97-184-1-SM
Transcript of 97-184-1-SM
-
8/17/2019 97-184-1-SM
1/25
1
Implementasi Nilai Kepedulian Sosial dalam
Pendidikan Karakter Melalui Interaksi Sosial
Oleh: Idi Warsah(Dosen Psikologi Pendidikan STAIN Curup Bengkulu)
Absraks
Studi ini membahas secara normative dan teoritis tentang implementasi nilai
peduli social dalam pendidikan karakter di sekolah melalui interaksi social siswa,
dengan harapan setiap orang tua, pendidik dan masyarakat dapat bersinergi
memberikan kontrol atau pengawasan kepada mereka (siswa usia sekolah) dalam
mengemplementasikan nilai-nilai tersebut dengan tidak over protektif terhadap
kreatifitas dan akktivitas mereka sejauh bersifat positif, sehingga terawasinya
pergaulan si anak di masyarakat. Hasil dari studi ini adalah: Nilai-nilai
kepedulian social pada setiap individu akan tampak ketika telah terjadi interaksidengan lingkungannya. Jika interaksi sosial yang tidak baik yang lebih dominan,
tentu akan mengakibatkan pola tingkah laku siswa juga menjadi tidak baik,
sebaliknya jika berinteraksi sosial dengan orang yang baik atau kelompok
masyarakat yang baik, maka hal yang tidak baik bisa dinetralisir dan bahkan
tidak akan terjadi; Kepribadian yang baik muncul diawali dari sebuah keluarga
yang baik, kemudian berkembang dengan pengaruh lingkungan sekolah yang
kondusif dan terkontrol serta masyarakat yang baik dan bersahabat;
Impelementasi nilai dalam pendidikan karakter termasuk nilai kepedulian sosial
di sekolah harus ditinjau dari tiga aspek: Pertama, perencanaan: yakni dalam
perencanaan Pendidikan Karakter dalam mata pelajaran dicantumkan dalam
silabus dan RPP; Kedua , Pelaksanaan: Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam
PAI di sekolah paling tidak menggunakan dua cara, yakni kegiatan intrakulikuler
dan ekstrakulikuler. Ketiga, Evaluasi: Evaluasi pelaksanaan Pendidikan karakter
dalam PAI di sekolah yakni: input (masukan); process (proses); output (hasil);
dan outcomes (dampak).
Kata kunci :Kepedulian, karakter, interaksi sosial
-
8/17/2019 97-184-1-SM
2/25
2
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, dengan pendidikanlah manusia bisa bertingkah laku manusiawi.
Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah
proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan
kebutuhan.( Muhibbin Syah. 2008: 10)
Dalam konteks ke-indonesiaan pendidikan diharap dapat
mencerdasarkan kehidupan bangsa, sehingga menjadi manusia Indonesia
yang memiliki sifat-sifat yang luhur, terpuji, berwibawa dan ber-ahlakul
karimah. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercamtum
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasoinal, Bab II pasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Pendidikan di negara ini hingga sekarang masih menyisakan banyak
persoalan, baik dari segi kurikulum, manajemen, maupun para pelaku dan
pengguna pendidikan. Atas dasar inilah, maka pendidikan perlu
direkonstruksi ulang agar dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas
dan siap menghadapi “dunia” masa depan yang penuh dengan problema dan
tantangan serta dapat menghasilkan lulusan yang memiliki karakter mulia,
yakni: memiliki kepandaian sekaligus kecerdasan, memiliki kreativitas tinggi
sekaligus sopan dan santun dalam berkomunikasi, serta memiliki kejujuran
dan kedisiplinan sekaligus memiliki tanggung jawab yang tinggi. Pendidikan
harus mampu mengemban misi pembentukan karakter (character building )
sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat berpartisipasi dalam
mengisi pembangunan dengan baik dan berhasil tanpa meninggalkan nilai-
nilai karakter mulia.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
3/25
3
Untuk membangun manusia yang memiliki nilai-nilai karakter yang
agung seperti dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional tersebut,
dibutuhkan sistem pendidikan yang memiliki materi yang lengkap (kaffah),
serta ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang benar. Secara umum
pendidikan Islam mengemban misi utama memanusiakan manusia, yakni
menjadikan manusia mampu mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan aturan-aturan yang
digariskan oleh Allah Swt. dan Rasulullah saw. yang pada akhirnya akan
terwujud manusia yang utuh (insan kamil ). Sistem ajaran Islam
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian aqidah (keyakinan), bagian
syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah dan muamalah), dan bagian
akhlak (karakter). Dengan demikian, akhlak (karakter) sebenarnya merupakan
hasil atau akibat terwujudnya bangunan syari’ah yang benar yang dilandasi
oleh fondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah, mustahil akan
terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya.
Ketika nilai-nilai pendidikan karakter terutama nilai social yang
dikaikkan dengan perkembangan peserta didik, jenjang pendidikan di sekolah
dari sekolah usia dini sampai ke perguruan tinggi tentu setiap individu secara
alamiah akan membangun interaksi sosial di lingkungan pendidikan tersebut
tersebut, tentu interaksi antar siswa berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian dan tingkah laku mereka yang sedang berkembang. Siswa
dituntuk untuk membangun komunikasi dengan teman sebaya baik di
lingkungan sekolah maupun di masyakat seindividunya. (lihat, Santrock,
2002: 50) Tentu mereka diharapkan dapat memilih teman bergaul secara
selektif agar mereka tidak terjebak dalam pergaulan yang bebas nilai, seperti
tauran antar sekolah, seks bebas, dan lain-lain. Setiap praktisi pendidikan
sepakat bahwa, faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapatlah
dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan
faktor masyarakat.
