A State of The Art : Literatur Review Dalam Budaya ... · budaya. yang bekerja-sama sebagaimana...
Transcript of A State of The Art : Literatur Review Dalam Budaya ... · budaya. yang bekerja-sama sebagaimana...
269
A STATE OF THE ART : LITERATUR REVIEW DALAM
BUDAYA KESELAMATAN KERJA PADA PROYEK
KONSTRUKSI
Rossy Armyn Machfudiyanto dan Yusuf Latief
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
email: [email protected]
ABSTRACT
This study reviews the literature on safety culture that focuses on research
conducted from 2000 onwards. The term "culture" is defined as a
characteristic that is applied to the safety organization and especially on the
safety of the construction. Some explanations in the case of a positive safety
culture, safety culture model, the level of aggregation and safety given by
presenting empirical evidence and theoretical developments as appropriate.
In general, so-called safety culture has influenced the behavior of workers and
measures relating to occupational health and safety organizations that are
carrying out the task. Given a few years now safety has been the center of
much attention in all industries, including the construction, aimed lah
implications for future research.
Keywords: Safety Culture, Cultural Organization, Construction Accident,
Safety Management Systems
PENDAHULUAN
Dalam rangka berkontribusi untuk me-
ngurangi kecelakaan kerja, keselamat-
an kerja telah diteliti dari sudut pan-
dang yang berbeda (Silva, dkk; 2004).
Secara teknis maupun psikologi, sudut
pandang tersebut menuntun naiknya
budaya keselamatan yang positif –
sebuah konsep yang dihubugkan secara
intrinsik pada budaya organisasi yang
telah menarik perhatian banyak kalangan
industri. Meskipun peran utama dalam
menentukan kesuksesan atau kegagal-
an suatu organisasi terletak pada budaya
organisasi, nampaknya tidak ada per-
setujuan mengenai bagaimana meng-
gambarkan budaya dari sebuah organi-
sasi (Guldenmund, 2000). Selebihnya,
perdebatan tak terselesaikan bersikeras
apakah sebuah organisasi memiliki
budaya atau murupakan budaya itu
sendiri. Bertentangan dengan latar
belakang tersebut, tidak lah mengejut-
kan bahwa tidak ada model dari budaya
keselamatan yang diterima. Oleh karena
itu, tulisan ini mengulas literatur yang
ada mengenai budaya keselamatan dan
memberikan penjelasan mengenai pe-
ngertian, bukti empiris dan perkem-
bangan teorinya. Berdasarkan ulasan
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol 2, Agustus 2016 | ISSN: 2460-5506
270
kritis yang berhubungan dengan pene-
litian yang sudah disebarluaskan (dari
2000 dan seterusnya), tulisan ini meng-
analisis pemikiran dan pandangan dari
beberapa tempat belajar yang berbeda
dalam konteks keselamatan konstruksi.
Walaupun perkembangan dari model
budaya keselamatan diluar dari jang-
kauan tulisan ini, sebuah model kon-
septual ditawarkan untuk menguji
budaya keselamatan secara umum dan
sisi konstruksi secara khusus. Poin
selanjutnya akan merangkum budaya
organisasi sebagaimana sebuah ulasan
dari budaya keselamatan bisa saja
tidak lengkap tanpanya ketika operasi-
nya dipengaruhi oleh karakteristik
organisasi (Sawacha, dkk; 1999).
1. Budaya Keorganisasian
Menurut Reason (1997, hal.192),
definisi Uttal (1983) mengenai budaya
keorganisasian diambil paling dekat
dari intinya yaitu: “nilai-nilai (apa saja
yang penting) dan kepercayaan (bagai-
mana sesuatu bekerja) yang disebar-
luaskan yang berinteraksi dengan
perusahaan, struktur keorganisasian
dan system kendali untuk meng-
hasilkan norma-norma perilaku (cara
kita bekerja disini)”. Cooper (2000)
mendefinisikan budaya yang bekerja-
sama sebagaimana untuk mere-
fleksikan tindakan, kepercayaan, peri-
laku dan nilai-nilai dengan melihat
tujuan, fungsi dan prosedur keorgani-
sasian”. Secara singkat, budaya keor-
ganisasian adalah hubungan antara
organisasi dan individu dimana tindak-
an para pekerja bisa berubah melalui
interaksi timbal balik.
Guldenmund (2000) menyimpulkan
bahwa budaya keorganisasian terdiri
dari tujuh ciri-ciri berikut ini: (1)
konstruksi yang menyeluruh; (2) ke-
seimbangan; (3) multidimensi; (4)
disebarluaskan oleh (budaya nasional,
budaya gabungan, budaya keorgani-
sasian, budaya kedepartemenan, buda-
ya klompok dan iklim psikologi); (5)
beragam aspek (budaya yang berbeda
atau budaya keselamatan); (6) latihan-
latihan (norma- norma dan nilai-nilai,
ritual, tokoh utama dan simbol); dan (7)
fungsional – cara kita bekerja disini.
Hofstede (1990) melihat budaya terdiri
dari banyak lapisan, norma-norma dan
nilai-nilai pada pusat intinya. Lapisan
selanjutnya terdiri dari ritual, kemudian
para tokoh utama dan yang terluar
adalah symbol-simbol. Menurut Hofstede,
hanya tiga lapisan – ritual, tokoh
utama dan simbol – yang secara
bersamaan disebut dengan penerapan,
berhubungan dengan keorganisasian.
A state of the art: literatur review dalam budaya keselamatan kerja… (Rossy Armyn Machfudiyanto, dkk)
271
Beliau menjelaskan bahwa borma dan
nilai telah dikulturasikan semenjak
masa kanank-kanak melalui asuhan
orang tua dan sekolah dan tetap seperti
itu sepanjang hidup manusia.
