BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori...6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori pada...

22
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori pada penelitian ini akan membahas hasil belajar, model Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Number Head Together (NHT), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Konsep dasar model pembelajaran akan dibahas mengenai teori yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai yang mendukung penelitian, serta kelemahan dan kelebihan metode. 2.1.1 Hasil Belajar Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005: 3) adalah perubahan tingkah laku siswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Perubahan tingkah laku ini lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar ini dapat dilihat dari penilaian hasil belajar yang di peroleh masing-masing siswa. Penilaian hasil belajar itu sendiri adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang telah dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian- pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Gagne (Suprijono, 2009: 5-6) menyatakan bahwa hasil belajar berupa: 1. Informasi verbal yaitu mencakup kemampuan siswa mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan ini tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. 2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan siswa mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual mencakup kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. 3. Strategi kognitif kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori...6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori pada...

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    Kajian teori pada penelitian ini akan membahas hasil belajar, model

    Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif), Cooperative Integrated

    Reading and Composition (CIRC), Number Head Together (NHT), dan Ilmu

    Pengetahuan Sosial (IPS). Konsep dasar model pembelajaran akan dibahas

    mengenai teori yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai yang

    mendukung penelitian, serta kelemahan dan kelebihan metode.

    2.1.1 Hasil Belajar

    Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005: 3) adalah perubahan tingkah

    laku siswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Perubahan tingkah laku ini

    lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar ini

    dapat dilihat dari penilaian hasil belajar yang di peroleh masing-masing siswa.

    Penilaian hasil belajar itu sendiri adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan

    belajar-mengajar yang telah dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai

    tujuan-tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

    Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

    pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Gagne (Suprijono, 2009:

    5-6) menyatakan bahwa hasil belajar berupa:

    1. Informasi verbal yaitu mencakup kemampuan siswa mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik

    lisan maupun tulisan. Kemampuan merespons secara spesifik

    terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan ini tidak

    memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun

    penerapan aturan.

    2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan siswa mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan

    intelektual mencakup kemampuan mengategorisasi,

    kemampuan analisis-sintesis fakta-konsep dan

    mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan keterampilan

    intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas

    kognitif bersifat khas.

    3. Strategi kognitif kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi

    penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

  • 7

    4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan siswa melakukan sarangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,

    sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

    5. Sikap adalah kemampuan siswa dimana dia menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

    Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan

    eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan

    menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

    Bloom (Suprijono, 2009: 6-7) menyatakan bahwa,“hasil belajar

    mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Aspek kognitif

    meliputi knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,

    menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis

    (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,

    merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Aspek

    afektif meliputi receiving (sikap menerima), responding (memberikan

    respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization

    (karakterisasi). Aspek psikomotorik meliputi initiatory, pre-rautine, dan

    rauntinized. Aspek Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik,

    fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Hasil belajar merupakan hasil dari

    suatu interaksi kegiatan belajar dan kegiatan mengajar (Dimyati dan Mudjiono,

    2009: 3).

    Ketiga ahli di atas telah menyampaiakn pendapatnya tentang hasil

    belajar, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah interaksi

    belajar dan mengajar yang menimbulkan perubahan tingkah laku pada siswa.

    Hasil belajar ini mencakup 3 aspek yaitu kognitif (pengetahuan), afektif

    (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Penelitian ini lebih mengambil pada

    kemampuan kognitif, penilaian yang sering dilakukan guru untuk mengukur

    seberapa besar pengetahuan yang didapat siswa setelah guru selesai

    menyampaikan materi pembelajaran. Hasil dari aspek kognitif ini juga dapat

    dijadikan sebagai tolak ukur guru dalam menyampaikan materi apakah sudah

    baik atau tidak model yang dipilih.

  • 8

    2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

    2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

    Isjoni (2011: 22) menyatakan pembelajaran kooperatif berasal dari kata

    “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan

    saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

    Pembelajaran kooperatif (cooperative Learning) adalah proses belajar

    mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang

    memungkinkan siswa untuk bekerja secara bersama-sama didalamnya guna

    memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama

    lain. Dalam situasi pembelajaran kooperatif, ada interdependensi, saling

    ketergantungan, positif diantara pencapaian tujuan para siswa. Agar kerja

    kooperatif dapat berjalan dengan baik terdapat lima komponen esensial yang

    harus terpenuhi yaitu (W. Johnson dkk. 2010):

    1. Interdependensi positif (positive interdependence) merupakan

    komponen yang paling penting, komponen ini dapat berjalan baik

    apabila setiap anggota dalam kelompok menyadari bahwa mereka

    saling terhubung antara satu sama lain.

    2. Interaksi yang mendorong (promotive interaction) berupa tindakan

    yang dilakukan siswa dalam mengikuti kegiatan kelompok seperti

    saling mendorong satu sama lain untuk mencapai sukses dengan

    saling membantu, mendukung, menyemangati, dan menghargai

    usaha satu sama lain untuk menyelesaikan tugas dalam kegiatan

    belajar.

    3. Tanggungjawab individual (individual accountability), setiap siswa

    harus sadar peranannya dalam kegiatan kelompok seperti tahu siapa

    saja anggota kelompok yang membutuhkan bantuan, dukungan dan

    dorongan yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas dan menyadari

    bahwa tidak boleh menyalin hasil kerja siswa lain begitu saja.

    4. Keterampilan interpersonal dan kelompok-kecil (interpersonal and

    smal-group skills), setiap siswa dituntut untuk mempelajari tugasnya

    dan juga keterampilan interpesonal dan kelompok kecil yang

  • 9

    dibutuhkan agar dapat berfungsi dengan baik sebagai bagian dari

    sebuah tim dengan adanya partisipasi dan interaksi oleh setiap

    anggota yang ada dalam kelompoknya.

    5. Pemrosesan kelompok (group processing), terlihat ketika proses

    diskusi sudah berjalan untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok

    dan mencapai tujuan masing-masing seberapa baik mereka menjaga

    hubungan yang efektif.

    Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran

    dalam bentuk kelompok-kelompok kecil dan anggotanya terdiri dari siswa-

    siswa yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Adanya tingkah laku saling

    bekerjasama dan saling membantu dalam memahami bahan pelajaran

    (Rusman, 2013: 209). Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

    kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan sistem kelompok kecil

    untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan soal atau tugas kelompok.

    Model pembelajaran kooperatif ini sangat baik digunakan untuk

    meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar berkelompok

    dan adanya saling kerja sama yang baik antar anggota sehingga mengurangi

    adanya seorang siswa yang tidak ikut mengerjakan tugasnya. Model kooperatif

    dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif konstruktivis. Model ini

    berbeda dengan model pembelajaran langsung, bukan hanya untuk mencapai

    hasil belajar kompetensi akademis juga dapat digunakan untuk

    mengembangkan kompetensi sosial siswa. Model kooperatif memberikan

    keuntungan bagi siswa kelompok bawah maupun kelompok atas karena adanya

    proses tutorial antar siswa dalam kelompoknya (Rusman, 2013: 209).

    2.1.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

    Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan

    sebagai berikut (Rusman, 2013: 207):

    1. Pembelajaran secara tim.

    2. Didasarkan pada manajemen kooperatif yang memiliki fungsi

    manajemen perencanaan, pelaksanaan, fungsi manajemen sebagai

    organisasi, dan fungsi manajemen sebagai kontrol.

  • 10

    3. Kemauan untuk bekerja sama.

    4. Keterampilan bekerja sama, maksudnya adanya kemauan siswa

    dalam berinteraksi dan komunikasi dengan anggota lain dalam

    rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

    2.1.2.3 Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif

    Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya

    terdiri atas empat tahap, yaitu (Rusman, 2013: 212-213):

    1. Penjelasan materi

    Tahap ini merupakan tahapan yang dilakukan guru dalam

    penyampaian pokok-pokok materi pelajaran atau memberi informasi

    materi yang akan dipelajari sebelum siswa belajar dalam kelompok.

    Tujuannya adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi

    pelajaran.

    2. Belajar kelompok

    Siswa mulai bekerja dalam kelompok namun sebelumnya siswa telah

    dibentuk kelompok-kelompok sesuai jumlah siswa.

    3. Penilaian

    Penilaian dapat dilakukan melalui tes tertulis maupun lisan yang

    dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu memberikan

    penilaian pada kemampuan individu, sedangkan kelompok untuk

    menilai kemampuan kelompoknya, seperti yang disampaikan

    Sanjaya (dalam Rusman, 2013: 213). Hasil akhirnya, setiap siswa

    adalah penggabungan dua nilai dan dibagi dua. Nilai kelompok yang

    didapat siswa setiap anak sama karena didapat dari hasil kerja sama

    setiap anggota kelompoknya.

    4. Pengakuan tim

    Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol

    atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan

    atau hadiah, dengan harapan dijadikan sebagai motivasi tim untuk

    terus berprestasi lebih baik. Dilakukan setelah selesai pembelajaran

    atau penyampaian hasil diskusi kelompok.

