Atresia Bilier

41
What are the symptoms of biliary atresia? The first sign of biliary atresia is jaundice, which causes a yellow color to the skin and to the whites of the eyes. Jaundice is caused by the liver not removing bilirubin, a yellow pigment from the blood. Ordinarily, bilirubin is taken up by the liver and released into the bile. However, blockage of the bile ducts causes bilirubin and other elements of bile to build up in the blood. Jaundice may be difficult for parents and even doctors to detect. Many healthy newborns have mild jaundice during the first 1 to 2 weeks of life due to immaturity of the liver. This normal type of jaundice disappears by the second or third week of life, whereas the jaundice of biliary atresia deepens. Newborns with jaundice after 2 weeks of life should be taken to the doctor to check for a possible liver problem. Other signs of jaundice are a darkening of the urine and a lightening in the color of bowel movements. The urine darkens from the high levels of bilirubin in the blood spilling over into the urine, while stool lightens from a lack of bilirubin reaching the intestines. Pale, grey, or white bowel movements after 2 weeks of age are probably the most reliable sign of a liver problem and should prompt a visit to the doctor. Apakah [yang merupakan] gejala-gejala dari biliary atresia?

description

tugas3

Transcript of Atresia Bilier

Page 1: Atresia Bilier

What are the symptoms of biliary atresia?

The first sign of biliary atresia is jaundice, which causes a yellow color to the skin and to the whites of the eyes. Jaundice is caused by the liver not removing bilirubin, a yellow pigment from the blood. Ordinarily, bilirubin is taken up by the liver and released into the bile. However, blockage of the bile ducts causes bilirubin and other elements of bile to build up in the blood.

Jaundice may be difficult for parents and even doctors to detect. Many healthy newborns have mild jaundice during the first 1 to 2 weeks of life due to immaturity of the liver. This normal type of jaundice disappears by the second or third week of life, whereas the jaundice of biliary atresia deepens. Newborns with jaundice after 2 weeks of life should be taken to the doctor to check for a possible liver problem.

Other signs of jaundice are a darkening of the urine and a lightening in the color of bowel movements. The urine darkens from the high levels of bilirubin in the blood spilling over into the urine, while stool lightens from a lack of bilirubin reaching the intestines. Pale, grey, or white bowel movements after 2 weeks of age are probably the most reliable sign of a liver problem and should prompt a visit to the doctor.

Apakah [yang merupakan] gejala-gejala dari

biliary atresia?

Tanda pertama dari biliary atresia adalah penyakit kuning,

penyebab-penyebab satu warna kuning sampai kulit yang

dan untuk orang kulit putih mata. Membuat penuh prasangka

apakah disebabkan oleh hati tidak bilirubin pemindahan,

satu pigmen kuning dari darah.

Biasanya, bilirubin dipungut oleh hati

dan melepaskan ke dalam empedu. Bagaimanapun, kemacetan

Page 2: Atresia Bilier

duktus empedu menyebabkan bilirubin dan

unsur-unsur lain empedu untuk membangun di dalam

darah.

Penyakit kuning mungkin sulit untuk orang tua dan

para doktor genap untuk dindeteksi. Banyak jabang bayi sehat

sudahkah penyakit kuning lembut sepanjang pertama 1

sampai 2 minggu dari hidup dalam kaitan dengan ketidak dewasaan

hati. Jenis normal ini dari penyakit kuning menghilang lenyap

oleh atau minggu ketiga dari hidup,

sedangkan penyakit kuning dari biliary atresia

memperdalam. Baru lahir dengan penyakit kuning setelah 2

minggu-minggu dari hidup harus diambil untuk doktor

untuk melihat kemungkinan satu masalah hati mungkin.

Tanda-tanda lain dari penyakit kuning adalah a menjadi gelap

air seni dan satu menerangi di dalam warna dari

pergerakan-pergerakan usus. Air seni meredup dari

tingkat tingginya dari bilirubin di dalam darah

mencurah keluar ke dalam air seni, selagi(sedang bangku

menerangi dari satu ketiadaan bilirubin yang mencapai

isi perut. abu-abu , Pucat, atau usus putih

pergerakan-pergerakan setelah 2 minggu usia adalah mungkin

tanda paling dapat dipercaya dari satu masalah hati

dan perlu membisikkan satu kunjungan sampai doktor.

Page 3: Atresia Bilier

tidak ada. If unrecognised, the condition leads to liver failure but not (as one might think) to kernicterus . Jika tidak diakui, kondisi tersebut mengarah ke kegagalan hati tetapi tidak (seperti yang bisa berpikir) untuk kernicterus . This is because the liver is still able to conjugate bilirubin, and conjugated bilirubin is unable to cross the blood-brain barrier. Hal ini karena hati masih mampu konjugat bilirubin, dan bilirubin konjugasi tidak dapat melewati sawar darah-otak. The cause of the condition is unknown. Penyebab kondisi tersebut tidak diketahui. The only effective treatments are certain surgeries such as the kasai procedure , or liver transplantation. Perlakuan yang efektif hanya operasi tertentu seperti prosedur Kasai , atau transplantasi hati.

