Agama Dan Problem Makna Hidup

27
Essentially, the journey of human history is manifestation of sequence of his effort to find the self-essence and the meaning of life. There is not agreement reached about the meaning of life. In the reality, there are three categories which dis- cussed this topic. The pessimist says that the life has not the meaning and goal, while the optimist who consist of communist and religionist says that the life has the meaning and goal However, they have not agreed in the source of meaning and goal of life. For the communist, source of meaning and goal of life is presented and found in the world. The meaning and goal of life experi- ences would not pass over the death moment. For the religionist, religion is the source mean- ing and goal of life itself This paper tries to set forth a main problem of human that is the mean- ing of life what essentially not only aware that their life has meaning and goal, but direct them to life with choosing the true meaning and goal, too. Key Words: agama, makna hidup, manusia Agama Dan Problem Makna Hidup Andewi Suhartini A. Pendahuluan Seluruh sejarah umat manusia adalah wujud dari rentetan usahanya menemukan hakikat diri dan makna hidup. Sebab dalam adanya rasa dan kesadaran akan makna hidup, kebahagiaan dapat terwujud. Eesadaran hidup bermakna dan bertujuan diperoleh orang hampir semata-mata karena dia mempunyai tujuan yang diyakini cukup berharga untuk diperjuangkan, kalau perlu dengan pengorbanan. Hanya saja, mengatakan hidup orang bermakna, atau mungkin sangat bermakna, tidak dengan sendirinya mengatakan bahwa hidup orang itu bernilai positif, yakni baik. Sebab bisa disebutkan dua contoh paradoks yang keduanya hidup penuh makna. Pertama, bisa disebutkan tokoh- tokoh seperti Nabi Muhammad saw., Nabi Isa al-Masih a.s., Mahatma Ghandhi, Bung Karno, Bung Hatta, dan Iain-lain, adalah tokoh-tokoh kebaikan. Sementara kedua, sebut saja tokoh-tokoh lain seperti Hitler, Stalin, Pol Pot, Nurcholish Madjid, "Makna Hidup bagi Manusia Modern," dalam Kata Pengantar, Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: Paramadina, 19%), p. xv. Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Transcript of Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 1: Agama Dan Problem Makna Hidup

Essentially, the journey of human history ismanifestation of sequence of his effort to find theself-essence and the meaning of life. There is notagreement reached about the meaning of life. Inthe reality, there are three categories which dis-cussed this topic. The pessimist says that the lifehas not the meaning and goal, while the optimistwho consist of communist and religionist saysthat the life has the meaning and goal However,they have not agreed in the source of meaningand goal of life. For the communist, source ofmeaning and goal of life is presented and foundin the world. The meaning and goal of life experi-ences would not pass over the death moment.For the religionist, religion is the source mean-ing and goal of life itself This paper tries to setforth a main problem of human that is the mean-ing of life what essentially not only aware thattheir life has meaning and goal, but direct themto life with choosing the true meaning and goal,too.

Key Words: agama, makna hidup, manusia

Agama Dan Problem Makna Hidup

Andewi Suhartini

A. PendahuluanSeluruh sejarah umat manusia adalah wujud dari rentetan usahanya

menemukan hakikat diri dan makna hidup. Sebab dalam adanya rasa dankesadaran akan makna hidup, kebahagiaan dapat terwujud. Eesadaran hidupbermakna dan bertujuan diperoleh orang hampir semata-mata karena diamempunyai tujuan yang diyakini cukup berharga untuk diperjuangkan, kalauperlu dengan pengorbanan. Hanya saja, mengatakan hidup orang bermakna,atau mungkin sangat bermakna, tidak dengan sendirinya mengatakan bahwahidup orang itu bernilai positif, yakni baik. Sebab bisa disebutkan dua contohparadoks yang keduanya hidup penuh makna. Pertama, bisa disebutkan tokoh-tokoh seperti Nabi Muhammad saw., Nabi Isa al-Masih a.s., Mahatma Ghandhi,Bung Karno, Bung Hatta, dan Iain-lain, adalah tokoh-tokoh kebaikan.Sementara kedua, sebut saja tokoh-tokoh lain seperti Hitler, Stalin, Pol Pot,

Nurcholish Madjid, "Makna Hidup bagi Manusia Modern," dalam Kata Pengantar,Hanna Djumhana Bastaman, Meraih Hidup Bermakna, (Jakarta: Paramadina, 19%), p. xv.

Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari- Juni 2003:136-162

Page 2: Agama Dan Problem Makna Hidup

James Jones (pendiri sekte People's Temple), Bhagwan Shri Rajneesh, danIain-lain yang merupakan tokoh-tokoh kejahatan. Namun semuanya diketahuitelah menempuh hidup penuh makna, dengan tingkat kesungguhan dandedikasi yang luar biasa kepada perjuangan mencapai tujuan mereka, positifatau baik maupun negatif atau jahat.

Berdasarkan pernyataan di atas, tampak jelas bahwa selain ada masalahmakna dan tujuan hidup, juga tidak kurang pentingnya, ialah persoalan "nilai"makna dan tujuan hidup itu. Karena hampir setiap orang merasa mempunyaitujuan hidup, maka mungkin persoalan nilai makna dan tujuan hidup itusendiri justru lebih penting. Dengan kata lain, persoalan pokok manusiabukanlah menyadarkan bahwa hidup mereka bermakna dan bertujuan, tapibagaimana mengarahkan mereka untuk menempuh hidup dengan memilihmakna dan tujuan yang benar dan baik. Dalam hubungan ini, agama adalahsistem pandangan hidup yang menawarkan makna dan tujuan hidup yangbenar dan baik itu.

Oleh karena itu, dalam hal ini muncul beberapa persoalan, mulai dariapa agama itu? Apa yan dimaksud dengan hidup dan makna hidup itu?Sejauhmana kompleksitas problem makna hidup? Benarkah setiap tindakanmanusia dalam hidupnya bermakna dan bertujuan? Di manakah perananagama dalam pergulatan hidup manusia? Dan, di antara orang ateis dan religius,siapa yang lebih mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan jiwa ?

Penulis menyadari penuh bahwa makalah ini tidak mempresentasikanpersoalan di atas secara utuh. Tetapi paling tidak penulis berupaya keras untukmewacanakannya.

B. Istilah Agama dan ArtinyaDefinisi agama, terlebih yang berlaku dan dapat diterima oleh semua

agama, sangat tidak mudah dirumuskan, karena selain sangat ditentukan olehsudut pandang masing-masing agama juga karena setiap agama mempunyaisudut pandang yang berbeda satu sama lain.3 Dalam ajaran agama Hindu

!Nurcholish Madjid, Islam, DoUrin dan Peradaixm, (Jakarta: Paramadina, 2000), p.26-26. f

Keith Ward, "Religion and the Question of Meaning," dalam Joseph Runzo andNancy M. Martin, The Meaning of Life in The World Religions, (Washington: OneworldPublications, 2000), p. 12.

Andewi Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 3: Agama Dan Problem Makna Hidup

"agama" mengandung pengertian satya (Tcebenaran yang absolut), arta(dharma atau perundang-undangan yang mengatur hidup manusia), diksa(penyucian), tapa (semua perbuatan suci), brahma (do'a atau mantra-mantra)dan yajna (kurban). Dalam ajaran agama Budha, agama adalah suatukepercayaan dan Persujudan atau pengakuan manusia akan adanya Gaya-Pengendalian yang Istimewa dan terutama dari suatu manusia yang harusditaati dan pengaruh pemujaan tadi atas perilaku manusia. Dalam ajaran Is-lam, agama adalah peratnran Allah yang diturunkan-Nya kepada rasul-rasul-Nya yang telah lalu, yang berisi suruhan, larangan dan sebagainya yang wajibditaati oleh umat manusia dan menajdi pedoman serta pegangan hidup agarselamat dunia akhirat. Dan, menurut ajaran agama Kristen (Katholik) agamaadalah segala bentuk hubungan manusia dengan Yang Suci.

Senada dengan pernyataan di atas, tetapi dengan alasan yang berbeda,A. Mukti AH menyatakan bahwa tidak ada kata yang paling sulit diberipengertian dan defmisi selain dari kata 'agama'. Hal ini disebabkan oleh tigaalasan. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal batini dansnbyektif, juga sangat individualistis. Kedua, tidak ada orang yang berbicarabegitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agama. Olehkarena itu, dalam membahas arti agama selalu ada emosi yang kuat sekalihingga sulit memberikan arti kalimat agama itu. Alasan ketiga, bahwa konsepsitentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikanpengertian agama itu.

Betapapun sulitnya definisi agama dirumuskan, karena defmisi itumengandung suatu makna yang menjiwai hidup keagamaan itu, maka perlumendefinisikannya.

Agama berasal dari kata Sankskrit. Ada yang menyatakan bahwa kataitu terdiri atas dua kata, a berarti tidak dan gam berarti pergi, jadi agamaartinya tidak pergi; tetap di tempat; diwarisi turun-temurun. Pendapat lainmengatakan bahwa agama berarti tuntunan. Agama juga mempunyaituntunan, yaitu Kitab Suci.

