Cesium 137
-
Upload
yohanes-sigit-kurnia -
Category
Documents
-
view
174 -
download
0
description
Transcript of Cesium 137
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 1/22
Distribusi Strontium 90 (Sr 90) dan Radium 226 (Ra 226) di
Perairan Selatan Jawa
Usulan Penelitian
untuk Menyusun Skripsi Sarjana S1
Oleh:
SIGIT KURNIAWAN JATI
K2E 009 037
PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 2/22
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Distribusi Strontium 90 (Sr 90) dan Radium 226
(Ra 226) di Perairan Selatan Jawa
Nama Mahasiswa : Sigit Kurniawan Jati Wicaksana
NIM : K2E 009 037
Jurusan/Program Studi : Ilmu Kelautan/Oseanografi
Mengesahkan:
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Muslim, MSc PhD Dr. Heny Suseno, S.Si. M.Si
NIP. 196004041987031002 NIP. 196506251989022 002
Pembimbing Lapangan
Ikhsan Budi Wahyonno, ST. Msi
NIP.19740621199903100
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 3/22
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terletak diantara dua samudera, yaitu
samudera Hindia dan samudera Pasifik. Kondisi geografis ini dapat berpotensi
sebagai reservoir cemaran bawaan dari negara-negara lain baik secara tidak
langsung melalui gerakan massa air yang sangat besar dari samudra Pasifik ke
samudra Hindia yang melewati perairan Indonesia ataupun secara langsung
dengan membuang bahan cemaran dari perairan Indonesia sendiri.
Selama enam puluh tahun terakhir, aktivitas manusia menghasilkan
berbagai macam kontaminasi baik di laut dan di darat dengan radionuklida
antropogenik. Sumber primer dari kontaminasi ini adalah Global fallout dari lebih
520 tes senjata nuklir asmoferik antara tahun 1945 dan 1980 yang sebagian besar
dilakukan oleh Amerika Serikat dan pendiri USSR (Gafvert et al. 2003 dalam
Friedlander et al. 2005). Hal tersebut juga mendasari akan adanya cemaran yang
berada di perairan Indonesia.
Perairan di Indonesia masih menjadi salah satu sumber untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Dengan adanya cemaran zat radioaktif di perairan dapat
menimbulkan efek yang merugikan baik terhadap lingkungan maupun kesehatan
manusia akibat turunnya tingkat kualitas air laut.
Strontium-90 dan radium-226 dipilih sebagai variabel penelitian karena
kedua unsur tersebut memiliki waktu paruh yang panjang dan bersifat berbahaya
bagi manusia. Strontium-90 dikenal sebagai jenis radionuklida yang berbahaya,
karena secara kimia komponen ini menyerupai kalsium. Unsur ini saat masuk ke
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 4/22
2
dalam tubuh biota akan menggantikan unsur kalsium itu sendiri. Sedangkan
radium-226 adalah unsur radionuklida yang beracun (Ishikawa, 2004 dalam
Muslim, 2009). Dan apabila unsur-unsur tersebut masuk dalam organisme laut
dan dikonsumsi oleh manusia, maka akan mempengaruhi kesehatan.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat radiasi radionuklida di
lingkungan perairan, membandingkan dengan perubahan parameter lainnya
seperti suhu maupun salinitas, dan menentukan potensial sumber lepasan.
Perairan selatan Jawa sendiri dipilih sebagai daerah kajian penelitian
karena pulau Jawa merupakan pulau dengan aktivitas terpadat di Indonesia. Di
mana banyak aktivitas yang dapat menimbulkan yang memicu terjadinya sumber
radionuklida antropogenik seperti limbah PLTU, atau sumber alam sendiri.
Dengan potensi di perairan Selatan Jawa yang memiliki potensi sumber daya laut
demersal yang besar (Zarochman, 2008). Membuat daerah ini menjadi aktivitas
perikanan yang cukup pesat masyarakat pesisir selatan Jawa.
1.2. Pendekatan dan Perumusan Masalah
Di suatu perairan, tingkat radiasi radionuklida dipengaruhi oleh beberapa
parameter. Parameter seperti angin dan arus mempengaruhi penyebaran cemaran
di perairan pantai ke arah laut lepas maupun sebaliknya. Maupun parameter
seperti salinitas dan suhu yang mungkin mempengaruhi tingkat radiasi
radionuklida itu sendiri.
