BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

15
11 BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being (Kesejahteraan Subjektif) 1. Pengertian Subjective Well Being (Kesejahteraan Subjektif) Subjective Well Being Menurut Snyder Shane J. Lopez, adalah sebagai berikut: Subjective well being is a broad concept that includes experiencing pleasant emotions, low levels of negative moods, and high life satisfaction. the positive experiences embodied in high subjective well being are a core concept of positive psychology because they make life rewarding. 1 Maksud dari ulasan diatas bahwa, kesejahteraan subjektif adalah konsep luas yang mencakup pengalaman emosi yang menyenangkan, tingkat suasana hati negatif yang rendah, dan kepuasan hidup yang tinggi. pengalaman positif yang diwujudkan dalam kesejahteraan subjektif yang tinggi adalah konsep inti psikologi positif karena mereka membuat hidup bermanfaat. Menurut, Diener yang dikutip oleh Michael Eid Randy J. Larsen, kesejahteraan subjektif sebagai penilaian hidup secara positif dan merasa baik : Thus a person is said to have high [subjective well-being] if she or he experiences life satisfaction and frequent joy, and only infrequently experiences unpleasant emotions such as sadness or anger. Contrariwise, a person is said to have low [subjective well-being] if she or he is dissatisfied with life, experiences little joy and affection and frequently feels negative emotions such as anger or anxiety”. 2 1 C.R Snyder Shane J. Lopez, Handbook of Positive Psychology (New York: Oxford University Press, 2002), 63. 2 Michael Eid Randy J. Larsen, The Science Of Subjective Well-Being (New York, The Guilford Press, 2008), 45.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Subjective Well Being (Kesejahteraan Subjektif)

1. Pengertian Subjective Well Being (Kesejahteraan Subjektif)

Subjective Well Being Menurut Snyder Shane J. Lopez, adalah sebagai

berikut:

Subjective well being is a broad concept that includes experiencing

pleasant emotions, low levels of negative moods, and high life

satisfaction. the positive experiences embodied in high subjective well

being are a core concept of positive psychology because they make life

rewarding.1

Maksud dari ulasan diatas bahwa, kesejahteraan subjektif adalah

konsep luas yang mencakup pengalaman emosi yang menyenangkan, tingkat

suasana hati negatif yang rendah, dan kepuasan hidup yang tinggi.

pengalaman positif yang diwujudkan dalam kesejahteraan subjektif yang

tinggi adalah konsep inti psikologi positif karena mereka membuat hidup

bermanfaat.

Menurut, Diener yang dikutip oleh Michael Eid Randy J. Larsen,

kesejahteraan subjektif sebagai penilaian hidup secara positif dan merasa baik:

Thus a person is said to have high [subjective well-being] if she or he

experiences life satisfaction and frequent joy, and only infrequently

experiences unpleasant emotions such as sadness or anger.

Contrariwise, a person is said to have low [subjective well-being] if she

or he is dissatisfied with life, experiences little joy and affection and

frequently feels negative emotions such as anger or anxiety”.2

1 C.R Snyder Shane J. Lopez, Handbook of Positive Psychology (New York: Oxford University

Press, 2002), 63. 2 Michael Eid Randy J. Larsen, The Science Of Subjective Well-Being (New York, The Guilford

Press, 2008), 45.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

12

Jadi seseorang dikatakan memiliki Kesejahteraan subjektivitas yang

tinggi jika dia sering mengalami kepuasan hidup dan sukacita dan jarang

mengalami emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau

kemarahan. Sebaliknya, seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif

yang rendah jika dia tidak puas dengan hidup, mengalami sedikit kegembiraan

dan kasih sayang dan sering merasakan emosi negatif seperti marah atau

kecemasan.

Veenhoven Sebagaimana yang dikutip oleh Ed Diener mendefinisikan

kesejahteraan subjektif:“subjective well-being as the degree to which an

individual judges the overall quality of her or his life as a whole in a

favorable way.”3

Dalam penjelasan diatas, Subjective Well Being diartikan Sebagai

derajat dimana seorang individu menilai kualitas keseluruhan hidupnya secara

keseluruhan dengan cara yang menguntungkan.

