Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

15
ECSOFiM: Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019.07(01):44-58 e-ISSN: 2528-5939 Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ecsofim. 2019.007.01.04 44 Cite this as: Noor, Arif Y. M. and Zainal A. (2019). Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market. ECSOFiM: Economic and Social of Fisheries and Marine Journal. 07(01):44-58 Available online at http://ecsofim.ub.ac.id/ COMPETITIVENESS OF INDONESIAN EEL (Anguilla sp) IN INTERNATIONAL MARKET DAYA SAING IKAN SIDAT (Anguilla sp) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin *2 1 Faculty of Agriculture Brawijaya University, Veteran Street Malang 2 Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University, Veteran Street Malang Received: July 15, 2019 /Accepted: August 07, 2019 ABSTRACT This study aims to analyze the competitiveness of Indonesian eel in the international market both comparative and competitive advantage. This type of research data is secondary data sourced from the United Nations Nation Database. The data analysis method uses Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA), Export Product Dynamics (EPD) and Hirschman Herfindahl Index (HHI). Eel is a fishery commodity that has a potential export market. China is the main exporter of eel in the world with a share of 64%. Some EU member countries are still carrying out international trade in eel although CITES has included it in Appendix II as a protected species. The export of Indonesian eel consists of life, fresh and frozen. The comparative competitiveness of live and frozen eel is quite good while fresh eel is still low. The competitive advantage of Indonesian eel in the international market is still in the falling star quadrant. The concentration of the global eel market is based on the Herfindahl index that frozen eel is unconcentrated, it is mean that frozen eel is the most potential to be developed as an export commodity. Keywords: comparative advantage, competitif advantage, market concentration, eel ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing ikan sidat Indonesia di pasar internasional baik secara komparatif maupun kompetitif. Jenis data penelitan ini adalah data sekunder yang bersumber dari Comtrade United Nation Database. Metode analisa data menggunakan Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA), Export Product Dynamics (EPD) dan Hirschman Herfindahl Index (HHI). Ikan sidat merupakan komoditi perikanan yang memiliki pasar ekspor potensial. China menjadi negara pengekspor ikan sidat utama di dunia dengan share sebanyak 64%. Beberapa negara anggota EU masih menjalankan perdagangan internasional ikan sidat meskipun CITES telah memasukkannya dalam Apendix II sebagai spesies yang dilindungi. Ekspor ikan sidat indonesia terdiri dari ikan sidat hidup, segar dan beku. Daya saing komparatif ikan sidat hidup dan beku cukup baik sedangkan ikan sidat segar belum berdaya saing. Daya saing kompetitif ikan sidat Indonesia di pasar internasional berada pada posisi falling star. Konsentrasi pasar ikan sidat dunia berdasarkan indeks Herfindahl bahwa ikan sidat beku unconcentrated, sehingga menjadi komoditi yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor. Kata kunci: keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, konsentrasi pasar, ikan sidat PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 104.000 km dengan luas laut sekitar 3,5 juta km 2 . Posisi geografis tersebut seharusnya membuat Indonesia menjadikan perikanan sebagai sektor riil dan menjadi andalan untuk mendatangkan devisa negara. Volume perikanan tangkap dan budidaya di Indonesia setiap periode mengalami peningkatan, pada tahun 2016 rata-rata kenaikan produksi dari perikanan tangkap adalah 3,2% yang dirasa masih lambat, sedangkan untuk perikanan budidaya mengalami kenaikan 25%. Perikanan budidaya air tawar * Corresponding author: Zainal Abidin, [email protected] Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University, Veteran Street, Malang

Transcript of Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Page 1: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

ECSOFiM: Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019.07(01):44-58 e-ISSN: 2528-5939 Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ecsofim. 2019.007.01.04

44 Cite this as: Noor, Arif Y. M. and Zainal A. (2019). Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in

International Market. ECSOFiM: Economic and Social of Fisheries and Marine Journal. 07(01):44-58 Available online at http://ecsofim.ub.ac.id/

COMPETITIVENESS OF INDONESIAN EEL (Anguilla sp) IN INTERNATIONAL MARKET

DAYA SAING IKAN SIDAT (Anguilla sp) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

1Faculty of Agriculture Brawijaya University, Veteran Street Malang

2Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University, Veteran Street Malang

Received: July 15, 2019 /Accepted: August 07, 2019

ABSTRACT

This study aims to analyze the competitiveness of Indonesian eel in the international market both comparative and competitive advantage. This type of research data is secondary data sourced from the United Nations Nation Database. The data analysis method uses Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA), Export Product Dynamics (EPD) and Hirschman Herfindahl Index (HHI). Eel is a fishery commodity that has a potential export market. China is the main exporter of eel in the world with a share of 64%. Some EU member countries are still carrying out international trade in eel although CITES has included it in Appendix II as a protected species. The export of Indonesian eel consists of life, fresh and frozen. The comparative competitiveness of live and frozen eel is quite good while fresh eel is still low. The competitive advantage of Indonesian eel in the international market is still in the falling star quadrant. The concentration of the global eel market is based on the Herfindahl index that frozen eel is unconcentrated, it is mean that frozen eel is the most potential to be developed as an export commodity.

Keywords: comparative advantage, competitif advantage, market concentration, eel

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing ikan sidat Indonesia di pasar internasional baik secara komparatif maupun kompetitif. Jenis data penelitan ini adalah data sekunder yang bersumber dari Comtrade United Nation Database. Metode analisa data menggunakan Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA), Export Product Dynamics (EPD) dan Hirschman Herfindahl Index (HHI). Ikan sidat merupakan komoditi perikanan yang memiliki pasar ekspor potensial. China menjadi negara pengekspor ikan sidat utama di dunia dengan share sebanyak 64%. Beberapa negara anggota EU masih menjalankan perdagangan internasional ikan sidat meskipun CITES telah memasukkannya dalam Apendix II sebagai spesies yang dilindungi. Ekspor ikan sidat indonesia terdiri dari ikan sidat hidup, segar dan beku. Daya saing komparatif ikan sidat hidup dan beku cukup baik sedangkan ikan sidat segar belum berdaya saing. Daya saing kompetitif ikan sidat Indonesia di pasar internasional berada pada posisi falling star. Konsentrasi pasar ikan sidat dunia berdasarkan indeks Herfindahl bahwa ikan sidat beku unconcentrated, sehingga menjadi komoditi yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor. Kata kunci: keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, konsentrasi pasar, ikan sidat

