b5 Wrap Up
-
Upload
sofnirohmania -
Category
Documents
-
view
257 -
download
2
description
Transcript of b5 Wrap Up
BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK
“PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER”
Kelompok : B-5
Ketua : Rianty Fadiah (1102014226)
Sekretaris : Rayyan Fitriasa (1102014223)
Anggota : Nabila Hanifa Fauzia (1102014167)
Tita (1102014265)
Nadya Aulia (1102014187)
Yovi Sofiah (1102013314)
Muthia Zahra I (1102014174)
Siti Zulfah (1102014255)
Rumi Aulia (1102012257)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 424457
Skenario
Seorang laki laki berusia 35 tahun datang ke UGD RS dengan benjolan pada leher kanan sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan dirasakan semain lama semakin bertambah besar Keluhan disertai dengan demam terutama malam hari. Berat badan menurun dan nyeri pada benjolan tersebut
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan kelenjar getah bening di regio Colli Dextra, satu buah, konsistensi sedikit keras, ukuran 3x3 cm, tidak ada tanda inflamasi dan nyeri tekan. Ditemukan juga pembengkakan kelenjar getah bening di kedua inguinal masing – masing satu buah, ukuran 1x1 cm, konsistensi sedikit keras, tidak ada tanda inflamasi dan nyeri tekan
Dokter meminta pasien untuk melanjutkan biopsi kelenjar getah bening untuk menegakkan diagnosis dan pasien menyetujuinya
Kata Sulit
1.Inguinal : pangkal paha
2.Coli dextra : daerah leher kanan
3.Biopsi : pengambilan dan pemeriksaan. Biasanya mkroskopik jaringan dari tubuh organisme yang dikerjakan unruk menegakan diagnosis pasti
Pertanyaan :
1.Mengapa pembengkakak KGB di egio colli dextra dan inguinal?
2.Mengapa demam terjadi pada malam hari?
3.Mengapa tidak ditemukan tanda inflamasi?
4.Mengapa BB menurun?
5.Mengapa benjolanya terasa nyerinya hilang timbul?
6.Mengapa ad ciri inflamasi tapi dikatakan tidak ada tanda inflamasi?
7.Kemungkinan diagnosis
8.Mengapa ukuran benjolan regio colli dan inguinal berbeda?
9.Hasil apakah yang diharapkan dari biopsi tersebut?
10.Apakah penyebab pembengkakakn KGB?
Jawaban
1 & 8. Regio colli dextra merupakan tempat bermuaranya KGB
Pada regio sinistra tempat bermuaranya KGB terdapat di banyak tempat (salah satunya inguinal)
2. Pada malam hari metabolisme tubuh menurun sehingga agen infeksi lebih mudah menginfeksi host. Tubuh pun melakukan kompensasi dengan menaikan suhu
3 & 6. Karna penyebabnya bukanlah infeksi namun keganasan
4. Pembesaan KGB menyebabkan terganggunya sistem imun. Regulasi dalam tubuh oun terganggu yang mengakibatkan turunya berat badan
5.Terjadinya bengkak mengakibatkan syaraf disekitar KGB tertekan sehingga mengakibatkan rasa nyeri
7.Limfadenopati karna masih menunggu hasil biopsi
9. Ditemukanya kelainan morfologi yang khas dan kelainan jumlah sel
10. Jika karna infeksi menyebabkan kadar limfosit meningkat yang berguna untuk menyerang agaen infeksi sehingga terjadi proliferasi sel
Jika karna keganasan maka terjadi proliferasi sel limfosit
Hipotesis
Pembengkakan KGB dapat disebabkan oleh infeksi maupun keganasan. Untuk membantu menegakan diagnosis dapat dilakukan biopsi yang berfungsi untuk mengetahui kelainan morfologi dan jumlah sel. Diagnosis sementara merupakan limfadenopati yang memilii gejala antara lain penurunan berat badan,demam,dan timbul rasa nyeri
Sasaran Belajar
LO.1 Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati
1.1 Definisi1.2 Epidemiologi1.3 Klasifikasi1.4 Patofisiologi1.5 Manifestasi Klinik1.6 Tatalaksana1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding1.8 Pencegahan1.9 Komplikasi1.10 Prognosis
1.1 Definisi
Limfadenopati atau hiperplasia limfoid adalah pembesaran kelenjar limfe sebagai respons terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah infeksi suatu mikroorganisme. Limfadenopati regional merupakan indikasi adanya infeksi lokal. Sedangkan limfadenopati generalisata biasanya merupakan indikasi adanya infeksi sistemik seperti AIDS atau gangguan autoimun seperti artritis reumatoid atau lupus eritematosus sistemik. Biasanya limfadenopati dapat mengindikasikan adanya keganasan. (Corwin, 2009)
1.2 Epidemiologi
Faktor risiko utama keganasan meliputi usia tuaBerdasaran sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biosi karena limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan pada 79% penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39% penderita di atas 50 tahun.Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih dengan limfadenopati mempunyai resiko keganasan seitar 4%. Pada usia di bawah 40 tahun, risiko keganasan sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%.