Contents Isi

[hide] 1 Symptoms and diagnosis 1 Gejala dan diagnosis 2 Pathophysiology 2 Patofisiologi

3 Treatment 3 Pengobatan

4 External links 4 Pranala luar

[ edit ] Symptoms and diagnosis [ sunting Gejala] dan diagnosis

Initially, the symptoms are indistinguishable from neonatal jaundice , a common phenomenon. Pada awalnya, gejala yang bisa dibedakan dari penyakit kuning neonatal , fenomena umum. Symptoms are usually evident between one and six weeks after birth. Gejala biasanya jelas antara satu dan enam minggu setelah kelahiran. Besides jaundice, other symptoms include clay colored stools, dark urine, swollen abdominal region and large hardened liver (which may or may not be observable by the naked eye). Selain itu penyakit kuning, gejala lain termasuk bangku tanah liat berwarna, urin gelap, daerah perut bengkak dan hati mengeras besar (yang mungkin atau mungkin tidak diamati dengan mata telanjang). Prolonged jaundice that is resistant to phototherapy and/or exchange transfusions should prompt a search for secondary causes. Lama penyakit kuning yang tahan terhadap cahaya dan / atau transfusi tukar harus segera mencari penyebab sekunder. By this time, liver enzymes are generally measured, and these tend to be grossly deranged, hyperbilirubinaemia is conjugated and therefore does not lead to kernicterus . Ultrasound investigation or other forms of imaging can confirm the diagnosis. Pada saat ini, enzim hati umumnya diukur, dan ini cenderung terlalu gila, hyperbilirubinaemia adalah konjugasi dan karena itu tidak mengarah ke kernicterus . Ultrasuara investigasi atau bentuk lain dari imaging dapat mengkonfirmasikan diagnosis. Further testing includes radioactive scans of the

Page 4: Atresia Bilier

liver and a liver biopsy . pengujian lebih lanjut termasuk scan radioaktif hati dan biopsi hati .

Biliary atresia is a very rare disorder. atresia bilier adalah gangguan yang sangat langka. About one in 10,000 to 20,000 babies in the US are affected every year. Sekitar satu dari 10.000 menjadi 20.000 bayi di Amerika Serikat dipengaruhi setiap tahun. Biliary atresia seems to affect girls slightly more often than boys. atresia bilier tampaknya mempengaruhi perempuan sedikit lebih sering daripada anak laki-laki. Within the same family, it is common for only one child in a pair of twins or only one child within the same family to have it. Dalam keluarga yang sama, biasanya hanya satu anak di sepasang kembar atau hanya satu anak dalam keluarga yang sama untuk memilikinya. Asians and African-Americans are affected more frequently than Caucasians. Asia dan Afrika-Amerika lebih sering terkena daripada Kaukasia. There does not appear to be any link to medications or immunizations given immediately before or during pregnancy. Ada tidak muncul untuk setiap link ke obat atau imunisasi diberikan segera sebelum atau selama kehamilan.

[ edit ] Pathophysiology [ sunting ] Patofisiologi

There is no known cause of biliary atresia. Tidak ada diketahui penyebab atresia bilier. There have been many theories about ethiopathogenesis such as Reovirus 3 infection, congenital malformation, congenital CMV infection, autoimmune theory. Ada banyak teori tentang ethiopathogenesis seperti Reovirus 3 infeksi, kelainan bawaan, infeksi CMV kongenital, teori autoimun. This means that the etiology and pathogenesis of biliary atresia are largely unknown. Ini berarti bahwa etiologi dan patogenesis atresia bilier yang belum diketahui. However, there have been extensive studies about the pathogenesis and proper management of progressive liver fibrosis, which is arguably one of the most important aspects of biliary atresia patients. Namun, ada penelitian yang luas mengenai patogenesis dan pengelolaan yang baik hati fibrosis progresif, yang tak diragukan lagi salah satu aspek yang paling penting dari pasien atresia bilier. As the biliary tract cannot transport bile to the intestine, bile is retained in the liver (known as stasis) and results in cirrhosis of the liver. Sebagai saluran empedu tidak dapat transportasi ke empedu, usus empedu disimpan di hati (dikenal sebagai stasis), dan menyebabkan sirosis hati. Proliferation of the small bile ductules occur, and peribiliary fibroblasts become activated. Proliferasi dari ductules empedu kecil terjadi, dan fibroblast peribiliary menjadi aktif. These "reactive" biliary epithelial cells in cholestasis, unlike normal condition, produce and secrete various cytokines such as CCL-2 or MCP-1 , Tumor necrosis factor (TNF) , Interleukin-6 (IL-6) , TGF-beta , Endothelin (ET) , and nitric oxide (NO) . Ini "reaktif" sel-sel epitel empedu di kolestasis, tidak seperti kondisi normal, memproduksi dan mengeluarkan berbagai sitokin seperti CCL-2 atau MCP-1 , tumor nekrosis faktor (TNF) , Interleukin-6 (IL-6) , TGF-beta , endotelin (ET) , dan oksida nitrat (NO) . Among these, TGF-beta is the most important profibrogenic cytokine that can be seen in liver fibrosis in chronic cholestasis. Di antaranya, TGF-beta adalah sitokin

