97-184-1-SM

download 97-184-1-SM

of 25

Transcript of 97-184-1-SM

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    1/25

    1

    Implementasi Nilai Kepedulian Sosial dalam

    Pendidikan Karakter Melalui Interaksi Sosial

    Oleh: Idi Warsah(Dosen Psikologi Pendidikan STAIN Curup Bengkulu)

    Absraks

    Studi ini membahas secara normative dan teoritis tentang implementasi nilai

     peduli social dalam pendidikan karakter di sekolah melalui interaksi social siswa,

    dengan harapan setiap orang tua, pendidik dan masyarakat dapat bersinergi

    memberikan kontrol atau pengawasan kepada mereka (siswa usia sekolah) dalam

    mengemplementasikan nilai-nilai tersebut dengan tidak over protektif terhadap

    kreatifitas dan akktivitas mereka sejauh bersifat positif, sehingga terawasinya

     pergaulan si anak di masyarakat. Hasil dari studi ini adalah: Nilai-nilai

    kepedulian social pada setiap individu akan tampak ketika telah terjadi interaksidengan lingkungannya. Jika interaksi sosial yang tidak baik yang lebih dominan,

    tentu akan mengakibatkan pola tingkah laku siswa juga menjadi tidak baik,

     sebaliknya jika berinteraksi sosial dengan orang yang baik atau kelompok

    masyarakat yang baik, maka hal yang tidak baik bisa dinetralisir dan bahkan

    tidak akan terjadi; Kepribadian yang baik muncul diawali dari sebuah keluarga

     yang baik, kemudian berkembang dengan pengaruh lingkungan sekolah yang

    kondusif dan terkontrol serta masyarakat yang baik dan bersahabat;

     Impelementasi nilai dalam pendidikan karakter termasuk nilai kepedulian sosial

    di sekolah harus ditinjau dari tiga aspek: Pertama,  perencanaan: yakni dalam

     perencanaan Pendidikan Karakter dalam mata pelajaran dicantumkan dalam

     silabus dan RPP; Kedua  , Pelaksanaan: Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam

     PAI di sekolah paling tidak menggunakan dua cara, yakni kegiatan intrakulikuler

    dan ekstrakulikuler. Ketiga, Evaluasi: Evaluasi pelaksanaan Pendidikan karakter

    dalam PAI di sekolah yakni: input (masukan); process (proses); output (hasil);

    dan outcomes (dampak).

    Kata kunci :Kepedulian, karakter, interaksi sosial

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    2/25

     

    2

    A.  Pendahuluan

    Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan

    manusia, dengan pendidikanlah manusia bisa bertingkah laku manusiawi.

    Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah

     proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh

     pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan

    kebutuhan.( Muhibbin Syah. 2008: 10)

    Dalam konteks ke-indonesiaan pendidikan diharap dapat

    mencerdasarkan kehidupan bangsa, sehingga menjadi manusia Indonesia

    yang memiliki sifat-sifat yang luhur, terpuji, berwibawa dan ber-ahlakul

    karimah. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercamtum

    dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

     Nasoinal, Bab II pasal 3:

    “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

    watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

    kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

    menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

     berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

    negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” 

    Pendidikan di negara ini hingga sekarang masih menyisakan banyak

     persoalan, baik dari segi kurikulum, manajemen, maupun para pelaku dan

     pengguna pendidikan. Atas dasar inilah, maka pendidikan perlu

    direkonstruksi ulang agar dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas

    dan siap menghadapi “dunia” masa depan yang penuh dengan problema dan

    tantangan serta dapat menghasilkan lulusan yang memiliki karakter mulia,

    yakni: memiliki kepandaian sekaligus kecerdasan, memiliki kreativitas tinggi

    sekaligus sopan dan santun dalam berkomunikasi, serta memiliki kejujuran

    dan kedisiplinan sekaligus memiliki tanggung jawab yang tinggi. Pendidikan

    harus mampu mengemban misi pembentukan karakter (character building )

    sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat berpartisipasi dalam

    mengisi pembangunan dengan baik dan berhasil tanpa meninggalkan nilai-

    nilai karakter mulia.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    3/25

     

    3

    Untuk membangun manusia yang memiliki nilai-nilai karakter yang

    agung seperti dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional tersebut,

    dibutuhkan sistem pendidikan yang memiliki materi yang lengkap (kaffah),

    serta ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang benar. Secara umum

     pendidikan Islam mengemban misi utama memanusiakan manusia, yakni

    menjadikan manusia mampu mengembangkan seluruh potensi yang

    dimilikinya sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan aturan-aturan yang

    digariskan oleh Allah Swt. dan Rasulullah saw. yang pada akhirnya akan

    terwujud manusia yang utuh (insan kamil ). Sistem ajaran Islam

    dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian aqidah (keyakinan), bagian

    syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah dan muamalah), dan bagian

    akhlak (karakter). Dengan demikian, akhlak (karakter) sebenarnya merupakan

    hasil atau akibat terwujudnya bangunan syari’ah yang benar yang dilandasi

    oleh fondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah, mustahil akan

    terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya.

    Ketika nilai-nilai pendidikan karakter terutama nilai social yang

    dikaikkan dengan perkembangan peserta didik, jenjang pendidikan di sekolah

    dari sekolah usia dini sampai ke perguruan tinggi tentu setiap individu secara

    alamiah akan membangun interaksi sosial di lingkungan pendidikan tersebut

    tersebut, tentu interaksi antar siswa berpengaruh terhadap pembentukan

    kepribadian dan tingkah laku mereka yang sedang berkembang. Siswa

    dituntuk untuk membangun komunikasi dengan teman sebaya baik di

    lingkungan sekolah maupun di masyakat seindividunya. (lihat, Santrock,

    2002: 50) Tentu mereka diharapkan dapat memilih teman bergaul secara

    selektif agar mereka tidak terjebak dalam pergaulan yang bebas nilai, seperti

    tauran antar sekolah, seks bebas, dan lain-lain. Setiap praktisi pendidikan

    sepakat bahwa, faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapatlah

    dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan

    faktor masyarakat.