Radionuklida yang dibuang ke alam akan tersebar, terlarut bahkan dapat
tertimbun dalam jaringan organisme hidup. Dalam penyebarannya di suatu
perairan, Radionuklida dipengaruhi berbagi macam faktor. Antara lain arus laut,
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 5/22
3
gelombang atau pengadukan air laut (mixing). Arah penyebaran cenderung
mengikuti arah arus yang terjadi, salah satunya adalah ARLINDO. Yang
merupakan arus yang berasal dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia
melalui perairan Indonesia. Dalam proses tersebut juga memungkinkan
terbawanya unsur radionuklida menuju perairan selatan Jawa.
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisa sebaran Radionuklida 90Sr (Strontium 90) dan 226Ra
(Radium 226) di perairan Selatan Jawa.
2. Mengetahui tingkat radiasi 90Sr (Strontium 90) dan 226Ra (Radium 226)
di perairan Selatan Jawa.
3. Mengetahui pengaruh salinitas dan suhu terhadap tingkat radiasi 90Sr
(Strontium 90) dan 226Ra (Radium 226) di perairan Selatan Jawa.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran mengenai
kondisi di perairan Selatan Jawa radionuklida. Selain itu hasilnya diharapkan
dapat juga digunakan sebagai masukan bagi kebijaksanaan dan pemantauan
lingkungan di Indonesia, terutama terkait dalam permasalahan pencemaran
radionuklida.
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 6/22
4
1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di sepanjang perairan selatan Jawa.
Menggunakan kapal Baruna dengan titik lokasi yang disesuaikan dengan kondisi.
Waktu pengambilan sampel air direncanakan dilakukan pada April 2013.
Sedangkan untuk analisa kimia guna mengukur tingkat radiasi dilakukan di Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) , Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
yang akan dilakukan pada bulan berikutnya.
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 7/22
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Arus di Perairan Indonesia
Arus di perairan Indonesia sebagaian besar didominasi oleh arus yang
dibangkitkan oleh angin. Saat musim barat terjadi, di perairan Jawa bertiup angin
dari barat ke timur sehingga secara umum arus mengalir dari barat ke timur dan
juga terjadi sebaliknya. Sedangkan arus-arus di kedalaman lebih banyak
dipengaruhi oleh pasang surut dan sifat-sifat fisik lainnya seperti perbedaan
temperatur, salinitas dan tekanan (Diposaptono, 1996).
Angin yang berhembus di perairan Indonesia terutama adalah angin musim
(monsoon)., yaitu angin musim barat dan musim timur. Angin musim ini bertiup
dengan sangat baik, walaupun kekuatannya tidak terlalu besar. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya suatu arus pada perairan yang sering disebut juga arus
monsoon sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pada permukaan Laut
Indonesia lebih cenderung mendapat masukkan air dari samudera Pasifik (Nontji,
2002 dalam Esry, 2011).
Arus samudera yang melewati perairan Indonesia disebut Arlindo yaitu
arus yang menghubungkan antara Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia.
Jalur Arlindo berawal dari perairan Mindanao dan Halmahera, kemudian masuk
melalui Selat Makasar yang kemudian akan meninggalkan perairan Indonesia
melalui selat Lombok dan sebagaian lainnya berbelok ke Laut Flores, Laut Banda
dan masuk ke Samudera Hindia. Saat musim dingin, angin akan bertiup ke arah
barat laut yang menyebabkan massa air dengan salinitas rendah dari Laut Cina
Selatan dan Laut jawa bergerak ke tenggara masuk ke jalur Arlindo. Ketika
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 8/22
6
memasuki musim panas, angin akan berbalik arah dan mengembalikan massa air
tersebut pada tempat semula (Hasanudin, 1998).
