CME 204(2)-Tatalaksana DM saat Puasa Ramadhan.pdf

6
342 CONTINUING MEDICAL EDUCATION CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013 CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi IDI – 3 SKP Tata Laksana Diabetes Melitus saat Puasa Ramadan M. Adi Firmansyah PPDS Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Diperkirakan terdapat 40-50 juta orang dengan diabetes (diabetesi) di seluruh dunia yang menjalani puasa Ramadan setiap tahunnya. Studi EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadan) yang meneliti 12.243 pasien diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan 43% pasien diabetes melitus tipe 1 dan 79% pasien diabetes tipe 2 berpuasa selama Ramadan. Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami efek samping seperti hipoglikemia, hiperglikemia dengan atau tanpa ketoasidosis dan dehidrasi sehingga pengetahuan tata kelola yang baik sangat diperlukan. Lima hal penting yang perlu diperhatikan yakni (1) tata laksana bersifat individual; (2) pemantauan kadar glukosa darah secara teratur; (3) nutrisi tidak boleh berbeda dari kebutuhan nutrisi harian; (4) olahraga tidak boleh berlebihan dan (5) pasien harus tahu kapan membatalkan puasa. Kata kunci: diabetes melitus, puasa Ramadan, diabetesi ABSTRACT It is estimated that there are 40-50 million people with diabetes (called as diabetics) worldwide fasting during Ramadan every year. A large epidemiological study, EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadan) conducted in 13 Islamic countries on 12,243 diabetic individuals who fasted during Ramadan showed 43% of patients with type 1 diabetes mellitus and 79% of patients with type 2 diabetes fasted during Ramadan. Diabetics had major potential complications associated with fasting such as hypoglycemia, hyperglycemia with or without ketoacidosis and dehydration. Five important things are (1) individual management; (2) regular blood glucose monitoring; (3) diet should not differ from the daily nutritional requirements; (4) no excessive sports, and (5) the patient must know when to break the fast. M. Adi Firmansyah. Management at Diabetes Mellitus on Ramadhan Fasting Key words: diabetes mellitus, ramadhan fasting PENDAHULUAN Berpuasa dalam bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi seorang muslim dewasa. Puasa diartikan sebagai ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala hal yang membatalkannya, dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. 1 Selama puasa Ramadan, mayoritas umat muslim akan memiliki dua waktu makan, yakni segera saat tenggelamnya matahari yang ditandai dengan masuknya waktu sholat maghrib (dikenal dengan istilah ifthar atau berbuka puasa) dan makan saat sebelum fajar terbit (dikenal dengan istilah sahur) sehingga lamanya waktu berpuasa adalah berkisar antara 11 jam hingga 18 jam setiap harinya. 2 Studi EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadan) yang meneliti 12.243 pasien diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan 43% pasien diabetes melitus (DM) tipe 1 dan 79% pasien DM tipe 2 berpuasa selama Ramadan. Diperkirakan terdapat 1,1 hingga 1,5 milyar penduduk muslim di seluruh dunia. Angka prevalensi diabetes di seluruh dunia sekitar 4,6%, 3 dan bila diproyeksikan ke hasil studi EPIDIAR ini maka diperkirakan 40 – 50 juta diabetesi di seluruh dunia menjalankan puasa ramadan setiap tahunnya. 4 Puasa sejatinya tidak dimaksudkan untuk menyulitkan dan mencelakakan individu muslim. Secara tegas, dalam kitab suci umat Islam Al-Quran dijelaskan bahwa berpuasa tidak diwajibkan pada anak-anak, perempuan dalam masa menstruasi, orang sakit, orang yang dalam perjalanan, perempuan hamil dan menyusui. 5 Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami efek samping seperti hipoglikemia, hiper- glikemia dengan atau tanpa ketoasidosis dan dehidrasi. Risiko ini akan meningkat pada periode berpuasa yang lama. 3 Namun, tidak sedikit yang tetap ingin menjalani puasa Ramadan dan meminta saran terkait kondisi medisnya. Hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa peranan dokter bukan sebagai penentu atau pemberi fatwa Alamat korespondensi email: [email protected]

