Bab 1 - 6
-
Upload
nur-kholiq-wahyu-piaggio -
Category
Documents
-
view
232 -
download
9
description
Transcript of Bab 1 - 6
HANDOUT
MEKANIKA TEKNIK SEMESTER III
Buku Rujukan :Beer P, Ferdinand, 1987. Mechanics for Engineers Statics.
Mc Graw-Hill Book Company Dwi Basuki Wibowo. 1997. Mekanika Teknik Statika.
Course Note Fakultas Teknik. Undip.Meriem, J. L., 1987. Engineeering Mechanics Volume I Statics.
Second Edition. John Willey and Sons Inc.
Pengampu :
Satyawantjana A, STIr. Slamet Priyoatmodjo
PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
2009
1i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I SISTEM GAYA ......................................................................... 1
1.1. Pendahuluan ......................................................................... 1
1.2. Prinsip Dasar Mekanika Teknik .............................................1
1.3. Penjumlahan Gaya .................................................................2
1.4. Penguraian Gaya ....................................................................5
BAB II MOMEN .......................................................................................8
2.1. Moinen Gaya Terhadap Sumhu..............................................8
2.2. Momen Suatu Kopel ..............................................................8
2.3. Momen Kopel Ekivalen .........................................................9
BAB III KESEIMBANGAN .....................................................................12
3.1. Diagram Benda Bebas ..........................................................12
BAB IV STRUKTUR ................................................................................15
4.1. Konsep Rangka Batang ........................................................15
4.2. Konsep Kerangka dan Mesin ...............................................24
4.3. Konsep Balok .......................................................................27
BAB V TITIK BERAT ............................................................................31
5.1. Titik Berat Bidang ................................................................31
5.2. Titik Berat Garis ...................................................................32
5.3. Titik Berat Volume ..............................................................33
BAB VI GESEKAN ..................................................................................36
6.1. Teori Dasar Gesekan ............................................................36
6.2. Sudut Gesekan ......................................................................36
6.3. Gesekan Baji ........................................................................37
6.4. Gesekan Ulir .........................................................................38
6.5. Gesekan Bantalan Luncur ....................................................39
6.6. Gesekan Bantalan Dorong ....................................................40
6.7. Gesekan Roda .......................................................................41
6.8. Gesekan Sabuk .....................................................................41
2
3
BAB 1
SISTEM GAYA
1.1. Pendahuluan
Gaya tarik yang bekerja pada kabel terhadap bracket diperlihatkan pada gambar yaitu
dengan vektor gaya F, sudut Ө, dan lokasi titik tangkap A. Perubahan salah satu dari 3
spesifikasi diatas akan berubah pengaruhnya pada bracket tersebut. Jadi untuk
mempresentasikan gaya diperlukan 3 spesifikasi yaitu : besar, arah, dan titik tangkap.
Gambar 1.1. Konsep Gaya
1.2. Prinsip Dasar Mekanika Benda Kaku
Dalam mekanika benda kaku terdapat 6 prinsip dasar yang melandasi pada proses
pemecahan masalah, yaitu :
1. Hukum Paralellogram atau jajaran genjang
Yaitu resultan gaya-gaya luar yang bekerja pada benda merupakan jumlah vektor yang
mengikuti jajaran genjang.
2. Prinsip Transmisibilitas
Yaitu gaya-gaya yang bekerja pada benda kaku dapat dipindahkan titik tangkapnya dengan
besar dan arah yang sama sepanjang garis kerjanya tanpa terpengaruh pada keadaan
benda semula.
Gb.1.2. Hukum Paralellogram G b. 1.3. Prinsip Transimibilitas
3. Hukum Newton
4
Jika resultan gaya yang bekerja para partikel = 0 (dalam bentuk matematis F = 0), partikel
akan diam (jika awalnya diam) atau akan bergerak lurus dengan kecepatan konstan (jika
awalnya bergerak). Hukum ini yang melandasi mekanika statika.
4. Hukum Newton II
Jika resultan gaya yang bekerja pada partikel F≠0 (dalam bentuk matematis F = ma),
maka partikel akan mengalami percepatan yang searah dan sebanding dengan resultan
gayanya. Hukum ini yang melandasi persamaan mekanika dinamika.
