Cdk 067 Kardiovaskuler

61

Transcript of Cdk 067 Kardiovaskuler

Page 1: Cdk 067 Kardiovaskuler
Page 2: Cdk 067 Kardiovaskuler

No. 67, Kardovaskuler International Standard Serial Number: 0125 – 913X

K o

arya Sriwidod D A

1

1

2

3

44

5

556

aftar Isi : 2. Editorial 4. English Summary rtikel:

5. Pendekatan Rasional (Epidemiologi) Penderita Gawat Jantung – Budi Susetyo Pikir

5. Tatalaksana Payah Jantung Akut – Iwan N. Boestan, M. Yogiarto, Iswanto P, Anwar S

9. Tatalaksana Gawat Jantung pada Anak – Soebijanto Poerwodibroto

5. Tatalaksana Gawat Darurat Jantung dan Pembuluh Darah dari Segi Bedah Kardiovaskular – Paul Tahalele

6. Penanganan Gawat Danirat Jantung di Luar Rumah Sakit – Jatno Karjono

1. Pengobatan Infark Miokard Akut – Mariani Budisantosa 8. Krisis Hipertensi – Sunoto Pratanu

1. Kegiatan Ilmiah : – Simposium Dimensi Baru Penatalaksanaan Hipertensi, Jakarta 1 Februari 1991 – Kongres Nasional VI Perhimpunan Kardio- logi Indonesia (KOPERKI VI), Ujungpan- dang 3–6 Maret 1991

7. Humor Kedokteran 8. Abstrak 0. Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran

Page 3: Cdk 067 Kardiovaskuler

Makin berkurangnya penyakit-penyakit infeksi akan menyebabkan makin pentingnya penyakit penyakit'degeneratif sebagai masalah kesehatan; hal ini tercermin antara lain dari hasil Survai Rumah Tangga yang diadakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahuu 1986 yang lalu; survai tersebut menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler telah menduduki tempat ke tiga sebagai penyebab kematian di Indonesia.

Tidaklah mengherankan apabila masalah kardiovaskuler mendapatkan per-hatian yang besar di kalangan kedokteran, dan banyak dibahas dalam berbagai kesempatan; salah satu di antaranya ialah Simposium Tatalaksana Gawat Darurat di bidang Penyakit Jantung yang diadakan oleh bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo – naskah-naskah lengkapnya kami terbitkan dalam edisi Cermin Dunia Kedokteran kali ini. Ditambah dengan berita dari Simposium Dimensi Baru pada Penatalaksanaan Hipertensi yang telah diadakan di Jakarta beberapa waktu yang lalu, dan Kongres Nasional VI Perhimpunan Kardiologi Indonesia, redaksi mengha-rapkan agar edisi ini berguna bagi para sejawat untuk tetap dapat mengikuti pelbagai perkembangan terakhir di bidang kardiologi, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan para pasien.

Selamat membaca.

Redaksi

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 2

Page 4: Cdk 067 Kardiovaskuler

International Standard Serial Number: 0125 – 913X

REDAKSI KEHORMATAN

– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro

Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

– Prof. Dr. R.P. Sidabutar Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

– Prof. DR. B. Chandra

Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.

– Prof. Dr. R. Budhi Darmojo Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

– Drg. I. Sadrach Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, Jakarta

– DR. Arini Setiawati Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,

REDAKSI KEHORMATAN

KETUA PENGARAH Dr Oen L.H

KETUA PENYUNTING Dr Budi Riyanto W

PELAKSANA Sriwidodo WS

ALAMAT REDAKSI Majalah Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Telp. 4892808

NOMOR IJIN 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976

PENERBIT Grup PT Kalbe Farma

PENCETAK PT Midas Surya Grafindo

– DR. B. Setiawan

– Drs. Oka Wangsaputra

– DR. Ranti Atmodjo

– Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSe.

– Dr. P.J. Gunadi Budipranoto

– DR. Susy Tejayadi

PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang tersebut.

Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge-nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di-sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem-baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut.

Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe-ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor

sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh: Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London: William and Wilkins, 1984; Hal 174–9. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10. Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002

Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis.

Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 3

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.

Page 5: Cdk 067 Kardiovaskuler

English Summary MANAGEMENT OF HEART FAILURE Iwan N. Boestan, M. Yogiarto, Iswanto P., Anwar S. Dept.of Cardiology, Faculty of Medicine, Aklangga University, Surabaya. Acute heart failure is a critical condition which needs prompt decision, special care and ma-nagement carried out by a cornpetent team of doctors and paramedics. However, the mortality rate is still high. Management strategies are based on the underlying pa-thophysiology: to Improve tissue oxygenation, to reduce wedge pulmonary pressure and to im-prove myocardial contractility. Ultimate treatment is aimed at the underlying disease.

Cermin Dunia Kedokt. 1991; 67: 15-8

brw/olh

MANAGEMENT OF CARDIAC EMERGENCIES IN COMMUNITY SETTING Jatno Karyono Dept.of Cardiology, Faculty of Medicine, Alrlangga University, Surabaya. Coronary heart disease is cur-rently the most important cause of death in many industrialized countries and is becoming more prominent in developing coun-tries such as Indonesia. The high mortality rate of the cases treated outside the hospital prompts the development of management of cardiac emergencies in community setting. This system has been developed in the Soviet Union since 1919, and also in the USA and other industrialized countries since 1960 with its optimal level reached in the 19801es. It consists of prehos-pital emergency cardiac care with a mobile coronary care unit, supported by specially trained paramedics and doctors; with close monitoring from hospital base. The success rate is variable; it depends on the location of the emergency situations, personnel skill and other factors such as transportation, communication and effectiveness of the tech-niques used. Indonesia should begin to con-sider to build this system which Can be incorporated into the, already existing referral system, including the Puskesmas.

Cermin Dunia Kedokt. 1991; 6: 36-40 Brw/olh

TREATMENT OF ACUTE MYOCAR-DIAL INFARCTION Mariana Budisantosa Dept. of Cardiology, FacullyofMedicine, Alrlangga University, Surabaya. Total occlusion of coronary arteries were found in 87% of acute myocardial infarction examined within the first four hours. Occlusion is the result of rupture of an atherosclerotic plaque, followed by platelet adhesion and aggregation forming a thrombus, and secondary vasospasm caused by the release of thromboxane and cathecolamines. As a result, myocardial ischemia occurs, beginning from the endocardium and reach the epicardium within 3 - 6 hours. Therapy should be instituted within the early hours, in order to salvage the ischemic myocard, to reopen the coronary arteries with thrombolytic agents and to anticipate complications.

Cermin Dunia Kedokt. 1991; 67: 41-7 brw/olh

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 4

Page 6: Cdk 067 Kardiovaskuler

Artikel

Pendekatan Rasional (Epidemiologi) Penderita Gawat Jantung

Budi Susetyo Pikir

Laboratorium/UPF Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

PENDAHULUAN

Dalam dekade terakhir ini perkembangan dalam diagnosis dan pengobatan penyakit jantung amat pesat. Begitu pula perkem-bangan dalam diagnosis dan pengobatan penderita dengan Gawat Jantung yang biasanya melibatkan peralatan-peralatan yang canggih dengan biaya yang mahal dan obat-obatan yang sangat mahal pula.Untuk itu perlu perencanaan yang baik dan pendekatan yang rasional untuk mendapatkan efisiensi yaitu benefit yang setinggi-tingginya dengan cost atau risk yang serendah-rendah-nya untuk menghindarkan pemborosan dan menghindarkan penderita dari risiko yang tidak perlu. Masalah penting yang harus diperhatikan ialah fasilitas dan dana yang selalu terbatas.

Sebetulnya ada sedikit perbedaan antara cost-benefit analy-sis dengan cost-effectiveness analysis. Pada cost-benefit analy-sis, cost dan benefit ditunjukkan dalam nilai uang, sedangkan pada cost-effectiveness analysis, cost dalam nilai uang tetapi effectiveness dalam health benefit. Health benefit tersebut dihitung dalam unit misalnya jumlah yang hidup (diselamatkan), jumlah tahun kehidupan, kualitas hidup, dan sebagainya.

Tujuan cost-effectiveness analysis ialah dengan sumber daya dan fasilitas yang ada, mendapatkan health benefit setinggitingginya dengan biaya yang serendah-rendahnya1.

ANALISIS PEMBUATAN KEPUTUSAN KLINIK (CLI-NICAL DECISION ANALYSIS/MAKING) PADA PEN-DERITA GAWAT JANTUNG A. Pembuatan Keputusan Klinik dalam Diagnosis Gawat

Jantung Untuk mendapatkan cost-effectiveness yang sebaik-baiknya,

dalam pemilihan tes diagnosis harus didahului dengan estimasi

Dibacakan pada: Simposium Tatalaksana Gauat Darurat di bidang Penyakit Jantung, Surabaya, 9 Pebruari 1991

probabilitas dari penyakit (pre-test probability atau prevalensi) dan mengetahui sensitivity dan specificity dari tes tersebut1,2.

Hal lain yang perlu diketahui ialah tujuan dari tes diagnosis tersebut; yaitu : 1. Untuk diagnosis konfirmasi, etiologi dan faktor risiko serta

berat penyakit. 2. Untuk menentukan manajemen penyaldt. 3. Untuk menentukan prognosis dan stratifikasi faktor risiko.

1. Untuk Diagnosis Penyakit Proses diagnosis membutuhkan dua langkah penting.

Langkah pertama ialah membuat hipotesis diagnosis, langkah selanjutnya ialah menyingkirkan penyakit lain dan konfirmasi diagnosis. Proses tersebut dapat diselesaikan dengan memilih tes yang sangat sensitif, sehingga apabila hasil tes negatif (normal) berarti dapat menyingkirkan diagnosis penyakit tersebut; se-dangkan untuk konfirmasi dipilih tes yang sangat spesifik, apa-bila tes positif (abnormal) maka diagnosis pasti dapat ditegakkan2.

Pada penderita yang tidak gawat, tes diagnostik biasanya dilakukan secara serial, tetapi pada penderita gawat biasanya dilakukan secara paralel. Untuk cepatnya dipilih satu tes yang sangat sensitif untuk menyingkirkan diagnosis dan satu tes lagi yang sangat spesifik untuk memastikan diagnosis3.

Setelah dilakukan konfumasi diagnosis, tujuan tes selanjutnya ialah mencari etiologi kalau mungkin, mencari faktor risiko dan menilai berat/komplikasi penyakit'. Menilai berat penyakit atau mencari komplikasi selain untuk manajemen juga untuk menilai prognosis serta stratifikasi risiko3,4.

2. Untuk menentukan Manajemen Penyakit Misalnya pemasangan Baloon-tipped pulmonary catheter

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 5

Page 7: Cdk 067 Kardiovaskuler

(Swan-Ganz Catheter) pada penderita Infark Miokard Akut Killip III (payah jantung kid berat) dan IV (shockkardiogenik)4.

Pemeriksaan faktor risiko koroner pada penderita Infark Miokard Akut untuk kepentingan pencegahan sekunder3.

Pada penderita yang sangat mencurigakan adanya Infqrk Miokard Akut, pengobatan klasik seperti pemberian morfin dan sebagainya tidak usah menunggu diagnosis pasti5, tetapi untuk memberikan pengobatan trombolitik harus konfilmasi dengan elektrokardiogram6. 3. Untuk menentukan Prognosis dan StratiCikasi Risiko

Untuk menentukan hal ini pada penderita dengan Infark Miokard Akut dapat melalui pemeriksaan klinik, EKG, enzim CK-MB serial, ekhokardiografi, monitoring hemodinamik, uji latih beban, dan sebagainya4. Pada penderita krisis hipertensi diperiksa faal ginjal7.

• Sensitifitas dan Spesifisitas suatu tes Setiap prosedur tes laboratorium dan tes diagnostik mem-

punyai seperangkat sifat yang menggambarkan informasi yang diharapkan pada penderita dengan dan tanpa penyakit yang dipertanyakan. Tes tersebut dapat memberitahu klinikus 2 per-tanyaan penting : 1). Apabila penyakit memang ada, berapa persen tes abnormal

(positif), dengan kata lain berapa persen sensitifitasnya. 2). Apabila penyakit memang tidak ada, berapa persen tes

normal (negatif), dengan kata lain berapa persen spesifi-sitasnya.

Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1.

Keterangan a = TP = true positive, terdapat penyakit dan tes positf b = FP = false positive, tidak terdapat penyakit tetapi tes positf c = FN = false negative, terdapat penyakit tetapi tes negatif d = TN = true negative, tidak terdapat penyakit dan tes negatif a d Sensitivity = ––– Specificity = ––– b b + d

TP TN Sensitivity = –––– Specificity = ––––– TP+FN FP+TN

a+d Diagnostic Accuracy = –––––– a+b+c+d

TP + TN Diagnostic Accuracy = –––––––– TP+FP+FN+TN

Sensitifitas ialah berapa persen penderita dengan penyakit tersebut menunjukkan tes positif.

Spesifisitas ialah berapa persen penderita tanpa penyakit tersebut menunjukkan pula tes negatif.

Tes yang paling ideal ialah selalu positif apabila penyakit ada (sensitifitas 100%) dan selalu negatif apabila tidak dida-patkan penyakit (spesifisitas 100%). Tetapi tes yang memiliki sifat demikian ini sangat sedikit. Biasanya makin tinggi sensiti-fitas justru spesifisitasnya makin menurun, demikian sebaliknya apabila tes makin spesifik malahan tidak sensitif.

Yang perlu diperhatikan pula ialah bila tes sama tetapi kriteria diagnosis berubah akan mengubah pula sensitifitas dan spesifisitasnya. Pemakaian kriteria diagnosis yang makin ketat, menyebabkan tes makin spesifik tetapi menjadi kurang sensitif2.

• Predictive Value dari suatu tes Tugas seorang klinikus ialah menentukan secara tepat ada

tidaknya suatu penyakit, maka pertanyaan yang harus dijawab pula ialah : 1). Apabila tes positif, berapa persen yang betul-betul penya-

kitnya memang ada; disebut sebagai Positive predictive value.

2). Apabila tes ttegatif, berapa persen yang betul-betul penya-kitnya memang tidak ada yang disebut sebagai Negative predictive value. Hasil dari positive predictive value maupun negative predic-

tive value sangat tergantung dari probabilitas adanya penyakit sebelum tes yang disebut sebagai Pre-test probability atau pre-valensi. Cara mengukur parameter tersebut ialah sebagai berikut2. Tabel 2.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 6

Page 8: Cdk 067 Kardiovaskuler

a Positive predictive value = ––– a + b

TP Positive predictive value = ––––– TP + FP

d Negative predictive value = ––– c + d

FN Negative predictive value = ––––– FN + TN Pre-test probability dan Post-test probability

Untuk mengetahui Post-test probability diperlukan penge-tahuan mengenai persentase prevalensi atau pre-test probability dari penyakit yang biasanya dapat diperkirakan dari annamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat berdasarkan pe-ngetahuan dan pengalaman klinikus.Hal ini penting untuk memilih tes terbaik untuk menentukan diagnosis penyakit secara tepat2.

Pre-test probability tersebut disebut juga prevalence (pre-valensi). Untuk menentukan pre-test probability tersebut dapat berdasarkan sumber dari 1) kepustakaan medis, 2) data lokal, dan 3) clinical judgment. Prevalensi tersebut sangat mempengaruhi hasil predictive value dari tes. Tes diagnostik sangat berguna bila kemungkinan adanya penyakit sangat rendah atau sangat tinggi3.

Ada beberapa cara untuk meningkatkan prevalensi atau

pre-test probability tersebut melalui : 1. Proses Rujukan.

Penderita nyeri dada yang datang ke ruang gawat jantung lebih banyak kemungkinannya menderita penyakit jantung ko-roner dibandingkanpenderita demikian yang datang ke Puskes-mas. Pemakaian EKG, pemeriksaan enzim CK-MB penderita dengan nyeri dada di ruang gawat jantung tentunya banyak gunanya, sebaliknya pemakaian EKG dan pemeriksaan enzim CK-MB yang berlebihan pada penderita nyeri dada di Puskes-mas, tidak banyak manfaatnya. 2. Seleksi Demografi

Penderita umur 65 tahun dengan nyeri dada non-spesifik 15 kali lebih besar mempunyai penyakit jantung koroner diban-dingkan wanita umur 30 tahun dengan keluhan yang sama. Pemeriksaan EKG dan enzim CK-MB pada penderita umur 65 tahun dengan keluhan nyeri dada akan sangat bermanfaat, tetapi pemeriksaan EKG dan enzim CK-MB pada penderita wanita umur 30 tahun dengan nyeri dada mungkin tidak banyak manfaatnya. 3. Gambaran klinik yang spesifik

Penderita sesak napas dengan kardiomegali tentunya lebih besar kemungkinannya menderita payah jantung dibandingkan penderita sesak napas tanpa kardiomegali3.

Apabila akan melakukan tes diagnosis, pertanyaan yang harus dijawab ialah : 1. Apabila tes positif, berapa persen probabilitas adanya pe-. nyakit ?

2. Apabila tes negatif, berapa persen probabilitas adanya pe-nyakit ? Hal ini dapat dilihat pada label sebagai berikut.

Tabel 3.

B. PEMBUATAN KEPUTUSAN KLINIK PENGOBATAN GAWAT JANTUNG

Tiga prinsip penting untuk membuat keputusan pengobatan yang rasional ialah : 1. Mengetahui tujuan pengobatan :

− untuk penyembuhan − untuk paliatif saja − untuk simtomatis (menghilangkan keluhan) saja − dan sebagainya

2. Pilihan pengobatan : − medikal − pembedahan − dan sebagainya

3. Menentukan target pengobatan : − berapa penurunan tekanan darah yang diperkenankan

pada penderita hipertensi ? − dan sebagainya8 Untuk membuktikan efektifitas dari suatu obat/tindakan

medis yang paling ideal ialah melakukan penelitian acak klinik/ penelitian eksperimental (randomized clinical trial)3,8

Istilah-istilah yang perlu diketahui ialah : Efficacy ialah pengobatan lebih banyak gunanya daripada

kerugiannya pada penderita yang diberikan pengobatan ini. Effectiveness ialah pengobatan lebih banyak gunanya dari-

pada kerugiannya pada penderita yang ditawarkan pengobatan

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 7

Page 9: Cdk 067 Kardiovaskuler

ini. Pengobatan yang tidak efektif dapat disebabkan kurangnya

efficacy atau kurang diterima penderita atau keduanya. Efficiency ialah hasil pengobatan berguna ditinjau dari segi

biaya, sumber daya dan waktu. Compliance ialah seberapa jauh penderita mengikuti

nasihat medis/pengobatan. Relative Effectiveness ialah rasio proporsi penderita yang

membaik pada kelompok pengobatan dengan proporsi penderita membaik kelompok kontrol.

Population Attributable Effectiveness ialah proporsi pen-derita yang membaik pada kelompok pengobatan dikurangi proporsi membaik kelompok kontrol. Sebagai contoh :

Aspirin pada pencegahan sekunder infark miokard akut. Mortalitas pada plasebo 10,9% sedangkan mortalitas pada ke-lompok aspirin 8,3%. Atau survival pada kelompok kontrol 89,1% dan kelompok aspirin 91,7%.

Relative Effectiveness = 91,7%/89,1% = 1,03/1 --- kecil. Population Attributable Effectiveness = 91,7% - 89,1% =

2,6% berarti 2,6 kehidupan diselamatkan dari 100 penduduk. Karena itu dapat dianjurkan pemakaian aspirin pada masyarakat karena harganya yang murah8.

Yang penting diperhatikan pula ialah outcome dari suatu pengobatan yang kadang-kadang memberikan hasil yang ber-beda dengan kriteria outcome yang berbedapula. Sebagai contoh coronary by-pass surgery jelas akan memperbaild kualitas hidup penderita, tetapi 5-year survival rate mungkin tidak banyak berbeda dibandingkan dengan pengobatan secara medikal terutama pada penderita dengan stenosis koroner yang tidak terlalu berat8.

Nyeri Dada Akut Penelitian retrospektif pada 536 penderita dengan nyeri

dada akut yang masuk ruang gawat jantung mendapatkan bahwa 54% del igan Infark Miokard Ākut, 31% dengan Iskhemia Miokard, 3% dengan Perikarditis dan Non-Kardiak pada 12%8. Dari data di atas didapatkan bahwa hampir 46% penderita nyeri dada akut yang masuk ruang gawat jantung tidak memerlukan perawatan ICCU, karena itu pada penderita seperti ini perlu pendekatan yang rasional untuk mencapai cost-effectiveness yang sebaikbaiknya. Dalam waktu 24 jam biasanya sudah cukup untuk menentukan penderita terdapat Infark Miokard Akut atau tidak. Penderita yang tak menderita Infark Miokard Akut dikeluarkan dari ICCU2. PEMBUATAN KEPUTUSAN KLINIK PADA INFARK MIOKARD AKUT

Sensitifitas dari kebanyakan tes laboratorium pada Infark Miokard Akut pada jam jam pertama sangat rendah dan ke-banyakan laboratorium tidak mempunyai fasilitas pemeriksaan

mioglobin yang sensitif, maka keputusan yang dilakukan di ruang gawat darurat betdasarkan data dari anamnesis yang teliti danpemeriksaan fisik bersama dengan pemeriksaan elektrokardiogram. Yang perlu ditentukan ialah nyeri dada iskhemik atau karena sebab lain. Penderitadengannyerinon-iskhemik dimasukkan ruang perawatan biasa, sedangkan penderita dengan nyeri iskhemik dengan kemungkinan besar infark miokard akut dimasukkan ruang gawat darurat2.

Pemeriksaan EKG ternyata tidak sensitif, dari penelitian 1118 penderita masuk unit gawat jantung yang terbukti infark miokard akut, hanya 41% menunjukkan gambaran probable acute myocardial infarction pada saat datang9.

Setelah elektrokardiografi dilakukan pemeriksaan enzim otot jantūng secara seri. Tidak ada tes atau kombinasi tes yang lebih sensitif dan spesifik dari pēmeriksaan CK-MK (MB-CPK) pada 24 jam pertama setelah infark. Setelah 24 jam dari timbulnya nyeri, pemeriksaan LDH total dan LDH isoenzim bila diambil secara betul akan sangat berguna untuk menegakkan diagnosis karena tetap tinggi selama beberapa hari dan mempunyai spesifisitas yang tinggi. Saat yang tepat pengambilan darah untuk pemeriksaan CK-MB ialah pada saat masuk rumah sakit, 12 jam dan 24 jam kemudian2.

Pemeriksaan CK-MB selanjutnya mungkin berguna untuk deteksi adanya ekstensi atau infark ulang, tetapi pemeriksaan setiap hari secara rutin pada pasca infark yang tanpa keluhan nilainya rendah. Dari 200 penderita yang diperiksa enzim CK-MB setiap had, 35 menunjukkan adanya infark ulang tetapi pada 94% juga disertai nyeri dada, 91% dengan perubahan segmen ST dan gelombang T pada elektrokardiografi. Hanya 1% sajaekstensi infark tidak disertai keluhan. Jadi nampaknya pemeriksaan CKMB setiap hari tidak diperlukan2.

Pemeriksaan foto toraks dan ultrasonografi(ekhokardiografi) tidak banyak gunanya pada penderita infark miokard akut tanpa komplikasi10. Tetapi pemeriksaan ekhokardiografi pada pen-derita dengan gangguan fungsi ventrikel kiri dan adanya bising jantung yang baru akan sangat bermanfaat.

Pemeriksaan monitoringhemodinamikdengan kateter Swan-Ganz diperlukan pada penderita dengan payah jantung berat (Killip III) dan shock kardiogenik (Killip IV) yang penting untuk manajemen selanjutnya4 (American College of Physicians, 1989).

Pemeriksaan uji latih beban sebelum pulang berguna untuk menilai prognosis dan untuk kepentingan rehabilitasi, tetapi pemeriksaan demikian pada penderita dengan payah jantung kiri yang berat tidak berguna dan berbahaya. Demikian pula pada penderita angina pektoris pasca infark yang tak terkontrol4 (American College of Physicians, 1989).

Di bawah ini akan diberikan contoh-contoh : 1. Penderita dengan presentasi klinik mencurigakan ada-

nya iskhemia miokard. • Masalah Klinik : Penderita dengan presentasi klinik men-curigakan adanya iskhemia miokard. • Strategi Tes : Periksa elektrokardiogram. Apabila EKG abnormal atau terdapat riwayat angina pektoris atau infark miokard penderita dimasukkan rumah sakit dan diperiksa CK-MB pada

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 8

Page 10: Cdk 067 Kardiovaskuler

saat datang, 12 jam dan 24 jam setelah masuk rumah sakit. • Rasionalisasi : Apabila keluhan mencurigakan iskhemia miokard dan adanya gambaran baru pada EKG, kemungkinan infark miokard 2096. Apabila EKG menunjukkan elevasi segmen ST atau gelombang Q yang baru, kemungkinan infark miokard besaryaitu 80%. Adanyagambaran EKG yang lain menunjukkan kemungkinan infark miokard sekitar 5-20% apabila terdapat keluhan angina pektoris atau riwayat adanya infark miokard. Begitu penderita masuk rumah sakit cukup diperiksa CK-MB saja secara serial. • Contoh Kasus : Seorang penderita prig umur 45 tahun dengan nyeri dada selama 50 menit. Nyeri substernal dan seperti ditekan benda berat. la pernah menderita infark miokard sebelumnya.

Pemeriksaan EKG tidak ada perubahan dibanding sebe-lumnya (perubahan gelombang T non-spesifik). Kemungkinan infark miokard pada penderita ini 15%. Apabila tidak ada Inter-mediate Care penderita dimasukkan ruang gawat darurat jantung dan diperiksa CK-MB serial seperti disebutkan diatas. Tes terse-but akan dapat memastikan atau menyingkirkan infark miokard akut2. Tabel 4. Tes : CK-MB Penyakit

2. Penderita dengan riwayat penyakit menunjukkan ke-

mungkinan infark miokard yang rendah • Masalah Klinik : Penderita dengan anamnesis menunjukkan

kemungkinan infark miokard akut yang rendah. • Strategi Tes Ditentukan apakah perlu diperiksa EKG. Apabila EKG normal tidak diperlukan tes lebih lanjut. Apabila EKG positif kemungkinan infark miokard lebih besar. • Rasionalisasi Beberapa penderita dengan nyeri dada non-iskhemik berdasarkan gambaran klinik. Infark miokard dapat disingkirkan secara klinik apabila nyeri tajam atau pleuritik, atau berubah dengan posisi atau nyeri pada palpasi. Pada banyak keadaan lain mungkin diperlukan EKG. Apabila EKG normal tak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada keadaan ini cukup follow-up klinik saja. • Contoh Kasus : Seorang pria umur 25 tahun tanpa riwayat keluarga penyakit jantung koroner dini dan tanpa adanya faktor risiko koroner mengeluh nyeri dada (pleuritik) yang mendadak selama 2 jam. Nyeri substernal, tajam dan bertambah dengan posisi torso.

Anamnesis dan pemeriksaan klinik tidal( sesuai dengan infark miokard akut. Tidal( perlu dilakukan pemeriksaan EKG apabila tidak dicurigai adauya perikarditis, emboli paru, dsb.

3. Penderita dengan keluhan sesuai dengan infark miokard

3 hari sebelum masuk rumah sakit tetapi klinik stabil • Masalah Klinik : Penderita dengan keluhan sesuai dengan infark miokard 3 hari sebelum masuk rumah sakit tetapi klinik stabil. • StrategiTes :Penderitadimasukkan rtnnahsakitdan diperiksa EKG. Apabila terdapat gelombang Q atau elevasi segmen ST, kemungkinan infark miokard akut 80%. Enzim LDH dan iso-enzim LDH-5 memastikan diagnosis apabila tes positif. Sidikan radionuklir tidak perlu apabila EKG positif.

Apabila EKG non-spesifik dan enzim LDH dan isoenzim LDH negatif, Sidikan Radionuklir (Technetium-Pyrophosphate) mungkin membantu memastikan atau menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. • Rasionalisasi Pada penderita seperti ini pemeriksaan CK-MB harus dipertimbangkan kembali karena biasanya normal dalam 48-72 jam setelah infark miokard akut. EKG mungkin menolong seperti telah dibicarakan di atas. Enzim LDH dan isoenzim LDH sering abnormal sampai 3 atau beberapa hari setelah infark miokard akut. Apabila hasil positif, dapat dipasti-kan adanya infark miokard akut karena tes spesifik. Apabila negatif, kemungkinan (probabilitas) infark miokard akut sebe-lum tes harus dihitung untuk menentukan tes selanjutnya yang berguna. • Contoh Kasus : Seorang pria umur 50 tahun dengan

riwayat adanya angina pektoris tetapi tidak ada infark miokard sebelumnya, mengeluh nyeri dada yang lama seperti angina tetapi berakhir lebih 1 jam dan disertai keringat dingin. Nyeri lebih berat dibandingkan angina pektoris sebelumnya. Serangan terjadipada saat berburu karena itu nampaknya tidak begitu gawat. Nyeri terjadi 72 jam yang lalu. Dari anamnesis dicurigai adanya infark miokard akut dan

dari pemeriksaan EKG terdapat gelombang Q baru. Kemungkinan infark miokard akut ialah 80%. Apabila tes LDH atau isoenzim

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 9

Page 11: Cdk 067 Kardiovaskuler

LDH positif dapat dipastikan adanya infark miokard akut (pro-babilitas 95%). Apabila tes negatif, probabilitas infark miokard akut tetap tinggi (50%) karena sensitifitas LDH yang berkurang setelah beberapa hari. Sidikan Tc-Pyrophosphate mungkin tidak membantu karena sensitifitasnya sedang saja. Kārena itu diagnosis infark miokard akut tetap dipertimbangkan2. Tabel 5

4. Penderita dengan nyeri dada iskhemik dan gambaran

elektrokardiogram terdapat LBBB • Masalah Klinik : Penderita dengan nyeri dada iskhemik dan gambaran elektrokardiogram terdapat LBBB. • Strategi Tes : Periksa enzim seperti biasanya. Hanya pada penderita yang datang terlambat setelah keluhan dipertimbangkan pemeriksaan Sidikan Tc-Pyrophosphate. • Rasionalisasi : EKG pada penderita seperti ini tidak spesifik (60-70%). Apabila enzim tidak dapat memastikan Infark Miokard Akut, post-test probability Infark Miokard Akut menjadi 5% (apabila perkiraan pre-test probability 30%, sensitifitas EKG 80% dan spesifisitas EKG 98%). Sidikan nuklir hanya dapat membantu apabila terdapat kelainan abnormal yang fokal-regional.

Pada penghitungan dibawah ini dapat dilihat implikasi dari pemeriksaan EKG diikuti pemeriksaan enzim CK-MB2.

Kira-kiraduapertigakematian padapenderita dengan infark miokard akut terjadi diluar rumah sakit. Adanya pre hospital emergency care dengan mobile coronary care unit (MCCU) diharapkan memperbaiki prognosis dalam arti survival rate, life

Tabel 6. Tes : EKG (LBBB, Q atau perubahan ST)

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 10

Page 12: Cdk 067 Kardiovaskuler

Tabel 7. Table of Test Characteristics

Diagnostic Test Definition of PositiveTest

Salad- vity

Specifi- city

Electrocardiogram New Q or ST dep 68% 94% Electrocardiogram New Q, ST dep, LBBB 81% 69% Electrocardiogram Any Abnormality 99% 23%SGOT Abnormal 96% 83% LDH Abnormal 98% 72% LDH lsoenzymes LDH-1 > LDH-2 81% 94% LDH Isoenzymes at 3 day LDH-1 > LDH-2 85% 90% CK Total Abnormal 97% 67% CK-MB Abnormal 99% 98% Myoglobin at 6 hours Abnormal 98% 95% Pyrophosphate Scan (PP) Focal Uptake 36% 100% PP Scan, Transmural MI Diffuse Uptake 94% 70% PP Scan, Non Transmural MI

Diffuse Uptake

65%

70%

Keterangan : Dikutip dari 2. Tabel 8. Table of Post-Test Predictive Values

Keterangan : Dikutip dari 2. expectancy serta kualitas hidup yang baik dan mengurangi komplikasi icelainan neurologik. Bergantung pada siapa yang menolong pertama kali dan peralatan yang ada, survival rate penderita seperti ini sekitar 20-70%n. Tetapi sulit untuk meng-hitung cost-effectiveness dari MCCU'. Penelitian di Aberdeen pada 1011 penderita dengan serangan jantung menunjukkan 92% melakukan kontak pertama dengan dokter umum. Dengan men-

didik mereka dalam basic We support dan advanced We support dan dilengkapi dengan defibrilator, ternyata mortalitas tidak berbeda dibandingkan dengan MCCU yang berasal dari rumah sakit. Jadi selain MCCU ada pendekatan lain untuk Prehospital Emergency Care, tetapi belum dihitung mana yang lebih cost effective12.

Diperkirakan dengan adanya ICCU mortalitas turun sebesar 21% dibandingkan sebelum ada ICCU13. Tetapi menurut Goldman' penurunan ini hanya sebesar 4% dan sulit untuk menghitung cost-effectiveness dari ICCU. Untuk menurunkan cost harus dibuat indikasi yang tepat dan mengurangi lama perawatan di ICCU. Penderita yang tak begitu gawat dirawat di intermediate care.

Efektifitas pengobatan trombolitik pada penderita Infark Miokard Akut telah dibuktikan dan tidal( diperdebatkan lagi dan sekarang mulai dipakai secara luas. Tetapi tantangan yang sangat penting saat ini ialah agar pengobatan ini dapat dilakukan pada semua atau hampir semua penderita dengan infark miokard akut6. Sebaliknya perlu diperhatikan pula bahwa semua penderita yang diberikan trombolitik, semua juga betul-betul menderita infark miokard akut9.

Di Amerika Serikat tahun 1989 terdapat 700.000 penderita dengan infark miokard akut masuk rumah sakit, tetapi hanya 140.000 yang mendapat pengobatan trombolitik6.

Dari berbagai penelitian ternyata 13–77% penderita infark miokard akut tidak diberi obat trombolitik karena datang ter-

lambat. Apabila ditambah adanya kontra-iitdikasi jumlah teisebut menjadi lebih besar lagi. Keterlam-batan tersebut terdiri 3 komponen yaitu:1) Keter lambatan penderita memintapertolongan dokter, 2) Waktu untuk transportasi yang hilang dan 3) Ke-lambatan dalam clinical decision making. Pendidikan kepada masyarakat akan dapat me ngurdngiketerlambatan penderita meminta perta-longan dokter14,15

Ada beberapa Masan mengapa tidak semua penderita infark miokard akutdiberi terapi tromboli tik meskipun.tidak adakontra indikasinya, yaitu :

1. Dimana trombolitik dapat dilakukan ?

Sebagian besar penderita terutama di pedesaan tidak dapat mencapai rumah sakit dengan fasilitas trombolitik dengan waktu yang cukup agar peng-obatan trombolitik efektif6.

