Case Orto Baca Ui

106
UNIVERSITAS INDONESIA EDUKASI PENCEGAHAN DISLOKASI DAN SUPERVISED IN-HOSPITAL EXERCISE PROGRAM PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLASTY DI RUANG BEDAH KELAS ANGGREK TENGAH KANAN RSUP PERSAHABATAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS HERLIA YULIANTINI, S.Kep 0806333966 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2013 Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

description

case ortopedi dislokasi sendi panggul

Transcript of Case Orto Baca Ui

Page 1: Case Orto Baca Ui

UNIVERSITAS INDONESIA

EDUKASI PENCEGAHAN DISLOKASI DAN SUPERVISED IN-HOSPITAL EXERCISE PROGRAM PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLASTY

DI RUANG BEDAH KELAS ANGGREK TENGAH KANAN RSUP PERSAHABATAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

HERLIA YULIANTINI, S.Kep 0806333966

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK JULI 2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 2: Case Orto Baca Ui

UNIVERSITAS INDONESIA

EDUKASI PENCEGAHAN DISLOKASI DAN SUPERVISED IN-HOSPITAL EXERCISE PROGRAM PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLASTY

DI RUANG BEDAH KELAS ANGGREK TENGAH KANAN RSUP PERSAHABATAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

HERLIA YULIANTINI, S.Kep

0806333966

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK JULI 2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 3: Case Orto Baca Ui

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir Ners ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep

NPM : 0806333966

Tanda tangan :

Tanggal : 4 Juli 2012

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 4: Case Orto Baca Ui

iii

HALAMAN PENGESAHAN Karya ilmiah ini diajukan oleh: Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep NPM : 0806333966 Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital

Exercise Program pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners (Profesi Keperawatan) pada Program Studi Profesi Ners Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Efy Afifah, S.Kp., M.Kes ( ) NIP : 196805111993032002 Penguji : Ns. Nuraini, S.Kep ( ) NIP : 197909102001122001 Ditetapkan di : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tanggal : 04 Juli 2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 5: Case Orto Baca Ui

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-

Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini dengan judul

“Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program

pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan” ini tepat pada waktunya. Saya menyadari

bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya

untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada:

1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia (FIK UI);

2. Ibu Riri Maria, SKp., MANP, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah

Akhir Ners;

3. Ibu Efy Afifah, S.Kp., M.Kes, selaku pembimbing dalam pembuatan karya

ilmiah akhir ini;

4. Ibu Ns. Nuraini, S.Kep, selaku pembimbing klinik dan penguji dalam

sidang karya ilmiah akhir ini yang telah memberikan banyak pelajaran,

pengalaman, dan masukan selama praktik profesi ners di RSUP

Persahabatan;

5. Teristimewa kepada Bapak Hery Fajari dan Ibu Siti Rukayah sebagai ayah

dan ibu tersayang, serta Safri Sholehuddin sebagai adik tercinta yang telah

memberikan dukungan secara penuh, baik dukungan moral, doa, dan

materi selama penulis menyusun karya ilmiah akhir ini;

6. Ibu Tuti Herawati, S.Kp., MN, selaku pembimbing dalam mata ajar

KKMP Kekhususan Peminatan KMB yang telah memberikan pemahaman

dan masukan terhadap aplikasi pemberian asuhan keperawatan pada klien

yang dikelola selama praktik;

7. Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MN, selaku pembimbing akademik penulis;

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 6: Case Orto Baca Ui

v

8. Bapak/Ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah

banyak membantu penulis selama waktu praktik profesi ners;

9. Teman-teman OMOESTA yang selalu menyemangati satu sama lain yakni

Esti Giatrininggar, Fitri Mulyana, Kak Monika Rini P., Puspa Utami P.,

Mujiati Alifah W., dan terutama Nicky Anelia yang telah meluangkan

banyak waktu untuk berdiskusi dan mencari jurnal bersama penulis;

10. Kakak-kakak perawat ruang Bedah Kelas yakni Bu Ipah, Bu Rini, Ang

Dede, Kak Mita, Kak Ari, Kak Kiki, Kak Iko, Kak Sri, Kak Tika, Kak

Dwi, Kak Dian, Kak Aryatni dan Bang Holong yang telah berbagi ilmu,

pengalaman, dan mengajarkan banyak tindakan keperawatan selama

penulis melaksanakan praktik profesi ners di RSUP Persahabatan;

11. Teman-teman kost-an “Cum Laude” yakni Citra Amaliyah, Riana

Wulandari, Sri Astuti, Monica Utari Mariana, Nur Widyanti Nurdin yang

selalu memberikan semangat dan menjadi tempat berkeluh kesah;

12. Teman-teman FIK UI angkatan 2008…..PEDULI!

13. Teman-teman “4 DEWA” yakni Nopa Dwi M. (ITB), Ratih Kusuma H.

(UGM), dan Delly Ramadon (UI) yang saling menyemangati satu sama

lain walaupun tidak pernah bertatap muka secara langsung;

14. Serta pihak lain yang mungkin tidak sempat penulis uraikan satu persatu

tanpa mengurangi rasa terima kasih saya.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penyusunan karya

ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis

mengharapkan beberapa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

perbaikan karya ilmiah akhir ini ke depannya.

Depok, 4 Juli 2012

Penulis

HERLIA YULIANTINI, S.Kep

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 7: Case Orto Baca Ui

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep

NPM : 08066333966

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise Program

pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti

nonekslusif ini Universitas Indonesia bebas menyimpan, mengalihmedia/

formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

mempublikasikan karya ilmiah akhir saya selama tetap dicantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 4 Juli 2012

Yang Menyatakan

( Herlia Yuliantini, S.Kep )

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 8: Case Orto Baca Ui

vii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Herlia Yuliantini, S.Kep Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Edukasi Pencegahan Dislokasi dan Supervised In-Hospital Exercise

Program pada Klien Post Total Hip Arthroplasty di Ruang Bedah Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan

Masalah masyarakat perkotaan yakni perubahan gaya hidup terkait pola makan dan aktivitas fisik berdampak pada obesitas yang mempengaruhi program rehabilitasi klien post total hip arthroplasty. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko terjadinya komplikasi post total hip arthroplasty yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien. Komplikasi total hip arthroplasty berupa dislokasi dapat menyebabkan nekrosis avaskular. Nekrosis avaskular stase lanjut hanya dapat ditangani melalui operasi total hip arthroplasty. Prosedur total hip arthroplasty dapat menyebabkan kerusakan mobilitas fisik pada klien. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan latihan mobilisasi di rumah sakit pada klien post total hip arthroplasty. Pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat atau ahli fisioterapi kepada klien dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post total hip arthroplasty menjadi upaya untuk meningkatkan kualitas hidup klien. Kata kunci : dislokasi, nekrosis avaskular, obesitas, total hip arthroplasty 55 + xii halaman : 3 tabel Daftar Pustaka : 19 (2000-2013)

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 9: Case Orto Baca Ui

viii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Herlia Yuliantini, S.Kep Study Program : Nursing Science Title : Education of Preventing Dislocation and Supervised In-Hospital

Exercise Program on Client of Post Total Hip Arthroplasty in Bedah Kelas Room Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan

Urban society problem which is changes in life style related to eating habits and physical activity lead to obesity which influences rehabilitation program of client after total hip arthroplasty surgery. Obesity is one of risk factors for post total hip arthroplasty complication that could delay rehabilitation progress and recovery. Total hip arthroplasty complication such as dislocation could cause avascular necrosis. Later stages of avascular necrosis could only be handled by doing the total hip arthroplasty surgery. Total hip arthroplasty surgery could cause impaired physical mobility in client. The aims of this paper was to analyze the implementation of giving education for preventing dislocation and mobilization exercise in hospital for client after total hip arthroplasty surgery. Giving education of preventing dislocation and supervised in-hospital exercise program by nurses or physiotherapists for client and family as part of rehabilitation program for client after total hip arthroplasty surgery should be addressed to improve clients’ quality of life. Keywords : avascular necrosis, dislocation , obesity, total hip arthroplasty xii + 55 pages : 3 tables Bibliography : 19 (2000-2013)

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 10: Case Orto Baca Ui

ix Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............... vi ABSTRAK .................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................... ix DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 5 1.3. Tujuan Penulisan ..................................................................... 5

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 5 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 5

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 6 1.4.1 Manfaat Aplikatif ........................................................... 6 1.4.2 Manfaat Teoritis ............................................................. 6 1.4.3 Manfaat Metodologis ..................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 7 2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ..................... 7

2.2 Obesitas ................................................................................... 8 2.3 Nekrosis Avaskular ................................................................. 9 2.4 Total Hip Arthroplasty ............................................................ 10 2.5 Mobilisasi ................................................................................ 11 2.5.1 Definisi ........................................................................... 11 2.5.2 Tujuan Mobilisasi .......................................................... 12 2.5.3 Jenis Mobilisasi .............................................................. 12 2.5.4 Mobilisasi pada Klien Post Pembedahan ....................... 13 2.5.5 Dampak Mobilisasi Post Pembedahan ........................... 13 2.6 Latiham Mobilisasi pada Klien Post Total Hip Arthroplasty (THA) ...................................................................................... 14 2.6.1 Status Post THA ............................................................. 14

2.6.2 Latihan Segera Setelah Operasi (Immediate Postoperative Exercise) .......................................................................... 14

2.6.3 Tindakan Pencegahan Dislokasi (Hip Precautions) ....... 15 2.6.4 Latihan untuk Bergerak .................................................. 16 2.6.5 Latihan Setelah Operasi (Postoperative Exercises) ....... 17 2.6.6 Latihan dengan Tahanan pada Berat Badan Sepenuhnya (Full Weight Bearing Exercises) .................................... 19

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 11: Case Orto Baca Ui

x Universitas Indonesia

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA .............................. 21

3.1 Pengkajian Keperawatan .......................................................... 21 3.1.1 Informasi Umum Klien .................................................. 21 3.1.2 Anamnesa ....................................................................... 21 3.1.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................... 22 3.1.4 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh ............... 24 3.2 Pemeriksaan Penunjang .......................................................... 30 3.2.1 Pemeriksaan Laboratorium ............................................ 30 3.2.2 Pemeriksaan Diagnostik ................................................. 32 3.3 Pertimbangan Rencana Pulang ................................................ 32 3.4 Analisis Data ........................................................................... 32 3.5 Prioritas Diagnosis Keperawatan ............................................ 35 3.6 Laporan Intra Operasi ............................................................. 35 3.6.1 Pengkajian ...................................................................... 35 3.6.2 Diagnosis Keperawatan .................................................. 35 3.6.3 Tindakan Keperawatan .................................................. 36 3.7 Rencana Asuhan Keperawatan ................................................ 36 3.7.1 Intervensi Keperawatan .................................................. 36 3.7.2 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ...................... 40

BAB 4 ANALISIS SITUASI .................................................................... 42

4.1 Profil Lahan Praktik ................................................................ 42 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP

dan Konsep Kasus Terkait ...................................................... 42 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait ..................................................................................... 46 4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan ......................... 50

BAB 5 PENUTUP ..................................................................................... 52

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 52 5.2 Saran ........................................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 12: Case Orto Baca Ui

xi Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Obat .................................................................................. 29 Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ................................................. 30 Tabel 3.3 Analisis Data ................................................................................ 32

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 13: Case Orto Baca Ui

xii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA Lampiran 2 Catatan Perkembangan Lampiran 3 Pemeriksaan Diagnostik Lampiran 4 Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian

Panggul Total Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 14: Case Orto Baca Ui

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

Pendahuluan diperlukan untuk memberikan gambaran awal mengenai penulisan

yang dilakukan. Adapun komponen yang akan diuraikan dalam bab ini meliputi

latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, dan manfaat penulisan. Bab

ini akan mempermudah penulis dalam melakukan penulisan secara sistematis.

1.1 Latar Belakang Penggantian sendi panggul total (total hip arthroplasty atau THA) merupakan

operasi untuk menggantikan acetabulum dan kepala femur yang rusak dengan

implant buatan. THA ini dilakukan untuk menghentikan rasa sakit pada sendi

panggul klien agar klien mampu bergerak dengan lebih mudah. THA biasa

diindikasikan untuk mengatasi masalah panggul yang meliputi nekrosis avaskular,

dysplasia pada panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis, dan rheumatoid

arthtritis. THA telah terbukti dapat mengurangi nyeri pada klien dan

meningkatkan fungsi serta kualitas hidup klien (Jill, J. dan Goldstein, W., 2003).

Lebih dari 168.000 prosedur THA telah dilakukan di Amerika setiap tahun. The

National Joint Registry for England and Wales juga melaporkan bahwa prosedur

THA telah mengalami peningkatan dari tahun 2006/2007 sebanyak 51.981 kasus

menjadi 77.608 kasus pada tahun 2008/2009 di Inggris dan Wales. Di Indonesia,

jumlah prosedur THA masih relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah

penggantian di negara-negara maju akibat tingginya harga dan kurangnya

pengetahuan klien (Jamari, dkk., 2012).

Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan

penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Klien yang

obesitas terutama obesitas yang parah tidak diperbolehkan menjalani prosedur

THA akibat peningkatan risiko infeksi dan keterbatasan kemampuan mobilisasi.

Hal ini sejalan dengan penelitian Vincent, H.K., Weng, J. P., dan Vincent, K. R.

(2007) di Virginia yang menunjukkan bahwa indeks massa tubuh (IMT)

mempengaruhi efisiensi pengukuran kemandirian fungsi (functional independence

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 15: Case Orto Baca Ui

2

Universitas Indonesia

measure), lamanya klien dirawat di rumah sakit (length of stay), dan biaya

perawatan. Selain itu, klien yang obesitas dapat mencapai peningkatan fisik tetapi

dalam efisiensi yang lebih rendah dan biaya yang lebih mahal. Penelitian Vincent

et al. (2012) juga menunjukkan bahwa klien yang telah menjalani prosedur THA

mengalami peningkatan kemampuan fungsional tetapi secara umum klien yang

mengalami obesitas tidak mencapai level yang sama terkait fungsi fisik pada

waktu follow-up yang telah ditentukan.

Obesitas memang telah menjadi permasalahan kesehatan yang mendunia. Saat ini,

1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih

(overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas.

Pada tahun 2015, 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700

juta di antaranya obesitas (Depkes, 2009). Di Indonesia, data Riskesdas (2010)

menyebutkan bahwa 27,7 juta jiwa penduduk Indonesia yang berusia di atas 18

tahun mengalami obesitas.

Angka kejadian obesitas tersebut memperlihatkan perubahan yang sangat besar

pada masyarakat dan pola tingkah laku masyarakat selama lebih dari sepuluh

tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh interaksi antara faktor genetik dan faktor

lingkungan yang meliputi gaya hidup, perilaku makan dan aktivitas fisik, Faktor

genetik menjadi komponen penting yang menentukan kerentanan untuk

mengalami peningkatan berat badan, sedangkan keseimbangan energi ditentukan

oleh gaya hidup seperti asupan kalori dan aktivitas fisik.

Perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan dan aktivitas fisik akibat

perkembangan status sosial ekonomi masyarakat perkotaan berkontribusi dalam

meningkatkan jumlah orang dewasa yang mengalami overweight dan obesitas.

Peningkatan pendapatan dan populasi yang menjadi lebih kekota-kotaan

mengakibatkan masyarakat lebih memilih menu diet dengan tinggi kalori,

mengandalkan makanan cepat saji dan makan di luar rumah, kebiasaan meminum

minuman berkalori tinggi secara berlebihan serta melakukan sedentary lifestyle.

Pada waktu yang sama, pekerjaan dan konstruksi lingkungan sekitar yang kurang

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 16: Case Orto Baca Ui

3

Universitas Indonesia

mendukung aktivitas fisik menjadi lebih sedikit. Hal tersebut juga diperburuk oleh

meningkatnya penggunaan transportasi otomatis, teknologi di rumah, dan

pengisian waktu luang secara pasif.

Selama angka kejadian obesitas terus meningkat dan prosedur THA banyak

dilakukan secara progresif pada klien muda atau klien yang obesitas, sasaran

kemampuan jangka panjang merupakan hal yang sangat penting (Vincent, et al.,

2012). Sasaran kemampuan tersebut meliputi pemeliharaan kemandirian dengan

aktivitas penahanan beban (load bearing activites) pada kehidupan sehari-hari,

mobilitas secara mandiri, dan pergerakan tubuh untuk jangka waktu yang lama.

Vincent et al. (2012) menyebutkan bahwa klien yang obesitas yang telah

menjalani prosedur THA berisiko untuk mengalami kegagalan kualitas hidup

untuk waktu yang lama dibandingkan dengan klien yang tidak obesitas. Sebagai

contoh, 35% klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami pembatasan

aktivitas pada tahun kelima. Obesitas secara signifikan dapat memprediksikan

ketergantungan klien post operasi THA pada alat bantu jalan dan berhubungan

dengan hasil follow-up yang rendah.

Klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan

memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Keterbatasan

tersebut berupa rasa nyeri, kelemahan otot abduktor pada panggul, kontraktur

pada sendi panggul dan gangguan cara berjalan akibat kemelamahan otot fleksor

dan ekstensor pada panggul. (Unlu, E. et al., 2007). Hal ini didukung oleh

penelitian Okoro, T. et al. (2013) yang menyebutkan bahwa imobilisasi akibat

pembedahan dan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan kemunduran lebih

lanjut pada massa, kekuatan, dan fungsi otot. Departement of Rehabilitation

Services Brigham and Women’s Hospital menjelaskan bahwa pada hari pertama

setelah operasi THA, klien akan mengalami penurunan kemandirian dalam

mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh, ambulasi, aktivitas fungsional,

aktivitas dasar harian dan kualitas hidup. Oleh sebab itu, selama perawatan akut di

rumah sakit, klien perlu diberikan pemahaman dan latihan mengenai tindakan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 17: Case Orto Baca Ui

4

Universitas Indonesia

pencegahan dislokasi pada panggul, mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh,

dan ambulasi.

Latihan merupakan bagian penting dari program preventif dan rehabilitatif untuk

memperbaiki kerusakan fisik akibat dari prosedur pembedahan arthroplasty

(THA) pada panggul (Unlu, E. et al., 2007). Kecepatan berjalan, irama, dan

kekuatan otot merupakan hal yang penting terkait keterbatasan pada klien yang

telah menjalani prosedur THA. Program latihan dibutuhkan untuk meningkatkan

performa fungsional pada klien post operasi THA. Trudelle-Jackson et al. (2002)

menekankan mengenai pentingnya program rehabilitasi pada fase lanjut setelah

prosedur THA dan menyarankan tentang latihan weight-bearing dan stabilitas

postural (Unlu, E. et al., 2007).

Prosedur THA juga dilakukan di RSUP Persahabatan sebagai rumah sakit yang

mengedepankan pelayanan prima kepada klien. Ruang Bedah Kelas Anggrek

Tengah Kanan merupakan tempat perawatan klien pre operasi dan post operasi

THA. Selama mahasiswa melakukan praktek profesi mata ajar Keperawatan

Kesehatan Masyarakat Perkotaan dan Manajemen selama tujuh minggu di ruang

perawatan tersebut, mahasiswa menemukan masalah kurang optimalnya

pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap aktivitas klien post operasi THA.

Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi post operasi THA seperti

dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi.

