ASAS UTMOST GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI … · Arif Prasetiyo. NIM 109048000056....
Transcript of ASAS UTMOST GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI … · Arif Prasetiyo. NIM 109048000056....
i
ASAS UTMOST GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA
PT.PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
OLEH :
ARIF PRASETIYO
NIM : 109048000056
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
PROGRAM STUDI I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435H/2014M
iv
ABSTRAK
Arif Prasetiyo. NIM 109048000056. ANALISIS YURIDIS ASAS UTMOST
GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA
PT.PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel). Progam Studi Ilmu Hukum,
Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H/2013 M. x + 75 halaman + halaman lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana eksistensi dari prinsip asas
utmost good faith dalam bisnis perjanjian asuransi jiwa yang memang sudah
merupakan salah satu kebutuhan di era globalisasi seperti sekarang ini. Penulis ingin
mengetahui bagaimana penerapan asas itikad baik pada Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi pustaka dengan
menggunakan data-data primer yang ada yaitu putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, perundang-undangan, KUH Dagang.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada Putusan Pengadilan Negeri No
407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel Hakim berkesimpulan bahwa baik Pihak Penanggung
maupun Pihak Tertanggung sama-sama tidak memiliki itikad baik sehingga hakim
dalam Putusan ini memutuskan kerugian atas perjanjian yang telah dibuat ditanggung
oleh kedua belah pihak.
Kata Kunci: Asas utmost good faith, PT.Prudential Life Assurance, Asuransi
Jiwa
Pembimbing : 1. Dedy Nursamsi, SH. M.Hum.
2. Ismail Hasani, SH. MH.
Daftar Pustaka : Tahun 1990 s.d Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb
Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan nikmatnya, sehingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS ASAS
UTMOST GOOD FAITH DALAM SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA
PT.PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel)” ini merupakan salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penulisan ini, penulis banyak sekali mendapat bimbingan,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. K.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Selaku
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Thamrin, SH,
M.Hum. Selaku Kepala dan Sekretaris Prodi Ilmu Hukum yang sudah
vi
memberikan waktu luang, saran dan masukan terhadap kelancaran proses
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dedy Nursamsi, SH.,M.Hum. Selaku dosen Pembimbing 1 dan
Bapak Ismail Hasani, SH.,MH. Selaku dosen Pembimbing 2 yang dengan
sabar telah memberikan arahan dan masukan serta bimbingan terhadap
proses penyusunan skripsi ini.
4. Kedua orang tuaku ayahanda Jayus, dan Ibunda Kasirah yang sangat penulis
sayangi dan hormati, terima kasih tak terhingga atas kasih sayang, do’a,
bimbingan, nasihat, materi serta segala yang tercurah untuk ananda.
5. Adikku tercinta Nurhalimah, yang juga selalu menyemangatiku,
mengingatkanku dan terkadang menjahiliku yang dapat memberi energi
baru.
6. Teman-teman UIN ilmu Hukum angkatan 2009, Abdullah, Abi, Aldo, Anto,
Dhani, Daus, Indirawati, Iasha, Inayah, Gagat, Galih, Gretha, Farhan,
Harum, Holil, Ihsan, Imam, Jajang, Maul, Muchtar, Naomi, Pita, Ratno,
Reza, Rhoma, Siska, Silmi, Syifa, Saddam, Thoink, Vera, Vina, Wildan,
Zaki dan kawan-kawan semua yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.
7. Teman-teman semasa kuliah dan dalam organisasi, PSM Uin Jakarta, HMI
fsh, KKS Sembako 2012, Macco Management, dan Kahfi Motivator School
yang telah banyak memberi support.
8. Kawan-kawanku semasa perjalanan sekolah, yaitu teman SDN 09 Jatiasih
1996, SMPN 9 Bekasi 2003, SMAN 6 Bekasi 2006, UIN Syarif
vii
Hidayatullah 2009 yang banyak memberikan pengalaman dan pemikiran
yang baru guna memperkaya pemahaman bagi penulis dalam kehidupan
sampai saat ini.
9. Kepada PT Soerjono Soekamto, PT Prudential, dan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas
kebaikan mereka.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Jakarta,9 Januari 2014
Penulis,
Arif Prasetiyo
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah.................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 9
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................................ 10
E. Kerangka Konseptual ....................................................................... 12
F. Metode Penelitian ............................................................................. 14
G. Sistematika Penelitian ...................................................................... 16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ASURANSI JIWA
DAN ASAS UTMOST GOOD FAITH .................................................. 18
A. Pengertian Asuransi Jiwa ................................................................. 18
B. Perjanjian Asuransi Jiwa .................................................................. 20
ix
1. Pengertian Perjanjian Asuransi jiwa……………………… ........ 20
2. Syarat Sah Perjanjian Asuransi Jiwa………………… ....... ……21
3. Asas Hukum Perjanjian Asuransi Jiwa………………… ....... ….25
4. Dasar Hukum Perjanjian Asuransi Jiwa… ....... ………………...29
5. Prinsip Perjanjian Asuransi Jiwa…………… ....... ………….….30
6. Hak dan Kewajiban Para Pihak…………… ....... ………………32
C. Asas Utmost Good Faith dalam Perjanjian Asuransi Jiwa……… ... 35
BAB III SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA PADA PT. PRUDENTIAL
LIFE ASSURANCE ............................................................................. .40
A. PT.Prudential Life Assurance ............................................. ………..40
B. Prosedur pengajuan klaim asuransi di PT.Prudential Life Assurance
........................................................................................................ ..46
C. Sengketa klaim sampai di Pengadilan .............................................. 48
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PN JAKARTA SELATAN NOMOR
407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel TENTANG SENGKETA KLAIM
ASURANSI JIWA ................................................................................. 51
A. Duduk Perkara………………………………………………….…. .. 53
B. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim…………………………….. . .57
C. Amar Putusan……………………………………………………… .. 65
D. Analisis Putusan…………………………………………………… . .66
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 71
A. Kesimpulan ......................................................................................... 71
x
B. Saran ................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 76
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Asuransi jiwa merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang
ingin mengurangi atau menghindarkan risiko-risiko hari tua, dan kecelakaan.
Adapun unsur yang terdapat dalam asuransi ialah seperti unsur premi, unsur ganti
rugi, unsur peristiwa yang belum terjadi.1Sangat tidak mungkin bagi seseorang
untuk mengetahui apa yang akan terjadi dikemudian hari contohnya kematian.
Kematian adalah suatu peristiwa yang alamiah yang pasti akan terjadi, yang tidak
pasti adalah kapan kematian tersebut akan terjadi. Kita tidak tahu kapan kematian
akan terjadi pada diri kita, namun bila kematian tersebut menimpa seorang
kepala keluarga, maka hal tersebut akan menimbulkan kerugian materiil dan
immateriil yang ditinggalkan.
Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko-risiko yang mungkin timbul
akibat terjadi hal-hal tersebut, maka orang-orang mengadakan perjanjian asuransi
yang dibuat bersifat ‘timbal-balik’, artinya dalam diri masing-masing pihak
terdapat hak-hak dan juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan. Saat
ini banyak cara untuk mengerahkan dana termasuk yang ada di masyarakat, salah
satu contohnya adalah melalui usaha perasuransian yang peranannya diharapkan
1 C.S.T. Kansil Haddad, Pokok-pokok pengetahuan hukum dagang indonesia,
(Jakarta:Sinar Grafika, 2002) h.178.
2
dapat meningkatkan pengerahan dana dari masyarakat untuk pembiayaan
pembangunan. Kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dengan adanya usaha
perasuransian adalah suatu kebutuhan dalam kehidupan masyarakat, terutama
adalah kebutuhan akan asuransi jiwa, dimana ancaman kematian tidak akan
pernah bisa diduga kapan dan dimana akan menimpa seseorang.
Siklus kehidupan manusia adalah perjalanan hidup manusia yang selalu
dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan meninggalnya individu tersebut.
Secara normal, suatu siklus kehidupan dimulai dari kelahiran, masa kanak-kanak,
masa dewasa, lajang, masa pernikahan, masa orang tua, masa pensiun, dan
kemudian meninggal. Setiap orang akan mengalami siklus kehidupan yang
hampir sama, dalam artian bahwa tidak semua orang akan selalu melalui setiap
masa dalam siklus kehidupan, sebagai contoh adalah meninggal dalam masa
lajang, maka ia tidak akan mengalami masa menikah, masa hari tua, dan masa-
masa selanjutnya dalam siklus kehidupan manusia.
Kematian seseorang akan menimbulkan kerugian materiil, terutama jika
yang meninggal itu adalah pencari nafkah atau tulang punggung dari keluarga,
dan kapan datangnya kematian itu adalah suatu hal yang tidak dapat kita duga
datangnya walaupun kita tahu bahwa kematian pasti akan kita alami. Risiko
adalah suatu kemungkinan terjadinya suatu hal yang atau keadaan yang tidak di
inginkan atau tidak terjadinya hal yang di inginkan. Untuk mengurangi kerugian
yang disebabkan karena datangnya bahaya atau risiko yang tidak dapat kita duga
sebelumnya maka dibutuhkan suatu lembaga atau perusahaan yang berusaha
3
yang bersedia untuk mengambil alih risiko kerugian tersebut. Lembaga atau
perusahaan yang dimaksud disini adalah perusahaan asuransi yang sanggup
untuk mengambil alih risiko dengan cara mengadakan perjanjian asuransi.
Usaha perasuransian pada dewasa ini dapat dikatakan sebagai salah satu
sarana investasi selain lembaga keuangan lainnya misalkan bank. Perbedaan
antara berinvestasi di bank dengan asuransi adalah bahwa berinvestasi di bank
hanya akan mendapatkan dana awal dan bunganya dengan presentase tertentu.
Namun apabila pada suatu saat kita meninggal dunia, maka tidak mendapatkan
uang pertanggungan. Investasi di perusahaan asuransi misalnya asuransi jiwa
maka kita akan mendapatkan proteksi jiwa disamping nilai tunai. Apabila kita
meninggal, uang pertanggungan akan diberikan penuh meskipun kontrak baru
berjalan beberapa bulan. Untuk mendapatkan akumulasi dana tertentu kita harus
menabung di bank dalam jangka waktu tertentu. Nasabah harus membayar penuh
dalam kurun waktu tersebut. Jika meninggal ditengah masa menabung, ia akan
mendapatkan sejumlah uang sampai dengan waktu tersebut ditambah bunga.
Pada asuransi jiwa dengan membayar premi tertentu, walaupun terjadi sesuatu
yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung maupun keluarganya, ada
kepastian dana meskipun masa asuransi baru berjalan berlangsung beberapa
waktu sejak perjanjian ditutup. Menabung di bank membutuhkan kepastian
waktu, sedangkan di asuransi jiwa kita terjamin dari risiko ketidak pastian dari
waktu yang dimiliki. Namun ternyata banyak masyarakat Indonesia yang masih
belum paham akan proses pencairan klaim dan apa itu asuransi jiwa. Asuransi
4
dibutuhkan untuk mengalihkan risiko kerugian yang mungkin terjadi melalui
suatu imbalan premi dalam jumlah tertentu. Asuransi jiwa menjamin risiko-risiko
yang dapat menimpa seseorang atau tertanggung.maksudnya ialah tidak semua
risiko ditanggung. Dalam pencairan dana asuransi membutuhkan proses yang
mesti dimengerti.
Kemudian pada abad Sembilan belas ini, seiring dengan makin
berpengaruhnya doktrin pemikiran ekonomi laissez faire, kebebasan berkontrak
menjadi prinsip umum dalam mendukung persaingan bebas.2Saat ini kebebasan
berkontrak masih menjadi asas penting dalam hukum kontrak baik dalam civil
law maupun common law3, tetapi ia tidak lagi muncul seperti kebebasan
berkontrak yang berkembang pada abad Sembilan belas. Sekarang, kebebasan
berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Negara telah melakukan sejumlah
pembatasan kebebasan berkontrak melalui peraturan perundang-undangan dan
putusan pengadilan.4 Kebebasan berkontrak tersebut setidak-tidaknya
dipengaruhi oleh dua faktor, yakni: seperti makin berpengaruhnya ajaran itikad
baik dimana itikad baik tidak hanya ada pada pelaksanaan kontrak,5 tetapi juga
2Ridwan Khairandy, Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, Katalog Dalam Terbitan
(KDT)FHUI 2003, h.1.
3Peter de Cruz, A modern approach Comparative law (Deventer:Kluwer,1993), h.183.
4Setiawan, Aneka masalah hukum dan hukum acara perdata, (Bandung:Alumni,1992),
h.179.
5Jack Beatson dan Daniel Friedmann, eds, Good faith and faulth in contract law
(Oxford: Clarendon Press,1995), h.28.
5
harus ada pada saat dibuatnya kontrak dan faktor kedua ialah makin
berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden
atau undue influence).6 Itikad baik menjadi asas yang paling penting dalam
hukum kontrak dan diterima dalam berbagai sistem hukum, tetapi hingga kini
doktrin itikad baik masih merupakan sesuatu yang kontroversial.7 Perdebatan
utama yang timbul disini adalah berkaitan dengan definisi itikad baik itu. Dengan
perkataan lain, perdebatan ini berkaitan dengan apa sebenarnya yang dimaksud
dengan itikad baik itu.
Dalam kenyataanya sangat sulit menemukan pengertian yang jelas tentang
itikad baik. Allan E. Farnsworth bahkan menyatakan, dimana doktrin itikad baik
diterima, maka di situ pasti timbul perbedaan dalam mengartikan itikad baik
tersebut8. Akibatnya tidak ada makna tunggal itikad baik dan berkembang
banyak definisi itikad baik. Hal itu dapat dipahami, karena pengaturan itikad baik
dalam hukum kontrak sangat minim. Bahkan Negara-negara civil law yang
memasukkan ketentuan itikad baik ke kitab undang-undang hukum perdata hanya
mengatur sedikit saja. Pasal 242 BGB Jerman, Pasal 1134 ayat (3) Civil Code
Perancis, dan 1374 ayat (3) BW Belanda (lama) serta pasal 1338 ayat (3) Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) Indonesia, hanya menyebutkan
6Ridwan Khairandy, Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, KDT FHUI. 2003, h.1.