5. Hukum Newton III
Gaya-gaya aksi dan reaksi antara benda-benda yang berkontak akan sama besar, segaris
kerja dan berlawanan arah.
6. Hukum Gravitasi Newton
Bila 2 buah partikel masing-masing bermassa M dan m, keduanya terpisah jauh r, maka
akan timbul gaya tarik-menarik yang arahnya saling berlawanan, segaris kerja dan sama
besar, dimana besarnya berbanding lurus dengan perkalian antar massa serta berbanding
terbalik dengan kuadrat jaraknya.
F =
dimana, F = gaya tarik-menarik
G = konstanta gravitasi
1.3. Penjumlahan Gaya
Bila ada 2 buah gaya F1 dan F2 yang sebidang maka penjumlahannya mengikuti hukum
jajaran genjang, dimana garis kerja hasil penjumlahan 2 gaya tersebut harus melalui titik sekuti
garis kerja gaya F1 dan F2. Apabila gaya F1 dan F2 garis kerjanya sejajar maka agar diperoleh
titik sekuti dari 2 vektor tersebut, masing-masing vektor (F1 dan F2) harus ditambahkan gaya
semu yang sama besar, segaris kerja dan berlawanan arah (lihat gambar).
Gb. 1.4. Penjumlah gaya dalam bidang
5
Gb. 1.5. Penjumlah gaya yang sejajar
a. Dengan Analitis
1. Rumus segitiga siku-siku
· Langkah pertama, uraikan semua gaya pada sumbu x dan y
· Langkah kedua, jumlahkan pada sumbu x dan y
· Langkah ketiga jumlahkan Fx dan Fy
R =
Arah Resultante gaya (R) terhadap sumbu x adalah :
1 = arc tan
2. Rumus Sub Resultante
Gb. 1.6 Penjumlahan Gaya Sub Resultante
b. Dengan Grafis
6
Penjumlahan gaya dengan grafis membutuhkan kecermatan dalam penggambaran,
baik tebal garis maupun sudut (arah) gaya, serta besar gaya yang digambarkan oleh
sebuah garis. Penjumlahan gaya-gaya .tersebut mengikuti aturan Poligon Gaya, yaitu
dengan menggambarkan besar dan arah salah satu gaya sesuai skala, kemudian berturut-
turut gaya berikutnya sampai gaya yang terakhir. Garis yang menghubungkan antara
pangkal gaya pertama dengan ujung panah gaya yang terakhir adalah merupakan besar
resultante gaya-gaya yang bekerja (R).
Gambar 1.7. Poligon Gaya
Paralellogram Gaya, yaitu menggambarkan dua buah gaya menjadi empat persegi
panjang atau jajaran genjang. Kemudian dari resultants kedua gaya tersebut dibuat lagi
jajaran genjang dengan gaya berikutnya, demikian seterusnya sampai resultante terakhir
dengan gaya yang terakhir. Resultante gaya terakhir adalah merupakan resultante semua
gaya-gaya yang bekerja, lihat gambar di bawah.
Gambar 1.8. Paralelogram Gaya
Gaya Pada Beberapa Titik Tangkap
7
Penjumlahan gaya pada beberapa titik tangkap dengan cara grafis, salah satunya adalah
menggunakan Poligon Gaya, sedangkan untuk mengetahui letak resultante gaya yaitu dengan
bantuan lukisan kutup.
Contoh soal
Tentukan resultante dari gaya-gaya yang bekerja, serta letak resultante terhadap titik A
Gambar 1.9 Penjumlahan Gaya Di beberapa Titik Tangkap
1.4. Penguraian Gaya
Dua kasus yang perlu diperhatikan dalam penguraian gaya :
1. Salah satu dari komponen P diketahui. Komponen Q diperoleh dengan menggunakan
hukum segitiga dan dengan menghubungkan ujung P ke ujung F (lihat gambar), besar dan
arah Q ditentukan secara grafis atau ilmu ukur segitiga.
Sekali Q ditentukan, kedua komponen P dan Q bereaksi pada titik A.