Mudjahid Abdul Manaf, Sejamk Agama-agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1994), ps. 2-4

Endang Saifuddin Anshari, Dmu, Filsafat dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990),p. 117-118

Tiudjahid Abdul Manaf, SejarahAgamorttgimm..., p. 1.Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI

Press, 1979), p. 9.

iw., Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 4: Agama Dan Problem Makna Hidup

Dalam bahasa asing, istilah agama itu bermacam-macam, antara lain:religion, religio, religie, godsdienst, dan alrdin." Kata al-din dalam bahasanArab terdiri atas huruf dal, ya, dan nun. Dari huruf-huruf ini dapat dibacadengan dain yang berarti utang dan dengan din yang berarti agama dan harikiamat. Ketiga arti tersebut sama-sama menunjukkan adanya dua pihak yangberbeda. Pihak pertama berkedudukan lebih tinggi, berkuasa, ditakuti, dandisegani oleh pihak kedua. Dalam agama, T\ihan adalah sebagai pihak pertamayang lebih tinggi daripada manusia. Dalam hutang-piutang, yang menghutangitentu lebih kaya ketimbang yang berhutang. Dalam masalah kiamat, tentudemikian juga, Tuhan memiliki Hari Kiamat, sedangkan manusia yang dimilikidan dia harus tunduk kepada si pemilik. Sementara Religi berasal dari katalatin. Menurut suatu pendapat, asalnya relegere, yang berarti mengumpulkan,membaca. Agama memang kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan danharus dibaca. Pendapat lain mengatakan, kata itu berasal dari religare yangberarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang memiliki sifat mengikat bagimanusia, yakni mengikat manusia dengan Tuhan.

Dari semua kata di atas memang ada kesamaan, yaitu ikatan yang harusdipegangi dan dipatuhi oleh manusia. Ikatan itu berpengaruh sekali kepadakehidupan manusia dan ikatan tersebut berasal dari kekuatan yang lebih tinggi.Suatu kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera. Dariakar kata itu, baik din maupun religi, dan agama, didefinisikan dalam berabagaiungkapan, antara lain pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatangaib yang harus dipatuhi. Di bawah nama agama (religion, al-din, dharma)dimengerti oleh ilmu agama internasional sebagai pengakuan oleh manusiaakan nisbahnya dengan Kenyataan Tertinggi yang memberi makna terakhirkepada hidupnya, nisbah mana dihayatinya oleh pengertian, kelakuan dantanda-tanda lahir.

Barangkali dengan dasar ini, Saefuddin menyatakan bahwa agama itumerupakan kebutuhan yang paling esensial manusia yang bersifat universal.

Ibid."Quraish Shihab, Mahkota Tuntunan Ilahi, (Jakarta: Untagama, 1986), p. 35.

Harun Nasution,IslamDitinjaudari..., p. 10.%nsal Bakhtiar, Filsafat..., p. 12.' Rahmat Subagya, Kepercayaan Kebatinan Kmhanicm Kejiwaan dan Agama,

(Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1976), p. 185.

Andewi Suhartini: Agaraa Dan Problem Makna Hidup

Page 5: Agama Dan Problem Makna Hidup

Karena itu, agama, menurutnya, adalah kesadaran spritual yang di dalamnyaada satu kenyataan di luar kenyataan yang tampak ini, yaitu bahwa manusiaaelalu mengharap belas kasih-Nya, bimbingan tangan-Nya, serta belaian-Nya,yang secara ontologis tidak dapat diingkari, walaupun oleh manusia yang pal-

, ,. ismg komums sekalipun.

C. Hidup dan Makna HidupHidup berbeda dengan kehidupan, karena hidup diartikan keadaan

suatu benda yang karena kekuatan Zat yang Maha Kuasa benda itu dapatbernafas. Jadi kata "hidup" bukan lawannya "mati", karena "mati" adalahlawannya "lahir". Lahir adalah awal kehidupan dan mati adalah akhirkehidupan.

Kehidupan adalah seba serbid aripada hidup itu sendiri mulai dari lahirsarapai dengan makhluk hidup itu mati. Hidup akan berarti apabila dapatdimotivasi dengan baik. Berbagai motivasi orang untuk hidup yang padapuncak tertinggi disebut cinta, yaitu keinginan untuk bersedia didominasidan untuk mencapainya diperlukan pengorbanan, sedang setelah mencapainyamenimbulkan kebahagiaan. Misalnya cinta anak, cinta harta, cinta pangkatdan sebagainya. Tetapi yang kekal dan abadi adalah cinta secara sepiritualadalah cinta Tuhan yaitu Allah.

Dalam kehidupan ini, tidaklah akan didapat dua manusia yang samajalan kehidupannya. Variasi aliran hidup ini sudah nyata terUhat sejak dalamrahim ibu. Tiap anak lahir ke dunia mencucut jarinya, tetapi bentuknya telahdapat dibedakan dengan anak yang lain. Untuk mempertahankan hidup,seseorang harus terus-menerus bekerja dan tidak berhenti sejak dilahirkan,biar mati yang menyudahinya. Demikian ini karena padanyalah berdirikehidupan.

A.M. Saefuddin,Z)e8e/MtZamasiPemiAira«Landasa?i/siamisasi (Bandung; Mizan,1987), j). 47

Tang dimaksud dengan keadaan benda itu adalah fungsi paru-paru dan peredarandarah bagi manusia dan binatang, atau insang bagi sebagian ikan, atau kulit dan daun bagisebagian tumbuh-tumbuhan.

16Inu Kencana Syaflie, Filsafat Kehidupan, (Jakarta: Bumi Aksara, 199B), p. 3JMd, p. 34

"Hamka, Falsafak Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), p. 19

HermeruAa, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 6: Agama Dan Problem Makna Hidup

Kehidupan itu laksana tenunan yang bersambung menjadi kain.Sekalian makhluk di muka bumi ini seakan-akan tidak kelihatan di dalamtenunan ini, karena sangat kecil. Tenunan hayat yang tampak ini adalah ujungdari pangkal kain yang telah lalu, yang bersambung tiada putus, sejak dariawal yang tiada diketahui kapankah sampai pada akhir yang belum diketahui.Nanti setelah waktu yang telah ditentukan itu dilalui, maka kehidupan itu punberhenti pada suatu perhentian yang bernama "el-maut", yaitu berhentinyaperjalanan darah yang niengandung oksigen mengelilingi badan.

"Hidup itu mempunyai makna", demikian Jalaluddin Rakhmatmengawali penuturannya. 'Kita merasa seperti Browning* meneari maknasudah menjadi daging dan minuman kita. Memang begitu banyak di dalamhidup ini yang bermakna, kebimbangan dan kegagalan yang meniadakan diri;kita berjuang menghadapi chaos di sekitar kita dan di dalam diri kita; tetapisementara itu kita yakin ada sesuatu yang vital dan penting dalam diri kita,sekiranya kita dapat mengurai jiwa kita sendiri. Kita ingin mengerti; 'hidupbagi kita berarti tents menerus mengubah semua keadaan kita dan semuayang kita temui menjadi cahaya dan nyala; mirip Mitya dalam brother ofKaramazmi, kita hanyalah 'salah satu di antara mereka'; kita ingin menangkap •nilai dan perspektif dari hal-hal yang bersifat sementara, dan melepaskan diridari putaran arus kehidupan sehari-hari kita. Kita ingin tahu bahwa yangkecil itu kecil, yang besar itu besar, sebelu m terlambat benar; kita ingin melihatwujud sekarang ini dalam bentuknya belajar tertawa dalam menghadapisesuatu yang tidak terelakkan, untuk tersenyum bahkan dengan mengkritikdan mengharmoniskan riafsu kita, karena energi yang serasi adalah kataterakhir dalam etika politik, juga dalam logika metafisik.

Memahami makna hidup hams diawali dengan menegaskan pengertian"makna/meaning" terlebih dahula Hal ini disebabkan gagasan tentang maknahidup, pada awalnya sangat tidak jelas (The notion of the meaning of life isinitially extremely vague), karena yang biasa disandingkan dengan katamakna itu adalah kata-kata dan kalimat, bukannya kehidupan. Tetapi,

JbvLJalaluddin Rakhmat, Kata Pengantar dalam Homo Philipus l\ile (Ed.), Kamus

Fihafat^ (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), p. v.John Hick, "The Religious Meaning of Life," dalam Runzo and Nancy M. Martin,

p. 270

Andewi Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 7: Agama Dan Problem Makna Hidup

sebagimana diyakini oleh Karl Britton, makna kehidupan bukan omong kosong.la dapat dikaitkan dengan berbagai masalah lain yang benar-benar jelas.