  • 11

    2.1.3 Model Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

    2.1.3.1 Definisi Model CIRC

    Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition

    (CIRC) dikategorikan sebagai pembelajaran terpadu. Menurut Miftahul Huda,

    Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

    dikembangkan pertama kali oleh Stevens, Madden, Slavin, dan Finish pada

    tahun 1987. Dalam pembelajaran CIRC setiap siswa harus bertanggungjawab

    terhadap tugas yang didapat pada kelompoknya. Setiap orang yang ada dalam

    kelompok harus menyampaikan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan

    menyelesaikan suatu tugas, sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman

    belajar yang lama (Huda, 2013: 221). Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari

    segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang

    mengintegrasikan suatu bacaan sacara menyeluruh kemudian

    mengomposisikanya menjadi bagian-bagian yang penting (Shoimin, 2014: 52).

    Model CIRC merupakan model pembelajaran khusus mata pelajaran bahasa

    dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran, atau tema

    sebuah wacana. Model pembelajaran CIRC ini harus memiliki komposisi

    terpadu antara membaca dan menulis secara kelompok.

    Para ahli menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat

    membangun pengetahuan siswa, menemukan ide-ide dari suatu bacaan,

    meningkatkan kemauan siswa untuk mengeluarkan pendapatnya dalam

    menyelesaikan tugas sehingga dalam kelompok tidak ada anak yang duduk diam

    tanpa bekerja semua anak saling bekerja sama.

    Kelompok dalam pembelajaran CIRC dibentuk dalam kelompok

    heterogen, maksudnya adalah dalam satu kelompok tidak semuanya orang yang

    pintar ataupun kurang pintar saja namun dalam satu kelompok itu terdiri dari

    siswa yang pintar dan juga siswa yang kurang pintar. Pembentukan kelompok

    ini dipilih karena terdapat beberapa alasan (Lie, 2004: 42), sebagai berikut:

    1. Kelompok heterogen memberikan kesempatan pada siswa untuk

    saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung.

  • 12

    2. Pebentukan kelompok ini meningkatkan pertemanan dan interaksi

    antar ras, etnik, dan gender.

    3. Kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena

    dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi,

    guru terbantu dengan mendapatkan satu asisten untuk tiap tiga

    orang.

    Guru ketika membentuk kelompok secara heterogen menimbukan

    kendala yaitu adanya penolakan dari siswa yang memiliki kemampuan akademis

    lebih tinggi dari siswa lain dalam kelompoknya. Siswa yang lebih pandai

    merasakan bahwa dia dimanfaatkan dan merasa dirugikantanpa bisa mengambil

    manfaat yang ada dalam kegiatan belajar, karena dia merasa paling pintar

    diantara anggota kelompoknya. Kegiatan yang telah dilakukan tanpa disadari

    oleh siswa secara afektif, siswa berkemampuan akademis tinggi juga perlu

    melatih diri untuk bisa bekerja sama dan berbagi dengan mereka yang kurang.

    Manfaat ini akan sangat dirasakan ketika mereka sudah terjun dalam dunia kerja

    dan kehidupan masyarakat yang sangat berkaitan dengan kerja sama.

    Pengelompokan ini bisa diubah atau dibuat permanen keduanya memiliki

    kelebihan dan kekurangannya. Kelompok yang sering diubah memiliki

    keuntungan bahwa siswa lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan

    siswa-siswa yang lainnya, namun kelemahannya dalam pembentukan kelompok

    baru adalah memakan waktu baik itu waktu persiapan maupun waktu dikelas

    (Lie, 2004: 42-43).

    Pembentukan kelompok ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut

    (Shoimin, 2014: 52):

    a. Menentukan peringkat siswa

    Dengan cara mencari melihat rata-rata nilai siswa pada tes

    sebelumnya atau nilai rapot. Kemudian, diurutkan dengan cara

    menyusun peringkat sesuai dengan kemampuan akademik

    (berkemampuan akademik tinggi sampai terendah).

  • 13

    b. Menentukan jumlah kelompok

    Jumlah kelompok ditentukan dengan meperhatikan banyaknya

    anggota yang terdapat pada setiap kelompok dan jumlah siswa yang

    ada di kelas tersebut.

    c. Penyusunan anggota kelompok

    Pengelompokan ditentukan atas dasar susunan peringkat siswa yang

    telah dibuat. Dalam setiap kelompok diusahakan anggotanya

    memiliki kemampuan beragam sehingga mempunyai kemampuan

    rata-rata yang seimbang.