2. Garis aksi dari setiap komponen diketahui. Besar dan arah komponen diperoleh dengan
menggunakan hukum jajaran genjang dan dengan menggambarkan garis melalui ujung F,
sejajar dengan garis gaya yang diketahui (lihat gambar). Cara ini akan memberikan dua
komponen P dan Q, yang dapat ditentukan secara grafis atau secara ilmu segitiga dengan
rumus sinus.
8
Gambar 1.10. Penguraian Gaya
Contoh soal
Hitung gaya yang diderita batang I (F1) dan batang II (F2), akibat beban yang bekerja sebesar F
= 600 N
Gb.1.11. Contoh Penguraian Gaya
Jawab :
Karena konstruksi harus dalam keadaan seimbang, maka ketiga gaya yang bekerja
padanya haruslah membentuk suatu segitiga tertutup, yaitu segitiga gay a. Harga batang I (F1)
dan batang II (F2) yang merupakan gaya batang dapat diperoleh secara grafis bila segitiga ini
digambarkan dengan skala atau dapat pula harganya diperoleh dengan cara trigonometri.
Diagram Benda Bebas
9
Segitiga Gya
Gb.1.12. Solusi Penguraian Gaya
Dari Rumus Sinus :
10
BAB 2
MOMEN
Suatu konsep penting yang berhubungan dengan efek sebuah gaya terhadap benda tegar
adalah momen dari gaya tersebut terhadap sebuah sumbu yang lain sebuah momen kopel yaitu
kombinasi dua gaya yang mempunyai besaran sama, garis kerja / aksi sejajar dan berlawanan
arah.
2.1. Momen Gaya Terhadap Sumbu
Kecenderungan sebuah gaya untuk memutar sebuah benda tegar disekitar sebuah sumbu
diukur oleh momen gaya terhadap sumbu itu. Momen MA dari sebuah gaya F terhadap suatu
sumbu melalui A, atau dengan singkat momen F terhadap A, didefinisikan sebagai perkalian
besar gaya F dengan jarak tegak lurus dari A ke garis aksi F
Gb. 2.1 Momen Gaya
2.2. Momen Suatu Kopel
Pengertian kopel adalah dua gaya yang besarnya sama, garis aksinya sejajar, dan
arahnya berlawanan, dengan demikian membentuk suatu kopel
Gb. 2.2. Momen Kopel
11
Akibat kopel bekerja pada suatu benda, timbul momen yang disebut dengan momen kopel.
Besarnya.momen kopel adalah :
Gaya dikalikan jarak antara kedua gaya tersebut
M =F . [Nm]
Apabila sebuah kopel bekerja pada suatu bidang maka momen kopel disembarang titik pada
bidang itu sama besar, yaitu :
Gaya kali jarak antara kedua gaya yang bekerja
Gb. 2.3. Momen Kopel Pada Bidang
Momen disembarang titik
MA = F[c + b + a] – F . a = Fc + Fb + Fa - Fa
= Fc + Fb = F (c + b)
MB = F[c + b] – F . 0 = F(c + b)
Mc = F . c + F . b = F (c + b)
MD = F [b + e] + F . f = Fb + Fe + Ff = Fb + F(e + f)
= Fc + Fb = F(c + b)
ME = F . (c + b)
MF = F(b + c + d) – Fd = Fc + Fb + Fd - Fd
= F + Fb = F(c + b)
2.3. Momen Kopel Ekivalen
Momen kopel ekivalen adalah : besar suatu momen pada sembarang titik pada suatu
bidang sama besar meskipun kondisi pembebanan berbeda.
Besar momen yang dimaksud yaitu gaya kali jarak antara kedua gaya yang bekerja
12
Gb.2.4. Momen Kopel Ekivalen
Dua kopel dapat diganti oleh kopel tunggal yang momennya mempunyai besar yang
sama dengan jumlah aljabar dari kedua momen semula, arah kopel berlawanan maka tanda
berlawanan.
Gb 2.5. Prinsip Penggantian Dua Momen Kopel
Gb. 2.6. Prinsip Pemindahan Momen Kopel
Kopel ekivalen mempunyai efek yang sama pada setiap kasus, hasil kali F.1 diperoleh sebesar
30000 Nmm
Contoh Soal 1
Gantikan momen kopel Ma = 4000 Nmm dengan sebuah kopel dan beberapa gaya kopel
tersebut.
