BAB II LANDASAN TEORI II.1. Audit Secara Umum II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00054-AK...

24
BAB II LANDASAN TEORI II.1. Audit Secara Umum II.1.1. Definisi Audit Arens dan Loebbecke (2005) mendefinisikan auditing sebagai berikut, “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person.” (p.02). Agoes, S. (2004) mendefinisikan, Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” (h.03). Mengacu pada pendapat Mulyadi dan Puradiredja (2001) pengertian Auditing dapat dikemukakan sebagai suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan- pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataaan tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil- hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. 7

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI II.1. Audit Secara Umum II.1.1 ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00054-AK...

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Audit Secara Umum

II.1.1. Definisi Audit

Arens dan Loebbecke (2005) mendefinisikan auditing sebagai

berikut, “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

information to determine and report on the degree of correspondence

between the information and established criteria. Auditing should be done

by a competent independent person.” (p.02).

Agoes, S. (2004) mendefinisikan, “Auditing adalah suatu

pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang

independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh

manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti

pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai

kewajaran laporan keuangan tersebut.” (h.03).

Mengacu pada pendapat Mulyadi dan Puradiredja (2001) pengertian

Auditing dapat dikemukakan sebagai suatu proses sistematik untuk

memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-

pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk

menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataaan tersebut

dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-

hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.

7

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa auditing

adalah suatu proses untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti

tentang informasi mengenai kejadian ekonomi, yang dilakukan oleh

seorang yang kompeten dan independent, untuk menentukan dan

melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria

yang telah ditetapkan dimana hasilnya akan disampaikan kepada pihak

yang berkepentingan.

Mengacu pada pendapat Whittington, O. R., & Pany, K. (2001)

Audit secara umum diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)

Audit laporan keuangan meliputi kegiatan mendapatkan dan

mengevaluasi bukti-bukti terkait laporan keuangan entitas dengan

tujuan untuk memberikan opini terhadap laporan keuangan tersebut,

terkait apakah telah disusun sesuai dengan kriteria-kriteria yang berlaku

umum atau tidak. Umumnya kriteria tersebut adalah prinsip akuntansi

yang berlaku umum. Bukti-bukti yang dapat dipergunakan adalah

dokumen-dokumen, catatan-catatan dan bukti-bukti yang berasal dari

sumber luar.

2. Audit Ketaatan (Compliance Audit)

Audit ketaatan meliputi kegiatan mendapatkan dan

mengevaluasi bukti-bukti untuk menentukan apakah financial atau

operating activities dari suatu entitas telah sesuai dengan kondisi-

kondisi, peraturan-peraturan atau regulasi-regulasi tertentu yang telah

ditetapkan oleh pihak yang memiliki otoritas yang lebih tinggi. Bukti-

8

bukti yang dapat dipergunakan financial statements dan perhitungan

yang dilakukan oleh auditor.

3. Audit Operasional (Operational Audit)

Audit operasional meliputi kegiatan mendapatkan dan

mengevaluasi bukti-bukti mengenai suatu kegiatan operasi organisasi

untuk menilai efisiensi dan efektifitasnya. Untuk melengkapi audit

operasional, maka diharapkan ada rekomendasi untuk pihak manajemen

untuk memperbaiki operasional perusahaan. Bukti-bukti yang dapat

dipergunakan adalah error reports, payroll records, dan payroll

processing costs.

II.1.2. Jenis Bukti Audit

Mengacu pada pendapat Arens, et al. (2005) terdapat beberapa jenis

bukti audit, yaitu:

1. Analytical Evidence

Analytical evidence mencakup penggunaan rasio dan

perbandingan terhadap data. Tipe bukti seperti ini berhubungan dengan

tiga asersi yaitu existence or occurrence, completeness, dan valuation

or allocation.

2. Documentary Evidence

Documentary evidence mencakup checks, invoices, contracts,

dan minutes of meetings. Bukti yang dibuat oleh pihak luar perusahaan

dan didapatkan secara langsung oleh auditor memiliki tingkat

keandalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis bukti

9

lainnya. Jenis bukti ini berhubungan dengan seluruh kategori asersi

laporan keuangan.

3. Electronic Evidence

Electronic evidence mencakup segala bukti yang dibuat atau

diperoleh dengan menggunakan alat-alat electronic seperti scanners,

sensors, magnetic media, atau computer messages.