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 104.000 km dengan

luas laut sekitar 3,5 juta km2. Posisi geografis tersebut seharusnya membuat Indonesia menjadikan

perikanan sebagai sektor riil dan menjadi andalan untuk mendatangkan devisa negara. Volume

perikanan tangkap dan budidaya di Indonesia setiap periode mengalami peningkatan, pada tahun

2016 rata-rata kenaikan produksi dari perikanan tangkap adalah 3,2% yang dirasa masih lambat,

sedangkan untuk perikanan budidaya mengalami kenaikan 25%. Perikanan budidaya air tawar

* Corresponding author: Zainal Abidin, [email protected]

Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University, Veteran Street, Malang

Page 2: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 45

mengalami peningkatan sebesar 11%, hal ini sejalan dengan meningkatnya permintaan produk ikan

air tawar di dalam negeri yang masih 70% (Primyastanto, 2016).

Ada 16 spesies ikan sidat di seluruh dunia, tiga spesies dipisahkan menjadi sub-spesies.

Spesies ikan sidat dikelompokkan menjadi spesies tropis dan subtropis berdasarkan distribusi

pantai dan air tawar serta kedekatan distribusinya di perairan kontinental dengan daerah

pemijahan. Semua spesies ikan sidat membutuhkan air hangat, asin dan perairan lepas pantai

untuk reproduksi yang optimal, serta arus air yang sesuai harus ada untuk mengangkut larva

menuju perairan benua (Miller, 2019).

Menurut Afandi (2010), jenis ikan sidat yang ada di Indonesia sedikitnya terdiri dari 6 spesies

yaitu Anguilla bicolor bicolor, Anguilla bicolor pacifica, Anguilla mormorata, Anguilla celebensis,

Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis. Ikan sidat memiliki kandungan vitamin A sebesar

4.700IU dan protein yang tinggi mencapai 16,4% (Pratiwi, 1998). Ikan sidat adalah jenis ikan

budidaya yang diminati di pasar internasional, oleh karena itu ikan sidat sangat berpotensi menjadi

komoditas ekspor yang dapat diandalkan. Di luar negeri, ikan sidat termasuk dalam jenis ikan

istimewa dan merupakan makanan kelas atas. Negara- negara yang telah membudidayakan ikan

sidat secara besar-besaran yaitu Jepang, Taiwan dan beberapa Negara Eropa (Praseno, 2009).

Ikan sidat di Indonesia banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam

seperti pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatera, pantai timur Kalimantan, pantai Sulawesi,

pantai kepulauan Maluku dan pantai di Irian Barat (Affandi, 2010).

Penangkapan belut di belahan bumi utara meningkat pada 1970-an atau awal 1980-an dan

kemudian terjadi penurunan selama beberapa dekade (Jacob et al., 2015). Importir utama dunia

ikan sidat adalah Jepang, tetapi produksi spesies lokal ikan sidat Jepang (Anguilla japonica) telah

mendapatkan pembatasan yang sangat ketat. Kaifu (2019) memaparkan bahwa sebanyak 93,4%

dari 1.509 koperasi perikanan di 37 prefektur Jepang menyatakan bahwa stok Anguilla japonica

menurun, meskipun telah dilakukan kebijakan pembatasan dengan memasukkannya dalam list

merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebagai spesies langka. Menurut

Crook (2014), Anguilla japonica lebih disukai daripada spesies ikan sidat lainnya di banyak negara

Asia Timur, tetapi pada tahun-tahun ketika ketersediaan spesies ini rendah, terjadi pergeseran

impor yang beralih pada spesies ikan sidat lainnya.

Spesies ikan sidat Eropa yaitu Anguilla anguilla telah masuk dalam daftar lampiran II CITES

sebagai komoditi perikanan yang dilarang untuk ditangkap karena terancam punah akibat

penangkapan berlebih sehingga terjadi degradasi habitat dan adanya dampak perubahan iklim

(Nijman, 2015). Setelah adanya larangan tersebut, pergeseran permintaan terjadi dengan impor

ikan sidat dari negara-negara Amerika dan Asia Tenggara (Crook, 2013). Pembatasan terhadap

perdagangan ikan sidat A. Anguilla dan A. Japonica di Eropa dan Jepang memberikan peluang

dan potensi spesies ikan sidat lokal Indonesia yang masih belum banyak dikenal untuk bersaing di

pasar internasional. Menurut Nijman (2005) sebenarnya Indonesia telah melakukan ekspor ikan

sidat sejak lebih dari 4 dekade, namun belum begitu menonjol sehingga belum disebut sebagai

Page 3: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 46

mitra signifikan dalam perdagangan ikan sidat global. Namun beberapa tahun terakhir pemerintah

Indonesia telah secara aktif mempromosikan ekspor ikan sidat dan budidayanya di Indonesia

(Rovara, 2010). Dukungan pemerintah Indonesia serta adanya larangan perdagangan (ekspor)

spesies ikan sidat A. Anguilla dan A. japonica (di Eropa dan Jepang) membuka peluang bagi ikan

sidat Indonesia untuk memasuki pasar ikan sidat ke Eropa dan Jepang yang merupakan

pengimpor utama dunia.

Ikan sidat selain memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, juga menjadi sebuah hidangan

mewah di luar negeri, oleh sebab itu harga jualnya pun cukup tinggi. Data perdagangan

internasional yang dirilis United Nation, nilai importasi internasional terhadap komoditi ikan sidat

senilai $ 62.506.000 per tahun. Melihat potensi pasar ikan sidat yang sangat besar di pasar

internasional, maka sangat penting mengetahui kondisi persaingan di negara tersebut.

Keunggulan komparatif suatu negara akan sebuah komoditi diukur dari endowment factor,

yaitu faktor yang bersifat alamiah (Tambunan, 2001). Hukum keunggulan komparatif (law of

comparative advantage) menyatakan bahwa perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak

memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan

spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif,

sehingga keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang

dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya (Balassa, 1965).