Berdasarkan pada alasan tersebut, laporan akhir praktek profesi program ners ini

akan memaparkan hasil implementasi dari asuhan keperawatan yang menekankan

pada peningkatan kemampuan mobilisasi klien yang telah diberikan kepada klien

post operasi THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP

Persahabatan, Jakarta Timur. Selain itu, laporan ini juga akan membahas

keterkaitan antara prosedur THA dengan konsep keperawatan kesehatan

masyarakat perkotaan.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 18: Case Orto Baca Ui

5

Universitas Indonesia

1.2 Perumusan Masalah Penggantian sendi panggul total (total hip arthroplasty atau THA) merupakan

operasi yang telah dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia untuk

mengatasi masalah panggul yang meliputi nekrosis avaskular, dysplasia pada

panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis, dan rheumatoid arthtritis.

Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan

penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Pada dasarnya,

klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan

memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Masalah

kurang optimalnya pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap aktivitas klien

post operasi THA dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi post operasi THA

seperti dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi. Berdasarkan pada latar belakang

yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis akan membahas asuhan keperawatan

pada klien post THA.

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah ini adalah menyajikan pemaparan

asuhan keperawatan pada klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah

Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.

1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah ini, yaitu:

a. Menganalisis kasus klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah

Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep

keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan terkait

b. Menganalisis kasus klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah

Kanan RSUP Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep kasus

terkait

c. Menganalisis salah satu aplikasi asuhan keperawatan yang diberikan pada

klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP

Persahabatan, Jakarta Timur sesuai dengan konsep tdan penelitian terkait

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 19: Case Orto Baca Ui

6

Universitas Indonesia

d. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan pada kasus

klien post THA di ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP

Persahabatan, Jakarta Timur

1.4 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan karya ilmiah ini antara lain:

1.4.1 Manfaat Aplikatif Hasil pemaparan ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat

bagi banyak pihak seperti pemberi pelayanan kesehatan, keluarga, dan

masyarakat. Bagi pemberi pelayanan kesehatan, pemaparan ini dapat menjadi

acuan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan

yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal pencegahan dislokasi

post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut. Hasil pemaparan ini

juga memberi wacana bagi keluarga dan masyarakat tentang program rehabillitasi

pada klien post THA sehingga keluarga dan masyarakat diharapkan mampu

menjadi sistem pendukung yang aktif dalam pencegahan dislokasi post THA dan

pemulihan fungsi mobilisasi pada klien tersebut.

1.4.2 Manfaat Teoritis Hasil pemaparan ini diharapkan dapat menjadi data atau masukan bagi institusi

pendidikan untuk lebih memperhatikan pengajaran terkait aplikasi pemberian

asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal

pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut.

Hasil pemaparan ini juga diharapkan dapat mengarahkan institusi pendidikan

untuk mengembangkan bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan

keperawatan medikal bedah mengenai program rehabilitasi pada klien post THA.

1.4.3 Manfaat Metodologis Hasil pemaparan ini dapat digunakan sebagai rujukan data dasar bagi

pengembangan pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian

keperawatan mengenai program rehabilitasi yang bertujuan untuk mencegah

dislokasi post THA dan memulihkan fungsi mobilisasi pada klien post THA.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 20: Case Orto Baca Ui

7 Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka diperlukan untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan

dalam karya ilmiah. Adapun teori dan konsep yang akan diuraikan dalam bab ini

meliputi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, obesitas, nekrosis

avaskular, total hip arthroplasty, mobilisasi, dan latihan mobilisasi pada klien post

THA.

2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh

perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lain dan masyarakat untuk

memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga dan

masyarakat (Depkes RI, 1996). Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat

meliputi: upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif),

pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya

(resosialisasi). Kegiatan praktik keperawatan masyarakat yang dilakukan perawat

mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan

kesehatan wilayah kerja perawat.

Salah satu ruang lingkup perawatan kesehatan masyarakat adalah masyarakat

perkotaan. Masyarakat perkotaan merupakan komunitas yang tinggal di daerah

perkotaan dengan semua keadaan dan kondisi yang ada di lingkungan kota.

Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki 8 karakteristik dan merupakan hal

yang penting dalam melakukan praktik (Allender, 2001) yaitu: merupakan lahan

keperawatan, merupakan kombinasi antara keperawatan publik dan keperawatan

klinik, berfokus pada populasi, menekankan terhadap pencegahan akan penyakit

serta adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan diri, mempromosikan tanggung

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 21: Case Orto Baca Ui

8

Universitas Indonesia

jawab klien dan self care, menggunakan pengesahan/pengukuran dan analisa,

menggunakan prinsip teori organisasi, dan melibatkan kolaborasi interprofesional.

2.2 Obesitas Masalah kesehatan masyarakat perkotaan tidak terlepas dari gaya hidup

masyarakat perkotaan. Perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan dan

aktivitas fisik akibat perkembangan status sosial ekonomi masyarakat perkotaan

berkontribusi dalam meningkatkan jumlah orang dewasa yang mengalami

overweight dan obesitas. Peningkatan pendapatan dan populasi yang menjadi

lebih kekota-kotaan mengakibatkan masyarakat lebih memilih menu diet dengan

tinggi kalori, mengandalkan makanan cepat saji dan makan di luar rumah,

kebiasaan meminum minuman berkalori tinggi secara berlebihan serta melakukan

sedentary lifestyle. Pada waktu yang sama, pekerjaan dan konstruksi lingkungan

sekitar yang kurang mendukung aktivitas fisik menjadi lebih sedikit. Hal tersebut

juga diperburuk oleh meningkatnya penggunaan transportasi otomatis, teknologi

di rumah, dan pengisian waktu luang secara pasif.

Obesitas dan overweight adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan

adanya masalah kelebihan berat badan. Obesitas merupakan suatu kelainan yang

ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Overweight

adalah kelebihan berat berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan

jaringan lemak atau nonlemak. Misalnya, pada seorang atlet binaragawan,

kelebihan berat badan dapat disebabkan karena hipertrofi jaringan otot.

Prevalensi overweight dan obesitas biasanya dikaji dengan menggunakan indeks

massa tubuh (IMT). IMT didefinisikan sebagai kilogram berat badan dibagi

dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Jika IMT lebih dari 25 kg/mm2,

seseorang dikatakan overweight dan jika IMT lebih dari 30 kg/mm2, seseorang

dikatakan obesitas.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 22: Case Orto Baca Ui

9

Universitas Indonesia

2.3 Nekrosis Avaskular Nekrosis avaskular merupakan kondisi yang dihasilkan dari suplai darah yang

kurang ke area tulang tertentu yang menyebabkan kematian tulang (Marx, J. A. et

al., 2002). Kondisi ini dapat terjadi akibat trauma dan kerusakan pada pembuluh

darah yang menyuplai oksigen pada tulang. Penyebab lain yakni karena obstruksi

(embolisme) udara atau lemak yang memblok aliran darah melalui pembuluh

darah, hypercoagulable state, dan inflamasi dinding pembuluh darah (vaskulitis).

Nekrosis avaskular kaput femur merupakan komplikasi lanjut dari dislokasi sendi

panggul. Kaput femur adalah tempat yang paling sering mengalami nekrosis

avaskular terutama karena pasokan darahnya yang khas yang membuatnya mudah

mengalami iskemia karena terputusnya arteri.

Perkembangan nekrosis avaskular awalnya asimptomatik lalu berkembang seiring

dengan waktu, hal ini harus dideteksi hingga 3 tahun sesudah trauma. Nyeri

merupakan keluhan utama dan keluhan lainnya berupa jalan pincang, paha

mengecil/otot atrofi, tungkai dapat memendek 1-2 cm, dan gerakan terbatas

terutama abduksi dan rotasi internal pada panggul (Moesbar, N., 2006). Jill, J. B.

dan Goldstein, W.M. (2003) juga mengatakan bahwa klien dengan masalah

panggul seperti nekrosis avaskular akan mengalami perubahan gaya berjalan dan

memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas harian seperti menggunakan

kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki.

Pemeriksaan dengan sinar X-polos, pada stadium dini tidak menampakkan

kelainan. Hal seperti ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan scintigrafi atau MRI.

Ficat dan Arlet membagi nekrosis avaskular menjadi 4 stadium yakni: stadium 1:

tidak atau sedikit nyeri, gambaran radiologis normal; stadium 2: ada tanda-tanda

radiologis dini, tetapi kaput femoris secara struktural utuh; stadium 3:

meningkatnya distorsi kaput femoris atau fragmentasi; dan stadium 4: hancurnya

permukaan sendi, terdapat osteoarthritis sekunder (Moesbar, N., 2006).

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 23: Case Orto Baca Ui

10

Universitas Indonesia

Penanganan pada nekrosis avascular tergantung pada tingkat kondisi diagnosis

dan bagian sendi yang terlibat. Nekrosis avascular awal (sebelum tampak

perubahan pada X-Ray) diatasi dengan prosedur bedah core decompression yakni

membuang inti tulang dari area yang terkena dan pada beberapa kasus dilakukan

pencangkokan tulang baru pada area tersebut. Nekrosis avaskular stase lanjut

(ketika perubahan pada X-Ray telah terjadi) menghasilkan kerusakan tulang dan

sendi yang serius sehingga membutuhkan arthroplasty atau pembedahan

penggantian sendi.

2.4 Total Hip Arthroplasty Total hip arthroplasty (THA) adalah operasi untuk menggantikan acetabulum dan

kepala femur yang rusak dengan implan buatan. Proses pembedahannya

(Department of Rehabilitation Services The Brigham and Women’s Hospital,

2010) adalah kepala femur yang rusak dibuang, kemudian acetabulum

dipersiapkan dengan membersihkan dan melebarkan acetabulum menggunakan

peluas lubang berbentuk sirkular sehingga ukuran bertambah luas secara

berangsur-angsur. Batok (cup) acetabulum yang baru akan ditanam dengan aman

di dalam rongga hemispherical yang sudah dipersiapkan. Bagian dalam implan

plastik ditempatkan di dalam batok besi dan difiksasi ke dalam bagian tersebut.

Kemudian, femur dipersiapkan untuk penanaman batang femur. Bagian pusat

yang cekung pada tulang femur dibersihkan dan dilebarkan untuk membuat

lubang yang cocok dengan bentuk implan batang. Bagian puncak akhir dari femur

dihaluskan sehingga batang (stem) dapat disisipkan sama rata dengan permukaan

tulang. Apabila bola merupakan bagian yang terpisah, ukuran yang pas akan

dipilih. Lalu bola dimasukkan ke dalam batok acetabulum (buatan) sehingga sendi

menjadi lurus dan insisi ditutup.

Penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan masalah pada panggul meliputi

nekrosis avaskular, dysplasia pada panggul, fraktur, oseteoatrhritis, osteonekrosis,

dan rheumatoid arthtritis (Jill, J.B. dan Goldstein, W.M., 2003). Ketika kondisi

tersebut menyebabkan nyeri berat dan kehilangan fungsi dan pergerakan, prosedur

THA sangat perlu dilakukan. Klien biasanya mengeluh pada bagian atas paha,

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 24: Case Orto Baca Ui

11

Universitas Indonesia

paha, dan lutut. Klien akan mengalami perubahan gaya berjalan dan

memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas harian seperti menggunakan

kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki (Jill, J. B. dan Goldstein, W. M.,

2003).

Adapun komplikasi post THA meliputi kekurangan darah, deep vein thrombosis

(DVT), embolisme paru, perdarahan sendi yang berlebihan, hematoma, infeksi

sendi, dislokasi sendi, dan cedera saraf skiatik. Komplikasi lanjut prosedur ini

antara lain nekrosis kulit, pengeluaran drainase yang menetap pada sendi,

pembentukan hematoma yang lebar, komplikasi penyembuhan luka seperti

bengkak, nyeri, dan kemerahan pada sendi, dislokasi, dan heterotrophic

ossification (pertumbuhan tulang esktra yang menyebabkan kekakuan).

2.5 Mobilisasi Mobilisasi merupakan hal yang vital bagi kesehatan total seseorang. Dalam

mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan

skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik. Pada subbab ini, penulis akan

menguraikan tentang definisi, tujuan mobilisasi, jenis mobilisasi, mobilisasi pada

klien post pembedahan, dampak mobilisasi post pembedahan, dan latihan

mobilisasi pada klien post total hip arthroplasty (THA).

2.5.1 Definisi Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,

teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk

kemandirian (Barbara, 2006 dalam Sebo, M., 2011). Sebaliknya menurut Susan J.

Garrison (2004) keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau

keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk

dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap

dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Sebo, M., 2011).

Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk meningkatkan

kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup klien. Secara psikologis mobilisasi

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 25: Case Orto Baca Ui

12

Universitas Indonesia

akan memberikan kepercayaan pada klien bahwa dirinya mulai merasa sembuh.

Perubahan gerakan dan posisi ini harus dijelaskan kepada klien atau keluarga yang

menunggui sehingga klien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat

mobilisasi dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan mobilisasi (Barbara, 2006

dalam Sebo, M., 2011).

2.5.2 Tujuan Mobilisasi Potter dan Perry (2005) menyebutkan bahwa mobilisasi mempunyai banyak

tujuan seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri,

pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari, dan kegiatan rekreasi.

Adapun menurut Susan J. Garrison (2004), tujuan mobilisasi antara lain:

mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah sehingga

mempercepat penyembuhan luka, membantu pernafasan menjadi lebih baik,

mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin,

mengembalikan aktivitas tertentu sehingga klien dapat kembali normal dan dapat

memenuhi kebutuhan gerak harian, dan memberi kesempatan perawat dan klien

untuk berinteraksi atau berkomunikasi (Sebo, M., 2011).

2.5.3 Jenis Mobilisasi Adapun jenis-jenis mobilisasi antara lain (Sebo, M., 2011):

a. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh menekankan pada saraf motorik dan sensorik untuk

mengontrol seluruh area tubuh. Mobilisasi penuh mempunyai banyak

keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologis maupun psikologis bagi klien

untuk memenuhi kebutuhan dan keselamatan secara bebas, mempertahankan

interaksi sosial dan peran dalam kehidupan sehari-hari.

b. Mobilisasi sebagian

Klien yang mengalami mobilisasi sebagian umumnya mempunyai gangguan

saraf sensorik maupun motorik pada area tubuh. Mobilisasi sebagian dapat

dibedakan menjadi:

1) mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma reversible pada sistem

musculoskeletal seperti dislokasi sendi dan tulang

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 26: Case Orto Baca Ui

13

Universitas Indonesia

2) mobilisasi permanen biasanya disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang

reversible (Susan J, Garrison, 2004 dalam Sebo, M., 2011)

2.5.4 Mobilisasi pada Klien Post Pembedahan Mobilisasi post pembedahan yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca

pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan pernafasan,

latihan batuk efektif, dan menggerakkan tungkai) sampai dengan klien bisa turun

dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner &

Suddarth, 2002 dalam Sebo, M., 2011). Selama 24 sampai 48 jam pertama,

perhatian ditujukan pada pemberian pereda nyeri dan pencegahan komplikasi.

Latihan menarik nafas dalam, batuk, dan fleksi kaki atau tangan harus didorong

untuk dilakukan setiap jam (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Sebo, M., 2011).

2.5.5 Dampak Mobilisasi Post Pembedahan Dampak mobilisasi post operasi antara lain (Sebo, M., 2011):

a. Peningkatan kecepatan dan kedalaman pernafasan

Hal ini dapat mencegah atelektasis dan pneumonia hipostasis serta

meningkatkan kesadaran mental dampak dari peningkatan okseigen ke otak

b. Peningkatan sirkulasi

Hal ini dapat meningkatkan asupan nutrisi untuk penyembuhan daerah luka,

mencegah trombophlebitis, meningkatkan kelancaran fungsi ginjal, dan

mengurangi rasa nyeri

c. Peningkatkan berkemih untuk mencegah retansi urin

d. Peningkatan metabolism

Hal ini untuk mencegah berkurangnya tonus otot dan mengembalikan

keseimbangan nitrogen

e. Peningkatan peristaltik

Hal ini untuk mempermudah terjadinya flatus, mencegah distensi abdominal

dan nyeri akibat gas, mencegah konstipasi, dan mencegah ileus paralitik.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 27: Case Orto Baca Ui

14

Universitas Indonesia

2.6 Latihan Mobilisasi pada Klien Post Total Hip Arthroplasty (THA) Latihan mobilisasi akan meningkatkan kekuatan dan fungsi otot yang akan

memperbaiki mobilisasi klien. Pada subbab ini, penulis akan menguraikan tentang

status post THA, latihan segera setelah operasi, tindakan pencegahan dislokasi,

latihan untuk bergerak, latihan setelah operasi, dan latihan dengan tahanan pada

berat badan sepenuhnya.

2.6.1 Status Post THA Setelah pembedahan, klien akan mulai berjalan dengan jarak yang pendek di suatu

ruangan dan melakukan ativitas ringan dengan bantuan sehingga penting diketahui

mengenai “weght bearing status” ketika akan klien mulai berjalan. Thunder Bay

Regional Health Sciences Centre (2008) menyebutkan bahwa weight bearing

status meliputi:

a. Non weight bearing

Kaki klien yang dioperasi tidak boleh menginjak lantai ketika berjalan.

b. Touch weight bearing

Kaki klien yang dioperasi boleh menyentuh lantai, tetapi hampir semua berat

badan ditopang oleh tangan dengan bantuan walker atau kruk.

c. Partial weight bearing

Klien boleh menopang beberapa persen dari berat badannya sesuai instruksi

dokter atau fisioterapis pada kaki yang dioperasi.

d. Weight beraing as tolerated

Klien boleh berdiri dengan berat badan yang sama rata pada kaki baik yang

dioperasi ataupun tidak. Klien diperbolehkan untuk menopang berat badan

sesuai dengan tingkat kenyamanan yang dirasakan.

2.6.2 Latihan Segera Setelah Operasi (Immediate Postoperative Exercise) Latihan berikut ini perlu dilakukan segera setelah operasi dengan tujuan

membantu mencegah komplikasi pernapasan, mencegah bekuan darah pada kaki

klien, dan meningkatkan peredarah darah. Adapun bentuk latihannya antara lain:

a. Nafas dalam dan latihan batuk

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 28: Case Orto Baca Ui

15

Universitas Indonesia

Setelah klien bangun dan mampu bergerak, anjurkan klien untuk menarik

nafas dalam hingga 10 kali, lalu diteruskan dengan batuk. Latihan ini perlu

dilakukan setiap jam. AAOS (2000) menyebutkan bahwa latihan nafas dalam

akan membantu mencegah akumulasi sekret di dalam paru yang berdampak

pada infeksi paru (Temple, J., 2004).

b. Gerakan memompa pada pergelangan kaki

Klien dianjurkan untuk menggerakkan kaki ke atas, bawah, dan membuat

lingkaran (rotasi tumit). Latihan ini perlu diulangi sampai 50 kali setiap jam.

AAOS (2000) menyebutkan bahwa rotasi tumit dan fleksi tumit akan

membantu mencegah pembendungan darah pada pembuluh vena di betis yang

berdampak pada deep vein thrombosis (Temple, J., 2004).

c. Kontraksi pada bokong

Klien dianjurkan untuk mengencangkan otot bokong dan menahannya sambil

menghitung selama 5 detik. Latihan ini perlu diulangi 5 sampai 10 kali dan

diakukan 3 sampai 4 kali setiap hari.

d. Penguatan Quadrisep Statis

Klien dianjurkan untuk mengencangkan otot pada bagian depan paha yang

dioperasi dengan cara menekan lutut ke arah tempat tidur. Latihan ini dapat

dilakukan sambil berbaring atau duduk di tempat tidur. AAOS (2000)

menyebutkan bahwa latihan quadriceps yang melibatkan pengencangan pada

otot paha dan dorongan pada tungkai ke arah belakang di tempat tidur akan

membantu menstabilkan tungkai (Temple, J., 2004).