4. Confirmations

Confirmations merupakan respon tertulis secara langsung yang

diberikan oleh pihak ketiga yang memiliki informasi mengenai

pertanyaan seputar informasi yang dipertanyakan oleh auditor. Jenis

bukti ini dapat mendukung asersi manapun namun yang terutama

adalah yang berhubungan dengan existence or occurrence assertion.

5. Written Representations

Written Representations merupakan suatu pernyataan yang

ditandatangani oleh individu yang bertanggung jawab dan memiliki

pengetahuan seputar account, circumstances, atau event tertentu. Jenis

bukti ini mencakup management representation letters (rep letters) dan

written communications dari konsultan di luar perusahaan.

6. Mathematical Evidence

Mathematical evidence merupakan hasil dari recomputations

oleh auditor. Jenis bukti ini berhubungan dengan asersi valuation or

allocation.

10

7. Oral Evidence

Oral evidence merupakan bukti yang diperoleh melalui jawaban

verbal terhadap auditor inquiries oleh pihak manajemen dan key

personnel.

8. Physical Evidence

Physical evidence merupakan bukti yang diperoleh melalui

physical examination terhadap tangible resources. Jenis bukti ini

memungkinkan auditor untuk memperoleh pengetahuan personal

secara langsung mengenai existence of assets dan kualitas atau kondisi

dari assets tersebut.

II.1.3. Unsur-Unsur Temuan Audit

Mengacu pada pendapat Agoes, S. (2004) atribut temuan audit yang

mencakup lima unsur adalah sebagai berikut:

1. Kondisi (Condition)

Kondisi merupakan keadaan yang terjadi atas sesuatu yang

diteliti, mencakup apa yang sebenarnya sedang dilakukan, bagaimana

kinerja yang sedang berjalan, apa hasilnya. Audit memerlukan temuan

fakta awal dalam tahap pekerjaan lapangan (fieldwork). Ketika temuan

fakta digunakan untuk menyatakan suatu kondisi, auditor perlu

memeriksa dan menguji operasi dan data terkait untuk membuat fakta

lebih jelas. Pernyataan kondisi ini memberikan titik referensi kepada

temuan yang berkaitan dengan kriteria yang ada.

11

2. Kriteria (Criteria)

Kriteria merupakan standar, norma, aturan, dan kebijakan yang

seharusnya dilakukan dan dipatuhi oleh setiap bagian dalam perusahaan.

Didalam menganalisis kondisi saat ini, auditor harus memperhatikan

kondisi apa yang diharapkan untuk dapat mencapai sasaran dan tujuan

organisasi. Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk suatu kondisi

yang spesifik, auditor memandang dari segi hukum dan perundang-

undangan yang relevan, kontrak-kontrak yang ada, kebijakan, sistem

dan prosedur, peraturan internal dan external, tanggung jawab dan

wewenang, standar-standar, jadwal, rencana dan anggaran, serta dasar-

dasar manajemen dan administrasi yang baik.

3. Sebab (Cause)

Temuan audit tidaklah lengkap sampai auditor secara penuh

mengidentifikasi penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari

kriteria. Faktor paling penting dari temuan audit yaitu menentukan

penyebab kelemahan. Tanggung jawab auditor adalah melaporkan apa

yang harus dilakukan untuk memperbaiki situasi dan mencegah

berulangnya akibat yang merugikan.

4. Akibat (Effect)

Akibat merupakan konsekuensi dari tindakan yang menyimpang

dari standar yang berlaku dan berpengaruh terhadap perusahaan. Akibat

menunjukkan hasil akhir dari kondisi yang sebenarnya atau potensial

yang akan terjadi.

12

5. Rekomendasi (Recommendations)

Rekomendasi merupakan tindakan yang diusulkan secara detail,

realistik, dan applicable kepada manajemen perusahaan untuk

memperbaiki kondisi serta mengatasi masalah agar tidak terjadi lagi.

II.2. Audit Ketaatan (Compliance Audit)

II.2.1. Pengertian Audit Ketaatan

Mengingat bahasan dalam skripsi ini adalah audit atas kepatuhan

ICS Dit SUDAWA yang identik dengan Sarbox, maka ada baiknya

diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian compliance audit. Boynton,

Johnson, dan Kell (2001) menyatakan, “A compliance audit involves

obtaining and evaluating evidence to determine whether certain financial

or operating activities of an entity conform to specified conditions, rules or

regulations.” (p. 4).

Whittington, O. R., & Pany, K. (2001) menyatakan, “Compliance

auditing involves testing and reporting on whether an organization has

complied with the requirement of various laws, regulations, and

agreements. The performance of a compliance audit is dependent upon the

existence of verifiable data and of recognized criteria or standards, such as

established laws and regulations, or an organization’s policies and

procedures.” (p.787).