Andrews dan Withey Sebagaimana yang dikutip oleh Ed Diener, “define

subjective well-being as “both acognitive evaluation and some degree of

positive or negative feelings, i.e., affect”4

Dalam penjelasan diatas kesejahteraan subjektif mencakup kedua afek

baik evaluasi kognitif dan beberapa derajat perasaan positif atau negatif.

Menurut Diener yang dikutip oleh Indira Mustika Tandiono dan Jaka

Santoso Sudagijono, “Subjective Well Being adalah suatu evaluasi positif

3 Ed Diener, Assesing Well-Being The Collected Works of Ed Diener (London: Springer, 2009),

27. 4 Ibid,.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

13

individu secara afektif dan kognitif terhadap pengalaman hidupnya.5 Baik dari

peristiwa dan pengalaman yang dihadapi individu bertujuan untuk

memperoleh kebahagiaan dan kepuasan hidup.”

Subjective Well-Being adalah analisis Ilmiah tentang bagaimana individu

melakukan evaluasi terhadap kehidupannya, termasuk sejumlah kenangan

yang telah lama berlalu.6 Evaluasi berkaitan pada segi afektif dan kognitif

pada diri individu.

Kesejahteraan subjektif adalah kumpulan perasaan seseorang: bisa

berupa perasaan sejahtera, rasa bahagia, rasa dihormati, rasa diakui, rasa

miskin, rasa serba kekurangan dan perasaan-perasaan sejenisnya.7

Subjective Well Being yang dikutip oleh James E. Maddux, adalah:

”Subjective Well Being (SWB ) is a Psychological construct concerned not

with what people have or what happens to them but with how they think about

and feel about what they have and what happens to them.”8

Dari ulasan di atas diketahui bahwa, Kesejahteraan Subjektif adalah

sebuah konstruksi Psikologis yang tidak terkait dengan apa yang orang miliki

atau apa yang terjadi pada mereka, tetapi dengan bagaimana mereka

memikirkan dan merasakan tentang apa yang mereka miliki dan apa yang

terjadi pada mereka.

5 Indira Mustika Tandiono dan Jaka Santoso Sudagijono, “Gambaran Subjective Well-Being Pada

Wanita Usia Dewasa Madya Yang Hidup Melajang”, Jurnal Experientia, Vol. 4 No. 2 (Oktober,

2016), 53. 6 Dian Fithriwati Darusmin dan Fathul Himam,” Subjective Well Being Pada Hakim Yang

Bertugas di Daerah Terpencil”, Gadjahmada Journal Of Psychology, Vol 1 No 3 (September,

2015), 195. 7 Ade Cahyat dkk, Mengkaji Kemiskinan dan Kesejahteraan Rumah Tangga Sebuah Panduan

dengan Contoh dari Kutai Barat, Indonesia (Bogor:CIFOR, 2007), 3. 8 James E. Maddux, Subjective Well-Being and Life Satisfaction (Routledge,), 404.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

14

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Subjective

Well Being adalah, bagaimana seseorang menilai hidupnya baik secara

kognitif maupun afektif (positif dan negatif), selain itu Subjective Well Being

atau kesejahteraan Subjektif merupakan konsep luas yang mencakup

pengalaman emosi yang menyenangkan, tingkat suasana hati negatif yang

rendah, dan kepuasan hidup yang tinggi dengan tujuan untuk memperoleh

hidup yang lebih baik dan bermanfaat.

Dalam uraian diatas ada beberapa pendapat tokoh terkait pengertian

Subjective Well Being atau Kesejahteraan Subjektif, namun dalam penelitian

ini peneliti lebih fokus pada pendapat dari satu tokoh yaitu Snyder Shane J.

Lopez.

