78 pabrik yang menjadi sampel, 43 diantaranya telah membentuk tim pengendalian kebakaran, namun tidak memiliki pemadam kebakaran bersertifikat atau ahli keselamatan kebakaran, atau belum membentuk tim pengendalian kebakaran di lokasi. Persyaratan perlunya memiliki ahli keselamatan kebakaran yang bersertifikat yang menjadi bagian dari tim pengendalian kebakaran dimasukkan ke dalam CAT pada bulan September 2013.

75 pabrik (95%) tidak memiliki Surat Laik Fungsi (SLF), tidak menyimpan salinan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di lokasi, atau memiliki IMB. Penasihat perusahaan mengamati retak pada dinding atau kebocoran pada langit-langit bangunan produksi. Kesemua 75 pabrik tidak mengetahui mengenai peraturan keselamatan bangunan sebelum adanya Better Work.

39 pabrik (50%) tidak memasang pengaman mesin pada beberapa mesin misalnya mesin jahit, mesin pemasang kancing, mesin penggiling atau mesin pemotong kain. 44 pabrik (56%) telah melakukan pelatihan mengenai alat pelindung diri; namun tidak terlalu efektif karena sejumlah besar pekerja (40-60% dari total pekerja) tidak menggunakan alat pelindung diri yang disediakan saat bekerja.

41 pabrik (53%) tidak menyediakan tempat duduk bagi para pekerja yang melakukan pekerjaannya sambil berdiri, misalnya pada bagian pengepakan, penyetrikaan, dan bagian QC (Kendali Mutu=Quality Control).

Dari 78 pabrik, 39 (50%) tidak melakukan pengukuran suhu di tempat kerja, terutama pada daerah-daerah berisiko tinggi dimana pekerja sering melaporkan mereka mengalami

Page 9 of 21

Page 11: Download (DOC, 407KB)

kepanasan berlebihan, misalnya di bagian penyetrikaan, atau di daerah yang tidak berventilasi baik, misalnya pada percetakan, ruang bahan kimia/pembersihan kotoran.

Page 10 of 21

Page 12: Download (DOC, 407KB)

Page 11 of 21

Diagram 1: Tingkat Ketidakpatuhan K3

Page 13: Download (DOC, 407KB)

Kecenderungan dalam Ketidakpatuhan

Tabel 1 menunjukkan tingkat ketidakpatuhan pada periode tertentu untuk pertanyaan yang sama. Namun, analisis ini berfokus pada 47 pabrik yang telah mendapatkan dua kunjungan sejak dimulainya Better Work Indonesia. Untuk pabrik-pabrik yang telah mendapatkan lebih dari dua kunjungan data penilaian dari kunjungan-kunjungan berikutnya tidak menjadi bagian dari analisis ini, agar panelnya tetap seimbang dan ukuran sampel tetap besar. Diagram 2 merupakan gambaran visual dari angka-angka yang ada pada tabel ini.

Tabel 1 : Prosentase dan jumlah pabrik yang tidak patuh menurut pertanyaan yang diajukan berdasarkan kunjungan

Kunjungan 1 Kunjungan 2Pintu keluar darurat dan jalur penyelamatan diri ditandai dengan jelas dan terpasang di tempat kerja 62% (29) 55% (26)

Pintu keluar darurat dapat diakses, tidak terhambat dan tidak terkunci saat jam kerja termasuk saat kerja lembur

57% (27) 40% (19)

Tempat kerja memiliki sistem pengindria api dan sistem alarm 72% (34) 60% (28)

Pemberi kerja menunjuk dan melatih tim tanggap tindak kebakaran 2% (1) 45% (21)

Pabrik memiliki Komite/Panitia K3 85% (40) 60% (28)Pemberi kerja melakukan tinjauan awal dan evaluasi reguler terhadap kondisi keselamatan dan kesehatan kerja secara umum pada pabrik

68% (32) 36% (17)

Pagar pengaman terpasang dan terpelihara pada seluruh daerah mesin dan peralatan bergerak yang berbahaya

55% (26) 47% (22)

Pekerja yang berdiri mendapatkan fasilitas istirahat yang memadai 77% (36) 43% (20)

Para pekerja terlatih dan wajib menggunakan alat pelindung diri yang disediakan 68% (32) 49% (23)

Suhu pada ruang kerja sesuai dengan standard yang berlaku 57% (27) 49% (23)

Catatan: angka dalam kurung menunjukkan jumlah pabrik

Page 12 of 21

Page 14: Download (DOC, 407KB)

Page 13 of 21

Diagram 2: Ketidak patuhan pada tingkat pertanyaan yang diajukan berdasarkan kunjungan

Page 15: Download (DOC, 407KB)

Ketidakpatuhan yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 2 menunjukkan kecenderungan yang menurun dalam hal ketidakpatuhan untuk semua pertanyaan yang ada pada kunjungan penilaian kedua, namun ketidakpatuhan pada bidang ini masih tetap tinggi.