7David Stack, “The two standard of good faith in canadian contract law”,
vol.62(Saskatchewan law review, 1999), h.202.
8J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1995), h.166.
6
bahwa semua kontrak dilaksanakan dengan itikad baik. Tidak ada penjelasan
lebih lanjut apa yang dimaksud itikad baik tersebut. Kalaupun ada ketentuan
yang mencoba mendefinisikan itikad baik tersebut, tetapi definisi itupun masih
juga menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu, untuk dapat memahami makna
itikad baik yang lebih jelas harus dilihat pada penafsiran itikad baik dalam
praktik peradilan. Bahkan, menurut J.Satrio, ketentuan pengaturan itikad baik
tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pengadilan.9 Dikatakan
demikian karena sengketa mengenai itikad baik dalam prakteknya hampir selalu
dimintakan penyelesaiannya kepada pengadilan. Termasuk pada kasus sengketa
yang terjadi pada proses penyelesaian klaim asuransi jiwa di Indonesia seperti
yang dialami oleh salah satu nasabah asuransi jiwa PT.Prudential di tahun 2011.
Dimana di awal perjanjian nasabah atau yang disebut dengan tertanggung atau
pemegang polis ini telah memberikan penjelasan mengenai dirinya dengan tidak
ada yang ditutupi dari kesehatan dirinya sendiri sepengetahuannya kepada pihak
prudential sebagai pemenuhan pengajuan polis, namun dimasa perjalanan setelah
dua tahun lebih nasabah ini mengikuti asuransi kemudian nasabah ini meninggal
yang ternyata setelah diperiksa oleh tim dokter diduga nasabah ini meninggal
akibat penyakit jantung yang dideritanya sejak empat tahun lalu. Itu berarti dua
tahun sebelum mengajukan polis asuransi jiwa si nasabah telah mengidap
penyakit jantung namun entah mengetahui atau tidak karena nasabah tidak
9J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari pejanjian, buku II
(Bandung:Citra Aditya Bakti, 1995), h.166.
7
pernah melakukan check up dan pihak PT.Prudential pun tidak mewajibkan
adanya syarat ketentuan surat medical check up bagi nasabahnya yang ingin
menerbitkan polis. Namun ada ketentuan pada perjanjian asuransi jiwa ini yaitu
apabila terdapat penyakit yang sudah diderita nasabah sebelum ia mengikuti
asuransi jiwa atau penerbitan polis maka penyakit tersebut tidak akan di cover.
Maksudnya ialah apabila si nasabah tersebut dirawat karena penyakit tersebut
maka biaya tidak akan ditanggung, dan apabila nasabah meninggal karena
penyakit tersebut maka uang pertanggungan tidak akan dibayarkan. Disinilah
timbul permasalahan, apakah si nasabah mengetahui atau tidak penyakit yang
dideritanya sebelum mengikuti asuransi dengan tidak berniat mencari
keuntungan, dan apakah memang pihak asuransi memiliki itikad baik dengan
perjanjian asuransi yang telah dibuatnya karena selama ini tidak mengharuskan
nasabah untuk melampirkan surat medical check up lengkap dari dokter sebelum
ia mengajukan polis asuransi. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan
di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi dengan
judul ANALISIS YURIDIS ASAS UTMOST GOOD FAITH DALAM
SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA PT.PRUDENTIAL LIFE
ASSURANCE (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
8
Dalam penelitian skripsi ini, penulis membatasi hanya akan membahas
mengenai sengketa klaim asuransi yang terjadi pada victor joe sinaga dengan
PT. Prudential Life Insurance.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah ;
a. Bagaimana penerapan asas utmost good faith dalam perjanjian asuransi
jiwa ?
b. Bagaimana sengketa klaim pada PT.Prudential Life Assurance yang
terkait asas utmost good faith pada putusan NOMOR
407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel ?
c. Bagaimana dasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta
Selatan dalam memutuskan perkara NOMOR 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel
tentang klaim asuransi jiwa PT.Prudential life assurance terkait asas
utmost good faith ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah seperti yang diuraikan di atas penelitian ini
bertujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis praktek penerapan asas
utmost good faith dalam perasuransian di Indonesia dengan studi kasus
9
putusan PT Jakarta ditinjau dari UU No. 2 Tahun 1992 dan Kitab Undang-
undang Hukum Dagang. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui penerapan asas utmost good faith dalam perjanjian
asuransi jiwa.
b. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian sengketa klaim
asuransi jiwa pada PT. Prudential life assurance.
c. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi Negeri
dalam memutuskan perkara NOMOR 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel.
tentang asuransi PT.Prudential life assurance terkait asas utmost good
faith.
2. Manfaat Penelitian
Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
analisis yang dilakukan terhadap putusan PT Jakarta tentang sengketa
klaim asuransi kesehatan.
b. Adapun manfaat praktis dari penelitian ini, yaitu:
Hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan sebuah masukan
bagi perkembangan Hukum tentang kegiatan perasuransian di Indonesia
untuk mengetahui penerapan asas-asas yang dilakukan dalam menangani
kasus sengketa klaim Prudential.
10
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam penelitian atau pembuatan skripsi terkadang ada tema yang
berkaitan dengan penelitian yang kita jalankan, sekalipun arah dan tujuan yang
diteliti berbeda. Dari penelitian ini, penulis menemukan beberapa penelitian lain
yang telah lebih dahulu membahas klaim asuransi kesehatan di Indonesia.
Diantara beberapa penelitian dimaksud adalah:
- Skripsi milik Wiyono yang berjudul “Penyelasian klaim asuransi kesehatan
pada rumah sakit X”, FH UI 2011. Skripsi ini menganalisis tentang
bagaimana prosedur dan kendala-kendala yang dialami selama proses
pencairan klaim asuransi terkait dengan rumah sakit X, perbedaan penelitian
Wiyono dengan penulis terletak pada materi yang dikaji, dimana penulis
mengkaji tentang penerapan asas Utmost Good Faith.
- Katalog Dalam Terbitan (KDT) karya Ridwan Khairandy, yang berjudul
“Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak”, FH UI 2009. Dalam buku ini
dibahas mengenai bagaimana peran itikad baik dalam kebebasan berkontrak
masa terdahulu dan saat ini. Sementara penulis akan membahas asas utmost
good faith (itikad baik) pada perjanjian asuransi jiwa yang terjadi saat ini.
- Skripsi milik Nurhidayati yang berjudul “Kendala Dan Solusi Pelaksanaan
Prinsip Amanah (Itikad Baik) Pada Perjanjian Pembiayaan
Murabahah”, FH Universitas Brawijaya 2011. Dalam penulisan skripsi ini
penulis membahas masalah kendala dan solusi pelaksanaan prinsip amanah
11
(itikad baik) pada perjanjian pembiayaan murabahah (Studi di Bank Syariah
Mandiri Cabang Malang). Hal ini dilatarbelakangi dari prinsip itikad baik
pasal 1338 ayat (3) dan prinsip amanah dalam Al Qur’an dan Hadits.
Perbedaan penelitian Nurhayati dengan penulis terletak pada objek
penelitiannya, dimana penulis nantinya akan meneliti asas utmost good faith
(itikad baik) dalam perjanjian asuransi jiwa.
E. Kerangka Konseptual
Suatu kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti. Suatu konsep bukan
merupakan gejala yang akan diteliti tetapi merupakan abstraksi dari gejala
tersebut. Gejala biasanya dinamakan fakta sedangkan konsep merupakan uraian
mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut. Penulis skripsi ini
menggunakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Asuransi Dasar
Asuransi Dasar adalah jenis pertanggungan yang merupakan pertanggungan
dasar polis.
2. Asuransi Tambahan (Riders)
Asuransi tambahan adalah jenis pertanggungan yang ditambahkan kepada
Asuransi Dasar untuk meningkatkan perlindungan dan/atau manfaat asuransi.
3. Klaim
12
Klaim menurut modul lisensi AAJI adalah tuntutan yang diajukan pemegang
polis terhadap pelayanan atau janji yang diberikan penanggung pada kontrak
asuransi yang dibuat.
4. Asas Utmost Good Faith
Asas utmost good faith ialah prinsip yang mengharuskan tertanggung untuk
memberitahukan secara jelas dan teliti mengenai segala fakta penting yang
berkaitan dengan objek yang diasuransikan serta tidak mengambil untung dari
asuransi. Prinsip ini juga berlaku bagi perusahaan asuransi, yaitu kewajiban
menjelaskan risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan secara jelas dan
teliti.
5. Polis
Polis ialah Dokumen yang dikeluarkan oleh PT.Asuransi termasuk ringkasan,
tabel-tabel,rumusan perhitungan, ketentuan umum, ketentuan khusus dan
ketentuan lainnya (apabila diadakan) beserta segala tambahan/pengubahannya
yang membuat syarat-syarat perjanjian pertanggungan.
6. Tertanggung
Tertanggung adalah Orang yang atas dirinya diadakan pertanggungan dimana
jenis pertanggungannya diuraikan dalam ringkasan polis. Apabila tertanggung
meninggal, manfaat polis akan dibayarkan kepada pemegang polis.
7. Uang Pertanggungan
Uang Pertanggungan ialah Sejumalah uang yang dibayarkan perusahaan
asuransi dengan ketentuan dan syarat-syarat dalam polis.
13
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kepustakaan (library research), yang bersifat yuridis normative,
yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam
peraturan perundang-undangan, literature, pendapat ahli, makalah-makalah
dan hasil penelitian yang berkaitan kasus klaim asuransi jiwa.
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan dalam skripsi ini dengan tipe yang digunakan adalah yuridis
normative.
3. Bahan Hukum
Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum Primer adalah bahan hukum yang mencakup ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai
kekuasaan hukum yang mengikat10
. Bahan hukum primer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-undang nomor 2 Tahun 1992
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta :Penerbit Universitas
Indonesia,1986), h.52.
14
2) Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 251 tentang asas
utmost good faith dalam asuransi
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari
penelusuran buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan
penelitian ini, yang memberikan penjelasan mendalam mengenai
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang digunakan
dalam penulisan penelitian ini adalah buku-buku, skripsi, tesis, dan
disertasi mengenai hukum persaingan usaha serta artikel ilmiah dan
tulisan di internet.
c. Bahan non-hukum
Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan
bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus
Hukum, Ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan lain-lain.
4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa,
sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan. Selanjutnya setelah bahan hukum
diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan
diketahui bagaimana eksistensi asas utmost good faith pada pasal 251 KUHD
dalam melindungi semua pihak yang berkepentingan.
15
5. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukkum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
G. Sistematika Penelitian
Skripsi disusun dengan sistematika yang tebagi dalam lima bab. Masing-masing
bab terdiri atas beberapa sub bab guna lebih memperjelaskan ruang lingkup dan
cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing
bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut.
BAB I: Pendahuluan, memuat: Latar Belakang, dilanjutkan dengan Batasan
dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan
(Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian,
dan Sistematika Penulisan.
BAB II: Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Asuransi Jiwa dan Asas Utmost
Good Faith: Bab ini membahas tentang Pengertian Asuransi Jiwa,
Perjanjian Asuransi Jiwa, Dasar Hukum Asuransi Jiwa, Prinsip-prinsip
Asuransi, Asas Utmost Good Faith.
BAB III: Sengketa Klaim Asuransi Jiwa pada PT.Prudential Life Assurance:
Pada bab ini penulis akan bahas mengenai PT.Prudential Life
Assurance, Prosedur Klaim Asuransi di PT. Prudential Life Assurance,
Sengketa klaim asuransi jiwa sampai di pengadilan.
16
BAB IV: Analisis Penerapan Asas Utmost Good Faith dalam Sengketa Klaim
Asuransi (Studi Kasus Putusan PT Jakarta Nomor
407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel): Bab ini akan menggambarkan bagaimana
kronologi kasus sengketa victor joe sinaga dapat terjadi, Bagaimana
gambaran sengketa klaim yang terjadi, Apa yang menjadi dasar
Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara, Analisis dari
putusan itu sendiri.
BAB V: Penutup, Berisi tentang Kesimpulan dan Saran: Bab ini merupakan
bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik
beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis
menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.
17
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ASURANSI JIWA DAN ASAS
UTMOST GOOD FAITH
A. Pengertian Asuransi Jiwa
Kata asuransi berasal dari bahasa inggris, insurance. Insurance mempunyai
pengertian: (a) asuransi, dan (b) jaminan.1 Kata asuransi dalam bahasa Indonesia
telah diadopsi ke dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata
pertanggungan2. Asuransi dimaksud menurut Wirjono Prodjodikoro adalah suatu
persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk
menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan
diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.3
Pengertian asuransi di atas, akan lebih jelas bila dihubungkan dengan pasal
246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang menjelaskan bahwa
asuransi adalah “suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tertentu” namun definisi tersebut merupakan definisi
1Lihat, Jhon M.Echols dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 1990), h.326.
2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta
:Balai Pustaka, 1996), h.63.
3 Wirjono, Hukum Asuransi di Indonesia (Jakarta: Intermassa, 1987), h.1.
18
asuransi kerugian dan untuk saat ini sudah tidak sesuai lagi bagi definisi asuransi
jiwa, maka ada beberapa sarjana yang mendefinisikan asuransi jiwa secara
sistematis, salah satunya adalah H.M.N Purwosutjipto.