2. Komponen atau Aspek Subjective Well-Being (Kesejahteraan

Subjektif)

Menurut Compton yang dikutip oleh James E. Maddux, bahwa:

“Pada dasarnya terdapat beberapa komponen yang menentukan bahwa

individu memiliki Subjective Well Being. diantaranya adalah: Komponen

Kebahagiaan, Kepuasan Hidup, dan Low Neuroticism.” 9

Menurut Diener, Suh Oishi dalam Singh & Duggal, yang dikutip oleh

Siti Mariyah Ulfah dan Olievia Prabandini Mulyana, “menyebutkan

komponen-komponen Subjective Well Being sebagai alat ukur Perspektif

Individu, yaitu kepuasan hidup, afeksi positif dan afeksi negatif.”10

9 Ibid,. 10 Siti Mariyah Ulfah dan Olievia Prabandini Mulyana, “Gambaran Subjective Well Being pada

Wanita Involuntary Childless”, Character, Vol. 02, No. 02 (Surabaya, 2014), 3.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

15

Menurut Diener yang dikutip oleh Anita Intan Filsafati dan Ika Zenita

Ratnaningsih, “Subjective Well Being terdiri dari tiga aspek pembangun yaitu

afek positif, afek negatif dan kepuasan Hidup. dimana afek positif dan

negatif merupakan bagian dari aspek afektif, sedangkan kepuasan hidup

merupakan aspek yang mempresentasikan aspek kognitif individu.”

a. Aspek Kognitif

Menurut Diener yang dikutip oleh Anita Intan Filsafati dan Ika Zenita

Ratnaningsih, Evaluasi tersebut berasal dari diri individu dimana

masing-masing individu merasakan bahwa kondisi kehidupannya

berjalan dengan baik, kepuasan hidup dan kepuasan domain

merupakan aspek kognitif karena didasarkan pada kepercayaan

evaluatif atau sikap yang dimiliki individu dalam kehidupannya.

Sehingga bukan memandang kehidupan orang lain, namun lebih

memikirkan tentang apa yang dimiliki dengan tujuan untuk

memperoleh ketenangan dan peningkatan kualitas hidup yang lebih

bermanfaat.

b. Aspek Afektif

Menurut Eid dan Larsen yang dikutip oleh Anita Intan Filsafati dan

Ika Zenita Ratnaningsih, Aspek Afektif yang berupa evaluasi afektif

individu terhadap kehidupannya. aspek afektif ini ditunjukkan dengan

keseimbangan antara afek positif dan afek negatif yang dapat

diketahui dari frekuensi individu, dan mampu merasakan afek positif

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

16

dan afek negatif yang dialami individu setiap harinya. dengan tujuan

untuk memperoleh kesejahteraan yang diinginkan setiap individu.11

3. Faktor Yang Mempengaruhi Subjective Well Being (Kesejahteraan

Subjektif)

Menurut Diener yang dikutip oleh Anita Intan Filsafati dan Ika

Zenita Ratnaningsih, faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well

Being, yaitu: “Kepuasan Subjektif, pendapatan, faktor demografis yang

terdiri dari: usia, pekerjaan, pendidikan, keyakinan, pernikahan, keluarga dan

kepribadian.”12

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif:13

a. Harga diri positif

Menurut campbell dalam compton yang dikutip oleh Jati Ariati,

menyatakan harga diri merupakan prediktor yang menentukan

kesejahteraan subjektif. harga diri yang tinggi akan menyebabkan

seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai

hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta kapasitas

produktif dalam pekerjaan. hal ini akan menolong individu untuk

mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan

menciptakan kepribadian yang sehat.

11Anita Intan Filsafati dan Ika Zenita Ratnaningsih, “Hubungan Antara Subjective Well Being

dengan Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan PT. JATENG Sinar Agung Sentosa

Jawa Tengah dan DIY”, Jurnal Empati, Vol. 4, No. 5 (Oktober, 2016), 760. 12 ibid,. 13Jati Ariati, “Subjective Well-Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan Kerja pada Staf

Pengajar (dosen) di lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro”, Jurnal Psikologi

Undip, Vol 8, No, 2 (Oktober, 2010), 119-120.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

17

Orang yang memiliki harga diri yang sehat menurut Berney dan

Savary yang dikutip oleh M. Nuh Gufron dan Rini Risnawita S,. harga

diri yang sehat ketika mampu mengenali dan mengembangkan

keterbatasan yang dimiliki seorang individu, sehingga individu akan

dihargai dalam hubungannya dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang

merasa rendah dan memandang keterbatasan adalah kelemahan dan tidak

bisa dikembangkan. Maka akibatnya akan muncul rasa rendah diri, dan

gambaran diri yang negatif tercermin pada orang-orang yang rendah

kemampuan sendiri. 14

Dari uraian diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa, orang

yang memiliki harga diri yang sehat adalah orang yang mampu menerima

apa yang ada dalam diri individu dengan segala keterbatasannya dan

mampu bangkit untuk menjadikan hidup lebih baik dan maju.