2.6.3 Tindakan Pencegahan Dislokasi (Hip Precautions) Tindakan pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi risiko dislokasi (lepasnya

sendi). Tindakan ini harus dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah

operasi (1,5-2 bulan). Saat melakukan kontrol, klien akan diberitahu apakah harus

melanjutkan tindakan ini atau tidak. Adapun tindakan pencegahan dislokasi antara

lain klien tidak diperbolehkan untuk menekuk panggul melebihi 900,

menyilangkan kaki, dan memutar pinggang.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 29: Case Orto Baca Ui

16

Universitas Indonesia

2.6.4 Latihan untuk Bergerak Latihan untuk belajar bergerak adalah sebagai berikut.

a. Berbaring

Ketika berbaring pada salah satu sisi tubuh, klien dianjurkan untuk meletakkan

bantal di antara kaki klien terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan selama 6

minggu (1,5 bulan) pertama setelah operasi.

b. Turun dari tempat tidur

Klien diinstruksikan untuk menurunkan kaki yang dioperasi ke pinggir tempat

tidur, kemudian dianjurkan untuk menurunkan kaki yang tidak dioperasi ke

pinggir tempat tidur, dan klien diminta mendorong dengan tangan untuk

berdiri perlahan.

c. Naik ke tempat tidur

Klien diinstruksikan untuk duduk di pinggir tempat tidur dan mundur hingga

kaki klien ditopang tempat tidur, dengan menggunakan kedua tangan untuk

menjaga keseimbangan klien di tempat tidur, anjurkan klien untuk

mengangkat dan mengayunkan kedua kaki ke tempat tidur. Klien dianjurkan

untuk menggunakan tangan dan kaki yang tidak dioperasi untuk mendorong

badan klien ke atas.

d. Latihan duduk

Klien diminta untuk duduk dengan tegap pada kursi yang dilengkapi dengan

sandaran dan pegangan tangan. Klien dianjurkan untuk duduk pada kursi yang

lebih tinggi dari tinggi lutut. Klien tidak diperbolehkan duduk pada kursi yang

lembut seperti sofa, kursi tanpa sandaran, kursi goyang, atau kursi di angkot.

e. Latihan berdiri

Klien diminta untuk memindahkan bokong pada pinggiran kursi sehingga kaki

menapak di lantai. Klien dianjurkan untuk menekuk kaki yang tidak dioperasi

untuk menopang berat badan. Klien diinstruksikan untuk menjaga kaki yang

dioperasi tetap lurus di depan dan tidak diperbolehkan untuk menekuknya ke

depan. Klien diminta mendorong badan dan menopang berat badannya dengan

kaki yang tidak dioperasi dengan tangan klien menekan tangan kursi.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 30: Case Orto Baca Ui

17

Universitas Indonesia

f. Duduk ke kursi

Klien diminta untuk merasakan adanya kursi atau tempat tidur oleh bagian

belakang kaki klien. Klien dianjurkan untuk menjangkau tangan kursi dan

menurunkan badan dengan tetap mempertahankan kaki yang dioperasi lurus

ke depan dan menopang berat badan dengan kaki yang tidak dioperasi. Kaki

yang dioperasi tidak diperbolehkan untuk ditekuk ke depan.

g. Menggunakan walker

Klien diminta berdiri yang tegak dan melihat ke depan ketika berjalan,

kemudian klien dilatih untuk menggerakkan walker ke arah depan terlebih

dahulu, diikuti dengan kaki yang dioperasi. Lalu klien diminta untuk

menggerakkan kaki yang tidak dioperasi ke arah depan. Klien diintruksikan

untuk menopang berat badan pada walker untuk menghindari penopangan

berat badan pada kaki yang dioperasi ketika melangkah ke depan.

2.6.5 Latihan Setelah Operasi (Postoperative Exercises) Latihan ini dimulai ketika klien dirawat di rumah sakit dan dilanjutkan setelah

pulang dari rumah sakit. Latihan ini akan membantu klien untuk memulihkan

gerakan normal dan kekuatan pada panggul dan menambah kesembuhan. Latihan

ini perlu dilakukan 2-3 kali sehari.

a. Menekuk panggul dan lutut (Hip and Knee Bending)

Klien diminta berbaring dengan kepala yang agak tinggi sedikit, kemudian

anjurkan klien untuk melilitkan handuk di bawah kaki yang dioperasi. Klien

diinstruksikan untuk menarik handuk lalu mendorong tumit ke arah bokong.

Klien dianjurkan untuk mertahankan tumit tetap pada tempat tidur dan tidak

diperbolehkan untuk mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900.

Gerakan maju (Progression)

Klien diminta berbaring dengan kepala yang agak tinggi sedikit, kemudian

anjurkan klien untuk mendorong tumit ke arah bokong. Klien diminta untuk

mempertahankan tumit tetap pada tempat tidur dan tidak diperbolehkan untuk

mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900.

b. Isometrik pada urat-urat lutut (isometric Hamstrings)

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 31: Case Orto Baca Ui

18

Universitas Indonesia

Klien diminta untuk menekan seluruh bagian kaki yang dioperasi ke tempat

tidur. Klien dianjurkan untuk merasakan otot pada bokong dan kaki yang

dioperasi mengencang. Klien tidak diperbolehkan mendorong sampai panggul

tertekuk melebihi 900.

c. Penguatan quadrisep di atas gulungan (Quadriceps strengthening over a roll)

Klien diminta mengangkat tumit dari tempat tidur dengan meletakkan

gulungan handuk di bawah lutut pada kaki yang dioperasi. Perawat perlu

memastikan paha klien tidak menekan gulungan.

d. Abduksi panggul (Hip Abduction)

Perawat dapat meletakkan kantong plastik besar dibawah tumit atau gunakan

seprai di sekitar kaki klien untuk membantu klien memindahkan kaki pada

awal latihan hingga klien mampu melakukannya tanpa bantuan. Klien diminta

untuk mendorong kaki yang dioperasi menyamping di tempat tidur,

pertahankan lutut klien menekan tempat tidur, dan pertahankan tempurung

lutut dan jari kaki menghadap ke atas.

e. Mengaktifkan perut (Abdominal Activation)

Ketika klien berbaring, klien dianjurkan untuk mengangkat kepala klien

sedikit dan mengencangkan otot perut sehingga pusar klien bergerak ke bawah

ke arah tulang belakang.

f. Berdiri dengan panggul ditekuk (Standing Hip Bending)

Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang

kemudian anjurkan klien untuk menekuk panggul yang dioperasi dengan

mendorong lutut ke arah dada. Klien tidak diperbolehkan mendorong sampai

panggul tertekuk melebihi 900.

g. Berdiri dengan panggul abduksi (Standing Hip Abduction)

Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, lalu

anjurkan klien untuk mengangkat kaki yang dioperasi ke arah pinggir dengan

tetap berdiri tegak. Klien diminta untuk mempertahankan panggul sama tinggi

dan mempertahankan badan bagian atas serta jari kaki menunjuk ke depan.

Lalu anjurkan klien untuk mengembalikan kaki secara perlahan ke posisi

semula.

h. Melengkungkan urat-urat lutut (Hamstring Curls)

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 32: Case Orto Baca Ui

19

Universitas Indonesia

Klien diminta berdiri dengan memegang topangan sehingga seimbang, lalu

anjurkan klien untuk mengangkat tumit ke arah bokong. Klien diinstruksikan

untuk mempertahankan paha sama tinggi satu sama lain kemudian klien

diminta untuk mengembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula.

i. Berdiri dengan paha diluruskan (Standing Hip Extension)

Klien diminta berdiri dengan tangan pada pinggang atau memegang topangan,

lalu anjurkan klien untuk mengangkat kaki yang dioperasi ke arah belakang.

Klien diinstruksikan untuk mempertahankan lutut tetap lurus dan berdiri

tegak.

2.6.6 Latihan dengan Tahanan pada Berat Badan Sepenuhnya (Full Weight

Bearing Exercises) Latihan ini hanya dimulai setelah klien diijinkan untuk menahan berat badan

sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Latihan ini dilakukan 2-3 kali sehari.

a. Bridging

Klien diminta untuk menekuk kedua lutut ke atas dengan kaki tetap datar pada

tempat tidur. Klien diinstruksikan untuk mendorong terus kedua kaki dan

mengangkat bokong sedikit di atas tempat tidur. Klien dianjurkan untuk

mempertahankan otot perut sampai kencang untuk menghindari sakit pada

punggung.

b. Latihan melangkah ke samping (Sideway Stepping Exercises)

Klien diminta berdiri dan berlatih melangkah ke samping. Klien diintruksikan

untuk melakukan beberapa langkah pada satu tujuan kemudian kembali lagi ke

arah berlawanan, yakni pada posisi semula. Klien mungkin membutuhkan

topangan pada tangan. Klien tidak diperbolehkan untuk membuat kaki terlalu

dekat satu sama lain atau memutar tubuh.

c. Latihan melangkah ke depan/belakang (Forward/Backward Stepping

Exercises)

Klien diminta berdiri tegak dan menopang berat badan pada kaki yang

dioperasi. Klien diminta untuk memulai melangkah ke depan dan belakang

menggunakan kaki yang tidak dioperasi. Klien dianjurkan untuk berlatih

memindahkan berat badan dari satu kaki ke kaki yang lain. Ketika Klien dapat

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 33: Case Orto Baca Ui

20

Universitas Indonesia

melakukan ini, klien dapat melangkah maju 5-6 langkah ke belakang dalam

satu baris. Klien dianjurkan untuk menggunakan topangan pada tangan untuk

keselamatan dan keseimbangan.

d. Keseimbangan pada satu kaki (Single Leg Balance)

Klien diminta untuk seimbang pada kaki yang dioperasi dan anjurkan klien

untuk menggunakan topangan. Klien diinstruksikan untuk meningkatkan

waktu ketika latihan keseimbangan dengan menggunakan topangan. (misal:

latih keseimbangan untuk 20-30 detik). Perawat atau fisioterapis perlu

memperhatikan klien saat latihan keseimbangan tanpa menggunakan

topangan. Kemudian klien diminta untuk meniingkatkan sedikit demi sedikit

waktu latihan keseimbangan pada satu kaki ketika tidak menggunakan

topangan.

e. ¼ Berjongkok pada dinding (¼ Wall Squat)

Klien diminta menempatkan kaki dan bahu secara melebar dan terpisah dan

sedikitnya 12 cm dari dinding. Klien dianjurkan untuk menekuk ¼ lutut secara

perlahan ke arah bawah. Dan tidak diperbolehkan untuk membuat lutut

melebihi jari kaki. Klien boleh menggunakan topangan jika diperlukan.

f. Latihan melangkah (Step Exercises)

Klien diminta untuk menempatkan kaki yang dioperasi di atas kotak setinggi

beberapa cm. Klien diinstruksikan untuk mendorong badan ke atas untuk

melangkah ke kotak dengan menggunakan otot pada kaki yang dioperasi.

Klien tidak diperbolehkan untuk menarik badan ke atas. Klien dianjurkan

untuk melangkah ke lantai dengan kaki yang tidak dioperasi. Perawat atau

fisioterapis menganjurkan klien untuk melakukan gerakan ini secara perlahan

dan terkontrol. Gerakan ini dapat dimulai dengan kotak setinggi 5-10 cm lalu

ditingkatkan sampai kotak setinggi 15 cm dan selanjutnya sampai 20 cm jika

sudah mampu.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 34: Case Orto Baca Ui

21 Universitas Indonesia

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

Bab ini akan menguraikan asuhan keperawatan pada klien kelolaan utama sesuai

dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan diagnosis

keperawatan, perencanaan intervensi, implementasi, dan evaluasi. Bab ini juga

akan memaparkan laporan intra operasi yang terdiri dari pengkajian, diagnosis

keperawatan, dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama klien

menjalani prosedur operasi.

3.1 Pengkajian Keperawatan 3.1.1 Informasi Umum Klien

a. Nama : Tn. A

b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. Umur : 57 tahun

d. Tanggal masuk : 29 Mei 2013

e. Tanggal Pengkajian : 31 Mei 2013

f. Suku bangsa : Jawa

3.1.2 Anamnesa a. Keluhan Utama saat Pengkajian

Klien mengeluh pegal pada bagian punggung karena sudah berbaring

sejak selesai operasi dan nyeri pada luka operasi.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien masuk dengan keluhan nyeri pada pinggang bagian kanan

terutama saat berjalan dan merasa kaki kanannya menjadi lebih pendek

sehingga pincang saat berjalan. Diagnosa prabedah yaitu avascular

necrosis hip dextra. Klien telah dioperasi pada tanggal 30 Mei 2013

dengan tindakan pembedahan total hip arthroplasty avascular necrosis

hip dextra. Diagnosis pascabedah post total hip artroplasty avascular

necrosis hip dextra. Pemeriksaan TTV pada saat pengkajian yaitu

TD=150/100 mmHg, Nadi=90 x/menit, RR=20x/menit, suhu=36,70C.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 35: Case Orto Baca Ui

22

Universitas Indonesia

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya

Klien mengatakan pernah jatuh dari pohon kelapa saat masih kecil

sehingga tulang paha dan tangannya patah pada tahun 1962. Kemudian,

klien dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Pada tahun 2008, klien

mengatakan dioperasi lagi untuk melepas pen yang ada di paha yang

patah. Klien juga mengatakan pernah mengalami kecelakaan kerja

terkena mesin pemotong bahan pembuatan kaleng sehingga satu buku

jari telunjuk kiri diamputasi. Pada awal Januari 2013, klien juga

mengalami kelumpuhan pada tangan dan kaki kiri. Klien mengatakan

tangan dan kaki kirinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat bangun tidur.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik a. KU/ tingkat kesadaran : KU sedang/ kesadaran CM

b. BB/ TB : 80 Kg/160 cm

c. IMT : 31,25 kg/mm2

d. TTV : TD : 150/100 mmHg, Nadi: 90 x/menit,

RR: 20 x/menit, Suhu: 36,70 C

e. Mata

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada gangguan

penglihatan, hanya penglihatan sedikit kabur karena faktor usia. Respon

pupil kanan dan kiri baik. Klien menggunakan alat bantu penglihatan

(kacamata) terutama saat membaca.

f. Hidung

Tidak ada keluhan flu, tidak ada sumbatan, tidak ada gangguan

penciuman, tidak ada nafas cuping hidung. Klien tidak memiliki riwayat

sinusitis.

g. Telinga

Tidak ada cairan abnormal yang keluar dari lubang telinga (discharge),

tidak terdapat gangguan pendengaran, tidak ada nyeri pada daerah

telinga. Klien tidak menggunakan alat bantu dengar.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 36: Case Orto Baca Ui

23

Universitas Indonesia

h. Mulut

Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada bau mulut, tidak ada

sariawan, kebiasaan membersihkan gigi dan mulut 2x/hari, namun sejak

dirawat d RS klien hanya membersihkan gigi dengan cara berkumur.

i. Leher

Tidak terdapat peningkatan JVP, tidak ada keluhan sakit menelan, tidak

ada pembengkakan kelenjar tiroid dan getah bening.

j. Dada

1) Paru-paru

a) Inspeksi : pergerakan dada terlihat simetris, tidak terlihat

penggunaan otot bantu nafas

b) Palpasi : tidak terdapat massa atau nyeri tekan, lapang

kanan dan kiri dada klien sama

c) Perkusi : sonor

d) Auskultasi : bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+),

Rh -/-, Whezing -/-

2) Jantung

BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-)

k. Abdomen

1) Inspeksi : terlihat buncit, acites (-), tidak ada laserasi

2) Palpasi : dinding perut supel, teraba sedikit keras, hati dan

lien tidak teraba

3) Perkusi : timpani terutama pada kuadran kiri

4) Auskultasi : BU 3x/menit

l. Ektrimitas Akral hangat, bengkak/edema ekstrimitas tidak ada, jari telunjuk kiri

tampak kehilangan satu buku jari, tampak balutan luka dan drainase pada

paha kanan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 37: Case Orto Baca Ui

24

Universitas Indonesia

3.1.4 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh a. Pemeriksaan Status Lokalis

Look : Tampak balutan luka pada paha kanan klien tetapi tidak ada

rembesan darah. klien juga tampak masih belum mampu menekuk

lututnya. CRT < 2 detik pada jari kaki kanan.

Feel : Klien mengeluh nyeri saat paha kanan ditekan. Kaki kanan klien

teraba hangat tetapi tidak ada baal. Arteri popliteal dan dorsalis pedis

kanan teraba.

Move : ROM pada kaki kanan terbatas.

b. Aktivitas/Istirahat

Gejala (Subjektif)

Klien mengatakan sudah pensiun dari pekerjaannya. Klien mengatakan

dahulu klien bekerja di bagian produksi pembuatan kaleng. Klien

mengatakan tidak memiliki aktivitas/hobi tertentu. Klien mengatakan

sudah sering dan dirawat di RS tetapi tidak merasa bosan. Keterbatasan

karena kondisi klien saat ini adalah klien mengatakan belum bisa duduk.

Kebiasaan tidur klien pada malam hari yakni pukul 21.00 WIB lalu

bangun pukul 05.00 WIB dan tidak pernah tidur siang. Klien

mengatakan merasa segar saat terbangun.

Tanda (Objektif)

Respon terhadap aktivitas yang teramati pada saat pengkajian (31 Mei

2013) yakni TD 150/100 mmHg dan RR 20 x/menit. Status mental klien

yakni kesadaran baik dan status mental CM dengan GCS 15.

Pengkajian terkait muskuloskeletal diperoleh data kekuatan otot:

tidak dikaji karena masih post op 5555

5555 5555

Rentang gerak pada panggul kanan terbatas tetapi tidak terdapat tremor.

c. Sirkulasi

Gejala (Subjektif)

Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, batuk/hemotisis,

dan riwayat DM. Akan tetapi pada awal Januari 2013, klien mengalami

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 38: Case Orto Baca Ui

25

Universitas Indonesia

lumpuh pada tangan dan kaki kiri. Klien mengatakan tangan dan kaki

kirinya tiba-tiba tidak bisa digerakkan saat bangun tidur. Tanda (Objektif)

TD klien saat berbaring yang diukur pada tangan kanan yakni 150/100

mmHg dan nadi 90 x/menit. Nadi pada kaki kanan yakni poplitea dan

dorsalis pedis terpalpasi positif. Hasil auskultasi dada terdengar bunyi

jantung S1 dan S2, tidak ada gallop dan murmur. Tidak terdapat distensi

vena jugular. Hasil pengkajian pada ekstremitas suhu teraba hangat,

tidak ada pucat, tidak ada varises, pengisian kapiler < 2 detik. Hasil

pengkajian pada mata tidak ada sianosis, konjungtiva tidak anemis pada

mata kanan dan kiri, dan sclera tidak ikterik. Membran mukosa bibir dan

punggung kuku berwarna merah muda.

d. Integritas Ego

Gejala (Subjektif)

Faktor stress yang dimiliki klien yakni klien mengatakan badannya

sudah hancur dan tidak normal karena sudah sering dioperasi. Klien

mengajak berbincang keluarga yang menunggu dan klien yang dirawat

di sebelah tempat tidurnya untuk mengatasi stresnya. Tidak ada masalah

finansial yang berat tetapi klien menggunakan KJS untuk pembiayaan

selama di RS. Klien mengatakan dirinya beragama Islam.