Peningkatan yang paling mencolok adalah dengan menyediakan fasilitas bagi para pekerja yang berdiri dan tinjauan umum mengenai kondisi kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam menyediakan fasilitas duduk pada kunjungan penilaian pertama 36 pabrik (77% dari pabrik yang menjadi sampel) tidak patuh karena mereka tidak mengetahui persyaratan itu. Beberapa pabrik mungkin menyediakan alas peredam kejut untuk pekerja pada bagian finishing dan pengepakan yang bekerja dengan berdiri untuk mengurangi kelelahan; namun tidak ada fasilitas duduk tersedia untuk mereka. Pada kunjungan penilaian yang kedua, ketidakpatuhan berkurang hingga hanya 20 pabrik (43%). Begitu pabrik mengetahui persyaratan dan keuntungan keselamatan dan kesehatan yang didapat dalam memberikan fasilitas duduk bagi para pekerja yang berdiri, tercatat perbaikan yang dilakukan segera.

Pada penilaian mengenai risiko kesehatan dan keselamatan kerja secara umum, kunjungan penilaian pertama menunjukkan bahwa 32 pabrik (68%) tidak melakukan tinjauan yang ditanyakan. Beberapa pabrik bahkan tidak mengetahui persyaratan tersebut, dan beberapa tidak memiliki sumber daya untuk melakukan tinjauan itu, demikian pula dengan ketiadaan komite K3 atau ahli K3 bersertifikasi di lapangan yang terjadi pada sebagian besar pabrik-pabrik yang ada. Pada kunjungan kedua, jumlah pabrik yang tidak patuh turun hingga tinggal 17 pabrik (36%), dengan perbaikan yang sebagian besar didorong oleh manajemen pabrik, misalnya pegawai kepatuhan (compliance staff) atau pegawai personalia (HR Officers).

Diantara penilaian pertama dan kedua, hanya 12 pabrik yang menunjukkan kepatuhan terhadap keberadaan komite K3. 12 Pabrik ini kini telah memiliki Komite K3, dengan ahli K3 sebagai sekretaris, melakukan pertemuan reguler dan melaporkan kegiatannya kepada dinas tenaga kerja setempat. Ketidakpatuhan berkurang dari 85% menjadi 60% artinya 28 pabrik masih belum memiliki Komite K3 yang berjalan dengan baik untuk mendorong perbaikan keselamatan dan kesehatan. Sebagian besar Pabrik enggan merekrut atau melatih pegawai sebagai ahli K3 bersertifikasi. Meskipun Better Work memberikan pelatihan ini bagi pabrik mereka enggan membayar biaya pelatihan yang kecil untuk memiliki sumber daya yang sangat penting ini.

Pabrik-pabrik juga berupaya meningkatkan kondisi kerja terutama suhu tempat kerja. Pada penilaian pertama 27 pabrik tidak patuh, dimana jumlah ini turun hingga 23 pabrik pada kunjungan penilaian kedua. Upaya lain yang dilakukan oleh pabrik adalah memastikan jalan keluar dapat diakses, tidak terhambat, dan senantiasa terkunci dimana ketidakpatuhan berkurang dari 57% (27 pabrik) menjadi 40% (19 pabrik); memiliki jalur penyelamatan diri dan pintu keluar darurat yang tertandai dengan jelas dan terpasang dimana ketidakpatuhan berkurang dari 62% (29 pabrik) menjadi 55% (26 pabrik); dan enam pabrik lainnya yang memasang sistem deteksi/pengindria kebakaran misalnya pengindria panas dan asap pada daerah produksi dan gudang.

Terlebih lagi, dalam hal perlindungan pekerja, pada kunjungan kedua, sembilan pabrik tambahan memberikan pelatihan yang efektif mengenai alat pelindung diri bagi para pekerja dan empat pabrik memasang pengaman pada mesin dan peralatan.

Peningkatan ketidakpatuhan hanya tercatat pada kurangnya tim tanggap tindak kebakaran dengan ahli kebakaran yang bersertifikasi. Pada kunjungan penilaian pertama, satu pabrik tidak patuh terhadap persyaratan. Ketidakpatuhan meningkat menjadi 21 pabrik pada kunjungan penilaian kedua. Persyaratan ini baru ditambahkan pada alat penilaian kepatuhan Better Work Indonesia pada September 2013 sehingga angka ketidakpatuhan pada poin ini secara signifikan meningkat. Sebagian besar pabrik memahami persyaratan memiliki tim pengendalian kebakaran, karena kebakaran

Page 14 of 21

Page 16: Download (DOC, 407KB)

dianggap sebagai sebuah risiko tinggi pada industri garmen dimana bahan-bahan mudah terbakar seringkali digunakan pada proses produksi; namun persyaratan untuk memiliki pemadam kebakaran terlatih dan memiliki ahli pengendalian kebakaran bersertifikasi tidak dikenal dalam industri. Menurut peraturan tenaga kerja di tingkat nasional, pabrik garmen dianggap sebagai risiko menengah II, karenanya untuk setiap 25 pekerja harus ada dua pekerja yang bertanggungjawab sebagai pengampu di bidang tanggap tindak kebakaran (untuk memandu orang keluar dari gedung saat darurat), satu tim pemadam kebakaran (untuk memadamkan api), satu koordinator pemadam kebakaran untuk setiap unit/bangunan, dan satu ahli pemadam kebakaran.