2.2. Pencemaran Radioaktivitas Lingkungan
Pencemaran radioaktivitas lingkungan, baik yang melalui udara maupun
air, pada akhirnya akan dapat mencemari manusia. Menurut Wardhana (1994)
dalam Badrus (2004). untuk dapat mengetahui masalah pencemaran radioaktivitas
lingkungan terlebih dahulu harus diketahui kemungkinan sumber-sumber
pencemaran radioaktivitas lingkungan, yang antara lain dapat berasal dari:
a. Penambangan, Pengolahan dan Proses Kimia Bahan Nuklir
b. Proses Pengkayaan dan Fabrikasi
c. Bahan Bakar Nuklir
d. Operasi Reaktor Nuklir
e. Reprocessing Bahan Bakar
f. Pengelolaan Limbah Radioaktif
g. Proses Pembuatan Radionuklida
h. Penggunaan Radioisotop di Bidang Riset, Industri dan
Kedokteran
i. Proses Dekontaminasi dan Dekomisioning suatu Fasilitas
Nuklir akselerator
j. Pemakaian Bahan Bakar Fosil
k. Percobaan dan Ledakan Bom Atom
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 9/22
7
2.3. Radionuklida di Lingkungan Laut
Sejak tahun 1945 terjadi pelepasan secara berkala dari teknogenik
radionuklida ke lingkungan, melihat dari akumulasinya di laut dan samudera,
sumber utama kontaminasinya adalah tes senjata nuklir di atmosfer, darat dan
perairan (Polikarpov, 1966). Setelah kecelakaan Chernobyl terjadi peningkatan
dratis kuantitas nuklir di lingkungan (Buesseler K., 1987). Bagian terbesar dari
distribusi dan migrasi kontaminasi nuklida dengan waktu paruh yang panjang
(terutama Cs 137, Sr 90). adalah tak hanya proses hidrofisik tapi juga
biosedimentasi, penyerapan di dasar sedimen dan konsentrasi di biota. Diketahui
bahwa fallout Cs 137 dan Sr 90 sebelum 1986 ditemukan di air laut dalam bentuk
terlarut (Shvedov et al ., 1962)., dan kurang berpengaruh terhadap migrasi biologi
(Strezov, 2012).
Di perairan, radionuklida ada dalam bentuk larut dan tersebar dalam
perairan yang kemudian berpindah ke material biologis, sedimen dan partikel
tersuspensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi radionuklida di
perairan adalah proses percampuran, penyebaran dan interaksi dengan sedimen
dan material biologis (Anonim, 1982).
Konsentrasi radionuklida di perairan ditentukan oleh faktor persebaran,
perpindahan dan peluruhan radionuklida. Parameter terpenting dalam persebaran
radionuklida di lingkungan adalah pergerakkan massa air, sedangkan di estuari
bergantung pada luasan dan interaksi air sungai dengan air laut. Penyerapan
radionuklida dalam sedimen berbeda antara lingkungan perairan tawar dan
perairan laut. Radionuklida yang terserap relatif sedikit oleh sedimen memiliki
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 10/22
8
kemungkinan untuk tersebar luas, misalnya Sr 90, Tc 99 dan L 129 (Ophel, 1977
dalam Sasongko, 1998).
Menurut Dahlgaard (1991) dalam Sasongko (1998), rantai makanan
berperan penting dalam distribusi radionuklida di perairan laut karena setiap rantai
dapat menyerap radionuklida dan proses perpindahan radionuklida antar rantai
memiliki faktor serapan yang relatif tepat. Untuk memantau tingkat konsetrasi
radioaktif di perairan laut dapat digunakan bioindikator, yakni pemantauan
melalui sampel organisme sebagai indikator dalam selang waktu yang teratur serta
pengukuran konsentrasi radionuklida dalam biota yang berhubungan dengan
biomagnifikasi dan biovalabilitas organisme yang dijadikan bioindikator.
Organisme yang sering dijadikan bioindikator adalah fitoplankton, makroalgae,
invertebrata, dan ikan.
2.3. Strontium
Strontium adalah unsur kimia golongan alkali tanah dengan simbol Sr dan
memiliki nomor atom 38. Strontium merupakan logam halus berwarna perak putih
atau logam kuning yang sangat reaktif secara kimiawi. Logam strontium menjadi
berwarna kuning saat terkena udara. Di alam biasanya terdapat sebagai mineral
celestit dan strontianit (Anonim, 2010).
Strontium adalah logam halus berwarna perak abu abu yang muncul di
alam sebagai empat isotope stabil. Strontium 88 adalah bentuk yang paling umum,
berisi sekitar 83% di alam. Tiga isotope stabil lainnya dan kelimpahannya adalah
strontium 84 (0.6%) strontium 86 (9.9%) and strontium 87 (7.0%) Dalam
senyawa, Strontium di alam ada dalam bentuk celesit (SrSO4) and strontianit
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 11/22
9
(SrCO), dan ini ada sekitar 0.025% dari lempeng bumi. Sementara empat isotope
stabil terjadi di alam, strontium 90 dihasilkan dari fusi nuklir. Strontium 90 adalah
buangan radionuklida utama dari bahan bakar nuklir (Argonne National
Laboratory, 2006).
