CR Dr. Juspeni ALL
-
Upload
ejaejaeja6 -
Category
Documents
-
view
226 -
download
6
description
Transcript of CR Dr. Juspeni ALL
Case Report
ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA
Oleh :
Widya Handayani
Raissa Ulfah Fadillah
Aini Putri
Taufiqqurrahman
Pembimbing :
dr. Juspeni Kartika, Sp.PD
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD DR.H. Abdul Moeloek
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
April 2015
STATUS PASIEN
IDENTIFIKASI PASIEN
NamaLengkap: Nn. O
JenisKelamin: perempuan
Tempat / Tgl. Lahir /Umur: 19 th
Suku Bangsa: Jawa
Status Perkawinan: Belum Menikah
A g a m a: Islam
Pekerjaan: -
Pendidikan: SMA
Alamat: Metro
ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesa danAlloanamnesa
Tanggal : 25-04-2015 Jam : 10.00 WIB
Keluhan Utama: Lemas dan mudah lelah sejak 2 bulan yang lalu
Keluhan tambahan: Gusi berdarah, berat badan menurun
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemas dan mudah lelah sejak 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien terlihat pucat di seluruh tubuh. Pasien mengeluh mual, muntah disangkal. Pasien juga mengeluh mengalami penurunan nafsu makan sehingga berat badan pasien menurun. BAB dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien juga pernah mengalami gusi berdarah 1 tahun yang lalu. Pasien juga pernah dirawat dengan keluhan yang sama di Rumah Sakit Ahmad Yani Metro dan sudah dilakukan BMP 2 minggu yang lalu, dengan hasil diagnosa ALL.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang menderita seperti pasien.
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (kg): 45 kg
Berat badansekarang (kg): 40kg
Pendidikan
() SD () SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( ) Kursus () Tidaksekolah
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan: 150 cm
Berat badan: 40 kg
Tekanandarah: 110/80 mmHg
Nadi: 96 x/menit
Pernapasan (frek.&tipe): 24 x/menit, torakal abdominal
Suhu: 37.2 C
Keadaangizi: kurang, IMT : 19.02
Kesadaran: compos mentis
Sianosis: -
Edema umum: -
Cara berjalan: normal
Mobilitas (aktif/pasif): aktif
KULIT
Warna: sawo matang
Pertumbuhan rambut: normal
Pembuluhdarah: terlihat
Suhuraba: afebris
Lembab/kering: lembab
Turgor: baik
Ikterus: anikterik
Lapisanlemak: sulitdinilai
Edema: -
Lain-lain:-
KELENJAR GETAH BENING
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
KEPALA
Ekspresiwajah: wajar
Permukaan wajah: normal
Simetri muka: simetris
Rambut: putih-hitam, tidak mudah dicabut
MATA
Exopthalmus: -
Enopthalmus: -
Kelopak: normal
Lens: sedikit keruh
Konjungtiva: anemis +/+
Sklera: ikterik -/-
TELINGA
Tidak ditemukan kelainan
MULUT
Gigi geligi dan gusi: normal
Faring: tidak hiperemis
Lidah: tidak kotor
LEHER
Tekanan Vena Jugularis (JVP): 5+2 cmH2O
Kelenjar tiroid: tidak teraba pembesaran
Kelenjar limfe: tidak teraba pembesaran
DADA
Bentuk: Normo Chest
Pembuluhdarah: normal
Buah dada: normal
PARU-PARU
DEPAN
Inspeksisimetris
Palpasifremitus taktil dan vokal kiri = kanan
PerkusiKiri: Sonor
Kanan: Sonor
AuskultasiKiri: vesikuler (+), wheezing (-), rhonki (-)
Kanan: vesikuler (+), wheezing (-), rhonki (-)
BELAKANG
Inspeksisimetris
PalpasiKiri: fremitus taktil dan vokal kiri = kanan
PerkusiKiri: sonor pada semua lapang paru
Kanan: sonor semua lapang paru
AuskultasiKiri: vesikuler (+), wheezing (-), rhonki (-)
Kanan: vesikuler (+), wheezing (-), rhonki (-)
JANTUNG
Inspeksi: terlihat ictus cordis
Palpasi: ictus cordis teraba
Perkusi
Batas pinggang jantun: linea parasternal sinistra ICS 2
