CTS Karmila Dan Ravanno

26
CARPAL TUNNEL SYNDROME Pembimbing : Dr Amy Rachmy Disusun oleh : Ravanno Fanizza Harahap Karmila Putriana

description

hfk

Transcript of CTS Karmila Dan Ravanno

CARPAL TUNNEL SYNDROMEPembimbing :

Dr Amy RachmyDisusun oleh :

Ravanno Fanizza Harahap

Karmila Putriana

DAFTAR ISI

Daftar Isi............................................................................................................................iBAB I Pendahuluan...........................................................................................................1

I.1 Latar Belakang...................................................................................................1

BAB II Pembahasan..........................................................................................................2

II.1 Anatomi ............................................................................................................2

II.2 Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS)..........................................................5

II.3 Epidemiologi......................................................................................................5

II.4 Etiologi...............................................................................................................6

II.5 Gejala Klinis.......................................................................................................6

II.6 Patogenesis.........................................................................................................7

II.7 Diagnosa............................................................................................................10

II.8 Terapi/Penatalaksanaan......................................................................................11

II.9 Pencegahan.........................................................................................................15

BAB III Kesimpulan...........................................................................................................17

Daftar Pustaka.....................................................................................................................18

BAB IPENDAHULUAN Carpal tunnel (terowongan karpal) terletak di bagianbawah pergelangan tangan yang terdiri dari tulang-tulang carpal di median, dorsal, dan sisi lateral dan terselubungi secara ventral oleh flexor retinaculum. Carpal tunnel syndrome (CTS) atau disebut juga entrapment neuropathy adalah keadaan dimana nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parastesia, dan kelemahan pada pergelangan tangan. Hal ini berkaitan dengan penggunaan tangan yang eksesif tak terbatas dan trauma repetitif akibat paparan okupasi berkelanjutan 1. Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin dan lain-lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. CTS lebih umum dijumpai pada wanita, dengan puncak usia 42 tahun (40-60 tahun). Resiko untuk menderita CTS sekitar 10% pada usia dewasa. Sindrom ini biasanya timbul pada orang-orang yang sering bekerja menggunakan tangan (memanipulasi tangan), seperti memeras baju, orang yang sering bertepuk (guru TK), pengendara motor, mengetik, olahraga taichi, sering bermain game. Perempuan beresiko lebih tinggi dibandingkan laki laki dengan tingkat perbandingan sebesar 3:1 pada usia antara 45 60 tahun. BAB IIPEMBAHASAN2.1 Definisi Sindroma Carpal Tunnel merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan karena tekanan pada nervus medianus dan nervus ulnaris di Carpal Tunnel. Adapun definisi lain yaitu neuropati tekanan atau jeratan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy. Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.22.2 Epidemiologi

Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. CTS adalah entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai 1.5-11. Nervus medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Umumnya pada keadaan awal bersifat unila~ral tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.22.3 Etiologi

Sebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai kondisi dapat berkontribusi sebagai penyebab, yaitu :

a. Kondisi kesehatan lain seperti artritis reumatoid, kelainan hormonal tertentu seperti diabetes, kelainan tiroid, menopause, retensi cairan pada kehamilan.

b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada populasi umum

c. Proses penuaan normal dengan peningkatan massa di tenosinovium

d. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat meningkatkan tekanan pada nervus medianus dan menyebabkan CTS

e. Tenosinovitis,yaitu peradangan membran musin tipis yang menyelimuti tendonf. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas pergelangan tangan

g. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan berulang pergelangan tangan atau jari, dan pekerjaan yang menggunakan alat yang menimbulkan getaran

h. Faktor keturunan

2.4 Gejala Klinis

Carpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala sakit sedang hingga gejala sakit yang berat. Gejala gejala ini akan semakin bertambah berat dan penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan sensasi mati rasa (numbness), kesemutan, dan sensasi terbakar pada jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah dimana ketiga jari tersebut diinervasi oleh N. Medianus. Pada beberapa penderita juga sering mengeluhkan rasa sakit pada tangan atau pergelangan tangan dan hilangnya kekuatan menggenggam. Rasa nyeri juga timbul pada lengan dan pundak serta benjolan pada tangan; rasa nyeri ini akan terasa teramat sakit terutama di malam hari saat tidur.

Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang dipersarafi oleh N. Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom jebakan canalis carpi (carpal tunnel entrapment). Kelemahan dan atrofi otot otot thenar akan timbul selanjutnya jika kondisi ini semakin tak terobati.

2.5 Patogenesis

Adanya disproporsi antara volume CT dengan isinya, yaitu bertambahnya volume dari isi carpal Tunnel atau berkurangnya volume dari CT tersebut. Dengan adanya Disproporsi akan terjadi penekanan pd vasa vasorum dari N. Medianus serta ischemic sehingga akan menekan syaraf pada pembedahan akan tampak syaraf yang pipih seperti pita. Bertambahnya volume CT, karena: Penebalan / fibrosis dari Fleksor sinovialis merupakan penyebab tersering. Hasil biopsi: RA, inflamasi non spesific kronis, Penyakit degeneratif

Udema di dlm CT , sehingga memberi tekanan dan kompresi pada syaraf, karena faktor:

a. Hormonal adanya retensi cairan pd jaringan yang ada di CT. misalnya: Menstruasi, kehamilan, menopouse, diabetes mellitus, dsn miksudema pd hipotiroidisme.

b. Proses radang, misal: RA, osteoarhtritis.

c. Tumor dan keadaan lain yang menambah isi dari CT, misalnya: Ganglion, neuroma, lipoma, kista sinovitis, hematoma, deposit Calsium, amiloidosis, Chondrocalsinosis.

d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena penggunaan tangan secara berlebihan pada keadaan Hiperekstensi pada pergelangan tangan, sehingga tekanan CT meningkat dari pada tangan dengan posisi netral.

e. Trauma akan merubah countour normal CT atau pembentukan tulang baru yang berlebihan pada Colles fracture

Terjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena fragmen tulang patah atau ujung ligamentum menekan n. medianus.

f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.

g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan

Muscle Belly dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran pembuluh darah sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus.

h. Vascular Shunt pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt

didaerah tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.

Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh

Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut

Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.

Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus medianus akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar dan rasa seperti di tusuk tusuk pada daerah carpalStadium pada kelainan syaraf:

Stadium I:

Timbulnya distensi kapiler intrafasikuler yang menyebabkan meningkatkan tekanan intrafasikuler. Sehingga keadaan tersebut dapat menimbulkan konstriksi pembuluh darah kapiler. Keadaan ini yang menyebabkan timbulnya gangguan nutrisi serta akan terjadi hipereksitabilitas serabut saraf.

Stadium II

Adanya kompresi pada pembuluh kapiler akan menyebabkan anoksia dan kerusakan endotelium kapiler. Masuknya protein ke dalam jaringan akan menyebabkan edema. Protein tidak dapat keluar melalui perineurium oleh karena akumulasi dalam endoneurium yang mana telah menyatu dengan metabolisme serta nutrisi aksonal.

Pada keadaan tersebbut juga diiikuti adanya proliferasi dari fibroblast serta iskemik pada jaringan ikat yang mengalami konstriksi. Pada tahap akhir dari kompresi saraf, akan terjadi defek pada motorik maupun sensorik.

Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan berkurang nya aliran darah yang timbul dengan tekanan 20 30 mmHg. Pada penderita CTS tekanan pada terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan bahkan sering mencapai 110 mmHG saat pergelangan tangan pada dalam posisi ekstensi posisi dorsofleksi ini nampaknya merupakan posisi yang meningkatkan tekanan intra karpal yang paling tinggi. Tekanan sebesar 50 mmHG selama 2jam akan menyebabkan oedema epineurium bila tekanan tersebut berlangsung selama 8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan endoneurium meningkat sebesar 4 kali dan menghambat transport aksonal jika trauma ini terus terjadi pada endotel kapiler maka akan semakin banyak protein yang bocor masuk kedalam jaringan sehingga oedema makin menghebat dengan demikian lingkaran akan terjadi.

Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak eksudat dan oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus perineurium. Perineurium lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena kelenturan2.6 Diagnosa Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :

1. Pemeriksaan fisik Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah 4 :

a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.

c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.

d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.

e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

h. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.

2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS. 4b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik. 43. Pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

4. Pemeriksaan laboratorium. Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.II.8 Terapi / PenatalaksanaanTerdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih dipergunakan hingga saat ini, antara lain:Non Operasi1. Splint (Bidai Immobilisasi)Splint atau bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi mati rasa dengan mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai digunakan pada malam hari untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau ekstensi tangan saat tidur yang bisa meningkatkan tekanan. Bidai biasanya digunakan pada pasien dengangelaja yang ringan sampai sedang yang berlangsung kurang dari 1 tahun. 4,52. Peregangan (Stretching)Beragam gerakan peregangan dapat membantu pencegahan terhadap CTS, namun banyak orang yang tidak tahu akan kegunaan peregangan otot otot pergelangan tangan dan tangan. Untuk mengurangi insiden terserang CTS, berikut ini adalah gerakan peregangan yang bisa dilakukan: 2,4

Gerakan 1, Gerakan Mengepal dan MembukaKepalkan tangan dengan kencang selama 3 5 detik, lalu lepaskan dan ratakan seluruh jari jari tangan. Ditahan selama 3 5 detik juga. Ulangi gerakan ini sebanyak 5 kali di tiap tangan.

Gerakan 2 : Peregangan

Gerakan perengan ini dapat mengurangi rasa sakit dan tekanan yang disebabkan oleh pergerakan tangan repetitif dalam periode tertentu. Dengan menggunakan salah satu tangan, jari jari di tangan lain di lebarkan sebisa mungkin tanpa menimbulkan rasa nyeri. Hasil dari peregangan dapat dirasakan pada telapak tangan dan pergelangan tangan. Tahan posisi peregangan ini selama 3 5 detik lalu lepaskan. Lakukan gerakan ini sebanyak 5x di tiap tangan yang telah dilakukan gerak mengepal dan meregang.

3. Injeksi Kortikosteroid LokalInjeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS secara temporer dalam waktu yang singkat. Metilprednisolon atau hidrokortison bisa disuntikkan langsung ke carpal tunnel untuk menghilangkan nyeri. Injeksi kortikosteroid dapat mengurangi peradangan, sehingga mengurangi tekanan pada nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Pada kebanyakan pasien, pembedahan merupakan satu satunya pengobatan yang bisa memberikan penyembuhan permanen.4. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)Obat-obatan jenis NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen. Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.3,4,52.7 Fisioterapi

Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus carpal tunnel syndrome untuk mengurangi nyeri sangat beragam, tetapi disini penulis hanya menggunakan Microwave diathermi, ultrasonik, dan mobilisasi saraf tepi.

1. Microwave Diathermi (MWD)

Seperti layaknya shortwave diathermy, pada microwave diathermy masih terjadi perdebatan mengenai efek terapeutik secara spesifik, tidak ada bukti jelas yang mendukung selain efek panas/termal.

McMeeken dan Bell tahun 1990 mengaplikasikan MWD pada dosis klinis terjadi peningkatan temperatur kulit sebesar 10 dan aliran darah dalam dan superfisial lengan bawah dan tangan pada subyek normal, respon tersebut berlangsung hingga 20 menit setelah aplikasi (Low, 2000).

Pada pemberian MWD terjadi peningkatan temperatur intramuskular diikuti peningkatan aliran darah sebesar 85% pada anjing setelah paparan MWD selama 15 menit, yang hanya terjadi setelah mencapai ambang rangsang temperatur kritis.2. Ultrasonik

Terjadinya destruksi sel pada penggunaan pulsed-ultrasound 1 MHz dengan aplikasi underwater dosis equivalent intensitas 0,08 W/cm, sedang Fahnestock et al, (1989) dikutip Baker et al (2001) melaporkan terjadinya sel lisis atau permeabilisasi sel setelah paparan pada neuroblastoma dengan frekuensi 1 MHz kontinyus ultrasonik spatial peak dose 1 W/cm. Kerusakan sel terjadi in vitro dikarenakan kavitasi, yang tidak termasuk dalam faktor intensitas terapeutik (Harvey et al, 1987 yang dikutip Baker et al, 2001).

Efek biofisika ultrasonik terbagi menjadi efek termal dan non-termal. Efek termal yang menghasilkan panas dapat meningkatkan aktifitas metabolik, aliran darah dan efek analgesik pada saraf, serta diklaim juga meningkatkan ekstensibilitas jaringan kolagen (Baker et al, 2001). Sedang efek non-termal yaitu terjadinya kavitasi.

Tidak ada bukti langsung ultrasonik bermanfaat terhadap permeabilitas membran, tetapi adanya perubahan sintesis protein, degranulasi mast sel, produksi growth factor, uptake kalsium dan mobilitas fibroblast (ter Haar, 1999 dikutip Baker et al, 2001). Perubahan permeabilitas membran sel darah merah pada tempat homogen yang didasarkan pada deteksi peningkatan potasium ekstraseluler setelah paparan ultrasonik kontinyus 1 MHz intensitas 0,5 3 W/cm, perubahan tersebut juga dapat menyebabkan mikrotrauma (Lota dan Darling, 1955 dikutip Baker et al, 2001). Tidak hanya trauma mekanik yang menyebabkan mast sel degranulasi, tetapi ultrasonik juga meningkatkan permeabilitas membran sel pasif, kerusakan dasar membran merangsang angiogenesis (Hanahan, 1996 dikutip Baker et al 2001).