b. Kontrol diri

kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa dia akan

mampu berperilaku dalam cara yang tepat ketika menghadapi suatu

peristiwa. kontrol diri ini akan mengaktifkan proses emosi, motivasi,

perilaku dan aktivitas fisik. dengan kata lain, kontrol diri akan

melibatkan proses pengambilan keputusan, mampu mengerti,

memahami serta mengatasi konsekuensi dari keputusan yang telah

diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut.

14M. Nuh Gufron dan Rini Risnawita S, Teori-teori Psikologi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,

2016),hal 44.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

18

c. Ekstraveksi

individu dengan kepribadian ekstravert akan tertarik pada hal-hal

yang terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya.

dan mampu memprediksi kesejahteraan individu dan memiliki teman

dan relasi yang lebih banyak serta lebih sensitif dengan keadaan orang

lain.

d. Optimis

Orang yang optimis dalam menatap masa depan, maka mereka lebih

bahagia dan puas dengan kehidupannya. dan orang yang mampu

mengevaluasi diri individu secara positif maka mereka akan memiliki

kontrol diri yang baik dan mampu meraih tujuan hidup sesuai dengan

apa yang diimpikan. dan kesejahteraan akan tercipta jika sikap

optimis yang dimiliki individu bersifat realistis.

e. Relasi sosial yang positif

relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial

dan keintiman emosional. hubungan yang ada dukungan dan

keintiman emosional akan membuat individu mampu

mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah

psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan

membuat individu menjadi sehat secara fisik.

f. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup

dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan

konsep religiusitas. namun dalam penelitian ini akan dibahas terkait

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

19

tujuan hidup dari para seni Jaranan, terkait apa keinginan atau tujuan

hidupnya untuk mengembangkan memajukan kesenian Jaranan.

B. Jaranan

1. Pengertian Jaranan

Tari tradisional sendiri menurut Hidajat, yang dikutip oleh Widha Ayu

Anggarani, Yohanis F. La Kahija,” adalah sebuah tata cara menari atau

penyelenggaraan tarian yang dilakukan oleh sebuah komunitas etnik secara

turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.”15

Kussudiardja, yang dikutip oleh Widha Ayu Anggarani, Yohanis F. La

Kahija, menjelaskan bahwa penari adalah orang yang membawakan tari, atau

pembawa tari. Penari adalah mereka yang memiliki keterampilan khusus atau

bahkan bakat untuk menari sehingga tarian yang ia bawakan dapat

berkualitas.16 Sehingga penyampaian tarian tersebut dapat diterima oleh

masyarakat dengan bangga dan bahagia.

Menurut Soni Wicaksono Mengenai Jaranan bahwa, Kabupaten Kediri

merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Jawa Timur yang

dahulu pernah berjaya di bumi Nusantara sebagai Kerajaan Kadiri.

Kediri sejatinya merupakan wilayah yang penuh dengan ragam

kesenian. Kesenian yang ada di Kediri tidak bisa lepas dari kesenian

Jaranan yang memiliki keterkaitan erat dengan wilayah Kediri pada

masa lalu.17

15Widha Ayu Anggarani, Yohanis F. La Kahija, “Makna Menjadi Penari Jawa: Interpretative

Phenomenological Analysis”, Jurnal Empati, Vol 5 No 3 (Agustus, 2016), 599. 16 Ibid, 599 17Soni Wicaksono, “Pengembangan Desain Ragam Hias Pada Jaran Kepang di Sanggar Kesenian

Jaranan “Wahyu Agung Budoyo”Desa Gampeng Kabupaten Kediri”, Jurnal Pendidikan Seni

Rupa, Vol. 03, No. 02 (2015), 151.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