Page 5: Atresia Bilier

profibrogenic paling penting yang dapat dilihat pada fibrosis hati di kolestasis kronis. During the chronic activation of biliary epithelium and progressive fibrosis, afflicted patients eventually show signs and symptoms of portal hypertension (esophagogastric varix bleeding, hypersplenism, hepatorenal syndrome(HRS), hepatopulmonary syndrome(HPS)). Selama aktivasi epitel empedu kronis dan fibrosis progresif, pasien menderita akhirnya menunjukkan tanda-tanda dan gejala hipertensi portal (pendarahan varix esophagogastric, hypersplenism, sindrom hepatorenal (HRS), sindrom hepatopulmonary (HPS)). The latter two syndromes are essentially caused by systemic mediators that maintain the body within the hyperdynamic states. Dua yang terakhir sindrom pada dasarnya disebabkan oleh mediator sistemik yang menjaga tubuh dalam negara hiperdinamik. There are three main types of extrahepatic biliary atresia:- Type I: atresia restricted to the common bile duct. Ada tiga jenis utama atresia bilier extrahepatic: - Tipe I: atresia terbatas pada saluran empedu umum. Type II: atresia of the common hepatic duct. Tipe II: atresia duktus hepatik umum. Type III: atresia of the right and left hepatic duct. Tipe III: atresia duktus hepatika kanan dan kiri. Associated anomalies include, in about 20% cases, cardiac lesions, polysplenia, situs inversus, absent vena cava and a preduodenal portal vein. Associated anomali termasuk, dalam kasus sekitar 20%, lesi jantung, polysplenia situs, inversus, v. kava hadir dan vena portal preduodenal.

[ edit ] Treatment [ sunting ] Pengobatan

If the intrahepatic biliary tree is unaffected, surgical reconstruction of the extrahepatic biliary tract is possible. Jika pohon empedu intrahepatic tidak terpengaruh, bedah rekonstruksi pada saluran empedu extrahepatic adalah mungkin. This surgery is called a Kasai procedure (after the Japanese surgeon who developed the surgery, Dr. Morio Kasai) or hepatoportoenterostomy . pembedahan ini disebut prosedur Kasai (setelah ahli bedah Jepang yang mengembangkan operasi, Dr Morio Kasai) atau hepatoportoenterostomy .

If the atresia is complete, liver transplantation is the only option. Jika atresia selesai, transplantasi hati adalah satu-satunya pilihan. Timely Kasai portoenterostomy (eg < 60 postnatal days) has shown better outcomes. Kasai portoenterostomy tepat waktu (misalnya <60 hari setelah melahirkan) telah menunjukkan hasil yang lebih baik. Nevertheless, a considerable number of the patients, even if Kasai portoenterostomy has been successful, eventually undergo liver transplantation within a couple of years after Kasai portoenterostomy. Namun demikian, sejumlah besar pasien, bahkan jika Kasai portoenterostomy telah berhasil, akhirnya menjalani transplantasi hati dalam beberapa tahun setelah portoenterostomy Kasai.

Recent large volume studies from Davenport et al. Recent volume penelitian besar dari Davenport et al. (Ann Surg, 2008) show that age of the patient is not an absolute clinical factor affecting the prognosis. (Ann Surg, 2008) menunjukkan bahwa usia pasien bukan merupakan faktor klinis mutlak mempengaruhi

Page 6: Atresia Bilier

prognosis. In the latter study, influence of age differs according to the disease etiology—ie, whether isolated BA, BASM (BA with splenic malformation ), or CBA(cystic biliary atresia). Dalam studi terakhir, pengaruh usia berbeda sesuai dengan etiologi-penyakit yaitu, apakah BA terisolasi, BASM (BA dengan malformasi limpa), atau CBA (atresia bilier kistik).

It is widely accepted that corticosteroid treatment after a Kasai operation, with or without choleretics and antibiotics, has a beneficial effect on the postoperative bile flow and can clear the jaundice; but the dosing and duration of the ideal steroid protocol have been controversial ("blast dose" vs. "high dose" vs. "low dose"). Hal ini diterima secara luas bahwa pengobatan kortikosteroid setelah operasi Kasai, dengan atau tanpa choleretics dan antibiotik, memiliki efek menguntungkan pada aliran empedu pasca operasi dan bisa membersihkan penyakit kuning; tetapi dosis dan durasi ideal protokol steroid telah kontroversial ("ledakan dosis "vs" dosis yang tinggi "vs dosis" rendah "). Furthermore, it has been observed in many retrospective longitudinal studies that steroid does not prolong survival of the native liver or transplant-free survival. Selain itu, telah diamati di banyak studi longitudinal retrospektif bahwa steroid tidak memperpanjang kelangsungan hidup hati asli atau kelangsungan hidup bebas transplantasi. Davenport at al. Davenport di al. also showed (hepatology 2007) that short-term low-dose steroid therapy following a Kasai operation has no effect on the mid- and long-term prognosis of biliary atresia patients. juga menunjukkan (Hepatology 2007) bahwa jangka pendek rendah dosis terapi steroid setelah operasi Kasai tidak berpengaruh pada prognosis-menengah dan jangka panjang pasien atresia bilier.

