and health and the combating of desease, where the microbe … · 2015-09-02 · maupun warna pada...
Transcript of and health and the combating of desease, where the microbe … · 2015-09-02 · maupun warna pada...
,
* There is HO field of human endeavor, whether it be in industry or in agricultural, or in the preparation of food or in connection with problems of shelter or clothing, or in the conservation of human and anjmal health and the combating of desease, where the microbe does not play an important and often dominant role.
Selman A. Waksman
•
S II ' £0,y,,)
,sUw M
'/ / i!" f ! 19 8 > I 0 21
\
-~-i (/
MEMPELAJARI AKTIVIT AS ANTI8AKTERI
BUBUK IUMFANG KUNYIT
(Curcuma domestica Val.) ': ",'
- . ~ .i'J -, ' . "" _.'
'-. . .,:. " ' .
. ': !
oleh
ANTONIUS SUWANTO
F. 16 1131
1983
o
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOG 0 R
ABSTRAC'l'
ANTONIUS SUWANTO. Studies on the antibacterial activity
of turmeric powder (Curcuma domestic a Val.) Experiments were conducted to study the antibacterial
activity of turmeric powder autoclaved in liquid medium on 6 species of bacteria: staphylococcus aureus, strepto
coccus faecalis, §almonella gallinarum, Escherichia coli,
J2.acillus sub::ilis, and Lactobacillus acidoPhilus. It w~s found that 2 gil of turmeric powder showed
bactericidal effect on two species of gram positive
bacilli, ~. subtilis and ~. acidophilus. B. subtilis
was more sensitive than L. aCidophilus.
The concentrations of turmeric powder required to
inhibit the growth of other bacteria were 2 gil for ~. aureus, 4 gil for ~. faecal is and ~. gallinarum, and
7 gil for ~. coli at the incubation period of 24 hours.
However, on prolonged incubation (48 and 72 hours), the turmeric powder showed stimulatory effect on the growth
of ~. aureus_, ~. faecalis, ~. gallinarum, and ~. coli.
Apparently the concentration of 4 gil or 7 gil of turme
ric powder extended the lag phase of the four species of bacteria.
MEMPELAJARI AKT1Fl'TAS ANTIBAKTERI
BUBUK RIMPANG KUNYIT
(Curcuma domestica Val.)
oleh
ANTONIUS SlTW.il.NTO
F16. 1131
Masalah Khusus
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
S3rjana Teknologi Basil Pertanian dari
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
1983
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN =========================================================
MEMPELAJARI AKTIFITAS ANTIBAKTERI
BUBUK RIMPANG KUNYIT
(Curcuma domestica Val.)
Masalah Khusus sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Hasil Pertanian . dari
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
ANTONIUS SUWANTO
F16. 1131
dilahirkan pada tanggal 30 November 1959
di Jember
Desen Pembimbing
Tanggal lulus ujian: 0<<<-. . . Agustus 1983
KATA PENGANTAR
Puj i syukur penulis panjatkan kepada Tub.an Yang Maha
Esa, yang telah membimbing penulis d'l.ri awal hingga pada
akhir studi di Institut Pertal1ian Bogor.
Laporan masalah khusus ini disusun berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan selama empat bulan, dan merupa
kan salah E'atu sya~at untuk ;nendapat!~an gelar sarjana pa
da Jurusan Teknolagi Hasil Pert2.nia", Fakultas 'reknologi
Pertanian, Ins~itu~ Pcrtailian Bogor.
Dengan tersUslmnya skripsi ini, penulis menghaturkan
terima kasth kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Srikandi Fardi3z Msc. sebagai dosen pem
bimbing yang telah memberikan bantuan, pengarahan dan
bimbingan selama penelitian sampai tersusunnya lapo
ran masalah khusus ini.
2. Bapak Dr. Purnomo Ronohardjo sebagai Kepala Balai Pe
nelitian Penyakit Hewan (Bakitwan), Bogor yang telah
memberikan bantuan berupa kultur murni bakteri.
3. Mr. Collin King sefuagai tenaga ahli di bidang penye
diaan kultur :Jlurni bakteri, Bakitwan, Bogor yang de
ngan scgala keramahannya telah menyediakan semua kul
tur murni bakteri yang diperlukan dalam penelitian ini.
4. Ayah, ibu dan adik-adik yang tak henti-hentinya membe
rikan dorongan dan doa restu pada penulis sehingga
terwujud sebagian citanya.
5. Semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantu
an selama penelitian sampai selesainya penulisan ma
salah khusus ini.·
Disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena i tu sumbang saran dari pembaca untu], perbaik
an sangat diharapkan.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini berman
faat bagi semua pihak.
Bogar, Agustus 1983 Penulis
vii
DAFTAR lSI
KATA PENGANTAR
DAFT AR GAMBAR
DAFT.AR TABEL
DAFTAR LAI'IPIRAN
I. PENDAHULUAN
II. TmJAUAN PUS TAKA
BOTANI KUNYIT A. B.
c. SIFAT FISIKA DAN KIMIA KUNYIT
AKTIFITAS ANTIMIKROBE PADA REMPAHREMPAH •
D. BAKTERI
III. BAHAN DAN MEr ODE PENELITIAN • A. BAHAN • • • • • •
B. METODE PENELITIAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
B. PEMBAHASAN.
V. KES IMPULAN DAN SARAN
A. KES IMPULAN
B. SARAN . DAFTAR PUSTAKA
Halaman
vi
ix
x
xi
1
4
4
11
16
23
25 25 27
36
36 48
53 53 53
54
DAFTAR GAl'iBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman kunyit • • . . • • . 5
Gambar 2. Struktur pigmen kurkuminoid 14.
Gambar 3. Skema cara pembuatan bubuk kunyit 27
Gambar 4. Aktifasi liofil 28
Gambar 5. Persiapan kultur untuk analisa via-bilitas sel • . . • . . . . •. 32
Gamhar 6. Persiapan kultur untuk analisa tur-bid imetr i • • • • . • . • • . . •. 34
Gambar 7. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik S. faecal is dengan periode waktu inkubasinya • • • . . . . .. 37
Gambar 8. Histogram hubungan spesifik S. aureus waktu inkubasinya
laju pertumbuhan dengan periode
39
Gambar 9. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik~. gallinarum dengan perio-de waktu inkubasinya • . • . • . •• 41
Gambar 10. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik E. coli dengan periode wak-tu inkubasinya-- • • • . • • . • •. 42
Gambar 11. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik B. subtilis dengan periode w akt u inkubas inya • • . . . . . .. 43
Gambar 12. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik ~. acidophilus dengan periQ de waktu lnkubasinya • . • • . • .. 45
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabe11. Komposisi kimia bubuk kunyit . . . .. 11
Tabel 2. Total warna dari ketiga pang kunyit
dan identitas yang mungkin komponen pigmen pada rim-
13
Tabel 3. Sifat-sifat minyak atsiri kunyit 15
Tabel 4. perbedaan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif • • • • • •. 24
Tabel 5. Hasil pengamatan nilai OD pada pengu-kuran turbidimetri . . . • . . . . . 46
Tabel 6. pH medium pada berbagai konsentrasi bubuk kunyit • • . • • . . . . . . • 48
DAFTAR LAMP IRAN
Balaman
Lampiran 1 • Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD §.. faecalis 58
Lampiran 2. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD s. aureus 58
Lampiran 3. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD S. e;allinarum 59
Lampiran 4. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD E. coli . . . 59
Lampiran 5. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD B. subtilis 60
Lampiran 6 .• Hasil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD L. acidophilus . . 60
I. PENDAHULUAN
Rempah-rempah merupakan bahan yang sangat berperan
sebagai komponen yang memberikan tambahan rasa, aroma,
maupun warna pada berbagai macam makanan. Bahkan bagi
penduduk Indonesia, rempah-rempah merupakan sesuatu yang
sangat berarti yang tidak dapat dipisahkan dari setiap
jenis makanan yang disajikan sehari-hari.
Disamping fungsinya sebagai penambah cita-rasa, be
berapa jenis rempah sudah lama digunakan sebagai bahan pe
ngawet makanan. Sosis, dendeng dan acar merupakan bebe
rapa contoh makanan yang keawetannya juga dipengaruhi
oleh adanya rempah-rempah. Beberapa jenis rempah juga di
gunakan untuk mengunggulkan suatu mikrobe terhadap mikrobe
lainnya, atau untuk menyeleksi beberapa jenis mikrobe ter
tentu saja. Hal semacam ini pada prakteknya-dapat dijum
pai pada pembuatan ragi tape secara tradision~l.
Rempah-rempah juga digunakan sebagai obat-obatan,
kosmetika tradisionil, dan parfum alami. Kehadirannja
j,uga merupakan suatu keharusan pada beberapa upacara
adat atau upacara religius tertentu.
Karena demikian besar peranan rempah-rempah bagi ma
nusia, sejak berabad-abad yang lalu sampai sekarang,
maka tepatlah kalau rempah-rempah dikatakan sebagai pro
duk nabati yang paling romantis sepanjang sejarah penggu
naan dan budidayanya (Purseglove et al., 1981).
2
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa Indonesia adalah sa
lah satu negara yang kaya akan rempah-rempah. Kekayaan
rempah-rempah ini telah menarik bangsa-bangsa lain untuk
menjelajah persada nusantara; lembaran sejarah juga men
catat bahwa salah satu sebab terjadinya penjajahan Belan
da di Indonesia adalah karena daya tarik produk nabati
yang kaya akan cita rasa ini.
Salah satu dari sekian banyak jenis rempah yang sudah
dikenal dan banyak digunakan di Indonesia adalah kunyit.
Kunyit yang biasa digunakan untuk bumbu atau zat pewarna
itu berasal dari rimpang tanaman kunyit (Curcuma domestica,
Val.). Rimpang tanaman ini berwarna kuning cerah karena
mengandung senyawa yang disebut kurkumin.
Ramprasad and Sirsi (1956) melaporkan bahwa kurkumin
dalam konsentrasi tertentu dapat bersifat antibakteri.
Dengan tidak menyebutkan data yang kongkrit, Hermana dan
Winarno (1978) juga menyatakan bahwa kunyit yang dipakai
untuk mewarnai tahu bersifat mengawet walau tidak seberapa.
Meskipun kurkumin sendiri memiliki sifat antibakteri,
tidaklah selalu berarti bahwa kunyit secara keseluruhan
juga bersifat antibakteri. Karena beberapa peneliti telah
melaporkan bahwa residu dari ekstrak beberapa jenis rempah
rempah bersifat stimulator bagi mikrobe tertentu (Ingolf
and Skjelkvale, 1982; Zaika and Kissinger, 1981). Sela
in itu beberapa jenis rempah akan kehilangan sifat anti
mikrobialnya, sebagai akibat dari perebusan, pemanasan
dengon otoklaf, atau selama prosedur ekstraksinya
(Zaika and Kissinger, 1981; Shashikant et al., 1981;
Al-delaimy and Ali, 1970).
sampai saat ini pemakaian rimpang kunyit di Indonesia,
terutama untuk bahan pangan, adalah dalam bentuk "Whole -
Turmeric", yaitu rimpang dipakai seluruhnya tanpa memisah-
kan oleoresin atau kurkuminnya. Selain itu pemakaian ku-
nyit sebagai bumbu biasanya melibatkan proses-proses pere-
busan atau pemasakan.
Sejauh mana sifat antimikrobe dari rimpang kunyit
dan hubungannya dengan mikrobe dalam bahan pangan bel urn
banyak dipelajari. Selain itu, kelangkaan akan informasi
yang bersifat kuantitatif juga merupakan pendorong untuk
melakukan penelitian ini.
Pada penelitian ini dipelajari aktifitas antibakteri
dari bub uk rimpang kunyit yang telah diotoklaf di dalam
media cair terhadap 6 jenis bakteri, yaitu: Staphylo
coccus aureus, Streptococc-us faecal is , Salmonella galli
narum, Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Lacto -
bacillus acidophilus.
Kunyit yang dipakai adalah jenis rimpang cabang
(fingers), karena jenis ini yang umum dipakai untuk bumbu-. -
bumbu dalam bahan pangan. Pemakaian bentuk bubuk dalam pe
nelitian ini adalah dengan alasan bahwa kunyit yang diper-
dagangkan besar-besaran dan dikenal pemakaiannya secara
internasional adalah dalam bentuk bubuk at au rimpang kering
utuh (Shankaracharya and Natarajan, 1975).
II. TINJAUAN PUS TAKA
A. BOTANI KUNYIT
Kunyit oleh valeton diperkenalkan ke dunia ilmu
pengetahuan dengan nama Curcuma domestica, mengganti
kan nama sebelumnya, yaitu Curcuma longa,Koen. Jenis
ini merupakan tanaman tahunan dengan tinggi sampai sa-
tu meter, berbatang pendek dan daun-daunnya berjumbai.
Pelepah daunnya membentuk batang semu (Sastrapradja,
1977h). Umbi utamanya besar, bulat panjang membentuk
tuk rimpang-rimpang samping yang hanyak jumlahnya,
pendek dan tebal, lurus atau melengkung sehingga kese
luruhannya membentuk suatu rumpun (Chittenden, 1951;
sastrapradja, 1977b).
Bentuk tubuh dan rimpang tanaman kunyit dapat di
lihat pada Gambar 1.
Rimpang kunyit berbau khas aromatik, rasanya agak
pahit dan getir, lama-kelamaan menimbulkan rasa tebal
(Anonimous, 1977). Warna rimpang jingga kecoklatan da-
ri luar, sedang bagian dalamnya berwarna jingga terang
at au kuning (Chittenden, 1951; Sastrapradja, 1977b).
Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara (Burkill,
• 1966) dan sekarang dijumpai di daer~~-derah tropis, Ci-
na dan India Timur (Anonimous, 1977; Hawley, 1977).
Kunyit termasuk famili Zingiberaceae yang banyak
dibudidayakan di Asia Tropik untuk berbagai keperluan,
antara lain sebagai bumbu masakan, obat-obatan -
6
tradisional, dan zat warna (Chittenden, 1951; Sastra
pradja, 1977a). Diantara jenis-jenis Curcuma yang di
budidayakan secara teratur sebagai tumbuhan ekonomi
adalah: C. xanthorrhiza, £. mangga, C. aeruginosa,
dan £. domestica (Lubis, 1976).
C. xanthorrhiza Roxb. identik dengan £. longa
Linn. var. major, sedangkan £. domestica Val. disebut
juga £. longa Linn. var. minor, karena yang terakhir
ini adalah spesies yang ukurannya lebih kecil (Waard
and Thio Goan Loo, 1977).
B. PENGGUNAAN DAN PENGOLAHAN KUNYIT
Diantara semua jenis kurkuma, kunyit merupakan je
nis yang paling banyak kegunaannya. Di Indo-Malaysia
dari sejak dahulu kala digunakan dalam upacara-upacara
keagamaan yang erat hubungannya dengan kelahiran, per
nikahan, dan kematian. Dari jenis ini dapat dibuat be
berapa ramuan obat tradisional. Sebagai bahan pewarna,
rimpangnya sudah sejak dahulu digunakan untuk mewarnai
kapas, wol, sutera, tikar dan barang-barang kerajinan
lainnya, dan juga sebagai bahan pewarna atau penyedap
masakan. Di Eropa, kunyit dipakai untuk mewarnai men
tega, keju, "mustard" dan lain-lain. Tepung kunyit ju
ga dipakai dalam kosmetika tradisional (Anonimous, 1977).
Rimpang kunyit mempunyai fungsi ganda, yaitu seba
gai bahan rempah karena kandungan minyak atsirinya, dan
sebagai bahan pewarna karena kandungan kurkuminnya
(Anonimous, 1969).
7
Dewasa ini kurkumin digunakan dalam berbagai bi
dang, antara lain dalam bidang farmasi, tekstil dan ki
mia. Dalam analisis kimia digunakan untuk menetapkan
kandungan boron dan untuk membuat kertas kurkuma yang
digunakan sebagai indikator dalam selang pH 8 - 9 (Ano
nimous, 1976; Hawley, 1977). Dalam bidang farmasi,
kurkumin digunakan sebagai campuran berbagai jenis obat
dan jamu (sastroamidjojo, 1965).
Menurut Tampubolon (1981), kurkumin dapat diguna
kan untuk merangsang dinding kantong empedu, sehingga
pencernaan akan bekerja lebih sempurna. Tetapi pad a
pemakaian yang terlalu banyak bisa menyebabkan kekosong
an kandung empedu. Kunyit juga mengandung minyak atsi
ri yang mencegah keluarnya asam lambQ~g yang berlebihan
dan mengurangi peristaltik usus yang terlalu kuat.
Dilaporkan juga oleh Waard and Thio Goan 100 (1977)
bahwa kunyit dapat menyembuhkan penyakit hati dan salur
an empedu. Kontraksi kandung empedu dipengaruhi oleh
zat warna kunyit, sedangkan peningkatan produksi cairan
empedu dipengaruhi oleh minyak atsiri yang terdapat pa
da rimpangnya.
Srimal and Dhawan (1973) melaporkan bahwa kurkumin
mempunyai sifat anti perbarahan (anti-inflammatory),baik
8
yang akut maupun yang kronis. Dikatakan pula bahwa
LD50 kurkumin lewat oral pada mencit adalah lebih dari
2 g/Kg.
Disamping kegunaannya dalam bidang farmasi, teks
til dan kimia, kurkumin banyak digunakan dalam bidang
pangan sebagai pewarna makanan dan minuman seperti mar
garin, mentega, keju, dan minuman sari buah (Anonimous,
1969; Sastrapradja, 1977b).
Umumnya kunyit diperdagangkan dalam keadaan ke
ring. Dan untuk penggunaannya, rimpang kunyit kering
tersebut dimasak dalam air mendidih sampai lunak, kemu
dian ditumbuk sehingga diperoleh warna kuning (Burkill,
1966).
Shankaracharya and Natarajan (1975) menuliskan
teknik pengolahan rimpang kunyit sebagai berikut: rim
pang kunyit segar dimasak di dalam air mendidih sampai
lunak, kemudian rimpang ini dikeringkan dengan penge~
ring mekanis atau dijemur. Pemasakan rimpang dimaksud
kan agar proses pengeringannya berjalan lebih cepat ser
ta memberikan warna yang lebih baik. Kemudian pada,Tim
pang kering ini dilakukan "polishing" untuk menghilang
kan kulit arinya. Selanjutnya rimpang yang sudah' bersih
dapat diproses lebih lanjut menjadi bubuk kunyit yang
siap untuk digunakan dalam berbagai keperluan.
Sedangkan Waard and Thio Goan Loo (1977) mengemu
kakan proses pengolahan rimpang kunyit sebagai berikut:
9
rimpang hasil panen dikupas kulitnya, diiris tipis de-
ngan ketebalan 0.75 - 0.85 rnrn, kemudian dikeringkan
secepat mungkin. Setelah dikeringkan tebalnya tinggal
sekitar 0.65 mm. Temperatur awal pengeringan antara
50 - 55°C, dan rendemen yang diperoleh antara 10 - 15
persen dari rimpang segar. Menurut Purseglove et al.
(1981) rendemen ini berkisar antara 15 - 25 persen de-
ngan met ode pengolahan seperti yang dikemukakan oleh
Shankaraeharya and Natarajan (1975).
Rimpang kunyit kering dengan mutu tinggi memiliki
tekstur yang keras, bila dipatahkan maka bagian yang
patah itu nampak seperti ada lapisan lilin, batas en-
dodermisnya kelihatan nyata dan warnanya kuning-jingga.
Bila rimpang ini dibuat bubuk maka akan diperoleh bubuk
berwarna kuning eerah, baunya harum dengan rasa tajam
dan sedikit pahit (Burkill, 1966).
Menurut Purseglove et al. (1981) "Cured turmeric"
yaitu rimpang yang telah mengalami proses pengolahan,
biasanya disortasi menjadi tiga macam kelas mutu, yaitu:
!IF ingers" (rimpang jari)
"Bulbs" atau "Rounds"
(rimpang bulat)
diperoleh dari rimpang eabang (rimpang anak) yang bentuknya seperti
jari. Panjangnya 2.5 - 7.5 ern dan diameternya 1 em at au lebih. Jenis ini yang umum dijumpai di pa
saran.
yaitu rimpang induk yang bentuknya
bulat lonjong tempat melekatnya
rimpang-rimpang jari.
10
"Splits"
(rimpang belah)
yaitu rimpang induk yang dibe
lah menjadi dua bagian atau le
bih untuk mempercepat proses
pengeringan.
Jenis rimpang jari berwarna kuning menarik, baunya ha-
rum dan rasanya tidak begitu pahit. Jenis ini biasa-
nya digunakan untuk bumbu masakan. Sedangkan rimpang
bulat dan rimpang belah banyak mengandung oleoresin,
sehingga jenis ini tidak biasa digunakan sebagai bumbu,
tetapi diolah lagi untuk diambil minyak atsiri, oleo-
resin, at au zat warnanya.
Rimpang kunyit kering yang diimpor oleh Amerika
berkadar air sangat rendah, biasanya 3 - 4 persen.
Rempah-rempah lain biasanya dengan kadar air 8 - 12
persen, bahkan biji pala kadar airnya sampai 15 persen
(Anonimous, 1969).
Shankaracharya and Natarajan (1975) menganjurkan
agar rimpang kunyit kering disimpan pada kadar air
8 - 10 persen, supaya diperoleh mutu dan nilai yang
tinggi.
Mutu kunyit kering terutama dipengaruhi oleh fak-
tor intrinsik kultivar yang ditanam, umur rimpang wak
tu dipanen, dan teknologi pengolahannya (Purseglove
et aI., 1981).
11
C. SIJi'AT ]<'ISIKA DAN KINIA KUNYIT
Kunyit mengandung beberapa komponen, antara lain
air, pati, serat kasar, abu, oleoresin, dan minyak at-
siri. Kandungan kimia ini berbeda-beda dari berbagai
daerah penghasil kunyit, karena adanya perbedaan iklim,
keadaan tanah, dan faktor-faktor lingkungan lainnya.
Tabel 1. menunjukkan komposisi kimia bubuk kunyit.
Tabel 1. Komposisi kimia setiap 100 gram bubuk kunyit*)
Komponen Jumlah
Enersi (Kal) Total karbohidrat (g)
Serat kasar (g) Air (g)
Protein (g) Lemak (g)
Abu (g) Besi (g)
Natrium (g) Kalsium (g) Fosfor (g) Kalium (g)
Asam askorbat (mg) Thiamin (mg) Niasin (mg)
Riboflavin (mg)
Vi tamin A (IV)
*) Shankaracharya and Natarajan (1977)
390.00
69.90
6.90
5.80
8.60 8.90
6.80
2.50
0.26 0.20
0.20
0.01 49.80
47.50 0.19
0.09
175.00
12
Kimia kunyit sudah banyak dipelajari sejak permu
laan abad ke 19. Selama ini faktor kimia yang dianggap
sangat penting adalah zat warna kuning dan komponen ci
ta rasa pada rimpang kunyit tersebut. Warna kuning -
jingga itu disebabkan oleh adanya turunan diferuloil
metana yang tidak menguap dengan pemanasan (non-steam
volatile diferuloyl methanes derivatives), dimana kur
kumin merupakan senyawa yang dominan. Sedangkan aroma
dan cita rasa kunyit ditentukan oleh minyak atsirinya
(Purseglove et al., 1981).
Kurkumin dengan nomor indeks 75300 termasuk zat
warna alami yang diperbolehkan pemakaiannya untuk pe
warna makanan (Anonimous, 1979).
Dari hasil penelitian Krishnamurthy et al. (1976)
ternyata bahwa pigmen yang memberi warn a kuning itu
terdiri dari tiga komponen, yang identitasnya dapat di
lihat pad a Tabel 2.
Dengan melihat Tabel 2 nampaklah bahwa warna rim
pang kn.nyit itu 49 persen disebabkan oleh kurkumin (bis
(feruloyl)-metana).
Selanjutnya Krishnamurthy et al. (1976) juga menu
liskan bahwa ketiga komponen warn a itu mempunyai absor
bansi maksimum yang sarna pada 425 nm. Sehingga untuk
pemakaian praktis biasanya warn a kunyit diukur pada
425 nm, dan dinyatakan sebagai total warna kurkumin.
13
Tabel 2. Total warna dan identitas yang mungkin dari ketiga komponen pigmen pad a rimpang kunyit*)
Nama senyawa
Kurkumin: bis-(feruloil)-metana
Desmetoksi kurkumin: p-hidroksi cinnamoilferuloil metana
Bis-desmetoksi kurkumin: bis-(p-hidroksi cinnamoil) metana
Warna
kuning kemerahan
kuning kemerahan
kuning jingga
*) Krishnamurthy et al. (1976)
Total warna(96)
49.6
28.7
22.3
Kandungan kurkumin dari rimpang kunyit kering ber
variasi antara 1.8 - 5.4 persen tergantung dari jenis
kunyit, pelarut, dan cara ekstraksinya (Krishnamurthy
et al., 1976). Sedangkan menurut Purseglove et al.
(1981) kandungan pigmen, yang dinyatakan sebagai kurku-
min, pad a rimpang kunyit kering yang diperdagangkan bia
sanya antara 0.5 - 6.0 persen.
Jusuf (1980) melaporkan bahwa kandungan kurkumin
pada rimpang kunyit kering dari Jawa adalah 0.63 - 0.76
persen (w/w) berdasarkan analisa spektrofotometri. Se
dangkan dengan analisa kromatografi terhadap rimpang
yang sarna, hasilnya lebih besar, yaitu 10 - 14 % (w/w).
Dari penelitian ini juga dinyatakan bahwa kadar air ku-
nyit segar berkisar antara 81.4 - 81.5 persen. Kadar
air rimpang bulat lebih rendah daripada kadar air
14
rimpang jari, namun kandungan kurkumin rimpang bulat
lebih tinggi daripada kadar kurkumin rimpang jari.
Rumus bangun dari ketiga jenis persenyawaan kur-
kuminoid tersebut dapat dilihat pad a Gambar 2.
R 1 :
- OCH3
- OCH3
-H
HO OH ~
~ "'" """ "" 1',2-I
0, ""M../'
R2:
- OCH3 = kurkumin
-H = desmetoksi kurkumin
-H = bis-desmetoksi kurkumin
Gambar 2. Struktur pigmen kurkuminoid (purseglove et al., 1981)
Disebutkan di dalam Merck Index (Anonimous, 1976),
bahwa senyawa murni kurkumin berwarna kuning, berben
tuk bubuk atau kristal. Titik lebur kurkumin 1830 C,
tidak larut di dalam air maupun ether. Kurkumin larut
di dalam alkohol atau asam asetat glasial, sedangkan
dalam larutan alkalis kurkumin larut dengan perubahan
warna menjadi kecoklatan. Berat molekul kurkumin ada
lah 368.37. Jacob (1944) menyatakan bahwa kurkumin se-
dikit larut di dalam air panas.
15
Nama trivial kurkumin menurut I.U.P.A.C. (dalam
Anonimous, 1976) adalah 1,7-bis-(hidroksi-3-metoksi -
fenil)-1,6-heptadiena-3,5 dione, atau di(4-hidroksi-3-
metoksi sina~oil)metana.
Munadjim (1979) meneliti bahwa di dalam etanol 96
persen dengan kenekatan 0.1 Yo setelah 150 hari, kurku
min yang disimpan ternyata menunjukkan tanda-tanda ke-
rusakan.
Pada destilasi rimpang kunyit kering dihasilkan
1.3 - 5.5 persen minyak atsiri dengan bau aromatis dan
berwarna jingga kemerahan. Minyak ini di dalam perda
gangan dikenal sebagai "Oil of Curcuma" (Guenther, 1952).
Krishnamurthy et al. (1976) melaporkan bahwa kan-
dungan minyak atsiri rimpang kunyit bervariasi ant:ara
2.5 - 7.5 persen tergantung pad a varietas kunyit dan
tempat tumbuhnya. Sifat-sifat minyak atsiri hasil pene-
litiannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Sifat
Warna Bau Indeks refraksi
Rotasi optik
Berat jenis Kelarutan
Sifat-sifat minyak atsiri kunyit*)
Keterangan
kuning-jingga
aromatik dan "peppery" 1.5130 pada 24°C _14° pada 24°C
0.9423 pad a 24°C
1 vol. minyak larut di dalam 1.B volume 90 % etanol.
*) Krishnamurthy et al. (1976)
16
Dikatakan bahwa waktu penyulingan minyak atsiri
kunyit lebih lama daripada lada dan kapulaga, sebab
minyak kunyit terdiri dari 85 persen turunan sesqui
terpen yang mempunyai titik didih tinggi. Shankara
charya and Natarajan (1975) menuliskan bahwa minyak
atsiri kunyit mengandung 10 % monoterpen, 25 % sesgui
terpen, dan 65 % komponen teroksigenasi.
Komponen utama dari minyak atsiri ini disebut
turmerol, yaitu suatu alkohol dengan rumus molekul
C13H180 atau C14H100 (Purseglove et al., 1981). Dika
takan juga bahwa minyak atsiri kunyit mempunyai sifat
sebagai antiseptik.
D. AKT IFITAS ANT IMIKROBE PADA REII[PAH-REMPAH
Menurut Pelczar et a1. (1977), zat antimikrobe
adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan aktifitas
mikrobe. Khusus untuk bakteri dinamakan antibakteri,
dan untuk kapang disebut antifungi. Sedangkan istilah
bakterisida digunakan untuk zat yang dapat membunuh
bakteri, dan bakteristatik adalah suatu keadaan yang
mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga populasi bakte
rinya tetap.
Telah lama diketahui bahwa beberapa jenis rempah
rempah mempunyai sifat antimikrobe. Bahkan peneliti
peneliti yang pertama selalu beranggapan bahwa rempah
rempah merupakan bahan yang selalu menolak kehidupan
mikrobe (Webb and Tanner, 1945).
17
Catatan sejarah juga menunjukkan bahwa bangsa Me
sir kuno sudah memanfaatkan minyak atsiri dari kayu
manis, cengkeh, dan "cassia" untuk pengawetan jenazah
(mummification). Sedangkan bangs a romawi dan Yunani
telah menggunakan berbagai minyak rempah-rempah untuk
keperluan pengobatan (Bullerman et al., 1977).
Webb and Tanner (1945) menuliskan bahwa pada per
mulaailllya para peneliti hanya berpikir bahwa setiap
rempah-rempah selalu memiliki sifat antimikrobe, sehing
ga penemuan Leeuwenhoek tentang adanya mikroorganisme
pada hasil infusi lada tidak diperhatikan. Sampai
akhirnya dilakukan penelitian oleh James pad a tahun
1931, dengan menginokulasikan Escherichia coli ke dalam
"nutrient broth" yang berisi kayu manis, cengkeh dan
"mustard", yang ternyata menimbulkan suatu keraguan ten
t,ang penggunaan rempah-rempah sebagai bahan pengawet
makanan.
Memang pada akhirnya laporan para peneliti yang
kemudian, menyimpulkan bahwa tidak semlJa rempah bersifat
antimikrobe. Beberapa jenis rempah selain bersifat an
timikrobe juga bersifat stimulator, dan sifat-sifat ini
akan timbul karena keadaan serta perlakuan tertentu yang
diberikan pad a rempah-rempah tersebut.
Bullerman (1974) meneliti bahwa kayu manis meng
hambat pertumbuhan Aspergillus parasiticus, sehingga
dapat menekan pembentukan aflatoksin pada roti. Hasil
18
penelitian berikutnya menunjukkan bahwa senyawa peng
harnbat kapang itu adalah aldehida sinamat dari kayu
manis, dan eugenol dari cengkeh (Bullerman et al.,
1977).
Efek antikharnir dari rempah-rempah telah diteliti
oleh Webb and Tanner (1945). Hasil penelitian menun
jukkan bahwa kayu manis, cengkeh, dan "allspice" meng
harnbat pertumbuhan 6 jenis kharnir di dalam media cair;
sedangkan daun salam, paprika, jahe, lada, cabe, biji
pala, dan "mustard" tidak menghambat pertumbuhan kha
mir tersebut. Disimpulkan bahwa rempah-rempah bersifat
antikhamir pada kondisi tertentu, tetapi pada konsen
trasi yang rendah, khamir marnpu beradaptasi sehingga
dalam beberapa hal justru menstimulir pertumbuhannya.
Lovell (1937) melaporkan bahwa uap bawang bombay
bersifat bakterisidal, tetapi tarafnya lebih lemah da
ripada uap bawang putih. Penelitian Johnson and Vaughn
(1969) menunjukkan bahwa bubuk bawang putih dan bawang
bombay yang direkonstitusi secara segar memberikan
efek bakterisidal pada Salmonella typhimurium dan
E. coli. Sel bakteri yang dalarn keadaan aktif, misal
nya di dalam medium cair, lebih tahan terhadap kedua
jenis bawang tersebut daripada sel bakteri yang dalam
keadaan istirahat, misalnya di dalam larutan garam fi
siologis.
19
Shashikant et al. (1981) rnenyatakan bahwa ekstrak
bawang putih segar yang disirnpan pada suhu rendah, si
fat antibakteri dan antifunginya lebih tahan lama dari
pada yang disirnpan pad a suhu tinggi. Dikatakan juga
bahwa ekstrak bawang putih yang dirnasak justru rnemberi
kan efek stirnulasi yang nyata.
Ekstrak bawang putih pada konsentrasi 4 % (v/v)
menghambat secara total pertumbuhan Salmonella typhosa,
Shigella dysenteriae, Escherichia coli, dan Staphylo
coccus aureus; sedangkan bawang bombay mempunyai efek
antibakteri yang lebih lernah. Dari penelitian ini juga
didapatkan bahwa ekstrak cabe dan "radish" dapat rne
rangsang perturnbuhan ~. typhosa, sedangkan ~. dysente
riae dan ~. aureus dapat dirangsang oleh ekstrak "tur
nip" (Al-delairny and Ali, 1970).
Al-delaimy and Ali (1970) selanjutnya menuliskan
bahwa senyawa yang bersifat bakterisidal at au bakteri
statik pada sayur-sayuran hiasanya hilang selama prose
dur ekstraksi dan penyimpanan. Oleh karena itu metode
dan saat persiapan ekstrak, lama dan suhu penyirnpanan,
serta konsentrasi ekstrak sangat mempengaruhi efektifi
tas antibakterinya.
Zaika and Kissinger (1981) melaporkan bahwa peru
bahan konsentrasi "oregano" dapat mempengaruhi stimula
si maupun penghambatan pada produksi asam dan viabili
tas sel Lactobacillus plantarurn dan Pediococcus cerevi
siae. Sifat penghambatan ini dapat dihilangkan dengan
20
pemasakan di dalam otoklaf atau diekstraksi dengan pe
larut organik. Residu dari ekstraksi tersebut bersi
fat stimulasi pada kedua jenis bakteri itu. "Oregano"
sendiri lebih bersifat menghambat p. cerevisiae dari
pada L. plantarum.
Basil yang sebanding juga dilaporkan oleh Ingolf
and Skjelkvale (1982) bahwa bumbu sosis merangsang
pertumbuhan 1. plantarum dalam proses fermentasi sosis
kering. Sedangkan oleoresin bumbu tersebut tidak mem
pengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut. Nampaknya re
sidu bumbu sosis, yang bebas oleoresin, memang bersifat
stimulator bagi 1. plantarum.
Beuchat (1976) melaporkan bahwa bubuk cabe rawit,
paprika, bubuk bawang bombay, dan bubuk bawang putih
memiliki sifat antibakteri yang sangat lemah terhadap
Vibrio parahaemolyticus. Rempah-rempah ini pada kon
sentrasi lebih dari 1 % masih menampakkan daya pengham
batan yang lemah. Biji pala, bubuk kare, lada, dan
"mustard" memperlihatkan sifat antibakteri yang lebih
kuat pada konsentrasi yang sarna. Sedangkan "oregano"
sangat kuat sifat ant ibakterinya , sehingga pada konsen
trasi 0.5 % saja sudah bersifat sangat hakterisidal pa
da bakteri tersebut.
Kuhon (1982) menuliskan bahwa di dalam kencur,
temulawak, maupun biji pala terkandung minyak-minyak
atsiri. Kebanyakan rempah-rempah tersebut berfungsi
sebagai penghambat pertumbuhan mikrobe pembusuk. Te
tapi diduga pada kadar yang rendah, senyawa-senyawa
penghambat itu bahkan menstimulir pertumbuhan mikrobe.
21
Pertumbuhan saccharomyces Dombe pada masing
masing komponen bumbu dalam pembuatan anggur beras ken
cur telah dilaporkan oleh Kuhon (1982), dan ternyata
bahwa "laju pertumbuhan spesifik" (logaritma jumlah sel
akhir dibagi dengan logaritma jumlah sel awal selama
periode waktu tertentu) tertinggi pada kencur dan madu,
masing-masing 6.5, kemudian berturut-turut temulawak
(2.5), biji pala (2.0), dan jeruk nipis (1.0).
"Norhydroguaiaretic acid" (NDGA), yaitu suatu
antioksidan, ternyata mempunyai sifat antimikrobe yang
kuat (Shih and Harris, 1977). Selanjutnya peneliti ini
mengatakan bahwa kurkumin dan asam klorogenat merupa
kan antioksidan alami yang strukturnya mirip dengan
NDGA, sehingga merupakan suatu hal yang menarik untuk
diteliti sifat antimikrobenya.
Hasil penelitian Ramprasad and Sirsi (1956) menun
jukkan bahwa kurkumin mempunyai daya antimikrobe, teru
tama terhadap bakteri Micrococcus pyogenes var. aureus.
Dikatakan bahwa natrium kurkuminat dapat menghambat
pertumbuhan bakteri tersebut secara spesifik in vitro
dalam larutan 1 ppm. Selanjutnya ditambahkan bahwa
kurkumin diduga merupakan senyawa yang ideal untuk pe
ngobatan infeksi yang disebabkan oleh jenis-jenis bak
teri stapilokokus.
22
Karena kurkumin adalah suatu persenyawaan fenolik,
maka mekanisme kerjanya sebagai antimikrobe akan mirip
dengan sifat persenyawaan fenol lainnya. Pelozar et al.
(1977) menyatakan bahwa senyawa fenol mungkin memati
kan mikrobe dengan cara mendenaturasikan protein sel,
dan merusak membran sel. Suatu jenis persenyawaan fe
nol yang sangat bakterisidal yaitu heksilresorsinol,
bekerja sebagai antimikrobe dengan cara menurunkan te
gangan permukaan.
Persenyawaan fenol sebagai desinfektan bersifat
aktif terhadap sel vegetatif bakteri, tetapi tidak ak
tif terhadap spora lilakteri. Persenyawaan ini bersifat
fungisidal dan antivirus. Keaktifannya menurun dengan
adanya pengenceran, kecuali heksakhlorofan (suatu bis
fenol); keaktifan ini juga berkurang akibat reaksi de
ngan berbagai senyawa organik lain. Persenyawaan fenol
menunjukkan keaktifan tertinggi pada pH asam (Hugo and
Russel, 1981).
Hugo and Russel (1981) juga menuliskan bahwa subs
titusi dengan alkil dan halogen pada persenyawaan fenol
dapat meningkatkan aktifitas antibakterinya; mengu
rangi kelarutannya dalam air, sifat kaustik (seperti
sabun) , dan sifat toksiknya. Persenyawaan bis-fenol
pada umumnya lebih aktif daripada yang monofenol.
23
E. BAKTERI
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu de
ngan dinding sel yang kaku. Diameter bakteri sejati
(Eubacteria) biasanya tidak lebih dari 2 - 3 mikron;
bersifat motil bila berflagela, prokariotik dan umumnya
berkembang biak dengan membelah diri (Pelczar et al.,
1977).
Pelczar et al. (1977) menuliskan bahwa dunia bak
teri sangat beraneka ragam, baik bent uk morfologi mau
pun sifat fisiologisnya. Dalam hal memproduksi enersi,
bakteri ada yang bersifat ototrof dan heterotrof. Bak
teri ototrof yang dapat memanfaatkan sinar matahari se
bagai sumber enersinya disebut bakteri tingkat tinggi,
sedangkan sisanya merupakan bakteri sejati (true bacte
ria).
Berdasarkan sifat atau komponen dinding selnya,
bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif. Perbedaan pokok dari kedua
macam bakteri tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Di dalam "Bergey's Manual of Determinative Bacte
riology" edisi ke-8, dunia bakteri dibagi menjadi 19
bagian. Perbedaan dari bagian-bagian ini meliputi
struktur morfologi, sifat gram, sifat fisiologis, dan
sifat genetis dari bakteri tersebut.
Salmonella gallinarum dan Escherichia coli merupa
kan bakteri gram negatif berbentuk batang dan tidak
24
membentuk sp~ra. Kedua macam bakteri ini bersifat fa-
kultatif anaerob. Streptococcus faecalis dan St.aphylo
coccus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk
kokus, sedangkan Bacillus subtilis dan Lactobacillus -
acidophilus merupakan bakteri gram positif berbentuk
batang. S. faecalis dan !!. acidophilus merupakan bak
teri asam laktat (Anonimous, 1974).
Tabel 4. Perbedaan antara bakteri gram positif dan gram negatif*)
Karakteristik Perbedaan relat1f Gram positif Gram negatif
1- Komposisi dinding lipid rendah lipid tinggi sel ( 1 - 4 %) ( 11 - 22 %)
2. Ketahanan terhadap kurang tahan lebih tahan penisilin
3. Penghambatan oleh nyata kurang meng-zat pewarna basa hambat
4. Ketahanan pada lebih tahan kurang tahan kerusakan fisik
*) Pelczar et al. (~ 977)
III. BAHAN DAN METODE PENELITIM~
A. BAHAN
Bakteri
Bakteri yang digunakan terdiri dari 6 jenis yang
diperoleh dalam bentuk bakteri kering beku (liofil) da
ri Balai penelitian Penyakit Hewan (Bakitwan), Bogor.
Keenam jenis bakteri tersebut adalah:
- Staphylococcus aureus (Neotype strain)
Culture Collection (BTCC) No.6, tanggal Bogor Type
kultur:1982.
- Streptococcus faecalis (Andrewes and Horder); BTCC No. 10, tanggal kultur:Juni 1982.
- Salmonella gallinarum (Klein) Bergey et al.; BTCC No. 40, tanggal kultur:Desember 1982.
- Escherichia coli (strain Macleod); BTCC No. 647, tanggal kultur:1983.
- Bacillus subtilis (strain Marburg);
BTCC No. 25, tanggal kultur:1982.
- Lactobacillus acidophilus (strain Scav);
BTCC No. 578, tanggal kultur:Maret 1983.
Media
Komposisi media cair yang digunakan terdiri dari
8 gram nutrient broth (DIFCO 0003), 5 gram glukosa
(Wako Pure Chemical Industries, Japan), dan 1 liter air
destilata.
Media padat untuk menghitung koloni adalah Plate
Count Agar (PCA) DIFCO 0479.
Larutan Pengencer
Untuk pengenceran suspensi bakteri digunakan pe
ngencer berbufer fosfat dengan pH 7 (Fardiaz, 1982).
Bubuk Kunyit
26
Rimpang kunyit segar jenis rimpang jari diperoleh
dari Pasar Bogor. Rimpang segar ini selanjutnya diolah
menjadi bubuk kunyit (75 mesh), disimpan di dalam wadah
yang tertutup rapat dan tidak tembus cahaya.
Alat-Alat
Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini se
bagian besar diperoleh dari Laboratorium BPPHP - IPB,
dan sebagian lagi dari Laboratorium Pusbangtepa - IPB,
Bogor. Alat-alat tersebut antara lain: "Clean Bench"
(ruang aseptik yang dilengkapi dengan lampu UV dan
penghembus udara steril), inkubator, oven untuk steri
lisasi kering, inkubator b'ergoyang, "test tube shaker",
otoklaf, "Spectronic 20" (Bausch & Lomb), lemari es,
pH-meter, mikroskop, "Colony counter", cawan petri,
erlenmeyer, tabung reaksi, neraca analitik, pipet biasa,
"Finn pipette", oven pengering, "golf stick" (spreader),
pipet injektor, jarum Ose, gergaji ampul, "Alumunium -
foil", gelas ukur, corong, kertas saring (Toyo Filter
Paper 15 Cm No.1; qualitative, by Toyo Roshi Co., LTD,
Tokyo), dan peralatan penunjang lainnya.
27
Untuk menggiling rimpang kunyit kering hingga men-
jadi bubuk kunyit, digunakan "Hammer Mill" (Pilot Plant
Engineering & Equipment, west Germany) dan "Plate Grind
ing ~jachine" (Vibra machinen fabrik). Kedua alat ini
milik Pusbangtepa - IPB.
B. METODE PENELITIAN
Pembuatan Bubuk Kunyit.
Rimpang segar diolah menjadi bubuk kunyit dengan
prosedur sebagai berikut:
Rimpang segar (rimpang jari)
! Dicuci sampai bersih
! Dikukus sampai agak lunak (30 menit)
! Dibelah membujur (menjadi 2 bagian)
! Dijemur (sampai kering)
! Digiling dengan "Hammer Mill" (40 - 60 mesh)
l Digiling lagi dengan "Plate Grinding Machine" (sampai 75 mesh)
~ Bubuk kunyit
~ Disimpan di dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya
Gambar 3. Skema cara pembuatan bub uk kunyit
28
Aktifasi Liofil
Aktifasi liofil dimaksudkan untuk mengaktifkan
bakoeri kering beku sehingga siap dipakai untuk peneli-
tian. Pekerjaan ini meliputi pemecahan ampul, pemin-
dahan ke media cair, media padat, dan inkubasi pada su
hu 37°C selama 24 jam. Basil inkubasi selanjutnya di-
pindahkan pada Agar Miring, dan diinkubasikan pada su
hu 37°C, selama 24 jam; selanjutnya digunakan sebagai
inokulan pada penelitian ini (Gambar 4).
Liofil
1 d <::i Digergaji secara aseptik
dan dipatahkan '. 1 (J / 'T~b'l.n k.p", poli.,_
t! / TMi ''''M .- oUr
~ 0 Pemindahan bakteri ke media
boa my.! cair dan media pada t
'; 1 Inkubasi (37°C; 2J. jam)
1 Penggoresan pada Agar Miring (PCA)
1 Stok bakteri yang siap di~an (disimpan pada suhu 4 - 5 C)
Gambar 4. Aktifasi liofil
29
Persiapan Medium
1. Medium Untuk Pengamatan Viabilitas Sel
Bubuk kunyit ditimbang dengan neraca analitik,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan me-
dium cair sehingga konsentrasinya berturut-turut 0,
2, 4, dan 7 gram per liter medium cairo Medium ke
mudian disterilkan (120°C; 15 menit). Medium yang
sudah steril didinginkan (50 - 70°0) dan disaring
dengan kertas saring secara aseptik.
Filtrat yang diperoleh kemudian dipindahkan ke
dalam erlenmeyer ukuran 300 ml, masing-masing seba-
nyak 100 ml. Media ini sekaligus dibuat rangkap dua
(ulangan I dan Ulangan II yang dilakukan bersamaan).
Secara sederhana persiapan media tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut:
Kegunaan o 2 4 7
Ulangan I
Ulangan II
2. Medium Untuk Turbimetri
Bubuk kunyit ditimbang dengan neraca analitik,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan
30
medium cair sehingga konsentrasinya berturut-turut:
0, 1, 2, 3, 5, 7, dan 9 gram per liter media cairo
Medium tersebut kemudian disterilkan (120oC; 15 me-
nit). Medium yang sudah steril tersebut didinginkan
(50 - 70oC) dan disaring dengan kertas saring seca-
ra aseptik.
Filtrat yang diperoleh kemudian dipindahkan ma-
sing-maSing sebanyak 5 ml dengan menggunakan injektor
(yang sudah disterilkan) ke dalam tabung-tabung re-
aksi bertutup yang sudah steril.
Sistematika pengisiannya adalah sebagai berikut:
Inokulan 0 1 2 3 5 7 9
Blanko 0 0 0 0 0 0 0
S. aureus 0 0 0 0 0 0 0
§.. faecalis 0 0 0 0 0 0 0
S. gallinarum 0 0 0 0 0 0 0
E. coli 0 0 0 0 0 0 0
B. subtilis ° 0 0 0 0 0 0
L. acidoEhilus 0 0 0 0 0 0 0
Pengamatan turbiditas dilakukan setelah waktu
inkubasi 18, 24, 48, dan 72 jam untuk semua bakteri
dan semua konsentrasi. Sehingga untuk seluruh pe-
ngamatan diperlukan tabung bertutup sebanyak (7 x 7)
x 4 = 196 buah. Masing-masing konsentrasi mempunyai
blanko tersendiri.
31 Persiapan Kul tur
1. Kultur Untuk Pengukuran Viabilitas Sel
Terlebih dahulu dibuat biakan agar miring baru,
yaitu menggoreskan biakan dari stok bakteri pada
agar miring yang masih baru, dan diinkubasikan pada
suhu 370 C selama 24 jam. Jadi biakan tersebut meru-
pakan aktifasi awal dari stok bakteri yang telah di
o simpan pada suhu 4 - 5 C.
Dari biakan tersebut diambil 1 mat a Ose dan di-
inokulasikan pad a media cair di dalam tabung reaksi.
Tabung ini berisi 5 ml media cairo Selanjutnya ta-
bung yang sudah diinokulir ini diinkubasikan di da
lam inkubator bergoyang (120 rpm) selama 18 jam pada
suhu 37°C.
Kultur goyang ini kemudian diinokulasikan ke
dalam medium yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Jumlah inokulan diatur sedemikian rupa sehingga di-
peroleh konsentrasi awal pada medium tersebut seki
tar 104 - 105 sel/ml.
Berdasarkan penelitian pendahuluan, ternyata
langkah-langkah pada Gambar 5 memberikan konsentrasi
bakteri awal sekitar 104 - 105 sel/ml.
Untuk bakteri-bakteri yang lain juga mengikuti
prosedur yang sarna. Medium yang sudah diinokulasi
tersehut diinkubasikan secara statik dan dilakukan
penghitungan jumlah bakteri dengan pencawanan.
I 0.1 'lIll
o 00 00 0 0
o 0 o 0 000
o 0 a 0 o 0 0 0
o 0 & 0 0 0 0 0 0 o exPO 0>
stok bakteri
1 Biakan agar miring baru
1 Inokulasi medium cair
1 Kultur goyang (37°C; 18 jam)
Pengenceran 10-2
Inokulasi media cair di dalam erlenmeyer (masing-masing 0.1 ml)
1 Inkubasi statik (37°C; 0, 24, 48, dan 72 jam)
1
32
\)0 0 0 o Perhitungan jumlah koloni
Gambar 5. Persiapan kultur untuk analisa viabilitas sel
33
2. Kultur Untuk Pengukuran Turbidimetri
Masing-masing bakteri dari biakan agar miring
segar diambil satu mata Ose dan diinokulasikan ke
dalam medium cair di dalam tabung reaksi. Tiap ta
bung berisi 5 ml medium cairo Kemudian keenam ta
bung yang sudah diinokulasi tersebut diinkubasikan
di dalam inkubator bergoyang selama 18 jam pada 37°C.
Setelah inkubasi, masing-masing biakan di dalam
tabung itu diambil sebanyak 0.1 ml dan dimasukkan ke
dalam 100 ml pengencer. Sesudah dikocok merata, ma
ka dari masing-masing bakteri ini diinokulasikan se
banyak 0.1 ml ke dalam tabung-tabung yang berisi me
dia sesuai dengan sistematika pada persiapan medium.
Tabung-tabung yang sudah diinokulasi maupun yang
tidak diinokulasi (blanko) diinkubasikan dalam keada
an statik pada 37°C, dan pengukuran "optical density"
(OD) dilakukan setelah 18, 24, 48, dan 72 jam inku
basi, yaitu dengan terlebih dahulu dikocok dengan
"test tube shaker". Nilai OD pada 0 jam dianggap O.
Karena absorbsi maksimum dari larutan kurkumin
adalah pada panjang gelombang 425 nm (Krishnamurthy
et al., 1976), maka untuk pengukuran OD dipakai pan
jang gelombang 660 nm supaya absorbsi oleh zat warna
kunyit minimum, sehingga dapat diharapkan bahwa peru
bahan nilai OD hanya diakibatkan oleh perubahan keke
ruhan (perubahan jumlah sel bakteri).
0 ·5 V,) 0
A
Stok bakteri
1 Biakan agar miring baru
1 Inokulasi medium cair
1 Kultur goyang (37°C; 18 jam)
j Pengenceran
1 Inokulasi pada medium
34
di dalam tabung bertutup
1 Ink/?-basi statik (37 c; 18, 24, 48, dan 72 jam)
1 Pengocokan dengan "test tube shaker"
1 Pengukuran OD dengan Spectronic 20 (A = 660 nm)
Gambar 6. Persiapan kultur untuk analisa turbidimetri
35 Analisa
Analisa yang digunakan untuk menilai efek penambah
an bubuk kunyit terhadap pertumbuhan keenam jenis bak
teri itu adalah viabilitas sel. Viabilitas sel terse
but dicerminkan oleh jumlah koloni yang terbentuk tiap
ml suspensi bakteri di dalam medium pada berbagai pe
riode inkubasi (0, 24, 48, dan 72 jam). Pencawanan pa
da inkubasi 0 jam ditujukan untuk melihat jumlah bakte
awal (sesaat setelah diinokulasi).
Pencawanan dilakukan dengan cara penyebaran
(spread plate method). Sebanyak 0.1 ml suspensi bakte
ri disebarkan di atas permukaan agar cawan yang sudah
beku dengan menggunakan "golf stick" (spreader) dari
kaca. Pengenceran suspensi dibuat sedemikian sehingga
jumlah koloni yang terbentuk pada agar cawan terletak
di antara 30 - 300. Perhitungan jumlah koloni dilaku
kan setelah inkubasi pada 370 C selama 24 jam dengan
menggunakan metode standar yang ditulis oleh Fardiaz
(1982) .
Khusus untuk ;g. subt.ilis setelah dilakukan penye
baran, juga diberi "overlay" dengan media yang sarna se
tebal + 3 mm. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh
koloni yang kompak (tidak menyebar) sehingga memudah
kan perhitungan.
Analisa turbidimetri hanya merupakan analisa pe
nunjang yang dalam batas-batas tertentu masih dapat di
gunakan untuk mendukung analisa viabilitas sel.
IV.
HA
S IL
DAN PEJVlBAHASAN
A.
HA
SIL H
asil
uji
via
bilita
s sel
din
yata
kan
se
bag
ai
Laju
Pertu
mb
uh
an S
pesifik
(L
PS
) y
ang
meru
pak
an h
asil
bag
i
dari
log
aritm
a
jum
lah sel
ak
hir
den
gan
lo
garitm
a
jum
lab
sel
awal
selama
perio
de
wak
tu te
rten
tu.
Un
tuk
le
bih
je
lasn
ya d
ap
at
diru
mu
skan
se
bag
ai
berik
ut:
log
(ju
mlah
se
l/ml)
pad
a p
erio
de
t LPS
=
log
(ju
mlab
se
l/ml)
pad
a p
erio
de
0 (aw
al)
Misaln
ya LPS
pad
a 24
jam =
1
, b
era
rti ju
mlah
b
ak
teri y
ang
hid
up
p
ada
24 jam
itu
sarna d
eng
an
jum
lah
bak
-
teri
pad
a jam
ke-O
(se
saat
sete
lah
in
ok
ula
si). Ja
di
bak
teri
terse
bu
t b
era
da
dalam
k
eadaan
sta
tik.
Perio
de w
aktu
yan
g d
iam
ati
un
tuk
u
ji v
iab
ilitas
sel
ad
ala
h:
0,
24
, 4
8,
dan
72
jam.
Hasil
perh
itun
gan
jurn
lah k
olo
ni
rneru
pak
an ra
ta-ra
ta d
ari
du
a k
ali
ula
ng
an,
dirnana m
asing
-rnasin
g
ulan
gan
d
ian
alis
a se
cara
d
up
lo.
Via
bilita
s S
el
1.
Stre
pto
co
ccu
s fa
ecal is
Pad
a 24
jam
pertarn
a te
rny
ata
k
on
sen
trasi
bubuk
ku
ny
it sa
ng
at
berp
eng
aruh
te
rhad
ap
LPS b
ak
teri
ini.
LPS p
ada
ko
nse
ntra
si k
un
yit
2 gil
ham
pir
sarna d
eng
an
LPS k
on
trol
(ko
nse
ntra
si k
un
yit
=
0 g
il). T
eta
pi
de
ng
an
4 g
il su
dah
terh
arnb
at p
ertum
bu
han
ny
a (G
ambar
7).
LPS
2.0
1;5
peri
od
e w
aktu
in
ku
basi
(j
am)
Gam
bar
7.
His
tog
ram
hub
unga
n la
ju p
ertw
nb
ull
an s
pesi
fik
§..
:L:a
ecal
is
dong
an p
erio
de
wak
tu i
rueu
bas
iny
a
Ko
nse
ntr
asi
bubu
le
ku
ny
it
(J;;
/l)
~: 0
0
: 2
/,
.:4
~:'7
VJ
--J
38
Dengan bertambahnya waktu inkubasi (48 dan 72
jam) terlihat bahwa LPS kontrol terus menurun, demi
kian juga LPS pada konsentrasi kunyit 2 gil. Seba
liknya pada konsentrasi yang semakin besar menunjuk
kan aktifitas pertumbuhan yang nyata pada bakteri
tersebut.
Diduga bahwa selama periode 24 - 72 jam, bakte
ri yang tumbuh pada medium kontrol dan medium yang
mengandung kunyit dalam jumlah kecil (2 gil) telah
memasuki fase kematian, sedangkan yang turnbuh pad a
kunyit 4 gil atau 7 gil masih berada dalam fase 10-
garitmik. Keadaan ini menunjukkan bahwa adanya bu
buk kunyit dengan konsentrasi 4 gil atau 7 gil ber
sifat memperpanjang fase lag bakteri tersebut.
Mungkin fase adaptasi ini akan semakin panjang de
ngan semakin tingginya konsentrasi bubukkunyit.
2. Staphylococcus aureus
Dari Gambar 8 terlihat bahwa pada 24 jam inku
basi, adanya kunyit bersifat menghambat pertumbuhan
bakteri ini. Semakin tinggi konsentrasi kunyit, ma
ka semakin besar pula daya hambatnya. Keadaan ini
berlangsung relatif sarna sampai 48 jam inkubasi.
Tetapi pada 72 jam inkubasi, terlihat bahwa
LPS bakteri yang tumbuh pada medium yang mengandung
kunyit lebih besar daripada LPS bakteri yang tumbuh
pada medium kontrol.
LPS
2.0
1.5
peri
od
e w
aktu
in
ku
basi
(j
am)
Gam
baI'
8.
lIis
tog
ram
hub
unga
n la
ju p
,ert
wnb
uhan
sp
esif
ik g
. au
reu
s d
eng
an p
er:L
ocie
wak
tu i
nk
ub
asin
ya
Ko
nse
ntr
asi
bubw
{ k
un
yit
(g
il)
~:o
D:
2 .:1+
~: 7
'-'"
co
40
3. Salmonella gallinarum
pada 24 jam pertama, konsentrasi bubuk kunyit
sebesar 2 gil tidak mempengaruhi pertumbuhan bakte
ri ini, tetapi pada konsentrasi 4 gil at au 7 gil
terhambat pertumbuhannya. Pada periode waktu inku
basi yang lebih lama, adanya kunyit justru bersifat
stimulator bagi S. gallinarum (Gambar 9).
4. Escherichia coli
Bakteri ini sangat tahan terhadap kunyit, per
tumbuhannya baru terhambat dengan konsentrasi bubuk
kunyit 7 gil pad a 24 jam inkubasi. Pada inkubasi
48 jam, adanya kunyit hampir tidak mempengaruhi per
tumbuhannya. Dan pada 72 jam inkubasi ternyata via
bilitas bakteri yang tumbuh pad a medium yang mengan
dung kunyit justru lebih besar daripada viabilitas
bakteri yang tumbuh pada medium kontrol (Gambar 10).
5. Bacillus subtilis
Konsentrasi bubuk kunyit sebesar 2 gil sudah
bersifat bakterisidal bagi bakteri ini. Hal ini
terlihat dari Gambar 11. Sampai inkubasi 72 jam
tidak terlihat adanya kehidupan dari bakteri pemben
tuk spora ini, sedangkan bakteri yang tumbuh pada
medium kontrol relatif konstan LPS nya selama perio
de inkubasi. Ternyata bahwa B. subtilis sangat sen
sitif terhadap kunyit.
LPS 2.0
1.5
:-
24
48
72
peri
od
e u
aktu
in
ku
bn
si
(jam
)
Gam
bar 9
. H
isto
gra
m h
ub1.
U1g
an l
aju
per
tUln
buha
n sp
esi
fik
2'
gall
inarw
n
denG
an
per
iod
e ;m
ktu
in
ku
bas
iny
a
Ko
nse
ntr
asi
bubu
le k
un
yi t
(g
il)
~: 0
0
: 2
g:
4 1m
: 7
+- ~
LPS
2.0
1.5
T
~:=J
illl
""ro
J _ .
.c~
_ III
IIIIII
~I.
~
!1II11
11~B%1
24
48
72
per
iod
e w
aktu
in
ku
bas
i (j
am)
Gam
bar
10
. H
isto
gram
hub
unga
n la
ju p
ert
umbu
han
s.pe
sifD
c 1:;
. co
li
deng
an p
erio
ds
wak
tu l
lllc
ubas
inya
Ko
nse
ntr
asi
bubu
k k
un
yit
(g
il)
~: 0
0
: 2
OJ: 4
~: 7
.,.,.
[\)
LPS
2.0
1.5
T
~
~
~ ..
, ,
, 24
48
72
p
eri
od
e w
aktu
in
ku
basi
(j
am)
Gam
bar
H·
His
tog
ram
hub
tUlg
an l
aju
per
tum
bu
ban
sp
esi
fik
B.
su
bti
lis
deng
an p
erio
de
wak
tu i
nlm
bas
iny
a -
Ko
nse
ntr
asi
bubu
k k
un
yit
(g
il)
~: 0
0
: 2
1]:
4 m:
7 +>
v
J
44
6. Lactobacillus acidonhilus
Selama periode inkubasi ternyata adanya kunyit
sebesar 2 gil sudah bersifat bakterisidal bagi bak
teri tersebut. Meskipun demikian mikrobe ini lebih
tahan terhadap kunyit bila dibandingkan dengan
B. subtilis (LPS ~. subtilis = 0; LPS~. acidophi
lus sekitar 0.64). Hal ini dapat terlihat jelas
dengan membandingkan Gambar 11 dan 12.
Turbidimetri
Hasil pengukuran turbidimetri dari ~. faecalis,
S. aureus, ~. gallinarum, dan E. coli memperlihatkan
pola peningkatan nilai OD dengan semakin lamanya inku
basi pad a masing-masing konsentrasi kunyit (pada selang
2 gil - 9 gil).
Sebaliknya nilai OD dari L. acidophilus dan
B. subtilis memperlihatkan pola yang konstan (OD = 0)
pada selang konsentrasi bubuk kunyit 2 gil - 9 gil.
Kunyit pada konsentrasi rendah sekali (1 gil) ber
sifat meningkatkan nilai OD pada semua jenis bakteri
yang dicoba dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Di
duga pada konsentrasi ini kunyit bersifat memacu per
tumbuhan semua jenis bakteri yang digunakan di dalam
penelitian ini (Tabel 5).
Kenaikan nilai OD pada S. faecalis, S. aureus,
S. gallinarum, dan ~. coli hanya menunjukkan pertumbuh
an yang semu. Sebab hasil uji viabilitas tidak
LPS
2.0
1.0
0.5
24
4B
72
peri
od
e w
aktu
in
ku
basi
(j
am)
GW
llbar
1
2.
His
tog
rwn
hu
bu
ng
an l
aju
per
tum
bu
ban
sp
esif
ik )
;,. acidop~ilus
den
gan
peri
od
s \l
aktu
in
lru
basi
ny
a
Ko
nso
ntr
asi
bub
w(
ku
ny
it
(gil
) ~: 0
D
: 2
U:
4 ~: 7
-P
o V
l
46
Tabe15 • Hasil pengama.:tan nilai OD pads. pengukuran turbidimetri
Bakteri inkubasi bubuk kunyit (gil) (jam)
0 1 2 .3 5 7 9
18 0.39 0.52 0.15 0.01 0 0 0
24 0 • .38 0.55 0.54 0.17 0 0 0 §.. faecalis
48 0.35 0.59 0.60 0.58 0.50 0.50 0 • .31
72 0.40 0.62 0.64 0.63 0.57 0.56 0.51
18 0.38 0.51 0 • .36 0.04 0 0 0
24 0.37 0.56 0.52 0.34 0.02 0 0 ~. aureus
48 0.36 0.63 0.60 0.54 0.46 0.44 0.35
72 0.40 0.65 0.62 0.57 0.53 0.5.3 0.50
18 0.08 0.10 0 0 0 0 0
24 0.09 0.12 0.01 0 0 0 0 ~. gallinarum 48 0.09 0.14 0.01 0.01 0.10 0.09 0.07
72 O.ll 0.14 O.ll 0.10 0.1.3 0.12 0.15
18 0.42 0.51 0.12 0 0 0 0
24 0.37 0.55 0.53 0.1.3 0 0 0 ];. coli 48 0.37 0.58 0.60 0.58 0.47 0.49 O.ll
72 0.39 0.60 0,66 0.63 0.57 0.56 0.49
18 O.ll 0 0 0 0 0 0
24 0.14 0.04 0 0 0 0 0 ~. subtilis
48 0.16 0.57 0 ·0 0 0 0
72 0.21 0.64 0 0 0 0 0
18 0.12 0.01 0 0 0 0 0
24 0.13 0.01 0 0 0 0 0 1. acidophilus 48 0.10 0.25 0 0 0 0 0
72 0.14 0.20 0.01 0 0 0' 0
47
menunjukkan kenaikan LPS yang berarti bagi keempat je
nis bakteri tersebut, bahkan pada 24 jam inkubas~ semua
jenis bakteri terhambat pertumbuhannya dengan adanya
bubuk kunyit 2 gil - 7 gil.
Jadi dalam hal ini kenaikan nilai OD bukan meru
pakan indikator terjadinya kenaikan viabilitas sel.
Nilai OD hanya men~~jukkan tingkat kekeruhan. Kekeruh
an ini dapat diakibatkan oleh sel yang sudah mati mau
pun oleh sel yang masih hidup.
Meskipun analisa turbidimetri ini hanya merupakan
analisa penunjang, namun pola nilai OD-nya dapat mem
berikan petunjuk sifat bakterisidal kunyit pada suatu
bakteri tertentu.
Bakteri-bakteri yang mati karena adanya kunyit
(1. acidophilus dan ~. subtilis) rnernberikan pola OD
yang konstan dan bernilai nol atau mendekati nol sela
rna periode waktu inkubasinya. Sebaliknya bakteri-bak
teri yang hanya terharnbat pertumbuhannya ~~tuk semen
tara waktu saja, rnenunjukkan pola OD yang meningkat
dengan makin lamanya waktu inkubasi (Tabel 5).
Nilai pH Medium
Pengukuran pH medium pad a setiap konsentrasi bu
buk kunyit menunjukkan bahwa pH medium menurun dengan
bertarnbahnya konsentrasi bubuk kunyit (Tabel 6).
Tabel 6. pH medium pada berbagai konsentrasi bubuk kunyit
Bubuk kunyit ( gil) pH medium*)
0 6.76 1 6.67 2 6.66
3 6.63
5 6.59 7 6.55 9 6.45
*) Rata-rata dari 3 kali ulangan
B. PEMBAHASAN
48
B. subtilis dan ~. acidonhilus merupakan bakteri
gram positif berbentuk batang. Adanya bubuk kunyit se
besar 2 gil sudah bersifat bakterisidal bagi kedua je-
nis bakteri tersebut, dimana efek bakterisidal ini sa-
ngat nyata pada B. subtilis. Hal ini sesuai dengan
yang dilaporkan oleh Shelef et al. (1980) bahwa "rose-
mary", "sage", dan "allspice" lebih bersifat mengham-
bat bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif,
dan ditambahkan pula bahwa Bacillus lebih sensitif da-
ripada Lactobacillus.
Keempat macam bakteri gram positif yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu gram positif berbentuk batang dan gram positif
kokus. Gram positif kokus (£. faecalis dan £. aureus)
lebih tahan terhadap kunyit dibandingkan golongan
49
bakteri gram positif berbentuk batang. Bahkan pada
periode wakeu inkubasi yang lebih lama, adanya kunyit
justru bersifat stimulaeor bagi kedua jenis bakteri
kokus tersebut. Kenyataan ini mU11gkin bisa disesuai
kan dengan yang ditulis oleh }<'razier and Westhoff
(1978) bahwa bakteri bentuk kokus lebih tahan terhadap
pemanasan daripada bakteri bentuk batang (dalam keada
an sel vegetatifnya).
Dengan melihat hasil penelitian beberapa peneliti
(Zaika and Kissinger, 1981; Ingolf and Skjelkvale,
1982) dan dari laporan Ramprasad and Sirsi (1956), ma
ka dapat diperkirakan bahwa sifat stimulator pada ku
nyit disebabkan oleh residu bubuk kunyit (komuonen bu
buk kunyit selain kurkumin dan minyak atsirinya).
Residu bubuk kunyit sebagian besar akan berupa
karbohidrat yang terdiri dari komponen yang larut air
(gula-gula sederhana) dan komponen yang tidak larut
air (pati, dekstrin, serat kasar dan lainnya). Zaika
and Kissinger (1981) menyatakan bahwa sifat stimulator
pada "oregano" disebabkan oleh komponen yang hanya se
dikit larut di dalam air.
Vitamin dan mineral merupakan komponen minor dari
bubuk kunyit (Tabel 1). Komponen vitamin seperti nia
sin, thiamin, riboflavin, dan vitamin A relatif stabil
selama pemanasan (Bender, 1978). Selain itu juga su
dah diketahui bahwa jenis-jenis vitamin dan ion logam
50
~erten~udiperlukan sebagai ak~ifator beberapa jenis
enzim di dalam metabolisme sel (Pelczar et al., 1977).
Oleh karena itu komponen logam dan vitamin dalam bubuk
kunyit ini juga dapat menyumbangkan efek stimulator
pada pertumbuhan bakteri.
Selama dipanaskan di dalam otoklaf, minyak atsiri
kunyit y~~g bertitik didih rendah akan menguap, sehing
ga mengurangi jUffilah minyak atsiri yang terdapat di da
lam medium. Keadaan ini juga merupakan salah satu fak
tor penyebab berkurangnya sifat antimikrobe kunyit.
Kurkurnin merupakan turunan diferuloil metan yang
tidak menguap dengan pemanasan (Purseglove et al.,
1981). Disamping itu, kurkumin juga merupakan suatu
bis-fenol, yaitu persenyawaan yang mempunyai dua einein
fenolik (Krishnamurthy et al., 1976). Oleh karena itu
efek antibakteri pada kunyit sebagian besar akan diten
tukan oleh kandungan kurkumin yang terdapat di dalam
media eair, dan untuk menjelaskan kerja kurkumin seba
gai antibakteri dapat dikaitkan dengan sifat-sifat fe
nol sebagai antirnikrobe.
Menurut Hugo and Russel (1981), persenyawaan bis
fenol pada umumnya lebih aktif sebagai antimikrobe da
ripada monofenol. Dan dikatakan pula bahwa persenyawa
an fenol paling aktif pada pH asam.
Dari hasil pengukuran pH medium, terlihat bahwa
pH medium semakin menurun dengan semakin tingginya
51
konsencrasi kunyit. Nilai pH tertinggi pad a medium
kontrol, yaitu 6.76 dan pH medium cerendah 6.45, yaitu
pada konsentrasi bubuk kunyit 9 gil. Dengan demikian
dari medium kontrol ke medium dengan konsentrasi bubuk
kunyit 9 gil cerjadi penurunan pH sebesar 0.31 satuan.
Dengan melihat pernyataan Hugo and Russel (1981), maka
penurunan pH ini, meskipun tidak seberapa, dapat men
jadi salah satu sebab meningkatnya sifat antimikrobe
pada bubuk kunyit. Jadi selain konsentrasi kurkumin
nya meningkat, juga menurunnya pH dapat lebih mengak
tifk~~ sifat antibakteri dari kurkumin, dengan asumsi
bahwa kurkumin bekerja sebagai antibakteri dengan cara
yang sarna dengan kerja bis-fenol lainnya.
I~enurut Conn and Stumpf (1976), dinding sel bak
teri gram positif akan bermuacan negatif sebagai aki
bat dari ionisasi gugusan fosfat dari "teichoic acid"
pada struktur dinding selnya. Di lain pihak dinyata
kan bahwa fenol adalah suatu alkohol yang bersifat
asam, oleh sebab itu fenol juga disebut asam karbolat
(Nur et al., 1981). Sebagai asam lemah, senyawa-senya
wa fenolik dapat terionisasi melepaskan ion H+, dan
meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Gu
gusan yang bermuatan negatif ini akan ditolak oleh din
ding sel bakteri gram positif yang secara alami juga
bermuatan negatif. Tetapi bila suasana reaksi tersebut
dalam keadaan asam, maka fenol sebagai asam lemah tidak
52
akan terdisosiasi; sehingga fenol secara keseluruh~~,
dalam bentuk molekulnya, akan lebih mudab melekat atau
melewati uinding sel bakteri gram positif. Keadaan
seperti ini juga yang merupakan salah satu sebab ter
hambatnya atau bahkan terbunubnya bakteri gram positif
oleh zat pewarna basa (basic dye).
Dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks
susunannya daripada dinding sel bakteri gram positif,
dan komponen utama dinding selnya adalah lipoprotein
dan lipopolisakarida (Conn and stumpf, 1976). Struk
tur dinding sel yang kompleks tersebut melindungi sel
bakteri dari berbagai macam zat-zat kimia yang bersi
fat racun bagi mikroorganisme tersebut. Oleh karena
itu beberapa desinfektan hanya efektif bagi bakteri
gram negatif dengan dosis yang lebih tinggi daripada
yang diberikan pada bakteri gram positif. Lapisan din
ding sel kompleks ini juga melindungi sel dari aktifi
tas benzilpenisilin dan lisozim (Hugo and Russel, 1981).
V. KES IMPULAN WiN SARAN
A. KES IMPULAN
Bubuk kunyit yang diocoklaf di dalam media cair
hanya bersifat bakterisidal pada beberapa bakteri ter
tentu saja.
Bubuk kunyit sebanyak 2 gil di dalam media cair
sudah bersifat bakterisidal bagi L. acidonhilus dan
B. subtilis. Dalam hal ini B. subtilis lebih sensitif
daripada ~. acidophilus.
Adanya bubuk kunyit mungkin hanya bersifat rnem
perpanjang fase lag dari bakteri: ~. faecalis,
~. aureus, S. gallinarurn, dan ~. coli.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap
bakteri-bakteri gram positif berbentuk batang, sehing
ga dapat dibuat pernyataan yang lebih umum tentang si
fat kunyit terhadap gOlongan bakteri ini. Penelitian
tersebut dapat dilakukan baik secara in vivo maupun
in vitro, mengingat hasil in vitro tidak selalu sarna
dengan hasil in vivo.
DAFTAR PUSTAKA
Al-delaimy and S .R. Ali. 1970. Antibacterial action of vege~able extracts on the growth of pathogenic bacteria. J. Sci. Food Agric. 21:110.
Anonimous. 1969. The Book of Spice. Livingstone Publishing Co., Wynnewood - Pennsylvania.
Anonimous. 1974. Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. 8th Edition. The Williams & Wilkins Co., Baltimore.
Anonimous. 1976. The Merck Index of Chemicals and Drugs. Merck and Co., Inc., Iii. Y .
Anonimous. 1977. Ma~eria Medika Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonimous. 1979. Penggunaan zat warna untuk bahan makanan/minuman di luar negeri dan Indonesia. Warta Konsumen, Jakarta, VI, 64:11.
Bender, A.E. 1978. Food ProceSSing and Nutrition. Academic Press Inc. (London) LTD.
Beuchat, L.R. 1976. Sensitivity of Vibrio parahaemolyticus to spices and organic acids. J. :B'ood Sci. 41 : 273 .
Bullerman, L.B. 1974. Inhibition of aflatoxin production by cinnamon. J. Food Sci. 39:1163.
Bullerman, L.B., F.Y. Lieu and S.A. Seier. 1977. Inhibition of growth and aflatoxin production by cinnamic and clove oils, cinnarnic aldehyde and eugenol. J. Food Sci. 42:1107.
Burkill, I.R. 1966. A Dictionary of the Economic Products of the Malay Peninsula. Vol. I, The ministry of agricultural and cooperatives, Kualalumpur.
Chittenden, F.J. 1951. Dictionary of Gardening. The Clarendon Press, Oxford.
Conn, E.E. and P.K. Stumpf. 1976. Outlines of Biochemistry, 4th Edition. John Wiley & Sons, Inc., Toronto.
55
Fardiaz, S. 1982. PenuncUll Praktek Laboratorium ~ikrobiologi pangan. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Frazier, W.C. and D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. T~lli Publishing Co., Ltd., New Delhi.
Guenther, E. 1952. The Essential Oils. D. Van Nostrand Rei~~old Co., N.Y.
Hawley, G.G. 1977. The Condensed Chemical Dictionary. Van Nostrand Reinhold Co., N.Y.
Hermana dan Winarno. ngan formalin.
1978. Masalah mengawetkan tahu deKompas: 25 MeL
Hugo, W.B. and A.D. Russel. 1981. Pharmaceutical Microbiology. Blackwell Scientific Publication, Oxford.
Ingolf, F.N. and R. Skjelkvale. 1982. Effect of natural spices and oleoresins on Lactobacillus plantarum in the fermentation of dry sausage. J. Food Sci. 47:1618.
Jacob, M.B. 1944. The and Food Products. Inc., N. Y.
Chemistry and Technology of Food Vol. I, Interscience Publication,
Johnson, M.G. and R.H. Vaughn. 1969. typhimurium and Escherichia coli freshly reconstituted dehydrated J. Applied Microbiol., 6:903.
Death of Salmonella in the presence of garlic and onion.
Jusuf, E. 1980. Analisis Kandungan Kurkumin pad a Rimpang Beberapa Jenis Curcuma dari Jawa. Thesis. Universitas Nasional, Jakarta.
Krishnarnurthy, N., A.G. Matthew, E.S. Nambudiri, S. shivashankar, Y.S. Lewis and C.P. Natarajan. 1976. Oil and oleoresin of turmeric. Tropical Science 18(1).
Kuhon, A. 1982. Perkembangan makanan dan minuman tradisional: Peragian ramuan beras kencur. Kompas 2 Mei.
Lovell, T.H. 1937. Bacter ic idal effect of onion vapors. J. Food Res. 2:435.
Lubis, S.H.A. 1976. Jenis-jenis curcuma, pendaya gunaan dan pelestariannya. Dalam Simposium obat tradisioRal I. Lembaga Biologi Naslonal-LIPI, Bogor, p. 3.
Munadjim. 1979. Kem~~gkinan Penggunaan Kurkumin Dari Kunyit Sebagai Indikator Dalam Pekerjaan Titrasi Asam BasE.. Dept. Perindustrian, Badan Penelitian dan pengembangan industri, EPK, Surabaya.
56
Nur, M.A., I''i. Sjachri dan K. Iskandarsyah. 1981. Kimia Dasar II. Bagian kimia, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pelczar, I'1.J., R.D. Reid and E.C.S. Chan. 1977. Microbiology. TMH Publishing Co., Ltd., New Delhi.
Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green and S.R.J. Robbins. 1981. Spices. Vol.2, Longman Inc., N.Y.
Ramprasad, C. and M. Sirsi. 1956. Indian medicinal plants: Curcuma longa - In vitro antibacterial activity of curcumin and the essential oils. Abstract. J. Sci. Ind. Res. 15C:239.
sastrapradja, S. 1977a. Sumber Daya Hayati Indonesia. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.
Sastxapradja, S. 1977b. Ubi-ubian. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.
Sastroamidjojo. A.S. 1965. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta.
Shankaracharya, N.B. logy of spices. 2:27, India.
and C.P. Natarajan. 1975. TechnoArecanut and Spices Bull. VII,
Shankaracharya, N.B. and C.P. Natarajan. 1977. Role of spices in health. J. Health Sci. (India), 111:99.
Shashikant, K.N., S.C. Basappa and V.S. Murthy. 1981. Studies on the antimicrobial and stimulatory factors of garlic (Allium sativum Linn.). J. Food Sci. and Technol. (India), 18:44.
Shelef, L.A., O.A. Naglik and D.W. Bogen. 1980. Sensitivity of some common food-borne bacteria to the spices sage, rosemary, and allspice. J. Food Sci. 41 :899.
Shih, A.L. and N.D. Harris. 1977. ty of selected antioxidants. 8: 520.
Antimicrobial activiJ. Food Protection,
Srimal, R.C. ru~d B.N. Dhawan. 1973. Pharmacology of diferuloyl methane (Curcumin), a non-steroidal antiinflammatory agent. J. Pharmac., 25:447.
Tampubolon, C.T. 1981. 'I'umbuhan Obat. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Waard, P.W.F. de and Thio Goan Loo. 1977. Agricultural, technological and economic aspects of some selected medicinal plants. In Proceedings 4 tt symposium pharmacology and chemistry of natural products. The state University of Leiden, Leiden, The Netherlands.
Webb, A.H. and F.W. Tanner. 1945. Effect of spices ru~d flavoring materials on growth of yeasts. J. }<'ood Res. 4; 273 •
Zaika, L.L. and J.C. Kissinger. 1981. Inhibitory and stimulatory effects of oregano on Lactobacillus plantarum and Pediococcus cerevisiae. J. Food Sci. 4b:1205.
57
Lampj.ran 1. Basil pengukuran viabili tas sel dan nilai OD st-r"eptocoCCllS faecalis
Bubuk kunyi t (gil) Hari
0 2 4 7
1 G* 8.0 x 108 7.2 x 108 8.3 x 107 3.8 x 107
OD** 0.32 0.49 0 0
2 C 2.5 x 108 1.5 x 108 5.8 x 108 5.1 x 108
OD 0.34 0.65 0.52 0.48
3 C 7.1 x 105 1.4 x 107 4.6 x 108 3.4 x 108
OD 0.40 0.67 0.58 0.55
Jumlab bakteri awal = 1.3 x 104 CFU/ml
c* = "Colony Forming Unit" (CFU/ml)
OD** = "Optical Density"
Lampiran 2. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD Staphylococcus aureus
Bubuk kunyi t (gil) Bari
0 2 4 7
1 C* ' a 1.0 x 10' 6.6 X 108 6.3 x 108 2.3 x 108
OD** 0.35 0.50 0.02 0
2 C 8.5 x 108 5.8 x 108 5.6 x 108 3.1 x 108
OD 0.36 0.66 0.54 0.49
3 C 1.9 x 108 4.9 x 108 4.4 x 108 3.0 x lO8
0.45 0.71 0.58 0.57
Jumlab bakteri awal = 2.3 x 104 CFU/ml
* dan ** : lihat Lampiran 1.
58
Lampirar, 3. HasE pengu..lcuran viabili tas sel dan nUai OD Salmonella gallinarurn
Bubuk kunyit (g/l) liari
0 2 4 7
1 C" 3.1 1: lOS 2.9 x lOS 4.S x 105 3.9 x 105
OD** 0.11 0.02 0.02 0.05
2 C 3.1 x lOS 4.0 x 108 4.2 x 108 3.6 x 108
OD O.ll 0.11 0.09 0.12
3 C 2.3 x 108 5.6 x 108 5.1 x lOS 4.7 x 108
0.10 0.16 0.23 0.28
Jumlah bakteri awal ~ 1.1 x 104 CFU/ml
* dan ** : lihat Lampiran 1.
Lampiran 4. Hasil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD Escherichia coli
Bubuk kunyit (g/l) Hari
0 2 4 7
, C* 8.1 x 108 S.5 x lOS 6.9 x lOS 1.1 x 108 .L
OD** 0.35 0.60 0.54 0.05
2. C S.l x 108 6.G x lOS 6.3 x 108 4.4 x lOS
OD 0.34 0.64 0.63 0.55
3. C 5.3 x 107 2.S x lOS 4.4 x 108 3.0 x 108
0.3S 0.67 0.68 0.59
Jumlah bakteri a.al = 1.S x 104 CFU/ml
* dan ** : lihat Lampiran 1.
59
L&~piran 5. Hasil pengukuran viabilitas se1 dan nilai OD Bacillus subtilis
Bubuk kunyit (gil) Hari
0 2 4
]. C* 7.0 x 107 101 101
OD** 0.16 0 0
2 C 3.2 x 107 101 101
OD 0.20 0 0
3 C 1.0 x 108 101 101
OD 0.23 0 0
Jumlah bakteri awal = 8.4 x 103
* dan ** = lihat Lampiran 1.
Lampiran 6. Hasil pengukuran viabili tas sel dan nilai OD
Lactobacillus acidophilus
Elibuk kunyi t (gil) Hari
0 2 4
7
101
0
101
0
101
0
7
1 C* o a X 108 5.2 x 102 4.7 x 102 1.3 x 102 .h/
OD** 0.17 0 0 0
" ~
4.6 X 102 4.] :x 102 2 C _ - .., ""U
5.1 X 10"-j.l. X .!.u
OD 0.16 0 0 0
3 C 3.0 X 108 3.4 X 102 3.0 X 102 3.0 X 102
OD 0.19 0 0 0
Jumlah bakteri a~al = 9.2 x 103 CFU/ml
* dan ** : lihat Lampiran 1.
60