Apa yang dilakukan siswa dalam masyarakat salah satunya adalah
bergaul dengan teman. Proses bersosialiasi dalam interaksi sosial para siswa
-
8/17/2019 97-184-1-SM
4/25
4
dapat mempengaruhi minat belajar siswa itu sendiri. Karna, interaksi Sosial
adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang,
kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia.
Uraian di atas menegaskan bahwa interaksi sosial siswa usia sekolah
perlu menjadi perhatian bagi setiap elemen masyarakat, Oleh karena itu
tulisan ini ingin mengetahui implementasi nilai peduli social dalam
pendidikan karakter di sekolah melalui interaksi social siswa, dengan harapan
setiap orang tua, pendidik dan masyarakat dapat bersinergi memberikan
kontrol atau pengawasan kepada mereka (siswa usia sekolah) dalam
mengemplementasikan nilai-nilai tersebut dengan tidak over protektif
terhadap kreatifitas dan akktivitas mereka sejauh bersifat positif, sehingga
terawasinya pergaulan si anak di masyarakat.
1. Tinjauan tentang Pendidikan karakter.
a. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dimaknai dengan suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia insan kamil (Samani dan Hariyanto, 2011: 46).
Sedangkan Wibowo (2012:36) mendefinisikan pendidikan karakter
dengan pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-
karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter
luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya baik
di keluarga, masyarakat, dan negara.
Sementara itu, Berkowitz dan Bier (2005: 7) berpendapat
bahwa pendidikan karakter merupakan penciptaan lingkungan sekolah
yang membantu peserta didik dalam perkembangan etika, tanggung
jawab melalui model dan pengajaran karakter yang baik melalui nilai -
nilai universal.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
5/25
5
Berdasarkan pengertian di atas, pendidikan karakter adalah
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik sehingga
mereka menerapkan dalam kehidupannya baik di keluarga, sekolah,
masyarakat, dan negara sehingga dapat memberikan kontribusi yang
positif kepada lingkungannya.
b. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter mempunyai tujuan penanaman nilai
dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih
menghargai kebebasan individu. Selain itu meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik
secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi
lulusan (Asmani, 2011: 42-43).
Sedangkan tujuan pendidikan karakter yang diharapkan
Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 9) adalah:
1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dankarakter bangsa;
2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius;
3)
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa;
4)
Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuhkekuatan (dignity).
c. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu karakter
melekat dengan nilai dari perilaku seseorang. Karenanya tidak ada
perilaku anak yang tidak bebas dari nilai. Dalam kehidupan manusia,
begitu banyak nilai yang ada di dunia ini, sejak dahulu sampai
-
8/17/2019 97-184-1-SM
6/25
-
8/17/2019 97-184-1-SM
7/25
7
Kemudian dalam desain pelaksanaan pendidikan karakter,
menurut Doni Koesoma (2011: 2) setidaknya ada tiga desain, yakni:
Pertama, desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini
berbasis pada hubungan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai
pembelajar di dalam kelas. Konteks pendidikan karakter adalah proses
hubungan komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi antara
guru dengan pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan
banyak arah. Kedua, desain pendidikan karakter berbasis kultur
sekolah. Desain ini membangun budaya sekolah yang mampu
membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah
agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Ketiga,
desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik,
komunitas sekolah negeri maupun swasta tidak berjuang sendirian.
Kalau ketiga komponen bekerjasama melaksanakan dengan baik,
maka akan terbentuk karakter bangsa yang kuat.
e. Kebijakan Pendidikan Karakter
Kebijakan pendidikan karakter tersirat dalam Peraturan
Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional disebutkan bahwa substansi inti program aksi
bidang pendidikan diantaranya adalah penerapan metodologi
pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan(teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang
memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan
terhadap budaya-bahasa Indonesia dengan memasukkan pula
pendidikan kewirausahaan sehingga sekolah dapat mendorong
penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumber daya
manusia.
f. Tinjauan Islam tentang nilai-nilai sosial.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
8/25
8
Nilai-nilai social terdiri atas beberapa sub nilai (Zubaidi,
2006:13) antara lain adalah:
1) Loves (kasih sayang) terdiri atas:
a) Pengabdian
Memilih di antara dua alternative yaiti merefleksikan
sifat-sfat Tuhan yang mengarah menjadi Pengabdi-pihak-lain
(ar-Rahman dan ar-Rahim) atau pegabdian-diri-sendiri.
Pengabdi-pihak-lain, bukan berarti tidak ada perhatian sama
sekali terhadap diri sendiri, sehingga menzhalimi diri, seprti
tidak makan dan tidak berpakaian. Tapi senantiasa berusaha
mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri.perhatiannya
sama besar baik terhadap diri maupun orang lain. Apa yang
patut diperlakukan terhadap dirinya tidak patut pula
diperlakukan terhadap orang lain.
