Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kepri

5
Oleh: Rumzi Samin, Alim Bathoro, Rudi Subiyakto, Bismar Arianto, Marlia Sari Dewi, Edi Akhyari, Andi Zulfikar, Muzahar Team Penelitian Abstract Bintan Island is one of the areas in Indonesia-the bauxite mining operations is quite high. The presence of bauxite in nature usually associated with other metal elements such as iron, silica, and other titan. One-a stage in bauxite mining is the process of washing the produce in the form of red mud tailings (red mud) that flowed into settling ponds. Tailings has the poten- tial to pollute the environment, vegetation and aquatic biota are also potentially accumulate in the land, waters and biota therein. The purpose of this study was to see whether there are socio-economic impacts of mining on the community. There are three indicators to measure the educational, employment and income. Conclusion: Education: With the mining there was no significant effect of the formal / informal because most people self-funded employers, while none of its CSR. Job: Only a small per- centage of people employed in mining on the grounds do not have adequate skills, most of them working as a fisherman. Income: Income of the population tends to decline as more and more away catchment and catch some fishermen reduced due to mining. Keywords: bauxite mining, CSR, Education, Income DAMPAK PENAMBANGAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA PROVINSI KEPULAUAN RIAU A. Pendahuluan Pemberian otonomi sebagai bentuk hubungan pusat dan daerah dapat dipandang sebagai pendemokrasian terhadap hak-hak rakyat karena memungkinkan rakyat untuk ikut serta dalam pemerintahan, dengan otonomi daerah memungkinkan pemerintahan daerah lebih tanggap terhadap situasi dan kondisi yang ada di daerah sehingga terjadinya rentang kendali pemerintahan yang lebih singkat/pendek. Dalam konteks Undang-Undang (UU) 32/2004 Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sedangkan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua konsep pemerintahan daerah tersebut memberikan hak-hak demokrasi terhadap masyarakat di daerah untuk ikut dan terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan adanya otonomi daerah pemerintah Kota Tanjungpinang juga berusaha mencari sumber sumber- sumber pendapatan asli daerah, dalam rangka membiayai pembangunan didaerah yang salah satunya dengan memberikan izin penambangan kepada perusahaan-perusahaan penambangan untuk mengelola penambangan yang ada didaerah (terutama penambangan bauksit). Kota Tanjungpinang merupakan salah-satu daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki kegiatan penambangan bauksitnya cukup tinggi. Keberadaan bauksit di alam biasanya berasosiasi dengan unsur- unsur logam berat lainnya seperti besi, silika, titan dan lain-lain. Salah-satu tahap dalam penambangan bauksit adalah proses pencucian yang menghasilkan limbah tailing berupa lumpur merah (red mud) yang dialirkan ke kolam pengendapan. Proses pencucian yang dilakukan pada instalasi pencucian bertujuan untuk meliberasi bijih bauksit (dalam bentuk Al2O3.xH2O) dari unsur-unsur pengotornya seperti silikan, besi oksida, titanium dioksida dan mineral pengotor lainnya (Krishna,

description

limbah

Transcript of Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kepri

Page 1: Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kepri

Oleh:

Rumzi Samin, Alim Bathoro, Rudi Subiyakto,Bismar Arianto, Marlia Sari Dewi, Edi Akhyari, Andi Zulfikar, Muzahar

Team Penelitian

Abstract

Bintan Island is one of the areas in Indonesia-the bauxite mining operations is quite high. Thepresence of bauxite in nature usually associated with other metal elements such as iron,silica, and other titan. One-a stage in bauxite mining is the process of washing the produce inthe form of red mud tailings (red mud) that flowed into settling ponds. Tailings has the poten-tial to pollute the environment, vegetation and aquatic biota are also potentially accumulatein the land, waters and biota therein. The purpose of this study was to see whether there aresocio-economic impacts of mining on the community. There are three indicators to measurethe educational, employment and income.Conclusion: Education: With the mining there was no significant effect of the formal / informalbecause most people self-funded employers, while none of its CSR. Job: Only a small per-centage of people employed in mining on the grounds do not have adequate skills, most ofthem working as a fisherman. Income: Income of the population tends to decline as more andmore away catchment and catch some fishermen reduced due to mining.