13

Arens, et al. (2005) menyatakan, “The purpose of compliance audit

is to determine whether the auditee is following specific procedures, rules,

or regulations set down by some higher authority. Results of compliance

audits are typically reported to someone within the organizational unit

being audited rather than to a broad spectrum of users.” (p. 5).

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa audit

ketaatan merupakan suatu proses yang sistematis, yang dilakukan oleh

seorang auditor independen, untuk menentukan apakah pihak auditee telah

mematuhi prosedur, peraturan, atau regulasi tertentu yang telah ditetapkan

oleh pihak yang memiliki otoritas yang lebih tinggi.

II.2.2. Syarat Dan Tujuan Compliance Audit

Mengacu pada pendapat Whittington, O. R., et al. (2001) syarat dan

tujuan dilakukannya compliance audit adalah sebagai berikut:

1. Activities Allowed Or Unallowed

Untuk menentukan apakah organisasi mematuhi persyaratan

tertentu terkait dengan aktivitas yang diperbolehkan maupun yang tidak

diperbolehkan oleh program.

2. Allowable Costs/Cost Principles

Untuk menentukan apakah organisasi taat terhadap federal cost

accounting policies yang sesuai dengan program.

14

3. Cash Management

Untuk menentukan apakah penerima federal assistance tidak

menarik uang pada kelebihan dari kebutuhannya yang mendesak.

4. Davis-Bacon Act

Untuk menentukan apakah buruh yang bekerja pada federally

financed construction contracts dibayar dengan upah yang sesuai

dengan yang ditetapkan oleh Secretary of Labor.

5. Eligibility

Untuk menentukan apakah individu-individu atau sekumpulan

individu yang telah bekerja pada suatu program memenuhi persyaratan

untuk berkerja pada program tersebut.

6. Equipment And Real Property Management

Untuk menentukan apakah pengamanan dan pemeliharaan

peralatan yang dibeli dengan federal assistance dan penggunaan

peralatan tersebut untuk tujuan yang sesuai.

7. Matching, Level Of Effort

Untuk menentukan apakah organisasi telah mengkontribusikan

sumber daya yang dimilikinya sendiri dalam jumlah yang tepat untuk

program tersebut.

8. Period Of Availability Of Federal Funds

Untuk memastikan bahwa dana federal dikeluarkan atau

diobligasikan pada periode dimana dana tersebut telah tersedia.

15

9. Procurement And Suspension And Debarment

Untuk menentukan bahwa organisasi peraturan yang sesuai

untuk pembelian dengan dana federal dan bahwa organisasi tidak

memiliki kontrak dengan vendor yang digantungkan atau debarred.

10. Program Income

Untuk menentukan apakah program income telah dicatat dengan

benar dan digunakan sesuai dengan kebutuhan program.

11. Real Property Acquisition And Relocation Assistance

Untuk menentukan apakah organisasi mematuhi persyaratan

property acquisition, appraisal, negotiation, dan residential relocation.

12. Reporting

Untuk menentukan apakah organisasi telah mematuhi

persyaratan prescribed reporting.

13. Sub recipient Monitoring

Untuk menentukan apakah primary recipient memonitor

kepatuhan dari sub recipients.

14. Special Tests And Provisions

Untuk menentukan apakah organisasi mematuhi persyaratan

spesifikasi lainnya yang dibutuhkan untuk diaplikasikan ke dalam

program tersebut.

16

II.3. Internal Control System (ICS)

II.3.1. Pengertian Dan Tujuan Internal Control System

Dalam suatu perusahaan baik itu perusahaan kecil maupun

perusahaan besar memerlukan pengendalian intern tanpa terkecuali. ICS

yang diterapkan pada perusahaan akan sangat berguna untuk mencegah

terjadinya penyimpangan dari tujuan semula yang akan dicapai ataupun

terhadap adanya kecurangan-kecurangan. Selain itu, ICS juga dapat

digunakan untuk melacak kesalahan-kesalahan yang sudah terjadi sehingga

dapat dikoreksi.

Ada beberapa pengertian yang mencoba menjelaskan mengenai ICS.

Treasury yang dikutip oleh Tunggal, A. W. (2007) menyatakan, “Internal

control is any action, originating within the organization, taken to manage

risk. These actions may be taken to manage either impact if the risk is

realized or the frequency of the realization of the risk.” (p.80).