Pada penelitian TIMI II (Thrombolytic in Myo-cardial Infarction) strategi konservatif setelah pemberian tissue-type pla,sminogen activator, hepa-

rin intravena dan aspirin sama baiknya dibandingkan dengan strategi dengan tindakan kateterisasi yang invasif. Penderita yang dirawat di rumah sakit rujukan tersier dan rumah sakit umum (daerah) ternyata morbiditas dan mortalitas setelah 1 tahun tak berbeda bennakna, oleh karena itu pengobatan trom-bolitik dapat dilakukan di rumahsakit daerah tanpa peralatan kateterisasi dart bedah jantung6.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 11

Page 13: Cdk 067 Kardiovaskuler

Tabel 9. Potential impact of Thrombolytic Therapy % Reduction in mortality

GISSI ISIS

Proportion (%) eligible for treatment

Perth MONICA project

1st hour 51 45 30 2-3 hours 16 38 28 3-6 hours 20 30 176-9 hours 13 25 5 9-12 hours 10 17 5 > 12 hours 0 20 15

Keterangan : Dikutip dari14.

Tempat pengobatan trombolitik mungkin dapat diperluas sampai di unit rawat jalan, praktek dokter, ambulans, bahkan mungkin di rumah; tetapi masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun perlu diingat setelah tindakan tersebut, harus cepatdikirim kerumah sakitumum terdekatyang memungkinkan untuk dipindah Ice rumah sakit rujukan tersier apabila keadaan bertambah gawat6.

2. Siapa yang dapat melakukan pengobatan trombolitik ?

Pengobatan trombolitik pertama kali dilakukan di rumah sakit akademik tersier oleh ahli penyakit jantung. Tetapi se-karang trombolitik sebagian besar dikerjakan oleh dokter ahli penyakit dalam maupun dokter keluarga penderita yang men-dapatkan penderita dengan infark miokard akut pertama kalinya. Karena itu mereka juga tabu indikasi, kontra-indikasi dan efek sampingnya. Karena pentingnya pengobatan segera dan terba-tasnya dokter, yang menjadi pertanyaan ialah apakah paramedic, teknisi yang terlatih juga dapat dan boleh mengerjakan ini ?

Di Amerika Serikat hal ini mungkin karena dapat mengirim elektrokardiografi lewat telepon ke rumah sakit terdekat. Yang menentukan indikasi pemberian tetap dokter6. Untuk di Indo-nesia hal ini rasanya masih jauh dari jangkauan.

3. Indikasi pengobatan trombolitik

Hambatan penting lain pemberian trombolitik ialah keti-dakjelasan penderita yang dapat diberi pengobatan trombolitik. Telah disepakati bahwa pengobatan trombolitik berhasil baik apabila diberikan dalam waktu 6 jam sesudah timbulnya infark miokard akut. Masalahnya ialah sering sulit menentukan onset terjadinya infark miokard akut. Pada Thrombolysis in Myocar-dial Infarction (TIMI) II trial digunakan kriteria yang ketat yaitu umur kurang 76 tahun dan nyeri dada kurang 4 jam disertai peningkatan segmen ST pada elektrokardiogram6. Demikian pula pada Gruppoltaliano per lo Studio della Streptochinasi nell Infarcto Miocardico (GISSI) I trial apabila pengobatan trom-bolisis yang diberikan seteiah 6 jam timbulnya keluhan tidak ada manfaatnya. Namun perlu dicatat bahwa penderita yang diberi terlambat (6-12 jam setelah timbulnya keluhan) tersebut jumlah-nya sedikit sehingga nilai kemaknaan dari statistiknya terbatas6.

Dari penelitian 321 penderita umur kurang 75 tahun dengan nyeri dada kurang 4 jam (nyeri dada lebih dari 30 menit) dan EKG pada saat datang di ruang gawat jantung terdapat elevasi segmen

ST atau gelombang Q patologis didapatkan positive predictive value 76% berarti dari 100 penderita dengan data di atas 80% betul-betul infark miokard akut, sedangkan 19% bukan karena infark miokard akut. Berarti bila diberi obat trombolitik, 24% penderita sebetulnya tidak memerlukan obat ini. Apabila di-lakukan lagi pembacaan lebih akurat ternyata lebih banyak lagi dengan infark miokard akut (true positive-nya meningkat) se-hingga positive predictive value menjadi 88%9. Pada Multicenter Investigation of the Limitation oflnfaret Size (MILLS) hanya 65% penderita dengan nyeri dada dan elevasi segmen ST pada 2 sadapan prekordial terbukti infark miokard akut. Dengan kriteria hampir sama tetapi termasuk juga sadapan inferior, 94,2% penderita GISSI dan 80,3% penderita EMIP terbukti infark miokard akut9.

Sedangkan pada penelitian yang bersumber dari masyarakat seperti International Study of Infarct Survival (ISIS) II trial penderita yang diteliti jumlahnya sangat banyak dengan kriteria yang lebih luas, tidak ada batasan umur, pengobatan dapat di-berikan sampai 24 jam sesudah timbulnya nyeri dada; ternyata didapatkan hasil yang baik pula dan kombinasi streptokinase dan aspirin dapat menurunkan mortalitas awal dari 13% menjadi 9%. Pengobatan terlambat tetapi hasilnya baik adalah karena penderita tersebut tidak terlambat dalam arti sebenarnya akibat adanya gejala prodromal atau adanya unstable angina pectoris yang mendahului terjadinya infark miokard akut. Kemungkinan kedua ialah membukanya pembuluh darah oleh trombolitik mencegah terjadinya kematian mendadak karena mekanisme selain dari myocardial salvage. Sedangkan keterangan ke tiga mungkin daerah tersebut mempunyai kolateral sehingga tidak sampai terjadi nekrosis meskipun terjadi oklusi totaP.'s. Tetapi perlu diingat dengan kriteria yang longgar tersebut positive predictive value dari infark miokard akut hanya 70%, berarti dari 10 penderita yang diberi obat trombolitik, 3 bukan karena infark miokard1.

Pada 2 tabeldibawah ini dapatdilihat cost-effectiveness dari berbagai pengobatan penyakit jantung. Tabel 10. Cost per Quality-Adjusted year of life for several Standard

Modes of Cardiac Therapy

Cost (US. 8, 198S)

Treat diastolic BP 2 105 mmHg 15.000 Treat diastolic BP 2 95-104 mmHg 30.000 Treat hypercholesterolemia (2 265 mg%) 135.000 with cholestyramine Post-infarction beta-blocker therapy low risk

20.000

high risk 3.500 Coronary artery by pass surgery 10.500

3 vessel disease, mild angina 10.500 Left main disease, mild angina 4.700 Severe angina 5.200

Keterangan : Dikutip dari1.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 12

Page 14: Cdk 067 Kardiovaskuler

Table 11. Cost per year of life gained with Intra coronary Thrombolysis

DFL

Inferior Myocardial Infarction 10.000 Anterior Myocardial Infarction 3.800 Anterior M.I. with ST > 2 mm and < 2 hours from onset 1.900

Keterangan : Dikutip dari6. PEMBUATAN KEPUTUSAN KLINIK DISEKSI ANEU-RISMA AORTA

Pada penderita yang diduga menderita diseksi aneurisma aorta, pemeriksaan sederhana yang dapat membantu ialah foto polos dada secara serial1,7. Apabila hasil pemeriksaan me-nyokong, pemeriksaan selanjutnya ialah CT Scan dan untuk diagnosis pasti ialah pemeriksaan angiografi aorta10,17. Dengan adanya ekhokardiografi esofageal pemeriksaan secara non-invasif menjadi lebih akurat18.

Tanpa pengobatan, mortalitas tinggi sekali, lebih 25% dalam 24 jam, lebih 50% dalam minggu pertama, lebih 75% dalam 1 bulan dan lebih 90% meninggal dalam 1 tahun. Pengobatan definitif berupa pembedahan pada diseksi proksimal akut, dan medikal pada diseksi aneurisma distal tanpa komplikasi17.

Sesak Napas PEMBUATAN KEPUTUSAN KLINIK PAYAH JANTUNG KIRI AKUT

Diagnosis payah jantung kiri akut dengan edema paru sering sudah dapat dibuat secara klinik. Tetapi pada fase awal diagnosis sering sulk ditegakkan. Pemeriksaan sederhana yang dapat mem-bantu ialah foto polos dada yang bila mungkin dalam keadaan berdiri atau setengah duduk. Pemeriksaan ekhokardiografi penting untuk menilai fungsi ventrikel kirilebihtepat dan mencari adanya penyakit dasar. Kegunaan lain dari ekhokardiografi ialah untuk mengetahui adanya efusi perikardial19.

Pengobatan meliputi : 1. Tindakan non-spesifik : seperti pemberian morfm, oksigen,

furosemid, nitrat 2. Mencari dan mengobati faktor presipitasi : seperti takhiarit-

mia, infeksi, emboli paru, anemia, aktifitas berlebihan, tiro- toksikosis, pada penderita yang sudah berpenyakit jantung

3. Mencari dan mengobati penyakit dasar19.

PEMBUATAN KEPUTUSAN KLINIK EFUSI PERIKAR-DIAL

Pada penderita yang diduga menderita efusi perikardial, pemeriksaan foto polos dada tak banyak membantu diagnosis. Demikian pula pemeriksaan EKG. Pemeriksaan yang sangat akurat dengan sensitifitas dan spesifisitas mendekati 100% untuk diagnosis konfirmasi (adanya) efusi perikardial ialah ekhokardiografi20,21.

Tetapi sayang ekho M-mode dan 2-D untuk menilai gangguan hemodinamik kurang andal, sehingga untuk memastikan diagno-

sis klinis pada tamponade jantung, ekhokardiografi sering ku-rang banyak membantu22. Sensitifitas dan spesifisitas diastolic collapse pada atrium kanan maupun ventrikel kanan untuk de-teksi gangguan hemodinamik (tamponade) sangat bervariasi0. Penilaian diastolic filling dengan ekhodoppler yaitu mengukur variasi kecepatan aliran transvalvular dan isovolumic relaxation time selama pernapasan, mungkin lebih akurat20.22.

Perikardiosentesis hanya dikerjakan apabila terdapat tanda-tanda tamponade dan apabila analisis cairan perikardial di-pandang sangat penting untuk menegakkan diagnosis seperti perikarditis bakteri akut, dsb21. Perikardiosentesis dengan tun-tunan ekho ternyata cukup aman dibandingkan perikardiosen-tesis dengan tuntunan EKG23.24.

Krisis Hipertensi Diagnosis krisis hipertensi biasanya tidak sulit. Disebut

Hipertensi Gawat (Hypertensive Emergency) apabila terdapat komplikasi target organ yang berat, dan disebut Hipertensi Darurat (Hypertensive Urgency) apabila terdapat kerusakan target organ baru yang ringan. Komplikasi payah jantung kiri akut dan komplikasi sistim saraf pusat dan mungkin juga gagal ginjal akut dapat ditegakkan secara klinik. Pemeriksaan lain yang penting ialah EKG, urinalisis, faal ginjal dan ophtal-moskopi. Pemeriksaan tambahan lain foto polos dada, natrium dan kalium serum, asam urat, profil lemak darah dan gula darah7. Yang juga perlu dicari ialah faktor risiko atau faktor presipitasinya25.

Tujuan pengobatan krisis hipertensi ialah memperbaiki/me-lindungi target-organ. Dipakai obat yang bekerja cepat dengan pilihan obat tergantung kerusakan target-organ. Sedangkan target pengobatan ialah penurunan tekanan darah secepat dan seoptimal mungkin tanpa mengganggu perfusi target-organ. Kecepatan dan besamya penurunan tekanan darah masih me-rupakan kontroversi dan bersifat individual. B iasanya penurunan tekanan darah sekitar 20-309'o dalam 1 jam pada hipertensi gawat dan dalam 24 jam pada hipertensi darurat7.

Syncope Pendekatan rasional penderita dengan syncope ialah ber-

dasarkan data bahwa prevalensi penderita berisiko tinggi sangat bervariasi sehingga tes yang diperlukan juga bervariasi tergan-tung dari populasi yang diperiksa. Tes rutin dengan biaya rendah yang dianjurkan ialah darah lengkap, elektrolit serum, BUN, serum kreatinin dan gula darah, meskipun kegunaannya terbatas pada penderita dengan unexplained syncope2.

Yang menjadi perdebatan ialah pemilihan tes-tes selanjutnya yang mahal seperti CT--scan, elektroensefalogram, monitoring Holler, pemeriksaan elektrofisiologi, yang diperlukan pada pen-derita dengan kemungkinan penyakit jantung dan neurologik. Untungnya penderita-penderita seperti itu biasanya sudah dapat diperlārakan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sehingga pemilihan tes selanjutnya lebih mudah2. Dengan pemeriksaan

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 13

Page 15: Cdk 067 Kardiovaskuler

non-invasif tersebut ternyata pada 50% penderita penyebabnya tetap tidak dilcetahui. Mortalitas pada cardiac syncope sebesar 20-30%, untuk sebab non-kardiak hanya 5% dan untuk unex-plained syncope 10% dalam waktu 1 tahun. Karena itu apabila ada kecurigaan didasari penyakit jantung harus dievaluasi lebih teliti25.

Pada beberapa penderita dengan penyakit dasar jantung masih diperlukan pemeriksaan invasif (elektrofisiologi) untuk diagnosis lebih terperinci dan untuk memilih/evaluasi hasil pengobatan".

Apabila penderita tid~lc termasuk risiko tinggi, cukup di-lakukan fellow-up klinik saja2.

RINGKASAN

Dalam perawatan penderita ada dua hal renting yang harus dikerjakan oleh seorang dokter ialah keputusan untuk membuat diagnosis dengan melakukan serentetan pemeriksaan dan mem-berikan pengobatan. Dalam melaksanakan hal ini harus diper-hatikan cost-effectiveness dalam arti dengan sumber daya (fasilitas dan dana) yang ada dapat mencapai health benefit setinggitingginya dengan biaya serendah-rendahnya.

Dalam perawatan penderita gawat pemeriksaan biasanya dilakukan secara paralel, tetapi pada penderita gawat jantung untuk tes yang mahal tetap secara serial. Untuk mempermudah biasanya dipilih satu tes yang sangat sensitif untuk menyingkirkan diagnosis dan satu tes lagi yang sangat spesifik untuk konfirmasi diagnosis (pada IMA CK-MB merupakan tes yang sangat sensitif dan sangatspesifik). Untuk mendapatkan cost-effectiveness yang sebaik-baiknya harus diketahui sensitivitas, spesifisitas dari tes dan pre-test probability dari penyakit berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat ditambah pemeriksaan seder-liana (misalnya EKG, dsb).

Tujuan diagnosis ialah selain untuk konfirmasi, juga men-cari etiologi bila mungkin, mencari faktor risiko dan faktor presipitasi serta mencari komplilcasi/menilai berat penyakit. Pemeriksaan tersebut selain renting untuk manajemen penderita (misalnya pemasangan Swan-Ganz catheter pada IMA), juga penting untuk menilai prognosis dan stratifikasi risiko (klasifr-kasi hemodinamik Killip secara klinik maupun invasif pada IMA).

Dasar untuk membuat keputusan pengobatan yang rasional ialah 1) tujuan pengobatan (mengatasi aritmia dan membatasi luas infark/reperfusi pada 1MA, memulihkan kerusakan/melin-dungi target organ pada krisis hipertensi, dsb), 2) pemilihan obat (sebaiknya berdasarkan randomized clinical trial seperti obat trombolitik pada IMA, dsb) dan 3) target pengobatan (sampai seberapa jauh dan seberapa cepat penurunan tekanan darah pada penderita krisis hipertensi, dsb).

KEPUSTAKAAN

1. Goldman L. Cost-effectiveness strategies in cardiology. In: Braunwald E (ed). Heart Disease. A textbook of Cardiovascular Medicine. 3rd ed. Phila-delphia: WB Saunders Co. 1988: 1680-92.

2. Griner PF, PanzerRJ, Greenland P (eds). Clinical Diagnosis and the La-boratory. Logical strategies for common medical problems. Chicago: Year Book Medical Publ, Inc. 1986.

3. Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical Epidemiology. The Essentials. 2nd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1988.

4. Iskandrian AS, Hakki A-H, Kotler MN, et al. Evaluation of patients with acute myocardial infarction : Which test, for whom and why ? Am Heart 11985; 109: 391-4.

5. Conti CR. Drug therapy of patients with acute myocardial infarction in the era of thrombolysis. Mod Cone Cardiovasc Dis 1989; 58: 19-24.

6. Braunwald E. Optimizing thrombolytic therapy of acute myocardial infarction. Circulation 1990; 82: 1510-13.

7. US Joint National Committee: The 1988 Report of the Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. Arch Intern Med 1988; 148: 1023-1038.

8. Sackett DL, Haynes RB, Tugwell P. Clinical Epidemiology. A Basic Science for Clinical Medicine. Boston: Little, Brown and Company, 1985.

9. Lee TH, Weisberg MC, Brand DA, et al. Candidates for Thrombolysis among emergency room patients with Acute Chest Pain. Potential true and false-positive rates. Ann Intern Med 1989; 110: 957-62.

10. WHO Scientific Group. Effective choices for diagnostic imaging in clinical practice. WHO Tech Rep Sea. Geneva: WHO. 1990: 9-37.

11. Geddes IS. Twenty years of prehospital coronary care. Br Heart J 1986; 56: 491-5.

12. Pai GR, Haites NE and Rawles JM. One thousand heart attacks in Grampian: the place of cardiopulmonary resuscitation in general practice. Br Med J 1987; 294: 352-354.

13. Julian DG. The history of Coronary Care Unit. Brit Heart J 1987; 57: 497-502.

14. ORourke MF, Thompson PL, and Ballantyne K. Community aspects of Coronary Thrombolysis: Public education and cost effectiveness. In : Julian DG, Kubler W, Norris RM, Swan HJC, Collett and Verstraete M (eds). Thrombolysis in Cardiovascular Disease. New York: Marcel Dekker Inc, 1989: 309-324.

15. Barbash GL Tune dependence of beneficial effects of thrombolysis and prehospital thrombolytic therapy in acute myocardial infarction. In : Julian DG, Kubler W, Norris RM, Swan HJC, Collen, Verstraete M (eds). Thrombolysis in Cardiovascular Disease. New York: Marcel Dekker Inc, 1989: 293-308.

16. Vermeer F, Simoon LM, de Zwaan C, et al. Cost benefit analysis of early thrombolytic treatment with intracoronary Streptokinase. Twelve month follow up report of the randomized multicentre trial conducted by the Interuniversity Cardiology Institute of the Netherlands. Br Heart J 1988; 59: 527-534.

17. Eagle KA, De Sanctis RW. Diseases of the Aorta. In: Braunwald E (ed). Heart Disease. A textbook of Cardiovascular Medicine. 3rd ed. Philadelpia: WB Saunders Co. 1988: 1546-76.

18. Ethel R, Mohr-Kahaly S, Drexler M et al. Transesophageal echocardio-graphic imaging of the thoracic aorta in aortic dissection. In: No Cikes (ed). Echocardiography in Cardiac Interventions. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. 1989: 249-60.

19. Ingram RH Jr, Braunwald E. Pulmonary Edema : Cardiogenic and Non-cardiogenic. In: Braunwald E (ed). Heart Disease. A textbook of Cardio-vascular Medicine. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co. 1988: 544-60.

20. Burstow DJ, Oh JK, Bailey KR, Seward JB, Tajik AJ. Cardiac Tamponade: characteristic Doppler observations. Mayo Clin Proc 1989; 64: 312-24.

21. Lorell BH and Braunwald E. Pericardial Disease. In: Braunwald E (ed). Heart Disease. A textbook of Cardiovascular Medicine. 3rd ed. Philadel-phia: WB Saunders Co. 1988: 1484-1534.

22. Kisslo J. Transesophageal echocardiography its role in Clinical Decision Making. Pre-Congress Workshop on Echocardiography. 8th ASEAN Congress of Cardiology. Singapore. 7 Dec 1990.

23. Pop RL. Echocardiography. N Engl J Med 1990; 323: 165-172. 24. Cikes I, Ernst A, Callahan JA et aL.Pericardiocentesis guided by Ultra-

sound. In: No Cikes (ed). Echocardiography in Cardiac Interventions. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. 1989: 249-60. Manolis AS, Linzer M, Salem D and Estes III AM. Syn25. cope: Current diagnostic evaluation and management. Ann Intern Med 1990; 112: 850-863.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 14

Page 16: Cdk 067 Kardiovaskuler

Tatalaksana Payah Jantung Akut

Iwan N. Boestan, M. Yoglarto; Iswanto P., Anwar S. Laboratorium/UPF Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/

RSUD Dr. Sutomo, Surabaya PENDAHULUAN

Payah jantung akut adalah keadaan kegawatan jantung yang menuntut tindakan yang cepat, perawatan dan perhatian khusus baik dari dokter maupun perawat.

Payah jantung akut bisa merupakan suatu manifestasi awal dari penyakit jantung akan tetapi mungkin juga merupakan eksaserbasi dari suatu kondisi penyakit jantung yang telah ada.

Angka kematian yang disebabkan karena payah jantung akut cukup tinggi. Pemahaman terhadap dasar-da.car fisiologi kardiovaskuler akan sangat menentukan keberhasilan perawatan penderita. Kemajuan dalam bidang penelitian memungkinkan kita lebih mengenal fungsi jantung dan sirkulasi lebih jelas, sedangkan perkembangan teknologi di bidang diagnostik serta sistem pemantauan jantung (monitoring) telah memberikan dimensi-dimensi baru dalam intervensi pengobatan serta perawatan penderita.

PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal, jantung dapat menyesuaikan diri terhadapkebutuhan yang meningkat sampai 6-10kali lebih besar daripada waktu istirahat. Kelebihan daya ini disebut sebagai daya cadangan jantung. Payah jantung menunjukkan suatu keadaan di mans jantung telah gagal mengatasi beban yang diterimanya.

Telah lama diketahui adanya faktor-faktor yang sangat mem-pengaruhi performance atau kemampuan fungsi jantung sebagai pampa. Faktor-faktor tersebut adalah faktor preload, afterload, kontraksi otot jantung dan frekuensi serta irama jantung. Apabila salah satu faktor tersebut terganggu, akan mengakibatkan gangguan fungsi pompa dari jantung. Namun demikian sewaktu fungsi pompa dari jantung mulai terganggu, tubuh mengadakan

Dibacakan pada: Simpasium Tatalaksana Gawat Darwin di bidang Penyakit lantung, Surabaya, 9 Februari 1991

kompensasi reflektoris dalam upayapenyelamatanperfusiorgan-organ vital.

Dikenal beberapa macam mekanisme kompensasi dalam upaya mempertahankan fungsi pompa jantung, baik yang di-sebabkan oleh kemerosotan fungsi miokard maupun beban hemodinamik yang berlebihan (misalnya regurgitasi/stenosis aorta, hipertensi).

Mekanisme kompensasi yang pertama kali bekerja adalah mekanisme Frank Starling di mana pada prinsipnya kemampuan miokard• bisa dioptimalkan sampai batas tertentu dengan memperpanjang panjang awal otot jantung (filamen actin dan miosin). Apabilā pan jang sarkomer telah melampaui 2.0 um makakemampuan miokard malah akan merosot. Secara hemodinamik keadaan ini ditandai dengan peningkatan tekanan/volume akhir diastolik ventrikel kiri.

Selanjutnya mekanisme kompensasi yang kedua akan be-kerja dengan terjadinya pelepasan katekolamin oleh saraf sim-patis jantung dan medula adrenal sehingga kekuatan kontraksi jantung bertambah. Di samping itu terjadi pula aktivasi sistem-sistem neurohormonal lain termasuk di sini sistem renin angio-tensin-aldosteron dan vasopressin. Mekanisme-mekanisme ter-sebut di atas ditambah dengan adanya peningkatan tonus sim-patis akan meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik serta memacu retensi garam dan air. Kondisi seperti inilah yang akan mengembalikan tingginya tekanan darah sistemik. Perlu diketahui di sini bahwa sebetulnya pada tahap ini telah terjadi peningkatan faktor afterload serta faktorpreload (retensi cairan) sebagai akibat dari mekanisme kompensasi yang terjadi.

Pada tahap awal dari payah jantung, mekanisme-mekanisme kompensasi mungkin masih mampu untuk mempertahankan

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 15

Page 17: Cdk 067 Kardiovaskuler

sirkulasi sesuai dengan kebutuhan. Namun demikian apabila tap berlangsung terus maka mekanisme kompensasi akan dak effisien lagi dan selanjutnya gejala-gejala Minis payah ntung aka

Ditinjatimbul makPayah janmerosot secara 'drastis dan tiba-tiba. Kejadian ini kebanyakan bersifat sekunder misalnya oleh kdisfungsi katup akut, krisis hipertakut ini tidak memungkibekerja efektif sehingga penderita segera jatuh d

ongesti paru akut dan disertai penurunan perfusi sSedangkan pada payah jantung kronik mungkin

ekanisme kompensasi bekerja secara efektif sehingga secara linik semua keluhan atau gejala merupakan manifestasi dari ongesti sistemik.

Dengan memahami konsep-konsep patofisiologi terjadinya ayah jantung ini diharapkan pengelolaan serta perawatan pen-erita menjadi lebih rasional.

ENYEBAB PAYAH JANTUNG AKUT

Penyakit-penyakit jantung yang mendasari terjadinya payah babkan karena beban volume atau tekanan

Tabel 2.

Precipitating causes te Increased salt intake Inappropriate reduction of a drug regimen

tija n timbul.

u dari cepat dan lambatnya gejala klinik yang a payah jantung dibedakan menjadi akut dan kronik. tung akut akan terjadi apabila fungsi ventrikel

6

arena infark miokard akut, ensi dan lain-lain. Kondisi

nkan mekanisme kompensasi bisa alam kondisi istemik. k

mkk

pd

P

jantung ini bisa diseyang berlebihan atau adanya abnormalitas dari struktur jantung-nya atau oleh karena suatu keadaan yang dikenal sebagai high output state. Tabel 1. Conditions causing heart failure

Kebanyakan kasus payah jantung akut didahului oleh ada-nya faktor pencetus (Tabel 2).

Mengenal faktor penyebab dan faktor pencetus merupakan kunci dari suksesnya pengobatan.

GEJALA KLINIK PAYAH JANTUNG AKUT

Kemerosotan fungsi ventrikel kiri yang hebat serta men-dadak ini akan menyebabkan cepat terjadinya edema paru serta kegagalan sirkulasi. Kejadian inibegitu cepatnya sehingga semua sistem mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif. Edema paru akut ini mungkin merupakan fase akhir dari payah jantung kiri dengan manifestasi klinik berupa : 1. Sesak nafas hebat dan orthopnea

Excess exertion or emotion Arrhythmia: Systemic infection Onset of high output states; anemia, hyperthyroidism, pregnancy Pulmonary embolism Increased fluid load Renal failure Myocardial ischemia Cardiac depressants (e.g., disopyramide) 2. Riak yang berbuih merah 3. Lemah 4. Plicat dan sianosis 5. Hipotensi 6. Berkeringat 7. Kesadaran menurun DIAGNOSIS

Diagnosis payah jantung akut berdasarkan keluhan dan gejala klinik serta pemeriksaan laboratorium. Yang termasuk

pemeriksaan laboratorium adalah foto dada, -ekhokardiografi dan elektrokardiografr. PENGELOLAAN

Ada tiga cara pendekatan yang harus dilakukan, yaitu : 1. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah. 2. Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia maupun problem medis lainnya). 3. Mengendalikan keadaan payah jantung dengan mem-perbaiki fungsi pompa jantung, mengurangi beban jantung dan mengendalikan retensi air dan garam.

Idealnya diperlukan pemantauan hemodinamik secara ketat

untuk memantapkan diagnosis serta mengevaluasi secara cepat hasil pengobatan.

Tindakan pertamadalam pengelolaanpenderita denganpayah jantung akut terutama ditujukan memperbaiki oksigenasi dan selanjutnya menurunkan tekanan pasak paru (pulmonary wedge pressure). Pengobatan suportif 1) Pemberian oksigen

Harus diusahakan agar Pa 02 sekitar 60-100 mmHg (saturasi

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 1

Page 18: Cdk 067 Kardiovaskuler

90-98%). Gunakan kanula hidung atau topeng oksigen, pada kasus

gawat kadang-kadang diperlukan mechanical ventilatory support.

sahakan agar penderita duduk tegak agar perbaikan perfusi dan ventilasi paru optimal. 2) Tindakan torniquet

Usahakan dilakukan secara berganti-ganti. 3) Phlebotomi

Tindakan ini jarang dilakukan kecuali kalau betul-betul gawat.

Pengobatan medikamentosa 1.

ilangkan kecemasan penderita. Diberikan seca

s morphin (naloxone/nalorphin). onlfa indikasi : penyakit paru berat, kyphoscoliosis, pe-

an kesadaran dan mik

dan asma bronkial. Aminofilin mempunyai efek ecaralangsung stimulasi miokardium, penurunan tekanan

emperbaild ventilasi paru.

5-25 menit. Dosis dikurangi pada orang tua, gangguan ginjal an hepar. Efek samping berupa sakit kepala,flushing, alpitasi, nyeri dada, hipotensi dankejang, dan yang sangat erius adalah aritmia ventrikel. . Furosemid

Banyak bukti menyatakan furosemid mengurangi afterload an mengurangi sembab paru dengan memperbaiki pengosong-n ventrikel kiri, di samping meningkatkan efek diuresis pada injal.

Dosis 20-40 mg intravena, selama 2 menit. Diuresis dicapai alam 10-30 menit dan mencapai puncak dalam 60 menit. Bisa

il dan menyusui. Efek samping

iokard dan

g jelas berguna ai dengan fibrilasi atrial

kuensi ventrikel yang cepat. nggunaan digitalis adalah sempitnya batas an-

dan dosis toksis. Intoksikasi digitalis a orang tua, gangguan

esemi dan iskemi miokard. agonist

a pada n meningkatkan aliran di korteks uresis. Pada dosis 2-5 mcg/bb/

gik jantung, sehingga eningkatkan curah jantung. Sedangkan pada dosis yang lebih nggi meningkatkan denyut jantung, menimbulkan aritmi ven-

gsangan pada reseptor alfa. hemodinamik yang lebih baik

ya lebih kecil. Dosis awal 2-3 mcg/bb/ n sesuai dengan respons hemodinamik.

obat ini tidak mempengaruhi aliran darah ginjal. nhibitor

melalui hambatan fosfodiesterase III yang menguraikan cAMP, sehingga cAMP dalam sel me-

akan meningkatkan sifat inotropik dan sebagai

d dan preload yang ditimbulkan oleh katkan curah jantung pada penderita payah

derita dengan sembab paru tanperifer yang jelek. Sangat bijdilator bila tekanan darah siste

Menurut aktivitasnya, vdilator dan arteriodilator. Kepunyai sifat keduanya, di samatau arteriodilator. Efek Hemodinamik Vasodilator pa

HR BP

Morphin Morphin diberikan dalam upaya menurunkan faktor preload

dan afterload di samping itu juga menurunkan sympathetic over-drive serta mengh

ra intravena dengan dosis 3-10 mg perlahan-lahan. Perhatikan•tanda-tanda depresi pernafasan. Bila ada tanda-

tanda depresi berikan antagoniK

nyakit hati, perdarahan intrakranial, ganggusedema.

2. Aminofilin Terutama sangat berguna bila payah jantung akut disertai

dengan bronkhospasme, atau keadaan yang meragukan antara asma kardial spengisian ventrikel dan sekaligus m

Dosis 250-500 mg secara intravena perlahan-lahan ,selama 1dps3

dag

ddiulang 2 jam kemudian. Kontra indikasi bagi orang yang peka terhadap sulfonamid, wanita hamhipokalemi, hiperurikemi dan gangguan toleransi glukosa. 4. Obat-obat Inotropik

Obat-obat ini meningkatkan kontraktilitas mmengurangi afterload.

Obat inotropik dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu digitalis glikosida, beta adrenergic agonist dan fosfodiesterase inhibitor. a. Digitalis glikosida

Akhir-akhir ini kegunaan digitalis pada payah jantung akut dengan irama sinus banyak dipertanyakan. Yanpada payah jantung akut yang disert

dengan freKesulitan pe

tara dosis terapeutik sangat berbahaya, mudah timbal padginjal, hipokalemi, hipomegnb. Beta adrenergic

Dopamin HC1 dengan dosis 1-2 mcg/bb/menit bekerjreseptor dopaminergik ginjal da

i efek direnalis sehingga terjadmenit merangsang reseptor beta adrenermtitrikel dan vasokonstriksi karena ran

min mempunyai efek Dobutadan sifat aritmogenikn

gkatkamenit yang ditinPada dosis biasa c. Phosphodiesterase i

Obat golongan ini bekerja Fningkat, yang vasodilator.

Golongan obat ini yang direkomendasikan adalah amrinone dan diberikan secara parenteral. 5. Vasodilator

Penurunan afterloaobat ini akan meningjantung akut.

Sodium nitroprussid dan nitrogliserin berguna pada pen-pa hipotensi yang berat dan perfusi aksana tidak menggunakan vaso-mik rata-rata < 70-80 mmHg.

asodilator dibagi menjadi veno-banyakan obat vasodilator mem-ping obat yang murni venodilator

da Payah Jantung

SVR LVEDP CO

N opnisid Nitrogliserin Hidralazin Ph

– – –

↓↓ ↓

↓ ↓↓↓

↓↓ ↓↓↓ ↓

↑↑↑ – ↑↑↑

itr

entolamin Trimetaphan

↑↑↑ ↑

↓↓ ↓↓

↓↓↓ ↓↓↓

↓ ↓

↑ ↑

↓↓↓

Keterangan : – heart rate

BP – blood pressure SVR – systemic vascular resistance LVEDP – left ventricular end diastolic pressure

O – cardiac output

HR

i

C 6. Natrium Bikarbonat

Ditujukan untuk koreksi asam basa berupa asidosis meta-bol k yang sering terjadi pada payah jantung akut. Asidosis

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 17

Page 19: Cdk 067 Kardiovaskuler

metabolik yang berat dapat diatasi dengan nātrium bikarbonat. Dosi

NaH

gahnya. ia, payah jan-

g

atan mekanik a. ssisted Ventilation

keadaan hipoksemi berat tanpa ngsinya bukan untuk meningkatkan ventilasi

alve

entilasi mul

on Pump = IABP (secara invasif) dan external non invasif).

kontraindikasi pemberi-an h

yang n , perawatan dan perhatian khusus

baik

tients with Congestive Heart Failure: p

se. Ed : Jackson Graham, 1984. Update Pub. pp 63-70. M

siology. Oxford University Press, , 1980.