    Apa yang dilakukan siswa dalam masyarakat salah satunya adalah

     bergaul dengan teman. Proses bersosialiasi dalam interaksi sosial para siswa

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    4/25

     

    4

    dapat mempengaruhi minat belajar siswa itu sendiri. Karna, interaksi Sosial

    adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang,

    kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia.

    Uraian di atas menegaskan bahwa interaksi sosial siswa usia sekolah

     perlu menjadi perhatian bagi setiap elemen masyarakat, Oleh karena itu

    tulisan ini ingin mengetahui implementasi nilai peduli social dalam

     pendidikan karakter di sekolah melalui interaksi social siswa, dengan harapan

    setiap orang tua, pendidik dan masyarakat dapat bersinergi memberikan

    kontrol atau pengawasan kepada mereka (siswa usia sekolah) dalam

    mengemplementasikan nilai-nilai tersebut dengan tidak over protektif  

    terhadap kreatifitas dan akktivitas mereka sejauh bersifat positif, sehingga

    terawasinya pergaulan si anak di masyarakat.

    1.  Tinjauan tentang Pendidikan karakter.

    a.  Pengertian Pendidikan Karakter

    Pendidikan karakter dimaknai dengan suatu sistem penanaman

    nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen

     pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk

    melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha

    Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga

    menjadi manusia insan kamil (Samani dan Hariyanto, 2011: 46).

    Sedangkan Wibowo (2012:36) mendefinisikan pendidikan karakter

    dengan pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-

    karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter

    luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya baik

    di keluarga, masyarakat, dan negara.

    Sementara itu, Berkowitz dan Bier (2005: 7) berpendapat

     bahwa pendidikan karakter merupakan penciptaan lingkungan sekolah

    yang membantu peserta didik dalam perkembangan etika, tanggung

     jawab melalui model dan pengajaran karakter yang baik melalui nilai -

    nilai universal.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    5/25

     

    5

    Berdasarkan pengertian di atas, pendidikan karakter adalah

    sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik sehingga

    mereka menerapkan dalam kehidupannya baik di keluarga, sekolah,

    masyarakat, dan negara sehingga dapat memberikan kontribusi yang

     positif kepada lingkungannya.

    b.  Tujuan Pendidikan Karakter

    Pendidikan karakter mempunyai tujuan penanaman nilai

    dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih

    menghargai kebebasan individu. Selain itu meningkatkan mutu

     penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada

     pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik

    secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi

    lulusan (Asmani, 2011: 42-43).

    Sedangkan tujuan pendidikan karakter yang diharapkan

    Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 9) adalah:

    1)  Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai

    manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dankarakter bangsa;

    2)  Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji

    dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa

    yang religius;

    3) 

    Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta

    didik sebagai generasi penerus bangsa;

    4) 

    Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang

    mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan

    5)  Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai

    lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan

     persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuhkekuatan (dignity).

    c.  Nilai-nilai Pendidikan Karakter

    Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu karakter

    melekat dengan nilai dari perilaku seseorang. Karenanya tidak ada

     perilaku anak yang tidak bebas dari nilai. Dalam kehidupan manusia,

     begitu banyak nilai yang ada di dunia ini, sejak dahulu sampai

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    6/25

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    7/25

     

    7

    Kemudian dalam desain pelaksanaan pendidikan karakter,

    menurut Doni Koesoma (2011: 2) setidaknya ada tiga desain, yakni:

     Pertama, desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini

     berbasis pada hubungan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai

     pembelajar di dalam kelas. Konteks pendidikan karakter adalah proses

    hubungan komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi antara

    guru dengan pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan

     banyak arah.  Kedua, desain pendidikan karakter berbasis kultur

    sekolah. Desain ini membangun budaya sekolah yang mampu

    membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah

    agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.  Ketiga, 

    desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik,

    komunitas sekolah negeri maupun swasta tidak berjuang sendirian.

    Kalau ketiga komponen bekerjasama melaksanakan dengan baik,

    maka akan terbentuk karakter bangsa yang kuat.

    e.  Kebijakan Pendidikan Karakter

    Kebijakan pendidikan karakter tersirat dalam Peraturan

    Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah Nasional disebutkan bahwa substansi inti program aksi

     bidang pendidikan diantaranya adalah penerapan metodologi

     pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan(teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang

    memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan

    terhadap budaya-bahasa Indonesia dengan memasukkan pula

     pendidikan kewirausahaan sehingga sekolah dapat mendorong

     penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumber daya

    manusia.

    f.  Tinjauan Islam tentang nilai-nilai sosial.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    8/25

     

    8

     Nilai-nilai social terdiri atas beberapa sub nilai (Zubaidi,

    2006:13) antara lain adalah:

    1)   Loves (kasih sayang) terdiri atas: 

    a)  Pengabdian

    Memilih di antara dua alternative yaiti merefleksikan

    sifat-sfat Tuhan yang mengarah menjadi Pengabdi-pihak-lain

    (ar-Rahman dan ar-Rahim) atau pegabdian-diri-sendiri.

    Pengabdi-pihak-lain, bukan berarti tidak ada perhatian sama

    sekali terhadap diri sendiri, sehingga menzhalimi diri, seprti

    tidak makan dan tidak berpakaian. Tapi senantiasa berusaha

    mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri.perhatiannya

    sama besar baik terhadap diri maupun orang lain. Apa yang

     patut diperlakukan terhadap dirinya tidak patut pula

    diperlakukan terhadap orang lain.