Transcript of CME 204(2)-Tatalaksana DM saat Puasa Ramadhan.pdf

  • 342

    CONTINUING MEDICAL EDUCATION

    CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

    CONTINUING MEDICAL EDUCATION

    Akreditasi IDI 3 SKP

    Tata Laksana Diabetes Melitus saat Puasa Ramadan

    M. Adi FirmansyahPPDS Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /

    RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

    ABSTRAKDiperkirakan terdapat 40-50 juta orang dengan diabetes (diabetesi) di seluruh dunia yang menjalani puasa Ramadan setiap tahunnya. Studi EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadan) yang meneliti 12.243 pasien diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan 43% pasien diabetes melitus tipe 1 dan 79% pasien diabetes tipe 2 berpuasa selama Ramadan. Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami efek samping seperti hipoglikemia, hiperglikemia dengan atau tanpa ketoasidosis dan dehidrasi sehingga pengetahuan tata kelola yang baik sangat diperlukan. Lima hal penting yang perlu diperhatikan yakni (1) tata laksana bersifat individual; (2) pemantauan kadar glukosa darah secara teratur; (3) nutrisi tidak boleh berbeda dari kebutuhan nutrisi harian; (4) olahraga tidak boleh berlebihan dan (5) pasien harus tahu kapan membatalkan puasa.

    Kata kunci: diabetes melitus, puasa Ramadan, diabetesi

    ABSTRACTIt is estimated that there are 40-50 million people with diabetes (called as diabetics) worldwide fasting during Ramadan every year. A large epidemiological study, EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadan) conducted in 13 Islamic countries on 12,243 diabetic individuals who fasted during Ramadan showed 43% of patients with type 1 diabetes mellitus and 79% of patients with type 2 diabetes fasted during Ramadan. Diabetics had major potential complications associated with fasting such as hypoglycemia, hyperglycemia with or without ketoacidosis and dehydration. Five important things are (1) individual management; (2) regular blood glucose monitoring; (3) diet should not diff er from the daily nutritional requirements; (4) no excessive sports, and (5) the patient must know when to break the fast. M. Adi Firmansyah. Management at Diabetes Mellitus on Ramadhan Fasting

    Key words: diabetes mellitus, ramadhan fasting

    PENDAHULUANBerpuasa dalam bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi seorang muslim dewasa. Puasa diartikan sebagai ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala hal yang membatalkannya, dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.1 Selama puasa Ramadan, mayoritas umat muslim akan memiliki dua waktu makan, yakni segera saat tenggelamnya matahari yang ditandai dengan masuknya waktu sholat maghrib (dikenal dengan istilah ifthar atau berbuka puasa) dan makan saat sebelum fajar terbit (dikenal dengan istilah sahur) sehingga lamanya waktu berpuasa adalah berkisar antara 11 jam hingga 18 jam setiap harinya.2

    Studi EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadan) yang meneliti 12.243 pasien diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan 43% pasien diabetes melitus (DM) tipe 1 dan 79% pasien DM tipe 2 berpuasa selama Ramadan. Diperkirakan terdapat 1,1 hingga 1,5 milyar penduduk muslim di seluruh dunia. Angka prevalensi diabetes di seluruh dunia sekitar 4,6%,3 dan bila diproyeksikan ke hasil studi EPIDIAR ini maka diperkirakan 40 50 juta diabetesi di seluruh dunia menjalankan puasa ramadan setiap tahunnya.4

    Puasa sejatinya tidak dimaksudkan untuk menyulitkan dan mencelakakan individu muslim. Secara tegas, dalam kitab suci umat