Gb.2.7. Soal Momen Kopel I
13
Contoh soal 2
Gb.2.8. Soal Momen Kopel Ekivalen
Gantilah kopel dan gaya yang tergambar disebelah ini dengan gaya tunggal ekivalen yang
diterapkan pada lengan.
Jawaban :
Ml = 200. 120
= 24000 Nmm =24Nm
M2 = 400. 150
= 60000 Nmm = 60 Nm
Gb. 2.9. Solusi Momen Kopel Ekivalen
14
Jadi kopel ekivalen pada lengan :
Ml + m2 = 24 Nm + 60 Nm = 84 Nm
15
BAB 3
KESEIMBANGAN
Suatu benda tegar dalam keadaan seimbang jika gaya luar yang bereaksi padanya
membentuk suatu sistem gaya yang ekivalen dengan nol.
Syarat perlu dan cukup untuk kesimbangan suatu benda tegar dapat dinyatakan secara analitis
dengan menuliskan
Fx = 0 Fy = 0 M = 0
Pada perhitungan kasus kesimbangan sangat diperlukan diagram benda bebas (DBB)
atau free body diagram (FBD).
3.1. Diagram benda bebas
Diagram benda bebas adalah gambar suatu benda yang telah dipisahkan atau diisolir dari
lingkungannya, tetapi pengaruh lingkungan tetap digambarkan pada benda tersebut.
Penggambaran gaya reaksi pada bidang kontak perlu dibagi menjadi tiga kelompok sesuai
dengan tumpuan, atau sambungan :
1. Reaksi yang ekivelen dengan sebuah gaya yang diketahui garis aksinya yaitu gelinding
(roller) goyangan (rocker) permukaan tidak bergesekan, penghubung (link) dan kabel
pendek kerah pada batang tidak bergesekan dan pin (jarum) tak bergesekan pada celah.
2. Reaksi yang ekivalen dengan gaya yang arahnya tidak diketahui, yaitu pin tidak
bergesekan pas pada lubang, engsel dan permukaan kasar.
3. Reaksi yang ekivalen dengan suatu gaya dan suatu kopel, yaitu dukungan tetap/ dukungan
jepit.
Diagram benda bebas juga harus termasuk dimensi, karena hal ini dapat dibutuhkan dalam
perhitungan momen-momen gaya. Bila arah gaya yang tak diketahui atau kopel tidak begitu
jelas, kita tidak perlu berusaha menentukannya. Kita boleh mengambil arah gaya atau kopel
sekehendak kita tanda dari jawaban yang didapat menunjukkan betul atau berlawanan.
16
Gb. 3.1. Reaksi pada dukungan dan sambungan
Langkah menggambar diagram benda bebas
1. Pilih bagian benda yang akan dipisahkan dari sistem (lingkungan) benda tersebut dan
gambarkan bagian benda yang telah dipilih.
2. Gambarkan semua gaya yang bekeija pada benda tersebut sesuai dengan besar dan arah
3. Gambarkan pengaruh gaya benda lain yang menjadi satu sistem dengan benada yang
dipisahkan (pengaruh gaya lain / gaya reaksi) baik besar dan arahnya belum diketahui
sehingga dalam pemilihan penggambaran arah gaya, dapat ditentukan dengan
17
pertimbangan yang paling tepat. Kesalah dalam penggambaran arah akan telihat pada
basil perhitungan yaitu bertanda negatif (-).
Contoh Soal :
18
BAB IV
STRUKTUR
Dalam hukum ketiga Newton menyatakan, bahwa gaya aksi dan reaksi antara benda
dalam keadaan kontak mempunyai besar yang sama, garis aksi yang sama, dan berlawanan
arah. Hukum ini merupakan salah satu dari enam prinsip dasar dari mekanika elementer dan
dilandasi oleh kenyataan eksperimental. Pemakaiannya sangat penting dalam memecahkan
persoalan yang menyangkut keseimbangan struktur dari beberapa bagian batang yang
bersambungan.