Batas kanan jantung: linea parasrenal dextra ICS 6
Batas kiri jantung: linea axilla anterior ICS 4
Auskultasi: BJ I dan II Normal, murmur (-), gallop(-)
PERUT
Inspeksi:datar, lemas, simetris
Palpasi
Dindingperut: nyeritekan (-)
Hati: teraba (Hepatomegali)
Limpa: teraba (Splenomegali)
Ginjal: Ballotemen (-), nyeri cva (-)
Perkusi: timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal
ALAT KELAMIN (tidak ada indikasi)
ANGGOTA GERAK
LenganKananKiri
Otottidak ada kelainantidak ada kelainan
Tonus: normalnormal
Massa: tidak terabatidak teraba
Sendi: normal, nyeri(-)normal, nyeri(-)
Gerakan: normalnormal
Kekuatan: 44
Lain-lain: --
Tungkaidan Kaki
Luka: tidak ditemukan
Varises: (-)
Otot (tonus dan massa): normal
Sendi: tidak ada kelainan
Gerakan: tidak ada kelainan
Kekuatan: 4/4
Edema: (-) / (-)
Lain-lain: -
REFLEKS
Tidak ada kelainan
LABORATORIUM
Hb, Ht: 3,6 g/dL , 12%
Leukosit: 152.500/l, eritrosit : 2,8 juta, LED : 41 mm/jam.
Hitungjenis: Basofil = - Limfosit = 40
Eosinofil = - Monosit = 2
Batang = -
Trombosit: 23.000 u/l
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit : Jumlah kurang, sebagian normokrom normositer, distribusi renggang, normoblast
Leukosit : Jumlah meningkat, seri granulosit : netrofil segmen (+) seri non granulosit: limfosit (+) ditemukan suspek blast (mieloblast), sebagian bervakola, smudge sel (+)
Trombosit : Jumlah kurang, tersebar
Kesan : Anemia normokrom normositer dengan suspek ALL
Diagnosis Kerja dan Diagnosis Diferensial
Diagnosis Kerja
ALL
Diagnosis Diferensial
ALL fase akselerasi
AML
PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN
Apus Sumsum Tulang, Karyotipik
Urine lengkap
Darah Lengkap
Tatalaksana
Medikamentosa:
IVFD NaCL 0,9% 20 gtt / menit
Transfusi prc 400 cc
Transfusi trombosit 10 kantong
Metil prednisolon 8mg
Ranitidin amp/ 12 jam
Non medikamentosa :
Tirah baring
Prognosis
Quo advitam : dubiaatmalam
Quo adfunctionam : dubiaatmalam
Quo ad sanctionam : dubia at malam
Teori
Definisi
Leukemia merupakan suatu penyakit ganas dari jaringan hematopoietic, ditandai dengan adanya penggantian elemen-elemen sum-sum tulang normal dengan sel-sel darah abnormal (neoplastik). Sel-sel leukemik seringkali (tapi tidak selalu) terdapat pada darah perifer dan biasanya menginvasi jaringan retikuloendotelial, termasuk lien, hati, dan nodus limfatikus. Sel-sel tersebut juga dapat menginvasi jaringan lainnya, infiltrasi organ muapun dalam tubuh. Jika tidak ditangani, leukemia dengan cepat dapat menyebabkan kematian (Harmening, 2002). Leukemia merupakan suatu keganasan yang menyerang sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang. Leukemia ada yang bersifat akut dan kronis. Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan kematian dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun. Berdasarkan jenis sel yang terlibat, Leukemia dapat dibagi menjadi Leukemia limpoblastik dan leukemia mielositik. Leukemia limpoblastik sendiri merupakan salah satu bentuk leukemia yang menyerang sel limfoid. Acute Lympoblastic leukemia terjadi ketika tubuh kita menghasilkan sejumlah besar sel darah putih yang immature yang disebut limfosit.
Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan (Harmening, 2002).
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh
kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah
bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal (Harmening, 2002).
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak (Harmening, 2002).
