BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do...

38
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 'I know it is; and I know there is truth and sense in what you say; but you need not fear me, for I not only should think it wrong to marry a man that was deficient in sense or in principle, but I should never be tempted to do it; for I could not like him, if he were ever so handsome and ever so charming in other respects; I should hate himdespise himpity himanything but love him. My affections not only ought to be founded on approbation, but they will and must be so: for without approving I cannot love. It is needless to say I ought to be able to respect and honour the man I marry as well as love him, for I cannot love him without. So set your mind at rest (Bronte: P.127-128).' The Tenant of Wildfell Hall menceritakan bentuk usaha seorang perempuan untuk keluar dari sistem sosial yang dianggap normal dalam masyarakat Inggris. Sistem tersebut sangat merugikan kaum perempuan. Di dalam novel TToWH ini, karakter utama perempuan, Helen, berusaha keluar dari sistem tersebut untuk mendapatkan kesataraan antara hak perempuan dan laki-laki. The Tenant of Wildfell Hall adalah novel kedua dan terakhir dari karya penulis Inggris, Anne Brontë. Novel ini diterbitkan pada tahun 1848 di bawah nama samaran Acton Bell. Mungkin yang paling mengejutkan dari novel Bronte ini adalah novel ini memiliki kesuksesan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

'I know it is; and I know there is truth and sense in what you say; but youneed not fear me, for I not only should think it wrong to marry a man thatwas deficient in sense or in principle, but I should never be tempted to doit; for I could not like him, if he were ever so handsome and ever socharming in other respects; I should hate him—despise him—pity him—anything but love him. My affections not only ought to be founded onapprobation, but they will and must be so: for without approving I cannotlove. It is needless to say I ought to be able to respect and honour the manI marry as well as love him, for I cannot love him without. So set yourmind at rest (Bronte: P.127-128).'

The Tenant of Wildfell Hall menceritakan bentuk usaha seorang perempuan

untuk keluar dari sistem sosial yang dianggap normal dalam masyarakat Inggris.

Sistem tersebut sangat merugikan kaum perempuan. Di dalam novel TToWH ini,

karakter utama perempuan, Helen, berusaha keluar dari sistem tersebut untuk

mendapatkan kesataraan antara hak perempuan dan laki-laki. The Tenant of Wildfell

Hall adalah novel kedua dan terakhir dari karya penulis Inggris, Anne Brontë. Novel

ini diterbitkan pada tahun 1848 di bawah nama samaran Acton Bell. Mungkin yang

paling mengejutkan dari novel Bronte ini adalah novel ini memiliki kesuksesan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

2

fenomenal instan tapi setelah kematian Anne, novel ini dicegah untuk di re-publikasi.

Novel ini juga telah dianggap sebagai novel klasik Sastra Inggris.

Novel ini dibagi menjadi tiga volume. Pada bagian satu dari novel ini

menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan anaknya,Arthur, yang baru

tinggal di Wildfell Hall, disebuah rumah tua. Di Wildfell Hall, Helen berkenalan

dengan Gilbert Markham, seorang petani muda yang cukup berada disana. Keduanya

pun saling suka satu sama lain. Pada satu saat, Gilbert dilanda rasa cemburu karena

dia mempercayai rumor yang berkembang bahwa Helen berpacaran dengan temannya

Lawrence. Rumor ini sengaja diciptakan oleh Eliza sahabat Gilbert. Oleh sebab itu,

satu kesempatan ketika Gilbert ketemu Lawrence diperjalanan, Gilbert memukul

Lawrence dengan gagang cambuk, yang menyebabkan dia jatuh dari kudanya dan

terluka. Dengan kejadian ini, Helen menolak untuk menikahi Gilbert, tetapi Helen

memberi Gilbert buku hariannya dengan tujuan Gilbert tahu siapa Helen sebenarnya.

Pada bagian kedua dari novel ini merupakan cerita yang ada di buku harian

Helen. Buku harian tersebut menceritakan pernikahannya dengan Arthur Huntingdon.

Arthur adalah laki-laki tampan, cerdas, egois, dan manja. Sebelum Helen yang

dibesarkan paman dan bibinya menikah dengan Arthur, Helen sempat dijodohkan

paman dan bibinya dengan seorang lelaki tua kaya yang patut jadi ayahnya. Helen

menolak dan berusaha menyakinkan paman dan bibinya bahwa setiap orang

mempunyai hak yang sama dalam memilih pasangan hidupnya. Helen berpendapat

Page 3: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

3

bahwa dia harus mencintai dan menghormati seseorang yang akan menjadi suaminya

bukan dijodohkan karena ketampanan dan kekayaan saja.

Akhirnya dia menikah dengan seorang laki-laki pilihannya, Arthur. Dia

berpikir dengan menikahi pria pilihannya sendiri akan membuat dia bahagia, tetapi

kehidupan tidak semulus yang dia pikirkan. Arthur selalu menyakitinya dan dia selalu

diperlakukan buruk. Helen ibarat bagai burung didalam sangkar yang tak mampu

berbuat apa-apa. Arthur selalu mabuk-mabukan, berpesta pora dan selalu berpergian.

Helen merasa kedudukan dia sebagai seorang istri tidak pernah dihargai dan juga

pendapatnya tidak pernah didengar. Oleh karena itulah, dia mencoba untuk

memperbaiki keadaan tersebut. Dia ingin diperlakukan selayaknya seorang istri atau

manusia yang bisa memberikan pendapat pada suami. Seorang suami seharusnya

peduli dengan perasaan istrinya, bukan mementingkan dirinya sendiri dengan mabuk-

mabukan dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Disamping itu, Arthur juga

sangat sewenang-wenang sebagai suami dan Arthur juga punya hubungan khusus

dengan perempuan lain, Lady Lowborough. Helen menyadari bahwa kalau dia

berusaha untuk keluar dari sistem sosial yang sudah normal dalam masyarakat. Maka

hal ini, akan sangat bertentangan dengan aturan yang ada dalam masyarakat. Aturan

yang sangat berpegang teguh pada ajaran agama. Ajaran yang mengajarkan seorang

istri harus tunduk pada suaminya. Baik agama Protestant dan agama Katolik

menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah daripada kedudukan laki-laki.

Menurut ajaran-ajaran Marthin Luther dan John Calvin, walaupun pria dan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

4

perempuan bisa berhubungan langsung dengan Tuhan, perempuan tidak layak

berpergian, perempuan harus tinggal dirumah dan mengatur rumah tangganya. Kitab

Injil mengutip ucapan Santo Paulus: "and the head of every woman is man. Let your

women be silent in the churches, for it is not permitted unto them to speak". Kitab

injil juga mengutip ucapan Santo Petrus: "Ye wives, be in subjection to your own

husbands," (para istri hendaknya tunduk kepada suaminya) (Djajanegara S, 2000: 2).

Arthur juga dianggap memberikan contoh yang kurang baik bagi anaknya

sehingga hal ini yang ingin Helen perbaiki. Menurutnya, tidak selamanya suami

selalu benar dan istri harus menurut pada suami. Sebagai suami istri, mereka

seharusnya saling bahu membahu dalam mengarungi rumah tangga dan membesarkan

anak-anak. Akhirnya karena tidak tahan dengan kondisi semua ini, Helen kabur dari

rumah dengan melakukan sesuatu yang tidak pantas dilakukan istri pada masa itu.

Dengan kaburnya Helen tanpa seizin suaminya, berarti Helen telah melakukan hal

yang sangat bertentangan dengan aturan yang ada dalam masyarakat inggris waktu

itu. Aturan yang tidak membolehkan seorang istri kabur tanpa seizin suaminya.

