CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

20
CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 Fatmawatj' Abstract The amendment of UUD 1945 has created MPR as an independent chamber, as well as DPR and DPD. As a result, the structure of Indonesian parliament is considered as tricameral. Nevertheless, with its own chamber in one side and authority that apparently could not be continously exercised on the other side, the position of MPR has to be re-analysed. Kata kunci: Kedudukan MPR, Perubahan UUD 1945, Sistem Trikameral I. Pendahuluan Peru bah an pada UUD 1945 hingga saat ini sudah dilakukan 4 (empat) tahap, yaitu perubahan tahap pertama pada tahun 1999, perubahan tahap kedua pada tahun 2000, perubahan tahap ketiga pad a tahun 200 I, dan perubahan tahap keempat pada tahun 2002. Banyak materi UUD 1945 yang berubah secara substansial. Perubahan substansial tentang pariemen tersebut antara lain adalah perubahan struktur paTlernen. Pengaturan lebih lanjut tentang struktur parlernen terutarna dalarn UU Nornor 27 Tahun 2009, UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang baru disahkan tanggal 3 Agustus 2009 dalam Rapat Pari puma DPR. lsu-isu penting yang rnenjadi topik pernbahasan dalarn pernbentukan UU tersebut antara lain adalah rnengenai kedudukan MPR. Bagairnana kedudukan MPR dalam struktur parlemen Rl sesudah Perubahan UUD 1945 dan bagairnana kedudukan MPR dalam pengaturan rnengenai struktur parlernen Rl d i masa mendatang, merupakan hal yang menjadi pernbahasan dalam tulisan ini selanjutnya. II. Kedudukan MPR Sesudah Perubahan UUD 1945 Dengan dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, terjadi perubahan struktur dan hal-hal lainnya terkait dengan pariemen. Perubahan I Staf Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Alamat korespondensi: fatmawati _ [email protected].

Transcript of CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Page 1: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945

Fatmawatj'

Abstract

The amendment of UUD 1945 has created MPR as an independent chamber, as well as DPR and DPD. As a result, the structure of Indonesian parliament is considered as tricameral. Nevertheless, with its own chamber in one side and authority that apparently could not be continously exercised on the other side, the position of MPR has to be re-analysed.

Kata kunci: Kedudukan MPR, Perubahan UUD 1945, Sistem Trikameral

I. Pendahuluan

Peru bah an pada UUD 1945 hingga saat ini sudah dilakukan 4 (empat) tahap, yaitu perubahan tahap pertama pada tahun 1999, perubahan tahap kedua pada tahun 2000, perubahan tahap ketiga pad a tahun 200 I, dan perubahan tahap keempat pada tahun 2002. Banyak materi UUD 1945 yang berubah secara substansial. Perubahan substansial tentang pariemen tersebut antara lain adalah perubahan struktur paTlernen. Pengaturan lebih lanjut tentang struktur parlernen terutarna dalarn UU Nornor 27 Tahun 2009, UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang baru disahkan tanggal 3 Agustus 2009 dalam Rapat Pari puma DPR. lsu-isu penting yang rnenjadi topik pernbahasan dalarn pernbentukan UU tersebut antara lain adalah rnengenai kedudukan MPR. Bagairnana kedudukan MPR dalam struktur parlemen Rl sesudah Perubahan UUD 1945 dan bagairnana kedudukan MPR dalam pengaturan rnengenai struktur parlernen Rl d i masa mendatang, merupakan hal yang menjadi pernbahasan dalam tulisan ini selanjutnya.

II. Kedudukan MPR Sesudah Perubahan UUD 1945

Dengan dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, terjadi perubahan struktur dan hal-hal lainnya terkait dengan pariemen. Perubahan

I Staf Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Alamat korespondensi: fatmawati _ [email protected].

Page 2: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR selelah Perubahan UUD 1945, Falmawali 492

fundamental yang terkait dengan struktur parlemen, adalah bahwa dalam pembahasan perubahan UUD 1945 para fraksi sepakat agar MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi, dan dibentuknya DPD yang semula dibentuk dalam rangka pelaksanaan gagasan sistem bikameral dalam pembahasan perubahan UUD 1945.' Keinginan para ahli agar dibentuk strong bicameralism tidak diinginkan oleh anggota MPR karena antara lain sebagaimana yang dikemukakan oleh Jacob Tobing (Fraksi PDI-P) bahwa strong bicameralism hanya ada pada negara federal. 3 Salah satu temuan penulis terkait dengan struktur parlemen dihubungkan dengan bentuk negara, bahwa dari 22 negara yang menggunakan sistem bikameral yang penulis teliti yaitu negara yang memiliki luas wilayah melebihi 500.000 km2 dan jumlah penduduk di atas 25 jutajiwa, 10 negara merupakan negara kesatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa penggunaan sistem bikameral pada sebuah negara akan menyebabkan mengarah pada terbentuknya negara federal merupakan pendapat yang tidak tepat·

Walaupun konsep yang diharapkan diadopsi pada struktur pariemen Rl dalam UUD 1945 adalah sistem bikameral, tapi dalam kenyataannya yang diadopsi ternyata masih menimbulkan perdebatan apakah sistem unikameral, sistem bikameral, atau sistem trikameral.

Pendapat bahwa setelah Perubahan UUD 1945 merupakan parle men dengan sistem unikameral dikemukakan dalam Naskah Akademik Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Usulan Komisi Konstitusi yaitu bahwa MPR diubah menjadi parlemen unikameral dengan komponen anggota DPR dan DPD yang kesemuanya dipilih dan tanpa utusan golongan. 5

Dijelaskan dalam Naskah tersebut bahwa:

2 Lihat Jimly Asshiddiqie, Konslitusi dan Konsritusionalisme Indonesia, ed. Revisi, cet. 3, (Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2(06), hal. 186-187. Lihat pula dalam Bagir Manan, DPR. DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru, cet. 2, (Yogyakarta: FH UII Press, 2004), hal. 59-60.

3 Lihat Sekretariat lenderal Majelis Pennusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Buku Kedua Jilid 3 A Risalah Rapat Panitia Ad Hoc I Badan Pek£rja MPR R.l. ke-II sid ke-15 Tanggal20 Maret sid 15 Mei 2001 Masa Sidang Tahunan MPR RI. Tahun 200/, (Jakarta: Sekretariat lenderal MPR R.I., 2001), hal. 352.

4 Fatmawati, "Struktur dan Fungsi Legislasi Parlernen: Studi Perbandingan antara Indonesia dengan Berbagai Negara", Disertasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Oepok, 24 Juli 2009, hal. 524.