    Senantiasa member dengan kecintaan tanpa pamrih dan

    membalas kebaikan pihak lain dengan yang lebih baik hanya

    karna kecintaan. Setantiasa melakukan yang tersurat dalam

    dalam tafsir al-Fatihah.

     b)  Tolong-menolong

    Firman Allah dalam Q.S al-Maidah, 2. Ayat ini

    secara eksplisit menegaskan  bahwa setiap individu mempunyai

    kewajiban saling tolong menolong dalam melaksanakan

    kebaikan dan dilarang tolong menolong dalam berbuat

    kejelekan dan dosa. Dalam ayat ini Allah memerintahkan

    seluruh manusia saling memberik semangat terhadap

     pekaksanaan apa yang Allah perintahkan kepada setiap

    individu.

    c)  Kekeluargaan

    Jika sara kekeluargaan dalam rumah/keluarga

    memang lebih terasa atau mudah dirasakan akan tetapi

    ketikasudah berada di luar lingkup keluarga sepertinya rasa

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    9/25

     

    9

    tersebut sulit untuk didapatkan. Memang rasa kekeluargaan

    tidak mudah untuk dirasakan, orang sering bertanya pada diri

    mereka masing-masing apakah telah tumbuh rasa kekeluargaan

    kepada individu di luar rumahnya, individupun tidak dapat

    menjelaskan tentang bagaimana bentuk kekeluargaan yang

    dinginkan olehnya. Meski demikian, intinya keleluargaan

    sangat dibutuhkan bagi setiap individu. Dengan terjalinnya

    hubungan kekeluargaan orang akan merasakan kedamaian dan

    kebahagiaan.

    d)  Kesetiaan

    Firman Allah QS. Al-An’am 162-163. Rangkaian

    kata-kata dalam ayat ini sering sekali diucapkan langsung

    kepada Allah dalam setiap shalat. Sebagai bukti kesetiaan dan

    kepasrahan diri seutuhnya kepada Allah. Setia dan rela hanya

    Allah lah Tuhan pencipta alam semesta. Dengan

    mendeklarasikan kepasrahan dan keputusan segalanya untuk

    Allah. Shalat, ibadah, hidup, bahkan mati pun hanya untuk

    Allah semata. Ini memdeskripsikan betapa setianya makhluk

    kepada Khaliknya sehingga setiap waktu diucapkan.

    Kesetiaan yang sekaligus perwujudan kepasrahan

    kepada Allah dan hanya Allah yang Maha Pengatur makhluk-

     Nya, hanya Allah lah yang berhak dan wajib disembah dan

    ditaati segala perintah-Nya. Sebagai muslin yang bersuaha

    untuk taat dan taqwa, setiap orang senantiasa dituntut untuk

     berbuat yang benar dalam kehidupan ini.

    e)  Kepedulian

    Kepedulian social dalam Islam terdapat dalam

     bidang akidah dan keimanan, tertuang dala syariat terta

    menjadi tolok ukur dalam akhlak seorang muslim. Konsep

    kepedulian social dalam Islam sungguh cukup jelas dan tegas.

    Bila diperhatikan dengan seksama, sangat mudah ditemui

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    10/25

     

    10

    masalah kepedulian social dalam Islam terdapat dalam bidang

    akidah dan keimanan, tertuang jelas dalam syari’ah serta

    menjadi tolok ukur dalam akhlak seorang muslim.

    2)  Responsibility (tanggung jawab) terdiri atas:

    a)   Nilai rasa Memiliki

    Pendidikan nilai membuat anak tumbuh menjadi pribadi tahu

    sopan santun, memiliki cita rasa, mampu menghargai diri

    sendiri dan orang lain, bersikap hormat terhadap keluhuran

    martabat manusia, memiliki cita rasa moral dan rohani.

     b)  Disiplin

    Bagi setiap orang tua harus sejak dini memberikan

     pembelajaran dan contoh kedisiplinan kepada anak, termasuk

    tentang moralitas yang dapat diterima oleh masyarakat. Tujuan

    utamanya adalah memberitahu dan menanamkan pengertian

    dalam diri anak tentang perilaku yang baik yang harus

    dibiasakan dan perilaku buruk yang harus dihindari sesusai

    dengan standar disiplin itu sendiri. Dalam disiplin, ada tiga

    unsure yang penting, yaitu hokum atau peraturan yang

     berfungsi sebagai pedoman penilaian, sanksi atau hukuman

     bagi pelanggaran peraturan itu, dan hadiah untuk perilaku yang

     baik.

    c)  Empati

    Empati adalah kemampuan individu dalam menyelami

     perasaan orang lain tanpa harus tenggelam di dalamnya.

    Empati adalah kemampuan individu dalam merasakan

     perasaan orang lain tanta harus larut. Empati adalah

    kemampuan dalam merekpon keinginan orang lain yang tidak

    verbalistik. Kemampuan ini dipandang sebagai kunci

    menaikkan intensitas dan kedalaman hubungan dengan orang

    lain.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    11/25

     

    11

    3)   Life Harmony (keserasian hidup) terdiri dari:

    a)   Nilai keadilan

    Keadilan adalah memberikan sesuatu sesuai dengan

    kebutuhannya, atau memberikan hak dan perlakuan yang sama

    kepada orang-orang atau kelompok. Keadilan dapat diartikan

    memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau memeri

    seseorang sesuai dengan kebutuhannya. (Yunahar, 2007: 235).

    Firman Allah yang menjelaskan tentang keadilan antara lain

    Q.S al-A’raf: 29): 

     b)  Toleransi

    Toleransi artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan

    orang berpendapat yang berbeda dengannya, dan berhati

    lapang terhadap orang-orang yeng memiliki pendapat yang

     berbeda, sikap toleransi tidak berarti membenarkan pandangan

    yang dibiarkan tersebut, tetapi mengakui kebebasan serta hak-

    hak asasi.

    c) 

    Kerjasama

    Semangat kerjasama ini haruslah diajarkan secara

     berkesinambungan kepada anak. Jangan melakukan aktivitas-

    aktivitas yang mendorong adanya semangat kompetisi. Tetapi

    gunakan bentuk-bentuk aktivitas yang saling membantu.