    2.1.3.2 Langkah-langkah Model CIRC

    Langkah-langkah pembelajaran model CIRC (Suprijono, 2009: 131)

    adalah sebagai berikut :

    a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.

    b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.

    c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan

    ditulis pada lembar kerja.

    d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok. e. Guru membuat kesimpulan bersama. f. Penutup.

    Langkah-langkah model pembelajaran CIRC dibagi menjadi beberapa

    fase. Fase-fase tersebut sebagai sebagai berikut (Shoimin, 2014: 53) :

    a. Fase pertama, yaitu orientasi. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan

    guru adalah memberi pengetahuan awal siswa tentang materi yang

    akan diberikan. Selain itu, juga menyampaikan tujuan pembelajaran

    yang akan dilakukan kepada siswa.

    b. Fase kedua, yaitu organisasi. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan

    guru adalah membagi siswa dalam beberapa kelompok, dengan

    memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan

    bacaan tentng materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu, juga

    menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus

    diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.

  • 14

    c. Fase ketiga, yaitu pengenalan konsep. Pada fase ini dilakukan dengan

    cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada

    hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari

    keterangan guru, buku paket, film, kliping, poster, atau media

    lainnya.

    d. Fase keempat, yaitu fase publikasi. Pada fase ini siswa

    mengomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan,

    memeragakan tentang materi yang dibahas, baik dalam kelompok

    maupun di dalam kelas.

    e. Fase kelima, yaitu fase penguatan dan refleksi. Pada fase ini guru

    memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari

    melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata

    dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, siswa pun diberi

    kesempatan untuk merefleksikan dan mengevaluasi hasil

    pembelajarannya.

    Setiap fase-fase di atas, dapat kita lihat dalam beberapa tahap sebagai

    berikut (Huda, 2013: 222-223):

    a. Tahap 1: Pengenalan Konsep

    Pada fase ini, guru melakukan apersepsi dan memberi pengenalan

    suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan

    selama eksplorasi atau pada materi pelajaran yang akan dipelajari.

    Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, video, buku paket, dll.

    b. Tahap 2: Eksplorasi dan Aplikasi

    Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan

    pengetahuan awal, mengembangkan pengetahuan baru, dan

    menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan adanya bimbingan

    guru. Tujuan fase ini adalah untuk membangkitkan minat dan rasa

    ingin tahu siswa serta menerapkan konsepsi awal. Kegiatan yang

    dilakukan siswa adalah belajar melalui tindakan-tindakan dan reaksi-

    reaksi mereka sendiri dalam situasi baru.

  • 15

    c. Tahap 3: Publikasi

    Pada fase ini, siswa akan mengkomunikasikan hasil temuan-temuan

    serta membuktikan dan memperagakan materi yang dibahas atau yang

    sudah diselesaikan dalam kelompok.

    2.1.3.3 Kelebihan Model CIRC

    Kelebihan model CIRC menurut Saifulloh (Huda, 2013: 221) sebagai

    berikut:

    1. Pengalaman dan kegiatan belajar siswa selalu relevan dengan

    tingkat perkembangan siswa.

    2. Kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa.

    3. Pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

    4. Menumbuh-kembangkan keterampilan berfikir siswa.

    5. Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat).

    6. Menumbuh-kembangkan interaksi sosial siswa, seperti kerja sama,

    toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain.

    7. Membangkitkan motivasi belajar siswa dan guru.

    2.1.3.4 Kelemahan Model CIRC

    Kelemahan model CIRC menurut Aris Shoimin (2014: 54) adalah model

    pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan

    bahasa sehingga tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan

    prinsip hitungan seperti matematika, fisika, kimia, dll.

    Hal-hal yang perlu guru perhatikan ketika menggunakan model CIRC

    adalah melihat mata pelajaran atau materi pembelajaran yang akan

    disampaikan dan apabila ingin menerapkan dalam mata pelajaran matematika

    materi yang sesuai berupa soal cerita, karena dalam soal cerita seorang siswa

    harus benar-benar memahami soal sehingga menemukan pokok pikiran atau

    maksud dari soal.

  • 16

    2.1.4 Model Number Head Together (NHT)

    2.1.4.1 Definisi Model NHT

    Model Number Head Together (NHT) mengacu pada belajar kelompok

    siswa. Masing-masing anggota memiliki bagian tugas (pertanyaan) dengan

    nomer yang berbeda-beda. Pembelajaran Model Number Head Together

    (NHT) ini dikembangkan oleh Spenser Kagan pada tahun 1993. Dalam

    kegiatan pembelajarannya setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama

    untuk menunjang timnya guna memperoleh nilai yang maksimal sehingga

    termotivasi untuk belajar. Setiap diri individu merasa mendapat tugas dan

    tanggung jawab sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

    Dalam pembelajaran ini tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dan siswa

    yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara

    satu dengan yang lain (Shoimin, 2014: 51-52).