Aturan yang juga tidak membolehkan seorang istri membanting pintu kamar didepan

suaminya. Hal ini membuat gempar masyarakat Inggris pada waktu itu. Menurut

mereka, Helen sudah melanggar aturan dan norma yang ada dalam masyarakat pada

masa Victoria. Di bagian ketiga diceritakan Arthur sakit parah dan Helen terpaksa

kembali kerumah suaminya dan akhirnya Arthur meninggal dan Helen menikah

dengan Gilbert.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

5

Dari novel ini, terlihat adanya kompetesi kekuasaan terhadap perebutan

sesuatu yang dianggap normal. Disisi yang satu, menganggap bahwa sistem sosial

yang telah dikonstruksi oleh norma-norma agama yang sudah ada dan juga nilai-nilai

tradisional yang dicetuskan Ratu Victoria. Norma dan nilai-nilai yang mengharuskan

perempuan tunduk, patuh, bersikap pasif, pasrah dan rajin mengurus keluarga dan

rumah tangga atau memelihara domestisitas benar (Djajanegara S, 2000: 5). Disisi

yang lain dari novel ini, semua itu merupakan ideologi gender yang bias yang

dipandang sangat merugikan kaum perempuan pada era Victoria. Oleh karena itu, dia

berusaha melawan dan keluar dari sistem sosial yang dianggap normal tersebut. Atau

dengan kata lain karakter utama perempuan dalam novel The Tenant of Wildfell Hall

berusaha mende-normalisasikan sistem kekuasaan yang ada dalam masyarakat

terutama sistem patriarki. Sistem Patriarki, istilah yang dipakai untuk

menggambarkan sistem sosial di mana kaum laki-laki sebagai suatu kelompok

mengendalikan kekuasaan atas kaum perempuan. Sesuai dengan konsep Foucault

tentang kekuasaan, menurutnya: "kuasa itu ada di mana-mana dan muncul dari

relasi-relasi antara pelbagai kekuatan, terjadi secara mutlak dan tidak tergantung

dari kesadaran manusia. Kekuasaan hanyalah sebuah strategi. Strategi ini

berlangsung di mana-mana dan di sana terdapat sistem, aturan, susunan dan

regulasi. Kekuasaan ini tidak datang dari luar, melainkan kekuasaan menentukan

susunan, aturan dan hubungan-hubungan dari dalam dan memungkinkan semuanya

terjadi (Foucault, 2002 : 144).’

Page 6: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

6

Pada uraian tersebut telah dijelaskan bahwa novel ini ditulis oleh Anne Bronte

pada era Victoria. Pada era Victoria, perbedaan peranan antara perempuan dan laki-

laki masih menjadi suatu hal yang sangat menguntungkan kaum laki-laki. Mereka

masih beranggapan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki tugas yang berbeda-

beda. Laki-laki menurut ideal zamannya memiliki fisik yang lebih unggul, rasional

dan mendominasi kegiatan sosial. Sedangkan perempuan digambarkan sebagai

subject yang pasif, emosional, dan spiritual. Pada masa ini, kedudukan perempuan

diposisikan pada kelompok yang inferior, tidak hanya dijelaskan secara biologis saja

tetapi juga tercatat dalam alkitab. Perempuan pada masa ini juga dituntut untuk

memiliki nilai moral yang tinggi serta harus taat beragama. Mereka diharapkan untuk

dapat membangun suasana rumah tangga yang religius. Di Era ini juga perempuan di

tuntut untuk menjadi perempuan “ideal” yang memenuhi standar yang telah

ditetapkan oleh masyarakat pada waktu itu. Perempuan sangat tergantung kepada

ayah dan suami mereka. Mereka dituntut untuk bisa menjadi putri yang baik, istri

yang patuh, dan menjadi ibu yang harus bisa merawat anak- anaknya. Gambaran

perempuan yang seperti ini memperlihatkan bagaimana kuatnya sistem patriarki

dalam komunitas sosial. Tidak jarang perempuan di era Victoria menjadi depresi

karena tekanan-tekanan dan beban yang diberikan di setiap tahap kehidupan mereka.

Apapun yang mereka lakukan harus sesuai yang kaum lelaki inginkan walaupun itu

salah ( Abrams, 2001:1-5 & Viernes, 21 de enero de 2011).

Situasi ini telah berjalan selama berabad-abad dengan posisi relasi yang

timpang antara perempuan dan laki-laki. Artinya jika kaum perempuan sendiri tidak

Page 7: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

7

menyadari bahwa posisinya berada dalam ketertindasan memang bisa dipahami

karena struktur dan kultur patriarkhi yang ditanamkan sangat kuat, sekalipun hal ini

sangat tragis. Disini terjadi kekuasaan khas ideologi gender yang bias, yakni menang

dengan cara melenyapkan pihak lain. Keberadaan pihak lain dinisbikan karena dialah

yang dianggap benar.

Dalam situasi seperti itulah, bisa dipahami bagaimana pola relasi yang

timpang telah melahirkan berbagai bentuk ketidakadilan dan kekerasan yang secara

intensif terjadi terus menerus, sepanjang hari dalam praktek kehidupan keluarga.

Dengan ayah sebagai posisi kepala keluarga maka ideologi gender seolah

dikukuhkan. Akibat ideologi gender ini, membuat relasi perempuan dan laki-laki sulit

untuk keluar dari stigma masyarakat. Perempuan pada akhirnya berada dalam posisi

dengan subordinat dari dominasi laki-laki. Relasi perempuan dan laki-laki tampak

sebagai sebuah relasi yang tidak adil, korup, manipulatif dan bersifat vertikal.

Novel ini juga dibuat menjelang abad ke-19 dimana feminisme lahir menjadi

gerakan yang cukup mendapatkan perhatian. Pada awalnya, gerakan ini memang

diperlukan pada masa itu, dimana ada masa-masa pemasungan terhadap kebebasan

perempuan. Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamenatalisme agama

yang cenderung melakukan opresi terhadap kaum perempuan. Sebagian kaum

perempuan masih aktif dalam perjuangan persamaan hak dengan kaum laki-laki atau

yang lazim disebut dengan kesetaraan gender. Sebenarnya sebagian besar perempuan

yang sedang berjuang itu adalah para perempuan yang sudah “merdeka”. Biasanya

Page 8: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

8

mereka itu dari kalangan perempuan karir yang sukses, punya prestasi, punya

background dan pendidikan yang tinggi. Mereka tetap giat berjuang atas nama semua

perempuan yang masih terpasung atau tidak memiliki hak setara dengan laki-laki atau

perempuan yang tertindas. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya

era Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Prancis di abad ke XVIII yang

kemudian melanda Amerika Serikat dan keseluruhan dunia (Gamble, 2004)

Suasana demikian diperparah dengan adanya fundamentalisme agama yang

cenderung melakukan operasi terhadap kaum perempuan. Dari latar belakang

demikianlah di Eropa berkembang gerakan untuk menaikan derajat kaum perempuan

tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi Revolusi sosial

dan politik, perhatian terhadap kaum-kaum perempuan mulai mencuat. Di tahun 1792

Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the Right of

Women yang isinya dapat meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian

hari. Pada tahun-tahun 1830-1840, sejalan terhadap pemberantasan praktek

perbudakan, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum

ini mulai diperbaiki. Mereka juga diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi

hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki. Secara umum

pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum

perjuangannya: Gender Inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak

berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualitas. Gerakan feminisme adalah

Page 9: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

9

gerakan pembebasan perempuan dari: rasisme, stereotype, seksisme, penindasan

perempuan, dan phalogosentrisme. (Gamble, 2004)

Maka dari itu Anne Bronte (17 Januari 1820 - 28 Mei 1849) adalah seorang

novelis Inggris dan penyair, anggota termuda dari Brontë keluarga sastra. Putri

seorang pendeta Irlandia yang miskin di Gereja Inggris, mencoba mengubah

pandangan masyarakat Inggris pada waktu itu dengan mencoba menulis sebuah karya

berjudul The Tenant of Wildfell Hall, dan dianggap sebagai salah satu novel yang

pertama yang membawa ide tentang feminis, muncul pada tahun 1848. (debate.org,

2014)

Disamping itu juga novel ini merupakan novel yang sangat fenomenal karena

banyak dibicarakan dan membuat gempar seluruh Inggris masa Victoria karena ada

bagian yang sangat berani dan sangat melanggar konvensi social, dan hukum Inggris

seperti yang penulis baca disebuah artikel yang ditulis Mei Sinclair pada tahun 1913.