4. D

E

s sukar ditentukalt, banyak formula yang dipakai untuk koreksi gangguan asam basa ini. Salah satunya:

CO3 yang dlbutuhkan (mEq) = 0,3 X BB (kg) X Base Excess

Biasanya diberikan seten

Efek samping alkalosis metabolik, hipokalemtun kongestip.

Pengob

AAlat ini diperlukan pada

hiperkapnea, fuolar tetapi untuk meningkatkan volume paru yang nantinya

membuka alveoli sehingga difusi oksigen meningkat. Bila hi-poksemi tidak dapat dikoreksi dengan ventilasi mekanik, di-gunakan PEEP (Positive End Expiratory Pressure). V

ai diperlukan bila pCO2 > 60 mmHg, atau pH darah < 7,2. b. Assisted Circulation

Beberapa cara mekanik untuk meningkatkan cardiac output bila tindakan medikamentosa tidak berhasil, yaitu Infra Aortic Ballocounterpulsation (

IABP akan meningkatkan tekanan diastolik aorta sehingga memperbaiki aliran koroner, mengurangi afterload. Digunakan pada syok kardiogenik yang membangkang dan infark miokard akut dengan komplikasi ruptur septum interventrikuler, regurgitasi mitral akut.

Kontraindikasi ialah aneurisma aorta disekans, regurgitasi

aorta, penyakit aorta, penderita dengan eparin.

RINGKASAN Payah jantung akut adalah keadaan kegawatan jantung

me untut tindakan yang cepat dari dokter māupun perawat. Angka kematian yang di-

sebabkan karena payah jantung akut cukup tinggi. Strategi tata-laaksananya berdasarkan patofisiologi yang mendasarinya: antara lain memperbaiki oksigenasi dan mengurangi tekanan pasak paru serta meningkatkan kontraktilitas miokard. Pengobatan definitif ditujukan terhadap penyakit yang mendasarinya.

KEPUSTAKAAN

1. Massie BM, Conway M. Survival of Pa

ast, present, and future prospects. Circulation. 1987; 75 (suppl IV): IV-11. Cohn JN. Mechanisms in Heart Failure and the Role of Angiotensin-Convening Enzyme Inhibition. Am J CardioL 1990; 66: 2D-6D.

2. Hillis WS, Been M. Cardiac Failure In : Cardiovascular update. Insight into Heart Disea

ichaelson CR. Congestive Heart Failure. Mosby Company, St Louis-Toronto, 1983.

3. VD. Werf T. Cardiovascular pathophyNew York - Toronto

zau VJ, Kloner RA. Heart Failure. In : The Guide to Cardiology, Ed : Kloner RA, John Wiley & Sons, Toronto. 1984, p 377-405.

5. Braunwald E, Sonnenblick EH, Ross J. Mechanisms of Cardiac Contraction and Relaxation. In : Heart Disease. A textbook of Cardiovascular disease.

d: Braunwald E, WB Saunders Co, Philadelphia. 3rd ed. 1988, pp : 383-420.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 18

Page 20: Cdk 067 Kardiovaskuler

Tatalaksana Gawat Jantung pada Anak

Soebijanto Poerwodlbroto Laboratorium/UPF Ilmu Kesehatan Anak F'akultas Kedokteran Universitas Airlangga/

RSUD Dr. Soeto o, Surabaya m

it jantung yang dapat menjadi gawat.

tematik memegang peranan sangat penting untuk menegakkan diagnosis terutama di tempat-tempat dimana tidak didapatkan saran lain selain stetoskop dan tensimeter misalnya di pitskes-mas atau di lapangan. Pemeriksaan penunjang yang masih mungkin ada di rumah sakit tipe C : EKG, alat Rontgen dan laboratorium sederhana sansakit Tipe B yang memiliki temelakukan pemeriksaan fonyang memang sangat pentintepat. Di rumah sakit tipe A (dalatalat tersebut tadi masih dijantung dan perlengkapan kar

Meskipun penyakit jantdari segi anatominya, secara 1. Penyakit/kelainn jantung2. Penyakit jantung yang di

Kegawatan yang dapat tjantung yang sangat perlu unt1. Gagal jantung 2. Disritmi (gangguan iram3. Serangan sianosis.

Gagal jantung dapat terjtung, baik bawaan maupun d

da: Simpasium Tatataksana Gawat Darurpt di bidang Penyakit ntung, Surabaya, 9 Pebruari 1991

pl tapi tepat. Definisi yang sederhana tetapi banyak dianut adalah

suatu keadaan di man jantunggagal mempertahankan fungsinya sehingga cura ntung tidak mampu memenuhi kebutuhan per-fusi jaringan t buh terutama organ-organ vital1,2,3,4.

Akibat curah jantung yang menurun, pada gagal jantung yang berat tekanan darah dapat turun sangat rendah sehingga nadi tidak teraba dan tekanan darah tak terukur. Dengan de-mikian penderita yang ditemukan mempunyai tekanan darah yang rendah, bahkan tak terukur dan nadinya tak teraba, harus diingat juga kemungkinan menderita gagal jantung. Di samping itu terjadi bendungan darah/cairan di dalam sirkulasi paru dan sirkulasi vena sistemik dengan akibat sembab jaringan inter-stisial paru, jaringan tubuh dart organ-organ.

Pemberian cairan pada penderita demikian akan memper-buruk keadaan dan bahkan dapat membawa kematian dengan cepat.

Tujuan umum pengobatan gagal jantung adalah1,2,3,5,6,7,8,9,10. 1. Meningkatkan performa jantung. 2. Meningkatkan perfusi jaringan dan organ-organ. 3. Mengurangi atau menghilangkan baik bendungan sistim di

sirkulasi paru maupun di sistim sirkulasi vena sistemik. 4. Dipertimbangkan tempi bedah terhadap kelainan anatomik

kongenital ataupun yang didapat.

PENDAHULUAN

Gawat jantung pada bayi dan anak sering sangat sukar didiagnosis karena banyak penyakit lain menunjukkan gejala-gejala yang mirip dengan gawat jantung. Untuk membuat diagnosis yang tepat diperlukan pengetahuan dasar tentang berbagai macam penyak

Anamnesis dan pemeriksaan jasmani yang teliti dan sis-

gat bermanfaat. Beberapa rumah naga spesialis mungkin telah dapat okardiografi dan ekokardiografi

g untuk membuat diagnosis lebih i Jakarta dan Surabaya) selain

lengkapi dengan alat kateterisasi diologi nuklir. ung pada anak sangat bervariasi garis besar dapat dibagi atas : bawaan (terbanyak). dapat. imbul pada anak dengan penyakit uk diketahui terutama adalah :

a jantung)

adi pada kedua jenis penyakit jan-idapat. Gangguan irama jantung

Dibacakan pala

ba terjadi pada jantung yang anatomik normal, sedangkan serangan sianosis terutama pada kelainan jantung

hkan dapat

bawaan sianotik (Tetralogi Fallot).

GAGAL JANTUNG Gagal jantung merupakan suatu proses yang sangat kom-

eks sehingga tidak mudah membuat definisi yang sederhanate

h jau

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 19Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 19

Page 21: Cdk 067 Kardiovaskuler

Gagal jantung dimulai dengan merosotnya kontraktilitas iokard dan ini akan memacu mekanisme kompensasi dimulai

engan takikardi untuk memenuhi curah jantung, disusul oleh ipertrofi miokard dan dilatasi untuk menambah isi sekuncup2,3,4. pabilakemampuan

gagal jantung; janttung yang dibutuhk

Faktor-faktor 1. Kontraktilitas miokard. 2. Preload ventrikel (volume ventrikel pada ak3. Afterload (tahanan terhadap ejeksi ventrikel kid). 4. Frekuensi denyut jantung.

Apabila salah satfaktor-faktor lainny

pensasi.

ausa Berbagai macam kelainan dan penyakit jantung dapat

enyebabkan gagal jantung pada anak dan bayi. Penyebab rbanyak adalah kelainan jantung bawaan disusul oleh enyakit infeksi2,3,4.

awaan (kongenital) :

b

n a bendungan hanya ter- paru maupun vena

e

gal jantung sama dengan gejala-

gejata yang didapatkan pada orang dewasa yaitu2,` : 1. Rasa lelah. 2. Dyspnoe d'effort 3. Anoreksia

Pada bayi gejala gagal jantung lebih sukar dipastikan karena yang menunjukkan gejala yang hampir

pada bayi ialah : dyspnoe d'effort di

enti minum dan menjadi sesak. – Pertumbuhan yang terganggu. – Takipnea, pemafasan cepat yang terjadi waktu minum atau waktu istirahat atau tidur bila gagal jantung cukup berat. – Takikardi. – Ronki paru, manifestasi dari bendungan paru. – Hepatomegali. – Kardiomegali. Manifestasi yang lebih jarang dijumpai adalah :

mdhA kompensasi initerlampauimakaakantimbul

ung tidak mampu lagi memenuhi curah jan-an.

yang menentukan curah jantung adalah :

hir diastol).

4. Nyeri perut (akibat hepatomegali) 5. Batuk-batuk 6. Orthopnea 7. CVP meninggi 8. Hepatomegali 9. Sembab.

u faktor tersebut di atas ba akan berubah pula se

la yang biasanya didapatkan minum, suatu manifestasi

erubah, maka banyak keadaansama3,4,11. Geja

bagai reaksi – Kesukaranmana bayi berhkom

K

mtep1. Kelainan jantung b

a. Asianotik . Sianotik

2. Kelainan jantung didapat : a. Infeksi :

– Miokarditis difteri – Miokarditis virus – Karditis rematik

b. Disritmia : – Takikardi supraventrikuler – Fibrilasi atrium – Takikardi ventrikuler – AV blok total

c. Tamponade jantung. d. Anemi berat. e. Gangguan homeostasis :

– Hipoksi miokard – Imbalans asam-basa – Imbalans elektrolit – Hipoglikemi – Hipokalsemi.

Gejala

Manifestasi klinik gagal jantung terdiri dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh curah jantung yang turun, bendungavena sistemik dan vena part. Mula-muldapat intravaskuler baik dalam venasist mik. Bila gagal jantung sudah lanjut maka akan terjadikenaikan tekanan kapiler pembuluh darah paru dan seluruh tubuh. Jika tekanan osmotik sudah melampaui tekanan onkotik akan terjadi pengeluaran cairan ke dalam jaringan interstisial baik dalam part maugun jaringan tubuh dan organ lain.

Pada anak besar gejala ga

– Edema perifer. – Asites. – Pulsus altemans. – Irma gallop – Vasokonstriksi perifer dengan keringat berlebihan. – Pucat. Yang tidak biasa didapatkan pada bayi ialah : – Efusi perikardial. – Efusi pleura. – Diagnosis banding Yang sering sukar dibedakan dari gagal jantung i laha : 1. Bronkhopneumonia. 2. Bronkhiolitis. 3. Asthma bronkhial. 4. Asfiksi neonatorum. 5. Asidosis. 6. Hipoglikemi neonatorum. 7. Perdarahan otak. 8. Agenesis para. Perawatan dan pengobatan1,9,10,12,13

Penatalaksanaan gagal jantung dapat disusun sebagai ber-ikut : 1. I

– Posisi berbaring Semi-Fowler.stirahat, bila perlu diberi sedasi.

– Suhu dan kelembaban udara yang sesuai. – Bila perlu diberi oksigen. Diet. 2. – Rendah garam, mudah dicerna, kalori tinggi disesuaikan

dengan umur.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 20

Page 22: Cdk 067 Kardiovaskuler

im yang berperan dalam payah jantung yait

barkan sebagai berikut :

Cairan dibatasi dan harus diawasi terhadap bahaya aspi-rasi.

3. Pengobatan Pada prinsipnya obat yang diberikan ditujukan untuk

memperbaiki kontraktilitas miokard yang merupakan titik tolak terjadinya payah jantung; di samping itu perlu pula diputuskan mata rantai aktivitas sist

u vasokonstriksi perifer dan bendungan vena. Secara skematik dapat digam

notropik

Keterangan :* Pre gkan bendungan vena dengan diuretika dan

r. gan ventrikel dengan menurun-

trikel: vasodilator arterial. * Kon erbaiki imbalans: pH, pOJ, glukosa darah, oglobin. .

min. obatan medikāl tidak berhasil.

tropik yang sampai sekarang masih r ntuk mengatasi gagal jantung pada b ping menguatkan kontraksi miokar nsi denyut jantung sehingga pengisi efektif. Kerugiannya adalah rasio toksik : terap rtinya batas antara dosis terapetik dan

osis toksik sangat kecil sehingga penambahan dosis sedikit aja sudah dapat menimbulkan gejala keracunan berupa

n irama jantung yang dapat membawa kematian.

terapi sudah tercapai, terlihat berktlrangnya engecilnya hati dan berkurangnya edema.

ai taraf ini sebagian bayi memerlukan kurang utuhkan lebih dari itu.

waspada terhadap kemungkinan intoksikasi anda-tanda sinus arrest, ST depresi yang men-

ial atau total pada EKG. lain seperti katekolamin, norepinefrin, epi-

terenol, dopamin dan dobutamin terutama dipakai pada

si, mempunyai a n takikardi dan menaikkan n

kg mg/kg mg/kg lebih 2 th

Obat I

load : menghilan

enodilato v* After adlo : Memperbaiki pengoson

kan tekanan dinding ventraktilitas : – Memp kalsium, hem

italisasi – Dig – Katekola* Tindakan pembedahan, bila peng

Digitalis merupakan obat inome upakan pilihan utama uayi dan anak. Digitalis di samd juga menurunkan frekuean ventrikel lebih etik yang rendah a

dsganggua

Pada umumnya bayi-bayi membutuhkan digitalisasi cepat dalam jangka waktu 12 sampai 24 jam secara im atau iv, artinya pemberian dosis digitalisasi telah lengkap setelah 12 atau 24 jam tergantung pada beratnya gagal jantung. Setelah itu dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan im atau oral. Pemberian dosis digi-talisasi terakhir harus had-had oleh karena respons penderita sangat individual; skema dosis yang ada hanya sebagai pedoman saja. Penderita harus diobservasi secara ketat antara lain dengan

pemeriksaan fisik dan EKG. Bila efek

takipnea, takikardi, mUntuk mencapdari dosis standar, sebagian lain memb

Kita harus digitalis dengan tcolok, AV blok pars

Obat inotropiknefrin, isopro

penderita dengan sindrom low output akut setelah operasi jantung atau keadaan lain di mana obat-obat inotropik lain tidak menolong lagi.

Norepinefrin dan epinefrin merupakan stimulator adrener-gik alfa dan beta menyebabkan vasokonstriksif t kronotropik yang menyebabkako sumsi oksigen oleh miokard. Tabel : Dosis digitalis

Preparat Romg/

ute Prem/neont kurang 2 th

Digoxin iv - 0.02 - 0.05 (Lanoxin)® p.o/i

Amp. 0.025 mghni T b: 0.025 mg

a

.m 0.03 - 0.05 maintenance 1/10-1/5 dosis per hari

dosis per hari

0.05 - 0.07 maintenance 1/5-1/3 dosis per hari

e

dosis per hari

0.02 - 0.03 0.03 - 0.05 maintenance 1/5-1/3 dosis ' per hari

maintenance 1/5 - 1/3 dosis per hari

Cedilanid

®) iv i.m

- 0.02 - 0.03

0.03 0.03

0.02 0.02 (Lanatosid C

Amp: 0.2 mg /ml

maintenance 1/10 - 1/5

maintenanc1/5 - 1/3

Isoproterenol mbulkan vasodilatasi perifer ymeni

butuhkan untuk menurunang di-

kan afterload, tetapi menyebabkan ke-en oleh miokard sehingga tidak lazim

ah jantung kecuali bila didapatkan

5 mikrogram/kg bb/min. menye-merangsang diuresis. Dosis lebih

b/min.) mempunyai efek kronotropik ardi dan dosis 10 mikrogram/kg bb/min.

arteriola. Dopamin tidak

enyertai asfiksi neonatal, tik maupun kardiogenik.

penderita pay ekanan diasto-

menca esat akhir-akhir ini diuretika secara kon-vensional masih tetap diperlukan untuk menghilangkan/mengu-

naikan konsumsi oksigdipakai untuk pengobatan pay

g berarti. bradikardi yanDopamin dalam dosis <

injal dan babkan vasodilatasi gbesar (8 mikrogram/kg bdm

engan hasil takikulai menimbulkan vasokonstriksi

dianjurkan pada payah jantung kronik yang berat, tetapi biasanya digunakan pada payah, jantung akut setelah operasi

tjan ung atau payah jantung yang mpada gagal ginjal dan pada renjatan sep

Dobutamin bermanfaat pada pengobatan akutah jantung dengan curah jantung rendah dan t

lik yang tinDiuretika

ggi.

Meskipun pemakaian obat inotropik dan vasodilator telah pai kemajuan p

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 21

Page 23: Cdk 067 Kardiovaskuler

ranTerdapat beberapa macam obat dengan titik tangkap aktivi-

: 1. P

∗. Pada collecting tubules :

gi bendungan dengan cara mengeluarkan Na dan cairan.

tas yang berbeda ada tubulus distalis :

∗ Klorotiazid ∗ Hidroklorotia.id

2. Pada loop dari Henle : ∗ Asam Etakrinat Furosemid

3∗ Spironolakton

Dosis diuretika :

NAMA OBAT I.V ORAL

Kiorotiazid Hidroklorotiazid Asam etakrinat (Edecrine®) Furosemid (Lasix®) Spironolakton (Aldactone®) Triamterin

0.5–1.0 mg/kg/dosis (2–3 x pemberian) 1 mg/kg/dosis 2–3 x sehari (max. 6 mg/kg/dosis)

< 6 bl : 20–30 mg/kg/hr (2–3 x pemberian)> 6 b1: 10–20 mg/kg/hr 2 x sehari 2–3 mg/kg/hr (2–3 pemberian) 25 mg/hr single dose 1–2 mg/kg/dosis 2 x sehari 1.5–3.5 mg/kg/hr 3–4 x pemberian 3 mg/kg/hr 2 x pemberian.

Vasodilator1,5,6,7,8,12

r yaitu nitrogliserin dan nitrat.

ot polos ibatnya

end

pada inak yang menjalani operasi jantung. Pemberian obat ini

wasan tekanan darah secara keta

ik pada

Dos

Ada tiga macam vasodilator yaitu : 1. Terutama sebagai venodilato2. Vasodilator arteriol, contohnya hidralazin dan kaptopril. 3. Efek seimbang pada vena dan arterial misalnya: nitroprusid

dan prazosin. 1) Venodilator:

Nitrogliserin dan nitrat menyebabkan relaksasi otena terutama vena besar dan vena berkapasitas besar. Akv

b ungan vena sistemik dan paru menurun sehingga sangat berguna mengatasi edema pant pada insufisiensi aorta atau mitral. Di sini venodilator bekerja menurunkan afterload. 2) Vasodilator arteriol:

Hidralazin bekerja langsung pada arteriol prekapiler, selain sedikit menyebabkan relaksasi vena dan sedikit meningkatkan kontraktilitas miokard. Dengan relaksasi arteriol, tahanan sis-temik menurun sehingga dipakai terutama pada penderita hipertensi.

Captopril bekerja dengan menghambat Angiotensin Con-verting Enzyme (ACE), mencegah terbentuknya angiotensin II yang menyebabkan vasokonstriksi sistemik dan retensi Na dan air. 3) Vasodilator vena dan arteriol:

Nitroprusid bekerja langsung dengan menimbulkan relak-sasi otot polos vena maupun arteria.

Dalam bidang pediatri terutama dipakai untuk mengobati hipertensi arterial yang berat dan akhir-akhir ini banyak dipakai

dilakukan intravena dengan pengat. Prazosin merupakan suatu alpha adrenergic blocking

agent post sinaptik pada pemakaian oral dan cocok pada anak yang menderita payah jantung kronik. Obat ini bekerja ba

arteriol maupun pada vena dengan efek dilatasi dan mempunyai efek samping lebih sedikit daripada hidralazin.

is vasodilator NAMA OBAT I.V ORAL

Nitrogliserin Hidralazin (Apresolin®)

0.5–20 µglkg/tnen 1,5 µglkg/men%ty atau 0,1–

– –

Nitroprusid P(M

0,5–8 µg/kg/men

Anak besar : 12,5 mg/dosia 2 x salmi dosia 4 x sehari

rtamkg din

perlahan–lahan 25 g

Kaptopril (Capoten®)

0,5 mg/kg/dosis 4 x sehari

Neonatus : 0,1–0,4 mg/kg/dosis 4 x sehari

razosin inipres®)

dosia pe a : aikkan 5 µg/

(max ag)

INTRACTABLE HEA ILUR

a a peng mu gan ob kon-v yaitu igital diuretik. Bila tida an h an, kir ktor-fak1 trolit h ik i

au hiponat mi. 2 Adanya infeksi yan lubun terial

atau pnemonitis. 3. Kelainan yang memberatkan gagal jantung, misalnya

a

perasi terhadap kelainan anatomik yang

taki

mendadak dan berakhir mendadak. Frekuensi ara 140/men. sampai 240/men14. Takikardi ini se-

bagi

ingkat dan timbul berulang-ulang atau berlangsung lama sampai

RT FA E Pertama-t m obatan di

dan lai den at-obat

ensional d is k didapatkasil yang memuask harus dipi kan fa tor : . Imbalans elek : alkalosis ipokhlorem , hipokalem

at re. g terse g : endokarditis bak

ritmi. 4. Digitalisasi yang kurang atau intoksikasi digitalis. 5. Emboli paru-paru.

Bila semua faktor tersebut sudah disingkirkan atau diatasi barulah dipertimbangkan o

ada. ARITMI (GANGGUAN IRAMA) JANTUNG

Aritmi jantung meskipun jarang terjadi pada anak dapat menimbulkan keadaan gawat.

Ada 2 golongan besar gangguan irama jantung yaitu : 1. Gangguan irama dengan frekuensi cepat (takiaritmi). 2. Gangguan irama dengan frekuensi lambat (bradiaritmi).

Takiaritmi yang paling sering terjadi pada anak adalah kardia supraventrikuler paroksismal (Paroxysmal Supra-

ventricular Tachycardia = PS VT). Pada kelainan ini serangan biasanya timbuljantung ant

an besar timbulpada Sindroma Wolf-Parkinson White (WPW Syndrome) tetapi dapat juga terjadi pada anak normal tanpa kelainan jantung. Serangan dapat singkat selama beberapa menit, s

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 22

Page 24: Cdk 067 Kardiovaskuler

berhari-hari. Bila serangan singkat biasanya tanpa keluhan atau

penderita merasa berdebar-debar. Di luar serangan anak sehat erangan bila tanpa komplikasi hanya

did g sangat cepat dan kadang-kadang sampai tak juga pada auskultasi hanya didapatkan

pat sehingga sukar dihitung. Bila ser ama dengan frekuensi denyut jantung yang s t dapat timbul komplikasi gagal jantung

. ergantung lamanya serangan dan

erat y ang telah timbul's.'s Pada serangan yang matik tidak diperlukan tindakan maupun

nga ng berlangsung l baiknya segera agi bi sudah terjadi gagal ng. Bila ba nak kecil te jatuh d m kan suatu kegawatan ang harus s

Terapi yang terbaik adalah DC Defib n m trik yang hanya ada pad . Obat yang sejak dulu dipak adalah di a pada ba e ende

elum kasi daka nyela emasukkan k air es. Beberapa s m fikasi dengan me-nu g plastik ber i air es ke

an-tindakan digoksinungkinan sindrom PW yang m

kikardi ventrikuler yang sangat berbahaya. ratif tindakan dapat

at diajarkan pada penderita).

idak h

an antara lain badan sangat

un telah dicoba berbagai cara. Prognosisnya sangat jelek

lus ilanjutkan dengan 0,05-0,4 µg/kg bb/menit.

tung temporer dipasang bila pengobatan m tidak berh memacu ventrikel ernyata ventrikel bereaksi terhadap pemacuan ini dipertimbangkan pe-m t pac .

SERANGAN SIAan yang paling sering me serangan

si ah Te alogi Fallot3,11. Pada penderi ini defek khas yang ah VSD

da stenosis pulm nal; dalam hal ini s dibulum ventrikel kanan (o w tract ventrikel.ka

ing i verriding pertrofi ve an sebagai akib tenosis pul n-ny anosis ditentukan oleh berat ringann lmonal. M kin berat stenosis makin b sianosisn

Keadaan gawat pada penderita Tetralogi Fallot yang penting attack/cyanotic spell).

terhadap outflow

ekanan 02 darah) turun. Keadaan ini merangsang epat).

bayi atau

tanpa gejala. Pada waktu sapatkan nadi yan terhitung. Demikian

suara jantung yang sangat ceangan berlangsung l

angat cepadengan segala manifestasinya

SVT tPenatalaksanaan Pn a komplikasi yb

singkat dan asimtopengobatan. Pada sera

dihentikan, apaln ya

laama se

jantuyi atau a lah alam gagal jantung,erupa y egera diatasi.

rilasi, konversi dengaemakai alat elek a rumah sakit tertentu

ai goksin, terutamyi atau anal( k cil dengan dosis m kati dosis toksik.

Apabilae b terjadi kompli pat dicoba menimbul-

epala anak ke dalamn efek m m dengan marjana menganjurkan odi

tupkan kanton is wajah anak. Bila tin

gai kemdak dan

W. tak berhasil harus di-

endasarinya. Dalam curihal ini dapat terjadi ta

Pada anak besar yang sudah koopeulai dengan stimulasi nervus vagus ddim engan cara :

1. Masase sinus karotikus unilateral. 2. Menekan bola mata pada palpebra superior. 3. Merangsang muntah.

Mengejan (dap4. Bila tindakan ini tidak berhasil dapat diberi digoksin.

Obat yang sekarang banyak dipakai dengan hasil baik adalah verapamil yang bekerja memperlambat konduksi pada AV node. Dosis yang dianjurkan 0,1 - 0,2 mg/kg berat badan diberikan pelan-pelan secara intravena selama 30-60 detik. Konversi menjadi irama sinus dapat terjadi dalam 1-2 menit. Bila tber asil obat ini dapat diulang setelah 5 menit pemberian pertama. Oleh karena efek samping verapamil adalah hipotensi atau bradikardi, harus tersedia atropin, isoproterenol dan kalsium klorida untuk mengatasinya bila terjadi. Tindakan terakhir bila semua tak menolong adalah DC Shock.

Salah satu contoh bradiaritmi ialah blok atrioventrikuler total - impuls dari atrium tak dapat diteruskan ke ventrikel sehingga atrium dan ventrikel berkontraksi sendiri-sendiri.

Keadaan ini banyak didapatkan pada miokarditis difterika yang berat. Gejala yang didapatklemah, berkeringat dingin, perut terasa sebah dan kadang-kadangmuntah, bila sirkulasi serebral sangat rendah penderita tak sadar-kan diri (sindroma Adams-Stokes), nadi sangat lambat sampai di bawah 40-50/men., suara jantung melemah, hati membesar.

Sampai sekarang hasil yang didapat belum memuaskan meskip

. Pengobatan dapat dimulai dengan memberi ephedrin, se-

bagai obat yang paling ringan dengan dosis 50 mg dalam 100 ml Dextrose 5% tetesan pelan-pelan. Bila tidak berhasil diberikan isoproterenol 0,01-0,02 mg/kg bb sebagai bod

Alat pacu janedikamentosa asil . Bila t

asangan ala u jantung permanen

NOSIS Kelain nimbulkan

anosis adal trta penting adal

n o tenosis infunutflo nan).

Di samp tu ditemukan o aorta dan hintrikel kan a st monal. Berat ringaa si ya stenosis pua erat ya.

adalah serangan sianosis (= cyanotic Bayi yang pada keadaan tenang tampak merah dan mendadak mendapat serangan sianosis harus dicurigai menderita Tetralogi Fallot. Serangan sianosis biasanya datang mendadak setelah bangun tidur, setelah menangis keras, setelah defekasi atau minum. Di an tara serangan anak tampak sehat. Tidak semua anak dengan kelainan ini mendapat serangan sianosis. Patogenesis

Penyebab serangan sianosis belum diketahui dengan pasti. Diduga berhubungan dengan meningkatnya tahanan

kel kanan karena kontraktilitasaliran darah dari ventritract ventrikel kanan yang meningkat atau tahanan perifer yang menurun. Kedua keadaan ini memperbesar shunt dari kanan ke kiri. Sebagai akibatnya pCO2 (tekanan CO2 darah) meningkat

an p0d 2 (tpusat pernafasan sehingga timbul hiperpnea (pemafasan c Perawatan dan pengobatan

Segera setelah timbul serangan sianosis, penderita ) harus ditidurkan dengan posisi knee-elbow (menungging

anak besar dengan posisi knee chest. Pemberian morfin 0,2 mg/kg bb subkutan dapat segera

menghilangkan serangan. 02 100% harus diberikan dan bila timbul asidosis harus segera diatasi dengan Na bikarbonat. Pro-pranolol dengan dosis 0,1 mg/kg bb intravena sebagai bolus dapat diberikan untuk menghilangkan serangan.

Untuk mencegah serangan sianosis dapat diberikan propra-nolol oral 2 mg/kg bb 3 sampai 4 kali sehari, obat ini lebih efektif pada bayi daripada anak lebih besar.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 23

Page 25: Cdk 067 Kardiovaskuler

Pembedahan

C.V. M

5. A

n 1978; 57: 152. 7. A

9. Dickerman JD, Lucey JF. Smith's The Critically Ill Child. Diagnosis and W.B. Saunders Co., 1985.

diatrics, 2nd ed., London: Butter-

7

Pembedahan adalah suatu tindakan yang perlu dipertim-bangkan. Selama kelainan anatomik masih ada anak selalu di-ancam oleh gagal jantung atau serangan sianosis.

Kasus-kasus yang dapat dibedah tergantung pada kemampuan setempat. Tidak semua macam kelainan jantung dapat dibedah sehingga prognosis juga tergantung pada macam dan beratnya kelainan anatomik jantung.

PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada kelainan anatomi yang ada dan kelainan hemodin2rnik yang terjadi. Juga kemampuan pusat kardiologi setempat sangat menentukan oleh karena sering di-perlukan alat canggih untuk menanganinya dan sebagian besar kelainan jantung kongenital memerlukan pembedahan.

KEPUSTAKAAN

1. Friedman WF, George BL. New concepts and drugs for congestive heart failure. Pediatr Clin N Am 1984; 31: 1197-1219.

2. Michaelson, CR. Congestive Heart Failure, St. Louis, Toronto:osby Co, 1983.

3. Moller JH, Neal WA. Heart Disease in Infancy, New York; Appleton Century Crofts, 1981, p. 366-367.

4. Nadas AS, Fyler DC. Pediatric Cardiology. 3rd ed., Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co. 1972, p. 262-75.

wan NA, Miller RR, De Maria AN. Efficacy of ambulatory systemic vasodilator therapy with oral prazosin in chronic refractory heart failure. Circulation, 1977; 56: 346.

6. Awan NA, Miller RR, Mason DT. Comparison of effect of nitroprusside and prazosin on left ventricular function and the peripheral circulation in chronic refractory congestive heart failure. Circulatio

wan NA, Needham KE, Evenson MK, Amsterdam EE, Mason DT. Therapeutic application of prazosin in chronic refractory congestive heart failure. Am J Med 1981; 71: 153-160.

8. Cohn JN. Physiologic basis of vasodilator therapy for heart failure. Am J Med 1981; 71: 135-9.

Medical Management. 3rd ed.10. Kaplan S, Gaun WE, Benzing G, Meyer RA, Schwartz DC. Therapeutic

advance in pediatric cardiology. Pediatr Clin N Am 1978; 25: 891-907. 11. Jordan SC, Scott O. Heart Disease in Pe

worth & Co., Ltd. 1981, p. 159-69. 12. Roulean IL, Wamica JW, Burgess JH. Prazosin and Congestive Heart

Failure: Sh[ort and Long Term Therapy. Am J Med 1981, 71: 147-52. 13. Shirley HC. Pediatric Therapy, Saint Louis: CV Mosby Co., 1975, p. 698-

10. 14. Dick MH, Campbell RM. Advances in the management of cardiac arrhyth-

mias in children. Pediatr Clin N Am 1984; 31: 1175.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 24

Page 26: Cdk 067 Kardiovaskuler

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 25

Tatalaksana Gawat Darurat Jantung dan Pem arah buluh D

dari segi Bedah Kardiovaskular

Paul Tahalele Seksi Bedak Thorax Kardiovaskular Laboratoriuntl UPF Ilmu edokteran Universitas Airlangga/ Bedah Fakultas K

RSUD Dr. Soetom ,o Surabaya

PENDAHULUAN

Pengelolaan keadaan gawat-daruratpada kelainan-kelainan jantung dan pembuluh darah memerlukan tindakan yang cepat dan tepat agar dapat membantu menyelamatkan penderita, Pada umumnya penderita-penderita tersebut dalam keadaankritiS dan di ambang kematian dengkecil1.

Penentuan diagnosistorium sangat membantu mprinsip-prinsip pemeriksaan dan hal yang sangat penting, yadalam menghadapi kasus-kasjantung dan pembuluh daraindikasi pembedahan jantunbagaimana seorang penderitmendapat pēmbedahan jantukelainan terse-but masih dapatbedah atau dipersiapkan sedarurat dapat ditunda sampai t

Sejarah pembedahan jantjustru didahului oleh pembtajam yang melukai jantung olluka tembus jantung di ChiRehn, (1897) melaporkan halBarat dan sejak itu para ahli dan menjahit jantung yang lhal yang "tabu". Pada 1963, Pokali berhasil menutup PDA pada bayi premelalui jalan operasi jantung tertutup. Selanjutnya penanganan bedah darurat secara terbuka pada kelainan-kelainan jantung

Dibacakan pada: Simpasium Tatalakrana Gawat Darurat di bidang Penyakit Jantung, Surabaya, 9 Pebruari 1991

mencapai kema n setelah ditemukan dan digunakan mesin jantung paru secara klinis pada tahun 1956 oleh John Gibbon4.

Tujuan tulisan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kelainan-kelainan jantung dan pembuluh darah yang memerlukan tindakan bedah darurat, juga indikasi serta waktu yang tepat untuk menentukan tindakan yang optimal.

