perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SKRIPSI PENGARUH .../Pengaruh... · This study used split...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id SKRIPSI PENGARUH .../Pengaruh... · This study used split...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SKRIPSI
PENGARUH PEMOTONGAN UMBI BIBIT DAN PERIMBANGAN
PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN UMUR SIMPAN
UMBI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
Oleh
Annisa Nurhasanah
H0708076
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
INFLUENCE BULB CUTTING AND BALANCE FERTILIZER ON GROWTH, YIELD AND SHELF LIFE OF SHALLOT (Allium
ascalonicum L.) BULB
Annisa Nurhasanah1) Edy Tri Haryanto2) Dwi Harjoko2)
Study Program of Agrotechnology, Fakulty of Agriculture University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
ABSTRACT
The shallot production tends to decreased due the bad quality of seeds. Balanced use of organic fertilizers in the cultivation of shallot considered able to maintain the quality of the bulbs during storage so that the bulbs can be stored for longer. Besides, bulb cutting is also one way to increase productivity. This study aims to determine the ideal balance of fertilizer for plant growth and development, production, bulb shrinkage weights, and shallot bulb shelf life. This study used split plot designs with the main plot is dose balanced fertilizer [organic 20 ton/ha without inorganic (1:0); organic 13,3 ton/ha, ZA 0,2 ton/ha, SP-36 0,1 ton/ha, KCl 0,06 ton/ha (2/3:1/3); organic 6,67 ton/ha, ZA 0,4 ton/ha, SP-36 0,2 ton/ha, KCl 0,13 ton/ha (1/3:2/3); without organic, ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,3 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha (0:1)] and sub-plots are bulb cutting treatment (cut of 1/3 part bulbs, 1/2 part bulbs and 2/3 parts of bulbs) and every combination treatment was repeated for 3 times. Growth variables (plant height, number of leaves and number of tillers) were observed every week. Results variables (number of bulbs, bulb diameter, bulb fresh weight, dry weight of bulbs and bulb weight per plot) were observed when the harvest and post-harvest time. Shelf-life variables were observed every 2 week until 12 weeks after harvest in their shrinkage weight and number of damaged bulb. This study shows that bulb cutting gives influence on bulbs production per plot and numbers of damaged bulbs. The smaller cut of bulbs, the greater bulbs weight per plot yielded and the lesser the percentage of damaged bulbs. The balanced fertilizer is not giving any influence to observed variables. Key words: shallots, bulb cutting, balancing dosage of fertilizer, shelf life __________________________________________________________________________
Description : 1) Student of Study Program of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of
Sebelas Maret (UNS) Surakarta. 2) Lecturer Lecture of Agrotechnology, Faculty of Agriculture,University of Sebelas Maret
(UNS) Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PEMOTONGAN UMBI BIBIT DAN PERIMBANGAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL
DAN UMUR SIMPAN UMBI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
Annisa Nurhasanah1) Edy Tri Haryanto2) Dwi Harjoko2)
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
ABSTRAK
Perlu upaya budidaya untuk mempertahankan kualitas dan umur simpan umbi bawang merah (Allium ascalonicum). Perimbangan menggunakan pupuk organik dalam budidaya bawang merah dinilai mampu mempertahankan kualitas umbi saat penyimpanan sehingga umbi dapat disimpan lebih lama, dipadukan dengan pemotongan umbi untuk meningkatkan hasil produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perimbangan pupuk yang ideal untuk pertumbuhan, hasil produksi serta kualitas dan umur simpan umbi bawang merah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan petak utama perimbangan dosis pupuk (organik 20 ton/ha; organik 13.3 ton/ha, ZA 0,2 ton/ha, SP-36 0,1 ton/ha, KCl 0,06 ton/ha; organik 6,67 ton/ha, ZA 0,4 ton/ha, SP-36 0,2 ton/ha, KCl 0,13 ton/ha; ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,3 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha) dan anak petak berupa potongan umbi (1/3, 1/2, 2/3 bagian dari pucuk umbi) yang setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Pada variabel pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan) diamati setiap minggu, variable hasil (jumlah umbi, diameter umbi, berat basah umbi, berat kering umbi dan berat umbi per plot) diamati ketika panen dan pascapanen sedangkan variabel penyimpanan diamati mulai dari 2 minggu setelah panen hingga 12 minggu setelah panen. Hasil penelitian menunjukkan pemotongan umbi memberikan pengaruh pada hasil umbi per plot dan jumlah umbi rusak. Semakin kecil potongan umbi maka semakin besar berat umbi per petak yang dihasilkan dan persentase umbi rusak paling sedikit. Sedangkan perimbangan pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata kepada variabel yang diamati. Kata kunci: bawang merah, potongan umbi, perimbangan pupuk, umur simpan __________________________________________________________________________
Keterangan : 1) Mahasiswa dari Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. 2) Dosen Pembimbing Staff Pengajar Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH PEMOTONGAN UMBI BIBIT DAN PERIMBANGAN
PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN UMUR SIMPAN
UMBI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Oleh
Annisa Nurhasanah
H0708076
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
SKRIPSI
PENGARUH PEMOTONGAN UMBI BIBIT DAN PERIMBANGAN
PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN UMUR SIMPAN
UMBI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
Annisa Nurhasanah
H0708076
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Ir. Edy Tri Haryanto, MP Ir. Dwi Harjoko, MP
NIP. 196002051986011001 NIP. 196108051986011001
Surakarta, Desember 2012
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS
NIP. 19560225 198601 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
SKRIPSI
PENGARUH PEMOTONGAN UMBI BIBIT DAN PERIMBANGAN
PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN UMUR SIMPAN
UMBI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Annisa Nurhasanah
H0708076
telah dipertahankan di depan Tim Penguji
pada tanggal : 3 Desember 2012
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi
Susunan Tim Penguji :
Ketua
Ir. Edy Tri Haryanto, MP.
NIP. 196002051986011001
Anggota I Anggota II
Ir. Dwi Harjoko, MP Ir. Sudadi, MP
NIP. 196108051986011001 NIP. 196203071990101001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemotongan
Umbi Bibit dan Perimbangan Pupuk Terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Umur
Simpan Umbi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)” dapat diselesaikan
dengan baik. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian UNS.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan
dan dukungan berbagai pihak, sehingga penulis sampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian
UNS.
2. Dr. Ir. Hadiwiyono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian UNS.
3. Ir. Edy Tri Haryanto, MP selaku Pembimbing Utama dan Ir. Dwi Harjoko, MP
selaku Pembimbing Pendamping penulis atas segala bimbingan dan nasehat
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Ir. Sudadi, MP selaku Dosen Pembahas atas segala bimbingan dan nasehat
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Keluarga tersayang, ayahanda Agung Suharmanto, ibunda Umi Solichatin
serta adik-adik Baharsyah Arrijal, Novan Khoiruman dan Adillah Aisyah
Rossa yang telah memberikan dukungan baik materi, semangat, dan doa.
6. Kawan-kawan Agroteknologi 2008 (Solmated) yang sangat luar biasa.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini, yang tidak
bisa saya sebutkan satu per satu.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, penulis berharap saran dan kritik demi kesempurnaan karya ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Surakarta, Desember 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
RINGKASAN ..................................................................................................... ix
SUMMARY .......................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
A. Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) ................................ 5
B. Perbanyakan Umbi Bawang Merah ........................................................ 6
C. Fungsi Pupuk Organik (Fine Compost) .................................................. 7
D. Pupuk Anorganik .................................................................................... 9
1. Pupuk N (Zwavalzure Amoniak) .................................................... 9
2. Pupuk P (SP-36) ............................................................................... 10
3. Pupuk K (Kalium Klorida) ............................................................... 11
E. Kehilangan Pascapanen dan Umur Simpan ........................................... 11
III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 13
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ............................................ 13
B. Bahan dan Alat ........................................................................................ 13
C. Rancangan Penelitian dan Analisis Data ................................................ 13
D. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 15
E. Pengamatan Peubah ................................................................................ 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 20
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
B. Tinggi Tanaman ...................................................................................... 22
C. Jumlah Daun per Rumpun....................................................................... 25
D. Jumlah Anakan per Rumpun ................................................................... 27
E. Jumlah Umbi per Rumpun ...................................................................... 30
F. Diameter Umbi ........................................................................................ 32
G. Berat Segar Umbi per Tanaman .............................................................. 34
H. Berat Kering Umbi per Tanaman ............................................................ 35
I. Berat Umbi per Petak .............................................................................. 37
J. Komponen Umur Simpan ....................................................................... 38
1. Laju Susut Bobot Umbi .................................................................... 39
2. Persentase kerusakan umbi .............................................................. 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 45
A. Kesimpulan ............................................................................................. 45
B. Saran........................................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 46
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1. Perimbangan dosis pupuk organik dan anorganik ....................................... 14
2. Kondisi iklim daerah Palur pada bulan April Mei dan Juni 2012 ............... 20
3. Rerata tinggi tanaman (cm) bawang merah saat 6 MST ............................. 23
4. Rerata jumlah daun (helai) bawang merah saat 6 MST .............................. 27
5. Rerata jumlah anakan per rumpun tanaman bawang merah selama 6 MST ..................................................................................................................... 30
6. Rerata jumlah umbi per rumpun tanaman bawang merah saat panen ......... 31
7. Rerata diameter besar dan kecil (cm) umbi bawang merah ........................ 33
8. Rerata berat segar umbi (g) per rumpun tanaman bawang merah saat panen............................................................................................................ 34
9. Rerata berat kering umbi (g) per rumpun tanaman bawang merah saat panen............................................................................................................ 36
10. Rerata berat kering umbi (g) bawang merah per petak ............................... 37
11. Rerata laju susut bobot umbi (%) per petak sampel tanaman bawang merah saat penyimpanan ............................................................................. 41
12. Persentase (%) kerusakan umbi bawang merah saat penyimpanan ............. 42
Judul dalam Lampiran
13. Hasil analisis uji F (Fisher test) ................................................................... 46
14. Konversi pupuk yang digunakan ................................................................. 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1. Rancangan denah penempatan perlakuan .................................................... 14
2. Tanaman terserang onion yellow dwarf virus (OYDV) .............................. 21
3. Tanaman terserang penyakit moler (twisting disease) ................................ 21
4. Grafik pengaruh perimbangan pupuk (ya) dan pemotongan umbi (yb) terhadap rerata tinggi tanaman bawang merah (cm) hingga 6 MST .......... 23
5. Tanaman bawang merah pada umur 2 minggu setelah tanam (2 MST) ...... 24
6. Grafik pengaruh perimbangan pupuk (ya) dan pemotongan umbi (yb) terhadap jumlah helai daun tanaman bawang merah hingga 6 MST .......... 26
7. Grafik pengaruh perimbangan pupuk (ya) dan pemotongan umbi (yb) terhadap rerata jumlah anakan per rumpun tanaman bawang merah selama 6 MST .............................................................................................. 28
8. Anakan pada bawang merah menentukan hasil umbi saat panen ................ 29
9. Grafik pengaruh perimbangan pupuk dan pemotongan umbi terhadap rerata diameter terbesar dan terkecil (cm) umbi bawang merah saat panen 32
10. (a) bawang merah yang sudah kering kulit luarnya, kemudian di bersihkan; (b) satu rumpun tanaman sampel yang sudah kering ................. 35
11. Diagram pengaruh perimbangan pupuk dan pemotongan umbi terhadap susut bobot setelah satu minggu pengeringan ............................................. 36
12. (a) umbi bawang merah susut akibat penyakit moler (twisting disease) pada pengamatan 8 MSP (b) bawang merah saat penyimpanan ................. 39
13. Diagram pengaruh perimbangan pupuk dan pemotongan umbi terhadap penyusutan umbi bawang merah selama 12 MSP (minggu setelah panen). 40
14. Diagram pengaruh perimbangan pupuk dan pemotongan umbi terhadap kerusakan umbi bawang saat penyimpanan untuk perlakuan potongan umbi ............................................................................................................. 42
15. (a) umbi yang busuk saat penyimpanan (b) umbi busuk yang kempis dan melunak ....................................................................................................... 43
16. (a) umbi bertunas (b) umbi yang sudah mulai keluar calon akar ................ 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura penting di
Indonesia, yang bersifat unsubstitusi. Kebutuhan bawang merah selalu meningkat
seiring dengan kenaikan jumlah penduduk mengingat tingginya kebutuhan
bawang merah sebagai bumbu masakan, pelengkap makanan, juga sebagai obat
tradisional. Kebutuhan yang terus meningkat seharusnya di imbangi dengan hasil
produksi dan mutu bawang merah yang tinggi. Pada kenyataannya, harga bawang
masih selalu selalu fluktuatif. Dalam makalahnya pada Indonesia Economic
Observation 2011, Mahpudin menerangkan prediksi harga komoditi bawang
merah di tingkat grosir untuk tahun 2012 melonjak hingga mencapai Rp 18.000
dari akhir tahun 2011 sebelumnya yang berkisar Rp 11.000. Lonjakan harga
tersebut diduga merupakan imbas hasil produksi bawang merah yang tidak
mampu mengimbangi tingginya permintaan konsumen. Hal ini juga menunjukkan
bahwa produksi bawang merah di Indonesia masih belum stabil. Penyebab ketidak
stabilan produksi ini kerena petani menggunakan bibit kurang bermutu. Menurut
direktorat jendral hortikultira 2011, sebagian bawang merah yang di impor diduga
dipergunakan untuk bibit. Pada tahun 2006 volume impor umbi bawang merah
78.426 ton dan pada tahun 2010 mencapai 115.000 ton.