Senantiasa member dengan kecintaan tanpa pamrih dan
membalas kebaikan pihak lain dengan yang lebih baik hanya
karna kecintaan. Setantiasa melakukan yang tersurat dalam
dalam tafsir al-Fatihah.
b) Tolong-menolong
Firman Allah dalam Q.S al-Maidah, 2. Ayat ini
secara eksplisit menegaskan bahwa setiap individu mempunyai
kewajiban saling tolong menolong dalam melaksanakan
kebaikan dan dilarang tolong menolong dalam berbuat
kejelekan dan dosa. Dalam ayat ini Allah memerintahkan
seluruh manusia saling memberik semangat terhadap
pekaksanaan apa yang Allah perintahkan kepada setiap
individu.
c) Kekeluargaan
Jika sara kekeluargaan dalam rumah/keluarga
memang lebih terasa atau mudah dirasakan akan tetapi
ketikasudah berada di luar lingkup keluarga sepertinya rasa
-
8/17/2019 97-184-1-SM
9/25
9
tersebut sulit untuk didapatkan. Memang rasa kekeluargaan
tidak mudah untuk dirasakan, orang sering bertanya pada diri
mereka masing-masing apakah telah tumbuh rasa kekeluargaan
kepada individu di luar rumahnya, individupun tidak dapat
menjelaskan tentang bagaimana bentuk kekeluargaan yang
dinginkan olehnya. Meski demikian, intinya keleluargaan
sangat dibutuhkan bagi setiap individu. Dengan terjalinnya
hubungan kekeluargaan orang akan merasakan kedamaian dan
kebahagiaan.
d) Kesetiaan
Firman Allah QS. Al-An’am 162-163. Rangkaian
kata-kata dalam ayat ini sering sekali diucapkan langsung
kepada Allah dalam setiap shalat. Sebagai bukti kesetiaan dan
kepasrahan diri seutuhnya kepada Allah. Setia dan rela hanya
Allah lah Tuhan pencipta alam semesta. Dengan
mendeklarasikan kepasrahan dan keputusan segalanya untuk
Allah. Shalat, ibadah, hidup, bahkan mati pun hanya untuk
Allah semata. Ini memdeskripsikan betapa setianya makhluk
kepada Khaliknya sehingga setiap waktu diucapkan.
Kesetiaan yang sekaligus perwujudan kepasrahan
kepada Allah dan hanya Allah yang Maha Pengatur makhluk-
Nya, hanya Allah lah yang berhak dan wajib disembah dan
ditaati segala perintah-Nya. Sebagai muslin yang bersuaha
untuk taat dan taqwa, setiap orang senantiasa dituntut untuk
berbuat yang benar dalam kehidupan ini.
e) Kepedulian
Kepedulian social dalam Islam terdapat dalam
bidang akidah dan keimanan, tertuang dala syariat terta
menjadi tolok ukur dalam akhlak seorang muslim. Konsep
kepedulian social dalam Islam sungguh cukup jelas dan tegas.
Bila diperhatikan dengan seksama, sangat mudah ditemui
-
8/17/2019 97-184-1-SM
10/25
10
masalah kepedulian social dalam Islam terdapat dalam bidang
akidah dan keimanan, tertuang jelas dalam syari’ah serta
menjadi tolok ukur dalam akhlak seorang muslim.
2) Responsibility (tanggung jawab) terdiri atas:
a) Nilai rasa Memiliki
Pendidikan nilai membuat anak tumbuh menjadi pribadi tahu
sopan santun, memiliki cita rasa, mampu menghargai diri
sendiri dan orang lain, bersikap hormat terhadap keluhuran
martabat manusia, memiliki cita rasa moral dan rohani.
b) Disiplin
Bagi setiap orang tua harus sejak dini memberikan
pembelajaran dan contoh kedisiplinan kepada anak, termasuk
tentang moralitas yang dapat diterima oleh masyarakat. Tujuan
utamanya adalah memberitahu dan menanamkan pengertian
dalam diri anak tentang perilaku yang baik yang harus
dibiasakan dan perilaku buruk yang harus dihindari sesusai
dengan standar disiplin itu sendiri. Dalam disiplin, ada tiga
unsure yang penting, yaitu hokum atau peraturan yang
berfungsi sebagai pedoman penilaian, sanksi atau hukuman
bagi pelanggaran peraturan itu, dan hadiah untuk perilaku yang
baik.
c) Empati
Empati adalah kemampuan individu dalam menyelami
perasaan orang lain tanpa harus tenggelam di dalamnya.
Empati adalah kemampuan individu dalam merasakan
perasaan orang lain tanta harus larut. Empati adalah
kemampuan dalam merekpon keinginan orang lain yang tidak
verbalistik. Kemampuan ini dipandang sebagai kunci
menaikkan intensitas dan kedalaman hubungan dengan orang
lain.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
11/25
11
3) Life Harmony (keserasian hidup) terdiri dari:
a) Nilai keadilan
Keadilan adalah memberikan sesuatu sesuai dengan
kebutuhannya, atau memberikan hak dan perlakuan yang sama
kepada orang-orang atau kelompok. Keadilan dapat diartikan
memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau memeri
seseorang sesuai dengan kebutuhannya. (Yunahar, 2007: 235).
Firman Allah yang menjelaskan tentang keadilan antara lain
Q.S al-A’raf: 29):
b) Toleransi
Toleransi artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan
orang berpendapat yang berbeda dengannya, dan berhati
lapang terhadap orang-orang yeng memiliki pendapat yang
berbeda, sikap toleransi tidak berarti membenarkan pandangan
yang dibiarkan tersebut, tetapi mengakui kebebasan serta hak-
hak asasi.
c)
Kerjasama
Semangat kerjasama ini haruslah diajarkan secara
berkesinambungan kepada anak. Jangan melakukan aktivitas-
aktivitas yang mendorong adanya semangat kompetisi. Tetapi
gunakan bentuk-bentuk aktivitas yang saling membantu.