Determinan Penyakit Leukemia
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
1 Host
1.1 Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. ALL merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, AML terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam (Harmening, 2002).
1.2 Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D (Harmening, 2002).
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
2 Agen
2.1 Virus
Adult T cell leukemia (ATL) berhubungan dengan infeksi oleh human T cell leukemia virus (HTLV); human limphotrophic virus-1 penyebab leukemia pada manusia. Pada pasien yang terinfeksi. Protein HTLV melekat pada protein limfosit yang bertanggung jawab dalam mengatur pertumbuhan sel. Umumya terjadi di Asia dan sebagian Karibia(Harmening, 2002).
2.2. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian AML dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi AML dan LGK sampai 20 kali lebih banyak (Harmening, 2002).
2.3 Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia. Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama AML (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia(Harmening, 2002).
3.5 Klasifikasi
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, yaitu kematangan sel dan cell lineage. Kematangan sel digunakan untuk membedakan antara leukemia akut dengan kronis. Ketika sel-sel ganas bersifat immature (steam cell, blast, atau prekursor imatur lainnya, leukemia diklasifikasikan sebagai leukemia akut; ketika sel ganas bersifat mature, diklasifikasikan sebagai leukemia kronis. Secara umum kedua grup tersebut berhubungan dengan perjalanan klinisnya, yaitu cepat (akut) dan lambat (kronis). Selanjutnya leukemia dibagi berdasarkan turunannya yaitu lymphoid atau myeloid. Myeloid meliputi granulositik, monositik, megariositik, dan eritrositik. Oleh karena itu, klasifikasi leukemia dibagi kedalam empat kategori: acute lymphoblastic leukemia (ALL), acute myeloid leukemia (AML; juga disebut acute nonlymphoblastic leukemia, ANLL), chronic lymphocytic leukemia (CLL), dan chronic myelogenous leukemia (CML) (Harmening, 2002).
Leukemia akut
Leukimia akut merupakan suatu keganasan dari sel progenitor hematopoietic, yang biasanya gagal menjadi matur dan berdiferensiasi. Leukimia akut dibagi menjadi dua golongan, yaitu acute lymphocytic
leukemia (ALL) dan acute myelogenous leukemia (AML). Karakteristik ALL, 65% berasal dari limfosit B, 20% limfosit T dan 15% ALL diklasifikasikan sebagai nul sel leukemia karena berasal dari limfosit B dan limfosit T (Greenberg and Glick, 2003).
Pada paseien yang sudah tua AML didahuli oleh preleukemic atau sindrom
Myelodysplastic, dimana terdapat kelainan sumsum tulang yang mempengaruhi RBCs, leukocytes, dan platelet. Prognosis pada jenis ini buruk (Greenberg and Glick, 2003).
Manifetasi Klinis
Leukimia akut dapat terjadi pada berbagai umur, namun ALL sering terjadi pada anak-anak. Sedangkan AML sering terjadi pada orang dewasa. Gejala dan tandanya yaitu supresi atau infiltrasi sel leukemic pada organ dan jaringan lain. Perubahan pada sumsum tulang menyebabkan anemia, thrombocytopenia, dan penurunan fungsi normal neutrofil. Anemia menyebabkan pucat, nafas menjadi pendek, dan mudah lelah, yang merupakan gejala utama dari penyakit ini. Thrombocytopenia menyebabkan perdarahan spontan (Greenberg and Glick, 2003).
Terkadang pasien leukemia dapat mengalami peningkatan jumlah leukosit yang signifikan, namun sel leukemic tersebut tidak berfungsi normal, sehingga menyebabkan kecacatan migrasi, fagositosis atau aksi bakterisidal. Sehingga infeksi mengalami komplikasi dan dapat berujung pada kematian (Greenberg and Glick, 2003).
Infiltrasi organ dan jaringan oleh sel leukemic dapat menyebabkan lymphadenopathy,hepatomegaly, and splenomegaly. Sel juga dapat berinfiltrasi ke sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan cranial nerve palsy, paresthesia, anesthesia, and paralysis (Greenberg and Glick, 2003).