Tanda (Objektif)

Status emosi klien tampak tenang dan tidak terobservasi respon-respon

fisiologis.

e. Eliminasi

Gejala (Subjektif)

Klien mengatakan BAB teratur sehari sekali dan tidak menggunakan

laksatif. Klien mengatakan ketika BAB, fesesnya lembek, dan BAB

terakhir yakni : sehari sebelum operasi hari Rabu malam tanggal 29 Mei

2013. Klien mengatakan dirinya tidak memiliki hemoroid. Klien juga

mengatakan dirinya tidak mengalami konstipasi dan diare.

Klien mengatakan BAK normal dan tidak mengalami inkontinensia.

Klien mengatakan warna urin kuning tidak terlalu pekat. Klien

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 39: Case Orto Baca Ui

26

Universitas Indonesia

mengatakan tidak pernah merasa nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK.

Berdasarkan penjelasan klien, klien tidak memiliki riwayat

ginjal/kandung kemih.

Tanda (Objektif)

Abdomen klien teraba lunak dan tidak ada nyeri tekan. Bising usus klien

3x/menit. Klien tidak mengalami perubahan pada kandung kemih. BAK

yang terlalu sering juga tidak terjadi pada klien.

f. Makanan dan Cairan

Gejala (Subjektif)

Klien mendapat diit biasa bebas. Jumlah makanan yakni 3 x sehari.

Klien mengatakan makan terakhir pada pagi hari tanggal 31 Mei 2013.

Klien mengatakan tidak mengalami kehilangan selera makan, tidak ada

mual/muntah, dan tidak mengalami nyeri ulu hati. Klien mengatakan

tidak memiliki alergi makanan tetapi tidak terlalu suka memakan nasi

goreng.

Tanda (Objektif)

Berdasarkan penjelasan klien, BB klien sekarang 80 kg dan TB klien

sekarang 165 cm. Bentuk tubuh klien tampak gemuk. Turgor kulit klien

elastic. Tidak ada edema pada tubuh. Membran mukosa klien tampak

lembab. Bising usus klien 3x/menit.

g. Higiene

Gejala (Subjektif)

Aktivitas klien sehari-hari selama masih dirawat di RS masih tergantung

pada orang lain. Klien mengatakan masih perlu dibantu untuk bergerak,

makan, membersihkan diri, berpakaian, dan toileting. Klien mengatakan

bantuan diberikan oleh keluarga dan perawat.

Tanda (Objektif)

Penampilan umum klien cukup rapi. Cara berpakaian klien yang teramati

pun rapi. Akan tetapi, badan klien tercium agak bau karena badan klien

hanya dilap dengan air.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 40: Case Orto Baca Ui

27

Universitas Indonesia

h. Neurosensori

Gejala (Subjektif)

Klien mengatakan kepalanya terasa sedikit pusing dan ada sakit kepala.

Klien mengatakan tidak kesemutan/kebas/kelemahan. Klien mengatakan

tangan kiri agak berat jika akan digunakan. Klien mengatakan tidak

mengalami kehilangan penglihatan dan pendengaran.

Tanda (Objektif)

Status mental klien CM. Klien juga memiliki orientasi terhadap waktu

tempat dan orang yang baik. KLien dapat mengingat memori jangka

panjang (riwayat klien masuk ke RS) dan pendek (mengingat nama

perawat yang baru saja berkenalan dengan klien). Klien dapat berbicara

dengan jelas.

i. Nyeri/Ketidaknyamanan

Gejala (Subjektif)

Klien mengatakan terasa nyeri pada panggul bagian kanan dengan

intensitas 6. Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakannya adalah 6

dari skala maksimum 10. Klien mengatakan nyeri terasa ketika akan

bergerak. Klien mengatakan nyerinya hilang dan timbul dan nyeri karena

ada luka.

Tanda (Objektif)

Klien tampak mengerutkan muka dan menjaga area yang sakit yakni

dengan memegangi paha bagian kanan yang terbalut elastic verban

ketika terasa nyeri.

j. Pernapasan

Gejala (Subjektif)

Klien mengatakan tidak memiliki riwayat asma dan penyakit paru seperti

TB. Klien mengatakan dirinya adalah perokok tetapi sekarang sudah

mulai dikurangi. Klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan atau

oksigen.

Tanda (Objektif)

Hasil pengkajian sistem pernapasan klien didapatkan data frekuensi

napas klien 20 x/menit, dapat bernapas dalam, dada tampak simetris, dan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 41: Case Orto Baca Ui

28

Universitas Indonesia

tidak ada penggunaan otot-otot asesori. Bunyi nafas klien yakni

vesikuler pada kedua lapang paru dan tidak ada ronki serta wheezing

pada kedua lapang paru. Klien juga tidak mengalami sianosis dan tidak

tampak gelisah.

k. Keamanan

Gejala (Subjektif)

Klien mengatakan tidak memiliki alergi atau sensitivitas terhadap

makanan, obat, ataupun alergen lain. Klien mendapatkan transfusi pada

tanggal 31 Mei 2013 yakni sebanyak 216 ml PC dengan golongan darah

A dan Rhesus + kemudian pada pukul 10.25 – 12.15 WIB klien

mendapat transfusi bag kedua sebanyak 193 ml PC dengan golongan

darah A dan Rhesus +.

Klien mengatakan riwayat cedera kecelakaan yang pernah dialami klien

yakni pernah jatuh dari pohon kelapa pada tahun 1962 mengalami patah

bahu kiri dan panggul kanan kemudian dioperasi pasang pen. Pada tahun

2008, klien mengalami operasi kembali pengangkatan pen. Klien juga

pernah mengalami kecelakaan kerja yakni jari telunjuk kiri terkena

mesin pemotong bahan pembuatan kaleng sehingga 1 buku jarinya tidak

ada. Klien pernah mengalami fraktur dan dislokasi pada bahu kiri dan

panggul kanan tetapi tidak mengalami kerusakan penglihatan dan

pendengaran.

Tanda (Objektif)

Suhu tubuh klien 36,70C dan tidak mengalami diaphoresis. Klien laserasi

pada panggul kanan post operasi THA. Tonus otot klien positif tetapi

kekuatan umumnya sedang. Rentang gerak klien terbatas pada panggul

kanan. Cara berjalan tidak terkaji karena klien tampak berbaring di

tempat tidur.

l. Interaksi Sosial

Gejala (Subjektif)

Klien mengatakan sudah menikah dan hidup dengan istri. Klien

mengatakan memiliki 3 anak yakni 2 anak perempuan dan 1 anak lelaki

yang semuanya sudah menikah. Klien mengatakan kakaknya adalah

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 42: Case Orto Baca Ui

29

Universitas Indonesia

orang pendukung lain. Peran klien dalam struktur keluarga yakni sebagai

ayah dan suami.

Tanda (Objektif)

Klien dapat berbicara dengan jelas. Klien tampak sering berbicara

dengan istri, anak, dan kakak yang menunggui klien selama klien

dirawat di RS. Pola interaksi keluarga yang teramati yakni istri duduk di

kursi, klien berbaring di tempat tidur, dan tampak sering berbincang

bersama.

m. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala (Subjektif)

Klien tampak berbicara menggunakan bahasa Indonesia dan dapat

membaca. Tingkat pendidikan terakhir klien yakni SD. Obat yang

diresepkan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1 Daftar Obat

D

Diagnosa saat masuk perdokter yakni avaskular nekrosis hip dextra.

Alasan dirawat per pasien yakni nyeri pinggang bagian kanan. Riwayat

keluhan terakhir berdasarkan penjelasan klien yaitu klien mengatakan

nyeri pada pinggang bagian kanan dan jalan menjadi pincang. Harapan

klien terhadap perawatan/pembedahan sebelumnya yaitu kakinya

memiliki panjang yang sama dan tidak nyeri di bagian pinggang

Obat Dosis Tujuan

Ceftiaxone 1 x 2 gr Mencegah infeksi pada luka post

operasi

Ranitidine 2 x 1 ampul Antiemetik, mengurangi rasa mual

Ketorolak 2 x 1 ampul Analgesik, mengurangi nyeri

Marcain 0,125% +

Morfin 2 mg

1 x Analgesik post op

Ondansentron 4 mg iu (KP) Antiemetik

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 43: Case Orto Baca Ui

30

Universitas Indonesia

3.2 Pemeriksaan Penunjang 3.2.1 Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Jenis Test Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

7 Mei

2013

HEMATOLOGI

Netrofil 49,4 50 – 70 %

Monosit 8,7 2 – 8 %

Eosinofil 1012 2 – 4 %

Hemoglobin 11,9 13 – 18 g/dl

Hematokrit 36 40 – 52 %

MCV 77,2 80 – 100 fl

MCH 25,7 26 – 34 pg

Laju Endap Darah 95 0 – 10 mm

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah 2

jam PP

155 70 – 140 mg/dl

Kolesterol Total 248 < 200 mg/dl yang

diinginkan

200-239 mg/dl Batas

Tinggi

> 240 mg/dl Tinggi

Kolesterol LDL 187,5 < 100 mg/dl Optimal

100-129 mg/dl

Mendekati Optimal

130-159 mg/dl Batas

Tinggi

150-189 mg/dl Tinggi

> 200 mg/dl Sangat

Tinggi

13 Mei

2013

HEMATOLOGI

Netrofil 48,5 50 – 70 %

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 44: Case Orto Baca Ui

31

Universitas Indonesia

Monosit 8,1 2 – 8 %

Eosinofil 10,6 2 – 4 %

Basofil 1,2 0 – 1 %

Hemoglobin 11,6 13 – 18 g/dl

Hematokrit 35 40 – 52 %

MCV 77,7 80 – 100 fl

MCH 25,6 26 – 34 pg

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah 2

jam PP

156 70 – 140 mg/dl

Ureum 44 20 – 40 mg/dl

30 Mei

2013

HEMATOLOGI

Leukosit 10,89 5 – 10 ribu/mm3

Netrofil 81,6 50 – 70 %

Limfosit 11,5 25 – 42 %

Eritrosit 3,54 4,5 – 5,5 juta/ul

Hemoglobin 9,3 13 – 18 g/dl

Hematokrit 26 40 – 52 %

MCV 74 80 – 100 fl

RDW-CV 14,7 11,5 – 14,5 %

31 Mei

2013

HEMATOLOGI

Leukosit 15,22 5 – 10 ribu/mm3

Limfosit 4,1 25 – 42 %

Eosinofil 0,0 2 – 4 %

Eritrosit 4,04 4,5 – 5,5 juta/ul

Hemoglobin 11,0 13 – 18 g/dl

Hematokrit 30 40 – 52 %

MCV 74,5 80 – 100 fl

MCHC 36,5 32 – 36 %

RDW-CV 14,9 11,5 – 14,5 %

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 45: Case Orto Baca Ui

32

Universitas Indonesia

3.2.2 Pemeriksaan Diagnostik a. Rontgent Thorax (tanggal 13 Mei 2013)

CTR 50%; tidak ada kelainan.

b. Rontgent Coxae (tanggal 29 Mei 2013)

Tampak nekrosis avaskular pada panggul bagian kanan.

c. Rontgent Pelvis dan Femur AP Lateral (tanggal 30 Mei 2013)

Tampak implan acetabulum dan femoral head dengan 3 screw.

3.3 Pertimbangan Rencana Pulang

DRG yang menunjukkan lama dirawat rata-rata : -

Tanggal informasi di dapatkan : klien masuk tanggal 29 Mei

2013 setelah dilakukan operasi total hip artroplasty pada tanggal 30 Mei 2013

a. Tanggal pulang yang diantisipasi : belum diketahui, masih

menunggu apakah ada komplikasi setelah operasi

b. Sumber-sumber yang tersedia : keluarga

c. Perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah

pulang : Melakukan latihan

mobilisasi dengan menggunakan alat bantu jalan, perlu duduk pada kursi

dengan sandaran serta pegangan tangan, tidak diperbolehkan duduk pada

kursi yang lembut, melakukan sholat dengan posisi duduk

d. Area yang mungkin membutuhkan perubahan/bantuan: aktivitas sehari-

hari terutama saat melakukan mobilisasi

3.4 Analisis Data Analisis data adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Analisis Data

Data Masalah keperawatan

Intraoperatif

DO: - Klien tampak mengerutkan wajah

menahan nyeri saat punggungnya

disuntik persiapan anestesi

Nyeri akut

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 46: Case Orto Baca Ui

33

Universitas Indonesia

- Klien mendapatkan 3 kali suntikan untuk

pemberian analgesik epidural dan 2 kali

suntikan untuk anestesi spinal

- Klien tampak menggerak-gerakkan kaki

untuk menahan sakit ketika

punggungnya disuntik

- TTV preop ((TD = 150/100 mmHg; N =

90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu =

36,70C)

- TTV intraop:

Pukul 09.20 TD = 193/99 mmHg

Pukul 09.25 TD = 174/107 mmHg

Pukul 09.30 TD = 190/89 mmHg

DS: - Klien mengatakan pernah mengalami

kelumpuhan pada tangan dan kaki

kirinya setelah bangun tidur pada Januari

2013

DO: - TTV preop ((TD = 150/100 mmHg; N =

90 x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu =

36,70C)

- Warna kulit tidak pucat

- ROM terbatas pada panggul kanan

Risiko cedera akibat pemberian

posisi perioperatif

Postoperatif

Ds:

- Klien mengatakan nyeri jika bergerak

- Klien mengatakan skala nyeri yang

dirasakan adalah 6 dari nilai maksimum

10

Do:

Nyeri akut

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 47: Case Orto Baca Ui

34

Universitas Indonesia

- Klien tampak mengerutkan dahi

- Klien tampak berhati-hati saat

menggerakkan panggul kanannya

- TTV (TD = 150/100 mmHg; N = 90

x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu =

36,70C)

DS: - Klien mengatakan nyeri bila bergerak

- Klien mengatakan masih belum kuat

menggerakkan paha kanannya

DO: - TTV (TD = 150/100 mmHg; N = 90

x/menit; RR = 20 x/menit; Suhu =

36,70C)

- Klien tampak melakukan sebagian

aktivitas di tempat tidur

- Rentang gerak pada tungkai kanan

tampak terbatas

- Look: Paha kanan klien tampak dibalut

elastic verband; posisi kaki abduksi

diganjal bantal

- Feel : nyeri tekan (+)

Kerusakan mobilitas fisik

DS: - Klien mengatakan nyeri pada luka

operasi

DO: - Adanya luka pembedahan

- Klien terpasang drainase

- TD = 150/100 mmHg; N = 90 x/menit;

RR = 20 x/menit; Suhu = 36,70C

- Hasil lab post op: leukosit 10,89

ribu/mm3

Risiko infeksi

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 48: Case Orto Baca Ui

35

Universitas Indonesia

3.5 Prioritas Diagnosis Keperawatan a. Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat

pembedahan penggantian sendi panggul total.

b. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler:

nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif/imobilisasi tungkai

c. Risiko infeksi b.d. prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda

asing

3.6 Laporan Intra Operasi 3.6.1 Pengkajian Klien dibawa ke ruang operasi pada pukul 10.00 WIB. Klien diberikan anestesi

spinal yaitu bupivacain, fentanyl 25 mg, dan catapres 30 mg melalui IV. Tanda-

tanda vital pukul 09.20 WIB: TD 193/99 mmHg, SpO2 100%, HR 120 x/menit

saat diberikan anestesi. Setelah diberikan anestesi, klien dipasang anestesi

epidural. Posisi klien di meja operasi miring ke arah kiri dengan guling diantara 2

kaki dan kepala di atas bantal. Kemudian area panggul kanan didesinfeksi dan

ditutup doek steril. Klien terpasang asering Gelofusin 500 cc kemudian setelah

habis diganti dengan RL 500 cc, dan kemudian Asering 500 cc. Klien dilakukan

insisi pada area panggul kanan. Dokter bedah kemudian membuang kepala femur

yang rusak. Acetabulum dipersiapkan dengan membersihkan dan melebarkan

acetabulum dengan menggunakan peluas lubang yang berbentuk circular sehingga

ukuran bertambah luas secara berangsur-angsur. Kemudian ditanam acetabulum

cup cemented no. 50 dengan 3 screw. Kemudian dipersiapkan femoral component

lalu dipasang stem femoral no. 12 cemented dilanjutkan dengan pemasangan head

femoral ukuran 28-0 pada stem femoral. Lalu dilanjutkan dengan reposisi head ke

acetabulum dilanjutkan dengan test stabilitas dan hasilnya stabil. Klien dipasang

drain kemudian luka dicuci dan dijahit lapis demi lapis. Tanda-tanda vital pada

pukul 12.00 WIB: TD : 120/70 mmHg, SpO2 100%, HR 72x/menit. Operasi THA

selesai pada pukul 12.00. Klien terpasang kateter urin, drain, dan IV.

3.6.2 Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan selama klien menjalani prosedur THA yakni:

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 49: Case Orto Baca Ui

36

Universitas Indonesia

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme refleks otot

sekunder akibat pemberian anestesi

b. Resiko cedera berhubungan dengan pelaksanaan prosedur pembedahan selama

dua jam atau lebih

3.6.3 Tindakan Keperawatan Tindakan yang dilakukan selama klien menjalani prosedur THA antara lain:

a. Memotivasi klien untuk tetap rileks saat disuntikkan anestesi

b. Memeriksa identitas klien, pastikan secara verbal: nama klien, prosedur, dan

dokter yang tepat, serta area yang akan dilakukan pengangkatan.

c. Mengunci roda tempat tidur klien maupun meja operasi sebelum

memindahkan klien.

d. Memastikan posisi klien tepat berada di tengah meja operasi dan tidak rawan

untuk jatuh.

e. Mengamankan klien pada meja operasi dengan restrain secukupnya.

f. Memantau pemberian kain pada tubuh klien untuk menjaga suhu tubuh dan

menutupi area yang tidak dilakukan tindakan.

g. Memantau TTV klien dan tanda perdarahan.

3.7 Rencana Asuhan Keperawatan 3.7.1 Intervensi Keperawatan Intervensi yang dilakukan pada klien post THA yakni Tn. A difokuskan pada tiga

diagnosis utama berdasarkan analisis data yang telah dilakukan. Adapun

intervensi keperawatan pada Tn.A meliputi:

a. Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat

pembedahan penggantian sendi panggul total.

Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan nyeri yang dirasakan klien

dapat berkurang atau hilang

Kriteria Evaluasi:

1) Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan berkurang dari 6 menjadi 3

dengan skala maksimum 10

2) Klien mengekspresikan rasa percaya diri dalam usaha mengontrol nyeri

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 50: Case Orto Baca Ui

37

Universitas Indonesia

3) Muka klien tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan

aktivitas

4) Klien tampak nyaman dan santai

5) TTV klien dalam rentang normal : TD=140/90 mmHg, Nadi=80-

100x/menit, RR=12-20x/menit, Suhu=36,5-37,50C

Intervensi:

1) Kaji mengenai adanya nyeri

R: Nyeri biasa dialami setelah prosedur pembedahan akibat trauma dan

respons jaringan. Spasme oto terjadi setelah penggantian sendi panggul

total. Imobilisasi menyebabkan ketidaknyamnan pada titik tekanan.