Tindakan budidaya akan mempengaruhi hasil panen dan kondisi
pascapanen. Hal tersebut sudah dimulai sejak pemilihan lahan tanam, pemilihan
benih, penyemaian, perwatan tanaman, sanitasi kebun, penyiangan, pemupukan
dan pengendalian hama penyakit (Soesanto 2010). Dari aspek budidayanya, faktor
benih menjadi faktor utama penentu keberhasilan produksi. Benih yang digunakan
seharusnya adalah benih yang bermutu baik dengan ciri-ciri umbi sehat,
berjumlah tunggal, berukuran sedang (diameter umbi 1,5-2 cm), berbentuk
simetris dan bersertifikat. Rendahnya mutu umbi juga disebabkan karena
kurangnya penanganan pascapanen umbi yang baik. Kegagalan dalam penanganan
pascapanen yang menimbulkan kerusakan umbi, susut bobot dan kehilangan hasil
(BB-Pascapanen 2009) mengakibatkan hasil bawang merah semakin menurun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pemupukan adalah salah satu proses dalam budidaya yang penting untuk
menunjang kehidupan tanaman. Dari pemupukan, senyawa yang terkandung
dalam pupuk akan membentuk jaringan, organ dan zat-zat berguna pada tanaman.
Jaringan dan zat-zat yang terkandung inilah yang akan mempengaruhi tanaman
hingga hasil akhir. Ada dua jenis pupuk berdasarkan senyawa yang dikandung
yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik (Rosmarkam dan Yuwono 2011).
Dalam makalahnya, Firmansyah (2011) mencantumkan definisi pupuk di PP No.
8 tahun 2001 BAB I bahwa pupuk organik adalah pupuk hasil proses rekayasa
secara kimia, fisik atau biologis dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat
pupuk, sedangkan pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang
telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan
untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Pupuk organik memiliki unsur yang lebih kompleks dibandingkan dengan
pupuk anorganik yang kandungannya sudah pasti sehingga hasil dari tanaman
yang dipupuk dengan pupuk organik akan lebih kaya nutrisi, baik nutrisi yang
disimpan ataupun digunakan dirinya sendiri misalnya daya simpan yang lebih
lama (keawetan bahan). Penggunaan pupuk organik pada saat proses budidaya
padi organik menghasilkan daya simpan padi menjadi lebih lama. Diungkapkan
oleh Greenwood et al. (2001) bahwa Nitrogen pada tanaman bawang rnerah,
berpengaruh terhadap hasil dan kualitas umbi. Kekurangan nitrogen akan
menyebabkan ukuran umbi kecil dan kandungan air rendah, sedangkan kelebihan
nitrogen akan menyebabkan ukuran urnbi menjadi besar dan kandungan air tinggi,
namun kurang bernas dan mudah keropos. Pada dasarnya, aplikasi pupuk N
diketahui dapat meningkatkan hasil panen bawang merah akan tetapi banyak
penelitian yang membuktikan bahwa kenaikan level pupuk Nitrogen
memperpendek umur simpan umbi bawang merah (Woldetsadik dan Workneh
2010). Untuk itu, perlunya perimbangan pupuk antara pupuk anorganik dengan
pemupukan organik. Diduga penggunaan pupuk organik pada tanaman bawang
merah dapat mengurangi susut serta mampu mempertahankan mutu dalam hal ini
daya simpan bawang merah setelah panen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Selain pentingnya kualitas, hasil produksi juga harus diperhatikan.
Kebanyakan petani melakukan pemotongan pada ujung umbi untuk merangsang
pertunasan pada umbi. Menurut Jumini et al. (2010), pemotongan ujung umbi
bibit kira-kira 1/3 atau 1/4 bagian dari panjang umbi, bertujuan agar umbi tumbuh
merata, dapat merangsang tunas, mempercepat tumbuhnya tanaman, dapat
merangsang tumbuhnya umbi samping dan dapat mendorong terbentuknya
anakan. Penelitian ini akan mengkaji tentang perimbangan pupuk organik dan
anorganik serta menkombinasikannya dengan perlakuan pemotongan umbi guna
mengetahui pengaruhnya terhadap produksi dan daya simpan umbi.
B. Perumusan Masalah
Di Indonesia, penggunaan umbi bawang merah sebagai bibit sudah sangat
sering ditemui. Penggunaan umbi sebagai bahan tanam memiliki beberapa
keuntungan tersendiri diantaranya praktis, mudah ditanam, dan umur tanam yang
pendek. Sayangnya, penanaman menggunakan umbi ini menyerap 40% dari biaya
produksi. Selain itu, umbi bawang merah yang bersifat perishable membuat
penanganan pascapenen umbi bawang merah ini tergolong rumit. Salah satu
upaya untuk mempertahankan daya simpan dan kualitas umbi bawang merah
adalah dengan perimbangan pupuk organik dan anorganik dimana unsur hara
mikro dari pupuk organik diduga dapat mempengaruhi daya simpan dan kualitas
umbi bawang merah. Selain itu variasi pemotongan umbi digunakan untuk
merangsang pertumbuhan tunas anakan sehingga menghasilkan produksi yang
maksimal.
Dari uraian diatas, didapatkan beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Apakah perimbangan pupuk organik dan anorganik mempengaruhi hasil dan
umur simpan umbi bawang merah (Allium ascalonicum L.)?
2. Apakah besar potongan pada pucuk umbi mempengaruhi hasil dan umur
simpan bawang merah (Allium ascalonicum L.)?
3. Adakah interaksi antara pemotongan umbi dengan perimbangan pupuk
terhadap hasil umbi dan umur simpan bawang merah (Allium ascalonicum
L.)?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh perimbangan pupuk organik dan pupuk anorganik
terhadap hasil dan umur simpan umbi bawang merah (Allium ascalonicum L.).
2. Mengetahui adanya pengaruh pemotongan umbi bibit terhadap hasil dan umur
simpan bawang merah (Allium ascalonicum L.).
3. Mengetahui adanya interaksi antara pemotongan umbi dengan perimbangan
pupuk terhadap hasil umbi dan umur simpan bawang merah (Allium
ascalonicum L.)
D. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan :
1. Mendapatkan kombinasi dosis perimbangan pupuk dan potongan umbi yang
paling baik untuk hasil umbi dan penyimpanan bawang merah.
2. Mendapatkan dosis perimbangan pupuk yang efisien tanpa mengurangi hasil
produksi umbi bawang merah serta meningkatkan daya tahan umbi selama
penyimpanan.
3. Mendapatkan ukuran besarnya potongan umbi yang paling ekonomis, yang
dapat digunakan sebagai bahan tanam tanpa mengurangi hasil produksi dan
daya tahan umbi selama penyimpanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Tanaman bawang merah diduga berasal dari Asia. Sebagian literature
menyebutkan bahwa tanaman ini dari Asia Tengah, terutama Palestina dan India,
tetapi sebagian lagi memperkirakan berasal dari mediterania. Bawang merah
adalah sejenis tumbuhan semusim, yang memiliki umbi berlapis, berakar serabut,
dengan daun berbentuk silinder berongga. Tumbuhan bawang merah (Allium
cepa L. var. ascalonicum), famili Alliaceae adalah spesies dengan nilai ekonomi
yang penting, yang dibudidayakan secara luas di seluruh dunia khususnya di
benua Asia dan Eropa. Kedudukan tanaman bawang merah dalam tata nama atau
sistematika tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales (Liliflorae)
Famili : Liliales
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum L (Rukmana 2003).
Bawang merah termasuk jenis tanaman semusim (berumur pendek)
dengan tanaman berbentuk rumpun. Tinggi tanaman berkisar antara 15-25 cm,
berbatang semu, berakar serabut pendek yang berkembang disekitar permukaan
tanah, dan perakarannya dangkal, sehingga bawang merah tidak tahan terhadap
kekeringan. Daunnya memanjang dan berbentuk silindris. Pada cakram (discus)
diantara lapis kelopak daun terdapat tunas lateral atau anakan, sementara ditengah
cakram adalah tunas utama (inti tunas). Dilingkungan yang cocok, tunas-tunas
lateral akan membentuk cakram baru sehingga terbentuk umbi lapis. Sedangkan
pada tunas utama (tunas apikal) yang tumbuhnya lebih dulu, kelak akan menjadi
bakal bunga (primordia bunga). Setiap umbi yang tumbuh akan berkembang
mejdadi anakan yang masing-masing juga menghsilkan umbi (Samadi dan
Cahyono 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Keterangan:
A : penampang membujur tanaman bawang merah B : penampang melintang umbi bawang merah 1. Akar serabut 2. Batang pokok rudimenter yang seperti cakram 3. Umbi lapis 4. Tunas lateral (kuncup) 5. Daun muda 6. Titik tumbuh atau calon tunas (Rahayu dan Berlian 1995).
B. Perbanyakan Umbi Bawang Merah
Salah satu faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan usaha
peningkatan produksi bawang merah adalah ketersediaan benih/bibit bermutu.
Produsen benih bawang merah di sentra-sentra produksi biasanya adalah petani
yang memiliki skala usaha relatif luas atau petani individual yang menyisihkan
sebagian hasil panen untuk digunakan sebagai benih musim tanam berikutnya.
Beragamnya pengetahuan serta teknologi perbenihan yang berkembang dalam
system tersebut menyebabkan terjadinya variasi mutu benih yang tinggi. Secara
umum, variasi mutu benih/bibit dapat mengarah pada pencapaian produktivitas
yang cenderung dibawah potensi hasil. Observasi lapangan juga mengindikasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
bahwa sistem ini secara tidak langsung memungkinkan terjadinya fluktuasi harga
benih yang sangat tajam (Litbang 2010).
Pada umumnya bawang merah diperbanyak dengan menggunakan umbi
sebagai bibit. Umbi yang baik untuk bibit harus berasal dari tanaman yang sudah
cukup tua umurnya yaitu 70-80 hari setelah tanam (HST) dengan ukuran 5-10 g,
dengan tampilan segar dan sehat, bernas dan tidak keriput, dan warnya cerah
(tidak kusam). Sebelum ditanam, kulit luar umbi yang mengering dibersihkan.
Untuk umbi bibit yang umur simpannya kurang dari 2 bulan biasanya dilakukan
pemotongan ujung umbi sepanjang kurang lebih seper empat bagian dari seluruh
umbi, dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan tunas dan merangsang
tumbuhnya umbi samping (Balitsa 2008).