Keywords: bauxite mining, CSR, Education, Income

DAMPAK PENAMBANGAN TERHADAPKONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA

PROVINSI KEPULAUAN RIAU

A. PendahuluanPemberian otonomi sebagai bentuk hubungan pusat

dan daerah dapat dipandang sebagai pendemokrasianterhadap hak-hak rakyat karena memungkinkan rakyatuntuk ikut serta dalam pemerintahan, dengan otonomidaerah memungkinkan pemerintahan daerah lebihtanggap terhadap situasi dan kondisi yang ada di daerahsehingga terjadinya rentang kendali pemerintahan yanglebih singkat/pendek. Dalam konteks Undang-Undang(UU) 32/2004 Pemerintahan daerah adalahpenyelenggaraan urusan pemerintahan oleh PemerintahDaerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugaspembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnyasedangkan otonomi daerah adalah hak, wewenang dankewajiban daerah otonomi untuk mengatur danmengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentinganmasyarakat setempat sesuai dengan peraturanperundang-undangan. Kedua konsep pemerintahandaerah tersebut memberikan hak-hak demokrasiterhadap masyarakat di daerah untuk ikut dan terlibatdalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Dengan adanya otonomi daerah pemerintah KotaTanjungpinang juga berusaha mencari sumber sumber-sumber pendapatan asli daerah, dalam rangkamembiayai pembangunan didaerah yang salah satunyadengan memberikan izin penambangan kepadaperusahaan-perusahaan penambangan untukmengelola penambangan yang ada didaerah (terutamapenambangan bauksit).

Kota Tanjungpinang merupakan salah-satu daerahdi Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki kegiatanpenambangan bauksitnya cukup tinggi. Keberadaanbauksit di alam biasanya berasosiasi dengan unsur-unsur logam berat lainnya seperti besi, silika, titan danlain-lain. Salah-satu tahap dalam penambangan bauksitadalah proses pencucian yang menghasilkan limbahtailing berupa lumpur merah (red mud) yang dialirkanke kolam pengendapan. Proses pencucian yangdilakukan pada instalasi pencucian bertujuan untukmeliberasi bijih bauksit (dalam bentuk Al2O3.xH2O) dariunsur-unsur pengotornya seperti silikan, besi oksida,titanium dioksida dan mineral pengotor lainnya (Krishna,

Page 2: Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kepri

2003) untuk mempertinggi kualitas bijih bauksit, dimanaakan didapatkan kadar alumina yang lebih tinggi.

Selama proses pencucian, bijih bauksit mengalamitiga tahap proses pencucian yaitu : proses penghan-curan untuk memperkecil ukuran bijih bauksit yangberasal dari front penambangan, proses pembebasan(liberasi) bijih bauksit dari unsur–unsur pengotor danproses pemisahan (sorting) terhadap bijih bauksit yangberdasarkan perbedaan ukuran dan pemisahanterhadap fraksi yang tidak diinginkan (<2 mm). Hasilpencucian (tailing) yang tampakannya berupa cairanlumpur berwarna merah ini (red mud) karena banyakmengandung besi oksida. Air dan lumpur bercampurpasir sebagai limbah pencucian bauksit tersebutdialirkan ke kolam-kolam pengendapan sebelum airlimbah dialirkan ke laut atau lingkungan sekitar.

Kegiatan pertambangan yang dilakukan olehperusahaan pertambangan bauksit di Kota Tanjung-pinang, pada umumnya belum menerapkan konseppengelolaan pertambangan yang baik dan benar (goodmining practice) sehingga dapat menimbulkan dampakbaik terhadap sosial, ekonomi dan lingkunganmasyarakat di sekitar pertambangan tersebut. Disatusisi kegiatan tersebut berdampak positif, yakni dapatmemberikan konstribusi dalam penyediaan lapangankerja serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)bagi pemerintah daerah, namun disisi lain jugaberdampak negatif, yaitu dapat mengakibatkanterjadinya akumulasi logam berat dan degradasi kualitasair permukaan (sungai) serta air tanah serta kondisisosial dan ekonomni masyarakat. Rosenthal et al. (1973)menyatakan bahwa red mud limbah bauksit mempunyaiefek fisiologi terhadap organisme laut dimana ikan lebihcepat terpengaruh dibandingkan alga. Efek tidaklangsung dari red mud tersebut adalah potensi terjadinyaakumulasi logam-logam berat tertentu pada ikan yangwalaupun tidak berpengaruh terhadap fisiologi ikan,tetapi dapat membahayakan bila ikan tersebutdikonsumsi oleh manusia (biomagnifikasi melalui rantaimakanan). Pembuangan limbah bauksit ke laut jugaberpotensi mengancam lingkungan pesisir dimanaterdapat hutan mangrove dan ekosistem terumbukarang.yang selanjutnya mempengaruhi kondisi sosialdan ekonomi masyarakat disekitar penambangan.