    Tujuan dari NHT adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk

    saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

    Selain itu dapat digunakan untuk meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga

    bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tindakan dalam kelas.

    Pembelajaran ini cocok digunakan untuk memastikan akuntabilitas individu

    dalam diskusi kelompok (Huda, 2013: 203).

    Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan

    tipe NHT yaitu:

    1. Hasil belajar akademik struktural, tujuannya untuk meningkatkan

    kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

    2. Pengakuan adanya keragaman, tujuannya agar siswa dapat menerima

    teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang

    3. Pengembangan keterampilan sosial, tujuannya untuk

    mengembangkan keterampilan sosial siswa.

  • 17

    2.1.4.2 Langkah-langkah Model NHT

    Langkah-langkah pembelajaran model NHT (Shoimin, 2014: 108)

    adalah sebagai berikut:

    a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.

    b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

    c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui

    jawabannya dengan baik.

    d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil keluar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan

    hasil kerja sama mereka.

    e. Tanggapan dengan teman yang lain, kemudian guru menunjuk kelompok yang lain.

    f. Kesimpulan

    Model NHT untuk mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru

    menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks (Trianto, 2013:82-83), yaitu:

    a. Fase 1: penomoran

    Pada fase ini guru membagi ke dalam kelompok 3-5 orang kepada

    setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5

    b. Fase 2: mengajukan pertanyaan

    Pada fase ini guru mengajukan pertanyaan atau soal yang akan di

    diskusikan dalam kelompok mereka.

    c. Fase 3: berpikir bersama

    Pada fase ini siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban

    pertanyaannya dan meyakinkan tiap anggota dalm tim mengetahui

    jawaban tim.

    d. Fase 4: menjawab

    Guru memanggil suatu nomer tertentu, kemudian siswa yang nomornya

    sesuai menyampaikan hasil diskusi atau menjawab pertanyaan guru.

    2.1.4.3 Kelebihan Model NHT

    Kelebihan model NHT (Shoimin, 2014: 108-109) dalam pembelajaran

    dapat dilihat sebagai berikut:

    1. Setiap anggota kelompok menjadi lebih siap.

    2. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

  • 18

    3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

    4. Terjadi interaksi secara intens antar siswa dalam kelompok untuk

    menjawab soal.

    5. Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok karena ada

    nomor yang membatasi.

    2.1.4.4 Kelemahan Model NHT

    Kelemahan model NHT (Shoimin, 2014: 109) dalam pembelajaran dapat

    dilihat sebagai berikut:

    1. Tidak cocok digunakan dalam jumlah siswa banyak karena

    membutuhkan waktu yang lama.

    2. Tidak semua anggota kelompok dapat dipanggil oleh guru karena

    disesuaikan dengan waktu yang dimiliki.

    Hal-hal yang perlu guru perhatikan ketika menggunakan model NHT

    adalah mamastikan terlebih dahulu jumlah siswa dalam kelas dan disesuaikan

    dengan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan pembelajaran.

    2.1.5 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

    2.1.5.1 Definisi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

    Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang

    ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik hukum,

    dan budaya. IPS dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang

    mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek cabang-cabang ilmu

    sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). Jadi

    dapat dikatakan IPS bukan berdiri sendiri namun didalamnya mengandung

    banyak ilmu sosial, untuk mata pelajaran pada tingkat Sekolah Dasar (SD) IPS

    ini berdiri sendiri sebagai nama mata pelajaran namun untuk tingkatan

    SMP/SMA ada ilmu-ilmu sosial yang menjadi nama pada mata pelajaran

    contohnya sosiologi, geografi, dll, (Trianto, 2007: 124).

    Istilah IPS mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1970-an sebagai hasil

    kesepakatan komunitas akademik. Namun secara formal digunakan dalam

    sistem pendidikan nasional dalam kurikulum 1975. Kurikulum pendidikan IPS

    tahun1994 sebagaimana yang dikatakan Hamid Hasan, merupakan fusi dari

  • 19

    berbagai disiplin ilmu. Mortorella mengatakan bahwa pembelajaran

    pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada “transfer

    konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan

    memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta

    melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang

    telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus

    diformulasikan pada aspek kependidikannya (Solihatin dan Raharjo, 2007:14).