tidak ada. If unrecognised, the condition leads to liver failure but not (as one might think) to kernicterus . Jika tidak diakui, kondisi tersebut mengarah ke kegagalan hati tetapi tidak (seperti yang bisa berpikir) untuk kernicterus . This is because the liver is still able to conjugate bilirubin, and conjugated bilirubin is unable to cross the blood-brain barrier. Hal ini karena hati masih mampu konjugat bilirubin, dan bilirubin konjugasi tidak dapat melewati sawar darah-otak. The cause of the condition is unknown. Penyebab kondisi tersebut tidak diketahui. The only effective treatments are certain surgeries such as the kasai procedure , or liver transplantation. Perlakuan yang efektif hanya operasi tertentu seperti prosedur Kasai , atau transplantasi hati.

Contents Isi

[hide] 1 Symptoms and diagnosis 1 Gejala dan diagnosis 2 Pathophysiology 2 Patofisiologi

3 Treatment 3 Pengobatan

4 External links 4 Pranala luar

Page 7: Atresia Bilier

[ edit ] Symptoms and diagnosis [ sunting Gejala] dan diagnosis

Initially, the symptoms are indistinguishable from neonatal jaundice , a common phenomenon. Pada awalnya, gejala yang bisa dibedakan dari penyakit kuning neonatal , fenomena umum. Symptoms are usually evident between one and six weeks after birth. Gejala biasanya jelas antara satu dan enam minggu setelah kelahiran. Besides jaundice, other symptoms include clay colored stools, dark urine, swollen abdominal region and large hardened liver (which may or may not be observable by the naked eye). Selain itu penyakit kuning, gejala lain termasuk bangku tanah liat berwarna, urin gelap, daerah perut bengkak dan hati mengeras besar (yang mungkin atau mungkin tidak diamati dengan mata telanjang). Prolonged jaundice that is resistant to phototherapy and/or exchange transfusions should prompt a search for secondary causes. Lama penyakit kuning yang tahan terhadap cahaya dan / atau transfusi tukar harus segera mencari penyebab sekunder. By this time, liver enzymes are generally measured, and these tend to be grossly deranged, hyperbilirubinaemia is conjugated and therefore does not lead to kernicterus . Ultrasound investigation or other forms of imaging can confirm the diagnosis. Pada saat ini, enzim hati umumnya diukur, dan ini cenderung terlalu gila, hyperbilirubinaemia adalah konjugasi dan karena itu tidak mengarah ke kernicterus . Ultrasuara investigasi atau bentuk lain dari imaging dapat mengkonfirmasikan diagnosis. Further testing includes radioactive scans of the liver and a liver biopsy . pengujian lebih lanjut termasuk scan radioaktif hati dan biopsi hati .

Biliary atresia is a very rare disorder. atresia bilier adalah gangguan yang sangat langka. About one in 10,000 to 20,000 babies in the US are affected every year. Sekitar satu dari 10.000 menjadi 20.000 bayi di Amerika Serikat dipengaruhi setiap tahun. Biliary atresia seems to affect girls slightly more often than boys. atresia bilier tampaknya mempengaruhi perempuan sedikit lebih sering daripada anak laki-laki. Within the same family, it is common for only one child in a pair of twins or only one child within the same family to have it. Dalam keluarga yang sama, biasanya hanya satu anak di sepasang kembar atau hanya satu anak dalam keluarga yang sama untuk memilikinya. Asians and African-Americans are affected more frequently than Caucasians. Asia dan Afrika-Amerika lebih sering terkena daripada Kaukasia. There does not appear to be any link to medications or immunizations given immediately before or during pregnancy. Ada tidak muncul untuk setiap link ke obat atau imunisasi diberikan segera sebelum atau selama kehamilan.

[ edit ] Pathophysiology [ sunting ] Patofisiologi

There is no known cause of biliary atresia. Tidak ada diketahui penyebab atresia bilier. There have been many theories about ethiopathogenesis such as Reovirus 3 infection, congenital malformation, congenital CMV infection, autoimmune theory. Ada banyak teori tentang ethiopathogenesis seperti Reovirus 3 infeksi, kelainan bawaan, infeksi CMV kongenital, teori autoimun. This means that the