Guldenmund (2000) merangkum
budaya keorganisasian sebagai
“sebuah pemahaman yang tetap,
multidimensi dan menyeluruh yang
disebarluaskan oleh kelompok-
kelompok dari anggota keorganisasian
yang memberikan kerangka acuan dan
yang memaknai dan atau yang
diungkapkan khusus dalam penerapan
tertentu”.
Menurut Hofstede (1990), budaya
keorganisasian dianggap sebagi bisnis
managemen yang tertinggi. Schein
(1992) mendefinisikan budaya keor-
ganisasian merupakan sebuah “pola
dasar asumsi-asumsi yang ditanamkan,
ditemukan dan dikembangkan oleh
kelompok yang ditentukan seagaimana
kelompok tersebut belajar untuk me-
ngatasi masalah-masalahnya dari adap-
tasi luar dan integrasi dalam. Hal ter-
sebut berjalan cukup lancar dan pantas
disebut valid, oleh karena itu hal
tersebut juga pantas diajarkan pada
para anggota baru sebagai cara yang
tepat dalam memandang, berfikir dan
merasakan hal yang berhubungan dengan
masalah-masalah tersebut”. Schein
(1992) menggunakan istilah budaya
keorganisasian sebagai “ketetapan tin-
dakan yang diamati ketika orang ber-
interaksi (Bahasa, adat, tradisi dan
ritual) dengan norma-norma kelom-
pok, nilai-nilai yang mendukung, filo-
sofi formal, aturan main, iklim, ke-
terampilan yang masuk, kebiasaan
berpikir/model mental/paradigm linguis-
tik, makna-makna yang disebarluas-
kan, perumpamaan atau symbol per-
paduan” yang menunjukkan kerumitan
makna dari sebuah budaya.
Tantangan dalam tulisan ini adalah
mendefinisikan budaya keselamatan
konstruksi. Oleh karena itu, penting
untuk mencari dan memahami kesulit-
an-kesulitan dan kemungkinan-ke-
mungkinan yang termasuk dalam bu-
daya keselamatan. Secara normal,
orang dihubungkan dengan organisasi
dengan derajat yang berbeda atau
dengan sub satuan keorganisasian
seperti divisi, depertemen, profesi,
jenis kelamin, kelas, kelompok etnik
atau negara, dll. Hal tersebut meng-
gambarkan bahwa budaya saling ber-
tumpang tindih dengan pengaturan
keorganisasian. Beberapa penulis
(Richter dan Koch, 2004, hal. 710
mengacu pada Alvesson, 2002;
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol 2, Agustus 2016 | ISSN: 2460-5506
272
Guldenmund, 2000, hal. 223)
menyarankan analisis budaya harus
spesifik pada konteks dan berkaitan
dengan isu pokok yang mana kasus
kita adalah tentang isu keselamatan.
Richter dan Kotch (2004) berpendapat
bahwa budaya keorganisasian merupa-
kan pemahaman yang tersebarluas oleh
organisasi yang sudah disepakati.
Gledon dan Stanton (2000) mengung-
kapkan bahwa budaya keorganisasian
tidak dimiliki oleh kelompok apapun,
naum diciptakan oleh semua anggota
organisasi tersebut.
2. Budaya Keselamatan
Konsep budaya keselamatan sering
kali disajikan terpisah dengan karak-
teristik keorganisasian yang lain
seperti jadwal kerja, teknologi, strategi
bisnis dan pengambilan keputusan
keuangan (Reiman dan Oedewald,
2004). Reiman dan Oedewald (2004)
mengungkapkan pemisahan konsep
budaya keselamatan ini mengurangi
istilah yang hanya mengacu pada
faktor0faktor yang sangat jelas
berhubungan dengan keselamatan
seperti keselamatan tingkah laku dan
nilai-nilai keselamatan. Meskipun
konsep tersebut telah banyak
digunakan selama bertahun-tahun, hal
tersebut tidak begitu jelas. Dalam
rangka memahami budaya keselamatan
dengan lebih baik, sejumlah penelitian
di masa lampau telah diuji. Tabel 1
mendaftar rangkuman penelitian
tentang budaya keselamatn yang
dilakukan sejak tahun 2000. Hal
tersebut menunjukkan dua puluh tujuh
penelitian yang terpilih sebagai ulasan
kritis benar-benar mewakili konsep
tersebut.
Kecelakaan Chernobyl pada bulan
April tahun 1986 memberikan bukti
kerawanan teknologi dan menekankan
kebutuhan untuk memahami
keselamatan keorganisasian. Istilah
budaya keselamatan pertama kali
dikenalkan pada Summary Report on
the Post-Accident Review Meeting on
the Chernobyl Accident INSAG yang
dipublikasikan oleh IAEA dalam
Safety Series No. 75-INSAG-1 tahun
1986 dan diperluas dalam Basic Safety
Principles for Nuclear Power Plants,
Safety Series No. 75-INSAG-3 tahun
1988 (IAEA, 1991). Meskipun
INSAG-1 meminjam istilah budaya
dari pada antropolog (Seorensen,
2002), akan tetapi publikasi INSAG
tidak memberikan referensi untuk
literatur dalam bidang apapun.
Faktanya adalah konsep budaya
keselamatan tidak berkembang secara
A state of the art: literatur review dalam budaya keselamatan kerja… (Rossy Armyn Machfudiyanto, dkk)
273
teori dari budaya keorganisasian.