Dari uraian diatas, membuat penulis untuk lebih dalam lagi menganalisa novel ini,

karena novel ini tidak hanya membawa ide feminisme saja tapi dianggap juga novel

klasik sastra inggris yang sangat fenomenal.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di latar belakang masalah diatas, terlihat jelas bahwa pada zaman

Victoria terdapat nilai-nilai, norma-norma dan tradisi-tradisi yang sangat kuat yang

Page 10: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

10

mengharuskan perempuan harus tunduk dan patuh terhadap kekuasaan kaum laki-

laki. Sehingga hal ini sangat merugikan kaum perempuan. Namun didalam novel

karya Anne Bronte, ada karakter utama perempuan yang mencoba untuk keluar atau

mendobrak sistem kekuasaan yang dianggap normal pada masa itu, sehingga penulis

tertarik untuk menganalisa novel tersebut dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk-bentuk de-normalisasi kekuasaan yang dilakukan karakter

utama perempuan yang terjadi dalam novel The Tenant of Wildfell Hall?

2. Mengapa pengarang mencoba menjelaskan de-normalisasi kekuasaan lewat novel

The Tenant of Wildfell Hall?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan,

melalui suatu rangkaian kerja dan prosedur analisis yang direncanakan. Penelitian ini

memiliki tujuan teoritis untuk mengungkapkan bentuk De-Normalisasi kekuasaan

yang dilakukan karakter utama perempuan dalam novel The Tenant of Wildfell Hall.

Penelitian ini juga memiliki tujuan untuk mengungkapkan mengapa pengarang, Anne

Bronte mencoba menjelaskan de-normalisasi sistem kekuasaan yang dianggap normal

pada masa Victoria. Sedangkan tujuan praktis dalam penelitian ini adalah hasil

penelitian ini nantinya diharapkan bisa menambah wawasan bagi mahasiswa,

pengajar, peneliti dan pembaca tentang feminisme.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

11

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka, penulis mencoba mencari penelitian yang terdahulu

yang menggangkat novel The Tenant of Wildfell Hall karya Anne Bronte, dan setelah

penulis mencoba mencari penelitian terdahulu, penulis menemukan beberapa

penelitian yang menggangkat novel ini sepanjang pengetahuan penulis diantaranya

adalah sebagai berikut: Pertama, M.Rizal (2007) telah menganalisa novel The Tenant

of Wildfell Hall, thesisnya berjudul Main Female Character Domination to Be

Independent in Anne Bronte's The Tenant Of Wildfell Hall. Dalam analisanya

menyatakan bahwa novel ini merupakan novel yang sangat penting dan bagus pada

zaman Victoria dan yang layak mendapatkan perhatian khusus sebagai sebuah karya

fiksi. Dalam analisisnya, M. Rizal menyatakan bahwa novel Anne Bronte ini

mengandung ide-ide feminisme yang digambarkan dalam karakter Helen, Helen

mewakili karakter perempuan dalam novel ini. Dia ingin menyampaikan pesan bahwa

seharusnya ada kebebasan setiap perempuan untuk menentukan seorang laki-laki

yang ingin dia nikahi. Dia menyatakan bahwa seharusnya tidak ada ikatan pernikahan

(Wedlock) karena setiap orang-perempuan-mempunyai hak untuk memilih seseorang

untuk dicintai dan mencintai.

Kedua, Rebecca Lynn Lupold, University of Montana Missoula USA (2008)

telah menganalisa novel The Tenant of Wildfell Hall dalam thesisnya berjudul

Dwelling and The Woman Artist in Anne Bronte's The Tenant of Wildfell Hall. Dalam

thesisnya, Lupold menggunakan teori Heidegger tentang konsep Dwelling untuk

Page 12: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

12

menganalisa bagaimana lingkungan dan spaces rumah yang nyaman buat Helen untuk

mengembangkan karir keartisannya sebagai pelukis di Wildfell Hall dan Grassdale,

dan mampu menghidupi dia dan anaknya dari keartisannya. Serta menganalisa

hubungannya dengan Albert yang mampu memberikan dwelling yang diinginkan,

beda halnya dengan Arthur suaminya Helen. Lupold menganalisa novel ini per

volume dari volume 1 sampai volume 3.

Ketiga, Miftakhul Maarif (2010) dengan judul thesisnya Woman's struggle

against Gender inequality in The Tenant of Wildfell Hall by Anne Bronte. Dalam

thesisnya, Miftakhul Maarif menggunakan kritik sastra feminis untuk menganalisa

karakter utama khususnya karakter perempuan dalam novel Anne Bronte. Analisanya

mengambil pandangan tentang feminisme yang menghadirkan masalah perjuangan

perempuan terhadap ketimpangan dan dominasi laki-laki terhadap perempuan. Fokus

utamanya pada posisi dan peranan karakter perempuan yang ditempatkan inferior

atau di marginalkan oleh kaum laki-laki.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh peneliti dari University of Findlay,

Nicole A. Diederich (2013) dengan judul penelitian The Art of Comparison:

Remarriage in Anne Brontë's The Tenant of Wildfell Hall, dipenelitian ini, Diederich

mengatakan bahwa novel ini merupakan novel yang membawa ide-ide tentang

feminisme dan merupakan sebuah kritik terhadap hubungan kojugal yang sangat

merugikan kaum perempuan pada zaman victoria. Perempuan zaman Victoria, ketika

mereka diikat oleh sistem perkawinan mereka harus tunduk dan patuh kepada suami

Page 13: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

13

mereka dan tugas mereka hanya mengurus rumah tangga, suami dan merawat anak-

anak mereka tanpa bisa memikirkan untuk mengembangkan kemampuan mereka.

Hukum perkawinan di abad ke-19, Inggris membatasi peluang perempuan untuk

bercerai, untuk mempertahankan hak asuh anak, dan untuk menjaga semua properti

mereka setelah menikah. Demikian halnya yang terjadi pada karakter utama

perempuan pada novel karya Anne Bronte. Didalam novel ini, Helen sebagai seorang

seniman khususnya pelukis ketika menikah dengan Arthur Huntingdon, semua urusan

Helen sebagai seorang seniman dihambat oleh suaminya sendiri. Helen tidak bisa

mengembangkan karir keartisan, dia hanya bisa melakukan urusan rumah tangganya

sebagai seorang istri yang tunduk pada kemauan suaminya dan merawatnya. Hal ini

berbeda dengan ketika Helen berhubungan dengan seorang pemuda di Wildfell Hall,

Gilbert Markham. Gilbert sangat menghargai hubungan perkawinan dan menghargai

seorang istrinya untuk mengembangkan karir dan kemampuannya sebagai seorang

artis, pelukis dan Gilbert berusaha memberikan dukungan untuk Helen untuk

mengembangkan kemampuannya dan Gilbert akhirnya menjadi suami kedua Helen

ketika Arthur suami pertama Helen meninggal dan seluruh harta jatuh ketangan Helen

dan Helen juga membawa anaknya dalam pelarian ke Wildfell Hall.