5 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, ''Naskah Akademik Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Usulan Komisi Konstitusi, lakarta, 2004, haL 54.

Page 3: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

493 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-39 No.4 Oklober-Desember 2009

Konstilusi lidak menentukan hubungan DPR-DP.D sebagai hubungan antar-kamar maupun hubungan "antar-kelompok anggota" di bawah naungan MPR_ Artinya tidak ada hubungan anlar-Iembaga (alau antar-kamar). Karena demikian, MPR merupakan parlemen unikameral dengan keanggotaan ganda utusan partai-partai dan utusan-utusan daerah-daerah). Kecuali soal penghapusan utusan golongan, kenyataan ini tidak berubah dari kondisi pra-amandemen Keanggotaan MPR pra­amandemen terdiri atas anggota DPR, utusan daerah-daerah dan utusan golongan-golongan (termasuk militer), namun tidak terdapat sub-kelembagaan lain kecuali MPR dan tidak ada hubungan antar-kamar dalam ruang lingkup MPR tersebut_ Justru, yang ada adalah hubungan DPR dan MPR dalam pemberhentian Presiden di tengah masajabatannya6

Pendapat bahwa setelah Perubahan UUO 1945 struktur parlemen Ri menjadi bikameral dikemukakan oleh Oahlan Thaib da-n Sofian Effendi_ Oahlan Thaib berpendapat bahwa pasca perubahan UUO Negara RI Tahun 1945 MPR tidak lagi sebagai lembaga negara tertinggi, sehingga berdasarkan perubahan tersebut maka pada masa yang akan datang lembaga parlemen dikembangkan menjadi 2 kamar yaitu OPR dan OPD dengan tetap mempertahankan MPR sebagai nama forum persidangan bersama antara OPR dan OPO.' Sedangkan Sofian Effendi mengemukakan sebagai berikut: "Sejak 2002, dengan berlakunya UUO hasil amandemen, berlaku sistem presidensiaL Posisi MPR sebagai pemegang kedaulatan negara tertinggi dan sebagai perwujudan dari rakyat dihapus, dan badan legisiatif ditetapkan menjadi badan bi-kameral dengan kekuasaan yang lebih besar (strong legislative)".8

Pendapat lainnya bahwa sistem trikameral yang digunakan setelah Perubahan UUD 1945, dikemukakan antara lain oleh Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan. Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa setelah perubahan UUO

6 Ibid. , hal. 54-55.

7 Dahlan Thaib. "Menuju Parlernen Bikameral: Studi Konstitusional Perubahan Ketiga IHJD 1945" (Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru Besar Madya dalam Hukum Tala Negara yang disampaikan di depan Sidang Seoat Terbuka Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, 2002), hal. 8.

8 Sofian Effendi, "Sistem Pemerintahan Negara Kekeluargaann (Pidato Dies Natalis XVIlI Universitas Wangsa Manggala, Yogyakarta, 9 Oktober 2004), hal. 6_

Page 4: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR setelah Perubahan UUD 1945, Fatmmvati 494

1945, Parlemen RI terdiri dari dari tiga pilar, yaitu MPR, OPR, dan OP09 Bagir Manan juga berpendapat bahwa struktur parlemen setelah perubahan UUO 1945 terdiri dari tiga badan perwakilan yang mandiri (OPR, OPO, dan MPR). Bagir Manan juga berpendapat bahwa struktur parlemen setelah perubahan UUO 1945 terdiri dari tiga badan perwakilan yang mandiri (OPR, OPO, dan MPR). Menurut Bagir Manan, OPR, OPO dan MPR mempunyai anggota dan lingkungan jabatan masing-masing (sehingga memiliki wewenang masing-masing), sehingga tidak dikategorikan dalam sistem 2 kamar (sistem bikameral) akan tetapi merupakan 3 lembaga yang mandiri (sistem trikamera1), Parlemen di Indonesia dapat dikategorikan bikameral jika kewenangan MPR dilaksanakan oleh OPR dan OPO, walaupun dalam hal tertentu dapat diberikan wewenang khusus pada OPR atau OPO.IO

Oalam teori tentang sistem bikameral, secara umum kriteria sebuah kamar didasarkan pada kewenangan formalnya sebagai pembentuk UU saja, sebagaimana dikemukakan antara lain oleh George Tsebelis dan Jeanette M il G' . S . 12 dAd Ell' 13 k ... oney, wvant arton, an n few IS, a an tetapi teon slstem bikameral yang dikemukakan oleh Arend Lijphart tidak hanya didasarkan pada kewenangan formal pembentukan UU tetapi juga kewenangan formal lainnya yang dimiliki oleh kedua kamar.14

Secara umum, dalam teori tentang sistem bikameral, kewenangan kamar dalam lembaga legislatif hanya didasarkan pada pembentukan UU

9 Lihat limly Asshiddiqie, Konstitusi ... , Gp. Cit., hal. 74. Sistem tiga kamar sebagai sistem yang digunakan Parlemen RI setelah Perubahan UUD 1945 antara lain dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie dalam Focus Group Discussion "Kedudukan dan Peranan DPD dalam Sistem Ketatanegaraan RI" di Jakarta 28 Januari 2003. Lihat Janedjri M. Gaffar, el aI., ed. Dewan Perwakilan Daerah da/am Sistem Ketatanegaraan Repubik Indonesia, (Sekretariat lenderal MPR Rl-UNDP: lakarta, 2003), hal. 202.

10 Bagir Manan, DPR" .. , Op. Cit., hal. 5 dan hal. 61.

11 Lihat George Tsebelis dan Jeannette Money, Bicameralism, (London: Cambridge University Press, 1997), hal. 35-42.

J2 Lihat Giovanni Sartori, COTrative Constitutional Engineering An Inquiry Into Structures, Incentives and Outcomes, 2 ed., (New York: New York University Press, 1997), hal. 184.

J3 Lihat Andrew Ellis, "Legislative Procedure in Two Chamber System", National Democratic institute (NDI)for International Affairs, 18 Oktober 200 I, hal. 1.

J4 Lihat Arend Lijphart, Patterns of Democracy: Government Forms and Performance in Thirty-Six Countries, (New Haven and London: Yale University, 1999), hal. 205.