    Islam Al-Quran dijelaskan bahwa berpuasa tidak diwajibkan pada anak-anak, perempuan dalam masa menstruasi, orang sakit, orang yang dalam perjalanan, perempuan hamil dan menyusui.5

    Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami efek samping seperti hipoglikemia, hiper-glikemia dengan atau tanpa ketoasidosis dan dehidrasi. Risiko ini akan meningkat pada periode berpuasa yang lama.3 Namun, tidak sedikit yang tetap ingin menjalani puasa Ramadan dan meminta saran terkait kondisi medisnya. Hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa peranan dokter bukan sebagai penentu atau pemberi fatwa

    Alamat korespondensi email: [email protected]

  • 343

    CONTINUING MEDICAL EDUCATION

    CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

    apakah seorang pasien boleh berpuasa atau tidak. Dokter hanya berperan memberi pandangan dan panduan mengenai dampak puasa terhadap kondisi medis pasien. Keputusan akhir apakah berpuasa atau tidak, dikembalikan kepada pasien sendiri.

    EFEK PUASA PADA INDIVIDU NORMALBanyak studi telah meneliti efek berpuasa ramadan yang dilakukan individu muslim terhadap metabolisme tubuh, antara lain terhadap berat badan, metabolisme glukosa, dan metabolisme lipid.

    Efek terhadap Berat BadanBeberapa studi mendapati bahwa individu sehat yang menjalani puasa ramadan mengalami penurunan berat badan.6 Studi pada 81 orang mahasiswa sehat di sebuah universitas Teheran mendapati penurunan berat badan setelah berpuasa ramadan baik pada lelaki ataupun perempuan.7 Hasil yang sama juga didapatkan oleh Sadiya dkk.8

    Efek terhadap Metabolisme GlukosaPada individu normal, proses makan akan merangsang sekresi insulin dari sel beta pankreas. Proses ini pada akhirnya menghasilkan glikogenesis dan penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen di hati dan otot. Sebaliknya, pada kondisi puasa, sekresi insulin akan berkurang sementara hormon kontra-regulator seperti glukagon dan katekolamin akan meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan glikogenolisis dan glukoneogenesis.

    Selama puasa berlangsung, simpanan glikogen akan berkurang dan rendahnya kadar insulin plasma memicu pelepasan asam lemak dari sel adiposit. Oksidasi asam lemak ini menghasilkan keton sebagai bahan bakar metabolisme oleh otot rangka, otot jantung, hati, ginjal dan jaringan adipose. Hal ini menghemat penggunaan glukosa yang memang terutama ditujukan untuk otak dan eritrosit (lihat gambar 1).4,6

    Efek terhadap Metabolisme LipidEfek puasa ramadan terhadap profi l lipid bervariasi dalam banyak studi, mungkin disebabkan perubahan menu diet dan berkurangnya aktivitas. Ziaee dkk tidak mendapatkan adanya perbedaan kadar trigliserida (TG) yang signifi kan sebelum dan sesudah Ramadan meski kadar TG meningkat

    selama ramadan. Kondisi ini diperkirakan akibat konsumsi diet tinggi karbohidrat terutama konsumsi gula7,9 Penyebab lain adalah perubahan pola konsumsi sumber karbohidrat dari karbohidrat kompleks (seperti sereal, buah, sayuran) menjadi karbohidrat sederhana seperti minuman manis atau dengan pemanis buatan selama ramadan.8

    PERUBAHAN PADA DIABETESI SAAT BERPUASABanyak penelitian umumnya tidak mendapatkan masalah besar pada pasien diabetes, baik DM tipe 2 maupun tipe 1 yang menjalani puasa.2,4,6,10 Asupan kalori umumnya berkurang meski ada juga yang

    tidak berubah, dan didapatkan penurunan berat badan selama puasa. Selain itu, tidak ditemukan perubahan berarti kadar glukosa puasa dan HbA1c 10,11.