Mengacu pada pendapat COSO yang dikutip oleh Tunggal, A. W.

(2007) pengertian ICS dapat dikemukakan sebagai suatu proses yang

dijalankan oleh dewan direksi, manajemen, dan oleh personal lainnya di

dalam entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai

tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:

Keandalan pelaporan keuangan;

Efektivitas dan efisiensi operasi; dan

Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

17

Cangemi dan Singleton (2003) menyatakan, “ICS is the policies,

practices, procedures and tools designed to:

1. Safeguard corporate assets,

2. Ensure accuracy and reliability of date captured and information

products,

3. Promote efficiency,

4. Measure compliance with corporate policies,

5. Measure compliance with regulations, and

6. Manage the negative events and effects from fraud, crime and

deleterious activities.” (p.66).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan

mengenai konsep-konsep dasar tertentu mengenai ICS, yaitu:

Pengendalian internal merupakan suatu proses;

Pengendalian internal merupakan “a means to or end” bukan “an end

in itself” ;

Pengendalian internal dipengaruhi oleh orang-orang;

Pengendalian internal bukan semata-mata manual kebijakan dan

formulir-formulir, tetapi orang pada setiap tingkat organisasi;

Pengendalian internal diharapkan memberikan hanya keyakinan

memadai (reasonable assurance) bukan keyakinan mutlak (absolute

assurance), kepada manajemen dan dewan komisaris suatu entitas;

Pengendalian internal digunakan untuk pencapaian tujuan dalam satu

dan lebih kategori yang terpisah, namun saling menutupi sebagian

(overlapping).

18

II.3.2. Komponen Internal Control System

Mengacu pada pendapat COSO yang dikutip oleh Tunggal, A. W.

(2007) ICS terdiri atas lima komponen yang saling berkaitan. Komponen-

komponen tersebut diturunkan dari cara-cara manajemen menjalankan

usaha, dan terintegrasi dalam proses manajemen. Komponen-komponen

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Komponen ini mencakup sikap manajemen di semua tingkatan

terhadap operasi secara umum dan konsep pengendalian secara khusus.

Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi,

mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan

pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen ICS,

menyediakan disiplin dan struktur. Inti suatu usaha adalah orang-

orangnya – karakteristiknya masing-masing termasuk integritas, nilai-

nilai etika, dan kompetensi – dan lingkungan tempat mereka bekerja.

Hal-hal tersebut merupakan mesin penggerak perusahaan dan

merupakan fondasi segala sesuatunya ditempatkan. Lingkungan

pengendalian mencakup: etika, kompetensi, serta integritas dan

kepentingan terhadap kesejahteraan organisasi. Juga mencakup struktur

organisasi serta kebijakan dan filosofi manajemen.

19

2. Penaksiran Atau Penentuan Resiko (Risk Assessment)

Risk Assessment merupakan identifikasi dan analisis resiko yang

relevan untuk mencapai tujuan entitas, membentuk suatu dasar untuk

menentukan bagaimana resiko harus dikelola. Risk Assessment

mencakup penentuan resiko di semua aspek organisasi dan penentuan

kekuatan organisasi melalui evaluasi resiko.

3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang

membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.

Kebijakan dan prosedur pengendalian harus ditetapkan dan

dilaksanakan untuk membantu memastikan bahwa tindakan-tindakan

yang diidentifikasi oleh manajemen diperlukan untuk menghadapi

resiko terhadap pencapaian tujuan entitas secara efektif dilakukan.

Aktivitas pengendalian mencakup persetujuan, tanggung jawab dan

kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian, rekonsiliasi,

karyawan yang kompeten dan jujur, serta internal check dan audit

internal.

4. Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication)

Informasi dan komunikasi merupakan pengidentifikasian,

penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu

yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.

Komponen ini merupakan bagian penting dari proses manajemen.

Manajemen tidak dapat berfungsi tanpa informasi. Komunikasi

informasi tentang operasi pengendalian internal memberikan susbstansi

20

yang dapat dipergunakan manajemen untuk mengelola operasinya. Di

sekitar aktivitas-aktivitas ini terdapat sistem informasi dan komunikasi

yang memungkinkan karyawan perusahaan mendapatkan dan menukar

informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola, dan

mengendalikan operasinya.

5. Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan adalah proses yang menentukan mutu kinerja

pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan merupakan

evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada

komunikasi informasi untuk tujuan pengendalian manajemen.

Keseluruhan proses harus dimonitor, dan dibuat perubahan bila

diperlukan. Dengan cara ini, sistem dapat bereaksi secara dinamis,

berubah seiring dengan perubahan kondisi.

