Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Konsumen...
Transcript of Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Konsumen...
1
ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP
KONSUMEN TERHADAP BRAND EXTENSION MEREK SEDAAP
Eko Wibowo
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacava, Salatiga
The increasingly tight competition has led companies to be aware of
their brand meaning for a product successfulness. Brand extension becomes a
brand strategy which was evaluated as more effective and efficient. Most of
previous studies examined about a market leader product as their research object,
which now can be encountered in the market that several brands no longer
considered market had performed brand extension strategy at the time of
launching their latest products. This study had an objective to figure out the
customer attitude toward brand extension implemented by market product
follower. It was carried by measuring influence reputation, similarity,
innovativeness, and perceived risk on customer attitude toward brand extension.
This recent study used the Sedaap brand object which considered as the market
follower of Indomie. The Sampling technique was purposive sampling. For the
sample was 200 respondents and was processed by using multiple regression
analysis. As the sample criteria was customers who at least have consumed
noodle Sedaap and its extended products as many as 2 times in recent 6 months as
well as customers who are at least 15 years in age.
Partially, variables of reputation, similarity, innovativeness, and
perceived risk had positive influence on the brand extension done for Sedaap
brand in Salatiga. The most influential variable on brand extension was
similarity. Meanwhile, consumer innovativeness variable does not have significant
influence to attitude toward brand extension, which could be due to the
involvement of Sedaap’s noodle and ketchup products.
Keyword : reputasi merek, similarity, consumer innovativeness, perceived risk,
brand extension
PENDAHULUAN
Persaingan yang semakin ketat membuat perusahaan semakin menyadari
arti penting merek bagi kesuksesan sebuah produk. Aktivitas-aktivitas mengelola
merek meliputi penciptaan merek, membangun merek, memperluas merek untuk
memperkuat posisi merek pada persaingan menjadi sangat diperhatikan oleh
perusahaan (Kotler, 2008:285).
2
Brand extension yaitu strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan
untuk mengembangkan produk baru yang berbeda kategorinya dengan
menggunakan nama merek yang sama dengan nama merek produk sebelumnya
(Kotler, 2008:289). Strategi ini dinilai akan lebih efektif dan lebih efisien karena
memanfaatkan image merek produk sebelumnya atau memanfaatkan brand
recognition (nama merek yang sudah dikenal luas), sehingga konsumen tidak
asing dengan produk yang ditawarkan perusahaan (Rangkuti, 2004:143).
Penerapan strategi brand extension akan menghemat biaya iklan yang biasanya di
perlukan untuk mempromosikan produk baru tersebut pada konsumen (Kotler,
2008:290).
Penelitian Hem dkk (2001); Danibrata (2008); Khoiriyah (2008); Putranto
(2010); Dewa (2007), menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi sikap
konsumen terhadap brand extension antara lain similarity, reputation, perceived
risk dan innovativeness. Lye dkk (1990) serta Ningtyas dan Khoiriyah (2010),
menyatakan bahwa persepsi kualitas, mempengaruhi sikap konsumen pada produk
brand extension. Dewa (2007) menyatakan pengetahuan merek induk,
berpengaruh terhadap sikap konsumen akan brand extension. Kualitas jasa yang
dilakukan parent brand (service quality) (Martines dan Pina, 2005).
Peneliti tertarik meneliti variabel reputasi merek karena penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh John dkk (1998); Maheswaran (1998); Danibrata
(2008); Putranto (2010), menggunakan produk market leader sebagai obyek
penelitian mereka yang hasilnya reputasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap sikap konsumen. Reputasi merek produk market leader menurut
konsumen pasti bagus dengan asumsi produk market leader merupakan produk
terbaik di kategorinya dan pangsa pasarnya paling luas (Kotler dan Armstrong,
2008;283). Sehingga konsumen akan membangun sikap yang positif terhadap
produk market leader tersebut. Dalam penelitian ini peneliti tertarik meneliti
reputasi produk market follower karena market follower biasanya produk baru
yang konsumen belum terlalu mengenalnya. Produk market follower adalah
produk yang ingin memempertahankan pangsanya dalam sebuah industri tanpa
mengguncang pasar (Kotler dan Armstrong, 2008:282).
3
Peneliti tertarik meneliti variabel similarity karena masih jarang penelitian
yang meneliti similarity dari kesamaan kategori produk. Penelitian sebelumnya
Dewa (2007); Danibrata (2008); Aaker dan Keller (1990); Smith dkk (1992),
Khoiriyah (2008) yang meneliti variabel similarity fokus pada kesamaan kesan
merek. Hasil penelitian terdahulu adalah kesamaan brand assosiasion
berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap konsumen akan brand
extension. Dalam penelitian ini peneliti tertarik meneliti ulang variabel similarity
namun berfokus pada kesamaan kategori produk karena menurut Hem dkk (2001)
semakin tinggi tingkat kemiripan kategori produk maka konsumen akan semakin
menerima produk hasil perluasan.
Peneliti tertarik meneliti variabel innovativeness karena masih jarang
penelitian tentang brand extension yang meneliti produk fast moving consumer
goods. Penelitian terdahulu Khoiriyah (2008); Martinez dan Pina (2005); Riel dkk
(2001); Phang (2004); Kusuma (2011); Nijseen (1995); Allard (2005); Free
(1996); Ningtyas dan Khoiriyah (2010) yang meneliti brand extension perusahaan
jasa menghasilkan innovativeness berpengaruh positif dan signifikan terhadap
sikap konsumen akan brand extension. Putranto (2010); Pina dkk (2010); Milberg
(2010); Gurhan-anli dan Maheswaran (1998); Boush dan Loken (1991); Park dkk
(1991); Jun dkk (1999); Barone dkk (2000); yang meneliti brand extension
durable goods menghasilkan innovativeness berpengaruh positif dan signifikan
terhadap sikap konsumen akan brand extension. Peneliti tertarik meneliti variabel
innovativeness untuk melihat apakah variabel innovativeness berpengaruh
terhadap sikap konsumen akan brand extension untuk produk fast moving
consumer goods.
Peneliti tertarik meneliti ulang variabel perceived risk karena penelitian
terdahulu Havlena dan Desarbo (2007) menyatakan perceived risk berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap sikap konsumen dalam mengevaluasi produk baru.
Kebanyakan orang percaya bahwa merek yang sudah terkenal oleh konsumen
dapat mengurangi resiko. Lainya halnya dengan penelitian Hem dkk (2001);
Khoiriyah (2008); Putranto (2010), mereka menyatakan perceived risk
berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand extension, semakin tinggi
4
resiko yang dipersepsikan konsumen akan membuat konsumen semakin menggali
informasi mengenai produk tersebut yang akhirnya akan menerima produk
perluasan, karena konsumen tidak terlalu mempermasalahkan resiko tetapi lebih
pada kebutuhan dan manfaat produk (Fajrianthi dan Farah, 2005). Terdapatnya
perbedaan arah pengaruhnya membuat peneliti tertarik untuk meneliti ulang
variabel tersebut.
Penelitian penelitian terdahulu yang meneliti sikap konsumen terhadap
produk brand extension mayoritas meneliti produk market leader sebagai obyek
penelitian mereka. John dkk (1998) meneliti Johnson & Johnson yang posisinya
sebagai market leader di kategori produk Farmasentika. Gurhan–canli dan
Maheswaran (1998) meneliti Sony dan Sanyo yang saat itu posisinya market
leader di kategori produk elektronik. Danibrata (2008) meneliti Pepsodent yang
posisinya sebagai market leader di kategori produk pasta gigi. Putranto (2010)
meneliti Levi‟s yang posisinya sebagai market leader di kategori produk celana
Jeans. Saat ini dapat ditemui di pasar beberapa merek yang bukan market leader
juga melakukan strategi brand extension saat memunculkan produk barunya,
antara lain ABC yang merupakan market follower dari Indofood di kategori
produk saos dan kecap meluncurkan produk sirup dengan merek ABC. Formula
yang merupakan market follower dari Pepsodent di kategori produk pasta gigi
meluncurkan produk sikat gigi dan moutwash dengan merek Formula. Melihat
fenomena tersebut maka peneliti tertarik meneliti sikap konsumen terhadap
produk brand extension yang dilakukan oleh market follower.
Merek Sedaap pertama kali meluncurkan Mie Sedaap pada bulan April
2003. Produk ini mampu merebut pangsa pasar yang sebelumnya di dominasi
Indofood dengan merek Indomie, Sarimi dan Supermi. Hanya dalam waktu dua
tahun mie Sedaap dapat merebut 15-20% pasar mie instant di indonesia. Setelah
sukses memasuki pasar mie instant nasional dengan merek mie Sedaap, kini
Wings Food mengeluarkan kecap yang di beri nama Sedaap. Strategi ini di lihat
para analis cukup berani karena mengingat diferensiasi produk kecap manis cukup
sulit, karena rasa dan warna kecap hampir sama. Sedaap dengan berani memasuki
5
pasar yang sebelumnya di dominasi oleh kecap Indofood, Bango dan ABC.
(http://ekonomi.kompasiana.com/marketing/2012/04/26/manisnya-kecap/).
Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam penelitian ini peneliti
tertarik untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi sikap konsumen
terhadap brand extension yang dilakukan Sedaap. Adapun manfaat dari penelitian
ini adalah secara teoritis diharapkan menjadi sumbangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang manajemen pemasaran tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap brand extension yang dilakukan oleh market follower. Serta
untuk mengetahui sikap konsumen terhadap brand extension. Selain itu,
diharapkan menjadi masukan bagi produsen Sedaap mengenai faktor-faktor yang
di pertimbangkan konsumen ketika membeli produk brand extension yang bisa di
jadikan pertimbangan perusahaan untuk mengambil keputusan jika perusahaan
ingin melakukan perluasan produk lain.
TINJAUAN LITERATUR
Brand Extension
Merek dapat didefinisikan sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau
desain, atau kombinasi dari semua ini yang memperlihatkan identitas produk atau
jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual untuk membedakan produk itu dari
produk pesaing (Kotler, 2008:275). Merek membantu konsumen mengenali
produk perusahaan dan merupakan sarana bagi perusahaan menetapkan segmen
pasar (Fajrianthi dan Zatul Farrah, 2005). Menurut Rangkuti (2004), merek
merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat, dan
jasa tertentu kepada pembeli. Konsumen cenderung akan memutuskan untuk
membeli sebuah produk yang mereknya sudah dikenal olehnya daripada sebuah
produk yang mereknya kurang terkenal atau bahkan tidak dikenal sama sekali
(Durianto dkk, 2001:54). Kesan merek yang muncul dalam ingatan konsumen
akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen
setelah mengkonsumsi merek tersebut, tingkat kesadaran merek yang tinggi akan
membuat merek tersebut terasa akrab dengan konsumen, yang dalam jangka
panjang akan menimbulkan rasa suka konsumen terhadap merek tersebut, dan
6
selanjutnya akan membuat merek tersebut selalu dirasakan kehadirannya oleh
konsumen dan akan membantu melekatkan asosiasi merek tersebut ke dalam
benak konsumen. Semua hal ini pada akhirnya akan mendorong terbentuknya
merek yang kuat atau yang sering disebut ekuitas merek. Jika suatu produk telah
memiliki ekuitas merek yang kuat, maka dengan mudahnya mereka dapat
mengembangkan mereknya melalui berbagai macam strategi salah satunya dengan
brand extention (Rangkuti, 2004).
Brand Extension menurut Kotler (2008:289), yaitu menggunakan nama
merek yang sudah ada untuk produk baru atau produk modifikasi dalam kategori
baru. Dari definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa brand extension merupakan
bagian dari strategi merek yang digunakan oleh perusahaan dengan cara
mengeksploitasi assetnya berupa merek yang sudah mapan di kategorinya dengan
memasukkan suatu kategori baru dan tujuan utamanya adalah untuk meraih
kesuksesan suatu produk (Rangkuti, 2004).
Reputasi Merek
Reputasi adalah penghargaan yang didapat oleh perusahaan karena adanya
keunggulan-keunggulan yang ada pada perusahaan tersebut, seperti kemampuan
yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga perusahaan akan terus dapat
mengembangkan dirinya untuk terus dapat menciptakan hal-hal yang baru lagi
bagi pemenuhan kebutuhan konsumen (Herbig dkk, 1994). Ketika merek baru di
luncurkan, konsumen tidak memiliki pengalaman untuk menilai kualitasnya,
akibatnya konsumen sangat bergantung pada kelebihan suatu merek seperti
reputasi merek (Wernerfelt 1998; Zeithaml dkk, 1996). Reputasi merek berarti
kepercayaan konsumen terhadap suatu merek. Semakin baik persepsi konsumen
terhadap merek induk maka semakin besar kemungkinan konsumen akan
menerima produk brand extension (Keller dan Aaker, 1992).
Similarity
Similarity adalah tingkatan dimana konsumen menganggap bahwa produk
hasil perluasan memiliki persamaan dengan merek asalnya (Hem dkk, 2001). Pina
7
dkk (2010) menyatakan similarity terdiri dari kesamaan kategori produk dan
kesamaan citra merek. Khoiriyah (2008) mengemukakan kesamaan kategori
produk adalah tingkat kemiripan produk perluasan dengan kategori merek asal,
sedangkan kesamaan citra merek adalah kesamaan kesan yang dimiliki oleh
seseorang terhadap suatu merek.
Consumer innovativeness
Consumer innovativeness adalah sifat personal yang berhubungan dengan
penerimaan akan ide-ide baru dan keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru
(Keller dan Aaker, 1992). Konsumen yang inovatif cenderung lebih suka
melakukan banyak evaluasi pada brand extension (Fajriyanti dan Farah, 2005).
Perceived Risk
Resiko yang dipersepsikan oleh konsumen (Perceived Risk), dapat
diartikan sebagai suatu pengalaman konsumen dimana ketidakyakinan muncul
sebelum melakukan pembelian mengenai tipe dan tingkat kerugian yang diterima
dari kegiatan membeli dan menggunakan suatu produk (Hem dkk, 2001). Resiko
yang dipersepsikan konsumen menurut (Prasetijo dan Ihalauw, 2003:87),
mencakup: Functional risk atau performance risk, Physical risk, Financial risk,
Social risk, Psychological risk, Time risk, dan Resiko legal. Persepsi tentang
resiko sangat tergantung pada kategori produk, untuk di kategori makanan
persepsi resiko yang dirasakan konsumen masuk dalam Functional risk atau
performance risk dan Physical risk (Ju Yoo-Jeong dan Young Kim-Hye, 2012).
Sikap Konsumen Terhadap Brand Extension
Menurut pendapat Schiffman dan Kanuk (2000) dalam Prasetijo dan
Ihalauw (2003:114), sikap adalah sebuah kecenderungan yang di pelajari, untuk
bersikap senang atau tidak senang, dengan cara yang konsisten pada suatu obyek.
Menurut (Prasetijo dan Ihalauw, 2003) Sikap terbentuk dari tiga komponen sikap yang
saling berkaitan, yaitu :
a. Komponen kognitif, menggambarkan pengetahuan dan persepsi terhadap suatu
obyek sikap. Pengetahuan dan persepsi tersebut di peroleh melalui pengalaman
langsung dari obyek sikap tersebut dan informasi dari berbagai sumber lainya.
8
b. Komponen afektif, menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu
produk atau merek. Perasaan dan emosi tersebut merupakan evaluasi menyeluruh
terhadap obyek sikap. Afektif mengungkapkan penilaian konsumen terhadap suatu
produk apakah baik atau buruk, di sukai atau tidak di sukai.
c. Komponen konaktif adalah komponen yang menggambarkan kecenderungan dari
seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan obyek sikap.
Menurut Hawkins dkk (1998) dalam (Prasetijo dan Ihalauw, 2003:119)
menyatakan bahwa ketiga komponen sikap di atas adalah konsisten dalam artian
bahwa perubahan salah satu komponen akan selalu di ikuti perubahan komponen-
komponen yang lain. Gambar di bawah ini akan menjelaskan tentang hubungan
antara komponen-komponen sikap
Gambar. 1 Tiga Komponen Sikap
Komponen Kognitif
Sikap
Komponen Konaktif Komponen Afektif
Sumber : Prasetijo dan Ihalauw, 2003 :119
Aaker dan Keller (1990), Boush dkk (1987), Ajzen dkk (1995) dalam
Czellar (2003), mengemukakan bahwa ketika brand extension dilakukan,
konsumen akan mengevaluasi produk perluasan tersebut berdasarkan sikap
mereka terhadap merek induk serta mengevaluasi produk perluasan berdasarkan
pengalaman mereka setelah mengkonsumsi produk induk.
Pengaruh Reputasi Merek terhadap Sikap Konsumen akan Brand Extension
9
Penelitian Hem dkk (2001), Danibrata (2008), Khoiriyah (2008), Putranto
(2010) dan Lyer dkk (2011), menyatakan reputasi berpengaruh positif terhadap
sikap konsumen dalam mengevaluasi produk dengan brand extension. Reputasi
merek dibangun dari ekuitas merek yang kuat, yang menurut Aaker (1996) terdiri
dari asosiasi merek, kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek. Jika
merek tersebut mempunyai ekuitas merek yang kuat dengan sendirinya akan
membentuk reputasi yang positif dari merek tersebut. Merek yang kuat akan lebih
banyak memberikan keuntungan daripada merek yang lemah. Reputasi merek
yang kuat dan penilaian konsumen yang positif terhadap suatu merek mampu
mempengaruhi sikap konsumen secara keseluruhan atas suatu merek dan produk.
Reputasi merek diteliti melalui ekuitas merek yang terdiri dari asosiasi merek,
kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek, aspek loyalitas merek
dalam ekuitas merek tidak diteliti karena penelitian ini hanya ingin melihat faktor
faktor yang mempengaruhi sikap konsumen akan brand extension belum sampai
pada tahap keputusan pembelian yang dilakukan konsumen. Semakin tinggi
reputasi merek yang dimiliki produk induk maka konsumen lebih dapat menerima
produk dengan brand extension. Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesa
sebagai berikut:
H1 : Reputasi merek berpengaruh positif terhadap sikap konsumen akan brand
extension Sedaap
Pengaruh Similarity terhadap Sikap Konsumen akan Brand Extension
Similarity terdiri dari kesamaan kategori produk dan citra merek (Pina,
2010). Dalam penelitian ini hanya menekankan pada kesamaan kategori produk,
karena penelitian yang meneliti kesamaan kategori produk masih jarang. Apabila
dilihat kategori produk maka produk tersebut dapat dikelompokan dalam kategori
makanan.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa similarity mempengaruhi
sikap konsumen dalam mengevaluasi produk yang melakukan brand extension,
(Hem dkk, 2001; Danibrata, 2008; Khoiriyah, 2008; Putranto, 2010; Lyer dkk,
2011). Semakin tinggi tingkat kemiripan kategori produk perluasan merek (brand
10
extension) dengan merek induk maka konsumen akan lebih dapat menerima
produk dengan brand extension sehingga konsumen akan membangun sikap yang
positif terhadap produk hasil brand extension. Dalam penelitian ini di rumuskan
hipotesa sebagai berikut :
H2 : Similarity berpengaruh positif terhadap sikap konsumen akan brand
extension Sedaap
Pengaruh Consumer Innovativeness Terhadap Sikap Konsumen akan Brand
Extension
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa innovativeness berpengaruh
positif terhadap sikap konsumen akan produk brand extension, (Hem dkk, 2001;
Danibrata, 2008; Khoiriyah, 2008; Putranto, 2010; Lyer dkk, 2011). Individu yang
memiliki tingkat keinovatifan yang tinggi relatif lebih berani dan lebih
berkeinginan untuk mencoba produk baru. Semakin tinggi tingkat inovatif yang di
miliki konsumen, maka akan semakin positif dalam menilai brand extension
(Hem dkk, 2001). Dalam penelitian ini di rumuskan hipotesa sebagai berikut:
H3 : Consumer innovativeness berpengaruh positif terhadap sikap konsumen
akan brand extension Sedaap
Pengaruh Perceived Risk terhadap Sikap Konsumen akan Brand Extension
Menurut (Prasetijo dan Ihalauw, 2008:88) Functional risk atau
performance risk adalah resiko yang dirasakan konsumen karena produk tidak
berfungsi sebagaimana mestinya sedangkan physical risk adalah dampak negatif
yang dirasakan konsumen karena menggunakan suatu produk. Sebuah merek yang
melakukan perluasan kategori produk yang baru, sebagian besar tidak hanya
memberi alternatif pilihan baru bagi konsumen, tetapi juga berpengaruh terhadap
resiko yang di persepsikan oleh konsumen (Hem dkk, 2001). Variabel ini menarik
untuk di teliti karena dengan kredibilitas merek induk dapat membantu
mengurangi persepsi resiko yang dirasakan oleh konsumen ketika merek induk
tersebut melakukan brand extension ke dalam kategori produk yang dipersepsikan
beresiko.
11
Penelitian terdahulu mengemukakan bahwa perceived risk berpengaruh
negatif terhadap sikap konsumen dalam mengevaluasi produk dengan brand
extension, (Oglethorpe dkk, 1994). Kebanyakan orang percaya bahwa merek yang
sudah terkenal oleh konsumen dapat mengurangi resiko dan mempertinggi
kemungkinan konsumen untuk mencoba. Dalam penelitian ini di rumuskan
hipotesa sebagai berikut :
H4 : Perceived risk berpengaruh negatif terhadap sikap konsumen akan brand
extension Sedaap
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang pernah
mengkonsumsi produk Sedaap di Kota Salatiga. Tidak semua anggota populasi
diteliti, oleh karena itu dari jumlah populasi tersebut akan dilakukan pengambilan
sampel. Berdasarkan Malhotra (1999:332), penelitian ini termasuk dalam Test
Marketing Studies. Jumlah sampel minimum yang memenuhi syarat dalam tipe
penelitian ini adalah 200-500. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti
menetapkan jumlah sampel sebanyak 200 responden.
Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel yang digunakan
menggunakan cara non probability sampling, Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling, yaitu dengan berdasarkan pertimbangan
dan kemudahan tertentu. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian, dimana sampel yang digunakan sesuai
kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian
(Sekaran, 1992). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah konsumen
yang minimal telah mengkonsumsi Mie Sedaap dan produk perluasanya, kecap
Sedaap sebanyak 2 kali dalam 6 bulan terakhir dan berusia minimal 15 tahun.
Kuesioner yang disebarkan sebanyak 200, penyebaran dilakukan di area kampus
UKSW, Perumahan Tlogo Mukti 2 dan Perumahan Sraten Permai. Proses
penyebaran kuesioner dilakukan dengan mendampingi responden dalam
melakukan pengisian kuesioner, namun karena keterbatasan waktu maka jauh-
12
jauh hari sebelum menyebarkan kuesioner penulis mendata responden yang
memenuhi kriteria sebagai sampel, setelah kuesioner siap untuk disebar penulis
mendatangi mereka untuk mengisi kuesioner. Selain itu, penulis juga memberi
pengarahan kepada responden tentang cara pengisian kuesioner. Penulis
membutuhkan waktu 2 minggu untuk mengumpulkan kuesioner, yaitu dari
tanggal 22 Agustus – 5 Septembet 2012.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada
para konsumen dan di olah sendiri (Supramono dan Haryanto, 2005). Data primer
dalam penelitian ini meliputi data karakteristik responden, data mengenai jawaban
responden mengenai variabel reputasi, similarity, consumer innovativeness,
perceived risk dan sikap konsumen akan brand extension.
Pengukuran Variabel
Konsep yang hendak diukur dalam penelitian ini adalah konsep reputasi,
similarity, consumer innovativeness, perceived risk dan sikap konsumen akan
brand extension konsep-konsep tersebut dapat diukur pada aras pengukuran
ordinal karena setiap indikator empirik dinyatakan dalam bentuk pernyataan
dengan kategori jawaban serta diberi skor menurut skala likert (Ghozali, 2005:4).
Untuk memudahkan dalam menganalisis data, maka variabel-variabel
yang digunakan diukur dengan menggunakan skala likert dengan 5 poin yaitu dari
skala 1 (sangat tidak setuju) sampai skala 5 (sangat setuju). Skala likert adalah
teknik pengukuran sikap yang paling luas digunakan dalam riset pemasaran
(Simamora, 2004:127). Skala ini memungkinkan responden untuk
mengekspresikan persetujuan maupun ketidaksetujuan responden terhadap
masing-masing pernyataan yang ada dalam serangkaian pernyataan mengenai
objek stimulasi. Interval untuk mengidentifikasi rata-rata setiap variabel dapat di
ketahui dengan menggunakan rumus (Supramono dan Haryanto, 2005:67):
I =
Keterangan:
13
I : Interval
H : Nilai tertinggi
L : Nilai terendah
K : Klasifikasi yang hendak dibuat
Berdasarkan pada rumus diatas, maka intervalnya adalah:
I =
= 0,8
Sehingga dapat ditentukan klasifikasinya sebagai berikut:
Tabel 1. Range interval
Range Kategori
1,00 – 1,80 Sangat tidak baik
1,81 – 2,60 Tidak baik
2,61 – 3,40 Cukup baik
3,41 – 4,2 Baik
4,21 – 5,00 Sangat baik
Berikut ini adalah indikator empirik (IE) untuk masing-masing variabel, sebagai
berikut:
Tabel 2. Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Indikator empirik Sumber
Sikap terhadap
brand
extension
Memperluas nama
merek yang sudah
ada menjadi produk
baru atau produk
modifikasi dalam
kategori baru (
Kotler, 2008)
1. Saya memiliki pikiran yang
positif terhadap mie Sedaap.
2. Setelah mengkonsumsi mie
Sedaap Saya tertarik untuk
mencoba Kecap Sedaap
3. Saya memiliki pikiran yang
positif terhadap kecap Sedaap
4. Saya yakin kecap Sedaap bisa
bersaing dengan pesaing
5. Saya beranggapan merek
Sedaap sangat cocok di
gunakan sebagai nama merek
makanan selain kecap
Aaker dan
Keller, 1990;
Klink dan
Smith,2001;
Wu dan Yen,
2007
Reputasi
Merek
penghargaan yang
didapat oleh
perusahaan karena
adanya
keunggulan-
Asosiasi
merek
1. Merek Sedaap
mudah di ingat
2. Merek Sedaap
memiliki kriuk
yang membuat
Shahrokh dkk
(2012)
14
keunggulan yang
ada pada
perusahaan
tersebut, seperti
kemampuan yang
dimiliki oleh
perusahaan,
sehingga
perusahaan akan
terus dapat
mengembangkan
dirinya untuk terus
dapat menciptakan
hal-hal yang baru
lagi bagi
pemenuhan
kebutuhan
konsumen (Herbig
dkk, 1994)
berbeda
dibanding
pesaing
3. Saya mudah
mengenali
Merek Sedaap
dari logo
4. Variasi pilihan
Mie Sedaap
cukup beragam
5. Harga Sedaap
lebih murah di
banding yang
lain
Kesadaran
merek
6. Saya tahu
merek Sedaap
adalah produk
mie (brand
knowledge)
7. Menurut saya
merek Sedaap
sangat terkenal
(brand
dominance)
8. Apabila diminta
menyebutkan
merek mie
maka Sedaap
adalah yang
pertama muncul
dalam benak
saya (top of
mind)
9. Ketika
mendengar
merek Sedaap
pikiran saya
pasti mie
(brand recall)
Persepsi
kualitas
10. Merek Sedaap
sangat mudah
di temukan
dimana mana
11. Merek Sedaap
lebih enak di
antara pesaing
12. Merek Sedaap
memiliki
kualitas tinggi
15
13. Ini salah satu
merek terbaik
di kategori mie
14. Merek Sedaap
adalah merek
yang terpecaya
Similarity
Tingkatan dimana
konsumen
menganggap bahwa
produk hasil
perluasan memiliki
persamaan dengan
merek asalnya
(Hem dkk, 2001).
Kesamaan kategori
produk adalah
tingkat kemiripan
poduk perluasan
dengan kategori
merek asal.
(Khoiriyah, 2008)
1. Kecap dan mie tergolong di
kategori produk makanan
2. Kecap Sedaap dan mie Sedaap
dapat saling melengkapi satu
sama lain
3. Kecap Sedaap dan Mie Sedaap
sangat sesuai apabila di
konsumsi secara bersamaan
untuk memuaskan suatu
kebutuhan
4. Target konsumen yang dituju
kecap Sedaap dan Mie Sedaap
sama yaitu konsumen dengan
status sosial menengah
kebawah.
Aaker dan
Keller, 1990
Ningtyas dan
Khoiriyah,
2010
Consumer
Innovativeness
Sifat personal yang
berhubungan
dengan penerimaan
akan ide-ide baru
dan keinginan
untuk mencoba hal-
hal yang baru
(Aaker dan Keller,
1992)
1. Saya terus menerus mencari
ide-ide baru dan pengalaman
baru
2. Saya suka kejutan
3. Saya ingin mengalami
perubahan dan hal baru dalam
rutinitas harian saya
4. Saya suka mencoba produk
makanan yang baru.
5. Saya suka menjadi orang yang
pertama yang membeli dan
menggunakan produk baru
yang ada dipasaran.
Lahiri dan
Gupta, 2005;
Schiffman dan
Kanuk (2000)
Perceived Risk Suatu pengalaman
konsumen dimana
ketidak yakinan
muncul sebelum
melakukan
pembelian
mengenai tipe dan
tingkat kerugian
yang diterima dari
usaha untuk
1. Saya khawatir mengkonsumsi
kecap Sedaap mengandung
pewarna buatan yang tidak
aman bagi tubuh saya
2. Saya khawatir mengkonsumsi
kecap Sedaap mengandung
MSG dapat merusak kesehatan
saya
3. Saya curiga terhadap bahan-
bahan yang digunakan untuk
Khoiriyah,
2008
16
membeli dan
menggunakan suatu
produk (Hem dkk,
2001).
memproduksi kecap Sedaap
4. Saya takut kecap Sedaap
membuat warna masakan
menjadi aneh
5. Saya takut kecap Sedaap dapat
membuat masakan kehilangan
cita rasa aslinya
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif. Alat analisis
yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Regresi berganda digunakan
untuk mengidentifikasikan pengaruh dari masing-masing variabel yang
mempengaruhi sikap konsumen akan produk brand extension yaitu reputasi,
similarity, consumer innovativeness, perceived risk. Model persamaan regresi,
akan di sajikan pada gambar 2, yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 2. Model Penelitian
H1
H2
H3
H4
Reputasi Merek
Similarity
Consumer
Innovativeness
Perceived risk
Sikap konsumen
terhadap Brand
extension
17
Sumber : Hem dkk (2001)
Keterangan:
H1 = Reputasi merek berpengaruh positif terhadap sikap konsumen akan brand
extension
H2 = Similarity berpengaruh positif terhadap sikap konsumen akan brand
extension
H3 = Consumer innovativeness berpengaruh positif terhadap sikap konsumen
akan brand extension
H4 = Perceived risk berpengaruh negatif terhadap sikap konsumen akan brand
extension
Rumusan model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1+b2X2+b3X3+ b4X4 + e
Keterangan:
Y = sikap konsumen terhadap brand extension
a = konstanta
b = koefisien regresi
X 1 = variabel reputasi merek
X 2 = variabel similarity
X 3 = variabel consumer innovativeness
X 4 = variabel perceived risk
e = kesalahan pengganggu (error)
Dalam penelitian ini hipotesa statistik yang akan di uji menggunakan analisis
regresi pada level of significant 5%
18
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Bagian ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum responden, yang
meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, pengeluaran perbulan, dan pembelian
konsumen dalam 6 bulan terakhir di Salatiga.
Tabel 3. Karakteristik Responden
(Sumber Data Primer Diolah 2012)
Dari Tabel 3 diatas, dapat diketahui karakteristik responden berdasarkan
usia responden yang paling dominan adalah berusia 25-44 tahun dengan
presentase sebesar 38,5%. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
yang dominan adalah jenis kelamin perempuan dengan presentase sebesar 58,5%.
Hal ini karena biasanya yang melakukan pembelian dalam rumah tangga adalah
perempuan. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan yang dominan adalah
No. Kategori Sub Kategori F %
1. Usia 15 – 24 45 22.5
25 – 44 77 38.5
45 – 64 75 37.5
>65 3 1.5
2. Jenis Kelamin Laki-laki 83 41.5
Perempuan 117 58.5
3. Pekerjaan Pelajar/ Mahasiswa (i) 28 14.0
Pegawai Swasta 79 39.5
Pegawai Negri 53 26.5
Wiraswasta 38 19.0
Lainnya 2 1.0
4. Pengeluaran perbulan < Rp 1.000.000 32 16.0
Rp 1.000.000–Rp2.000.000 105 52.5
>Rp 2.000.000,00 63 31.5
5
.
Jumlah pembelian mie dalam
waktu 6 bulan terakhir
2 – 4 kali - 0.0
>4 kali 200 100.0
6
.
Jumlah pembelian kecap dalam
waktu 6 bulan terakhir
2 – 4 kali 130 65.0
>4 kali 70 35.0
19
responden yang bekerja sebagai pegawai swasta dengan presentase sebesar 39,5%.
Karakteristik responden berdasarkan pengeluaran perbulan yang dominan adalah
responden dengan pengeluaran perbulan berkisar Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000
dengan presentase sebesar 52,5%. Jadi dapat ditarik kesimpulan konsumen yang
menjadi responden adalah konsumen menengah kebawah. Karakteristik respoden
berdasarkan jumlah pembelian mie, seluruh responden pernah membeli mie
Sedaap lebih dari 4 kali dalam waktu 6 bulan terakhir dengan presentase sebesar
100%. Karakteristik responden berdasarkan pembelian kecap, 65% reponden
melakukan pembelian kecap Sedaap 2-4 kali dalam waktu 6 bulan terakhir. Data
tersebut diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 200 responden di
Salatiga.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Dari penyebaran kuesioner yang telah diberikan kepada 200 orang
responden, maka diperoleh data yang akan digunakan untuk menjawab persoalan
penelitian. Dalam melakukan pengujian, langkah awal yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengujian validitas dan reliabilitas dengan menggunakan
taraf signifikan sebesar 5%. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas disajikan
dala tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Indikator Empirik Validitas (Corrected
item - Total
Corelation)
Reliabilitas
(Cronbach’s - Alpha)
Sikap Brand Extension SBE 1 0,409
0,696
SBE 2 0,420
SBE 3 0,579
SBE 4 0,468
SBE 5 0,411
Reputasi Merek RP 1 0,371
RP 2 0,439
RP 3 0,381
RP 4 0,468
RP 5 0,381
20
RP 6 0,372
0,857 RP 7 0,560
RP 8 0,621
RP 9 0,438
RP10 0,492
RP 11 0,677
RP 12 0,663
RP 13 0,623
RP 14 0,591
Similarity SM 1 0,449
0,773
SM2 0,596
SM 3 0,675
SM 4 0,613
Consumer
Innovativeness
IN 1 0,365
0,682
IN 2 0,456
IN 3 0,383
IN 4 0,581
IN 5 0,409
Perceived Risk PR 1 0,641
0,847
PR2 0,657
PR 3 0,687
PR 4 0,660
PR 5 0,634
(Sumber Data Primer Diolah 2012)
Dari tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa setiap pernyatan dari masing-
masing variabel dapat dikatakan valid, karena nilai r hitung > dari r tabel yaitu
0,117. Dan dinyatakan reliabel apabila nilai Cronbach’s Alpha > 0,6
(Ghozali,2005:41). Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa keseluruhan variabel
dapat dikatakan reliabel karena memiliki nilai Cronbach’s Alpha > 0,6.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi yang
digunakan berdistribusi normal, bebas dari adanya gejala Multikolinearitas, gejala
Heteroskedastisitas dan gejala Autokorelasi (Ghozali, 2005).
Uji Normalitas
21
Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji statistik non-
parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hasil pengujian normalitas ditunjukkan
pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig (2-tailed)
.763
.606
(Sumber Data Primer Diolah 2012)
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan uji statistik non
parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) menunjukkan angka Kolmogorov-Smirnov
Z sebesar 0,763 dengan nilai signifikansi 0,606. karena angka signifikan ( Sig. >
0,05 ), sehingga disimpulkan bahwa distribusi data residualnya adalah normal.
Uji Multikolinearitas
Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinearitas didalam model
regresi dilihat dari tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIF). Berikut
hasil uji multikolinearitas pada tabel 6.
Tabel 6. Uji Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF
Reputasi Merek .674 1.484
Similarity .687 1.455
Consumer Innovativeness .753 1.328
Perceived Risk .864 1.157
(Sumber Data Primer Diolah 2012)
Dari Tabel di atas mengacu pada nilai tolerance tampak bahwa semua
nilai tolerance untuk masing-masing variabel bebas (independent variable) > 0,10
maka tidak ada multikolinearitas diantara variabel bebasnya. Mengacu pada nilai
VIF tampak bahwa semua nilai VIF untuk masing-masing variabel bebas
(independent variable) < 10 maka tidak ada multikolinearitas diantara variabel
bebasnya.
22
Uji Heteroskedastisitas
Untuk mengidentifikasi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dalam
model regresi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Glejser.
Berikut hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Glejser.
Tabel 7. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.655 1.060 2.505 .013
Reputasi -.022 .017 -.113 -1.305 .193
Similarity -.044 .049 -.077 -.904 .367
Innovativeness .038 .041 .075 .916 .361
Perceived_risk .000 .030 .001 .010 .992
a. Dependent Variable: AbsUt
(Sumber Data Primer Diolah 2012)
Dengan menggunakan uji Glejser, koefisien parameter untuk masing-
masing varibel independen tidak ada yang signifikan ( Sig. > 0,05 ), sehingga
dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung adanya
heteroskedastisitas.
Analisis Regresi Berganda
Pengujian asumsi klasik regresi telah terpenuhi yang meliputi uji
normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas, sehingga memenuhi
persyaratan untuk melakukan analisis regresi berganda. Pengujian Hipotesis
menggunakan nilai koefisien determinasi (R²), uji F dan uji t.
23
Koefisien Determinasi (R²)
Tabel 8. Hasil R²
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .534a .286 .271 2.036
a. Predictors: (Constant), Perceived_risk, Innovativeness, Similarity,
Reputasi
(Sumber Data Primer Diolah 2012)
Dari Tampilan output SPSS model summary besarnya Adjusted R² adalah
0,271, hal ini berarti 27,1% variasi sikap konsumen terhadap brand extension
dapat dijelaskan oleh reputasi merek, similarity, consumer innovativeness dan
perceived risk. Sedangkan sisanya (100% - 27,1% = 72,9%) dijelaskan oleh faktor
lain diluar model. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi brand extension
adalah brand knowledge (Dewa, 2007), persepsi kesulitan (Ningtyas dan
Khoiriyah, 2010), brand effect (Broniarcyzk dan Alba, 1994).
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh antara variabel
independen dan variabel dependen secara bersama-sama (simultan). Dari uji
ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 19.480 dengan sigifikansi (Sig.
< 0,05), maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi sikap konsumen
akan brand extension atau dapat dikatakan reputasi merek, similarity, consumer
innovativeness dan perceived risk secara bersama-sama berpengaruh terhadap
sikap konsumen akan brand extension. Seperti ditunjukkan pada tabel 9 berikut.
24
Tabel 9. Hasil Uji F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 323.029 4 80.757 19.480 .000a
Residual 808.391 195 4.146
Total 1131.420 199
a. Predictors: (Constant), Perceived_risk, Innovativeness, Similarity, Reputasi
b. Dependent Variable: Sikap_brand_extension
(Sumber Data Primer diolah 2012)
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Dalam pengujian hipotesis ingin mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat maka dilakukan uji t. Tabel 10 dibawah ini menyajikan
hasil uji t
Tabel 10. Hasil Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 9.119 1.752 5.206 .000
Reputasi .106 .028 .276 3.739 .000
Similarity .251 .081 .226 3.096 .002
Innovativeness .073 .068 .075 1.077 .283
Perceived_risk -.107 .049 -.142 -2.180 .030
a. Dependent Variable: Sikap_brand_extension
(Sumber Data Primer Diolah 2012)
25
Dari tabel diatas diketahui bahwa uji t menggunakan tingkat signifikansi α
= 5% maka variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap
konsumen akan brand extension Sedaap di Salatiga adalah reputasi merek,
similarity dan perceived risk sedangkan variabel consumer innovativeness tidak di
dukung data. Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa similarity mempunyai
pengaruh paling kuat terhadap sikap konsumen akan brand extension hal itu dapat
dilihat dari nilai β sebesar 0,251. Persamaan untuk model regresi berganda
variabel reputasi merek (X1), similarity (X2), consumer innovativeness (X3),
perceived risk (X4) sikap konsumen akan brand extension (Y) adalah:
Y = 9.119 + 0,106 X1 + 0,251 X2 + 0,073 X3 – 0,107 X4 + e
Tabel 11. Hasil Penelitian
Hipotesis Pernyataan Hipotesis Sig. Keterangan
H1 Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap sikap
konsumen akan brand extension Sedaap
.000 Signifikan
H2 Similarity berpengaruh positif terhadap sikap
konsumen akan brand extension Sedaap
.002 Signifikan
H3 Consumer innovativeness berpengaruh positif
terhadap sikap konsumen akan brand extension
Sedaap
.283 Tidak didukung
data
H4 Perceived Risk berpengaruh negatif terhadap sikap
konsumen akan brand extension Sedaap
.030 Signifikan
Berdasarkan hasil olah data ditemukan bahwa reputasi merek berpengaruh
positif dan signifikan terhadap sikap konsumen akan brand extension. Hal ini
dibuktikan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan tingkat signifikansi
sebesar 0,00 yang nilainya kurang dari batas toleransi kesalahan 0,05. Dengan
demikian H1 didukung oleh data. Dalam penelitian ini reputasi merek diukur
melalui ekuitas merek yang meliputi asosiasi merek, kesadaran merek dan
persepsi kualitas. Berkenaan dengan asosiasi merek hasil penelitian menunjukkan
seluruh responden menyatakan merek Sedaap mudah diingat. Bahwa dalam
26
penelitian ini karakteristik yang diteliti peneliti terkait dengan penciptaan asosiasi
merek Sedaap adalah logo, kriuk, variasi rasa dan harga. Dari sejumlah asosiasi
ini ternyata logo dan kriuk merupakan karakteristik yang paling membantu
konsumen dalam mengenali merek Sedaap hal itu didukung dari hasil kuesioner
bahwa 96% responden menyatakan bahwa kriuk pada mie Sedaap merupakan
pembeda dari merek pesaing dan logo mie Sedaap mudah dikenali.
Lebih dari 85% responden yang mengetahui bahwa Sedaap adalah merek
mie, dan merupakan merek yang terkenal di kategori produk mie instan. Namun
hanya 60% responden yang menyatakan merek Sedaap adalah merek yang
pertama muncul dalam benak mereka ketika hendak membeli mie instan. Jadi
dapat ditarik kesimpulan bahwa merek Sedaap menurut responden merek yang
terkenal namun keberadaan merek Sedaap di benak responden belum sampai pada
tahap top of mind, hal itu mungkin disebabkan merek Sedaap produk baru dan
follower dari Indoomie.
Hampir seluruh responden menyatakan bahwa mie Sedaap mudah
ditemukan dimana-mana. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Sedaap memiliki
kualitas layanan yang baik karena jaringan distribusinya tersebar dimana-mana
sehingga memudahkan konsumen dalam membelinya sehingga sikap konsumen
akan menjadi positif. Dari segi kualitas lebih dari 80% responden menyatakan mie
Sedaap memiliki kualitas yang tinggi dan merek Sedaap merupakan salah satu
merek terbaik serta terpercaya dikategori mie. Namun hanya 69% responden
menyatakan mie Sedaap lebih enak dibanding pesaingnya. Berdasarkan
perhitungan rata-rata skor untuk variabel reputasi merek diperoleh nilai sebesar
3,57. Penelitian ini menyimpulkan bahwa merek Sedaap memiliki reputasi merek
yang baik.
Dari hasil uji regresi ditemukan koefisien similarity pengaruhnya paling
besar diantara variabel yang lain. Variabel similarity juga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap sikap kosumen akan brand extension. Hal ini dibuktikan dari
hasil analisis regresi yang menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,02 yang
27
nilainya kurang dari batas toleransi kesalahan, yaitu 0,05. Dengan demikian H2
didukung oleh data. Kesamaan kategori produk antara mie dan kecap Sedaap
membuat sikap konsumen menjadi positif terhadap produk perluasan Sedaap. Hal
ini terlihat hampir seluruh responden menyatakan kecap dan mie tergolong
dikategori produk yang sama, dan produk ini bisa saling melengkapi satu sama
lain. Selain itu ternyata kesamaan target konsumen turut berperan dalam
keberhasilan strategi brand extension hal itu didukung data hasil kuesioner bahwa
hampir 99% responden menyatakan target konsumen yang dituju merek Sedaap
sama. Target konsumen Sedaap disini adalah konsumen yang menengah kebawah
hal itu juga didukung dari tabel karakteristik responden mayoritas konsumen yang
menjadi responden berpengeluaran antara 1.000.000-2.000.000 perbulan hal ini
mendukung bahwa target konsumen produk induk dan produk perluasannya sama.
Berdasarkan tabel 10 terlihat consumer innovativeness tidak berpengaruh
signifikan terhadap sikap kosumen akan brand extension. Hal ini dibuktikan dari
hasil analisis regresi yang menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,283 yang
nilainya lebih besar dari batas toleransi kesalahan, yaitu 0,05 Dengan demikian
H3 tidak didukung oleh data. Berikut akan ditampilkan tabel crosstab indikator
empirik Sikap Brand Extension 1 dan indikator emprik Innovativeness 1.
Tabel 12. Hasil Crosstab IE (SBE1 dan IN1)
SBE1 * IN1 Crosstabulation
Count
IN1
Total tidak setuju cukup setuju Setuju sangat setuju
SBE1 tidak setuju 0 1 0 1 2
cukup setuju 2 20 32 4 58
Setuju 1 22 90 11 124
sangat setuju 0 4 7 5 16
Total 3 47 129 21 200
(Sumber Data Primer Diolah 2012)
28
Dari tabel crosstab diatas dapat dilihat ketika responden ditanya tentang
kesukaan mereka akan ide-ide baru untuk mengukur consumer innovativeness,
responden yang memberikan skor tinggi untuk mengukur innovativeness akan
memperlihatkan sikap yang positif terhadap brand extension. Hal tersebut
ditunjukkan dengan kecenderungan skor sikap yang tinggi pula. Hal ini
membuktikan bahwa penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang
mengatakan consumer innovativenes memiliki hubungan yang positif terhadap
sikap konsumen akan brand extension. Peneliti menduga tidak berpengaruhnya
variabel consumer innovativeness terhadap sikap konsumen akan brand extension
pada penelitian ini mungkin disebabkan produk mie dan kecap merupakan produk
low involvement. Beberapa karakteristik produk low involvement antara lain
harganya relatif murah dan pemakaiannya relatif sering. Saat mengkonsumsi
produk low involvement biasanya konsumen bertindak tanpa berfikir terlebih
dahulu yang penting kepuasan minimalnya terpenuhi sehingga tidak memerlukan
keterlibatan yang tinggi untuk membelinya karena dirasa produk ini harganya
murah dan resikonya yang ditimbulkanya juga rendah (Schiffman dan Kanuk,
2007). Rata-rata skor perceived risk dalam penelitian ini memberikan informasi
bahwa resiko yang dipersepsikan konsumen ketika mengkonsumsi kecap merek
Sedaap tergolong rendah. Ciri seorang inovator adalah berani mengambil resiko
dan berani mencoba produk yang baru (Prasetijo dan Ihalauw, 2003:249) sehingga
seseorang yang innovativeness cenderung suka dengan resiko dibanding orang
yang tidak inovatif. Oleh karena hal tersebut diatas, penelitian ini menghasilkan
temuan variabel consumer innovativeness tidak berpengaruh terhadap sikap
konsumen akan brand extension.
Seseorang yang memiliki sifat innovativeness akan suka dengan hal-hal yang
baru, mencari perbedaan yang ada dari produk tersebut dibanding produk yang
sudah ada (Lahiri dan Gupta, 2005). Dilihat dari manfaat relatif produk Sedaap
konsumen menganggap produk Sedaap yaitu mie dan kecap memiliki manfaat
yang sama seperti produk yang pernah dikonsumsi konsumen sebelumnya dari
merek lain sehingga sifat innovativeness tidak berpengaruh terhadap sikap
konsumen akan brand extension..
29
Tabel 10 menunjukkan variabel perceived risk berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap sikap kosumen akan brand extension. Hal ini ditunjukkan
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,03 yang nilainya kurang dari batas toleransi
kesalahan yaitu 0,05. Dengan demikian H4 didukung oleh data. Dari total 200
responden hanya 38,5% menyatakan kecurigaan terhadap bahan-bahan yang
digunakan dalam memproduksi kecap Sedaap. Oleh karena itu bisa dikatakan
mayoritas responden percaya bahwa kecap Sedaap aman untuk dikonsumsi.
Namun dalam penelitian ini terdapat kontradiksi jawaban yang diberikan
responden. Mayoritas responden menyatakan bahan-bahan yang digunakan dalam
memproduksi kecap Sedaap aman tetapi terdapat lebih dari 50% responden yang
curiga kecap Sedaap mengandung pewarna buatan dan MSG. Peneliti menduga
ketidak konsistenan jawaban ini disebabkan oleh minimnya informasi yang
diperoleh responden dari perusahaan mengenai bahan-bahan yang digunakan
untuk memproduksi kecap Sedaap. Penelitian ini juga menemukan lebih dari 60%
responden menyatakan resiko penggunaan kecap Sedaap dapat merusak warna
dan cita rasa masakan rendah. Untuk total rata-rata skor dari indikator empirik
perceived risk, yaitu 2,48. Sehingga bisa disimpulkan responden menganggap
bahwa perceived risk ketika mengkonsumsi kecap Sedaap rendah.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan diatas maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Dari empat variabel yang diteliti dalam penelitian ini (yaitu reputasi merek,
similarity, consumer innovativeness, dan perceived risk) ternyata variabel
consumer innovativeness tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen
akan brand extension.
Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hem dkk
(2001); Putranto (2010); Lyer dkk (2011); Danibrata (2008) dan Khoiriyah (2008)
30
reputation, similarity, perceived risk mempengaruhi sikap konsumen akan brand
extension namun variabel innovativeness tidak mendukung penelitian mereka
karena dalam penelitian ini variabel innovativeness tidak berpengaruh terhadap
brand extension. Hal ini disebabkan karena ada kemungkinan bahwa produk mie
dan kecap hanya produk low involvement, yang tidak memerlukan keterlibatan
yang tinggi untuk membelinya karena dirasa produk ini harganya murah dan
resikonya yang ditimbulkanya juga rendah, sehingga konsumen tidak terlalu
memerlukan sifat innovativeness
Implikasi Terapan
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan
oleh Wing‟s Food terkait dengan strategi brand extension. Pertama melihat dari
nilai top of mind merek Sedaap yang masih rendah Wing‟s Food dapat
menerapkan strategi promosi khusus untuk menanamkan merek produk yang kuat
seperti melakukan pengulangan dalam iklan dan event sponshorship yang
tujuannya untuk mempertajam ingatan para kosumen agar kesadaran merek
konsumen meningkat sehingga merek Sedaap bisa menjadi top of mind. Event
sponshorship yang mungkin bisa dilakukan adalah menjadi event sponshorship
dalam acara kompetisi sepak bola di Indonesia karena olahraga sepak bola adalah
olah raga yang semua orang menyukainya khususnya di Indonesia. Contoh lain
yang bisa dilakukan Sedaap untuk menaikkan top of mind adalah dengan cara
melakukan demo makan mie Sedaap di lingkungan sekolah, pekerja pabrik,
pedagang dipasar strategi ini mungkin akan lebih efektif karena target konsumen
Sedaap adalah konsumen yang menengah kebawah.
Jika melihat dari koefisien regresi maka similarity merupakan variabel
yang paling berpengaruh dan signifikan hal itu berarti semakin tinggi similarity
maka sikap konsumen terhadap brand extension akan semakin positif. Oleh
karena itu di masa yang akan datang jika Sedaap akan meluncurkan produk baru
dengan strategi brand extension sebaiknya dalam kategori yang sama dengan
produk induk yaitu kategori makanan misalnya saos dan bubur.
31
Berkaitan dengan tidak konsistennya jawaban responden mengenai
persepsi resiko tentang kecap Sedaap agar kecap Sedaap dapat mudah diterima
konsumen seharusnya Wing‟s Food selaku peusahaan yang memproduksi kecap
Sedaap melakukan promosi edukasi yang tujuannya konsumen percaya bahan-
bahan yang digunakan untuk memproduksi kecap Sedaap aman bagi kesehatan.
Keterbatasan Penelitian dan Penelitian Mendatang
Terdapat beberapa keterbatasan penelitian, penelitian ini hanya membahas
pengaruh empat variabel yaitu reputasi, similarity, innovativeness, perceived risk
terhadap sikap konsumen akan brand extension. Penelitian ini menghasilkan R²
untuk keempat variabel (reputasi, similarity, innovativeness, perceived risk)
sangat kecil yaitu 27,1% dari sikap konsumen akan brand extension merek Sedaap
di Salatiga. Sedangkan sisanya 72,9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar
model. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi brand extension adalah brand
knowledge (Dewa, 2007), persepsi kesulitan (Ningtyas dan Khoiriyah, 2010),
brand effect (Broniarcyzk dan Alba, 1994). Oleh karena itu untuk penelitian
mendatang dapat diteliti variabel lain seperti intensitas pembelian, brand
knowledge, persepsi kesulitan, dan brand effect terhadap sikap konsumen akan
brand extension. Menguji pengaruh langsung reputasi merek terhadap sikap
konsumen akan brand extension dan pengaruh tidak langsung melalui variabel
perceived risk
32
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A dan Kevin Lane Keller.1990,”Consumer Evaluation of Brand
Extension”, Journal of Marketing, Vol 54, Januari: 27-41.
Aaker, David A. 1996. Building Strong Brand. New York. The Free Press.
Consequences of Service Quality.” Journal of Marketing, 60 (April): 31-
46.
Allard, V.C.R., Lemmink, Jos and Ouwesloot, Hans. 2005. “Extensions of Service
Brands: Transfer of Consumer-Based Brand Equity”. The Eric Langeard
International Research seminar in Service Management, Marketing,
Strategy, Economics, Operations and Human Resources: Insights on
Services Activities, Proceedings., pp. 575-583.
Barone, Michael, Miniard, P.W. And Romeo, J. B. 2000.”The Influence of
Positive Mood on Brand Extension Evaluations”. Journal of Consumer
Research, 26, March, pp 386-400.
Czellar, Sandor. 2003. “Consumer Attitude Toward Brand Extension: an
Integrative Model and Resarch Proposition.” International Journal of
Research in Marketing, Vol 20, September: 97-115.
Danibrata, Aulia. 2008, “Pengaruh Perluasan Merek Terhadap Citra Merek Pada
produk Produk Pepsodent.” Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 10, April: 37-
46.
Dewa, D.B. 2007, “Pengaruh Penggunaan Strategi Brand Extension Pada Intensi
Membeli Konsumen.” DoReMa Jurnal Manajemen, Vol 2, 1 januari.
Dewi, Ika Janita, 2005. INSPIRASI BISNIS; Perspektif Baru Dalam Strategi
Branding, Bisnis dan Karir, Yogyakarta : Amara Books.
Durianto Darmadi, Sugiarto dan Toni Sitinjak. 2001. Strategi Menaklukan Pasar :
Melalui Riset Ekuitas & Perilaku Merek. Jakarta : Gramedia.
Fajrianthi dan Zatul Farrah, 2005, “ Strategi Perluasan Merek dan Loyalitas
Konsumen .“Insan Vol. 7, Desember: 276-288,
(www.journal.unair.ac.id/filerPDF/, diakses pada tanggal 2 februari 2012).
33
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gurhan-Canli, Zeynep and Maheswaran, Durairaj. 1998. “The Effects of
Extensions on Brand Name Dilution and Enhancement”, Journal of
Marketing Research, 35 November: 464-473.
Hair, J.F., R.E Anderson,R.L. Tatham dan W.C. Black. 1998. Multivariate Data
Analysis. 5ed. New Jersey: Prentice Hall.
Havlena. W. J and Desarbo. W. S. 2007. “”On The Measurement Of Perceived
Consumer Risk.” Decision Sciences. Wiley Online Library.
Hellier, P.K., Geursen, G.M., Carr, R,A, and Rickard, J.A. 2003. “ Customer
Repurchase Intention, A General Struktural Equation Model.” European
Journal of Marketing, Vol 37. (11/12): 1762-1800.
Hem, L. E: de Chematomy dan Iversen, N. M. 2001. “ Factors Influencing
Successful Brand Extension.” Journal of Marketing Management, Vol 19,
September, p 1-37.
Herbig, paul, john Milewicz and Jim Golden. 1994. “A Modelof Reputation
Building and Destruction.” Journal of Business Research, Vol 31, June
No.1; p.23-31.
Jun, Song Youl, Mazumdar., Tridib and Raj,S.P.1999”Effects of Technological
Hierarchy on Brand Extension Evaluations.” Journal of Business
Research, 46, pp, 31-43.
Ju Yoo-Jeong and Young Kim-Hye. 2012.”Perceived Risk of Sunless Tanning
Product Use and Its Relationship to Body Satisfaction”.
http://dx.doi.org/10.5539/ijms.v4n4p13. Diunduh tanggal 17 agustus 2012.
John, D.R., Loken, Barbara and Joiner, Christopher. 1998. “The Negative Impact
of Extensions: Can Flagship Products Be Diluted?.” Journal of Marketing,
62.January: 19-32.
Kapferer, J.N. 2008. New Strategic Brand Management: Creating and Sustaining
Brand Equity Long Term, 4Ed. Kogan Page Limeted.
Kartajaya, Hermawan. 2004. Hermawan Katajaya on Brand: Seri 9 Elemen
Marketing, Bandung : Mizan Pustaka.
34
Keller, Kevin Lane, Aaker, David A. 1992. “The Effects of Sequential
Introduction of Brand extensions.” Journal of Marketing Research. 29, 1 ;
35
Khoiriyah, Siti. 2008. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesuksesan Brand
Extension Sebagai Strategi Pengembangan Produk Baru.” Jurnal Bisnis
dan Manajemen,Vol.8, (2):113-122.
Klink, Richard R. And Daniel C. Smith. 2001. “Threats to the External Validity of
Brand Extension Research.” Journal of Marketing Research, 38. August:
326-35.
Kotler, P dan Gary Armstrong. 2008. Prinsip - Prinsip Pemasaran edisi 12.
Jakarta: Erlangga.
Kusuma, A.P. 2011, Pengaruh Similarity, Perceived Risk, innovativeness, Service
Quality Pada Sikap Konsumen Terhadap Perluasan Merek Jasa (Studi
Pada Pelanggan Bpu. Rosalia Indah). Skripsi Program S1 Fakultas
Ekonomi Sebelas Maret Surakarta (tidak di publikasikan).
Lahiri, I. And Gupta, A. 2005. “ Brand extensions in Consumer Non-
durables,Durable and Services A Coparative study. “Journal of
Consumer research, 17(2): 111-126.
Lye, Asley dan P Vankateswarlu, JO Barret. 1990. “Brand Extension: Prentige
Brand Effect.” Australian Marketing Journal 9 (2): 53-65.
Lyer, S.G., Bibek Banerjee, and Lawrence L.G. 2011.“ Determinants of
Consumer Atttudes toward Brand Extensions : An Experimental Study.”
International Journal of Management, Vol.28, Sept:809-826
Martinez, Eva dan Llie de Chermatory. 2004. “The Effect of Brand Extension
Strategies Upon Brand Image. The Journal of Consumer Marketing. Santa
Barbara.
Malhotra, K. Naresh. 1999 Marketing Reseach : An Applied Orientation,3.ed.
River Prentice Hall .
Milberg, S.J., Francisca sin, Ronald C Gn. 2010. “Consumer Reactions to Brand
Extensions in a Competitive Context: Does Fit Still Matter?.” Journal of
consumer Research,Inc.Vol.37. October: 543-555.
35
Nijseen, E.J., Uijl, R. And Burklin, P. 1995. “The efect of involvement on brand
extension.” Ueropean Marketing Academy, pp 867-870.
Ningtyas, E.H dan Khoiriyah Siti. 2010. “Pengaruh Persepsi Kualitas, Persepsi
Kesesuaian, Persepsi Kesulitan Pada Sikap Konsumen Terhadap Brand
Extension.” Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, tahun 3.No.1April.
Oglethorpe, J.E and Michael Miller. 1998. “Determinant of Perceived Health and
Safety Risk of Selected Hazardous Product and Activities.” Journal of
Consumer Research, No.28, pp 326-346.
Phang, Leon. 2004. Consumer evaluation on brand extensions. Universiteit
Maastricht
Pina , J.M . Martinez, Eva And Nina M, Iversen. 2010. “Feedback effects of brand
extensions on the brand image of global brands : a comparison between
Spain and Norway.” Journal of Marketing Management Vol.26, August:
943-966.
Prasetijo, R dan Ihalauw. 2003. Perilaku Konsumen. Salatiga : Fakultas Ekonomi.
UKSW.
Putranto, A.B. 2010, Analisis Terhadap Minat Beli Konsumen Berdasarkan
Faktor-Faktor Siilarity,Reputation,Risk,Innovativeness yang
Mempengaruhi kesuksesan Strategi Brand Extension Levi’s Dari Jeans Ke
jam Tangan. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen
Satya Wacana (tidak di publikasikan).
Rangkuti, Freddy. 2004. The Power of Brand. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Riel, A.C.R. Van, Lemmink, J. and Ouwessloot, H. 2001. “Consumer evalutions
of Services Brand Extension”. Journal of service Research, 3 (3), 220-
331.
Schiffman, Leon and Laeslie Kanuk. 2007. “Consumer Behaviour”. 9 edition.
Prentice Hall, Inc.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill Building Approach.
New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
36
Shahrokh.Z.D., Sedghiani.J.S., Vali. G. 2012. “Analyzing the influence of
customer attitude toward brand extension on attitude toward parent
brand.” Interdisciplinary Journal Of Contempory Resarch In Business,
(January), Vol 3, No9.
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Smith, Daniel C. and C. Whan Park. 1992. “ The Effects of Brand Extensions on
Market Share and Advertising Efficiency.”Journal of Marketing
Research, 29. August: 296-313.
Steenkamp, J.E.M. and Baumgartner. H. 1992. “ The Role of Optimum
Stimulation Level in Exploratory Consumer Behavior.“Journal of
Consumer Research, 19(3): 434-448.
Supramono dan Haryanto. 2005. Desain Proposal Penelitian Studi Pemasaran.
Yogyakarta: Andi Offset.
Wernerfelt, Birger. 1998. “Umbrella Branding as a Signal of New Product
Quallity : An Example of Signalling by Posting a Bond.” Rand Journal
of Economics, 19 (Autumn): 458-466.
Yasin, N.M., Noor, M.N. and Mohamad, O. 2007. “Does Image of Country of
Origin Matter to Brand quity.” Journal of Product and Brand
Management, Vol.16 (1): 38-48.
Zeitaml, Valarie A., Berry, Leonard L. And Parasuraman, A. 1996. “The
Behavioral Consequences Of Service Quality.” Journal of Marketing,60
(April): 31-46.
Ekonomi.Kompasiana.com. 2012. Manisnya
Kecap.(http://ekonomi.kompasiana.com/marketing/2012/04/26/manisny
a-kecap/). Diunduh 23 juli 2012