Disaster Risk Mapping Project, 2013, Bombana, Sulawesi Tenggara, Indonesia
-
Upload
bramantiyo-marjuki -
Category
Environment
-
view
36 -
download
0
Transcript of Disaster Risk Mapping Project, 2013, Bombana, Sulawesi Tenggara, Indonesia
Pemetaan Risiko Bencana Rob dan Angin Puting BeliungKABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Outline
1
2
3
4
KonsepsiPemetaan Risiko Bencana
MetodePemetaan Risiko Bencana
ProgressPemetaan
Basis Data SpasialRisiko Bencana
5
6
7
HasilPemetaan Risiko Bencana
PemetaanJalur Evakuasi Bencana
Gagasan dan Follow Up
Konsepsi Risiko dan Pemetaan Risiko
Pemetaan Risiko adalah Penggambaran Tingkat Risiko bencana suatu daerah secara
spasial dan non spasial berdasarkan Kajian Risiko
Bencana suatu daerah
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU24/2007).
Konsepsi Risiko dan Pemetaan Risiko
Komponen Risiko terdiri dari Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas, dimana hubungannya ditunjukkan menurut rumus di bawah.
tingkat risiko bencana amat bergantung pada :1. Tingkat ancaman kawasan;2. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam;3. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam.
Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3 komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bencana.
Upaya pengurangan risiko bencana berupa :1. Memperkecil ancaman kawasan;2. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;3. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.
Persyaratan Umum Peta Risiko Bencana Ideal Menurut PerKA BNPB Nomor 2/2012
1. Memenuhi aturan tingkat kedetailan analisis (kedalaman analisis di tingkat nasional minimal hingga kabupaten/kota, kedalaman analisis di tingkat provinsi minimal hingga kecamatan, kedalaman analisis di tingkat kabupaten/kota minimal hingga tingkat kelurahan/desa/kampung/nagari).
2. Skala peta minimal adalah 1:250.000 untuk provinsi; peta dengan skala 1:50.000 untuk kabupaten/kota di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi; peta dengan skala 1:25.000 untuk kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
3. Mampu menghitung jumlah jiwa terpapar bencana (dalam jiwa).
4. Mampu menghitung nilai kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan (dalam rupiah).
5. Menggunakan 3 kelas interval tingkat risiko, yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah.
6. Menggunakan GIS dengan Analisis Grid (1 ha) dalam pemetaan risiko bencana.
Metode Pemetaan Risiko Bencana
Peta Risiko Bencana merupakan overlay (penggabungan) dari Peta Ancaman, Peta Kerentanan dan Peta Kapasitas.
Peta-peta tersebut diperoleh dari berbagai indeks yang dihitung dari data data dan metode perhitungan tersendiri. Penting untuk dicatat bahwa peta risiko bencana dibuat untuk setiap jenis ancaman bencana yang ada pada suatu kawasan.
Metode perhitungan dan data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai indeks akan berbeda untuk setiap jenis ancaman.
Diagram Alir Pemetaan Risiko Angin Puting Beliung
Metode Pemetaan Ancaman Angin Puting Beliung
Proses Pemetaan Ancaman
Diagram Alir Pemetaan Risiko Rob
Metode Pemetaan Ancaman Rob
Area Tergenang = [elevasi] < [HHWL]
Dari formula diatas dapat diketahui apabila terdapat daerah dengan elevasi di bawah HHWL, maka dipastikan daerah tersebut merupakan daerah yang akan tergenang banjir rob. Hasil pemetaan kemudian diklasifikasi tingkat bahayanya menggunakan ketentuan seperti pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012.
pemetaan genangan rob didasarkan pada analisa pembandingan antara informasi spasial elevasi topografis dan ketinggian genangan yang diestimasi dari pasang tertinggi (HHWL/Highest High Water Level). Informasi elevasi topografis diperoleh dari DEM SRTM 90 meter atau ASTER GDEM 15 meter. Sedangkan informasi HHWL diperoleh dari data pasang surut DISHIDROS-AL. Formula yang digunakan untuk menentukan wilayah tergenang adalah
Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting Beliung dan Rob
Peta kerentanan dapat dibagi-bagi ke dalam kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan ekologi/lingkungan. Kerentanan dapat didefinisikan sebagai Exposure kali Sensitivity. “Aset-aset” yang terekspos termasuk kehidupan manusia (kerentanan sosial), wilayah ekonomi, struktur fisik dan wilayah ekologi/lingkungan.