Mengacu pada pendapat COCO yang dikutip oleh Tunggal, A. W.

(2007) komponen-komponen dan faktor-faktor ICS dapat diikhtisarkan

sebagai berikut:

• Control Environment

Integrity and ethical values

Commitment to competence

Board of Directors and Audit Committee

Management’s philosophy and operating style

Organizational structure

Assignment of authority and responsibility

Human resource policies and practices

21

• Risk Assessment

Objectives – entity wide

Objectives – activity level

Risks

Managing change

• Control Activities

Adequate separation of duties

Proper authorization of transactions and activities

Adequate documents and records

Physical control over assets and records

Independent checks on performance

• Information And Communication

Information

Communication

• Monitoring

Ongoing monitoring activities

Separate evaluations

Reporting deficiencies

22

II.3.3. JENIS FILOSOFI PENGENDALIAN

Mengacu pada pendapat Jackson, P., yang dikutip oleh Tunggal, A.

W. (2007) terdapat dua jenis filosofi pengendalian, yaitu:

1. Scientific – Hard Control:

Hard Control memiliki tiga asumsi, yaitu:

Manusia pada dasarnya tidak jujur, malas dan selalu berusaha

menolak untuk memenuhi komitmennya,

Organisasi adalah sebuah mesin,

Pengendalian dianggap efektif apabila karyawan melakukan apa

yang diberitahu oleh manajemen.

Pengendalian berdasarkan asumsi hard control meliputi: Policy

procedure, Organizations structure, Bureaucracy, Restrictive formal

processes, dan Centralized decision making.

2. Humanistic – Soft Control:

Soft control memiliki tiga asumsi, yaitu:

Manusia adalah jujur, bekerja keras, dan selalu memenuhi

komitmennya berdasarkan kemampuan yang terbaik,

Organisasi adalah social organism,

Pengendalian akan efektif apabila karyawan dan manajemen

bekerjasama mencapai shared objectives.

Pengendalian berdasarkan asumsi hard control meliputi:

Competence, Trust, Shared values, Strong leadership, High expectation,

Openness, dan High ethical standards.

23

II.4. Sarbanes-Oxley Act

II.4.1. Latar Belakang Dan Gambaran Umum Sarbanes-Oxley Act

Bermula dari adanya skandal akuntansi dan audit yang

meruntuhkan korporasi besar di Amerika Serikat, seperti Enron

Corporation, Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan regulasi atas

praktik akuntansi dan audit untuk perusahaan publik yang terdaftar di bursa

Amerika Serikat. Nama resmi undang-undang yang disahkan tanggal 30

Juli 2002 tersebut bernama “The Public Accounting Reform and Investor

Protection Act”.

Karena namanya yang panjang, regulasi ini kemudian populer

disebut “Sarbanes-Oxley Act (SARBOX)”. Sebutan ini diambil dari nama

dua orang pencetusnya, Senator Paul Spyros Sarbanes dan Congressman

Michael G. Oxley dalam kapasitasnya masing-masing sebagai ketua komisi

Banking, Housing and Urban Affairs di senat Amerika Serikat dan ketua

House Committee on Financial Services di kongres Amerika Serikat.

II.4.2. Ringkasan Isi Dari Sarbanes-Oxley Act

Dari berbagai referensi yang digunakan dalam skripsi ini, dapat

diikhtisarkan bahwa secara keseluruhan, Sarbox terdiri atas 11 Bab dan 67

section. Berikut gambaran ringkas dari Sarbox mengenai apa yang harus

dilakukan oleh perusahaan:

24

1. Pelaporan – Memperbaiki Pengungkapan (Disclosure):

Section 302:

Manajemen menjamin bahwa:

1. Pelaporan telah merefleksikan, secara wajar dan benar, semua

aspek material sehubungan dengan posisi keuangan perusahaan

dan,

2. Efektivitas pengendalian internal telah dievaluasi.

Section 401:

Menugaskan SEC menerbitkan peraturan untuk

meningkatkan pengungkapan atas transaksi off-balance sheet dan

informasi laporan keuangan pro forma.

Section 404:

Menugaskan SEC menerbitkan peraturan yang

mengharuskan adanya laporan tahunan manajemen dan atestasi

auditor, atas efektivitas pengendalian internal dan prosedur

pelaporan keuangan.

Section 409:

Menugaskan SEC menerbitkan peraturan mengenai

pengungkapan yang tepat waktu (real time) atas perubahan kondisi

keuangan dan operasional yang material, termasuk percepatan

laporan berkala.