Ada tiga bagian besar struktur teknik :
1. Truss (Rangka batang)
2. Bean (Balok)
3. Frame/Portal (Kerangka dan Mesin)
4.1. Konsep Rangka Batang
Rangka batang (truss) terdri dari batang-batang (member) lurus yang berhubungan
pada titik-titik kumpul yang terletak di ujung-ujungnya setiap batang, oleh karena itu batang-
batang pada struktur jenis ini merupakan batang dengan dua gaya sama besar dan berlawanan
yang searah dengan sumbu batang. Analisis gaya-gaya pada struktur ini menggunakan prinsip
keseimbangan yang memerlukar, asumsi-asumsi guna mendukung konstruksi rangka batang
menjadi konstruksi statis tertentu.
Asumsi-asumsi Dalam Analisa Gaya-gaya Batang
1. Perubahan bentuk (deformasi) Batang diabaikan
2. Semua batang adalah two force members (batang dua gaya yang bekerja sama, sama
besar, berlawanan arah, dan kolinier pada sumbu batang)
3. Berat batang diabaikan
4. Semua jenis sambungan (las, keling, mur-baut) dianggap sebagai sambungan engsel/
pena, asalkan sumbu-sumbu batang yang terbentuk berpotongan pada satu titik tangkap.
5. Semua gaya luar yang bekerja pada titik sambungan (pena) dengan perjanjian.
n Gaya yang menuju pena adalah gaya tekan
n Gaya yang meninggalkan pena adalah gaya tarik
n Rangka batang merupakan benda kaku
19
Gb. 4.1. Perjanjian Arab
Penyelesaian Metode Grafis
1. Metode Culman
Penyelesaian dengan metode Culman adalah cara grafts dengan membuat Poligon gaya
tertutup pada masing-masing titik sambungan, dengan dasar bahwa pada titik sambungan
hanya terdapat dua buah gaya/gaya batang yang belum diketahui. Gaya yang
meninggalkan titik tersebut gaya tarik, sedangkan gaya yang menuju titik disebut gaya
tekan.
2. Metode Cremona
Pertama kali yang mengenalkan cara penyelesaian grafis untuk mencari besar
gaya gaya batang pada struktur adalah Cremona. Dengan dasar penggambaran
poligon di setiap titik sambungan, dan dua gaya batang yang belum diketahui
pada satu titik sambungan tersebut. Perjanjian tanda sama dengan metode
Culman, demikian pula penggambarannya, hanya pada Culman pertitik
kumpul, sedangkan Cremona penggabungan secara berurutan dari seluruh titik
kumpul, sehingga didapat satu gambar poligon yang tertutup.
Penyelesaian Metode Analitis
1. Metode Sambungan
Penyelesaian metode ini dengan prinsip keseimbangan gaya, baik arah x maupun arah y di
setiap titik kumpul. Arah gaya yang telah didapat pada satu titik awal analisa, maka pada
titik yang lain arah gaya menjadi berkebalikan. Keseimbangan setiap studi memberikan info
rmasi yang memadai untuk menentukan satu atau dua besaran yang tidak diketahui,
20
pemeriksaan analisis bisa dilakukan di titik kumpul. Gambarkan segitiga gaya, dan tentukan
arah dan besar gaya reaksi. Perhatikan tabel berikut ini :
Gb. 4.2. Segitiga Gaya
21
Contoh berikut ini dapat memperjelas keterangan di atas.