Definisi pertanggungan jiwa menurut purwosutjipto H.M.N Purwosutjipto,
yaitu bahwa:
“Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup
(pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi
mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan, sebagai akibat langsung dari
meninggalnya orang yang jiwanya di pertanggungkan atau telah lampaunya suatu
jangka waktu yang di perjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah
uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai
penikmat”4
Asuransi jiwa merupakan bentuk konkrit dari asuransi sejumlah uang, yang
artinya si penjamin berjanji memberikan uang yang jumlahnya sudah di tentukan
sebelumnya, dengan tidak disandarkan pada suatu kerugian tertentu. Sedangkan
arti kata asuransi atau dalam bahasa belanda disebut “Verzekering” yang berarti
pertanggungan. Dalam suatu pertanggungan jiwa terdapat 2 (dua) pihak, yaitu
pihak penanggung yang bersedia membayar uang jaminan (uang pertanggungan )
apabila sampai habis masa pertanggungan (perjanjian asuransi jiwa )tertanggung
tidak meninggal dunia/sakit. Sedangkan pihak lainnya, yaitu pihak pemegang
(pengambil asuransi) yang berkewajiban untuk membayar sejumlah uang (premi)
kepada pihak penanggung.5
4H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 6,cet.III,
(Jakarta: Djambatan, 1990), h.141.
5Maryadi Kusdian, “Peranan asuransi jiwa bersama bumiputera 1912 cianjur terhadap
pemegang polis dan permasalahannya,” (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Pakuan Bogor,
2003), h.18.
19
Definisi lain tentang pertanggungan jiwa terdapat di dalam pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yaitu:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antar dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung , dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.”6
Kedua definisi pertanggungan tersebut telah menjelaskan bahwa
pertanggungan jiwa (asuransi jiwa) merupakan suatu perjanjian timbal balik,
artinya suatu perjanjian yang kedua belah pihak masing-masing mempunyai
kewajiban untuk membayar premi yang jumlahnya ditentukan oleh penanggung,
sedangkan penanggung mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang
diderita oleh tertanggung.
Hal ini sesuai dengan Pasal 1774 KUH Perdata, yaitu bahwa perjanjian
pertanggungan jiwa maupun perjanjian pertanggungan lainnya, termasuk ke
dalam perjanjian kemungkinan (kansovereenkomst), dikarenakan kewajiban
penanggung untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung tergantung
dari ada atau tidak adanya peristiwa tidak tertentu (onzeker voorval).
B. Perjanjian Asuransi Jiwa
1. Pengertian Perjanjian
6Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundang-undangan Perasuransian Di Indonesia,
Buku 1, (Jakarta: Harvarindo, 1998), h.3.
20
Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa yang
seorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal.7
Perjanjian asuransi disebutkan sebagai sebuah perjanjian di mana atas
imbalan sejumlah premi yang telah disepakati, satu pihak menyanggupi untuk
memberikan ganti kerugian kepada pihak yang lain atas subjek tertentu sebagai
akibat dari bahaya tertentu.8 Hukum asuransi pada dasarnya berisikan ketentuan
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat dari
perjanjian pengalihan dan penerimaan risiko oleh para pihak. Hukum asuransi
pada pokoknya merupakan objek hukum perdata. Dengan demikian, dapat
disimpulkan kecuali telah ditentukan lain dalam KUH Dagang sebagai suatu
ketentuan yang bersifat khusus, sebagai sebuah perjanjian, perjanjian asuransi
diatur dibawah KUH Perdata.9
2. Syarat Sah Perjanjian Asuransi Jiwa
7Subekti, Hukum Perjanjian, cet.II, (Intermassa, 2008), h.1.
8Malcom A.Clarke, a contract whereby, for an agreed premium one party undertakes
to compensate the other for loss on a specified subject by specified perils, h.4-5.
9Man S. Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung
Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, ed.2, cet.I, (T.tp, 1997), h.126.
21
Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa terdapat empat syarat
sahnya sebuah perjanjian, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab
yang halal.
Ketentuan tersebut dapat dibandingkan dengan elemen-elemen perjanjian
asuransi pada umumnya, yaitu10
offer and acceptance, consideration, legal
object, competent parties, dan legal form sebagaimana tercantum dibawah ini.
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri dimulai dengan terjadinya
proses offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan) antara
tertanggung dan elemen perjanjian asuransi yang menjadi dasar bagi
para pihak bersepakat untuk mengikatkan diri. Berbeda dengan
penerapan istilah penawaran dan penerimaan pada umumnya, dalam
perjanjian asuransi, penawaran berasal dari tertanggung, sedangkan
penerimaan (risiko) berasal dari penanggung.
Suatu penawaran adalah sebuah pernyataan dari sebuah
kehendak untuk mengikatkan diri berdasarkan persyaratan-
persyaratan tertentu yang dilakukan dengan tujuan bahwa sebuah
10
Emmet J.Vaughan dan Therese Vaughan, Essential of Insurance: A Risk Management
Perspective (Canada: John Wiley Inc. 1995), h.158.
22
perjanjian yang mengikat akan timbul setelah sebuah penawaran
diterima.11
Definisi Penerimaan (acceptance) dan tuntutan atas keberadaan
tujuannya memunculkan dua prinsip. Pertama, pernyataan tujuan
untuk menerima penawaran (offer) harus merupakan tanggapan atas
suatu penawaran dan menyamai (match) penawaran sepenuhnya.
Oleh karena itu, penerimaan harus nyata (unequivocal) dan tidak
bersyarat. Kedua, sekadar pengakuan terhadap penawaran saja tidak
mencukupi dan harus ada komunikasi penerimaan kepada pihak
yang menawarkan.12
Penerimaan harus dikomunikasikan dan,
kecuali ditentukan lain, harus sesuai dengan syarat-syarat
penawaran. Pemberi penawaran, kecuali telah ditentukan lain, tidak
dapat berasumsi atas keberadaan suatu perjanjian tidak adanya
penolakan yang diberitahukan oleh penerima dalam jangka waktu
tertentu. Keperluan terhadap pemberitahuan tunduk pada 2 (dua)
pengecualian, yaitu penerimaan berdasarkan aturan pos dan
penerimaan atas dasar tindakan.13
11
Paul Richards, Law of Contract, Longman, 5th
Edition, 2002, h.14.
12
Ibid, h.24.
13
Judge, Stephen, Business Law, MacMillan Law Masters, ed. 2, (T.tp, 1999), h.61.
23
Dalam bisnis asuransi, acceptance timbul pada saat
pertanggungan dimulai atau polis diterbitkan, mana saja yang lebih
dahulu, tetapi proses offer dan acceptance akan tetap menjadi bagian
tidak terpisahkan dari polis asuransi yang diterbitkan kemudian.
Dengan demikian, tertanggung terikat dengan semua informasi yang
diberikan yang menjadi dasar bagi penanggung untuk melakukan
penutupan asuransi.
b. Cakap untuk membuat perikatan, yaitu bahwa para pihak adalah
pihak yang kompeten untuk membuat perikatan dalam elemen
competent parties, yaitu mereka yang telah dewasa, waras, tidak
dalam paksaan ataupun dalam pengampunan.
c. Suatu hal tertentu yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata
adalah objek yang menjadi dasar lahirnya perjanjian, dalam hal ini
janji dari penanggung untuk memberikan jaminan kepada
tertanggung atas imbalan sejumlah premi yang dianggap seimbang
atas risiko yang akan dijamin. Consideration dalam hal ini adalah
premi yang merupakan salah satu elemen sahnya sebuah perjanjian
asuransi dan memberikan kekuatan hukum lahirnya perjanjian
asuransi. Pasal 1314 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian atas
beban yang bersifat timbal balik. Penggolongan perjanjian asuransi
sebagai perjanjian dengan beban atau bersifat timbal balik
24
sebagaimana diatur dalam pasal tersebut masih menimbulkan
pertanyaan sebab polis asuransi hanya ditandatangani sepihak oleh
penanggung yang menjadi satu-satunya pihak yang berjanji walaupun
pemenuhan janji penanggung mempesyaratkan pemenuhan
persyaratan pemenuhan persyaratan tertentu pula oleh tertanggung.
d. Suatu sebab yang halal disebut legal object. Perjanjian asuransi yang
bertujuan untuk memberikan asuransi terhadap suatu sebab yang
dilarang oleh ketentuan perundang-undangan , melanggar kesusilaan
atau bertentangan dengan kepentingan umum, sebagaimana
tercantum dalam pasal 1337 KUH Perdata, akan batal demi hukum.
e. Elemen berikutnya legal form yang dalam hukum asuransi
mengandung pengertian bahwa perjanjian asuransi dapat dikatakan
memenuhi unsur legal form apabila polis asuransi tersebut sama atau
mempunyai subtansi yang sama dengan polis asuransi yang dianggap
sah dan harus mengikuti prosedur pengajuan dan persetujuan dari
pihak yang berwenang.14
3. Asas Hukum Sahnya sebuah Perjanjian Asuransi
Sebagaimana halnya dengan perjanjian pada umumnya, perjanjian
asuransi tunduk pada asas-asas penting bagi sahnya suatu perjanjian menurut
KUH Perdata, yaitu:
14
Emmet J.Vaughan dan Therese Vaughan, Essential of Insurance: A Risk
Management Perspective, (Canada: John Wiley Inc. 1995) h.160
25
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata yang mengatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Asas ini menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah,
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Tetapi,
kebebasan tersebut bukan merupakan suatu kebebasan yang tanpa batas
sebagaimana batas sebagaimana ketentuan mengenai batasan kebebasan
dalam membuat suatu perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1337
KUH Perdata yang berbunyi, suatu sebab adalah terlarang, apabila
dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik
atau ketertiban umum.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata ayat (2),
yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya adalah asas yang esensial dari Hukum Perjanjian.
Asas ini dikenal juga sebagai asas otonomi konsensualisme, yang
menentukan “ada”nya (raison d’etre, het bestaanwaarde) perjanjian dan
merupakan sesuatu yang tidak hanya milik KUH Perdata tetapi bersifat
universal. Sejumlah ahli berpendapat bahwa perjanjian terbentuk karena
adanya kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokok-
pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak
26
secara formal tetapi cukup melalui consensus belaka.15
Praktik dalam
industry asuransi bahwa perjanjian asuransi lahir atas kesepakatan para
pihak merupakan pemenuhan terhadap ketentuan Pasal 1320 KUH
Perdata mengenai asas konsesualisme.
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya mengandung dua asas hukum bagi sahnya
sebuah perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt
servanda.
Menurut asas pacta sunt servanda, suatu perjanjian
mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk
melaksanakan kesepakatan kontraktual, serta bahwa suatu kesepakatan
harus dipenuhi, oleh para pihak yang berlaku sebagai undang-undang.
Kehidupan kemasyarakatan hanya mungkin berjalan dengan baik jika
seseorang dapat mempercayai perkataan orang lain.
Asas pacta sunt servanda oleh sebagian pakar diartikan sebagai
asas kepastian hukum. Pemenuhan kewajiban yang telah disepakati
walaupun polis asuransi belum diterbitkan sewaktu klaim timbul
15
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, cet.I,
(Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2006), h.95.
27
mencerminkan asas pacta sunt servanda dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata dalam praktik perasuransian.16
d. Asas itikad Baik
Dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata dimuat ketentuan bahwa, Suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Mariam Darus
Badrulzaman17
melihat ayat (3) KUH Perdata tersebut sebagai
penyeimbang dari ketentuan ayat (1) untuk memberikan perlindungan
pada pihak yang lebih lemah sehingga kedudukan para pihak menjadi
seimbang. Hal ini merupakan realisasi dari asas keseimbangan. Polis
asuransi disiapkan oleh penanggung untuk tertanggung yang pada
umumnya memiliki pengetahuan asuransi yang terbatas dapat membuat
tertanggung merupakan pihak yang lemah.
Keterbatasan yang pada umumnya melekat pada salah satu pihak
dalam megikatkan diri dalam suatu perjanjian asuransi mendapat
perlindungan dari asas itikad baik yang merupakan asas penyeimbang
untuk memberikan perlindungan bagi pihak yang lemah. Dalam hukum
asuransi, asas yang berlaku bahkan lebih tinggi dari sekedar asas itikad
baik baik tetapi asas itikad sangat baik (utmost good faith) yang
16
Dr.A.Junaedy Ganie, S.H.,M.H., Hukum Asuransi Indoensia, cet.I, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011), h.61.
17
Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan (Jakarta: Aditya Bakti,
2001), h.83.
28
mengharuskan adanya prinsip keterbukaan yang lebih tinggi yang jika
dilanggar sepatutnya mengandung sanksi yang keras.18
e. Asas Kepribadian
Pasal 1315 KUH Perdata menyatakan, pada umumnya tak seorang dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu
janji dari pada untuk dirinya sendiri. Pasal ini secara tegas mengatur
bahwa perjanjian oleh para pihak yang mengikatkan diri hanya berlaku
bagi mereka saja. Selanjutnya, dalam Pasal 1340 KUH Perdata
dinyatakan, suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang
membuatnya. Ketentuan-ketentuan ini berarti bahwa para pihak yang
mengikatkan diri hanya mengikat kedua pihak dan tidak dapat
mengikatkan pihak lain dalam perjanjian diantara mereka tanpa
sepengetahuan dan seizin pihak lainnya.19
Dengan demikian, dalam perjanjian asuransi, penanggung dan
tertanggung tidak dapat menarik pihak lain dalam perjanjian diantara
mereka sebagai pihak yang saling mengikatkan diri tanpa seizin pihak
lain yang dimaksud. Pihak ketiga tidak dapat menuntut hak yang yang
timbul dalam perjanjian asuransi tanpa seizin para pihak.
4. Dasar Hukum Perjanjian Asuransi Jiwa
18
Dr.A.Junaedy Ganie, S.H.,M.H., Hukum Asuransi Indoensia, cet.I, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011), h.96.