    Tunjukkan bahwa usaha setiap kerjasama tidak memanggap

    diri lebih dominan dan menganggap paling unggul.

    d)  Demokrasi

    Demokrasi adalah komunitas warga yang menhirup udara

    kebebasan dan bersifat egalitarian, sebuah masyarakat di mana

    individu begitu dihargai dan diakui oleh suatu masyarakat

    dengan tidak memandang pada perbedaan keturunan,

    kekayaan, atau bahkan kekuasaan tertinggi (Ahsin, 2006:106).

    Salah satu cirri akan pentinya demokrasi sejati adalah adanya

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    12/25

     

    12

     jaminan terhadap hak memilih dan kebebasan menetukan

     pilihan.

    Dengan demikian indikater yang harus dicapai dalam

     pendidikan Islam yang tertuang dalam RPP dan Silabus ketika

    ingin mengembangkan nilai peduli sosial kepada peserta didik,

    maka beberapa indikator nilai peduli sosial di atas dapat

    dijadikan ukuran keberhasilan dalam proses belajar. Indikator

     pencapaian nilai peduli sosial tergambar jelas pada bagan

     berikut:

    PEDULI

    SOSIAL

    Empati

    Disiplin

    Pengab-

    dian

    Tolong

    menolang

    Setia

    Kekeluargaan

     

    Peduli

    Toleransi

    Kerja sama

    Demokrasi

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    13/25

     

    13

    2.  Pandangan Umum tentang Interaksi Sosial

    Setiap individu tetunya tidaklah akan mau jika hidup dalam

    kesendirian, tidak memiliki kerabat, teman, saudara. Dimanapun individu

     berada tentunya sangat membutuhkan orang lain, terlalu egois sekali jika

    ada diantara individu mengatakan bahwa hidupnya tidak membutuhkan

    orang lain dan mampu hidup sendirian. Manusiapun dalam kehidupan

    sehari-hari tidaklah dapat lepas dari hubungan yang satu dengan hubugan

    yang lain, bahkan manusia selalau menyesuaikan diri dengan

    lingkungannya. Dalam setiap waktu, disadari atau tidak setiap individu

    selalu melakukan hubungan dengan orang lain, dengan orang tua, saudara,

    dan juga teman, baik secara langsung maupun secara sembolik.

    Salah satu sifat manusia ialah keinginan untuk hidup bersama

    dengan manusia lainnya. Dalam hidup bersama antara manusia dan

    manusia atau manusia dan kelompok tersebut, terjadi hubungan dalam

    rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui hubungan itu, manusia

    ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginan masing-masing.

    Sedangkan untuk mencapai keinginan itu harus diwujudkan dengan

    tindakan melalui hubungan timbal balik. Hubungan inilah yang disebut

    interaksi. (M. Sitorus, 2000: 53)

    Pendapat di atas secara implisit mengatakan bahwa manusia

    merupakan makhluk sosial, ia tidak dapat jauh dari manusia lainnya karena

    tidak dapat lepas dari hubungan yang satu dengan hubungan yang lainnya.

    Manusiapun selalu mempunyai keinginan dan kecenderung ingin tercapai

    keinginannya. Maka dari itu, manusia sebagai makhluk sosial harus dapat

    menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk dapat menyesuaikan

    diri dengan lingkungannya, tentu manusia harus dapat berhubungan

    (berinteraksi) dengan manusia lainnya.

    a.  Definisi Interaksi Sosial

    Kata interaksi berasal dari bahasa Inggris yaitu interaction,

    artinya  suatu tindakan yang berbalasan. Dari pengertian tersebut

    dapatlah didefinisikan bahwa interaksi adalah berhubungan saling

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    14/25

     

    14

    mempengaruhi. Sedangkan kata sosial berasal dari bahasa Latin

    yaitu”socius” yang berarti teman, sahabat  atau kawan. Dalam Kamus

    Psikologi, kata ini mengandung arti; 1. Satu relasi antara dua sistem

    yang terjadi sedemikian rupa kejadian yang berlangsung pada satu

    sistem akam mempengaruhi kejadian pada sistem yang lainnya. 2.

    Satu pertalian sosial antara individu sedemikian rupa sehingga

    individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dengan yang

    lainnya. (J.P. Chaplin, 2006 :254) Jadi, interaksi sosial mengandung

     pengertian bahwa proses saling berhubungan dan saling

    mempengaruhi itu terjadi antara manusia baik sebagai individu

    maupun kelompok, atau antar individu dengan kelompok. (R.E.M.

    Soerjanegara, Achmad Yunan, Irwan Effendi. 1995:3)

    Pengertian interaksi sosial menurut beberapa pakar adalah:

    1) 

    Menurut Bonner, Interaksi Sosial adalah suatu hubungan antara dua

    atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang lain,

    atau sebaliknya. 

    2)  Menurut pendapat Young, interaksi sosial kontak timbal balik

    antara dua orang atau lebih.3)

     

    Menurt aliran Psikologi Tingkah laku ( Behavioristic Psychology),

    Interaksi sosial berisikan saling perangsangan dan pereaksian

    antara kedua belah pihak inidvidu.(Ary H. Gunawan. 2000:31)

    Pengertian di atas menegaskan bahwa interaksi sosial

    merupakan proses saling berhubungan antara individu dengan

    individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan

    kelompok yang di dalamnya ada suatu hubungan timbal balik dan

     bahkan saling mempengaruhi.

    Jadi, bahwa interaksi sosial merupakan suatu hal yang penting

     bagi kepentingan hidup individu, karena bagaimanapun individu

     berinteraksi dengan baik dan interaksi merupakan kunci dalam

    kehidupan sosial, dan dalam interaksi adanya hubungan timbal balik

    dan dari hubungan tersebut dapat saling mempengaruhi. Disadari atau

    tidak semenjak manusia lahir di dunia ini, ia telah mempengaruhi

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    15/25

     

    15

    tingkah laku orang lain, bahkan orang lainpun telah mempengaruhi ia

    dari dari kecil hingga dewasa. Hal ini diperkuat juga oleh Abu

    Ahmadi (2007 : 49) yang berpendapat bahwa, Interaksi sosial adalah

    sebuah hubungan antara individu atau lebih, dimana kelakuan individu

    yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan

    individu yang lain atau sebaliknya.

    Syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial adalah

    interaksi sosial yang merupakan bentuk umum dari proses sosial,

    karena proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi

    kehidupan bersama. Interaksi sosial terjadi dengan mudah, contoh

    ketika dua orang bertemu, akan terjadi komunikasi saling; tegur sapa,

    saling bersalaman, berbicara, bahkan bertengkar atau berkelahi

    sekalipun, artinya interaksi sosial sudah dimulai bahkan telah terjadi.

    Menurut Soerjono Soekanto (1987:50), Interaksi sosial adalah

    kunci dari semua kehidupan sosial, tanpa interaksi, tak akan mungkin

    ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara

     badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam

    suatu kelompok sosial tanpa interaksi sosial. Pergaulan hidup

    semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan atau

    kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan

    seterusnya untuk mencapi suatu tujuan bersama, meskipun terkadang

    terjadi persaingan, pertikaian, dan lain-lain. Maka dapat dikatakan

     bahwa interaksi sosial adalah dasar proses-proses sosial, yang akan

    menghantarkan pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

    b.  Faktor-faktor mendasar dalam Interaksi Sosial

    Dalam berlangsungnya suatu proses interaksi sosial tentunya

    ada banyak faktor-faktor yang mendasari, seperti dikemukkan oleh

    Floyd Allport (lih. Baron dan Byrne, 1984) bahwa tingkah laku dalam

    interaksi sosial ditentukan oleh banyak faktor termasuk manusia lain

    yang ada diseindividurnya dengan tingkah laku yang spesifik. (Bimo

    Walgito. 2008:66).

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    16/25

     

    16

    Menurut Soerjono Soekanto (1987:69), Berlangsungnya suatu

     proses interaksi didasarkan pada pelabagi faktor, antara lain : Faktor

    imitasi, sugesti identifikasi, dan simpati. Faktor tersebut dapat

     bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan

    tergabung.

    Fator-faktor yang mendasari interaksi sosial yaitu:

    1)  Imitasi, Tindakan sosial meniru sikap, tindakan dan lain-lain.

    Seorang secara berlebihan. Contoh, Siswa meniru sikaptindakan

    dall seorang bintang film terkenal;rambut gondrong, memaki

    anting, memakai gelang dan kalung berlebihan

    2)  Sugesti, Pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak

    kepada pihak lain. Contoh, Seorang ayah akan lebih baik

    menganjurkan anak-anaknya yang masih besekolah untuk rajin

     belajar agar kelak menjadi orang yang sukses.

    3)  Identifikasi, kecenderungan dalam diri sesorang untuk menjadi

    sama dengan orang lain dan proses identifikasi ini berlangsung

    secara kurang disadari oleh seseorang.

    4) 

    Simpati, proses seseorang merasa tertarik dengan orang lain. Agar

    dapat berlangsung, diperlukan adanya penmgertian antara kedua

     belah pihak. (Zahrhaluvfriends. blogspot.com)

    3.  Implementasi Nilai-nilai Sosial dalam PAI

    a.  Perencanaan nilai karakter dalam Proses Pendidikan Agama di

    Sekolah.

    Perencanaan Pendidikan Karakter dalam PAI di sekolah saat

     penyusunan rencana pembelajaran, yakni silabus dan RPP. Perencanaan

    Pendidikan Karakater ini harus sesuai dengan Pedoman Sekolah

    Pengembangan Pendidikan Karakter yang dikeluarkan Kemendiknas

    (2010: 18), yakni dalam perencanaan Pendidikan Karakter dalam mata

     pelajaran dicantumkan dalam silabus dan RPP.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    17/25

     

    17

    Dalam pembuatan silabus dan RPP ada satu kolom untuk nilai

     pendidikan karakter yang dikembangkan. Contoh silabus PAI yang

    disusun guru PAI di sekolah, untuk Kompetensi Dasar Membaca QS. Ali

    Imran: 112, QS. Al-Maidah: 2, dan QS. Al-An’am 162-163, pada kolom

    terakhir setelah sumber/bahan/alat ada aspek pendidikan karakter terdapat

    nilai karakter gemar membaca, cermat. Sedangkan dalam RPP disebutkan

    dalam materi yang sama, nilai karakter tersebut ditampilkan dalam strategi

     pembelajaran terdapat empat kolom, yakni: kegiatan pembelajaran, alokasi

    waktu, pendidikan karakter, dan jenis tagihan. Dari RPP tersebut

     perencanaan Pendidikan Karakter dalam PAI muncul dalam kolom yang

    ke tiga, yakni pendidikan karakter. Dalam materi Membaca QS. Ali Imran:

    112, QS. Al-Maidah: 2, dan QS. Al-An’am 162-163, tercantum bebera

    nilai karakter, Religius, gemar membaca, tanggung jawab dan peduli

    sosial.

    b.  Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI di Sekolah

    Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI di sekolah paling

    tidak menggunakan dua cara, yakni kegiatan intrakulikuler dan

    ekstrakulikuler. Hal ini sesuai dalam Peraturan Menteri Agama No. 16

    Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama, bahwa proses

     pembelajaran pendidikan agama dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler

    dan ekstrakurikuler (Pasal 8 ayat 3). Maksud kegiatan intrakurikuler

    adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui tatap muka di dalam

    kelas dan kegiatan mandiri di luar kelas sesuai dengan Standar Isi (Pasal 1

    ayat 5). Pertama,  kegiatan intrakulikuler meliputi memasukkan delapan

     belas nilai karakter ke dalam PAI, yakni pelaksanaan nilai religius dengan

    cara berdoa, salat dzuhur, ashar berjamaah, salat dhuha. pelaksanaan nilai

     jujur dengan cara dalam ulangan siswa dilatih jujur dengan tidak ada

     pengawas, nilai toleransi dengan cara menghormati dengan teman yang

     berbeda pendapat atau agama atau paham, nilai disiplin dengan cara tepat

    waktu masuk pelajaran, nilai kerja keras dengan cara mengerjakan tugas,

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    18/25

     

    18

    nilai kreatif dengan cara mengerjakan tugas dengan baik, nilai mandiri

    dengan cara mencari sumber belajar, dan mengerjakan tugas.