Gb. 4.3. Soal Metode Sambungan
Jawab :
EMA = 0
F1 (4) + F2 . (8) – By . 4 = 0
By =
By = 1600 N
EFy = 0
Ay + By – F1 – F2 = 0
Ay = Fl + F2 – By
= 400 + 600 – 1600 = -600 N ()
EMB = 0
Ax(4) + Ay . (4) + F2 . (4) = 0
Ax =
Ax = 0
22
]Titik A :
EFy = 0
S2 – Ay = 0
S2 = Ay = -600N
Fx = 0
S1 + Ax = 0
S1 = -Ax = -0 = 0
Fy = 0
-S2 – S3 sin 45° = 0
S3 sin 45° = -S2
S3 = – = = 848,66N
Fx = 0
S6 + S3 cos 45° = 0
S6 = -S3 cos 45° = - 848,66 (0,707)
S6 = -600 N
Fy = 0
F + S4 + S3 . cos 45° + S5 cos 45° = 0
400 + S4 + 848,66 (0,707) + S5 . (0,707) = 0
S4 = -400 – 600 – S5 (0,707)
S4 = -1000 – S5 (0,707)
Fy = 0
S1 - S3 . sin 45° + S5 . sin 45° = 0
0 - 848,66 (0,707) + S5 . (0,707) = 0
S5 = – 848,66 N
Jadi, S4 = -1000 – 848,66 (0,707) = -1600 N
23
Fy = 0
S4 – By = 0
S4 = -By = - 1600 N
Fx = 0
S7 + S6 = 0
S7 = S6 = - 600 N
Titik C (sebagai kontrol kebenaran perhitungan di atas)
S5 sin 45° - F2 = 0
S5 (0,707) – 600 = 0
S5 = 848,66 N cocok
Fx = 0
S7 + S5 . cos 45° = 0
S7 = -S5 (0,707) = - 600 -3 cocok
2. Metode Pembagian / Pemotongan
Metode pembagian (metode Ritter) dimaksudkan untuk mencari besar dan jenis batang
tertentu dari konstruksi kerangka yang hendak dianalisa, yaitu dengan cara pemotongan
langsung pada batang yang hendak dihitung. Analisa gaya batang tersebut menggunakan
prinsip keseimbangan momen disuatu titik dengan penggambaran arah gaya batang pada
potongan arah keluar.
Contoh :
Gb. 4.4. Soal Metode Pembagian
24
Jawab :
MA = 0
F1 . (4) + F2 (8) – By . 4 = 0
By =
By = 1600 N
Fy = 0
Ay + By – F1 – F2 = 0
Ay = F1 + F2 – By
Ay = 400 + 600 – 1600
Ay = -600 N ()
Fy = 0
Ay + By – F1 – F2 = 0
Ay = F1 - F2 – By
= 400 + 600 – 1600 = -600 N ().
MB = 0
Ax (4) + Ay . (4) + F2 . (4) = 0
Ax =
Ax = 0
25
Potongan I
MD = 0
Ay . 4 – S7 . 4 = 0
S7 = = Ay
S7 = -600 N
MB = 0
Ay . 4 + Ax . 4 S5 . 4 cos 450 = 0
S5 =
S5 = 848,66 N
Potongan II
MD = 0
-S6 . 4 – S3 . 4 cos 450 = 0
26
S6 =
S6 = -600 N
MA = 0
F1 . 4 + S4 . 4 S6 . 4 + S5 . 4 cos 450 = 0
S4 =
S4 = -1600 N
Potongan III :
MA = 0
-S6 . 4 – S3 . 4 cos 450 = 0
S6 =
S6 = 848,66 N
MB = 0
Ax . 4 + Ay . 4 + S1 . 4 + S3 . 4 cos 450 = 0
S1 =
S1 =
S1 = 0
27
Potongan IV :
MB = 0
S2 . 4 + S3 . 4 cos 450 = 0
S2 = = - 600 N
4.2. Konsep Kerangka dan Mesin
Suatu struktur disebut sebuah kerangka atau mesin jika paling sedikit satu dari batang-
batang individualnya merupakan batang multiguna. Sebuah batang multiguna adalah “suatu
batang yang memiliki tiga atau lebih gaya hidup yang beraksi padanya”. Karena pada kerangka
dan mesin merupakan kumpulan batang-batang dua gaya, maka analisa gaya batang tetap
memanfaatkan diagram benda bebas dan prinsip keseimbangan.
Contoh membuat diagram benda bebas pada kerangka.
Gb. 4.5. Analisis Gaya Aksi dan Reaksi
28
Contoh membuat diagram benda bebas pada mesin
MA = 0
Q b = Pa
Gbr.6.4. Mesin Potong
Contoh soal
1. Sebuah kerangka tampak seperti gambar, menahan beban 400 kg dengan cara seperti
pada gambar. Abaikan berat batang dibandingkan dengan gaya yang ditimbulkan oleh
beban dan hitung komponen horizontal dan vertikal dari semua gaya yang beraksi pada tiap
batang.