INSAG-3 (1988) menjelaskan bahwa
“frasa ‘budaya keselamatan’ merupa-
kan masalah yang sangat umum,
dedikasi pribadi dan tanggung jawab
seluruh individu yang terlibat dalam
aktivitas apapun yang memiliki
pengaruh pada keselamatan PLTN”.
Akan tetapi, makna dari istilah tersebut
dibiarkan terbuka untuk diinterpretasi-
kan dengan kurangnya panduan dalam
bagaimana ‘budaya keselamatan’ dapat
dinilai. Banyak definisi tentang budaya
keselamatn yang ada dalam literatur
akademik dan contoh-contoh definisi
yang terpilih ditunjukkan dalam table
2. Hanya delapan dari dua puluh tujuh
penelitian yang terpilih mendefinisikan
budaya keselamatan. Kebanyakan defi-
nisinya memiliki perspektif keperca-
yaan yang sama dengan setiap focus-
nya dan derajat yang berbeda-beda
dalam bagaiman orang berpikir dan
bertingkah laku yang berhubungan
dengan keselamatan. Definisi-definisi
tersebut cenderung mencerminkan
pandangan bahwa budaya keselamatan
lebih mengacu pada apa itu organisasi
dari pada sesuatu yang organisasi
miliki. Definisi yang diambil oleh Hale
(2000) dan Cooper (2000) merupakan
definisi yang paling utala sebagaimana
definisi- definisi tersebut menjabarkan
isi dari budaya keselamatan secara
eksplisit.
Tabel 1.Daftar dan Ringkasan dari literature reviews tentang Budaya Keselamatan
Referensi Ringkasan Penelitian
Hale (2000) Menguraikan aspek-aspek budaya keselamatan yang rumit dan
menyarankan elemen-elemen dari budaya keselamatan yang baik
Pidgeon dan O’Leary (2000)
Mengarah pada hasil kerja yang merupakan pelopor dari Barry
Turner yang bukunya Man-made Disasters (Turner, 2978)
merupakan buku pertama yang menarik perhatian pada proses
keorganisasian yang dibutuhkan untuk mempelajari kejadian dan
kesalahan masa lampau demi mencapai budaya keselamatan yang
baik
Rundmo (2000) Menyajikan gambaran mental dari resiko dan hasil survey yang
menunjukkan isu-isu seperti budaya keselamatan, perilaku
pekerjapersepsi tentang resiko dan tindakan di kalangan para
karyawan dalam perusahaan industri Norsk Hydro. Model yang
disajikan menghubungkan faktor-faktor budaya keselamatan
dengan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan pengendalian
resiko.
Lee dan Harrison (2000)
Menunjukkan perilaku, persepsi dan tindakan yang telah
dilaporkan. Penelitin tersebut menberikan skala pengukuran yang
terpercaya da menguji isu-isu perbedaan budaya, tidak hanya antara
organisasi tetapi juga sub populasi dalam organisasi tunggal
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol 2, Agustus 2016 | ISSN: 2460-5506
274
McDonald, dkk. (2000)
Menyelidiki hubungan dari aspek-aspek budaya keselamatan dan
sistem managemen keselamatan yang berbeda dan menyajikan
model sistem managemen keselamatan yang telah direvisi
Glendon dan Stanton (2000)
Menyajikan perbedaan yang bermanfaat antara proses top-down
yang strategis, perspektif fungsionalis dan proses bottom-up
berbasis data, pendekatan yang interpretif dengan budaya
keselamatan
Guldenmund (2000) Mengemukakan budaya sebagai obyek sentral dari budaya
keorganisasian dan menyajikan ulasan luar biasa dari 15 penelitian
yang mengindikasikan kerumitan konsep iklim keselamatan
Clarke (2000) Menjelaskan istilah buaday keselamatan san mengusulkan model
teori dimana budaya keselmatan mempengaruhi tindakan
keselamatan dalam organisasi
Cooper (2000) Menyajikan sebuah model timbal balik dari buadaya keselamatan
untuk memahami sifatnya yang dinamis, multi sisi dan menyeluruh
Glendon dan Litherland (2001)
Menyajikan struktur faktor budaya keselamatan dan
mengembangkan ukuran observasi tindakan dari kinerja
keselamatan. Akan tetapi, penelitian ini gagal dalam mencari
hubungan antara iklim keselamatan dan ukuran observasi tindakan
dari kinerja keselamatan
O’Toole (2002) Mengidentifikasi budaya keselamatan sebagi faktor penting yang
mengatur pola dari pentingnya keselamatan dalam sebuah
organisasi
Mohamed (2002) Menyajikan sebuah model dimana tindakan kerja yang aman
meruakan konsekuensi dari iklim keselamatan yang ada dalam
lingkungan konstruksi
Mohamed (2003) Mempromosikan penggunaan rubric yang seimang untuk
membandingkan dan mengukur budaya keorganisasian dengan
sistem yang terbaik dalam penbangunan dan berpendapat bahwa
memilih dan mengevaluasi pengukuran dalam empat perspektif,
yaitu: managemen, operasional, pelanggan, dan pembelajaran
memungkinkan organisasi menggapai kemajuan kinerja
keselamatan
Silva, dkk. (2004) Menguji keandalan dan validitas dari kuisioner OSCI (organization
and safety climate inventory) untuk menunjukkan karakteristik
iklim keorganisasian dan iklim keselamatan dalam 15 organisasi
industri
Richter dan Koch (2004)
Mendiskusikan perspektif dari integrasi, perbedaan dan
ketidakjelasan dalam budaya keselamatan
Cooper dan Phillips (2004)
Menentukan hubungan antara iklim dan tindakan keselamatan
Fang, dkk. (2006) Mengidentifikasi dimensi iklim keselamatan untuk memperbaiki
budaya keselamatan dalam konstruksi
Chinda (2007) Menemukan dinamika budaya keselamatan kerja pada proyek
konstruksi
Choudry dkk(2007) Mengembangkan model budaya keselamatan kerja berbasis
perilaku, iklim keselamatan dan sistem pada industry konstruksi
Moolenar (2009) Mengidentifikasi karakteristik budaya keselamatan kerja sebagai
pengaruh dari kinerja suatu perusahaan konstruksi yang diukur
menggunakan EMR
Biggs dkk (2012) Mengetahui faktor kunci dan hambatan dalam membangun budaya