Secara garis besar, pembedahan darurat pada kelainan-kelainan jantung dan pembuluh darah dibagi menurut kausanya, yaitu : 1. Karena trauma. 2. Karena bukan trauma, yang dikategorikan menurut waktu

penanganannya atau prioritas : 2.1. Gawat Darurat. 2.2. Elektif Darurat.

KELAINAN JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH AKIBAT TRAUMA

1. Trauma Tajam 2. Trauma Tumpul

Trauma tajam pada jantung biasanya mengakibatkan ruptur dinding jantung (RA, LA, RV, LV) termasuk pembuluh darah (koroner,aorta,pulmonalis,vena Cava), atau sekat jantung (ASD, VSD), atau ruptur katup jantung (mitral, aorta); sedangkan trauma tumpul biasanya mengakibatkan kerusakan yang lebih parah (kontusio miokard) dari pada trauma tajam dan memberi-kan prognosis lebih buruk5.

Angka morbiditas dan mo ibat trauma jantung dapat diturunkan dengan tindak n pembedahan yang agresif berupa thorakotomi akut dan kardiorapi, yang menggantikan

an batas keselamatan yang sangat

dengan alat-alat elektronik dan labora-enegakkan diagnosis pasti, tetapi

diagnosis klinik merupakan ng tidak boleh diabaikan terutama

us daruratpada berbagai kelainan h. Para dokter harus mengetahui g - pembuluh darah, kapan dan a dengan kelainan jantung pērlu ng secara darurat. Jika kelainan-

diobati dengan cara bukan cara elektif, maka pembedahan erdapat indikasi yang jelas2. ung dimulai sejak tahun 1880-an,

edahan jantung darurat akibat trauma eh Williams dengan sukses menjahit

cago, Amerilca Serilcat. Sedangkan yang serupa di Frankfurt, Jerman bedah di Jerman berani menjamah uka, yang sebelumnya merupakan

well dan De Canco untuk pertama matur secara darurat

jua

rtalitas aka

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 25

Page 27: Cdk 067 Kardiovaskuler

sikap konservatif dengan atau tanpa didahului tindakan peri-ardiosentesis6,7,8,9,10. Wilson, (1975) mengemukakan bahwa

sekitar 50% kasus hidudapat mencapai rumahhanya 10-50% yang angka kematian kasantara 38-83%6.

Keberhasilan kan oleh 3 faktor' Pertama, tindakan pertolongan pertama di tempat kejadian. Kedua, transportasi yang cepat dan adekuat ke rumahdengan Ketiga, Tindakan Pertolongan Pertama di Tempat Kejadi

Karena adanya perdarahan atau karena jeritan kesakitan an/atau korban langsung jatuh tidak sadarkan diri, biasanya asyarakat awam di sekitamya menjadi takut dan panik; atau enjadi berani untuk melakukan pertolongan pertama yang

eliru, seperti : memberi minum melakukan pijat jantung luar Tnencabut benda yang tertancap di tubuh korban melaporkan kejadian tersebut kepada petugas, sehingga me-

giriman

dengan mengabaikan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan dan laboratorium. Pemeriksaan Foto Polos Thoraks sebagai

ll bila dilakukan arena akan menunda

ibat suatu trauma

thoraks yang is media kanan

dan garis aksilaris anterior kiri, rtai perdarahan hebat atau shock berat,

ih dari

Tamponade jantung memberikan gambaranklinis trias Beck, yang berupa : hipotensi, distensi vena di leher dan suara jantung yang melemah. Tetapi tanda tersebut tidak harus lengkap1,6. Wilson melaporkan hanya 41% dari 63 kasus tamponade jantung akibat luka tusuk jantung yang menunjukkan tanda-tanda trias Beck lengkap'.

Setelah diagnosis ditegakkan, maka tindakan selanjutnya berupa : 1. Atasi tamponade jantung; dapat dengan cara

perlukaan ventrikel dilakukan dengan jahitan

daan tertentu dapat dipakai rti pada operasi Bypass Koroner7,11. pa Thorakotomi akut mempunyai

5,9,11

rbaikan secara adekuat. ekuan darah yang tak mungkin dikeluarkan

perikardiosentesis. D

kp dari korban luka tusuk jantung yang

sakit, tetapi untuk korban luka tembak hidup'. Bodai, (1983) menyatakan bahwa us-kasus sebelum mencapai RS berkisar

pengelolaan trauma tembus jantung ditentu-1:

sakit – disefasilitas bedah tlloraks kardiovaskular. tindakan pengobatan definitif di rumah sak

– atau disertai tanda-tanda tamponade jantung, ai hematothoraks berat (jumlah darah lebi'.

an – atau disert

800 ml). ∗

dmmk––––

nunda waktu penTindakan yang tepat adalah segera mengirim penderita ke

RS terdekat yang mempunyai dokter ahli bedah dan ahli bius yang siap 24 jam11. ∗ Transportasi ke Rumah Sakit secara Cepat dan Akurat

Setiap kendaraan dapat dipakai asalkan cepat; tidak mutlak dengan ambulans. Penderita diletakkan terbaring lurus, jangan ditekuk atau tertekuk dan bila ada fasilitas resusitasi caftan mulailah segera memasang infus dan berikan cairan Ringer Laktat/Garam Fisiologis dengan tetesan cepat11. Jangan me-lakukan pijat jantung luar dan pernafasan buatan karena akan memperburuk kondisi penderita11,12. Tidak kalah penting peranan komunikasi radio medik, mendahului transportasi penderita ke RS yang dituju. ∗ Tindakan Definitif di Rumah Sakit

Kelambatan penanganan trauma tembus jantung pembuluh darah besar akan berakibat fatal1, sehingga diperlukan ketegasan tindakan berdasarkan pemeriksaan klinis yang diatur melalui protokol pengelolaan yang sederhana11.

Prinsip-prinsip dasar penanganan trauma tembus jan-tung7,10,11,13,14.– resusitasi cairan dan transfusi darah – transportasi yang adekuat – diagnosis secara cepat dan tepat – pemeriksaan tambahan (Foto Polos Thoraks, Laboratorium

dll) – tindakan thorakotomi akut dan kardiorapi, kalau perlu di-

dahului tindakan perikardiosentesis sebagai tindakan darurat (live-saver). Bila menghadapi kasus-kasus kritis maka tindakan thorako-

tomi akut dapat dikerjakan bersamaan dengan resusitasi cairan

diagnostik tambahan merupakan suatu pitfapada keadaan hemodinamik tidak stabil ktindakan definitif dan berakibat fatal1,12.

Diagnosis adanya luka pada jantung akditegakkan berdasarkan1,9,12,15 : – terdapat jejas/luka tembus masuk rongga

letaknya di daerah antara garis klavikular

perikardiosentesis atau thorakotomi langsung. 2. Kontrol perdarahan.

– untuk perlukaan ventrikel, dilakukan teknik penempatan ujung jari pada luka tersebut, sedangkan cara lain dengan menempatkan kateter Foley dengan balon yang dikembangkan sedikit ke dalam lubang pada jantung serta dilakukan traksi ringan.

– untuk perlukaan atrium, kontrol perdarahan dilakukan dengan Klem Vaskular Atrarunatis7,11,15,17.

3. Kardiorapi;untuksecara mattress dan menggunakan pledget atau dapat diganti dengan fascia-otot. Sedangkan untukperlukaan atrium

Pada keadijahit secara jelujur. mesin jantung paru sepe

indakan agresif beruTbeberapa keuntungan : 1. Lokasi luka dapat diketahui dengan pasti.

Dapat dilakukan pe2.3. Sering didapat b

dengan cara aspirasi4. apat mencegah timbulnya perdarahan sekunder. 5. Mengurangi risiko komplikasi kerusakan miokard atau per-

lukaan arteri koronaria saat dilakukan perikardiosentesis. 6. Dapat membersihkan sisa darah dalam rongga perikard

yang dapat memberikankomplikasi seperti : efusi perikard khronis, perikarditis adhesiva atau sindroma konstriktiva.

Evaluasi Pasca Bedah

Bila keadaan pasca bedah telah stabil, maka perlu dilakukan evaluasi pasca bedah dengan pemeriksaan-pemeriksaan khusus kardiologi, seperti : rekaman jantung, ekhokardiografr, kate-

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 26 Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 26

Page 28: Cdk 067 Kardiovaskuler

terisasi jantung, angiografi (termasuk angiografi koroner). Hal-hal yang perlu dipikirkan adalah adanya sindrom perikarditis, endokarditis, defek septum (ASD, VSD), iskemi miokard, gangguan irama/konduksi (intrakardial), ruptura muskulus papillaris, daun katup dan adanya aneurisma ventrikel5,11.

Tindakan selanjutnya tergantung pada jenis kerusakan sisa dan indikasi pembedahannya agar dapat dipersiapkan sebaik-baik

a.

ber 1989) ntung di

U s), RS Kato

ulang kosta yang patah 1 kasus (8,3%) dan 1 rauma tumpul yang menyebabkan ruptur

pasca bedah ditemukan d 1 kasus

me 8,3%), Survival rate 91,7% (11 kasu

UNG DAN PEMBULUH DARAH BU-

Pen

reat Arteries (TGA). U–

–entricular Canal (AV Canal).

rome (HLHS)4

rjadi adalah atresia katup

bila rtai atresia/hipoplasi katup mitral, hipoplasi ventrikel

Dia

den aglandin E . Operasi tahap I bersifat paliatif, beru

pa menciptakan hubungan langsung anta

onalis ke katup trikuspid.

a berkisar

Patent

PDracalis Alu

nya termasuk penggunaan sirkulasi ekstra korporal atau bedah jantung terbuk

Pengalaman di Surabaya

Selama periode 5 tahun (Januari 1985 s/d Desemtelah dirawat 12 penderita dengan trauma tembus jaRS D Dr. Soetomo (10 kasus), RS Adi Husada (1 kasu

lik (1 kasus) : seluruhnya laki-laki (100%); sebagian besar (11 kasus) mengenai usia produktif (20-43 tahun); etiologi ter-besar adalah trauma tajam karena tusukan senjata tajam 9 kasus (74,8%), tertembus peluru senapan angin 1 kasus (8,3%), ter-flank fragmen tkasus (8,3%) akibat tdinding ventrikel Icarian. Evaluasiembolisasi peluru senapan angin ke a. poplitea ki(8,3%), ikterus 2 kasus (16,6%), VSD 1 kasus (8,3%), dan

ninggal dunia 1 kasus (s) serta 10 kasus (83,3%) telah kembali bekerja11,15.

KELAINAN JANTKAN AKIBAT TRAUMA

yakit Jantung dan Pembuluh Darah Bawaan4,16,18,19

Kegagalan jantung selama bulan pertama kehidupan; me-nurut usianya digolongkan menjadi18 : 1. Pada saat lahir.

– Hypoplastic Left Heart Syndrome (HLHS). 2. Usia 1-7 hari.

– Patent Ductus Arteriosus (PDA). – Total Anomalous Pulmonary Venous Connection (TAPVC). – Transposition of the G

3. sia 7-11 hari. Aortic Stenosis.

– Pulmonary Stenosis. – Coarctation.

4. Usia 14-30 hari. Ventricular Septal Defect (VSD).

– Atrio V Hypoplastic Left Heart Synd

Kondisi yang lebih banyak teaorta bersama-sama aorta ascendens yang hipoplastik; tetapi

disekiri dan septum interventrikularis yang utuh, disebut Hypoplastic Left Heart Syndrome (HLHS).

gnosis Klinik Bayi baru lahir dengan tanda-tanda sianosis, distres napas

dan takikardi. Kemudian terjadi kegagalan jantung kongestif dan

meninggal dalam usia 1 minggu.

Pemeriksaan Tambahan – EKG. – Foto Polos Thorax; tampak kardiomegali sedang dengan

peningkatan aliran darah pulmoner. – 2-D Echocardiography, tampak ventrikel kanan beserta

katup trikuspid yang besar dan ventrikel kid, katup mitral dan aorta asendens tampak kecil/tidak tampak. Kateterisasi jantung serta cineangiography, dilakukan atas indikasi untuk keperluan koreksi anatomi.

Pengobatan Bila terdapat ductus arteriosus, diusahakan tetap terbuka

gan prost 1pa menghubungkan ventrikel kanan ke aorta, paling ideal

dengan cara melebarkan aorta asendens; bila mungkin juga mempertahankan tetapi membatasi aliran darah ke paru dan dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan. Operasi tahap II bersifat definitif, dilakukan pada bulan ke 6-24 bila bayi tersebut dapat hidup; beru

ra atrium kanan ke arteri pulmonalis dan menghubun gkan vena pulm

Prognosis ada operasi tahap pertamAngka kematian p

ant 5ara 0-91% dan operasi tahap kedua 18-82%4.

Ductus Arteriosus (PDA) A merupakan suatu hubungan terbuka antara aorta tho-

descendens bagian atas dengan bagian proksimal arteri

r Pengelolaan Penderita PDA pada Bayi Prematur

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 27

Page 29: Cdk 067 Kardiovaskuler

pulmonalis kiri (persisten). Dengan tingginya angka kejadian prolonged patency dari discuss arteriosus pada bayi prematur (usia kehamilan kurang dari 36 minggu), maka perlu diambil langkah-langkah penanganan definitif yang menguntungkan. Walaupun masih terdapat kontroversi dalam pengobatan PDA pada

ontan , sehingga pemilihan penderita haru lebih selektif.

rkan : – G

tara atrium

l : 2 bayi meninggal ggal karena agian besar

gga mortalitas cukup ting

n angka kematian PDA pada bayi-bayi pre t ayi-bayi dengan beratbadan < 1,5 kg a penderita yang dioperasi lebih

terapi konservatif (11% vs 23%).

To A on (TAPVC)4

berupa tidak ter-nalis dan atrium

(25%) 4. B

Bayi-bayi dengan TAPVC pada umumnya memberikan ge-

itis pada beberapa minggu ama kelahiran. Kecurigaan TAPVC -gejala takipnea yang tidak bisa

e

tuk menentukan morfologinya.

– K

es (TGA)4,16,19

DA,

intrakardiak.

bayi prematur, peranan dokter ahli bedah adalah terutama bila terapi konservatif dengan obat-obatan tidak memberikan hasil. Fakta lain menyebutkan bahwa PDA pada bayi prematur 80% dapat menutup sp 4

sIndikasi operasi berdasaejala-gejala klinik berupa distres napas.

– CTR bertambah. – PDA yang besar, yang dibuktikan dengan pemeriksaan

echokardiografi.

Diagnosis Klinik Diagnosis berdasarkan tanda-tanda kegagalan jantung

kongestif berupa takipnea, takikardi dan bayi menjadi rewel, disertai adanya continuous murmur yang pada mulanya berupa murmur sistolik. Pemeriksaan Tambahan

Foto Polos Thoraks, menunjukkan tanda-tanda peningkatan PulmonaryVascular Pattern disertaikardiomegali (CTR> 50%).

2-D Echocardiography, mendapatkan rasio ankiri dan aorta lebih besar atau sama dengan 1,5; menunjukkan shunt yang besar. Peng 20alaman di Surabaya :

Selama 3 tahun terakhir (1988-1990) telah dilakukan ligasi prematur dengan hasiduktus pada 4 bayi

karena kegagalan napas dan seorang lagi meninintestinal (survival rate 25%). Sebperdarahan gastro

dat ang dalam keadaan terlambat, sehingi.

Prognosis eM nurut kepustakaa

ma urlebih tinggi pada btian paddan angka kemadikecil dari pada yang

tal nomalous Pulmonary Venous Connecti

TAPVC adalah kelainan jantung bawaandapat hubungan langsung antara vena pulmokiri; semua vena pulmonalis bermuara ke atrium Icarian. Pen-derita TAPVC dapat hidup setelah kelahiran karena terdapatnya ASD atau foramen ovale yang tetap terbuka.

Menurut lokasinya TAPVC dibagi dalam 4 tipe : 1. Suprakardiak (45%)

. Kardiak (25%) 23. Infrakardiak

entuk campuran ( 5%)

Diagnosis Klinik

jala klinik yang serius dan krpertama atau bulan pert

la ada gejalatimbul bidit rangkan sebabnya dan merupakan gejala utama. Sebagai diagnosis diferensial pada 2 minggu pertama adalah pneumonia yang difus dan retcnsi cairan fetal di paru; di samping itu perlu dipikirkan aspirasi mekonium serta miokarditis.

Pemeriksaan Tambahan – Foto Polos Thoraks.

2-D Echocardiography, cukup akurat un– diagnosis

ateterisasi jantung dan angiokardiografi, merupakan diagnostik definitif.

Pengobatan

Koreksi anatomis dikerjakan dengan bantuan sirkulasi ekstrakorporal (cardiopulmonary bypass) dan total circulatory arrest dengan hipotermi yang dalam (18°-20°C). Secara rutin harus mencari dan menutup PDA, walaupun pra bedah tidak terdiagnosis. Prognosis

Angka kematian di rumah sakit setelah koreksi operasi TAPVC dalam tahun pertama berkisar 11-25%4.

Transposition of the Great Arteri

TGA adalah kelainan jantung bawaan di mana aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri (ventriculoarterial discordant connection). Kelainan ini dapatbersamaan dengan kelainan jantung yang lain seperti PVSD, kelainan katup mitral/trikuspid, koarktasio aorta, LVOTO.

Insidens TGA : 7-8% dari semua kelainan jantung bawaan. Bayi dengan TGA yang dapat bertahan hidup sampai 1 bulan : 55%, 6 bulan : 15% dan 1 tahun hanya 10%16. Diagnosis Klinik

Keluhan dan gejalaklinik tergantung dari derajat mixing dari kedua sistim pembuluh darah aorta dan a. pulmonalis serta besarnya aliran darah ke paru. Bila mixing tersebut kecil, maka saturasi 02 rendah dan memberikan gejala hipoksia berat.Sianosis akan bertambah bila ada pengurangan aliran darah ke paru seperti LVOTO atau kelainan pembuluh paru. Sianosis akan tampak pada 50% bayi pada jam pertamakelahiran hidup dan 90% dalam hari pertama, terutama pada bayi tanpa VSD; tetapi biasanya terdapat foramen ovale yang terbuka atau ASD. Pemeriksaan Tambahan – Foto Polos Thoraks, untuk TGA tanpa VSD, akan terlihat

gambaran bayangan jantung berbentuk telur dengan penyem- pitan pada mediastinum superior dan mild pulmonary plethora.

– 2-D Echocardiography, dapat memberikan diagnosis definitif. – Kateterisasi jantung dan sineangiografi; pemeriksaan ini di-

lakukan sebelum tindakan bedah dengan mengukur semua tekanan dan saturasi O2, untuk mengetahui kelainan-kelainan

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 28

Page 30: Cdk 067 Kardiovaskuler

Pengobatan Pada minggu pertama kelahiran dilakukan tindakan darurat

pertama yaitu BAS (Balloon Atrial Septostomy) dengan cara membuat ASD melalui kateter transkutan. Tindakan penyela-matan ini memberikan angka survival 89% pada usia 3 bulan pertama. Tahap berikutnya dapat direncanakan secara elektif : koreksi total, tergantung kelainan anatomi yang bersamaan. 1. Banding a.pulmonalis, untuk TGA dengan VSD yang besar. 2. Operasi Rastelli, untuk TGA dengan VSD dan LVOTO. 3. Operasi Switch Over, pada umumnya dilakukan pada usia 1

b ekstrakorporal, circulatory ). Termasuk me-

tasi arteri koronaria.

hampir selalu dan cepat menyebabkan Ice-f dan bayi tersebut meninggal dunia

ography bersama-sama dengan fonokardio-esarnya ventrikel kiri dan carotid

l

ipnea, unt pada

l utuh, tidak ada sianosis. an jantung berat terdapat pula i thrill.

ahan – E

n pertama dengan mempertahankan teriosus dengan suntikan Prostaglandin

a

oio aorta merupakan penyempitan klasik dari aorta

iagnosis Klinik eonatus gejala klinik timbul berupa kegagalan jan-

tung di sepanjang

tepi iri sternum. Tidak teraba pulsasi a. femoralis dan mungkin eonatus).

– T

entricular Septal Defect (VSD)ah atau beberapa lubang pada septum

etetaTet

gag

ulan dengan bantuan sirkulasiarrest dan hipotermi yang dalam (18-20°Clakukan re-implan

4. Operasi Atrial Switch menurut Senning atau Mustard.

4Aortic StenosisStenosis katup aorta bawaan adalah obstruksi pada katup

akibat penebalan; merupakan 5% dari kasus-kasus dengan pe-nyakit jantung bawaan. Pada bayi dengan stenosis katup aorta yang berat dilakukan operasi darurat pada saat diagnosis di-egakkan, karena t

gagalan jantung kongestidalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah lahir. Pemeriksaan Tambahan – EKG dan Foto Polos Thoraks.

2-D Echocardi–grafi untuk menganalisis bupstroke.

– Kateterisasi jantung dan angiografi, merupakan diagnostik definitif. Perbedaan tekanan lebih dari 75 mmHg atau luas permukaan katup kurang dari 0,5 cm2 menunjukkan stenosis berat. Kegagalan ventrikel kiri ditandai dengan kenaikan LVEDP.

Pengobatan

Pada bayi dengan gejala klinis yang sangat kritis, dilakukan operasi valvotomi terbuka dengan bantuan mesin jantung-paru atau percutaneus balloon valvotomy.

ulmonary stenosis tanpa VSDP 4

Di sini hanya dibatasi pada stenosis katup pulmonadengan atau tanpa stenosis pada infundibulum; disebut stenosis pulmonal yang simple dan merupakan 10% dari semua kasus penyakit jantung bawaan. Diagnosis Klinik

, takPada neonatus menyebabkan keadaan kritis,iritabelnyaRight to Left Shdan hipoksia berat dengan ada

posisi atrial. Bila septum interatriaSelain menyebabkan kegagal

murmur sistolik dan sering diserta Pemeriksaan Tamb

KG dan Foto Polos Thoraks

– 2-D Echocardiography, hampir pasti memberikan diagnosis. – Kateterisasi jantung dan sineangiografi, memberikan diagno-

sis definitif.

Pengobatan Gejala klinik pada neonatus adalah tidak umum terjadi,

tetapi bila ada maka prognosisnya sangat jelek apabila tidak iterapi. d

Tindakan pertolongartetap terbukanya duktus a

El (PGE1) secara i.v. 0,05 - 0,4 ug/kg BB/menit. Selanjutnya dil kukan valvotomi tērbuka dengan bantuan mesin jantung paru, atau percutaneus balloon valvotomy.

arktasio AortaK 4

Koarktasthorakalis desendens pada tempat menempelnya ductus arterio-sus, disertai perbedaan tekanan di daerah tersebut.

Merupakan 5-8% dari kelainan jantung bawaan. Menurut posisinya terhadap ductus, terdapat 3 tipe koarkta-

sio aorta : 1. Preductal, 2. Juctaductal dan 3. Postductal.

DPada n kongestif. Pada bayi tersebut tampak takipnea dan problem

makan disertai irama gallop serta murmur sistolikk

timbul tanda-tanda hipertensi (sangat jarang pada nPada neonatus dengan koarktasio aorta murni, 5% akan

berkembang ke arah kegagalan jantung kongestif yang membandang pada minggu pertama kelahiran dan mungkin akan meninggal bila tidak diopeiasi.

Pemeriksaan Tambahan – 2-D Echocardiography – Kateterisasi jantung dan terutama aortografi, akan

memberikan diagnosis pasti.

Pengobatan indakan pertolongan pertama pada neonatus yang dalam

keadaan kritis yaitu mempertahankan tetap terbukanya ductus dengan suntikan Prostaglandin El secara i.v.

– Dapat pula dikerjakan balloon angioplasty, walaupun masih kontroversi4.

– Selanjutnya tindakan bedah darurat atas indikasi lebarnya lumen kurang dari 50% yaitu melebarkan koarktasio aorta dengan PATCH melalui insisi thorakotomi kiri.

4V

VSD merupakan sebuint rventrikularis. VSD tidak hanya merupakan lesi primer

pi dapat merupakan bagian dari lesi yang lain seperti ralogi Fallot, AV Canal Defect, TGA, Truncus Arteriosus,

Tricuspid Atresia dan lain-lain.

Diagnosis Klinik Bayi dengan VSD yang besar dapat memberikan gejala

a g membandang pada beberapa bulan pertama l jantung yan

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 29

Page 31: Cdk 067 Kardiovaskuler

kehidupan, disertai ketidakmampuan untuk makan, sweating dan

(semedist 50% tekanan darah

erasi paliatif.

g pada neonatus dengan VSD primer adal

elainan Jantung dan Pembuluh Darah Yang Didapat gestif Intermiten disertai Syncope

iovaskular terdapat 2 jenis

yan1. antung.

My

teta menimbulkan obstruksi aliran darah atau mboli tumor ke perifer atau ke paru akan memberikan gejala

las seperti dispnea, edema, asites, murmur karena sten

Mit nosis dengan thrombus traatrial yang lain adalah

mitr

eriksaan secara non-invasif yang dapat dengan tepat mendiagnosis letak masa intra atrial.

ung dan angiografi merupakan pcmcriksaan i

Penkan melalui operasi

ntung terbuka dengan tehnik NO TOUCH dan trauma yang ian jantung sehingga mengurangi le-

lek tumor di septum interatrialis; sedangkan untuk is dengan trombus, selain mengeluarkan trombus

ns16,21

ka media. "An

e Aneurisma Dissecans2l

ca com

ma dissecans dimulai pada daerah distal dari arteri subclavia.

st

1. 2.

4. neurologis.

gunyan ransamine).

yeri ini disertai tanda-tanda shock dan hipotensi atau bila a-tanda hipertensi. Pada

ausk

eatinin) akibat kompresi arteri jala obstruksi arteri perifer tergantung lokasi

edema pulmonal kronik. Pemeriksaan Tambahan – EKG dan Foto Polos Thoraks. – 2-D Echocardiography. – Kateterisasi jantung, merupakan diagnostik pasti. Pengobatan

Pada VSD besar yang disertai kelainan jantung yang lain perti TGA), maka dilakukan banding pada a. pulmonalis lalui insisi thorakotomi kiri anterolateral (tekanan di sebelah al a. pulmonalis harus turun kurang dari

sistemik); Pulmonary Banding adalah suatu tindakan op

Indikasi Bandinah .

∗ Terdapat gagal jantung yang berat pada septum Swisscheese. ∗ Bersamaan dengan koarktasio aorta yang berat dan gagal

jantung yang berat dalam 2 bulan pertama kehidupan. Selanjutnya dilakukan penutupan VSD dengan bantuan

mesin jantung paru, bila terdapat gagal jantung yang beratdan membandang disertai tanda-tanda kegagalan napas.

KKegagalan Jantung Kon

Dan kepentingan bedah kardkelainan jantung yang memberikan tanda-tanda klinik di atas,

g ditandai adanya masa intra atrial, yaitu18 : Myxoma j

2. Mitral stenosis dengan thrombus.

xoma jantune4,21

Pada umumnya tidak memberikan keluhan yang spesifik, pi bila masa tumor

eMinis yang je

osis atau inkompetensi katup jantung, tanda-tanda emboli dan aritmia serta sinkope.

ral steSelain myxoma, maka masa inal, stenosis dengan ball valve thrombus4,18

Pemeriksaan Tambahan – Ekhokardiografi, pem

– Kateterisasi jantnvasif yang berisiko tinggi akan terjadi emboli tumor atau

thrombus.

gobatan Pengangkatan masa intraatrial dilaku

jaminimal pada bagian-bag

pasnya masa tumor. Untuk myxoma, dilakukan eksisi sampai pada tempat me-

atnya tangkai Mitral Stenosjuga dilakukan kommisurotomi katup atau pergantian katup. Pengalaman di Surabaya

Telah dilakukan 4 operasi pengangkatan myxoma yang letaknya di atrium kid (1) dan atrium kanan (3) selama 4 tahun terakhir (1987-1990) dengan hasil baik; tidak ada tanda-tanda kekambuhan. Diagnostik ke empat kasus tersebut cukup dilaku-kan dengan pemeriksaan ekhokardiografi non invasif21.

Aneurisma Disseca

Istilah dissecting aneurysm sebenarnya merupakan istilah yang salah, karena aneurismanya sendiri tidak ditemukan saat pembedahan akut. Keadaan yang sebenarnya adalah terjadi suatu pembelahan diri dinding aorta, terutama di tuni

eurisma" ini disebabkan oleh kombinasi kelainan tunika media aorta dan hipertensi. Macam-macam tip

Tergantung dari lokasi asalnya dan eksistensinya ke arah distal, maka De Bakey membagi aneurisma dissecans menjadi 3 tipe : • Tipe I : Aneurisma dissecans dimulai dari aorta ascendens dekat katup aorta, menyebar ke distal sampai arteri ilia

munis. • Tipe II : Aneurisma dissecans dimulai dan letaknya terbatas pada aorta ascendens. Tipe ini biasanya terjadi pada sindroma Marfan. • Tipe III : Aneurisisthmus arcus aorta, sebelah

Letaknya dapat terbatas' (tipe III 1) atau menyebar ke arah di al sampai di bawah diafragma (tipe III 2). Gejala Klinik

Manifestasi gejala klinik dibedakan dalam 4 bagian : Gejala-gejala di daerah thoraks. Gejala-gejala di daerah abdominal-renal.

3. Gejala-gejala dari obstruksi arteri-perifer. Gejala-gejala Nyeri hebat mendadak di daerah retrosternal atau di pung-

g; harus dibedakan dengan nyeri akibat infark miokard g bersifat gradual (periksa EKG dan enzym t

Nletaknya terbatas terdapat tand

ultasi, terdengar murmur diastolik pada posisi aorta karena terdapat insufisiensi katup aorta.

Timbul gejala-gejala akut abdomen karena iskemi usus akibat pembuntuan arteri mesenterika superior, juga disertai ke-gagalan ginjal (periksa BUN, krrcnalis. Gejala-getcrjadinya, dapat di extremitas superior maupun extremitas inferior. Sedangkan gejala-gejala neurologis yang diakibatkan

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 30

Page 32: Cdk 067 Kardiovaskuler

oleh iskemi otak, medulla spinalis atau saraf perifer tergantung dari arteri yang terkena.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasar

rdapat kan pemeriksaan : pelebaran mediastinum dan

pi sering mbaran hipertrofi ventrikel kiri akibat hipertensi

an tergantung beberapa faktor yang mempengaruhinya anta

keadaan jantungnya sendiri.

tven cans dan

menetap, hem toma mediastinum yang terus membesar, adanya murmur

terkena-

reimplantasi a protesa aorta.

Penyakit Jantung Koronerbuluh darah koroner oleh proses atheroskle-

rotik

berulang (unstable angina pectoris). Walaupun banyak terdapat kontroversi dalam pengobatan

likasi-komplikasi yang ter-jadi

edah darurat.

jant ak

darinf akut berkisar 4-24%; biasanya terjadi pada hari

ertama sampai hari ke 12. Bila terjadi setelah 14 hari, perlu anya perdarahan dari pecahnya aneurisma palsu.

si Mitral Akut

Kira-kira 1% kematian oleh karena infark miokard akut a VSD akut. 50% dari kasus-kasus

VSD

iagnosis klinik ditegakkan berdasarkan : EKG.

– P

buluh koroner dan performance ventrikel kiri.

Pen

a hari atau minggu sampai terjadi penyembuhan dari ru

tegakkan. Koreksi bedah berupa penutupan VSD ng

aaortik untuk mempertahankan kestabilan m

Uns

. Nyeri dada membandang, tidak hilang bila diterapi secara al termasuk nitrat, tetapi hilang bila diberi opiat

d dapat sementara atau me-

mal.

D a

– Foto Polos Thoraks, teefusi pleura.

EKG, sulit dibedakan dengan infark miokard teta–tampak gayang ada sebelumnya.

– Aortografi, menunjukkan gambaran lumen ganda pada aorta.

Pengobatan Prognosis penyakit ini buruk. Progresivitas dan hasil

pengobatra lain : usia penderita, lokasi tempat asalnya terjadi, hiper-

tensi atauPengobatan konservatif berupa pemberian obat-obatan

un uk mengontrol hipertensi dan memperbaiki kontraktilitas trikel kin sehingga dapat menghentikan proses disseeksanguinasi. Indikasi pembedahan ditegakkan berdasarkan adanya

aneurismadissecans yang berkelanjutan, nyeri yanga

diastolik pada aorta, tanda-tanda efusi perikardial atau nya arteri perifer.

Prinsip pembedahan adalah melakukan eksisi dan rekon-struksi bagian aorta yang terkena beserta cabang-cabangnya, termasuk juga pergantian katup aorta danpembuluh koroner pad

4,16,18

Penyempitan pem atau thrombus akan menyebabkan infark miokard dengan

segala komplikasinya seperti ruptur jantung (terjadi tamponade jantung akut), ruptur septum interventrikularis (terjadi VSD "buatan"), ruptur m. papillaris (terjadi regurgitasi katup mitral akut), gangguan konduksi jantung (aritmi, bradikardi,AVblock), hipotensi atau iskemi yang

penyakit jantung koroner serta komp, bedah kardiovaskular masih diperlukan terutama pada

komplikasi akut yang membutuhkan tindakaab

Ruptur Jantung Ruptur jantung memberikan gejala klinik berupa tamponade

ung akut, dan merupakan penyebab kematian mendadyang ketiga setelah syok kardiogenik dan aritmi sebagai akibat

i infark miokard akut. Angka kejadian ruptur jantung akibat ark miokard

pdipikirkan ad

Pengobatan Lihat keterangan tentang tamponade jantung

VSD dan RegurgitaKemunduran hemodinamik pada infark miokard akut yang

berjalan cepat dan sering mendadak berupa edema paru dan hipotesi dapat disebabkan oleh terjadinya VSD maupun regurgitasi mitral akut.

disebabkan oleh terjadiny maupun regurgitasi mitral akut terjadi dalam waktu 48

jam setelah serangan nyeri dada, sedangkan yang terjadi dalam minggu pertama lebih dari 95%16

Diagnosis Klinik

D– Gejala klinik, rekaman

engukuran tekanan oksigen jantung kanan dengan kateter Swan Ganz.

– Pemeriksaan non-invasif dengan radionuklid dan ekhokar-diografi.

– Pemeriksaan invasif berupa kateterisasi jantung, sekaligus untuk mengetahui pem

gobatan Walaupun secara medikal dapat dilakukan pengobatan selama

beberapke sakan miokard, akhir-akhir ini pengobatan cenderung ke arah koreksi bedah secara elektif darurat (urgent) segera setelah diagnosis dide an patch dan penggantian katup mitral untuk regurgitasi mitral akut. Sebelum pembedahan sebaiknya dilakukan pema-sangan balon intrhe odinamik.

table Angina Pectoris16

Definisi klasik : 1

konvensionosis tinggi.