Sr 90 dengan waktu paruh 28,7 tahun, dilihat sebagai pengganti
pengukuran untuk dosis internal dari pembelahan campuran jangka panjang dan
aktivitas hasil fallout (Mangano dan Sherman, 2001).
Umumnya, Sr 90 bersama dengan Cs 137 merupakan radionuklida buatan
yang diawasi dalam ilmu radioekologi karena ini merupakan salah satu hasil fisi
yang terpenting dan memiliki waktu paruh yang hampir sama (28,5 tahun) dengan
Cs 137. Dalam tes senjata asmosferik selama tahun 1950-1960, fallout yang
dominan adalah Cs 137 dan Sr 90 dalam aktivitas ratio 1,6. Sebagai
konsekuensinya, Sr 90 sangat diawasi di lingkungan setelah itu. Namun beberapa
tahun terakhir frekuensi analisa strontium secara signifikan semakin berkurang.
Salah satu alasan adalahnya adalah sulit dan metode analisanya yang memakan
waktu; sebagai tambahan ada ketertarikan yang kurang terhdap Strontium karena
dalam fallout Chernobyl memiliki konsentrasi yang lebih kecil daripda Cs 137.
Masukan total dari Sr 90 dari fallout Chernobyl ke laut Baltic diperkirakan 80TBq
(peluruhan dikoreksi tahun 1991) sementara untuk Cs 137 adalah 4100-5100 Tbq
(Nies et al ,. 1995 dalam HELCOM, 2007).
2.4. Radium
Radium merupakan unsur kimia dengan simbol Ra dan memiliki nomor
atom 88. Radium berwarna hampir putih,dan akan teroksidasi jika terkena udara
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 12/22
10
dan berubah menjadi hitam. Radium mempunyai tingkat radioaktivitas yang tinggi
(Anonim, 2010).
Radium adalah unsur radioaktif yang ada di alam dengan konsentrasi yang
rendah (sekitar satu bagian per trilyun) di lempeng bumi. Radium dalam bentuk
murninya adalah logam keras berwarna putih keperakan yang segera teroksidasi
saat terkena udara. Radium yang banyak terdapat di alam adalah Radium 226.
Radium pertama kali ditemukan tahun 1898 oleh Marie and Pierre Curie, dan
dijadikan juga sebagai dasar untuk mengidentifikasi aktivitas dari berbagi
macam radionuklida. Satu curie sama dengan tingkat luruh radioaktif dari satu
gram Radium 226 (Argonne National Laboratory, 2006).
Radium yang termasuk jenis radioaktif alam adalah Ra 226, Ra 224 dan
Ra 228. Radium adalah radionuklida yang terbentuk dari peluruhan uranium dan
thorium. Sebagian besar Ra 226 berasal dari peluruhan uranium alam (U 238)
sedangkan Ra 228 dan Ra 224 berasal dari peluruhan Th 232. Radium 226
merupakan isotop yang biasa dimanfaatkan, memancarkan radiasi alfa dan gama
dengan waktu paruh 1621 tahun, sedangkan Ra 228 merupakan pemancar beta
dengan waktu paruh 5,75 tahun dan Ra 224 mempunyai waktu paruh 3,66 hari.
Isotop isotop Radium meluruh menjadi isotop isotop radon yang berlainan,
misalnya Ra 226 meluruh menjadi Ra 222 dan Ra 228 meluruh menjadi Ra 224
sebelum akhirnya membentuk gas radon (Ra 220). (Anonim, 2010).
Pada jaman dulu, Radium 226 digunakan sebagai sumber radiasi untuk
brakhiterapi. Selain itu, Radium 226 juga dimanfaatkan sebagai penangkal petir.
Namun semenjak tahun 1960an, di negara maju pemakaian Ra 226 sudah
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 13/22
11
dihentikan sedangkan dibeberapa negara lain pemakian Ra 226 mulai berkurang
(Aisyah, 2003).