    Efek Puasa terhadap Metabolisme Pasien DiabetesPada pasien DM tipe 1 dan kondisi defi siensi insulin berat akan terjadi proses glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis yang berlebihan. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan hiperglikemia dan ketoasidosis yang dapat mengancam nyawa (Gambar 2). Selain itu, pasien-pasien diabetes memiliki neuropati otonom yang dapat menyebabkan respons tidak adekuat terhadap kondisi hipoglikemia.

    Gambar 1 Patofi siologi Puasa pada Individu Normal

    (Diadaptasi dari: Karamat MA, Syed A, Hanif W. Review of diabetes management and guidelines during Ramadan. J R Soc

    Med. 2010:103:139-47)

    Gambar 2 Patofi siologi Puasa pada Individu dengan Diabetes

    (Diadaptasi dari: Karamat MA, Syed A, Hanif W. Review of diabetes management and guidelines during Ramadan. J R Soc

    Med. 2010:103:139-47)

  • 344

    CONTINUING MEDICAL EDUCATION

    CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

    Efek terhadap Berat BadanStudi EPIDIAR menunjukkan bahwa secara umum tidak terdapat perubahan berat badan bermakna pada pasien diabetes yang berpuasa.10 Namun, ada laporan yang menyebutkan peningkatan atau penurunan berat badan setelah berpuasa Ramadan.11 Tidak adanya asupan makanan atau minuman antara waktu sahur dan waktu berbuka; seringnya pasien tidak membatasi jumlah atau jenis asupan makanan saat malam; juga akibat pembatasan aktivitas harian selama berpuasa karena kekawatiran hipoglikemia, tampaknya mungkin menjadi penyebab tidak hanya menurunnya berat badan tetapi juga peningkatan berat badan.11

    Efek terhadap Kadar GlukosaBeberapa studi menunjukkan tidak ada perubahan signifi kan terhadap kendali kadar glukosa. Variasi kadar glukosa mungkin disebabkan dari jumlah atau jenis makanan yang dikonsumsi, keteraturan mengonsumsi obat, pola makan yang tidak terkendali saat berbuka, atau menurunnya aktivitas fi sik.11 Meski begitu, pasien diabetes yang berpuasa tetap berisiko mengalami hipoglikemia, hiperglikemia ataupun ketoasidosis.4,6,11 Studi EPIDIAR menunjukkan peningkatan risiko hipoglikemia berat yang membutuhkan perawatan sekitar 4,7 kali lipat pada pasien DM tipe 1 dan 7,5 kali lipat pada DM tipe 2.6,10 Di sisi lain, risiko hiperglikemia berat meningkat sekitar 5 kali lipat pada pasien DM tipe 2 dan 3 kali lipat pada tipe 1.10

    Efek terhadap Profi l LipidBeberapa studi menunjukkan tidak ada perubahan signifi kan profi l lipid. Dilaporkan terdapat penurunan ringan kadar kolestrol total dan trigliserida dan peningkatan kadar HDL, yang menunjukkan penurunan risiko kejadian kardiovaskular.6

    RISIKO TERKAIT PUASA PADA DIABETESIStudi EPIDIAR menemukan peningkatan komplikasi saat berpuasa.4,10 Beberapa risiko yang sering timbul pada diabetesi saat puasa antara lain hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum, dan dehidrasi serta trombosis.

    HipoglikemiaMenurut studi EPIDIAR dikatakan bahwa risiko hipoglikemia berat meningkat sebesar 4,7 kali

    lipat pada pasien DM tipe 1 dan 7,5 kali lipat pada pasien DM tipe 2. Hipoglikemia terjadi lebih sering pada pasien dengan perubahan dosis antidiabetik oral dan insulin, dan pada pasien yang melakukan perubahan gaya hidup signifi kan selama puasa.4,10

    HiperglikemiaKondisi hiperglikemia sangat erat kaitannya dengan beragam komplikasi baik mikrovaskular maupun makrovaskular. Banyak penelitian menemukan bahwa pada pasien diabetes yang menjalani puasa, pengendalian

    Tabel 1 Kategori Risiko Pasien Diabetes tipe 1 atau 2 yang Berpuasa Ramadan

    Sumber: Al-Arouj M, Bouguerra R, Buse J, et al. American Diabetes Association recommendations for management of diabetes dur-

    ing Ramadan: update 2010. Diabetes Care. 2010;33:1895-1902.