2. Gelombang T dan ST abnormal,netap.

3. Umumnya pemeriksaan enzim jantung nor

i gnosis Klinik Diagnosis klinik ditegakkan berdasarkan :

– Gejala klinik dan rekaman EKG. – Ekhokardiografi. – Angiografi koroner dan ventrikulografi. Pengobatan

Walaupun terdapat kontroversi antara terapi medikal dan bedah bypass koroner darurat, dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua terapi tersebut dalam hal angka mortali-tas (3% vs 5%), terapi bedah darurat atau elektif darurat tetap harus dipertimbangkan terutama untuk penderita-penderita yang tidak ada respons terhadap terapi medikal. Keuntungan lain dari

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 31

Page 33: Cdk 067 Kardiovaskuler

tindakan bedah adalah hilangnya angina pektoris. Beberapa klinik cenderung lebih mempertahankan kesta-

namik beberapa hari sebelum operasi dilakukan 16

bilan hemodidengan pemasangan balon intraaortik . Bagan : Alur Pengelolaan Penderita IMA

KO DISI KHUSUS

rti senjata tajam, luka tembak, kecelakaan

6 jenis penyebab medikal : neoplasma, uremik, .

ma sering dise-babkan oleh Pengobatan Antikoagulan dan juga dapat terjadi

kibat infark miokard akut. Rupt

valsava.

emberikan gejala klinik yang dak spesifik seperti : nausea karena bendungan di abdominal

patik), meningkatnya tekanan vena di leher, kepa as, nyeri dada,

otensi, pulsus paradoksal,

a) enunjukkan sinus takikardi, low voltage, gelom-

b) jant globuler atau trianguler dan kadang-kadang

isertai gambaran efusi pleura. iografi, merupakan suatu cara pemeriksaan klinik

yang

se terbuka melalui jalan subxyphoid. ebagai pedoman observasi dan tindakan klinik :

n fisiologis atau siapkan tranfusi d

erturut-turut selama 2 jam pertama keluar 300

∗ ng keluar cairan kehitaman atau serohemorrhagis

au sternotomi, dengan atau tanpa bantuan

ding4,5,16,21

Etio

– Rasa nyeri hebat di rongga thoraks atau abdomen

N

Tamponade jantung Tamponade jantung merupakan suatu kondisi kelainan

hemodinamik akibat bertambahnya timbunan cairan atau darah di dalam kantong perikard yang ditandai dengan kenaikan te-kanan cairan perikard16

Etiologi

Setiap penyebab efusi perikard dapat mengakibatkan tam-ponade jantung dan ini bervariasi baik dari faktor-faktor medikal maupun bedah. 1. Trauma (Faktor Bedah)

Dapat berupa trauma tajam atau tumpul yang mengenaidinding thoraks sepelalu lintas. Termasuk juga trauma iatrogenik berupa perforasi jantung atau ruptur arteri koroner akibat tindakan diagnostik dan terapi seperti elektrode pacemaker, kateterisasi jantung, angioplasti koroner, perikardiosentesis atau sebagai komplikasi pasca bedah jantung terbuka/tertutup. Kondisi di atas biasanya menyebabkan tamponade jantung akut dan digolongkan ke dalam faktor bedah. 2. Bukan Trauma (Faktor Medikal)

Terdapatrheumatik, hemorrhagik, infeksi dan idiopatik

Hemoperikard karena faktor Bukan Trau

pada ruptur aneurisma ventrikel kiri aur aneurisma ventrikel kiri biasanya fatal dan memberikan

gejala hemoperikard akut yang masif. Adapun penyebab lain ruptur jantung adalah : endokarditis infektif, abses miokard, disekasi aneurisma sinus

Diagnosis klinik Yang akut memberikan gejala klinik berupa sesak napas,

anemia dan tanda-tanda trias beck. Yang subakut atau kronik, m

ti(intestinal dan he

la dan abdomen, tanda-tanda sesak nappanas badan, menggigil, hiphepatomegali sampai edema tungkai1-16

Pemeriksaan Tambahan EKG, m

bang ST dan T yang abnormal nonspesifik. Foto polos thoraks, menunjukkan pembesaran bayangan

ung, gambarandc) Ekhokard

dapat dipercaya dan tidak mengganggu penderita. d) Pemeriksaan hemodinamiksepertiCVP,PAwedgepressure, intraarterial pressure,LVDP dan diagnosis pasti ditegakkan bila tekanan intraperikard dapat diukur melalui perikardiosentesis atau punksi percobaan perikard. Pengobatan • Drainase perikard, dapat melalui perikardiosentesis atau tindakan draina

S∗ pasang 2 buah infus caira

arah ∗ pada saat drainase perhatikan warna dan jumlah cairan yang

keluar, bila cairan yang keluar berupa darah segar melebihi 800 cc atau bcc perjam, maka segera siapkan operasi darurat bila ya atau serous, drainase diteruskan dan dianalisis.

• Thorakotomi atmesin jantung paru :

utup bagian yang ruptur ∗ ta ventrikel kiri ∗ reseksi aneurism

∗ bypass pembuluh koroner.

Internal Blee

logi Terjadinya timbunan darah dalam rongga thoraks atau

abdomen akibat ruptur aneurisma aorta thorakalis atau abdomi-nalis secara akut. Diagnosis klinik

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 32

Page 34: Cdk 067 Kardiovaskuler

– Tanda shock hemorhagis dengan anemia berat – T

rbentuk di jantung kiri merupakan pe-rifer yang terbanyak (lebih dari 95%)21.

rang pada usia di bawah 20 tahun.

ah, otak.

cat

eraba atau tidak teraba denyutan di atas masa di tengah dinding abdomen, menjalar ke arah lateral dan terjadi hema-toma sekunder di daerah retroperitoneal. Pemeriksaan Tambahan – Foto Polos Thoraks, tampak gambaran suram (hematotho-

raks) di sebelah kiri dan dapat dibuktikan dengan punksi percobaan.

– USG, merupakan suatu cara diagnostik yang dapat dipercaya dan tidak invasif.

– Aortografi, merupakan suatu cara pemeriksaan invasif dan memberikan kepastian diagnosis.

Pengobatan

Operasi darurat dengan jalan melakukan reseksi aneurisma dilanjutkan rekonstruksi dengan graft secara interposisi atau menutup bagian yang ruptur dan dilakukan graft secara bypass. Emboli Arteri Emboli Arteri Perifer

Emboli arteri merupakan salah satu faktor penyebab ter-banyak dari obstruksi arteri akut21. Embolus yang terjadi dapat berupa udara, lemak, benda asing, sel-sel tumor dan trombose yang terbentuk di jantung kiri karena penyakit katup mitral atau penyakit jantung koroner dengan komplikasi infark miokard, aneurisma ventrikel fibrilasi atrial; atau berasal dari trombose di dinding aneuristna aorta thorakalis dan aneurisma aorta abdominalis.

Trombus yang tenyebab emboli arteri pe Distribusi usia dan jenis kelamin

Emboli arteri banyak terjadi pada wanita (wanita vs pria hampir 2:1), sebagian besar (60%) terjadi pada usia antara 50-

0 tahun dan sangat ja7 Lokalisasi

Paling sering emboli arteri berhenti pada a. femoralis, kemudian menyusul a. iliaka, a. poplitea, bifurkasi aorta dan jarang pada lengan, tungkai baw Gejala klinis

Timbul tiba-tiba dan jelas menimbulkan tanda-tanda iskemi jaringan atau organ yang terkena. Bila mengenai ekstremitas memberikan gambaran klinik yang karakteristik menurut pola 6"P" dari Pratt, (1954)21 - (Tabel 1). Tabel 1. Gambaran klinik 6"P" dari Pratt

1. Pain 2. Paleness

= nyeri = pu

3. 4.

Paraesthesia Pulselessness

= kesemutan = denyut nadi hilang

5. 6.

Paralysis Prostration

= lumpuh = shock

Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 1. Gejala klinis, terutama adanya gejala 6 P. 2. Pemeriksaan fisik tentang asal emboli seperti auskultasi jan-

tung, adakah murmur pada posisi mitral atau fibrilasi atrial. 3. Pemeriksaan tambahan : EKG, Ekhokardiografi, arteriografi,

oscillography atau Doppler. riksaan arteriografi pada kasus emboli arteri

ekst

anfacies marmorata di ulit, maka tindakan embolektomi hanya untuk mengurangi

t. Di Barat keadaan ini y

emboli u

tiologi dengan risiko tinggi mendapatkan emboli paru

stif. 2. T

4. .

6.

bophlebitis

n keluhan dan gejala yang dengan kelainan-kelainan

i : kegagalan jantung kongestif, asis.

boratorium umumnya tidak memberikan ang spesifik.

3. P

iography. Keluhan dan gejala klinik yang timbul tergantung dari cara

paru, dapat berupa salah satu dari ketiga

Khusus pemeremitas tidak mutlak dilakukan bila gambaran klinik sudah

jelas.

Pengobatan Tindakan operasi darurat berupa embolektomi dengan

Fogarty Catheter dan pembiusan lokal akan berhasil reversibel bila waktu terjadinya emboliktrang dari 8-12 jam. Bila lebih dari 12 jam dan sudah terdapat gambarktingginya amputasi. Emboli Arteri Pulmonalis

Emboli arteri pulmonalis atau emboli paru merupakan keadaan yang umum terjadi sebagai komplikasi dari penderita yang lama berbaring di rumah sakiban ak terdapat, misalnya di Amerikā Serikat menurut perkiraan terdapat 150.000 penderita pertahun dengan par yang fatal sedangkan kasus yang tidak fatal sejumlah 600.00 pertahun, di Indonesia tidak ada data. Angka kematian cukup tinggi, sekitar 18-38%16. E

Penderitaadalah : 1. Penyakit jantung, terutama kegagalan jantung konge

rauma, terutama patah tulang pelvis. 3. Kondisi pasca bedah.

COPD5. Penyakit-penyakit keganasan.

Kondisi-kondisi tertentu sebagai faktor predisposisi antara lain : usia lanjut, kegemukan, masa kehamilan, obat-obatkontrasepsi oral; didahului dengan thromatau Deep Vein Thrombosis (DVT).

Diagnosis Klinik Terdapat 3 masalah utama dalam menegakkan diagnosis

nkli ik : 1. Emboli paru, dapat terjadi denga

ukan minimal dan bisa dikelirkardiopulmonal lain, sepertpneumonia dan atelekt

2. Pemeriksaan lahasil y

emeriksaan spesifik yang lebih akurat tidak selalu tersedia, seperti ventilation - perfusion lung scanning dan selective pulmonary ang

terjadinya emboli

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 33

Page 35: Cdk 067 Kardiovaskuler

sindrom klinik ini : 1. Infark paru, dengan gejala akut dari nyeri pleuritik, dispnea,

hemoptisis, pleural friction rub. 2. Cor pulmonal akut, dengan dispnea yang tiba-tiba terjadi,

sianosis, kegagalan jantung kanan, hipotensi. ketahui penyebabnya.

gejpai prehension (59%), batuk (54%), hemoptisis

– T, LDH, bilirubin, FDPs, analisis cairan pleura. Pemeriksaan ini untuk membedakan

eumonia dan infark miokard akut. − F

Pengukuran tekanan oksigen arterial (PO2); PO2 rendah ter-boli paru yang luas.

tergantung dari kondisi perfusi dan

farin bekerja sebagai anta-

ambat na cava inferior. Tindakan ini harus didasarkan ke-

an, thrombophlebitis gan emboli di daerah pelvis, emboli paru yang

renol, heparin atau terapi idalam waktu 1 jam.

didahului pemeriksaan angi ra lmonal. Suatu kesa sar bila memper-taha an edikal sampai ke rita buruk, baru kem ia bolektomi. B tetapkan maka an berkisar antara 35

RINpembuluh darah

me

mo ng rendah.

idukung oleh fasilitas yang memadai, sehingga penderita endapat kepastian pengobatan melalui tahapan waktu dan

enurut sebabnya : karena trauma dan bukan auma, yang dapat dikategorikan lagi menurut prioritasnya;

arurat. Jenis trauma dapat berupa perl

rti pada VSD akut/regurgitasi itral akut/ruptur jantung akut, unstable angina pectoris).

nganan kondisi khusus (tamponade jantung, internal blee

eriksaan tambahan secara terinci dan jelas sehingga

PUSTAKAAN

anagement of Trauma. Pitfals and

3.

a in Cardiac Surgery 1st ed. New York: W. Medical Publications. 1986: 1387-1392.

ent of Emergencies in Thoracic Surgery, 2nd ed, New

8.

10. diac wounds. J Thorax Cardiovasc Surg

12. pada jantung. Laporan Kasus dan Pitfall. W

3. Dispnea yang tidak diMenurut data National Institutes of Health, keluhan dan

ala klinik yang sering terjadi adalah : dispnea (81%), chest n (72%),ap

(34%), sinkop (14%)16

Pemeriksaan Tambahan Laboratorium; jumlah lekosit, SGO

dengan pnoto Polos Thoraks, pemeriksaan ini tidak spesifik dan

hampir tidak memberikan arti. − EKG, memberikan gambaran tidak spesifik. −

dapat pada em− Lung Scanning,

ventilasi paru. − Angiografi pulmonal selektif, cara ini merupakan

pemeriksaan standar yang bernilai untuk mendiagnosis emboli paru dan sebagai informasi untuk pengobatan.

− Plethysmography, untukmengetahui adanya Deep Vein Thrombosis (DVT) di tungkai, karena sebagian besar penderita emboli paru yang masif bersumber dari trombosis di venavena profunda tungkai (lebih dari 90%)16

Pengobatan 1. Heparinisasi. 2. Antikoagulan oral (sodium wargonis vitamin K). 3. Terapi trombolitik (streptokinase dan urokinase). 4. Terapi bedah, terdapat 2 jenis tindakan :

a) Mencegah terjadinya emboli paru dengan menghaliran vepastian diagnosis bahwa sumber emboli paru berasal dari sistim vena profunda di tungkai penderita. Vena Cava Inferior Interruption dilakukan bila terdapat kontraindikasi terapi antikoagulan, adanya kekambuhseptik denhampir fatal dan tindakan embolektomi pulmonal pada emboli paru yang masif. b) Embolektomipulmonaldenganbantuansirkulasiekstrakor-poral (mesin jantung paru) dilakukan bila terapi medikāl telah maksimal (oksigen, isoprotethrombolitik) tetapi tidak berhasil d

Tindakan embolektomi harusog fi pu lahan benk terapi m adaan pendeud n dicoba em ila indikasi telah di

gka survival -50%.

GKASAN Tatalaksana gawat darurat jantung dan

dari segi bedah kardiovaskular mutlak diperlukan dalam ngelola penderita-penderita gawat dengan kelainan

jantung/pembuluh darah di suatu klinik agar mencapai angka rbiditas maupun mortalitas ya

Karena permasalahannya sangat kompleks, maka diperlu-kan kerja sama yang baik antar disiplin secara terpadu dan perlu dmprioritasnya.

Pada umumnya penderita-penderita gawat dengan kelainan-kelainan jantung/pembuluh darah mempunyai batas keselamat-an yang sempit, sehingga perlu dilakukan pengelolaan yang tepat dan cepat atas dasar indikasi dan diagnosis yang tepat pula.

Pembedahan darurat pada kelainan-kelainan jantung/pem-buluh darah dibagi mtrgawat darurat atau elektif d

ukaan oleh senjata tajam, peluru senapan, kecelakaan lalu lintas. Sedangkan sebab-sebab bukan trauma meliputi penyakit jantung bawaan yang menyebabkan gagal jantung pada bulan pertama kehidupan (HLHS, PDA, TGA, TAPVC, VSD, AV-Canal), penyakit jantung didapat yang menyebabkan kegagalan jantung kongestif intermiten (myxoma jantung, mitral stenosis dengan trombus), penyakit jantung koroner (komplikasi aritmia, komplikasi hemodinamika sepem

Penading, emboli arteri) memerlukan urutan pemeriksaan klinik

dan pemhasil pengobatan dapat lebih optimal.

KE

1. Wilson RF et al. Cardiac Injuries in MPractice. Philadelphia: L & F Pbl. 1975: 323-35.

2. Puruhito. Bedah Jantung Darurat. Simposium Gawat Darurat Jantung. Surabaya. 1986. Rehn L Ueber Penetriren der Herzwunden and Herznaht. Arch Klinik Chirurgie 1897; 55: 315. Kirklin JW, Barrat-Boyes BG. Cardiac Traum4.

5. Borne J. ManagemYork: Meredith Co. 1972.

6. Bodai BI et al. Emergency Thoracotomy in the management of trauma, JAMA 1983; 249: 1891-6.

7. Evans J et al. Principles for the management of penetrating cardiac wounds. Ann Surgery 1979; 189: 777-84. Feliciano DV et al. A 1-year experience with 456 vascular and cardiac injuries. Ann Surg 1984; 199: 717-724. Puruhito. Pengantar Tindakan Be9. dah Akut pada Thorax. Edisi ketiga. Surabaya: Airlangga University Press. 1983. Symbas PN et al. Penetrating car1973; 66: 526-32.

11. Tahalele P, Puruhito. Strategi dasar penanganan luka tusuk jantung. Warta IKABI - Majalah Ilmu Bedah Surabaya 1990; 4: 8-25. Tahalele P, Puruhito. Luka tusuk

arta IKABI - Majalah Ilmu Bedah Surabaya 1988; 1: 13-18.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 34

Page 36: Cdk 067 Kardiovaskuler

13. Steichen FM et al. A grade approach to the management of penetrating

15. I - Majalah Ilmu

rgical treatment for cardiac injuries. Japan Ann Thorax

wounds of the heart. Arch Surg 1974; 103: 574-80. 14. Zakharia AT. Thoracic battle injuries in the Lebanon war. Review of the

Early Operative Approach in 1,992 Patients, Ann Thorax Surg 1985; 40: 209-12. Tahalele P. Pengelolaan luka tusuk jantung. Warta IKABBedah Surabaya 1989; 2: 145-53.

16. Scheinman MM. Cardiac Emergencies, 1st ed. Philadelphia: WB Saun-ders Co. 1984.

17. Mashiko K. SuSurg 1987; 7: 7-12.

18. Cohn LH, Doty DB, Mc Elvein RB. Decision Making in Cardiothoracic Surgery. 1st ed. B.C. Toronto: Decker Inc. 1987.

19. Schumacher G, Buehlmeyer K. Diagnostik Angeborener Herz fehler. 1 Auflage, Perimed F. Vlg., Erlangen, 1980.

20. Beteng N, Tahalele P, Basuki S, Puruhito. PDA pada bayi prematur. Warta IKABI - Majalah Ilmu Bedah Surabaya, 1990; 3: 287-92.

21. Iswanto J, Basuki S, Puruhito, Tahalele P. Myxoma Jantung. Laporan kasus. PIT ke V IKABI, Solo, 1988.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 35

Page 37: Cdk 067 Kardiovaskuler

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 36

Penanganan Gawat Darurat Jantung di Luar Rumah Sakit

Jatno Karjono

Laboratorium/UPFI ImuPenyakit JantungFakultasKedokteran Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Sut o, Surabaya om

PENDAHULUAN

Penyakit Jantunomor satu di negaSebagian besar darioleh pertolongan doktekematian yang terbatakikardi ventrikel, fi

Berdasarkan faKouwenhoven meuntuk menolong kashasil yang menakjudimulailah gagasan untdapat serangan di luselanjutnya dikenalhingga tahun delapaoptimal disertai dengarumah sakit (Mobgawat darurat tesistem pertolongan lberbagai disiplin. Peranan ttahuan tentang ambulance system, support (ACLS) sangat menentukan tingkat keberhasilan tindakan tersebut.

Di Indonesia sejauh ini telah menunjukkan tingkat kemaju-an yang menggembirakan kendati jauh dari optimal, karena kita sudah dapat melayani keadaan musibah masal meskipun untuk mati mendadak karena serangan jantung baru ada di kota-kota tertentu.

Dibacakan pada: Simpasiurn Tatalaksana Gawat Darurat di bidang Penyakit Jantung, Surabaya, 9 Pebruari 1991

alkan cara - sistem uar rumah sakit -

G a pada tahun 1981

ti sistem telah berjalan t masih mencapai

infark miokard ini ang terjadi. Masalah

c arrest dan gangguan el maupun fibrilasi 2/3 dari kematian itu

r terjadi pada jam-ri suatu penelitian di-rjadi keterlambatan am, sehingga usaha

pertolongan di luar rumah sakit menjadi sa gat panting.

PERKEMBANGAN PELAYANAN MEDIS DI LUAR RUMAH SAKIT

Di Uni Soviet sistem pertolongan medis di luar rumah sakit sebenarnya telah dimulai sejak 1919, namun di Amerika sendiri baru berkembang dengan pesat pada tahun 1960. Perkembangan

ng Koroner (PJK) merupakan pembunuh ra-negara Barat sejak tahun enam puluhan. kematian-kematian tersebut belum tersentuh

r secara adekuat: dan optimal. Penyebab nyak adalah karena gangguan irama baik brilasi ventrikel atau cardiac arrest.

kta-fakta di atas maka pada tahun 1960 ngkampanyekan efektifitas pijat jantung luar

us-kasus tersebut dan temyata memberikan bkan. Berdasarkan pengalaman di atas maka

uk menjangkau para penderita yang men-ar rumah sakit.Teknik pijat jantung luar yang sebagai resusitasi jantung terus berkembang

n puluhan, mencapai perkembangan yang n berkembangnya pertolongan di luar

ile Coronary Care Unit – MCCU). Pelayanan rus berkembang sehingga menghasilkan suatu

okal, regional dan nasional yang melibatkan enaga pelaksana di lapangan, penge-

basic We support (BLS), transportasi berikut pengetahuan tentang advance cardiac life

dan komunikasi baik telepon maupun radio

Di dalam makalah ini akan diperkenpertolongan gawat darurat jantung di lsebelum pasien mencapai rumah saldt.

EPIDEMIOLOGI SERANGAN JANTUN

Insidensi infark miokard di Amerikadalah : Total incidence 1.500.000 Survivals 850.000 Deaths 650.000

Dari data di atas, ternyata kendabaik kematian yang terjadi di luar rumah sakilebih dari 50%.

Pada beberapa tahun terakhir insidensisemakin meningkat, begitu pula kematian yyang ada sama saja yaitu masalah cardiairama yang gawat baik takikardi ventrikventrikel. Yang lebih menyedihkan adalah terjadi di luar rumah sakit dan sebagian besajam pertama serangan. Di samping itu dakatakan pada sebagian besar kasus tesampai di rumah sakit sekitar dua setengah j

n

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 36

Page 38: Cdk 067 Kardiovaskuler

dan penyempurnaan meliputi pelbagai usaha untuk mencapai ngkat hasil guna yang optimal. Perkembangan tersebut me-puti :

– pe– lat– pe– penyuluhan dan pendidikan

Triad dari perawatan mediserawatan darurat untuk kondisi life threatening .dan in

care baik prehospital maupun di rumah sakit. Perawathospital terutama medengan masalah utama cardiac arrest sekunder

iokard. Semula dalam prehospital care team, ini harus ada okterkhusus namun timbul masalah mahalnyabiaya yang arus dikeluarkan, maka akhirnya timbul perkembanganbaru engenai ketenagaan ini dengan melibatkan tenaga teknisi

edokteran dan paramedis. Latihan untuk paramedis ini ada dua kategori yaitu 500

an 1600 jam. Sedangkan untuk tenaga teknisi kedokteran bih lama lagi dengan pembatasan-pembatasan tindakan yang oleh dikerjakan. ingkat I (Teknisi Kedokteran), boleh melakukan : menilai (assessment) penderitā perawatan luka

oksigen

suka

tung khususnya, melibatkan tiga komponen (Bagan 1). engerti sistem pelayanan gawat

Bagan 1. Basic components of prehospital emergency medical care

ti

darurat yang ada, berikut cara-cara untuk meminta pertolongan menurut kesepakatan yang telah ditentukan. Masyarakat harus mampu mengenal tanda-tanda dini dari bahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya keadaan gawat darurat dari penya-kitnya.

Harus dilakukan penyuluhan pada masyarakat agar mema-hami sistem gawat darurat yang ada berikut alur penggunaannya, masalah transportasi dan masalah resusitasi agar tidak terjadi salah pengertian mengingat angkakeberhasilanresusitasi sendiri tidak 100%, biayanya mahal dan bukan tanpa komplikasi. 2) Pre-Hospital team harus cepat tanggap terhadap per-masal

valuasi dan sistem pen-menuhi standar

ernapasan dan ingkatnya.

kat, team Hospital

kukan

pangan hendaknya sudah merupakan standar baku dan bila ada

liraturan mengenai penggunaan- "ambulance" ihan bagi para personil rbaikan sistem komunikasi

pada masyarakat gawat darurat adalah resusitasi,

p tensive an pre-

liputi pemberian IV line dan resusitasi karena infark

mdhmk

dlebT––– pemberian terapi– resusitasi jantung-paru (CPR) dasar Tingkat II : – advance dengan waktu training yang lebih lama – boleh memasang IV line – memberi obat-obatan khusus – monitor - defibrilator

Namun perlu dijelaskan semua tindakan baik tingkat I atau II harus mengikuti petunjuk dari Rumah Sakit Basis yang akan menangani penderita lebih lanjut. Bila personil yang bekerja di lapangan berasal dari paramedis yang telah terlatih, maka tindakan yang dilakukan tidak terlalu tergantung pada rumah sakit basis - induk.

Teknisi kedokteran maupun paramedis yang telah men-dapatkan latihan khusus perlu mendapat pengawasan secara berkala, ujian ulang berkala di bidang BLS (Basic Life Support), ACLS (Advance Cardiac Life Support) dengan penekanan pada analisis irama jantung agar tindakan yang dilakukan di lapangan lebih cepat dan tepat serta memudahkan instruksi dari rumah sakit basis. Setiap memasukkan penderita yang mengalami re-susitasi dari luar rumah sakit, pihak rumah sakit induk harus melakukan evaluasi secara keseluruhan sistem yang telah di-sepakati. Dalam perkembangan lebih lanjut ternyata kemampu-an para peserta team di luar rumah sakit meningkat pada para

relawan dan petugas pcmadam kebakaran, namun hanya terbatas pada BLS; persiapan ACLS dilakukan setelah datangnya team dari tingkat yang semestinya.

Pelayanan di luar rumah sakit pada perawatan gawat darurat medis jan

Masy1) arakat awam harus m

ahan yang ada dan menentukan sistem, siapa yang boleh memanggil team. 3) Hospital team harus selalu mengevaluasi dan mendidikpre hospital team dan masyarakat awam. Edidi n harus sesederhana mungkin namun meminimal dan kalau dapat dibentuk format ya

kang sama untuk

tingkat lokal-regional maupun nasional. Evaluasi biasanya berkisar pada jalan napas, p

sirkulasi (BLS), dan ACLS yang disesuaikan dengan tDari bagan 1 jelas bahwa baik.masyara

maupun Pre-Hospital berhubungan sebagai segitiga sama sisi yang berperanan samabesar dalam keberhasilan tindakan. Skema tersebut menunjukkan betapa pentingnya faktor pendidikan baik masyarakat maupun petugas dan faktor komunikasi.

MASALAH KOMUNIKASI DAN PRE HOSPITAL CARE

Masalah komunikasi amat penting, mengingat waktu sangat menentukan tingkatkeberhasilan pertolongan. Suatuprehospital care yang mapan biasanya memiliki pos-pos tetap perwilayah seperti yang diterapkan pada PMK dan seharusnya mempunyai nomor khusus untuk seluruh negeri, di Amerika biasanya me-makai nomor telepon 911.

Begitu ada permintaan, team yang terdiri dari teknisi ke-dokteran atau paramedis segera meluncur, selanjutnya dilakom nikasi radio dengan rumah sakit basis. Pada daerah - distrik yang mampu biasanya tersedia telemetri, sehingga rumah sakit basis dapat memant

u

au situasi yang terjadi; namun sarana ini sangat mahal. Bila dipandang perlu team BLS dapat memanggil team ALS dengan terus melakukan komunikasi radio dengan rumah sakit basis. Semua tindakan-tindakan yang dilakukan di la

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 37

Page 39: Cdk 067 Kardiovaskuler

keadaan klinik yang menyimpang dari biasanya segera melakukan komunikasi dengan rumah sakit basis. Jadi untuk tindakan ACLS yang advance harus berkomunikasi dengan rumah sakit.

dianjurkan yang diperlukan pada prosedur

rilator dan peralatan advance n

Skema berikut adalah sistem komunikasi yangdan berikutnya adalah obat-obatACLS di samping monitor defiblai nya.

Bagan 2. Sistem Komunikasi Pelayanan Medis di Luar Rumah Sakit

Tabel : ALS Medications

Basic Medications Additional Medications

Dextrose 50% Naloxone

Calcium chloride Diazepam

Sodium bicarbonate Epinephrine Lidocane Atropine Sulfate Syrup of Ipecac Furosemide

Diphenhydramine Digoxin Dopamine Isoproterenol Metaraminol Morphine Sulfate Nitroglycerin tablets

TRANSPORTASI PENDERITA

Setelah keadaan penderita stabil dengan tindakan BLS ataupun ALS, maka penderita ditransfer ke Rumah Sakit Basis untuk tindakan lebih lanjut. Transportasi dianjurkan dengan kendaraan yang cukup besar dan lapang untuk melakukan prosedur ACLS bila di perjalanan terjadi episode ulang cardiac arrest, gangguan irama yang gawat seperti takikardi maupun fibrilasi ventrikel. Disitii komunikasi dengan rumah sakit basis harus terus dilakukan. Perlu diketahui bahwa bila terjadi hal-

dihal atas, resusitasi hanya boleh berhenti paling lama 30 detik bila ingin mendrapatkan hasil yang optimal.

SUPERVISI TINDAKAN DI LAPANGAN Setiap tindakan di lapangan, sesampainya di ruma dievaluasi dengan teliti baik mengenai pengetahuan m

ampilan dari Para anggota team yang selanjutnya dilapsupervisor medis dari team tersebut, yang bi

ng dokter ahli jantung. Tugassupervisor tindakan medis di lapangan ini, di sa

ngevaluasi laporan dari Rumah Sakit Basis juga bertugmenilai aplikasi program dan masalah sertifikasi

salah pertanggungjawaban pervisi tenaga team baik yang teknisi kedokteran ma

paramedik dengan standar nasional yang telah baku

h sakit akan aupun ketr orkan pada asanya seora

mping me as : 1. 2. ma3. su upun

mpengaruhi hasil yang dida

kebe

i obat sendiri barn bila tidak kuat, pergi ke dokter.

m

si-diskusi sesama awam dan ketidak m

4. menyiapkan keperluan obat dan peralatan 5. evaluasi tahunan bagi pemegang lisensi 6. evaluasi protokol pengobatan 7. kerja sama dengan kedokteran masyarakat dan lingkungan 8. kelengkapan data-data yang dilakukan 9. pengembangan sistem pelayanan gawat darurat.

Bila telah menjadi anggotateam makapengetahuan mengenai analisis irama jantung harus sama, baik teknisi kedokteran maupun bagi paramedis mengingat gangguan irama adalah titik awal bagi tindakan berikutnya. Bagi team yang dilengkapi

gden an telemetri hal ini lebih memudahkan namun sarana ini canggih, mahal dan pengoperasiannya sangat kompleks.

KEBERHASILAN TINDAKAN LAPANGAN Sangat sulit menilai keberhasilan tindakan di lapangan,

karena kondisi tiap daerah sangat berbeda baik perangkat keras maupun perangkatlunaknya. Keterbatasan tenaga di suatu daerah dan sistem transportasi sangat me

patkan. Beberapa hal yang dikatakan menghambat atau mengurangi rhasilan tindakan di lapangan ini adalah :

1. Keterlambatan memanggil sistem-team BLS-ACLS karena konsultasi di antara orang awam sehingga sering penderita tidak segera menghubungi sistem gawat-darurat; biasanya diskusi dulu antar keluarga, tanya kanan kid, mencar

2. Keterlambatan pada team sendiri, baik karena faktor team aupun faktor lalu lintas.

3. Hambatan pada sistem transportasi terutama kemacetan lalu limas.

4. Keterlambatan penderita mengenal gejala atau tanda bahaya; terutama bagi penderita baru.

5. Hambatan pada konsultaengertian māsyarakat akan sistem yang ada sehingga pen-

derita datang ke praktek dokter, antri, diperiksa, dibuatkan suratdan selanjutnyabaru pergi kerumah sakit. Hasil tindakan ini sangat bervariasi, dalam kepustakaan dilaporkan sekitar 10-20%. Kendati tingkat keberhasilannya sangat bervariasi, team

pelayanan di lapangan dikatakan dapat meningkatkan survival dan mentuvnkan komplikasi syok kardiogenik dan aritmi.

Keberhasilan sangat tergantung pada :

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 38

Page 40: Cdk 067 Kardiovaskuler

1. Sistem BLS-ACLS yang ada 2. Pendidikan pada masyarakat 3. Transportasi 4. K

wat darurat. Dikatakan bahwa keberhasilan bervariasi 10-20%, namun

ng

ar si si

, ya ni ti

ah U

kan

$ 0

las masih belum terhitung biaya latihan bagi para petugas.

rsebut meliputi respons terhadap waktu untuk team g idup, gangguan dang- ghitung sampai b asi.

"PRE H IN

Seja i pelajari d takaan belum ada metode/c anganan Ga Jantung di Indo-nesia. Ya i barangkali encoba mem-buat bent an seperti adan erapa kota esar di Indonesia. Bentuk yang baku alah

da umumnya yang dititik

paknya kita haru

aten-kota madya.

n si dengan

rsiapkan perangkat lunaknya;

per umnya lah ketenagaan.

k skala kecil, Sura- Rumah Sakit yang ada

re tersebut.

RIN

di luar mah sakit. Di Rusia sistem penanganan ini telah dimulai sejak

nnya dikem-

ecepatan team.bergerak/tanggap 5. Tersedianya tenaga terampil dan alai canggih 6. Cepatnya penderita masuk ke dalam jaringan/sistim perawat-

an ga

laporan lain mengatakan pada suatu daerah dengan team yabagus akan meningkatkan prognosis, team paramedis ada yangmelaporkan tingkat keberhasilan sekitar 19-34%.

Selanjutnya penderita yang mengalami pertolongan di lurumah sakit berhasil ke luar hidup dari rumah sakit bervariasekitar 7-17%. Dibanding dengan penderita yang tanparesusitaprehospital yaitu sebesar 75%, sedangkan prognosis terhadapkeseluruhan penderita sebesar 60%.