Dalam kamus filsafat, arti "makna (meaning)" tidak satu, diantaranyaadalah "definisi", "makna sebuah kalimat atau pernyataan", dan "signifikansi,sesuatu yang ditunjukkan atau dimaksud untuk diekspresikan". Signifikansisendiri berarti names a relationship between that meaning and a person, or aconception, or a situation or indeed anything imaginable. Oleh karena itu,dalam hubungan dengan makna hidup, tampaknya signifikansi merupakanarti yang tepat. Sebagaimana dituturkan oleh Joseph Runzo, meaning itumuncul dari keterhubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain di luar dirinya.Hidup kita memiliki makna melalui keterhubungan kita dengan orang lain.Bagaimanapun, makna tertinggi hanya akan diperoleh jika ada hubunganeventual dengan sesuatu yang lain yang ada di luar diri kita.

Menurut Albeit Camus, makna hidup merupakan suatu persoalan yangsangat urgen (The meaning of life is the most urgent question). Makna hidupadalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan sertamemberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup -bila berhasil

- ditemukan dan dipenuhi- akan menyebabkan kehidupan ini dirasakandemikian berarti dan berharga. Dan pada akhirnya akan menimbulkanpenghayatan bahagia (happieness) sebagai aMbat sampingannya.

Ada tiga karakteristik makna hidup. Pertama, makna hidup itu sifatnyaunik dan personal Artinya, apa yang dianggap berarti oleh seseorang belumtentu berarti bagi orang lain. Bahkan mungkin, apa yang dianggap pentingdan bermakna pada saat ini oleh seseorang belum tentu sama bermaknanyabagi orang itu pada saat lain. Dalam hal ini, makna hidup seseorang dan apayang bermakna baginya hiasanya bersifat khusus, berbeda dengan oranglain, dan mungkin dari waktu ke waktu berubah pula. Kedua, sifat lain dari

Karl Britton, FUiafat Kehidupan Dekunstruksi otos Makna Kehidupan, (Terj.Inyiak Uidwan Muzyir, (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2002), p. 16

Tttomo Philipus TUe (Ed.), Kamus FUmfat p.196-197Hirsch, Validity in Interpretation..., p. 8Joseph Runzo, Eros and Meaning in Life and Religion, dalam Joseph Runzo and

Nancy M. Martin, p. 188Huston Smith, The Meaning of Life in the World's Religions, dalam Joseph Runzo

and Nancy M. Martin, p. 14Harma Djumhanna Bastaman, Memih..., p. 14

Hermmtia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 8: Agama Dan Problem Makna Hidup

makna hidup adalah spesiflk dan konkrit. Artinya, dapat ditemukan dalampengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari dan tidak selalu harus dikaitkandengan tujuan-tujuan idealitas, prestasi-prestasi akademis yang tinggi, atauhasil-hasil renungan filosofis yang kreatif. Mengagumi merekahnya ufuk Timurpada saat terbit fajar, raemandang dengan penuh kepuasan tumbnhnya putik-putik bunga hasil tanaman sendiri, turut tersenyum melihat senyuman bayimontok, menghayati perasaan kasih dan haru menyaksikan anak sendiriterbaring sakit, bersemangat mengerjakan tugas yang disenangi,mendengarkan khotbah yang sarat dengan kebijakan dan kebajikan,merupakan contoh peristiwa sehari-hari yang bermakna bagi seseorang. Danketigu, sifat lain makna hidup adalah memberi pedoman dan arah terhadapkegiatan-kegiatan yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akanmenantang (challennging) dan mengundang (inviting) seseorang untukmemenuhinya. Begitu makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan,maka seseorang seakan-akan terpanggil untuk melaksanakan danmemenuhinya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya pun menjadi lebihterarah.

Mengingat keunikan dan kekhususan ini, makna hidup tidak dapatdiberikan oleh siapa pun, melainkan harus dicari dan ditemukan sendiri. Or-ang lain, termasuk pakar Logoterapi, hanya dapat menunjukkan segalasesuatu yang secara potensial bermakna, namun untuk menentukan apa-apayang dianggap bermakna pada akhirnya terpulang pada orang yang diberipetunjnk itu sendiri. Seorang konselor seakan-akan hanya berfungsimembantu memperluas cakrawala pandangan mengenai kemungkinan-kemungkinan dan cara-cara menemukan makna hidup. Selain itu, ia jugamenunjukkan sumber-sumber makna hidup, dan membantu untuk lebihmenyadari tanggung jawab pribadi dalam memenuhi tujuan-tujuan yangharus dicapai serta kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan.

Di samping makna hidup yang sifatnya unik, personal, temporer danspesifik itu, ada juga makna hidup yang mutlak (absolid), semesta (universal)dan paripurna (ultimate) sifatnya. Bagi kalangan yang tidak beragama ataukurang menghargai nilai-nilai keagamaan, mungkin saja beranggapan bahwaalam semesta, ekosistem, pandangan filsafat dan ideologi tertentu memilikinilai universal dan paripurna. Dan, atas dasar ini, kalangan tersebutmenjadikannya sebagai landasan dan sumber makna hidup. Sedangkan bagi

Andewi Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 9: Agama Dan Problem Makna Hidup

kalangan yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, maka ketuhanandan agama merupakan sumber makna hidup paripurna yang -seharusnya-mendasari makna hidup pribadi. Dalam hal ini alam semesta sebagai ekosistemyang tertib, teratur, dan tunduk pada hukum-hukum alam yang serba eksakdianggap sebagai ciptaan dan pengejawantahan keagungan Tuhan. Maknahidup (the meaning of life) merupakan motivasi utama manusia untuk meraihtaraf kenidupan bermakna (the meaningfutt life).

Upaya manusia untuk meraih taraf kehidupan bermakna itu padadasarnya adalah respon yang merupakan manifestasi dari makna kehidupan.Ada beberapa kecenderungan yang melahirkan makna kehidupan, yaitu:

Pertama, kecenderungan material. Kecenderungan ini memberi maknakehidupan di dunia untuk dinikmati sepuas-pusanya, karena hanya dialamisekali, mati merupakan sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan sekarang.Kecenderungan ini menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya uang, yang kalau tidak sangat penting maka tidak perlu dibagidengan orang lain.

Kedua, kecenderungan psikologis. Kecenderungan ini memberi makna- kehidupan untuk meemperoleh ketenangan psikologis, sehingga usaha

mengejar kesejahteraan material dilakuakn secukupnya, dengan dibatasihanya mengejar yang tidak menimbulkan rasa gelisah dan tak aman.

Ketiga, keeenderungan spiritual, yakni kesenderungan yangmemberikan makna kehidupan di dunia sekedar menumpang lewat untukmemasuki kehidupan abadi di akhirat Hidup dalam konteks ini, hanya diisiuntuk mempersiapkan diri menuju kehidupan yang abadi dengan beribadatdan beramal dengan seluruh harta kekayaan, tenaga dan pikiran yangdimilikinya. Di antara bahkan untuk kehidupan sehari-hari dari segi materialdiserahkan kepada TUian yang akan memberikan rezki melalui orang lain.

Dan keempat, kecenderungan berupa keseimbangan antara material,psikologis dan spiritual. Orang yang memiliki kecenderungan ini berusahauntuk mengejar kesejahteraan material dilakukan dengan gigih. Dengankeberhasilan itu dalam setiap kesempatan, kemampuannya itu dipergunakanuntuk membantu dan menolong orang lain, sebagai wujud kepekaan dan

/did, p. H-15/bid, p. 12

Hermmeia., Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari- Juni 2003:136-162

Page 10: Agama Dan Problem Makna Hidup

kepedulian sosial yang tinggi. Bersamaan dengan itu, kehidupannya pundipenuhi dengan kesungguhan dan ketekunan menjalankan ibadah kepadaTuhan.29

Realitas empat kecenderungan ini menunjukkan bahwa betapavariasinya makna hidup itu. Betapapun variasinya makna hidup bagi seseorang,yang pasti adalah, pertanyaan tentang apa makna kehidupan mnngandaikanadanya orang (manusia) tempat makna kehidupan itu bersandang, karenamakna adalah untuk seseorang. Seandainya tak seorang manusia pun pernahhidup di dunia ini, dunia memang tetap memiliki karakter, sejarah, durasi,tatanan dan arah tertentu, tapi tidak bisa memiliki makna. Jika dunia ini tidakpernah didiami manusia dan sejarah serta durasi dunia tidak "diketahui", tapitetap dapat dipastikan keberadaannya.

D. Problem Makna HidupAda dua persoalan yang lahir ketika kita meroperbincangkan "problem

makna hidup". Pertanm, apakah makna hidup bagi kita? Dan, kedua, apakahhidup ini memiliki makna atau bermakna bagi kita atau tidak?

1. Apakah Makna Hidup bagi Kita?Sebagaimana diisyaratkan di atas bahwa jawaban atas pertanyaan

tentang "apa makna kehidupan" tidak memperoleh jawaban tunggal. Hal inidisebabkan karena keyakinan setiap orang tumbuh dalam lingkup moral yangberbeda. Ada yang menyatakan bahwa makna kehidupan terletak padapersahabatan dan keindahan alam dan seni, seperti G.E. Moore. Ada yangberpendapat bahwa makna kehidupan terletak pada integritas moral dan kasihsayang. Ada pula yang menyatakan satu-satunya hal terpenting dalamkehidupan ini adalah nikmat ragawi, khususnya makan, seperti pendapatSardanapallus. Lalu, dalam pencarian kita akan makna kehidupan apakahkita akan mengatakan bahwa ke tiga pandangan yang berbeda-beda ini dapatdijadikan pegangan ?