Oleh karena itu peneliti tertarik mengambil judul“Dampak penambangan terhadap kondisi sosialekonomi dan lingkungan masyarakat KecamatanTanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau”.

B. PermasalahanDari penjelasan latar belakang masalah tersebut

diatas, maka dipandang perlu untuk melakukanserangkaian kajian yang objektif dan ilmiah untukmengetahui dampak penambangan terhadap kondisisosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat dilokasipenambangan melalui keterlibatan dan pemberdayaanmasyarakat secara langsung, maka permasalahanpenelitian yang akan diangkat dalam penelitian ini yaitu:1. Bagaimanakah dampak penambangan terhadap

kondisi sosial, ekonomi masyarakat dilokasipenambangan?

2. Bagaimanakah dampak penambangan terhadaplingkungan masyarakat dilokasi penambangan?

C. Hasil PenelitianSebelum diulas hasil penelitian maka perlu diketahui

kondisi sosial ekonomi menurut para ahli. Adapun yangdimaksud kondisi sosial ekonomi terdiri dari tiga indikatorpengukuran yaitu : pendidikan, pekerjaan danpenghasilan. Seperti uraian berikut :

Dari sejumlah responden dinyatakan bahwa umur45-54 paling banyak menjadi nelayan yaitu 45,43%;umur 35-44 menduduki posisi kedua 20,19%,sedangkan urutan ketiga posisi umur 25-34 yaitu16,15%. Hal ini menunjukkan bahwa nelayan tidakpunya pilihan pekerjaan lain kalau umurnya semakintua, sedangkan bagi posisi yang semakin muda masihmempunyai kesempatan untuk beralih profesi pekerjaanasalkan mereka bisa menambah keterampilan khusussehingga bisa merubah nasib mereka sendiri.

DATA RESPONDEN.

Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi MasyarakatKecamatan Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau

308

Page 3: Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kepri

Dari 104 responden yang menetap lebih dari 9 tahun58 responden atau 55,8%; lama menetap antara 6-8tahun 22 responden atau 21,2%; lama menetap 3-5tahun 14 responden atau 13,5% dan dibawah 2 tahunsebanyak 10 responden atau 9,6%. Hal ini menunjukkanbahwa sebagian besar adalah penduduk tempatan,sedangkan sebagian kecil responden mobilisasi daribeberapa daerah Kepulauan Riau dan dari luarKepulauan Riau yang mencari pekerjaan.

Dari 104 kepala keluarga sebanyak 70 respondenatau 67,3% berprofesi sebagai nelayan, sedangkanlainnya ada PNS, buruh, Ibu rumah tangga, swasta,pedagang yang rata-rata 7 orang yang bekerja selainberprofesi sebagai nelayan. Selanjutya peneliti akanmembahas pekerjaan nelayan ini yang mempunyaidampak terbesar secara langsung dibandingkan denganprofesi-profesi lain.