    Ilmu Pengetahuan Sosial juga membahas hubungan antara manusia

    dengan lingkungannya. Hal ini diperlukan karena setiap orang tidak dapat

    hidup sendiri di masyarakat. Pendidikan IPS berusaha membantu siswa dalam

    menyelesaikan masalah atau memecahkan masalah yang dihadapi sehingga

    akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial

    masyarakat. Misi dari pendidikan IPS adalah bukan untuk menjejali siswa

    dengan sejumlah materi yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada

    upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajari sebagai bekal

    dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan di lingkungan

    masyarakat, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pada

    pendidikan yang lebih tinggi (Solihatin dan Raharjo, 2007: 15).

    2.1.5.2 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

    Para ahli sering mengaitkannya tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),

    dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan

    tersebut. Gross menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk

    mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di

    masyarakat. Secara tegas ia mengatakan “to prepare students to be well-

    functioning citizens in a democratic society (Solihatin dan Raharjo, 2007: 14).

    Menurut Hasan tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokkan ke dalam tiga

    ketegori, yaitu aspek intelektual, kehidupan sosial, dan kehidupan individual

    (Supriatna, 2016: 11).

  • 20

    Permendiknas No. 24 Tahun 2006 menyatakan bahwa mata pelajaran IPS

    bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

    1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

    2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan

    dalam kehidupan sosial

    3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

    4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,

    nasional, dan global.

    2.1.5.3 Ruang Lingkup pembelajaran IPS

    Permendiknas No. 24 Tahun 2006 menjelaskan bahwa ruang lingkup

    mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

    1. Manusia, tempat, dan lingkungan 2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan 3. Sisten sosial dan budaya 4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan

    Tabel 2.1

    Pemetaan SK dan KD Mata Pelajaran IPS di SD Kelas III

    Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

    2. Memahami jenis pekerjaan

    dan penggunaan uang

    2.1 Mengenal jenis-jenis

    pekerjaan

    2.2. Memahami pentingnya

    semangat kerja

    2.3 Memahami kegiatan jual

    beli di lingkungan rumah

    dan sekolah

    2.4 Mengenal sejarah uang

    2.5 Mengenal penggunaan uang

    sesuai dengan kebutuhan

  • 21

    2.1.5.4 Pembelajaran IPS di SD

    Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar

    menggunakan pendekatan secara terpadu/fusi. Hal ini disesuaikan dengan

    karakteristik tingkat perkembangan usia siswa SD yang masih pada taraf

    berfikir abstrak. Materi pendidikan IPS yang disajikan pada tingkat SD tidak

    menunjukkan lebel dari masing-masing disiplin ilmu sosial. Materi yang

    disajikan diambil dari tema-tema sosial di sekitar siswa. Demikian juga halnya

    tema-tema yang diambil berdasarkan dari fenomena-fenomena serta aktivitas

    sosial yang terjadi di sekitar siswa. Tema-tema ini kemudian semakin meluas

    pada lingkungan yang semakin jauh dari lingkungan kehidupan siswa

    (Supriatna. hal: 8).

    2.1.5.5 Penilaian Pembelajaran IPS

    Pelaksanaan penilaian atau evaluasi IPS telah mengalami perluasan.

    Peilaian IPS lebih khusus ingin menilai pada keterampilan dasar (basic skills).

    Keterampilan dasar meliputi keterampilan membaca bermakna, menulis, dan

    keterampilan matematis yang dimiliki setiap siswa. Keterampilan dasar ini

    merupakan minimum competency testing in social studies (kompetensi

    minimal dalam pengujian IPS). Namun juga dinilai dari evaluasi hasil karya

    siswa. Dalam evaluasi jenis ini, yang sangat ditekankan adalah aspek

    informalitas prosedural dalam pengevaluasian. Dengan kata lain, penilaian atau

    evaluasi dalam IPS harus menerapkan prinsip keseimbangan antara formal tes

    dan nonformal tes dengan alat evaluasi tes dan non tes (Solihatin dan Raharjo,

    2007: 43).

    Macam-macam bentuk alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur

    keberhasilan siswa:

    A. Tes

    1. Tes lisan, tes yang dilakukan secara langsung dengan guru. Siswa

    secara bergantian maju ke meja guru untuk menerima pertanyaan

    bisa dilakukan secara individual maupun kelompok. Kelemahan

    tes lisan adalah kurang efisien dalam penggunaan waktu,

  • 22

    objektifitas hasil penilaian diragukan, serta beban tes masing-

    masing siswa tidak sama beratnya maupun luasnya.