    Tabel 2 Kelompok Pasien DM yang Boleh dan Tidak Boleh (Tidak Dianjurkan) Berpuasa13

    Kelompok I Pasien DM yang kadar gula darahnya terkontrol dengan perencanaan makanan dan olah raga saja.

    Dapat berpuasa tanpa masalah dengan tetap memperhatikan pengaturan makan dan aktivitas fisik

    Kelompok II Pasein DM yang selain melaksanakan perencanaan makan dan olah raga juga memerlukan obat hipoglikemik oral (OHO) untuk mengontrol kadar gula darahnya. IIa Membutuhkan dosis tunggal dan kecil, misalnya

    glibenklamid 1 x 1 tablet sehari, pagi Boleh berpuasa dengan menggeser obat pagi ke sore saat berbuka puasa.

    IIb Membutuhkan OHO dengan dosis lebih tinggi dan terbagi, misalnya glibenklamid pagi 2 tablet dan sore 1 tablet.

    Dapat berpuasa dengan menggeser obat pagi ke saat berbuka dan obat sore ke saat makan sahur dengan dosis setengahnya.

    Jika minum obat 3 kali sehari Berpuasa dengan obat pagi dan siang diminum pada saat berbuka, dan obat sore digeser ke saat makan sahur dengan dosis setengahnya

    Kelompok III Pasien DM yang selain perencanaan makan dan olahraga juga membutuhkan / tergantung insulin atau kombinasi dengan OHO. IIIa Membutuhkan insulin satu kali sehari.

    Misalnya NPH 20U 1 x sehari Dapat berpuasa dengan motiviasi yang kuat dan harus dengan pengawasan yang ekstra ketat. Suntikan insulin digeser ke saat berbuka.

    IIIb Membutuhkan insulin dua kali sehari atau lebih sehari. Misalnya RI 3 x 12 U sehari

    Tidak dianjurkan berpuasa karena dianggap kadar glukosa darah tidak stabil.

    IIIc Membutuhkan kombinasi OHO dengan insulin satu kali sehari.

    Boleh berpuasa dengan pengaturan OHO seperti kelompok II dan suntik insulin saat berbuka

    IIId Membutuhkan kombinasi OHO dengan insulin dua kali sehari atau lebih.

    Tidak dianjurkan berpuasa karena dianggap kadar glukosa darah tidak stabil.

    Subekti I. Berpuasa bagi pasien diabetes. Dalam: Syam AF, Setiati S, Subekti I. Tips berpuasa ramadan pada berbagai penyakit

    kronis. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. p. 27-37.

  • 345

    CONTINUING MEDICAL EDUCATION

    CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

    kadar glukosa darah dapat memburuk, membaik atau tidak berubah. Studi EPIDIAR menunjukkan peningkatan lima kali lipat risiko hiperglikemia berat pada pasien DM tipe 2 dan tiga kali lipat pada pasien DM tipe 1 yang menjalani puasa Ramadan10. Diperkirakan kondisi hiperglikemi ini terjadi akibat pengurangan dosis pengobatan yang berlebihan, yang sebenarnya dimaksudkan untuk mencegah hipoglikemia. Juga pada pasien diabetes yang meningkatkan pola konsumsi selama bulan puasa.10