2.5. Aktivitas Ra dan Sr di Beberapa Tempat
Gambar. 1 Bentuk Skematik profil Radium-226 yang bertambah dari Atlantik ke
Pasifik di kedalaman dan dasar perairan (berdasar data GEOSECS). sumber : Yu-
Chia Chung dan Chen-Tung Arthur Chen, 2002
Pengkuran ekstensif Radium-226 dilakukan pada tahun 1970an selama
program Geochemical Ocean Section Study (GEOSECS) menunjukan bahwa
aktivitas Radium di permukaan perairan adalah hampir seragam di Samudera
Atlantik, Hindia dan Pasifik kecuali di selatan Antartika dalam zona konvergensi,
dimana konsentrasi atau aktivitas dua kali lebih banyak. Tipe profil vertikal dari
tiga samudera utama ditunjukan dalam skematik gambar 1. Adanya
kecenderungan meningkat menunjukan Ra-226 ditambahkan dari lapisan bawah
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 14/22
12
sedimen dalam sirkulasi dasar perairan dan tingkat masukan lebih besar daripada
tingkat luruhnya, saat air semakin tua, akan semakin meningkat aktivitasnya
(Chung dan Chen, 2002).
Gambar. 2 Tingkat Konsentrasi Sr 90 di beberapa perairan sumber : IAEA, 2005.
Proyek WOMARS yang dilakukan pada Maret-April 1998 untuk
menentukan tingkat konsetrasi radinuklida antropogenik di permukaan laut.
Dengan hasil yang didapatkan nilai yang bervariasi dari 0,1 mBq/L hingga 50
mBq/L. Gambar 2 menunjukan perkiraan rata-rata dari konsentrasi Sr 90 di laut
dan samudera di dunia yang dilakukan pada tahun 2000. Seperti yang
diperkirakan, konsentrasi tertinggi berada di lautan Eropa dan terendah di bumi
bagian selatan, terutama samudera Antartika (IAEA, 2005).
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 15/22
13
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan data pokok untuk pengolahan hasil yang
nantinya diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan (data primer) dan data
tambahan yang diperlukan untuk pengolahan hasil yang diperoleh (data sekunder).
Data primer terdiri dari data konsentrasi radiasi Radium 226 dan Strontium 90 di
eperairan lokasi penelitian. Data sekunder terdiri dari data temperatur dan data
salinitas. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tercantum dalam tabel
berikut ini:
Tabel. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian
No Nama Satuan Kegunaan
1 Vacuum pump - Memompa air laut
2 MnO2 Fiber - Mengikat partikel Radium
3 GPS (Global Positioning
System)
Menentukan koordinat titik sampling
4 Komputer - Media pengolah data
5 SMS 10 - Software pengolah data Arus
6 filter paper (Whatman) - Menyaring sampel air
7 Flow meter - Mengukur jumlah debit air
8 Perahu - Alat transportasi
9 Oxalic acid - Pengawet sampel
10 Jerigen L Tempat air sampel
11 Spectrometer Ci Mengukur tingkat radiasi sampel
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 16/22
14
12 Sonifikator Mempercepat pembentukan zat yang
diinginkan
13 Hot plate - Memanaskan sampel
14 Centrifuge Memisahkan unsur partikel
15 Membran filter - Menyaring sampel
16 Beta-counter Ci Mengukur radiasi partikel beta
17 NH4OH - Reagen yang ditambahkan pada sampel
agar mencapai pH 5,5
18 H2O - Pengencer larutan
19 Fe + Reagen yang ditambahkan pada sampel
agar mencapai pH 8
20 Na2CO3 Mengikat partikel Sr
21 ADCP m/s Mengukur kecepatan Arus
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
yang bertujuan untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang
diteliti atau dikaji pada waktu terbatas dan tempat tertentu untuk mendapatkan
gambaran tentang situasi dan kondisi secara lokal (Hadi, 1982).
Penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data dan
tahap pengolahan data. Tahap pengumpulan data meliputi pengumpulan data
primer dan data sekunder. Sedangkan tahap pengolahan data meliputi pengolahan
data primer dan data sekunder. Tahap pengumpulan data primer dilakukan di
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 17/22
15
laboratorium hingga didapat data tingkat radiasi sampel. Pengolahan data primer
yaitu pengolahan hasil laboratorium kemudian diolah dengan software Arc GIS
10.
Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data konsentrasi radiasi
sampel. Setelah melalui pengolahan dan analisis data, diharapkan dapat
memberikan gambaran mengenai pola distribusi radionuklida di pantai Selatan
Jawa.
3.2.1. Penentuan Lokasi Pengamatan
Penetapan lokasi dilakukan dengan metode random sampling di mana
mengambil sampel di lokasi secara acak. Pengambilan sampel hanya dilakukan di
permukaan perairan, penentuan posisi ditentukan dengan pertimbangan dapat
mewaliki seluruh lokasi penelitian. Cara yang diterapkan dalam penentuan titik
koordinat lokasi yaitu dengan menggunakan GPS (Global Posotioning System).
3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel air laut akan dilakukan pada bulan April 2013 dengan
tiga kali pengulangan yang akan dilakukan pada saat pasang. Sampel air laut yang
akan dianalisa aktifitas radiasi diambil dengan menggunakan jerigen plastik.
Sebelum sampel air ditampung dalam jerigen, jerigen tersebut dibilas lebih dulu
sampai dua kali dengan air sampel yang akan dikumpulkan. Setelah itu sampel
langsung diasamkan dengan HNO3 agar sampel dapat bertahan selama dibawa ke
laboratorium untuk melakukan preparasi sampel dalam proses analisa kimia.
3.3. Metode Analisis Data
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 18/22
16
3.3.1. Pengukuran konsentrasi Radium 226
Prosedur analisis diambil berdasarkan Yamada dan Nozaki,1986 dalam
Muslim, 2009. Semua air sampel disaring melalui kertas saring (Whatman No.2)
dan sesudah itu dilewatkan menuju kolom Fiber MnO2 dengan kecepatan < 1
L/Min. MnO2 fiber dilepas dan disimpan dalam kantong palstik yang sebelumnya
telah dibersihkan dengan air yang diionisasi, dan segera disimpan di lemari
pendingin untuk kemudian di analisis di laboratorium.
Di laboratorium, MnO2-fibers direndam dalam larutan panas 300 mL 6N
HCl + 1% NH2OHHCl. Larutannya kemudian disaring dengan filter paper
(Whatman no.4). larutan kemudian ditambahkan 125 mg of Pb2+ carrier. Setelah
penambahan 10 mL of 10N H2SO4, yang kemudian akan menguap menjadi
volume yang lebih kecil sekitar 10-20 mL. Radium kemudian dilarutkan dengan
menambah 150 mL H2O dan diatur agar pH nya sekitar 1.8 dengan penambahan
larutan 5N NaOH. Lapisan Pb(Ra)SO4 disaring dan didiamkan dalam suhu 450 °C
selama 10 jam. Lapisan kemudian dipindakan ke plastik counting vial dan
ditimbang yield kimianya. Kemudian vial disimpan selama lebih dari 3 minggu
untuk melihat daughter Ra bertambah. Aktivitas Ra diukur dengan spectrometer .
226Ra dihitung dari jumlah kecepatan hitung 214Pb (295 dan 352 keV) dan 214Bi
(609 keV). Waktu perhitungan biasanya 1-2 hari.
3.3.2. Pengukuran Konsentrasi Strontium 90
Air laut yang sudah diasamkan ditambahkan dengan NH4OH sampai pH
sampel 5,5 sampai menghasilkan endapan Strontium yaitu Sr(Ca)C2O4. Endapan
tersebut dikumpulkan sedangkan cairannya dibuang. Endapan Sr(ca)C2O4 yang
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 19/22
17
terbentuk ditambahkan dengan H2O dan HNO3 pekat dan kemudian didihkan
selama 24 jam sampai menghasilkan endapan Sr(NO3)2. Lalu endapan tersebut
diproses lagi dengan menggunakan alat yang bernama sonification, kemudian
dilarutkan dalam H2O dan 10 mg Fe3+ dan NH4OH sampai pH larutan mencapai 8
yang kemudian akan menghasilkan endapan Fe(Y) (OH)3.