Selama ini praktik pemotongan ujung umbi bawang merah bertujuan untuk
mematahkan dormansi benih agar memacu pertumbuhan tunas baru. Menurut
Jumini et al. (2010), pemotongan ujung umbi bibit kira-kira 1/3 atau ¼ bagian
dari panjang umbi, bertujuan agar umbi tumbuh merata, dapat merangsang tunas,
mempercepat tumbuhnya tanaman, dapat merangsang tumbuhnya umbi samping
dan dapat mendorong terbentuknya anakan. Pada cakram terdapat mata tunas yang
mampu tumbuh menjadi tanaman baru yang disebut tunas lateral atau anakan,
dimana anakan ini akan membentuk cakram baru sehingga membentuk umbi lapis
yang baru (Yeti dan Elita 2008).
C. Fungsi Pupuk Organik (Fine Compost)
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup
yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai.
Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Kompos adalah hasil
pembusukan sisa-sisa tanaman yang disbabkan oleh aktivitas mikroorgnisme
pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya jumlah karbon dan
nitrogen (C/N rasio). Kualitas kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio
antara 12-15. Ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna cokelat kehitaman,
agak lembab, gembur, dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi
(Novizan 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro
rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama pupuk
organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah,
selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Pupuk organik dapat diaplikasikan
dalam bentuk bahan segar atau kompos. Di dalam tanah, pupuk organik akan
dirombak oleh organisme menjadi humus atau bahan organik tanah. Meskipun
mengandung unsur hara yang rendah, bahan organik penting dalam: (1)
menyediakan hara makro dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, Ca, Mg, dan Si, (2)
meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, serta (3) dapat bereaksi dengan
ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang
meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara seperti Al, Fe dan Mn dapat
dikurangi (Litbang 2005)
Pada tanaman yang diberikan pupuk organik bisa lebih berkualitas.
Tanaman sayuran yang diberi pupuk dengan pupuk organik akan lebih segar dan
rasanya enak, serta daya simpannya lebih lama. Tanaman buah pun kualitasnya
menjadi lebih baik dengan pupuk organik. Tanaman salak yang dipupuk
menggunakan pupuk organik dapat menghasilkan buah yang rasanya lebih manis.
Selain itu, daya fruitset atau persentase bunga yang menjadi buah jauh lebih
banyak.Begitu pula makanan yang diolah dari bahan organik pun daya simpannya
lebih lama. Nasi yang diolah dari beras organik bisa tahan selama 24 jam tanpa
dimasukkan ke dalam alat pemanas elektrik, sedangkan nasi dari beras anorganik
hanya tahan disimpan selama 12 jam (Anonim 2012).
Bahan organik dalam tanah mempengaruhi sifat fisika dan kimia tanah
yang efektivitasnya tergantung jumlahnya dalam tanah. Bahan organik
menyumbang kurang lebih 1/3 dari kapasitas tukar kation (KTK) permukaan
tanah dan berperan dalam peningkatan stabilitas agregat tanah melebihi faktor-
faktor lain. Dekomposisi bahan organik akan memasok sebagian besar unsur hara
makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Kurang lebih 95% nitrogen
(N) tanah, 40 % fosfor (P) tanah dan 90% belerang (S) tanah terdapat dalam
bentuk asosiasi dengan fraksi bahan organik (Hadisudarmo 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Pemupukan pada bawang merah dilakukan dua tahap yaitu sebelum
penanaman sebagai pupuk dasar dan sesudah penanaman sebagai pupuk susulan.
Untuk pupuk dasar biasanya digunakan sebagai pupuk kandang atau pupuk
kompos yang sudah tua. Untuk lahan yang kaya bahan organik, biasanya pupuk
dasar yang digunakan sekitar 10-15 ton/ha. Untuk lahan yang kekurangan unsur
hara perlu ditambahkan pupuk anorganik sebagai pupuk dasar. Sementara itu,
pupuk susulan dapat berupa pupuk tunggal atau pupuk majemuk (Wibowo 2009).
D. Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh
pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase
kandungan hara yang tinggi. Jenis pupuk buatan sangat banyak. Menurut jenis
hara yang dikandungnya dapat dibagi menjadi dua, yakni pupuk tunggal dan
pupuk majemuk. Padapupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya
satu macam yang biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea yang
hanya mengandung unsur nitrogen. Pupuk majemuk adalah pupuk yang
mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis,
karena hanya dengan satu kali penebara, beberapa unsur hara dapat diberikan
(Novizan 2005).
Selama ini, dalam prakteknya di lapangan, pemupukan pada bawang
merah selalu menggunakan pupuk anorganik. Petani lebih memilih pupuk
anorganik karena jauh lebih praktis penggunaannya dan sebagian besar varietas
unggul memang membutuhkan hara makro (NPK) yang tinggi dan harus cepat
tersedia (Litbang 2006). Menurut Sarno (2009), pemberian pupuk N, P, dan K
sangat diperlukan karena dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi bobot
kering secara konsisten, akan tetapi penggunaan pupuk anorganik saja tidak akan
mencukupi kebutuhan hara mikro tanaman.
1. Pupuk N (Zwavalzure Amoniak)
Amonium Sulfat [(NH4)3SO4] atau yang juga dikenal dengan
zwavelzure amoniak (ZA) merupakan pupuk Kristal putih dan hampir
seluruhnya larut air. Kadar N sekitar 20% - 21% dengan kemurnian sekitar
97%. Pupuk ini mengandung sulfur (S) yang juga merupakan penyusun CoA,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
vitamin, biotin, dan thiamine. Oleh karena itu, kekurangan S dapat
menyebabkan terhambatnya penyusunan protein, asam amino dan sebagainya
(Rosmarkam dan Yuwono 2011).
Sulfur diserap dalam bentuk SO4, zat ini merupakan bagian dari
protein yang terdapat dalam bentuk: cystein, methionin serta thiamine.
Belerang (S) yang larut dalam air akan segera diserap akar tanaman, karena
zat ini sangat diperlukan tanaman (terutama tanaman-tanaman muda) pada
pertumbuhan pemula dan perkembangannya. Tanaman yang biasanya
mempunyai kandungan belerang yang cukup tinggi ialah tanaman jenis
legume dan lili (misalnya bawang) (Sutejo dan Kartasapoetra 1990).
Nitrogen pada tanaman bawang merah, berpengaruh terhadap hasil
dan kualitas umbi. Kekurangan nitrogen akan menyebabkan ukuran umbi
kecil dan kandungan air rendah, sedangkan kelebihan nitrogen akan
menyebabkan ukuran urnbi menjadi besar dan kandungan air tinggi, namun
kurang bernas dan mudah keropos (Greenwood et al 2001 cit. rajiman 2009).
2. Pupuk P (SP-36)
Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk ion
ortofosfat primer (H2PO4-), dan sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion
ortofosfat sekunder (HPO4-2). Fosfor dalam tanaman memiliki fungsi yang
sangat penting yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan
penyimpanan energy, pembelahan dan pembesaran sel, serta proses-proses
didalam tanaman lainnya. Fosfor meningkatkan kualitas buah, sayuran, dan
biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji. Selain itu fosfor
sangat penting dalam transfer sifat-sifat menurun dari sati generasi ke
generasi berikutnya. Fosfor membantu mempercepat perkembangan akar dan
perkecambahan, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan
daya tahan terhadap penyakit yang akhirnya meningkatkan kualitas hasil
panen (Winarso 2005).
Unsur P untuk membanutu perkembangan akar, tetapi ketersediaannya
sangat terbatas. Defisiensi P pada bawang merah akan mengurangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
perrumbuhan akar dan daun, ukuran dan hasil umbi, namun memperlamtbat
penuaan (Greenwood et al 2001 cit. rajiman 2009).
3. Pupuk K (Kalium Klorida)
Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion (K+). Fungsi utamanya erat
kaitannya dengan metabolism tanaman, terutama vital dalam proses
fotosintesis. Fungsi kalium lainnya adalah: esensiil dalam sintesis protein,
penting dalam pemecahan karbohidrat atau proses pemberian energi bagi
tanaman, penting dalam translokasi logam-logam berat seperti Fe, membantu
tanaman mengatasi gangguan penyakit, penting dalam pembentukan buah,
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap iklim tidak menguntungkan, dan
terlibat aktif dalam lebih dari 60 sistem enzim yang mengatur reaksi-reaksi
kecepatan pertumbuhan tanaman (Winarso 2005)
Kalium berfungsi menjaga status air tanaman dan tekanan turgor
sel, mengatur stomata. Dan mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat
yang baru terbentuk. Pemberian K pada bawang merah mempengaruhi
pertumbuhan. hasil pemberian kualitas umbi (Akhtar et al. 2002;
Woldetsadik 2003; cit. Rajiman 2009). Defisiensi K dapat menghambat
pertumbuhan, penurunan ketahanan dari penyakit, dan menurunkan hasil
bawang merah (Singh & Verma, 2001 cit. Rajiman 2009).
E. Kehilangan Pascapanen dan Umur Simpan
Produk pascapanen merupakan produk yang mudah rusak, baik selama
pemanenan, pengangkutan, maupun penyimpanan. Hal ini karena produk
pascapanen, baik buah, sayur, maupun umbi merupakan bagian tanaman yang
masih hidup dan mengandung sekitar 65-95% air. Meskipun produk tersebut
sudah dipanen, tetapi produk masih melakukan proses kegiatannya antara lain
proses fotosintesis. Selain faktor dalam produk itu sendiri, faktor luar juga sangat
berperan didalam kerusakan dan kehilangan produk pascapanen. Kedua faktor
tersebut umumnya berinteraksi, yang akhirnya berpengaruh pada besar kecilnya
kehilangan produk (Soesanto 2008)
Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam
kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
tertentu. Perhitungan umur simpan adalah dengan nyimpan satu seri produk pada
kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan
mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kedaluwarsa (Herawati
2008).
Umur simpan umbi bawang merah sangat pendek. Umur simpan umbi
yang sangat pendek tidak dapat dirubah karena memang secara genetis umbi
bawang merah berair tidak seperti benih tanaman lainnya, misal dengan bawang
putih kandungan airnya lebih banyak bawang merah, apalagi dengan tanaman
sayuran lainnya yang benihnya berupa biji. Oleh karenanya salah satu hal untuk
mensiasati agar umur simpannya dapat diperpanjang beberapa hari yaitu dengan
menyimpan benih pada kadar air yang sesuai. Sehingga perlu pengeringan sampai
kering askip sebelum disimpan digudang. Susut bobot yang tinggi dapat
dikurangi dengan keringnya umbi sebelum disimpan di gudang. Selain itu dengan
kebersihan gudang dan keluar masuknya udara yang baik dalam gudang akan
mengurangi susut bobot umbi dan mengurangi serangan OPT gudang (Febrianto
2011)
Penyimpanan yang umum dilakukan di Indonesia saat ini adalah
penyimpanan tradisional yang akan menghasilkan susut bobot atau kehilangan
berat sekitar 25%. Kehilangan berat yang sebesar itu diharapkan dapat ditekan
hingga 10-17% dengan pengendalian lingkungan penyimpanan, misalnya
temperature dan kelembaban (Komar et al. 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gunung Mijil, Kecamatan Jati,
Kabupaten Karanganyar pada jenis tanah Vertisol dengan ketinggian tempat 98
mdpl untuk proses budidaya, dan di Laboratorium Bioteknologi dan Kultur
Jaringan Gd. C Fakultas Pertanian UNS sebagai tempat penyimpanan. Penelitian
ini dilaksanakan dari bulan April hingga September 2012.
B. Bahan dan Alat 1. Bahan
Bahan penelitian yang digunakan antara lain: umbi bibit bawang
merah varietas Bima curut (umur simpan 4 bulan), pupuk organik (fine
compost), pupuk anorganik (pupuk ZA, pupuk SP-36, dan pupuk KCl).
2. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: meteran,
cangkul, cethok, sprayer, jangka sorong dan timbangan.