Page 8: Atresia Bilier

etiology and pathogenesis of biliary atresia are largely unknown. Ini berarti bahwa etiologi dan patogenesis atresia bilier yang belum diketahui. However, there have been extensive studies about the pathogenesis and proper management of progressive liver fibrosis, which is arguably one of the most important aspects of biliary atresia patients. Namun, ada penelitian yang luas mengenai patogenesis dan pengelolaan yang baik hati fibrosis progresif, yang tak diragukan lagi salah satu aspek yang paling penting dari pasien atresia bilier. As the biliary tract cannot transport bile to the intestine, bile is retained in the liver (known as stasis) and results in cirrhosis of the liver. Sebagai saluran empedu tidak dapat transportasi ke empedu, usus empedu disimpan di hati (dikenal sebagai stasis), dan menyebabkan sirosis hati. Proliferation of the small bile ductules occur, and peribiliary fibroblasts become activated. Proliferasi dari ductules empedu kecil terjadi, dan fibroblast peribiliary menjadi aktif. These "reactive" biliary epithelial cells in cholestasis, unlike normal condition, produce and secrete various cytokines such as CCL-2 or MCP-1 , Tumor necrosis factor (TNF) , Interleukin-6 (IL-6) , TGF-beta , Endothelin (ET) , and nitric oxide (NO) . Ini "reaktif" sel-sel epitel empedu di kolestasis, tidak seperti kondisi normal, memproduksi dan mengeluarkan berbagai sitokin seperti CCL-2 atau MCP-1 , tumor nekrosis faktor (TNF) , Interleukin-6 (IL-6) , TGF-beta , endotelin (ET) , dan oksida nitrat (NO) . Among these, TGF-beta is the most important profibrogenic cytokine that can be seen in liver fibrosis in chronic cholestasis. Di antaranya, TGF-beta adalah sitokin profibrogenic paling penting yang dapat dilihat pada fibrosis hati di kolestasis kronis. During the chronic activation of biliary epithelium and progressive fibrosis, afflicted patients eventually show signs and symptoms of portal hypertension (esophagogastric varix bleeding, hypersplenism, hepatorenal syndrome(HRS), hepatopulmonary syndrome(HPS)). Selama aktivasi epitel empedu kronis dan fibrosis progresif, pasien menderita akhirnya menunjukkan tanda-tanda dan gejala hipertensi portal (pendarahan varix esophagogastric, hypersplenism, sindrom hepatorenal (HRS), sindrom hepatopulmonary (HPS)). The latter two syndromes are essentially caused by systemic mediators that maintain the body within the hyperdynamic states. Dua yang terakhir sindrom pada dasarnya disebabkan oleh mediator sistemik yang menjaga tubuh dalam negara hiperdinamik. There are three main types of extrahepatic biliary atresia:- Type I: atresia restricted to the common bile duct. Ada tiga jenis utama atresia bilier extrahepatic: - Tipe I: atresia terbatas pada saluran empedu umum. Type II: atresia of the common hepatic duct. Tipe II: atresia duktus hepatik umum. Type III: atresia of the right and left hepatic duct. Tipe III: atresia duktus hepatika kanan dan kiri. Associated anomalies include, in about 20% cases, cardiac lesions, polysplenia, situs inversus, absent vena cava and a preduodenal portal vein. Associated anomali termasuk, dalam kasus sekitar 20%, lesi jantung, polysplenia situs, inversus, v. kava hadir dan vena portal preduodenal.

[ edit ] Treatment [ sunting ] Pengobatan

If the intrahepatic biliary tree is unaffected, surgical reconstruction of the extrahepatic biliary tract is possible. Jika pohon empedu intrahepatic tidak

Page 9: Atresia Bilier

terpengaruh, bedah rekonstruksi pada saluran empedu extrahepatic adalah mungkin. This surgery is called a Kasai procedure (after the Japanese surgeon who developed the surgery, Dr. Morio Kasai) or hepatoportoenterostomy . pembedahan ini disebut prosedur Kasai (setelah ahli bedah Jepang yang mengembangkan operasi, Dr Morio Kasai) atau hepatoportoenterostomy .

If the atresia is complete, liver transplantation is the only option. Jika atresia selesai, transplantasi hati adalah satu-satunya pilihan. Timely Kasai portoenterostomy (eg < 60 postnatal days) has shown better outcomes. Kasai portoenterostomy tepat waktu (misalnya <60 hari setelah melahirkan) telah menunjukkan hasil yang lebih baik. Nevertheless, a considerable number of the patients, even if Kasai portoenterostomy has been successful, eventually undergo liver transplantation within a couple of years after Kasai portoenterostomy. Namun demikian, sejumlah besar pasien, bahkan jika Kasai portoenterostomy telah berhasil, akhirnya menjalani transplantasi hati dalam beberapa tahun setelah portoenterostomy Kasai.

Recent large volume studies from Davenport et al. Recent volume penelitian besar dari Davenport et al. (Ann Surg, 2008) show that age of the patient is not an absolute clinical factor affecting the prognosis. (Ann Surg, 2008) menunjukkan bahwa usia pasien bukan merupakan faktor klinis mutlak mempengaruhi prognosis. In the latter study, influence of age differs according to the disease etiology—ie, whether isolated BA, BASM (BA with splenic malformation ), or CBA(cystic biliary atresia). Dalam studi terakhir, pengaruh usia berbeda sesuai dengan etiologi-penyakit yaitu, apakah BA terisolasi, BASM (BA dengan malformasi limpa), atau CBA (atresia bilier kistik).