    Sedangkan pelaksanaan nilai karakter demokratis dengan cara

    melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan, nilai rasa ingin tahu

    dengan cara pengayaan materi pembelajaran, nilai semangat kebangsaan

    dengan cara bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda tanpa

    mengenal suku, etnis, status sosial-ekonomi, nilai cinta tanah air dengan

    cara di kelas PAI terpasang foto presiden dan wakil presiden, bendera serta

    lambang Negara, mendorong agar menggunakan produk buatan dalam

    negeri, nilai menghargai prestasi dengan cara memberikan apresiasi

    kepada siswa yang mendapat prestasi baik akademik maupun akademik,

    nilai bersahabat/komunikatif dengan cara terjadinya interaksi peserta

    didik, pembelajaran yang dialogis.

    Sementara itu pelaksanaan nilai cinta damai dengan cara dalam

     pembelajaran PAI terjadi interaksi peserta didik, guru dalam

    menyelesaikan masalah menggunakan dialogis, nilai gemar membaca

    dengan cara mendorong siswa agar senang membaca baik sebelum atau

    sesudah pembelajaran, nilai peduli lingkungan dengan cara menanam

     pohon di lingkungan sekolah, dan membuang sambah sesuai dengan

     jenisnya ke tempat sampah, nilai peduli sosial  dengan cara mendoakan,

    membesuk, dan spotanitas infak untuk teman yang mendapatkan musibah,

    dan tanggung jawab dengan cara mengerjakan tugas.

    Berdasarkan pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI di di

    sekolah melalui kegiatan intrakulikuler di atas, dilihat dari segi bentuk

    kegiatannya menurut peneliti bahwa sebenarnya ada beberapa pelaksanaan

    Pendidikan Karakter dalam PAI sudah ada sejak sebelum dicanangkan

    kurikulum pendidikan karakter. Dengan kata lain segi isi pelaksanaan

     pendidikan karakter dalam PAI di sekolah sebenarnya sudah sesuai dengan

     pedoman pengembangan Pendidikan Karakter sebagaimana yang

    dikeluarkan Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 20), yakni

     pelaksanaan pendidikan karakter dalam mata pelajaran mengembangkan

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    19/25

     

    19

    nilai-nilai karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,

    mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,

    menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar

    membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab dalam

     pembelajaran di kelas. Nilai-nilai karakter disesuaikan dengan KD dan

    indikator. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter dari Kemendiknas

    dapat dilaksanakan kegiatan yang sudah ada kemudian dikuatkan, dan juga

    dapat menyelengarakan kegiatan baru. Dari nilai-nilai karakter yang

    dikembangkan Kemendiknas, pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI

    semuanya sudah dilaksanakan sesuai dengan KD dan indikator materi

    yang disampaikan guru.

    Kedua  ,  pelaksanaan pendidikan dalam PAI melalui kegiatan

    ekstrakulikuler, yaitu dengan adanya organisasi Rohani Islam (Rohis) di

    Sekolah dan ekstrakulikuler Baca Tulis Al-Quran dan bakti sosial.

    Pelaksanaan Pendidikan Karakter melalui organisasi Rohis di di sekolah

    dapat merancang beberapa program kerja dan dikembangkan Rohis yang

    secara tidak langsung memuat (delapan belas) nilai karakter seperti telah

    dipaparkan di atas. Pelaksanaan Pendidikan karakter dalam PAI melalui

    Rohis sekolah untuk nilai karakter religius sangat tepat sekali. Siswa lebih

    maksimal dalam melaksanakan ajaran Islam, yakni dengan salat dzuhur,

    ashar berjama’ah, salat dhuha, salat jumat. Apalagi dalam pelaksanaanya,

    siswa diberi kesempatan untuk mengelolanya. Sehingga dari sini, mereka

    mempunyai sifat mandiri.

    Kemudian untuk nilai rasa ingin tahu, siswa lebih leluasa dalam

    mengekspresikan rasa ingin tahu dengan cara menggelar mentoring

    maupun diskusi keislaman. Melalui media ini, peneliti melihat bagi siswa

    yang mengikuti akan terjawab rasa ingin tahu, sedangkan untuk siswa

    yang senior akan lebih tahu, karena dituntut membimbing adik-adik

    kelasnya.

    Kemudian untuk nilai karakter kreatif, Rohis menggelar Islamic

    Festival, Latihan Kader Dasar, Latihan Kepemimpinan Siswa Menengah.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    20/25

     

    20

    Kegiatan seperti ini, siswa yang menjadi panitia penyelenggara harus

     berfikir bagaimana kegiatan yang dirancang dapat menarik dan berhasil.

    Mulai dari pembuatan proposal, konsolidasi dengan teman panitia yang

    lain, pendanaan, sponshorship, kesekretariatan, dan sebagainya.

    Pengamatan.

    Kegiatan Islamic Festival yang berisi berbagai lomba seni Islam,

    seperti nasyid, baca tulis al-Qur'an, puisi Islam, drama, dan lain-lain tentu

    menelan biaya yang besar. Kegiatan seperti ini tentunya panitia dituntut

    kreatif dalam mencari pendanaan, maka nilai peduli sosial dapat terlihat

     pada kerja sama dalam mencari dana agar kegiatan tersebut terlaksana

    dengan baik, bermusyawarah untuk menemukan kesepakatan, menghargai

     pendapat anggota panitia yang lain. Dari nilai peduli sosial  yang lain,

    ketika dana tersebut berlebih setelah kegiatan diadakan maka, dana

    tersebut disumbangkan kepada teman sekolah mereka untuk mencukupi

    kebutuhan sekolahnya.

    c.  Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Karakter di sekolah.