keselamatan kerja yang harus dipahami oleh pemimpin perusahaan
A state of the art: literatur review dalam budaya keselamatan kerja… (Rossy Armyn Machfudiyanto, dkk)
275
Ismail dkk (2012) Memahami faktor-faktor pembentuk budaya keselamatan kerja
pada industry konstruksi di malaysia
Fang (2013) Integrasi antara pembentuk budaya keselamatan kerja dengan para
pemain kunci pada proyek konstruksi meliputi owner, kontraktor
dan sub kontraktor
Zhang (2014) Mengetahui persepsi dari stakeholder akan kesesalamatan kerja
dengan menganalisa bentuk fasad bangunan dengan Q metodologi
Pelopor penelitian seperti International
Atomic Energy Agency (IAEA, 1991)
terbitan Safety Culture: A Report by
yhe International Nuclear Safety
Advisory Group (INSAH-4) mengam-
bangkan konsep budaya keselamatan
secara detail. Pelopor tersebut men-
definisikan budaya keselamatan seba-
gai “pertemuan antara karekteristik dan
tingkah laku dalam organisasi dan
individu yang menimbulkan suatu hal
seperti, sebuah prioritas utama, isu
tentang PLTN mendapatkan perhatian
yang dibenarkan oleh kepentingan
mereka”. Definisi tersebut menggaris-
bawahi dua poin utama: (1) budaya
keselamatan selain merupakan tingkah
laku keselamatan yang baik, hal
tersebut juga merupakan managemen
keselamatan yang baik yang dibangun
oleh organisasi; (2) budaya keselamat-
an yang baik adalah yang menetapkan
prioritas tertingginya pada keselamat-
an. Laporan tersebut kemudian men-
jelaskan bahwa budaya keselamatan
kaitannya dengan organisasi dan
individu merupakan sikap sebagai-
mana struktural dan menyangkut kebu-
tuhan untuk memadukan semua isu
keselamatan dengan tindakan dan
perepsi yang cocok”. Laporan tersebut
(INSAG-
4) menyimpulkan bahwa ‘budaya
keselamatan’ merupakan istilah yang
biasa digunakan searang dan hal
tersebut merupakan nilai utama yang
penting biderikan untuk konsep
tersebut. Sebuah lampiran yang terdiri
dari 143 pertanyaan dimasukkan dalam
laporan tersebut yang meningkatkan
nilainya jika budaya keselamatan
diadili dalam situasi tertentu. Laporan
tersebut menyajikan konsep budaya
keselamatan kaitannya dengan organi-
sasi dan individu, akan tetapi laporan
tersebut tidak memberikan hubungan
antara budaya keselamatan dan ukuran
dari kinerja keselamatan.
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol 2, Agustus 2016 | ISSN: 2460-5506
276
Table 2 Definisi Budaya Keselamatan
Referensi Definisi Budaya Keselamatan
Kennedy dan
Kirwan (1998)
Konsep abstrak yang didukung oleh penggabungan persepsi
individu dan kelompok, proses berpikir, perasaan dan tindakan yang
memberikan peningkatan secara bergantian pada cara tertentu
dalam bekerja di organisasi. Definisi ini merupakan sub elemen dari
seluruh budaya keorganisasian
Hale (2000) Mengarah pada perilaku, kepercayaan dan persepsi yang disebarkan
oleh kelompok asli yang mendefinisikan norma dan nilai yang
menentukan bagaimana mereka bertindan dan bereaksi terkait
dengan resiko dan sistem pengendali resiko
Glendon dan Stanton (2000)
Melibatkan perilaku, tindakan, norma dan nilai, tanggung jawab
pribadi dan juga fitur sumber daya manusia seperti pelatihan dan
pengembangan Guldenmund (2000) Aspek-aspek budaya keorganisasian yang akan memberikan dampak
pada perilaku dan tindakan yang berhubungan dengan
meningkatkan dan menurunkan resiko
Cooper (2000) Budaya merupakan “hasil dari interaksi yang memiliki banyak
tujuan anatara manusia (psikologi), pekerjaan (tindakan), dan
organisasi (situasi); sedangkan budaya keselamatan merupakan
tingkat usaha yang dapat diamati yang mana semua anggota
organisasi mengarahkan perhatian dan tindakan mereka pada
meingkatkan keselamatan dalam sesuatu yang biasa dilakukan
sehari-hari Mohamed (2003) Sub sisi dari budaya keorganisasian yang mempengaruhi perilaku
dan tindakan para pekerja berkaita dengan kinerja keselamatan yang
sedang berproses pada organisasi
Ritcher dan Koch (2004)
Membagikan dan mempelajari tentang makna, pengalaman, dan
intepretasi dari pekerjaan dan keselamatan - yang sebagian
diekspesikan menggunakan symbol-simbol – yang menuntun
tindakan manusia terhadap resiko, kecelakaan dan pencegahan
Gang, dkk. (2006) Serangkaian indicator umum, kepercayaan dan nilai yang organisasi
meiliki dalam keselamatan
A state of the art: literatur review dalam budaya keselamatan kerja… (Rossy Armyn Machfudiyanto, dkk)
277
Lee dan Harrison (2000) mengungkap-
kan bahwa pada dasarnya setiap sistem
managemen keselamatan merupakan
sistem sosial yang seluruhnya bergan-
tung pada karyawan yang meng-
operasikannya. Kesuksesannya ber-
gantung pada tiga hal: cakupan sistem
itu, apakah karyawan memiliki pe-
ngetahuan tentang sistem tersebut; dan
apakah mereka mau menjalakan sistem
tersebut. Konsep tersebut berkembang
untuk membentuk dan membahas
fokus baru tersebut. Kaitannya dengan
hal tersebut, Advisory Committee on
the Safety of Nuclear Installations
(ACSNI, 1993) mendefinisikan bahwa
“budaya keselamatan dari satu organi-
sasi merupakan hasil dari nilai-nilai
individu dan kelompok, persepsi ting-
kah laku, kompetensi dan pola tingkah
laku yang menentukan komitmen
untuk dan gaya serta kemampuan
kesehatan organisasi dan managemen
keselamatan”. Sebuah model budaya
keselamatan memeparkan sikap yang
mana budaya keselamatan diduga
tertanam dalam ptaktik-praktik organi-
sasi dan sistem-sistem managemen
keselamatan. Sesi berikutnya mengulas
tentang model-model budaya kesela-
matan.