    Ketoasidosis diabetikumPasien diabetes tipe 1, yang menjalankan puasa Ramadan, mengalami peningkatan risiko komplikasi ini, khususnya mereka dengan pengendalian glukosa yang buruk sebelum Ramadan. Risiko ini makin meningkat dengan pengurangan dosis pengobatan yang berlebihan.4,10

    Dehidrasi dan TrombosisSaat puasa, terjadi pengurangan asupan cairan jangka panjang (11 16 jam) yang berisiko menimbulkan dehidrasi. Kondisi dehidrasi ini dapat diperberat dengan perspirasi (pengeluaran keringat) berlebihan dikaitkan dengan kondisi cuaca terik dan aktivitas fi sik yang berat.4,10 Selain itu, hiperglikemia dapat mencetuskan terjadinya diuresis osmosis yang dapat menyebabkan deplesi cairan dan elektrolit. Hipotensi ortostatik dapat terjadi, khususnya pada mereka dengan neuropati otonom sehingga risiko sinkop, jatuh atau fraktur tulang penting diperhatikan. Adanya kontraksi ruang intravaskular dapat memicu kondisi hiperkoagulabel. Peningkatan viskositas darah akibat dehidrasi ini meningkatkan risiko trombosis dan stroke. Tetapi Temizhan dkk melaporkan bahwa insiden perawatan rumah sakit akibat penyakit koroner atau stroke tidak meningkat selama Ramadan.12

    TATA LAKSANA PASIEN DIABETES YANG BERPUASAMengingat banyaknya risiko pada pasien diabetes saat menjalankan puasa, sangat diperlukan pengetahuan pengelolaan yang baik. American Diabetes Association (ADA) mengeluarkan rekomendasi tata laksana puasa pada pasien diabetes pada tahun 2005 yang telah diperbaharui pada tahun 2010.

    Penilaian Sebelum RamadanSemua pasien diabetes yang hendak berpuasa

    Ramadan, hendaknya menjalani penilaian medis 1 2 bulan sebelumnya. Pasien diabetes sering tetap ingin berpuasa meskipun secara medis tidak memungkinkan. Peranan dokter, sekali lagi, bukan sebagai pemberi fatwa apakah seseorang pasien boleh berpuasa atau tidak. Dokter hanya berperan memberikan pandangan dan panduan mengenai dampak puasa terhadap kondisi medis pasien dan bagaimana mengurangi risiko komplikasi. Untuk itu, pengenalan risiko berpuasa bagi pasien penting dilakukan (tabel 1 dan tabel 2).

    Pada prinsipnya, penilaian sebelum Ramadan meliputi: 1) kondisi fi sik; 2) parameter metabolik; 3) penyesuaian terhadap perubahan pola asupan selama Ramadan; 4) penyesuaian regmen dan dosis obat; 5) penyesuaian aktivitas fi sik; dan 6) pengenalan tanda dehidrasi, hipoglikemia atau hiperglikemia.

    Ada lima hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pasien diabetes yang menjalankan puasa, yakni (1) Tata laksana bersifat individual; (2) Pemantauan teratur kadar glukosa darah; (3) Nutrisi tidak boleh berbeda dari kebutuhan nutrisi harian; (4) Olahraga tidak boleh berlebihan. Sholat tarawih (sholat dengan jumlah rakaat yang cukup banyak) yang dilakukan setiap malam di bulan Ramadan, dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari bentuk olahraga yang dianjurkan; dan (5) Membatalkan puasa. Pasien harus selalu diajarkan agar segera membatalkan puasa jika terdapat gejala hipoglikemia (kadar glukosa darah

  • 346

    CONTINUING MEDICAL EDUCATION

    CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

    meski dapat memperkuat efek hipoglikemik golongan sulfonilurea, glinid, dan insulin.4 Tidak diperlukan penyesuaian dosis selama berpuasa Ramadan.4