Tunjukkan bahwa usaha setiap kerjasama tidak memanggap
diri lebih dominan dan menganggap paling unggul.
d) Demokrasi
Demokrasi adalah komunitas warga yang menhirup udara
kebebasan dan bersifat egalitarian, sebuah masyarakat di mana
individu begitu dihargai dan diakui oleh suatu masyarakat
dengan tidak memandang pada perbedaan keturunan,
kekayaan, atau bahkan kekuasaan tertinggi (Ahsin, 2006:106).
Salah satu cirri akan pentinya demokrasi sejati adalah adanya
-
8/17/2019 97-184-1-SM
12/25
12
jaminan terhadap hak memilih dan kebebasan menetukan
pilihan.
Dengan demikian indikater yang harus dicapai dalam
pendidikan Islam yang tertuang dalam RPP dan Silabus ketika
ingin mengembangkan nilai peduli sosial kepada peserta didik,
maka beberapa indikator nilai peduli sosial di atas dapat
dijadikan ukuran keberhasilan dalam proses belajar. Indikator
pencapaian nilai peduli sosial tergambar jelas pada bagan
berikut:
PEDULI
SOSIAL
Empati
Disiplin
Pengab-
dian
Tolong
menolang
Setia
Kekeluargaan
Peduli
Toleransi
Kerja sama
Demokrasi
-
8/17/2019 97-184-1-SM
13/25
13
2. Pandangan Umum tentang Interaksi Sosial
Setiap individu tetunya tidaklah akan mau jika hidup dalam
kesendirian, tidak memiliki kerabat, teman, saudara. Dimanapun individu
berada tentunya sangat membutuhkan orang lain, terlalu egois sekali jika
ada diantara individu mengatakan bahwa hidupnya tidak membutuhkan
orang lain dan mampu hidup sendirian. Manusiapun dalam kehidupan
sehari-hari tidaklah dapat lepas dari hubungan yang satu dengan hubugan
yang lain, bahkan manusia selalau menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Dalam setiap waktu, disadari atau tidak setiap individu
selalu melakukan hubungan dengan orang lain, dengan orang tua, saudara,
dan juga teman, baik secara langsung maupun secara sembolik.
Salah satu sifat manusia ialah keinginan untuk hidup bersama
dengan manusia lainnya. Dalam hidup bersama antara manusia dan
manusia atau manusia dan kelompok tersebut, terjadi hubungan dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui hubungan itu, manusia
ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginan masing-masing.
Sedangkan untuk mencapai keinginan itu harus diwujudkan dengan
tindakan melalui hubungan timbal balik. Hubungan inilah yang disebut
interaksi. (M. Sitorus, 2000: 53)
Pendapat di atas secara implisit mengatakan bahwa manusia
merupakan makhluk sosial, ia tidak dapat jauh dari manusia lainnya karena
tidak dapat lepas dari hubungan yang satu dengan hubungan yang lainnya.
Manusiapun selalu mempunyai keinginan dan kecenderung ingin tercapai
keinginannya. Maka dari itu, manusia sebagai makhluk sosial harus dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, tentu manusia harus dapat berhubungan
(berinteraksi) dengan manusia lainnya.
a. Definisi Interaksi Sosial
Kata interaksi berasal dari bahasa Inggris yaitu interaction,
artinya suatu tindakan yang berbalasan. Dari pengertian tersebut
dapatlah didefinisikan bahwa interaksi adalah berhubungan saling
-
8/17/2019 97-184-1-SM
14/25
14
mempengaruhi. Sedangkan kata sosial berasal dari bahasa Latin
yaitu”socius” yang berarti teman, sahabat atau kawan. Dalam Kamus
Psikologi, kata ini mengandung arti; 1. Satu relasi antara dua sistem
yang terjadi sedemikian rupa kejadian yang berlangsung pada satu
sistem akam mempengaruhi kejadian pada sistem yang lainnya. 2.
Satu pertalian sosial antara individu sedemikian rupa sehingga
individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya. (J.P. Chaplin, 2006 :254) Jadi, interaksi sosial mengandung
pengertian bahwa proses saling berhubungan dan saling
mempengaruhi itu terjadi antara manusia baik sebagai individu
maupun kelompok, atau antar individu dengan kelompok. (R.E.M.
Soerjanegara, Achmad Yunan, Irwan Effendi. 1995:3)
Pengertian interaksi sosial menurut beberapa pakar adalah:
1)
Menurut Bonner, Interaksi Sosial adalah suatu hubungan antara dua
atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang lain,
atau sebaliknya.
2) Menurut pendapat Young, interaksi sosial kontak timbal balik
antara dua orang atau lebih.3)
Menurt aliran Psikologi Tingkah laku ( Behavioristic Psychology),
Interaksi sosial berisikan saling perangsangan dan pereaksian
antara kedua belah pihak inidvidu.(Ary H. Gunawan. 2000:31)
Pengertian di atas menegaskan bahwa interaksi sosial
merupakan proses saling berhubungan antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan
kelompok yang di dalamnya ada suatu hubungan timbal balik dan
bahkan saling mempengaruhi.
Jadi, bahwa interaksi sosial merupakan suatu hal yang penting
bagi kepentingan hidup individu, karena bagaimanapun individu
berinteraksi dengan baik dan interaksi merupakan kunci dalam
kehidupan sosial, dan dalam interaksi adanya hubungan timbal balik
dan dari hubungan tersebut dapat saling mempengaruhi. Disadari atau
tidak semenjak manusia lahir di dunia ini, ia telah mempengaruhi
-
8/17/2019 97-184-1-SM
15/25
15
tingkah laku orang lain, bahkan orang lainpun telah mempengaruhi ia
dari dari kecil hingga dewasa. Hal ini diperkuat juga oleh Abu
Ahmadi (2007 : 49) yang berpendapat bahwa, Interaksi sosial adalah
sebuah hubungan antara individu atau lebih, dimana kelakuan individu
yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan
individu yang lain atau sebaliknya.
Syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial adalah
interaksi sosial yang merupakan bentuk umum dari proses sosial,
karena proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi
kehidupan bersama. Interaksi sosial terjadi dengan mudah, contoh
ketika dua orang bertemu, akan terjadi komunikasi saling; tegur sapa,
saling bersalaman, berbicara, bahkan bertengkar atau berkelahi
sekalipun, artinya interaksi sosial sudah dimulai bahkan telah terjadi.
Menurut Soerjono Soekanto (1987:50), Interaksi sosial adalah
kunci dari semua kehidupan sosial, tanpa interaksi, tak akan mungkin
ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara
badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam
suatu kelompok sosial tanpa interaksi sosial. Pergaulan hidup
semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan
seterusnya untuk mencapi suatu tujuan bersama, meskipun terkadang
terjadi persaingan, pertikaian, dan lain-lain. Maka dapat dikatakan
bahwa interaksi sosial adalah dasar proses-proses sosial, yang akan
menghantarkan pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
b. Faktor-faktor mendasar dalam Interaksi Sosial
Dalam berlangsungnya suatu proses interaksi sosial tentunya
ada banyak faktor-faktor yang mendasari, seperti dikemukkan oleh
Floyd Allport (lih. Baron dan Byrne, 1984) bahwa tingkah laku dalam
interaksi sosial ditentukan oleh banyak faktor termasuk manusia lain
yang ada diseindividurnya dengan tingkah laku yang spesifik. (Bimo
Walgito. 2008:66).
-
8/17/2019 97-184-1-SM
16/25
16
Menurut Soerjono Soekanto (1987:69), Berlangsungnya suatu
proses interaksi didasarkan pada pelabagi faktor, antara lain : Faktor
imitasi, sugesti identifikasi, dan simpati. Faktor tersebut dapat
bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan
tergabung.
Fator-faktor yang mendasari interaksi sosial yaitu:
1) Imitasi, Tindakan sosial meniru sikap, tindakan dan lain-lain.
Seorang secara berlebihan. Contoh, Siswa meniru sikaptindakan
dall seorang bintang film terkenal;rambut gondrong, memaki
anting, memakai gelang dan kalung berlebihan
2) Sugesti, Pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak
kepada pihak lain. Contoh, Seorang ayah akan lebih baik
menganjurkan anak-anaknya yang masih besekolah untuk rajin
belajar agar kelak menjadi orang yang sukses.
3) Identifikasi, kecenderungan dalam diri sesorang untuk menjadi
sama dengan orang lain dan proses identifikasi ini berlangsung
secara kurang disadari oleh seseorang.
4)
Simpati, proses seseorang merasa tertarik dengan orang lain. Agar
dapat berlangsung, diperlukan adanya penmgertian antara kedua
belah pihak. (Zahrhaluvfriends. blogspot.com)
3. Implementasi Nilai-nilai Sosial dalam PAI
a. Perencanaan nilai karakter dalam Proses Pendidikan Agama di
Sekolah.
Perencanaan Pendidikan Karakter dalam PAI di sekolah saat
penyusunan rencana pembelajaran, yakni silabus dan RPP. Perencanaan
Pendidikan Karakater ini harus sesuai dengan Pedoman Sekolah
Pengembangan Pendidikan Karakter yang dikeluarkan Kemendiknas
(2010: 18), yakni dalam perencanaan Pendidikan Karakter dalam mata
pelajaran dicantumkan dalam silabus dan RPP.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
17/25
17
Dalam pembuatan silabus dan RPP ada satu kolom untuk nilai
pendidikan karakter yang dikembangkan. Contoh silabus PAI yang
disusun guru PAI di sekolah, untuk Kompetensi Dasar Membaca QS. Ali
Imran: 112, QS. Al-Maidah: 2, dan QS. Al-An’am 162-163, pada kolom
terakhir setelah sumber/bahan/alat ada aspek pendidikan karakter terdapat
nilai karakter gemar membaca, cermat. Sedangkan dalam RPP disebutkan
dalam materi yang sama, nilai karakter tersebut ditampilkan dalam strategi
pembelajaran terdapat empat kolom, yakni: kegiatan pembelajaran, alokasi
waktu, pendidikan karakter, dan jenis tagihan. Dari RPP tersebut
perencanaan Pendidikan Karakter dalam PAI muncul dalam kolom yang
ke tiga, yakni pendidikan karakter. Dalam materi Membaca QS. Ali Imran:
112, QS. Al-Maidah: 2, dan QS. Al-An’am 162-163, tercantum bebera
nilai karakter, Religius, gemar membaca, tanggung jawab dan peduli
sosial.
b. Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI di Sekolah
Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI di sekolah paling
tidak menggunakan dua cara, yakni kegiatan intrakulikuler dan
ekstrakulikuler. Hal ini sesuai dalam Peraturan Menteri Agama No. 16
Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama, bahwa proses
pembelajaran pendidikan agama dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler
dan ekstrakurikuler (Pasal 8 ayat 3). Maksud kegiatan intrakurikuler
adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui tatap muka di dalam
kelas dan kegiatan mandiri di luar kelas sesuai dengan Standar Isi (Pasal 1
ayat 5). Pertama, kegiatan intrakulikuler meliputi memasukkan delapan
belas nilai karakter ke dalam PAI, yakni pelaksanaan nilai religius dengan
cara berdoa, salat dzuhur, ashar berjamaah, salat dhuha. pelaksanaan nilai
jujur dengan cara dalam ulangan siswa dilatih jujur dengan tidak ada
pengawas, nilai toleransi dengan cara menghormati dengan teman yang
berbeda pendapat atau agama atau paham, nilai disiplin dengan cara tepat
waktu masuk pelajaran, nilai kerja keras dengan cara mengerjakan tugas,
-
8/17/2019 97-184-1-SM
18/25
18
nilai kreatif dengan cara mengerjakan tugas dengan baik, nilai mandiri
dengan cara mencari sumber belajar, dan mengerjakan tugas.