C. Rancangan Penelitian dan Analisis Data
1. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan
rancangan petak terbagi (split plot design) dengan dua faktor dan tiga
ulangan. Sebagai petak utama adalah kombinasi pupuk organik dan pupuk
anorganik yang terdiri dari 4 taraf perlakuan, sedangkan sebagai anak petak
adalah pemotongan bagian pucuk umbi secara melintang yang terdiri dari 3
taraf perlakuan.
a. Petak utama (main plot) : kombinasi pupuk organik dengan pupuk anorganik (P) · P1 : dosis pupuk organik anjuran (20 ton/ha) · P2 : dosis pupuk anorganik 1/3 anjuran + pupuk organik 13.3 ton/ha · P3 : dosis pupuk anorganik 2/3 anjuran + pupuk organik 6.67 ton/ha · P4 : dosis pupuk anorganik anjuran (600 kg/ha ZA; 300 kg/ha SP-36;
200 kg/ha KCl)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Tabel 1. Perimbangan dosis pupuk organik dan anorganik
Jenis Pupuk Dosis Perimbangan Pupuk (ton/ha)
P1 P2 P3 P4
Anorganik ZA 0 0,2 0,4 0,6
SP-36 0 0,1 0,2 0,3 KCl 0 0,06 0,13 0,2
Organik 20 13.3 6.67 0
b. Anak Petak (sub plot) : pemotongan umbi (B) B1 : dipotong sebesar 1/3 umbi dari bagian pucuk B2 : dipotong sebesar 1/2 umbi dari bagian pucuk B3 : dipotong sebesar 2/3 umbi dari bagian pucuk
Dari kedua faktor tersebut didapatkan 12 kombinasi perlakuan
sebagai berikut: P1B1, P2B1, P3B1, P4B1, P1B2, P2B2, P3B2, P4B2, P1B3, P2B3,
P3B3, P4B3 yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 36 satuan
percobaan.
P1 P3 P4 P2 B2 B3 B1 B2 B3 B1 B3 B3 Kel I B1 B2 B2 B1
P4 P1 P2 P3 B3 B1 B3 B2 B1 B3 B1 B1 Kel II B2 B2 B2 B3
P3 P2 P1 P4 B2 B2 B3 B2 B3 B1 B1 B3 Kel III B1 B3 B2 B1
Gambar 1. Rancangan denah penempatan perlakuan
2. Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
berdasarkan uji F taraf 5%. Apabila terdapat beda nyata, analisis dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan atau Duncans multiple range test (DMRT)
taraf 5% .
U
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
D. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan penelitian
Persiapan penelitian meliputi persiapan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam melaksanakan penelitian serta penentuan lokasi penelitian
yang sesuai dengan karakteristik yang diharapkan.
2. Persiapan lahan
Persiapan lahan ini meliputi pembersihan lahan, pengolahan tanah dan
pemberian pupuk. Pembersihan lahan dilakukan dengan maksud membersihkan
gulma dan sisa-sisa tanaman kemudian digemburkan agar aerasi dan drainase
baik. Lahan dibentuk menjadi beberapa petakan-petakan utama, masing-
masing berukuran 3×1 m, tinggi petakan 50 cm, dan lebar parit 40 cm. Untuk
anak petak, diberikan pembatas berupa tali berwarna kontras untuk pembeda
perlakuan. Pada saat persiapan lahan, dilakukan pengaplikasian pupuk organik
sebagai pupuk dasar sesuai perlakuan perimbangan pupuk organik yaitu 20
ton/ha, 13.3 ton/ha, 6.67 ton/ha dan 0.
3. Persiapan bahan tanam
Bahan yang digunakan berupa umbi bibit varietas bima curut dengan
umur simpan 4 bulan. Umbi yang digunakan adalah yang berukuran sedang,
dengan kriteria umbi yang baik: umbi bergaris tengah kurang lebih 2 cm,
berwarna cerah tanpa adanya bercak hitam yang merupakan tanda adanya
spora. Umbi yang telah disiapkan, dipotong bagian ujungnya (pucuk) secara
melintang dengan pisau steril. Pemotongan ujung umbi dilakukan sesuai
dengan perlakuan pemotongan umbi yaitu: B1 (umbi dipotong setebal 1/3 umbi
dari bagian pucuk), B2 (umbi dipotong setebal 1/2 umbi dari bagian pucuk),
dan B3 (umbi dipotong setebal 2/3 umbi dari bagian pucuk). Setelah dipotong,
umbi dimasukkan kedalam larutan fungisida dan setelah ditiriskan selama satu
malam, umbi siap tanam keesokan harinya.
4. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan pengaturan jarak tanam 15×20 cm dalam
satu petak/bedeng berukuran 1×1 m sehingga populasi ayang diperoleh dalah
35 tanaman. Penanaman dilakukan dengan cara membenamkan seluruh bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
umbi sebatas ujung potongan umbi kemudian permukaannya di tutup tanah
tipis.
5. Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengairan, penyulaman,
dan pengendalian organisme pengganggu (gulma, hama dan penyakit) tanaman
(jika ada).
a. Penyulaman
Penyulaman merupakan penggantian tanaman yang mati atau tidak
tumbuh normal dengan tanaman yang baru. Penyulaman dilakukan pada
umur 7-10 hst.
b. Pengairan
Pengairan dilakukan dengan sistem leb (digenang), lalu air dalam
parit disiramkan keatas bedeng. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore
hari. Penyiraman sebanyak dua kali dilakukan selama tanaman masih
berumur 14 hari. Setelah tanaman berumur 14-50 hari, penyiraman cukup
satu kali sehari dan dikerjakan pada sore hari saja (Wibowo, 2009). Pada
saat tanaman membentuk umbi, sekitar umur 2 bulan, penyiraman
dilakukan 2 kali sehari. Penyiraman dilakukan hingga tanah menjadi
lembab.
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dua kali yaitu dengan pemberian pupuk
organik sebagai pupuk dasar dan pupuk anorganik sebagai pupuk susulan.
Pupuk anorganik yang digunakan berupa pupuk tunggal yaitu unsur N
diberikan dari pupuk ZA [(NH)2SO4], P diberikan dari pupuk SP-36, dan
pupuk K diperolah dari pupuk KCl. Perimbangan dosis yang diberikan dari
pupuk sesuai tabel 1. Pemupukan dilakukan secara berkala dimana separuh
pupuk ZA diberikan bersamaan dengan pupuk SP-36 dan KCl pada waktu
tanaman berumur 2 minggu. Sisa pupuk ZA diberikan kembali ketika
tanaman berumur 4 minggu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
d. Pengendalian hama penyakit.
Bawang merah termasuk tanaman yang peka terhadap serangan
hama dan penyakit terutama cendawan. Penyakit-penyakit yang utama
pada bawang merah adalah penyakit bercak ungu, tepung embunmati
pucuk, busuk umbi, busuk hitam. Cara pemberantasannya adalah dengan
menggunakan pestisida khususnya fungisida.
6. Panen
Indeks panen bawang merah yang digunakan umumnya berdasarkan
jumlah hari setelah tanam. Bawang merah dipanen ketika tanaman berumur 70-
90 hari stelah tanam. Menurut Wibowo (2009) tanda pemanenan dapat dilihat
dari perubahan warna daun dan pangkal daun pada ujung umbi, atau sekitar 60-
70% daun dari seluruh tanaman menguning dan batang leher umbi terkulai
maka saat panen tiba.
7. Pascapanen
Langkah pertama adalah membersihkan umbi bawang merah dari
kotoran yang melekat setelah proses panen kemudian bersama daunnya
masing-masing diikat sebanyak 10-15 rumpun dan dijemur beralaskan tikar
bambu (gedheg) dibawah sinar matahari. Proses penjemuran ini dilakukan
dalam 2 tahapan. Tahap pertama adalah proses pelayuan yang dilakukan
selama 2-3 hari pertama setelah panen dengan bagian daun menghadap ke atas.
Tujuannya untuk mengeringkan daun. Tahap kedua, penjemuran dilakukan
selama 7-14 hari, dengan bagian umbi menghadap ke atas, tujuannya menjemur
bagian umbi bawang. Pada tahap ini dilakukan pembersihan umbi dari sisa-sisa
kotoran dan pembersihan kulit yang terkelupas. Kadar air yang diinginkan 80-
85% atau bila kulit bawang telah terlihat mengkilap, dan jika digesekkan satu
sama lain terdengar suara gemerisik (Setyorini 2011)
E. Pengamatan Variabel 1. Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari permukaan tanah hingga
ujung daun tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
seminggu 1 kali, dimulai dari 2 minggu setelah tanam (MST) sampai 9 MST
atau ketika bunga mulai muncul.
2. Jumlah Daun per Rumpun
Menghitung jumlah daun yang tumbuh pada setiap rumpun tanaman
sampel. Penghitungan dilakukan seminggu 1 kali bersamaan dengan
pengukuran tinggi tanaman.
3. Jumlah Anakan per Rumpun
Menghitung jumlah anakan yang tumbuh pada setiap rumpun sampel.
Pengukuran dilakukan seminggu 1 kali bersamaan dengan pengukuran tinggi
tanaman.
4. Jumlah Umbi per Rumpun
Penghitungan dilakukan ketika panen berakhir. menghitung jumlah
umbi yang dihasilkan pada setiap rumpun sampel.
5. Diameter Umbi
Pengukuran diameter umbi dilakukan menggunakan jangka sorong.
Bagian yang diukur adalah bagian cakram umbi dan bagian lingkar umbi
terbesar.
6. Berat Umbi Segar per Rumpun
Penghitungan berat umbi segar per sampel dilakukan dengan
menimbang umbi dari setiap rumpun sampel, segera setelah proses
pemanenan.
7. Berat Kering Umbi per Rumpun
Penghitungan berat umbi kering per sampel dilakukan dengan
menimbang umbi dari setiap rumpun sampel setelah dilakukan pengeringan
selama ± 1 minggu.
8. Berat Umbi per Petak
Menimbang berat umbi yang dihasilkan dari setiap petak bagian
perlakuan. Tanaman untuk sampel berat umbi diambil dari petakan berukuran
60 x 45 cm (9 rumpun tanaman) dalam masing-masing petak bagian, untuk
kemudian dihitung dan dikonversikan dalam luasan 1 ha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
9. Komponen Umur Simpan
a. Laju Susut Bobot Umbi
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan
timbangan digital. Pengukuran penyusutan bobot akan dilakukan secara
berkala setiap seminggu sekali ketika umbi dalam masa penyimpanan
Pengukuran susut bobot umbi dilakukan berdasarkan persentase
penurunan berat umbi sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan
yaitu selama jangka waktu 3 bulan. Persamaan yang digunakan untuk
menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:
dimana : W 1 = bobot bahan awal penyimpanan (gram)
W2 = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)
b. Umbi Rusak
Menghitung persentase umbi yang rusak. Penghitungan dilakukan
setiap minggu dengan kriteria: umbi keropos, umbi busuk atau terserang
OPT dan umbi tidak utuh serta menghitung muncul tunas dan muncul akar
pada akhir pengamatan.
Susut Bobot (%) = �囊能�挠�囊 时100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Gunung Mijil, Kecamatan Jati, Kabupaten
Karanganyar (98 mdpl) sebagai lokasi budidaya, serta Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan dan Bioteknologi gedung C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Jenis tanah pada lokasi
penanaman adalah Vertisols, dengan kondisi iklim seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Kondisi iklim daerah Palur pada bulan April, Mei dan Juni 2012
Unsur cuaca Bulan
April Mei juni
Temperatur udara 26ºC - 31ºC 26ºC - 31ºC 26ºC - 36 ºC Kelembabab relatif 69 % - 85 % 69 % - 85 % 67 % - 88 %
Curah hujan 43 mm/hari 43 mm/hari 2,88 mm/hari
Sumber: Data Pengamatan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK) Laboratorium Pengamat Hama Penyakit Tanaman Pangan Surakarta
Kondisi tersebut cocok untuk menanam bawang merah karena menurut
Setiyowati et al. (2010) bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai
tinggi yaitu 0-900 mdpl dengan suhu ideal 25o-30o C dengan kelembaban nisbi
80%-90%. Lahan yang digunakan adalah lahan bekas pertanaman tanaman padi
(Oryza sativa), dengan keragaman vegetasi yang tinggi disekitarnya. Pada lokasi
tersebut ditemui pertanaman kacang tanah (Arachis hipogeae), kangkung
(Ipomoea sp), padi (O. sativa), ketela pohon (Manihot utilisima), serta berbagai
macam rumput dan perdu.