Hasil tangkapan sebagai nelayan dinyatakan bahwa50 responden atau 71,4% menyatakan bahwa hasilmereka menurun dibandingkan sebelum adanyapenambangan bauksit sedangkan 20 responden atau28,6% menyatakan biasa-biasa saja artinya tidak terjadipenurunan. Setelah ditelusuri dan dilakukan wawancarasecara mendalam bahwa sebagian nelayan mencari ikandikawasan bibir pantai yang notabene terkenapembuangan limbah air cucian bauksit, selain itu jugaterjadi penimbunan pantai oleh pemerintah ataupunswasta dalam membangun perumahan. Sedangkansebagian kecil yaitu 20 responden menyatakan biasa-biasa saja karena mereka mencari ikan agak sedikit jauhdari daerah penambangan dan atau daerah penimbunanyang dilakukan oleh baik pihak swasta ataupunpemerintah. Mereka juga mencari pekerjaan sambilanlain seperti bekerja diareal penambangan untukmenambah penghasilan keluarga.

Dari angket yang disebarkan bahwa terdapat jugasebagian kecil warga atau 10,14% yang bekerja diareal penambangan sedangkan 45,66% warga meny-atakan tidak bekerja dipenambangan dan 14,20%menyatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan konsistensiwarga untuk bekerja sebagai nelayan yang tidak mudah

PEKERJAAN RESPONDEN .

HASIL TANGKAPANLAMA RESPONDEN MENETAP

Warga bekerjadi Penambangan

Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi MasyarakatKecamatan Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau

309

Page 4: Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kepri

berpindah ke lain pekerjaan, karena warga tidakmempunyai keterampilan selain bekerja sebagainelayan.

Biaya pendidikan bergantung pada nelayan itusendiri, ternyata 60 responden atau 85,7% swadayamasyarakat untuk membiayai pendidikan anaknya,sedangkan bantuan pemerintah ke 10 responen atau14,3%. Bantuan biaya pendidikan dari pihak perusahaantidak ada.

Pendapatan nelayan antara Rp.1 jt – 1.5 jt terdapat25 responden atau 35,7%; pedapaan nelayan diatas Rp.1.5 jt terdapat 18 responden atau 25,7%; pendapatannelayan 0,5 jt – Rp. 1 jt sebesar 15 responden atau21.4% dan pendapatan dibawah Rp. 0.5 jt sebesar 12responden atau 17.1%. Fenomena pendapatan nelayandisekitar daerah penelitian memang menyedihkan, rata-rata mereka miskin karena tidak mampu mencari ikandidaerah zone ekonomi eklusif (ZEE). Nelayan kita tidaksiap bersaing dengan nelayan asing misalnya nelayanThailand yang mencuri ikan di laut Cina Selatan yangnotabene perairan Kepulauan Riau khususnya dan In-donesia umumnya. Pekerjaan nelayan tidak menjanjikankesejahteraan karena pemerintah daerah maupunpemerintah pusat masih berorientasi kepada pem-

bangunan berwawasan kontinental yang terpengaruhdengan penjajahan Hindia Belanda. Mengapa kita tidakbelajar pengalaman sejarah masa lalu pada masakerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang berwawasanmaritim. Bayangkan Indonesia dua pertiga laut danKepulauan Riau 96% terdiri lautan!

Budaya menabung nelayan kita sangat kecil 13responden atau 18,6% sedangkan sebagian besar 57responden atau 81.4%. Mengapa mereka tidakmenabung kalau kita lihat tabel sebelumnya bahwahanya sebagian kecil pendapatannya diatas 1,5 juta?Mereka mempunyai penghasilan kecil karena areapenangkapan hanya disekitar pantai, tidak berani melautyang jauh dari pulau selain dengan menggunakansarana penangkapan yang sederhana; mereka bekerjajuga terbatas pada musim terang bulan penghasilanmereka merosot sedangkan musim awal bulan (musimgelap) ada peningkatan hasil tangkapan; belum lagiperubahan cuaca juga berpengaruh pada melaut yangtergantung musim barat, musim utara, musim selatandan musim timur.

D. Kesimpulan— Pendidikan : Dengan adanya penambangan

tidak ada pengaruh secara signifikan terhadappendidikan formal/informal karena sebagian besardibiaya masyaakat sendiri sedangkan dari pengusahatidak ada CSR nya.Pekerjaan : Hanya sebagian kecil penduduk yang

dipekerjakan di penambangan denganalasan tidak mempunyai keterampilanyang memadai, sebagian besarmereka bekerja sebagai nelayan.