19
Ibid., h.96.
29
Peran hukum dimulai sejak ada kata sepakat dari para pihak apabila ingin
bertransaksi.20
Antara satu orang dengan pihak lain atau orang lain dalam
kapasitasnya sebagai subjek hukum pasti akan menciptakan rangkaian hubungan
hukum yang sehat atau tidak. Dari hubungan hukum yang sehat akan segera
diketahui mana hak dan kewajiban masing-masing.21
Di Indonesia awal mula lembaga asuransi ada melalui Pemerintah Hindia
Belanda. Lembaga tersebut dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
atau Wetboek Van Koophandel melalui Stb.1847 Nomor 23 tanggal 30 April
1947 Bab 9 Pasal 246-286. Peraturan perundangan yang mengatur secara spesifik
mengenai lembaga asuransi adalah :
a. KUHD, Buku I titel 9 dan Titel 10 serta Buku II Titel 9 dan Titel 10,
yang diberlakukan di Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) tanggal 1
Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi.
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian
yang diundangkan pada tanggal 11 Februari tahun 1992 dan
diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 13 tahun 1992
sebagaimana diubah dengan;
c. PP Nomor 73 Tahun 1992 tanggal 30 Oktober 1992 yang
diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992
Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Di Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 63 Tahun 1999 Tanggal
2 Juli 1999 ,Lembaran Negara Nomor 118 tahun 1999 Tentang
Perubahan atas PP Nomor 73 tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian.22
5. Prinsip Perjanjian Asuransi Jiwa
20
Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono,S.H., Hukum Ekonomi Indonesia , Buku 2, (Malang:
Bayumedia, 2007), h.120.
21
Ibid., h.122. 22
Bronto Hartono, SH. “Prinsip Utmost Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian
Asuransi Jiwa PT.Asuransi Jiwasraya (Persero) di regional office Semarang,” (Tesis S2 Fakultas
Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2005), h.19.
30
Beberapa prinsip yang mendasari asuransi jiwa:
a. Insurable Interest (Keterikatan Asuransi), yaitu; hubungan
kepentingan yang secara hukum dan finansial mengakibatkan
kerugian keuangan bagi si pengaju asuransi. Contoh: Orang tua dan
anak, bila orang tua meninggal maka anak akan mengalami kerugian
ekonomi karena anak memiliki ketergantungan finansial kepada orang
tuanya.
b. Utmost Good Faith (Niat Baik), yaitu; prinsip yang mengharapkan
para pihak untuk mengungkapkan semua fakta material yang disadari
atau paling tidak diketahui. Prinsip utmost good faith (itikad terbaik)
merupakan prinsip bahwa setiap tertanggung berkewajiban
memberitahukan secara jelas dan teliti mengenai segala fakta penting
yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan serta tidak
mengambil untung dari asuransi.23
c. Risk Sharing (Pembagian Risiko), yaitu; mekanisme pembagian risiko
di mana tertanggung memberikan kontribusi dalam bentuk premi
asuransi, dan dari banyaknya kontribusi dibayarkan klaim dari
sebagian kecil tertanggung yang mengalami risiko.
23
Bronto Hartono, SH. “Prinsip Utmost Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian
Asuransi Jiwa PT.Asuransi Jiwasraya (Persero) di regional office Semarang,” (Tesis S2 Fakultas
Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2005), h.26.
31
d. Law of Large Number (Hukum Bilangan Besar), yaitu; peluang
terjadinya risiko dan ketidakpastian akan berkurang jika jumlah orang
yang diasuransikan bertambah.24
6. Hak dan Kewajiban Para Pihak
Dalam kedudukan tertentu, setiap orang pasti menjadi konsumen atas
barang atau jasa tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhannnya. Interaksi
antara konsumen dengan penyedia barang dan jasa pada umuumnya dapat terjadi
setiap saat oleh para pihak, baik secara incidental maupun secara periodik.
Interaksi dan transaksi tersebut menimbulkan hak dan kewajiban para pihak.25
Berangkat dari pemikiran tersebut dapat dicermati hak dan kewajiban
pelaku usaha dan konsumen pada kegiatan perasuransian sebagai berikut.
a. Hak pelaku usaha
1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang/jasa yang
diperdagangkan.
2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang tidak beritikad baik.
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen.
24
PRUsales academy.
25
Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono,S.H., Hukum Ekonomi Indonesia, Buku 2, (Malang:
Bayumedia, 2007), h.133.
32
4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
b. Kewajiban pelaku usaha
1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan , dan pemeliharaan.
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku.
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan.
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
33
7) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
c. Hak Konsumen
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa.
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
3) Hak katas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan.
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif.
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana semestinya.
34
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
d. Kewajiban Konsumen
1) Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi
keamanan dan keselamatan.
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa.
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Jadi, hubungan hukum yang tercipta antara pelaku usaha/produsen pada
satu pihak dengan konsumen pada pihak yang lain sudah dilengkapi dengan:
a. Hak dan kewajiban para pihak;
b. Hal yang seharusnya dan tidak boleh dilakukan;
c. Peran Negara;dan
d. Badan perlindungan dan penyelesaian sengketa serta prosedur dan
syarat penyelesaian sengketa.
Oleh karena itu, menurut penulis undang-undang perlindungan konsumen
memberikan kedudukan yang seimbang antara pelaku usaha/produsen dengan
konsumen.26
C. Prinsip Asas Utmost Good Faith dalam Perjanjian Asuransi Jiwa
26
Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono,S.H., Hukum Ekonomi Indonesia, Buku 2, (Malang:
Bayumedia, 2007), h.138-140.
35
Prinsip utmost good faith dalam perjanjian asuransi sangat penting karena
menyangkut hak dan kewajiban tertanggung serta penanggung di lain pihak. Pada
prinsip utmost good faith tertanggung pada saat melakukan pengajuan form
aplikasi penutupan asuransi berkewajiban memberitahukan secara jelas dan teliti
mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan dirinya serta tidak
berusaha dengan sengaja untuk mengambil untung dari penanggung. Dengan
kata lain tertanggung tidak menyembunyikan sesuatu yang dapat dikategorikan
sebagai cacat tersembunyi atau menutup-nutupi kelemahan dan kekurangan atas
dirinya, mengingat hal ini berkaitan erat dengan risiko, penetapan pembayaran
premi serta kewajiban penanggung jika terjadi kerugian yang diderita oleh
tertanggung. Prinsip ini jika dicermati juga sesuai dengan implementasi Pasal
1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa perjanjian yang dibuat harus
berdasarkan atas dasar sebab yang halal serta persetujuan harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Apakah prinsip ini hanya menjadi kewajiban dari tertanggung
(konsumen) atau juga mengikat terhadap pelaku usaha (penanggung/ lembaga
asuransi)27
. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ditegaskan
bahwa hak konsumen itu meliputi hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Jelaslah kiranya bahwa
lembaga asuransi sebagai penanggung juga terikat dengan prinsip ini, yaitu
27
Swady Halim, Permasalahan Umum Nasabah Asuransi Seminar dan Lokakarya
Perkembangan Jurnalisme Ekonomi II, (Semarang, Lembaga Studi Pers dan Informasi, Tanggal 9
Oktober 2000)
36
kewajiban menjelaskan risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan secara
jelas dan teliti.
Pemahaman tentang prinsip itikad baik, tertuang dalam pasal 251, 277, 281
KUHD, prinsip dasar yang harus dimiliki adalah prinsip adanya itikad baik.28
Dengan demikian dapat diketahui bahwa penanggung sebagai penjual polis perlu
dilindungi terhadap kemungkinan adanya kesalahan informasi yang diberikan
oleh calon tertanggung mengenai objek pertanggungan. Jika penanggung
mengetahuinya, ia tidak akan menerima pertanggungan tersebut atau
menerimanya tetapi dengan kondisi yang berbeda. Pasal 251 KUHD
mengaturnya
“Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad
baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung
telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup,
atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya
pertanggungan”.
Biasanya sering sekali terkait pelanggaran atas prinsip itikad baik ini
dapat mengakibatkan pertanggungan menjadi batal. Kesalahan ini dapat terjadi
karena:29
1) Tidak mengungkapkan informasi material secara benar dan lengkap
(non disclosure).30
28
Ketut Sendro, Klaim Asuransi Gampang, cet.III, (Jakarta: BMAI, PPH, 2009), h.53.
29
Wiyono, “Penyelesaian klaim Asuransi Kesehatan pada Rumah Sakit X”, (Skripsi S1
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011), h.52.
37
2) Menyembunyikan informasi (concealment)
Ini terjadi jika calon tertanggung dalam pengisian formulir
permintaan asuransi dengan sengaja menyembunyikan atau tidak
menyampaikan suatu informasi yang material mengenai objek
pertanggungan kepada penanggung, maka pertanggungan tersebut
juga dapat menjadi batal.
3) Informasi yang diungkapkan keliru (innocernt misrepresentation)
Kekeliruan penyampaian informasi dapat terjadi karena cara
penyampaian informasi yang salah ataupun isi atau materi dari
informasi tersebut tidak benar.
4) Memberikan informasi yang salah dengan tujuan penipuan
(fraudulent misrepresentation)
Pemberian informasi dengan tujuan penipuan dapat dilakukan
pada waktu penutupan asuransi, dapat juga terjadi pada saat
pengajuan klaim.31
30
Ketut Sendro, Klaim Asuransi Gampang, Cet.III, (Jakarta: BMAI, PPH, 2009), h.54.
31
Wiyono, “Penyelesaian klaim Asuransi Kesehatan pada Rumah Sakit X”, (Skripsi S1
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011), h.52.
38
BAB III
SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA PADA PT. PRUDENTIAL LIFE
ASSURANCE
A. PT. Prudential life assurance
1. Profil PT. Prudential life assurance
Prudential Indonesia didirikan pada tahun 1995. Prudential Indonesia
merupakan bagian dari Prudential plc, London, Inggris dan di Asia Prudential
Indonesia menginduk pada kantor regional Prudential Corporation Asia (PCA),
yang berkedudukan di Hongkong.1 Dengan menggabungkan pengalaman
Prudential di bidang asuransi jiwa dengan pengetahuan tata cara bisnis local,
kemudian Prudential terus mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Pada tanggal
2 November persetujuan ditandatangani antara Prudential dan Bank Bali
Indonesia untuk melakukan merger menjadi Prudential BancBali Life Assurance
(PBBL).2
Prudential Indonesia telah menjadi pemimpin pasar dalam penjualan
produk asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi (unit link) sejak pertama
kali meluncurkan produknya di tahun 1999.3 Pada 31 Desember 2012, Prudential
Indonesia memiliki kantor pusat di Jakarta dan kantor pemasaran di Medan,
Surabaya, Bandung, Denpasar, Batam dan Semarang dengan 290 kantor
1PRUsales academy.
2http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/ourhistory/index.html
diakses pada 15 september pukul 12.24.
3PRUsales academy.
39
keagenan (termasuk di Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Yogyakarta, Batam,
dan Bali) di seluruh nusantara. Per 31 Desember 2012, Prudential Indonesia
melayani lebih dari 1,7 juta nasabah.4
Visi Prudential Corporation Asia
a. dalam pelayanan nasabah: Nasabah adalah kunci penting dalam
bisnis ini oleh karena itu pelayanan terhadap nasabah merupakan hal
penting bagi Prudential untuk mencapai tujuan yaitu menjadi
perusahaan jasa keuangan nomor satu di Asia.
b. dalam memberikan hasil terbaik bagi para pemegang saham:
Prudential memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan hasil
yang memuaskan kepada para pemegang saham sehingga mereka
akan terus memberikan dukungan yang lebih baik lagi demi
keberhasilan perusahaan dalam perkembangannya.
c. dalam memperkerjakan orang-orang terbaik: Untuk mendukung
keberhasilan tujuan dan visi ini. Prudential senantiasa
mengembangkan kemampuan sumber daya manusianya, baik para
tenaga pemasaran maupun karyawan. Oleh karena itu, Prudential
sangat mengutamakan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan
bagi para tenaga pemasaran dan karyawan sehingga tujuan dan misi
perusahaan dapat dicapai dengan hasil terbaik.5
Misi PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia)
“Menjadi perusahaan Jasa Keuangan Ritel terbaik di Indonesia,
melampaui pengharapan para nasabah, tenaga pemasaran, staf dan pemegang
saham – dengan memberikan pelayanan terbaik, produk berkualitas, staf serta
tenaga pemasaran professional yang berkomitmen tinggi serta menghasilkan
pendapatan investasi yang menguntungkan.”6
Moto Prudential
4http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/index.html diakses
pada 15 september 2013 pukul 12.24.
5PRUsales academy.
6http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/missionandcredo/ind
ex.html diakses pada 15 september 2013 pukul 12.24.
40
“Hanya dengan mendengarkan, kami dapat memahami apa yang
dibutuhkan masyarakat, dan hanya dengan memahami apa yang dibutuhkan
masyarakat, kami dapat memberikan produk dan tingkat pelayanan sesuai dengan
yang diharapkan.”7
Empat Pilar
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Misi, PT Prudential Life
Assurance memiliki Empat Pilar (Four Pillars), yaitu fondasi yang merupakan
dasar berdiri dan berkembangnya perusahaan serta yang membedakannya dengan
perusahaan-perusahaan lain.8 Berikut ini adalah empat pilar tersebut:
a. Semangat untuk selalu menjadi yang terbaik
b. Organisasi yang memberikan kesempatan belajar
c. Bekerja sebagai suatu keluarga
d. Integritas dan keuntungan yang merata bagi semua pihak yang terkait
dengan perusahaan.