Pada awal pertumbuhan, tunas muncul serentak dan tumbuh baik. Penyakit
yang teridentifikasi pada awal pertumbuhan (1 MST) adalah penyakit Onion
Yellow Dwarf Virus atau OYDV (gambar 2) dengan ciri daun pucat, arah tumbuh
daun tidak teratur, tanaman kerdil dan tidak membentuk umbi. Penyulaman
dilakukan pada 7 HST sesuai dengan perlakuan awal masing-masing umbi. Selain
itu, timbul gejala penyakit moler (twisting disease) akibat serangan cendawan
Fusarium oxysporum (gambar 3), dengan ciri-ciri ujung daun bawang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
mengering disertai pembusukan umbi yang dimulai dari pangkal umbi (basal),
bila sudah parah, anakan dapat dicabut dengan mudah karena akar sudah
membusuk. Dipublikasikan oleh Department of Plant and Environmental
Sciences, New Mexico State University (Wall et al. 2009) bahwa Penyakit ini
bermula dari lahan pertanaman yang kemudian berlanjut saat penyimpanan
dengan menunjukkan kebusukan umbi. Fungi terdapat di tanah dan menyerang
akar, cakram dan menyebar ke umbi, terkadang juga disertai memar (Gambar 3c).
Meskipun umbi tidak terlihat busuk saat panen, tanaman yang sudah terinfeksi
(menunjukkan gejala) akan membusuk saat masa penyimpanan sehingga penyakit
ini termasuk penyakit yang terbawa umbi. Pengendalian dilakukan dengan
menyemprotkan fungisida ke tanaman secara berkala yaitu tiga hari berturut-turut
selama satu pekan.
Gambar 2. (a) Tanaman terserang onion yellow dwarf
virus (OYDV) (b) A merupakan tanaman sehat; B tanaman terserang OYDV
Gambar 3. (a) gejala serangan penyakit moler ujung daun mengering (b)
penyakit moler (twisting disease) tingkat akhir (c) keruskanan umbi akibat penyakit moler
Gulma yang ditemui sangat beragam, terdiri dari gulma jenis rumput
(grasses): imperata cylindrical; jenis teki (sedges): cyperus rotundus; berdaun
(a) (b)
(a) (b) (c)
A B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
lebar (broad leaves), arachis hypogeae, ipomoea batatas, dll. Keragaman gulma
ini terjadi karena kondisi tanah yang subur dan kondisi lingkungan sekitar yang
keragaman vegetasinya tinggi sehingga benih (seed) mudah tersebar dan tumbuh
di lahan budidaya. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanis yaitu
penyiangan intensif.
B. Tinggi Tanaman
Dalam arti sempit pertumbuhan berarti pembelahan sel (peningkatan
jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran) yang prosesnya tidak dapat
berbalik (irreversible), sedangkan perkembangan didefinisikan sebagai proses
diferensiasi (spesialisasi sel) (Gardner et al. 1991). Pertumbuhan ditunjukkan
dengan pertambahan tinggi tanaman, besar diameter batang serta perbesaran
organ-organ pada tanaman, sedangkan untuk perkembangan, dapat ditunjukkan
dengan pembentukan anakan, pembentukan bunga, juga penambahan berat kering
tanaman (Gardener et al. 1991, Winarso 2006).
Pengukuran tinggi dilakukan setiap minggu, dari 1 MST hingga 6 MST,
pengukuran tinggi dilakukan dengan cara mengukur dari permukaan tanah hingga
ujung daun tertinggi. Pengukuran tinggi, jumlah daun dan jumlah anakan
dilakukan pada waktu yang bersamaan, hingga 6 MST karena pada 7 MST
tanaman sudah berbunga, yang berarti sudah memasuki fase generatif. Pada
sebagian besar tanaman, pertumbuhan vegetatif terhenti saat pembungaan atau
pembuahan karena perkembangan buah memerlukan banyak zat hara, terutama N
dan karbohidrat (Darmawan dan Baharsjah 2010).
Pada Grafik (Gambar 4) menunjukkan bahwa tinggi tanaman bawang
merah meningkat seiring dengan pertambahan umur. Artinya, tanaman memiliki
kemampuan tumbuh yang baik pada masing-masing perlakuan. Grafik dengan
perlakuan pemotongan umbi menunjukkan bahwa perlakuan B1 (umbi dipotongan
sebesar 1/3 bagian) memiliki pertumbuhan awal (tunas) yang paling baik diantara
perlaukan pemotongan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Keterangan: Perlakuan perimbangan pupuk merupakan perimbangan dosis pupuk organik anjuran
(20 ton/ha) dan anorganik (ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,15 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha)
Gambar 4. Grafik pengaruh perimbangan pupuk (ya) dan pemotongan umbi (yb) terhadap rerata tinggi tanaman bawang merah (cm) hingga 6 MST (Minggu Setelah Tanam)
Hal ini disebabkan karena persediaan cadangan makanan untuk
pertumbuhan tunas paling banyak pada perlakuan tersebut. Cadangan makanan
tersebut berupa karbohidrat yang digunakan untuk menghasilkan pertumbuhan
tunas. Menurut hasil penelitian Sumiati et al. (2004) umbi yang lebih besar (> 5 g
per umbi) menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman yang paling baik karena
karbohidrat merupakan bahan baku untuk mendukung terjadinya pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup, tergantung pada
ketersediaan meristem, hasil asimilasi, hormon, dan substansi pertumbuhan lain
atau lingkungan (Purnomo et al. 2010).
Pada grafik perimbangan dosis pupuk (Gambar 4) menunjukkan bahwa
perlakuan 2/3 organik : 1/3 anorganik (organik 13,3 ton/ha, ZA 0,2 ton/ha, SP-36
0,05 ton/ha, KCl 0,06 ton/ha) dan 1/3 organik : 2/3 anorganik (organik 6,6 ton/ha,
ZA 0,4 ton/ha, SP-36 0,1 ton/ha, KCl 0,13 ton/ha) menunjukkan pertambahan
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
1 2 3 4 5 6
Tin
ggi (
Cm
)
umur tanaman (MST)
Perlakuan Perimbangan Pupuk
1 organik : 0 anorganik
2/3 organik : 1/3 anorganik
1/3 organik : 2/3 anorganik
0 organik : 1 anorganik
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
1 2 3 4 5 6
Tin
ggi (
Cm
)
umur tanaman (MST)
Perlakuan Pemotongan Umbi
1/3
1/2
2/3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tinggi yang pesat pada umur 4 MST, sedangkan perlakuan lainnya cinderung
stabil. Hal ini disebabkan karena pada kedua perlakuan perimbangan dosis pupuk
tersebut, tanaman mendapatkan hara yang cukup pada awal penanaman bersumber
dari pupuk kompos sehingga dapat memulai pertumbuhan dengan baik. Kemudian
pada umur 4 MST, pada saat fase eksponensialnya dimana tanaman sedang aktif
dalam pertumbuhan vegetatifnya, tanaman mendapat suplai hara dari pupuk yang
cepat diserap dari pemupukan anorganik sehingga menunjukkan pertambahan
tinggi yang pesat.
Gambar 5. Tanaman bawang merah pada umur 2
minggu setelah tanam (2 MST)
Tabel 3. Rerata tinggi tanaman (cm) bawang merah saat 6 MST
Dosis Perimbangan Pupuk Perlakuan Potongan Umbi Rerata
Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 31,16 31,10 29,04 31,23 13,3 0,2 0,05 0,06 36,54 34,46 35,44 33,58 6,6 0,4 0,1 0,13 34,70 33,50 32,47 35,50 0 0,6 0,15 0,2 30,29 28,64 30,91 30,48
Rerata 33,76 32,24 32,16 -
Keterangan: Dosis perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
Berdasarkan hasil sidik ragam (lampiran 1) tidak terdapat pengaruh nyata
dari perlakuan perimbangan pupuk, besar potongan umbi serta interaksi antara
dosis perimbangan pupuk dan besar potongan umbi terhadap tinggi tanaman. Dari
tabel rerata tinggi tanaman (tabel 3) dapat dilihat bahwa tinggi tanaman berkisar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
antara 30 cm hingga 35 cm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dari berbagai
perlakuan pupuk maupun potongan umbi tidak memberikan hasil yang berbeda
dalam pertumbuhan tinggi tanaman. Karena ketika benih ditanam menggunakan
perlakuan potongan umbi, tunas muncul pada waktu yang bersamaan.
Keseragaman ini menyebabkan tidak terjadinya pengaruh yang nyata pada tinggi
tanaman. Varietas bahan tanam sangat menentukan keragaman pertumbuhan pada
tanaman yang dikembangbiakkan dari bagian vegetatif, karena susunan genetik
dari bahan tanam yang berasal dari bagian vegetatif adalah sama (Sitompul dan
Guritno 1995) untuk varietas yang sama.
Hasil tersebut dapat diartikan bahwa penggunaan pupuk anorganik dapat
digantikan dengan pupuk organik seutuhnya tanpa mempengaruhi tinggi tanaman
secara signifikan. Pupuk organik memberikan efek yang baik terhadap kesuburan
tanah (Rosmarkam dan Yuwono 2011) diantaranya dapat memperbaiki struktur
tanah sehingga tanah menjadi ringan, mudah diolah dan mudah ditembus akar
tanaman. Selain itu bahan organik juga meningkatkan daya menahan air (water
holding capacity) sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi
lebih banyak dan kelengasannya dapat terjaga. Bahan organik juga mampu
meningkatkan KPK sehingga kemampuan mengikat kation jadi lebih tinggi.
Akibatnya, jika tanah yang dipupuk dengan bahan organik dengan dosis tinggi
hara tanaman tidak mudah tercuci. Dengan menggunakan pupuk organik,
penerapan program pemupukan berimbang dapat terlaksana karena selain
meningkatkan produksi pangan dan produktivitas lahan pertanian, juga dapat
menghemat pupuk dan devisa negara (Suriadikarta dan Setyorini 2006).
C. Jumlah Daun per Rumpun
Banyaknya jumlah daun penting dalam membantu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman karena bersangkutan dengan proses fotosintesis
(Darmawan dan Baharsjah 2010). Salisbury dan Ross (1995) dalam Syam’un et
al. (2007) menyatakan bahwa kapasitas fotosintesis meningkat dengan
bertambahnya jumlah daun pada tanaman. Fotosintat yang dihasilkan pada daun
dan sel-sel fotosintetik lainnya harus diangkut ke organ atau jaringan lain lain agar
dapat dimanfaatkan oleh organ atau jaringan lain tersebut untuk pertumbuhan
ataupun cadangan makanan (Lakitan 2007). Pengamatan jumlah daun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dilaksanakan mulai dari tanaman berumur 1 MST hingga 6 MST dan diamati tiap
minggu. Dilihat dari potensi tumbuhnya, pada grafik rerata jumlah daun (Gambar
6), terlihat bahwa jumlah daun meningkat seiring pertambahan umur.