Selanjutnya, penelitian akan novelnya karya Anne Bronte yang kedua ini

dilakukan oleh Çağla Narter (2014) berjudul Anne Bronte's "The Tenant of Wildfell

Hall": An Opposition To The Patriarchal Society of The 19th Century Britain. Pada

jurnal ini Narter mengatakan bahwa novel ini dengan beraninya pengarang

Page 14: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

14

melakukan sebuah protes bahwa antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak

yang sama dan pengarang begitu berani melakukan perlawanan terhadap sistem

patriarkhi yang didominasi oleh kaum lelaki. The Tenant adalah sebuah karya seni

yang sangat penting yang mengandung benih feminisme, Sastra Era Victorian oleh

Anne Bronte yang menginterogasi peran gender, menolak tunduk pada dominasi laki-

laki, dan pemodelan kekuatan seorang perempuan muda untuk membebaskan diri dari

batas-batas yang menghubungkan kepada suaminya. Pertanyaan tentang peran gender

yang bekerja melalui argumen antara Helen dan Gilbert dalam novel.

Jadi dari kelima penelitian tersebut diatas, penulis ingin menggangkat tentang

bagaimana karakter utama perempuan dalam novel The Tenant of Wildfell Hall karya

Anne Bronte melakukan De-Normalisasikan sistem sosial yang sudah normal dari

sistem patriakhi yang ada dalam masyarakat zaman victoria. Penulis menggunakan

konsepnya Michel foucault tentang kekuasaan (normalisasi) yang belum pernah

diterapkan dalam novel ini dan penelitian sebelomnya sepanjang pengetahuan

penulis.

1.5 Landasan Teori

Tidak dapat dipungkiri bahwa penciptaan karya sastra merupakan tiruan dari

kenyataan yang ada dalam kehidupan. Hal ini juga ditegaskan oleh Teeuw bahwa

sastra tidak lahir dari kekosongan budaya (1990:11) sehingga sastra sebagai fiksi,

Page 15: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

15

memungkinkan adanya fakta-fakta di dalamnya. Fakta- fakta social budaya inilah

yang kemudian menjadi background seorang pengarang dalam proses kreatifnya.

Demikian halnya Kleden (2004:8-9) mengungkapkan bahwa karya sastra tidak dapat

mengelak dari kondisi masyarakat dan kebudayaan tempat karya itu dihasilkan,

walaupun seorang pengarang telah dengan sengaja mengambil jarak dan melakukan

transendensi secara sadar dari jebakan kondisi sosial dan berbagai masalah yang

menglingkupi.

Oleh karena itulah, dalam telaah sastra, tentunya tidak dapat diabaikan

peranan teori sastra, karena teori sastra memiliki sifat-sifat yang terdapat dalam teks-

teks sastra (Jan van Luxemburg, 1984:2). Sifat-sifat tersebut tentu tidak dapat

dilepaskan dari analisis sastra baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Adanya

penguasaaun teori sastra akan mengarahkan seorang penelaah sastra untuk lebih

sistematik dalam menguraikan teks sastra yang dibacanya.

Untuk mengerti, memahami, dan menilai teks sastra memang tidak hanya

bergantung pada teori sastra. Persoalan-persoalan yang terdapat diluar teks seperti

politik, agama, budaya, psikologi, ekonomi seringkali merupakan dasar bangunan

karya sastra yang diciptakan pengarang. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa

teks sastra sebenarnya merupakan karya yang amat kompleks, karena sastra juga

merupakan refleksi kehidupan manusia dengan berbagai macam dimensi yang ada.

Karena itu, mempelajari teks sastra secara sistematik, penelaah sastra tidak saja

dituntut untuk menguasai teori sastra, melainkan juga disiplin ilmu lainnya seperti

Page 16: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

16

filsafat, sosiologi, psikologi, agama, politik, dan sebagainya (Fananie Zainuddin,

2002:2-3).

Oleh karena itu, dalam landasan teori, penulis menggunakan teori Michel

Foucault tentang kekuasaan seperti yang penulis singgung dalam latar belakang.

Banyak konsep-konsep dari Foucault yang digunakan dalam dunia sastra. Yang

pertama, konsep Foucault digunakan dalam New Historicism (NH). NH adalah satu

dari sekian banyak pendekatan dalam ilmu sastra yang muncul dalam dua dekade

terakhir abad ke-20. NH ini digunakan pertama kali oleh Stephen Greenbatt dalam

mendefiniskan kebudayaan dalam kajian NH, dan juga dalam pengantar edisi Jurnal

Genre 1982. ‘Aspek politis dan ideologis yang bermain dalam produk-produk

budaya, tidak bias tidak terkait dengan persoalan relasi kuasa dalam tantanan

masyarakat. Dalam hal ini, kajian-kajian NH banyak bertumpu pada konsep

kekuasaan Michel Foucault (Budianto 2006:7).’ Kedua, Judith Butler dalam bukunya

‘Gender Trouble’, banyak menggunakan konsep relasi kuasa Foucault dalam

memaparkan konsep Gendernya. In this paper I will critique JudithButler’s recent

views on gender, which I will argue, fail to be a convincing synthesis ofFreudian and

Foucauldian views. In The Psychic Life of Power (1997a), Butler writesabout gender

not only to deconstruct other modern theories of gender, subjectivity andthe self, but

to present her own, arguably modernist, theory of gender based on anamalgam of

Freud and Foucault (P.1). Kutipan penulis kutipan dari jurnal Ann Ferguson yang

berjudul Butler, Subjectivity, Sex/Gender, and a Postmodern Theory of Gender. Jadi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

17

dari dua uraian diatas, sangat beralasan kalau penulis menggunakan konsep Foucault

dalam penelitian yang penulis angkat dalam tesis ini.

Ulasan tentang kekuasaan seolah-olah tidak pernah absen dari diskusi dan

perdebatan manusia sepanjang masa. Foucault adalah tokoh yang terkenal dalam

feminisme, namun Foucault tidak pernah membahas tentang perempuan. Hal yang

diadopsi oleh feminism dari Foucault adalah ia menjadikan ilmu pengetahuan

“dominasi” yang menjadi miliki kelompok-kelompok tertentu dan kemudian

“dipaksakan” untuk diterima oleh kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu

pengetahuan yang ditaklukan. Hal tersebut mendukung bagi perkembangan

feminisme dan ini erat kaitan dengan objek formal yang akan penulis teliti, yakni

tentang de-normalisasi sistem kekuasaan yang dilakukan karakter utama perempuan

dalam novelnya The Tenant of Wildfell Hall.

Jika berbicara mengenai kekuasaan merupakan satu hal menarik yang tidak

pernah selesai dibahas. Hal ini telah dimulai sejak zaman Yunani kuno dan terus

berlangsung sampai zaman ini. Para filsuf klasik pada umumnya mengaitkan

kekuasaan dengan kebaikan, kebajikan, keadilan dan kebebasan. Kuasa adalah

konsep Foucault yang paling unik, sekaligus sulit. Foucault tidak pernah memberi

definisi yang ketat mengenai apa yang dimaksudnya dengan kekuasaan. Ia hanya

menjelaskan bagiamana kuasa bekerja. Baginya kuasa tidaklah represif dan negatif,

kuasa lebih merupakan sesuatu yang produktif dan bekerja dengan apa yang

Page 18: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

18

disebutnya sebagai regulasi dan normalisasi. Pemikirannya mengenai kuasa, sering

kali disebut sebagai kritik paling tajam terhadap Marxisme.

Berbeda dengan Marx, Foucault melihat kuasa bukanlah sebagai milik

melainkan strategi. Kuasa tidak dapat dialokasikan tetapi terdapat dimana-mana,

kuasa tidak selalu bekerja melalu penindasan dan represi, tetapi terutama melalui

normalisasi dan regulasi. Terakhir, kuasa tidaklah bersifat destruktif melainkan

produktif. Konsep kekuasaan Foucault dipengaruhi oleh Nietzsche. Foucault menilai

bahwa filsafat politik tradisional selalu berorientasi pada soal legitimasi. Kekuasaan

adalah sesuatu yang dilegitimasikan secara metafisis kepada negara yang

memungkinkan untuk negara dapat mewajibkan semua orang untuk mematuhi.