Keunggulan kompetitif (competitive advantage) adalah pendekatan yang digunakan untuk

menganalisis daya saing suatu kegiatan ekonomi berdasarkan pada kondisi yang aktual. Konsep

keunggulan kompetitif berdasar pada asumsi bahwa kondisi ekonomi yang tidak mengalami

distorsi sama sekali sangat sulit ditemukan di dalam dunia nyata, sedangkan keunggulan

komparatif adalah suatu aktifitas ekonomi yang dilihat hanya dari sudut pandang subjek atau

pelaku yang berkepentingan langsung (Abdullah, 2002).

Konsentrasi pasar dalam konteks perdagangan internasional dapat menunjukkan persentase

pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan atau negara pengekspor berbanding relatif terhadap

pangsa pasar total di negara tujuan ekspor. Konsentrasi pasar dapat disebabkan oleh adanya

faktor kekuatan permanen yang berada di sisi lain, biasanya konsentrasi pasar tidak banyak

berubah dari waktu ke waktu. Konsentrasi pasar juga dapat menunjukkan tingkat produksi dari

pasar atau industri yang terfokus pada satu atau beberapa perusahaan atau negara pengekspor

terbesar, atau merupakan kombinasi pangsa pasar dari negara-negara yang terkemuka atau

oligopolis, dimana negara tersebut saling menyadari adanya ketergantungan satu sama lain

(Naylah, 2010).

Ikan sidat Indonesia telah diekspor sejak puluhan tahun lalu namun Indonesia belum menjadi

negara yang diperhitungkan di kancah perdagangan ikan sidat dunia. Penelitian yang ada

kebanyakan terkait peningkatan produksi, sistem budidaya, proyek pengembangan, konservasi

dan pengolahan. Belum ada publikasi yang menerangkan posisi Indonesia dalam perdagangan

ikan sidat internasional serta jenis komoditi ikan sidat apa yang memiliki peluang dan daya saing

Page 4: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 47

untuk diekspor. Informasi terkait perdagangan internasional ikan sidat diperlukan untuk

mengetahui posisi Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam menentukan

kebijakan dan strategi pengembangan yang tepat agar terjadi peningkatan daya saing ekspor ikan

sidat. Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis daya saing komparatif dan

kompetitif ikan sidat Indonesia di pasar internasional dan (2) menganalisis konsentrasi pasar ikan

sidat di pasar internasional.

METODE PENELITIAN

Penelitian tentang analisis daya saing ekspor ikan sidat Indonesia dilakukan menggunakan

data sekunder yang bersumber dari United Nation Commmodity Trading (UN Comtrade),

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI) dan data yang berasal dari

literatur. Jenis data yang digunakan adalah data time series (deret waktu) yang meliputi data

tahunan dari periode 2009 sampai dengan 2018 sesuai dengan ketersediaanya. Penelitian ini

mengkhususkan pada permintaan global ikan sidat di seluruh dunia. Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan analisis deskripstif. Data volume

ekspor impor diperoleh melalui website resmi United Nation Comtrade kemudian diunduh dalam

format csv, selanjutnya data diolah menggunakan microsoft excel.

Dalam perdagangan internasional, komoditi yang diperdagangnkan ditandai dengan HS Code

(Harmonyzed System Code) yang berfungsi sebagai standar internasional atas sistem penamaan

dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasi produk perdagangan dan turunannya yang

dikelola oleh World Customs Organization (WCO). Ikan sidat yang diekspor teridiri dari 3 bentuk

yaitu ikan hidup (HS 030192), fresh (030274) dan beku (HS 030326).

Analisis Daya Saing Komparatif

Keunggulan komparatif ikan sidat Indonesia direfleksikan dengan kinerja ekspor yang diukur

melalui evaluasi peranan ekspornya dari total ekspor, lalu dibandingkan dengan pangsa pasar ikan

sidat di perdagangan dunia. Analisis RCA digunakan untuk mengetahui daya saing ikan sidat

Indonesia yang terdiri dari 3 jenis komoditi (hidup, segar dan beku) di pasar internasional. Jika

ekspor ikan sidat negara Indonesia adalah Xij, total ekspor komoditi (produk pembanding yang

memiliki kesaman fungsi atau substitusi dengan ikan sidat) dari Indonesia adalah Xj. Jika ekspor

ikan sidat dari seluruh dunia adalah Xiw dan total ekspor komoditi (produk pembanding yang

memiliki kesaman fungsi atau substitusi dengan ikan sidat) dari seluruh dunia adalah Xw, maka

RCA dihitung menggunakan rumus:

RCA =Xij/Xj

Xiw/Xw (Balassa, 1965) (1)

Kriteria analisis keunggulan komparatif adalah jika RCA nilainya di atas angka satu maka

memiliki keunggulan komparatif, tetapi jika RCA nilainya di bawah angka satu maka tidak memiliki

keunggulan komparatif. Setelah diketahui indeks RCA kemudian dilanjutkan dengan menghitung

Page 5: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 48

RSCA (Revealed Symmetric Comparative Advantage), dengan RSCA kita dapat membuat indeks

RCA menjadi simetris sehingga resiko upward-biased dapat diminimalisir (Prasad, 2004). Menurut

berbagai studi empiris yang dilakukan Laursen (2015), ketika menggunakan RCA maka harus

selalu disesuaikan sehingga menjadi simetris di sekitar nilai netralnya menggunakan RSCA

dengan rumus sebagai berikut:

RSCA =RSCA−1

RSCA+1 (Laursen, 1998) (2)

Analisis Daya Saing Kompetitif

Keunggulan kompetitif suatu negara bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di

dalam negara tersebut untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di

pasar internasional (Porter, 1990). Metode Export Product Dynamics (EPD) digunakan untuk

mengukur daya saing kompetitif dengan mengukur posisi dinamis komoditi ikan sidat Indonesia di

pasar dunia. Metode ini dapat mengukur dinamis tidaknya suatu produk di pasar. Metode EPD

terdiri dari matriks yang menempatkan produk yang dianalisis ke dalam empat kategori yaitu rising

star, falling star, lost opportunity dan retreat (Esterhuizen, 2006).