    Evaluasi pelaksanaan Pendidikan karakter dalam PAI mengacu

    teori Bridgman & Davis (2000: 130), yakni: input (masukan),  process

    (proses), output (hasil), dan outcomes (dampak). Pertama, aspek input.

    Masukan (input) baik peserta didik maupun guru pelaksanaan Pendidikan

    Karakter harus dinilai termasuk kategori bagus atau tidak. Sebaiknya

    setiap sekolah harus melakukan penyaringan terhadap calon siswa yang

    akan bersekolah di sekolah tersebut, agar siswanya betul-betul siswa

    terlipih. Tahapan-tahapan tersebut mislanya melalui: kelengkapan

    administrasi, tes, dan wawancara. Sehingga siswa yang diterima di sekolah

    tersebut adalah siswa unggulan di sekolah asalnya.

    Kemudian input tenaga pendidik PAI harus juga menjadi

     perhatian pihak sekolah. Hal ini karena kualifikasi pendidikan tenaga

     pendidik sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen, mensyaratkan

    minimal S1. Kemudian dari keteladanan, guru PAI harus menjadi contoh

    yang baik bagi peserta didik.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    21/25

     

    21

     Kedua, proses (process). Proses pelaksanaan Pendidikan Karakter

    dalam PAI di sekolah diawali dari perencanaan pembelajaran, yakni

    dengan menyusun silabus dan rencana pembelajaran. Setelah perencanaan

    dilanjutkan dengan pelaksanaan pendidikan karakter dalam PAI. Dalam

     proses pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI seperti yang telah

    dipaparkan di atas dilaksanakan dua cara, yakni intrakulikuler dan

    ekstrakulikuler. Proses pelaksanaan pendidikan karakter dalam PAI di

    sekolah, meminjam istilah Thomas Lickona, mengandung tiga komponen,

    yakni moral knowing, moral feeling, dan moral action. 

    Penanaman aspek  Moral feeling ditanamkan melalui

     pembelajaran di kelas, sedangkan moral feeling dan moral action

    ditanamkan di dalam kelas maupun luar kelas. Dari ketiga komponen,

    aspek moral action harus dilakukan terus menerus melalui pembiasaan

    setiap hari. Namun pembelajaran PAI di sekolah umum hanya 2 (dua) jam

    tatap muka dalam seminggu. Sehingga, dalam pembelajaran PAI anak bias

    dikondisikan, tetapi saat berhadapan dengan guru lain atau kondisi

    masyarakat yang berbeda dengan pembelajaran PAI, sikap anak dapat

     berubah. Oleh karenanya, kerjasama dengan seluruh guru mata pelajaran

    merupakan keharusan. Masalah lain, kondisi di masyarakat belum tentu

    cocok dengan pendidikan karakter yang diberikan di sekolah tersebut.

     Ketiga,  hasil (output). Hasil pelaksanaan Pendidikan Karakter

    dalam PAI termasuk dalam kategori apa?. Hal ini bisa dilihat dari segi

    nilai mata pelajaran baik pemahan materi maupun sikap. Apabila

    mengikuti penilaian Pendidikan Karakter yang dikeluarkan Kementerian

    Pendidikan Nasional, pelaksanaan Pendidikan Karakter (2010: 24) dalam

    PAI ada empat kategori, yakni:

    BT : Belum terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatka tanda-

    tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator)

    MT : Mulai terlihat (apabila peserta didik sudah memperlihatkan ada-

    nya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator

    tetapi belum konsisten)

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    22/25

     

    22

    MB : Mulai berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan

     berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan

    mulai konsisten

     Keempat dampak (outcome). Dampak pelaksanaan Pendidikan

    karakter dalam PAI di sekolah seharusnya berdampak baik bagi siswa.

    Dalam bab sebelumnya disebutkan bahwa adanya Pendidikan Karakter

    dalam PAI, siswa merasakan dampak positif, yaitu memberikan motivasi

    untuk selalu berbuat jujur setiap saat, tidak berbohong dengan siapapun;

    lebih menghormati yang lebih tua; bersyukur atas apa yang telah diterima;

    tidak menyakiti perasaan orang lain; lebih meningkatkan ibadah, karenan

    nanti ada kehidupan akhirat; menghargai karya orang lain; merubah sikap

    yang kurang menjadi lebih baik; mengetahui menjadi pemimpin masa

    depan yang kuat; terlatih untuk membuat tugas kreatif dalam membuat

    tugas; siswa dilatih berfikir mandiri; peduli lingkungan melihat teman

    yang membutuhkan bantuan, maka siswa tergugah untuk memberi bantuan

    kepada setiap orang yang membutuhkan.

    C. 

    Simpulan

     Nilai-nilai kepedulian social pada setiap individu akan tampak ketika

    telah terjadi interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial merupakan

    hubungan yang dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, jika

     pengaruh timbal balik tersebut tidak baik, maka dikhawatirkan adanya

     pengaruh timbal balik yang sangat tidak baik pula. Pengaruh pergaulan dengan

    teman maupun dengan kelompok masyarakat sangat besar pengaruhnya

    terhadap perkembangan tingkah laku siswa usia sekolah. Karena anak pada

    usia sekolah (seperti 13 – 16 tahun) ini lebih sering berada di luar rumah dari

     pada di rumah, jika faktor interaksi sosial yang tidak baik yang lebih dominan,

    tentu akan mengakibatkan pola tingkah laku siswa juga menjadi tidak baik,

    sebaliknya jika berinteraksi sosial dengan orang yang baik atau kelompok

    masyarakat yang baik, maka hal yang tidak baik bisa dinetralisir dan bahkan

    tidak akan terjadi.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    23/25

     

    23

    Kepribadian yang baik muncul diawali dari sebuah keluarga yang baik

    melalui didikan orang tua yang baik pula, kemudian berkembang dengan

     pengaruh lingkungan sekolah yang kondusif dan terkontrol serta masyarakat

    yang baik dan bersahabat. Oleh karena itu, Orang tua sebagai bagian dari

    lingkungan keluarga, guru dan masyarakat sebagai faktor eksternal, sebaiknya

     pro-aktif dan bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi

     perkembangan kepribadian anak-anak mereka agar dikemudian hari

    terbentuklah pola tingkah laku yang baik, santun, dan bertanggungjawab dalam

    setiap aktivitas yang mereka lakukan.