    2. Tes tertulis, dibagi menjadi dua bentuk yaitu

    a. Tes subjektif. Bentuk tes ini, jawaban yang diberikan tidak

    diarahkan, melainkan sepenuhnya diberikan kebebasan

    dalam menggunakan kalimat.

    b. Tes objektif. Bentuk tes ini, jawaban sudah disediakan. Tes

    ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu benar-salah, pilihan

    ganda, menjodohkan, melengkapi.

    c. Nontes, dapat dilakukan dengan observasi, daftar cek untuk

    mengakses kinerja kelompok maupun individual, portopolio,

    dll.

    2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

    Penelitian yang relevan berkaitan dengan hasil belajar menggunakan

    model CIRC adalah pertama penelitian yang dilakukan oleh Annisa Hakim

    Nuur dan Mujiyono (2015). Hasil penelitian menunjukkan siklus I mengalami

    ketuntatasan klasikal sebesar 79 %, siklus II sebesar 85 %, dan siklus III

    sebesar 91 %. Simpulan: penerapan model CIRC dengan media audio visual

    dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS.

    Kedua penelitian yang dilakukan oleh Inayatul Gustikasari, Nanik

    Yuliati dan Chumi Zahroul Fitriyah Persentase aktivitas siswa secara klasikal

    (2012). Hasil penelitian siklus 1 sebesar 68,8% dan pada siklus 2 meningkat

    menjadi 73,7% dengan kategori aktif. Skor hasil belajar siswa secara klasikal

    sebesar 68,9 pada siklus 1 dan pada siklus 2 meningkat menjadi 76,3 dengan

    kategori baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model

    kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa

    dalam pembelajaran IPS kelas IV di SDN Kebonsari 03 Jember.

    Penelitian yang relevan berkaitan dengan hasil belajar menggunakan

    model NHT adalah pertama penelitian yang dilakukan oleh Nopi (2012). Hasil

    perhitungan penelitian ini didapat nilai t senilai 7.232 dengan tingkat

    signifikasi lebih kecil dari 0.005 yaitu 0.000. Berdasarkan hasil tersebut maka

  • 23

    dapat diambil keputusan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang

    diajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT (Numbered Heads

    Together) dengan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional,

    hasil belajar IPS siswa kelas V SD yang diajar menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) lebih baik

    dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional, dan

    model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered-Heads Together)

    pengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD.

    Kedua penelitian yang dilakukan oleh Fatimah Azizah (2013). Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa: Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa

    pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu terjadi peningkatan

    hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 13 orang (32,5%) dan

    yang tidak tuntas 27 (67,5%) orang. Pada siklus 1 siswa yang tuntas 24 orang

    (60%) dan yang tidak tuntas 16 orang (40%). Sedangkan pada siklus 2,siswa

    yang tuntas 37 orang (92,5%) dan sebanyak 3 siswa belum tuntas, hal ini

    disebabkan masih ada anak yang suka mengobrol di dalam kelas dan mereka

    duduk bersebelahan serta masih malu bertantanya mengenai hal-hal yang

    kurang jelas. Simpulan dari penelitian ini adalah melalui penggunaan model

    kooperatif tipe NHT berbasis multimedia dapat meningkatkan hasil belajar

    siswa. Saran bagi guru adalah hendaknya guru dalam pembelajaran

    menggunakan model pembelajaran dan media yang bervariasi yang

    disesuaikan dengan materi antara lain menerapkan model pembelajaran model

    kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) berbasis multimedia.

    Inovasi dalam penelitian ini adalah jika dalam penelitian-penelitian

    sebelumnya tidak membandingkan penggunaan model CIRC dan NHT

    terhadap hasil belajar (kognitif) pada tingkat SD dalam 1 penelitian dan belum

    bisa menemukan penelitian yang mebandingkan keduanya, namun dalam

    penelitian ini akan membandingkan hasil belajar (kognitif) siswa dengan

    penerapan model CIRC dan NHT pada tingkat kelas yang sama.

  • 24

    2.3 Kerangka Pikir

    Pembelajaran IPS menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri

    pengetahuannya sehingga dapat diterapkan didalam kehidupannya sehari-hari.

    Penemuan pengetahuan sendiri oleh siswa diperoleh melalui pengalaman

    belajar langsung yang dialami siswa disekolah dan lingkungan sekitarnya.