Page 15 of 21

Page 17: Download (DOC, 407KB)

Bab III: Inisiatif K3 Hingga Saat Ini

Better Work Indonesia telah melakukan serangkaian inisiatif selama 12 bulan terakhir untuk memperkuat keselamatan dari kejadian kebakaran pada industri garmen :

1. Better Work Indonesia melakukan pelatihan Ahli K3 secara umum dan pelatihan ahli keselamatan kebakaran untuk pabrik garmen bekerjasama dengan Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3), lembaga pelatihan yang diberikan wewenang oleh Kementerian Ketenagakerjaan untuk memberikan pelatihan keselamatan dan kesehatan.

2. Better Work Indonesia menyelenggarakan seminar keselamatan bangunan dengan ahli dari staff Better Work Global, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Ketenagakerjaan

3. Better Work Indonesia bekerjasama dengan para buyer dan vendor seperti ASICS, LI and FUNG, dan The Children’s Place, untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para pemasok mengenai keselamatan gedung dan keselamatan dan kesehatan secara umum.

4. Penasihat bidang perusahaan pada Better Work Indonesia menerima pelatihan tambahan mengenai identifikasi bahaya dan penilaian risiko dari Kementerian Ketenagakerjaan.

5. Penasihat bidang perusahaan pada Better Work Indonesia menerima pelatihan tambahan mengenai sistem manajemen K3 dari staff Better Work Global

6. Saat konsultasi, para penasihat Better Work Indonesia terus memfasilitasi peningkatan keselamatan dan kesehatan dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamtan dan kesehatan termasuk meningkatkan kemampuan Komite K3 agar dapat menggunakannnya sebagai alat utama dalam mendorong perbaikan keselamatan dan kesehatan di pabrik-pabrik tersebut.

Pada tahun 2015, Better Work akan memperkuat alat penilaian kepatuhan untuk memasukan pertanyaan-pertanyaan pendekatan sistem pada sub-kluster sistem manajemen K3. Better Work Indonesia juga akan bekerjasama dengan Kementerian ketenagakerjaan untuk melatih pabrik garmen dalam melakukan penilaian diri mengenai keselamatan dan kesehatan sebagai bagian dari mengembangkan kemampuan Komite K3.

Page 16 of 21

Page 18: Download (DOC, 407KB)

BAB IV: Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pemerintah Indonesia memahami perlunya membentuk atau mengintegrasikan manajemen K3 ke dalam sistem manajemen keseluruhan. Pada tahun 2012, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.50 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Menurut peraturan tersebut, setiap perusahaan yang mempekerjakan setidaknya 100 pekerja atau memiliki potensi bahaya yang tinggi harus memiliki sistem manajemen K3. Peraturan juga menyatakan bahwa sistem manajemen K3 terdiri dari upaya memastikan dan melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja melalui pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja. Siklus sistem Manajemen K3 termasuk membuat kebijakan, perencanaan K3, melaksanakan rencana, pemantauan dan evaluasi, serta tinjauan dan revisi kebijakan dan prosedur.

Pada 2015, Better Work telah menjabarkan pendekatannya dalam melakukan penilaian dengan memasukkan penilaian baik dalam hal sumber daya manusia dan sistem keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya untuk meningkatkan kepatuhan tapi juga meningkatkan produktifitas. Laporan ini menyoroti perlunya pemberi kerja melakukan investasi dalam komponen penting dari sistem manajemen K3 mereka.

Better Work Indonesia meminta para mitra pemangku kepentingan di tingkat nasional untuk memprioritaskan hal berikut ini:

Pemerintah: Memperkuat panduan, inspeksi, dan terutama penerapan sistem manajemen keselamatan

dan kesehatan kerja seperti yang dimandatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012.

Memprioritaskan upaya mengembangkan kapasitas Komite K3 dan bekerja sama dengan penyedia jasa pelatihan untuk meningkatkan jumlah ahli K3 bersertifikasi dan ahli keselamatan kebakaran;

Memperkuat kerjasama antar kementerian antara Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian lain mengenai isu K3 misalnya dengan Kementerian Pekerjaan Umum mengenai keselamatan pada bangunan

Serikat Pekerja: Melatih pengurus SP di tingkat pabrik mengenai kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja,

terutama dalam mengidentifikasi risiko dan bahaya K3, dan memahami peran mereka dalam manajemen kesehatan dan keselamatan atau dalam Komite K3.