1.3 Etiologi, Klasfikasi, Manifestasi klinik
Keadaan-keadaan tersebut dapat diingat dengan ringkasan MIAMI: Malignancies (keganasan), Infections (infeksi), Autoimmune disorders (kelainan autoimun), Miscellaneous and unusual conditions (lain-lain dan kondisi tak lazim), dan latrogenic causes (sebab-sebab latrogenik).Obat-obat yang dapat menyebabkan limfadenopati:Allopurinol, atenolol, kaptopril, karbamazepin, emas, hidralazin, penisilin, fenitoin, primidon, pirimetamim, kuinidin, trimetoprimsulfametoksazol, sulindak.
Penyebab limfadenopati yang jarang dapat disingkat menjadi SHAK:Sarkoidosis, Silikosis/beriliosis, Storage disease: Penyakit Gaucher, penyakit Niemann Pick, penyakit Fabry, penyakit Tangier, Hipertiroidisme, Histiositosis X, Hipertrigliseridemia berat, Hiperplasia angiofolikular: penyakit Castelman, Limfadenopati angioimunoblastik, Penyakit Kawasaki, Limfadenitis Kikuchi, Penyakit Kimura
Penyakit KawasakiSindrom kelenjar getah bening mukokutaneusVaskulitis yang paling sering di dapatkan pada anakEtiologi tidak diketahuiBersifat swasirna (self-limiting) dengan manifestasi inflamasi lain yang berlangsung kurang lebih 12 hariKompilkasi: aneurisma, arteri coroner, kardiomiopati, gagal jantung, infark miokard, aritmia, dan oklusi arteri periferDiagnosis dapat ditegakkan bila terdapat demam > 5 hari dengan minimal 4 dari 5 gejala:
-Infeksi konjungtiva bulbar bilateral
-Perubahan membrane mukosa oral (fisura dan kemerahan pada bibir, faring, strawberry tongue)
-Perubahan pada ekstremitas (eritema telapak tangan dan kaki, edema tangan dan kaki pada fase akut, dan deskuamasi periungual pada fase konvaselen)
-Ruam polimorfik
-Limfadenopati servikal
Limfadenitis KikuchiPenyakit kikuchi, penyakit kikuchi-fujimoto, atau limfadenitis nekrotikans histiositik kikuchiLimfadenopati jinakPenyebab tidak diketahuiKarakteristik limfadenopati servikal dan demamPenyebab diduga merupakan respon imfosit T dan histiosit terhadap infeksiInfeksi menjadi penyebab meliputi: Epstein Barr Virus (EBV), human herpevirus 6, human herpesvirus 8, human immunodeficiency virus (HIV), parvovirus B19, paramyxoviruses, parainfluenza virus, Yersinia enterocolitica, dan toksoplasma Penyakit KimuraLimfogranuloma eosinofilikKelainan alergi inflamatorikPenyebab tidak diketahioEndemik di AsiaPenyakit dalam keadaan yang jinak, tetapi dapat di salah tafsirkan sebagai keganasan.Gambaran klinis berupa nodul subkutan di daerah servikal disertai limfadenopati servikal dan atau pembersaran kelenjar parotisManifestasi sistemik berupa keterlibatan ginjal
1.4 Patofisiologi
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh
limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah,
tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer
ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat
menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau
bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya hitung darah
lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi
tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Harrison, 1999;
372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diamdil melalui operasi dengan
anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk
diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi. ( Oswari,
2000; 240 ). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak
dengan tekanan setempat yang tinngi. ( Oswari, 2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran
pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur,
sedangkan tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).
1.5 Manifestas Klinik
Limfoma cenderung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan tanpa nyeri.
Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada jaringan dibawahnya.
Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara asimetrik, dan saling berhubungan, serta
kulit di atasnya tampak erimatosa. (Harrison, 1999; 370).
Tanda-tanda penyerta (sign):
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik
merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput pada
dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh
bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi
epstein barr virus.
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak.
Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan penekanan),
memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada
leukemia.
SALURAN NAPAS : Batuk lama atau lebih 2 minggu hilang timbul, ASMA, sering
batuk kecil atau berdehem, sering menarik napas dalam.
HIDUNG, TELINGA TENGGOROKAN : Pilek lama lebih dari 2 minggu hilang
timbul, bila pilek lama sering disertai sakit telingasering bersin, hidung buntu, terutama
malam dan pagi hari. MIMISAN, SINUSITIS, hidung sering gatal digosok-gosok atau
hidung sering digerak-gerakkan “rabbit nose”. Kotoran telinga berlebihan, sedikit berbau,
sakit telinga bila ditekan (otitis eksterna). Telinga sering berdengung atau gemuruk .
KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti tergigit
nyamuk. Timbul warna putih pada kulit seperti ”panu”. Perioral dermatitis timbul bintil
kemerahan atau jerawat di sekitar mulut. Dipinggir kuku kulit sering terkelupas, kulit
dibawah kuku bengkak bahkan sampai terlepas (paronichia) Sering menggosok mata,
hidung, telinga, sering menarik atau memegang alat kelamin karena gatal.
SALURAN CERNA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak.
MUAL pagi hari. Sering Buang Air Besar (BAB) 3 kali/hari atau lebih, sulit BAB
(obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin,
berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan bau tajam. Sering NYERI
PERUT. Kadang nyeri di daerah kantung empedu. Waspadai bila nyeri perut hebat bila
divonis usus buntu harus segera second opinion ke dokter lain. Sering salah diagnosis
karena gejala mirip.
GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak, gusi
mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering SARIAWAN, lidah
putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.
PEMBULUH DARAH Vaskulitis (pembuluh darah kecil pecah) : sering LEBAM
KEBIRUAN pada tulang kering kaki atau pipi atas seperti bekas terbentur. Berdebar-
debar, mudah pingsan, tekanan darah rendah.
OTOT DAN TULANG : nyeri kaki atau kadang tangan, sering minta dipijat terutama
saat malam hari. Kadang nyeri dada. Kadang otot sekitar rahang atas dan rahang bawah
kaku bila mengunyah terganggu, bila tidur gigi sering gemeretak, Otot di leher belakang
dan punggung sering kaku dan nyeri
SALURAN KENCING : Sering minta kencing, BED WETTING (semalam ngompol 2-
3 kali)
MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di area
bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12 tahun.
HORMONAL : rambut berlebihan di kaki atau tangan, keputihan, gangguan
pertumbuhan tinggi badan. Gangguan pada dewasa : rambut rontok, Prementrual
Syndrome (gangguan saat menstruasi), jerawat,
Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan kurang.
Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan
Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan
Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.
FATIQUE atau KELELAHAN : mudah lelah, sering minta gendong, Pada dewasa
sering mengeluh “capek”.
Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan sebulan 2
kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit berakibat Tonsilitis
kronis (AMANDEL MEMBESAR)
1.6 Tatalaksana
Tatalaksana pembesaran KGB leher didasarkan kepada penyebabnya. Banyak kasus
dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan
apapun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi
indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi dilakukan bila terdapat
tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasa, KGB yang menetap atau bertambah
besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan.
Pembesaran KGB pada anak-anak biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh
sendiri, walaupun pembesaran KGB dapat berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi
KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2
hari pertama flucloxacillin 25mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap
antibiotik golongan penisilin dapat diberikan cephalexin 25mg/kg (sampai dengan 500mg)
tiga kali sehari atau eritromisin 15mg/kg (sampai 500mg) tiga kali sehari.
Bila penyebab limfadenopati adalah mikobakterium tuberkulosis maka diberikan obat
anti tuberkulosis selama 9-12 bulan. Bila disebabkan mikobakterium selain tuberkulosis
maka memerlukan pengangkatan KGB yang terinfeksi atau bila pembedahan tidak
memungkinkan atau tidak maksimal diberikan antibiotik golongan makrolida dan
antimikobakterium
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC
(gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan
pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
1. Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan
TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian
besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin
dan Kanamisin.
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami
perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng
direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia �
WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994.
Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan
obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi
kuman TBC di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam
menelan obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk
dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan
cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan
indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi
dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan
lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka
banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan,
dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT
akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant).
Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat
fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan
bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH
+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
ANAMNESIS :
Lokasi, gejala penyerta, riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat, pekerjaan.
PEMERIKSAAN FISIK :
Ukuranya normal jika diameter < 0.5cm, jika > 1.5cm abnormal
Nyeri tekan umumnya akibat peradangan atau proses perdarahan.
Konsistensi nya jika keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada Limfoma, jika lunak mengarah kapada Infeksi, Fluktuatif
mengarah kepada Abses.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui ukuran,
bentuk, dan gambaran mikronodular.
2. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan
operasi menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah bening
akan dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB memiliki nilai sensitifitas 98 % dan spesifisitas 95
%. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan
biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada keganasan.
3. Kultur
Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang
membiarkan mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk
memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.
4. CT Scan
CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil gambar
tubuh Anda untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan limfadenitis Anda. Sebelum
mengambil gambar, Anda mungkin akan diberi pewarna melalui IV di pembuluh darah Anda
agar dapat melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat mendeteksi pembesaran KGB
servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh Anda.