Tumor terlokalisasi yang berisi sel leukemic disebut chloromas. Permukaan tumor ini berubah warna menjadi kehijauan jika terkena cahaya karena adanya myeloperoxidase (Greenberg and Glick, 2003).
Perawatan
Kombinasi chemotherapy termasuk daunorubicin and cytarabine, merupakan pilihan perawatan akut leukemia. Cytotoxic drugs yang terkandung di dalamnya dapat membunuh 99.9% sel leukemic. Terapi kemoterapi cukup sukses untuk ALL pada anak-anak. Sedangakan penderita AML, belum ditemukan perawatan yang dapat berhasil, dan banyak pasien dengan AML yang meninggal (Greenberg and Glick, 2003).
Klebsiella, dan Proteus adalah umum, seperti halnya infeksi jamur dengan Candida, Aspergillus, dan Physomycetes. Diagnosis dini dan menganjurkan perawatan infeksi saluran kencing, saluran pernapasan, rwktum, kulit, dan mulut yang diperlukan. Infeksi virus yang umum, terutama dengan herpes simpleks (HSV), variselazoster virus, dan cytomegalovirus, juga merupakan komplikasi yang umum (Greenberg and Glick, 2003).
Transplantasi dari sel hemopoietic stem sebelumnya dikenal sebagai transplantasi sumsum tulang, telah digunakan untuk memperlakukan hematologic leukemia akut dan keganasan lain, penyakit genetic kekebalan tubuh dan system darah, dan yang lebih baru-baru ini tumor padat. Tujuan HSCT di leukemia adalah untuk memberantas semua sel-sel ganas dan menggantinya dengan sel-sel normal dahulu dari sumsum. Transplantasi sel induk pada tumor solid, seperti kanker payudara, digunakan untuk mengobati pasien dengan dosis sangat tinggi beracun kemoterapi, yang akan biasanya berakibat fatal karena kegagalan sumsum tulang (Greenberg and Glick, 2003).
Transplantasi sel stem dilakukan dengan kombinasi dari kemoterapi dosis tinggi dan pada beberapa kasus, radiasi total badan. Sel stem pluripotent menanam sampai dengan 4 minggu setelah transplantasi, dan selama periode ini, pasien sangat rentan terhadap infeksi dan perdarahan dan karenanya harus didukung dengan hati-hati di pusat-pusat kesehatan yang memiliki oncologist terampil (Greenberg and Glick, 2003).
Setelah engraftment, meliputi komplikasi akut dan penyakit graft-versus-host kronis yang disebabkan oleh limfosit T dari korupsi yang menghancurkan jaringan inang vital normal dan organ. GVHD akut terjadi dalam 100 hari pertama setelah transplantasi, menyebabkan kulit ringan sampai parah, hati, usus, dan penyakit immunologic. GVHD kronis terjadi lebih dari 100 hari setelah transplantasi dan menyerupai penyakit autoimun seperti lupus dan sklerodema. Komplikasi ini biasanya sembuh dengan penggunaan imunosupresi (Greenberg and Glick, 2003).
Acute Limphoblastic Leukemia (ALL)
Acute Limphoblastic Leukemia (ALL) adalah keganasan klonal dari sumsum tulang dimana prekursor limfoid berproliferasi dan mendesak sel-sel hemapoetik di sumsum tulang. Leukemia limfoblastik akut mungkin sulit dibedakan dengan keganasan limfoid lainnya. Pemeriksaan immunokimia, sitokimia, dan sitogenetik dapat membedakan kategori dari keganasan limfoid (William, 2000).
Etiologi ALL
Hanya sedikit etiologi ALL yang dapat diketahui, bila dibandingkan dengan AML. Kebanyakan ALL yang lerjadi pada orang dewasa tidak memiliki faktor resiko. Prevalensi ALL meningkat ketika terjadi serangan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki. Kebanyakan etiologinya disebabkan oleh adanya radiasi, ALL juga bisa dicetuskan pada mereka yang sebelumnya memiliki Sindrom Mielodisplastik. Meningkatnya kasus ALL juga berkaitan dengan kelainan kromosom (11q23) sebanyak 80-90 % kasus dari ALL. ALL juga bisa terjadi secara sekunder, dimana terjadi pada pasien yang telah menjalani kemoterapi untuk jenis leukemia yang berbeda (Seiter, 2010).