    SulfonilureaKelompok obat ini diketahui sering berkaitan dengan kejadian hipoglikemia sehingga perlu hati-hati digunakan selama puasa Ramadan. Penggunaan glibenklamid dikaitkan de-ngan risiko hipoglikemia yang lebih besar dibandingkan sulfonilurea generasi kedua lain seperti gliklazid, glimepirid dan glipizid.4 Belkhadir dkk mendapati penggunaan glibenklamid aman pada 591 pasien diabetes yang berpuasa.15 Laporan lain menyebutkan penggunaan glimepirid pada 332 pasien diabetes yang berpuasa Ramadan hanya menyebabkan kejadian hipoglikemia sebesar 3% pada pasien yang baru terdiagnosis dan 3,7% pada pasien yang telah diterapi.16

    Penyesuaian dosis bersifat individual dengan menimbang besar kecilnya risiko hipoglikemia. Misalnya, pasien dengan sulfonilurea kerja panjang misalnya glimepirid sekali sehari, selama puasa ramadan dianjurkan mengubah waktu minum obatnya menjadi saat berbuka

    puasa. Dosis disesuaikan dengan penilaian terhadap kadar glukosa darah pasien dan risiko hipoglikemia.4 Pada penggunaan sulfonilurea dua kali sehari, disarankan setengah dosis diberikan pada saat sahur, dan dosis biasa pada saat berbuka.

    GlinidKelompok obat ini diketahui memiliki risiko hipoglikemia rendah karena sifat kerjanya yang pendek. Dapat digunakan dua kali sehari yakni pada saat sahur dan saat berbuka puasa.

    Penghambat alfa glukosidaseKelompok obat ini tidak dikaitkan dengan kejadian hipoglikemia sehingga aman digunakan selama puasa Ramadan yakni pada saat sahur dan pada saat berbuka puasa.4

    Terapi berbasis inkretinKelompok obat ini misalnya penghambat enzim DPP-4 (Dipeptidyl peptidase-4) dan analog GLP-1 (glucagon-like peptide-1) tidak dikaitkan dengan kejadian hipoglikemia sehingga aman digunakan selama puasa Ramadan.4,6 Tidak dibutuhkan penyesuaian dosis namun risiko hipoglikemia akan tinggi

    bila dikombinasikan dengan sulfonilurea.6

    Pasien dalam Terapi InsulinSaran umum bagi pasien pengguna insulin kerja panjang (misalnya, glargin dan detemir) adalah mengurangi dosis sebesar 20% untuk mengurangi risiko hipoglikemia. Kelompok insulin kerja panjang ini disarankan diberikan saat makan besar saat berbuka puasa.6 Insulin kerja cepat preprandial tetap dapat diberikan selama berpuasa, tanpa dosis siang hari. Untuk insulin kerja campuran (premix), dosis pagi hari diberikan pada saat berbuka dan setengah dosis malam hari diberikan pada saat sahur.4,6

    Tabel 3 meringkas panduan tata laksana pasien diabetes selama berpuasa ramadan. Hal penting yang harus diperhatikan, bahwa pengelolaan pasien diabetes bersifat individual sehingga penilaian yang didasarkan dari kendali kadar glukosa darah dan risiko hipoglikemia tetap memegang peranan penting.

    SIMPULANKebudayaan dan agama memberikan dampak terhadap tata laksana penyakit kronik seperti diabetes. Puasa ramadan merupakan salah satu pilar (rukun) Islam bagi umat muslim di seluruh dunia. Banyak pasien DM tetap ingin menjalankan ibadahnya meski secara medis tidak dianjurkan, misalnya mereka dengan kadar glukosa belum terkendali, perempuan diabetes hamil, mereka dengan riwayat ketoasidosis atau koma hiperosmolar, dan pasien dengan komplikasi serius seperti penyakit jantung koroner, gagal ginjal kronik, pasien diabetes usia lanjut, dan pasien dengan riwayat berulang hipoglikemia atau hiperglikemia sebelum dan selama puasa Ramadan.