Penghasilan : Penghasilan penduduk cendrungmenurun karena semakin jauhnyadaerah tangkapan dan hasil tang-kapan sebagian nelayan berkurangakibat adanya penambangan.

Biaya pendidikan anak

Pendapatan Nelayan

Budaya Menabung

Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi MasyarakatKecamatan Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau

310

Page 5: Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kepri

E. DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, Michael (1994). Performance Management.London, Kogan page Limited.

Anonim, Peraturan Menteri Negara Lingkungan HidupNomor 34 tahun 2009 Tentang Baku Mutu AirLimbah Bagi Usaha dan/atau KegiatanPertambangan Bijih Bauksit.

Anonim, Undang-Undang No.32 Tahun 2009, tentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Anonim, Undang-Undang No.82 Tahun 2001, tentangPengelolaan Kualitas Air dan PengendalianPencemaran Air.

Arikunto, Suharsimi (1995). Management Penelitian.Jakarta : Penerbit Rineka Cipta

Daryanto, Rukhmini (1998). Tingkat Keberhasilan pro-gram, Badan penelitian dan pengembanganKesejahteraan sosial, Departemen soaial RI .

Dunn, William N, (1984) Analisa Kebijakan Publik,(terjemahan), Gajah mada university press.

Grounlund , Norman E (1989) . Measurement and Eva-luation in Teaching, new york, Macmillan Pub-lishing Co.

Hendry, Nicholas (1998) Administrasi Negara danmasalah-masalah publik, Jakarta, PT RajaGrafindo persada, Jakarta .

James A Black (terjemahan koswara), 2001. Metode danmasalah penelitian sosial , Bandung, Refikaaditama.

Kartasasmita, Ginanjar (1996). Pembangunan UntukRakyat, Memadukan Pertumbuhan danPemerataan, Jakarta PT Pustaka Cisessindo

Korten, David C (2001). Menuju abad 21 tindakansukarela dan agenda global, yayasan obor In-donesia.

Kumpulan SNI.06.6989.Tahun 2001-2009 MengenaiPengambilan Sampel, Uji Kualitas AirPermukaan, Laut dan Logam Berat.

Lahar, Hartono, Iwan Aswan, M. Bagdja. 2003.

Pemantauan dan Evaluasi Konservasi SumberDaya Mineral di Daerah Kijang, Kabupaten KijangProvinsi Riau. Kolokium Hasil KegiatanInventarisasi Sumber Daya Mineral.

LIPI. 2010. Kajian Dampak Penambangan Bauksit DiDaerah Kijang dan Sekitar Pulau MamotKorelasinya dengan Kemungkinan PerubahanEkosistem Pesisir Timur Pulau Bintan danPerairan Pesisir Pulau Mamot. COREMAP-LIPI.Jakarta.

Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminant of SurfaceWater. Springer-Verlag, New York. 334 p.

Nasution, Mulia (1997) . Managemen personalia aplikasidalam perusahaan, Jakarta, Penerbit Djambatan.

Novotny, V. And Olem, H. 1994. Water Quality. VanNostrans Reinhold, New York. 1054 p.

Popham, James W. (1975) Education EvaluationEnglewood cliffs, Prentice hall Inc.

Posavac, Emil J and Raymond G Carey (1980). Pro-gram Evaluation Method and Case Studies,Newjersey: Prentice hall inc.

Rosenthal H, Dethlefsen V and Tiews K 1973. ChemAbstract. 73:118-21.

Shadish, William R Jr, Thomas D Cook and Laura CLeviton (1995). Foundation of program evalua-tion (theories of practice), Sage publikations.

Simamora, Hendri (1995) Manajement sumberdayamanusia, Yokjakarta, bagian penerbit STIEYKPN.

Sugiyono, 2001, Metode Penelitian Administrasi,Bandung, Apfabeta.

Tilaar, (1997). Pengembangan Sumber Daya ManusiaDalam Era Globalisasi. Jakarta, PT GramediaWidiasarana Indonesia

Wibisono, Dermawan (2003). Riset Bisnis Panduan bagiPraktisi dan Akademisi, Jakarta . PT GramediaPustaka Utama.

Dampak Penambangan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi MasyarakatKecamatan Tanjungpinang Kota Provinsi Kepulauan Riau

311