Sedangkan pelaksanaan nilai karakter demokratis dengan cara
melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan, nilai rasa ingin tahu
dengan cara pengayaan materi pembelajaran, nilai semangat kebangsaan
dengan cara bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda tanpa
mengenal suku, etnis, status sosial-ekonomi, nilai cinta tanah air dengan
cara di kelas PAI terpasang foto presiden dan wakil presiden, bendera serta
lambang Negara, mendorong agar menggunakan produk buatan dalam
negeri, nilai menghargai prestasi dengan cara memberikan apresiasi
kepada siswa yang mendapat prestasi baik akademik maupun akademik,
nilai bersahabat/komunikatif dengan cara terjadinya interaksi peserta
didik, pembelajaran yang dialogis.
Sementara itu pelaksanaan nilai cinta damai dengan cara dalam
pembelajaran PAI terjadi interaksi peserta didik, guru dalam
menyelesaikan masalah menggunakan dialogis, nilai gemar membaca
dengan cara mendorong siswa agar senang membaca baik sebelum atau
sesudah pembelajaran, nilai peduli lingkungan dengan cara menanam
pohon di lingkungan sekolah, dan membuang sambah sesuai dengan
jenisnya ke tempat sampah, nilai peduli sosial dengan cara mendoakan,
membesuk, dan spotanitas infak untuk teman yang mendapatkan musibah,
dan tanggung jawab dengan cara mengerjakan tugas.
Berdasarkan pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI di di
sekolah melalui kegiatan intrakulikuler di atas, dilihat dari segi bentuk
kegiatannya menurut peneliti bahwa sebenarnya ada beberapa pelaksanaan
Pendidikan Karakter dalam PAI sudah ada sejak sebelum dicanangkan
kurikulum pendidikan karakter. Dengan kata lain segi isi pelaksanaan
pendidikan karakter dalam PAI di sekolah sebenarnya sudah sesuai dengan
pedoman pengembangan Pendidikan Karakter sebagaimana yang
dikeluarkan Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 20), yakni
pelaksanaan pendidikan karakter dalam mata pelajaran mengembangkan
-
8/17/2019 97-184-1-SM
19/25
19
nilai-nilai karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab dalam
pembelajaran di kelas. Nilai-nilai karakter disesuaikan dengan KD dan
indikator. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter dari Kemendiknas
dapat dilaksanakan kegiatan yang sudah ada kemudian dikuatkan, dan juga
dapat menyelengarakan kegiatan baru. Dari nilai-nilai karakter yang
dikembangkan Kemendiknas, pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI
semuanya sudah dilaksanakan sesuai dengan KD dan indikator materi
yang disampaikan guru.
Kedua , pelaksanaan pendidikan dalam PAI melalui kegiatan
ekstrakulikuler, yaitu dengan adanya organisasi Rohani Islam (Rohis) di
Sekolah dan ekstrakulikuler Baca Tulis Al-Quran dan bakti sosial.
Pelaksanaan Pendidikan Karakter melalui organisasi Rohis di di sekolah
dapat merancang beberapa program kerja dan dikembangkan Rohis yang
secara tidak langsung memuat (delapan belas) nilai karakter seperti telah
dipaparkan di atas. Pelaksanaan Pendidikan karakter dalam PAI melalui
Rohis sekolah untuk nilai karakter religius sangat tepat sekali. Siswa lebih
maksimal dalam melaksanakan ajaran Islam, yakni dengan salat dzuhur,
ashar berjama’ah, salat dhuha, salat jumat. Apalagi dalam pelaksanaanya,
siswa diberi kesempatan untuk mengelolanya. Sehingga dari sini, mereka
mempunyai sifat mandiri.
Kemudian untuk nilai rasa ingin tahu, siswa lebih leluasa dalam
mengekspresikan rasa ingin tahu dengan cara menggelar mentoring
maupun diskusi keislaman. Melalui media ini, peneliti melihat bagi siswa
yang mengikuti akan terjawab rasa ingin tahu, sedangkan untuk siswa
yang senior akan lebih tahu, karena dituntut membimbing adik-adik
kelasnya.
Kemudian untuk nilai karakter kreatif, Rohis menggelar Islamic
Festival, Latihan Kader Dasar, Latihan Kepemimpinan Siswa Menengah.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
20/25
20
Kegiatan seperti ini, siswa yang menjadi panitia penyelenggara harus
berfikir bagaimana kegiatan yang dirancang dapat menarik dan berhasil.
Mulai dari pembuatan proposal, konsolidasi dengan teman panitia yang
lain, pendanaan, sponshorship, kesekretariatan, dan sebagainya.
Pengamatan.