Page 5: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

495 Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun ke-39 No.4 Oktober-Desember 2009

tanpa memasukkan kewenangan membentuk UUO sebagai bag ian kewenangan dari lembaga legislatif. Menurut Montesquieu, lembaga perwakilan rakyat (representative body) dibentuk untuk membuat UU, atau untuk melihat apakah UU dilaksanakan sebagaimana seharusnya, dan melllberikan persetujuan dalam hal kekuasaan eksekutif Illenentukan penerimaan keuangan publik.15 Montesquieu juga mengemukakan bahwa Legislator pada saat negara baru terbentuk atau negara lama sangat korup, berfungsi melllbuat konstitusi, melllbagi tanah secara adil, serta Illelllbuat UU untuk mengatur pembagian tanah secara adil tersebut.'6 Sehingga fungsi legislasi tidak hanya membentuk UU, tetapi juga UUO serta pengawasan terhadap pelaksanaan UUO dan UU tersebut.

Carl J. Friedrich mengemukakan bahwa parlemen Illemiliki fungsi sebagai representative assemblies dan deliberative assemblies.'7 Fungsi legislasi merupakan fungsi utama dari parlemen sebagai representative assemblies, sedangkan pengawasan finansial, administrasi pemerintahan dan hubungan luar negeri merupakan kewenangan parlemen sebagai deliberative assemblies."

OPR, OPO, dan MPR, merupakan lembaga yang berdiri sendiri karena memenuhi kriteria sebagai sebuah kamar, yaitu memiliki fungs; sesuai dengan kedudukannya sebagai parlemen (representative assemblies dan deliberative assemblies), memiliki anggota tersendiri yang merupakan wakil dari pemilih dengan kategori tertentu dalam pemilihan umum, dan memiliki struktur kelembagaan tersendiri dan aturan-aturan tersendiri tentang prosedur dalam lembaga tersebut.

Berbeda dengan OPR, ketika pembahasan perubahan UUO 1945, terdapat perbedaan mengenai apakah OPO dan MPR merupakan sebuah kamar (Iembaga yang tetap) dalam parlemen Rl. Pelllbahasan se lanjutnya menjelaskan bahwa ketiga lembaga yang ada dalam Parle men Rl sesudah Perubahan UUO 1945 merupakan tiga (3) kamar yang terpisah berdasarkan pembahasan dalalll Risalah Perubahan UUO 1945 karen a memiliki kriteria sebagai sebuah kamar, yaitu:

IS Lihat Montesquieu, L 'Esprit des Lois, atau The Spirit of Laws, trans. by Thomas Nugent tahun 1752, rev. by I.V. Prichard, (London: G. Bell and Sons, Ltd., 1914), hal. 156 dan 160.

16 Ibid., hal. 67.

17 CarJ J. Friedrich, Constitutional Government and Democracy Theory and Practice in Europe and America, rev. ed., (Boston: Ginn and Company, 1949), hal. 296-344.

18 Ibid.

Page 6: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR seteJah Perubahan UUD 1945, Falmawali 496

a. Memiliki fungsi sesuai dengan kedudukannya sebagai parlemen (representative assemblies dan deliberative assemblies)

Berdasarkan pengaturan tentang OPR, OPO, dan OPO dalam UUO 1945, terlihat bahwa sudah tidak ada lagi lembaga negara tertinggi. Pengaturan kewenangan dari ketiga kamar menunjukkan bahwa ketiga kamar memiliki fungsi sesuai dengan kedudukannya sebagai parlemen, yaitu representatives assembly dan deliberative assembly. Oalam hal representatives assembly, yaitu bahwa OPR dan OPO berwenang dalam pembentukan UU (ordinary law), sedangkan MPR dalam hal UUO (constitutional law). Oalam hal deliberative assembly, yaitu bahwa baik OPR dan OPO melakukan pengawasan pelaksanaan fiskal , administrasi pemerintahan dan hubungan Illar negeri, sedangkan MPR melakukan pengawasan dalam hal memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden sesuai dengan ketentuan dalam UUO 1945.

b. Memiliki anggota tersendiri Mengenai peserta pemilihan umum, semua fraksi sepakat bahwa peserta pemilihan umum anggota OPR berasal dari partai politik, akan tetapi terdapat perbedaan peserta pemilihan umum anggota OPO, yaitu:

!. Peserta pemilihan umum anggota OPO berasal dari perseorangan, diusulkan oleh Fraksi Reformasi (perseorangan yang berasal dari tokoh-tokoh daerah),19 Fraksi POI_P/ o dan Fraksi POKB21

II. Peserta pemilihan umum anggota OPO berasal dari perseorangan dan partai politik, diusulkan oleh Fraksi PG," dan Fraksi TNIIPOLRI. J3

19 Lihat Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapal Plena Ke-32 Panilfa Ad Hoc 1 BP MPR 19 September 2001, Nomor 23012812001, hal. 42.

20 Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapa/ Pleno Ke-32 Panilia Ad Hoc I BP MPR ... 2001, Ibid., hal. 30-31. Pada sidang tahun 2001, Fraksi PDI-P mengemukakan bahwa karena keberadaan anggota DPD membuat paripurnanya Negara Kesatuan RI. maka anggotanya mewakili daerah sehingga bukan berasal dari partai poJitik. Walaupun sebelumnya pada sidang ke-39 tahun 2000, Fraksi PDI-P mengemukakan bahwa "Cal on anggota DPD diajukan oleh partai-partai rolitik peserta pemilihan umum dan atau olch kumpulan perorangan" Seleretariat lenderal MPR-Rl, Risalah Rapa/ Ke-39 Pani/ia Ad Hoc I BP MPR 6 Juni 2000, hal. 9. Usulan F-PDI-P dikemukakan oleh Hobbes Sinaga.

21 Liha! Seleretaria! lenderal MPR-Rl. Risalah Rapa/ Ke-39. Ibid.. hal. 15-16.

22 Lihat Seleretariat lenderal MPR-RI. Risalah Rapa/ Pleno Ke-33 Pan ilia Ad Hoc I BP MPR 20 September 2001. hal. 8. Lihat pula./bid .. hal. 14-15.

Page 7: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

497 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-39 No.4 Oklober-Desember 2009

111. Peserta pemilihan umum anggota OPO berasal dari perseorangan dan anggota partai politik, diusulkan oleh Fraksi Utusan Golongan24

IV. Peserta pemilihan umum anggota OPO adalah WNI yang telah berdomisili di daerah pemilihannya sekurang-kurangnya 5 tahun, diusulkan oleh Fraksi PPP."

Oalam batang tubuh UUO 1945, yaitu Pasal 22£ ayat (4) Perubahan Ketiga UUD 1945, akhirnya diatur bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Mengenai keanggotaan MPR para fraksi bervariasi dalam pengusulannya, yaitu MPR terdiri dari OPR dan DPO,26 MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD,2' MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih, dan anggota Utusan Golongan yang diangkat,28 MPR terdiri dari anggota OPR dan Utusan Daerah yang

23 Lihat Sekretariat JenderaJ MPR-RI, Risalah Rapat Pleno Ke-33 Panitia Ad Hoc I BP MPR 2001, Op. CiI., hal. 12-13.

24 Lihat Sekretariat lenderal MPR-R1, Risalah Rapat Ke-39 Panitia Ad Hoc 1 BP MPR 2000, Op. Cil., hal. 8.

25 Lihat Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapat Ke-38 Panitia Ad Hoc J BP MPR 31 Mei 2000, hal. 27.

26 Diusulkan oleh Fraksi PG (Lihat Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapal Ke-32 Panilia Ad Hoc f BP MPR 17 Mei 2000, hal. 17-18), Fraksi PBB (Lihat Sekretariat Jenderal MPR-RI, Risalah Rapal Ke-37 Panilia Ad Hoc f BP MPR 30 Mei 2000, hal. 23), Fraksi PDKB (Lihat Sekretari.t lender.1 MPR-Rl, Risalah Rapal Plena Ke-25 Panilia Ad Hoc f BP MPR 6 Seplember 2000, Nomor Ml 230/2112001, hal. 7 dan hal. 35), dan Fraksi Reformasi (Lihat Sekretariat Jenderal MPR-R1, Risalah Rapal Ke-32 Panilia Ad Hoc f 2000, Op. CiI., hal. 26).

27 Diusulkan oleh Fraksi PDI-P (Lihat Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapat Ke-32 Pan ilia Ad Hoc l... 2000, Op Cil., hal. 15), Fraksi PKB (Lihat Sekretariat lenderal MPR-Rl, Risalah Rapal Plena Ke-38 Panilia Ad Hoc f BP MPR ... 2002, Op CiI .. hal. 29-30), Fraksi Utusan Daerah (Lihat Sekretariat lenderal MPR-Rl, Risalah Rapal Plena Ke-38 Panilia Ad Hoc 1 BP MPR ... 2002, Op Cil., hal. 39), dan Fraksi PPP (Lihat Sekretariat lenderal MPR­Rl, Risalah Rapal Ke-33 Panilia Ad Hoc 1 BP MPR ... 2000, op cil .. hal. 6. Lihat pula Sekretariat lenderal MPR-Rl, Risalah Rapal Plena Ke-38 Panilia Ad Hoc 1 BP MPR ... 2002, Op. Cil., hal. 18).

28 Diusulkan Fraksi Utusan Golongan (Lihat Sekretariat lenderal MPR-Rl, Risalah Rapal Plena Ke-25 Panilia Ad Hoc 1 BP MPR ... 2001, Op Cil., hal. 5-6) dan Fraksi KKI (Lihat Sekretariat Jenderal MPR-R1, Risalah Rapal Plena Ke-26 Panilia Ad Hoc 1 BP MPR 10 Seplember 2001, Nomor MJ 230/2212001, hal. 37-39).

Page 8: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR selelah Perubahan UUD 1945, Falmawali 498

dipilih melalui Pemilihan Umum serta anggota TNIIPOLRI yang diangkat,'9 dan usulan agar MPR terdiri dari anggota DPR dan Utusan Daerah JO

Oalam batang tubuh UUD 1945, yaitu Pasal 2 ayat (1) Perubahan Keempat UUO 1945, akhimya diatur bahwa MPR terdiri atas anggota OPR dan anggota OPO.

c. Memiliki struktur kelembagaan dan aturan-aturan tersendiri tentang prosedur Pimpinan MPR yang tersendiri yang terpisah dengan OPR sudah diusulkan sejak pembahasan dalam perubahan p,ertama UUO 1945, yang dikemukakan oleh Fraksi PKB3J dan Fraksi PG. ' Struktur parlemen yang terdiri dari tiga (3) kamar tersebut dipertegas dalam UU tentang MPR, OPR, OPO, dan OPRD dengan diatumya tentang pimpinan MPR, dan prosedur kelembagaan tersendiri di luar OPR dan OPO. Pengaturan mengenai Pimpinan OPR diatur dalam Pasal 82 hingga Pasal 86 UU tentang MPR, OPR, OPO, dan OPRD, Pimpinan OPO diatur dalam Pasal 235 dan Pasal 236, sedangkan Pimpinan MPR diatur dalam Pasal 14 hingga Pasal 18. Oalam Pasal 14 ayat ( I) UU tentang MPR, OPR, OPO, dan OPRD diatur sebagai berikut: "Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari OPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota OPR dan 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota OPO, yang ditetapkan dalam Sidang Paripuma MPR.""

29 Diusulkan oleh Fr.ksi TNIIPOLRJ. Lih.t Sekretari.t lenderal MPR-RI, Risalah Rapal Plena Ke-32 Panilia Ad Hoc 1 BP MPR ... 2001 , Op. Cit., hal. 17.

)0 Diusulkan oleh Fraksi PDU. Lihat Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapat Plena Ke-32 Panitia Ad Hoc 1 BP MPR .... 2001, Op. Cit., hal. 36.

" Lihat Sekretariat lenderat MPR-R1, Risalah Rapal Ke-2 Panitia Ad Hoc 11/ BP MPR 8 Oktober 1999. Nomor Ml 230/5/99, hal. 12. Fraksi PKB sejak rapat tahun 1999 mengemukakan: "ladi Pimpinan MPR dilegaskan terpisah dari Pimpinan DPR sehingga lidak kemudian mudah dirubah-rubah hanya sekedar karena pertimbangan-pertimbangan sesaat .. "

" Sekrelarial lenderal MPR-R1, Risalah Rapat Ke-4 Panitia Ad Hoc 11/ BP MPR 10 Oklober 1999. Nomor Ml 230/9/99, hal. 68-70.

JJ terjadi penambahan jumalah wakil ketua dari UU sebelumnya, dimana dalam Pasal 7 ayat {lj UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Pennusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur: "Pimpinan MPR tcrdiri atas ketua dan tlga orang wakil ketua yang mencerminkan unsur DPR dan DPD yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam Sidang Paripuma MPR." Republik Indonesia. Undang Undang Tentang Susunan

Page 9: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

499 Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun ke-39 No.4 Oktober-Desember 2009

Pengaturan struktur kelembagaan tersendiri dan aturan-aturan tersendiri tentang prosedur kelembagaan OPR, OPO, dan MPR, diatur juga dalam Peraturan Tertib Tertib, yaitu Peraturan Tata Tertib OPO Rl (Keputusan OPO Rl Nomor 29IDPO/2005), Peraturan Tata Tertib OPR Rl (Keputusan OPR Rl Nomor 08IDPR Rl/J/2005-2006), dan Peraturan Tata Tertib MPR Rl (Keputusan MPR Rl Nomor 13IMPRl2004 tentang Perubahan Peraturan Tata Tertib MPR Rl).