Hadari Nawawi &Mimi Martini, Manusia Berkualitos, (Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press, 1994), p. 41-44

Karl Britton, FUtaJat Kehidupan..., p. 167/Md, p. 18-19

Andewi Sufiartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 11: Agama Dan Problem Makna Hidup

Sepintas lalu kita mungkin akan tergoda untuk mengiayakan. Dan jikaini terjadi, itu berarti kita juga harus menyadari bahwa ketika kita mengatakantelah mengetahul raakna kehidupan dengan bepegang pada pendapat di atas,pada saat itu juga kita sepakat bahwa pertanyaan tentang apa itu maknakehidupan tidak memperoleh jawaban yang tunggal. Karena kita tahu bahwakeyakinan Mta itu tumbuh dalam lingkup moral kita sendiri dan orang lainmemiliki lingkup moral mereka sendiri pula, sekalipun kita menganggapnyasalah.

Di antara kita, menurut penuturan Karl Britton, mungkin ada yangmeyakini bahwa makna kehidupan telah ditentukan oleh satu kekuatan diluar diri kita jauh sebelum kita mulai menjalani hidup ini. Bisa jadi kekuatantersebut adalah apa yang diyakini sebagai Tuhan Yang Maha Suci yang telahmenitahkan tujuan hidup sebelum manusia tercipta dan Dialah yangmembimbing manusia dalam mencapai tujuan tersebut. Namun masalah yangmuncul adalah, tatkala kita mengerti bahwa tujuan hidup yang telahditentukan tadilah yang menjelaskan tentang adal mula kita dan kemanatujuan kita, kita kemudian tetap akan menggerutu, :Kalau begitu, hidup yang

- kita jalani ini tetap tidak punya arti". Sebab tujuannya telah ditentukan dantidak bisa diganggu gugat. Sepertinya tujuan tersebut sulit dicapai dan malahmengekang jiwa kita. Hidup sepertinya menjadi semacam kerja paksa. Dirikita ini ditakdirkan untuk berjuang mencapai sebuah tujuan yang tidakdiketahui apa nilainya. Sebaliknya, melarikan diri dari kerja paksa tersebutkelihatannya juga sulit atau malah mustahil sama sekali. Dengan demikian,eksistensi kita di muka bumi sama sekali tidak berarti.32

Atau barangkali pertanyaan berkaitan dengan dua masalah lain secarabersamaan, yaitu (1) apakah tujuan hidup ini telah dititahkan sebelumnyaoleh alam, Tuhan, atau kekuatan selain diri saya ? dan (2) apakah tujuan yangtelah ditentukan itu dapat dipandang sebagai tujuan yang punya makna demidirinya sendiri -tujuan yang mesti diikuti tanpa dapat membantah ?

Menurut penuturan Karl Britton, kebanyakan manusia terlalu ngototmembicarakan yang pertama dari dua masalah di atas. Mereka tidak sertamerta menerima bahwa kehidupan ini dengan sendirinya dapat memper-lihatkan mana tujuan yang bermanfaat dan bagaimana kita dapat meraihnya.

Mi, p. 21-22

Hermeheia, Jurnal Rajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 12: Agama Dan Problem Makna Hidup

Hal ini terjadi karena :Pertama, karena memang tidak ada kebulatan suara manusia tentang

apa tujuan hidup ini sesungguhnya. Dalam perdebatan "tujuan akhirkehidupan", seolah-olah kita memang akan mencapai sebuah kesepakatan.Dikutsertakannya Tuhan dalam masalah ini tidak dimaksudkan untukmember! jalan keluar yang paling tepat, namun Dia "ditempatkan" sebagaistandar absolut terhadap apa pun jawaban yang akan ditemukan. Dan, hal iniakan berbeda dengan pandangan yang tidak menetapkan standar apa pundalam menentukan apa sesungguhnya yang bermakna dalam kehidupan ini.

Kedua, karena manusia kadang-kadang merasa seakan dituntun kearah satu keyakinan, maka dia pun akan dituntun kepada sesuatu yangbermanfaat. Artinya, mereka tidak dapat menjelaskan kenapa merekaberkeyakinan seperti itu dan tidak memilih alternatif yang lain. Seakan-akandengan jawaban yang datang dari luar ini semua masalah yang mucl setiaphari dapat diselesaikan dan setiap sanggahan dapat dipatahkan.

Ketiija, menggantungkan diri pada satu tujuan yang akan mewarnaiseluruh kehidupan kita, berarti melibatkan diri ke dalam satu petualangandan hal ini memerlukan kepercayaan diri. Saat keraguan datang dalampetualangan ini, orang bisa berujan "Saya tidak akan menerima tujuan yangdiberikan ini sarapai saya benar-benar dapat membuktikan hahwa sayamemiliki kesempatan untuk meraihnya. Oleh sebab itu, alam, dunia dan lainsebagainya harus mendukung saya agar sukses meneapainya. Pendapatsemacam ini berusaha menentukan apa sebenarnya yang kita harapkan.

2. Apakah Hidup ini Memiliki Makna ?Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar ada orang

mengemh sangat pesimis, "Hidupku sudah tidak berarti lagi". Lain waktu,kita mendengar pula ucapan yang bermakna sebaliknya, sangat optimis, "Rasa-rasanya, sayalah orang yan paling bahagia di dunia ini". Dua ungkapan harianini menunjukkan bahwa betapa pun menariknya hidup ini, toh dapat membuatorang sengsara dan bisa juga membuat orang bahagia.34 Akibatnya, takterelakkan munculnya pertanyaan, apakah benar hidup manusia di dunia ini

/Wd, p. 22-25"Djohan Effendi, Menentukan Makna Hidup, (Jakarta: Mediacita, 2001), p. 245

Andewi Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 13: Agama Dan Problem Makna Hidup

mempunyai makna dan tujuan ? Ataukah sesungguhnya hidup ini terjadisecara kebetulan belaka, tanpa makna apa pun, dan tanpa tujuan sama sekali? Al-Qur'an pun tak kalah serius bertanya "Apakah kamu mengira bahwa Kamimenciptakan kamu sekalian secara sia-sia ?

Pertanyaan di atas mempresentasikan tentang adanya problem maknahidup. Dalam hubungan ini, ada dua kelompok yang refresentatifmendeskripsikan problem makna hidup di atas, yakni kaum pesimis dan kaumoptirais.

1. Fandangan Kaum PesimisKaum pesimis, berpandangan bahwa hidup ini tidak bermakna dan

tidak pula bertujuan, bahkan dengan mengambil pengalaman keseluruhanmanusia sebagai pangkal penalarannya, mereka berpendapat bahwa hidupini tidak saja tanpa makna dan tujuan, melainkan juga penuh kesengsaraan,sehingga mati sebenarnya adalah lebih baik daripadanya. Karena itu, menurutmereka, semua orang, seandainya bisa memilih, tentu lebih suka tidak pernahada dan hidup di dunia ini, dan puas dengan "damainya ketiadaan yang serba

- berkecukupan" (the peace of the all-sufficient nothing).*1

Di antara kaum pesimistis, seperti Schopenhauer menolak adanyamakna hidup berdasarkan pada beberapa pandangan. Pertama, berawaldengan pandangan bahwa setiap kematian adalah peristiwa tragis dan amatmenyedihkan. Semua orang takut mati. Ini berarti bahwa bag! semua orang,hidup masih lebih baik daripada mati. Tapi justru kematian itu salah satu darisedikit kejadian yang mutlak tak terelakkan oleh siapa pun. Ini berarti,menurut kaum pesimis, hidup ini hanyalah proses pasti menuju tragedi. Jadihidup adalah kesengsaraan. Darrow pun mengatakan bahwa hidup adalah"guyon yang mengerikan" (awful joke), dan Tolstoy melihat hidup sebagai"tipuan dungu" (stupidfraud). Jadi untuk apa hidup ? Bukankah, kalau begitu,lebih baik tidak pernah hidup di dunia ini dan tetap berada dalam ketiadaan

Q.S. al-Furqan, 23:115 Nada yang sangat tandas dari al-Qur'an ini menunjukkanbahwa ada konsekuensi dari penciptaan ita. Tegasnya ada akibat lanjut dari kehidupan ini.Penegasan ini juga sekah'gus menjadi jawaban atas keluhan manusia pesimis, seolah manusiahidup tanpa tujuan sama sekali, seolah-olah Allah menciptakan manusia untuk hal yang sia-sia belaka. Lihat Djohan Effendi, Memrmihm Makna,..., p. 245-246

16Nurcholish Mdjid, Islam, Doktrin..., p. 19

Hermmeia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 14: Agama Dan Problem Makna Hidup

yang tanpa masalah itu ? Atau, kalau seseorang cukup "rasional" dan "berani",bukankah lebih baik kembali kepada ketiadaan semula yang tanpa masalahitu, melalui bunuh diri ? (Tapi nyatanya sedikit sekali kalangan kaum pesimissendiri yang memilih "kembali kepada ketiadaan" daripada tetap hidupdengan segala tragedinya ini).