Keterangan: perlakuan perimbangan pupuk merupakan perimbangan dosis pupuk organik anjuran
(20 ton/ha) dan anorganik (ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,15 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha)
Gambar 6. Grafik pengaruh perimbangan pupuk (ya) dan pemotongan umbi (yb) terhadap jumlah helai daun tanaman bawang merah hingga 6 MST
Grafik menunjukkan bahwa pada perlakuan P2 (pupuk organik 13,3
ton/ha, ZA 0,2 ton/ha, SP-36 0,05 ton/ha, KCl 0,06 ton/ha) menunjukkan
pertambahan jumlah daun yang paling tinggi, sedangkan pada perlakuan
pemotongan umbi, jumlah daun terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan B1 (umbi
dipotong sebesar 1/3 bagian). Pada pemotongan 1/3 bagian umbi ini menyisakan
bagian besar umbi untuk ditanam. Artinya, cadangan makanan terbanyak ada pada
perlakuan tersebut sehingga tanaman memiliki energi yang lebih banyak untuk
membentuk daun. Dwidjoseputro (1988) cit. Setiyowati et al. (2010) menyatakan
bahwa hasil fotosintesis akan di transport dari daun ke bagian meristem setelah
melalui respirasi yang menghasilkan ATP di titik tumbuh dan memacu
pembelahan sel-sel primodia/tunas daun.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
1 2 3 4 5 6
Jum
lah
Dau
n (H
elai
)
umur tanaman (MST)
Perlakuan Perimbangan Pupuk
1 organik : 0 anorganik
2/3 organik : 1/3 anorganik
1/3 organik : 2/3 anorganik
0 organik : 1 anorganik
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
1 2 3 4 5 6
Jum
lah
Dau
n (H
elai
)
umur tanaman (MST)
Perlakuan Potongan Umbi
1/3
1/2
2/3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel 4. Rerata jumlah daun (helai) bawang merah saat 6 MST
Dosis perimbangan pupuk Perlakuan potongan umbi Rerata Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 29,11 28,45 25,44 27,46 13,3 0,2 0,05 0,06 32,78 32,00 36,00 33,68 6,6 0,4 0,1 0,13 29,89 28,89 26,45 27,04 0 0,6 0,15 0,2 27,33 21,33 28,11 25,33
Rerata 29,94 26,62 28,57 -
Keterangan: Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
Daun berfungsi sebagai organ utama fotosintesis pada tumbuhan tingkat
tinggi (Gardner et al. 1991). Rerata jumlah daun (Tabel 4) menunjukkan bahwa
jumlah daun pada tiap rumpun tanaman berkisar antara 25 hingga 33 helai pada 6
MST (minggu setelah tanam). Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 1),
jumlah daun tidak menunjukkan pengaruh nyata pada perlakuan perimbangan
dosis pupuk dan besar potongan umbi serta tidak terdapat interaksi antara
perlakuan perimbangan pupuk dengan potongan umbi. Artinya, semua perlakuan
baik perimbangan pupuk ataupun potongan umbi memberikan respon yang relatif
sama untuk jumlah daun. Hal ini berkaitan dengan keseragaman genetik umbi
bawang merah yang digunakan sebagai bahan tanam, sehingga tidak terjadi respon
yang signifikan. Genotip dapat mempengaruhi kemampuan berkecambah dan
menentukan potensial untuk membentuk srisip, jumlah bunga, jumlah bunga yang
berkembang membentuk biji, jumlah hasil asimilasi yang di produksi dan
pembagian hasil asimilasi (Gardner et al. 1991)
Dalam rangka mendukung pertanian yang ramah lingkungan dan
memperbaiki kondisi tanah, dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan
pupuk anorganik dapat dikurangi baik secara berangsur-angsur maupun secara
langsung. Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen
tanah yang utama, selain itu perannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika,
kimia dan biologi tanah serta lingkungan (Simanungklit 2006).
D. Jumlah Anakan per Rumpun
Bagian pangkal umbi bawang merah berbentuk cakram yang merupakan
batang pokok tidak sempurna atau rudimenter. Pada cakram terdapat mata tunas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
yang mampu tumbuh menjadi tanaman baru yang disebut tunas lateral atau
anakan, dimana anakan ini akan membentuk cakram baru sehingga membentuk
umbi lapis yang baru (Alliuddin 1977 cit. Yetti dan Elita 2008). Dengan cara
demikian, tanaman bawang merah akan membentuk rumpun tanaman.
Proses pemotongan umbi akan mempermudah pertumbuhan tunas pada
umbi bibit bawang merah karena tidak menghalangi pucuk tunas untuk tumbuh.
Selain itu, pertumbuhan tanaman akan optimal jika unsur hara yang tersedia
dalam bentuk dan jumlah yang sesuai dengan tanaman (Salisburry dan Ross cit.
Yetti dan Elita 2008).
Keterangan: perlakuan perimbangan pupuk merupakan perimbangan dosis pupuk anjuran organik
(20 ton/ha) dan anorganik (ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,15 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha)
Gambar 7. Grafik pengaruh perimbangan pupuk (ya) dan pemotongan umbi (yb) terhadap rerata jumlah anakan per rumpun tanaman bawang merah selama 6 MST
Pada grafik (gambar 7) terlihat bahwa pada perlakuan perimbangan pupuk,
jumlah anakan terbanyak terjadi pada perlakuan P2 (organik 13,3 ton/ha, ZA 0,2
ton/ha, SP-36 0,05 ton/ha, KCl 0,06 ton/ha) sedangkan untuk perlakuan potongan
umbi, jumlah anakan terbanyak terdapat pada perlakuan B1 (umbi dipotong
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
1 2 3 4 5 6
Jum
lah
Ana
kan
(bu
ah)
umur tanaman (MST)
Perlakuan Perimbangan Pupuk
1 organik : 0 anorganik
2/3 organik : 1/3 anorganik
1/3 organik : 2/3 anorganik
0 organik : 1 anorganik
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
1 2 3 4 5 6
Jum
lah
Ana
kan
(B
uah)
umur tanaman (MST)
Perlakuan Potongan Umbi
1/3
1/2
2/3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
sebesar 1/3 bagian). Hal yang sama terjadi juga pada variabel tinggi tanaman dan
jumlah daun. Secara mandiri dapat disimpulkan bahwa pada perimbangan pupuk
organik 13,3 ton/ha, ZA 0,2 ton/ha, SP-36 0,05 ton/ha, KCl 0,06 ton/ha (P2) dan
potongan umbi 1/3 bagian (B1) dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif
tanaman bawang merah yaitu tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan.
Keterkaitan ini dipengaruhi oleh hasil fotosintesis yang diangkut dari daun ke
organ-organ tanaman seperti akar, batang dan organ reproduktif lainnya. Seberapa
efisien tanaman membagikan hasil fotosintesisnya ke bagian-bagian yang berbeda
tersebut memiliki pengaruh yang penting terhadap hasil panen.
Gambar 8. Anakan pada bawang merah
menentukan hasil umbi saat panen.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tidak
terdapat pengaruh nyata, baik pada perlakuan perimbangan pupuk maupun
perlakuan pemotongan umbi, serta tidak terjadi interaksi perimbangan dosis
pupuk dan pemotongan umbi terhadap jumlah anakan. Hasil yang tidak signifikan
tersebut disebabkan karena genotipe dari varietas bahan tanam yang digunakan.
Dalam penelitiannya, Azmi et al. (2011) mengemukakan bahwa karakter jumlah
umbi, banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dan sedikit dipengaruhi oleh
lingkungan. Selain itu, faktor kesuburan tanah juga mempengaruhi hasil yang
tidak signifikan tersebut. Pada dasarnya kebutuhan hara dari tanaman bawang
merah adalah sama untuk jenis atau varietas yang sama. Untuk itu, ketika hara
yang diberikan tidak diserap seluruhnya, maka hara yang tersisa akan tercuci,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
menguap atau berubah ke bentuk tidak tersedia bagi tanaman sehingga tidak dapat
digunakan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan.
Tabel 5. Rerata jumlah anakan per rumpun tanaman bawang merah selama 6 MST
Dosis Perimbangan Pupuk Perlakuan Potongan Umbi Rerata
Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 6,10 6,57 4,90 5,50 13,3 0,2 0,05 0,06 6,10 5,87 5,67 6,21 6,6 0,4 0,1 0,13 5,23 5,47 5,00 5,07 0 0,6 0,15 0,2 4,87 4,77 5,23 4,78
Rerata 5,57 5,31 5,20 -
Keterangan: Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa rerata jumlah anakan pada 6 MST adah
4 hingga 6 anakan. Anakan tersebut merupakan tunas lateral yang tumbuh dan
membentuk umbi lapis kembali sehingga membentuk rumpun sehingga, saat
panen tiba dapat dihasilkan umbi sejumlah anakan tersebut (Rahayu dan Berlian
1996). Dari hasil rerata tersebut dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan
jumlah anakan yang signifikan sehingga untuk pertanaman bawang merah dapat
di aplikasikan pupuk organik seutuhnya tanpa terjadi penurunan produksi. Dengan
demikian, dalam budidayanya, bawang merah dapat ditanam secara organik
sehingga hal tersebut juga mendukung program LEISA (low external input and
sustainable agriculture). Selain itu, pada perlakuan potongan umbi terkecil tidak
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk membentuk anakan sehingga
pemakaian bibit dapat lebih efisien dan ekonomis. Sisa dari potongan umbi
tersebut yang masih relatif besar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau
industri lainnya.
E. Jumlah Umbi per Rumpun
Umbi merupakan bagian yang difungsikan untuk konsumsi, farmasi juga
sebagai bahan perbanyakan secara vegetatif. Untuk itu, jumlah umbi per rumpun
tanaman penting untuk parameter produktivitas tanaman. Pada bagian pangkal
umbi yang berbentuk cakram terdapat beberapa anak tunas yang akan tumbuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
menjadi tanaman baru (Rahayu dan Berlian 1996) sehingga pada satu umbi
bawang merah akan menghasilkan 2-20 umbi sesuai varietas.
Hasil analisis sidik ragam (lampiran 1) menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh nyata pada jumlah umbi perumpun dari perlakuan perimbangan dosis
pupuk, potongan umbi dan interaksi dosis imbangan pupuk dan potongan umbi.
Artinya, dengan berbagai perlakuan tersebut, respon yang ditunjukkan tanaman
adalah sama untuk jumlah umbi. Dalam penelitian Azmi et al. (2011) diketahui
perbedaan jumlah umbi pada tiga varietas bawang merah dipengaruhi oleh faktor
genetik dari masing-masing varietas. Untuk itu, dari semua perlakuan dan
kombinasinya tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini juga berkaitan
langsung dengan jumlah anakan bawang merah dimana jumlah anakan akan
sebanding dengan jumlah umbi yang dihasilkan.
Tabel 6. Rerata jumlah umbi per rumpun tanaman bawang merah saat panen
Dosis perimbangan pupuk Perlakuan potongan umbi Rerata Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 7,56 6,55 5,78 6,63 13,3 0,2 0,05 0,06 7,44 6,56 8,83 7,59 6,6 0,4 0,1 0,13 6,78 6,39 6,11 6,59 0 0,6 0,15 0,2 6,45 6,67 6,00 6,37
Rerata 7,06 6,62 6,70 -
Keterangan: Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
Hasil pada tabel menunjukkan rerata jumlah umbi untuk tiap perlakuan
berkisar antara 6,37 hingga 7,59. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan
penggunaan pupuk organik sepenuhnya tidak mengurangi hasil produksi dari
bawang merah, sehingga dapat diterapkan sistem low external input and
sustainable agriculture (LEISA) pada budidaya bawang merah. Dengan pengaruh
tidak nyata dari potongan umbi untuk tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah
anakan, dapat disimpulkan secara mandiri bahwa penggunaan bahan tanam
dengan potongan umbi terkecil (B3) merupakan perlakuan yang paling efisien,
dimana dengan bahan tanam 1/3 bagian umbi akan menyisakan 2/3 umbi yang
masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau industri pangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
F. Diameter Umbi
Mengetahui diameter umbi sama artinya dengan mengetahui besarnya
umbi yang dihasilkan tanaman, dan distribusi fotosintat untuk persediaan
makanan bagi tunas yang akan menjadi tanaman baru (Rahayu dan Berlian 1996).
Komposisi kimia bawang merah yang dominan adalah karbohidrat yang
merupakan bahan baku untuk pertumbuhan dan perkembangan umbi benih pada
periode berikutnya, sehingga semakin besar ukuran umbi benih, diasumsikan
semakin banyak kandungan karbohidratnya (Sumiati et al. 2004).
Pada pengamatan diameter umbi, pengukuran dilakukan pada umbi yang
sudah dijemur selama sepekan, dengan mengukur diameter umbi terbesar dan
umbi terkecil pada setiap rumpun tanaman sampel. Bagian umbi yang diukur
adalah bagian lingkar terbesar umbi. Pengukuran diameter dilakukan untuk
mengetahui distribusi hasil fotosintesis yang disimpan pada umbi bawang merah.