It is widely accepted that corticosteroid treatment after a Kasai operation, with or without choleretics and antibiotics, has a beneficial effect on the postoperative bile flow and can clear the jaundice; but the dosing and duration of the ideal steroid protocol have been controversial ("blast dose" vs. "high dose" vs. "low dose"). Hal ini diterima secara luas bahwa pengobatan kortikosteroid setelah operasi Kasai, dengan atau tanpa choleretics dan antibiotik, memiliki efek menguntungkan pada aliran empedu pasca operasi dan bisa membersihkan penyakit kuning; tetapi dosis dan durasi ideal protokol steroid telah kontroversial ("ledakan dosis "vs" dosis yang tinggi "vs dosis" rendah "). Furthermore, it has been observed in many retrospective longitudinal studies that steroid does not prolong survival of the native liver or transplant-free survival. Selain itu, telah diamati di banyak studi longitudinal retrospektif bahwa steroid tidak memperpanjang kelangsungan hidup hati asli atau kelangsungan hidup bebas transplantasi. Davenport at al. Davenport di al. also showed (hepatology 2007) that short-term low-dose steroid therapy following a Kasai operation has no effect on the mid- and long-term prognosis of biliary atresia patients. juga menunjukkan (Hepatology 2007) bahwa jangka pendek rendah dosis terapi steroid setelah operasi Kasai tidak berpengaruh pada prognosis-menengah dan jangka panjang pasien atresia bilier.

Page 11: Atresia Bilier
Page 12: Atresia Bilier

46Atresia Bilier Dr. Parlin Ringoringo Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta PENDAHULUAN Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak adalah atresia bilier(1). Atresia bilier terjadi karena proses infla-masi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan ham-batan aliran empede. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran em-pedu(1). Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%(3). Oleh karena itu diagnosis atresia bilier hams ditegakkan sedini mungkin, sebe-lum usia 8 minggu. ANGKA KEJADIAN Insidens atresia biller adalah 1/10.000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup(1,4). Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki 1,4 : 1(5). Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) danIndian Amerika (1,5%)(5). ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 10 30% kasus atresia bilier

Page 13: Atresia Bilier

(4,6). Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi(1). Patofisiologi atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan gambaran histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik mengalami ke-msakan secara progresif. Pada keadaan lanjut proses inflamasi menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan meng-alami kerusakan yang progresif pula(1). Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut(1)(Gambar 1) : I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komu- nis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanyaABSTRAK Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak adalah atresia bilier.Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan ke-rusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatanaliran empedu. Hanya tindakan bedah dilakukan pada usia 5 8 minggu maka angka ke-berhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu makaangka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harusditegakkan sedini mungkin sebelum usia $ minggu.

Page 14: Atresia Bilier
Page 15: Atresia Bilier

47normal). IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung empedu normal. III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obli- terasi, sampai ke hilus. Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II(1,7). MANIFESTASI KLINIS Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal adalah iktcrus, tinja akolik, dan urin yang berwarna gelap(8). Namun, tidak ada satu pun gejala atau tanda klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi biasanya baik. Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3 5. Kolestasis ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik(9,10). Sehubungan dengan itu sebagai upaya penjaring kasar tahap pertama, dianjurkan melakukan pengumpulan tinja 3 porsi. Bila selama beberapa hari ketiga porsi tinja tctap akolik, maka kemungkinan besar diagnosisnya adalah kolestasis ekstrahepatik. Sedangkan pada kolestasis intrahepatik, warna tinja dempul berfluktuasi pada pcmcriksaan tinja 3 porsi. PEMERIKSAAN PENUNJANG Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan : 1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati (darah, urin, tinja); 2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati; 3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier. 1) Pemeriksaan laboratorium a) Pemeriksaan rutin Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Sclain itu dilakukan pemeriksaan darah

Page 16: Atresia Bilier

tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkat-an kadar SGOT/SGPT> 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Se-baliknya, peningkatan SGOT< 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rcndah tidak me-nyingkirkan kemungkinan atresia bilier(9). Kombinasi peningkat-

Page 17: Atresia Bilier
Page 18: Atresia Bilier

48an gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkali fosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menen-tukan atresia bilier(10). b) Pemeriksaan khusus Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visuali-sasi tinja(9,12). Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar biliru-bin dalam empedu hanya 10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier(13). 2) Pencitraan a) Pemeriksaan ultrasonografi Theoni mengemukakan bahwaakurasi diagnostikUSG 77% dan dapat ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum(14). Bilapada saat atau sesudah minum kandung empedu berkon- traksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat di-singkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier(9). Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I/distal(15). b) Sintigrafi hati Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%(16). Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan feno-barbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari.

Page 19: Atresia Bilier

Pada kolestasis intrahepatik pengambilan isotop oleh hepa-tosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya ke usus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang berat juga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop di hati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier(17). Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%(1,6). Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalah menggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi(l8). c) Pemeriksaan kolangiografi Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography) mcrupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolesta-sis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier(7). 3) Biopsi hati Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%(1), sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai diten-tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi

Page 20: Atresia Bilier

(1,19). Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan(1,20). Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh ka-rena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu(1). DIAGNOSIS Diagnosis atresia bilier ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis utama atresia bilier adalah tinja akolik, air kemih seperti air teh, dan ikterus. Ada empat keadaan klinis yang dapat dipakai sebagai patokan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik, yaitu: berat badan lahir, warna tinja, umur pende-rita saat tinja mulai akolik, dan keadaan hepar(6). Kriteria ini (Tabel 1) mempunyai akurasi diagnostik sampai 82%. Moyer dkk. menambahkan satu kriteria lagi, yaitu gam-baran his topatologik hati(11). Tabel 1. Empat kriteria klinis terpenting untuk membedakan Kolestasis Intrahepatik dan Ekstrahepatik(11) Data klinis Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik Wama tinja selama dirawat Pucat79% 26% Kuning 21%