Tiap “aset” memiliki sensitivitas sendiri, yang bervariasi per bencana (dan intensitas bencana).
Sumber informasi yang digunakan untuk analisis kerentanan terutama berasal dari laporan BPS (Provinsi/kabupaten Dalam Angka, PODES, Susenan, PPLS dan PDRB) dan informasi peta dasar dari Bakosurtanal (penggunaan lahan, jaringan jalan dan lokasi fasilitas umum). Informasi tabular dari BPS idealnya sampai tingkat desa/kelurahan.
Untuk peta batas administrasi menggunakan peta terbaru yang dikeluarkan oleh BPS.
Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting Beliung dan Rob (Kerentanan Sosial)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan sosial adalah kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur. Indeks kerentanan sosial diperoleh dari rata rata bobot kepadatan penduduk (60%), kelompok rentan (40%) yang terdiri dari rasio jenis kelamin (10%), rasio kemiskinan (10%), rasio orang cacat (10%) dan kelompok umur (10%).
Parameter Bobot (%)
Kelas SkorRendah Sedang Tinggi
Kepadatan penduduk 60
< 500 jiwa/km2
500 – 1000 jiwa/km2
>1000 jiwa/km2
Kelas/Nilai Max Kelas
Rasio kemiskinan (10%)
40 < 20% 20 – 40%
Rasio orang cacat (10%)
Rasio Kelompok Umur (10%) Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi) Total Kerentanan = 0.6 x (kerentanan kepadatan penduduk) + 0.1 (miskin) + 0.1 (cacat) + 0.1 (umur) + 0.1(Jenis Kelamin) Klasifikasi total kerentanan social = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting Beliung dan Rob (Kerentanan Fisik)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan fisik adalah kepadatan rumah (permanen, semipermanen dan non-permanen), ketersediaan bangunan/fasilitas umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan rumah diperoleh dengan membagi mereka atas area terbangun atau luas desa dan dibagi berdasarkan wilayah (dalam ha).
Parameter Bobot
(%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Persentase lahan terbangun
40
< 30 persen 30 – 60 persen 60 perse
n
Kelas/Nilai Max Kelas
Fasilitas Umum
30 Tidak ada - ada
Fasilitas Kritis
30 Tidak ada - ada
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi) Total Kerentanan = 0.4 x (lahan terbangun) + 0.3 (fasum) + 0.3 (fasilitas kritis) Klasifikasi total kerentanan FISIK = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
Metode Pemetaan Kerentanan Angin Puting Beliung dan Rob (Kerentanan Ekonomi)
Indikator yang digunakan untuk kerentanan ekonomi adalah luas lahan produktif dalam rupiah (sawah, perkebunan, lahan pertanian dan tambak) dan PDRB. Luas lahan produktif diperoleh dari peta guna lahan dan buku kabupaten atau kecamatan dalam angka, sedangkan PDRB dapat diperoleh dari laporan sektor atau kabupaten dalam angka
Parameter Bobot
(%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Lahan produktif 60
< 10 Ha 10 – 20 Ha 20 Ha Kelas/Nilai Max Kelas
PDRB 40 < 100 jt 100 – 300 jt >300 jt
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi) Total Kerentanan = 0.6 x (lahan produktif) + 0.4 (pdrb) Klasifikasi total kerentanan EKONOMI = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
Metode Pemetaan Kerentanan Rob (Kerentanan Lingkungan)
Kerentanan lingkungan hanya digunakan untuk Bencana Banjir Rob
Parameter Bobot
(%)
Kelas SkorRendah Sedang Tinggi
Hutan lindung
30< 20 ha 20 – 50 ha >50 ha Kelas/Nilai
Max KelasHutan suaka Alam
30 < 25 ha 20 – 75 ha >75 ha
Hutan Bakau/mangrove
40 < 10 ha 10 – 30 ha >30 ha
Skor Kerentanan = 1 (rendah) 3 (sedang) 5 (tinggi) Total Kerentanan = 0.3 x (lindung) + 0.3 (suaka) + 0.3 (mangrove) Klasifikasi total kerentanan lingkungan = 0-1 (rendah) 1-3 (sedang) 3-5 (tinggi)
Metode Pemetaan Kerentanan
Penentuan Kerentanan Total :
Kerentanan banjir rob
0.4 * kerentanan sosial + 0.25 *kerentanan fisik + 0.25 * kerentanan ekonomi + 0.1 * kerentanan lingkungan
Kerentanan angin Puting Beliung
0.4 * kerentanan sosial + 0.35 *kerentanan fisik + 0.25 * kerentanan ekonomi
Metode Pemetaan Kapasitas
Indeks Kapasitas dihitung berdasarkan indikator dalam Hyogo Framework for Actions (Kerangka Aksi Hyogo-HFA). Indeks Kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu. Tingkat Ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada suatu kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah kajian kapasitas ini.
Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh Tingkat Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan Daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks Kapasitas.
Metode Pemetaan Kapasitas
Deskripsi untuk lima tingkat ketahanan adalah sebagai berikut : Level 1 Daerah telah memiliki pencapaian-pencapaian kecil dalam upaya pengurangan risiko bencana dengan melaksanakan beberapa tindakan maju dalam rencana-rencana atau kebijakan.
Level 2 Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko bencana dengan pencapaian-pencapaian yang masih bersifat sporadis yang disesbabkan belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan sistematis.
Level 3 Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas tekait pengurangan risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan sistematis, namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan tersebut dinilai belum menyeluruh hingga masih belum cukup berarti untuk mengurangi dampak negatif dari bencana.
Level 4 Dengan dukungan komitmen serta kebijakan yang menyeluruh dalam pengurangan risiko bencana disuatu daerah telah memperoleh capaian-capaian yang berhasil, namun diakui ada masih keterbatasan dalam komitmen, sumberdaya finansial ataupun kapasitas operasional dalam pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana di daerah tersebut.
Level 5 Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan kapasitas yang memadai disemua tingkat komunitas dan jenjang pemerintahan.
Metode Pemetaan Kapasitas
Indeks Kapasitas dihitung berdasarkan indikator dalam Hyogo Framework for Actions (Kerangka Aksi Hyogo-HFA). Indeks Kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu. Tingkat Ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada suatu kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah kajian kapasitas ini.
Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh Tingkat Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan Daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks Kapasitas.
Parameter Bobot (%)
Kelas Skor
Rendah Sedang Tinggi
Aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana
100 < 0.33 0.33 – 0.66 >0.66
Kelas/Nilai Max Kelas
Peringatan dini dan kajian risiko bencana
Pendidikan kebencanaan
Pengurangan faktor risiko dasar
Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh lini
Metode Penentuan Risiko
Tingkat Risiko ditentukan menggunakan Matriks Risiko antara Ancaman dan hasil matriks Kerentanan/Kapasitas.
Sebelum menghitung risiko, dibandingkan dulu antara kerentanan dan kapasitas, yang hasilnya baru dibandingkan dengan Ancaman untuk menghasilkan tingkat risiko
Basis Data SpasialRisiko Bencana
Hasil Pengolahan disimpan dalam basis data spasial/geodatabase ArcGIS
Konten dalam basis data disusun berdasarkan Hierarkhi tertentu sesuai dengan Kategori datanya, Ancaman, Kerentanan, kapasitas, risiko, dan Peta dasar.
Basis Data SpasialRisiko Bencana
Tampilan Skematis Basis Data Spasial
Hasil Pemetaan Risiko (draft)
Hasil Pemetaan Risiko (draft)
Hasil Pemetaan Risiko (draft)
Hasil Pemetaan Risiko (draft)
Permasalahan dalam Pemetaan Risiko
1. Belum dilakukan Survei Kapasitas bencana
2. Belum ada kepastian Unit Pemetaan Risiko. Pemetaan Risiko sementara menggunakan Unit Desa Sebagai Unit Risiko, Selain Unit Administrasi, bisa juga digunakan unit satuan lahan, sehingga dalam satu Desa bisa memungkinkan tingkat risiko yang berbeda (mirip peta ancaman). Perlu ada penyepakatan dalam hal ini.