2) Minta klien untuk menjelaskan ketidaknyaman

R: Karakteristik nyeri dapat membantu menentukan penyebab

ketidaknyamanan. Nyeri dapat sebagai akibat komplikasi (hematoma,

infeksi, flatus). Nyeri merupakan pengalaman individual dapat mempunyai

arti berbeda-beda bagi setiap orang.

3) Pahami adanya nyeri: menginformasikan kepada klien macam-macam

analgetik dan relaksan otot yang tersedia

R: Peredaan nyeri dapat dialami oleh klien dengan mengkomunikasikan

keprihatinan dan ketersediaan bantuan untuk membantu klien menghadapi

nyeri.

4) Gunakan teknik modifikasi nyeri:

a. Menggunakan analgetik

R: klien mungkin memerlukan opioid parenteral selama 24-48 jam

pertama dan kemudian dilanjutkan menjadi analgetik oral.

b. Mengubah posisi dalam batas yang diperbolehkan

R: penggunaan bantal dapat memberikan penyanggaan yang memadai,

mengurangi tekanan pada tonjolan tulang.

c. Memodifikasi lingkungan

R: interaksi dengan orang lain, distraksi, dan kelebihan beban atau

deprivasi sensori dapat mempengaruhi pengalaman nyeri

d. Memberitahu dokter bedah bila perlu

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 51: Case Orto Baca Ui

38

Universitas Indonesia

R: intervensi bedah mungkin diperlukan bila nyeri disebabkan oleh

hematoma atau edema berlebihan

5) Evaluasi dan mencatat ketidaknyamanan dan keefektifan teknik modifikasi

nyeri

R: keefektifan tindakan didasarkan pada pengalaman; data tentang

pengenalan mengenai pengalaman nyeri, penatalaksanaan dan

pengurangan nyeri

b. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler:

nyeri/ketidaknyamanan

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawataan mobilitas fisik klien dapat

dipertahankan

Kriteria Hasil:

1) Posisi yang dianjurkan tetap dipertahankan

2) Klien membantu saat perubahan posisi

3) Klien memperlihatkan kemandirian saat pemindahan tubuh

4) Klien berpartisipasi dalam program ambulasi progresif dan berpartisipasi

aktif dalam program latihan

5) Klien mempergunakan alat bantu ambulasi dengan benar dan aman

Intervensi:

1) Pertahankan posisi sendi panggul yang benar (abduksi, rotasi netral, fleksi

terbatas)

R: dapat mencegah dislokasi prostesis sendi panggul

2) Instruksikan dan bantu perubahan posisi dan perpindahan

R: memberikan dorongan partisipasi aktif pada klien sambil mencegah

terjadinya dislokasi

3) Instruksikan dan berikan pengawasan latihan pergeseran kuadrisep dan

gluteal

R: dapat memperkuat otot yang diperlukan untuk berjalan

4) Konsultasi dengan ahli fisioterapi: instruksikan dan berikan pengawasan

ambulasi progresif yang aman dalam batasan pembebanan berat badan

yang diperbolehkan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 52: Case Orto Baca Ui

39

Universitas Indonesia

R: beratnya pembebanan berat badan bergantung pada kondisi klien dan

prostesis, alat bantu ambulasi dipergunakan untuk membantu pasien dalam

ambulasi tanpa pembebanan berat badan dan pembebanan berat badan

parsial

5) Berikan semangat dan dukungan terhadap program latihan

R: latihan rekondisi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan

memberikan semangat dapat membantu klien mematuhi program latihan

6) Instruksikan dan berikan pengawasan penggunaan alat bantu ambulasi

yang aman

R: mencegah cedera akibat penggunaan yang tidak aman

c. Risiko infeksi

Faktor risiko: prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi atau

tidak menjadi aktual

Kriteria Hasil:

1) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu

2) TTV klien dalam rentang normal

3) Tanda-tanda infeksi tidak muncul seperti pus

4) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor

5) Insisi mengalami penyatuan baik tanpa pengeluaran cairan atau respons

inflamasi berlebihan

Intervensi:

1) Pantau tanda vital klien

R: suhu, denyut nadi, dan pernapasan akan meningkat sebagai respons

infeksi (besarnya respons dapat minimal pada klien lansia)

2) Gunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan pengosongan kantong

drainase

R: mencegah masuknya organisma

3) Kaji penampilan dan sifat drainase

R: insisi yang mengeluarkan cairan, bengkak dan merah menunjukkan

adanya infeksi

4) Kaji keluhan nyeri

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 53: Case Orto Baca Ui

40

Universitas Indonesia

R: nyeri bisa diakibatkan oleh hematoma luka—kemungkinan lokus

infeksi—yang memerlukan evakuasi bedah

5) Berikan antibiotika profilaksis sesuai resep dan lakukan observasi adanya

efek samping

R: menghindari infeksi prostesis

3.7.2 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri akut pada klien

yakni mengkaji keluhan nyeri pada hari pertama sampai dangan hari kelima post

THA. Selain itu, klien juga diminta untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan untuk

mengidentifikasi karakteristik nyeri yang akan membantu menentukan penyebab

ketidaknyamanan yang dirasakan. Klien juga telah diinformasikan mengenai

analgetik yang diberikan kepada klien ketika mahasiswa menginjeksikan analgetik

yaitu ketorolak atau perawat anestesi menginjeksikan analgetik epidural yaitu

marcain 0,125% dan morfin 2 mg. Mahasiswa juga telah menggunakan teknik

modifikasi nyeri dengan mengubah posisi klien dalam batas yang diperbolehkan

dan menganjurkan keluarga untuk memberikan kompres hangat pada botol air

mineral yang diletakkan pada daerah nyeri. Mahasiswa juga mengevaluasi dan

mencatat keluhan nyeri serta keefektifan teknik modifikasi nyeri yang diberikan.

Hasil yang diperoleh yakni keluhan nyeri klien berkurang secara berangsur-angsur

selama 5 hari perawatan setelah menjalani prosedur THA. Skala nyeri klien pada

awal pengkajian yakni 6 berkurang menjadi 3 pada hari kelima post THA dengan

skala maksimum 10. Klien juga tampak nyaman dan santai serta tidak tampak

meringis atau mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas fisik. TTV klien

pun berada pada batas normal. Masalah nyeri teratasi pada hari kelima post THA.

Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan mobilitas

fisik pada klien yakni mempertahankan posisi sendi panggul yang benar dengan

memberikan ganjalan bantal agar kaki klien tetap abduksi selama berbaring di

tempat tidur. Selain itu, klien juga diinstruksikan dan dibantu untuk mengubah

posisi atau memindahkan tubuhnya untuk memberikan dorongan partisipasi aktif

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 54: Case Orto Baca Ui

41

Universitas Indonesia

pada klien sambil mencegah terjadinya dislokasi. Mahasiswa juga telah

memberikan edukasi dan pengawasan terhadap latihan pergeseran quadriseps dan

gluteal. Mahasiswa berkolaborasi dengan ahli fisioterapi dan dokter bedah untuk

memberikan latihan dan pengawasan terhadap mobilisasi dan ambulasi progresif

yang dilakukan klien. Klien juga diberikan semangat dan dukungan agar

mematuhi program latihan. Pada hari kelima post THA, mahasiswa melatih klien

untuk menggunakan walker dan melakukan pengawasan terhadap penggunaan

walker.

Hasil yang diperoleh yakni mobilitas klien mengalami peningkatan secara

bertahap. Klien tetap dapat mempertahankan posisi yang dianjurkan. Klien juga

memperlihatkan kemandirian saat memindahkan tubuh dari tempat tidur ke kursi

roda maupun sebaliknya. Klien dan keluarga juga berpartisipasi aktif program

latihan yang dilakukan mahasiswa. Klien juga dapat mempergunakan alat bantu

berupa walker dengan benar dan aman. Masalah kerusakan mobilitas fisik teratasi

pada hari kelima post THA.

Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah risiko infeksi pada

klien yakni memantau tanda-tanda vital klien. Selain itu, perawat dan mahasiswa

juga menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan mengosongkan

kantong drainase. Perawat ruangan dan mahasiswa juga mengkaji penampilan dan

sifat drainase serta keluhan nyeri. Perawat dan mahasiswa juga berkolaborasi

bersama dokter bedah untuk memberikan antibiotik yaitu ceftriaxone untuk

menghindari infeksi prostesis.

Hasil yang diperoleh yakni infeksi tidak menjadi aktual. Klien mencapai

penyembuhan luka tepat waktu. TTV klien dalam rentang normal selama hari

perawatan. Saat dilakukan penggantian balutan dan aff drain pada hari keempat

post THA, luka klien tampak bersih dan insisi mengalami penyatuan yang baik

tanpa pengeluaran cairan atau respons inflamasi berlebihan. Masalah risiko infeksi

teratasi pada hari keempat post THA.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 55: Case Orto Baca Ui

42 Universitas Indonesia

BAB 4 ANALISIS SITUASI

Bab ini akan membahas tentang profil lahan praktik, analisis masalah

keperawatan dengan konsep terkait keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan

dan konsep kasus terkait, analisis salah satu intervensi dengan konsep dan

penelitian terkait, dan alternatif pemecahan yang dapat dilakukan.

4.1 Profil Lahan Praktik Ruang Bedah Kelas Anggrek Tengah Kanan merupakan salah satu ruang rawat

yang ada di RSUP Persahabatan dengan kekhususan bedah, yakni bedah ortopedi,

bedah digestif, bedah onkologi, bedah urologi, serta bedah saraf. Ruang Anggrek

Tengah Kanan ini merupakan ruang kelas III untuk pasien laki-laki dan

perempuan. Ruangan tersebut memiliki 10 kamar dengan kapasitas 30 tempat

tidur dan sebuah kamar isolasi dengan kapasitas dua buah tempat tidur. Ruang

rawat dilengkapi dengan satu nurse station dan ruangan kepala ruangan, satu

ruang tindakan dan penyimpanan alat, satu kamar ganti perawat, satu kamar

dokter muda, satu ruang dapur, satu spoel hoek dan satu gudang serta kamar

mandi untuk pasien.

Selama mahasiswa melakukan praktek profesi mata ajar Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan dan Manajemen selama tujuh minggu di ruang perawatan

tersebut, mahasiswa menemukan dua klien yang menjalani prosedur penggantian

panggul total (total hip arthroplasty atau THA). Mahasiswa juga menemukan

masalah kurang optimalnya pengawasan fisioterapis dan perawat terhadap

aktivitas klien post operasi THA. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya

komplikasi post operasi THA seperti dislokasi ataupun kerusakan mobilisasi.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait Kasus bedah ortopedi yang dikelola mahasiswa adalah kasus klien yang bernama

Tn. A (57 tahun) post operasi penggantian panggul total (total hip arthroplasty

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 56: Case Orto Baca Ui

43

Universitas Indonesia

atau THA). Berdasarkan penjelasan klien, klien mengatakan pernah jatuh dari

pohon kelapa saat masih kecil sehingga tulang paha dan tangannya patah pada

tahun 1962. Kemudian, klien dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Pada tahun

2008, klien mengatakan dioperasi lagi untuk melepas pen yang ada di paha yang

patah. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 31 Mei 2013, klien menjelaskan

bahwa alasan masuk rumah sakit adalah karena klien mengeluh nyeri pada

pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dan merasa kaki kanannya menjadi

lebih pendek sehingga pincang saat berjalan.

Pada kasus kelolaan ditemukan fakta bahwa klien merupakan salah satu

masyarakat perkotaan yang mengalami salah satu masalah kesehatan masyarakat

perkotaan berupa perubahan gaya hidup yang berdampak pada obesitas. Klien

dapat dikatakan mengalami obesitas karena klien memiliki IMT 31,25 kg/mm2.

Setelah dilakukan pengkajian, klien mengatakan bahwa dahulu klien tidak pernah

memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi. Klien juga mengatakan dirinya

jarang melakukan aktivitas fisik seperti olahraga. Kondisi klien yang saat ini

sudah mengalami pensiun juga berdampak pada berkurangnya aktivitas fisik yang

dapat dilakukan klien.

Nyeri pada pinggang bagian kanan terutama saat berjalan dirasakan oleh klien

sejak tiga bulan yang lalu. Klien juga mengeluh terdapat perubahan panjang pada

kaki kanan sehingga kaki kanan menjadi lebih pendek dan mengganggu aktivitas

harian. Keluarga juga mengatakan bahwa gaya berjalan klien mengalami

perubahan menjadi pincang sejak tiga bulan yang lalu. Oleh karena itu, keluarga

menyarankan klien untuk menggunakan alat bantu jalan berupa satu buah kruk

milik istrinya. Klien mengatakan jika tidak menggunakan alat tersebut, pinggang

klien akan terasa sangat nyeri saat berjalan untuk menopang berat tubuh.

Berdasarkan hasil observasi pre operasi, klien tampak berjalan pincang dengan

menggunakan kruk dan tinggi kruk tampak tidak sesuai dengan tinggi klien

sehingga klien tidak berjalan dengan tegak.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 57: Case Orto Baca Ui

44

Universitas Indonesia

Setelah dilakukan pengkajian secara mendalam, mahasiswa menemukan masalah

yakni klien kurang memahami bahwa tulang yang patah saat masih kecil bukanlah

tulang paha melainkan tulang panggul. Klien juga mengatakan setelah operasi

pada tahun 1962, klien tidak mendapatkan informasi mengenai tindakan yang

boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya nekrosis

avaskular sebagai komplikasi lanjut dari dislokasi pada sendi panggul kanan klien

yang merupakan komplikasi post THA yang telah dijalani klien. Hal ini didukung

oleh diagnosis medis yang menunjukkan bahwa klien mengalami nekrosis

avaskular pada panggul kanan. Nekrosis avaskular merupakan kondisi yang

dihasilkan dari suplai darah yang kurang ke area tulang tertentu yang

menyebabkan kematian tulang (Marx, J. A. et al., 2002). Kondisi ini dapat terjadi

akibat trauma dan kerusakan pada pembuluh darah yang menyuplai oksigen pada

tulang. Kaput femur adalah tempat yang paling sering mengalami nekrosis

avaskular terutama karena pasokan darah yang khas yang mempermudah

terjadinya iskemia karena terputusnya arteri. Nekrosis avaskular kaput femur

merupakan komplikasi lanjut dari dislokasi sendi panggul.

Keluhan klien yang meliputi nyeri pada pinggang kanan, perubahan gaya berjalan

menjadi pincang, dan kaki kanan yang memendek memperkuat diagnosis nekrosis

avaskular pada panggul kanan klien. Moesbar (2006) menyebutkan bahwa nyeri

merupakan keluhan utama pada nekrosis avaskular dan keluhan lainnya berupa

jalan pincang, paha mengecil/otot atrofi, tungkai dapat memendek 1-2 cm, dan

gerakan terbatas terutama abduksi dan rotasi internal pada panggul. Hal ini juga

sejalan dengan pendapat Jill, J. B. dan Goldstein, W. M. (2003) yang mengatakan

bahwa klien dengan masalah panggul seperti nekrosis avaskular akan mengalami

perubahan gaya berjalan dan memperlihatkan ketidakmampuan dalam aktivitas

harian seperti menggunakan kaos kaki atau sepatu dan menyilangkan kaki.

Pemeriksaan penunjang yakni rontgent atau radiologi diperlukan untuk

mendapatkan gambaran perubahan tulang yang menonjol pada stase penyakit

yang lebih lanjut. Hasil pemeriksaan penunjang rontgent coxae klien sebelum

operasi menggambarkan adanya kelainan pada sendi panggul kanan yang

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 58: Case Orto Baca Ui

45

Universitas Indonesia

menunjukkan bahwa klien telah mengalami nekrosis avaskular stase lanjut.

Nekrosis avaskular stase lanjut menghasilkan kerusakan tulang dan sendi yang

serius sehingga membutuhkan arthroplasty atau pembedahan penggantian sendi.

Oleh karena itu, klien dijadwalkan untuk menjalani prosedur penggantian sendi

panggul total (total hip arthroplasty atau THA).

Mahasiswa melakukan observasi selama klien menjalani prosedur THA. Dokter

bedah melakukan insisi pada area panggul kanan klien kemudian membuang

kepala femur yang rusak. Acetabulum buatan dipersiapkan dengan membersihkan

dan melebarkan acetabulum dengan menggunakan peluas lubang yang berbentuk

circular sehingga ukuran bertambah luas secara berangsur-angsur. Kemudian

ditanam acetabulum cup cemented no.50 dengan 3 screw. Lalu femoral

component dipersiapkan dan dipasang stem femoral no.12 cemented dilanjutkan

dengan pemasangan femoral head ukuran 28-0 pada stem femoral. Setelah itu,

dilakukan reposisi femoral head ke acetabulum dilanjutkan dengan test stabilitas

dan hasilnya stabil. Klien dipasang drain kemudian luka dicuci dan dijahit lapis

demi lapis.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, masalah keperawatan yang terjadi

pada Tn. A yang telah menjalani prosedur THA meliputi nyeri akut, kerusakan

mobilitas fisik, dan risiko infeksi. Nyeri akut terjadi karena adanya trauma

jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi

panggul total. Kerusakan mobilitas fisik terjadi karena kerusakan rangka

neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan. Sedangkan, risiko infeksi berhubungan

dengan faktor risiko beruupa prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi

benda asing yang telah dijalani klien.

Mahasiswa sebagai calon perawat profesional perlu membuat rencana asuhan

keperawatan yang terorganisasi dengan baik untuk menyelesaikan masalah

keperawatan tersebut sehingga setiap perawat dapat dengan cepat

mengidentifikasi tindakan keperawatan yang diberikan. Dalam kasus klien post

THA ini, mahasiwa perlu menyusun rencana asuhan keperawatan yang sesuai

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 59: Case Orto Baca Ui

46

Universitas Indonesia

dengan ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat yang meliputi: upaya-

upaya peningkatan kesehatan (promotif) terkait gaya hidup sehat, pencegahan

(preventif) terkait tindakan pencegahan komplikasi terutama dislokasi post THA,

pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif) terkait penyembuhan luka post

THA, pemulihan kesehatan (rehabilitatif) terkait latihan mobilisasi post THA dan

mengembalikan serta memfungsikan kembali baik klien dan keluarga ke

lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi).

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Kasus kelolaan yakni Tn.A sebagai klien post THA mengalami masalah

keperawatan berupa kerusakan mobilitas fisik. Hal ini terjadi karena kerusakan

rangka neurovaskuler yaitu adanya nyeri/ketidaknyamanan post pembedahan.

Kerusakan mobilitas fisik tersebut dapat berdampak pada lamanya tirah baring

yang dilakukan klien yang dapat mengakibatkan komplikasi post THA. Perawat

dan fisioterapis bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan komplikasi

tersebut.

Komplikasi post operasi THA yang dapat menunda kemajuan pemulihan dan

penyembuhan klien lebih berisiko terjadi pada klien yang obesitas. Tn.A sebagai

kasus kelolaan merupakan klien yang mengalami obesitas karena memiliki IMT

30 kg/mm2 yakni 31,25 kg/mm2 sehingga diperlukan pengawasan terhadap

aktivitas yang dilakukan. Hal ini didukung oleh penelitian Vincent, H.K., Weng, J.