Page 21: Atresia Bilier

74% Berat lahir (gram) 3200 2700 Usia saat tinja akolik (hari) 16 30 Ukuran dan konsistensi hati yang abnormal 87% 53% Biopsi hati Fibrosis portal 94% 47% Proliferasi duktular 86% 30% Trombus empedu intraportal 63% 1% DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding kolestasis pada bayi adalah : 1. KELAINAN EKSTRAHEPATIK A. Atresia bilier B. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier C. Perforasi spontan duktus bilier D. Massa (neoplasma, batu)

Page 22: Atresia Bilier
Page 23: Atresia Bilier

E. Inspissated bile syndrome II. KELAINAN INTRAHEPATIK A. Idiopatik 1) Hepatitis neonatal idiopatik 2) Kolestasis intrahepatik persisten, antara lain : a) Displasia arteriohepatik (sindrom Alagille) b) Sindrom Zellweger (sindrom serebrohepatorenal) c) Intrahepatic bile duct paucity B. Anatomik 1) Hepatik fibrosis kongenital atau penyakit polikistik infantil (pada hati dan ginjal) 2) Penyakit Caroli (pelebaran kistik pada duktus intrahepatik). C. Kelainan metabolisme 1) Kelainan metabolisme asam amino: tyrosinemia 2) Kelainan metabolisme lipid: penyakit Wolman, Niemann-Pick dan Gaucher 3) Kelainan metabolisme karbohidrat: galaktosemia, frukto-semia, glikogenosis IV 4) Kelainan metabolisme asam empedu 5) Penyakit metabolik tidak khan, antara lain: defisiensi alfa- 1-antitripsin, fibrosis kistik, hipopituitarisme idiopatik, hipoti-roidisme D. Hepatitis 1) Infeksi (hepatitis pada neonatus), antara lain: TORCH, virus hepatitis B, Reovirus tipe 3 2) Toksik: kolestasis akibat nutrisi parenteral, sepsis E. Genetik atau kromosomal: Trisomi E, Sindrom Down, Sindrom Donahue F. Lain-lain: Histiositosis X, renjatan atau hipoperfusi, obstruksi intestinal, sindrom polisplenia, lupus neonatal. TATALAKSANA Selama evaluasi, pasien dapat diberi : A) Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk : 1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan : Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+K+ATPase (menginduksi aliran empedu).

Page 24: Atresia Bilier

Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus entero-hepatik asam empedu sekunder(8). 2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik(21). B) Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu : 1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain tri-glycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak. 2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larutdalam lemak. C) Terapi bedah Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkandiagnosis atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai berikut: Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk> 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah dilakukan uji prednison selama 5 hari(22). Gamma-GT meningkat > 5 kali Tidak ada defisiensi alfa-1 antitripsin Pada sintigrafi hepatobilier tidak ditemukan ekskresi ke usus. Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan, maka segera dilakukan intervensi bedah portoenterostomi terhadap atresia bilier yang correctable yaitu tipe I dan II(1). Pada atresia bilier yang non-correctable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk menentukan patensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan frozen section. Bila masih ada duktus bilier yang paten, maka dilakukan operasi Kasai. Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang paten, tetap dikerjakan operasi Kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan trans-plantasi hati (tujuan jangka panjang)(23). Ada peneliti yang men-

Page 25: Atresia Bilier

yatakan adanya kasus-kasus atresia bilier tipe III dengan keber-hasilan hidup > 10 tahun setelah menjalani operasi Kasai(24,25).Di negara maju dilakukan transplantasi hati terhadap pen-derita : atresia bilier tipe III yang telah mengalami sirosis * kualitas hidup buruk, dengan proses tumbuh kembang yang sangat terhambat pasca operasi portoenterostomi yang tidak berhasil mem-perbaiki aliran empedu(26). PROGNOSIS Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri(4). Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keber-hsilannya 7186%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 3443,6%(4). Bila operasi Kasai dilakukan pada usia 160 hari, 6170 hari, 7190 hari dan > 90 hari, maka masing-masing akan memberi-kan kebcrhasilan hidup > 10 tahun sebesar 73%, 35%, 23%, dan 11%('^). Scdangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10%(5)dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan(1). Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam(1). Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi pcnyulit hipertensi portal(5)

Page 26: Atresia Bilier

. KEPUSTAKAAN 1. Desmet VJ, Callca F. Cholestatic syndromes of infancy and childhood. In:

Page 27: Atresia Bilier
Page 28: Atresia Bilier

50Zakim, Boyer, Hepatology. A textbook of liver diseases. Philadelphia/ Tokyo: Saunders 1990; 2: 1355-95. 2. Desmet VJ. Pathology of paediatric cholestasis. In: Lentze, Reichen: Falk symposium 63. Paediatric Cholestasis, Novel approaches to treatment. Dordrecht/London, Kluwer Academic Publ 1991: 55-74. 3. Lentze MI. Cholestasis in cystic fibrosis. In: Lrntze, Reichen: Falk symposium 63. Paediatric Cholestasis, Novel approaches to treatment. Dordrecht/London, Kluwer Academic Publ 1991: 159-64. 4. Howard ER. Biliary atresia - complications and results of non-transplant surgery. In: Lentze, Reinchen: Falk symposium 63. Paediatric Cholestasis, Novel approaches totreatment. Dordrecht/London, Kluwer Academic Publ 1991: 273-84. 5. Karrer FM, Hall RJ, Stewart BA, Lily JR. Biliary atresia registry, 1976 to 1989. J. Pediatr. Surg. 1990; 25: 1076-80. 6. Alagille D. Management of paucity of interlobular bile duct. J. Hepatol. 1985; 1: 561-5. 7. Tschappeler H. Imaging diagnosis of cholestasis in children. In: Lentze, Reichen: Falk symposium 63. Paediatric Cholestasis, Novel approaches to treatment. Dordrecht/London, Kluwer Academic Publ 1991: 207-14. 8. Haber BA, Lake AM. Cholestatic jaundice in the newborn. Clin Perinatol 1990; 17: 483-506. 9. Fitzgerald IF. Cholestatic disorders of infancy. Pediatr Clin N Am 1988; 35: 357-73. 10. Maggiore G, Bernard D, Hadchouel M, Lemonnier A, Alagille D. Diagnos- tic value of serum gamma-glutamyl transpeptidase activity in liver diseases in children. J Paediatr Gastroenterol Nutr 1991; 12: 21-6. 11. Moyer MS, Balister WF. The liver and biliary tree. Prolonged neonatal obstructive jaundice. In: Walker, Durk, Hamilton, Walker-Smith, Watkins. Pediatric gastro-intestinal disease. Patophysiology, diagnosis, management. Philadelphia/Toronto: Decker 1991: 835-48. 12. Halimun EM. Kolestasis pada bayi dan anak. Dalam: Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Dmu Kesehatan Anak. Penanganan mutakhir beberapa penyakit gastrointestinal anak. Jakarta. Bagian Dmu Kesehatan Anak, FKUI 1988. 13. Pawlawska J, Bogoniowska Z, Szczgielska-Kozak M, Wroblewska Z, Socha J. Value of bile acid determination and hepatic scintigraphy for thediagnosis of neonatal jaundice. In: Lentze, Reichen. Falk symposium 63. Paediatric Cholestasis, Novel approaches to treatment. Dordrecht/London: Kluwer Academic Publ 1991: 237-44. 14. Toeni RF, Goldberg HI. Radiologic evaluation of disorders of the liver and biliary system. In: Zakim, Boyer, Hepatology. A textbook of liver diseases. Philadelphia: Saunders 1990: 667-97. 15. Tanner S. Cholestasis in infancy. In: Green: Pediatric hepatology. Edin- burgh: Churchill Livingstone, 1989: 50-68. 16. Hung WT, Su Cr. Diagnosis of atretic prolonged obstructive jaundice;

Page 29: Atresia Bilier

technetium 99m hepatolite excretion swdy. J Pediat Surg 1990; 25: 797-800. 17. El Tumi MA, Clarke MB, Barret JJ, Mowat AP. Ten minute radio pharma ceuticals test in biliary atresia. Arch Dis Child 1987; 62: 180-4. 18. Torrisi JM, Haller JO, Velcek FT. Choledochal cyst and biliary atresia in the neonate: imaging findings in five cases. Am J Roentgenol 1990; 155: 1273-6. 19. Deguchi E, Yanagihara J, Iwai N. Bile duct patterns in the hilar region of the liver in two cases of biliary atresia. J Pediatr Surg 1990; 25: 307-10. 20. Ohya T, Miyano T, Kimura K. Indication for portoenterostomy based on 103 patients with Suruga II modification. J Pediau Surg 1990; 25: 801-4. 21. Wiharta SA. Kolestasis pada bayi dan anak. Aspek pediatri. Dipresenta sikan pada simposium hepatologi, Kongres Nasional Dmu Kesehatan Anak VIII, Ujung Pandang, 1990. 22. Mowat AP. Extrahepatic biliary atresia and other disorders of the extra hepatic bile ducts presenting in infancy. In: Mowat. Liver disorders in childhood. London: Butterworths 1987; 72-88. 23. Wood RP, Langnas AN, Stratta RJ, Pillen TJ, Williams L, Lindsay S, Meiergerd D, Shaw BW. Optimal therapy for patients with biliary atresia: Portoenterostomy ("Kasai" procedures) versus primary transplantation. J Pediatr Surg 1990; 25: 153-9. 24. Ohi R, Nio M, Chiba T, Endo M, Coto M, Ibrahim M. Longtenn follow-up after surgery for patients with biliary atresia. J Pediatr Surg 1990; 25: 442-5. 25. Raffensperger JG. A longterm follow-up of three patients with biliary atresia. J Pediatr Surg 1991; 26: 176-7. 26. Lily JR. Biliary atresia. The jaundice infants. In: Welch, et al, Pediatric surgery. Chicago: Year Book Med Publ 1986: 1047-55. Know your own faults before blaming others for theirs