Mengenai MPR, dalam risalah sidang Perubahan UUO 1945, Fraksi POI-P," Fraksi POU,35 Fraksi KKI,36 Fraksi TNIIPOLRl,37 dan Fraksi Utusan Golongan38 mengusulkan MPR sebagai lembaga yang permanen, sedangkan yang lainnya mengusulkan agar MPR berkedudukan sebagai joint session antara OPR dan OPO.

Bila dipelajari risalah perubahan UUO 1945, para anggota MPR sepertinya tidak menyadari konsekuensi bahwa MPR yang memiliki anggota tersendiri akan menjadi sebuah kamar (Iembaga permanen), sebab MPR selain diusulkan memiliki anggota tersendiri, juga diusu lkan memiliki pimpinan yang terpisah dan kewenangan tersendiri. Hal ini dapat dilihat pada Fraksi PPP, Fraksi PKB, dan Fraksi Utusan Oaerah yang menyatakan bahwa MPR merupakanjoint session tapi mengusulkan memiliki anggota tersendiri. Hal tersebut juga dapat di lihat pada Fraksi TNIIPOLRl, dan Fraksi Utusan Golongan yang menyatakan bahwa parlemen Rl menggunakan sistem bikameral, tapi mengus ulkan agar MPR memiliki anggota tersendiri. Oiantara hal terse but, yang paling menarik adalah pendapat dari Fraksi POI­P, yaitu bahwa parlemen setelah perubahan UUO 1945 masih bercirikan

Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah. dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU No. 22, LN No. 92, LN Tahun 2003, TLN No. 4310, Pasal 7 ayat (1).

34 Lihat Sekretariat lenderal MPR-RI , Risalah Rapar Plena Ke-32 Panitia Ad Hoc I BP MPR .. 2001 .. Op. Cit., hal. 30-31.

JS Lihat Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapat Ke-37 Panitia Ad Hoc I BP MfR . . 2000, Op. Cit., hal. 24-25.

36 Lihat Sekretariat lenderal MPR-Rl, Risalah Rapat Plena Ke-26 Panitia Ad Hoc I BP MPR ... 2001, Op. Cit., hal. 37-39.

37 Lihat Ibid .. hal. 5-7. Lihat pula Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapat Ke-31 Panitia Ad Hoc 1...2000. Op. Cit. , hal. 48.

38 Sekretariat lenderal MPR-RI, Risalah Rapat Ke-40 Panitia Ad Hoc I BP MPR 7 Juni 1000, hal. 20-2 1.

Page 10: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR selelah Perllbahan UUD 1945, Falmawali 500

unikameral karena DPD bukan merupakan sebuah kamar, akan tetapi terdapat inkonsistensi berkaitan hal tersebut, yaitu:

I. Jika DPD bukan merupakan kamar karena tidak memiliki fungsi legislasi, maka DPR yang mempunyai fungsi legislasi adalah kamar tersendiri, sedangkan MPR yang juga memiliki anggota juga merupakan kamar tersendiri, sehingga tidak lagi merupakan unikameral.

2, Jika yang dimaksud adalah dalam MPR bercirikan unikameral karen a hanya DPR yang merupakan kamar, maka MPR merupakan forum yang didalamnya terdiri dari I kamar yaitu DPR, tetapi hal ini juga tidak jelas, karena yang merupakan bagian dari MPR adalah anggota-anggota DPR, dan bukan DPR sebagai sebuah bad an. 39

Berbeda dengan DPR dan DPD yang sejak awal sudah merupakan lembaga yang berdiri sendiri, maka MPR merupakan lembaga yang sudah ada sejak sebelum perubahan UUD 1945, akan tetapi keinginan pembentuk UUD 1945 berbeda dengan setelah perubahan dalam hal struktur organisasi MPR dan DPR. Berdasarkan apa yang dikemukakan dalam rapat BPUPK dan PPKI terlihat bahwa MPR ' ada lah lembaga perwakilan rakyat, sedangkan DPR adalah lembaga pembentuk UU, dimana hubungan keduanya adalah atasan-bawahan 40 MPR yang dipilih oleh rakyat kemudian mengangkat DPR4 1 Dikemukakan bahwa MPR adalah perluasan dari pad a DPR, maka Ketua MPR sarna dengan Ketua DPR."

Sistel11 pemerintahan sebelum UUD 1945 mengalam i peru bahan, dinyatakan sebagai sistem sendiri sebagaimana dikemukakan oleh Soepomo dan Soekiman yang masing-masing merupakan ketua dan anggota pad a Panitia Kecil Perancang UUD pada BPUPK.4J Penyusun UUD hanya mengambil yang baik saja dari sistem pemerintahan Inggris (mengambil ide bahwa hanya ada satu lembaga yang supreme, akan tetapi tidak mengambi I

39 Lihat Sekretariat lenderal MPR-RJ, Risalah Rapat Plena Ke-24 Panitia Ad Hoc I BP MPR 6 JlIni 2002, Nomor 230/24IPAH-1I2002, hal. 26-27.

40 R.M. A.B. Kusuma. Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 (MemllQI Salinan Dokumen Otentik Badon Oentoek Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekaon), (Jakarta: Badan Penerbit Faku ltas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 374-375.

41 1bid .. hal. 482.

" 1bid.

43 Ibid., hal. 374 dan 388.

Page 11: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

50 I Jurnal Hulcum dan Pembangunan Tahun ke-39 No.4 Oklober-Desember 2009

ide sistem pemerintahan parlementer, karena memungkinkan terjadinya pemerintahan yang bersifat diktatur bila partai dari Perdana Menteri mendapat kemenangan yang besar), sedang dari Amerika Serikat, yang diambil adalah sistem pemerintahan Presidensil, karena tidak diinginkannya pemerintahan yang berganti-ganti44 Hal tersebut menyebabkan MPR merupakan lembaga satu-satunya yang bersifat khas Indonesia,45 Bahkan bagi yang mempertahankan keberadaan MPR, menyatakan bahwajika MPR ditiadakan atau hanya merupakan nama dari lembaga perwakilan 2 kamar, maka pasal keempat dari Pancasila berubah, disebabkan prmslp permusyawaratan dianggap tercermin dalam kelembagaan MPR,