3.1 Model budaya keselamatan
Kelemahan utama sebagian besar
model budaya keselamatan adlah
kurangnya integrasi dengan model-
model umum budaya keorganisasian.
Menurut Schein (1992) budaya
keorganisasian dipahami sebagai
asusmsi yang sangat berakar dari sifat
manusia, kegiatan manusia dan
hubungan sosial yang disebarkan oleh
anggota-anggota organisasi dan
ekspresi mereka dalam nilai-nilai, pola
tingkah laku, dan artefak yang ditentu-
kan dalam organisasi tersebut. Pada
kesempatan tertentu, model budaya
keselamatan menyiratkan keselamatan
dapat dipandang dan dipromosikan
sebagai sesuatu yang terlepas dari
susunan system sosio- teknis. Menurut
Grote dan Kunzler (2000) menyajkan
sebuah sosio-teknis model budaya
keselamatan yang menghubungkan
system managemen dan budaya
keselamatan dengan struktur organisasi
umum. Akan tetapi, model tersebut
merupakan skema dan tidak memiliki
sarana untuk menilai secara objektif
bdaya keselamatan.
Geller (1994) mengedepankan sebuah
model yang membedakan tiga faktor
yang dinamis dan interaktif: manusia,
tingkah laku, dan lingkungan. Beliau
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol 2, Agustus 2016 | ISSN: 2460-5506
278
menyajikan sepuluh prinsip yang
membentuk pondasi untuk budaya
keselamatan seluruhnya. Sepuluh
prinsip tersebut untuk meraih budaya
keselamatan total dalam tempat kerja,
yaitu: karyawan didorong aturan dan
presedur keselamatan; pendektan
berbasis tingkah laku; fokus pada
proses bukan hasil; pandangan tingkah
laku diarahkan oleh aktivator dan
dimotivasi oleh konsekuensi; fokus
pada meraih suskses bukan meng-
hindari kegagalan; observasi dan
umpan balik dalam praktik kerja;
umpan balik yang efektif elalui
pelatihan berbasis tingkah laku;
observasi dan pelatihan sebagai
aktivitas kunci; pentingnya penghar-
gaan diri; kepemilikan dan pember-
dayaan dan keselamatan sebagai
prioritas dari pada sebuah nilai. Tiga
tahun kemudian, Geller (1997) menge-
mukakan sebuah model Budaya Kese-
lamatan Total yang meliputi tiga
rangkaian keselamatan dan melihat
hubungan dinamis dan interaktif antara
manusia, lingkungan dan tingkah laku.
Sekali lagi, beiau mengemukakan
sepuluh prinsip atau nilai yang mem-
0bentuk dasar dari budaya keselamatan
total.
Sebuah model yang disajikan oleh
Cooper (2000) melihat keberadaan
interaksi atai hubungan timbal balik
antara faktor psikologi, situasi dan
tingkah laku dari budaya keselamatan.
Cooper berpendapat budaya keorgani-
sasian merupakan hasil dari banyak
interaksi yang diarahkan pada tujuan
antara manusia (psikologi); pekerjaan
(tingkah laku); dan organisasi (situasi).
Manusia tidak dapat dipastikan dapat
dikontrol melalui lingkungan dan tidak
juga seluruhnya melalui penentuan
nasib sendiri, tetapi mereka dan
lingkungan mereka saling mempe-
ngaruhi satu sama lain dalam sebuah
interaksi dinamis yang abadi (Davies
dan Powell, 1992). Cooper (2000)
mengungkapkan sebuah model timbal
balik budaya keselamatan yang mana
perilaku dan persepsi dapat dinilau
melalui kuisioner iklim keselamatan;
tingkah laku nyata yang berhubungan
dengan keselamatan dapat dinilai
dengan daftar yang dikembangkan
sebagai bagian dari langkah awal
tingkah laku keselamatan; dan perihal
situasi dapat dinilai melalui pemerik-
saan sistem managemen keselamatan.