2. Produk Asuransi Jiwa PT. Prudential Life Assurance
Setiap perusahaan asuransi di dunia maupun di Indonesia pasti memiliki
produk-produk yang terus mereka kembangkan guna mendapatkan nasabah
sebanyak-banyaknya, seperti yang dilakukan pula oleh PT.Prudential Life
Assurance Dengan memahami kebutuhan-kebutuhan unik para nasabah,
7PRUsales academy.
8http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/missionandcredo/ind
ex.html diakses pada 15 September 2013 pukul 12.24.
41
Prudential Indonesia selalu menciptakan inovasi baru dan menawarkan produk-
produk yang sesuai untuk nasabah. Prudential Indonesia menawarkan produk-
produk asuransi jiwa dan investasi yang lengkap guna memenuhi kebutuhan para
nasabah.9 Berikut adalah produk-produk yang dimiliki oleh Prudential:
a. PRUlink assurance account (PAA)
b. PRUlink investor account (PIA)
c. PRUlink fixed pay (PFP)
d. PRUsyariah
e. PRUmajor medical
f. PRUhospital care
g. PRUaccident plus
h. PRUprotector plan
i. PRUlife cover
j. PRUlink term
k. PRUpersonal accident death
l. PRUpersonal accident death & disablement
m. PRUcrisis cover 34
n. PRUcrisis cover benefit 34
o. PRUmultiple crisis cover
p. PRUcrisis income
q. PRUearly stage crisis cover (ESCC)
r. PRUwaiver 33
s. PRUpayor 33
t. PRUspouse waiver 33
u. PRUspouse payor 33
v. PRUparent payor 33
w. PRUmed
x. PRUhospital & surgical 7510
3. Manfaat Asuransi Jiwa
9PRUsales academy.
10
PRUsales academy.
42
Kebutuhan orang akan manfaat asuransi jiwa sangat bervariasi sesuai
dengan kebutuhan mereka. Dan diantara kebutuhan-kebutuhannya tersebut,
kebutuhan umum yang dapat dipenuhi oleh manfaat asuransi jiwa mencakup hal-
hal berikut ini:
a. Dependent Living Expense (Biaya Hidup Tanggungan)
Nilai jual utama asuransi jiwa adalah bahwa orang merasa perlu untuk
memberikan dukungan atau bantuan finansial bagi tanggungan mereka. Jika
orang yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal, maka anggota
keluarga yang ditinggalkan akan menghadapi masa-masa sulit. Asuransi jiwa
menjawab hal ini dengan memberikan manfaat uang pertanggungan kepada ahli
waris untuk membiayai kehidupan mereka sepeninggal si pencari nafkah
sehingga keluarga yang ditinggalkan dapat tetap menjalani kehidupan mereka.
b. Education Fund (Biaya Pendidikan)
Salah satu tujuan utama orang tua adalah memiliki kemampuan keuangan
untuk menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Oleh karena kematian ayah
atau ibu sebagai pencari nafkah menyebabkan menurunnya penghasilan keluarga
sehingga biaya pendidikan tidak dapat terpenuhi. Karena itu orang tua dapat
membekali diri dan keluarga dengan progam asuransi jiwa yang dapat
memastikan dana telah tersedia untuk membiayai pendidikan putra-putri mereka
tercinta.
c. Retirement Income (Penghasilan Masa Pensiun)
43
Penghasilan masa pensiun seringkali tidak mencukupi untuk membiayai
seseorang yang telah pensiun. Oleh karena itu dibutuhkan asuransi jiwa sebagai
tabungan untuk memberikan berbagai keuntungan yang dapat digunakan untuk
membiayai kehidupan seseorang di masa tua.
d. Mortgage Repayment Fund (Dana Pengembalian Jaminan Hutang)
Ketika orang memiliki utang yang harus dilunasi, seperti kredit rumah,
kendaraan, dll, untuk memberikan jaminan bahwa suatu ketidakmampuan terjadi
atas dirinya, dia dapat menggunakan nilai tunai pada polis asuransi jiwanya
sebagai jaminan atas utang tersebut. Dan ketika ia meninggal, asuransi jiwa dapat
menjamin bahwa seluruh sisa utangnya dapat tetap dibayarkan.
e. Emergencies Fund (Dana Darurat)
Ketika seseorang berencana untuk mengembangkan bisnisnya dan untuk
itu dia memerlukan dana yang cukup besar, dia bisa menggunakan polis asuransi
jiwanya untuk memperoleh dana pinjaman. Atau jika ia memiliki polis asuransi
jiwa unit link (yaitu asuransi jiwa yang juga menyertakan tabungan didalamnya),
maka ia bisa mengambil investasi yang telah terkumpul untuk membiayai
pengembangan bisnisnya tersebut.
f. Disability Income (Penghasilan Ketika Cacat)
Saat seseorang mengalami risiko cacat/ketidakmampuan, ia pun tidak
dapat lagi bekerja. Ketika ia tidak dapat bekerja maka ia pun tidak lagi dapat
memperoleh penghasilan. Dengan memiliki asuransi jiwa, ia dapat menggunakan
uang pertanggungan yang dibayarkan untuk membiayai hidupnya.
44
g. Health Insurance (Asuransi Kesehatan)
Ketika seseorang menderita suatu penyakit yang membutuhkan biaya
tinggi untuk pengobatan dan penyembuhan, dengan asuransi kesehatan ataupun
asuransi jiwa dengan manfaat tambahan perlindungan kondisi kritis, tingginya
biaya rumah sakit, operasi, dll. Dapat dibayarkan.
h. Investment (Investasi)
Asuransi jiwa, terlebih asuransi jiwa unit link, dapat dijadikan sebagai
salah satu bentuk investasi jangka panjang maupun pendek yang manfaatnya
dapat digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan dan tujuan hidup seseorang.
Seperti: membeli rumah, mobil, berlibur, membangun bisnis, dll.
B. Prosedur Pengajuan Klaim
Klaim dalam Kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebgai “ Tuntutan
pengakuan atas suatu fakta bahwa sekarang berhak (untuk memiliki atau
mempunyai) atas sesuatu.11
Asuransi merupakan sebuah bentuk perjanjian,
dimana para pihaknya (tertanggung dan penanggung) mempunyai hak dan
kewajiban. Salah satu hak yang dimiliki oleh tertanggung adalah mengajukan
klaim asuransi atas peristiwa yang menimbulkan suatu kerugian. Klaim asuransi
11
WJS, Purwadaminta Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.II, h. 506.
45
adalah tuntutan klaim ganti rugi dan manfaat polis asuransi yang dapat dinilai
dengan sejumlah uang.12
Jika terjadi keadaan meninggal dunia bagi si pemilik polis, maka ahli
waris dapat mengajukan klaim asuransi guna mendapatkan uang pertanggungan.
Dalam hal ini, dokumen-dokumen yang harus dibutuhkan meliputi :
1) Formulir Klaim Meninggal karena Kecelakaan yang ditandatangani
oleh Pemegang Polis atau Penerima Manfaat sesuai Tanda Tangan
pada SPAJ.
2) Surat Keterangan Dokter Klaim Meninggal.
3) Fotokopi seluruh hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi.
4) Fotokopi KTP/bukti kenal diri dari Penerima manfaat.
5) Surat Keterangan Meninggal dari Dokter/ RS.
6) Surat Keterangan Meninggal dari Pemerintah setempat.
7) Fotokopi Surat Perubahan Nama Tertanggung dan Penerima Manfaat
(jika ada).
8) Surat Keterangan Kepolisian (BAP) asli jika tertanggung meninggal
karena kecelakaan.
9) Polis Asli, dan dokumen-dokumen lain yang dianggap perlu oleh
Prudential.13
Dalam hal terjadi risiko yang dipertanggungkan, maka tertanggung harus
segera mengajukan pemberitahuan secara tertulis kepada pihak penanggung.
Dalam proses penyelesaian klaim asuransi, menurut Pasal 23 ayat 1 PP No.73
Tahun 1992 dinyatakan bahwa:
“Perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dilarang melakukan
tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau
12
Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Surat Keputusan Tentang Proses Penanganan
Sengketa Melalui Mediasi Dan/Atau Judikasi, SK. No. 001/SK-BMAI/09.2006,pasal 1 ayat (2).
13
http://kenapaasuransi.wordpress.com/prosedur-pengajuan-klaim/ diakses pada 15
september 2013 pukul 12.18.
46
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan
kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim.”14
C. Sengketa Klaim Sampai di Pengadilan
Reputasi dan hubungan yang baik serta kepercayaan yang terbentuk
diantara tertanggung dan penanggung membuat perbedaan yang timbul diantara
keduanya akan lebih mudah untuk diselesaikan dengan baik.15
Seperti dalam
contoh praktiknya ialah dalam pencairan dana klaim asuransi, Sengketa dapat
terjadi bisa saja apabila tertanggung merasa hak-haknya seperti klaim yang tidak
dibayarkan oleh penanggung atau bisa saja sengketa tersebut terjadi karena
tertanggung mengajukan klaim yang tidak benar. Tetapi tidak jarang pula
terdapat kendala-kendala dalam pencairan dana klaim asuransi yang hasilnya
klaim dapat ditolak atau terjadi sengketa dengan mediasi atau bahkan sampai di
pengadilan. Dalam hal ini, menurut butir M Keputusan Menteri Keuangan No.
422/KMK. 06/2003 dinyatakan bahwa polis asuransi harus memuat mengenai
pemilihan tempat penyelesaian.16
Apabila terjadi klaim masing-masing pihak dapat dirugikan. Penanggung
akan merugi karena harus membayar klaim yang sah. Tertanggung akan merugi
14
Indonesia, Peraturan Pemerintah No. : 3506, Pasal 23 ayat 1.
15
Dr.A.Junaedy Ganie, S.H.,M.H., Hukum Asuransi Indoensia, Cet.I, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011), h.274.
16
Pasal 8 butir M, Keputusan Menteri Keuangan No: 422.KMK.06./2003, tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
47
apabila klaim ditolak atau dibayar lebih kecil. Baik atas klaim yang melibatkan
jumlah yang besar maupun jumlah yang kecil, antara tertanggung dan
penanggung dapat timbul perbedaan yang menimbulkan persengketaan.
Persengketaan yang terjadi dalam perjanjian asuransi dapat menyangkut
segala hal tetapi pada umumnya adalah penyelesaian mengenai penyelesaian
klaim. Persengketaan klaim umumnya menyangkut 2 (dua) hal utama, yaitu
pengakuan tanggung jawab atas klaim yang timbul dari penanggung dan besaran
klaim yang dituntut atau dikabulkan.17
Apabila terjadi perselisihan antara penanggung dan tertanggung mengenai
masalah-masalah yang diakibatkan oleh hal-hal yang terkait dengan polis, maka
perselisihan atau perbedaan pendapat tersebut, pertama-tama akan diselesaikan
melalui musyawarah antara penanggung dan tertanggung. Tetapi apabila setelah
diadakan musyawarah dan ternyata para pihak masih bersengketa, maka jalan
terakhir adalah diselesaikan melalui Pengadilan Negeri atau melalui Badan
Arbitrase dalam hal ini adalah BANI.
Kendala yang dihadapi tertanggung dalam mengurus klaim adalah
pengajuan klaim merupakan suatu hak yang dimiliki oleh tertanggung atas risiko
yang dijamin oleh penanggung.18
Tentu klaim berkaitan erat dengan risiko yang
17
Dr.A.Junaedy Ganie, S.H.,M.H., Hukum Asuransi Indoensia, cet.I, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2011), h.275.
18
Wiyono, “Penyelesaian klaim Asuransi Kesehatan pada Rumah Sakit X”, (Skripsi S1
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011)
48
dialami oleh tertanggung selama dalam perlindungan asuransi yang diadakan
oleh pihak penanggung. Dijelaskan dalam Pasal 8 butir L Keputusan Menteri
Keuangan No. 422/KMK.06/2003 dinyatakan bahwa polis harus memuat syarat
dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang diperlukan
untuk mengajukan klaim.19
19
Pasal 8 butir L, Keputusan Menteri Keuangan No: 422.KMK.06/2003, tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan reasuransi.
49
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PN JAKARTA SELATAN
NOMOR 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel
TENTANG SENGKETA KLAIM ASURANSI JIWA
Sebagaimana diketahui, pada umumnya cara penyelesaian sengketa
perdata dalam kegiatan bisnis dilakukan dengan cara damai (amicable solution),
di mana kedua belah pihak memusyawarahkan jalan keluar bagi sengketa
mereka.1 Dalam persengketaan klaim asuransi jiwa tahapan pertama yang
dilakukan untuk menyelesaikan konflik ialah melalui prinsip kekeluargaan.
Diupayakan masalah terselesaikan dengan adanya dua pihak yang bersengketa ini
melalui perdamaian. Hal ini sesuai dengan Pasal 130 HIR yang mengatur upaya
perdamaian masih dapat diintensifkan.2
Namun bila tak juga selesai maka para pihak bisa meminta bantuan pihak
ketiga untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur mediasi, yaitu upaya
penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak
memiliki kewenangan mengambil keputusan, yang membantu pihak-pihak yang
1Gatot Soemartono, ARBITRASE dan MEDIASI di Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2006),
h.9-10.
2Prof. DR. Krisna Harahap, SH.,MH. Hukum Acara Perdata class action, arbitrase &
alternative serta mediasi (Bandung: Grafitri. 2007), h.62.
50
bersengketa mencapai solusi yang diterima oleh kedua belah pihak.3 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses
pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasihat.4
Pihak ketiga yang dimaksud ialah Mediator. Mediator adalah pihak ketiga
yang membantu penyelesaian sengketa para pihak, yang mana tidak melakukan
intervensi terhadap pengambilan keputusan.5 Apabila dalam mediasi hasil yang
didapatkan juga belum memenuhi kepuasan bagi para pihak persengketaan pun
dilayangkan ke Pengadilan Negeri.