BIAYA TINDAKAN DI LAPANGAN

Sangat sulit menilai biaya suatu tindakan di lapangan. Bila diukur dengan hukum ekonomi barangkali sangat tidak efisiennamun bila berpijak pada keselamatan nyawa yang tentuntidak dapat dinilai dengan hukum ekonomi maka sistem icukup memberi harapan bagi para penderita kandidat mamendadak.

Sebagai contoh di Amerikapada tahun 1985 pemdihitung dengan hasil sebagai berikut : Untuk satu MCCdilaporkan memerlukan $ 19.000 untuk setiap usaha tindapenyelamatan di luar biaya ambulans. Penelitian lainmelaporkan biaya per satu tindakan penyelamatan mencapai77.000 dan perawatan berikutnya memerlukan biaya $ 38.00per tahun kehidupan bila tindakan tersebut berhasil. Biaya dia

Analisis biaya te,prognosis/hasil yan

neurologis dan ka didapat, kualitas h

kadang ada yang meniaya rehabilit

OSPITAL kam

CARE" DI DONESIA uh yang ari kepusara khusus pen wat Daruratng ada saat in baru bentuk/muk pelayan ya MCCU di beb

belum ada, yang ada ibpola penanganan gawat darurat paberatkan pada masalah musibah masal, seperti gempa bumi atau lain-lain yang berkaitan dengan banyaknya masa yang terlibat. Apakah perlu memiliki team pre-hospital ?

Bila melihat pola penyakit yang ada sekarang, barangkali; adanya bentuk pelayanan khusus di lapangan untuk penderita jantung sampai ke tingkat Puskesmas masih perlu dipertanyakan. Namun bila melihat laju perkembangan ekonomi dan semakin banyaknya populasi usia lanjut, pola kehidupan yang berubah, termasukpolakonsumsi makanan, meningkatnyaberbagai faktor

risiko penyakit jantung koroner di masyarakat, nams mulai mengantisipasi, setidak-tidaknya mencoba mem-

buat pola bentuk pelayanan tersebut. Sebenarnya kita telah me-miliki perangkat keras yaitu seperti Puskesmas yang barangkali terdapat hampir di semua kecamatan, kemudian juga rumah sakit yang ada di setiap kabup

Kita memiliki Rumah Sakit tipe-A untuk top-referral; Jaringan Radio Medik yang diprioritaskan untuk penanganakonsultasi medis dan musibhh masal telah beroperabaik, jadi sebenarnya tinggal dipehanya hambatan terbesar barangkali dana untuk penyediaan

alatan khusus untuk proyek tersebut yang pada umharganya mahal, perlu tenaga khusus dan masa

Idealnya dibuat suatu percontohan untubaya misalnya dengan sekianseharusnya harus sudah mempunyai sarana yang memadai ataumendekati ideal untuk masalah Prehospital Ca

GKASAN Penyakit Jantung Koroner merupalcan pembunuh nomor

satu di negara-negara industri, yang nampaknya juga mulai muncul di negara-negara berkembang termasuk negara kita.

Kematian di luar Rumah Sakit yang tinggi di negara industri melahirkan cara baru penanganan gawat darurat jantung ru1919, di Amerika dan negara-negara industri laibangkan secara intensif sejak tahun 1960 yang mencapai optimal pada tahun delapanpuluhan. Prehospital emergency cardiac care dengan MCCU, maupun team teknisi kedokteran dan paramedis yang mendapat latihan khusus di bidang Basic Life

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 39

Page 41: Cdk 067 Kardiovaskuler

Support dan Advance Life Support dengan pengontrolan a cukup efektif menurunkan

engurangi komplikasi dan kematian dari rumah sakit.

antung pada

ma diac Life Support oleh team yang bekerja di l

l, namun dari hasi

tau lambat di negara kita peny it inipun akan menjadi masalah kesehatan. Teknisi ke-

PR, syukur dapat me-laku

2. C

al in-ial). JAMA 1990; 639: 7-9. iratory monitoring concepts in emergency and critical care

m

Rumah Sakit Basis/Induk temyatkematian maupun minfark m iokard akut yang terjadi di luar

Tingkatkeberhasilan sangatbervariasi terglokasi daerah, keadaan tenaga yang ada, penguasaan Basic

upun Advance Carapangan. Keberhasilan juga ditentukan oleh sarana lain

seperti komunikasi, transportasi dan cepatnya penderita masuk ke dalam jaringan pelayanan gawat-darurat.

Biaya pelayanan di lapangan ini cukup mahal yang terlihat seperti turunnya kematian, menurunnya kom-

plikasi yang terjadi, tampaknya sarana ini perlu dipertimbang-kan di negara kita. Meningkatnya laju pembangunan di bidang ekonomi akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, umur rata-rata meningkat sehingga cepat a

aksehatan dan paramedis perlu mengenal C

kannya, begitu pula dokter-dokter Puskesmas dianjurkan menguasai BLS-ACLS karena mereka adalah ujung tombak

pelaksana di masyarakat.

KEPUSTAKAAN

1. American Heart Association. Text book of Advanced Cardiac Life Support. Texas: AHA. 1983.

arveth SW et aL Advanced Cardiac Life Support. JAMA 1976; 235: 2311-5.

3. Charles J et aL Prehospital Care of the Critically ill In: Shoemaker WC, Thompson WL, Holbrook (eds). Text book of Critical Care. New York: WB Saunders Company. 1984: 43-48.

4. Goble AJ et al. Mortality reduction in a Coronary Care Unit. Br Med J 1966; 1:1005.

5. Hanashiro PK, Wilson JR. Cardiopulmonary Resuscitation. A Current Perspective. Med Clin North Am 1988; 70: 729-49.

6. Standard for CPR and Emergency Cardiac Care. JAMA 1974; 227 (suppl) 833-68.

7. Sharkey SW et al. An analysis of time delays preceding thrombolysis for acute myocardial infarction. JAMA 1990; 639: 49-53.

8. Schlant RC. Thrombolytic therapy of patients with acute myocardifarction (Editor

9. Tobin MJ. Respedicine. JAMA 1990; 639: 49-57.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 40

Page 42: Cdk 067 Kardiovaskuler

Pengobatan Infark Miokard Akut

Marlani Budisantosa Laboratorium UPF Ilmu Penyakit Jantung Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/

RSUD Dr. Sutomo, Surabaya PENDAHULUAN

Di negara-negara maju Penyakit Jantung Koroner (PJK) ada-lah sebab kematian utama, di Indonesia merupakan sebab ke-matian nomor tiga. Walaupun angka kematian dalam 25 tahun terakhir turun 47%,

Mortalitas daInfark Miokard Akinfark dan jumlarteri koronaria. Titerjadinya trombusialah adanya atbosit, dan vasospasmproses ini.

KEMAJUAN DAL

Sejak diketahuroner pada tahun 191bersifat paliatif danterapi anti koagullamanya tirah bariakhir tahuntahunadalah sebab utamtumbuh dengan saobat untuk mengobati aritmia dan pada tahun-tahun 1960-an, diperkenalkan direct current defibrillator dan closed chest cardio pulmonary resuscitation (CPR) yang dapat menurunkan angka kematian dini dari 30% menjadi 15%. Pemantauan he-modinamilc pada penderita-penderita IMA dan diicetahuinya hipovolemia sebagai sebab shock yang dapat dikoreksi pada

Dibacakan pada: Simposium Tatalaksana Gawat Darurat di bidang Penyakit Jantung, Surabaya, 9 Pebruari 1991

sejumlah penderita juga diperkenalkan pada tahun-tahun 1960-an dan pengobatan dengan counter pulsation memperbaiki sur-vival pada beberapa penderita IMA yang disertai payah jantung. Pada akhir tahun-tahun 1960-an CPR lebih diperluas pemakaian-nya baik oleh tenaga-tenaga medis maupun non-medis dan

ggunakan Mobile untuk secepat mungkin

makologis erbaiki penyediaan

interstisial dengan potassium dan/atau ngan beta-adrener-

nkan pre load dan gis tidak begitu

g iskemik. kukannya reperfusi dini ery (CABS). De Wood

teri koronaria pada ngalami lisis spontan

beberapa penderita. bektomi dan CABS karena diperlukan lat yang canggih,

cara pengobatan ini tidak bisa diterapkan secara umum. Pada tahun 1976 Chazov dkk. (dikutip dari 2) melaporkan

hasil pemberian fibrinolisis intrakoroner pada IMA. Rentrop dkkt3) melakukan percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA) yaitu reperfusi dilakukan dengan suatu balloon catheter, membuka arteri yang stenotik secara meka-

kematian akibat PJK masih tetap tinggi. n morbiditas pada PJK umumnya dan pada ut (IMA) khususnya ditentukan oleh luasnya

ah serta beratnya lesi aterosklerotik di arteri-ga proses memegang peranan penting dalam di arteria kronaria yang menyebabkan IMA

herosclerotic plaque, adhesi dan agregasi trom-e. Pengobatan IMA ditujukan pada ketiga

AM PENGOBATAN IMA

i bahwa IMA disebabkān oleh trombosis ko-2, pengobatan sampai tahun 1960 terutama tidak banyak berubah kecuali diajukan

ansia dan diskusi pemakaian digitalis dan ng untuk penderita-penderita IMA. Pada

1950-an setelah diketahui bahwa aritmia a dari kematian, Coronary Care Unit (CCU) rana-sarana untuk memantau irama dan obat-

pada tahun 1967 Pantridge pertama-tama menCoro-nary Care Units (MCCU) memberikan terapi yang adekuat.

Pada tahun-tahun 1970-andigunakan cara-cara faruntuk presetvasi miokard dengan cara mempbahan nutrisi pada miokard melalui difusihialuronidase atau cairan glukosa-insulin-menurunkan kebutuhan'oksigen miokard degic blockers dan obat-obat yang menuruafter-load. Namun intervensi farmabioloberhasil dalam menyelamatkan miokard yan

Kemajuan besar tercapai dengan dilamelalui Coronary Artery Bypass Surgdkk(1) membuktikan bahwa ada trombus di arpermulaan IMA dan trombus ini dapat mepada jam jam pertama sesudah IMA pada Reperfusi dengan pembedahan berupa tromdilakukan di beberapa tempat di AS, tetapilaboratorium kateterisasi jantung dan alat-a

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 41

Page 43: Cdk 067 Kardiovaskuler

nis,disusul dengan pemberian obat-obat trombolitik intrakoroner. iketahui bahwa ada batasan waktu untuk mengadakan lisis dari ombus dalam upaya menghidupkan miokard. Gruppo Italiano er lo Studio della streptochinase nell Infarto Miocardico (GISSI) ial(4) merupakan penelitian besar pertama dengan trombolisis travena secara dini,menandakan pemulaan era dari penggunaan tin obat-obat trombolitik pada penderita-penderita IMA dalam

stadium dini. Oditemukan dan pecific sehinggaapat lebih memperbaiki keamanan dan 8fektifitasya. Tidak

disangkal lagi bahwa penderita-penderita IMAhasil diperfusi dengamenunjukkan perbaika

ikel.

ETUNJUK-PETUNJUK PENGOBATAN IMA FASE INI(2)

Petunjuk-petunjuk yang diberikan dapat dimodifikasi ber-asarkan keadaan klinis dan kebutuhan individuil dari penderita.

eranan Penyuluhan Penderita Pada Pengobatan Dini

hanya bisa optimal bila penderitanya men-era setelah terjadi serangan. Pengobatan

IMA

g-awa

si penderita di lapangan harus cepat dan rujukan ke nim sakit terdekat yang dilengkapi dengan fasilitas

an. Penderita gaw

waktu lama dan menyebabkan penundaan pemberian terapi. Di luar kota-kota besar, penderita IMA sering mendapat

pengobatan pertama di RS dengan sarana-sarana terbatas dan oleh dokter-dokkter yang tidak telatih di bidang acute cardiac care. Dalam keadaan demikian perlu diusahakan konsultasi segera per tilpon dengan dokter-dokter ahli disusul dengan pengiriman penderita ke RS yang mempuyai sarana dan tenaga

arusnya dapat penderita.

Oksigen n harus diberikan pada semua penderita dengan IMA

transportasi ke RS. erita pada permulaan

bnya tidak jelas, mungkin karena gangguan ven-tilasi-perfusi. Pada penderita dengan payah jantung kongestif, edema paru dan penyulit-penyulit mekanis dari IMA, hipoksemi lebih berat. Untuk mengatasi hipoksemi yang berat sering di-perlukan intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanis. Nitrogliserin

Sejak lebih dari 100 tahun nitrogliserin dipakai untuk meng-hilangkan nyeri dada akibat iskemi miokard pada penderita-

ferior dan infark ventrikel kanan sebaiknya tidak diberikan

Dtrptrinru

bat-obat trombolitik generasi ke dua yang digunakan kemudian bekerjanya lebih clot- lebih aman dan lebih efektif. Generasi ke tiga,

yang lengkap. Pemberian terapi trombolitik sehdiberikan di rumah sakit kecil sebelum mengirim s

ddapat yang ber- Oksige

n terapi trombolitik pada jam-jam pertama n survival dan perbaikan

terutama pada jam jam pertama, juga selamai terjadi pada sebagian pend fungsi ven- Hipoksem

IMA. Penyebatr

PD

d

PPengobatan IMA

cari pengobatan seg, tennasuk terapi trombolitik sangat efektif bila diberikan

dalam stadium dini. Pengobatan untuk penyulit-penyulit gawat dari IMA, tennasuk fibrilasi ventrikel dan shock kardiogenik jelas baru dapat diberikan sesudah penderita di bawah pen

san medis waktu penyulit-penyulit ini terjadi. Oleh karena itu penyuluhan masyarakat, khususnya pada

penderita dengan risiko tinggi mendapat IMA (penderita dengan hipertensi dan diabetes) mengenai gejala-gejala IMA dan cara-cara untuk mendapat perawatan darurat adalah sangat penting. Unit Gawat Darurat

Evaluaah

perawatan penderita IMA harus segera dilaksanakat, misalnya dengan cardiac arrest, episode-episode

takhiaritmi ventrikel, bradikardi yang berat atau dalam kadaan shock, sedapat mungkin dirujuk ke nunah sakit yang mempunyai laboratorium kateterisasi jantung dan saran untuk melakukan bedah jantung, bila hal ini tidak memerlukan waktu trasnportasi yang lama.

Pada Unit Darurat RS, diagnosis IMA harus dapat dibuat dengan cepat. Segera setelah penderita tiba, dilakukan peman-tauan EKG, dibuat EKG lengkap dan gejala vital diperiksa ber-ulang-ulang. Pemeriksaan oleh seorang dokter harus dapat di-lakukan dalam waktu beberapa menit setelah penderita tiba. Bila diagnosis IMA jelas, terapi permulaan termasuk terapi tromboli-tik harus segera diberikan oleh dokter yang bersangkutan. Bila diagnosis IMA meragukan, perlu konsultasi segera dengan kardiologist atau internist.Konsultasi dengan dokter pribadi/ keluatga dari penderita tidak dibenarkan karena akan memakan

penderita dengan PJK. Nitrogliserin menyebabkan dilatasi epi-cardial conductance arteries, meningkatkan peredaran darah kolateral ke miokard yang iskemik dan menurunkan preload ventrikel kiri.

Nitrogliserin dapat diberikan sublingual. Bila tekanan darah penderita <90 mmHg, nitrogliserin hanya boleh diberikan bila penderita dirawat di RS dan telah dipasang infus sebagai life-line. Pada penderita dengan bradikadi atau takhikardi berat yang disertai hipotensi, pemberian nitrogliserin tidak dianjurkan. Setelah pemberian nitrogliserin sublingual, nadi dari. tekanan darah perlu dipantau selama beberapa menit. Nitrogliserin dapat juga diberikan secara transdermal.

Pemberian nitrogliserin intravena pada stadium dini IMA dapat mencegah perluasan infark dan menurunkan insidensi dari takhikardi dan fibrilasi ventrikel. Analisis dari 10 penelitian menunjukkan penurunan mortalitas sebesar 10-30%. Indikasi untuk pemberian intravena adalah nyeri iskhemik dan payah jantung atau edema paru pada IMA. Pemberian dimulai dengan bolus 15 ug'disusul pump-controlled infusion 5-10 ug/menit. Bila diperlukan dosis dapat ditambah dengan 5-10 ug/menit tiap 5-10 menit. Selama pemberian infus, tekanan darah dan nadi dipantau. Infus, dihentikan bila gejala kilinis hilang, tekanan sistolik turun >10% pada penderita normotensi dan >30% pada penderita hipertensi atau terjadi takhikardia (kenaikan >10 de-nyut/menit). Kerugian dari nitrogliserin adalah sakit kepala yang cukup sering terjadi. Nitrogliserin dapat juga memperberat hi-poksemi dan menyebabkan hipotensi yang akan menambah iskhemi miokard. Bila terjadi hipotensi, selain penghentian in-fus, juga dilakukan elevasi kaki, pemberian cairan secara cepat dan pemberian atropin.

Nitrogliserin paling berguna pada infark anterior;pada infark in

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 42

Page 44: Cdk 067 Kardiovaskuler

nitrogliserin. Analgesia

Analgesia harus diberikan segera pada penderita IMA yang kesakitan tanpa menunggu hasil terapi anti iskemia. Morfin adalah obat pilihan, diberikan intravena 2-5 mg, boleh diulang bila diperlukan. Morfin bekerja sentral di otak, menghambat sympathetic efferent discharge sehingga terjadi dilatasi vena dan arteri, dengan akibat preload, afterload dan kebutuhan oksigen miokard menurun.Hilangnya rasa nyeri menyebabkan penurunan kadar katekolamin dalam darah dan penurunan insidensi aritmi.

Morfm dapat menyebabkan hipotensi dan bradikardi tetapi jarang terjadi. Bila hal ini terjadi, pemberian cairan dan atropin intravena selain menaikkan tungkai, akan memperbaiki hemo-dinamik. Pada penderita dengan penyakit paru menahun dapat

rjadi depresi pernapasan yang akan menambah hipoksemi.

dikasi pemberian atropin pada IMA adalah : 1.

icular contractions yang multipel. yang

n nadi perlu dipa

ang lain dapat memberi efek paradoksal (bradikardi dan ham-

rdi dan fibrilasi ventrikel menurun mes

rat bada

raf usat seperti mual, ngantuk, pusing, bingung, rasa tebal di lidah

cara yang lambat dan tidak jelas, juga dapat berupa gejal

. Pengukuran kadar dalam darah, bila diberikan untuk jangka u bila ada gejala-gejala neurologis.

adi pada penderita usia ini. Kemungkinan terjadi-nya

bahwa deng

an kontra indikasi lain untuk beta-bloc

te Atropin

InSinus bradikardi dengan gejala-gejala cardiac output yang rendah dan hipoperfusi perifer atau dengan premature ven-tr

2. IMA inferior dengan AV block 2° degree-type I disertai keluhan.

3. Bradikardi dan hipotensi setelah pemberian nitrogliserin. 4. Mual dan muntah setelah pemberian morfm. 5. Asistol.

Atropin diberikan intravena 0.5 mg dan dapat diulang tiap 5 menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg. Efek maksimal terjadi dalam waktu 3 menit. Setelah pemberia

ntau karena dapat terjadi sinus takhikardi yang akan me-nambah iskemi miokard. Takhikadi dan fibrilasi ventrikel jarang terjadi.

Pemberian atropin intravena <0,5 mg atau cara pemberianybatan konduksi AV).

Lidokain Lidokain adalah obat pilihan untuk premature ventricular

contractions (PVC), takhikardi dan fibrilasi ventrikel. Iskemi menurunkn nilai ambang untuk fibrilasi ventrikel dan dalam keadaan ini PVC dapat mencetuskan terjadinya fibrilasi ven-trikel. Tetapi fibrilasi ventrikel tidak selalu didahului PVC. Dui penelitian-penelitian dengan lidokainpada IMA diketahui bahwa insidensi takhika

kipun mortalitas keseluruhan tidak menurun. Indikasi untuk pemberian lidokain pada IMA :

1. PVC yang multipel (> 6/menit) – R on T – Multifokal – 3 berturut-turut

2. IMA dengan takhikardi fibrilasi ventrikel bersama-sama dengan defibrilasi dan cardio pulmonary resuscitation.

Lidokain diberikan intravena, bolus 1 mg/kg berat badan (tidak boleh melebihi 100 mg), disusul dengan infusion-drip 20-

50 ug/kg/min (1- 3,5 mg/min untuk penderita dengan ben 70 kg). Bila tetap ada PVC diberi bolus ulang sebesar

0,5 mg/kg berat badan 8-10 menit setelah bolus pertama. Bila bolus hanya diberikan satu kali, pemberian bolus ulang sering diperlukan setelah 30-120 menit untuk mempertahankan kadar terapeutik. Waktu paruh dari lidokain pada IMA adalah > 4 jam, pada IMA dengan payah jantung > 20 jam. Waktu paruh juga memanjang pada pemberian selama 24-48 jam.

Reaksi toksik dapat berupa gejala-gejala susunan sapdan bibir, bi

a-gejala kardiovaskuler seperti bradikardi sinus arrest dan hipotensi.

Untuk mencegah reaksi toksik perlu diperhatikan : 1. Dosis harus didacarkan atas berat badan bersih. 2. Dosis diturunkan pada umur > 70 tahun, payah jatung ko-

ngestif, shock kardiogenik, gapgguan faalhati, gangguan faal ginjal yang berat, disfungsi neurologis dan pemberian jangka panjang.

3panjang ataPemberian lidokain profilaktik pada IMA masih kon-

troversial. Pada penderita-penderita muda dengan IMA < 6 jam pem-

berian profilaktik dapat dipertimbangkan. Pemberian pada penderita > 70 tahun tidak dianjurkan mengingat reaksi toksik lebih sering terj

fibrilasi ventrikej menurun setelah 6 jam pertama, oleh karena itu pemberian profilaktik setelah 6 jam jugatidak dian jurkan. Dosis untuk pemberian profilaktik adalah intravena 0,5 -1,0 mg/kg berat badan tiap 5 menit sampai tercapai 200-300 mg, disusul pemberian infus 2 mg/menit selama 12-24 jam, pemberian dapatditeruskan bilaadaindikasi. Analisis dari 14 peneli ti-an acak dengan lidokain profilaktik pada penderita-penderita dengan kemungkinan IMA menunjukkan

an terapi terjadi penurunan insidensi fibrilasi ventrikel sebesar 33%, tetapi mortalitas tidak jelas menurun(5). "Beta-Blockers" Pada IMA

Tujuan pemberian beta-blockers pada jam-jam pertama IMA adalah untuk mengurangi luas infark dan menurunkan mortali-tas. Dari penelitian-penelitian diketahui bahwa luas infark tidak tetap dalam jam-jam pertama dan bila beta-blockers diberikan dalam waktu ini, sebagian dari miokard yang iskemik dapat di-selamatkan. Beta-blockers menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui penurunan frekuensi denyut jantung dan te-kanan darah, dan menambah aliran darah koroner dari epikar-dium ke daerah endokardium yang lebih iskhemik.

Indikasi untuk pemberian beta-blockers intravena dalam jam jam pertama IMA adalah : 1) Reflex tachycardia dan hipertensi sistolik (termasuk mereka yang telah medapat terapi trombolitik) dan tidak ada gejala-gejala payah jantung d

kers. 2) Nyeri iskhemik yang terus-menerus atau yang berulang,

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 43

Page 45: Cdk 067 Kardiovaskuler

atau takhiaritmi, misalnya fibrilasi atrium yang disertai ekuensi denyut ventrikel yang tinggi dan tidak ada

asi untuk beta-blockers.

1) F

) Penyakit paru obstruktif menahun yang berat. aindikasi relatif adalah :

1) R2

d3) P4 "

gi masuknya k lam sel dan pelepasan ion kalsium dari sarcoplas-mic

diperkirakan obat-obat ini akan berguna untuk pend

ilaporkan tidak menunjukkan penurunan ortalitas dan morbiditas. Maka disimpulkan bahwa nifedipin

mil tidak berguna pada sebagian besar penderita IMA

n non-Q IMA . Pada pen-

ng diltiazem justru menaik-kan Pemberian diltiazem rutin pada penderita-pen-der fungsi ventrikel kid yang masih baik belum terb

da IMA yang

t. 2) I r 20%,

luas, 60%.

terjper

iberikan segera setelah penderita dengan

sam sis dengan ekok

ap 12 jam selama 10 hari dengan pemantauan APTT yang

mah saldt apat menurunkan insidensi re-infark dini sebesar 49% dan

23%. Dosis yang dianjurkan adal

jam (APTT dipe

ita dirawat di rumah sakit dan

pulan dari terapi andtrombosis pada IMA adalah se- 48

frkontraindik

Kurang lebih 30 penelitian dengan beta-blockers intravena pada fase dini IMA disusul dengan pemberian oral menunjukkan mortalitas yang menurun, terutama mortalitas hari pertama.

Beberapa macam beta-blockers telah dicoba, hasilnya t}dak banyak berbeda. Beta-blockers dengan efek pēndek lebih menguntungkan dan sebaiknya dipakai beta-blockers yang tidak mempunyai intrinsic symphatetic activity.

Kontra indikasi untuk beta-blockers adalah : rekuensi denyut jantung < 60/menit,

2) Tekanan sistolik < 100 mmHg, 3) Payah jantung kiri yang berat, 4) Hipoperfusi perifer, 5) Gangguan konduksi AV, 6 Kontr

iwayat asma bronkial, ) Sedang memakai calcium channel blockers (verapamil dan

iltiazem), enyakit vaskuler perifer yang berat,

) Diabetes mellitus - insulin dependent yang sukar diregulasi.

Calcium Channel Blockers" Verapamil, nifedipin dan diltiazem menguran

alsium ke dareticulum. Obat-obat ini mempengaruhi proses-proses yang

membutuhkan kalsium, termasuk otomatisitas SA node, kon-duksi AV-node, eksitasi-kontraksi otot jantung dan pembuluh darah dengan akibat perubahan frekuensi denyut jantung, hemodinamik, kontraksi dan relaksasi miokard aliran darah koroner. Maka

eritapenderita dengan IMA(6). Namun penelitian dengan nifedipin dan dengan verapamil

pada IMA yang telah dmdan verapa

. Diltiazem Reinfarction Study Groupr') menunjukkan bahwa

diltiazem 90 mg tiap 6 jam yang diberikan 24-72 jam setelah terjadinya non-Q IMA dapat mencegah reinfark dini dan angina berulang dini. Penelitian ini tidak meneliti efek diltiazem ter-hadap luas infark dan sampelnya kurang besar untuk menunjuk-kan penurunan mortalitas. Penelitian dengan diltiazem jangka panjang pada penderita-penderita dengan IMA-Q da

tidak menunjukkan penurun insidensi reinfarkderita-penderita dengan payah jantu

mortalitas.ita IMA denganukti berguna.

Terapi antikoagulansia dan antitrombotik

Terapi ini diberikan pada IMA dengan tujuan mencegah terjadinya :

1) Trombus di vena dan emboli paru 2) Emboli arteri 3) Re-infark dini dan perluasan infark 4) Re-oklusi pasca terapi trombolitik yang berhasil 5) Re-infark jangka panjang. 1) Insidensi trombosis vena pada IMA berkisar antara 17-38%, 50% terjadi dalam waktu 3 hari. Insidensi meningkat pa

luas, IMA yang disertai payah jantung atau shock kardio-genik dan padausia> 70 tahun. Heparin diberikan subkutan 5000 IU tiap 12 jam selama 24-48 jam pada penderita dengan risiko tinggi, dan bila perlu diteruskan selama perawatan di rumah saki

nsidensi trombus mural pada IMA adalah sekitapada IMA anterior 40% dan pada IMA anterior yangInsidensi emboli uteri adalah berturut-turut 2%, 4% dan 6%

adi selama 2-3 bulan pertama, paling sering dalam 10 hari tama.

Heparin harus dIMA yang luas masuk di rumah sakit dan tidak menunggu

pai terjadi trombus mural yang terdiagnoardiografi. Heparin diberikan subkutan atau intravena

12.500IU d harus dipertahankan 1,2 - 2x normal. Bila kemudian pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan

trombus mural atau akinesi di apex yang luas,terapi antikoagulan diteruskan dengan pemberiankoumadinoral selama paling sedildt 3 bulan. Dosis ditentukan oleh prothrombin time yang harus dipertahankan 1.3 - 1.5 x normal. 3) Re-infark dini dan perluasan infark terjadi pada 14 - 30%. Lebih dari > 50% di antaranya terjadi dalam waktu 10 hari pertama, sisanya antara hari 10-18.

Pada akhir tahun 1960-an dilakukan penelitian besar dengan antikoagulan (heparin disusul dengan antikoagulan oral) selama sate bulan. Re-infark dan mortalitas cenderung menurun pada kelompok yang diberi antikoagulan. Pada ISIS-2 trial, aspirin yang diberikan segera setelah penderita dirawat di rudmortalitas 5 minggu sebesar

ah 160-325 mg sehari dan diberikan untuk jangka panjang. Analisis darisemuapenelitian acak dengan antikoagulan

pada IMA menunjukkan mortalitas turun dengan 21% dan re-infark turun dengan 30%. Maka antikoagulan dianjurkan pada semua penderita yang tidak mempunyai kontra indikasi. 4) Re-oklusi pasca terapi trombolitik terjadi pada 8% dalam 24 jam pertama dan 10-20% selama perawatan di rumah sakit. Untuk mencegah re-oklusi heparin diberikan bersama-sama atau segera setelah terapi trombolisis selama 24-72

rtahankan 1.5 - 2 x normal) dan aspirin 160 mg/sehari diberikan segera setelah penderditeruskan untuk jangka panjang. 5) Untuk mencegah IMA jangka panjang dianjurkan aspirin dengan atau tanpa dipiridamol selama paling sedikit 2 tahun.

Kesimbagai berikut : Heparin 5000 IU subkutan dap 12 jam selama

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 44

Page 46: Cdk 067 Kardiovaskuler

jam, diberikan bila penderita dapat ambulasi cepat untuk semua penderita IMA yang tidak mendapat terapi trombolitik. Pada penderita dengan IMA anterior yang luas diberikan dosis 12.500 IU t

sebabkan oleh oklusi di karena kombinasi dari mbosis dan vasokonstriksi.

menunjukkan bahwa oklusi total ta IMA yang diperiksa dalam 4

oleh karena obstruksi total lebih rendah

gai akibat obstruksi total terjadi

yan pikardium dalam waktu 3 jam. ngan luasnya infark,

) Intervensi dalam jam jam pertama dengan tujuan reperfusi sehingga dapat mengurangi

terja

2.

juan: 1)

an bekerja secara tidak langsung pada plasmi-ogen, merubah plasminogen menjadi bentuk aktif yang mem-

l dari kuman dan seba

odi dalam beberapa hari setelah pemberian. Strep

baru (< 3 jam). sejak 1983 dan sudah dipakai secara luas, rt-

ngaktifasi plasminogen , sehingga

a fibrinogenolisis yang berat. rt-A diberikan dengan dosis 100 mg intravena (10 mg diberikan

on rate pada streptokinase adalah 45% dan

iap 12 jam selama 10 hari, disusul dengan pemberian anti-koagulan oral selama 3 bulan. Apirin 160-325 mg/sehari dib .rikan untuk prevensi re-infark dini dan jangka panjang.

Terapi intervensi pada IMA(8-11)

Pada pertengahan dan akhir tahun 1970-an dimulai reperfusion era.

Dasar-dasar dari terapi perfusi adalah : 1) Pada hampir semua penderita IMA didi arteria koronaria. Oklusi terjaadanya atherosclerotic plaque, thro

De Wood dkk(5) didapatkan pada 87% penderijam pertama dan pada 60% setelah 6 jam, mungkin terjadi lisis spontan. Insidensi daripada "non-Q IMA" . Sebasecara cepa t iskhem ia miokard, terutama di subendokardium

g menjalar ke e2) Mortalitas berhubungan langsung dekarena luasnya infark menentukan fungsi ventrikel kiri. 3dapat mencegah perluasan infark

dinya disfungsi ventrikel, baik global maupun regional. Dengan demikian memperbaiki survival jangka pendek dan panjang. Reperfusi juga mengurang insidensi aritmi ventrikuler yang maligna. Namun reprefusi sering dipandang sebagai pe-dang bermata dua, karena memudahkan terjadinya iskhemi yang berulang, dapat menyebabkan aritmi reperfusion dan perfusion injury dengan akibat re-oklusi.

Cara-cara melakukan reperfusi: 1. Obat-ōbat trombolitik

Percutaneous coronary angioplasty (PTCA) 3. Coronary artery bypass surgery (CABS) Terapi trombolitik

TuMen"cair"kan trombus di arteria koronaria, sehingga lumen arteri terbuka (beberapa menit - beberapa hari)

2) Memperbaiki fungsi ventrikel kiri (beberapa hari) 3) Murunkan mortalitas.

Obat-obat yang tersedia adalah dari generasi pertama streptokinase dan urokinase; dari generasi ke dua adalah recombinant tissue-type plasminogen activator (ft-PA), anisolated plasminogen streptokinsae activator (APSAC) dan dari generasi ke tiga sedang dalam penelitian.

Streptokinase adalah obat trombolitik prototipe yang diberi-kan intravena 1,5 juta U selama 1 jam. Streptokinase tidak selek-tif terhadap fibrin dnpunyai khasiat proteolitik. Streptokinase berasa

gai protein asing streptokinase adalah antigenik dan mem- bentuk antib

tokinase lebih efektif pada trombus yangrt-PA dipakai

PA selektif terhadap fibrin, lebih meyang terikat pada fibrin di bekuan darah (clot)trombolisis koroner terjadi tanpPsebagai bolus, 50 mg dengan infus selama 1 jam dan sisa 40 mgdengan infus selama 2 jam). APSAC diberikan intravena sebagai bolus dalam waktu 5 menit, tetapi seperti streptokinase APSAC mempunyai efek antigenik.

Efek trombolitik dari streptokinase dan rt-PA diteliti pada TIMI (Thrombolysis in Myocardial Infarction) trial. Patency dan reperfusi pada

streptokinase dan rt-PA terhadap fungsi ventrikel kin dite

ada Tabel 1 .

m streptokinase tidak

okinase + aspirin atau tidak men

dipe

h:

9. r

rt-PA 70%. European Cooperative Study mendapatkan angka-angka 55% dan 70% untuk streptokinase dan rt-PA. Insidensi dan beratnya komplikasi perdarahan untuk streptokinase dan rt-PA adalah kurang lebih sama.