Hasil asimilasi yang di produksi oleh jaringan hijau di traslokasikan ke seluruh
tubuh tanaman untuk pertumbuhan, perkembangan, cadangan makanan, dan
pengelolaan sel (Gardner et al. 1991)
Keterangan:
P1: organik anjuran 20 ton/ha; 0 anorganik P2: 2/3 organik (13,3 ton/ha); 1/3 anorganik (ZA 0,2 ton/ha, SP-36 0,05 ton/ha, KCl 0,06
ton/ha) P3: 1/3 organik : 2/3 anorganik (6,6 ton/ha, ZA 0,4 ton/ha, SP-36 0,1 ton/ha, KCl 0,13
ton/ha) P4: 0 organik : anorganik anjuran (ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,15 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha)
Gambar 9. Grafik pengaruh perimbangan pupuk dan pemotongan umbi terhadap rerata diameter terbesar dan terkecil (cm) umbi bawang merah saat panen.
2.79 3.12
2.62 2.85 2.78 2.66
2.45 2.57 2.34 2.44 2.58 2.54
1.61 1.48 1.56 1.30 1.39
1.74
1.39 1.53 1.55 1.63 1.72
1.46
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
diam
eter
(cm
)
diameter besar diameter kecil
1/3 1/2 2/3 1/3 1/2 2/3 1/3 1/2 2/3 1/3 1/2 2/3
P1 P2 P3 P4
potongan umbi
perimbangan pupuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Selisih pada diagram (Gambar 9) menunjukkan perbedaan besar kecilnya
diameter umbi bawang merah pada satu rumpun tanaman. Artinya, semakin jauh
selisih nilai diameter yang di tunjukkan diagram, maka semakin jauh perbedaan
diameter umbi terbesar dan terkecil yang terpaut pada satu rumpun tanaman.
Sebaliknya, semakin dekat jaraknya, maka semakin seragam besar umbi yang
dihasilkan. Artinya pendistribusian cadangan makanan ke umbi bawang merah
yang cinderung seragam, akan menghasilkan besar umbi yang seragam pula
sehingga kualitas umbi, secara visual, baik.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tidak terjadi
pengaruh nyata pada perlakuan perimbangan pupuk, pemotongan umbi dan
interaksi perimbangan pupuk dan potongan umbi terhadap diameter umbi bawang
merah. Artinya, dengan perlakuan tersebut respon tanaman adalah sama. Menurut
Putrasamedja dan Soedomo (2007) selain lingkungan, besar umbi juga
dipengaruhi oleh faktor genetik, sehingga tidak ditemui respon yang berbeda
pada diameter bawang merah.
Tabel 7. Rerata diameter besar dan kecil (cm) umbi bawang merah
Dosis perimbangan pupuk Perlakuan potongan umbi Rerata Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 2,79 3,12 2,62 2,84 13,3 0,2 0,05 0,06 2,85 2,78 2,66 2,67 6,6 0,4 0,1 0,13 2,45 2,57 2,34 2,43 0 0,6 0,15 0,2 2,44 2,58 2,54 3,25
Rerata 2,62 3,32 2,53 - Diameter kecil
Org ZA SP-36 KCl 20 0 0 0 1,61 1,48 1,56 1,55 13,3 0,2 0,05 0,06 1,30 1,39 1,74 1,46 6,6 0,4 0,1 0,13 1,39 1,53 1,55 1,47 0 0,6 0,15 0,2 1,63 1,72 1,46 1,59
Rerata 1,51 1,49 1,55 -
Keterangan: Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
Data rerata diameter umbi (tabel 7) menunjukkan bahwa diameter umbi
terbesar berkisar antara 2,12 cm hingga 3,12 cm sementara diameter terkecil 1,3
cm hingga 1,72 cm. Menurut Basuki (2009), karakteristik utama umbi bawang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
merah yang disukai petani adalah umbi berbentuk bulat, berwarna merah tua,
berdiameter sekitar 2 cm dan beraroma menyengat sehingga hasil ini
menunjukkan bahwa umbi bawang merah termasuk disukai petani.
Hasil yang tidak signifikan ini memberi arti, bahwa dengan menanam
umbi bibit dengan ukuran terkecil (B3) produsen umbi bisa mendapatkan diameter
sesuai keinginan dan kesukaan petani. Karenanya, akan menghemat penggunaan
umbi untuk bibit dan dapat juga mendayagunakan sisa potongan umbi bibit
sebagai bahan pangan sehingga kebutuhan bahan baku bawang merah olahan
dapat terpenuhi sekaligus petani tetap dapat menanam bibit ukuran kecil.
G. Berat Segar Umbi per Tanaman
Berat segar merupakan salah satu indikator kualitas suatu komoditas
hortikultura karena hanya organ-organ tertentu yang dipanen pada tanaman,
misalnya biji, daun, batang, bunga, dan akar atau umbi. Berat segar umbi erat
kaitannya dengan ukuran umbi dimana semakin besar umbi otomatis beratnya
segarnya juga bertambah. Peningkatan berat segar umbi dipengaruhi oleh absorbsi
air dan penimbunan hasil fotosintesis pada daun sehingga dapat di translokasikan
untuk pembentukan umbi (Setyowati et al. 2010). Pengukuran berat segar umbi
dilakukan segera setelah pemanenan berlangsung, dengan cara meninbang berat
satu rumpun tanaman sampel. Air, karbondioksida, energi cahaya matahari, enzim
dapat diketahui sebagai sumber terbentuknya bahan organik yang dapat
mempengaruhi berat segar brangkasan tanaman yang terdiri dari berat daun,
batang dan akar (Moenandir 1994).
Tabel 8. Rerata berat segar umbi (g) per rumpun tanaman bawang merah saat panen
Dosis Perimbangan Pupuk Perlakuan Potongan Umbi Rerata Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 60,75 63,92 46,54 57,07 13,3 0,2 0,05 0,06 61,42 55,36 63,44 60,07 6,6 0,4 0,1 0,13 52,21 48,28 44,28 48,42 0 0,6 0,15 0,2 44,77 53,09 51,66 50,10
Rerata 56,87 54,80 50,07 -
Keterangan: Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh nyata pada perlakuan perimbangan pupuk dan potongan umbi serta tidak
terdapat interaksi pada kedua perlakuan terhaadap berat segar umbi per rumpun.
Artinya, tanaman menunjukkan respon yang sama pada masing-masing perlakuan
sehingga pengaplikasian pupuk organik secara keseluruhan mampu memenuhi
kebutuhan hara tanaman tanpa mengurangi bobot segar umbi.
Data rerata berat segar umbi tiap rumpun (tabel 8) menunjukkan bahwa
rerata berat segar umbi berkisar antara 48,42 g hingga 60,07 g tiap rumpun
tanaman. Umbi bawang merah termasuk umbi lapis yang sekaligus merupakan
cadangan makanan bagi pertumbuhan calon tanaman baru sebelum dapat
memanfaatkan unsur hara yang ada dalam tanah (Lana 2010).
H. Berat Kering Umbi per Tanaman
Pertumbuhan tanaman juga dapat didefinisikan sebagai bertambah
besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan bobot kering (Darmawan dan
Bahasjah 2010). Berat kering umbi di ukur setelah bibit dijemur dibawah sinar
matahari langsung selama satu minggu hingga kering, ditandai dengan
mengeringnya daun dan bunyi gemrisik dari kulit terluarnya (Gambar 10).
Gambar 10. (a) bawang merah yang sudah kering kulit
luarnya, kemudian di bersihkan(b) satu rumpun tanaman sampel yang sudah kering.
Perlakuan perimbangan pupuk dan pemotongan umbi tidak menunjukkan
hasil yang signifikan pada hasil sidik ragam. Hal ini menunjukkan bahwa respon
tanaman adalah sama terhadap perlakuan tersebut. Keseragaman respon ini terjadi
akibat sifat genetik tanaman yang sama.
(a) (b)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Tabel 9. Rerata berat kering umbi (g) per rumpun tanaman bawang merah saat panen
Dosis perimbangan pupuk Perlakuan potongan umbi Rerata Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 53,05 50,77 38,93 47,58 13,3 0,2 0,05 0,06 52,46 47,63 58,20 52,76 6,6 0,4 0,1 0,13 43,09 42,09 36,19 40,45 0 0,6 0,15 0,2 42,10 43,91 38,61 41.54
Rerata 47,67 46,10 42,98 -
Keterangan: Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
Rerata berat kering menunjukkan kisaran antara 40 g hingga 52,76 g.
rerata paling tinggi ditunjukkan pada perlakuan P2 yaitu pupuk organik 13,3
ton/ha, ZA 0,2 ton/ha, SP-36 0,05 ton/ha, KCl 0,06 ton/ha. Hasil tanaman
menggunakan kombinasi pupuk tersebut menjadi baik karena tanaman bawang
merah mendapatkan suplai hara kompleks yang slow release dari pupuk kompos
pada awal pertumbuhan dimana tanaman hanya menyerap hara dengan jumlah
yang sedikit. Ketika masuk ke masa pertumbuhan, tanaman diberikan hara yang
fast release sehingga mampu menyerap nutrisi dengan optimal.
Keterangan: perlakuan perimbangan pupuk merupakan perimbangan dosis pupuk organik anjuran
(20 ton/ha) dan anorganik anjuran (ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,15 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha)
Gambar 11. Diagram pengaruh perimbangan pupuk dan pemotongan umbi terhadap susut bobot setelah satu minggu pengeringan
Laju susut pengeringan didapatkan dari selisih berat segar dan berat kering
sampel tanaman bawang merah pada masa pengeringan selama 1 minggu. Dari
19.91 19.16 20.53 20.22 17.76 18.85
23.25
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
organik 2/3 organik :1/3 anorganik
1/3 organik :2/3 anorganik
anorganik 1/3 1/2 2/3
bobo
t (g)
per
rum
pun
Laju Susut Pengeringan (%)
Perimbangan pupuk Potongan umbi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
diagram dapat diketahui bahwa laju susut pengeringan pada perlakuan
perimbangan pupuk berkisar antara 19,16-20,53 % sedangkan pada perlakuan
potongan umbi berkisar antara 17,76% hingga 23,25%. Dengan susut yang
demikian, umbi bawang merah sudah siap di simpan dalam ruang penyimpanan,
karena dalam buku samadi dan cahyono (2001), diterangkan bahwa bawang
merah yang akan disimpan dalam gudang harus cukup kering dan kadar airnya
sekitar 80%-85% atau beratnya sudah susut sekitar 15%-20%.
I. Berat Umbi per Petak
Pengukuran berat umbi per petak dilakukan pada umbi yang sudah
dikeringkan selama satu pekan. Luasan petak sampel tersebut adalah 60×45 cm
dengan poplasi 9 tanaman. Pengukuran dengan luasan petak sampel ini dilakukan
untuk mengetahui hasil produksi tanaman bawang merah, dengan
mengkonversikan rerata berat kering tanaman pada luasan petak sempel kedalam
luasan hektar. Produktivitas suatu komunitas merupakan suatu refleksi dari
fotosintesis netto dari spesies-spesies komponennya, dan dipengaruhi kuat oleh
banyak faktor selain intensitas cahaya (Fitter dan Hay 1998).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemotongan umbi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap berat umbi per petak, sedangkan
perlakuan perimbangan pupuk dan interaksi perlakuan perimbangan pupuk
dengan pemotongan umbi menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan.