Melatih pengurus SP mengenai manfaat dari keselamatan dan kesehatan kerja yang kokoh, dan dampaknya terhadap pekerja di pabrik agar dapat meningkatkan keterlibatan mereka dalam meningkatkan dan menjaga keselamatan dan kesehatan di tempat kerja

Meningkatkan kesadaran para pengurus SP mengenai Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Industri: Meningkatkan kesadaran diantara para pabrik mengenai perlunya dan manfaat dari

keselamatan dan kesehatan di tempat kerja yang baik, dalam hal risiko SDM, implikasi finansial, dan reputasi.

Meningkatkan kesadaran pada industri akan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Memastikan pabrik-pabrik mendirikan Komite K3 dan memiliki ahli K3 umum dan ahli keselamatan kebakaran di lokasi.

Page 17 of 21

Page 19: Download (DOC, 407KB)

Penting untuk dicatat bahwa perbaikan dalam K3 hanya dapat dilakukan demi kepatuhan terhadap Peraturan Ketenagakerjaan Nasional atau persyaratan pembeli internasional. Industri Garmen harus juga mempertimbangkan kebutuhan, risiko dan dampak K3 kepada para pekerja, reputasi bisnis dan proses produksi harian mereka. Untuk menjaga perusahaan yang baik, K3 harus diadakan dan diintegrasikan ke dalam budaya perusahaan. Perbaikan secara terpisah atau perbaikan jangka pendek tidak akan berkelanjutan; namun pendekatan sistematik yang berfokus pada sistem manajemen K3 harus diadakan.

Page 18 of 21

Page 20: Download (DOC, 407KB)

LampiranLampiran A: Pabrik yang diliput dalam Laporan ini

Avery Dennison Group (Paxar Indonesia,Pacific Label Indonesia,Avery Dennison Packaging Indonesia)PT Ameya Livingstyle IndonesiaPT Bunga Teratai CemerlangPT Cartini Lingerie IndonesiaPT Citra Abadi Sejati (Bogor)PT Citra Abadi Sejati (Cileungsi)PT Daehan Global (Cibinong)PT Daehan Global (Sukabumi)PT Daese GarminPT Dong-A DecalPT Doosan Dunia BusanaPT Doosan Jaya SukabumiPT Doosan Sinar SukabumiPT Dream Sentosa IndonesiaPT Dream WearPT Fajar Tunggal NasionalPT Fokus GarmindoPT Greentex Indonesia UtamaPT G-Texpia InternationalPT Hansae Indonesia UtamaPT Hansae Karawang IndonesiaPT Hansoll-HyunPT Harimau IndahPT Hesed IndonesiaPT Holi Karya SaktiPT Hop Lun IndonesiaPT HS ApparelPT ING InternationalPT Inkosindo SuksesPT Inwoo S&B IndonesiaPT Jaya Asri GarmindoPT JS JakartaPT Kahoindah CitragarmentPT Koin Baju GlobalPT Kukdong InternationalPT Leading Garment IndustriesPT Leetex Garment IndonesiaPT Masterindo Jaya AbadiPT Maxmoda Indo GlobalPT Mitra Garindo PerkasaPT Muara Krakatau (Salatiga)

PT Mulia Cemerlang AbadiPT Noble IndonesiaPT Pan Pacific NesiaPT Panca Brothers Central GarmenindoPT Pinnacle ApparelsPT Poong In Indonesia Co., LtdPT Rismar Daewoo Apparel (Jakarta)PT Rismar Daewoo Apparel SemarangPT Royal FashionPT Sabena CiptaPT SAI Apparel IndustriesPT SAI Garments IndustriesPT Samwon Busana IndonesiaPT Sandrafine GarmentPT Sansan Saudaratex JayaPT Saraswati GarmindoPT Semarang GarmentPT Shinwon IndonesiaPT TA Global IndonesiaPT Taitat Putra RejekiPT Tiga Gunung InternationalPT Tiga Kyung Seung GarmenPT Trinunggal KomaraPT Trisco Tailored Apparel ManufacturingPT Trisula Garmindo ManufacturingPT Tuntex Garment IndonesiaPT Ungaran Sari Garments (Congol)PT Ungaran Sari Garments (Diponegoro)PT Ungaran Sari Garments (Pringapus)PT Universal Kharisma GarmentPT Victory Apparel SemarangPT Willbes GlobalPT Woo Shin Garment IndonesiaPT Wooin IndonesiaPT Yongjin Javasuka Garment IPT YOU TEXPT. Vision Land Semarang

Page 19 of 21