Ke.dua, mereka menolak adanya makna dan tujuan hidup karenamereka memandang bahwa dalam hidup itu tidak ada kebahagiaan sejati.Setiap gambaran mengenai kebahagiaan adalah palsu, sebab kebahagiaan itusendiri adalah palsu. Suatu lukisan kebahagiaan menarik hati hanya selamalukisan itu sendiri masih berada di masa depan yang belum terwujud, ataumalah di masa lalu yang diromantiskan dan didambakan kembalinya secaranostalgik. Orang pun terdorong dan tergerak jiwa raganya dalam usahainewujudkan lukisan kebahagiaan itu. Tetapi segera setelah suatu usahamewujudkannya dianggap selesai dan tujuan tercapai, mulailah kekecewaandemi kekcewaan timbul, dan proses pun berulang kembali. Karenakebahagiaan adalah semu dan palsu, maka manusia adalah makhluk yangsengsara.

Ketiga, kaum pesimis menolak makna dan tujuan hidup karena merekamendefinisikan kebahagiaan dengan negatif. Menurut mereka, jika tohkebahagiaan itu ada, maka paling jauh, hanya dapat didefinisikan secaranegatif: "kebahagiaan ialah tidak adanya kesengsaraan". Karena kebahagiaanitu negatif, maka ia tidak mengandung kesejatian, alias palsu. Oleh karena itu,dalam hidup tidak ada kebahagiaan, atau, lebih tegasnya, hidup padahakikatnya adalah kesengsaraan.. Dan, meskipun masa lalu senantiasadirindukan, dan masa depan selalu diimpikan, tapi, kata kaum pesimis,semuanya itu tidak hakiki. Yang hakiki hanyalah sekarang. Tapi karena"sekarang" terdiri dari deretan atom waktu yang terns bergerak menjadi masalalu, maka "sekarang" pun bukanlah hal yang memadai. Maka tipikal ucapankaum pesimis ialah, "segala yang lalu telah tiada, segala yang akan datangbelum terjadi, dan segala yang ada sekarang tidak memadai" (all that was isno more, all that will be is not yet, and all that is is unsufficient). Jadi,merindukan masa lampau adalah sia-sia, memimpikan masa depan adalahtetap impian belaka, dan menjalani hidup sekarang tidak cukup menarik. Laluuntuk apa hidup? Bukankah kalau begitu, keberadaan kita di dunia ini adalahperistiwa yang terjadi secara kebetulan belaka, tanpa makna maupun tujuan,

Andew Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 15: Agama Dan Problem Makna Hidup

bahkan tanpa hal yang benar-benar menyenangkan?

2. Pandangan Kaum OptimisKaura optimis memandang bahwa hidup ini memiliki makna dan tujuan.

Oleh karena itu, "menghidupkan" atau "menghidupi" orang adalah lebih baikdaripada "mematikan"-nya. Kenyataan yang umum pada hampir setiap orangialah pandangan bahwa hidup ini cukup berharga, sekurang-kurangnyasebelum ia menyadari bahwa ia akan berakhir dengan kematian. Kesadaranakan pasti datangnya kematian yang membuat semua kegiatan menjadimuspra itu, bagi sementara orang, memang bisa membuatnya putus asa begiturupa sehingga akan menghalangi kemungkinannya melakukan tindakanbermakna dalam hidupnya. Tapi keputusasaan itu bukanlah suatu kemestianyang mutlak tak terhindarkan. Ia bisa dihindari, dan kebanyakan orangmemang mampu menghindarinya. Sedangkan sikap berlarut-larut tenggelamdalam keputusasaan adalah suatu gejala sakit (patologis) dan tidak wajar.Dalam kewajaran, yaitu sebagaimana terjadi pada umumnya orang, bahkanketika seseorang merasa kurang mampu sekalipun biasanya masih berusaha

- sedapat-dapatnya mewujudkan keinginan atau cita-citanya. Ini cermin adanyaharapan, dan harapan itu bertumpu kepada pandangan bahwa hidup ini cukupberharga untuk clijalarii dengan penuh minat dan sungguh-sungguh.

Menurut kaum optimis, hidup ini berharga, karena memiliki maknadan tujuan. T^uan hidup ialah memperoleh kebahagiaan, dan makna hidupada dalam usaha mencapai tujuan itu. Artinya, pertanyaan tentang maknahidup dilontarkan dalam rangka memutuskan bagaimana caranya menjalanihidup. Oleh karena itu, hampir tidak ada orang yang tidak mempunyai maknadan tujuan hidup. Sebab setiap orang mempunyai tujuan yang cukup berhargauntuk diperjuangkan agar terwujud. Maka hidup ini cukup berharga, dankenyataannya ialah bahwa hampir setiap orang berjuang untuk memper-tahankan dan meningkatkan taraf hidupnya, biarpun ia mungkin merasasengsara di dunia ini. Namun adanya harapan dalam hati menjadi penyanggakekuatan jiwanya untuk tetap hidup, kalau dapat selama mungkin, di dunia

Ibid. p. 20-22"ibuL, p. 24MKarl Britton, Filnafat Kehidupan..., p. 14

Hermerma, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 16: Agama Dan Problem Makna Hidup

Satu hal yang menarik dalam perbincangan kaum optimis ini adalahtidak semua kaum optimis itu agamawan, kaum komunis pun termasuk dalamkelompok ini. Perbedaan antara kaum optimis yang agamawan dengan yangkomunis terletak pada "sumber makna hidup". Bagi kaum agamawan, agamaadalah sumber makna dan tujuan hidup, sementara bag! kaum komunis maknadan tujuan hidup ada dan ditemukan dalam hidup pada dunia nyata ini, danpengalaman hidup bermakna dan bertujuan itu tidak akaii melewati saatkematian. Sekalipun begitu, semua kaum optimis melihat hidup ini cukupberharga (worthwhile), dan tidak masuk akal bahwa mati adalah lebih baikdaripada hidup. Hidup, bagaimana pun, adalah lebih baik daripada mati.41

Friederick Nietzsche, sorang filosof eksistensialisme, misalnya,menyatakan bahwa kehidupan adalah kenikmatan yang hams dihayatisedalam-dalamny a. Seseorang yang menyatakan bawa hidup ini tidak berhargaadalah mereka yang dekaden. Mereka ini seharusnya menyatakan denganterus terang "Kami ini tak berharga". Pada hakikatnya bukan kehidupan danhidup ini yang salah, tetapi justru mereka sendiri yang tak mampu untukmencapai diri setinggi-tingginya dalam hidupnya. Nietszhe berkata: "Akuajarkan kepadamu manusia unggul, dahulu dosa yang terbesar adalah dosamelawan T\ihan, tetapi Tiihan sudah mati, dan bersama Dia matilah merekayang berdosa itu.

Manusia kerdil adalah kaum yang lekas percaya dan menyerah padadongeng yang tidak mengandung kebenaran. Mereka ini merasa telahmembuat kebaikan dengan jalan menyerah saja kepada yang dipujanya.Mereka tidak mempunyai keberanian untuk mengarungi bahtera kehidupan.Untuk itu manusia hams bebas dari segala kekhawatiran dan rasa dosa.

"Nurcholis Madjid, Islam, Doktrm..., p. 26.2/Wi, p. 23

Friederick Nietzsche, sorang filosof eksistensialisme, berpendapat bahwa manusiaakan menjadi makhluk yang agung dan unggul, apabila sudah sanggup menerima beritakematian rl\jhan. la sangat muak kepada para pendeta yang mengajarkan bahwa manusiaadalah makhluk yang berdosa. Menurutnya, mereka yang menerima hidup ini sebagai dosabelaka adalah mereka yang lemah dan tidak berharga. Mereka sering bersembunyi dibalik dalih "hidup ini tidak berharga atau tidak bermakna" padahal sebenarnya merekatidak berdaya untuk hidup.

Ftoad Hassan, Berkenalan dengan Eksistensudixme, (Bandung: Pustaka Jaya,1992),Cet. Ke-5, p. 39, 52

Andem Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 17: Agama Dan Problem Makna Hidup

Mereka harus cinta kepada kehidupan, karena cinta itu berarti sanggupmenanggung kenyataan bahwa manusia bukanlah sesuatu yang sudah selesai.Manusia harus berani menghadapi segala ancaman dan hanya karena hanyadengan itulah manusia dapat bertahan hidup. Manusia harus berani dan tidakperlu takut karena keberanian adalah kebajikan yang unggul. Manusia tidaksekedar mau hidup, ia harus semakin kuasa lagi, dan makin kuat lagi.