3. Median Nerve Mobilisation (ULTT 1)

Mobilisasi saraf medianus menggunakan 5 gerakan sekuensi, yaitu : depresi shoulder girdle dengan fleksi siku hingga 90, abduksi bahu dengan fleksi siku hingga 90, eksorotasi bahu, pergelangan tangan dan jari ekstensi dengan lengan bawah supinasi dan siku ekstensi. Setiap gerakan dilakukan sampai titik uncomfortable melalui feedback dari pasien dan kemudianrelease hanya pada titik dimana tekanan uncomfortable terasa (Ekstrom dan Holden, 2002)

Mobilisasi dilakukan secara gentle, ekstensi siku selama 2 detik hingga pasien merasakan tekanan tetapi tidak nyeri, kemudian fleksi siku hingga titik dimana pasien tidak merasakan tekanan, ulangi sebanyak 6 7 gerakan mobilisasi (Ekstrom dan Holden, 2002).Operasi Pada umumnya, terapi nonoperasi digunakan untuk kasus yang ringan. Jika gejala menetap maka direkomendasikan untuk operasi. Tujuan dari operasi CTS adalah membelah lapisan transkutaneus (Transcutaneus Layer/TCL). Pada saat TCL dipotong, maka tekanan nervus di bawahnya akan berkurang. 2,4Pembedahan Carpal Tunnel Syndrome

Ini adalah salah satu contoh hasil pembedahan carpal tunnel syndrome. Dapat dilihat adanya atrofi otot thenar eminensia di tangan kiri yang merupakan tanda kronik CTS.

Salah satu gambar metode pembedahan pada carpal tunnel syndrome. Dapat dilihat teknik pembukaan ligamentum carpi transversum yang juga dikenal dengan sebutan pembedahan pembebasan canalis carpi. Pembedahan ini sangat direkomendasikan bagi pasien yang telah mengalami secara konstan dan static mati rasa, kelemahan otot tangan, atau atrofi, dan penggunaan splint di malam hari sudah tidak bisa lagi mengontrol gejala gejala intermiten CTS.2.8 Pencegahan

Pencegahan pada CTS dapat dilakukan dengan :

Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan

Lebih sering beristirahat

Memperbaiki postur tubuh dan memperhatikan posisi tangan

Menjaga agar tangan tetap hangat

Mengurangi berat badan jika terdapat obesitas Terapi penyakit yang bisa menyebabkan CTS Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk. 2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophyyang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa carpal tunnel syndrome dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.2.10 Diagnosis Banding1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.

2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.

3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.

4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah

2.11 Prognosis

Pada CTS, prognosis biasanya baik. Terdapat bebrapa faktor yang dapat menyebabkan prognosis menjadi buruk, seperti status mental dan penggunaan alkohol. Gejala bilateral dan manuver Phalen yang positif merupakan indikator prognosis yang buruk. Penelitian menunjukkan bahwa 34% pasien CTS idiopatik mengalami resolusi sempurna dalam 6 bulan. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini : 2,41. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.

2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.

BAB IIIKESIMPULAN

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) terjadi akibat penekanan nervus medianus di dalam terowongan karpal. Sindrom ini sering terjadi pada gerakan mencuci pakaian, mengepel lantai, kehamilan (bilateral), dll. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa baal dan kesemutan, nyeri yang menjalar atau meluas dari pergelangan tangan ke bahu atau turun ke telapak tangan. Beberapa kondisi yang dapat memicu timbulnya carpal tunnel syndrome, antara lain: obesitas, hipotiroidisme, arthritis, diabetes dan trauma.Secara klinis CTS didiagnosis dengan kriteria yaitu rasa nyeri yang berupa kesemutan, rasa terbakar dan baal pada jari I, II, III dan setengah bagian lateral jari IV dengan onset terjadi di waktu malam hari atau dini hari. Pada keadaan yang berat, rasa nyeri dapat menjalar hingga ke lengan atas dan terdapat atrofi pada otot thenar. Penegakan diagnosis baru dilakukan jika telah dilakukan tes provokasi berupa Tes Phalen dan tes Tinel.

Untuk mencegah terjadinya carpal tunnel syndrome akibat aktivitas repetitif yang menimbulkan rasa baal dan nyeri, perlu dilakukan gerakan meregang pergelangan tangan, tangan dan jari tangan. Selain itu, pengobatan yang efektif bagi penderita carpal tunnel syndrome dengan menggunakan splint (balut tangan), injeksi kortikosteroid dan pembedahan.DAFTAR PUSTAKA1. M Brust, John C. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Edisi kedua. Lange. 2012;h.296-2972. George, Dewanto. Riyanto, Budi. Turana, Yuda, et al. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009;h.120-1233. Tana, Lusianawaty. Sindrom terowongan karpal pada pekerja: pencegahan dan pengobatannya. J Kedokter Trisakti. September-Desember 2003, Vol 22 No.3