20

Menurut Agus Ali Imron Al-Ahyar, “Jaranan adalah suatu bentuk

pertunjukkan kesenian tradisional yang menggunakan media seni tari yang

berupa tiruan hewan tiruan hewan kuda yang terbuat dari anyaman bambu

yang selanjutnya diiringi dengan gamelan.”18

Menurut Soni Wicaksono, “Jaran kepang ialah kuda-kudaan dari

anyaman bambu untuk bermain Jaranan atau Jathilan. Jaran kepang berasal

dari kata jaran dan kepang, dalam bahasa Jawa jaran berarti kuda, sedangkan

kepang adalah motif anyaman pada jaran kepang yang menggunakan motif

anyaman kepang.”

2. Karakteristik Jaranan

Jaranan di Kota kediri, Menurut Soni Wicaksono19 bahwa Jaranan

dipertunjukkan bersama-sama dengan jaran kepang, celengan, caplokan,

pentulan dalam satu lakon pertunjukan. Kesenian Jaranan hanya diiringi oleh

beberapa instrumen alat musik yang berupa kendang, kenong, bonang

renteng, gong, saron, demung, peking, slompret. Pertunjukan kesenian

Jaranan ini dipimpin oleh seseorang atau beberapa pawang yang biasanya

disebut dengan gambuh yang membawa senjata berupa cambuk atau biasa

disebut dengan pecut.

18Agus Ali Imron Al-Ahyar, Muqoddimah Ngrowo, Tutur Lisan Hingga Tulisan (Yogyakarta:

Deepublish, 2015), 441. 19 Ibid, 152

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

21

3. Pertunjukan Jaranan atau jathilan campur20

a. Babak pertama, Jathilan selamat datang.

Gerakan diawali dengan sabetan, lumaksono dan gerakan dengan posisi

sembahan. Sembah dimaksud pada Tuhan Yang Maha Esa. Supaya diberi

kelancaran sehingga diawali dengan doa.

b. Babak kedua Jathilan campur asli.

Gerakan hampir sama dengan jathilan selamat datang, perbedaan dalam

hal waktu. Pada pertunjukan ini banyak gerakan yang diulang-ulang

sehingga durasi lebih panjang.

c. Babak Ketiga Kuda lumping

Pada babak ini menggambarkan gerakan prajurit yang gagah dan

ketrampilan prajurit yang sedang berlatih dengan menggunakan senjata,

penari 12 orang dengan posisi berbanjar ke belakang dengan 2 penari

sebagai manggala yudha yang mengayunkan senjata pedang. Banyak

gerakan kaki yang mirip seperti kuda yang menyepak.

d. Babak Blinderan

Tari Blinderan merupakan tari puncak, ketika penari mengalami trance

(kesurupan), dan akibat dari trance dapat melakukan hal-hal yang aneh:

makan beling, bunga, ayam hidup dan segala sesuatu yang berada di luar

nalar manusia.

20 Herawati, kesenian., 29-30.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

22

4. Nilai Estetis Jaranan

Adapun struktur jaranan, menurut Trisakti adalah sebagai berikut:21

a. Adegan 1: Bukak Kalangan

Pada adegan pertama pertunjukan kesenian jaranan, pawang atau gambuh

atau pemimpin pertunjukan dengan membawa pecut atau cambuk yang

dipecutkan ke tanah dengan cara memutar di area pertunjukan. Hal ini

sebagai simbol membuka ruang dan waktu yang akan digunakan untuk

pertunjukan. Disamping itu dengan mencambukkan pecut ke tanah juga

melambangkan perlindungan pada arena pantas agar tidak diganggu oleh

makhluk yang tidak tampak ataupun gangguan yang ditimbulkan oleh

manusia. Melalui adegan itu, pawang tersebut juga seolah menyiapkan

area pertunjukan dan meminta penonton memusatkan perhatiannya pada

pertunjukan.

b. Adegan Tari Jaranan

Pada adegan ini, empat orang penari muncul dengan menunggang kuda

yang terbuat dari bambu yang dianyam menyerupai kuda. Biasanya dua

kuda berwarna putih dan dua kuda berwarna hitam sebagai simbol adanya

keadaan yang senantiasa berlawanan di dunia misalkan ada siang ada

malam, ada baik dan ada buruk. Pada adegan tari Jaranan dibagi lagi

dalam tiga adean yaitu solah prajuritan, solah perang, solah kidra.