Jean Paul Sartre berkata: "Realitas manusia adalah bebas, secara asasisepenuhnya bebas". Konsekuensi kebebasan mutlak dan tak terbatas adalahtanggung jawab yang tanpa batas. Sebagai manusia yang bebas, ia dapatmenjatuhkan pilihan dan bertindak atas pilihannya itu. Meskipun keputusanitu bersifat pribadi, namun pada akhirnya merupakan suatu keputusan yangmenyangkut kemanusiaan dari tanggung jawab yang tak terbatas pula kepadaorang lain.

Karl Mark melihat, agama merupakan kesadaran dari perasaan pribadimanusia, di saat ia belum menemukan dirinya atau di saat ia belum kehilangandirinya. Tetapi manusia itu bukanlah sejenis makhluk abstrak yang berdiamdi luar dunia. Manusia adalah dunia manusia, negara dan masyarakat. Negara

- dan masyarakat itu menghasilkan agama yang merupakan suatu kesadaranterhadap dunia yang tidak masuk akal Agama adalah teori umum tentangdunia...realisasi fantastik manusia... Kesengsaraan religius di satu pihakadalah pernyataan dari kesengsaraan nyata, di sisi lain ia merupakan suatuprotes terhadap kesengsaraan yang nyata itu. Agama adalah keluh kesahmakhluk yang tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tidak berkalbu... Agamaadalah candu bag! rakyat"

Ketika manusia tidak mampu menghadapi penderitaan, kesengsaraandan semua problem-problem sosial dan ekonomi, maka agama dapatdigunakan sebagai pelipur lara dan candu bag! rakyat untuk dapat melupakansegala kesengsaraan yang sedang mereka alami. Dengan janji kebahagiaanpara pendeta dan rahib itu, menurut Marx, agama membolehkan manusia

"ibid., p. 57Ibid., f. 144

TComaruddin Hidayat & Amsal Bakhtiar, Komaruddin Hidayat & Amsal Bakhtiar,fiiso/oi Agama Wahyu dan Nalar datam Sejarah, (Jakarta: PPS Syarif Hidayatullah,2001)., p. 101

'Nureholish Madjid, Islam, Doktrin..., p. 18

Hermxneaa., Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 18: Agama Dan Problem Makna Hidup

mencapai kodratnya yang sejati, sebagai makhluk yang tertinggi sekaligussebagai pencipta dunia.

Tampaknya kritikan, celaan dan penolakan Marx terhadap agamadidasari oleh humanisme, yang memandang bahwa manusia harusdikembalikan kepada asalnya yang sejati. Marx melihat bahwa manusiasebagai makhluk sosial terkungkung oleh struktur sosial itu sendiri, sehinggaia tidak menemukan kesejatian dirinya dalam struktur tersebut. Agama dannegara adalah struktur yang menjadi faktor yang paling berpengaruh danmengeksploitasi jati diri manusia. Dengan menghilangkan struktur sosial dankelas-kelas dalam masyarakat manusia kembali ke alam kesejatiannya, yaitumasyarakat tanpa kelas. Secara otomatis, khayalan tentang janji-janji agamaakanhilang.

E. Posisi Agama di Tengah Problem Makna HidupMerujuk pada penalaran di atas, kaum optimis, yang beragama dan

malah anti agama, sama-sama berpendapat bahwa hidup ini cukup berharga,karena mengandung makna dan tujuan. Tapi persoalan yang munculselanjutnya adalah makna yang mana dan tujuan yang mana ? Artinya, selainada masalah makna dan tujuan hidup, juga tidak kurang pentingnya, ialahpersoalan nilai makna dan tujuan hidup itu. Dan, karena nyatanya hampirsetiap orang merasa mempunyai tujuan hidup, maka mungkin persoalan nilaimakna dan tujuan hidup itu sendiri justru lebih penting.

Dengan kata lain, sebagaimana diungkap terdahulu, persoalan pokokmanusia bukanlah menyadarkan bahwa hidup mereka bermakna dan

^Komaruddin Hidayat & Amsal BakhUar, FUsafat...., p. 126Membincang persoalan "makna hidup", atau the meaning of life. Pertama,

sebagaimana diungkap dalam pendahuluan, makna hidup itu berhubungan dengan tujuanhidup dan nilai hidup. Dengan kata lain, penegasan makna (meaning), harus disertai denganpenegasan tujuan (purpose) dan nilai (value).Tujuan (purpose) adalah sesuatu yangditetapkan seseorang sebagai objek (basil, tujuan, sasaran, rencana) untuk dicapai ataudiraih. Lihat tujuan (purpose) adalah sesuatu yang ditetapkan seseorang sebagai objek(basil, tujuan, sasaran, rencana) untuk dicapai atau diraih. Atau dalam bahasa Scheter,tujuan merupakan isi pemiku-an, perbuatan, dan sebagainya yang harus direalisasikan,tanpa memperhatikan siapa atau apa yang harus mencapainya. Lihat pula Risieri Frondizi,Pengantar Filsafat Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001), p. 112 Dan, nilai(value) adalah kualitaa sesuatu yang membuatnya menjadi diidamkan, hcrmanfaat ataujadi objek ketertarikan. Kualitas tersebut keberadaannya tidak tergantung padapengembannya masing-masing. Lihat Ibid., p. 110-111

Andewi Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 19: Agama Dan Problem Makna Hidup

bertujuan, tapi bagaimana mengarahkan mereka untuk menempuh hidupdengan memilih makna dan tujuan yang benar dan baik. Tanpa bermaksudmeloncat kepada kesimpulan secara arbitrer, agama, adalah sistem pandanganhidup yang menawarkan makna dan tujuan hidup yang benar dan baik.

Agama memainkan peran penting dalam kehidupan banyak orang.Kadang-kadang agama kelihatan absurd, kadang-kadang menjadi "semacamteladan tantang apa yang sebaiknya dilakukan manusia" dalam kehidupanmereka. Akan tetapi agama juga membuat pikiran kita terpusat pada masalah-masalah besar dan masalah-masalah yang ditimbulkan agama itu sendiri,seperti kesengsaraan dan ragam pemikiran. Dan telah menjadi kenyataanbahwa Mta hidup di atas dunia di mana manusia menjadi bagian darinya. Waktudan kematian tidak membawa kebaikan apa-apa terhadap diri orang yangtelah baik. Agamalah yang menafsirkan kehidupan dan kematian orang kedalam bahasa-bahasa simbolis."

Agama dalam pandangan teologi adalah bersumber dari wahyu yangberasal dari Tuhan sendiri yang diturunkan kepada manusia ke dunia bersama-sama dengan penciptaan manusia pertama, yaitu Adam yang sekaligus menjadi

• Nabi yang pertama. Dalam perspektif antropologis, sosiologis, historis, danpsikologis, evolusi agama adalah suatu fenomena sosial, kultural dan spiritual.Yaitu dari agama primitif (primitif religion) atau agama alam (natural reli-gion) menuju bentuk yang lebih sempurna (politeisme-monoteisme) yang kita

52jumpai sekarang.

Agama berlandaskan pada konsep yang suci (sacred), bukan pada dunia(profane). Agama berlandaskan pada yang gaib (supernatural), bukan padahukum-hukum alamiah (natural). Agama berisikan ajaran-ajaran kebenarantertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia agar dapat hidup selamat didunia dan akhirat, yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhannya,beradab, dan menjalankan aktiviats sesuai dengan petunjuk agama, tidakseperti cara-cara hidup hewan atau makhluk gaib yang jahat.

Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dan masyarakat yang bersangkutan

Nurcholish Madjid, Islam,Doktrin...., p.i"Karl Britton, Filsafat Ketuhanan..., p. 278

E.E. Evans Pritchard, Teori-Teori Tentang Agama Primitif (yogyakarta: PLP2M,1984), p. viii.

Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 20: Agama Dan Problem Makna Hidup

dan menjadi pendorong, penggerak, dan pengontrol berbagai tindakan-tindakan anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengannilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. Jika pengaruh ajaran-ajaranagama itu sangat kuat terhadap sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaanmasyarakat, maka sistem-sistem nilai kebudayaan tersebut akan terwujudsebagai simbol-simbol suci yang maknanya bersumber kepada ajaran-ajaranagama yang menjadi kerangka acuannya. Dalam keadaan demikian, secaralangsung atau tidak langsung, etos yang menjadi pedoman eksistensi dankegiatan berbagai pranata yang ada dalam masyarakat dipengaruhi,digerakkan, dan dirahkan oleh berbagai sistem nilai yang sumbernya adalahagama yang dianutnya. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan warga masyarakattersebut merupakan tindakan-tindakan dan karya-karya yang dibingkai olehsimbol-simbol suci.

Agama merupakan simbol keyakinan yang melibatkan emosi-emosi danpemikiran-pemikiran yang bersifat pribadi dan diwujudkan dalam tindakan-tindakan keagamaan. Agama apa pun tidak akan dapat menghindarkan diridari nilai-nilai esoterik yang diyakini secara ruhaniyah oleh para penganutnyasebagai "kebenaran" paling otentik dan mutiak yang dapat menyelamatkannyadari segala penderitaan lahir batin.