25

2. Peran – Memperkuat Tata Kelola Perusahaan (Corporate

Governance):

Section 204:

Meningkatkan komunikasi antara auditor dan Komite Audit

atas kebijakan dan praktik akuntansi yang penting, alternatif

perlakuan akuntansi, dan komunikasi dengan manajemen lainnya

yang diwajibkan.

Section 301:

1. Komite Audit bertanggung jawab secara langsung atas

pemilihan dan pengawasan auditor,

2. Mengharuskan keanggotaan Komite Audit diisi oleh pihak yang

independen (independent directors),

3. Mengharuskan adanya prosedur penanganan keluhan dari

whistleblowers dan lainnya,

4. Mengharuskan perusahaan untuk menyediakan dana untuk

auditor dan penasihat lainnya apabila oleh Komite Audit

dipandang perlu.

Section 402:

Melarang pemberian future loans karyawan di masa

mendatang.

Section 407:

Keharusan adanya ahli keuangan dalam Komite Audit.

26

3. Perilaku – Mengembangkan Akuntabilitas Orang Dalam (insider):

Section 303:

Melarang Dewan Direksi/karyawan/lainnya secara curang

mempengaruhi, memaksa, atau memanipulasi atau menyesatkan

auditor independen.

Section 306:

Melarang orang dalam untu bertransaksi selama periode

penghetian dana pensiun (pension fund blackout period).

Section 403:

Mewajibkan percepatan pelaporan atas transaksi yang

dilakukan orang dalam (insider trading).

Section 406:

Mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan adanya

kode etik maupun perubahan atau pengabaian kode terkait.

Section 806:

Melarang pembalasan terhadap whistleblowers.

4. Pelaksanaan – Meningkatkan Pengawasan:

Section 101 dan 102:

Mewajibkan semua kantor akuntan publik untuk mendaftar

dan menyediakan informasi seperti nama klien, biaya yang

dikenakan, dan lain-lain kepada PCAOB.

27

Section 104:

PCAOB akan melakukan program pemeriksaan

berkelanjutan untuk menilai tingkat kepatuhan dari masing-masing

kantor akuntan publik terhadap Sarbox.

Section 108 dan 109:

Perusahaan wajib membayar biaya tahunan, berdasarkan

kapitalisasi market untuk membantu PCAOB dan FASB.

Section 408:

Review dari SEC atas 10-K dan 10-Q minimal tiga tahun

sekali.

Section 307:

Mewajibkan pengacara untuk melaporkan bukti pelanggaran

material atas securities laws.

5. Hukuman – Memperluas Sanksi:

Section 304:

Mewajibkan CEO dan CFO untuk mengembalikan bonus

yang diterima dan kompensasi lainnya (incentive-based or equity-

based) selama 12 bulan terakhir apabila terdapat penyajian ulang

laporan keuangan yang disebabkan oleh ketidakpatuhan yang

material atas Sarbox.

Section 804:

Memperpanjang batas waktu bagi litigasi (tuntutan hukum)

perusahaan sekuritas swasta yang berkaitan dengan kecurangan.

28

Section 906:

Meningkatkan hukuman kriminal bagi CEO/CFO yang

memberikan pernyataan yang tidak dapat dipercaya.

Section 1102:

1. Hukuman kriminal akan dikenakan atas pengubahan,

pemusnahan, perusakan, atau penyembunyian dokumen dengan

tujuan menghalangi proses hukum.

2. Hukuman kriminal akan dikenakan atas halangan, pengaruh,

atau gangguan terhadap proses hukum.

Section 105 dan 802:

Meningkatkan hukuman bagi akuntan yang lalai dalam

memberikan kesaksian, menyediakan dokumen atau bekerja sama

dalam proses pemeriksaan, serta penghancuran kertas kerja

akuntansi dan investigasi.

6. Hubungan – Menambah Independensi Auditor:

Section 201:

Melarang auditor dalam menyediakan 9 jasa non-audit yang

telah dispesifikasi dalam SOA.

Section 202:

Mewajibkan adanya persetujuan oleh Komite Audit untuk

semua jasa oleh kantor akuntan.

Section 203:

Mewajibkan rotasi lead dan concurring partner audit setiap

lima tahun.

29

Section 206:

Mewajibkan periode minimal selama 1 tahun sebelum

anggota kantor akuntan publik dapat diangkat menjadi CEO, CFO,

controller atau posisi serupa dalam perusahaan terkait.

30