    Selain pengalaman belajar langsung, siswa juga membutuhkan suatu teknik

    belajar yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dalam

    pembelajaran IPS. Konsep-konsep penting tersebut nantinya akan membantu

    siswa dalam menerapkan apa yang diperolehnya dari pengalaman belajar

    langsung ke dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan pembelajaran IPS

    berkaitan dengan hubungan dengan orang lain perwujudan hal ini dapat

    dilakukan dalam belajar sacara berkelompok. Kebanyakan pembelajaran IPS

    saat ini guru yang selalu menjelaskan jadi terkesan siswa hanya menghafal dan

    mencatat dengan adanya penggunaan model kooperatif tipe Cooperative

    Integrated Reading and Composition (CIRC) danNumber Head Together

    (NHT) ini siswa akan dituntut saling bekerja sama dalam menemukan atau

    menyelesaikan tugasnya.

    Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) mempunyai

    sintak yang pertama adalah pengenalan konsep dengan cara guru

    menyampaikan materi penjelasan seperti biasa, bisa dilakukan dengan cara

    ceramah yang melibatkan siswa dengam memancing melalui tanya jawab dan

    meminta siswa mengeluarkan barang yang dimiliki sesuai dengan materi yang

    diajarkan. Pembentukan kelompok secara heterogen (terdiri dari siswa yang

    berkemampuan tinggi dan rendah) setiap kelompok terdiri dari 4 orang.

    Eksplorasi dan aplikasi, kegiatan siswa dalam kelompok yaitu siswa bekerja

    saling membacakan, menemukan ide pokok, dan memberi tanggapan dalam

    menyelesaikan soal yang di dapat dalam kelompok. Sintak terakhir yaitu

    publikasi dimana setiap kelompok akan mengirim juru bicaranya untuk

    menyampaikan hasil diskusi dari kelompoknya.

    Model Number Head Together (NHT) memiliki sintak yang pertama

    adalah penomoran, guru akan membagi kelompok dengan memberikan nomer

  • 25

    1-5 pada setiap anak yang ada dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari

    3-5 orang. Kedua adalah Mengajukan pertanyaan dimana guru disini akan

    menagjukan pertanyaan atau membagikan soal yang harus diselesaikan oleh

    semua kelompok. Ketiga adalah berfikir bersama di sini siswa bekerja dalam

    kelompok untuk menyatukan pendapat terhadap jawaban dan meyakinkan tiap

    anggota dalam tim mengetahui jawabannya. Sintak terakhir adalah menjawab

    disini guru akan memanggil nomer yang dimiliki siswa dalam kelompok secara

    acak, kemudia siswa yang memiliki nomer yang disebutkan guru wajib untuk

    menjawab dan menyampaikan hasil pekerjaanya dalam kelompok tanpa

    membaca buku. Hal ini guna mengecek apakah siswa itu benar-benar bekerja

    dalam kelompok.

    Penerapan model CIRC dan NHT diharapkan menjadikan siswa lebih

    mudah memperoleh informasi dan memahaminya, karena dalam penerapannya

    setiap siswa dituntut untuk aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

    Dalam CIRC ini dalam menyampaikan hasil pengamatannya sudah ditunjuk

    siswa mana yang menjadi juru bicara dalam kelompoknya, berbeda dengan

    NHT yang akan menyampaikan adalah orang yang memiliki nomor yang sesuai

    dengan yang disebutkan oleh guru.

  • 26

    Gambar 2.1 Kerangka Pikir

    PEMBELAJARAN IPS

    Siswa SD Kelompok

    Kontrol

    Siswa SD Kelompok

    Eksperimen

    Pengenalan

    Konsep

    Sintak model

    CIRC

    Eksplorasi

    dan Aplikasi

    Publikasi

    Disiplin

    Kritis

    Kerjasama

    Menghargai

    Tanggung

    jawab

    Penomoran

    Pengajuan

    Pertanyaan

    Berpikir

    bersama

    Menjawab

    Sintak model

    NHT

    HASIL

    BELAJAR

  • 27

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Melihat dari kerangka pikir di atas maka dirumuskan suatu hipotesis

    sebagai berikut:

    Ho : µ1= µ2: Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS

    menggunakan model kooperatif tipe Cooperative Integrated

    Reading and Composition (CIRC) dan Number Head Together

    (NHT) pada siswa kelas III SD Negeri Gugus Diponegoro

    Kabupaten Boyolali.

    Ha : µ1≠µ2: Ada perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS

    menggunakan model kooperatif tipe Cooperative Integrated

    Reading and Composition (CIRC) dan Number Head Together

    (NHT) pada siswa kelas III SD Negeri Gugus Diponegoro

    Kabupaten Boyolali.