Sebelum UUD 1945 diubah, diatur bahwa MPR merupakan lembaga negara tertinggi, akan tetapi paradigma tentang MPR telah bergeser. MPR bukan lagi sebagai lembaga negara tertinggi dan pe laksana satu-satunya kedaulatan rakyat, sebab diadopsinya 3 gagasan dalam Perubahan UUO 1945, yaitu pemisahan kekuasaan secara tegas, pemilihan presiden secara langsung, dan restrukturisasi parlemen dalam rangka menampung aspirasi daerah yang berkembang menjadi makin otonom di ' masa mendatang,46 Anggota MPR berasal dari anggota OPR dan OPO, bahkan dalam hal pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, MPR memiliki kewenangan tersebut setelah DPR terlebih dahulu melaksanakan

44 Ibid., hal. 38-39.

45 Lihat Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, (Yogyakarta: FH VII Pers, 2004), hal. 12. Tentang sejarah keberadaan lembaga MPR, terdapat 2 pendapal, yaitu:

J. Pendapat yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie, yaitu bahwa MPR merupakan lembaga satu-satunya yang bersifat khas Indonesia Hal ini dijeJaskan lebih lanjut oleh RM. A.B. Kusuma, bahwa penyusun UUD hanya mengambil yang baik saja dari sistem pemerintahan Inggris (mengambil ide bahwa hanya ada satu Jembaga yang supreme, akan tetapi tidak mengambi l ide sistem pemerintahan parlementer, karena memungkinkan terjadinya pemerintahan yang bersifat diktatur bila partai dari Perdana Menteri mendapat kemenangan yang besar). Sedang dari Amerika Serikat, yang diambil adalah sistem pernerintahan Presidensial, karena tidak diinginkannya pemerintahan yang berganti-ganti. Lihat RM. A.B. Kusuma, op cit., hal. 38-39.

2. Pendapat yang dikemukakan oleh Harun Alrasid, bahwa lembaga-Iembaga negara yang ada rnengikuti sistem pemerintahan Hindia Belanda secara fungsional, hanya merubah bentuk aparatur negara, termasuk MPR (Opperbewind diganti dengan MPR). Lihat Harun Alrasid, "Perlukah MPR Vntuk Kita?." dalam Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah oleh MPR, (Jakarta: VI-Press, 2003), hal. 38.

46 Lihat Jimly Asshiddiqie, Ibid., hal. 136-137.

Page 12: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR setelah Perubahan UUD 1945, Fat/ll(I\vati 502

kewenangannya, yaitu mengusulkan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Mengenai MPR sebagai kamar tersendiri dalam struktur parlemen RI, maka MPR memiliki kewenangan yang diatur dalam UUD, dan diantara kewenangan tersebut hanya satu yang bersifat rutin yang dilaksanakan 5 tahun sekali (kecuali ada hal-hal khusus), yaitu melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sifat pekerjaan MPR yang tidak rutin menyebabkan MPR tidak perlu memiliki struktur pimpinan yang berbeda dengan DPR dan DPD. Akan tetapi jabatan-jabatan pimpinan yang berbeda-beda dalam 3 lembaga negara yang berbeda sangat didukung oleh partai-partai politik di DPR, karen a merupakan lahan distribusi kekuasaan yang menguntungkan.47 Pada masa MPRS dan DPR-GR Orde Baru, terjadi 1 kali perbedaan antara pimpinan MPRS dan DPR-GR," akan tetapi parlemen setelah pemilihan umum kembali diatur bahwa pimpinan MPR merangkap pimpinan DPR.

Keberadaan anggota dan struktur pimpinan MPR tersendiri di luar DPR dan DPD telah lama mendapat perhatian, karena sangat disayangkan jika anggaran yang begitu besar digunakan membiayai lembaga negara yang kewenangannya bisa dilakukan oleh kamar-kamar dalam MPR. Menurul Harun Alrasid dalam Koran Tempo tanggal 30 Oktober 1971, keberadaan MPR tidak perlu sebagai badan yang permanen, dan secara filosofis MPR oleh pembuat UUD dibuat sebagai institusi yang mempunyai wewenang untuk mengawasi tindak tanduk Presiden, agar tidak menyimpang dari rei norma-norma konstitusional 49 Untuk mewujudkan kontrol tersebut tidak perlu MPR sebagai lembaga, tapi dapat dilakukan dengan menimbulkan kesadaran anggota DPR untuk lebih banyak menggunakan hal interpelasinya, memberikan wewenang kepada pengadilan untuk melakukan judicial review in constitutional cases, dan memberikan kekuasaan langsung kepada rakyat

k 'I'h 'd 50 untu meml I pres I en. Secara umum, struktur parlemen terdiri dari sistem unikameral dan

sistem bikameral, akan tetapi selain negara yang menggunakan sistem unikameral dan bikameral, juga dikenal dalam praktek, negara yang menggunakan sistem trikameral, yaitu Islamic Republic of Afghanistan

47 Ibid., hal. 140.

48 Lihat Aisyah Aminy, Pasang Surul Peran DPR-MPR 1945-2004, (Jakarta: Yayasan Pancur Siwah bekerja sama dengan PP Wanita Islam, 2004) hal. 203 dan 227.

"Harun Alrasid, Naskah UUD 1945 Seslldah Empat Kali Dillbah, (Jakarta: VI-Press, 2003), hal, 39.

50 Ibid.

Page 13: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

503 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-39 No.4 Oktober-Desember 2009

(2004), Constitutions of the Republic of South Africa Act 110 of 1983, dan Constitution of the Republic of China (I946) dan sistem pentakameral, yaitu Constitution of the Socialist Federal Republic of Yugoslavia (I963). Dalam tulisan ini tidak dibahas tentang struktur parlemen dengan sistem tetrakameral, karena penulis tidak menemukan negara yang menggunakan sistem tersebut. Dari berbagai literatur dituliskan ten tang beberapa negara yang dianggap menggunakan sistem tetrakameral, antara lain yaitu Inggris,51 Swedia,12 dan Finland.53 Ketiga negara tersebut memiliki wakil rakyat berdasarkan golongan rakyat (estate) yang ada dalam masyarakat, akan tetapi masing-masing golongan rakyat (estate) tersebut tidak dapat dikategorikan sebuah kamar karena secara struktur, untuk Riksdag (Swedia) dan Diet (Finland) tidak terpisah antara golongan rakyat yang satu dengan yang lainnya,54 sedangkan di Inggris terjadi pemisahan, akan tetapi hanya terbentuk 2 (dua) kamar.