    Impelementasi nilai dalam pendidikan karakter termasuk nilai

    kepedulian sosial di sekolah harus ditinjau dari tiga aspek: Pertama, 

     perencanaan: Perencanaan tersebut harus sesuai dengan Pedoman Sekolah

    Pengembangan Pendidikan Karakter yang dikeluarkan Kemendiknas, yakni

    dalam perencanaan Pendidikan Karakter dalam mata pelajaran dicantumkan

    dalam silabus dan RPP; Kedua , Pelaksanaan: Pelaksanaan Pendidikan Karakter

    dalam PAI di sekolah paling tidak menggunakan dua cara, yakni kegiatan

    intrakulikuler dan ekstrakulikuler. Ketiga,  Evaluasi: Evaluasi pelaksanaan

    Pendidikan karakter dalam PAI di sekolah yakni: input (masukan): kualitas

    calon siswa dan guru harus menjadi perhatian;  process (proses): pelaksanan

     pembelajaran, penggunaan, madia, metode dan sumber belajar serta tata cara

     pelaksanaan harus selalu dievaluasi; output (hasil): penilaian baik dari kognitif

    maupun sikap siswa dan outcomes (dampak): Pembelajaran berbasis karakter

    di sekolah harus dievaluasi dampaknya bagi siswa, setelah menerima

     pembelajaran diharap siswa mengalami perubahan sikap dan perilaku ke arah

    yang lebih baik.

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    24/25

     

    24

    DAFTAR PUSTAKA

    Abu Ahmadi dan Tri Prasetio, Sistem Belajar Mengajar  (Bandung: Pustaka Setia.

    Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta. 2004)

     __________, Psikologi Sosial  (Jakarta: Rineka Cipta. 1997)

    Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta; Batara Offset, 2006)

    Alex Sobur,  Psikologi Umum: dalam Lintas Sejarah  (Bandung: Pustaka Setia.

    2003)

    Agus Wibowo,  Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa

     Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)

    Andi Mapiare. Psikologi Remaja. (Jakarta: Rineka Cipta. 1982)

    Ari. H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta. 2000)

    Berkowitz, M.W, and Bier, Melinda, C, , What Works In Character Education: A Research-driven guide for educators, (Washington, DC: Univesity of

    Missouri-St Louis. 2005)

    Bimo Walgito,  Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). (Yogyakarta: ANDI

    Yogyakarta. 2008).

    Bridgman, J & Davis, G, ,  Australian Policy Handbook, Allen & Uwin, (New

    South Wales. 2000)

    Eliszabeth B. Hurlock,  Developmental Psycology A Life-Span Approach. Tjm.

    Istidayanti dan Soedjarwo,  Psikologi Perkembangan Suatu

     Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi V. (Jakarta:

    Erlangga. 1999)

    F.J. Mönks, A.M.P. Knoers dan Siti Rahayu Haditomo, Psikologi Perkembangan:

     Pengantar dalam berbagai Bagiannya, revisi-3  (Yogyakarta: UGM

    Press. 2001)

    Hasan Langgulung, Manusia dan pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat

    dan Pendidikan,  cet. V, [edisi revisi], ( Jakarta: Pustaka Al Husna

    Baru. 2004)

    Heri Noer Aly, dan Munzeir, Watak Pendidikan Islam,  (Jakarta: Priska Agung

    Insani. 2000)

    James. P. Chaplin,  Dictionary of Psychology (New York: Dell Publishing. 1968)

    tjm. Kartini Kartono,  Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta:

    RajaGrafindo Persada, 2006)

    John W. Santrock  , Educatonal Psychology: Classroom Update: Preparing For

     Praxis™ and Practice “second edition” (New York: McGrow-Hill,

    2006)

     ________________,  Life-Span Development . Tjm. Achmad Chusairi dan Juda

    Damanik,  Perkembangan Masa Hidup, edisi V Jilid II. (Erlangga:

    Jakarta. 2002)

    Kesuma, dkk,  Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di

    Sekolah,(Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011)

  • 8/17/2019 97-184-1-SM

    25/25

     

    25

    M. Sitorus, Sosiologi Untuk SMA Kelas 2. (Jakarta: Erlangga. 2000)

    Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, cet.

    Ke-14, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008). Nana Syaodih Sukmadinata,  Landasan Psikologi Proses Pendidikan, cet-4

    (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007)

     Netty Hartati dkk, Islam dan Psikologi (Jakarta: RajaGrifindo Persada. 2004)

    R.E.M. Soerjanegara, Achmad Yunan S. Dan Irwan Effendi, Sosiologi Untuk

    Sekolah Menengah Umum, (Bandung: Angkasa. 1995)

    Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan: teori dan Praktek, Cet ke-9 (Jakarta:

    Indeks, 2011)

    Samani, Muchlas dan Hariyanto,  Konsep dan Model Pendidikan Karakter,

    (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) 

    Soerjono Seokanto, Sosiologi Suatu Pengantar . (Jakarta: Rajawali Pers. 1987).

    Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono,  Perkembangan Peserta Didik   (Jakarta:Rineka Cipta. 1999).

    Thomas Lickona, ,  Educating for Character, How Our Schools Can Teach

     Respect and Responsibility,, (New York: Bantam Books. 1993) 

    Yunahar Ilyas,  Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan

    Pengamalan Islam, 2007)

    Zubaidu, Pendidikan Berbasis Masyarakat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)