P., dan Vincent, K. R. (2007) di Virginia yang menunjukkan bahwa indeks massa

tubuh (IMT) mempengaruhi efisiensi pengukuran kemandirian fungsi (functional

independence measure), lamanya klien dirawat di rumah sakit (length of stay),

dan biaya perawatan. Selain itu, klien yang obesitas juga dapat mencapai

peningkatan fisik tetapi dalam efisiensi yang lebih rendah dan biaya perawatan

yang lebih mahal. Penelitian Vincent et al. (2012) juga menunjukkan bahwa klien

yang telah menjalani prosedur THA mengalami peningkatan kemampuan

fungsional tetapi secara umum klien yang mengalami obesitas tidak mencapai

level yang sama terkait fungsi fisik pada waktu follow-up yang telah ditentukan.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 60: Case Orto Baca Ui

47

Universitas Indonesia

Selama angka kejadian obesitas terus meningkat dan prosedur THA banyak

dilakukan secara progresif pada klien muda atau klien yang obesitas, sasaran

kemampuan jangka panjang merupakan hal yang sangat penting (Vincent, et al.,

2012). Sasaran kemampuan tersebut meliputi pemeliharaan kemandirian dengan

aktivitas penahanan beban (load bearing activites) pada kehidupan sehari-hari,

mobilitas secara mandiri, dan pergerakan tubuh untuk jangka waktu yang lama.

Vincent et al. (2012) menyebutkan bahwa klien yang obesitas yang telah

menjalani prosedur THA berisiko untuk mengalami kegagalan kualitas hidup

untuk waktu yang lama dibandingkan dengan klien yang tidak obesitas. Sebagai

contoh, 35% klien yang telah menjalani prosedur THA mengalami pembatasan

aktivitas pada tahun kelima. Obesitas secara signifikan dapat memprediksikan

ketergantungan klien post operasi THA pada alat bantu jalan dan berhubungan

dengan hasil follow-up yang rendah.

Klien post operasi THA baik yang obesitas maupun yang tidak obesitas akan

memiliki gangguan dan keterbatasan dalam melakukan mobilisasi. Keterbatasan

tersebut berupa rasa nyeri, kelemahan otot abduktor pada panggul, kontraktur

pada sendi panggul dan gangguan cara berjalan akibat kelemahan otot fleksor dan

ekstensor pada panggul (Unlu, E. et al., 2007). Hal ini didukung oleh penelitian

Okoro, T. et al. (2013) yang menyebutkan bahwa imobilisasi akibat pembedahan

dan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan kemunduran lebih lanjut pada

massa, kekuatan, dan fungsi otot.

Implementasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa untuk mengatasi masalah

kerusakan mobilitas fisik pada Tn.A adalah edukasi pencegahan dislokasi dan

program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise

program) oleh mahasiswa. Hal ini dilakukan kepada klien dan keluarga sebagai

bagian dari program rehabilitasi klien post THA. Mahasiswa juga berkolaborasi

dengan alhi fisioterapi dan dokter bedah dalam memberikan asuhan keperawatan

pada Tn.A. Hasil studi jangka panjang menunjukkan bahwa operasi penggantian

panggul total atau THA dapat menghilangkan nyeri pada panggul tetapi akan

menyisakan kerusakan dan keterbatasan kemampuan fungsional seperti penurunan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 61: Case Orto Baca Ui

48

Universitas Indonesia

kecepatan berjalan yang terus-menerus. Oleh karena itu, dislokasi sebagai

komplikasi prosedur THA perlu dicegah. Selain itu, latihan mobilisasi terkait

weight bearing status perlu dilatih pada klien tersebut untuk mengembalikan

fungsi mobilisasi klien. Unlu, E. et al. (2007) menyebutkan bahwa latihan

merupakan bagian penting dari program preventif dan rehabilitatif untuk

memperbaiki kerusakan fisik akibat dari prosedur pembedahan arthroplasty

(THA) pada panggul. Kecepatan berjalan, irama, dan kekuatan otot merupakan hal

yang penting terkait keterbatasan pada klien yang telah menjalani prosedur THA.

Program latihan pada klien post THA dibutuhkan untuk meningkatkan performa

fungsional.

Departement of Rehabilitation Services Brigham and Women’s Hospital

menjelaskan bahwa pada hari pertama setelah operasi THA, klien akan mengalami

penurunan kemandirian dalam mobilisasi di tempat tidur, pemindahan tubuh,

ambulasi, aktivitas fungsional, aktivitas dasar harian dan kualitas hidup. Oleh

sebab itu, selama perawatan akut di rumah sakit, mahasiswa telah memberikan

edukasi untuk meningkatkan pemahaman Tn.A mengenai tindakan pencegahan

dislokasi pada panggul antara lain klien tidak diperbolehkan untuk menekuk

panggul melebihi 900, menyilangkan kaki, dan memutar pinggang. Tindakan

pencegahan dislokasi ini perlu dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah

operasi (1,5-2 bulan). Mahasiswa menjelaskan pada klien bahwa saat kontrol,

dokter akan memberitahu klien apakah harus melanjutkan tindakan ini atau tidak.

Mahasiswa juga menekankan pada Tn.A bahwa implant yang ditanam pada

panggulnya tidak seperti pen yang akan diambil kembali ketika tulang telah

tersambung dengan baik pada klien fraktur. Mahasiswa menjelaskan bahwa

implant tersebut bersifat permanen sehingga klien perlu memperhatikan pilihan

aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Apabila dislokasi terjadi maka

klien akan menjalani prosedur operasi untuk memperbaikinya.

Selain itu, pada hari pertama post THA mahasiswa juga telah melatih klien untuk

melakukan latihan segera setelah operasi (immediate postoperative exercise) yang

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 62: Case Orto Baca Ui

49

Universitas Indonesia

meliputi nafas dalam dan latihan batuk; gerakan memompa pada pergelangan

kaki, kontraksi pada bokong, dan penguatan quadriceps statis. Latihan yang

dilakukan ini didesain untuk mencegah komplikasi dan membantu

mengembalikan kemampuan dalam aktivitas harian klien. AAOS (2000)

menyebutkan bahwa latihan nafas dalam membantu mencegah akumulasi sekret

di dalam paru yang berdampak pada infeksi paru. Latihan quadriceps yang

melibatkan pengencangan pada otot paha dan dorongan pada tungkai ke arah

belakang di tempat tidur akan membantu menstabilkan tungkai. Rotasi tumit dan

fleksi tumit akan membantu mencegah pembendungan darah pada pembuluh vena

di betis yang berdampak pada deep vein thrombosis (Temple, J., 2004).

Kemudian, mahasiswa memberikan edukasi dan latihan mobilisasi awal untuk

bergerak yang meliputi cara berbaring di tempat tidur, cara turun dari tempat

tidur, dan cara naik ke tempat tidur. Mahasiswa juga menjelaskan latihan yang

dapat dilakukan klien sambil berbaring selama di rawat di rumah sakit yang

meliputi cara menekuk panggul dan lutut, melakukan gerakan maju latihan

isometrik pada urat-urat lutut, penguatan quadriceps di atas gulungan, abduksi

panggul, dan mengaktifkan perut.

Hari kelima post operasi THA, klien baru berhasil duduk di kursi roda yang

dimodifikasi dengan menumpuk beberapa selimut agar tinggi kursi roda menjadi

lebih tinggi dari lutut klien. Kemampuan klien untuk berpindah dari tempat tidur

ke kursi roda atau sebaliknya sebaiknya tercapai pada hari kedua post operasi

THA. Keterlambatan ini terjadi akibat tempat tidur yang mengalami kerusakan

pada siderail sehingga sudah menghalangi klien untuk turun dari tempat tidur.

Mahasiswa telah melatih cara duduk, berdiri, duduk ke kursi, dan menggunakan

walker untuk berjalan. Saat mahasiswa memandu klien dalam menggunakan

walker, mahasiswa didampingi oleh dokter bedah untuk melakukan pengawasan.

Setelah berlatih menggunakan walker, dokter bedah menginstruksikan pada klien

bahwa klien boleh pulang pada hari tersebut sehingga mahasiswa juga

memberikan edukasi dan melatih klien untuk masuk atau keluar dari mobil terkait

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 63: Case Orto Baca Ui

50

Universitas Indonesia

discharge planning bagi klien. Selain itu, mahasiswa juga memberikan edukasi

kepada keluarga mengenai pencegahan dislokasi pada klien saat berada di rumah

misalnya dengan menyediakan kloset duduk dengan memodifikasi kursi kayu atau

membeli commode jika mampu. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah klien

untuk menekuk panggul melebihi 900. Mahasiswa juga menjelaskan pada klien

dan keluarga untuk sementara sebelum kontrol pertama, aktivitas ibadah klien

sebaiknya dilakukan berbaring. Mahasiswa juga menjelaskan mengenai latihan

dengan tahanan pada berat badan sepenuhnya (full weight bearing exercises) dan

menekankan kepada klien bahwa latihan tersebut hanya dimulai setelah klien

diijinkan oleh dokter bedah untuk menahan berat badan sepenuhnya pada kaki

yang dioperasi. Hal ini didukung oleh pernyataan Trudelle-Jackson et al. (2002)

yang menekankan mengenai pentingnya program rehabilitasi pada fase lanjut

setelah prosedur THA dan menyarankan tentang latihan weight-bearing dan

stabilitas postural (Unlu, E., et al., 2007).

4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan Masalah kerusakan mobilitas fisik yang terjadi pada klien timbul akibat adanya

kerusakan rangka neurovaskuler yaitu adanya nyeri/ketidaknyamanan post

pembedahan. Kurang optimalnya pengawasan perawat atau fisioterapis terhadap

aktivitas klien juga dapat berdampak pada terjadinya dislokasi pada panggul klien

post THA. Apabila kerusakan mobilitas fisik pada klien tidak segera diatasi maka

tujuan mobilisasi seperti untuk mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar

peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan

tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin, mengembalikan aktivitas

tertentu, dan memberi kesempatan perawat dan klien untuk berinteraksi atau

berkomunikasi tidak akan tercapai. Hal tersebut akan mengganggu kesehatan,

kesejahteraan, dan kualitas hidup klien.

Hal ini menunjukkan pentingnya dilakukan edukasi pencegahan dislokasi dan

program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise

program) oleh perawat atau fisioterapis sebagai bagian dari program rehabilitasi

klien post THA. Penelitian di Turki yang dilakukan Unlu, E. et al. (2007)

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 64: Case Orto Baca Ui

51

Universitas Indonesia

menunjukkan bahwa pemberian latihan mobilisasi pada klien post operasi

penggantian panggul total yang meliputi ROM, latihan isometrik dan kontraktil

eksentrik pada panggul selama 6 minggu di rumah sakit menunjukkan

peningkatan pada otot abduktor pada panggul setelah latihan isometrik

maksimum. Oleh karena itu, perawat harus lebih memperhatikan dan

meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien post

THA. Perawat dapat berkolaborasi dengan profesi lain seperti dokter bedah dan

ahli fisioterapi dalam memberikan edukasi dan mengawasi program latihan

mobilisasi selama klien dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan pemulihan

dan kesembuhan klien akibat kerusakan mobilitas fisik post THA. Dalam

memberikan edukasi pencegahan dislokasi dan program latihan di rumah sakit

yang diawasi (supervised in-hospital exercise program) oleh perawat secara

optimal, perawat ruangan dapat menggunakan buku panduan program pemulihan

post operasi penggantian panggul total yang telah dibuat oleh mahasiswa dan

disetujui oleh dokter bedah.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 65: Case Orto Baca Ui

52 Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP

Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian penulisan

yang telah dilakukan. Penulis menyimpulkan hasil pemaparan secara keseluruhan

dan memberikan saran terkait hasil analisis. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu

kesimpulan dan saran.

5.1 Kesimpulan Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menyajikan pemaparan asuhan

keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa pada klien post THA di ruang Bedah

Kelas Anggrek Tengah Kanan RSUP Persahabatan. Pemaparan asuhan

keperawatan dilakukan dengan menerapkan proses keperawatan yang meliputi

pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, perencanaan (termasuk

identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi, dan evaluasi.

Masalah masyarakat perkotaan yakni perubahan gaya hidup yang berdampak pada

obesitas mempengaruhi program rehabilitasi klien post THA. Obesitas dapat

menjadi faktor risiko penyebab komplikasi post THA yang dapat menunda

kemajuan pemulihan dan penyembuhan klien. Nekrosis avaskular sebagai

komplikasi lanjut dari dislokasi pada sendi panggul kanan klien yang merupakan

komplikasi post THA yang telah dijalani klien perlu diatasi dengan melakukan

kembali prosedur THA. Masalah kerusakan mobilitas fisik yang terjadi pada klien

post THA dapat diatasi dengan pemberian edukasi pencegahan dislokasi dan

program latihan di rumah sakit yang diawasi (supervised in-hospital exercise

program) oleh perawat atau ahli fisioterapi. Hal ini perlu diberikan kepada klien

dan keluarga sebagai bagian dari program rehabilitasi klien post THA.

5.2 Saran Hasil pemaparan ini dapat menjadi masukan bagi pemberi pelayanan kesehatan,

keluarga, dan masyarakat, institusi pendidikan, serta peneliti. Pemberi pelayanan

kesehatan diharapkan dapat lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 66: Case Orto Baca Ui

53

Universitas Indonesia

asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post THA terutama dalam hal

pencegahan dislokasi post THA dan pemulihan fungsi mobilisasi klien tersebut.

Keluarga dan masyarakat diharapkan mampu menjadi sistem pendukung yang

aktif dalam program rehabilitasi klien post THA. Institusi pendidikan diharapkan

dapat lebih memperhatikan pengajaran terkait aplikasi pemberian asuhan

keperawatan yang diberikan pada klien post THA dan mengembangkan bahan

pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan medikal bedah

mengenai program rehabilitasi pada klien post THA. Hasil pemaparan ini dapat

digunakan sebagai rujukan data dasar bagi pengembangan pengetahuan dan

pengalaman dalam bidang penelitian keperawatan mengenai program rehabilitasi

yang bertujuan untuk mencegah dislokasi post THA dan memulihkan fungsi

mobilisasi pada klien post THA.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 67: Case Orto Baca Ui

54 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A., Spradley, B.W. (2001). Community health nursing concepts and

practice. Philadelphia: Lippincott

Carpenito, L. J. (2009). Diagnosis keperawatan: aplikasi pada praktek klinis.

(Kursini Semarwati Kadar [et al], Penerjemah). Ed 9. Jakarta: EGC.

Departement of Rehabilitation Services Brigham and Women’s Hospital. (2010).

Standard of care: total hip arthroplasty. Juni 13, 2013. http://google.co.id

Doenges M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk

Jakarta: EGC.

Jamari, dkk. (2012). Pengembangan prototype sambungan tulang panggul produk

Indonesia. Laboratorium Perancangan Teknik dan Tribologi, Universitas

Diponegoro, Semarang. Juni 27, 2013. http://insentif.ristek.go.id

Jill, J. B., & Goldstein, W. M. (2003). Home study program: Primary total hip

arthroplasty. Association of Operating Room Nurses.AORN Journal,

78(6), 947-953,956-959,961-969. Juni 9, 2013.

Marx, J. A et al. (2002). Rosen’s emergency medicine: concepts and clinical

practice. 5th Ed. St. Louis: Mosby Inc.

Moesbar, N. (2006). Nekrosis avaskular pada traumatic dislokasi sendi panggul

terlantar. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39.

Okoro, T., et al. (2013). What does standard rehabilitation practice after total hip

replacement in the UK entail? results of a mixed methods study. BMC

Musculoskeletal Disorders, 14(1), 91.Juni 9, 2013.

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3.

Potter, P. and Perry, A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,

proses, dan praktis. (Yasmin Asih [et al], Penerjemah). Ed 4. Jakarta:

EGC.

Royal Free Hampstead. (2009). Physiotherapy after total hip replacement. Mei,

2013. http://www.royalfree.nhs.uk

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 68: Case Orto Baca Ui

55

Universitas Indonesia

Sebo, M. (2011). Efektivitas mobilisasi dini dalam mencegah kontraktur pada

pasien post operasi ORIF. Universitas Pembangunan Nasional (UPN)

“Veteran”, Jakarta. Juni 27, 2013. http://etd.edprints.upn.ac.id

Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &

Suddarth. (Agung Waluyo [et al], Penerjemah). Ed 8. Jakarta: EGC

Temple, J. (2004). Total hip replacement. Nursing Standard, 19(3), 44-51; quiz

53-4. Juni 9, 2013.

Thunder Bay Regional Health Sciences Centre. (2008). Total Hip Replacement-

exercise booklet-restricted weight bearing. North West Community Care

Access Centre, ST. Joseph’s Care Group. Mei 23, 2013. http://google.co.id

University College London Hospitals NHS Foundation Trust. (2011). Total hip

replacement surgery and your recovery programme: a guide for patients

and carers. UCLH Trauma & Orthopaedic Team. Mei 23, 2013.

http://google.co.id

Unlu, E., et al. (2007). The effect of exercise on hip muscle strength, gait speed

and cadence in patients with total hip arthroplasty: A randomized

controlled study. Clinical Rehabilitation, 21(8), 706-11. Juni 9, 2013.

Vincent, H. K., et al. (2012). Obesity and long term functional outcomes

following elective total hip replacement. Journal of Orthopaedic Surgery

and Research, 7(1), 16. Juni 9, 2013.

Vincent, H. K., Weng, J. P., & Vincent, K. R. (2007). Effect of obesity on

inpatient rehabilitation outcomes after total hip arthroplasty. Obesity,

15(2), 522-30. Juli 2, 2013.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 69: Case Orto Baca Ui

Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST TOTAL HIP ARTHROPLATSY (THA)

Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan Rasional Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan nyeri yang dirasakan klien dapat berkurang atau hilang

Klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan berkurang dari 6 menjadi 3 dengan skala maksimum 10

Klien mengekspresikan rasa percaya diri dalam usaha mengontrol nyeri

Muka klien tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan aktivitas

Klien tampak nyaman dan santai

1) Kaji mengenai adanya nyeri

2) Minta klien untuk menjelaskan ketidaknyaman

3) Pahami adanya nyeri: menginformasikan kepada

1) Nyeri biasa dialami setelah prosedur pembedahan akibat trauma dan respons jaringan. Spasme oto terjadi setelah penggantian sendi panggul total. Imobilisasi menyebabkan ketidaknyamnan pada titik tekanan

2) Karakteristik nyeri dapat membantu menentukan penyebab ketidaknyamanan. Nyeri dapat sebagai akibat komplikasi (hematoma, infeksi, flatus). Nyeri merupakan pengalaman individual dapat mempunyai arti berbeda-beda bagi setiap orang.