Kerngka timbal balik ini berpotensi
untuk mengukur budaya keselamatan
sebagaimana kompenen yang terkait
dapat diukur secara mandiri atau dalam
A state of the art: literatur review dalam budaya keselamatan kerja… (Rossy Armyn Machfudiyanto, dkk)
279
sebuah kombinasi. Model Geller
(1997) sama dengan model timbal balik
Cooper, perbedaannya hanyalah pada
istilah linkungan yang digunakan dari
pada istilah situasi. Menurut Maloney
dan Smith (2003), pengaruh timbal
balik tidak bekerja secara serempak
dan tidak juga perlu kekuatan yang
sama. Ada suatu proses aksi reaksi
atau yang disebut dengan ‘interaksi
dinamis yang abadi’ (Cooper, 2000).
Alhasil, hubungan antara budaya, iklim
dan kinerja keselamatan diteliti
(Gledon dan Litherland, 2001; Neal
dkk., 2000). Fokus dari model-model
tersebut adalah pada tingkah laku –
kerelaan dan pastisipasi. Setiap orang
dalam sebuah organisasi berhak
memulih untuk patuh atau tidak, untuk
berpartisipasi atau tidak. Akan tetapi,
memahami faktor psikologi dalam sisi
pekerjaan dan kinerja keselamatan
dapat mempermudah perkembangan
strategi untuk belajar, desain ulang
pekerjaan dan pelatihan yang akan
mengurangi aspek pekerjaan yang
menimbulkan tekanan, yang mana hal
tersebut akan memperbaiki tingkah
laku keselamatan. Secara ringkas,
lebih banyak penelitian dibutuhkan
untuk mengenal sebuah model budaya
keselamatan yang memuaskan.
Model terbaru dari budaya keselamat-
an kerja yaitu Safety Culture
Interaction (SCI). Pada model SCI ini,
Interaksi antara pemilik, kontraktor
dan subkontraktor berjalan dengan
seimbang sebagai pemegang peran
penting atau pemain utama dalam
membangun budaya keselamatan
untuk proyek konstruksi dengan ruang
lingkup lingkungan, persepsi dan
perilaku (Fang,2013) . Dimana pemain
utama ini menangani atribut tenaga
kerja, manajemen dari proyek budaya
keselamatan. Pada model ini
menggunakan metode survei iklim
kerja dan BBS (Behavior Based
Safety) yang artinya perilaku berbasis
keselamatan yang digunakan untuk
mengevaluasi budaya keselamatan
yang terjadi.. Sehingga SCI ini
merupakan model budaya keselamatan
yang perlu dikembangkan untuk me-
ningkatkan interaksi stakeholder budaya
keselamatan pada proyek konstruksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mengembangkan dan mempertahankan
budaya keselamatan yang positif bisa
saja menjadi alat yang efektif untuk
meningkatkan keselamatan dalam
organisasi apapun (Vecchio-Sudus dan
Griffiths, 2004). Tantangannya adalah
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol 2, Agustus 2016 | ISSN: 2460-5506
280
mengembangkan sebuah budaya yang
baik menuju kinerja keselamatan yang
baik pula. Hale (2000) telah mendaftar
sejumlah elemen tentang budaya
keselamatan yang baik, elemen tersebut
adalah pentingnya keselamatan, keter-
libatan pekerja pada semua tingkatan,
peran staf keselamatan, kepedulian
(bahwa semua pihak memiliki mata
selalu waspada dan tangan yang siap
membantu untuk mengatasi kesalahan
kecil dan kekeliruan yang terelakkan),
keterbukaan dalam komunikasi, ke-
percayaan akan meningkatnya kese-
lamatan, dan integrasi keselamatan
dalam organisasi. Budaya keselamatan
sangat krusial untuk konstruksi (Gang,
dkk. 2006), khususnya bagi industri
konstruksi yang buruk catatan kese-
lamatannya (Mohamed, 2002). Cons-
truction Industry Review Committee
(CIRC, 2001) yang dilaksanakan oleh
Hong Kong SAR (wilayah adminis-
trative khusus) merekomendasikan
sejumlah strategi membangun dengan
baik dimana salah satu dari strategi
utamanya memperhatikan kebutuhan
penting untuk mengembangkan budaya
keselamatan dalam industri pada semua
tingkat. Penelitian baru-baru ini sangat-
lah penting untuk melihat bagaimana
budaya keselamatan dibangun dan
diukur. Pandangan para penulis me-
nyatakan bahwa bagian dari komitmen
managemen terhadap keselamatan me-
libatkan tekanan pengelolaan produksi
dimana karyawan seharusnya tidak
ditekan untuk mengambil jalan pintas
dan bekerja secara tidak aman.
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
Studi literature pada budaya kesela-
matan kerja memberikan klarifikasi
yang penting dalam mengembangkan
teori yang sudah ada baik model,
tingkat pengukuran budaya maupun
dalam membangun budaya kesela-
matan yang positif di lingkungan indus-
tri konstruksi. Dari studi ini men-
dapatkan kesimpulan bahwa banyak
organisasi khususnya perusahaan
konstruksi di seluruh dunia menun-
jukkan peningkatan minat dalam
konsep membangun budaya kesela-
matan sebagai cara untuk menang-
gulangi potensi tingkat kecelakaan
baik bencana, insiden atau kejadian
yang berpotensi terjadinya kecelakaan
kerja di lingkungan kerja konstruksi.
Model budaya keselamatan kerja yang
dibahas menunjukan dinamis, abadi,
multi asset dan sifat holistic dalam
menilai dan meningkatkan kinerja
A state of the art: literatur review dalam budaya keselamatan kerja… (Rossy Armyn Machfudiyanto, dkk)
281
keselamatan pada proyek konstruksi.
Akan tetapi untuk mencapai level zero
accident para peneliti harus lebih
memperhatikan konsep budaya kesela-
matan sebagai sesuatu yang harus
dilaksanakan bukan hanya berupa
gagasan atau ide.