Tabel 10. Rerata berat kering umbi (g) bawang merah per petak
Dosis Perimbangan Pupuk Perlakuan Potongan Umbi Rerata
Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 296,88 296,39 305,11 299,46ab 13,3 0,2 0,05 0,06 387,55 285,80 300,17 324,51ab 6,6 0,4 0,1 0,13 358,11 368,69 272,82 333,20b 0 0,6 0,15 0,2 330,26 282,19 174,90 262,45a
Rerata 343,19b 308,27ab 263,25a -
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT. Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Pada tabel dapat dilihat bahwa perlakuan B1 (umbi dipotong 1/3 bagian)
memiliki rerata berat tertinggi yaitu 343,19 g sedangkan rerata terendah terjadi
pada perlakuan B3 (umbi dipotong 2/3 bagian) yaitu 263,25 g. perlakuan B1
menyisakan umbi untuk ditanam paling besar sehingga cadangan makanan yang
dimiliki untuk pertumbuhan tunas semakin banyak. Dalam penelitiannya, Sumiati
et al. (2004) menunjukkan bahwa ukuran benih lebih dari 5 g menghasilkan rerata
tertinggi pada tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, bobot umbi segar,
produksi total bawang merah segar dan kering. Meskipun tidak berinteraksi
dengan perlakuan perimbangan pupuk, secara mandiri perimbangan pupuk juga
menunjukkan adanya perbedaan pada uji lanjutan DMRT. Dapat dilihat pada tabel
11 bahwa perlakuan P3 (organik 6,6 ton/ha, ZA 0,4 ton/ha, SP-36 0,1 ton/ha, KCl
0,13 ton/ha) dan P4 (ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,15 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha) terdapat
perbedaan yang signifikan dengan rata-rata 333.20 g dan 262,44 g secara berturut-
turut.
Salah satu faktor penentu tinggi rendahnya hasil produksi adalah besarnya
umbi yang digunakan sebagai bibit. Menurut Hilman dan Asgar 1995, umur panen
juga mempengaruhi berat kering umbi dimana bawang merah dengan umur panen
70 hari setelah tanam menunjukkan bobot yang paling tinggi (susut rendah)
dibanding perlakuan panen 65, 60 55 dan 50 HST. Diduga, semakin
meningkatnya umur panen maka semakin bayak pula karbohidrat yang di timbun
dalam umbi. Produksi fotosintat yang lebih besar memungkinkan untuk
membentuk organ yang juga lebih besar yang kemudian menghasilkan produksi
bahan kering yang semakin besar (Sitompul dan Guritno 1995).
J. Komponen Umur Simpan
Pada umumnya tahap-tahap proses pertumbuhan atau kehidupan buah
meliputi pembelahan sel, pembesaran sel, pendewasaan sel (maturation),
pematangan (ripening), kelayuan (senescence) dan pembusukan (deterioration)
(Muchtadi et al. 2010). Penyimpanan merupakan salah satu cara yang dapat
mempertahankan mutu produk yang masih hidup, memperpanjang daya guna,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
menghindarkan banjirnya produk ke pasar pada waktu produksinya melimpah dan
menjaga kesinambungan pemasaran, sehingga dapat mengendalikan fluktuasi
harga dan akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan
pedagang (Musadad dan Sinaga 1994).
Gudang penyimpanan harus memiliki kondisi ruang yang cocok. Suhu
yang dibutuhkan berkisar antara 25-30oC, kelembaban 60-70% dan berventilasi
baik. Bila suhu ruang terlalu tinggi maka pengeringan akan berlangsung lebih
cepat, sedangkan bila kelembaban tinggi bawang merah akan muah terserang
penyakit (Rahayu dan Berlian 1995).
1. Susut Bobot Umbi
Susut bobot berkaitan erat dengan kandungan air dalam suatu
komoditas. Hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas umbi khususnya
ketegaran umbi. Bila kadar air menurun maka akan menimbulkan susut pada
suatu komoditas dan membuat komoditas tersebut menjadi tidak baik secara
visual dan berdampak terhadap nilai ekonomi komoditas yang bersangkutan.
Untuk itu, sudah seharusnya susut bobot umbi dapat dikurangi.
Umbi yang diamati merupakan umbi dari luasan petak sampel yang di
ikat sesuai perlakuan dan ulangan sehingga tiap ikatan terdiri dari 9 rumpun
tanaman. Susut bobot diamati setelah pengeringan selama kurang lebih 2
minggu. Umbi disimpan pada umur 2 MSP (minggu setelah panen) dengan
menggunakan jaring dan digantung pada rak.
Gambar 12. (a) umbi bawang merah susut akibat penyakit moler
(twisting disease) pada pengamatan 8 MSP (b) bawang merah saat penyimpanan.
(a) (b)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Faktor OPT mempengaruhi laju susut bobot umbi ini misalnya
cendawan Fusarium sp. yang terbawa umbi hingga masa penyimpanan. Saat
panen, tanaman yang menunjukkan gejala seperti daun yang mengering di
bagian ujungnya akan tetap memiliki umbi utuh yang terlihat sehat. Akan
tetapi, ketika masa penyimpanan berlangsung, umbi pada tanaman yang
menunjukkan gejala tersebut akan mengalami kebusukan yang lebih cepat
dari umbi yang lainnya (Gambar 12).
Keterangan: perlakuan perimbangan pupuk merupakan perimbangan dosis pupuk anjuran
organik (20 ton/ha) dan anorganik anjuran (ZA 0,6 ton/ha, SP-36 0,15 ton/ha, KCl 0,2 ton/ha)
Gambar 13. Diagram pengaruh perimbangan pupuk dan pemotongan umbi terhadap susut bobot umbi (g) selama 8 minggu penyimpanan atau 12 minggu setelah panen (MSP).
355.27 347.03
391.41 382.54
298.88 296.95 330.48
311.41
265.35 271.26 299.64 298.06
256.17 269.58 282.72
265.06
244.78 266.31 269.16
251.43
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
450.00
1 organik : 0anorganik
2/3 organik : 1/3anorganik
1/3 organik : 2/3anorganik
0 organik : 1anorganik
bobo
t pe
r ik
at (
g)
perimbangan pupuk organik dan anorganik
Perimbangan pupuk
3 MSP
6 MSP
8 MSP
10 MSP
12 MSP
383.11 384.84
339.25 333.32 307.46
287.51 304.56
293.80
252.38
291.72 277.67
241.61
279.01 263.77
230.98
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
400.00
450.00
1/3 1/2 2/3
bobo
t pe
r ik
at (
g)
potongan umbi
Potongan Umbi
3 MSP
6 MSP
8 MSP
10 MSP
12 MSP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa berat umbi selalu menyusut
seiring dengan bertambahnya umur simpan. Dilihat dari penurunannya, tidak
terjadi penurunan bobot yang drastis. Pada diagram susut bobot (Gambar 13)
menunjukkan bahwa penurunan drastis terjadi pada minggu pertama
penyimpanan. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air yang masih tinggi juga
disertai laju respirasi yang juga masih tinggi. Dalam penelitian Azmi (2011)
varietas bima memiliki susut bobot yang paling tinggi karena memiliki
padatan terlarut yang relatif rendah dibandingkan dengan varietas lainnya.
Tabel 11. Rerata laju susut bobot umbi (%) per petak sampel tanaman bawang merah saat penyimpanan
Dosis perimbangan pupuk Perlakuan potongan umbi Rerata
Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 31,93 31,16 33,31 32,13 13,3 0,2 0,05 0,06 24,43 26,63 24,65 25,24 6,6 0,4 0,1 0,13 24,15 28,33 39,99 30,82 0 0,6 0,15 0,2 32,23 27,11 29,03 29,46
Rerata 28,18 28,31 31,74 -
Keterangan: Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
Hasil analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tidak terjadi
pengruh signifikan dari perlakuan perimbangan dosis pupuk maupun
potongan umbi terhadap laju susut bobot umbi. Pada tabel 11 dapat dilihat
bahwa susut bobot berkisar antara 25% hingga 32,13% untuk perlakuan
perimbangan pupuk dan 28% hingg 31% untuk perlakuan potongan umbi
dalam waktu penyimpanan selama 12 Minggu setelah panen.
2. Persentase Kerusakan Umbi
Menurut Institute of Food Science and Technology (1974) cit.
Herawati (2008), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara
saat produksi hingga konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang
memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur dan
nilai gizi. Penurunan mutu bawang merah selama penyimpanan secara garis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
besar diakibatkan oleh kerusakan mekanis, fisiologi dan mikroorganisme
yang dicirikan dengan penurunan kadar air, tumbuhnya tunas, pelunakan
umbi, tumbuhnya akar dan busuk (Ryal dan Lipton 1972 cit. Musadad dan
Sinaga 1994).
Hasil analisisi sidik ragam (lampiran 1) menunjukkan terjadi
pengaruh nyata pada perlakuan potongan umbi terhadap persentase kerusakan
umbi, sedangkan pada perlakuan perimbangan pupuk serrta interaksi kedua
perlakuan tidak terjadi pengaruh yang nyata.
Tabel 12. Persentase (%) kerusakan umbi bawang merah saat penyimpanan
Dosis perimbangan pupuk Perlakuan potongan umbi Rerata
Org ZA SP-36 KCl 1/3 1/2 2/3 20 0 0 0 23,58 25,44 30,24 26,42b 13,3 0,2 0,05 0,06 19,56 17,35 17,41 18,11a 6,6 0,4 0,1 0,13 11,42 20,28 33,77 21,82b 0 0,6 0,15 0,2 22,31 24,84 22,70 23,29b
Rerata 19,22b 21,98b 26,03a -
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT. Perimbangan pupuk merupakan perbandingan Kompos : ZA : SP36 : KCl dalam satuan ton/ha
Pada tabel 13 dapat dilihat persentase kerusakan tertinggi pada
perlakua B3 (potongan umbi sebesar 2/3 bagian) yaitu 26,03% diikuti oleh
perlakuan B2 (potongan umbi sebesar 1/2 bagian) 221,98% dan terkecil B1
(potongan umbi sebesar 1/3 bagian) 19,22%. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa kerusakan terbesar terjadi pada perlakuan umbi yang dipotong 2/3
bagian. Umbi hasil pemotongan ini memiliki cadangan makanan yang sedikit
untuk menyokong pertumbuhan awalnya. Dengan kondisi yang suboptimal
tersebut, tanaman yang berhasil tumbuh cinderung rentan terhadap penyakit
terutama yang diakibatkan oleh lingkungan dalam kasus ini adalah penyakit
moler (twisting disease) akibat Fusarium oxysporum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Gambar 14. Diagram kerusakan umbi bawang saat penyimpanan untuk perlakuan potongan umbi.
Pada diagram (Gambar 14) Kerusakan pada umbi sudah nampak pada
minggu pertama penyimpanan dan meningkat seiring bertambahnya waktu.
Kerusakan umbi pada penelitian ini berupa pembusukan lanjutan akibat
serangan cendawan fusarium pada saat di lahan (proses budidaya tanaman).
Walaupun pada saat pemanenan umbi terlihat sehat, umbi akan mengalami
pembusukan ketika masa disimpan (Gambar 15), untuk itu penyakit moler
(twisting diseases) akibat cendawan fusarium ini disebut juga penyakit
bawaan induk (seed born). Pada minggu ke delapan penyimpanan (12 MSP)
mulai di temui tunas dan beberapa umbi yang sudah mengeluarkan calon akar
(Gambar 16).
Gambar 15. (a) umbi yang busuk saat penyimpanan (b) umbi busuk yang
kempis dan melunak
7.77
11.21
16.06 16.55
19.22
5.33
12.21
17.97 17.54
21.98
8.33
16.80
22.74 23.38 26.03
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
3 6 8 10 12
bobo
t pe
r ik
at (
g)
Minggu Setelah Panen (MSP)
1/3
1/2
2/3
(b) (a)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perimbangan pupuk organik dan pupuk anorganik tidak menunjukkan respon
yang nyata terhadap hasil dan komponen umur simpan umbi bawang merah
(Allium ascalonicum L.) yaitu susut bobot dan kerusakan umbi.
2. Pemotongan umbi 1/3 memiliki berat umbi kering per petak terbesar yaitu
343,19 g dan memiliki persentase kerusakan umbi terkecil 19,22 % selama
penyimpanan 12 MSP sedangkan, persentase kerusakan umbi terbesar saat
penyimpanan adalah pemotongan sebesar 2/3 bagian yaitu 26,03 %.
3. Interaksi antara perimbangan pupuk dan pemotongan umbi tidak berpengaruh
terhadap hasil dan umur simpan bawang merah.
B. Saran
1. Disarankan adanya penelitian lebih lanjut mengenai daya tumbuh tanaman
bawang merah hasil umbi potongan terkecil (dipotong 2/3 bagian).
2. Disarankan penelitian lebih lanjut mengenai penyakit bawaan umbi guna
mendapatkan umbi bibit yang berkualitas baik.