    Peranan dokter adalah bersikap bijak memberikan panduan, menentukan stratifi kasi risiko pasien, mengatur regimen yang sesuai yang tetap bertujuan mengurangi risiko komplikasi. Lima hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pasien diabetes yang menjalankan puasa yakni (1) tata laksana bersifat individual; (2) pemantauan kadar teratur glukosa darah; (3) nutrisi tidak boleh berbeda dari kebutuhan nutrisi harian; (4) olahraga tidak boleh berlebihan dan (5) pasien harus tahu kapan membatalkan puasa.

    Tabel 3 Rekomendasi Regimen Terapi Pasien Diabetes Tipe 2 yang Menjalankan Puasa

    Sumber: Karamat MA, Syed A, Hanif W. Review of diabetes management and guidelines during Ramadan. J R Soc Med.

    2010:103:139-47.

  • 347

    CONTINUING MEDICAL EDUCATION

    CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit; 2000.

    2. Azizi F. Islamic fasting and health. Ann Nutr Metab 2010;56:273-82.

    3. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes, estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004; 27:104753.

    4. Al-Arouj M, Bouguerra R, Buse J, Hafez S, Hassanein M, Ibrahim MA, et al. American Diabetes Association recommendations for management of diabetes during Ramadan: update 2010.

    Diabetes Care 2010;33: 1895-902.

    5. Al-Quran surah 2, ayat 183-5.

    6. Karamat MA, Syed A, Hanif W. Review of diabetes management and guidelines during Ramadan. J R Soc Med 2010: 103: 13947.

    7. Ziaee V, Razaei M, Ahmadinejad Z, Shaikh H, Yousefi R,Yarmohammadi L, et al. The changes of metabolic profi le and weight during Ramadan fasting. Singapore Med J 2006;47:40914.

    8. Sadiya A, Ahmed S, Siddieq HH, Babas J, Carlsson M. Eff ect of Ramadan fasting on metabolic markers, body composition, and dietary intake in Emiratis of Ajman (UAE) with metabolic

    syndrome. Diabetes Metab Syndr Obes. 2011;4:409-1.

    9. Hallak MH, Nomani MZA. Body weight loss and changes in blood lipid levels in normal men on hypocaloric diets during Ramadan fasting. Am J Clin Nutr 1988; 48:1197-210.

    10. Salti I, Benard E, Detournay B, Bianchi-Biscay M, Le Brigand C, Voinet C, et al. EPIDIAR study group. A population based study of diabetes and its characteristics during the fasting month

    of Ramadan in 13 countries: Results of the epidemiology of diabetes and Ramadan 1422/2001 (EPIDIAR) study. Diabetes Care 2004;27:230611.

    11. Azizi F, Siahkolah B. Ramadan fasting and diabetes mellitus. Arch Iranian Med 2003; 6 (4): 237 42.

    12. Temizhan A, Donderici O, Ouz D, Demirbas B. Is there any eff ect of Ramadan fasting on acute coronary heart disease events? [abstract]. Int J Cardiol. 1999;70:149-53.

    13. Subekti I. Berpuasa bagi pasien diabetes. Dalam: Syam AF, Setiati S, Subekti I. Tips berpuasa ramadan pada berbagai penyakit kronis. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

    Dalam. FKUI;2006:27-37.

    14. Mucha GT, Merkel S, Thomas W, Bantle JP. Fasting and insulin glargine in individuals with type 1 diabetes. Diabetes Care. 2004;27:1209-10.

    15. Belkhadir J, el Ghomari H, Klcker N, et al. Muslims with non-insulin dependent diabetes fasting during Ramadan: treatment with glibenclamide. BMJ. 1993;307:292-5.

    16. Glimepiride in Ramadan (GLIRA) Study Group. The effi cacy and safety of glimepiride in the management of type 2 diabetes in Muslim patients during Ramadan. Diabetes Care.

    2005;28:421-2.