Efek liti pada 3 penelitian acak. Fungsi ventrikel kiri yang

diperiksa dengan cara contrast angiography atau radionuclide angiography membaik pada kelompok streptokinase dan rt-PA. Pada TIMII trial tidak didapatkan perbedaan efek terhadap perbaikan fungsi ventrikel kiri dari streptokinase dan rt-PA.

Efek terhadap mortalitas dapat dilihat p (5)

GISSI trial dilaporkan pada tahun 1986: selama 18 bulan hampir 12.000 penderita mendapat streptokinase antara 0-24 jam setelah terjadi IMA. Terjadi penurunan mortalitas sebesar 18%. Pada penderita yang mendapat terapi dalam waktu 1 jam penurunan mortalitas 47%, setelah 6 jamenurunkan mortalitas.

Pada ISIS II trial 17.189 penderita di 16 negara mendapat streptokinase atau aspirin atau strept

dapatkan kedua-duanya (double placebo). Mortalitas 35 hari pada kelompok double placebo adalah 12,8%, pada ke-lompok aspirin 10,6%, pada kelompok streptokinase 10,0% dan pada kelompok yang mendapat streptokinase + aspirin 7,8%.

Kriteria untuk terapi trombolitik adalah: 1) penderita-pende-rita < 70 tahun; 2) nyeri dada yang khas; 3) pada ECG didapatkan elevasi ST> 0.1 mV di 2 sadapan yang beturut-turut; 4) serangan terjadi < 6 jam. Terapi trombolitik

rtimbangkan bila nyeri dada terjadi antara 6-24 jam, nyeri dada masih ada atau hilangtimbul atau umur 70-75 tahun.

Kontraindikasi absolut untuk terapi trombolitik adala1. perdarahan yang aktif 2. kemungkinan ada diseksi aorta 3. telah dilakukan cardiopulmonary resuscitation selama >10

menit atau CPR yang traumatik 4. trauma kepala yang baru atau neoplasma intrakranial 5. diabetic hemorrhagic retinopathy 6. alergi terhadap obat trombolitik7. kehamilan 8. tekanan darah > 200/120 mmHg

iwayat CVA hemorhagik 10. trauma atau pembedahan < 2 minggu, yang dapat menjadi

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 45

Page 47: Cdk 067 Kardiovaskuler

sumber perdarahan baru. Kontraindikasi relatif adalah :

1. trauma atau pembedahan 2-4 minggu 2. riwayat hipertensi berat dengan/tanpa terapi 3. tukak lambung yang aktif 4. riwayat CVA 5. d atesa hemoragik yang diketahui atau pemakaian anti

6. gapat streptokinase atau APS AC (terutama

d

dan

i rumah sakit.

is ber-

a atau setelah terapi trom per infus 600-8001U/jam

an pemantauan dari active partial nkan 1,2 - 2 x

m era setelah pen-erita masuk di rumah sakit dan diteruskan untuk jangka waktu

a yang tidak tahan aspirin diberikan kou-mad etelah heparin dihentikan dan diteruskan untuk

perb a 1-

"Pe

k melakukan ka-teter

1) S

dari penderita yang tidak mem

rgery (CABS)"

ah saki tuk mer

n IMA CABS lebh jarang dilakukan diba

-scle

erapi A harus dimulai dalam jam jam pertama, ditujukan pada :

1) M ro-ers.

ngan reperfusi yaitu me-

cath l coronary angioplasty - artery

olitik dengan pemberian dalah terapi pilihan untuk

rita umur < 70 tahun, infark terjadi <6 jam, nyeri G yang berurutan di-

n tidak ada kontra-indikasi untuk

ikoagulansia

angguan fungsi hati yang berat 7. pernah mend

alam waktu 6-9 bulan). Komplikasi utama adalah perdarahan. Pada pemberian strep-tokinase 1,5 jutaU,dilaporkanterjadipe,rdarahanotakpada 1-10/ 1000 penderita, perdarahan di traktus gastro-intestinal pada 5%

perdarahan di traktus urogenital pada 5%. Perdarahan paling sering terjadi pada tempat pungsi di kulit. Perdarahan otak pada n-PA tergantung dari dosis. Pada pemberian 100 mg perdarahan otak terjadi pada 5-10/1000 penderita, yang meningkat menjadi 15-20/1000 penderita dengan dosis 150 mg.

Re-oklusi pasca terapi trombolitik terjadi pada 8% dalam waktu 24 jam dan pada 10-20% selama perawatan dInsidensi dari re-stenosis tergantung dari residual stenosis 90 menit setelah terapi diberikan. Besarnya residual sienoshubungan dengan cukup tidaknya terapi trombolitik. Residual thrombus menyebabkan stenosis yang merubah rheologi aliran darah. Selain itu residual thrombus sangat memudahkan ter-bentuknya trombus baru melalui deposisi trombosit. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan adhesi dan agregasi trombosit dengan pelepasan thromboxan A2 dan serotonin dengan akibat vasokonstriksi, dan terjadi re-oklusi. Untuk mengurangi residual thrombus dan mencegah terjadinya re-oklusi diberikan: 1) Heparin intravena 5000 IU bersama-sam

bolitik, disusul dengan pemberianselama beberapa hari dengthromboplastin time (APTT) yang harus dipertahanor al; 2) Aspirin oral 160 mg diberikan segdpanjang. Pada merek

in oral sjangka panjang. Heparin, aspirin dan koumadin dapat mem-

esar risiko perdarahan; 3) Nitrogliserin intravena selam2 hari.

rcutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)" PTCA sebagai terapi pertama pada IMA dilakukan pada

penderita-penderita yang memenuhi kriteria untuk terapi trom-bolitik, tetapi ada kontra-indikasinya dan hanya dapat dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas untu

isasi jantung dengan segera oleh tenaga ahli yang ber-pengalaman. Keuntungan dari PTCA sebagai terapi pertama adalah terhindar dari risiko terapi trombolitik, rekanalisasi ter-jadi pada 85-95% dan kemungkinan insidensi re-stenosis lebih kecil. Tetapi dibandingkan dengan terapi trombolitik dengan terapi trombolitik PTCA lebih rumit logistiknya, lebih mahal dan kurang praktis.

PTCA setelah terapi trombolik dapat dilakukan : egera setelah terapi tombolitik untuk mempebaiki

reperfusi. Namun pada 3 penelitian besar (TIMI-I trial, European Cooperative Study dan TIMI IIA trial) temyata bahwa mortalitas meningkat bila PTCA dilakukan segera pasca terapi trombolitik. 2) 48-72 jam pasca terapi trombolitilc (delayed PTCA). Dilakukan pada mereka dengan residual stenosis yang berat.

Pala TIMI II trial tidak didapatkan keuntungan dari delayed PT CA pada sebagian besar

punyai iskemi spontan atau waktu latihan. 3) Elektif pasca terapi trombolitik, dilakukan pada penderita dengan angina walaupun telah diberi terapi maksimal atau de-ngan iskemi miokard pada pemeriksaan uji latih beban jantung sebelum penderita keluar dari rumah sakit. "Coronary Artery Bypass Su

CABS dapat dilakukan pada IMA. De Wood dkk. (dikutip dari 9) melaporkan mortalitas pasca CABS di rumah sakit sebe-sar 3,1% untuk non-Q IMA dan 5,2% untuk "Q-IMA". Mortalitas jangka panjang tergantung dari waktu antara terjadinya nyeri dada dan berhasilnya reperfusi. Pada penderita-penderita yang berhasil di reperfusi dalam waktu 6 jam, mortalitas di rum

t 3.8% dan survival 10 tahun 83%, sedangkan uneka dengan reperfusi setelah 6 jam angka-angka adalah 8%

dan 66%. Hanya ada satu penelitian acak dengan CABS atau terapi medis pada 68 penderita IMA('2), mortalitas 3 bulan dengan CABS adalah 2.9% dibandingkan dengan 20.6% pada kelompok dengan terapi medis. Walaupun CABS rupanya berguna pada pengobata

ndingkan dengan PTCA primer. RINGKASAN

De Wood dkk. membuktikan bahwa oklusi total di arteria koronaria terdapat pada 87%penderita dengan IMA yang diperiksa dalam waktu 4 jam pertama.Oklusi total adalah hasil dari athero

rotic plaque yang mengalami ruptur, disusul dengan adhesi dan agregasi trombosit yang membentuk trombus dan vaso-spasme koroner sekunder oleh pelepasan thromboxan dan kate-kolamin . Akibat dari oklusi adalah terjadinya iskemi miokard yang sebagai gelombang mulai dari endokardium dan dalam 3-6 jam mencapai epikardium. Berdasarkan patogenesis, tIM

iokard yang iskhemik dengart pemberian oksigen, nitgliserin, morfm, beta-block2) Oklusi di arteria koronaria, delarutkan lisis trombus atau secara mekanis dengan suatu balloon

eter (percutaneous transluminaPTCA) atau dengan pembedahan melakukan coronary bypass surgery (CABS). Terapi trombsterptokinase atau n-PA intravena apenderita-pendedada yang khas tan pada 2 sadapan EKdapatkan elevasi ST 0.1 mV daterapi trombolitik. Adanya re-oklusi pasca terapi trombolitik

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 46

Page 48: Cdk 067 Kardiovaskuler

Table 1. Selected Controlled Trialss of Thrombolytic Therapy

Short-term mortality

Treatment (%)

Con(%

trol )

Follow-up interval (days)

% Reduction

% Reduction in subgroups by time

to treatment

GISSI (SK) 11.712

10.7

1

6-12 hour3.0 21 18 s - 3 3-6 hours -17

0-3 hours - 23

< 1 hours - 47

ISIS 2 (SK +/- aspirin) 17.187 9.1 11.8 35 23 12-24 hours - 19

< 4 hours - 32 < 1 hours - 42

4-12 hours -13

ASSET (rt-PA) 5.011

7.2

9.8

30

26

3-5 hours - 24 < 3 hours - 26

Eur Coop (rt PA + aspirin) 721

2.8

5. 14 51* 3-5 hours - 8 7 < 3 hours - 82

AIMS (APSAC) 1.004

6.4

12.2

30

47

4-6 hours - 52 < 4 hours - 41

Fr p = 0,06 - secondary end point. tPreliminary report. These in entry criteria as reflected in control-related mortality ratemortality rates among trials. AIMS: APSAC Intervention Mactivator complex; ASSET: Angio-Scandinavian Study of EarGruppo Italian per lo Studio della Streptochinasi nell'nfarto Mn-PA, recombinant tissue-type plasminogen activator; SK. strep

yang terjadi pada 15-20%, dapat dikurangi dengan pemberian antikoagulansia dan aspirin.

PICA primer pada IMA dilakukan pada penderita yang memenuhi kriteria untuk terapi trombolitik, tetapi terdapat kon-tra-indikasi untuk terapi tersebut. CABS rupanya berguna untuk terapi IMA, tetapi harus dilakukan dalam waktu 3-6 jam setelah serangan dan memerlukan fasliitas yang canggih dan tenaga ahli yang berpengalaman. 3) Penyulit-penyulit IMA. Atropin untuk bradikardi yang di-sertai hipotensi atau yang disertai PVC; lidokain untuk terapi atau prevensi dari PVC.

KEPUSTAKAAN

1. De Wood MA, Spores J, Motske R et at. Prevalence of total coronary occlusion during'the early hours of transmural infarction. N Engls Med.1980

tri.

orly iocto

; 303 : 97-102.

3. R

RW, Jusuf S. Effects of prophy-rdial infarction. An overview of

randomized controlled trials. JAMA 1988; 260 :.1910-6. e use of beta adrenergic blocking agents, IV nitrates. and

c

suppl I) 1171 - I178.

als of thrombolytic therapy are presented to show differences This table should not be used to compare treatment-related tality Study, APSAC: anisoylated plasminogen streptokinase Thrombolys; Eur Coop, European Cooperative Study; GISSI, ardico; ISIS 2 Second International Study of Infarct Survival; kinase; +/-, with or without.

intracoronary thrombolysis in acute myocardial infarction and unstable angina pectoris. Circulation 1981; 63 : 307-317.

4. Gruppo Italian per lo Studio dells Streptochinasnell "Infarco Miocardico (GISSI). Effectiveness of intravenous thrombolytic treatment in acute myocardial infarction. Lancet 1986; 1 : 397-402.

5. Mac Mahon S, Coiling R, Peto R, Koster lactic lidocaine in suspected acute myoca

2. ACC/AHA Guidelines for the early management of patients with acute myocardial infarction. Circulation 1990; 82 : 664-707.

entrop P, Blanke H. Karsch KR, Kaiser H, Kostering H, Leitzk. Selective

results from the 6. Salim Jusuf. Th

alcium channel blocking atgents following acute myocardial infarction. Chest 1988; 93 : 255-85.

7. Sholnick AE, Frishnan WH. Calcium channel blockers in myocardial infarction. Arch Intern Med 1989; 149: 1669-75.

8. Genton RE, Sobel BE. Early intervention for interruption of acute myocar- dial infection. Modem Concepts of Cardiovasc Dig. 1987; 56 : 35-41.

9. Ellis SG. Interventions in acute myocardial infarction. Circulation. 1990; 81 (Suppl IV) : IV43 -1V50).

10. Chesebro JH, Badimon L, Fuster V. New approaches to treatment of myocardial infarction. Am J Cardiol 1990; 65 : 12c-19c.

11. Caiurs IA, Collins R, Fuster V, Passaman ER. Coronary thrombolysis. Chest 1989; 95 : 735-875.

12. Koshal A, Beaulands DS, Davies RA, Nair RC, Keon WI. Urgent surgical reperfusion in acute evolving myocardial infarction. A randomized con-trolled study. Circulation 1988; 78 (

an eagle's eye, a lion's heart

A good surgen must haveand a lady's hand.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 47

Page 49: Cdk 067 Kardiovaskuler

Krisis Hipertensi

Sunoto Pratanu Laboratorium/UPFIImu Penyaki ntung F tas Ked eran Un tas Ait Ja akul okt iversi rlangga/

RSUD Dr. Suto Surabmo, aya BATASAN-B

Pemakaian

gawatannya, krisis hipertensi dibagi jadi :

1. Hipertensi gawat (hy ncy)

pen arah dalam waktu kurang dari satu jam.

gawat dan hipertensi darurat, karena tergantung pada penilaian klinik. Istilah hipertensi maligna (malignant hypertaccelerated malignant hypertension atau accelerated hyperten-sion, sering dipakai untuk hipertensi darurat.

BENTUK-BENTUK KR

Pada umumnya, krishipertensi sebelumnya, b

Dibacakan pada: Simpasiwn Tatalaksana Cawat Darurat di bidang Penyakit Jantung, Surabaya, 9 Pebruari 1991

tnya tekanan nan penting dalam timbulnya krisis hi-

per ialah :

1.

– Epistaksis berat. . Hiperte si darurat

Hipertensi maligna Penghentian obat anti-hipertensi secara mendadak

yang memerlukan

ATASAN istilah-istilah untuk hipertensi yang gawat sering

tingginya tekanan diastolik, kecepatan meningkadarah memegang pera

tidak seragam. Dalam makalah ini dicoba untuk memakai istilah-istilah dan batasan-batasan yang paling umum dipakai pada saat ini.

Krisis hipertensi ialah. keadaan klinik yang gawat yang di-sebabkan karena tekanan darah yang meningkat, biasanya tekan-an diastolik 140 mmHg atau lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud target organ disini ialah : otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah.

Batas tekanan darah untuk timbulnya krisis hipertensi, bisa lebih rendah dari 140 mmHg, misalnya 130 atau 120 mmHg. Hal ini terutama tergantung dari cepatnya kenaikan tekanan darah.

Menurut tingkat kemen

pertensive emerge2. Hipertensi darurat (hypertensive urgency).

Hipertensi gawat ialah keadaan klinik yang memerlukan urunan tekanan dHipertensi darurat ialah keadaan klinik yang memerlukan

penurunan tekanan darah dalam beberapa jam. Jelas, bahwa tak ada batas yang tajam antara hipertensi

tensi. Macam-macam bentuk krisis hipertensi

A. Hipertensi gawat : Serebrovaskuler : – Ensefalopati hipertensi – Perdarahan intraserebral – Perdarahan subarachnoid\ – Infark otak trombotik dengan hipertensi berat – Hipertensi maligna (beberapa kasus)

2. Kardiovaskuler : – Diseksi aorta – Payah jantung kiri akut – Insufisiensi koroner akut

Pasca bedah koroner 3. Lain-lain :

– Katekholamin yang berlebihan : ∗ Krisis pheochromocytoma ∗ Interaksi dengan monoamine oxidase inhibitor

– Trauma kepala – Perdarahan pasca bedah vaskuler

B nension atau

ISIS HIPERTENSI 3. Pembedahan :

– Hipertensi berat pada penderita is hipertensi timbul atas dasar adanya aik primer maupun sekunder. Selain

operasi segera – Hipertensi pasca bedah

1. 2.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 48

Page 50: Cdk 067 Kardiovaskuler

– Hipertensi berat pasca transplantasi ginjal 4. Luka bakar yang berat

ATOFISIOLOGI Tekanan darah yang sangat tinggi, terutama yang meningkat

alam waktu singkat, menyebabkan gapada target organ. Jantung

) Kenaikan tekanan darah menyebaada ventrikel kiri, sehingga terjadi payah jantung sering dalam entuk edema paru. Pada penderita yang sebelumnya sudah mempunyai g

sirkulasi koroner, makbabkan insufisiensi ko

eningkatnya preload menyebabkan kebutuhan iokard meningkat, sehingga terjadi iskemia miokard yang akut. embuluh darah ) Pada arteri kecil dan arteriol terjadi nekrosis fibrinoid, yang erperan penting dalam timbulnya kerusakan target organ. ) Penyulit berbahaya yang terjadi pada aorta ialah diseksi orta (istilah lama: aneurisma disekans). Di sini terjadi robekan ada intima aorta yang disertai masuknya darah kedalam inding aorta sehingga intima terlepas dari dindingnya.

id dari arteriol agalnya sistem

penderita dengan watan intensif.

secepat mungkin tetapi seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tak boleh terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ.

Untuk menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi kasus. Terutama untuk penderita

u dipertahankan pada tingkat yang dengan hipertensi khronis yang

l, tekanan darah tak boleh terlalu ekanan darah dapat diturunkan

mencapai tekanan darah sebelum terjadinya krisis. 2. Pengobatan target organ

kipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah umumnya masih n khusus untuk

lainan target organ yang terganggu. Misalnya pada krisis hipertensi dengan payah jantung kiri akut, diperlukan pengelolaan khusus termasuk pemberian diuretik, pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan afterload.

Pada krisis hipertensi yang disertai gagal gin jal akut, diperlukan pengelolaan kl?usus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan hemodialisis. 3. Pengelolaan khusus

Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan

OBAtekanan darah pada krisis hipertensi,

nti hipertensi yang khusus. Obat-obat ant kai untuk krisis hipertensi ialah yan bekerja cepat, efektif, aman den n ena banyak penderita dengan kri aka obat-oba erita yang masih

alrobat oral. diberikan sublingual dapat berguna pada

kri h dapat diberikan pada penderita yan

kai untuk krisis hipertensi ialah : arenteral (Tabel 1)

2. 3. Ob

Salah ntuk me u darah pada krisis hipertensi ialah nif 10-20 mg. Efek awal terl efek maksimum 15 menit. Pemberian

epat daripada oral, yang memerlukan , dan efek maksimum 30 menit.

obat h festasi klinik dari krisis. Untuk pen cepat, dipakai obat-obat paren-

P

d ngguan/kerusakan gawat

bkan peningkatanpreload

yang tua, tekanan darah perlagak tinggi. Juga penderitadisertai insufisiensi serebrarendah. Sebagai pegangan, ta

pbb) angguan Mes

a peningkatan tekanan darah dapat menye-roner akut. Hal ini diseba

memperbaiki fungsi target organ, padaengobatan dan pengelolaabkan karena

oksigen oleh diperlukan pmengatasi kem

mPabbapdRetina

Kelainan retina merupakan penyulit penting pada krisis hipertensi. Pada umumnya terjadi eksudat, perdarahan, dan papil bentung yang bisa menyebabkan kebutaan. Ginjal

Pada ginjal bisa terjadi kerusakan progresip karena atrofi iskemik dari nefron. Hal ini disebabkan karena nekrosis fibrinoid arteriol dan proliferasi sel-sel intima pada arteri interlobular. Akibatnya ialah menurunnya GFR dan aliran darah ginjal. Otak a) Ensefalopati hipertensi

Biasanya ensefalopati hipertensi disertai kelainan retina yang berat. Gejala-gejala ensefalopati seperti nyeri kepala hebat, muntah, konvulsi, stupor, dan koma disebabkankarena spasme pembuluh darah otak dan edema otak. Terdapat pula

adil tasi arteri-arteri otak dan nekrosis fibrinogyang luas. Dilatasi arteri ini disebabkan

otoregulasi sirkulasi otak, sehingga aliran darah otak meningkat dan menyebabkan edema otak. b) Perdarahan otak

Perdarahan otak biasanya disebabkankarena tekanan darah yang tinggi dan disertai adanya mikroaneurisma pembuluh darah otak.

PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI Dasar pengobatan

eperti keadaan klinik gawat yang lain,Skrisis hipertensi sebaiknya dirawat di ruang peraPengobatan krisis hipertensi dapat dibagi : 1. Penurunan tekanan darah

Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan

khusus, terutama yang berhubungan dengan etiologinya, misal-nya eklampsia gravidarum.

T-OBAT ANTI HIPERTENSI Untuk menurunkan

diperlukan obat-obat ai hipertensi yang dapat dipag mempunyai sifat-sifat : ga sedikit efek samping. Kar

sis hipertensi mengalami gangguan kesadaran, mt parenteral lebih disukai. Untuk pend

sadar, dapat dipakai obObat yang dapat

sis ipertensi, karena masih g kesadarannya terganggu. Obat-obat yang dapat dipa

1. Obat-obat pObat-obat oral (Tabel 2)

at-obat sublingual satu obat sublingual yang dianggap efektif u

nur nkan tekanan edipin. Dosis yang dianjurkan ialah ihat setelah 5 menit,

sublingual bekerja lebih c20 menit untuk efek awal

PEMILIHAN OBAT-OBAT ANTI HIPERTENSI Untuk berbagai bentuk krisis hipertensi, diperlukan obat-

usus sesuai denga k n maniurunan tekanan darah yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 49

Page 51: Cdk 067 Kardiovaskuler

Tab .

Obat Deals Efek (min) al Efek samping

el 1 Obat parenteral yang dapat digunakan pada krisis hipertensi

Vasodilator: 0.5-10 mSodium

cglltghnin angers Nausea, muntah,

nttroprusid infus twitching, intoksikasi Nitrogliserin 5-100 mcg/min 2 - 5 thiosianat, methemo-

globinemia Nyeri Impala, muntah,

infus takikardi, metheno- Diazoxid 50-150 mg, IV bo- 1 - 2 globinemia

Hipotensi, takikardi his, diulang, atau angina pektoris Hidralazin 15-30 mg/min infus

10-20 mg IV 10 Takikardi, nyeri ke-

10-50 mg IM 20-30 pals, muntah, angina Adrenergic

pektoris 5-15 IV

1 - 2 Takikardi, hipotensi

inhibitor: Phentolamin Trimetaphan 1-4/min, infus 1 - 5 ortostatik.

Parese usus dan kan- Labetalol 20-80 mg IV bolus, 5 - 10 dung kemih, hipotensi

ortostatik, pandangan kabur, mulut kering. Bronkhokonstriksi,

10 min, AV-block, hipotensi 2 mg/men infus oitostatik Metikbpa 250-500 mg infus 30 - 60 Mengantuk Klanidin 150 mEq N atau 10 Mengantuk, mulut IM kering, konstipasi

Tabel 2. Obat oral yang dapat digunakan pada krisis hipertensi

Obat Dosis (mg) Frekuensi

Kaptopril 25 menurut keperluan tiap jam menurut keperluan Klonidin

M0.1 - 0.2

inoksidil Nifedipin Prazosin

2.5 - 5 10

2 - 5

ulangi setelah 2-3 jam ulangi setelah 30 menit menurut keperluan

teral yang bekerja cepat. Bila penderita masih sadar, dapat dipakai obat-obat oral.

Untuk beberapa bentuk krisis hipertensi, pilihan obat dalam garis besarnya dianjurkan sbb.:

sif a. Ensefalopati hipertenUntuk ini dianjurkan obat-obat golongan vasodilator, se-

hingga tidak menurunkan curah jantung. Obat-obat yang me-nyebabkan mengantuk sebaiknya dihindari karena dapat meng-ganggu evaluasi klinik penderita.

lator. Bila keadaan

ini hai

menurun. d.

diberikan l t ditambahkan sebagai obat anti

hipe

peny

ab hipertensi ialah meningkatnya per-edar

d dan penyekat beta. . Eklampsia gravidarum

, yang sering dianjurkan

1. AcK chanism and diagnosis. Therapy. I Disease. A textbook of Cardiovascular M

3. W

gerated

. Savi L et al. A new therapy for hypertensive emergencies : Intravenous

b. Payah jantung akut diuretik dan vasodiUntuk ini dipakai

sangat mendesak, sebaiknya dipakai nitroprusid. Bila penderita masih sadar dan keadaan klinik tidak terlalu gawat, kaptopril ialah obat pilihan. c. Perdarahan intrakranial

Meskipun penurunan tekanan darah sangat diperlukan, hal us dilakukan dengan sangat hati-hati, karena penurunan

tekanan darah yang terlalu drastis akan menyebabkan hipo-perfusi otak. Pada umumnya dipakai obat-obat golongan vasodilator, sehingga curah jantung tidak

Insufisiensi koroner akut Kenaikan tekanan darah pada umumnya meningkatkan

kebutuhan oksigen untuk miokard. Pada penderita yang sebe-lumnya sudah mempunyai kelainan jantung aterosklerotik, ke-naikan tekanan darah yang cepat dapat menyebabkan insufisiensi koroner akut.

Obatpilihan ialah nifedipin yang dapatsub ingual. Penyekat beta dapa

rtensi dan juga untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokard. Juga preparat nitrat dapat ditambahkan. e. Diseksi aorta

Untuk mengurangi diseksi dengan segera, tekanan darah perlu diturunkan agak cepat. Obat-obat golongan vasodilator sebaiknya tidak dipakai karena menaildcan curah jantung, yang akan menambah kekuatan diseksi. Yang dianjurkan ialah

ekat beta atau obat-obat golongan inhibitor adrenergik. f. Pheochomocytoma dan krisis hipertensi karena MAO inhibitor

Dalam hal ini penyeban katekholamin; sehingga obat yang terbaik ialah phento-

lamin yang merupakan penyekat alfa adrenergik. Selain itu, dapat dipakai juga nitroprusig

Untuk menurunkan tekanan darahialah hidralazin. Juga klonidin dapat dipakai.

RINGKASAN

Telah dibicarakan pengertian krisis hipertensi, hipertensi gawat, hipertensi darurat, macam-macam bentuk krisis hipertensi dan dasar-dasar pengobatannya. Dibicarakan pula obat-obat anti hipertensi yang bisa dipakai untuk krisis hipertensi, yang bisa diberikan parenteral, oral, maupun sublingual.

KEPUSTAKAAN

narekar SN, Johnston CI. Management of acute hypertensive crisis with lonidine. Med J Aust 1974; 1: 829-31.

on : me2. aplan N. Systemic Hypertensin: Braunwald, E (ed.) Heart

edicine. 3th Ed. New York: WB Saunders Company. 1988: 819-83. illiam GH, Braunwald E. Hypertensive vascular disease. In: Braunwald

E, Isselbacher KJ, Petersdorf RG et al (eds.) Harrison's Principles of Internal Medicine, 11th ed. New York: McGraw-Hill Book Company. 1987: 1024-36.

4. Houston G, Mark C. Treatment of hypertensive urgencies and emergencies with nifedipine. Am Heart J 1986; 111: 963-9.

5. Monsalve MB et al. Intravenous clonidine in treatment of exaghypertension and hypertensive emergency. Curr Ter Res 1980; 27.

6captopril, A preliminary report. Curr Ther Res 1990; 47 (June).

7. Sokolow M et al. Clinical Cardiology, 4th ed. Palo Alto: Lange medical pubL 1986: 209-7.

8. US Joint National Committee : The 1988 Report of the Joint National Committee on Detection. Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Arch Intern Med 1988; 148: 1023-37.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 50

Page 52: Cdk 067 Kardiovaskuler

K

egiatan llmiah

oe i Ba u al

Ja e

h h ng aka yang tak h ibah t ada karena esis dan penatalaks an yang terus menerus b ping

otensinya untuk menjadi masalah kesehatan masyarakat yang nfeksi

khir, di samp ningkatan sehatan dan sa kungan.

Simposium Dimensi Baru Penatalaksanaan Hipertensi ya ngarakan himpuna di Ja lama be membah n-ny faktor-fakto isiko sepert stensi in n merokok s gus meng ep pena-

ganan baru dengan obat penyekat alfa selektif-doxazosin.

yang rendah, intoleransi k

menjadi 16 kali lipat bila se-

jadinya aritmi, kematian mendadak dan PJK. Selain itu, karena

ko PJK, perlu i pengaruhi ventrikel kiri, bahkan

penggunaan obat perti doxazosin.

menaikkan adartrigliseriddan VLDL, tidakmempengaruhikadarkolesterol otal dan LDL, dan m HDL. Obat-obat lain

seperti antagonis kalsium, ACE-inhibitor dan obat-obat yang

selpla tal,

beb

3. aktivasi

bang ialah resistensi sulin dan kaitannya dengan hipertensi dan penyakit jantung

Simp s um iDim ns r Penat aksanaan Hipertensi

karta 1 F bruari 1991

Masala ipertensi mema merup n sesuatu abisnya d as; hal tersebu lah kosnep patogen

ana erubah, di samppenting di masa-masa mendatang, pada saat penyakit isudah dapat ditangani dengan obat-obatan yang muta

ing pe derajat ke nitasi ling

ng disele oleh Per n Nefrologi Indonesia aitakarta belum rselang as hipetensi dalam k

a dengan r r i lipid plasma, resisulin da ekali etengahkan kons

nDR. T. Santoso dari Subbagian Kardiologi bagian Ilmu

Penyakit Dalam FKUI/RSCM mengetengahkan dimensi baru penatalaksanaan penyakit jantung koroner yang erat kaitannya dengan hipertensi, selain dari faktor-faktor risiko lainnya seperti

e ol–HDL hip rlipidemi, kadar kolestergiu osa, obesitas, merokok, kurangnya aktivitas fisik dan stres.

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (PJK) tiga kali lipat, sedangkan hipertensi dan hiperkolesterolemi meningkatkan

ik dan akanris o ini menjadi 9 kali,lain dari adanya faktor-faktor risiko di atas, orang tersebut juga merokok. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan melalui suatu keadaan resistensi insulin dan hiperinsulinemi sebagai kompen-sasinya, sehingga perlu diperhatikan dalam pemilihan obat-obat

ihant ipertensi. Diuretika diketahui dapat menyebabkan hipokalemi, hiper-

glikemi, hiperurikemi dan gangguan profil lemak darah; efek samping metabolik ini dikaitkan dengan peningkatan risiko ter-

hipertrofi ventrikel kiri juga inerupakan faktor risidip lih obat yang tidak membila mungkin menyebabkan regresi hipertrofi yang telah terjadi; hal tersebut dapat dicapaidengan peny kat alfa se

e

Kaitan pengobatan hipertensi dengan gambaran lipid plasma dibahas oleh Imam Parsudi A. di Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Diponegoro, Semarang. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa tiazid menaikkan kadar VLDL dan trigliserid, sedikit menaikkan kadar kolesterol total dan LDL dan hampir

dak mempengaruhi kadar HDL. Penyekat betatikt enurunkan kadar

bekerja sentral tidak mempunyai efek bermakna terhadap lipid plasma; sedangkan obat yang tergolong dalam penyekat alfa

ektif akhir-akhir ini diketahui dapat memperbaiki profil lipid sma berupa penurunan kadar trigliserid dan kolesterol to

dan peningkatan kadar HDL. Efek perbaikan profil lipid plasma tersebut diduga melalui

erapa mekanisme : 1. Menurunkan sintesis kolesterol di hepar melalui hambatan

aktivitas HMG-CoA reduktase. 2. Menaikkan clearance plasma LDL melalui aktivasi reseptor

LDL sehingga kadar LDL plasma turun. Menaikkan clearance plasma trigliserid melalui lipoprotein lipase.

4. Menafkkan sintesis VLDL di hepar sehingga kadar trigliserid turun.

Suatu konsep baru yang masih berkemin

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 51

Page 53: Cdk 067 Kardiovaskuler

koroner. Topik ini dibicarakan oleh dr. Slamet Suyono dari ubbagian Metabolik-Endokrin, Bagian Penyakit Dalam FKUI/

a pada hipertensi, a dari darah telah

ngkat, yang akan erangsang produksi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemi.

Terdapat empat mekanisme yang diduga berperan : . Peningkatan kadar insulin berjalan bersamaan dengan pe-

ningkatan kadar katekolamin; hal ini baru diamati pada tikus percobaan.

. Insulin meningkatkan reabsorpsi air dan natrium di ginjal.

. Insulin meningkatkan pertukaran ion H+ dan +

menimbulkan dua hal; pertama tertimbuilnyadalam sel sehingga merangsang sel-sel

babkan hipertrofi dinding pembuluh darah. 4. Insulin menyebabkan perubahan k

otot pembuluh darah. Aspek lain yang ikut dibahas oleh Jose Roesma dari Subbagian injal dan Hipertensi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ SCM ialah merokok dan kaitannya dengan hipertensi. Asap kok diketahui mengandung tidak kurang daril 4000 jenis bahan

2–3

n

m

tap atau sedikit meningkat akibat konstriksi vena

yaitu menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserid serta meningkatkan kadar HDL-kolesterol.

Pengalaman penggunaannya di Inggris terhadap 4027 pendeita hipertensi ringan atau sedang menunjukkan bahwa 9,3% mengalami efek samping dan 5,8% menghentikan pengobatan. Efek samping yang sering terjadi ialah pusing (5,8%), nyeri kepala (4%), rasa lelah (2,5%) yang kebanyakan disebabkan oleh efek obat terhadap refleks kardiovaskuler pada perubahan posisi tubuh.