1) Solah keprajuritan, yaitu penari melakukan ragam gerak bersama

prajurit yang tangkas dalam menunggang kuda dan siap maju dalam

21 Trisakti, Bentuk dan fungsi Seni Pertunjukan Jaranan Dalam Budaya Masyarakat Jawa Timur,

380-381

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

23

peperangan, pada adegan ini sering terjadi trance atau kesurupan pada

penarinya dan pawang akan selalu siap untuk menyadarkan kembali

penarinya.

2) Solah Perang adalah adegan perang antara prajurit berkuda dengan

barongan atau macan yaitu penari dengan menggunakan busana

menyerupai binatang macan menyerang prajurit dan terjadilah

peperangan yang dimenangkan prajurit berkuda. Peperangan

selanjutnya terjadi dengan celeng (penari yang menggunakan busana

menyerupai celeng) dan dimenangkan kembali oleh prajurit berkuda.

Perang tersebut menggambarkan pertentangan yang terjadi antara

energi positif dan selalu dimenangkan energi positif.

3) Solah Kidra adalah gambaran keberhasilan seseorang dalam

memerangi rintangan dalam kehidupannya.

c. Adegan Tari Macanan atau barongan

Pada adegan ini penari Jaranan sudah keluar arena pertunjukan dan

muncullah penari macanan atau barongan yang menggunakan busana

menyerupai macan menari-nari di arena pertunjukan. Perwujudan binatang

macan pada masyarakat menjadi simbol energi negatif yang selalu

berkeinginan menggagalkan kebaikan manusia. Macan atau harimau

adalah binatang buas penguasa hutan yang dipercaya masyarakat sebagai

penunggu hutan atau disebut yang mbahu rekso.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

24

d. Adegan tari celeng

Tari celengan dilakukan oleh penari yang menggunakan busana

menyerupai binatang celeng atau babi hutan. Penari bergerak menari

mengikuti irama musik. Perwujudan celeng pada akhir adegan kesenian

Jaranan menjadi energi positif yaitu manusia harus selalu ingat terhadap

kebutuhan hidup yang akan datang dan salah satu yang harus dilakukan

manusia adalah nyelengi atau menabung.

5. Jenis-jenis Pertunjukan Jaranan

Jenis-jenis Jaranan yang terdapat di Kota Kediri adalah: Jaranan

Sentherewe, Jaranan Pegon dan Jaranan Jowo. Pertunjukan Jaranan yang

ditampilkan di Kota Kediri terbagi menjadi 3 tampilan, antara lain:

a. Jaranan Festival

Jaranan Festival, merupakan Jaranan yang digunakan untuk acara

Pemerintah atau agenda Kota Kediri atau acara Kepariwisataan

contohnya, HUT 17 Agustus Kemerdekaan Indonesia, HUT hari jadi Kota

Kediri dan saat Bulan Suro.

b. Jaranan Tanggapan

Jaranan Tanggapan, merupakan Jaranan yang ditanggap atau disewa

oleh masyarakat umum. yang paling sesuai dan disenangi masyarakat

Kediri adalah jaranan sentherewe dan jaranan pegon, dan yang tidak

begitu diminati oleh masyarakat adalah jaranan Jawa.

c. Jaranan Sendratari

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Subjective Well Being

25

Jaranan Sendratari, merupakan jaranan yang secara umum hanya

menampilkan koreografi tari dan terdapat pengurangan atau penghilangan

dalam segi ritual, penggunaan sajen dan kemenyan dan proses kesurupan

atau trance. jaranan Sendratari dibagi menjadi dua yaitu, Sendratari

untuk acara agama Islam dan jaranan Sendratri yang digunakan untuk

pementasan kolosal Dewi Sanggalangit.22

22 Dhani Oktaviany dan Muh. Rosyid Ridlo, “Jaranan Kediri: Hegemoni dan Representasi

Identitas”, Development and Social Change, Vol. 1, No. 2, ( Oktober, 2018), 130-131.