Bila MPR sebagai kamar ketiga dibandingkan dengan negara yang juga menggunakan sistem multikameral, yaitu yang menggunakan sistem trikameral dan pentakameral (5 kamar) maka akan terlihat adanya anomali pada lembaga MPR. Pada negara-negara yang memiliki lebih dari 2 kamar terse but, kebutuhan terhadap dibentuknya kamar ketiga, dapat dikelompokkan sebagai berikut:

I. Mewakili kategori warga negara yang berbeda dari kamar pertama dan kamar kedua. Berdasarkan Section 52 Constitutions of the Republic of South Africa Act 110 of 1983, pemilih ,yang berkulit putih (White person) memilih untuk anggota House of Assembly, pemilih berkulit berwarna (Coloured person) memilih untuk anggota House of Representatives, dan pemilih India memilih untuk anggota House of Delegates. Dalam Pasal 65 Constitution of the Socialist Federal Republic of Yugoslavia (I963) diatur

SI Harold 1. Laski. A Grammar of Politics. 4th ed., (London: George Allen & Unwin Ltd, (957), hal. 328. "It shaul yet be noted that two-chamber system is largely an historical accident. Bifurcation is, universally, derived from the habits of the English constitution; but there were moments in English history when it seemed likely that we should have at least three, and possibly [our, Houses of Parliament".

'2 K.C. Wheare, Legislatures. (London: Oxford' University Press, 1967), hal. 13.

" Lihat "The First Step of Diet', <http://eduskuntafi/faktalhistoriaieng/main.htm>

S4 Pembahasan ten tang hal tersebut dapat dilihat antara lain pada '''The First Step of Diet", Lac. Cit. Liha! pula "The history of Riksdag", <http://www.riksdagen.se/templatesl R]age_798.aspx>.

Page 14: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR setelah Perubahan UUD 1945, Fatmawati 504

bahwa Federal Assembly terdiri dari 5 kamar yaitu Federal Chamber, Economic Chamber, Chamber of Education and Culture, Chamber of Social Welfare and Health, dan Organizational-Political Chamber.

2. Memiliki fungsi khusus yang dilakukan secara terus menerus. Dalam Constitution of the Republic of China 1946 (sebelum amandemen tahun 1994) terdapat 3 lembaga yang memiliki fungsi parlemen, yaitu National Assembly, Legislative Yuan, dan Control Yuan. Dari ketiga kamar tersebut, hanya Legislative Yuan yang berwenang membentuk UU, sedangkan fungsi Control Yuan sebagai kamar ketiga, antara lain adalah sebagai pengawas tertinggi, pemberi persetujuan dalam pengangkatan pejabat, dan melakukan audit.

3. Sebagai lembaga negara tertinggi Kamar ketiga (Loya Jirga) di negara Afganistan berdasarkan Pasal 110 ayat (I) Islamic Republic of Afghanistan (2004) merupakan manifestasi tertinggi dari rakyat Afganistan. Hal yang sam a juga diatur dalam Pasal 25 Constitution of the Republic of China yang mengatur bahwa National Assembly melaksanakan hak politik atas nama seluruh rakyat.

Jika keempat negara yang memiliki kamar lebih dari 2 (sistem multikameral) tersebut dibandingkan dengan MPR, maka MPR merupakan anomali karena MPR sebagai sebuah kamar tidak memiliki suatu kebutuhan khusus untuk menjadi lembaga yang permanen. Jika dibandingkan kewenangan yang dimiliki MPR dengan negara-negara yang menggunakan sistem bikameral, maka kewenangan MPR tersebut tidak dilakukall oleh sebuah lembaga yang perman en (kamar) akan tetapi dalam joint session atau joint sitting.

III. Penutup

A. Simpulan

I , Setelah perubahan UUD 1945, struktur parlemen RI terdiri dari 3 kamar, dimana MPR berkedudukan sebagai kamar ketiga dalam pariemen.

2. Kedudukan MPR sebagai kamar tersendiri dalam pari em en RI harus dianalisis kembali mengingat dasar fil osofis sebagai lembaga negara tertinggi, serta kewenangan yang dimiliki oleh MPR sudah mengalami perubahan sesudah diubahnya UUD 1945

Page 15: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

505 Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun ke-39 No.4 Oktober-Desember 2009

sehingga kewenangan MPR yang tersisa saat ini sesungguhnya merupakan kewenangan yang dapat dilakukan oleh kamar pertama (DPR) dan kamar kedua (DPD) secara bersama (joint session).

B. Saran

Seyogyanya dilakukan telaah historis dan filosofis dari latar belakang dibentuknya MPR oleh sebuah komisi khusus yang memahami UUD 1945 dan Hukum Tata Negara RI. Hal ini perlu dilakukan karena perubahan UUD 1945 disepakati dilakukan dengan cara aden dum, akan tetapi terjadi perubahan terhadap hal-hal yang mendasar termasuk didalamnya perubahan tentang konsep MPR yang merupakan basic structure dalam struktur ketatanegaraan RI.

Page 16: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR selelah Perubahan UUD' 1945, Falmawali 506

Daftar Pustaka

Buku

Alrasid, Harun, Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah, Jakarta: UI­Press, 2003.

Aminy, Aisyah, Pasang Surut Peran DPR-MPR 1945-2004. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah bekerja sarna dengan PP Wan ita Islam, 2004,

Asshiddiqie, Jimly . Pergumulan Peran Pemerintah dan ParJemen dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Komnstitusi Berbagai Negara. Jakarta: UI Press, 1986.

__ -::-:;~. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945. Yogyakarta: FH un Pers, 2004.

_ _ --=:---:' Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi Serpihan Pemikiran Hukum, Media, dan HAM. Zainal A,M, Husein ed. Cel. 1. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.

__ -::-_. et al.. ed. Kompilasi Konstitusi Sedunia. Buku I. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengkajian Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah KO l1stitusi Republik Indonesia, 2005 .

__ ...".-_' et aI. , ed.. Kompilasi Konstitusi Sedunia. Buku 2. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengkajian Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2005,

__ --:-.,.-., Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Ed. Revisi, Cet. 3. Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Rl, 2006.

Friedrich, Carl J, Constitutional Government and Democracy Theory and Practice in Europe and America, Rev. Ed, Boston: Ginn and Company, 1949,

Inter Parliamentary Union, Parliaments: A Comparative Study on the Structure and Functioning of Representative Institutions in Fourty-One Countries . London: Cassell and Company Ltd, 1962,

Inter Parliamentary Union, Parliaments of the Reverence Compendium. 2 nd ·ed. Vol. Parliamentary Union, 1986.

World: A Comparative II. New York: Inter

Kusuma, A,B. Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 (Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekaan). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum UI, 2004.

Page 17: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

507 Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun ke-39 No.4 Ok/ober-Desember 2009

Laski, Harold J. A Grammar of Politics. 4'h Ed. London: George Allen & Unwin Ltd, 1957.

Lijphart, Arend. Patterns of Democracy: Government Forms and Performance in Thirty-Six Countries. New Haven and London: Yale University, 1999.