Dengan semakin banyaknya obat antihipertensi yang dikem-bangkan, pilihan menjadi semakin beragam. RP. Sidabutar dari

l dan Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam ngingatkan bahwa tujuan pokok pengobatan tidak berubah, yaitu mencegah pemendekan

Pedoman pengobatan hipertensi, tergantung pada berat-ri-enurut rekomendasi WHO (tabel 1)

mungkinan efek samping yang harus dipertimbangkan dalam pemberian obat antihipertensi dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 1. Pegangan Penanganan Hipertensi Ringan menurut Rekomen-

SRSCM, Jakarta. Penelitian menunjukkan bahwefektivitas insulin untuk meng'ambil' glukoserkurang, akibatnya kadar glukosa darah menib

m

1

23 Na sehingga

Na dan Ca di yang sensitif

Subbagian GinjaFKUI/RSCM mehipertensi tetap

terhadap norepinefrin dan angiotensin II; yang ke dua ialah menyebabkan alkalosis relatif yang dalam jangka panjang meningkatkan sintesis dan proliferasi sel sehingga menye-

umur penderitanya, ditambah dengan usaha agar kualitashidupnya tetap baik; akan lebih baik lagi bila pengobatantersebut juga bisa mencegah/menghilangkan aterosklerosis.

omposisi otot, termasuk ngannya, dapat dilakukan mdan tabel 2. Sedangkan ke

GRrokimia yang merugikan kesehatan, baik bagi si perokok (perokok aktit) maupun orang-orang di sekitarnya (perokok pasif).Seorang yang menghisap rokok, denyut jantungnya akan meningkat sampai 30% setelah 10 menit, tekanan sistolik naik 10% dan diastoliknya naik 7%.Secarakronis,pengaruhnya belum diketahui dengan jelas, tetapi dari penelitian epidemiologik diketahui bahwa kalangan perokok menderita komplikasi kardiovaskuler

kali lebih sering bila dibandingkan dengan bukan perokok. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan

antihipertensi pada perokok ialah : 1. Diuretik – di samping meningkatkan kadar lemak darah,

juga dapat menyebabkan hipokalemi, akibatnya lebih mudah terserang ventricular extrasystole (VES) karena

ikotin juga berperan merangsang sistim saraf simpatis. 2. Penyekatbeta–penelitian jangkapanjang menunjukkan efek-

tivitas yang rendah, diduga karena adanya vasokonstriksi perifer akibat nikotin.

3. Vasodilator – cukup rasional untuk digunakan karena dapat mencegah vasokonstriksi akibat nikotin, juga tidak

engubah profil lemak darah. Vasodilator yang diajukan dan dibahas oleh Arini Setiawati

di Bagian Farmakologi FKUI pada simposium ini ialah doxazosin suatu penyekat alfa-1 yang dikembangkan dariprazosin-penyekat alfa pertama yang bekerj a selektif pada reseptor an-1 dan efektif untuk pengobatan hipertensi jangka panjang.

Doxazosin menurunkan tekanan darah melalui penurunan resistensi perifer tanpa meningkatkan frekuensi denyut jantung; curah jantung temelalui reseptor alfa-2 yang terdapat di vena.Selain itu, penyekat alfa-1 mempunyai efek menguntungkan terhadap lipid plasma,

dasl WHO (1989) 1. Tekanan Darah Diastolik (MD) 90 -104 mm Hg diukur 3 X pada 2 kali

kunjungan. 2. Diulangi lagi 2 kunjungan berikut dalam 2 minggu. 3. 4 Minggu kemudian : bila TTD < 90 mmHg, pantau tiap 3 bulan selama 1 tahun. bila TTD 90 -104 mmHg, berikan pengobatan nonfannakologik. 4. 3 Bulan kemudian : bila TTD 90 – 94 mmHg, perketat usaha nonfarmakologilt, bila TTD 95 -99 mmHg dan ada FaktorRisikopertimbangkan pemberian

OAH, bila TTD > 100 mmHg, berikan OAH. 5. 3 Bulan kemudian : bila TTD 90 – 94 mmHg dan tak ada faktor risiko, teruskan usaha

nonfannakologik, bila ada faktor risiko, pertimbangkan OAH, bila TTD 95 – 99 mmHg, beri OAH ada atau tidak ada faktor risiko. Tabel 2. Beberapa Kombinasi OAH Yang Sering Dipergunakan pada

Hipertensi Sedang – Herat.

Obat awal Obat tambahan

Diuretik

Bloker Beta Inhibitor ACE

Bloker Beta

Bloker Alfa 1 Diuretik

Nifedipin/Diltiazem

Nifedipin, Diltiazem Bloker Beta Inhibitor ACE

Inhibitor ACE

Bloker Alfa 1 Diuretik

Bloker Beta Antagonios Kalsium

Antagortis Kalsium

Bloker Alfa 1

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 52

Page 54: Cdk 067 Kardiovaskuler

Tabel 3. BeberapaSifat OAH dalam Kaitan Individualisasi Pengobat

Diuretik Agonis A Sentral

Bloker Beta + ISA

an

Blok

.

es. Beta– ISA Vasodilator Bloker Alfa Inhibitor

ACE Antagonis Kalsium

Hiperlipidemia Hiperglikemia

R R

U 0

R R

Kerja flail( 0 0 LVH Hiperurikemia Faal trombosit AII

O/R R R

U 0 0

? R U

Katekolamin R R

U U

0 R

Kalium Magnesium Cepat aliran darah Viskositas darah

R R 0 R

0 0 U 0

R U ? ?

R (U/R) R 0

O/? R ?

0 0 0 R 0

U 0 0

U/O 0

U/O 0 0 U 0

U 0 0 U 0

U R R U U U

? R. R 0 0 U U

? 0 0 0 0

O/R U

U U U 0 0 7 7

U 0 0 0 0 7 ?

R

r

Keterangan : U = rnenguntungkan; R = merugikan; O = tidak ada penga uh; ? = tidak je[as.

A man is rich according to wto what he has

hat he s and not accord ( enri Ward Beec

i ing H her)

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 53

Page 55: Cdk 067 Kardiovaskuler

Kegiatan llmiah

Kongres Nasional VI Perhimpunan Kardiologi Indonesia

KOPERKI VI

Ujungpandang 3 - 6 Maret 1991

Denganmakinberkurangnyapenyakit-penyakitinfeksi, maka kelainan degeneratif dan sistemik mulai muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat; dan yang paling menonjol di antaranya adalah penyakit jantung dan pembuluh darah.

Tidaklah mengherankan bila masalah seputar penyakit tersebut akhir-akhir ini menjadi topik bahasan yang banyak dibicarakan. Salah satu di antaranya ialah di Kongres Nasional VI Perhimpunan Kardiologi Indonesia yang baru-baru ini-berlangsung di Ujungpandang pada tangal 3-6 Maret 1991.

Kongres yang berjalan selama empat hari tersebut diisi dengan berbagai kuliah tamu, simposium dan makalah lain yang kesemuanya membahas penyakit-penyakit jantung dengan berbagai aspeknya, termasuk masalah pendidikan dan penempatan tenaga ahli jantung di Indonesia.

Simposium mengenai Gagal Jantung antara lain menge-tengahkan masalah pengobatan dini yang dibahas oleh T. San-toso dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta. Dia berpendapat bahwa secara klinis pengobatan gagal jantung diharapkan dapat memperbaiki mutu kehidupan, antara lain dengan memperbaiki toleransi aktivitas fisik,dan sekaligus mem-perpanjang harapan hidup penderitanya. Tujuan tersebut dapat dicapai bila kegagalan miokardium dan kegagalan sirkulasi akibat gangguan sistim neurohumoral dapat diperbaiki; untuk itu dapat digunakan obāt-obat yang bersifat inotropik positif, diure-tik, vasodilator atau modulator neurohumoral seperti ACE inhi-bitors, alpha-blockers atau beta-blockers. Di antara obat-obat tersebu am pengdan ACE inhibitors harapan hidup pendekaptopril-sejenis ACEpenyakit,di samping mKusmana dari Bagiabahas aspek patofisiologi gagal jantung dan pengaruh hormonal, yaitu peranan renin, angiotensin dan aldosteron. Kegagalan kerja

jantung akan menurunkan curah jantung sehingga tekanan darah juga turun; keadaan ini merangsang aktivitas simpatis berupa peningkatan produksi katekolamin yang akan menyebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini dalam jangka pendek memang menguntungkan, tetapi bila berlangsung lama akan menaikkan tahanan tepi yang berarti menambah beban jantung untuk mendorong aliran darah di organ-organ. Mekanisme kompensasi ini harus selalu dipertimbangkan dalam setiap usaha mengatasi gagal jantung.

Pembahasan atas Penyakit Arteri Koroner antara lain di-lakukan oleh David T. Kelly dari Sydney, Australia yang mem-bahas kembali patogenesis aterosklerosis. Dia berpendapat bahwa pengobatan angina pektoris pertama-tama ditujukan pada pencegahan aterosklerosis, selain itu juga diharapkan dapat mencegah agregasi trombosit yang dapat men-cetuskan terjadinya trombosis; dan yang ketiga adalah mencegah vasospasme.Akan lebih baik lagi bila kebutuhan oksigen miokard juga dapat ditekan, sehingga dapat bermanfaat pada angina kronik yang stabil. Pengobatan angina pektoris meliputi medi-kamentosa menggunakan obat-obat nitrat, beta-blockers, anta-gonis kalsium, dan operatif berupa angioplasti atau pembedahan pintas. Nifedipin adalah salah satu obat yang dapat digunakan karena telah terbukti mempunyai efek vasodilatasi koroner. Unstable angina dibahas oleh Harry Suryapranata dari Rotter-dam, Belanda. Dia berpendapat bahwa unstable angina, infark miokard akut dan sudden death didasari oleh patogenesis yang

koronaria. tas tiga jenis, yaitu: dan berkembang yang memburuk; ronik yang stabil. da berulang di saat

istirahat yang berkaitan dengan perubahan kompleks ST-T pada EKG yang reversibel, tanpa tanda-tanda klinis maupun

t, dal gunaan jangka panjang, hanya vasodilator yang telah terbukti dapat memperpanjang

sama, yaitu kelainan aterosklerotik di arteria Atas dasar gejalanya, unstable angina dibagi a

rita. Untuk gagal jantung yang ringan, inhibitor-dapat mencegah progresivitas

• Angina progresif - angina yang barumakin berat dengan gambaran klinik

engurangi kebutuhan/dosis diuretik. Dede n Kardiologi FKUI-RS Harapan Kita mem-

dapat juga dijumpai pada pasien angina k• Angina at rest- serangan-serangan nyeri da

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 54

Page 56: Cdk 067 Kardiovaskuler

enzimatis yang menunjukkan perburukan nekrosis miokard. Early postinfarction angina– pasien yang menderita angina

dicetuskan oleh

ongan angina pro-resif mempunyai prognosis yang relatif lebih baik dan umum-ya bereaksi baik terhadap pengobatan, pada beberapa kasus erlu dipertimbangkan tin

Sedangkan padapasien yang mdan early postinfarction angiterutamafarmakolantagonitindakan

Salah satu tindakan yang dapat dilakukantransluminal coronary angioplasty (PTCA); punyai angka sukses yang berkisar antara 70% sampai 92%; mortalitas perioperasi berkisar antara 1,8% sampai 7,7% dan kejadian infark miokard periop

6,7%. PTCA telah terbukti early postinfarction angina; meskipun demikian angka sukses ada

– Pencegahan melalui pengembangan dan penerapan strategi secara nasional.

– Pencegahan sejak usia dini. – Cara-cara pencegahan yang terintegrasi dengan program pe-

nyakit tidak menular lain karena adanya faktor-faktor risiko yang sama dan cara-cara pencegahan yang serupa. Metode ini telah dijalankan di Novi Sad, Jugoslavia sejak

asil berupa penurunan baik at penyakit-penyakit jantung un dari 453 kasus di tahun

ebesar 32%

7% – ya

enjadi 42,2% – suatu penurunan sebesar 1983 -1989. Selain itu faktor-faktorrisiko

n darah rata-rata menurun, demikian juga dengan kadar kolesterol rata-rata.

ni adalah akibat dari program eteksi dini dan mengurangi

faktor risiko, diagnosis dan pengobatan yang lebih cepat dan

sehatan

h yang

lIndseh

•dalam 30 hari setelah infark atau yangaktivitas fisik ringan. Pasien-pasien yang termasuk dalam gol

gnp dakan operasirevaskularisasi.

empunyai gejala angina-at-rest na, prognosisnya lebih burukS

tahun 1979 dan menunjukkan hmorbiditas maupun mortalitas akibiskemik. Infark miokard akut tur

bila tidak responsif terhadap pengobatan ogik yang dapat berupa beta-blockers, nitrat atau s kalsium; pasienpasien ini perlu mempertimbangkan operatif sebagai salah satu alternatif

1983 menjadi 385 di tahun 1989 – suatu penurunan s11%, sedangkan mortalitasnya turun lebih besar, yaituselama periode yang sama. Kasus stroke juga menurun

jadi 422 kasus, sedangkan mortalitasn. ialah percutaneus tindakan ini mem-

dari 453 kasus menturun dari 67,1% m41% selama tahun jugaberkurang, tekana

erasi berkisar antara 1% sampai fektif pada unstable angina dan

Hasil yang menggembirakan iintervensi aktif yang meliputi d1

ep unstable angina tetap lebih rendah daripada kasus stable angina;hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan patofisio-logi yang menyebabkan variasi klinis dan risiko komplikasi yang lebih besar. Selain itu PTCA dapat merangsang terjadinya trom-bosis intrakoroner dan iskemi miokard, hal ini diamati terutama pada percobaan binatang karena menyebabkan kerusakan endo-tel, penumpukan trombosit dan vasokonstriksi lokal, sehingga perlu diwaspadai juga pada manusia. Terapi tambahan berupa pemberian trombolitik juga dapat menentukan efektivitas peng-obatan; dalam hal ini harus diperhatikan kemungkinan kom-plikasi perdarahan. Cara ini juga digunakan untuk mengatasi oklusi akut selama PTCA. Penggunaannya sebagai pengobatan pencegahan harus mempertimbangkan komplikasi perdarahan dan adanya kenyataan bahwa hanya kurang dari 10% pasien unstahle angina akan mengalami komplikasi akut. Selama ini PTCA telah terbukti bermanfaat untuk penderita angina-at-rest, baik yang refrakter maupun yang menerima obat, dan pada pen-derita early posticfarction angina; meskipun demikian masih terdapat kemungkinan timbul komplikasi yang berkaitan dengan aktivitas trombosit, fibrin, tromboksan A dan pembentukan trombus. Uji klinis yang ada selama ini berkenaan dengan kasus-kasus sederhana – single-vessel disease dengan fungsi ventrikel kiri yang masih baik, sehingga masih harus dibuktikan manfaatnya pada kasus-kasus yang lebih kompleks.

Suatu studi epidemiologik penyakit jantung iskemik yang menarik dikemukakan oleh D. Jakovl jevic dari Jugoslavia. Dia mengnraikan MONICA (Multinational Monitoring of Trends and Determinants of Cardiovascular Diseases) Project – suatu studi WHO yang ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pembuluh darah – terutama penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler.dan hipertensi dalam masyarakat. Strategi utama dari WHO Cardiovascular Disease Program adalah:

baik, dan pendidikan kesehatan untuk masyarakat luas. Semua usaha tersebut memerlukan biaya yang tidak lebih besar dari 1% biaya total kesehatan setempat karena semuanya di-integrasikan ke dalam aktivitas sehari-hari mereka.

Program MONICA tersebut telah pula dijalankan di Jakarta, bekerja sama dengan Pusat Kesehatan Jantung Nasional/RS Jantung Harapan Kita, Departemen Kesehatan RI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dinas KeDKI Jakarta dan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro.

Survai dasar yang dilakukan atas 2073 responden di tiga kecamatan di Jakarta Selatan menemukan 57 (2,7%) kasus infark miokard lama: 7 (12,3%) di daerah anterolateral, 30 (52,6%) diposterior/inferior dan 20 (35,1%) di anterior. Empat orang (7%) pemah dirawat di rumahsakit karena penyakit jantung, satu di antaranya dengan anamnesis infark miokard. Kasus-kasus ter-sebut terdiri dari 40 (70%) pria dan 27 (30%) wanita, sedangkan faktor risiko yang ditemukan ialah merokok (28–49,1%), hi-pertensi (15%–26,3%), hiperkolesterolemi (12–21%), kurang/ tidak berolahraga (30%–52,6%) dan hiperglikemi (7%–12,2%). Masalah hiperkolesterolemi ini diteliti secara khusus, dan ter-nyata kadar kolesterol lebih dari 250 mg% ditemukan pada 13,7% populasi. Kadar kolesterol rata-rata pada populasi ter-sebut ialah 203 ± 43 mg%, trigliserid 142 ± 86 mg%, kadar HDL 51,8 ± 18 mg%.

Kongres ini juga membahas masalah kecenderungan pe-

ningkatan prevalensi penyakit jantung dan pembuluh daradikaitkan dengan program pendidikan dan penempatan dokterah i jantung dan pembuluh darah di rumahsakit-rumah sakit di

onesia. R. Sjamsuhidajat dari Konsorsium Ilmu-Ilmu Ke-atan menyoroti hal tersebut dari segi pelayanan holistik pada

masyarakat; di masa perkembangan spesialisasi ilmu kedokteran

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 55

Page 57: Cdk 067 Kardiovaskuler

ke arah pendalaman satu sistim atau salah satu/beberapa organ

biohar

den e Tana Toraja selama dua had yang diisi l akongres mengenai berbagai

tubuh, komitmen tentang pengertian yang menyeluruh terhadap logi manusia (comprehension of the total human biology) us tetap dipertahankan.

Setelah berlangsung selama empat hari,kongres ditutup gan acara tour k

pu a dengan Simposium Pascperkembangan terapi beberapa penyakit jantung.

Brw

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 56

Page 58: Cdk 067 Kardiovaskuler

HUIL

SUDAH BOLEH Ditengah-tengah presentasi kasus yang menegangkan di ruang konpe-rensi Unit Bedah, tiba-tiba terdengar bunyi flatus diikuti bau H2S yang menusuk hidung. Seorang ahli bedah senior yang kebetulan menjadi moderator segera bertanya, "Siapa yang berbunyi tadi?" Semua peserta terdiam. Senior itu melanjutkan, 'Baiklah, kalau tidak ada yang mengaku tidak apa-apa. Sebetulnya saya hanya ingin mengata-kan bahwa dia sudah 'boleh minum se- dikit-sedikit, karena peristaltiknya mulai pulih!>,

Imtikkhnanik

Yogyakarta PERNAH Dokter : "Apakah Bapak pernah men-

derita sakit gula?" Pasien : "Belum Dok!" Dokter : "Apakah di antara keluarga

Bapak ada yang menderita sakit gula?"

Pasien : "Tidak ada, tapi ... anu Dok!" Dokter : "Apa?" Pasien : "Ayah saya dulu direktur pa-

brik gula!" Hardi C.

Yogyakarta

MELATIH OTAK Seorang dokter yang profesotak harus selalu dilatih supayastrasikan kemampuan daya ingadi seluruh ruangan kampus. Kekagum. Selang setengah tahun kempenglihatannya sudah rabun sejumlah anak tangganya supaya t

KAPOK Si Johny membawa anak anitu berak di mana-mana di dadibawa pulang dan ditaburkan dkembali 5 hari lagi untuk menillagi membawa anjing kesayanga "Bagaimana hasilnya?" tany "Bagus sekali dokter. Bahkapada hal obatnya baru sekali dip "Lho, kok manjur amat? Bag"Sesuai petunjuk dokter, bubukJohny sambil menunjuk ke anus

ADA APA ? Dalam kamar perawatan lapasien sakit gila yang sedang tidke luar dan kembali ke tempat selimut. Pasien kedua juga berb Dokternya yang sejak tadi luar jendela, ternyata di luar tiddan . . terus ke luar ruangan !

MOR MU KEDOKTERAN

or selalu berpesan kepada para mahasiswanya, bahwa ingatan menjadi baik. Kemudian beliaii mendemon-tnya dengan menyebutkan semua jumlah anak tangga

mampuan daya ingat beliau membuat para mahasiswa

udian baru ketahuan bahwa sebenarnya beliau itu hingga untuk memasuki ruangan beliau perlu hapal idak salah melangkah !

Hendro Artho Puskesmas Sidoharjo, Wonogiri

jingnya ke dokter hewan karena kesal melihat hewan lam rumah. Oleh dokter ia diberi bubuk lada untuk i tempat anjing itu berak. Lalu dipesan agar si Johny

ai kemajuanan jingnya. Lima hari kemudian ia datang nnya kembali ke dokter.

a dokter. n sudah 5 hari ini ia tidak berani berak sama sekali, akai" jawab si Johny. aimana cara pakainya? tanya dokter. lada saya taburkan pada tempat beraknya" jawab si anjingnya.

R Setiabudy Jakarta

ntai empat seorang dokter sedang menunggui empat uran. Tiba-tiba seorang pasien menuju jendela, melihat tidurnya sambil senyum dan menutup dirinya dengan uat serupa, demikian juga pasien ke tiga dan ke empat. memperhatikan, penasaran ingin tahu dan melihat ke ak ada apa-apa. Dokter jadi ikut senyum-senyum juga

Juvelin Jakarta

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 57

Page 59: Cdk 067 Kardiovaskuler

ABSTRAK PENGARUH KOLESTEROL TER-HADAP PENYAKIT JANTUNG KORONER

Meta-analisis yang dilakukan atas ercobaan-percobaan yang ditujukan ntuk menurunkan kejadian penyakit ntung koroner melalui penurunan adar kolesterol darah ternyata tidak

pulan yang pasti.

a

- perbedaan yang

36% pada

s

nyakit masing-masing ebesar 0,3% dan 0,53%.

Penurunan angka t penyakit jantung koroner

elompok percobaan (sebanyak 28 per 000) ditutup oleh kenaikan angka

ibat sebab lain (kecelakaan,

301 : 309-14

ASAM F

t

diikutsert percoganda menggunakan 15 m / hari selama 6 bulan, di lua n psikotropiknya. Ternyata setelah enam bulan, kelom-

ok folat menunjukkan perbaikan yang

self-rating scale. Penemuan ini menyotentang adanya gangguan dalam Susunan saraf di kmental.

Lancet 1990; 336 : 392-5 Hk

SI

negatif dengan rasa lelah dan pingsan. Meskipun hipotensi sistemik ber-

gan rasa lelah yang persisten,

diderita bersamaan dengan serangan mnya terjadi di kalangan

, kejadian yang nonparoksismal/nonstereotipik,

ejadian motorik yang atipikal dan EEG g normal sepanjang hari.

Neurology 1990; 40 : 756-9 Brw

BERULANG

n i-

zure). Ternyata 101 (30%) mengalami serangan ulangandalam periode tersebut. Risikoberulangpadapenelitian ini ialah 26% pada 12 bulan, 36% pada 24 bulan, 40% pada 36 bulan dan 42% padsa 48

12, 24 dan 36 bulan, dibandingkan de-

prediksi yang terkuat di ka-langan idiopaahic seizurkelainanmemberikan risiko sebesar 41%, 54% dan 56% pada 12, 24 dan 36 bulan,

ik dengan EEG abnormal. Pediatric 1990; 85(6) : 1076-85

ULANG

(unprovoked seizure). Selaserangan telah berulang paRisiko berulangnya serangan t

lebih besar, dan di antara kasidiopatik, adanya saudara kandumenderita epilepsi, adanya gelompaku-ombak umum pada EEG dan riwayat serangan yang akut, me-ningkatkan risiko berulangnya serang-

pujakmenghasilkan kesim Percobaan-percobaan tersebut meli-batkan 24.847 peserta dan kira-kir119.000 person-years. Penurunan kadarkolesterol pada kelompok percobaan rata-rata sebesar 10%, menghasilkanangka mortalitas total sebesar 4,74%, dibandingkan dengan pada kelompok kontrol sebesar 4,50%tidak bermakna. Mortalitas akibat pe-nyakit jantung koroner adalah 1,59%pada kelompok kontrol dan 1,kelompok percobaan; angka mortalitaakibat kanker masing-masing sebesar0;66% dan 0,95%, dan angka mortalitas bukan akibat pes

kematian akiba di kalangan

k1kematian akbunuh diri sebesar 29 per 1000).

BMI 1990;Hk

OLAT DAN SKIZOFRENIA

Definisi asam folat (kadar folat eri- diderita oleh 41(33%)trosit < 200 ug/1)

dari 123 pasien kelainan ppsikiatrik aku(depresi mayoratau skizofrenia). Mereka

akan dalam baan buta-g metilfolatr pengobata

pl

kong hipotesis proses metilasi alangan pasien

RISIKO KEJANG Pengamatan selama 30 bulan di-lakukan aas 283 anak dengan serangaspontan pertama first unprovoked se

GEJALA HIPOTEN Untuk mengetahui korelasi antara tekanan darah dengan keluhan subyek- tif seperti rasalellah, nyeri kepala dan rasa berdebar, sekelompok peneliti di Inggris telah memeriksa 7383 orang

bulan. Risiko kumulatif pada 47 anak de-ngan remote symptomatic first seizure adalah sebesar 37%, 53% dan 60% pada

dewasa. Ternyata mereka menemukan bahwa tekanan sistolik berkaitan po-sitif/memperkuat keluhan nyeri kepala dan rasa berdebar, sebaliknya berkaitan

ngan 24%, 33% dan 36% di kalangan anak dengan idiopathic seizure. Faktor

kaitan den

reka tme idak menganjurkan intervensi khusus karena efeknya yang me-ngutungkan dari segi mortalitas.

BMJ 1990; 301 : 362-5 Hk

sedangkan pada EEG yang normal, risikonya hanya 15%, 23% dan 26% untuk jangka waktu yang sama. Riwayat keluarga hanya berpengaruh padakasus-kasus idiopat

DIAGNOSTIK PSEUDOSEIZURE Pseudoseizure merupakan masalah

Brw

yang sering dijumpai dalam usaha diag- RISIKO KEJANG BERnostik epilepsi; angka kejadiannya ber-kisar antara 5-20% pada pasien epilepsi yang berobat jalan. 20-30% di antaranya

Penelitian telah dilakukan atas 208 orang yang menderita serangan spontan

epilepsi, umuwanita (75-80%) dan berkisar pada usia 15-35 tahun (83%). Untuk mengatasinya, para peneliti di Indianapolis, Amerika Serikat, meng-

diperkirakan sebesar 14%, 29% dan 34% pada 1, 3 dan 5 tahun setelah serangan pertama. Riwayat gangguan neorologik se-

anjurkan pendekatan diagnostik yang terdiri dui kepsatian diagnosis melalui rekaman video-EEG dengan kriteria: adanya waking alpha rhythm

belumnya (trauma kepala, CVD, infeksi SSP, retarasi mental/cerebral palsy) meningkatkan risiko hingga 2 1/2 kali

kyan

e ialah adanya EEG. EEG yang abnormal

ma 4 tahun, da 64 orang.

ersebut

us-kasus ng yang

bang

ebih nyata, seperti yang diukur melalui clinical rating scale, Hamilton depres-sidninventory maupun Beck depression

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 58

Page 60: Cdk 067 Kardiovaskuler

ABSTRAK an; sedangkan pada kasus.;dēngan ri-wayat status epileptikus, serangan simto-matik sebelumnya dan paresis Todd juga

bahwa kognitif dari

diteliti sangat ringan. Neurology 1990; 40 : 391-4

ia tersebut mempunyai

ia dengan kadar lipoprotein(a) lebih dari 365 mg/

kali lebih besar untuk menderipada pria

secara farmakologik, karenaepat penguraian kafein dalam tub

me-

a bagian yang di hemisfer kanan,

mengalami pembedahan koroner danrserang stroke.

ntuk

an risiko penyakit jantung

meningkatkan risiko. Tergantung pada gambaran klinis, risiko berulang pada 5 tahun berkisar antara 23-80%, dan ternyata pengobatan antikonvulsan tidak mempengaruhi angka risiko tersebut.

Neurology 1990; 40 : 1163-70 Brw

EFEK SAMPING ANTIKONVUL-SAN Limabelas pasien epilepsi parsial kompleks diobati dengan karbamazepin, fenobarbital dan fenitoin secaraberganti-ganti setiap 3 bulan untuk mengetahui efek pengobatan terhadap hasil evaivasi neuropsikologik. Mereka dievaluasi dengan berbagai instrumen, a.1. forward and backward digit span, Selective Reminding Test, Digit Symbol dari WAIS-R, Finger Tapping dan Choice Reaction Time. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga jenis pengobatan memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna; perbedaan yang bermakna hanya didapatkan alas pasien dengan fenobarbital pada tes Digit Symbol.

Para peneliti menyimpulkan efek antikonvulsan yang

Brw FAKTOR RISIKO PENYAKIT JAN-TUNG KORONER Untuk menyelidiki pengaruh kadar lipoprotein(a) serum terhadap penyakit jantung koroner, 776 pria diukur kadar lipoprotein(a) serumnya di tahun 1983 - 84 dan 6 tahun kemudian. Dalam masa 6 at hun tersebut, 26 pria menderita infark

miokard atau meninggal akibat penyakit jantung koroner.

Ternyata 26 prkadar lipoprotein(a) yang lebih tinggi (rata-rata 277,7 mg/1) dibandingkan dengan yang tetap sehat (rata-rata 172,7 m/l). Pr

I mempunyai risiko dua rita kelainan jantung koroner dayang kadar lipoprotein(a) nya kurang dari 365 mg/1. Analisis statistik menun-jukkan bahwa lipoprotein(a) serum secara tersendiri meningkatkan risiko infark miokard, atau kematian akibat penyakit jantung koroner.

BMJ 1990;301:1248-51 Hk

PENGARUH MEROKOK TER-HADAP KADAR KAFEIN DARAH Telah lama diamati bahwa para pe-rokok umumnya minum lebih banyak kopi daripada bukan perokok. Ternyata

tersebut dapat diterangkanhal rokok memper-

cs

uh, ehingga para perokok perlu lebih ba-

nyak minum kopi untuk mendapatkan efek farmakologi yang diinginkan. Bila perokok tersebut berhenti merokok, maka kecepatan penguraian kafein juga ikut berkurang; bila hal ini tidak disadari, maka risiko mendapat serangan jantung akan meningkat.

BMJ 1989; 298: 1075-6 OLH

PUSAT MELIHAT WARNA DI OTAK Dengan pemeriksaan PET-scan (positron-emitted-tomographyscan) atas sukarelawan, para peneliti telah men-duga adanya pusat melihat wama di

ak. ot

Para sukarelawan diminta untuklihat berturut-turutlukisan-lukisan ber-warna dan tidak berwarna secara ber-gantian; ternyata ditemukan daerah-daerah otak tertentu yang aliran darahnya meningkatdi saatmelihatwarna; daerahdaerah tersebut terletak di girus linguale dan girus fusiformis, dengan bagian di hemisfer kiri lebih dominan daripadtidak tergantung apakah orangnya kidal atau tidak.

Nature 1989; 340: 386-9 OLH

PENGARUH KOPI TERHADAP RISIKO KARDIOVASKULER Sejumlah 45.589 pria berusia 40-75 tahun tanpa riwayat gangguan kardio-vaskuler diteliti untuk mengetahui hubungan antara konsumsi kafein de-ngan risiko infark miokard. Selama 2 tahun pengamatan, 221 menderita infark miokard atau meninggal dunia akibat penyakit jantung koroner, 136

54 te Dari analisis data, relative-risk upria' yang minum 4 cangkir kopi atau lebih terhadap semua penyakit kardio-vaskuler ialah 1.04. Peningkatan kon-sumsi kopi tidak berkaitan dengan pe-ningkatan risiko kardiovaskuler, sedangkari peningkatacr konsumsi kopi decaffeinated justru berkaitan dengan peningkatkoroner (relative risk 1.63, 99% confi-dence interval 1.02 - 2.60). Penemuan ini setidak-tidaknya me-nyangkal pendapat bahwa konsumsi kopi atau kafein meningkatkanrisikopenyakit jantung koroner atau stroke.

N Engl. J Med 1990; 323:1026-32 Hk

* Para pembaca yang berminat mendapatkan naskah lengkapnya - da/am jum/ah terbatas - dapal diminta melalui alama! redaksi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 59

Page 61: Cdk 067 Kardiovaskuler

Ruang Penam

Penyegar dan bah Ilmu Kedokteran Dapatkah saudara menjawab

pertanyaan-pertanyaan di bawah ini? 1. Keadaan yang mendasari terjadinya pay

sebagai berikut, kecuali: a) Insufisiensi katup aorta. b) Insufisiensi katup mitral. c) Stenosis mitral.

ah jantung adalah

nda payah jantung

c) Asfiksi neonatd) Tetanus neone) Hipoglikemi.

7. Gagal jantung ybiasanya disebaba) Hypoplasticb) Ventricular Sec) Patent Ductud) Aortic Stenos

d) Hipovolee) Anemi.

ta

ja

h

b) Takikardipc) Hepatogemali.

dibedakan dari e

a ak

L

sis.

e) Pulmonary Ste s. ng tidakharus tersedia pada team resusi-

a) Adrenalin. b) Lidokain.

l. d.

u se

r.

dikasi p

oln

akit obsta

mi.

2. Gejala klinik yang bukan merupakan ialah : a) Ortopnea. b) Hipotensi. c) Bradikardi. d) Kesadaran menurun. e) Sianosis.

3. Efek samping pemberian aminofilin yankan ialah : a) Asistol. b) Arit_rni. c) Hipertensi. d) Hipotensi. e) Semua be

g harus diperhati- c) Fenobarbitad) Furosemi

nar. 4. Obat yang tidak digunakan pada payah

a) Morfm. b) Digitalis. c) Efedrin. d) Aminofilin. e) Fu

ntung :

e) Digoksin. 9. Faktor yang meng

ialah : a) Hambatan lalb) Gejala tidakc) Terlambat md) Semua benae) Semua salah.

10. Kontrain

rosemid. 5. Gejala gagal jantung pada bayi adala

kecuali : a) Kesulitan minu

sebagai berikut,

bagai berikut, keca) Frekuensi denb) Tekanan sistc) Gangguan kod) Penym.

d) Splenomegali. e) Efusi pleura.

6. Gejala gagal jantung pada bayi/anak pegejala penyakit-penyakit di bawah ini, ka) Bronkopneumoni. b) Asthma bronkial.

rlucuali :

orum. torum.

ng diderita bayi sesaat setelah dilahirkan, an oleh : eft Heart Syndrome. ptal Defect. Arteriosus.

nosia8. Obat-obat dasar y

tasi lapangan :

urangi keberhasilan tindakan di lapangan

lintas. egera dikenali. nghubungi rumahsakit.

emberian obat penyekat beta adalah se-uali : yut jantung lebih dari 100 kali/menit: ik kurang dari 100 mmHg. duksi AV.

ruktif paru. bronkial. e) Riwayat asm

Cermin Dunia Kedokteran No. 67, 1991 60