Penulis merekomendasikan hubungan
antara stakeholder sebagai bagian dari
suatu sistem manajemen keselamatan
konstruksi harus terbangun dengan
ideal. Sehingga untuk penelitian yang
akan dating model budaya keselamatan
kerja dapat diintegrasikan dengan
model stakeholder sebagai satu
kesatuan dalam membentuk Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Advisory Committee on the Safety of
Nuclear Installations (ACSNI),
1993. Study Group on Human
Factors, Third report: Organizing
for safety, HMSO, London. Biggs, Sarah E., et al. "Safety leaders’
perceptions of safety culture in a
large Australasian construction
organisation." Safety science 52
(2013): 3- 12. Choudhry, M.R., 2002. Management of
change for organizations. Science
Technology and Development 21
(4), 51–55. Choudhry, M.R., Fang, D.P., 2005. The
nature of safety culture: a survey
of the state-of-the-art and impro-
veing a positive safety cul-ture.
In: Proceedings of the 1st Inter-
national Conference on Construc-
tion Engineering and Mana-
gement, 16–19 October, Seoul,
Korea, 480–485. Choudhry, M.R., Fang, D.P., Moham-
med S., submitted for public-
cation. Developing a model of
construction safety culture. Journal
of Management in Engineering. Chinda, Thanwadee, and Sherif Moha-
med. "Structural equation model of
construction safety culture."
Engineering, Construction and
Architectural Management 15.2
(2008): 114-131. Construction Industry Review Committee
(CIRC), 2001. Report on:
Construct for Excellence, Hong
Kong SAR, 207 p. Clarke, S., 2000. Safety culture: under-
speciWed and overrated? Inter-
national Journal of Management
Review 2 (1), 65–90.
Cooper, M.D., 2000. Towards a model
of safety culture. Safety Science
36, 111–136. Cooper, M.D., Phillips, R.A., 2004.
Exploratory analysis of the safety
climate and safety behavior
relationships. Journal of Safety
Research 35, 497–512. Davies, G.F., Powell, W.W., 1992.
Organization – environment
relations. In: Dunnette, M.D., and
Hough, L.M. (Eds.), Handbook of
Industrial and Organizational Psy-
chology, 315–375. Fang, Dongping, and Haojie Wu.
"Development of a Safety Culture Interaction (SCI) model for
construction projects." Safety
science 57 (2013): 138-149.
Fang, D.P., Chen, Y., Louisa, W., 2006.
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol 2, Agustus 2016 | ISSN: 2460-5506
282
Safety climate in construction
industry: a case study in Hong
Kong. Journal of Construction
Engineering and Management 132
(6), 573–584. Geller, E.S., 1994. Ten principles for
achieving a Total Safety Culture.
Professional Safety (September),
18–24. Geller, E.S., 1997. The Psychology of
Safety: How to Improve
Behaviors and Attitudes on the
Job. CRC Press, LLC, Florida. Glendon, A.I., Litherland, D.K., 2001.
Safety climate factors, group
diVerences and safety behavior in
road construction. Safety Science
39, 157– 188. Glendon, A.I., Stanton, N.A., 2000.
Perspectives on safety culture.
Safety Science 34, 193–214.
Grote, G., Kunzler, C., 2000. Diagnosis
of safety culture in safety
management audits. Safety
Science 34, 131–150.
Guldenmund, F.W., 2000. The nature of
safety culture: a review of theory
and research. Safety Science 34,
215–257.
Hale, A.R., 2000. Editorial: culture’s
confusions. Safety Science 34, 1–
14. Hale, A.R., 2004. Letters to
the editor. Safety Science 42,
979–983.
Health and Safety Executive, 1999.
Health and Safety Climate Survey
Tool, HSE Books, UK. Hinze,
J.W., 1997. Construction Safety.
Prentice-Hall Inc., Upper Saddle
River, New Jersey.
Hinze, J.W., 2000. Incurring the costs
of injuries versus investing in
safety. In: Coble, R.J., Hinze,
J.W., Haupt, T.C. (Eds.), Cons-
truction Safety and Health Mana-
gement. Prentice Hall, Princeton,
New Jersey (Chapter 2).
Hinze, J.W., 2005. A paradigm shift:
leading to safety. In: Proceedings
of the CIB W 99, 4th Triennial
International Conference: Re-
thinking and Revitalizing Cons-
truction Safety, Health, Environ-
ment and Quality, 17–20 May,
Port Elizabeth, South Africa, 01–
11.
Hofstede, G., 1990. Cultures and
Organization: Software of the
Mind. McGraw-Hill, London.
International Atomic Energy Agency
(IAEA), 1991. Safety Cultures
(Safety Series No. 75-INSAG-4),
A Report by the International
Nuclear Safety Advisory Group,
Vienna.
International Nuclear Safety Advisory
Group (INSAG), 1988. Basic
Safety Principles for Nuclear
Power Plants (Safety Series No
75-INSAG-3).
International Atomic Energy Agency,
Vienna.
Ismail, Faridah, et al. "Assessing the
Behavioural Factors’ of Safety
Culture for the Malaysian Cons-
truction Companies." Procedia-
Social and Behavioral Sciences 36
(2012): 573-582.
Johnson, H.M., Singh, A., Young, R.,
1998. Fall protection analysis for
workers on residential roofs.
Journal of Construction Engi-
A state of the art: literatur review dalam budaya keselamatan kerja… (Rossy Armyn Machfudiyanto, dkk)
283
neering and Management 124 (5),
418–428.
Kennedy, R., Kirwan, B., 1998.