Apabila pemeriksaan perkara selesai, Majelis Hakim karena jabatannya
melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan dijatuhkan. Proses
pemeriksaan dianggap selesai, apabila telah menempuh tahap jawaban dari
tergugat. Jika semua tahap ini telah tuntas diselesaikan. Majelis menyatakan
pemeriksaan ditutup dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau pengucapan
putusan.6
3Gatot Soemartono, ARBITRASE dan MEDIASI di Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2006),
h.2.
4Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h.569.
5Prof.Dr.Syahrizal Abbas, MEDIASI dalam Perspektif Hukum syariah, Hukum adat, dan
Hukum Nasional, Cet.I, (Jakarta: Kencana, 2009), h.59.
6 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 797.
51
Putusan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Perkara No.
407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel. yang didaftarkan pada tanggal 22 Juli 2011 akan
penulis analisis apakah pertimbangan majelis hakim sudah sesuai dengan pasal
251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Sebelum menganalisis, penulis
terlebih dahulu membahas duduk perkara, pertimbangan hukum majelis hakim,
serta amar putusan.
A. Duduk Perkara
1. Kronologis (Fundamentum Petendi atau Posita)
Penggugat adalah Penerima Manfaat (beneficiary) dan/atau Ahli Waris
dari Eva Pasaribu (isteri Penggugat) selaku Tertanggung dan/atau Pemegang Hak
Polis Asuransi Jiwa No.31494813 yang dikeluarkan oleh PT.Prudential Life
Assurance dan Tergugat adalah pihak PT.Prudential Life Assurance selaku
penanggung asuransi jiwa.
Sebagaimana tertuang dalam Polis tertanggal 01 September 2008, dengan
Uang Pertanggungan Asuransi Dasar (Prulink Assurance Account) sejumlah
Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), Uang Pertanggungan Kondisi
Kritis (Pru Crisis Over 34) sejumlah Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta
rupiah) dan pertanggungan Tambahan Santunan Meninggal dan Cacat Tetap
Karena Kecelakaan (Accidental Death And Disablement Rider), dengan uang
pertanggungan sejumlah Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah);
52
Bahwa Eva Pasaribu (isteri Penggugat) sebelumnya telah mengisi
dokumen-dokumen persyaratan yang disyaratkan Tergugat yaitu diantaranya
Surat Pengajuan Asuransi Jiwa yang ditandatangani oleh Eva Pasaribu (isteri
Penggugat) tertanggal 25 Agustus 2008, serta dokumen lain sebagai syarat
penerbit Polis dan setelah semua persyaratan dipenuhi, selanjutnya Eva Pasaribu
(isteri Penggugat) menyerahkan dokumen persyaratan tersebut kepada Tergugat
untuk dianalisa.
Kemudian Tergugat menyetujui Pengajuan Asuransi Jiwa Isteri
Penggugat, hal mana terbukti dengan diterbitkannya Polis Asuransi Jiwa
No.31494813 atas nama Eva Pasaribu (isteri Penggugat), oleh karenanya dengan
telah diterbitkannya Polis tersebut maka segala dokumen dan persyaratan yang
harus dipenuhi isteri Penggugat adalah telah sah dan lengkap.
Bahwa karena antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi kesepakatan
tentang Asuransi / Pertanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 246
KUHD Jo. Pasal 247 KUHD yang tertuang dalam Polis No.31494813 dan
Pertanggungan Tambahan Santunan Meninggal Dan Cacat Tetap Karena
Kecelakaan (Accidental Death And Disablement Rider), Kesepakatan mana telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata
sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, Perjanjian, antara
Penggugat dan Tergugat berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak dan
perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik;
53
Bahwa kemudian pada tanggal 21 September 2009 isteri Penggugat
meninggal dunia sesuai dengan Surat Keterangan Kematian No.
053/RT.25/29/X/2009 tanggal 21 September 2009 yang dikeluarkan oleh Kantor
Pemerintahan Kota Palembang Kecamatan Ilir Barat II Kelurahan 29 Ilir Rt.025
Rw.011;
Bahwa sesuai dengan Surat Keterangan kematian yang dikeluarkan oleh
dr.Robertus ivansius selaku dokter pemeriksa RS.RK Charitas Palembang
penyebab kematian Isteri Penggugat adalah Death on Arrival.
Bahwa dalam pasal 2.1.2 Ketentuan Khusus Polis Asuransi Dasar kecuali
ditentukan lain berdasarkan butir 2.1.1 suatu jumlah senilai 100% (seratus per
seratus) Uang Pertanggungan dan Seluruh Nilai Tunai yang dihitung berdasarkan
Harga Unit pada tanggal Perhitungan terdekat setelah disetujuinya
permohonan/klaim atas pembayaran Manfaat Asuransi sehubungan dengan
meninggalnya Tertanggung akan dibayarkan sekaligus apabila Tertanggung
meninggal dunia sebelum berusia 99 (Sembilan puluh Sembilan) dan dalam masa
berlakunya Asuransi Dasar Prulink Assurance Account”.
2. Gugatan (Petitum)
Petitum berisi tuntutan apa saja yang dimintakan oleh penggugat kepada
hakim untuk dikabulkan. Selain tuntutan utama, penggugat juga biasanya
menambahkan dengan tuntutan subsider atau pengganti seperti menuntut
membayar denda atau menuntut agar putusan hakim dapat dieksekusi walaupun
54
akan ada perlawanan di kemudian hari yang disebut dengan uitvoerbar bij
voorrad.7
Dalam petitum gugatannya Penggugat mengajukan beberapa hal, yaitu:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa Perjanjian Asuransi Jiwa yang tertuang dalam Polis
Progam Prulink Assurance Account No.31494813 adalah sah dan
mengikat menurut hukum;
3. Menyatakan Tergugat telah Cidera Janji (Wanprestasi) untuk
melaksanakan kewajiban sesuai yang tercantum dalam Polis;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian Penggugat yaitu
Kerugian Materiil;
a. Uang Pertanggungan akibat meninggal dunia berdasarkan Polis
Progam Prulink Assurance Account No.31494813 Sejumlah
Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)
b. Bunga Sebesar 10% per bulan X Rp. 150.000.000,- X Banyaknya
bulan terhitung Penggugat mengajukan klaim kepada Tergugat yaitu
sejak tanggal 21 September 2009 sampai dengan Tergugat
melaksanakan kewajibannya secara keseluruhan;
c. Kerugian Immateriil sejumlah Rp.2.000.000.000,- (dua milyar
rupiah)
5. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (Dwangsom) sebesar
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) per hari, setiap kali Tergugat lalai
melaksanakan Putusan ini;
6. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) yang
telah diletakkan diatas harta benda dan miliki Tergugat berupa:
- Alat-alat perlengkapan Kantor berupa Komputer-komputer, meja-
meja, alat-alat tulis kantor, kendaraan bermotor dan semua benda-
benda bergerak lainnya yang berada di lingkungan tetapi tidak
terbatas pada benda yang berada di Prudential Tower Jl. Jenderal
Sudirman Kav.79 Jakarta Selatan;
7. Menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu
meskipun ada upaya hukum Verzet, Banding maupun Kasasi (Uit
Voerbaar Bij Vooraad);
7“Tentang Posita, Petitum, Replik, Duplik”, artikel diakses pada 6 November 2013 dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c454b656489/tentang-posita,-petitum,-replik,-
dan-duplik.
55
8. Menghukukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini;
B. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim
Dalam suatu proses perkara perdata hakim (Majelis) yang memeriksa
perkara memerlukan bukti-bukti yang diajukan oleh pihak Penggugat yang
menuntut hak dan kepentingan hukumnya maupun dari pihak yang
menyangkal/membantah dari Tergugat yang juga berusaha mempertahankan dan
membuktikan hak dan kepentingannya.8
Bahwa untuk membuktikan dan menguatkan gugatannya Penggugat
mengajukan bukti-bukti surat yang telah dimaterai yang ditandai dengan bukti P-
1 s/d P-5 yaitu:
1. Formulir Surat Pengajuan Asuransi Jiwa no.63933854 atas nama
Calon Tertanggung Utama EVA PASARIBU, Bukti P-1.
2. Laporan transaksi tahunan a/n. Tertanggung Eva Pasaribu, Bukti P-2.
3. Berkas Kelengkapan dokumen pengajuan klaim manfaat asuransi,
Bukti P-3.
4. Surat Penolakan atas pengajuan klaim manfaat meninggal a/n
tertanggung Eva Pasaribu, bukti P-4.
8R. Soeparmono,Sh. Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi (Bandung: Mandar
Maju, 2005), h. 111.
56
5. Surat No. 091/LEGAL/V/2011 perihal tanggapan Tergugat atas
somasi Kuasa Hukum Penggugat No.011/SOM/RMA/V/2011, Bukti
P-5.
Bahwa demikian pula Tergugat mengajukan bukti-bukti surat yang
bermaterai cukup yang ditandai dengan bukti T-1 s/d T-5, yaitu:
1. Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPA) tertanggal 25 Agustus 2008,
Bukti T-1.
2. Polis Asuransi Jiwa No.31494813 atas nama EVA PASARIBU,
Bukti T-2.
3. Formulir klaim yang ditandatangani oleh Penggugat, Bukti T-3.
4. Surat Keterangan dokter yang ditandatangani dr. ALI GHANIE
beralamat di Jln. Veteran No.362 Palembang, Bukti T-4.
5. Surat dari Tergugat tertanggal 9 Maret 2010 kepada Penggugat yang
pada pokoknya menyatakan bahwa pengajuan klaim yang diajukan
Penggugat tidak dapat dibayarkan oleh Tergugat, Bukti T-5.
Pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam mengambil putusan No.
407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel. adalah;
1. Menimbang bahwa setiap perjanjian pada umumnya terlebih-lebih dalam
perjanjian asuransi, asas dan prinsip yang harus mendasari adalah prinsip
itikad baik (Prinsiple of Utmost good faith) dari Tertanggung maupun
57
Penanggung. Tertanggung wajib menerangkan yang benar dan harus
memberitahukan hal-hal yang diketahui selengkap-lengkapnya mengenai
hal yang dipertanggungkan kepada Penanggung, agar Penanggung
mengetahui secara tepat dan jelas mengenai resiko yang akan
ditanggungnya. Sebab jika Tertanggung memberikan keterangan yang
tidak benar yang menyesatkan Penanggung mengenai besarnya resiko
yang sebenarnya, maka mana kala Penanggung mengetahuinya akan
resiko yang sebenarnya Penanggung tidak akan menutup perjanjian atau
menutup perjanjian tetapi dengan persyaratan yang berbeda. Bahkan
sesuai ketentuan pasal 251 KUHD perjanjian asuransi yang terjadi akibat
dari keterangan dan data-data yang tidak benar dari Tertanggung
berakibat batalnya perjanjian pertanggungan tersebut. Demikian
sebaliknya Perusahaan Asuransi / Penanggung yang diwakili oleh bagian
pemasaran / Agennya sewaktu berhadapan dengan calon Tertanggung
berkewajiban memberikan penjelasan yang selengkap-lengkapnya dan
sejelas-jelasnya mengenai syarat-syarat dan segala hal yang berkaitan
dengan perjanjian pertanggungan yang akan ditutup antara Penanggung
dengan Tertanggung. Jika kewajiban itu tidak dilakukan sehingga
sebenarnya Tertanggung tidak memahami akan pokok-pokok perjanjian
pertanggungannya dan bahkan jika ketidak pahamannya sampai
menyebabkan Tertanggung tidak jujur dalam memberikan keterangan
beserta resiko ketidak jujuran tersebut, yang berkaitan dengan resiko yang
58
dialihkan untuk ditanggung oleh Penanggung, berakibat batalnya
perjanjian juga dengan segala resikonya;
2. Menimbang, bahwa telah ternyata sewaktu Tertanggung mengisi Surat
Pengajuan Asuransi Jiwa tertanggal 25 Agustus 2008 (Bukti P-1=bukti T-
1) tentang data kesehatan, atas pertanyaan apakah Calon Tertanggung
pernah mengalami gejala-gejala diperiksa menderita, didiagnosis,
mendapat pengobatan, disarankan untuk menjalani rawat inap, menjalani
operasi dianjurkan untuk mendapat nasihat medis atau dirujuk ke dokter
specialis untuk kelainan yang disebut mulai dari a. darah tinggi s/d
o.kelainan psikologis, dalam kolom jawaban dijawab/diisi TIDAK.