Menurut Foucault kekuasaan adalah suatu dimensi dari relasi. Menurut pendapat

Foucault, kehendak untuk kebenaran sama dengan kehendak untuk berkuasa.

Peradaban Foucault melukiskan bagaimana kegilaan itu didefinisikan dari berbagai

kelompok yang mendominan pada masa tertentu.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba menguraikan konsep kekuasaan Michel

Foucault berdasarkan beberapa karya utama yang ia tulis semasa hidupnya. Ada

beberapa hal yang akan penulis tulis dalam mengkonsepkan tentang kekuasaan dari

pemikiran Michel Foucault: Normalisasi, Konsep Kekuasaan, dan De-normalisasi

Kekuasaan. Penulis juga akan menguraikan definisi dari ideologi. Karena di BAB III,

penulis akan menguraikan analisa tentang ideologi pengarang.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

19

1.5.1 Definisi Konsep Kekuasaan

Kalau bicara tentang kekuasaan, banyak sekali orang-orang mendefinisikan

kekuasaan itu seperti apa. Berikut ini, penulis mencoba memberikan pengertian

tentang kekuasaan menurut beberapa para ahli. Weber (dalam Rafael, 2001:190)

mendefinisikan kekuasaan sebagai “kemungkinan bagi seseorang untuk memaksakan

orang-orang lain untuk berprilaku sesusai kehendaknya”. Kekuasaan adalah salah

satu jenis-jenis intreaksi sosial, namun jelas sekali adanya perbedaan-perbedaan

penting diantara tipe-tipe kekuasaan yang dijalankan manusia. Menurut Weber

(dalam Rafael, 2001:191) kekuasan akrab dengan istilah coercion, (paksaan). Kerap

kali mereka atau seseorang menggunakan tipe kekuasaan yang memiliki pengaruh.

Memperoleh pengaruh bisa didapat dari kekayaan, popularitas, daya tarik,

pengetahuan, keyakinan, atau karena kualitas tertentu yang dikagumi oleh orang-

orang disekitar.

Konsep ”kekuasaan” merujuk kepada kemampuan seseorang atau kelompok

manusia untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau kelompok lain

sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan

tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu (Budiardjo, 2000:35). Dengan

demikan konsep ‘kekuasaan’ itu sangat luas, karena setiap manusia pada hakikatnya

merupakan subyek dan sekaligus sebagai obyek kekuasaan.

Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn et.al.

mendefinisikan kekuasaan sebagai “...kemampuan yang mampu membuat orang

melakukan apa yang kita ingin atau kemampuan untuk membuat hal menjadi

Page 20: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

20

kenyataan menurut cara yang kita inginkan (Schemerhorn,et all, 2002:173).”

Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, di mana kepemimpinan

merupakan mekanisme kunci dari kekuasaanguna memungkinkan suatu hal terjadi.

Richard L. Daft mengidentifikasi bahwa kekuasaan sebagai kekuatan di dalam

organisasi sulit untuk dicerap, tidak bisa dilihat, tetapi efeknya dapat dirasakan. Daft

kemudian juga menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan potensial seseorang (atau

departemen) untuk mempengaruhi orang (atau departemen) lain untuk menjalankan

perintah atau melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka tolak. Daft menyebut

definisi lain dari kekuasaan yang lebih menekankan pemahaman bahwa kekuasaan

adalah kemampuan untuk meraih tujuan atau hasil sebagaimana dikehendaki

pemegang kekuasaan. Pencapaian hasil yang dikehendaki adalah dasar utama dari

definisi kekuasaan. Definisi kekuasaan dari Daft sendiri adalah “... the ability of one

person or department in an organization to influence other people to bring about

desired outcomes.” Kekuasaan berpotensi untuk mempengaruhi orang lain dalam

organisasi dengan sasaran memperoleh hasil yang dikehendaki para pemegang

kekuasaan (Daft, 2010:497).

Kuasa sebagai sesuatu yang tidak dapat dimiliki berarti ia tidak dapat

diperoleh, disimpan, dibagi, ditambah, atau dikurangi. Kuasa bukan milik seorang

kepala negara, yang diperolehnya dari rakyat, dan bisa begitu saja ia delegasikan

kepada mentri-mentrinya. Sehabis masa jabatannya, habis pula kuasa yang ada

padanya. Kuasa dalam pandangan Foucault tidaklah demikian, baginya “kuasa

dipraktekan dalam suatu ruang lingkup dimana ada banyak posisi yang secara

Page 21: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

21

strategis berakitan satu sama lain dan senantiasa mengalami pergeseran” (Bertens, K:

2001 P.354). Kuasa oleh karenanya menjadi sangat cair, setiap orang berpotensi

memilikinya. Tidak hanya orang-orang dalam jabatan struktural, kuasa juga bekerja

bahkan pada level terkecil. Oleh karenanya secara sekaligus kuasa tidak dapat

dialokasikan di satu tempat, ia tersebar dimana-mana, ia lebih merupakan relasi

diantara subjek. Kuasa tidak berbentuk negara ataupun organisasi. Foucault lebih

melihat kuasa sebagai efek, seperti halnya angin yang tidak tampak langsung, namun

dapat dirasakan akibatnya.

Jadi dari beberapa definisi kekuasaan diatas, penulis menilai bahwa kekuasaan

yang didefinisikan tersebut lebih bersifat memaksakan suatu kehendak terhadap orang

yang dikuasai. Atau dengan kata lain, bagaimana kemauan seseorang dapat di ikuti

orang lain serta mempengaruhinya, sehingga penulis menilai definisi kekuasaan

seperti itu bersifat sebagai suatu yang negative dan destruktif. Penulis lebih cendrung

setuju dengan definisi kekuasaan menurut Foucault bahwa kuasa itu tersebar dimana-

mana, atau bersifat cair, berarti setiap orang hanya bisa mempraktekannya. Sehingga

penulis menyimpulkan bahwa kuasa yang terbesar, ditangan orang-orang yang

memiliki modal yang lebih dari semua orang. Modal berupa kekayaan yang lebih

banyak dan juga modal pengetahuan yang lebih luas sehingga mereka dapat

melakukan apa yang mereka inginkan dalam memenuhi keinganan mereka.

Disamping itu juga, Kritik Foucault terhadap kuasa dalam terminologi

Marxis, tidak hanya pada bagimana kuasa bekerja. Akan tetapi juga pada penilaian

Page 22: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

22

terhadap kuasa. Foucault tidak pernah menganggap kuasa sebagai sesuatu yang

negatif dan destruktif, seperti yang selama ini diandaikan oleh para pemikir Marxis.

Baginya kuasa bersifat produktif, kuasa selalu merangsang lahirnya pengetahuan

baru.

Kuasa bekerja lewat regulasi dan normalisasi, lewat normalisasi dan

regulasilah masyarakat digerakkan. Aturan yang menabukan perempuan untuk

berbicara mengenai sex, adalah salah satu bentuk kuasa yang bekerja dalam

masyarakat. Efeknya dapat dilihat dari ekslusi terhadap perempuan yang berbicara

sex secara gamblang, biasanya mereka akan dicap sebagai bukan perempuan “baik-

baik”. Inilah yang dimaksud Foucault dengan normalisasi.