Melalui agama, manusia yang beriman akan senantiasa merasakanmanisnya iman (kalawah al-iman) dan ketenangan jiwa (al-sakinak) sertakebahagiaan (al-sa'adah) karena terpenuhinya "fttrah" essensial ruhaniyahmanusia dalam mengakui adanya kekuasaan yang Maha Kuasa di luar dirinya.Manisnya iman, kebahagiaan, dan ketenangan jiwa tidak akan diperolehkecuali oleh orang-orang yang benar-benar menghayati dan mengamalkanAjaran-ajaran agamanya secara murni dan konsekuen. Namun karena klaimkebenaran, maka muncullah kekerasan dan konflik-konflik antar umatberagama yang mewariskan permusuhan yang turun temurun. Konsekuensilogisnya adalah hancurnya peradaban manusia yang telah dibangun sejakwaktu yang lama. Kebenaran yang ditawarkan oleh orang lain, pada akhirnya,akan dianggap salah dan bukan merupakan kebenaran dan keselamata, yangdalam bahasa agamanya disebut kafir, musyrik, dan kegelapan.

Andeuii Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 21: Agama Dan Problem Makna Hidup

Kritus adalah kebenaran dan kehadiran bagi orang Kristen, yaitu satu-satunya keahdiran Tuhan yang benar. Sebaliknya bagi orang-orang Islam, NabiMuhammad saw. adalah kehadiran dari kebenaran, dalam arti Nabi sajalahyang menghadirkan kebenaran murni atau menyeluruh. Bagi orang Islam,kebenaran dari yang mutiak itulah yang menyelamatkan. Dengan demikian,mereka (orang Islam) cenderung mengecilkan atau menilai rendah dalamsegala aspek dan unsur kehadiran dalam agama Kristen. Sedangkan bagi or-ang Kristen, kehadiran itulah yang memiliki kemampuan penyelamat. Olehkarena itulah, mereka cenderung merendahkan atau menolak setiap jenispemikiran platonisme, yaitu setiap pandangan kebenaran yangmembebaskan.64

Antropolog Clifford Geertz, berpendapat bahwa agama membentukkonsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Agama mencobamemberikan penjelasan hidup-mati dan memberikan keterangan tentangdunia. Maksud agama bukan ditujukan untuk menyatakan tentang persoalanhidup sehari-hari, melainkan terpusat pada makna final (ultimate meaning),suatu tujuan pasti bagi dunia. Jika agama telah kacau maka yang akan terjadi

• chaas dalam seluruh tatanan kehidupan. Agama akan memperlihatkan jatidirinya ketika manusia secara intelektual menghadapi masalah yang tidakdapat dimengerti, menghadapi penderitaan yang tidak dapat dihindari secaramoral, atau menemukan kejahatan di mana-mana yang tidak dapat merekaterima. Pada momen-momen seperti inilah agama akan jelas terlihat, walaupunterkadang bertentangan dengan kenyataan.

Pada dasarnya agama merupakan sumber nilai positif yang digunakansebagai petunjuk masyarakat dalam mengatur kehidupannya. Agama adalahpandangan umum bagi dunia, makhluk-makhluk yang ada dan umat manusia.

Orang-orang Barat yang sejak lama meninggalkan agama, padaakhirnya sadar akan kepentingan agama untuk mendapatkan ketenanganhidup. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern ternyata tidak membawa

Frithjof Schuon, Islam and The Perrenial Philosophy, terj. Rahman! Astuti,(Bandung: Mizan, 1988), p. 17

Daniels L. Pals, Seven Theories of Reliffian, Terj. Inyiak Ridwan Muzir & M. Syukri,(Yogyakarta: IRCiSoD, 2000), p. 388

Aunusy Syarif Qasim, Al-Dinfi Hayatina, Terj. Ahmad Chumaidi Umar & M. AliHasan Umar, (Semarang: Toha Putera, 1983), p. 20

Hermmeia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 22: Agama Dan Problem Makna Hidup

kedamaian justru melahirkan kekacauan-keakcauan dalam semua linikehidupan.5' Keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan dan lahirnya agamatidak dapat dibendung oleh kekuatan apa pun di dunia ini. Karena manusiaadalah makhluk spiritual dan memiliki fitrah ruhaniyah, maka jika merekameninggalkan agama, pada hakikatnya selalu risau dan rindu untuk bertemudengan penguasa manusia Yang Maha Kuasa.

Agama merupakan sistem pandangan hidup yang menawarkan maknadan tujuan hidup yang benar dan baik. Argumen yang diberikan agamatentang hal ini adalah:

Pertama, sudah tegas bahwa hidup ini bermakna secara intrinsik, artinyaia berharga karena dirinya sendiri. Karena itu, tidak relevan untukmenanyakan apakah hidup lebih baik daripada mati, sebab pertanyaan sepertiitu mengisyaratkan komparasi antara kehidupan dan kematian -suatu yangmustahil, karena tak seorang pun hidup yang pernah "secara sadar"mengalami kematian untuk menjadi bahan perbandingan dengan hidupnyaitu sendiri. Penanyaan itu juga mengisyaratkan adanya "usaha" untuk hidupdalam masa pra-hidup, yakni sebelum hidup itu sendiri menjadi kenyataan.Terhadap adanya hidup tidak dapat dilakukan penanyaan demikian, karenahidup itu sendiri muncul tanpa "ongkos" pada yang bersangkutan (orang yanghidup itu), dan suatu kesepakatan universal menunjukkan bahwa sckali suatuhidup terwujud maka ia harus dilindungi dan dihormati.

Kedua, hidup ini bukanlah suatu lingkaran tertutup yang tanpa ujungpangkal. la berpangkal dari sesuatu dan berujung kepada sesuatu, yaitu Tuhan,Pencipta dan Pemberi Kehidupan. Karena tujuan hidup itu ialah "Mian, makaseperti telah dikemukakan di atas, arti dan makna hidup ditemukan dalamusaha kita "bertemu" dan "mencari wajah" Tuhan, dengan harapanmemperoleh ridla (perkenan)-Nya. Hidup bertujuan perkenan atau ridlaTuhan membentuk makna kosmis hidup itu, sedangkan wujud nyata usahamanusia dalam hidup di dunia untuk mencapai tujuan ridla Tuhan itumerupakan makna terrestrial hidup itu. Justru untuk memperolehkesejatiannya, sebagaimana dijabarkan dalam deretan argumen di atas, suatu

Karen Amstrong, A History of God, The WO Year ofjwlmsme, Cristianity andIslam, Terj. Zaimul Am, (Bandung: Mizan, 2001), p. 20

Nurcholish Madjid,Islam, Doktrin..., p.26"ibid., p. 26-27

Andewi Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 23: Agama Dan Problem Makna Hidup

makna hidup terrestrial harus dikaitkan dengan makna hidup kosmis. Jikatidak, maka seseorang akan mudah terjerembab dalam lembah pesimismemereka yang mengingkari adanya makna dan tujuan hidup, sehingga hidupitu menjadi tidak tertahankan dan bebannya tak terpikulkan. Dengan katalain, hilangnya dimensi kosmis dari hidup akan membuat goyahnya dimensiterrestrial, yang kegoyahan itu akan berakhir dengan hilangnya rasa maknahidup secara keseluruhan.

Karena kematian bukanlah akhir segala-galanya, khususnya bukanakhir pengalaman manusia tentang kebahagiaan dan kesengsaraan, makakematian adalah suatu peristiwa peralihan (transitory), yang mengawalipengalaman akan kebahagiaan atau kesengsaraan yang hakiki.

Untuk lebih memperjelas nilai ketuhanan sebagai tujuan hidup, perludikaji bahwa karena kenyataan tidak hampir tidak ada orang yang tidakmemiliki suatu makna hidup dan makna hidup itu dapat berbeda dari satuorang atau kelompok ke orang atau kelompok lain, maka berarti ada masalahtentang makna hidup yang benar dan makna hidup yang salah. Oleh karenaitu, persoalan selanjutnya adalah, bagaimana menguji kebenaran suatu tujuan

- hidup dan maknanya ? Bagaimana kita mengetahui bahwa suatu konseptentang tujuan dan makna hidup mengandung kebenaran obyektif dan uni-versal?

Dalam menjawab pertanyaan ini, Paul Edwards menawarkan jawaban,bahwa kita barangkali harus membedakan antara makna dan tujuan hidupyang dapat disepakati oleh umat manusia secara rasional dan denganketulusuan pengertian, dan makna serta tujuan hidup yang hanya seearasepintas saja tampak seperti rasional dan penuh pengertian. Sepanjangpersoalan makna dan tujuan hidup manusia, taruhan yang amat menentukanialah suara hati nurani. Makna dan tujuan hidup yang benar ialah yang ditopangoleh pertimbangan hati nurani yang tulus.61

Persoalannya adalah, kalau memang hati nurani itu benar menjadisumber pertimbangan tentang otentik dan tidaknya suatu pandangan tentangmakna dan tujuan hidup, dan kenyataan bahwa masing-masing ideologi pundapat dirasionalisasikan sebagai sesuatu yang sesuai dengan hati nurani, maka

ftid,p.27-29"ibid., p. 31-32.