Terlepas dari si Tertanggung mengisi sendiri ataukah diisikan oleh
agennya Penanggung, tetapi Tertannggung menandatanganinya, sehingga
dipandang memahami isinya dengan segala hak dan kewajiban yang
menyertainya. Padahal berdasarkan bukti T-4 Surat Keterangan dokter
ahli Penyakit Dalam, sejak bulan Mei 2007 atau setidak-tidaknya pada
tahun 2007 Si Tertanggung didiagnosa mengidap penyakit Endocarditis
AR, MS/MR Radang katup jantung katup yang bocor. Sedangkan
penyakit yang diderita oleh Tertanggung aquo sedemikian besar dan
tinggi resikonya dan sekiranya diinformasikan secara benar sehingga
Tertanggung mengetahuinya dapat saja Tertanggung tidak akan menutup
perjanjian pertanggungan dengan mengeluarkan polis Asuransi Jiwa
No.31494813 a/n. Eva Pasaribu incasu bukti T-2, atau sekiranya menutup
59
perjanjian pertanggungan ditentukan dengan syarat-syarat yang berbeda
dengan yang ada pada polis aquo. Dengan demikian calon Tertanggung
pada waktu mengisi SPAJ tentang kesehatan dan riwayat sakitnya telah
tidak jujur, atau tidak lengkap dan jelas, sehingga dapat dinilai sebagai
telah beritikad buruk yang dapat merugikan Penanggung;
3. Menimbang, bahwa tidak bisa ditampikkan lagi dan bukan lagi sebagai
rahasia umum bahwa dalam praktek tata cara kerja bagian
pemasaran/Agen Perusahaan Asuransi selalu berusaha sedemikian rupa
dengan semangat tinggi tanpa mengenal lelah dan putus asa dalam
menjaring client agar menjadi calon Tertanggung untuk perusahaan
dimana dirinya sebagai agennya. Segala cara dan usaha dicoba untuk
mempengaruhi agar seseorang menjadi calon Tertanggung dan bahkan
tidak jarang terjadi yang diutamakan adalah mendapat nasabah dengan
mengabaikan kewajibannya memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya
dan selengkap-lengkapnya;
4. Menimbang, bahwa telah ternyata Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ)
Nomor SPAI/Proposal 63933854 tertanggal 25 Agustus 2008 diisi oleh
Agen Berto Sinaga dan bila fakta ini dihubungkan dengan fakta bahwa
pola kerja Agen Asuransi umumnya tanpa kecuali agen Tergugat incasu
seperti dipertimbangkan diatas, maka Majelis menilai Agenpun telah
tidak melaksanakan kewajibannya sepenuhnya yaitu tidak memberikan
penerangan dan penjelasan secara sempurna terutama perihal akibat dari
60
sekiranya pengisian SPAJ tidak diisi lengkap dan ada hal-hal yang
disembunyikan yang bersangkutan dengan resiko yang dialihkan untuk
ditanggung oleh Tergugat selaku Penanggung;
5. Bahwa oleh karena itu Tergugat selaku Penanggung yang diwakili
Agennya juga telah mengabaikan kewajibannya sehingga dirinya harus
dinilai sebagai telah beritikad buruk mementingkan dapat nasabah tetapi
dapat merugikan nasabah dimaksud Tertanggung;
6. Menimbang, bahwa sekiranya yang beritikad buruk adalah Tertanggung
saja maka perjanjian antara Tertanggung (yang mengisi SPAJ) dengan
Penanggung yang mengeluarkan Polis a/n Tertanggung menjadi batal
sebagaimana Pasal 251 KUHD Jo. Ketentuan umum Polis (Bukti T-2)
pasal 2.2 huruf I dengan akibat Tertanggung tidak berhak menuntut uang
pertanggungan / santunan, akan tetapi hanya berhak atas pengembalian
uang premi yang telah dibayarkan, akan tetapi pihak Penanggung /
Tergugat juga beritikad buruk, maka adilnya adalah perjanjian benefit
mana tetap sah berlaku dengan resiko kerugian dipikul oleh kedua pihak;
7. Menimbang, bahwa oleh karena perjanjian pertanggungan asuransi jiwa
mana dipandang sah berlaku, maka dengan meningggalnya Tertanggung
seharusnya Tertanggung membayar uang santunan/uang pertanggungan
sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), akan tetapi
karena Penanggung juga dalam posisi beritikad buruk sehingga kedua
belah pihak harus menanggung resiko kerugian, maka Majelis menilai
61
adalah adil jika baik Penanggung maupun Tertanggung menanggung
kerugian masing-masing separo dari jumlah uang pertanggungan. Artinya
penggugat yang memperoleh manfaat dari Tertanggung tidak
memperoleh benefit penuh Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta
rupiah) akan tetapi hanya separohnya, yaitu Rp.75.000.000,- (tujuh puluh
lima juta rupiah), sebaliknya Penanggung tidak berkewajiban membayar
uang pertanggungan penuh sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh
juta rupiah), akan tetapi hanya separohnya yaitu Rp.75.000.000,- (tujuh
puluh lima juta rupiah). Dengan demikian kedua belah pihak dibebani
menanggung resiko kerugian masing-masing separohnya uang
pertanggungan;
8. Menimbang, bahwa atas dasar uraian pertimbangan tersebut maka sikap
Tergugat selaku Penanggung yang menolak sama sekali untuk membayar
uang pertanggungan kepada Penggugat yang memperoleh manfaat dari
perjanjian asuransi jiwa aquo adalah suatu perbuatan wanprestasi dan
dirinya haruslah memenuhi membayar prestasi dimaksud yang besarnya
seperti ditentukan Majelis diatas;
9. Menimbang, bahwa karena kewajiban yang dibebankan kepada Tergugat
adalah membayar sejumlah uang, sedangkan tidak diperjanjikan
mengenai bunga atas uang tersebut jika tidak segera dibayarkan, maka
tuntutan bunga sebesar 10% tiap bulan tidak diluluskan akan tetapi hanya
akan diberikan bunga yang ditentukan menurut undang-undang sebesar
62
6% setahun terhitung gugatan ini didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan;
10. Menimbang, bahwa tentang gugatan immaterial karena tidak disertai
alasan-alasan serta tidak didukung perincian akan kerugian dimaksud,
maka tuntutan kerugian immaterial tidak dikabulkan;
11. Menimbang, bahwa oleh karena kewajiban yang dibebankan kepada
Tergugat adalah membayar sejumlah uang, maka tuntutan uang
dwangsom atau uang paksa tidak dapat diberikan sehingga tuntutan mana
ditolak;
12. Menimbang, bahwa oleh karena tidak ternyata Tergugat akan
mengalihkan dan mengasingkan asset-asetnya, maka tidak ada alasan
untuk menyita harta kekayaan Tergugat, sehingga tuntutan penyitaan
ditolak oleh Majelis;
13. Menimbang, bahwa oleh karena tidak ternyata terdapat alasan yang
sangat eksepsional dan mendesak uit voerbaar bij vooraad, maka tuntutan
agar putusan ini dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun
ada verzet atau banding ditolak;
14. Menimbang, bahwa oleh karena pada dasarnya tuntutan pokok dari
Penggugat dikabulkan, maka Tergugat adalah dikalahkan dan karenanya
harus dihukum untuk membayar biaya perkara;
15. Menimbang, bahwa atas dasar tuntutan-tuntutan yang dikabulkan maka
gugatan Penggugat dikabulkan untuk sebagian;
63
C. Amar Putusan
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
2. Menyatakan bahwa Perjanjian Asuransi Jiwa yang tertuang dalam Polis
Progam Prulink Assurance Account no.31494813 atas nama Pemegang Polis
EVA PASARIBU tertanggal 01 September 2008 adalah sah dan mengikat
menurut hukum;
3. Menyatakan Tergugat telah cidera janji/wanprestasi tidak membayar sama
sekali uang santunan/uang pertanggungan kepada Tergugat;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar santunan kepada Penggugat uang
Pertanggungan sebesar Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah), dengan
bunga sebesar 6% (enam persen) pertahun terhitung sejak bulan Juli 2011
sampai dengan putusan ini dilaksanakan oleh Tergugat;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.516.000,-
(lima ratus enam belas ribu rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
D. Analisis Putusan
Untuk menganalisis putusan PN Jaksel Perkara No.
407/Pdt.G/2011/PN.Jkt. Sel penulis akan melihat bagaimana pertimbangan
hukum majelis hakim dalam membuat putusan. Pertimbangan hukum majelis
hakim tersebut akan dibahas oleh penulis sebagai berikut.
64
1. Analisis Pertama
Pertimbangan hakim mengenai perjanjian benefit mana tetap sah berlaku
dengan resiko kerugian dipikul oleh kedua pihak dirasa penulis sangat tidak adil.
Dalam perjanjian asuransi bahwa kewajiban dari pihak tertanggung
adalah membayar premi dan kewajiban dari pihak penanggung adalah
membayarkan klaim atau kerugian dari risiko sesuai dengan Pasal 246 KUHD
yang menetapkan bahwa pertanggungan itu adalah perjanjian dimana
penanggung berkewajiban untuk mengganti kerugian bila terjadi peristiwa yang
merugikan tertanggung serta untuk menerima uang premi, sedangkan
tertanggung berkewajiban untuk membayar premi dan berhak untuk mendapat
penggantian kerugian.
Dari penjelasan sengketa klaim asuransi jiwa yang telah diuraikan telah
diketahui bahwa pihak Prudential selaku penanggung tidak bisa membuktikan
secara tertulis bahwa si tertanggung benar-benar mengetahui bahwa dia
mengidap penyakit jantung dan dengan sengaja menutup-nutupi penyakitnya
sehingga perjanjian tidak berakhir sebagaimana mestinya, sesuai pasal 251
KUHDagang,
“Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar ataupun setiap tidak
memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si Tertanggung, berapapun itikad
baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si Penanggung
telah mengetahui keadaan yang sebenarnya perjanjian itu tidak akan ditutup
ataupun tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan
batalnya pertanggungan.”
65
Melainkan pihak penanggung diakhir penutupan klaim asuransi justru
mencari kesalahan dari polis tersebut agar klaim tersebut tidak bisa dicairkan
dengan meyertakan surat keterangan dokter bahwa nasabah telah mengidap
penyakit jantung sejak 2007 dan pihak nasabah atau tertanggung tersebut tidak
memberitahukan hal tersebut kepada pihak penanggung. Dalam hal ini tentu
pihak tertanggung bisa jadi memang tidak mengetahui akan penyakit yang baru
dideritanya ditahun 2007 tersebut karena memang tidak ada bukti keterangan
pasti bahwa pihak tertanggung mengetahui akan penyakit yang dideritanya
tersebut, semisal surat medical chek up yang dilakukan oleh tertanggung sendiri.
Dan terlebih lagi surat medicail chek up tidak dijadikan persyaratan wajib oleh
pihak penanggung, kemudian pihak asuransi (underwriting) juga seharusnya
sudah memeriksa untuk kemudian polis ini diterbitkan dan sah berlaku sebagai
undang-undang bagi kedua belah pihak.
Sudah jelas diketahui bahwa Polis diawal perjanjian telah sah dan telah
terbit dengan No.31494813 itu berarti telah terjadi sebuah perjanjian dan seperti
yang tertuang dalam KUHPer pasal 1338 ayat 1 yang menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Dan sebagaimana telah diketahui bahwa undang-undang tidak
berlaku surut, jadi apabila dalam perjanjian yang sudah telah sah dibuat dan
ditanda tangani oleh kedua belah pihak seperti pada kasus diatas maka perjanjian
telah sah dan tak bisa diubah dan apabila ada dari pihak dengan sengaja mencari-
cari kesalahan pihak lain terlebih mencurigai seseorang tanpa bukti yang jelas
66
agar perjanjian tidak berakhir sebagaimana mestinya tentulah tindakan yang
seperti itu sangatlah dilarang, seperti dalam firman Allah yang tertuang dalam
Q.S. Al-Hujuraat ayat 12:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.”(Q.S. Al-Hujuraat:12)
Apabila pihak penanggung bisa menunjukkan hasil medical check up
yang telah dilakukan oleh nasabah itu sendiri sebelum perjanjian polis yang jelas
menyatakan bahwa Almarhumah Eva mengidap penyakit jantung. Dan riwayat
ini tidak diserahkan oleh calon nasabah. Maka jelas penolakan klaim oleh
prudential itu layak diterima secara hukum. Namun jika tidak ada, atau bukti
yang diajukan adalah hasil pemeriksaan setelah yang bersangkutan meninggal.
Maka seharusnya ini bukanlah menjadi alasan dan tidak menjadi dasar
pertimbangan hakim dalam keputusan tertanngung hanya mendapat 50% uang
67
pertanggungan. Terlebih lagi pihak Prudential selaku penanggung asuransi jiwa
tidak mewajibkan adanya surat medical chek up dalam pengajuan polisnya,
jelaslah bahwa seharusnya pemegang polis menerima penggantian yaitu
pencairan uang klaim sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)
sesuai dengan perjanjian diawal yang tertera pada polis, bukan dengan
pengurangan separohnya yaitu Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah)
tanpa prasangka yang belum jelas kepastian dan buktinya.
Dan tidak menutup kemungkinan juga dari pihak penanggung yang
melalui agennya bisa saja tidak menjelaskan lebih detail mengenai syarat dan
juga ketentuan informasi yang kurang terperinci sehingga hal demikian
menyebabkan ketidakpahaman tertanggung yang pada akhirnya menyebabkan
salah dalam pengisian polis, tertera dalam Pasal 4 butir c Undang-undang No 8
Tahun 1999 Mengenai Perlindungan Konsumen, ditegaskan bahwa hak
konsumen itu meliputi hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Dari pasal ini kita bisa mengetahui
bahwa yaitu kewajiban menjelaskan risiko yang dijamin maupun dikecualikan
secara jelas dan teliti dan pada kasus ini bisa saja pihak asuransi atau melalui
agennya tidak menjelaskan secara detail sehingga hal ini menyebabkan pihak
tertanggung tidak mengerti atau paham yang menyebabkan kesalahan dalam
pengisian lembar SPAJ.
68
2. Analisi Kedua
Keputusan Hakim tentang kewajiban yang dibebankan kepada Tergugat
adalah membayar sejumlah uang, sedangkan tidak diperjanjikan mengenai bunga
atas uang tersebut jika tidak segera dibayarkan, maka tuntutan bunga sebesar
10% tiap bulan tidak diluluskan akan tetapi hanya akan diberikan bunga yang
ditentukan menurut undang-undang sebesar 6% setahun terhitung gugatan ini
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
Menurut penulis melihat kepada KUHPerdata yang pada intinya mengatur
kewajiban debitur yang wanprestasi untuk membayar sejumlah nilai tertentu,
tanpa perlunya kreditur membuktikan lagi dasar tuntutan tersebut dan pada Pasal
1247 atau 1248 di mana kreditur harus membuktikan bahwa ganti rugi yang
dituntutnya harus merupakan “akibat langsung dari tidak dilaksanakan
perikatannya itu. Maka penulis berpendapat keputusan hakim ini sangatlah tepat.
Kemudian tentu telah kita ketahui pada Pasal 1250
“Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran
sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga yang timbul karena
keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh
undang-undang tanpa mengurangi berlakunya peraturan undang-undang
khusus. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar, tanpa perlu
dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur. Penggantian biaya,. kerugian
dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka Pengadilan, kecuali bila
undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum.”