Kegiatan Islamic Festival yang berisi berbagai lomba seni Islam,
seperti nasyid, baca tulis al-Qur'an, puisi Islam, drama, dan lain-lain tentu
menelan biaya yang besar. Kegiatan seperti ini tentunya panitia dituntut
kreatif dalam mencari pendanaan, maka nilai peduli sosial dapat terlihat
pada kerja sama dalam mencari dana agar kegiatan tersebut terlaksana
dengan baik, bermusyawarah untuk menemukan kesepakatan, menghargai
pendapat anggota panitia yang lain. Dari nilai peduli sosial yang lain,
ketika dana tersebut berlebih setelah kegiatan diadakan maka, dana
tersebut disumbangkan kepada teman sekolah mereka untuk mencukupi
kebutuhan sekolahnya.
c. Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Karakter di sekolah.
Evaluasi pelaksanaan Pendidikan karakter dalam PAI mengacu
teori Bridgman & Davis (2000: 130), yakni: input (masukan), process
(proses), output (hasil), dan outcomes (dampak). Pertama, aspek input.
Masukan (input) baik peserta didik maupun guru pelaksanaan Pendidikan
Karakter harus dinilai termasuk kategori bagus atau tidak. Sebaiknya
setiap sekolah harus melakukan penyaringan terhadap calon siswa yang
akan bersekolah di sekolah tersebut, agar siswanya betul-betul siswa
terlipih. Tahapan-tahapan tersebut mislanya melalui: kelengkapan
administrasi, tes, dan wawancara. Sehingga siswa yang diterima di sekolah
tersebut adalah siswa unggulan di sekolah asalnya.
Kemudian input tenaga pendidik PAI harus juga menjadi
perhatian pihak sekolah. Hal ini karena kualifikasi pendidikan tenaga
pendidik sesuai dengan Undang-Undang Guru dan Dosen, mensyaratkan
minimal S1. Kemudian dari keteladanan, guru PAI harus menjadi contoh
yang baik bagi peserta didik.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
21/25
21
Kedua, proses (process). Proses pelaksanaan Pendidikan Karakter
dalam PAI di sekolah diawali dari perencanaan pembelajaran, yakni
dengan menyusun silabus dan rencana pembelajaran. Setelah perencanaan
dilanjutkan dengan pelaksanaan pendidikan karakter dalam PAI. Dalam
proses pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI seperti yang telah
dipaparkan di atas dilaksanakan dua cara, yakni intrakulikuler dan
ekstrakulikuler. Proses pelaksanaan pendidikan karakter dalam PAI di
sekolah, meminjam istilah Thomas Lickona, mengandung tiga komponen,
yakni moral knowing, moral feeling, dan moral action.
Penanaman aspek Moral feeling ditanamkan melalui
pembelajaran di kelas, sedangkan moral feeling dan moral action
ditanamkan di dalam kelas maupun luar kelas. Dari ketiga komponen,
aspek moral action harus dilakukan terus menerus melalui pembiasaan
setiap hari. Namun pembelajaran PAI di sekolah umum hanya 2 (dua) jam
tatap muka dalam seminggu. Sehingga, dalam pembelajaran PAI anak bias
dikondisikan, tetapi saat berhadapan dengan guru lain atau kondisi
masyarakat yang berbeda dengan pembelajaran PAI, sikap anak dapat
berubah. Oleh karenanya, kerjasama dengan seluruh guru mata pelajaran
merupakan keharusan. Masalah lain, kondisi di masyarakat belum tentu
cocok dengan pendidikan karakter yang diberikan di sekolah tersebut.
Ketiga, hasil (output). Hasil pelaksanaan Pendidikan Karakter
dalam PAI termasuk dalam kategori apa?. Hal ini bisa dilihat dari segi
nilai mata pelajaran baik pemahan materi maupun sikap. Apabila
mengikuti penilaian Pendidikan Karakter yang dikeluarkan Kementerian
Pendidikan Nasional, pelaksanaan Pendidikan Karakter (2010: 24) dalam
PAI ada empat kategori, yakni:
BT : Belum terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatka tanda-
tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator)
MT : Mulai terlihat (apabila peserta didik sudah memperlihatkan ada-
nya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator
tetapi belum konsisten)
-
8/17/2019 97-184-1-SM
22/25
22
MB : Mulai berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan
berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan
mulai konsisten
Keempat dampak (outcome). Dampak pelaksanaan Pendidikan
karakter dalam PAI di sekolah seharusnya berdampak baik bagi siswa.
Dalam bab sebelumnya disebutkan bahwa adanya Pendidikan Karakter
dalam PAI, siswa merasakan dampak positif, yaitu memberikan motivasi
untuk selalu berbuat jujur setiap saat, tidak berbohong dengan siapapun;
lebih menghormati yang lebih tua; bersyukur atas apa yang telah diterima;
tidak menyakiti perasaan orang lain; lebih meningkatkan ibadah, karenan
nanti ada kehidupan akhirat; menghargai karya orang lain; merubah sikap
yang kurang menjadi lebih baik; mengetahui menjadi pemimpin masa
depan yang kuat; terlatih untuk membuat tugas kreatif dalam membuat
tugas; siswa dilatih berfikir mandiri; peduli lingkungan melihat teman
yang membutuhkan bantuan, maka siswa tergugah untuk memberi bantuan
kepada setiap orang yang membutuhkan.
C.