Gambaran Klinis ALL
Pasien dengan ALL menunjukkan gejala yang berkaitan dengan adanya infiltrasi sel-sel ganas ke sumsum tulang dan gejala yang disebabkan penurunan produksi sel-sel darah yang normal. Adanya infiltrasi sel-sel leukemi ke sumsum tulang dimanifestasikan dengan adanya nyeri tulang. Nyeri tulang ini bisa terjadi sangat hebat (Seiter, 2010).
Sekitar 10-20 % pasien mengalami keluhan rasa penuh di abdomen kuadran kiri atas karena terjadi splenomegali. Pada pasien ALL yang sub tipe sel T, Biasanya mengalami gejala nafas yang pendek, karena pembesaran massa mediastinal. Karena pasien ini mengalami anemia, maka ia mengalami keluhan cepat lelah, pusing, palpitasi, dan dyspnea juga beraktifitas fisik. Pasien ALL sering mengalami penurunan jumlah neutrofil, meskipun jumlah total set darah putihnya meningkat. Hasilnya, mereka sangat rentan terhadap infeksi. Prevalensi dan tingkat keparahan infeksi berbanding terbalik dengan jumlah neutrofil. Infeksi sangat rentan pada jumlah neutrofil yang kurang dari 500/ul, dan semakin bertambah berat jika jumlah neutrofil kurang dari 100/ul. Pasien ALL sering mengalami demam (sekitar 25%) tanpa adanya proses infeksi. Namun,bagaimanapun juga pada pasien ini kita harus membuktikan bahwa demam ini bukan disebabkan oleh infeksi. Namun. di lain pihak, infeksi tetap merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang menjalani terapi ALL (Seiter, 2010).
Dari pemeriksaan fisik, kita bisa menemukan pasien nampak pucat dan lemah, dapat ditemukan adanya murmur karena terjadinya anemia. Dapat ditemukan tanda-tanda infeksi dan demam. Demam harus diinterpretasikan adanya infeksi. Karena pasien mengalami trombositopenia, maka dapat ditemukan adanya petekia, terutama pada ekstrimitas bawah. Adanya ekimosis yang luas merupakan indikasi terjadinya DIC. Juga ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati karena infiltrasi sel leukemi. Pada beberapa keadaan, juga bisa ditemukan adanya kemerahan (rash) pada kulit pasien, karena infiltrasi sel leukemi ke kulit. Pada pemeriksaan laboratorium hematotogi, ditemukan anemia dan trombositopeni dalam berbagai derajat. Pasien ALL jumlah sel darah putihnya bisa meningkat, normal, atau rendah, tetapi biasanya neutropenia. Peningkatan dari protlirombintime / activated partial thromboplastin time dan penurunan fibrinogen atau fibrin degradation products menandakan terjadinya DIC (Seiter, 2010).
Pada pemeriksaan sel darah tepi akan ditemukan adanya sel blas. Pada pemeriksaan kimia darah akan ditemukan peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan peningkatan kadar asam urat. Pemeriksaan fungsi liver dan fungsi ginjal (BUN/ kreatinin) diperlukan pada awal terapi. Pemeriksaan kultur darah harus dilakukan pada pasien yang mengalami demam, atau pada pasien yang mengalami tanda-tanda infeksi yang lain tanpa disertai demam (Seiter, 2010).
Diagnosis ALL
Diagnosis ALL dikesankan dengan adanya sel blas pada preparat apus darah tepi,namun lebih dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang adalah pemeriksaan diagnostik definitif untuk memastikan diagnosis leukemia. Sumsum tulang yang telah diaspirasi diberi pewarnaan Wright atauGiemsa Diagnosis ALL ditegakkan apabila ditemukan sedikitnya 30% limfoblas (menurut klasifikasi FAB) atau setidaknya 20% limfoblas (menurut klasifikasi WHO) di sumsum tulang atau di darah tepi (Freireich, 2010).