Gb.4.7. Kerangka Tiga Batang
Jawab :
Langkah pertama adalah : kerangka yang terdiri dari tiga batang tersebut membentuk
konstruksi yang tegas, sehingga dianalisis menjadi satu unit tunggal. Tumpuan luarnya juga
memenuhi syarat tumpuan keseimbangan, dengan demikian diagram benda bebasnya adalah
seperti pada gambar di bawah ini.
29
Dengan prinsip keseimbangan
EMA = 0
W. 5,5–Dx.5=0
3,92 (5,5) – 5 Dx = 0
Dx = 4,32 kN
Efx = 0
Ax – Dx = 0
Ax = 4,32 kN
Gb.4.8. Diagram Benda Bebas Kerangka
W = 400 (9,81) E,Fy = 0
W = 3920N W–Ay = 0
= 3,92 kN Ay = 3,92 kN
Setelah didapat reaksi tumpuan, kemudian dianalisa dengan DBB pada masing-masing. Buat
persamaan momen pada titik B untuk batang BF, sehingga terdapat dua persamaan gaya.
∑M = 0
3,92 ( 5 ) - 0,5 Ex ( 3 )= 0
Ex = 13,08 kN
Gb.4.9. Analisa Gaya Aksi dan Reaksi
. ∑Fy = 0
By + 3,92 - 13,08 ( 0,5 ) = 0, maka By = 2,62 kN
∑Fx = 0
30
Bx + 3,92 - 13, 08 = 0 , maka Bx = 9,15 kN
Pada batang CE terdapat persamaan, bahwa Ex = Cx =13,08 Kn
Batang AD terdapat beberapa persamaan keseimbangan sebagai control apakah besaran-
besaran yang dihitung tersebut sudah benar, yaitu :
∑Mc = 0
4,32 ( 3,5 )+ 4,32 ( 1,5 ) - 3,92 ( 2 )- 9,15 ( 1,5 ) = 0
∑Fx = 0
4,32 - 13,08 + 9,15 + 3,92 - 4,32 = 0
4.3. Konsep Balok
Pengertian balok adalah suatu batang yang dibebani gaya atau momen pada bidang yang
dibentuk oleh sumbu batang. Analisa balok yang dapat diselesaikan dengan prinsip
keseimbangan disebut konstruksi statis tertentu.
Suatu balok dapat dibedakan menjadi :
a. Beban Titik
Gb. 4.10. Balok Beban Titik
b. Beban Terdistribusi
Gb. 4.11. Balok Beban Terdistribusi
31
Balok diklasifikasikan menurut cara bagaimana mereka ditumpu, yaitu :
Konstruksi statis tertentu
1. Simple beam (balok tertumpu sederhana), yaitu batang didukung oleh engsel dan rol
Gb. 4.12. Balok Tertumpu Sederhana
2. Balok kantilever, yaitu suatu batang yang satu ujungnya bebas dan yang satu dijepit.
Gb. 4.13. Balok Kantilever
3. Balok menjulur (kombinasi), yaitu suatu batang yang dukungannya tidak terletak pada
kedua ujung batang, kemungkinan satu dukungan pada salah satu ujung batang tetapi
dukungan yang lain berada tidak pada ujung batang.
Gb. 4.14. Balok Menjulur
Contoh soal :
Gb.4.16. Soal Balok Beban Titika. Gambar Diagram Benda Bebas
32
b. Reaksi Tumpuan
M=0
F.L1 – By . (L1 + L2) = 0, jika F = 100 N, L1 = 6M
Maka, By =
By = 60N
M = 0
Ay + B0 – F = 0
Ay = F – By = 100 – 60
Ay = 40 N
c. Gaya lintang, gaya normal, dan momen tiap potongan
Potongan kanan dengan tanda positif (berlawanan dengan perjanjian terdahulu)
Potongan dari B (potongan 0 < x1 < 4)
Mx = 0
Mx – By . x1 = 0
Mx = By . x1 = 60 . x1
untuk, xi = 0 Mx = 60 . 0 = 0
xi = 4 3 Mx = 60 . 4 = 240 Nm
Fy = 0
Vy + By = - 60 N
Untuk, xi = 0 dan xi = 4 konstan
Vy = - 60 N
Efx = 0
Vx = N
Potongan dari 4 < x2 < 10
33
Mx = 0
Mx + F . (x2 – 4) – By . x2 = 0
Mx = By . x1 – F(x2-4)
untuk, x2 = 4 Mx = 60 . 4 -100 (4-4)
= 240 N
x2 =10 Mx = 0 Nm
Fy = 0
Vy + By – F0
Vy = F – By = 100 – 60
Vy = 40 N
Untuk, x = 40 sampai x = 100, gaya lintangnya
konstan
EFx = 0
Vx = 0 gaya normal adalah nol
d. Gaya Bidang Gaya Lintang dan Bidang Momen
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas maka bidang gaya lintang dan bidang
moinen yang dapat digambaran, sedangkan bidang gaya normal untuk senaniana batana
adalah nol.