Endapan yang terbentuk dibuang, sedangkan larutan yang terbentuk
dicampur dengan Na2CO3 (jenuh) yang akan menghasilkan endapan SrCO3 lalu
ditambahkan dengan HNO3 dan carear Y3+ dan kita diamkan selama kurang lebih
20 hari. Setelah itu larutan yang sudah didiamkan kita tambahkan dengan larutan
NH4OH agar pH larutan 8 sehingga akan menghasilkan Y(OH)3 yang akan
ditambahkan lagi dengan HNO3 selanjutnya dialirkan ke dalam kolom kation yang
terbuat dari Dowex 50 x 8 dengan ukuran (size) 100~200. Dan larutkan (elute)
dengan asam 2-hydroxysobutyric sampai mendapatkan larutan Y yang kemudian
di tambahkan asam oxalic maka akan dihasilkan endapan Y2 (C2O4)3. Kemudian
disaring dengan kertas saring (To Yo No. 5C). Endapan yang terbentuk diukur
tingkat radiasi Strontium 90 dengan beta counting.
3.4. Data Parameter Oseanografi
Data parameter fisika oseanografi yang akan diukur adalah: data salinitas,
temperatur dan kecepatan arus permukaan pada titik yang sama pada saat sampel
diambil. Data yang diperoleh digunakan untuk melihat pengaruh terhadap derajad
konsentrasi sampel.
Dalam kegiatan analisis, data tersebut diolah lebih lanjut dan ditampilkan
dalam bentuk grafik atau peta sehingga dapat dilihat pengaruh parameter terhadap
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 20/22
18
nilai konsentrasi. Untuk melihat pola pergerakan arus laut di perairan Selatan
Jawa yang diwakili oleh suatu posisi pengambilan data, maka dibuat peta
distribusi pergerakan arah arus permukaan.
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 21/22
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. 2003. Keselamatan dalam Pengelolaan Limbah Radium 226. Seminar
Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. P2PLR-BATAN.
Anonim. 1982. Generic Models and Parameters for Assessing the Enviromental
Transfer of Radionuclides From Routine Releases: Procedures and Data.
Safety Series No. 57. Vienna International Atomic Energy Agency.
Anonim. 2010. Alkali Tanah. http://alchemist08.files.wordpress.com/Alkali_tanah
(31 Oktober 2012 13:10)
Argonne National Laboratory. 2006. Radium. Human Health Fact Sheet. EVS
Argonne National Laboratory. 2006. Strontium. Human Health Fact Sheet. EVS
Chung, Y.C and Cheng-Tung A.C. 2002. Natural and Anthropogenic
Radionuclides. Institue of Marine Geology and Chemistry. Republic of
China.
HELCOM. 2007. Long-lived radionuclides in seabed of Baltic sea Report of the
Sediment Baseline Study of HELCOM MORS-PRO in 2000-2005. Baltic
Sea Environment Proceedings No. 110. Helsinki Comission.
Hasanudin, M. 1998. Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Oseana, Volume XXIII,
No 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta. hlm.
1-9.
Mangano, J.J and J.D. Sherman. 2011. Elevated In Vivo Strontium-90 From
Nuclear Weapons Test Fallout Among Cancer Decedents: A Case-Control
Study Of Deciduous Teeth. International Journal of Health Services.
Baywood Publishing Co. Pages 137–158.
Opa, Esry T. 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomaen,
Minahasa Tenggara .Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. VII-3.
Universitas Sam Ratulangi. Sulawesi Utara.
7/14/2019 Cesium 137
http://slidepdf.com/reader/full/cesium-137 22/22
20
Sasongko, Dwi P. dan Kusminarto. 1998. Kajian Radioaktivitas Alam Laut Pesisir
Semarang. Manusia dan lingkungan. PPLH-UGM. Yogyakarta. Hlm. 33.
Strezov, Alexander. 2012. Sustainable Environment Monitoring of Radionuclideand Heavy Metal Accumulation in Sediments, Algae and Biota in Black
Sea Marine Ecosystems. Institute for Nuclear Research & Nuclear Energy.
Bulgaria.
Suseno, Heny dan Heru Umbara. 2006. Pengukuran Radionuklida Alam Dan
Antropogenik Di Kawasan Semenanjung Muria. Seminar Keselamatan
Nuklir . P2PLR-BATAN.
Zaman, Badrus; Agus T dan Rr. Pasca Sri R. 2004. Studi Analisa Dan Pola
Persebaran Radioaktivitas Perairan Dan Sedimen (Studi Kasus: Sungai
Code Yogyakarta). Berkala Ilimiah Teknik Keairan Vol. 13. UNDIP