Berikut ini adalah klasifikasi menurut FAB (French-American-British) (Foreman, 2008):
LI: sel-sel kecil dengan kromatin homogen, bentuk nukleus reguler, Nukleoluskecil atau bahkan tidak ada, dan sitoplasmanya sedikit.
L2: sel berukuran besar dan heterogen, kromatin heterogen, bentuk nuklearirreguler, dan nukleolusnya berukuran besar.
L3: sel besar dan homogen dengan nukleolus multipel, sitoplasma. Berwarna kebiruan, dan terdapat vakuol sitoplasmik.
Klasifikasi WHO mengelompokkan subtipe LI dan L2 sebagai leukemialimfoblastik prekursor B atau leukemia limfoblastik prekursor T. Sedangkan subtipeL3 termasuk dalam keganasan sel B matur, termasuk subtipe limfoma Burkitt. Sampel dari sumsum tulang sebaiknya diperiksa sitogenetik dan flow sitometri. Pada orang dewasa, setidaknya terdapat keabnormalan sitogenetik sebanyak 70% dari seluruh kasus ALL (Freireich, 2010).
Diagnosis Banding ALL
Diagnosis banding, yang berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, termasukinfeksi kronis seperti virus Epstain-Barr virus (EBV) dan cytomegalovirus (CMV) yang mengakibatkan lymphadenopati, hepatosplenomegali, demam dan anemia. Penyakit-penyakit yang termasuk diagnosis banding adalah penyakit dengan kegagalan sumsum tulang, seperti anemia aplastik, Keganasan lain yang mungkin harus dipikirkan adalah Leukemia Mieloid Akut (LMA), Limfoma sel B, Lymphoma High Grade Malignant Immunoblastic, Lymphoma Mantle Cel, dan Lymphoma NonHodgkin.
Perawatan ALL
Kombinasi chemotherapy termasuk daunorubicin and cytarabine, merupakan pilihan perawatan akut leukemia. Cytotoxic drugs yang terkandung di dalamnya dapat membunuh 99.9% sel leukemic. Terapi kemoterapi cukup sukses untuk ALL pada anak-anak. Sedangkan penderita AML, belum ditemukan perawatan yang dapat berhasil, dan banyak pasien dengan AML yang meninggal (Freireich, 2010).
Klebsiela, dan Proteus adalah umum, seperti halnya infeksi jamur dengan Candida, Aspergillus, dan Physomycetes. Diagnosis dini dan menganjurkan perawatan infeksi saluran kencing, saluran pernapasan, rwktum, kulit, dan mulut yang diperlukan. Infeksi virus yang umum, terutama dengan herpes simpleks (HSV), variselazoster virus, dan cytomegalovirus, juga merupakan komplikasi yang umum.
Secara umum, perawatan ALL sama dengan perawatan AML (Freireich, 2010).
KESIMPULAN
Leukemia merupakan penyakit proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakibat fatal. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darahimmatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Leukemia limfoblastik akut merupakan keganasan pada sistem limfopoietik, yang ditandaidenganpenggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Dalam menegakan diagnosis leukemia limfoblastik akut diperlukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan temuan yang mendukung, serta hasil pemeriksaan laboratorium terutama hapusan darah tepi untuk memastikan adanya sel blast ataukah tidak. Penatalaksanaanya bersifat suportif dan spesifik. Pada kasus-kasus ringan tanpa penyulit, dengan terapi suportif dapat memberikan prognosis yang baik bagi pasien. Tetapi pada kasus-kasus berat disertai penyulit dan komplikasi selama terapi, meningkatkan mortalitas individu atau populasi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Djoerban, Z. 2009.Kelainan Hematologi pada Leukemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Edisi V Jilid II. Interna Publishing: Jakarta.
Ehrenpreis, Seymour and Ehrenpresis, Eli. 2001. Clinicians Handbook of Prescription Drugs. McGrawHill : Medical Publishing Devision
Joseph T. DiPiro et al. 2008.Pharmacoterapy APathophysiologic Approachseventh edition. McGrawHill:Companies Inc. USA
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Panduan Pelayanan Medik. PB PAPDI. 2006.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Gagal Jantung Kronik. Panduan Pelayanan Medik. PB PAPDI. 2006.
2