Manan, Bagir. DPR, DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru. Cel. 2. Yogyakarta: FH UII Press, 2004.

Montesquieu, L 'Esprit des Lois, a/au The Spirit of Laws. Trans. by Thomas Nugent tahun 1752. Rev. by J.V. Prichard. London: G. Bell and Sons, Ltd., 1914.

Patterson, Samuel C. dan Anthony Mughan eds. Senates: Bicameralism in the Contemporary World. Ohio: The Ohio State University, 1999.

Sartori, Giovanni. Comparative Constitutional Engineering An Inquiry Into Structures, Incentives, and Outcomes. 2"d Ed. New .York: New York University Press, 1997.

Tsebelis, George dan Jeannette Money. Bicameralism. Cambridge: Cambridge University Press, 1997.

Wheare, K.C. Legislatures. London: Oxford University Press, 1967.

Surat Kabar

Efendi, Sofian. "Sistem Pemerintahan Kita Semi-Presidensial" Kompas, Rabu, 29 September 2004.

Compact Disc

Sekretariat Jenderal Risalah Rapat Ke-2 Panitia Ad Hock III BP MPR 8 Oktober 1999. Nomor MJ 230/5/99.

----,--,...,--c .. Risalah Rapat Ke-4 Panitia Ad Hock III BP MPR 10 Oktober 1999. Nomor MJ 230/9/99.

____ .. Risalah Rapat Ke-32 Panitia Ad Hock I BP MPR 17 Mei 2000.

____ . Risalah Rapat Ke-33 Panitia Ad Hock I BP MPR 22 Mei 2000.

_ ___ . Risalah Rapat Ke-37 Panitia Ad Hock I BP MPR 30 Mei 2000.

____ . Risalah Rapat Ke-38 Panitia Ad Hock I BP MPR 31 Mei 2000.

Page 18: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR selelah Perubahan UUD 1945, FarmawGli 508

____ . Risalah Rapat Ke-39 Panitia Ad Hock I BP MPR 6 Juni 2000.

_ ___ .. Risalah Rapat Ke-40 Panitia Ad Hock I BP MPR 7 Juni 2000.

_ ___ . Risalah Rapat Ke-5 I Panitia Ad Hock I BP MPR 29 Juli 2000.

__ --,-,,...,...,-. Risalah Rapat Pleno Ke-15 Panitia Ad Hock I BP MPR 15 Mei 2001, Nomor : MJ 23011 01200 1.

____ . Risalah Rapat Pleno Ke-25 Panitia Ad Hock I BP MPR 6 September 2001. Nomor MJ 230/21/2001.

__ ~_ .. Risalah Rapat Pleno Ke-26 Panitia Ad Hock I BP MPR 10 September 2001. Nomor MJ 230/22/2001.

__ -;:-_. Risalah Rapat Pleno Ke-32 Panitia Ad Hock I BP MPR 19 September 2001. Nomor 230/28/2001.

__ --::-_. Risalah Rapat Pleno Ke-33 Panitia Ad Hock I BP MPR 20 September 2001. Nomor 230/29/2001.

____ .. Risalah Rapat Pleno Ke-24 Panitia Ad Hock I BP MPR 6 Juni 2002. Nomor 230/24IPAH-U2002.

____ . Risalah Rapat Pleno Ke-38 Panitia Ad Hock I BP MPR 25 Juli 2002. Nomor 240/38/ST/2002.

Data/Sumber Yang Tidak Diterbitkan

Andrew Ellis; "Legislat ive Procedure in Two Chamber System". National Democratic Institute (NDJ) for International Affairs, 18 Oktober 200 I.

Fatmawati. "Struktur dan Fungsi Legislasi Parlemen: Studi Perbandingan antara Indonesia dengan Berbagai Negara." Disertasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 24 Juli 2009.

Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia. ''Naskah Akademik Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Usulan Komisi Konstitusi." Jakarta, 2004.

Thaib, Dahlan. "Menuju Parlemen Bikameral: Studi Konstitusional Perubahan Ketiga UUD 1945", Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru Besar Madya dalam Hukum Tata Negara yang disampaikan di depan Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Indonesia (UlI), Yogyakarta, 2002.

Page 19: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

509 JlIrnai Hukum dan Pembangunan Tahlln ke-39 No.4 Oktober-Desember 2009

Internet

Constitution of the People 's Republic of China. <http://www.usconstitution. net/china.html>.

"Constitutions of the Republic of South Africa Act 110 of 1983", <http://www.sahistory.org.za/pages/sources/docs/1983-constitution.htm> .

Taiwan Constitution, <http: //wwwoefre.unibe/icl/>

Taiwan-Constitution -- Additional Articles, <http://wwwoefre.unibelicll>.

"The First Step of Diet." <http://eduskunta.fi/faktalhistorialeng/main.htm>,

"The history of Riksdag " <http://www.riksdagen.se/templateslR_Page_798. aspx>

The Constitution of The Socialist Federal Republic Of Yugoslavia, <http://www. worldstatemen.orgIY ugoslavia _1963 .doc>.

Ensiklopedi

Encyclopaedia Britannica 2008 Ultimate DVD.

Peraturan

Republik Indonesia. Keputusan Presiden mengenai Dekrit Presiden Republik IndonesiaIPanglima Tertinggi Angkatan Perang tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945. Keppres No. 150. LN No. 75 . LNTahun 1959.

__ --:--:-. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara RepubJik Indonesia Tahun 1945. LN No. II. LN Tahun 2006.

__ --:--;-. Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara RepubJik Indonesia Tahun 1945. LN No. 12. LN Tahun 2006.

__ -=--,-.. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara RepubJik Indonesia Tahun 1945. LN No. 13. LN Tahun 2006.

---c--,-. Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara RepubJik Indonesia Tahun 1945. LN No. 14. LN Tahun 2006.

Undang Undang Tentang Susunan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan PerwakiJan Rakyat, Dewan

Page 20: CATATAN SINGKAT MEN GENAl KEDUDUKAN MPR SESUDAH PERUBAHAN UUD

Kedudukan MPR setelah Perubahan UUD 1945, Fatmmvati 510

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. UU No. 22, LN No. 92, LN Tahun 2003, TLN No. 4310.

___ --;- . Undang Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang­undangan. UU No. 10, LN No. 53, LN Tahun 2004, TLN No. 4389.

__ -=_. Undang Undang Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. UU No. 27, Tahun 2009.

__ -=--,-' Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Keputusan OPO RI Nomor 29/0PO/2005.

____ ' Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Keputusan OPR RI Nomor 08/0PR RI/I/2005-2006.