Hasil Pemetaan Jalur dan Arah Evakuasi (draft)
Pemetaan jalur Evakuasi
Peta Evakuasi Bencana Tsunami/Rob/gelombang Pasang Kota Rumbia disusun menggunakan data sebagai berikut
1. Peta Dasar Rupabumi Indonesia Skala 1:50.000 untuk informasi jalan, sungai, garis pantai (terbitan Bakosurtanal)2. Peta Administrasi Desa Tahun 2010 (Terbitan BPS)3. Citra satelit resolusi tinggi quickbird (terbitan Google.inc)4. Data topografi digital yang diturunkan dari Citra ASTER Stereo
Hasil pemetaan adalah sebagaimana terlihat dalam peta terlampir. Informasi yang muncul di legenda peta meliputi
1. Batas administrasi desa sampai kecamatan2. Garis kontur ketinggian3. Sebaran daerah bahaya (tinggi, sedang, aman)4. Jalan Raya5. Rute/Arah Evakuasi6. Usulan lokasi tempat berkumpul selama evakuasi
Proses penentuan jalur evakuasi dilakukan dengan cara membuat model topografi kota Rumbia dari data topografi digital (DEM). Dari sini akan diketahui gambaran sebaran bentuk lahan, mana perbukitan, mana dataran, mana daerah genangan, dan lain - lain. Selain itu dari data topografi digital juga diturunkan informasi kontur dengan interval 5 meter untuk mengetahui ketinggian mutlak (dari permukaan laut) di seluruh wilayah pemetaan.
Pemetaan jalur Evakuasi
Dari informasi kontur, bentuk topografi, jarak dari pantai, dan sebaran jalan, kemudian disusun perencanaan evakuasi berdasarkan pemodelan spasial. Hasil sebagai mana nampak dalam peta, berupa arah evakuasi menuju titik berkumpul yang diusulkan.
Prinsip utama yang digunakan dalam pemodelan spasial adalah "bagaimana caranya secepat dan semudah mungkin mengakses daerah yang lebih tinggi". Sehingga kemudian model akan menghitung arah evakuasi paling efektif dan efisien dari informasi topografi dan sebaran jalan.
Hasilnya berupa arah evakuasi ideal di sepanjang dan seluruh jalan yang ada di Kota Rumbia. yang dimaksud "ideal" disini adalah paling mudah dan cepat sampai ke daerah aman.
Untuk usulan tempat berkumpul, dalam peta ini hanya sejauh usulan, yang dimunculkan berdasarkan pemodelan spasial atas dasar kriteria
1. Ketinggian diatas 10 meter2. Dekat dengan jalan utama3. topografi relatif datar dan luas 4. sedekat mungkin dengan kota
Hasil pemodelan usulan tempat berkumpul ini idealnya diperkuat dengan validasi lapangan, namun belum dilakukan, oleh karena itu masukan dari stakeholder sangat diperlukan terkait penentuan lokasi berkumpul evakuasi.
Alternatif dari usulan ini adalah penggunaan fasilitas umum (pendidikan,kesehatan, pemerintahan) yang berada di daerah aman (ketinggian diatas 10 meter) sebagai alternatif tempat berkumpul. Dalam hal ini data sebaran fasilitas umum di rumbia belum tersedia sehingga belum dilibatkan dalam pemodelan.
Kritik, saran, dan masukan sangat diharapkan agar dihasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan.
Follow UpPemetaan Risiko Bencana
Kompilasi dan tindak
lanjut kritik dan masukan
Pelaksanaan Survei Kapasitas
Revisi Peta
Risiko
Workshop Akhir dan Finalisasi
Peta
Publikasi dan
Diseminasi
TERIMA KASIHFeedback please