Pembicaraan kuasa dalam pengertian Foucault, mau tidak mau akan menyeret

pada apa yang disebut Foucault sebagai pengetahuan. Bagi Foucault, hubungan

pengetahuan dengan kekuasaan selalu bersitegang, bersilangan, terkadang malah

identik. Kuasa dan pengetahuan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kuasa

menemukan bentuknya dalam pengetahuan. Berbeda dengan analisis Marxis yang

masih menyisakan kebenaran dalam pengetahuan, Foucault melangkah lebih jauh dari

itu, baginya setiap pengetahuan pasti mengandung kuasa dan setiap kekuasaan

produktif menghasilkan pengetahuan. Artinya tidak ada kebenaran, bahkan dalam

ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah sekalipun. Biologi, ekonomi, komunikasi, dan

banyak disiplin ilmu modern lainnya, tidak lebih dari perwujudan kuasa yang

fungsinya membentuk subjek. Klaim ilmiah yang selama ini menjadi pembenaran

Page 23: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

23

akan sifat pengetahuan yang netral, bagi Foucault adalah strategi kuasa.

“Pengetahuan adalah cara bagaimana kekuasaan memaksakan diri kepada subyek

tanpa memberi kesan ia datang dari subyek tertentu” (Haryatmoko, 2003: 225).

Foucault kemudian melanjutkan analisanya mengenai kuasa dengan

mengatakan bahwasanya sasaran dari kuasa adalah tubuh dan kepatuhan. Apa yang

dimaksud Foucault dengan tubuh dan kepatuhan sebagai sasaran kekuasaan dapat

dilihat dalam bukunya Discipline and Punish.

Dalam berbagai bentuk strateginya kuasa berhasil mendapatkan kepatuhan

dari subjek. Seperti yang ditunjukkan Foucault dalam Sejarah Seksualitas, konstelasi

kuasa agama dan negara menghendaki kepatuhan seksualitas subjek dalam rangka

mengatur populasi dan distribusi kekayaan. Kendati demikian, subjek dalam

pandangan Foucault bukan robot yang manut pada setiap kuasa yang coba

membentuknya. Konsekuensi dari pengertian kuasa yang dibangun Foucault, dimana

kuasa tidak bisa dimiliki, artinya cair atau tersebar, melahirkan konsepsi resistensi.

Oleh karenanya subjek dalam pemikiran Foucault adalah sesuatu yang aktif, ia bebas

untuk memilih wacana atau kuasa mana yang akan digunakannya. Bagi Foucault

komponen kritis dari kuasa adalah kebebasan, karena kuasa hanya dapat dikatakan

menciptakan efek jika objek yang terkena kuasa memiliki kemampuan untuk

melawan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

24

1.5.2 Normalisasi

Dalam jurnal research online yang berjudul Retooling the Corporate Brand:

A Foucauldian perspective on Normalization and differentiation karya S. R. Leitch

(2007: 8) menjelaskan bahwa "Normalization was a central theme within Foucault’s

work, much of which focused on the creation of institutions to accommodate those

who were deemed abnormal and who therefore should be excluded from society. The

insane, the criminal, the sexually deviant and the unhealthy, along with the asylums,

prisons, legal systems and sanatoriums created to identify and isolate them from

normal citizens, were all the subjects of major works by Foucault. He did not single

these systems out because of their prominence within society but because of what he

saw as their centrality to the relations of power underpinning society. He stated that:

To put it very simply, psychiatric internment, the mental normalisation of individuals,

and penal institutions have no doubt a fairly limited importance if one is only looking

for their economic significance. On the other hand, they are undoubtedly essential to

the general functioning of the wheels of power.''

Dari kutipan diatas, normalisasi merupakan suatu proses penciptaan ide-ide

untuk menampung orang-orang yang dianggap tidak normal (abnormal) dalam

masyarakat, seperti orang gila, penjahat dan orang yang menyimpang secara seksual

dan tidak sehat kedalam sebuah wadah lembaga. Wadah yang merupakan hasil karya

Foucault seperti rumah sakit, penjara, sistem hukum dan sanatorium, yang diciptakan

untuk mengidentifikasi dan mengisolasi mereka dari warga biasa. Hal ini bukan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

25

merupakan sistem kekuasaan tunggal, sistem karena keunggulan mereka dalam

masyarakat sebagai hubungan pondasi kekuasaan dalam masyarakat dan juga

dianggap penting untuk fungsi umum roda kekuasaan.

Disamping itu juga S. R. Leitch menjelaskan Foucault melihat normalisasi

sebagai proses yang tidak hanya bertugas untuk menandai mayoritas 'kami' dari

minoritas 'mereka' tapi keberadaan mereka untuk mendukung hubungan kekuasaan

yang ada dalam masyarakat. Melalui karyanya tentang normalisasi, Foucault

berpendapat bahwa kekuasaan dan pengetahuan saling konstitutif. Ia menentang

pandangan yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah kekuasaan, pandangan yang

melihat pengetahuan sebagai sumber daya yang langka yang diberikan kekuasaan

pada orang-orang yang memilikinya. Sebaliknya, Foucault berpendapat bahwa

"pelaksanaan kekuasaan terus-menerus menciptakan pengetahuan dan, sebaliknya,

pengetahuan terus-menerus menyebabkan efek pada kekuasaan." Pengetahuan adalah

yang menciptakan kekuasaan dan membuat kekuasaan untuk berkreasi seperti yang

terlihat pada kutipan dibawah ini:

Foucault saw normalization as a process that not only served to mark out themajority of ‘us’ from the minority of ‘them’ but which existed to support thepower relations of society. Through his work on normalization, Foucault cameto the view that power and knowledge were mutually constitutive. Hechallenged the accepted view that knowledge was power, a view which sawknowledge as a scarce resource that conferred power on those who possessedit. In contrast, Foucault argued that ‘The exercise of power perpetually createsknowledge and, conversely, knowledge constantly induces effects of power’.Knowledge was, then, both a creator of power and a creation of power.(Leitch. S. R, 2007: 9)

Page 26: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

26

Dari kutipan diatas, dijelaskan Normalisasi mengacu pada proses-proses

sosial melalui ide-ide dan tindakan yang terlihat sebagai "sesuatu yang normal" dan

dijadikan sebagai granted atau 'yang bersifat alami' untuk mengontrol masyarakat

dalam kehidupan sehari-hari. Konsep normalisasi ditemukan dalam karya Michel

Foucault, terutama Discipline and Punish, dalam konteks disiplin kekuasaan.

Foucault menggunakan istilah normalisasi untuk menciptakan sebuah norma yang

ideal dari perilaku-misalnya seorang prajurit ideal harus berdiri tegap, memiliki

perawakan gagah, berdada lebar, berperut ramping, dan selalu berjalan dengan

langkah-langkah yang tegap. Dengan kata lain, Foucault menjelaskan bahwa

normalisasi adalah salah satu dari sebuah strategi untuk mengerakkan kontrol sosial

secara maksimum dengan kekuatan minimum, yang Foucault sebut dengan "disiplin

kekuasaan". Daya Disiplin muncul selama abad ke-19, datang untuk digunakan secara

luas di barak militer, rumah sakit, panti-panti, sekolah, pabrik, kantor, dan

sebagainya. Oleh karenanya semua itu menjadi aspek penting dari struktur sosial

dalam masyarakat modern

Didalam bukunya Foucault tentang Sejarah Seksualitas: Seks dan Kekuasaan

yang diterjemahkan oleh Rahayu S. Hidayat (1997:4) dijelaskan bahwa represi, sejak

zaman klasik, merupakan dasar sesungguhnya yang menghubungkan dengan

kekuasaan, pengetahuan, dan seksualitas, namun tidak semudah itu membebaskan diri

darinya. Kita harus membayar mahal, dengan melanggar hukum, menanggalkan

berbagai hal yang tabu, menggunakan kata-kata, membiarkan seksual tampil kembali

Page 27: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

27

dalam kenyataan, dan terutama menyusun kembali ekonomi kekuasaan yang baru

sama sekali, karena setiap letusan kebenaran terkait pada kondisi politik...maka

konformisme Freud diserang. Psikoanalisis dituduh sebagai alat normalisasi.