Tabel 1. Matriks Posisi Daya Saing dengan Pendekatan EDP

Share of Country’s Export in World Trade

Share of Product in World Trade

Rising (Dynamic) Falling (Stagnant)

Rising (competitif) Rising Star Falling Star

Falling (Non competitif) Lost Opportunity Retreat

Sumber: Esterhuizen, 2006

Pasar yang ideal adalah pada posisi Rising Star dimana negara tersebut mendapat tambahan

pangsa pasar karena permintaan komoditi yang bertumbuh dengan cepat (fast-growing products),

pada kuadran Lost Opportunity terjadi penurunan pangsa pasar secara dinamis terhadap komoditi,

Falling Star merupakan posisi dimana pangsa pasar tetap meningkat, namun permintaan

melambat, sedangkan posisi Retreat merupakan pasar yang tidak diinginkan, tetapi pada kasus

tertentu bisa jadi diinginkan jika pergerakannya menjauhi komoditi-komoditi yang stagnan dan

menuju pergerakan dinamis (Wiranthi et al., 2017). Untuk melihat lebih jelas posisi daya saing

suatu komoditi seperti pada Tabel 1, sebelumnya perlu adanya konversi kuadran dimana posisi

daya saing akan berada. Posisi dalam kuadran EPD menginterpretasikan pangsa pasar ekspor

total (X) dan pangsa pasar komoditi (Y), berikut adalah gambar kuadran posisi daya saing dengan

pendekatan EDP dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 6: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 49

Gambar 1. Kuadran Posisi Daya Saing dengan Pendekatan EDP

Jika Xij adalah nilai ekspor ikan sidat Indonesia, Xt adalah nilai ekspor total komoditi pembanding

Indonesia, Wij adalah nilai ekspor ikan sidat seluruh dunia, Wt adalah nilai ekspor total komoditi

pembanding dunia dan T adalah jumlah tahun yang digunakan, maka secara matematis, EPD

dirumuskan sebagai berikut:

Sumbu X =

∑ (Xij

Wij)

t

x 100%

𝑡

𝑡=1

−∑ (Xij

Wij)

t−1

x 100%

𝑡

𝑡=1

𝑇 (3)

Sumbu Y =

∑ (XtWt

)tx 100%

𝑡

𝑡=1

−∑ (XtWt

)t−1

x 100%

𝑡

𝑡=1

𝑇 (Esterhuizen, 2006)

Analisis Konsentrasi Pasar

Hirschman Herfindahl Index (HHI) merupakan salah satu metode analisa untuk mengukur

konsentrasi pasar. Nilai indeks tersebut didapat dengan cara mengkuadratkan market share atau

persentase perdagangan antara suatu negara dengan negara lain di pasar yang sama. HHI

digunakan untuk mendapatkan gambaran yang valid dan saling mendukung dari analisis rasio

konsentrasi mengenai konsentrasi pasar dalam suatu perdagangan dan industri (Forgey, 1997).

HHI memfokuskan besar proporsi pangsa pasar tertentu dalam suatu industri atau perdagangan

sebagai indikator untuk menentukan tingkat persaingan dengan mengelompokkan berdasarkan

peringkat penjualan tertinggi atau volume. Semakin besar nilai intensitas perdagangan (0 –

10.000), maka semakin besar konsentrasi pasar. Jika HHI adalah Hirschman Herfindahl Index dan

S adalah market share negara pengekspor ikan sidat di pasar internasional, maka berikut

persamaannya:

HHI = S12 + S2

2 + S32 + Sn

2 (Forgey, 1997) (4)

Rising Star

Lost

Opportunity

Retreat

Falling Star

Y

X

Page 7: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 50

Kriteria analisis konsentrasi pasar adalah jika HHI 0–1.500 maka UC (unconcentrated) atau

konsentrasi rendah, jika HHI 1.500–2.500 maka MC (moderately concentrated) atau konsentrasi

menengah, dan jika HHI 2.500–10.000 maka HC (highly concentrated) atau konsentrasi tinggi.

Komoditi ikan sidat yang diamati pada penelitian ini adalah ikan sidat hidup, segar dan beku

yang masing-masing ditandai dengan HS Code yang berbeda yaitu 030192 untuk ikan sidat hidup,

030274 untuk ikan sidat fresh atau dingin dan 030326 untuk ikan sidat beku tidak termasuk filet

atau produk olahannya. Komoditi pembanding yang digunakan dalam analisis RCA adalah

komoditi yang memiliki sifat, bentuk atau kegunaan yang sama atau merupakan subtitusi, karena

akan mempengaruhi penawaran komoditi yang sedang dianalisis. Ekspor ikan sidat terdiri dari 3

produk yang masing-masing berada pada Sub-Heading HS Code yang berbeda yaitu 0301 untuk

ikan hidup, 0302 untuk ikan segar dan 0303 untuk ikan beku, dengan mengikuti struktrur HS Code

tersebut, maka komoditi pembanding yang digunakan dalam analisis ini diambil dari komoditi yang

berada dalam HS Code Sub-Heading.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perdagangan Ikan Sidat Dunia

Eksportir ikan sidat utama selama dekade terakhir adalah China dengan share 64% dari

semua ekspor ikan sidat, sedangkan Jepang adalah importir utama dengan total permintaan 70%

dari impor ikan sidat secara global. Peranan Jepang sebagai importir telah mengalami penurunan

dalam beberapa tahun terakhir (Shiraishiet al., 2015). Dari hasil analisa data perdagangan

internasional yang bersumber dari Comtrade diketahui bahwa China menjadi pengekspor utama

ikan sidat baik dalam bentuk hidup, segar dan beku, namun China belum melaporkan data ekspor

tahun 2018, sehingga belum ada data di Comtrade untuk 2018.

China menjadi negara utama dalam ekspor ikan sidat hidup dengan nilai di atas United States.

Trend ekspor ikan sidat hidup Indonesia dalam 10 tahun terakhir dibandingkan beberapa negara

lainnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Ekspor Ikan Sidat Hidup (HS 030192) ke Pasar Dunia

Adanya kebijakan zero-quota EU memberikan implikasi bagi negara di Amerika dan Asia

Tenggara sebagai sumber ikan sidat remaja yang semakin penting untuk budidaya dan ikan sidat

hidup dewasa untuk konsumsi langsung. Di Indonesia, jual beli benih ikan sidat telah dilarang sejak

-

50

100

150

200

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Va

lue

(USD

)M

illio

ns

Year

Indonesia

United States

Spain

Sweden

China

Page 8: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 51

2009 melalui Peraturan Mentri kelautan dan Perikanan Per.18/Men/2009 sehingga meskipun

mungkin pangsa pasarnya besar tetapi performa perdagangan Indonesia di pasar internasional

sangat kecil. Pada tahun 2007 CITES memasukkan ikan sidat Eropa sebagai spesies yang hampir

punah dalam Apendiks II, lalu pada 2010 negara-negara anggota UE mengadopsi kebijakan zero-

quota dengan melarang semua perdagangan internasional ikan sidat. Setelah kejadian ini

perdagangan bergeser ke Asia Timur dengan nilai moneter mencapai US $ 126 juta (Nijman, 2017).

Pembatasan atas eksploitasi ikan sidat Eropa nampaknya tidak sepenuhnya dilaksanakan

oleh seluruh anggota EU, dari data di atas nampak jika Spain dan Sweden menjadi negara

pengekspor yang aktif dengan nilai rata-rata US$ 22.897.531 untuk Spain dan US$ 13.550.934

untuk Sweden. Selain Spain dan Sweden juga ditemukan beberapa negara EU yang aktif sebagai

eksportir ikan sidat hidup yaitu Portugal, Netherland dan Poland. Hal tersebut dapat terjadi dan

legal apabila spesies ikan sidat yang diperdagangkan bukanlah Anguilla anguilla spesies Eropa

melainkan jenis ikan sidat yang berasal dari luar Eropa.

Nilai ekspor ikan sidat segar Indonesia mengalami penurunan signifikan pada tahun 2009

sampai 2011. China justru menjadi negara eksportir utama dengan kenaikan nilai ekspor yang

signifikan sejak 2012. Trend ekspor ikan sidat segar Indonesia dibandingkan beberapa negara

lainnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Ekspor Ikan Sidat Segar (HS 030274) ke Pasar Dunia

Anguilla bicolor adalah spesies yang banyak hidup di Indonesia, dapat menjadi subtitusi

Anguilla japonica karena memiliki tekstur dan rasa yang mirip (Arai, 2014). Namun ekspor ikan

sidat segar Indonesia terus mengalami penurunan selama satu dekade, sedangkan United States

mengalami kenaikan. Berbeda dengan ikan sidat hidup yang kebanyakan digunakan sebagai bibit,

Ikan sidat segar merupakan komoditi untuk konsumsi yang dihasilkan dari ikan sidat dewasa

dengan ukuran diatas 150 gram per ekor. Dominansi China sebagai importir utama ikan sidat

segar tidak lepas dari investasi bibit yang mereka lakukan antara tahun 1998 sampai 2010. Impor

benih ikan sidat hidup China untuk spesieas A. rostrata dari Amerika Serikat berkisar antara 0,1

hingga 10 ton per tahun, dan terjadi pengingkatan jumlah impor signifikan antara 2010 dan 2011

pada kisaran 10 ton pada 2010 lalu 50 ton pada semester awal 2011 (Crook, 2013).

-

5

10

15

20

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Va

lue

(USD

)M

illio

ns

Year

Indonesia

United States

Spain

Sweden

China

Page 9: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 52

Kasus penurunan produksi ikan sidat di Indonesia akibat terjadinya penangkapan yang

berlebihan, seperti yang dilaporkan Watupongoh et al. (2015) di DAS Poso, Haryono et al., (2017)

di pantai selatan Jawa dan Indrawati et al., (2016) di Kabupaten Purworejo bahwa produksi induk

maupun glass eel ikan sidat semakin menurun disebabkan oleh penangkapan yang belum

memperhatikan faktor kelestarian dan keberlajutannya. Melihat permasalahan ini, KKPRI mulai

menerapkan regulasi serta tindakan pelestarian ikan sidat melalui Rencana Aksi Nasional

Konservasi Sidat Periode 1 tahun 2016-2010 (DKKHL, 2015). Selain itu, penerapan teknologi

budidaya ikan sidat juga terus dikembangkan agar dapat menghasilkan produksi panen ikan sidat

yang tinggi seperti pemanfaatan fermentasi pakan (Chilmawati et al., 2016), pemeliharaan dengan

air bersirkulasi (Affandi et al., (2013), penerapan biofilter (Samsundari et al., 2013) dan melakukan

analisis Phenotypic platisity sebagai kunci sukses adaptasi ikan sidat (Fahmi, 2017).

Ekspor ikan sidat beku sejak 2009 didominasi oleh China lalu dan pada 2016 Indonesia

berhasil mengungguli China yang mengalami penurunan signifikan. Amerika juga mengalami

kenaikan ekspor sejak 2015 namun nilainya masih di bawah Indonesia. Grafik nilai ekspor ikan

sidat beku ke pasar dunia selama 2009 sampai 2018 dapat dilihat lebih rinci pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Ekspor Ikan Sidat Beku (HS 030326) ke Pasar Dunia

Nilai perdagangan ikan sidat beku internasional Indonesia mengalami trend naik dalam 10

tahun terakhir, yang tertinggi adalah pada tahun 2016 dengan nilai ekspor US$ 15.305.787,

bahkan sejak itu nilai ekspor ikan sidat beku Indonesia di atas China dan Amerika. Eksploitasi ikan

sidat hidup dan segar yang dilakukan China dan Amerika memberikan implikasi positif bagi ikan

sidat beku Indonesia. Ikan sidat beku termasuk dalam jenis prepared untuk konsumsi. Hongkong,

Jerman, Polandia dan Kanada adalah negara dengan nilai impor terbesar dalam 10 tahun untuk

ikan sidat beku. Nilai impor ikan sidat beku yang dilaporkan Hongkong tertinggi pada tahun 2015

yaitu US$ 8.107.044, Jerman di tahun 2017 senilai US$ 3.559.612, Polandia di tahun 2018

sebesar US$ 3.232.913 dan Kanada di tahun 2017 sebesar US$ 2.872.490.

Daya Saing Komparatif

Daya saing ekspor ikan sidat hidup (HS 030192) ke pasar internasional mengalami kenaikan

sampai tahun 2015 lalu menurun setiap tahunnya, sedangkan ikan sidat segar (HS 030274)

cenderung mengalami penurunan daya saing hingga pada tahun 2018 posisi Indonesia tidak

-

10

20

30

40

50

60

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Va

lue

(USD

)M

illio

ns

Year

Indonesia

United States

Spain

Sweden

China

Page 10: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 53

memiliki daya saing secara komparatif. Ikan sidat beku (HS 030326) mengalami kenaikan daya

saing yang cukup signifikan hingga tertinggi padah tahun 2016 lalu menurun sedikit di tahun-tahun

selanjutnya. Analisis daya saing komparatif ikan sidat Indonesia di pasar internasional

menggunakan RSCA secara rinci dalam satu dekade dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai RSCA Ikan Sidat Indonesia di Pasar Internasional periode 2009 - 2010

Hs code / Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

030192 -0,90 0,37 -0,07 -0,01 0,11 0,09 0,41 0,38 0,20 0,11 030274 0,94 0,92 0,76 -0,39 -0,96 -0,89 -0,59 0,25 0,40 -1,00 030326 0,13 -0,03 -0,03 0,44 0,55 0,62 0,77 0,91 0,83 0,85

Sumber: Comtrade 2019, data diolah

Naiknya indeks RSCA ikan sidat hidup merupakan implikasi dari upaya pelaku usaha dan

pemerintah dalam negeri untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan ekspor.

Pengolahan ikan sidat dalam bentuk beku memberikan keuntungan yang lebih tinggi dilihat dari

sisi daya simpan dan keberlanjutannya, sehingga pelaku usaha lebih mengekspor ikan sidat dalam

bentuk beku daripada bentuk segar. Meskipun jumlah produksi ikan sidat di Indonesia masih 4%

dari kapasitas produksinya, tetapi KKP tidak ingin permasalahan yang berkaitan dengan

keberlangsungan ikan sidat di habitat aslinya terancam, oleh sebab itu KKP bekerjasama dengan

Ifish-FAO menetapkan rancangan regulasi perlindungan ikan sidat dengan pembatasan

tangkapan.

Daya Saing Kompetitif

Keunggulan kompetitif ekspor ikan sidat Indonesia diukur dari kinerja ekspor dibandingkan

dengan negara-negara lain dengan melihat posisi pangsa pasarnya. Metode EPD adalah salah

satu pendekatan yang digunakan untuk menganalisis daya saing produk kakao melalui identifikasi

produk-produk yang kompetitif dan dinamis dalam ekspor komoditi ikan sidat Indonesia.

Tabel 3. Analisis EDP Ikan Sidat Indonesia di Pasar Internasional

Tahun/ Komoditi

Ikan Sidat Hidup Ikan Sidat Segar Ikan Sidat Beku

X Y Posisi X Y Posisi X Y Posisi

2010 0,040 0,001 RS -0,161 0,001 LO -0,005 0,001 LO

2011 -0,025 -0,001 RT -0,305 -0,001 RT -0,001 -0,001 RT

2012 0,005 0,003 RS -0,121 0,003 LO 0,037 0,003 RS

2013 0,001 -0,004 FS -0,009 -0,004 RT 0,006 -0,004 FS

2014 0,014 -0,003 FS 0,000 -0,003 FS 0,003 -0,003 FS

2015 0,031 0,000 RS 0,003 0,000 RS 0,054 0,000 RS

2016 -0,017 -0,001 RT 0,020 -0,001 FS 0,185 -0,001 FS

2017 0,002 0,001 RS 0,012 0,001 FS -0,136 0,001 LO

2018 0,004 -0,001 FS -0,036 -0,001 RT 0,177 -0,001 FS

Rerata 0,006 -0,001 FS -0,066 -0,001 RT 0,036 -0,001 FS

Keterangan: RS = Rising Star; FS = Falling Star; LO = Lost Opportunity; RT= Retreat Sumber: Comtrade 2019, data diolah

Page 11: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 54

Secara rata-rata posisi daya saing ikan sidat Indonesia tidak ada yang berada pada posisi

Lost Opportunity, artinya Indonesia masih memiliki peluang dalam berkompetisi di pasar ikan sidat

dunia. Matriks EDP rata-rata ikan sidat Indonesia dapat dilihat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Matriks EDP Ikan Sidat Indonesia (Sumber: Comtrade 2019, data diolah)

Posisi daya saing komoditi ikan sidat hidup Indonesia di pasar internasional mengalami

pergeseran dari rising star hingga menjadi falling star di tahun 2018. Posisi terendah ada di tahun

2011 dan 2017 yaitu pada kuadran retreat, namun selama 10 tahun terakhir (periode 2009 – 2018)

posisi ekspor sidat hidup tidak pernah berada pada kuadran lost opportunity bahkan lebih sering

berada diantara falling star dan rising star, ini artinya pergeseran dinamis daya saing di pasar

internasional tidak terlalu signifikan. Pada posisi falling star, Indonesia masih memiliki pangsa

pasar yang meningkat tetapi pengembangan ekspor ikan sidat hidup mungkin bukan opsi yang

strategis dibandingkan dengan mengekspor dalam bentuk segar atau beku.

Posisi daya saing ikan sidat segar Indonesia berada pada kuadran retreat di tahun 2018, hal

ini menjadi tantangan bagi Indonesia agar dapat berkompetisi di pasar internasional. Berbanding

lurus dengan daya saing komparatif yang menunjukkan RCA < 1 maka secara kompetitif pun daya

saing ikan sidat segar Indonesia masih belum memiliki daya saing. Ekspor ikan sidat dalam bentuk

segar memiliki resiko yang tinggi. Ikan segar mudah mengalami proses pembusukan akibat

aktivitas enzim-enzim tertentu yang ada di dalam tubuh ikan, aktivitas bakteri dan mikroorganisme

lain atau karena proses oksidasi lemak oleh udara (Abidin et al.,2017).

Daya saing ikan sidat beku Indonesia di pasar internasional mengalami beberapa kali

pergeseran periode 2010 – 2018. Posisi paling dominan adalah pada kuadran falling star yang

artinya potensi pasar internasional bertambah tetapi ekspor Indonesia stagnan. Jika dilihat daya

saing secara komparatif untuk komoditi ikan sidat beku, Indonesia memiliki daya saing yang

sangat kuat. Kondisi tersebut memberikan indikasi berlimpahnya sumber daya masih belum diikuti

dengan pengelolaan yang kompetitif. Pembangunan industri budidaya ikan sidat mungkin dapat

mengadopsi sistem cluster dengan mengintegrasikan seluruh pelaku di suatu area atau regional

sebagai suatu kesatuan yang saling berperan dalam suatu sistem (Sunanto, 2012).

Ikan Sidat HidupIkan Sidat

SegarIkan Sidat

Beku

-0,0006

-0,0005

-0,0004

-0,0003

-0,0002

-0,0001

0

-0,08 -0,06 -0,04 -0,02 0 0,02 0,04 0,06

Page 12: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 55

Analisis Konsentrasi Pasar

Konsentrasi pasar ikan sidat dianalisis menggunakan pendekatan Hirschman Herfindahl Index

(HHI). Tabel 4 menunjukkan konsentrasi pasar komoditi ikan sidat di pasar internasional

cenderung sangat terkonsentrasi untuk ikan sidat hidup dan ikan sidat segar, sedangkan untuk

ikan sidat beku tidak terkonsentrasi. Konsentrasi pasar ikan sidat hidup selama 2009 sampai 2017

adalah moderately concentrated yang artinya tingkat konsentrasi menengah, namun pada 2018

menjadi highly concentrated yang artinya ada satu atau beberapa negara yang menguasai market

share.

Tabel 4. Hirschman Herfindahl Index Ikan Sidat di Pasar Internasional

Tahun/HS Code

HS 030192 HHI HS 030274 HHI HS 030326 HHI

2009 2.124 MC 3.851 HC 1.624 MC

2010 2.142 MC 3.221 HC 1.737 MC

2011 1.977 MC 1.604 MC 1.982 MC

2012 1.541 MC 1.513 MC 1.029 UC

2013 1.610 MC 3.735 HC 1.642 MC

2014 1.950 MC 3.823 HC 3.568 HC

2015 2.400 MC 4.912 HC 3.149 HC

2016 2.343 MC 5.095 HC 1.414 UC

2017 1.773 MC 2.371 MC 1.002 UC

2018 3.559 HC 2.882 HC 1.853 MC

Keterangan: MC = moderately concentrated; HC = highly concentrated; UC = unconcentrated Sumber: Comtrade 2019, data diolah

Pada tahun 2018 market share terbesar dikuasai oleh USA sebanyak 48% dan Philippines

sebanyak 34%, sedangkan Indonesia hanya mendapatkan share 5%. Ikan sidat hidup dapat

dikategorikan sebagai komoditi yang berupa bahan baku, karena masih dapat dilakukan kegiatan

ekonomi lanjutan untuk mendapatkan nilai tambah. Ekspor komoditi berupa bahan baku memang

sedang dibatasi oleh pemerintah. Penangkapan ikan sidat di laut (sebagai benih) dibatasi melalui

regulasi KKP dengan pelarangan menangkap di hari tertentu dalam seminggu. Meskipun trend

daya saing komparatif mengalami penguatan, tetapi daya saing kompetitifnya lemah, serta

konsentrasi pasar yang sangat terkonsentrasi, maka ekspor ikan sidat hidup bukanlah menjadi

prioritas utama bagi Indonesia.

Pangsa pasar ikan sidat segar selama 2009-2018 cenderung sering highly concentrated,

dimana beberapa negara yang mendominasi pangsa pasar adalah Spanyol, Denmark, Amerika

dan China. Spanyol hampir 5 tahun berturut-turut sejak 2013 sampai 2017 menjadi pemegang

market share tertinggi, namun di tahun 2018 USA menjadi pemegang share 42% dengan

absennya Spanyol di perdagangan ikan sidat segar di pasar internasional. Indonesia menjadi

pemegang market share tertinggi pada tahun 2009 sampai 2010, namun mengalami penurunan

yang signifikan di tahun-tahun selanjutnya sebagaimana ditunjukkan dengan trend RCA yang

mengalami penurunan serta beberapa kali berada pada kuadran lost opportunity dan retreat pada

analisis matriks EDP. Daya saing yang lemah terhadap ekspor ikan sidat segar Indonesia di pasar

Page 13: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 56

internasional menjadi implikasi bahwa perlu adanya pembenahan terkait proses eksportasi atau

sistem produksinya.

Ikan sidat beku berada pada konsentrasi pasar unconcentrated dan moderately consentrated,

selama periode 2009 sampai 2018 tidak ada satu negara pengekspor yang mendominasi, maka

dapat dikatakan struktur pasar untuk komoditi ikan sidat beku adalah pasar persaingan sempurna.

Melihat daya saing secara komparatif dan kompetitif, serta konsentrasi pasar yang menengah dan

cenderung tidak terkonsentrasi, maka Indonesia sangat berpotensi mendapatkan devisa yang

tinggi melalui ekspor ikan sidat beku.

KESIMPULAN DAN SARAN

Ikan sidat hidup (HS 030192) dan beku (HS 030326) asal Indonesia memiliki daya saing

secara komparatif khususnya di negara pengimpor utama yaitu China, Jepang dan Hongkong,

sedangkan ikan sidat segar (HS 30274) memiliki keunggulan komparatif yang rendah. Posisi daya

saing ikan sidat hidup (HS 030192) dan beku (HS 030326) berada pada kuadran falling star,

sedangkan ikan sidat segar (HS 030274) berada pada kuadran retreat. Konsentrasi pasar ikan

sidat hidup (HS 030192) dan segar (030274) cenderung highly concentrated, sedangkan untuk

ikan sidat beku (HS 030326) cenderung unconcentrated.

Strategi perdagangan internasional yang tepat untuk dilakukan Indonesia adalah berfokus

pada ikan sidat beku sebagai komoditas andalan, karena selain Indonesia memiliki daya saing

secara komparatif dan kompetitif pada komoditi tersebut, juga pangsa pasar global yang ada saat

ini masih terbuka lebar. Adanya berbagai isu konservasi terhadap ikan sidat akan membatasi

ekspor terhadap ikan sidat hidup, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia menjadikan

spesies ikan sidat tropis eksklusif. Melihat potensi dan permintaan pasar internasional, maka kunci

daya saing ikan sidat adalah pada produksi dan pengolahan. Pembangunan cluster industri

budidaya ikan sidat yang terintegrasi dengan pengolahan produk siap konsumsi dapat menjadi

upaya strategis dalam peningkatan produksi ikan sidat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, P. (2002). Daya Saing Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1. Yogyakarta: BPFE

Abidin, Z. et al. (2017). Analysis of Marketing Mix on Purchase Decision of Softboned-Milkfish “Mrs. Jeni” in Malang City of East Java. ECSOFiM: Economic and Social of Fisheries and Marine Journal. Vol.5 (1): 30-41

Affandi, R. (2010). STRATEGI Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat , Anguilla spp. Seminar Riptek Kelautan Nasional, 210–212.

Arai, T. (2014). Do we protect freshwater eels or do we drive them to extinction? SpringerPlus, 3(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/2193-1801-3-534

Balassa, B. (1965), Trade Liberalisation and “Revealed” Comparative Advantage1. The Manchester School, 33: 99-123. https://doi.org/10.1111/j.1467-9957.1965.tb00050.x

Page 14: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 57

Crook, Vicki & Nakamura, M. (2013). Glass eels: Assessing supply chain and market impacts of a CITES listing on Anguilla species. Traffic Bull. 25. 24-30.

Crook, Vicki.(2014). Slipping away: international Anguilla eel trade and the role of the Philippines, TRAFFIC and Zoological Society London, Cambridge and London, Uited Kingdom.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (2015). Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Sidat Periode 1: 20016-20120. Jakarta. Kementrian kelautan dan Perikanan.

Esterhuizen. (2006). Measuring and Analysing Competitiveness in The Agribusiness Sector: Methodological and Analytical Framework. University of Pretoria. Petroria

Estherhuizen, D. (2006). An Evaluation of The Competitiveness of The South African Agribusiness Sector. Ph.D Thesis. Department of Agricultural Economics, Extension and Rural Development. Faculty of Natural and Agricultural Science University of Pretoria.

Forgey, Fred, et. al (1997) Market Structure in the Residential Real Estate Brokerage Market. Journal of Real Estate Research: 1997, Vol. 14, No. 2, pp. 107-115.

Haryono, H., & Wahyudewantoro, G. (2017). Pemetaan Habitat Ruaya Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor) dan Potensinya di Pantai Selatan Jawa. Omni-Akuatika, 12 (3). https://doi.org/10.20884/1.oa.2016.12.3.123

Indrawati, A., Anggoro, S., & Wijaya Saputra, S. (2016). Pemetaan Potensi Ikan Sidat (Anguilla bicolor bicolor) pada Perairan Sungai di Kabupaten Purworejo. Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke V 2015 Hasil Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP, pp. 669-679

Jacoby, D. M. P., Casselman, J. M., Crook, V., Delucia, M., Ahn, H., Kaifu, K., Gollock, M. J. (2015). Synergistic patterns of threat and the challenges facing global anguillid eel conservation. Global Ecology and Conservation, 4, 321–333. https://doi.org/10.1016/j.gecco.2015.07.009

Kaifu, K. (2019). Challenges in assessments of Japanese eel stock. Marine Policy, 102(February), 1–4. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2019.02.005

Laursen, K. (1998). Revealed Comparative Advantage and the alternatives as Measure of International Specialisation, Danish Research Unit for Industrial Dynamics, DRUID Working Paper No. 98-30, Copenhagen, Denmark.

Laursen, K. (2015). Revealed comparative advantage and the alternatives as measures of international specialization. Eurasian Bus Rev 5: 99. https://doi.org/10.1007/s40821-015-0017-1

Miller, M. J., & McCleave, J. D. (2019). Eels. Encyclopedia of Ocean Sciences, (June), 157–167. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-409548-9.10773-0

Naylah, M. (2010). Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Perbankan Indonesia. Thesis. Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Universitas Diponegoro.

Nijman, V. (2015). CITES-listings, EU eel trade bans and the increase of export of tropical eels out of Indonesia. Marine Policy, 58, 36–41. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2015.04.006

Nijman, V. (2017). North Africa as a source for European eel following the 2010 EU CITES eel trade ban. Marine Policy, 85(June), 133–137. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2017.06.036

Porter, M.E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. The Free Press: New York

Page 15: Arif Yustian Maulana Noor 1 and Zainal Abidin*2

Noor, Arif Y. M. and Abidin, Z. Competitiveness of Indonesian Eel (Anguilla sp) in International Market

ECSOFiM Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2019. 07(01):44-58 58

Primyastanto, Mimit. 2016. Evapro (Evaluasi Proyek) : Teori dan Aplikasi pada Usaha Pembesaran Ikan Sidat (Anguilla sp). Malang: UB Press.

Pratiwi, E. (1998). Mengenal lebih dekat tentang perikanan sidat (Anguilla spp.). Warta Penelitian Perikanan Indonesia, 4(4): 8-12.

Praseno, O., & Johan, O. (2009). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.

Rovara, O. (2010). Laporan Akhir Alih Teknologi Pemeliharaan Benih Ikan Sidat Teradaptasi Di Kawasan Segara Anakan. Jakarta: Agency for the Assessment and Application of Technology.

Sunanto, Sandra. (2012). Building Competitive Advantage Of Nations Through Cluster. Bina Ekonomi Vol 8, No 2.

Shiraishi, H. and Crook, V. (2015). Eel market dynamics: an analysis of Anguilla production, trade and consumption in EastAsia. TRAFFIC. Tokyo, JAPAN.

Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan empiris. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.