Simpulan
Nilai-nilai kepedulian social pada setiap individu akan tampak ketika
telah terjadi interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial merupakan
hubungan yang dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, jika
pengaruh timbal balik tersebut tidak baik, maka dikhawatirkan adanya
pengaruh timbal balik yang sangat tidak baik pula. Pengaruh pergaulan dengan
teman maupun dengan kelompok masyarakat sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan tingkah laku siswa usia sekolah. Karena anak pada
usia sekolah (seperti 13 – 16 tahun) ini lebih sering berada di luar rumah dari
pada di rumah, jika faktor interaksi sosial yang tidak baik yang lebih dominan,
tentu akan mengakibatkan pola tingkah laku siswa juga menjadi tidak baik,
sebaliknya jika berinteraksi sosial dengan orang yang baik atau kelompok
masyarakat yang baik, maka hal yang tidak baik bisa dinetralisir dan bahkan
tidak akan terjadi.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
23/25
23
Kepribadian yang baik muncul diawali dari sebuah keluarga yang baik
melalui didikan orang tua yang baik pula, kemudian berkembang dengan
pengaruh lingkungan sekolah yang kondusif dan terkontrol serta masyarakat
yang baik dan bersahabat. Oleh karena itu, Orang tua sebagai bagian dari
lingkungan keluarga, guru dan masyarakat sebagai faktor eksternal, sebaiknya
pro-aktif dan bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan kepribadian anak-anak mereka agar dikemudian hari
terbentuklah pola tingkah laku yang baik, santun, dan bertanggungjawab dalam
setiap aktivitas yang mereka lakukan.
Impelementasi nilai dalam pendidikan karakter termasuk nilai
kepedulian sosial di sekolah harus ditinjau dari tiga aspek: Pertama,
perencanaan: Perencanaan tersebut harus sesuai dengan Pedoman Sekolah
Pengembangan Pendidikan Karakter yang dikeluarkan Kemendiknas, yakni
dalam perencanaan Pendidikan Karakter dalam mata pelajaran dicantumkan
dalam silabus dan RPP; Kedua , Pelaksanaan: Pelaksanaan Pendidikan Karakter
dalam PAI di sekolah paling tidak menggunakan dua cara, yakni kegiatan
intrakulikuler dan ekstrakulikuler. Ketiga, Evaluasi: Evaluasi pelaksanaan
Pendidikan karakter dalam PAI di sekolah yakni: input (masukan): kualitas
calon siswa dan guru harus menjadi perhatian; process (proses): pelaksanan
pembelajaran, penggunaan, madia, metode dan sumber belajar serta tata cara
pelaksanaan harus selalu dievaluasi; output (hasil): penilaian baik dari kognitif
maupun sikap siswa dan outcomes (dampak): Pembelajaran berbasis karakter
di sekolah harus dievaluasi dampaknya bagi siswa, setelah menerima
pembelajaran diharap siswa mengalami perubahan sikap dan perilaku ke arah
yang lebih baik.
-
8/17/2019 97-184-1-SM
24/25
24
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Tri Prasetio, Sistem Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia.
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta. 2004)
__________, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta. 1997)
Ahsin Sakho Muhammad, Ensiklopedi Al-Qur’an, (Jakarta; Batara Offset, 2006)
Alex Sobur, Psikologi Umum: dalam Lintas Sejarah (Bandung: Pustaka Setia.
2003)
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)
Andi Mapiare. Psikologi Remaja. (Jakarta: Rineka Cipta. 1982)
Ari. H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta. 2000)
Berkowitz, M.W, and Bier, Melinda, C, , What Works In Character Education: A Research-driven guide for educators, (Washington, DC: Univesity of
Missouri-St Louis. 2005)
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). (Yogyakarta: ANDI
Yogyakarta. 2008).
Bridgman, J & Davis, G, , Australian Policy Handbook, Allen & Uwin, (New
South Wales. 2000)
Eliszabeth B. Hurlock, Developmental Psycology A Life-Span Approach. Tjm.
Istidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi V. (Jakarta:
Erlangga. 1999)
F.J. Mönks, A.M.P. Knoers dan Siti Rahayu Haditomo, Psikologi Perkembangan:
Pengantar dalam berbagai Bagiannya, revisi-3 (Yogyakarta: UGM
Press. 2001)
Hasan Langgulung, Manusia dan pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat
dan Pendidikan, cet. V, [edisi revisi], ( Jakarta: Pustaka Al Husna
Baru. 2004)
Heri Noer Aly, dan Munzeir, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Priska Agung
Insani. 2000)
James. P. Chaplin, Dictionary of Psychology (New York: Dell Publishing. 1968)
tjm. Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2006)
John W. Santrock , Educatonal Psychology: Classroom Update: Preparing For
Praxis™ and Practice “second edition” (New York: McGrow-Hill,
2006)
________________, Life-Span Development . Tjm. Achmad Chusairi dan Juda
Damanik, Perkembangan Masa Hidup, edisi V Jilid II. (Erlangga:
Jakarta. 2002)
Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah,(Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011)
-
8/17/2019 97-184-1-SM
25/25
25
M. Sitorus, Sosiologi Untuk SMA Kelas 2. (Jakarta: Erlangga. 2000)
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, cet.
Ke-14, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008). Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, cet-4
(Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007)
Netty Hartati dkk, Islam dan Psikologi (Jakarta: RajaGrifindo Persada. 2004)
R.E.M. Soerjanegara, Achmad Yunan S. Dan Irwan Effendi, Sosiologi Untuk
Sekolah Menengah Umum, (Bandung: Angkasa. 1995)
Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan: teori dan Praktek, Cet ke-9 (Jakarta:
Indeks, 2011)
Samani, Muchlas dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011)
Soerjono Seokanto, Sosiologi Suatu Pengantar . (Jakarta: Rajawali Pers. 1987).
Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta:Rineka Cipta. 1999).
Thomas Lickona, , Educating for Character, How Our Schools Can Teach
Respect and Responsibility,, (New York: Bantam Books. 1993)
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam, 2007)
Zubaidu, Pendidikan Berbasis Masyarakat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)