Jadi dari tiga uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa normalisasi

mengandung arti sebuah proses melalui ide-ide atau tindakan yang normal dan

abnormal yang berhubungan dengan kekuasaan yang bekerja lewat regulasi dan

normalisasi. Lewat normalisasi dan regulasilah masyarakat digerakkan dan adanya

sanksi bagi masyarakat yang melanggarnya berupa hukuman bahkan sampai pada

kematian yang ditampung dalam suatu wadah lembaga. Kekuasaan tersebut juga tidak

terlepas dari pengetahuan.

Disisi lain, normalisasi merupakan hukuman disiplin dan hal ini berlawanan

dengan hukuman pengadilan yang mengacu pada sejumlah badan hukum yang harus

dihapal. Jadi norma muncul melalui disiplin-disiplin. Normalisasi menjadi perangkat

kuasa seperti pemantauan. Kuasa normalisasi menghasilkan keserupaan tetapi

normalisasi juga mengindividualisasikan individu dengan menciptakan jarak yang

membatasi, menentukan tingkat, menentukan spesialisasi dan mengubah perbedaan

menjadi berguna dengan membuat cocok yang satu terhadap yang lain. Dalam bentuk

aturan norma berfungsi menampilkan seluruh bayangan perbedaan individual didalam

sistem kesamaan formal.(Foucault, 1997:98)

Page 28: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

28

1.5.3 De-Normalisasi

Kata De- penulis pinjam dari istilah de-institusional (lepas dari kelembagaan)

dalam buku karya Foucault disiplin tubuh (1997: 115), sehingga pengertian De-

normalisasi berarti lepas dari normalisasi. Kata normalisasi yang telah penulis

jelaskan sebelumnya, mengandung pengertian yakni sebuah proses melalui ide-ide

atau tindakan yang normal dan abnormal yang berhubungan dengan kekuasaan yang

bekerja lewat regulasi dan normalisasi. Lewat normalisasi dan regulasilah masyarakat

digerakkan dan adanya sanksi bagi masyarakat yang melanggarnya berupa hukuman.

Kekuasaan tersebut juga tidak terlepas dari pengetahuan. Seperti yang telah penulis

uraikan diatas bahwa Foucault menjelaskan kuasa dan pengetahuan saling berkaitan

erat satu sama lain. Dia meninggalkan anggapan lama yang memandang bahwa

pengetahuan hanya berkembang diluar wilayah kekuasaan. Menurut Foucault, antara

kekuasaan dan pengetahuan justru terdapat relasi yang saling memperkembangkan.

Tidak ada praktek pelaksanaan kuasa yang tidak memunculkan pengetahuan, dan

tidak ada pengetahuan yang didalamnya tidak mengandung relasi kuasa. (Foucault,

1997:30)

Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini, penulis akan mengacu

pada bentuk-bentuk usaha karakter utama perempuan dalam mendobrak sistem

kekuasaan yang telah dianggap normal pada masa Victoria. Penulis juga akan

menguraikan tujuan pengarang dalam menjelaskan de-normalisasi dari sistem

kekuasaan tersebut dalam novel The Tenant of Wildfell Hall karya Anne Bronte.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

29

Penulis dalam ini menggunakan konsep normalisasi dan kekuasaan yang diusung oleh

Foucault untuk memperoleh kebebasan dan jauh dari segala bentuk penindasan.

Pada uraikan tersebut sudah dijelaskan bahwa dalam berbagai bentuk

strateginya kuasa berhasil mendapatkan kepatuhan dari subjek. Seperti yang

ditunjukkan Foucault dalam Sejarah Seksualitas, konstelasi kuasa agama dan negara

menghendaki kepatuhan seksualitas subjek dalam rangka mengatur populasi dan

distribusi kekayaan. Namun, subjek dalam pandangan Foucault bukan robot yang

manut pada setiap kuasa yang coba membentuknya. Konsekuensi dari pengertian

kuasa yang dibangun Foucault, dimana kuasa tidak bisa dimiliki, artinya cair atau

tersebar, melahirkan konsepsi resistensi. Oleh karenanya subjek dalam pemikiran

Foucault adalah sesuatu yang aktif, ia bebas untuk memilih wacana atau kuasa mana

yang akan digunakannya. Bagi Foucault komponen kritis dari kuasa adalah

kebebasan, karena kuasa hanya dapat dikatakan menciptakan efek jika objek yang

terkena kuasa memiliki kemampuan untuk melawan. Didalam novel ini, Helen

mencoba untuk melawan atau mendobrak sistem kekuasaan yang sangat kuat dan

dianggap normal pada masa Victoria. Sistem yang menganggap bahwa perempuan

harus tunduk pada kekuasaan laki-laki. Karena Helen seorang pelukis maka secara

tidak langsung dia memiliki relasi kuasa untuk melakukan resistensi terhadap

kekuasaan yang mendominasi dirinya. Atau dengan kata lain, Helen melakukan De-

Normalisasi sistem kekuasaan yang dianggap normal pada masa itu. Helen

mempunyai hak untuk diperlakukan selayaknya manusia dan menentukan nasibnya

Page 30: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

30

untuk diperlakukan sama dengan laki-laki; dalam menentukan jodohnya, sebagai

seorang istri yang ingin diperlakukan selayaknya seorang istri dan seorang ibu yang

mempunyai hak yang sama dalam mendidik anaknya. Helen adalah seorang artis

dalam hal ini pelukis yang otomatis punya pengetahuan untuk menentukan nasibnya

sendiri dan berkuasa pada dirinya sendiri, namun tidak terlepas dari kodratnya

sebagai perempuan.

1.5.4 Konsep Dan Pengertian Ideologi

1.5.4.1 Arti Kata Ideologi

Kata Ideologi berasal dari bahasa Yunani yakni idea dan logos, yang artinya

gagasan atau ide dan ilmu atau pengetahuan. Sehingga secara sederhana dapat

diartikan sebagai ilmu dan pengetahuan tentang gagasan atau ide manusia. Perlu

diketahui bahwa defenisi ideologi sendiri sangat beragam dan nampaknya agak sulit

untuk menentukan satu konsep tunggal.

Akar kata ideology dapat dilacak dalam pemikiran tokoh klasik seperti Plato.

Walaupun tidak secara implisit berbicara tentang ideologi, pemikiran Plato tentang

dunia idea dapat disetarakan dengan konsep ideologi. Dunia idea merupakan sebuah

gambaran tentang konsep ideal yang diingikan manusia dalam kehidupannya.

Kerangka pemikiran Plato berangkat dari konsep tentang kebenaran sejati,

yang masuk bersama pengetahuan melalui jiwa. Sedangkan badan merupakan sesuatu

Page 31: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

31

yang bersifat fana, dan hancur bersama hancurnya materi, berbeda dengan idea atau

pengetahuan ia bersifat abadi.

Selanjutnya, istilah ideologi secara ilmiah, digunakan pertama kali oleh

Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18, untuk mendefinisikan "sains tentang ide".

Destutt de Tracy mengatakan bahwa “ideologi adalah studi terhadap ide–ide atau

pemikiran tertentu”. Sementara, Descartes mengatakan “ideologi adalah inti dari

semua pemikiran manusia”; inilah yang disebut dengan ideologi dalam pengertian.

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan yang dirumuskan melalui proses berpikir

untuk melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan manusia.

1.5.4.2 Pengertian Ideologi

Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang

sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju cita-cita yang mereka

inginkan. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati dan diresapi menjadi suatu

keyakinan. Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen

(keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis

seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya.