Hermenria, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 24: Agama Dan Problem Makna Hidup

dalam praktek hati nurani pun tidak universal, karena amat pelik, berhadapandengan masalah kedirian yang paling mendalam, yaitu hakikat kalbu. Suaradan pertimbangan murni kalbu itu tempat taruhan amat penting nilai maknadan tujuan hidup kita. Seperti disabdakan Nabi Muhammad SAW. :"sesunguhnya semua amal perbuatan itu tergantung kepada niat". Atau sepertidikatakan filosof Kant, faktor yang paling menentukan dalam amal manusiaialah "kemauan baik" (good mil), tujuan dan tingkah laku moral Dan bunyihati nurani yang mendalam pada pribadi seseorang itu sepenuhnya otentik,sebab, seperti difirmankan Allah dalam al-Qur'an: "Allah tidak membuat duo,kalbu untuk seseorang dalam ruang dadanya". Jadi, kalbu tidak dapat bohong.Suara kalbu yang paling bening akan terdengar oleh diri manusia ketika iaberada dalam suasana "kontak" dengan Tuhan, Dzat Yang Maha Suci, pangkalsegala kesucian. Demi terpeliharanya kesucian dan kemurnian kalbu itu,manusia harus selamanya memelihara suasana kontak dengan Yang MahaSuci, dengan penuh rasa pasrah dan dalam kerahasiaan pribadinya yang pal-ing mendalam. Bahkan di hadapan Tuhan itu, manusia harus tetapmenunjukkan kesungguhan hatinya melawan unsur-unsur luar yang merusakdan menyimpangkannya dari kebenaran, dengan secara tulus memohonkepada Tuhan untuk ditunjukkan jalan menuju kesucian itu.62

Berdasarkan hal ini, kalbu manusia itu masih terancam untukmenyimpang dari kesucian tanpa terasakan oleh yang bersangkutan sendiri,kesucian itu menjadi mustahil tanpa manusia terus menerus berjuang danberusaha mendekati Tuhan. Oleh karena itulah Tuhan menjadi tujuan hidup,sekaligus pangkalnya, dan kesungguhan manusia yang tak kenal hentimendekati Tuhan itu adalah makna hidup hakiki manusia.

Tuhan itu Maha Dekat dan dapat "ditemui". Oleh karena itu,mewujudkan makna hidup dam menemukan kebahagiaan dalam kehidupannyata ini adalah sesuatu yang selalu terbuka, penuh kemungkinan, tidakpernah mustahil. Karena pengalaman ini mengaktual dalam kehidupan dunia,ia termasuk makna terrestrial hidup manusia. Tetapi justru agar bermakna,suatu makna terrestrial harus terkait dengan makna kosmis. Suatupengalaman hidup "bertemu" dengan Tuhan tidak substansial jika tidakdidasari atas'keyakinan akan adanya pertemuan dengan Tuhan yang lebih

Ibid., p. 32-33.

Andewi Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 25: Agama Dan Problem Makna Hidup

haWkl dalani kehidupan sesudah mati, sesuai dengan "grand design" Tuhanuntuk seluruh ciptaan-Nya.

Karena dialektika hidup manusia sendiri, maka makna terrestrial hidupitu, dalam wujudnya yang paling konkrit, hampir tidak dapat dibedakan darimakna hidup akibat bentukan kebutuhan-kebutuhan nyata (need-conditionedmeaning of life). Di sini manusia menghadapi ancaman kehilangan maknahidupnya, atau makna hidupnya menjadi palsu, yaitu jika ia kehilanganperspektif kaitan rasa makna hidup yang terbentuk oleh kebutuhan nyata itudengan makna hidup yang lebih tinggi, yang berdimensi kosmis. Sebabsekalipun makna hidup terrestrial itu, dari segi gunanya untuk memenuhikebutuhan hidup sungguh benar-benar substansial, namun makna serupa itu,dalam analisis terakhir, hanya bersifat sebagai penuiyang saja bagi hidup or-ang bersangkutan itu sendiri, jadi tidak eksistensial. Makna hidup eksistensialtetap berdimensi kosmis, terkait dengan ketuhanan.

Oleh karena itu, sesuatu "need-conditioned meaning of life ", yang jugaberarti makna hidup terrestrial, akan menjadi makna hidup eksistensial hanyajika ia ditujukan dan diorientasikan kepada Tuhan sesuai dengan "grand de-

• sign'-Nya untuk hidup manusia dalam kaitannya dengan seluruh alam ciptaan-Nya. Ini berarti bahwa tanpa mengetahui "grand design" Tuhan itu mustahilmanusia menempuh hidup sesuai dengan makna eksistensialnya.

Nilai ketuhanan merupakan wujud tujuan dan makna hidup kosmisdan eksistensial manusia, dan nilai kemanusiaan merupakan wujud maknaterrestrial hidup manusia itu.

E. KesimpulanTidak ada kata sepakat tentang makna hidup atau the meaning of life.

Dalani realitas yang ada, paling tidak ada tiga kelompok yang memperdebatkantentang itu. Kaum pesimis, menyatakan bahwa hidup ini tidak memiliki maknadan tujuan, sementara bagi kaum optimistis, yang terdiri dari kaum komunisdan kaum agamawan, hidup ini memiliki makna dan tujuan. Hanya saja merekatidak sepakat tentang sumber makna dan tujuan hidup itu. Bagi kaumkomunis, sumber makna dan tujuan hidup itu ada dan ditemukan dalam hidupdalam dunia nyata ini sendiri, dan pengalaman hidup bermaknatlan bertujuan

Ibid, p. 34-36

Herm&new, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162

Page 26: Agama Dan Problem Makna Hidup

itu tidak akan melewati saat kematian. Bagi kaum agamawan, agama adalahsumber makna dan tujuan hidup.

Bagi kaum agamawan, yang dipersoalkan tidak hanya makna dan tujuanhidup, tetapi juga persoalan nilai makna dan tujuan hidup, atau dalam bahasalain, masalah makna dan tujuan hidup yang benar. Dan, agama adalah sistempandangan hidup yang menawarkan makna dan tujuan hidup yang benar danbaik itu.

Daftar Pustaka

Amstrong, Karen. A History of God, The 4000 Year of Judaisms, Cristianityand Islam. Terj. Zaimul Am, Bandung: Mizan, 2001

Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu,1990.

Bastaman, Hanna Djumhana. Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Paramadina,1996.

Britton, Karl. Filsafat Kehidwpan Dekonstruksi atas Makna Kehidupan. Terj.Inyiak Ridwan Muzyir. Yogyakarta: Ar-Ruz, 2002.

Effendi, Djohan. Menemukan Makna Hidup. Jakarta: Mediacita, 2001.Frondizi, Risieri. Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Off-

set, 2001.Hamka. Falsafah Hidup. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.Hassan, Fuad. Berkenalan dengan Eksistensialisme. Bandung: Pustaka Jaya,

1992.Hidayat, Komaruddin & Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama Wahyu dan Nalar

dalam Sejarah. Jakarta: PPS Syarif Hidayatullah, 2001.Madjid, Nurcholish. Islam, Dottrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 2000.Manaf, Mudjahid Abdul. Sejarah Agama-agama. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1994.Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press,

1979.Nawawi, Hadari & Martini, Mimi. Manusia Berkualitas. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 1994.Pals, Danials L. Seven Theories of Religion. Terj. Inyiak Ridwan Muzir & M.

Syukri, Yogyakarta: IRCiSoD, 2000.

Andeufi Suhartini: Agama Dan Problem Makna Hidup

Page 27: Agama Dan Problem Makna Hidup

Pritchard, E.E. Evans. Teori-Teori Tentang Agama Primitif. Yogyakarta:PLP2M, 1984.

Runzo, Joseph and Martin, Nancy M. The Meaning of Life in The World Reli-gions. Washington: Oneworld Publications, 2000.

Saefuddin, PiM..Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi Bandung:Mizan, 1987.

Schuon, Prithjof. Islam and The Perrenial Philosophy. Terj. Rahmani Astuti.Bandung: Mizan, 1988.

Shihab, Quraish. Mahkota Tuntunan Ilahi. Jakarta: Untagama, 1986.Subagya, Rahmat. Kepercayaan Kebatinan Kerohanian Kejiwaan dan

Agama, Yogyakarta: Yayasan Kanisius. 1976.Syaffie, Inu Kencana. Filsafat Kehidupan. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.Syarif Qasim, Aunusy. Al-Dinfi Hayatina. Terj. Ahmad Chumaidi Umar & M.

Ali Hasan Umar, Semarang: Toha Putera, 1983

Penulis adalah peserta program doktor PPS Universitas Islam Negeri(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

162

Hemfnew,, Jurnal Kajian Islam Interdisiplmer Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2003:136-162