69
Dan selanjutnya pada Pasal 1250 KUH Perdata jo. Lembaran Negara No.
22/1948 (seharusnya Stb. No. 22/1848, red.) adalah 6%.9 Besaran bunga ini pula
yang kemudian ditentukan oleh majelis hakim tersebut yang juga memutuskan
bahwa kewajiban itu berlaku, lagi-lagi mengacu pada Pasal 1250 KUH Perdata,
“sejak gugatan Penggugat didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
3. Analisis Ketiga
Tentang keputusan hakim bahwa tentang gugatan immaterial karena tidak
disertai alasan-alasan serta tidak didukung perincian akan kerugian dimaksud,
maka tuntutan kerugian immaterial tidak dikabulkan;
Saat salah satu pihak telah melakukan Wanpretasi maka dimungkinkan
timbulnya kerugian dalam peristiwa tersebut, sebagaimana diterangkan dalam
Pasal 1246 KUHPerdata, maka ganti-kerugian tersebut terdiri dari 3 unsur yaitu
1. Biaya, yaitu biaya-biaya pengeluaran atau ongkos-ongkos yang
nyata/tegas telah dikeluarkan oleh Pihak.
2. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan/kehilangan barang dan/atau
harta kepunyaan salah satu pihak yang diakibatkan oleh kelalaian
pihak lainnya.
9Dikutip dari http://nasima.wordpress.com/category/perdata-2/ diakses pada 1
November 2013 pukul 9.48 WIB
70
3. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh/diharapkan oleh
salah satu pihak apabila pihak yang lain tidak lalai dalam
melaksanakannya.
Atas dasar inilah penulis menganggap keputusan hakim bahwa
Tergugatlah yang membayar biaya perkara sangatlah tepat dan karena pada
dasarnya tuntutan pokok dari Penggugat dikabulkan, maka Tergugat adalah
dikalahkan, karena penggugatlah yang dirugikan dalam proses ini sehingga maka
sangat benar bila tergugatlah yang membayar semua biaya perkara ini. Selain itu
Tergugat juga harus membayar bunga sesuai analisis diatas yaitu 6%. Sedangkan
untuk uang kerugian immaterial dan dwangsom jelas ditolak karena tidak ada
alasan yang kuat dan jelas.
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka kesimpulan penulis
adalah sebagai berikut
1. Dalam melakukan setiap kegiatan perjanjian jual beli termasuk jual
beli jasa hendaklah terdapat keterbukaan dan kejujuran dalam
prosesnya. Dengan kata lain tertanggung tidak menyembunyikan
sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai cacat tersembunyi atau
menutup-nutupi kelemahan dan kekurangan atas dirinya,
mengingat hal ini berkaitan erat dengan risiko, penetapan
pembayaran premi serta kewajiban penanggung jika terjadi
kerugian yang diderita oleh tertanggung. Tentunya prinsip ini juga
sesuai dengan implementasi Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH
Perdata, bahwa perjanjian yang dibuat harus berdasarkan atas dasar
sebab yang halal serta persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Kemudian dalam Pasal 4 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen telah ditegaskan bahwa hak konsumen itu
meliputi hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan atau jasa. Dengan demikian
72
jelaslah kiranya bahwa lembaga asuransi sebagai penanggung juga
terikat dengan prinsip ini, yaitu kewajiban menjelaskan risiko yang
dijamin maupun yang dikecualikan secara jelas dan teliti. Untuk
itu setiap pihak mempunyai kewajiban untuk menjelaskan secara
terperinci dengan tidak ada niat itikad buruk dalam melakukan
perjanjian karena apabila tidak demikian maka akan sangat
berdampak pada proses berakhirnya perjanjian dan menimbulkan
kerugian bagi salah satu pihak tentunya. Hal ini juga tertera pada
Pasal 251 KUHD yang mengaturnya, yaitu:
“Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap
tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung,
betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya
sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan
yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup, atau tidak
ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya
pertanggungan”.
2. Persengketaan yang terjadi dalam perjanjian asuransi dapat
menyangkut segala hal tetapi pada umumnya adalah penyelesaian
mengenai penyelesaian klaim. Persengketaan klaim umumnya
menyangkut 2 (dua) hal utama, yaitu pengakuan tanggung jawab
atas klaim yang timbul dari penanggung dan besaran klaim yang
dituntut atau dikabulkan. Apabila terjadi perselisihan antara
penanggung dan tertanggung mengenai masalah-masalah yang
diakibatkan oleh hal-hal yang terkait dengan polis, maka
perselisihan atau perbedaan pendapat tersebut, pertama-tama akan
73
diselesaikan melalui musyawarah antara penanggung dan
tertanggung. Tetapi apabila setelah diadakan musyawarah dan
ternyata para pihak masih bersengketa, maka jalan terakhir adalah
diselesaikan melalui Pengadilan Negeri atau melalui Badan
Arbitrase dalam hal ini adalah BANI.
3. Analisis penulis atas putusan No 407/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel telah
menunjukkan bahwa..perjanjian polis telah sah dari awal terbit dan
proses penerbitan polis atas Eva Pasaribupun terbilang mudah
tidak terkendala, hanya saja pada proses pencairan klaim justru
pihak penanggung mempermasalahkan hal-hal persyaratan yang
terdapat diawal proses sebelum penerbitan polis yaitu mengenai
hasil diagnosis penyebab kematian tertanggung yaitu penyakit
jantung yang ternyata sudah diderita tertanggung sejak 2007
sebelum tertanggung mengajukan polis, akan tetapi tertanggung
tidak menyebutkan bahwa dirinya menderita penyakit jantung pada
saat pengisian polis. Ini menjadi permasalahan karena seharusnya
isi polis berakhir menjadi berbeda terkait kepada risiko yang
ditanggung pihak penanggung. Mengenai diketahui tidaknya
penyakit oleh ibu eva pasaribu, pihak penanggungpun mempunyai
kewajiban menjelaskan apa saja informasi yang harus diberikan
pada pihak tertanggung sehingga dalam pengisian polispun dapat
benar. Sehingga atas dasar hal-hal inilah hakim menilai bahwa
74
kedua pihak memiliki kesalahan masing-masing sehingga
pantaslah adanya bila risiko dari kerugian perjanjian ini
ditanggung bersama, yaitu oleh pihak tertanggung dan
penanggung.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis merasa perlu untuk
menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Pasal 251 KUHDagang tidak menjelaskan secara terperinci sejauh mana
para pihak menjelaskan hal-hal kebenaran informasi, apa saja yang harus
diberikan dan sejauh mana informasi yang diberikan juga terkait ranah
pribadi bila ada. Saya rasa pasal ini memerlukan penambahan-
penambahan agar lebih kompleks dalam ketentuan-ketentuan untuk
pemberian informasi dalam perjanjian.
2. Seharusnya jika polis telah terbit maka polis tersebut telah sah dan otentik
dalam arti tidak bisa diganggu gugat atau diubah-ubah sehingga untuk
penyelesaian klaim lebih mudah nantinya dan tidak terjadi lagi sengketa
seperti yang penulis telah bahas pada penelitian ini. Dan untuk itu pihak
asuransi haruslah detail dalam meneliti dan tidak dengan
mudahnya/sembarangan menerbitkan polis. Pasal 1338 KUHPerdata,
Perjanjian, antara Penggugat dan Tergugat berlaku sebagai Undang-
Undang bagi para pihak dan perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan
75
itikad baik. Itikad baik disini tidak dijelaskan seperti apa itikad baik
tersebut sehingga yang terjadi bukanlah itikad baik, karena sering sekali
itikad baik inilah yang menimbulkan permasalahan dan harus diselesaikan
di meja pengadilan.
3. Surat medical check up lengkap haruslah dijadikan persyaratan wajib guna
melakukan pendaftaran polis pada asuransi jiwa agar tidak terjadi
persengketaan dalam hal penyakit yang diduga atau ditutupi ataupun tidak
diketahui. Karena dengan adanya surat medical check up lengkap ini maka
dapat dipastikan tidak ada penyakit yang ditutupi bahwa semua penyakit
termasuk riwayat penyakit yang bahkan belum disadari calon pemegang
polis dapat diketahui, dan surat medical check up ini dapat dijadikan
sebagai bahan pengisian polis nantinya.
76
76
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Suci:
Al Qur’an dan Terjemahan
Buku-Buku:
Abbas, Syahrizal. MEDIASI dalam Perspektif Hukum syariah, Hukum adat, dan
Hukum Nasional, cet.I. Jakarta: Kencana, 2009.
Badrulzaman, Mariam Darus, dkk. Kompilasi Hukum Perikatan. Jakarta: Aditya
Bakti, 2001
Beatson, Jack and Friedman, Daniel. Good faith and faulth in contract law. Oxford:
Clarendon Press, 1995.
Budiono, Herlien. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, cet.I.
Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2006.
Clarke, Malcom A. a contract whereby, for an agreed premium one party undertakes
to compensate the other for loss on a specified subject by specified perils.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Ganie, A.Junaedy. Hukum Asuransi Indoensia, Cet.I. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Haddad, C.S.T Kansil. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia.
Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2002.
Harahap, M.Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Harahap, Krisna. Hukum Acara Perdata class action, arbitrase & alternative serta
mediasi. Bandung: Grafitri, 2007.
Hartono, Sri Redjeki. Hukum Ekonomi Indonesia, Buku 2. Malang: Bayumedia,
2007.
77
Jhon, M.Echols dan Shadily, Hassan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia, 1990.
Judge, Stephen. Business Law, MacMillan Law Masters, eds.2, 1999.
Khairandy, Ridwan. Itikad baik dalam kebebasan berkontrak, Jakarta: Katalog Dalam
Terbitan (KDT)FHUI, 2003.
Peter de Cruz, A modern approach Comparative law. Deventer: Kluwer,1993.
Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 6, cet.III.
Jakarta: Djambatan, 1990.
Purwadaminta, WJS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.II.
Richards, Paul. Law of Contract, Longman, 5th
Edition, 2002.
Sastrawidjaja, Man S. dan Endang. Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung
Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Cet.I. T.tp, 1997.
Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 1995.
Sendro, Ketut. Klaim Asuransi Gampang, cet.III. Jakarta: BMAI, PPH, 2009.
Setiawan, Aneka masalah hukum dan hukum acara perdata. Bandung: Alumni, 1992.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet.III. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, 1986.
Soemartono, Gatot. ARBITRASE dan MEDIASI di Indonesia. Jakarta: Gramedia,
2006.
Soeparmono. Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi. Bandung: CV Mandar Maju,
2005.
Stack, David. “The two standard of good faith in canadian contract law”. Vol 62.
Saskatchewan law review, 1999.
Subekti, Hukum Perjanjian, cet.II. Jakarta: Intermassa, 2008.
78
Swady Halim, Permasalahan Umum Nasabah Asuransi Seminar dan Lokakarya
Perkembangan Jurnalisme Ekonomi II. Semarang: Lembaga Studi Pers dan
Informasi, Tanggal 9 Oktober 2000.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988.
Tunggal, Arif Djohan. Peraturan Perundang-undangan Perasuransian Di Indonesia,
Buku 1. Jakarta: Harvarindo, 1998.
Vaughan, Emmet J. and Vaughan, Therese. Essential of Insurance: A Risk
Management Perspective. Canada: John Wiley Inc., 1995.
Wirjono. Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta: Intermassa, 1987.
Karya Ilmiah:
Hartono, Bronto. “Prinsip Utmost Good Faith dalam Pelaksanaan Perjanjian Asuransi
Jiwa PT.Asuransi Jiwasraya (Persero) di regional office Semarang,” Tesis S2
Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2005.
Kusdian, Maryadi. “Peranan asuransi jiwa bersama bumiputera 1912 cianjur terhadap
pemegang polis dan permasalahannya.” Skripsi S1 Fakultas Hukum,
Universitas Pakuan Bogor, 2003.
Wiyono, “Penyelesaian klaim Asuransi Kesehatan pada Rumah Sakit X”, Skripsi S1
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2011.
Peraturan Perundang-undangan:.
Badan Mediasi Asuransi Indonesia, Surat Keputusan Tentang Proses Penanganan
Sengketa Melalui Mediasi Dan/Atau Judikasi, SK. No. 001/SK-BMAI/09.2006.
Keputusan Menteri Keuangan No: 422.KMK.06./2003, tentang Penyelenggaraan
Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
79
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.
Peraturan Pemerintah Indonesia No. : 3506 Tentang Perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Progam
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian di Indonesia.
Website:
“Tentang Profile Prudential”, artikel dikutip dari
http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/ourhistory/i
ndex.html diakses pada 15 september pukul 12.24 WIB.
“Tentang Informasi Prudential”, artikel dikutip dari
http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/index.html
diakses pada 15 september 2013 pukul 12.24 WIB
“Tentang Misi dan Kredo Prudential”, artikel dikutip dari http://www.prudential.co.id/corp/prudential_in_id/header/aboutus/missionand
credo/index.html diakses pada 15 september 2013 pukul 12.24 WIB.
“Tentang Posita, Petitum, Replik, Duplik”, artikel dikutip dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c454b656489/tentang-posita,-
petitum,-replik,-dan-duplik” diakses pada 6 November 2013 pukul 9.15 WIB.
“Tentang Prosedur Pengajuan Klaim Asuransi Jiwa”, http://kenapaasuransi.wordpress.com/prosedur-pengajuan-klaim/ diakses pada
15 september 2013 pukul 12.18 WIB.
“Tentang Berapa Bunga Kelalaian (Moratoir) yang Wajar”, dikutip dari
http://nasima.wordpress.com/category/perdata-2/ diakses pada 1 November
2013 pukul 9.48 WIB.