Dokter dapat menggunakan gambar ini untuk mencari penyebab limfadenitis
Diagnosis Banding
Benjolan dileher yang seringkali disalah artikan sebagai pembesaran KGB leher:
Gondongan : pembesaran kelenjar parotis akibat infeksi, sudut rahang bawah dapat
menghilang karena bengkak
Kista duktus tiroglusus : berada digaris tengah dapat padat atau berisi cairan
Hemangioma : kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan berisi jalinan pe,buluh
darah, bewarna merah atau kebiruan.
Klasifikasi Limfadenitis
1. LIMFADENITIS NON SPESIFIK AKUT
Terlokalisir : oleh drainase mikroba scr langsung, >> pada leher berhub. dgn
infeksi gigi atau tonsil
Sistemik : berhub. dgn inf. virus atau bakteri, khususnya pada anak-anak
Makr : KGB membengkak, abu-abu kemerahan
Mikr : sentrum germinativum besar dgn bbrp mitosis.
Organisme piogenik sebukan netrofil & nekrosis
Klinik : KGB membesar, lunak & tdpt fluktuasi (krn pembentukan abses). Kulit
diatasnya merah
Bila infeksi teratasi KGB normal kembali dgn jar. parut
2. LIMFADENITIS KRONIK NON SPESIFIK
Hiperplasia folikular
• Disebabkan oleh proses yg mengaktivasi respon imun humoral (sel B)
• Mikr : sentrum germinativum berukuran besar, tdd dua daerah, yaitu zona gelap
mengandung sel B blast (sentroblast) dan zona terang mengandung sel B berinti irregular
atau cleave / terbelah (sentrosit)
• Bbrp penyebab : artritis rheumatoid, toksoplasmosis & HIV
• Diagnosa banding : limfoma folikuler
3. LIMFADENITIS KRONIK NON SPESIFIK
Beberapa hal yg dapat membantu D/ hiperplasia folikular
1. Masih terlihat susunan kelenjar limfe dgn jar. limfoid normal diantara sentrum
germinativum
2. Variasi bentuk & ukuran nodul limfoid yg jelas
3. Campuran populasi limfosit dlm berbagai tahap diferensiasi
4. Fagositik >> dlm sentrum germinativum
4. LIMFADENITIS KRONIK NON SPESIFIK
Hiperplasia limfoid parakortikal
• Disebabkan oleh proses yg mengaktivasi respon imun selular (sel T)
• Ditandai dgn perubahan reaktif di dlm daerah sel T yg mengalami proliferasi &
transformasi menjadi imunoblas
• Ditemukan pada infeksi virus akut atau pasca vaksinasi & induksi obat tertentu (mis.
fenitoin / dilantin)
5. LIMFADENITIS KRONIK NON SPESIFIK
Histiositosis sinus (hiperplasia retikular)
• Ditandai dengan pelebaran dan penonjolan sinusoid limfatik akibat hipertrofi sel
endotelial dan infiltrasi histiosit
• Sering ditemukan pada kelenjar limfe yg mendrainase kanker & dpt mencerminkan
adanya suatu respon imun thdp tumor
6. LIMFADENITIS TUBERKULOSIS (KRONIK SPESIFIK)
Gambaran limfadenitis kronik disertai gambaran khas TBC :
- Nekrosis perkijuan
- Tuberkel : kumpulan sel limfosit yang berubah menjadi sel epiteloid
- Sel datia Langhans : sel besar dengan inti > dari 1 yang tersusun membentuk susunan
tapal kuda
1.8 Pencegahan
Kehadiran penyakit limfadenopati ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan. Mengingat penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus, kuman, bakteri dan lainnya. Memastikan semua makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih dan higenis, menjaga kebersihan badan dengan rajin membersihkannya memakai sabun secara teratur serta menjaga kebersihan tempat tinggal adalah beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Selain itu, melakukan gaya hidup sehat juga dirasa perlu guna menjaga diri jauh dari penyakit ini.
1.9 Komplikasi
1. Pembentukan absesAbses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi ronggatersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. 2. Selulitis (infeksi kulit)Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di bawah kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh getah bening dan aliran darah. Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh. 3. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri). 4. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Fistula merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh setiap individual.
1.10 PrognosisPrognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Penderita dengan limfadenitis yang tidak diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah (septikemia), yang kadang-kadang fatal.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC
Gunawan, S.G., Setiabudy, R.N. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: FKUI
Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S. 2007. Buku Ajar Patologi, Edisi 7, Volume 2. Jakarta: EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31369/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 5 November 2014
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan%20Diagnosis%20Limfadenopati.pdf diakses pada 5 November 2014
Sudiono, J., Budi, K., etc. 2001. Penuntun Pratikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC