ALVIAN PRIBADI G 0104006 -...

82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI TIPE COPING STRES PADA SISWA PROGRAM AKSELERASI SMA NEGERI 3 SURAKARTA Skripsi Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi Disusun Oleh : Alvian Pribadi G0104006 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010

Transcript of ALVIAN PRIBADI G 0104006 -...

Page 1: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI TIPE COPING STRES

PADA SISWA PROGRAM AKSELERASI

SMA NEGERI 3 SURAKARTA

Skripsi

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Disusun Oleh :

Alvian Pribadi

G0104006

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2010

Page 2: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal dengan judul

Nama Peneliti

NIM

Tahun

:

:

:

:

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

DARI TIPE COPING STRES PADA SISWA

PROGRAM AKSELERASI SMA NEGERI 3

SURAKARTA

Alvian Pribadi

G0104006

2010

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi

Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:

Hari

Tanggal

: _______________

: _______________

Pembimbing I

Dra. Salmah Lilik, M.Si.NIP. 194904151981032001

Pembimbing II

Rin Widya Agustin, M.PsiNIP. 197698172005012002

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.PsiNIP. 197698172005012002

Page 3: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI TIPE COPING STRES

PADA SISWA PROGRAM AKSELERASI SMA NEGERI 3 SURAKARTA

Alvian Pribadi, G0104006, Tahun 2010

Telah diuji dan disahkan Pembimbing dan Penguji Skripsi

Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:

Hari

Tanggal

: _______________

: _______________

1.

2.

3.

4.

Pembimbing I

Dra. Salmah Lilik, M.Si.

Pembimbing II

Rin Widya Agustin, M.Psi.

Penguji I

Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A.

Penguji II

Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.

( ______________ )

( ______________ )

( ______________ )

( ______________ )

Surakarta, ______________

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.PsiNIP. 197698172005012002

Ketua Program Studi Psikologi

Drs Hardjono, M.SiNIP. 195901191989031002

Page 4: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi

saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, November 2010

Alvian Pribadi

Page 5: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”

Page 6: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh hormat serta cinta, kasih, dan sayang,

karya ini kupersembahkan kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta,

2. Staf pengajar Program Studi Psikologi UNS,

3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ini,

4. Almamaterku

Page 7: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan

nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul Perbedaan Psychological Well Being Ditinjau dari Tipe Coping

Stress, sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari akan kekurangan, kelemahan, dan hambatan yang

penulis hadapi, sehingga tanpa dorongan, bantuan, bimbingan, serta doa dari

beberapa pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik, oleh karena itu

penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., M.S. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi ijin

penelitian pada penulis.

2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku ketua Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan dosen pembimbing I,

yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta masukan yang

bermanfaat bagi kelancaran skripsi penulis.

3. Ibu Dra. Salmah Lilik, M.Si., selaku dosen pembimbing I, yang telah

memberikan arahan, bimbingan, serta masukan yang bermanfaat bagi

kelancaran skripsi penulis

Page 8: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

4. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku pembimbing II, yang dengan sabar

memberikan bimbingan, arahan, masukan, serta memberi semangat, dan

motivasi untuk terus berusaha hingga skripsi ini dapat terselesaikan

dengan baik.

5. Bapak Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A., selaku penguji I, yang memberi

masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku penguji II, yang

memberi kemudahan bagi penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Suci Murti Karini, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang

selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk terus

berjuang menyelesaikan skripsi.

8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bekal ilmu

dan pengalaman kepada penulis.

9. Seluruh staf tata usaha dan perpustakaan Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret, yang telah membantu kelancaran

studi penulis.

10. Bapak Kusmanto selaku Kepala Program Akselerasi yang telah membantu

dalam persiapan pelaksanaan penelitian Program Akselerasi di SMA

Negeri 3 Surakarta.

11. Adik-adik siswa kelas akselerari X SMA N 3 Surakarta yang telah

membantu dalam proses pengumpulan data.

Page 9: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

12. Ibuku tersayang, Ibu Suprapti Ningsih, yang telah memberikan kesabaran,

nasihat, pengertian, semangat, motivasi, serta kasih sayang, dan doa yang

selalu beliau panjatkan demi kesuksesan saya.

13. Ayahku tersayang, Bapak Djoko Muljono, BA. yang telah memberikan

kesabaran, nasihat, pengertian, semangat, motivasi, dana kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi, serta kasih sayang, dan doa yang selalu

beliau panjatkan demi kesuksesan saya.

14. Ullum, Raihana, Wahyu Pratomo, Ratih, Rini, Dewi, Femi, Erwin, Putri,

Nita, Dian, Agung B/N/W, Dani M, Candra, Sindhu, Irwan, dan teman-

teman Psikologi FK UNS dari semua angkatan. Terima kasih atas semua

dukungan dan bantuan yang telah kalian berikan.

15. dr. Mudzakkir Sp. An dan mamah, dr. Guntur dan mbak Fida, dr. Zen

Ahyar, dr. Iwing, dr. Andi, dr. Sandi, dan mr. Lilik. Terima kasih banyak

atas kasih sayang, perhatian, bantuan dan semangat yang telah saya terima.

16. Tegar, Lala, Agung, Icha, Iput, Tita, Ryan, Erika, Adiya, Viska,

17. dan seluruh teman-teman MAPALA VAGUS FK UNS, terima kasih untuk

rasa kebersamaan yang tidak akan pernah terlupakan.

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada kita semua.

Surakarta, November 2010

Penulis

Page 10: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

ABSTRAKPSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU DARI TIPE COPING STRES

PADA SISWA PROGRAM AKSELERASI SMA NEGERI 3 SURAKARTA

G0104006Alvian Pribadi

Program akselerasi merupakan suatu jawaban atas dibutuhkannya pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa. Dalam program akselerasi, siswa mendapat perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya, sehinggadapat menyelesaikan program belajar lebih awal dari waktu yang lebih ditentukan. Dalam pelaksanaannya, program akselerasi selain memiliki dampak positif juga memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang dapat timbul dalam pelaksaaan program akselerasi adalah terciptanya kondisi stres. Upaya untuk mengatasi stres tersebut dinamakan coping, dan bertujuan bertujuan mempertahankan well-beingnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan psychological well-being (PWB) ditinjau dari tipe coping stres yang berupa problem focused coping (PFC) dan emotion focused coping (EFC) pada siswa program akselerasi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX pada program akselerasi SMA NEGERI 3 SURAKARTA. Teknik pengambilan sampel dengan studi populasi. Alat pengumpulan data menggunakan modifikasi COPE Inventorydan modifikasi skala psychological well-being dari WLS Survey. Analisis hipotesis dengan Uji Mann-Whitney.

Dari perhitungan dengan menggunakan Uji Mann-Whitney diperoleh hasil p-value , maka diperoleh kesimpulan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan psychological well-beingditinjau dari tipe coping stres.

Hasil analisis deskriptif memberikan gambaran bahwa siswa program akselerasi cenderung memakai tipe coping berupa EFC (74%). Siswa program akselerasi yang menggunakan tipe PFC paling banyak berada dalam kategori sedang (69,2%), sama halnya dengan siswa yang menggunakan tipe EFC yaitu paling banyak berada dalam kategori sedang (69,2%). PWB siswa yang menggunakan tipe PFC lebih tinggi dari siswa yang menggunakan tipe EFC dengan selisih mean statistik yang tidak signifikan.

Kata kunci: psychological well-being, tipe coping, stres, problem focused coping, emotion focused coping, program akselerasi.

Page 11: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

ABSTRACTPSYCHOLOGICAL WELL-BEING VIEWED FROM THE TYPE OF

COPING AT SMA NEGERI 3 SURAKARTA ACCELERATED PROGRAM STUDENT

G0104006Alvian Pribadi

Accelerated program is an answer to the need for educational services for students who have special talents and extraordinary intelligence. In the accelerated program, students receive special attention and more lessons can be driven for achievement and talent development, so as to complete the program earlier than the time to learn more determined. In practice, the acceleration program in addition to having a positive impact also has a negative impact. Negative impacts that may arise in the conduct of accelerated program is the creation of conditions of stress. Efforts to cope with stress is called coping, and aims to maintain their pschological well being.

This study aimed to determine whether there is difference in psychological well-being (PWB) in terms the type of stress coping in the form of problem focused coping (PFC) and emotion focused coping (EFC) on an accelerated program students. The subject of this research is a class IX student at the SMA NEGERI 3 SURAKARTA accelerated program. Sampling techniques with the study population. Tools of data collection using a modified scale modification COPE Inventory and psychological well-being of WLS Survey. Analysis of the hypothesis with the Mann-Whitney test.

From the calculation using the Mann-Whitney test result p-value = 0no difference in psychological well-being in terms of type of stress coping.

Results of descriptive analysis suggests that the accelerated program students tend to use coping type of EFC (74%). Students acceleration program that uses a type of PFC's most lots are in the moderate category (69.2%), as well as students who use the type that is most widely EFC is in the moderate category (69.2%). PWB students who use type of PFC is higher than students who use type of EFC with the mean difference was not statistically significant. ….

Key words: psychological well-being, type of coping, stress, problem focused coping, emotion focused coping, accelerated program.

Page 12: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................................

MOTTO ............................................................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................................

ABSTRAK .......................................................................................................

ABSTRACT………………………………………………………………….

DAFTAR ISI ....................................................................................................

DAFTAR TABEL ............................................................................................

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................................

B. Perumusan Masalah ........................................................................

C. Tujuan Penelitian ............................................................................

D. Manfaat Penelitian ..........................................................................

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tipe Coping Stres

1. Pengertian Tipe Coping Stres.......................................................

2. Dimensi-Dimensi Tipe Coping Stres ......................... …………

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping Stres .....................

B. Psychological Well-Being

1. Pengertian Psychological Well-Being……………………………..

2. Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being……………………...

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

C. Program Akselerasi

1. Pengertian Program Akselerasi …………………………………….

2. Ciri-Ciri Program Akselerasi…………………………………...

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

x

xi

xii

xv

xvi

xvii

1

9

9

9

11

14

20

22

24

25

28

29

Page 13: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

3. Kelebihan Program Akselerasi………………………………

4. Kekurangan Program Akselerasi……………………………

D. Psychological Well-Being Ditinjau Dari Tipe Coping Stres Pada

Siswa Program Akselerasi…………………………………………

E. Kerangka Pikir……………………………………………………..

F. Hipotesis……………………………………………………………

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian …………………………………...

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Tipe Coping Stres……………………………………………….

2. Psychological Well Being……………………………………………

C. Populasi, Sampel, dan Sampling ………………………………….

D. Metode Pengumpulan Data………………………………………..

E. Analisis Data

1. Uji Validitas Dan Daya Beda Aitem Alat Ukur………………...

2. Uji Reliabilitas Aitem Alat Ukur……………………………….

3. Uji Hipotesis……………………………………………………

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah Penelitian ……………………………………

2. Persiapan Penelitian…………………………………………….

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan Subjek Penelitian……………………………………

2. Pengumpulan Data……………………………………………...

3. Pelaksanaan Skoring………………………………………........

C. Hasil Analisis Data

1. Analisis Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur…………

2. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas Data…………………………………………

b. Uji Homogenitas…………………………………………….

3. Uji Hipotesis……………………………………………………

4. Analisis Deskriptif……………………………………………...

33

34

36

39

39

40

40

41

42

42

45

45

45

46

49

50

50

51

52

54

55

56

57

Page 14: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

D. Pembahasan……………………………………………………….

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………………………………………………………..

B. Saran ……………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...

LAMPIRAN…………………………………………………………………..

60

63

64

66

70

Page 15: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6.

Tabel 7.

Tabel 8.

Tabel 9.

Tabel 10.

Tabel 11.

Tabel 12.

Tabel 13.

Tabel 14.

Tabel 15.

Variabel Dummy Untuk Skala Coping Stres…………………...

Skala Tipe Coping Stres Problem Focused Coping………………

Skala Tipe Coping Stres Emotion Focused Coping……………....

Skala Psychological Well-Being ……………………………......

Jumlah Siswa Untuk Penelitian........…………………………..

Indeks Daya Beda Aitem Skala Coping Stres…………………..

Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Coping Stres…...

Indeks Daya Beda Aitem Skala Psychological Well Being……...

Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Psychological

Well Being……………………………………………………………...

Hasil Uji Normalitas………………………………………….....

Hasil Uji Homogenitas……………………………………….....

Hasil Uji Hipotesis Mann-Whitney………………………………...

Kondisi Empiris Tipe Coping Stres pada Siswa Program

Akselerasi .................................................................................

Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Alat Ukur Penelitian ……

Mean Psychological Well Being Ditinjau dari Tipe Coping

Stres……………………………………………………………..

.

43

44

44

44

50

53

53

54

54

55

56

57

58

58

58

Page 16: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.

.

Dinamika Psychological Well-Being Ditinjau Dari Tipe

Coping Stres ………………………………………………… 39

Page 17: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.

Lampiran B.

Lampiran C.

Lampiran D.

Lampiran E.

Lampiran F.

Lampiran G.

.

Alat Ukur Penelitian…………………………………………

Tabulasi Data Hasil Penelitian………………………………

Uji Reliabilitas dan Daya Beda Aitem………………………

Tabulasi Data Hasil Try Out Terpakai………………………

Hasil Uji Asumsi……………………………….....................

Hasil Uji Hipotesis……………………………......................

Surat Ijin dan Surat Tanda Bukti Penelitian…………………

70

79

94

107

122

125

127

Page 18: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan sumber daya manusia yang unggul dan profesional

mutlak adanya pada segala bidang. Sekolah sebagai media pembelajaran yang

diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan

globalisasi. Keberhasilan siswa di dalam kelas ditentukan oleh berbagai aspek,

yang diantaranya adalah daya tangkap dan kecepatan dalam memproses informasi.

Namun demikian, adanya perbedaan daya tangkap dan kecepatan dalam

memproses informasi yang dilakukan oleh siswa menimbulkan masalah tersendiri

dalam proses belajar-mengajar di sekolah, utamanya bagi siswa yang daya

tangkap dan kecepatan belajarnya melebihi teman-teman sebayanya.

Dalam studi kasus yang dilakukan Dharnoto (2006), dibahas tentang siswa

yang bernama Riana dan Adrian, keduanya mulai duduk di bangku SD pada umur

empat tahun, bahkan Adrian sejak usia dua tahun sudah bisa membaca koran,

merasa kesal karena dikelas reguler mereka merasa pelajarannya diulang ulang.

Kemampuan Riana dan Adrian dapat dimasukkan dalam tanda-tanda umum anak

berbakat, yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak

hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda

dengan temannya, disamping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki

kemampuan menyerap informasi sebanyak mungkian dengan mudah dan cepat

(Jaya, 2009). Fenomena di atas juga sesuai dengan ciri-ciri anak cerdas istimewa

Page 19: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

yang dikemukakan oleh Monks dan Ypenburg yang dikutip oleh Van Tiel (2007)

bahwa sejak dini anak cerdas istimewa sudah belajar membaca dan menulis

dengan caranya sendiri tanpa diajari.

Pemerintah menaruh perhatian tentang masalah anak berbakat dan cerdas

istimewa, berupaya memberikan pelayanan pendidikan yang dinilai sesuai bagi

mereka. Perhatian tersebut berupa beasiswa, perintisan sekolah anak berbakat

sampai pada akhirnya pada tahun 1998 Depdiknas memberikan Surat Keputusan

Penetapan Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar (Akbar, 2004).

Program percepatan belajar atau disebut juga program akselerasi

diidentifikasi sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi

siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan

pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan (Depdiknas, 2003). Hawadi

(2004) mengemukakan bahwa program akselerasi adalah pemberian layanan

pendidikan sesuai potensi siswa yang berbakat, dengan memberi kesempatan

kepada siswa untuk menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang

lebih cepat dibandingkan teman-temannya.

Pelayanan pendidikan bagi anak berkemampuan dan berkecerdasan luar

biasa dalam program akselerasi ditunjang dengan fasilitas yang berbeda dibanding

dengan program reguler atau kelas biasa demi mengoptimalkan proses belajar

siswa kelas akselerasi. Fasilitas tersebut diantaranya adalah disediakannya kelas

khusus yang ber-AC dengan sistem pengaturan suhu yang baik, multimedia dan

dilengkapi dengan internet serta pembatasan jumlah siswa agar proses

pembelajaran lebih efektif (Kwartolo, 2005).

Page 20: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Percepatan masa belajar yang semula tiga tahun menjadi dua tahun

menjadikan para siswa program akselerasi belajar “ekstra” keras. Porsi belajar

siswa program akselerasi ditambah, pukul 07.00 sampai dengan 14.00, bahkan ada

yang sampai sore, ditambah les untuk mata pelajaran tertentu, bisa dikatakan

bahwa sudah pulang lebih larut dari pada program reguler dirumah mereka harus

mengerjakan PR yang lebih banyak dari pada kelas reguler. Kerja mereka hanya

belajar, mandi, makan, dan belajar (Dharnoto, 2006).

Program akselerasi memiliki jadwal yang sedemikian ketat, sehingga

sering timbul pertanyaan apakah para siswa kelas akselerasi menjalani kehidupan

secara normal, walaupun dalam kelas mereka mendapat fasilitas yang khusus.

Mutiara, seorang pelajar SMA Negeri 8 Jakarta yang mengikuti program

akselerasi, merasakan pergaulannya menjadi terbatas, dikarenakan setiap hari

jadual belajarnya sangat padat. Senin hingga Jumat belajar sekitar pukul tujuh

pagi hingga pukul empat sore. Pada hari Sabtu ketika pelajar lain libur dari

kegiatan akademis dan menjalani aktivitas ekstrakurikuler, Mutiara dan 19 teman

sekelasnya justru disibukkan dengan berbagai praktikum (Permanasari, 2004).

Permasalahan sosialisasi antara program reguler dan akselerasi sulit

dihindari. Seperti yang dikemukakan oleh orang tua siswa akselerasi-Sigit

Sigalayan dari Samarinda yang sempat kaget ketika putranya Bhima bercerita

kalau teman-temannya di kelas reguler (saat SMP) mengatakan bahwa kelas

akselerasinya tidak diakui sebagai satu angkatan dengan murid yang masuk

bersamaan ke sekolah itu hanya karena waktu lulusnya berbeda, atau sebaliknya

siswa kelas 3 masih menganggap mereka baru kelas 2 (Sigalayan, 2008). Hal itu

Page 21: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

karena waktu belajar yang umumnya ditempuh tiga tahun, diprogram akselerasi

dengan pemadatan materi menjadi dipercepat dan hanya berlangsung dua tahun.

Belajar tentunya adalah hal yang utama bagi siswa, terutama bagi siswa

kelas akselerasi dalam mempertahankan prestasi dan keberadaan mereka dalam

kelas akselerasi. Kepala SMPN 1 Sukatminanto (dalam Anwar, 2007) mengatakan

ada syarat khusus yang harus dipenuhi siswa agar bisa masuk kelas akselerasi dan

memperoleh kompensasi pemangkasan waktu studi. Syarat tersebut diantaranya

adalah siswa harus ber-IQ minimal 125, nilai akademik untuk pelajaran MIPA dan

bahasa Inggris rata-rata minimal 7,5, lolos tes psikologi dan tes komitmen serta

sudah melewati pengamatan guru dan wali kelas setelah 1,5 bulan jadi siswa.

Kalau siswa lolos tes dan dinyatakan diterima, masih ada dua syarat tambahan

lain, syarat tersebut, dites kesehatannya dan siswa dan orang tua harus mau

meneken surat pernyataan yakni sanggup jadi peserta kelas akselerasi. Jika di

tengah jalan tidak bisa memenuhi tuntutan yang ada harus mau diturunkan di

kelas reguler.

Siswa program akselerasi adalah individu yang berada pada masa remaja,

pada masa remaja kondisi perkembangan karakteristiknya sangat dipengaruhi oleh

kondisi fisik, mental dan sosial. Hurlock (2004) menyebutkan bahwa masa remaja

berada dalam rentang umur tiga belas tahun sampai delapan belas tahun, dianggap

sebagai periode "badai dan tekanan", suatu masa ketegangan emosi yang

meninggi akibat perubahan fisik dan kelenjar. Fisik remaja yang berkembang

adalah tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks primer dan sekunder. Retnowati

(2008) menjelaskan lebih lanjut bahwa perubahan fisik yang terjadi pada masa

Page 22: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis,

tidak beraturan dan terjadi pada sistem reproduksi. Hormon-hormon mulai

diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi

serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai

dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik

seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-

organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan

dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri

ditandai dengan (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut

pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami

pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis,

tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan

sebagainya.

Tidak semua remaja dapat menerima perubahan dan menunjukkan

kepuasan pada perubahan tersebut sehingga membuat remaja mudah mengalami

perubahan suasana hati, sedih, gelisah, dan menangis tanpa sebab. Levine &

Smolak (dalam Asrori, 2009) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan

merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya

pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Hurlock (2004) menyebutkan pula

bahwa tubuh anak perempuan yang terlalu tinggi ataupun anak laki-laki yang

terlalu kurus, menimbukan penilaian sosial yang kurang baik. Shaw, Stice, dan

Whitenton (dalam Asrori, 2009) menyebutkan bahwa ketidakpuasan akan diri ini

sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang

Page 23: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan

yang maladaptif

Elkind dan Postman (dalam Retnowati, 2008) menyebutkan tentang

fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan

harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami

banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan

serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa

sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan

tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-

obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang

kronis. Masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang

sangat kompeten dan terampil untuk mengelola teknologi tersebut,

ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat

dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami

gangguan emosional.

Bellak (dalam Retnowati, 2008) menyebutkan bahwa remaja masa kini

dihadapkan pada lingkungan yang segala sesuatunya berubah sangat cepat.

Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk

diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang

disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan,

absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan

benturan budaya. Gambaran diatas menunjukkan bahwa siswa program akselerasi

berada dalam kondisi yang serba sulit, mereka harus memenuhi kebutuhan diri

Page 24: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

sendiri dan lingkungan sekaligus memenuhi tuntutan yang besar dari program

akselerasi itu sendiri.

Psikolog UI, Reni Akbar Hawadi (dalam Majidi, 2009) mengemukakan

bahwa siswa akselerasi cenderung akan mengalami stres pada awal program dan

stres tersebut akan muncul lagi saat ujian. Dosen Universitas Negeri Yogyakarta,

Hajar Pamadhi (dalam Fenizar, 2005) memberikan tambahan informasi bahwa

banyaknya sekolah yang menerapkan program percepatan (akselerasi) studi,

mengakibatkan rata-rata 11 orang pelajar per tahun menderita depresi karena

beban mental dan kelelahan belajar. Feldhusen (dalam Indriasari, 2007)

menyatakan bahwa jika seorang anak diketahui memiliki bakat intelektual, banyak

orang yang mengharapkan anak tersebut dapat menunjukkan kemampuannya pada

tingkatan yang lebih tinggi. Jika tuntutan tersebut dinilai melebihi batas

kemampuan yang dimiliki siswa untuk berespon, maka mereka akan mengalami

stress.

Rathi (2007) menyebutkan bahwa stres, kesehatan fisik serta popularitas

dan keintiman dalam hubungan dengan teman sebaya adalah beberapa faktor

penting yang memberi kontribusi pada tinggi atau rendahnya psychological well-

being pada remaja. Menurut Ryff (dalam Trankle, 2008) psychological well-being

adalah ukuran yang multidimensi dari perkembangan psikologis dan kesehatan

mental, termasuk skala tingkatan kemandirian dan hubungan yang positif dengan

orang lain. Kondisi ketertekanan yang dialami siswa akselerasi sudah tentu akan

mengganggu psychological well-being mereka sebagai remaja. Dalam kondisi

tersebut tentunya agar tidak mengganggu psychological well-being, mereka harus

Page 25: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

mempunyai coping stres yang baik. Coping stres mencerminkan upaya seseorang

dalam menghadapi stres. Lazzarus dan Folkman (dalam Compas, 2001)

mengemukakan bahwa coping adalah suatu perubahan konstan dari kognitif dan

tingkah laku yang berusaha untuk mengatur tuntutan spesifik, luar maupun dalam

yang dinilai membebani atau melampaui kapasitas dari seseorang. Menurut

Lazarus dan Folkman (dalam Smith, 2007), coping stres mempunyai dua tipe

yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Menurut Lazarus dan

Folkman (dalam Andrews dkk., 2004) problem focused coping termasuk usaha

untuk mengendalikan atau mengubah sumber stres, sedangkan emotion focused

coping adalah usaha untuk mengelola respon emosional terhadap stres.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kedua tipe

coping stres yang berupa problem focused coping dan emotion focused coping

memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dimungkinkan memiliki efektivitas

yang berbeda pula dalam keberhasilan menghadapi stres. Menurut Carver dkk.

(dalam Moore, 2007) problem focused coping dikatakan potensial bermanfaat

karena dalam beberapa penelitian ternyata berhubungan secara negatif terhadap

simtom gangguan mental, sedangkan emotion focused coping menunjukkan

hubungan positif yang lebih konsisten dengan simtomatologi psikiatri dan

masalah kesehatan fisik. Hal tersebut mendorong peneliti untuk melihat

psychological well-being siswa kelas akselerasi ditinjau dari tipe coping stress

yang berupa problem focused coping dan emotion focused coping.

Page 26: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

B. Perumusan Masalah

Masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah “Apakah ada

perbedaan psychological well-being ditinjau dari tipe coping stres pada siswa

program akselerasi?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan psychological well-being ditinjau dari tipe coping stres pada siswa

program akselerasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah pada Psikologi

Klinis serta Psikologi Pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Memberikan informasi tentang coping stres yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan psychological well-being mereka.

b. Bagi Praktisi Psikologi, Guru dan Orang Tua

Memberikan informasi bahwa terdapat adanya situasi dan kondisi

yang menekan pada program akselerasi sehingga praktisi Psikologi, guru

dan orang tua siswa program akselerasi mengetahui bahwa coping stres

Page 27: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

adalah salah satu faktor yang berperan membantu siswa program akselerasi

dalam mempertahankan psychological well-being mereka.

c. Bagi Sekolah

Memberikan informasi mengenai kaitan coping stres dengan

psychological well-being dan selanjutnya dapat digunakan untuk

meningkatkan pelayanan belajar-mengajar dengan menyeimbangkan aspek

fisik dan mental.

Page 28: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tipe Coping Stres

1. Pengertian Tipe Coping Stres

Setiap orang dalam hidupnya mengalami stres, karena stres adalah

bagian dari hidup seseorang. Lazarus (dalam Kovacs, 2007) mengemukakan

bahwa merasa stres adalah sebagai kondisi secara subyektif dialami oleh

responden yang merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang ditujukan

pada dirinya dengan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tuntutan

tersebut.

Stres sendiri ada yang bermanfaat, ada pula yang merugikan. Selye

(dalam Kovacs, 2007) mengemukakan bahwa stres yang baik dan berhubungan

dengan perasaan yang positif dan respon psikologis yang sehat disebut

Eustress, sedangkan stres yang berhubungan erat dengan perasaan negatif dan

tergangguanya keadan jasmaniah disebut Distress.

Lazarus (dalam Kovacs, 2007) juga membuat perbedaan antara stres,

beliau membedakan stres menjadi:

a. Harm (gangguan), yaitu kerusakan psikologis yang telah terjadi

semisal gagal bertemu klien sehingga kehilangan proyek bernilai

jutaan.

b. Threat (ancaman), yaitu gangguan yang telah diperkirakan, belum

datang akan tetapi mungkin gangguan itu akan segera terjadi.

Page 29: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

c. Challenge (tantangan), yaitu hasil dari tuntutan yang sulit, yang kita

rasakan percaya diri untuk memenuhinya dengan tindakan efektif

dan mengatur sumberdaya coping kita.

Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Compas dkk, 2001), coping stres

adalah suatu usaha konstan dari pikiran dan perilaku untuk mengatur tuntutan

yang spesifik baik dari dalam maupun luar diri individu yang dinilai

membebani atau melebihi sumber daya individu tersebut. Chaplin (2004)

mengartikan coping sebagai suatu tingkah laku dimana individu melakukan

interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas

atau masalah. Mutadin (2002) menyatakan bahwa strategi coping menunjuk

pada berbagai upaya baik mental maupun perilaku, untuk menguasai,

mentoleransi, mengurangi atau meminimalisasikan suatu situasi atau kejadian

yang penuh dengan tekanan, sedangkan Cheng (2001) menyatakan bahwa

coping itu adalah proses yang dinamis, individu mengubah secara konstan

pikiran dan perilaku mereka dalam merespon perubahan dalam penelitian

terhadap kondisi stres dan tuntutan-tuntutan dalam situasi tersebut.

Rudolph dan Weisz (dalam Compas, 2001) membedakan dua orientasi

coping. Orientasi tersebut adalah Primary Control yang berarti coping secara

langsung terhadap hal atau kondisi yang mempengaruhi atau pengaturan

langsung ekspersi emosi seseorang, dan yang berikutnya Secondary Control

berarti suatu usaha untuk menyesuaikan diri atau beradatasi dengan lingkungan

dan biasanya termasuk penerimaan dan pengorganisasian pikiran.

Page 30: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Ebata dan Moss (dalam Compass, 2001) berpendapat adanya tipe coping

Enggagement dan Disenggagement. Tipe Enggagement Coping biasanya

merupakan respon yang berorientasi langsung terhadap sumber stres, emosi

atau pikiran seseorang, sedangkan Disenggagement Coping berarti respon yang

menjauhi dari sumber stres emosi atau pikiran seseorang.

Lazarus dan Folkman (dalam Smith, 2007) mengemukakan ada dua tipe

coping stres yaitu tipe Problem Focused Coping dan tipe Emotion Focused

Coping. Tipe Problem Focused Coping yaitu ketika coping cenderung

digunakan ketika seseorang memutuskan bahwa gangguan, ancaman, atau

situasi yang menantang, dapat berubah, sedangkan tipe Emotion Focused

Coping adalah ketika coping yang digunakan saat seseorang yang mengalami

stres, menganggap situasi yang menekan tersebut di luar kendalinya, atau tidak

ada yang dapat dilakukan untuk merubah gangguan tersebut. Dalam jurnal

sebelumnya, disebut Problem Focused Coping apabila merupakan suatu usaha

memecahkan masalah atau melakukan sesuatu hal untuk mengubah sumber

dari stres, sedangkan disebut Emotion Focused Coping apabila merupakan

suatu usaha untuk mengurangi atau mengatur emotional distress yang

berhubungan (atau disebabkan) keadaan seseorang (Carver dkk.,1989).

Menurut Lazzarus dan Folkman (dalam Carver dkk., 1989) walaupun stressor

dikenai baik Problem Focused Coping maupun Emotion Focused Coping,

Problem Focused Coping cenderung menonjol ketika seseorang merasa bahwa

suatu gagasan (tentang masalah) tersebut dapat diselesaikan, sedangkan

Page 31: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Emotion Focused Coping, cenderung menonjol ketika seseorang merasa bahwa

harus bertahan dengan penyebab stress.

Penelitian ini menggunakan tipe coping dari Lazarus dan Folkman

(dalam Smith, 2007) yang berupa tipe Problem Focused Coping yaitu ketika

coping cenderung digunakan ketika seseorang memutuskan bahwa gangguan,

ancaman, atau situasi yang menantang, dapat berubah, dan tipe Emotion

Focused Coping yaitu ketika coping yang digunakan saat seseorang yang

mengalami stres, menganggap situasi yang menekan tersebut di luar

kendalinya, atau tidak ada yang dapat dilakukan untuk merubah gangguan

tersebut.

2. Dimensi-Dimensi Tipe Coping Stres

Penelitian yang dilakukan oleh Carver dkk. (1989) memunculkan suatu

konsep-konsep teoritis baru sebagai pembentukan dimensi-dimensi coping

stres yang bertujuan untuk menyempurnakan konsep-konsep yang

dikemukakan oleh Lazarus (dalam Carver dkk., 1989). Penyempurnaan itu

dirasa perlu karena:

a. Tidak ada pengukuran sebelumnya yang dapat digunakan pada

sampel yang berbeda-beda dalam bidang dan daerah.

b. Skala terdahulu kurang menunjukkan fokus pada beberapa aitem

yang menyebabkan terjadinya penafsiran yang ambigu pada beberapa

aitem tersebut.

Page 32: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

c. Terdapat masalah yang fundamental, yaitu bagaimana skala tersebut

secara tipikal dikembangkan. Skala yang terdahulu lebih berkembang

utamanya berbasis pada jalur kenyataan yang kemudian skala

tersebut kehilangan prinsip-prinsip teoritisnya.

Konsep-konsep yang telah disempurnakan tersebut kemudian digunakan

untuk menyusun suatu alat ukur coping stres yang disebut dengan COPE.

COPE terdiri dari lima skala yang konsepnya menjelaskan aspek dari problem

focused coping (active coping, planning, suppression of competiting activities,

restrain coping, seeking social support for instumental reason), lima skala

yang dapat dilihat sebagai emotion focused coping (Seeking social support for

emotional reason, positive reinterpretation, acceptance, denial, turning to

religion), serta tiga skala yang mengukur respon coping yang diperdebatkan

kurang berguna (focus on and venting emotion, behavioral disenggagement,

mental disenggagement). Konsep-konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Active coping, maksudnya mengambil tindakan aktif untuk mencoba

menghilangkan atau mengelak dari stressor atau untuk memperbaiki

akibat dari stressor tersebut. Active coping dapat berupa tindakan

untuk memulai aksi coping secara langsung, meningkatkan suatu

upaya, dan mencoba untuk melaksanakan usaha coping dengan cara

yang lazim. Istilah active coping hampir sama dengan inti dari

pernyataan dan istilah lain tentang problem-focused coping yang

dikemukakan Lazarus dan Folkman (dalam Carver dkk., 1989).

Page 33: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

b. Planning, maksudnya merencanakan tentang cara menanggulangi

stressor. Planning didalamnya termasuk cara merencanakan strategi

tindakan, memikirkan tentang langkah yang harus diambil dan cara

terbaik dalam mengendalikan masalah. Menurut Carver dkk. (1989)

planning jelas adalah problem focused, tetapi secara konseptual

berbeda dengan pelaksaaan aksi problem focused tersebut. Planning

terjadi selama penilaian kedua, dimana active coping terjadi selama

fase coping berlangsung.

c. Suppression of competiting activities, maksudnya mengesampingkan

aktivitas lain dan menekankan pada penanganan stressor. Seseorang

melakukan suppression of competiting activities dalam rangka

meningkatkan konsentrasi pada dirinya dalam menangani masalah

yang dihadapi.

d. Restraint coping, maksudnya secara pasif menunda pelaksanaan

kegiatan sampai saat yang tepat, sampai situai memungkinkan untuk

bertindak dan tidak tergesa-gesa. Restraint coping kadang diperlukan

dan fungsional dalam respon terhadap stres, walaupun sering

dilupakan sebagai suatu strategi coping yang potensial. Restrain

coping adalah strategi active coping yang selain memfokuskan diri

pada bagaimana cara mengatasi stres, juga sebagai passive strategy

yang berarti tidak bertindak apapun.

e. Seeking social support for instrumental reason, maksudnya berusaha

mendapatkan bantuan informasi, bimbingan atau saran dari orang

Page 34: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

lain. Seeking social support for instrumental reason termasuk

kategori problem focused coping.

f. Seeking social support for emotional reason, maksudnya berusaha

mendapatkan simpati, dukungan emosional, dan pengertian orang

lain. Seeking social support for emotional reason termasuk kategori

emotion focused coping. Terjadinya perbedaan antara seeking social

support for instrumental reason dan seeking social support for

emotional reason adalah karena perbedaan penerapan konsep

problem focus individu tersebut.

g. Positif reinterpretation and growth, maksudnya berusaha mengatur

emosi akibat keadaan yang menyusahkan daripada berhadapan

dengan stressor pada dirinya. Lazarus dan Folkman (dalam Carver

dkk., 1989) memasukkan tendensi ini dalam emotion focused coping,

akan tetapi, ditegaskan oleh Carver dkk. (1989) bahwa

bagaimanapun, nilai dari tendensi ini tidak terbatas hanya untuk

mengurangi distres, tetapi juga menerangkan transaksi yang penuh

tekanan dalam makna positif, yang hakekatnya dapat membimbing

seseorang untuk melanjutkan atau meneruskan dengan aktif-perilaku

problem focused coping.

h. Acceptance, maksudnya menerima kenyataan bahwa situasi stres

telah terjadi. Seseorang dapat saja mengira acceptance menjadi

penting dalam keadaan dimana penyebab stres adalah sesuatu yang

Page 35: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

harus disesuaikan, atau kebalikannya, yaitu seseorang dapat mengira

bahwa penyebab stres dapat mudah diubah atau diatasi.

i. Turning to religion, maksudnya memperbanyak aktifitas

keagaamaan, meliputi tindakan berdoa dan memperbanyak ibadah

untuk meminta bantuan kepada tuhan. McCrae dan Costa (dalam

Carver dkk., 1989) menyatakan bahwa turning to religion adalah

taktik yang cukup penting untuk banyak orang. Seseorang dapat

memilih turning to religion karena berbagai alasan seperti misalnya

agama mungkin tersaji sebagai sumber dukungan emosional, sebagai

media untuk positif reinterpretation and growth, atau sebagai taktik

dari active coping terhadap penyebab stres.

j. Denial, maksudnya menolak mempercayai stresor itu ada dan

bertindak seolah-olah stresor itu tidak nyata dan tidak terjadi pada

dirinya. Lazarus dkk. (dalam Carver dkk., 1989) menyatakan bahwa

denial adalah respon yang berguna, meminimalisasi distres dan

dengan cara demikian akan memfasilitasi coping. Levine dkk.

(dalam Carver dkk., 1989) mengungkapkan bahwa denial berguna

pada masa awal yang penuh tekanan walaupun nantinya

mengganggu coping itu sendiri.

k. Focus on and venting of emotions, maksudnya kecenderungan untuk

fokus pada distres apapun, atau kekecewaan seseorang yang

mengalami stres tersebut dan ia melontarkan perasaan tersebut.

Page 36: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

l. Behavioral disengagement, maksudnya mengurangi upaya yang

berurusan dengan penyebab stres, sama halnya mengira usaha

mencapai tujuan bersama penyebab stres adalah suatu hal yang

bertentangan. Fenomena ini juga diidentifikasikan sebagai keadaan

tidak berdaya. Behavioral disengagement dalam teorinya sering

terjadi ketika seseorang mengira kemungkinan keberhasilan

copingnya itu kecil.

m. Mental disengagement, maksudnya aktivitas bervariasi yang

dilakukan untuk mengalihkan seseorang dari berpikir tentang

dimensi perilaku atau tujuan yang berhubungan dengan penyebab

stres. Seseorang yang memilih untuk mengalihkan pikiran dari

masalah adalah contoh dari mental disengagement.

Penelitian ini menggunakan skala yang konsepnya serupa dengan yang

dikemukakan Lazarus dan Folkman (dalam Carver dkk., 1989) yang

disempurnakan dalam COPE oleh Carver dkk. (1989) yang memuat dimensi

dari problem focused coping dan emotion focused coping serta dimensi untuk

mengukur respon koping. Namun sesuai dengan judul penelitian, peneliti

hanya memfokuskan pada problem focused coping dan emotion focused coping

sehingga dimensi-dimensi coping stres yang dipakai adalah active coping,

planning, suppression of competiting activities, restraint coping, seeking social

support for instrumental reason, seeking social support for emotional reason,

positif reinterpretation, acceptance, denial, turning to religion.

Page 37: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping Stres

Menurut Lazzarus dan Mozkowitz (dalam Kilburn, 2002), coping stres

dipengaruhi oleh:

1. Disposisi kepribadian seperti optimism, neuroticism, dan extraversion.

2. Penerimaan karakteristik dari situasi stres termasuk kendali

terhadapnya

3. Sumber daya sosial

Menurut Mutadin (2002), faktor-faktor yang berpengaruh dalam

perilaku coping stres terdiri dari:

1. Kesehatan fisik. Kesehatan merupakan hal yang penting, karena

selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut mengeluarkan

energi yang besar.

2. Keyakinan atau pandangan positif. Keyakinan menjadi sumber daya

psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib,

mengarahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan dan akan

menurunkan kemampuan coping tipe problem focused coping.

3. Keterampilan memecahkan masalah. Keterampilan ini meliputi

kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, identifikasi

masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan,

kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan

hasil yang ingin dicapai dan pada akhirnya melaksanakan rencana

dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

Page 38: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

4. Keterampilan sosial. Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk

berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai

dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

5. Dukungan sosial. Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan

informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan orangtu,

anggota keluarga lain, saudara, teman dan lingkungan masyarakat

sekitar.

6. Materi. Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-

barang, atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

Menurut Lazarus (1976) perilaku coping yang dilakukan individu akan

dipengaruhi oleh:

a. Jenis kelamin. Menurut penelitian yang dilakukan Lazarus ditemukan

bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama menggunakan tipe coping

yang berfokus pada masalah (problem focused coping) maupun tipe

coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping).

b. Konteks lingkungan dan dan sumber individu, karena sumber-sumber

individu yang dimiliki seseorang seperti pengalaman, persepsi,

kemampuan intelektual, kesehatan kepribadian, pendidikan, dan

situasi yang dihadapi sangat menentukan proses penerimaan suatu

stimulus yang kemudian dapat dirasakan sebagai ancaman atau

tekanan.

Ditambahkan oleh Garmezy dan Rutter (Hapsari dkk., 2002) bahwa

perilaku coping akan bebeda pada setiap usia.

Page 39: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Berdasarkan uraian diatas dapat penulis menyimpulkan faktor-faktor

yang mempengaruhi coping antara lain kepribadian, jenis kelamin, usia,

dukungan sosial, dan sumber daya individu.

B. Psychological Well-Being

1. Pengertian Psychological Well-Being

Konsep tentang psychological well-being merupakan konsep banyak

ditemukan dalam berbagai sumber dan literatur, sehingga konsep tersebut

mempunyai banyak definisi dengan berbagai pengertian. Ryff (dalam Min Ma,

2008) mengadakan pendekatan terhadap psychological well-being melalui

perkembangan dan realisasi diri dari individu, lebih lanjut lagi Ryff

mengemukakan bahwa konsep psychological well-being adalah suatu

eudaimonia (kebahagiaan) yang dapat dialami dari aktivitas pribadi yang

penuh perasaan yang menjadi fasilitator atas pemenuhan potensi diri,

pengalaman dari hidup, dan kemajuan dari tujuan seseorang dalam hidup.

Min Ma (2008) menyebutkan bahwa Buhler, Erikson dan Neugarten

berpendapat bahwa psychological well-being adalah identifikasi dari fungsi

positif psikologis yang dijelaskan dalam gambaran dari perkembangan

sepanjang hidup, sedangkan Allport mengartikan psychological well-being

sebagai kedewasaan, oleh Jung diartikan individuasi, oleh Rogers dimaknai

orang yang berfungsi penuh, oleh Maslow diartikan aktualisasi diri, dan oleh

Jahoda psychological well-being diartikan sebagai kesehatan mental yang

positif.

Page 40: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Ryff (dalam Pudrovska, 2005) memandang psychological well-being

sebagai aspek fundamental dari perkembangan dan komponen yang sangat

diperlukan dalam proses perkembangan kehidupan serta kemampuan

beradaptasi.

Psychological well-being oleh Maslow (dalam Schultz, 1991)

dikemukakan sebagai kesehatan psikologis pada diri individu. Kesehatan

psikologis terwujud dalam sifat-sifat pengaktualisasian diri, yang sifat-sifat

tersebut telah cukup memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah

secara teratur berupa kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, serta

penghargaan. Individu tersebut bebas dari psikosis, neurosis, atau gangguan

patologis lain. Selain itu, individu tersebut juga memperhatikan kebutuhan-

kebutuhan yang lebih tinggi dengan cara memenuhi potensi-potensi dan

mengetahui serta memahami dunia sekitar.

Penelitian ini mendasarkan pada pengertian psychological well-being dari

Ryff (dalam Min Ma, 2008) dengan pertimbangan bahwa pengertian

psychological well-being dari Ryff (dalam Min Ma, 2008) telah mencakup

berbagai pengertian psychological well-being dari beberapa ahli lain dalam

landasan teori ini. Pengertian psychological well-being tersebut menurut Ryff

(dalam Min Ma, 2008) adalah kebahagiaan yang dapat dialami dari aktivitas

pribadi yang penuh perasaan yang menjadi fasilitator atas pemenuhan potensi

diri, pengalaman dari hidup, dan kemajuan dari tujuan seseorang dalam hidup.

Page 41: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

2. Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being

Ryff (dalam Christopher, 1999) memformulasikan enam dimensi

psychological well-being yang disusunnya berdasarkan teori psikologi

perkembangan, teori psikologi klinis, maupun teori kesehatan sebagai berikut:

a. Penerimaan diri

Penerimaan diri merupakan kriteria psychological well-being paling

penting. Penerimaan diri merupakan sikap positif seseorang terhadap

dirinya terkait dengan masa kini maupun masa lalu hidupnya.

b. Hubungan positif dengan orang lain

Hubungan positif dengan orang lain maksudnya terkait dengan

kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan antar pribadi yang

hangat, memuaskan, saling mempercayai, serta terdapat hubungan

saling memberi dan menerima.

c. Kemandirian

Kemandirian maksudnya individu memiliki kebebasan menentukan

hidupnya sendiri dan kemandirian dalam menjalani hidupnya serta

berperilaku sesuai dengan standar nilai itu sendiri.

d. Penguasaan lingkungan

Penguasaan lingkungan adalah kemampuan individu untuk memilih

maupun menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi

psikisnya.

Page 42: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

e. Tujuan hidup

Tujuan hidup maksudnya memiliki suatu perasaan bahwa hidupnya

memiliki tujuan dan makna baik masa lalu maupun yang sedang

dijalaninya kini. Individu yang berfungsi secara positif memiliki

tujuan, intensi, dan arah yang membuatnya merasa hidup ini memiliki

makna.

f. Pertumbuhan pribadi

Pertumbuhan pribadi yaitu terus mengembangkan potensinya secara

berkesinambungan untuk tumbuh dan berkembang secara pribadi.

Melengkapi enam dimensi kesejahteraan diatas, Rathi (2007)

menambahkan bahwa remaja yang menunjukkan kekuatan pada setiap dan

semua area dimensi tersebut akan berada dalam keadaan psychological well-

being yang tinggi, sedangkan remaja yang lemah dalam area dimensi-dimensi

tersebut akan berada dalam keadaan psychological well-being yang rendah.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

Ryff (1995) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

psychological well-being adalah:

a. Status pernikahan

Individu yang telah menikah lebih banyak memiliki emosi positif

daripada individu yang tidak menikah.

Page 43: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

b. Latar belakang budaya

Individu yang berasal dari negara timur mempunyai hubungan

dengan orang lain yang lebih tinggi, akan tetapi, mempunyai

penerimaan diri, kemandirian, dan pengembangan pribadi yang

rendah daripada individu dari negara barat. Selain itu individu dari

negara timur lebih mementingkan kesejahteraan psikologis orang lain

(misal anaknya) untuk menentukan kesejahteraannya sendiri.

c. Pengalaman hidup dan interpretasinya

Individu akan mengiterpretasikan pengalaman hidupnya dengan

bervariasi. Interpretasi tersebut berupa membandingkan dirinya

dengan orang lain, mengevaluasi umpan balik yang mereka terima

dari orang orang terdekatnya, mencoba mengerti penyebab

pengalaman mereka, dan mengambil makna yang relatif penting dari

beberapa pengalaman hidup yang dialaminya.

Kemudian Ryff (Papalia dkk, 2001) menambahkan faktor faktor yang

mempengaruhi well-being individu antara lain:

a. Usia

Individu usia dewasa madya memiliki psychological well-being yang

lebih tinggi pada beberapa dimensi daripada individu dewasa akhir

dan dewasa awal. Individu dewasa madya lebih mandiri dan memiliki

penguasaan lingkungan yang lebih tinggi daripada dewasa awal tetapi

kurang memiliki tujuan hidup dan kurang terfokus pada pertumbuhan

pribadi daripada individu dewasa akhir.

Page 44: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

b. Jenis kelamin

Pada umumnya antara laki-laki dan perempuan mempunyai

psychological well-being yang sama, tetapi perempuan lebih

memiliki hubungan sosial yang positif dengan orang lain.

c. Pendapatan atau status sosial ekonomi

Individu yang memiliki pekerjaan yang bagus dengan pendapatan

yang tinggi atau status sosial ekonominya tinggi akan memiliki

psychological well-being yang tinggi daripada individu yang

mempunyai pendapatan yang rendah atau tidak bekerja.

d. Pendidikan

Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki

psychological well-being yang tinggi daripada individu yang

berpendidikan rendah.

Faktor lain yang juga mempengaruhi psychological well-being

menurut Schumutte dan Ryff (1997) adalah temperamen dan kepribadian.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi psychological well-being adalah usia, jenis kelamin,

pendapatan atau status sosial ekonomi, pendidikan, temperamen dan

kepribadian

Page 45: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

C. Program Akselerasi

1. Pengertian Program Akselerasi

Menurut Kamdi (2004) akselerasi adalah program percepatan belajar

untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang mendapat

perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi

dan bakatnya. Menurut Pressey (dalam Hawadi, 2004) akselerasi adalah

sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program pengajaran yang lebih

cepat atau usia yang lebih muda yang konvensional. Hal ini menunjukkan

bahwa akselerasi meliputi persyaratan untuk menghindari hambatan

pemenuhan permintaan dalam pengajaran dan juga mengusulkan proses-proses

yang memungkinkan siswa melalui pemberian materi yang lebih cepat

dibanding dengan kemajuan rata-rata siswa. Program akselerasi bertujuan bagi

siswa yang berbakat istimewa di bidang kecerdasan akademik dapat

menyelesaikan studinya dengan lebih cepat dari waktu yang ditentukan

(Widyorini, 2002).

Hawadi (2004) mengemukakan bahwa program akselerasi adalah

pemberian layanan pendidikan sesuai potensi siswa yang berbakat, dengan

memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan program reguler

dalam jangka waktu yang lebih cepat dibandingkan teman-temannya.

Akselerasi juga diidentifikasi sebagai salah satu bentuk pelayanan pendidikan

yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk

dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan

(Depdiknas, 2003). Pelayanan pendidikan yang kurang memperhatikan potensi

Page 46: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

anak, bukan saja hanya merugikan anak itu sendiri, melainkan akan membawa

kerugian yang lebih besar bagi perkembangan pendidikan dan percepatan

pembangunan di Indonesia, dan jika potensi mereka tidak dimanfaatkan,

mereka akan mengalami kesulitan walau potensial (Hawadi, 2004).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil kesimpulan

bedasarkan pendapat Kamdi (2004) bahwa program akselerasi adalah

program percepatan belajar untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan luar

biasa yang mendapat perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu

perkembangan prestasi dan bakatnya.

2. Ciri-Ciri Program Akselerasi

Menurut Depdiknas (2003), program akselerasi memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Masukan (Input)

Masukan siswa diseleksi ketat dengan menggunakan kriteria dan

prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan, kriteria yang digunakan

adalah:

1) Informasi Data Objek

Informasi data objek yang diperoleh dari pohak sekolah berupa

skor akademis (nilai UAN dari sekolah sebelumnya rata-rata

delapan, oleh tes kemampuan akademik, rapor seluruh mata

pelajaran minimal delapan) dan pihak psikolog berupa skor

Page 47: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

pemeriksaan psikologis berdasarkan hasil tes intelektual umum

dengan tes IQ.

2) Kesehatan Fisik

3) Informasi Data Subyektif

Yaitu nominasi yang diperoleh dari diri sendiri, teman sebaya,

orang tua, dan guru sebagai hasil dari pengamatan sejumlah ciri-

ciri keberbakatan.

4) Kesediaan Calon Siswa

Kesediaan calon siswa dan persetujuan dari orang tua secara

tertulis mengenai hak dan kewajiban serta hal-hal yang dianggap

perlu untuk menjadi peserta program akselerasi.

b. Tenaga Kependidikan.

Guru yang dipilih untuk mengajar program akselerasi adalah

guru yang memiliki kemampuan sikap dan ketrampilan terbaik diantara

guru yang ada dan setidaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Memiliki tingkat pendidikan yang dipersyaratkan sesuai dengan

jenjang sekolah yang diajarkan minimal lulusan S1.

2) Mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya

3) Memiliki pengalaman mengakar di kelas reguler minimal 3 tahun

dengan prestasi baik.

4) Memiliki pengetahuan tentang karateristik siswa berpotensi,

kecerdasan dan bakat istimewa secara umum dan program

akselerasi secaara khusus.

Page 48: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

5) Memiliki karakterisitik umum yang dipersyaratkan seperti: adil dan

tidak memihak, sikap kooperatif demokratis, fleksibilitas, rasa

humor, menggunakan penghargaan dan pujian, minat yang luas,

memberi perhatian terhadap masalah anak, dan penampilan sikap

menarik.

6) Memenuhi persyaratan sebagai berikut: memiliki pengetahuan

tentang sifat dan kebutuhan anak berbakat, memiliki kemampuan

berfikir tingkat tinggi. Memiliki pengetahuan tentang kebutuhan

afektif dan kognitif anak bebakat, memiliki kemampuan untuk

menunjuk teknik mengajar yang sesuai, memiliki kemampuan

untuk membimbing dan memberi konseling kepada siswa berbakat

dan orangtuanya dan memiliki kemampuan untuk melakukan

penelitian.

c. Kurikulum.

Kurikulum program akselerasi adalah kurikulum nasional dan

muatan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi

esensial dan dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat

memacu dan mewadahi integrasi antara pengembangan spiritual,

logika, etika dan estetika, serta dapat mengembangkan kemampuan

berpikir holistic, kreatif, sistematis, linear, dan konvergen, untuk

memenuhi tuntutan masa kini dan masa mendatang.

d. Sarana dan Prasarana.

Page 49: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Sarana belajar yang harus dipenuhi adalah:

1) Sumber belajar seperti buku paket, buku pelengkap, buku

referensi, buku bacaan, majalah, koran, modul, lembar kerja,

kaset video, VCD, CD ROM, dan sebagainya.

2) Media pembelajaran seperti radio, casette recorder, TV,

OHP, wireless, slide projector, LD/LCD/VCD/DVD player,

komputer, dan sebagainya

3) Adanya sarana Information Technology (IT), jaringan

internet, dan lain-lain.

Sedangkan prasarana belajar yang harus dipenuhi adalah:

1) Ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, ruang TU, dan

ruang OSIS.

2) Ruang kelas, dengan formasi tempat duduk yang mudah

dipindah-pindah sesuai dengan keperluan.

3) Ruang laboratorium IPA, laboratorium IPS, laboratorium

bahasa, laboratorium komputer dan ruang perpustakaan.

4) Kantin sekolah, koperasi sekolah, mushola atau tempat

ibadah dan poliklinik.

5) Aula pertemuan

6) Lapangan olah raga

7) Kamar mandi/WC

8) Proses belajar mengajar

Page 50: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Pengembangan sistem proses belajar mengajar siswa program akselerasi,

diarahkan pada terwujudnya proses belajar mengajar tuntas dengan

memperhatikan keselarasan dan keseimbangan antara: a) dimensi tujuan

pembelajaran, b) dimensi pengembangan persaingan dan kerjasama, d) dimensi

penegembangan kemampuan holistik dan kemampuan berfikir elaborasi, e)

dimensi pelatihan berfikir induktif dan deduktif, dan f) pengembangan IPTEK

dan IMTAQ secara terpadu, serta g) lingkungan.

3. Kelebihan Program Akselerasi.

Menurut Southerm dan Jones (dalam Akbar, 2004) keuntungan program

akselerasi bagi anak berbakat:

a. Meningkatkan efesiensi

Siswa yang telah siap dengan bahan-bahan pengajaran dan menguasai

kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih

efisien

b. Meningkatkan efektivitas

Siswa yang terkait belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan dan

menguasai keterampilan-keterampilan sebelumnya merupakan siswa

yang paling efektif.

c. Penghargaan

Siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya

memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya

d. Meningkatkan waktu untuk karier

Page 51: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Adanya pengurangan waktu belajar akan meningkatkan produktivitas

siswa, penghasilan, dan kehidupan pribadinya pada waktu yang lain

e. Membuka siswa pada kelompok barunya

Dengan program akselerasi, siswa dimungkinkan untuk bergabung

dengan siswa lain yang memiliki kemampuan intelektial dan akademis

yang sama

f. Ekonomis

Keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu mengeluarkan banyak

biaya untuk mendidik guru khusus anak berbakat.

4. Kekurangan Program Akselerasi

Akan tetapi dibalik semua itu program akselerasi menurut Southerm dan

Jones (dalam Akbar, 2004) masih banyak mempunyai kelemahan antara lain:

a. Segi akademik

1) Bahan ajar terlalu tinggi bagi siswa akselerasi.

2) Kemampuan siswa melebihi teman sebayanya sementara siswa

akseleran kemungkinan imatur secara sosial, fisik dan emosional

dalam tingkatan kelas tertentu

3) Siswa akseleran terikat pada keputusan karier lebih dini tidak

efisien sehingga mahal.

4) Siswa akseleran mengembangkan kedewasaan yang luar biasa

tanpa adanya pengalaman yang dimiliki sebelumnya

Page 52: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

5) Pengalaman-pengalaman yang sesuai untuk anak seusianya tidak

dialami karena tidak merupakan bagian dari kurikulum

6) Tuntutan sebagai siswa sebagian besar pada produk akademik

konvergen sehingga siswa akseleran akan kehilangan kesempatan

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan divergen.

b. Segi penyesuaian sosial

1) Kekurangan waktu beraktivitas dengan teman sebayanya

2) Siswa akan kehilangan aktivitas sosial yang penting dalam usia

sebenarnya dan kehilangan waktu bermain.

c. Berkurangnya kesempatan kegiatan ekstrakurikuler

d. Penyesuaian emosional

1) Siswa akseleran pada akhirnya akan mengalami burn out di bawah

rekanan yang ada dan kemungkinan menjadi underachiever

2) Siswa akseleran akan mudah frustasi dengan adanya tekanan dan

tuntutan berprestasi.

e. Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleran

kehilangan kesempatan untuk mengembangkan hobi.

Kelas dengan program akselerasi adalah salah satu dari beberapa

program belajar bagi siswa berbakat, program ini mungkin sesuai pada

beberapa siswa berbakat tetapi belum tentu sesuai dengan siswa berbakat

lainnya. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah data seleksi untuk

memutuskan siswa berbakat sesuai dengan program ini atau tidak.

Page 53: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

D. Psychological Well-Being Ditinjau Dari Tipe Coping Stres

Pada Siswa Program Akselerasi

Program akselerasi merupakan suatu jawaban atas dibutuhkannya

pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan

luar biasa. Dalam program akselerasi, siswa yang memiliki bakat istimewa dan

kecerdasan luar biasa mendapat perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat

dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya, yang nantinya mereka dapat

menyelesaikan program belajar lebih awal dari waktu yang lebih ditentukan.

Dalam pelaksanaannya, program akselerasi selain memiliki dampak positif juga

memiliki dampak negatif bagi siswanya. Dampak negatif dari pelaksanaan

program akselerasi menurut Southern dan Jones (dalam Indriasari, 2007)

diantaranya pada bidang akademis, penyesuaian sosial, dan penyesuaian emosi.

Pada bidang akademis, dampak negatif yang mungkin muncul adalah

ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dengan tingginya tuntutan berprestasi,

padatnya materi, banyaknya pekerjaan rumah sehingga membuat kreativitas

mereka terbelenggu dan berkurangnya kemampuan mereka untuk berpikir

divergen. Pada bidang penyesuaian sosial, dampak negatif yang mungkin muncul

adalah berkurangnya waktu beraktivitas dengan teman sebaya, juga kemungkinan

penolakan oleh teman-teman yang lebih dewasa atau teman-teman di luar program

akselerasi. Pada bidang penyesuaian emosi, dampak negatif yang muncul menurut

Southern dan Jones (dalam Indriasari, 2007) adalah munculnya rasa frustrasi

akibat tekananan tuntutan akademis.

Page 54: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Berbagai hal diatas berpotensi menimbulkan stres pada siswa program

akselerasi. Stres adalah keadaan dimana tuntutan melampaui kemampuan dan

sumberdaya individu untuk mengatur tuntutan tersebut (Strens, 2007). Sebagai

manusia, saat remaja mengalami situasi dan kondisi yang menimbulkan stres,

secara alamiah mereka akan berusaha mengatasi stres tersebut dengan

menggunakan sejumlah perilaku. Usaha untuk mengatasi stres tersebut disebut

coping stres. Menurut Lazarus (dalam Compas dkk, 2001) coping adalah respon

penuh arti yang ditujukan langsung untuk memecahkan hubungan penuh stres

antara diri dengan lingkungan atau diri dengan emosi negatif yang muncul akibat

stres itu sendiri. Coping mempunyai dua tipe, yaitu problem focused coping dan

emotion focused coping. Menurut Lazarus dan Folkman ( dalam Andrews, Ainley,

Frydenberg, 2004) problem focused coping termasuk usaha untuk mengendalikan

atau mengubah sumber stres, sedangkan emotion focused coping adalah usaha

untuk mengelola respon emosional terhadap stres.Penelitian Oleh Compas dkk

(Dalam Kephart, 2001) menemukan bahwa problem focused coping berhubungan

negatif dengan masalah emosi dan perilaku, sedangkan emotion focused coping

berhubungan positif dengan masalah tersebut.

Pada remaja, problem focused coping lebih fungsional dalam

menyelesaikan masalah, sedangkan emotion focused coping menunjukkan

disfungsinya dalam menyelesaikan masalah dan dapat menuntun pada penarikan

diri, tingkah laku merusak dan penghindaran masalah (Kilburn dan Whitlock,

2008). Problem focused coping berhubungan dengan rendahnya tingkat simtom

depresi, sedangkan emotion focused coping dihubungkan dengan simtom deresi

Page 55: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

dengan derajat yang tinggi (Compas dkk dalam Ellen, DiGuissepe, Froh, 2006).

Causey (dalam Compas, B. E., Smith, J. K. C., Saltzman, H., Thomsen, A. H.,

Wadsworth, M. E., 2001) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara

problem focused coping dengan kompetensi akademik dan sosial. Remaja yang

kurang dalam membiasakan menggunakan problem focused coping mengalami

lebih banyak masalah penyesuaian (Kilburn dan Whitlock, 2008).

Feldman (dalam Indriasari, 2007) mengungkapkan bahwa stres yang

berlebihan tanpa adanya kemampuan coping efektif akan mempunyai implikasi

jangka panjang pada kesehatan psikologis dan fisiologis. Rathi (2007)

menyebutkan bahwa stres, kesehatan fisik serta popularitas dan keintiman dalam

hubungan dengan teman sebaya adalah beberapa faktor penting yang memberi

kontribusi pada tinggi atau rendahnya psychological well-being pada remaja.

Psychological well-being menurut Ryan dan Deci (dalam Strens, 2007) adalah

konsep mencapai kesenangan dan menghindari rasa sakit, serta menjadi berfungsi

sepenuhnya termasuk kesehatan fisik dan pikiran yang bagus. Gambaran diatas,

menunjukkan bahwa coping stres dalam tipe problem focused coping maupun

emotion focused coping memiliki karakteristik yang berbeda dalam membantu

siswa program akselerasi untuk mempertahankan psychological well-being

mereka dalam kondisi tertekan akibat berbagai tuntutan akademis dari program

akselerasi maupun akibat perubahan karakteristik perkembangan masa remaja.

Dinamika hubungan antara tipe coping stres dengan psychological well-

being dapat dilihat pada gambar 1 berikut:

Page 56: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

E. Kerangka Pikir

Gambar 1Dinamika Psychological Well-Being Ditinjau Dari Tipe Coping Stres

Coping stres mempunyai dua tipe yaitu problem focused coping dan emotion focused coping, yang keduanya mempengaruhi tinggi rendahnya

psychological well being.

F. Hipotesis

Hipotesis yang melandasi penelitian ini adalah ada perbedaan psychological

well-being ditinjau dari tipe coping stres pada siswa program akselerasi.

CopingStres

problem focused

emotion focused

Psychological Well-Being

rendah

tinggi

Page 57: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variabel penelitian perlu ditentukan agar dapat menentukan

metode pengumpulan data yang akan dilakukan serta menentukan jenis-jenis

analisis data yang sesuai dengan penelitian. Variabel-variabel yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas : Tipe Coping Stres

2. Variabel Tergantung : Psychological Well-Being

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah:

1. Tipe Coping Stres

Tipe coping stres menurut Lazarus dan Folkman (dalam Smith, 2007)

yaitu berupa tipe Problem Focused Coping yaitu ketika coping cenderung

digunakan ketika seseorang memutuskan bahwa gangguan, ancaman, atau

situasi yang menantang, dapat berubah, dan tipe Emotion Focused Coping

yaitu ketika coping yang digunakan saat seseorang yang mengalami stres,

menganggap situasi yang menekan tersebut di luar kendalinya, atau tidak ada

yang dapat dilakukan untuk merubah gangguan tersebut

Tipe coping stres tersebut akan dilihat dengan menggunakan skala yang

konsepnya serupa dengan yang dikemukakan Lazarus dan Folkman (dalam

Page 58: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Carver dkk., 1989) yang disempurnakan dalam COPE oleh Carver dkk. (1989)

yang memuat dimensi dari problem focused coping dan emotion focused

coping serta dimensi untuk mengukur respon coping. Namun sesuai dengan

judul penelitian, peneliti hanya memfokuskan pada problem focused coping

dan emotion focused coping sehingga dimensi-dimensi coping stres yang

dipakai adalah active coping, planning, suppression of competiting activities,

restraint coping, seeking social support for instrumental reason, seeking social

support for emotional reason, positif reinterpretation, acceptance, denial,

turning to religion. Penentuan tipe coping stres dilakukan dengan melihat rata-

rata nilai hasil dari pengukuran kedua dimensi tipe coping stres.

2. Psychological Well-Being

Psychological well-being adalah kebahagiaan yang dapat dialami dari

aktivitas pribadi yang penuh perasaan yang menjadi fasilitator atas pemenuhan

potensi diri, pengalaman dari hidup, dan kemajuan dari tujuan seseorang dalam

hidup. Psychological well-being tersebut akan diukur dengan menggunakan

Skala Psychological Well-Being yang disusun berdasarkan modifikasi Skala

Psychological Well-Being dari WLS Surveys 1992-1993 (Pudrovska, 2005)

yang memuat dimensi-dimensi psychological well-being dari Ryff (dalam

Papalia dkk, 2001) berupa penerimaan diri, hubungan positif dengan orang

lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan

pribadi. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula

psychological well-beingnya, begitu pula sebaliknya jika semakin rendah skor

yang diperoleh maka semakin rendah psychological well-beingnya

Page 59: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

C. Populasi, Sampel, dan Sampling

Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah siswa program

akselerasi SMA NEGERI 3 SURAKARTA. Sampel yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X pada program akselerasi SMA

NEGERI 3 SURAKARTA. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan studi populasi dikarenakan terbatasnya jumlah siswa

program akselerasi di SMA NEGERI 3 SURAKARTA.

Populasi program akselerasi SMA NEGERI 3 SURAKARTA pada kelas

X seluruhnya berjumlah 50 siswa, terdiri dari 2 kategori kelas yaitu kelas A dan

kelas B dengan tiap-tiap kelas berisi 25 siswa. Penelitian ini menggunakan seluruh

siswa dari kelas A dan kelas B tersebut.

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua alat pengumpulan data, yaitu skala

Coping Stres untuk menentukan tipe coping stres yang sering dipakai serta skala

Psychological Well-Being untuk mengukur psychological well-being.

Skala Coping Stres yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

modifikasi COPE Inventory (Carver dkk, 1989) dengan empat pilihan jawaban

yaitu sangat jarang, kadang, sering, dan selalu. COPE Inventory yang memuat

dimensi dari problem focused coping dan emotion focused coping serta dimensi

untuk mengukur respon coping. Namun sesuai dengan judul penelitian , peneliti

hanya memfokuskan pada problem focused coping dan emotion focused coping

sehingga dimensi-dimensi coping stres yang dipakai adalah active coping,

Page 60: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

planning, suppression of competiting activities, restraint coping, seeking social

support for instrumental reason, seeking social support for emotional reason,

positif reinterpretation, acceptance, denial, turning to religion. Skala Coping

Stres tersebut jumlahnya 70 item, terdiri dari 35 item dari dimensi problem

focused coping dan 35 item dari dimensi emotion focused coping. Semakin

banyak skor yang dikumpulkan dari dimensi-dimensi dari tipe coping stres

tersebut maka semakin kuatlah kecenderungan penggunaan tipe coping stres

tersebut, begitu juga sebaliknya, semakin sedikit skor yang dikumpulkan dari

dimensi-dimensi dari tipe coping stres tersebut maka semakin lemah

kecenderungan penggunaan tipe coping stres tersebut. Selanjutnya hasil skor

tersebut dirubah dalam model data dummy dengan kode yang telah ditentukan

sebagai berikut:

Tabel 1Variabel Dummy Untuk Skala Coping Stres

Kode Tipe Coping12

Problem Focused CopingEmotion Focused Coping

Skala Psychological Well-Being yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan modifikasi Skala Psychological Well-Being dari WLS Surveys 1992-

1993 (Pudrovska, 2005) dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju,

kurang setuju dan tidak setuju. Skala Psychological Well-Being memuat dimensi-

dimensi psychological well-being dari Ryff (dalam Papalia dkk, 2001) yang

berupa penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian,

penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Skala

Psychological Well-Being terdiri dari 42 item. Semakin tinggi skor yang diperoleh

Page 61: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

maka semakin tinggi pula psychological well-beingnya, begitu pula sebaliknya

jika semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah psychological

well-beingnya.

Tabel 2Skala Tipe Coping Stres Problem Focused Coping

No. Dimensi Nomor Item

1 Active coping 1, 6, 11, 16, 21, 26, 31

2 Planning 2, 7, 12, 17, 22, 27, 32

3 Suppression of competiting activities 3, 8, 13, 18, 23, 28, 33

4 Restraint coping 4, 9, 14, 19, 24, 29, 34

5 Seeking social support for instrumental reason 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35

Tabel 3Skala Tipe Coping Stres Emotion Focused Coping

No. Dimensi Nomor Aitem

1 Seeking social support for emotional reason 1, 6, 11, 16, 21, 26, 31

2 Positif reinterpretation 2, 7, 12, 17, 22, 27, 32

3 Acceptance 3, 8, 13, 18, 23, 28, 33

4 Denial 4, 9, 14, 19, 24, 29, 34

5 Turning to religion 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35

Tabel 4Skala Psychological Well-Being

No. Dimensi Nomor Aitem

1 Penerimaan diri 1, 7, 13, 19, 25, 31, 37

2 Hubungan positif dengan orang lain 2, 8, 14, 20, 26, 32, 38

3 Kemandirian 3, 9, 15, 21, 27, 33, 39

4 Penguasaan lingkungan 4, 10, 16, 22, 28, 34, 40

5 Tujuan hidup 5, 11, 17, 23, 29, 35, 41

6 Pertumbuhan pribadi 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42

Page 62: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

E. Analisis Data

1. Uji Validitas Dan Daya Beda Aitem Alat Ukur

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (dalam Azwar, 2005). Alat ukur

yang digunakan dalam penelitian ini diuji validitasnya dengan uji validitas isi

yang dilakukan secara rasional oleh professional judgement, yaitu

pembimbing. Pengujian daya beda yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan teknik product moment dari Pearson dengan bantuan program

SPSS versi 13.0.

2. Uji Reliabilitas Aitem Alat Ukur

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi atau kepercayaan

hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran(dalam Azwar,

2005). Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dengan menggunakan

realibilitas alpha Cronbach. Pengujian reliabilitas yang dilakukan dalam

penelitian ini menggunakan realibilitas alpha Cronbach dengan bantuan

program SPSS versi 13.0.

3. Uji Hipotesis

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analiais

kuantitaif. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis

penelitian ini adalah dengan menggunakan Uji Mann-Whitney dengan bantuan

program SPSS versi 13.0.

Page 63: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah Penelitian

Orientasi kancah penelitian dilakukan untuk mengetahui letak dan

wilayah penelitian. Penelitian mengenai psychological well being ditinjau dari

tipe coping stres dilaksanakan pada program akselerasi SMA Negeri 3

Surakarta di jalan RE. Martadinata 13 Surakarta. Program akselerasi SMA

Negeri 3 Surakarta berjalan atas Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah No. 421.7/002589 Tertanggal 24

Oktober 2002. Langkah yang kemudian diambil oleh pihak SMA Negeri 3

Surakarta adalah membentuk tim untuk melakukan persiapan pembukaan

program akselerasi dan kemudian melakukan studi banding ke sekolah yang

telah melaksanakan program akselerasi, selanjutnya mempersiapkan sarana

prasarana dalam pelaksanaan program, penyusunan program, rekrutmen guru

dan yang terakhir adalah penjaringan siswa.

Penjaringan siswa program akselerasi SMA Negeri 3 Surakarta

dilaksanakan sebelum pendaftaran program reguler, dimaksudkan supaya

jangkauan layanan lebih luas artinya program akselerasi SMA Negeri 3

Surakarta tidak hanya melayani siswa kota Surakarta, tetapi juga dibuka untuk

daerah diluar kota Surakarta. Mekanisme penjaringan siswa program akselerasi

SMA Negeri 3 Surakarta secara garis besar adalah:

Page 64: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

1. Pendataan Akademik.

a. Nilai raport SMP/MTs program 1 s.d program 3 smt 1( 8,0)

b. Tes Akademik 8,0 ( Matematika, IPA, Bahasa Inggris)

c. Nilai UAN 8,0 (Dijumlah kemudian diperingkat).

2. Tes Psikologi.

a. Tes IQ (Intellegent Questionnaire)

b. Tes CQ (College Questionnaire)

c. Tes TC (Tests of Creative)

d. Tes SQ (Spiritual Questionnaire) dan Kestabilan Emosi

e. Tes Minat Bakat (Rekomendasi Psikolog : disarankan, disarankan

dengan pertimbangan, tidak disarankan).

3. Tes Wawancara.

Program akselerasi SMA Negeri 3 Surakarta mengembangkan kurikulum

yang berupa Kurikulum Nasional (Kurikulum 2004/KTSP) dengan pengaturan

alokasi waktunya: 2/3 dari waktu yang dialokasikan untuk program reguler dan

diserahkan pada masing-masing guru mata pelajaran. Waktu Belajar : 06.30 –

13.00 (Senin – Kamis dan Sabtu), 07.15 – 11.15 untuk Jumat.

Untuk dukungan keberhasilan Guru dalam melakukan KBM sehingga

tercapai target kurikulum dan hasil yang optimal di tiap kelas disediakan multi

media.

1. Komputer yang tersambung internet

2. DVD , TV

3. Tape

Page 65: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

4. OHP

5. Buku Referensi.

Standar ketuntasan belajar mengajar (SKBM ) /KKM ditentukan oleh

masing-masing guru mata pelajaran ( 75,0 ). Pembinaan siswa yang berkaitan

dengan perkembangan psikologi siswa dilakukan oleh guru BP dan psikolog.

Rutin diadakan kegiatan sharing antara guru,siswa, kepala sekolah dan komite

sekolah serta kegiatan outbond pada siswa.

Untuk memenuhi dimensi diferensiasi, non akademis, situasi belajar,serta

eskalasi disusun Program Pengembangan wawasan Keilmuan dan

Pendampingan Psikologi yang meliputi :

1. Program Eksplorasi Pustaka

2. Program Studi Outdoor.

3. Program Ceramah Ilmiah

4. Program Pendalaman Materi

5. Program Riset sederhana bidang Sain dan bidang sosial

6. Program Pelatihan Web Desain dan AVE

7. Program Karya wisata.

8. Program Outbond

9. Program Pendampingan Psikologi

10.Program Bilingual (Matematika dan Fisika)

Kemitraan SMA Negeri 3 Surakarta dibangun bersama:

1. Universitas Sebelas Maret (UNS) Fakultas MIPA dan PMIPA

2. Lembaga Psikologi ANAVA.

Page 66: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

3. Lembaga Toefl Indonesia (LTI)

4. Lembaga Outbond ANAVA

5. Fakultas Psikologi Undip

6. Fakultas MIPA Undip (Biologi).

2. Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, pada tanggal 26 Februari 2010 terlebih

dahulu dilakukan survey pendahuluan ke program akselerasi SMA Negeri 3.

Survey tersebut dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan data mengenai

jumlah siswa program akselerasi seluruhnya serta untuk mengetahui berapa

jumlah siswa yang dapat ikut dalam penelitian. Pada saat survey, peneliti

menemui Kepala Tata Usaha dan Kepala Program Akselerasi SMA Negeri 3

Surakarta dan mendapatkan informasi sehubungan penelitian yang akan

dilakukan.

Hasil survey menyebutkan bahwa lokasi program akselerasi terpisah dari

program reguler SMA Negeri 3 Surakarta. Program akselerasi memiliki dua

tingkatan kelas yaitu kelas X yang terdiri dari kelas X A dan kelas X B serta

kelas XI yang terdiri dari kelas XI A dan kelas XI B.

Penelitian ini menggunakan dua alat ukur, yaitu Skala Coping Stres dan

skala Psychological Well Being. Diperlukan persiapan yang matang agar kedua

alat ukur tersebut layak dan siap untuk digunakan. Alat ukur yang akan

digunakan dalam penelitian ini telah melalui prosedur validitas alat ukur

melalui pengujian validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan melihat

kesesuaian antara butir-butir aitem dalam alat ukur dengan blue-print yang

Page 67: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

telah ditentukan sebelumnya. Selain itu validitas isi juga melihat kesesuaian

atem-aitem dengan indikator perilaku yang hendak diungkap. Validitas isi ini

dilakukan secara rasional oleh professional judgement, yaitu pembimbing.

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan Subjek Penelitian

Subjek yang menjadi sampel dalam penelitian ini diambil dengan

menggunakan studi populasi yaitu seluruh siswa program akselerasi kelas XA

dan kelas XB IPA yang berjumlah 50 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada

tanggal 8 Maret 2010 dengan menggunakan Try Out terpakai. Try Out terpakai

digunakan karena waktu dan subjek penelitian yang terbatas.

Tabel 5Jumlah Siswa Untuk Penelitian

Kelas Jumlah Siswa

XII IPA A 25XII IPA B 25Jumlah 50

2. Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pada hari Senin tanggal 8 Maret 2010 pada pukul

09.00 WIB, dengan waktu 1 jam pelajaran yaitu 45 menit. Sebelum siswa

mengerjakan tes dan skala yang diberikan, peneliti terlebih dahulu

memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan serta tujuan

kegiatan yang akan dilakukan. Peneliti kemudian menjelaskan tentang cara dan

contoh pengerjaan. Selama subjek mengerjakan skala penelitian, peneliti tetap

berada di dalam program sampai subjek selesai mengerjakan dan

Page 68: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

mengumpulkan skala kembali pada peneliti. Setelah kuisioner terkumpul lalu

dilakukan skoring, kemudian dilakukan analisis daya beda dan reliabilitasnya.

3. Pelaksanaan Skoring

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan

skor pada hasil pengisian skala untuk keperluan analisis data. Pada skala

Coping Stres skor untuk masing-masing aitem bergerak dari 1- 4 dengan sifat

aitem favorabel (mendukung). Skor 1 untuk jawaban sangat jarang (SJ), skor 2

untuk kadang (KD), skor 3 untuk sering (SR), dan skor 4 untuk selalu (SL).

Pada skala Psychological Well Being dengan sifat aitem favorabel

(mendukung) skor 1 untuk jawaban tidak setuju (TS), skor 2 untuk kurang

setuju (KS), skor 3 untuk setuju (S), dan skor 4 untuk sangat setuju (SS),

sedangkan untuk aitem unfavorabel (tidak mendukung) skor 4 untuk jawaban

tidak setuju (TS), skor 3 untuk kurang setuju (KS), skor 2 untuk setuju (S), dan

skor 1 untuk sangat setuju (SS). Kemudian skor yang diperoleh dari subjek

penelitian dijumlahkan untuk masing-masing skala. Total skor skala yang

diperoleh akan dipakai dalam analisis data.

Pada skala Coping Stres skor yang diperoleh dijumlahkan tiap aspek dan

dicari mean rata-rata tertinggi tiap aspek untuk menentukan tipe coping stres

yang digunakan oleh siswa program akselerasi, kemudian data tersebut dirubah

dalam model data dummy. Untuk skala Psychological Well Being skor yang

diperoleh dari subjek penelitian dijumlahkan seluruhnya dan hasilnya

digunakan dalam analisis data.

Page 69: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

C. Hasil Analisis Data

1. Analisis Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur.

Data yang diperoleh setelah uji-coba ditabulasikan dan dianalisis untuk

mengetahui daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur. Hasil uji daya beda dan

reliabilitas tiap-tiap alat ukur tersebut adalah sebagai berikut:

a. Skala Coping Stres

Skala Coping Stres yang diberikan pada siswa program akselerasi

sebanyak 50 siswa. Skala tipe kepribadian ini berjumlah 70 aitem yang

terdiri dari 35 aitem untuk mengukur tipe Problem Focused Coping dan 35

aitem untuk mengukur tipe Emotion Focused Coping. Hasil analisis daya

beda butir skala Coping Stres yang tipenya berupa Problem Focused Coping

menghasilkan indeks daya beda skala yang berkisar antara 0,223 sampai

0,645. Dari 35 aitem ada 2 aitem dinyatakan gugur berdasarkan ada

tidaknya tanda bintang pada perhitungan daya beda dengan menggunakan

program SPSS. Perhitungan reliabilitas menunjukkan bahwa Skala Coping

Stres mempunyai nilai reliabilitas sebesar 0,884. Hasil analisis daya beda

butir skala Coping Stres yang tipenya berupa Emotion Focused Coping

menghasilkan indeks daya beda skala yang berkisar antara 0,011 sampai

0,649. Dari 35 aitem ada 7 aitem dinyatakan gugur berdasarkan ada

tidaknya tanda bintang pada perhitungan daya beda dengan menggunakan

program SPSS. Perhitungan reliabilitas menunjukkan bahwa Skala Coping

Stres mempunyai nilai reliabilitas sebesar 0,856.

Page 70: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Tabel 6Indeks Daya Beda dan Reliabilitas Aitem Skala Coping Stres

Bentuk Skala rix rminimal ix Cronbach’s AlphamaksimalProblem Focused Coping 0,223 0,645 0,884Emotion Focused Coping 0,011 0,649 0,856

Tabel 7Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Coping Stres

Problem Focused Coping Emotion Focused CopingNo Komponen Valid Gugur Komponen Valid Gugur

1 Active coping1,6,11,21,26,31

16

Seeking social support for emotional reason

1,11,16,21,26

6,31

2 Planning2,7,12,17,22,27,32

Positif reinterpretation

2,7,12,17,22,27,32

3

Suppression of competiting activities

2,8,13,18,23,28,33

Acceptance2,8,13,18,23,28,33

4Restraint coping

4,9,14,19,24,29,34

Denial4,9,14,19,24,29,34

5

Seeking social support for instrumental reason

5,10,15,20,25,30

35Turning to religion

10,205,15,25,30,35

Jumlah 33 2 Jumlah 28 7

b. Skala Psychological Well Being

Skala Psychological Well Being yang diberikan pada siswa program

akselerasi sebanyak 50 siswa. Hasil analisis daya beda butir skala

Psychological Well Being yang menghasilkan indeks daya beda skala yang

berkisar antara 0,002 sampai 0,701. Dari 42 aitem ada 11 aitem dinyatakan

Page 71: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

gugur berdasarkan ada tidaknya tanda bintang pada perhitungan daya beda

dengan menggunakan program SPSS. Perhitungan reliabilitas menunjukkan

bahwa Skala Coping Stres mempunyai nilai reliabilitas sebesar 0,896.

Tabel 8Indeks Daya Beda dan Reliabilitas Aitem Skala Psychological Well Being

Skala rix rminimal ix Cronbach’s Alphamaksimal

Psychological Well Being 0,002 0,701 0,896

Tabel 9Distribusi Butir Aitem Valid dan Gugur Skala Psychological Well Being

No DimensiNo. Aitem

Valid Gugur1 Penerimaan diri 1,13,25,31,37 7,19

2 Hubungan positif dengan orang lain 2,8,14,20,32,38 26

3 Kemandirian 21,27,33,39 3,9,15

4 Penguasaan lingkungan 4,10,16,22,34,40 28

5 Tujuan hidup 5,11,17,29,35,41 23

6 Pertumbuhan pribadi 6,24,36,42 12,18,30

Jumlah 31 11

2. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas Data

Penelitian ini menggunakan uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov.

Hasil uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS

13.0 for windows dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 72: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Tabel 10Hasil Uji Normalitas Psychological Well-Being

berdasarkan bentuk Coping Stres

Tests of Normalitypsychological well being

type copingproblem focused coping emotion focused coping

Kolmogorov-Smirnov Statistica 0.136738 0.21439df 13 37Sig. 0.2* 0.000169

Shapiro-Wilk Statistic 0.944556 0.931617df 13 37Sig. 0.518526 0.025142

*This is a lower bound of the true significance.a Lilliefors Significance Correction

Hasil uji normalitas Kolmogorof –Smirnov pada variabel

psychological well being untuk tipe problem focused coping menunjukkan

p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,200 > 0,05). Hasil dari uji Shapiro-

Wilk juga menunjukkan p-value yang lebih besar dari 0,05 (0,518 > 0,05),

sedangkan hasil uji normalitas Kolmogorof –Smirnov pada variabel

psychological well being untuk tipe emotion focused coping menunjukkan

p-value yang kurang dari 0,05 (0.000169 < 0,05). Hasil dari uji Shapiro-

Wilk juga menunjukkan p-value yang kurang dari 0,05 (0.025 < 0,05).

Berdasar hasil uji normalitas tersebut, dapat dapat diambil kesimpulan data

tersebut tidak berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians

populasi sama atau tidak. Hasil uji homogenitas dapat dilihat ada tabel

berikut.

Page 73: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Tabel 11Hasil Uji Homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

psychological well being

Based on Mean .917 1 48 .343Based on Median .357 1 48 .553Based on Median and with adjusted df

.357 1 45.028 .553

Based on trimmed mean .858 1 48 .359

Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa nilai p-value mean

menunjukkan nilai diatas 0,05 (0,343 > 0,05). Maka dapat diambil

kesimpulan bahwa sampel tipe problem focused coping dan tipe emotion

focused coping diambil dari populasi tipe coping yang mempunyai varians

psychological well being yang sama (homogen).

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis penelitian ini adalah Uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney

merupakan alternatif dari uji T Dua Sampel Independen. Uji Mann-Whitney

digunakan untuk membandingkan dua sampel independen dengan skala ordinal

atau skala interval tapi tidak berdistribusi normal (Uyanto, 2009). Pengujian

hipotesis yang dilakukan dengan Uji Mann-Whitney menunjukkan hasil sebagai

berikut:

Page 74: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Tabel 12Hasil Uji Hipotesis Mann-Whitney

Test Statistics psychological well being

a

Mann-Whitney U 238.5

Wilcoxon W 329.5

Z -0.04429

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.964671

a. Grouping Variable: tipe coping

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Uji Mann-Whitney yang

memberikan nilai Z = -0.04429 dengan p-value = 0.964671. Karena p-value =

0.964671 lebih besar daripada maka hipotesis penelitian yang

berbunyi: “ada perbedaan psychological well-being ditinjau dari tipe coping

stres pada siswa program akselerasi” ditolak.

4. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum

mengenai data psychological well-being ditinjau dari tipe coping stres.

Berdasarkan tabulasi data skala tipe coping, didapatkan gambaran umum

mengenai tipe coping yang dipilih dan digunakan siswa program akselerasi

SMA Negeri 3 Surakarta. Kategorisasi yang digunakan dalam skala tipe

coping dilakukan berdasarkan kategori dummy. Skor aitem dijumlahkan

dalam tiap-tiap komponen, kemudian dihitung mean atau rata-rata dalam tiap

komponennya. Subjek dikategorikan berdasarkan mean terbesar yang

diperoleh. Kondisi empiris tipe coping yang terbentuk diantara siswa program

Page 75: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

akselerasi SMA Negeri 3 Surakarta sebagai subjek penelitian dapat dilihat

dalam tabel berikut:

Tabel 13Kondisi Empiris Tipe Coping Stres pada Siswa Program Akselerasi

di SMA Negeri 3 Surakarta

No Tipe Coping KomposisiJumlah Persentase

1 Kelompok Problem Focused Coping 13 26%2 Kelompok Emotional Focused Coping 37 74%

Kemudian dapat dilakukan kategorisasi subjek secara normatif guna

memberi interpretasi terhadap skor skala. Kategorisasi yang digunakan adalah

kategorisasi jenjang yang berdasarkan pada model distribusi normal

Tabel 14Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Alat Ukur Penelitian

Variabel Kategorisasi KomposisiKategori Skor Jumlah Prosentase

PFC 13Rendah X < 96,69 2 15,4 %Sedang 96,69 X < 111,77 9 69, 2 %Tinggi 111,77 X 2 15,4 %

EFC 37Rendah X < 79,22 3 8,1 %Sedang 79,22 X < 97,92 28 75,6 %Tinggi 97,92 X 6 16,2 %

PWB 50Rendah X < 85,7 8 16 %Sedang 85,7 X < 106,7 36 72 %Tinggi 106,7 X 6 12 %

Tabel 15Mean Psychological Well Being Ditinjau dari Tipe Coping Stres

DescriptivesCoping N Mean Std. Deviation

Psychological Well Being 1 13 96.69 9.3572 37 96.05 10.977

Page 76: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Berdasarkan tabel diatas tersebut dapat dibuat gambaran beberapa hal

sebagai berikut:

1. Prosentase siswa program akselerasi yang menggunakan tipe problem

focused coping (26%), lebih kecil dari pada siswa program akselerasi

yang menggunakan tipe emotion focused coping (74%). Berdasarkan

hasil tersebut didapatkan gambaran bahwa siswa program akselerasi

cenderung menggunakan tipe emotion focused coping.

2. Berdasarkan kategorisasi, siswa program akselerasi yang menggunakan

tipe problem focused coping paling banyak berada dalam kategori

sedang yaitu 9 dari 13 siswa (69,2%).

3. Berdasarkan kategorisasi, siswa program akselerasi yang menggunakan

tipe emotion focused coping paling banyak berada dalam kategori

sedang yaitu 28 dari 37 siswa (75,6%).

4. Berdasarkan kategorisasi, psychological well being yang dimiliki oleh

siswa program akselerasi cenderung berada dalam kategori sedang yaitu

36 dari 50 siswa (72%).

5. Mean psychological well being pada siswa program akselerasi yang

menggunakan tipe problem focused coping (96,69) lebih besar daripada

mean psychological well being pada siswa yang menggunakan tipe

emotion focused coping (96,05) dengan selisih yang tidak signifikan

(0,64).

Page 77: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

D. Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kondisi

psychological well-being pada siswa program akselerasi SMA Negeri 3 Surakarta

ditinjau dari tipe coping stres yang cenderung dipilih dalam mengatasi

ketertekanan.

Program akselerasi adalah program khusus, dimana siswa dituntut untuk

dapat menyelesaikan masa sekolahnya lebih cepat daripada masa sekolah siswa

program reguler. Siswa program akselerasi juga dituntut untuk belajar lebih keras,

masuk sekolah pagi hingga sore, les tambahan serta mengerjakan tugas sekolah

dirumah. Karakteristik program akselerasi dengan berbagai tuntutannya

mengarahkan pada kondisi ketertekanan bagi siswa kelas akselerasi. Kondisi

ketertekanan tersebut ditambah dengan berbagai problematika remaja yang

digambarkan oleh oleh Hurlock (2004) sebagai masa “badai dan tekanan” seperti

masalah yang menyangkut harga diri, komitmen pribadi, serta nilai individu

(Haber dan Runyon dalam Indriasari, 2007). Kondisi ketertekanan tersebut

menghasilkan respon pikiran atau tindakan yang disebut dengan coping (Carver

dkk., 1989).

Secara teoritis, pemilihan penggunaan tipe coping stres akan mempengaruhi

keberhasilan pencapaian psychological well-being yang diharapkan (Aldwin dan

Revenson, 1987). Dalam penelitian ini siswa program akselerasi dalam

mempertahankan psychological well-beingnya cenderung menggunakan tipe

emotion focused coping, Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock (dalam

Page 78: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Indriasari, 2007) bahwa remaja dalam menghadapi masalah cenderung

menggunakan emotion focused coping.

Coping dimoderasi oleh faktor lingkungan dan faktor pribadi, faktor

tersebut mempengaruhi peluang dan kendala dalam penggunaan coping (Mattlin

dkk. dalam Edwards, 1998). Kecenderungan pengggunaan tipe emotion focused

coping juga disebabkan oleh ketidakmampuan siswa dalam mengubah langsung

kondisi ketertekanan di sekolah seperti jam pelajaran yang padat, berbagai

peraturan yang mengikat, adanya keharusan mengikuti bimbingan belajar untuk

menjaga prestasi mereka. gambaran tersebut sesuai dengan pendapat Compas dkk

(dalam Hernandez, 2008) yang menyatakan bahwa emotion focused coping

sesungguhnya lebih cocok untuk keadaan yang tidak dapat dikontrol dimana

seseorang tersebut tidak mampu mengubah keadaan tersebut hanya dengan

kemampuannya sendiri. Kesesuaian penggunaan tipe emotion focused coping,

ditunjukkan dengan kondisi psychological well being siswa program akselerasi

tersebut, dimana dari hasil analisis deskriptif, siswa program akselerasi

psychological well beingnya lebih banyak pada tingkat sedang dan tinggi daripada

yang berada pada tingkat psychological well being rendah.

Kondisi psychological well being siswa program akselerasi yang lebih

banyak pada pada tingkat sedang dan tinggi juga dimungkinkan karena kesiapan

awal mereka dalam memasuki program akselerasi hal ini ditunjukkan dengan

lolosnya mereka dari mekanisme penjaringan yang berupa tes Psikologi dan

rekomendasi Psikolog yang diadakan oleh sekolah, motivasi menempuh program

akselerasi yang tinggi. Motivasi diri dalam mengikuti program percepatan belajar

Page 79: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

memegang peranan yang sangat penting (Indriasari, 2007), serta situasi dan

kondisi yang tercipta dalam lingkungan program akselerasi di SMA Negeri 3

Surakarta yang cukup kondusif antara lain tenaga pendidik di SMA Negeri 3

Surakarta cukup kooperatif, ramah, dan simpatik serta, lingkungan sekolah yang

cukup tenang dan nyaman.

Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan kepada siswa ataupun

remaja pada umumnya. Populasi yang lebih luas dengan karakteristik berbeda

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan atau menambah

variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini, ataupun dengan

menambah dan memperluas ruang lingkup penelitian.

Page 80: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Berdasarkan rata-rata, siswa program akselerasi cenderung menggunakan

tipe emotion focused coping.

2. Berdasarkan kategorisasi, siswa program akselerasi yang menggunakan

tipe problem focused coping paling banyak berada dalam kategori

sedang.

3. Berdasarkan kategorisasi, siswa program akselerasi yang menggunakan

tipe emotion focused coping paling banyak berada dalam kategori

sedang.

4. Berdasarkan kategorisasi, siswa program akselerasi cenderung memiliki

psychological well-being yang sedang.

5. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan psychological well-

being ditinjau dari tipe coping stres yang digunakan siswa program

akselerasi ditolak, walaupun ada selisih mean psychological well-being

siswa program akselerasi yang menggunakan tipe problem focused

coping dengan tipe emotion focused coping, akan tetapi selisih tersebut

sangatlah kecil.

Page 81: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dikemukakan saran-saran

sebagai berikut:

1. Bagi siswa program akselerasi

a. Diharapkan untuk terus berusaha mempertahankan taraf psychological

well-being mereka, dan dapat mengusahakannya menuju tingkatan

yang lebih tinggi

b. Diharapkan pula untuk dapat membiasakan problem focused coping

guna menyeimbangkannya dengan emotion focused coping agar

masalah/stressor dapat teratasi dengan baik.

c. Apabila memang tidak mampu untuk mengusahakan problem focused

coping maka sebaiknya diusahakan emotion focused coping dengan

positif misal acceptance (ihlas) dan turning to religion

(memperbanyak aktivitas keagamaan).

2. Bagi pihak yang terkait dengan siswa program akselerasi

Orang tua dan guru diharapkan memahami kebutuhan-kebutuhan

siswa terlebih bagi siswa yang memiliki psychological well-being rendah,

mampu memberikan motivasi dan penghargaan atas prestasi yang telah

dicapai selama berada dalam program akselerasi, mampu menjadi

sahabat yang dapat menjadi tempat keluh kesah sekaligus menjadi

pengasuh yang dapat memberikan alternatif pemecahan masalah.

Page 82: ALVIAN PRIBADI G 0104006 - eprints.uns.ac.ideprints.uns.ac.id/14931/1/228980102201211001.pdfperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, khususnya ilmuwan psikologi yang

tertarik untuk mengadakan penelitian dengan tema yang sama,

diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan

acuan dalam penelitian. Peneliti menyarankan untuk meningkatkan

kualitas penelitian lebih lanjut dengan lebih memperluas ruang lingkup,

misalnya dengan memperluas jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian, membandingkannya dengan program reguler dilakukan

bersama penelitian kualitatif, dan mencermati faktor-faktor lain yang

dapat mempengaruhi psychological well-being yang belum diungkap

dalam penelitian ini, misalnya dukungan sosial, jenis kelamin, tempat

tinggal selama mengikuti program akselerasi, dan status perkawinan

orang tua.