Secara etimologis (asal-usul bahasa) ideologi berarti ilmu tentang gagasan-gagasan

atau ilmu yang mempelajari asal-usul ide. Ada pula yang menyatakan ideologi

sebagai seperangkat gagasan dasar tentang kehidupan dan masyarakat, misalnya

pendapat yang bersifat agama ataupun politik.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

32

Machiavelli menyebutkan “ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan

yang dimiliki oleh penguasa”. Thomas Hobbes, mengatakan “ideologi adalah suatu

cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur

rakyatnya. Francis Bacon mendefisikan ideologi sebagai sintesa pemikiran mendasar

dari suatu konsep hidup. Karl Marx mengatakan ideologi merupakan alat untuk

mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Napoleon bahkan

menyebutkan ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya.

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Ideologi dapat dianggap sebagai

visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan

Weltanschauung), secara umum atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang

dominan pada seluruh anggota masyarakat. Ideologi adalah kumpulan ide atau

gagasan yang dirumuskan melalui proses berpikir untuk melahirkan aturan-aturan

dalam kehidupan manusia.

Tujuan utama dibalik ideologi adalah menawarkan perubahan melalui proses

pemikiran yang normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya

sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik, sehingga membuat

konsep ideologi dapat dianggap menjadi inti politik. Secara implisit, setiap pemikiran

politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir

yang eksplisit.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

33

Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang

dikembangkan berdasarkan kepenti-ngan golongan atau kelas sosial tertentu dalam

bidang politik atau sosial ekonomi. Gunawan Setiardjo mengemukakan bahwa

ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang

dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.

Ramlan Surbakti mengemukakan ada dua pengertian Ideologi yaitu Ideologi

secara fungsional dan Ideologi secara struktural. Ideologi secara fungsional diartikan

seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara

yang dianggap paling baik. Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua

tipe, yaitu Ideologi yang doktriner dan Ideologi yang pragmatis. Ideologi yang

doktriner bilamana ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi itu dirumuskan

secara sistematis, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau

aparat pemerintah. Sebagai contohnya adalah komunisme. Sedangkan Ideologi yang

pragmatis, apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi tersebut tidak

dirumuskan secara sistematis dan terinci, namun dirumuskan secara umum hanya

prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui

kehidupan keluarga, sistem pendidikan, system ekonomi, kehidupan agama dan

sistem politik.

Di dalam feminisme, ideologi mengajarkan seseorang untuk menciptakan

persamaan hak antara pria dan wanita dengan cara pemerataan dan kesetaraan gender.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

34

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah pemikiran yang

mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk

merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran

tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode

untuk menyebarkannya.

Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa Ideologi

adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh

dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis lakukan adalah dengan cara memanfaatkan

studi kepustakaan yaitu berupa pencarian dari sumber-sumber data tertulis. Penelitian

ini dibedakan atas dua objek yaitu objek formal dan material. Adapun hal yang

pertama yang penulis lakukan adalah menentukan objek material. Objek material

berkaitan dengan materi penelitian, wilayah penelitian, dan lapangan penelitian.

Penulis mencari novel yang akan di analisis, Kemudian penulis melakukan

pembacaan terhadap novel yang dianalisis atau dengan membaca sinopsis dari novel

yang akan penulis analisis yaitu novel The Tenant of Wildfell Hall karya Anne Bronte

dan mencari masalah atau topik apa yang akan diangkat sebagai topik yang akan

teliti. Setelah menentukan kajian penelitian, baru setelah itu penulis menentukan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

35

objek formal. Objek formal berkaitan dengan sudut pandang yang digunakan dalam

usaha penelitian untuk memahami objek material. Objek formalnya yaitu De-

Normalisasi sistem kekuasaan pada masa Vicotria yang dianggap normal dalam novel

The Tenant of Wildfell Hall karya Anne Bronte.

Dalam mendapatkan hasil analisis yang maksimal. Penulis melakukan teknik

kajian pustaka untuk mendapatkan data-data yang akan mendukung penulis dalam

mengkaji objek yang akan diteliti. Sumber-sumber data diperoleh dari buku-buku,

jurnal, majalah, web internet, dan laporan-laporan penelitian seperti disertasi, tesis,

dan skripsi serta laporan ilmiah lainnya yang memiliki relavansi dengan penelitian

ini. Buku-buku yang terkait dengan penelitian seperti buku terjemahan karyanya

Michel Foucault tentang Normalisasi yang ada kaitannya dengan kekuasaan dan

pengetahun serta buku-buku yang terkait dengan penelitian dan biograpi pengarang

dan segala sesuatu yang erat kaitannya dengan ideologi pengarang dan tujuan

pengarang dalam menulis karyanya; kemudian penulis melakukan pemilihan sampel

atau data yang akan diteliti dengan mencatat beserta halamannya dikertas data, yakni

teks-teks yang diindentifikasi mengandung unsur yang akan dikaji; setelah itu penulis

melakukan analisis terhadap data dilakukan melalui strategi pembacaan dengan

menggunakan teori kekuasaan Michel Foucault dan di dukung dengan buku-buku

feminisme yang mendukung penulis menganalisa novel The Tenant of Wildfell Hall.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

36

Dalam melakukan penelitian kualitatif menjadi prosedur analisis dan

interpretasi sebagai teknik memahami sampling yang bersifat nonstatistik—

matematik untuk mendapatkan temuan atau teori. Hasil temuan diperoleh dari data-

data material yang dikumpulkan berupa teks-teks sastra, yang selanjutnya akan

disajikan ke dalam bentuk tulisan deskriptif (Stauss dan Corbin, 2003, hal. 4-7).

Teks-teks yang berkaitan dengan bentuk bentuk De-Normalisasi sistem kekuasaan

yang dianggap normal yang dilakukan karakter perempuan, Helen dalam novel The

Tenant of Wildfell Hall dan tujuan pengarang dalam usahanya menjelaskan de-

normalisasi kekuasaan tersebut lewat novel The Tenant of Wildfell Hall. Teks-teks

tersebut terwujud dalam narasi, dialog, dan monolog oleh tokoh atau narrator.

Kemudian yang terakhir, penulis mencoba menguraikannya dalam bentuk deskriptif.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian "De-Normalisasi Kekuasaan pada Novel The Tenant of Wildfell

Hall karya Anne Bronte akan disajikan dalam empat bab.

Bab I berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II akan membahas bentuk-bentuk De-Normalisasi kekuasaan yang

dilakukan karakter utama perempuan dalam novel The Tenant of Wildfell Hall dari

Page 37: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

37

volume satu sampai dengan volume tiga. Mulai dari karakter utama perempuan yang

hidup berdua bersama anaknya, ketika Helen tinggal bersama bibi dan pamannya

yang kemudian akan di jodohkan serta kehidupannya ketika hidup dalam pelarian dan

kembali ke rumah suaminya dan bersama lelaki pilihannya. Penulis juga menguraikan

tentang kondisi sosial masyarakat Inggris Era Victoria

Bab III mengemukakan mengenai tujuan pengarang dalam usaha untuk

menjelaskan de-normalisasi kekuasaan lewat novel The Tenant of Wildfell Hall.

Disini penulis menguraikan pandangan pengarang tentang sistem perjodohan,

hubungan konjugal, dan single parent.

Bab IV merupakan kesimpulan, di bab terakhir ini penulis mencoba menarik

kesimpulan apa yang didapat dari hasil analisis. Serta penulis juga melampirkan

biograpi dari pengarang itu sendiri.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN wrong to marry a man that tempted to do ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74921/potongan/S2-2014... · menceritakan tentang seorang janda, Helen Graham dan

38

Bagan Langkah Kerja Penelitian

Pembacaan

Karya Sastra Teori Normalisasi

Michel Foucault

The Tenant of Wildfell Hall by

Anne Bronte

PengetahuanKekuasaan

De---Normalisasi Sistem Kekuasaan Era Victoria

1. De-Normalisasi Sistem Perjodohan.

2. De-Normalisasi Hubungan Konjugal dari Normalisasi.

3. Existensi Helen dalam Pelarian dan menjadi Single Parent.