3) Peredaan nyeri dapat dialami oleh klien dengan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 70: Case Orto Baca Ui

Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

TTV klien dalam rentang normal : TD=140/90 mmHg, Nadi=80-100x/menit, RR=12-20x/menit, Suhu=36,5-37,50C

klien macam-macam analgetik dan relaksan otot yang tersedia

4) Gunakan teknik modifikasi nyeri: a. Menggunakan analgetik

b. Mengubah posisi dalam batas yang diperbolehkan

c. Memodifikasi

lingkungan R: interaksi dengan orang lain, distraksi, dan kelebihan beban atau deprivasi sendori dapat mempengaruhi

mengkomunikasikan keprihatinan dan ketersediaan bantuan untuk membantu klien menghadapi nyeri. a. Klien mungkin

memerlukan opioid parenteral selama 24-48 jam pertama dan kemudian dilanjutkan menjadi analgetik oral.

b. Penggunaan bantal dapat memberikan penyanggaan yang memadai, mengurangi tekanan pada tonjolan tulang.

c. Interaksi dengan orang lain, distraksi, dan kelebihan beban atau deprivasi sendori dapat mempengaruhi pengalaman nyeri

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 71: Case Orto Baca Ui

Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

pengalaman nyeri d. Memberitahu dokter

bedah bila perlu

5) Evaluasi dan mencatat ketidaknyamanan dan keefektifan teknik modifikasi nyeri

d. Intervensi bedah

mungkin diperlukan bila nyeri disebabkan oleh hematoma atau edema berlebihan

5) Keefektifan tindakan didasarkan pada pengalaman; data tentang pengenalan mengenai pengalaman nyeri, penatalaksanaan dan pengurangan nyeri

Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan

Setelah dilakukan tindakan keperawataan mobilitas fisik klien dapat dipertahankan

Posisi yang dianjurkan tetap dipertahankan

Klien membantu saat perubahan posisi

Klien memperlihatkan kemandirian saat pemindahan tubuh

Klien berpartisipasi

1) Pertahankan posisi sendi panggul yang benar (abduksi, rotasi netral, fleksi terbatas)

2) Instruksikan dan bantu perubahan posisi dan perpindahan

3) Instruksikan dan berikan pengawasan latihan pergeseran kuadrisep dan gluteal

4) Konsultasi dengan ahli

1) Dapat mencegah dislokasi prostesis sendi panggul

2) Memberikan dorongan partisipasi aktif pada klien sambil mencegah terjadinya dislokasi

3) Dapat memperkuat otot yang diperlukan untuk berjalan

4) Beratnya pembebanan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 72: Case Orto Baca Ui

Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

dalam program ambulasi progresif dan berpartisipasi aktif dalam program latihan

Klien mempergunakan alat bantu ambulasi dengan benar dan aman

fisioterapi: instruksikan dan berikan pengawasan ambulasi progresif yang aman dalam batasan pembebanan berat badan yang diperbolehkan

5) Berikan semangat dan dukungan terhadap program latihan

6) Instruksikan dan berikan pengawasan penggunaan alat bantu ambulasi yang aman

berat badan bergantung pada kondisi klien dan prostesis, alat bantu ambulasi dipergunakan untuk membantu pasien dalam ambulasi tanpa pembebanan berat badan dan pembebanan berat badan parsial

5) Latihan rekondisi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan memberikan semangat dapat membantu klien mematuhi program latihan

6) Mencegah cedera akibat penggunaan yang tidak aman

Risiko infeksi Faktor risiko: prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing

Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi atau tidak menjadi aktual

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu

TTV klien dalam rentang normal

Tanda-tanda infeksi tidak

1) Pantau tanda vital klien

2) Gunakan teknik aseptik

1) Suhu, denyut nadi, dan pernapasan akan meningkat sebagai respons infeksi (besarnya respons dapat minimal pada klien lansia)

2) Mencegah masuknya

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 73: Case Orto Baca Ui

Lampiran 1 - Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Post THA

muncul seperti pus

Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor

Insisi mengalami penyatuan baik tanpa pengeluaran cairan atau respons inflamasi berlebihan

saat mengganti balutan dan pengosongan kantong drainase

3) Kaji penampilan dan sifat drainase

4) Kaji keluhan nyeri

5) Berikan antibiotika profilaksis sesuai resep dan lakukan observasi adanya efek samping

organisme 3) Insisi yang mengeluarkan

cairan, bengkak dan merah menunjukkan adanya infeksi

4) Nyeri bisa diakibatkan oleh hematoma luka—kemungkinan lokus infeksi—yang memerlukan evakuasi bedah

5) Menghindari infeksi prostesis

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 74: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama : Tn. A

Usia : 57 tahun

Ruangan : Ruang Bedah Kelas, Anggrek Tengah Kanan

Tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi

Jum’at

31 Mei

2013

Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total.

DS: - Klien mengatakan

nyeri jika bergerak

- Klien mengatakan

skala nyeri yang

dirasakan adalah 6 dari

nilai maksimum 10

DO: - Klien tampak

mengerutkan dahi

- Klien tampak dapat

menggerakkan

panggul kanannya

tetapi masih sangat

berhati-hati saat

melakukan gerakan

- TTV (TD = 150/100

mmHg; N = 90

x/menit; RR = 20

x/menit; Suhu =

36,70C)

Mandiri

1. Mengkaji adanya

nyeri

2. Meminta klien untuk

menjelaskan

ketidaknyamanan

yang dirasakan

3. Meninggikan kaki

kanan dengan bantal

dan memberikan

posisi abduksi

(diganjal dengan

bantal di antara dua

kaki)

4. Mengevaluasi

keluhan nyeri

5. Memotivasi klien

untuk melakukan

teknik relaksasi nafas

dalam

Kolaborasi

1. Mendampingi

perawat anestesi

dalam memberikan

analgesik epidural

dan

menginformasikan

mengenai tujuan

S:

- Klien mengatakan

nyeri agak

berkurang setelah

tarik nafas dalam

- Klien mengatakan

tidak nyaman jika

kakinya diberikan

posisi

mengangkang

dengan diganjal

bantal

O:

- Wajah klien

tampak lebih rileks

setelah tarik nafas

dalam

- Klien tidak tampak

gelisah

- Klien tampak

melakukan tarik

nafas dalam untuk

mengurangi

nyerinya

- Klien tampak

mampu

menggerakkan jari

kaki kanannya

walau hanya

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 75: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

pemberian analgesik

epidural

sedikit

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- Klien tampak tidak

meringis dan

mengerutkan dahi

pada saat

melakukan

aktivitas

P:

- Pertahankan posisi

abduksi pada kaki

- Evaluasi keluhan

nyeri

- Motivasi untuk

melakukan teknik

relaksasi

Jumat,

31 Mei

2013

Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan

DS: - Klien mengatakan

nyeri bila bergerak

- Klien mengatakan

masih belum kuat

menggerakkan paha

kanannya

DO: - TTV (TD = 150/100

mmHg; N = 90

x/menit; RR = 20

x/menit; Suhu =

Mandiri

1. Mempertahankan

posisi sendi panggul

yang benar (posisi

abduksi)

2. Membantu klien

untuk mengubah

posisi dan

memindahkan tubuh

3. Mengawasi klien

ketika berlatih

penggeseran

kuadrisep dan gluteal

4. Memberikan

semangat dan

dukungan kepada

klien untuk mengikuti

S:

- Klien mengeluh

lutut kanan masih

sulit digerakkan

- Klien mengatakan

akan berlatih

menggerakkan

kaki kanannya

O:

- Klien mampu

melakukan

pergeseran

kuadrisep dan

gluteal pada kaki

kanan tetapi masih

minimal

- Paha kanan klien

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 76: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

36,70C)

- Klien tampak

mempertahankan

posisi anatomis pada

panggul kanan

- Klien tampak

melakukan sebagian

aktivitas di tempat

tidur

- Look: Paha kanan

klien tampak dibalut

elastic verband;

posisi kaki abduksi

diganjal bantal

- Feel:nyeri tkan (+)

program latihan

Kolaborasi

1. Konsul dengan ahli

fisoterapi mengenai

latihan setelah operasi

yang harus segera

dilakukan

sudah mampu

menekan tangan

perawat ke arah

tempat tidur

dengan kekuatan

minimal

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- Klien mampu

mempertahankan

posisi yang

dianjurkan

- Klien membantu

saat perubahan

posisi

P:

- Pertahankan posisi

sendi panggul yang

benar

- Bantu dalam

mengubah posisi

- Awasi latihan

pergeseran

kuadrisep dan

gluteal

- Berikan semangat

dan dukungan

terhadap program

latihan

- Bantu dan awasi

mobilisasi dengan

walker

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 77: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Jum’at,

31 Mei

2013

Risiko infeksi b.d. prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing DS: - Klien mengatakan

terasa nyeri pada luka

operasi

DO : - Adanya luka

pembedahan

- Klien terpasang

drainase

- TTV (TD = 150/100

mmHg; N = 90

x/menit; RR = 20

x/menit; Suhu =

36,70C) - Hasil lab post op: Hb

9,3 g/dl; leukosit

10,89 ribu/mm3

Mandiri

1. Memantau TTV

klien

2. Mengkaji

penampilan dan sifat

drainase

3. Mengkaji area luka

4. Mengkaji keluhan

nyeri

5. Mencuci tangan

sebelum kontak

dengan klien

Kolaborasi

1. Memberikan

antibiotik ceftriaxone

2 gr dalam 100 cc

NaCl 0,9%

S:

- Klien mengatakan

masih nyeri pada

luka operasi

- Klien mengatakan

balutannya tidak

rembes

O:

- TTV (TD =

150/100 mmHg; N

= 90 x/menit; RR =

20 x/menit; Suhu =

36,70C)

- Luka dibalut

elastik verband

- Luka tidak ada

rembesan

- Drainase berwarna

merah pekat

sejumlah 34 ml

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- TTV klien dalam

rentang normal

- Luka tidak ada

rembesan

P:

- Pantau TTV klien

- Evaluasi area luka

- Evaluasi

penampilan dan

sifat drainase

- Gunakan teknik

aseptik saat

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 78: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

mengganti balutan

dan mengosongkan

kantong drainase

Sabtu,

1 Juni

2013

Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan

DS: - Klien mengatakan

sudah tidak terlalu

nyeri bila bergerak

- Klien mengatakan

sudah cukup kuat

menggerakkan paha

kanannya

DO: - TTV (TD = 140/90

mmHg; N = 88

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

370C)

- Klien tampak

melakukan sebagian

aktivitas di tempat

tidur

- Look: Paha kanan

klien tampak dibalut

elastic verband;

posisi kaki abduksi

diganjal bantal

- Feel : nyeri tekan (+)

Mandiri

1. Memperthankan

posisi sendi panggul

yang benar

2. Memberikan edukasi

mengenai

pencegahan dislokasi

3. Membantu klien

dalam mengubah

posisi dan

memindahkan tubuh

4. Mengawasi latihan

pergeseran kuadrisep

dan gluteal

5. Memberikan

semangat dan

dukungan terhadap

program latihan

6. Memotivasi klien

untuk memberi

beban seperti dua

botol air mineral

yang diikat oleh

sarung di kaki kiri

(sesuai anjuran ahli

fisioterapi) dan

menggerakkan kaki

kiri

S:

- Klien mengatakan

lutut kanan sudah

bisa digerakkan

- Klien mengatakan

paham mengenai

pencegahan

dislokasi

O:

- Kaki kanan tampak

bisa digerakkan

- Klien tampak

sudah bisa

mengangkat

badannya ke posisi

duduk

- Paha kanan klien

sudah mampu

menekan tangan

perawat ke arah

tempat tidur masih

dengan kekuatan

minimal tetapi

sudah ada

kontraksi

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- Klien

memperlihatkan

kemandirian saat

pemindahan tubuh

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 79: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

- TTV dalam batas

normal

P:

- Bantu dalam

mengubah posisi

- Awasi latihan

pergeseran

kuadrisep dan

gluteal

- Berikan semangat

dan dukungan

terhadap program

latihan

- Bantu dan awasi

mobilisasi dengan

walker

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 80: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Sabtu,

1 Juni

2013

Risiko infeksi b.d. prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing DS: - Klien mengatakan

nyeri sudah

berkurang pada luka

operasi

DO : - Adanya luka

pembedahan

- Klien terpasang

drainase

- TTV (TD = 140/90

mmHg; N = 88

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

370C) - Hasil lab post

transfusi: Hb 11 g/dl;

leukosit 15,22

ribu/mm3

Mandiri

1. Memantau TTV

klien

2. Mengevaluasi

penampilan dan sifat

drainase

3. Mengevaluasi area

luka

Kolaborasi

1. Memberikan

antibiotik ceftriaxone

2 gr dalam 100 cc

NaCl 0,9%

S:

- Klien mengatakan

nyeri sudah

berkurang pada

luka operasi

O:

- TTV (TD = 140/90

mmHg; N = 88

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

370C)

- Luka dibalut

elastik verband

- Luka tidak ada

rembesan

- Drainase berwarna

merah pekat

sejumlah 30 ml

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- TTV dalam rentang

normal

- Luka tidak ada

rembesan

P:

- Pantau TTV klien

- Gunakan teknik

aseptik saat

mengganti balutan

dan pengosongan

kantong drainase

- Evaluasi penamilan

dan sifat drainase

- Evaluasi area luka

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 81: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Sabtu,

1 Juni

2013

Nyeri akut b.d. trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total. DS: - Klien mengatakan

skala nyeri yang

dirasakan adalah 5

dari nilai maksimum

10

DO: - Klien tampak

mengerutkan dahi

- Klien tampak mampu

menggerakkan

tubuhnya tetapi masih

berhati-hati saat

menggerakkan

panggul kanan

- TTV (TD = 140/90

mmHg; N = 88

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu = 370C)

Mandiri

1. Mengevaluasi

keluhan nyeri

2. Motivasi untuk

melakukan teknik

relaksasi

3. Memotivasi klien

untuk melakukan

teknik relaksasi nafas

dalam dan mengubah

posisi yang nyaman

S:

- Klien mengatakan

nyeri agak

berkurang setelah

tarik nafas dalam

- Klien mengatakan

sudah mampu

mengangkat paha

kanannya

O:

- TTV (TD = 140/90

mmHg; N = 88

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

370C)

- Klien tampak

nyaman dan santai

setelah tarik nafas

dalam

- Klien tidak tampak

gelisah

- Klien tampak

melakukan tarik

nafas dalam untuk

mengurangi

nyerinya

- Klien tampak

mampu

mengangkat paha

kanannya

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- TTV dalam batas

normal

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 82: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

- Klien tampak

nyaman dan santai

- Muka klien tidak

meringis dan

mengerutkan dahi

pada saat

melakukan

aktivitas

P:

- Evaluasi keluhan

nyeri

- Motivasi untuk

melakukan teknik

relaksasi

- Informasikan

kepada klien

mengenai

analgesik yang

diberikan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 83: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Senin,

3 Juni

2013

Nyeri akut b.d trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total. DS: - Klien mengatakan

nyeri pada panggul

kanan walau hanya

berbaring

- Klien mengatakan

skala nyeri yang

dirasakan adalah 7

dari nilai maksimum

10

DO: - Klien tampak

meringis menahan

sakit

- Klien tampak

mengerutkan dahi

- Klien tampak mampu

menggerakkan kaki

kanan sambil

memegangi paha

kanannya

- TTV (TD = 150/90

mmHg; N = 102

x/menit; RR = 20

x/menit; Suhu =

37,80C)

Mandiri

1. Mengevaluasi

keluhan nyeri

2. Menganjurkan klien

untuk mencari posisi

yang nyaman

3. Memotivasi klien

untuk melakukan

teknik relaksasi nafas

dalam

4. Memotivasi keluarga

untuk memberikan

kompres hangat

dengan

menggunakan botol

air mineral di pinggir

paha kanan

S:

- Klien mengatakan

nyeri sekali pada

panggul kanan

- Klien mengatakan

sudah mencoba

tarik nafas dalam

tetapi masih nyeri

O:

- Klien tampak

gelisah

- Klien tampak

melakukan tarik

nafas dalam untuk

mengurangi

nyerinya

- Klien tampak tidak

menggerakkan

panggul kanannya

ketika nyeri

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- Klien dapat

menggerakkan

bagian tubuhnya

P:

- Evaluasi keluhan

nyeri

- Motivasi untuk

melakukan teknik

relaksasi

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 84: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Senin,

3 Juni

2013

Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler: nyeri/ketidaknyamanan DS: - Klien mengatakan

nyeri saat bergerak

- Klien mengatakan

sedang tidak mampu

menggerakkan paha

kanannya

DO: - TTV (TD = 150/90

mmHg; N = 102

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

37,80C)

- Klien masih berbaring

di tempat tidur

- Klien tampak

mempertahankan

posisi anatomis pada

kaki kanan

Mandiri

1. Membantu klien

dalam mengubah

posisi

2. Mengevaluasi

mengenai pencegahan

dislokasi

3. Mengawasi latihan

pergeseran kuadrisep

dan gluteal

4. Memberikan

semangat dan

dukungan terhadap

program latihan

S:

- Klien mengeluh

lutut masih agak

sakit untuk

bergerak

- Klien mengatakan

masih ingat

mengenai

pencegahan

dislokasi

O:

- Kaki kanan tampak

agak sulit

digerakkan

- Klien mampu

melakukan

pergeseran

kuadrisep dan

gluteal pada kaki

kanan tetapi masih

minimal

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- Klien mampu

mempertahankan

posisi yang

dianjurkan

- Klien berpartisipasi

aktif dalam

program latihan

P:

- Bantu dalam

mengubah posisi

- Awasi latihan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 85: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

pergeseran

kuadrisep dan

gluteal

- Berikan semangat

dan dukungan

terhadap program

latihan

- Bantu dan awasi

mobilisasi dengan

walker

Selasa,

4 Juni

2013

Nyeri akut b.d trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total. DS: - Klien mengatakan

nyeri pada panggul

kanan sudah

berkurang

- Klien mengatakan

skala nyeri yang

dirasakan adalah 3

dari nilai maksimum

10

DO: - Klien tidak tampak

mengerutkan dahi saat

bergerak

- Klien dapat

menggerakkan kaki

kanannya

- TTV (TD = 150/90

Mandiri

1. Mengevaluasi

keluhan nyeri

2. Memotivasi klien

untuk melakukan

teknik relaksasi nafas

dalam dan mengubah

posisi yang nyaman

3. Mengevaluasi

ketidaknyamanan

dan keefektifan

teknik modifikasi

nyeri

S:

- Klien mengatakan

nyeri sudah

berkurang setelah

tarik nafas dalam

O:

- Klien tampak

nyaman dan santai

setelah tarik nafas

dalam

- Klien tidak tampak

gelisah

- Klien tampak

melakukan tarik

nafas dalam untuk

mengurangi

nyerinya

- Klien tampak

mampu

mengangkat paha

kanannya

A:

Masalah teratasi

sebagian:

- Skala nyeri

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 86: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

mmHg; N = 102

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

37,80C)

berkurang menjadi

3 dari 10

- Klien tidak tampak

meringis dan

mengerutkan dahi

saat bergerak

- Klien dapat

menggerakkan

bagian tubuhnya

P:

- Evaluasi keluhan

nyeri

- Motivasi untuk

melakukan teknik

relaksasi

- Evaluasi

ketidaknyamanan

dan keefektifan

teknik modifikasi

nyeri

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 87: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Selasa,

4 Juni

2013

Risiko infeksi b.d. prosedur invasif, manipulasi bedah, implantasi benda asing. DS: - Klien mengatakan

nyeri sudah

berkurang pada luka

operasi

- Klien mengatakan

skala nyeri yang

dirasakan adalah 3

dari nilai maksimum

10

DO : - Adanya luka

pembedahan

- Luka bersih tidak

lembab dan tidak

kotor

- TTV (TD = 150/90

mmHg; N = 102

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

37,80C)

Mandiri

1. Memantau TTV

klien

2. Mengkaji area luka

3. Mengevaluasi

penampilan dan sifat

drainase

4. Membantu

melakukan aff-drain

dan ganti balutan

dengan tetap

mempertahankan

teknik aseptik

S:

- Klien mengatakan

lebih nyaman

setelah drainase-

nya di -aff

- Klien mengatakan

nyeri sudah

berkurang pada

luka operasi

O:

- TTV (TD = 150/90

mmHg; N = 102

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

37,80C)

- Luka bersih dan

tidak kotor

- Luka tidak ada

rembesan

- Insisi mengalami

penyatuan baik

tanpa pengeluaran

cairan atau respon

inflamasi

berlebihan

- Tidak ada tanda

infeksi pada luka

seperti pus

- Drainase sudah di-

aff

A:

Masalah teratasi

P:

- Intervensi

dihentikan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 88: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Rabu,

5 Juni

2013

Nyeri akut b.d trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat pembedahan penggantian sendi panggul total. DS: - Klien mengatakan

nyeri pada panggul

kanan sudah

berkurang

- Klien mengatakan

skala nyeri yang

dirasakan adalah 3

dari nilai maksimum

10

DO: - Klien tampak mampu

menggerakkan bagian

tubuhnya

- Klien tidak tampak

meringis dan

mengerutkan dahi - TTV (TD = 120/80

mmHg; N = 100

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu = 360C)

Mandiri

1. Mengobservasi tanda-

tanda vital klien

2. Mengevaluasi

keluhan nyeri

3. Memberikan posisi

yang nyaman dan

dalam batas yang

diperbolehkan

4. Memotivasi klien

untuk melakukan

teknik relaksasi nafas

dalam

5. Mengevaluasi

keefektifan teknik

modifikasi nyeri

S:

- Klien mengatakan

skala nyeri yang

dirasakan adalah 2

dari nilai

maksimum 10

- Klien mengatakan

lebih rileks setelah

tarik nafas dalam

O:

- Klien tampak

nyaman dan santai

setelah tarik nafas

dalam

- Klien

mengekspresikan

rasa percaya diri

dalam usaha

mengontrol nyeri

- Muka klien tidak

meringis dan

mengerutkan dahi

pada saat

melakukan

aktivitas

- TTV (TD = 120/80

mmHg; N = 100

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu =

360C)

A:

Masalah teratasi

P:

- Intervensi

dihentikan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 89: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

Rabu,

5 Juni

2013

Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan rangka neurovaskuler: nyeri/ketidaknyaman DS: - Klien mengatakan

sudah tidak nyeri saat

bergerak

- Klien mengatakan

sudah mampu

menggerakkan paha

kanannya

DO: - TTV (TD = 120/80

mmHg; N = 100

x/menit; RR = 18

x/menit; Suhu = 360C) - Klien tampak duduk

di kursi roda

Mandiri

1. Memotivasi klien

untuk latihan gerak

mulai dengan kaki

kiri yang tidak sakit

2. Motivasi dan bantu

klien untuk mobilisasi

menggunakan walker

3. Mengevaluasi

mengenai pencegahan

dislokasi

4. Memberikan edukasi

terkait latihan yang

perlu dilakukan dan

aktivitas yang perlu

dihindari

5. Melakukan discharge

planning

6. Membantu klien

untuk berpindah dari

kursi roda ke tempat

tidur

7. Mengawasi latihan

pergeseran kuadrisep

dan gluteal

Kolaborasi:

1. Bersama dokter

bedah mengawasi

ambulasi klien

terutama saat

menggunakan walker

S:

- Klien mengatakan

paha kanannya

sudah tidak nyeri

- Klien mengatakan

sudah bisa berdiri

dari kursi roda

- Klien mengatakan

mengerti tentang

aktivitas yang tidak

boleh dilakukan

O:

- Klien mampu

menyebutkan

pencegahan

dislokasi

- Klien mampu

menyebutkan

aktivitas yang tidak

boleh dilakukan

- Klien tampak

mampu berdiri dari

kursi roda dengan

cara yang tepat

- Klien tampak

mampu berjalan

menggunakan

walker dengan

benar - Klien tampak tegak

saat berjalan

menggunakan

walker - TTV dalam batas

normal (TD =

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 90: Case Orto Baca Ui

Lampiran 2 - Catatan Perkembangan

120/80 mmHg; N

= 100 x/menit; RR

= 18 x/menit; Suhu

= 360C) - Klien tampak

berpindah dari

kursi roda ke

tempat tidur

dengan benar - Paha kanan klien

sudah mampu

menekan tangan

perawat ke arah

tempat tidur

dengan maksimal

A:

Masalah teratasi

P:

- Intervensi

dihentikan

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 91: Case Orto Baca Ui

Lampiran 3 - Pemeriksaan Diagnostik

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Rontgent Thorax tanggal 13 Mei 2013

b. Rontgent Coxae tanggal 29 Mei 2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 92: Case Orto Baca Ui

Lampiran 3 - Pemeriksaan Diagnostik

c. Rontgent Pelvis tanggal 30 Mei 2013 (post THA)

d. Rontgent Femur AP Lateral tanggal 30 Mei 2013 (post THA)

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 93: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total

BUKU PANDUAN

PROGRAM PEMULIHAN

POST OPERASI

PENGGANTIAN PANGGUL TOTAL

Pemilik : ___________________

NAMA DOKTER : ___________________

NAMA PERAWAT : ___________________

TANGGAL OPERASI : ___________________

RUANG RAWAT : ___________________ Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 94: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total Pencegahan pada Panggul

Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi risiko dislokasi (lepasnya sendi).

Tindakan ini harus dilakukan setiap waktu selama 6-8 minggu setelah operasi

(1,5- 2 bulan). Saat kontrol, Anda akan diberitahu apakah harus melanjutkan

tindakan ini atau tidak.

1) DILARANG MENEKUK PANGGUL MELEBIHI 900

2) DILARANG MENYILANGKAN KAKI

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 95: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total 3) DILARANG MEMUTAR PINGGANG

LATIHAN SEGERA SETELAH OPERASI

Anda sebaiknya melakukan latihan berikut ini segera setelah operasi dengan tujuan

: membantu mencegah komplikasi pernapasan, mencegah bekuan darah pada kaki

Anda, dan meningkatkan peredarah darah.

1) NAFAS DALAM DAN LATIHAN BATUK

Setelah Anda bangun dan mampu bergerak, tarik nafas dalam hingga 10 kali, lalu

diteruskan dengan batuk, latih setiap jam.

2) GERAKAN MEMOMPA PADA PERGELANGAN KAKI

Gerakan kaki Anda ke atas, bawah, dan membuat lingkaran. Ulangi sampai 50 kali

setiap jam.

3) KONTRAKSI PADA BOKONG

Kencangkan otot bokong Anda dan tahan sambil menghitung selama 5 detik. Ulangi

5 sampai 10 kali. Lakukan 3 sampai 4 kali setiap hari.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 96: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total 4) PENGUATAN QUADRISEP STATIS

Kencangkan otot pada bagian depan paha yang dioperasi dengan cara menekan

lutut ke arah tempat tidur. Latihan ini dapat dilakukan sambil berbaring atau duduk di

tempat tidur.

LATIHAN UNTUK BERGERAK

1) BERBARING

Ketika berbaring pada salah satu sisi tubuh,

letakkan bantal di antara kaki Anda terlebih

dahulu. Lakukan selama 6 minggu (1,5 bulan)

pertama setelah operasi.

2) TURUN DARI TEMPAT TIDUR

a) Turunkan kaki yang dioperasi ke pinggir tempat tidur

b) Turunkan kaki yang tidak dioperasi ke pinggir tempat tidur

c) Dorong dengan tangan Anda untuk berdiri perlahan

3) NAIK KE TEMPAT TIDUR

a) Duduk di pinggir tempat tidur dan mundur hingga kaki Anda ditopang tempat

tidur

b) Gunakan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan Anda di tempat tidur Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 97: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total c) Angkat dan ayunkan kedua kaki ke tempat tidur. Gunakan tangan dan kaki

Anda yang tidak dioperasi untuk mendorong badan Anda ke atas

LATIHAN LANJUTAN UNTUK BERGERAK

1) DUDUK

a) Duduklah dengan tegap pada kursi yang dilengkapi

dengan sandaran dan pegangan tangan.

b) Duduklah pada kursi yang lebih tinggi dari tinggi lutut

Anda.

c) DILARANG duduk pada kursi yang lembut seperti

sofa, kursi tanpa sandaran, kursi goyang, atau kursi

di angkot.

2) BERDIRI

a) Pindahkan bokong Anda pada pinggiran kursi

sehingga kaki Anda menapak di lantai.

b) Tekuk kaki yang tidak dioperasi untuk menopang

berat badan Anda.

c) Jaga kaki yang dioperasi tetap lurus di depan Anda.

d) DILARANG untuk menekuknya ke depan.

e) Dengan tangan Anda menekan tangan kursi, dorong

badan Anda dan topang berat badan Anda dengan

kaki yang tidak dioperasi.

3) DUDUK KE KURSI

a) Rasakan adanya kursi atau tempat tidur oleh bagian belakang kaki Anda.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 98: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total b) Jangkau tangan kursi

c) Turunkan badan Anda dengan tetap mempertahankan kaki yang dioperasi lurus ke depan dan topang berat badan Anda dengan kaki yang tidak dioperasi.

d) DILARANG untuk menekuknya ke depan.

4) MENGGUNAKAN WALKER

Berdiri yang tegak dan lihat ke depan ketika berjalan:

a) Gerakkan walker ke arah depan terlebih dahulu,

ikuti dengan kaki yang dioperasi. Lalu gerakkan

kaki yang tidak dioperasi ke arah depan.

b) Topang berat badan Anda pada walker untuk

menghindari penopangan berat badan pada kaki

yang dioperasi ketika melangkah ke depan.

MASUK KE DALAM MOBIL

1) Pindahkan tempat duduk/kursi sejauh mungkin dan bersandarlah sedikit.

Bersandar pada bagian punggung kursi akan membantu panggul Anda yang

dioperasi tetap lurus ketika kaki Anda masuk ke dalam mobil.

2) Mundur ke dekat kursi dan tempatkan satu tangan pada bagian belakang kursi

dan satunya lagi pada dashboard sebagai topangan.

3) Duduklah secara perlahan dan pertahankan kaki yang dioperasi tetap lurus.

4) Dorong sejauh Anda bisa. Ayunkan kaki Anda, tekuk lutut Anda pada posisi yang

nyaman.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 99: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total

LATIHAN SETELAH OPERASI Lakukan 2-3 kali sehari

Latihan ini dimulai ketika Anda dirawat di rumah sakit dan dilanjutkan setelah pulang

dari rumah sakit. Latihan di bawah in akan membantu Anda untuk memulihkan

gerakan normal dan kekuatan pada panggul dan menambah kesembuhan.

1) A. MENEKUK PANGGUL DAN LUTUT

1. Berbaringlah dengan kepala yang

agak tinggi sedikit, lilitkan handuk

di bawah kaki yang dioperasi. Tarik handuk lalu dorong tumit ke

arah bokong.

2. Pertahankan tumit tetap pada

tempat tidur.

3. DILARANG mendorong tumit

sampai panggul tertekuk melebihi 900.

1) B. GERAKAN MAJU

1. Berbaringlah dengan kepala yang

agak tinggi sedikit.

2. Dorong tumit Anda ke arah

bokong.

3. Pertahankan tumit tetap pada

tempat tidur.

4. DILARANG mendorong tumit sampai panggul tertekuk melebihi 900.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 100: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total LATIHAN LANJUTAN SETELAH OPERASI Lakukan 2-3 kali sehari

2) ISOMETRIK PADA URAT-URAT LUTUT

a) Tekan seluruh bagian kaki yang dioperasi ke tempat tidur.

b) Rasakan otot pada bokong dan kaki

yang dioperasi mengencang.

c) DILARANG mendorong sampai

panggul tertekuk melebihi 900.

3) PENGUATAN QUADRISEP DI ATAS GULUNGAN

a) Dengan gulungan handuk di bawah

lutut pada kaki yang dioperasi, angkat tumit Anda dari tempat tidur.

b) Pastikan paha Anda tidak menekan

gulungan.

4) ABDUKSI PANGGUL

a) Letakkan kantong plastik besar

dibawah tumit atau gunakan seprai di

sekitar kaki Anda untuk membantu

Anda memindahkan kaki pada awal

latihan hingga Anda bisa

melakukannya tanpa bantuan.

b) Dorong kaki yang dioperasi

menyamping di tempat tidur, pertahankan lutut Anda menekan tempat tidur.

c) Pertahankan tempurung lutut dan jari kaki menghadap ke atas.

5) MENGAKTIFKAN PERUT

a) Ketika Anda berbaring, angkat kepala

Anda sedikit dan kencangkan otot

perut sehingga pusar Anda bergerak

ke bawah ke arah tulang belakang.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 101: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total 6) BERDIRI DENGAN PANGGUL DITEKUK

a) Berdiri dengan memegang topangan sehingga

seimbang, tekuk panggul yang dioperasi dengan

mendorong lutut Anda ke arah dada. b) DILARANG mendorong sampai panggul tertekuk

melebihi 900.

7) BERDIRI DENGAN PANGGUL ABDUKSI

a) Berdiri dengan memegang

topangan sehingga

seimbang, angkat kaki

yang dioperasi ke arah

pinggir dengan tetap

berdiri tegak.

b) Pertahankan panggul

Anda sama tinggi.

Pertahankan badan bagian atas dan jari kaki menunjuk ke depan.

c) Kembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula.

8) MELENGKUNGKAN URAT-URAT LUTUT

a) Berdiri dengan memegang topangan sehingga

seimbang, angkat tumit Anda ke arah bokong.

Pertahankan paha Anda sama tinggi satu sama lain.

b) Kembalikan kaki secara perlahan ke posisi semula.

9) BERDIRI DENGAN PAHA DILURUSKAN

a) Berdiri dengan tangan pada pinggang atau memegang

topangan, angkat kaki yang dioperasi ke arah belakang.

Pertahankan lutut Anda lurus.

b) Pertahankan untuk tetap berdiri tegak

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 102: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total LATIHAN DENGAN TAHANAN PADA BERAT BADAN SEPENUHNYA

Latihan ini hanya dimulai setelah Anda diijinkan untuk menahan berat badan

sepenuhnya pada kaki yang dioperasi. Lakukan 2-3 kali sehari.

10) BRIDGING

a) Tekuk kedua lutut ke atas dengan

kaki tetap datar pada tempat tidur.

Dorong terus kedua kaki Anda dan

angkat bokong Anda sedikit di atas

tempat tidur.

b) Pertahankan otot perut Anda

kencang untuk menghindari sakit pada

punggung.

11) LATIHAN MELANGKAH KE SAMPING

a) Berdiri dan latihlah melangkah ke samping.

Lakukan beberapa langkah pada satu tujuan

kemudian kembali lagi ke arah berlawanan,

kembali pada posisi semula. Anda mungkin

membutuhkan topangan pada tangan.

b) DILARANG membuat kaki Anda terlalu dekat

satu sama lain atau memutar tubuh.

12) LATIHAN MELANGKAH KE DEPAN/BELAKANG

a) Berdiri tegak dan topang

berat badan Anda pada kaki yang dioperasi. Mulailah

dengan melangkah ke depan

dan belakang menggunakan

kaki yang tidak dioperasi. Latih memindahkan berat

badan Anda dari satu kaki ke

kaki yang lain.

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 103: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total b) Ketika Anda dapat melakukan ini, Anda dapat melangkah maju 5-6 langkah ke

belakang dalam satu baris. Gunakan topangan pada tangan untuk

keselamatan dan keseimbangan.

13) KESEIMBANGAN PADA SATU KAKI

a) Usahakan untuk

seimbang pada kaki

yang dioperasi. Mulai

dengan menggunakan

topangan. b) Latihan:

1. Tingkatkan waktu

Anda ketika latihan

keseimbangan

dengan menggunakan topangan. (misal: latih keseimbangan untuk 20-30

detik) 2. Berhati-hatilah untuk latihan keseimbangan tanpa menggunakan topangan. 3. Tingkatkan sedikit demi sedikit waktu Anda latihan keseimbangan pada

satu kaki ketika tidak menggunakan topangan.

14) ¼ BERJONGKOK PADA DINDING

a) Tempatkan kaki dan bahu Anda secara melebar

dan terpisah dan sedikitnya 12 cm dari dinding.

b) Tekuk ¼ lutut secara perlahan ke arah bawah.

c) DILARANG membuat lutut Anda melebihi depan

jari kaki Anda.

d) Anda boleh menggunakan topangan jika

diperlukan.

15) LATIHAN MELANGKAH

a) Tempatkan kaki yang dioperasi di atas kotak setinggi beberapa cm. b) Dorong badan Anda ke atas untuk melangkah ke kotak dengan

menggunakan otot pada kaki yang dioperasi. DILARANG menarik badan

Anda ke atas. Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 104: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total c) Melangkah ke lantai dengan kaki yang tidak dioperasi. Lakukan gerakan ini

secara perlahan dan terkontrol. Mulai dengan kotak setinggi 5-10 cm lalu

tingkatkan sampai kotak setinggi 15 cm dan selanjutnya sampai 20 cm jika

sudah mampu.

PEDOMAN AKTIVITAS

6 Minggu (1,5 bulan)

setelah operasi

12 minggu (3 bulan)

setelah operasi Tidak

Diperbolehkan DILARANG

Menyetir Bersepeda di luar

rumah

Mengangkat beban berat yang melibatkan kaki

Jogging atau berlari

Bersepeda tetapi

tidak dijalankan di

luar (menetap)

Berkebun

Berbaring pada sisi

panggul yang

dioperasi

Aktivitas seksual

Berbaring dengan

bantal diantara

kedua lutut

Berenang dengan gaya dada Menekuk panggul

melebihi 900 untuk

memakai sepatu

atau kaus kaki

Menggunakan kursi

yang

ditinggikan/toilet

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 105: Case Orto Baca Ui

Lampiran 4 – Buku Panduan Program Pemulihan Post Operasi Penggantian Panggul Total DAFTAR REFERENSI

Thunder Bay Regional Health Sciences Centre. (2008). Total Hip Replacement-exercise booklet-restricted weight bearing. North West Community Care

Access Centre, ST. Joseph’s Care Group. Mei 23, 2013. http://google.co.id

University College London Hospitals NHS Foundation Trust. (2011). Total hip replacement surgery and your recovery programme: a guide for patients and carers. UCLH Trauma & Orthopaedic Team. Mei 23, 2013. http://google.co.id

Royal Free Hampstead. (2009). Physiotherapy after total hip replacement. Mei,

2013. http://www.royalfree.nhs.uk

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013

Page 106: Case Orto Baca Ui

Lampiran 5 - Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Biodata

Nama : Herlia Yuliantini

Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 13 Juli 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Golongan Darah : A

Alamat : Jl. Margonda Raya Gg. H. Atan No. 34 RT 04 RW

12 Kelurahan Kemirimuka Kecamatan Beji Depok

16423

Jl. Rajawali Barat I No. 29/90 RT 01 RW 04

Kelurahan Kecapi Kecamatan Harjamukti

PERUMNAS-CIREBON 45142

Telepon/HP : 081324994941

Email : [email protected]

[email protected]

II. Riwayat Pendidikan

1. TK Mutiara : 1995-1996

2. SDN Pangrango : 1996-2002

3. SMP Negeri 1 Cirebon : 2002-2005

4. SMA Negeri 1 Cirebon : 2005-2008

5. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia : 2008-2013

Edukasi pencegahan ..., Herlia Yuliantini, FIK UI, 2013