Development of a hazard and
operability-based method for
identifying safety management
vulnerabilities in high risk sys-
tems. Safety Science 30, 249–274.
Langford, D., Rowlinson, S., Sawacha,
E., 2000. Safety behavior and
safety management: its inXuence
on the attitudes in the UK
construction industry. Engineer-
ing Construction and Architec-
tural Management Journal 7 (1),
133–140.
Lee, S., Halpin, D.W., 2003. Predictive
tool for estimating accident risk.
Journal of Construction Engineer-
ing and Management 129 (4),
431–436. Lee, T., Harrison, K.,
2000. Assessing safety culture in
nuclear power stations. Safety
Science 34, 61–97.
Lingard, H., Holmes, N., 2001.
Understanding of occupational
health and safety risk control in
small business construction
Wrms: barriers to implementing
technological controls. Construc-
tion Management and Economics
19 (2), 217–226.
Maloney, W.F., Smith, G.R., 2003.
Reciprocal determinism model of
safety, In: Proceedings of
Construction Research Congress,
March 19–21, Honolulu, Hawaii,
USA.
Martin, J., 1992. Cultures in Organi-
zation: Three Perspectives.
Oxford University Press, New
York.
McDonald, N., Corrigan, S., Daly, C.,
Cromie, S., 2000. Safety mana-
gement systems and safety culture
in aircraft maintenance organi-
zations. Safety Science 34, 151–
176.
Mearns, K., Whitaker, S., Flin, R., 2001.
Benchmarking safety climate in
hazardous environ-ments: a
longitudinal, inter-organizational
approach. Risk Analysis 21 (4),
771–786.
Mohamed, S., 2002. Safety climate in
construction site environments.
Journal of Construction Engineer-
ing and Management 128 (5),
375–384. Mohamed, S., 2003.
Scorecard approach to bench-
marking organizational safety
culture in construction. Journal of
Construction Engineering and
Management 129 (1), 80–88.
Molenaar, Keith R., Jeong-Il Park, and
Simon Washington. "Framework
for measuring corporate safety
culture and its impact on cons-
truction safety performance."
Journal of Construction Engineer-
ing and Management 135.6
(2009): 488-496.
Neal, A., GriYn, M.A., 2002. Safety
climate and safety behavior. Austra-
lian Journal of Management, Vol. 27
Special Issue, 67–75.
Neal, A., GriYn, M.A., Hart, P.M., 2000.
The impact of organizational
climate on safety climate and
individual behavior. Safety Science
34, 99– 109.
O’Toole, M., 2002. The relationship
between employees’ perceptions
PROSIDING KONSER KARYA ILMIAH Vol 2, Agustus 2016 | ISSN: 2460-5506
284
of safety and organizational culture.
Journal of Safety Research 33,
231–243. Pidgeon, N., 1998. Safety
culture: key theoretical issues.
Work and Stress 12, 202–216. Pidgeon, N., O’Leary, M., 2000. Man-
made disasters: why technology
and organizations (sometimes)
fail. Safety Science 34, 15–30.
Reason, J.T., 1997. Managing the
Risks of Organizational Accidents.
Ashgate, Alder shot. Reiman, T., Oedewald, P., 2004. Mea-
suring maintenance culture and
maintenance core task with
CULTURE questionnaire – a case
study in the power industry.
Safety Science 42, 859–889. Richter, A., Koch, C., 2004. Integration,
diVerentiation and ambiguity in
safety cultures. Safety Science 42,
703–722. Rundmo, T., 2000.
Safety climate, attitudes and risk
perception in Norsk Hydro. Safety
Science 34, 47–59. Sawacha, E., Naoum, S., Fong, D.,
1999. Factors aVecting safety
performance on construction sites.
International Journal of Project
Management 17 (5), 309–315.
Schein, E.H., 1992. Organizational
Culture and Leadership, second
ed. Jossey-Bass, San Francisco. Schein, E.H., 1996. Three cultures of
management: the key to organi-
zational learning. Sloan Mana-
gement, Fall, 9–20. Schein, E.H.,
2004. Organizational Culture and
Leadership, third ed. Jossey-Bass,
San Francisco.
Silva, S., Lima, M.L., Baptista, C., 2004.
OSCI: an organizational and safety
climate inventory. Safety Science
42, 205–220. Sorensen, J.N., 2002.
Safety culture: a survey of the state-
of-the-art. Reliability Engineering
and System Safety 76, 189–204.
StrickoV, R.S., 2000. Safety per-
formance measurement: identifying
prospective indicators with high
validity. Professional Safety, 45.
Thompson, R.C., Hilton, T.F., Witt, L.A.,
1998. Where the safety rubber meets
the shop Xoor: a conWrmatory
model of management inXuence on
workplace safety. Journal of Safety
Research 29 (1), 15–24. Uttal, B., 1983. The corporate culture
vultures. Fortune (Oct. 17), 66–72. Van Maanen, J., Barley, S.R., 1985.
Cultural organizations, fragments
of a theory. In: Frost, P.J. (Ed.),
Organizational Cultures. Sage,
Beverly Hills. Vecchio-Sudus,
A.M., GriYths, S., 2004. Marketing
strategies for enhancing safety cul-
ture. Safety Science 42, 601– 619. Zhang, Peihua, et al. "Work-health and
safety-risk perceptions of cons-
truction-industry stakeholders using
photograph-based Q metho-dology."
Journal of Construction Engineer-
ing and Management 141.5
(2014): 04014093.
Zohar, D., 2000. A group-level model
of safety climate: testing the
eVect of group climate on micro-
accidents in manufacturing job.
Journal of Applied Psychology 85
(4), 587–596.