Bidang Momen (M) Bidang Gaya Lintang (V)
Gb. 4.29. Bidang V dan M
34
BAB V
TITIK BERAT
Marilah kita tinjaun pelat horisontal yang rata. Kita Lisa membagi pelat ini menjadi n elemen
kecil. Koordinat elemen pertama diberi tanda x1 dan y1 elemen kedua oleh x2 dan y2, dan
seterusnya. Gaya yang ditimbulkan oleh bumi pvda masing-masing elemen tadi diberi tanda,
berurutan W1, W1, Wn. Gaya-gaya ini atau berat ini berarah menuju pusat bumi, namun
untuk pemakaian praktis gaya-gaya. ini dianggap sejajar. Jadi resultannya merupakan gaya
tunggal dengan tanda W, jadi :
F = W = W1 + W2 + … + Wa
Gr. 5.1. Titik Berat
My : = x1 W1 + x2 W2 +................+ xn AWn
My : = y1 W1 + y2 W2 +................+ yn AWn
5.1. Titik Berat Bidang
Dalam kasus pelat homogen yang tebalnya seragam, besar ΔW dari suatu elemen pelat
dapat dinyatakan sebagai :
W = t A, dimana, y = berat spesifik (berat per satuan volume)
t = tebal plat
A = luas elemen
Dengan cara yang sama, kita dapat menyatakan berat W dari seluruh pelat dalam
bentuk:
35
W = tA , dimana, A = luas total
Dengan mensubstitusikan W dan W ke persamaan di atas dan membagi dengan t, kita dapat
:
My : A = x1 A1 + x2 A2 + … + x1 An
My : w = y1 A1 + y2 A2 + … + yn An
atau :
My : A = xA
My : A = yA
Gb.5.2. Titik Berat Bidang
Bersamaan ini mendefinisikan koordinat x dan y juga dari pusat gravitasi pelat. Titik koordinat x
dan y juga dikenal sebagai titik berat.
5.2. Titik Berat Garis
Gb.5.3 Titik Berat Garis
Pusat gravitasi kawat akan berimpit dengan titik berat C dari garis L yang mendefinisikan
bentuk kawat itu koordinat x dan y dari titik berat garis L diperoleh dari persamaan :
36
Dengan cara yang sama seperti pada titik berat bidang, maka kita dapatkan :
L : x1L1 + x2L2 + … + xnLn
L : y1L1 + y2L2 + … + ynLn
atau :
5.3. Titik Berat Volume
Menentukan titik berat volume caranya tidak jauh berbeda dengan cara menentukan titik
berat bidang maupun titik berat garis/kawat, perbedaannya hanya terletak pada dimensi. Pada
bidang dan kawat titik berat diukur melalui sumbu acuan x, y, sedangkan pada volume diukur
melalui sumbu acuan x, y, dan z.
Dengan cara yang sama pula, maka didapat :
V = x1V1 + x2V2 + … + xnVn
V = y1V1 + y2V2 + … + ynVn
V = z1V1 + z2V2 + … + znVn
Atau :
37
Contoh soal :
Untuk bidang datar yang diperlihatkan, tentukan kedudukan titik
beratnya.
Jawaban :
Komponen A (mm2) (mm) (mm)
1. Persegi empat 120 x 80 = 9600 60 40
2. Segitiga 0,5 x 120 x 60 = 3600 40 -20
3. Setengah lingkaran 0,5 x x 602 = 5655 60 105,46
4. Lingkaran - x 402 = -5027 60 80
38
39
40