921-981-1-PB
Transcript of 921-981-1-PB
-
8/16/2019 921-981-1-PB
1/8
Artikel
Penelitian
Model
Prediksi
Tinggi
Badan
Lansia
Etnis
Jawa
Berdasarlian
Tinggi
Lutut,
Panjang
Depa,
dan
TinggiDuduk
Fatmahr
llardinsyah,
Boedhihartono,
Tri
Budi
W. Rahardjo
Departemen
Or,
*o"Oo*
donesia
Abstrqk:
Tuiuan
penelitiqn ini
adalah
untuk mengembangkan persamaan/model
prediksi tinggi
badan
lanjut
usia
berdasarkan
tinggi
lutut, panjang
depa,
tinggi
duduk,
danfaktor-faktor
tain
seperti
wilayah
tinggal
(desa-kota),
jenis
kelamin,
usia,
asupan
kalsium
usia 25
dan
55
tahun,
tingknt
alctivitas
fisik,
dan tingknt
sosio-ekanomi (pendidikan
akhir
dan
status
pekerjaan
usia
25 dan
55
tahun).
Sebanyak
812
lansia
Suku
Jawa
dengan
tubuh sehat
(295
pria,
dan
5lZ
wanita)
usia
55-85
tahun
di
(Surabaya,
Magetan,
yogltakarta,
Gunung
Kidul,
semarang,
dan
Wonogiri)
terlibat pada
studi
eross
sectionsl
ini. Tinggi
badan,
berat
badan,
tinggi
lutut, pinjang
depa,
dan
densitas
massa
tulang
diukur
dalam
penelitian
ini. Analisis
biiirtat
deigo"
uji
regressi
linier
sederhana
dilakukan
untuk
memperoleh
estimasi
tinggi
badan
lansia
sebagai
variabel
terikat
dengan
tinggi
lutut, panjang
depa,
dan
tinggi
duduk
sebagai
variabel
beiqs.
Hasil
studi
menunjukkan
bahwa
persamaqn
Chumlea
dari
lansia
Ras
Kaukasoid
memiliki
rata-
rata
nilai
over-estimasi
sebesar
2,78
cm
pada
lansia
laki-laki
dan 4,9
cm
pada
lansia
perempuan.
Studi
ini
menunjukkan
bahwa
panjang
depa
memiliki
korelasi
tertinggi
dengan
tinggi
badan
pada
lansia
pria
(r:0,815),
dan
lansiq
wanita
(r:0,75e.
Terdapat
perbedaan
bermahta pada
tinggi
badan
lansia
di desa
dan
kota,
dan
tingkat
sosio-ekonomi (p
-
8/16/2019 921-981-1-PB
2/8
Predilrsi
Tinggi
Badan
Lansia Etnis Jawa
Berdasarkan
Tinggi Lutut
Predictive Equations
for Estimation of Stature in
Javanese Elderly
People based on
Knee Height,
Am
Span, and Sitting Height
Fatrnah,
Hardinsyah,
Boedhihartono, Tri Budi
W.
Rahardjo
Department of
Public Health
Nutrition, Faculty of Public Health,
University of
Indonesia,
Abstract: The objective of
this
study was to develop a statistical model using lvtee
height, arm
span, sitting height, and otherfactors
such
as
areas
(urban-rural),
sex,
age, calcium intake at 25
and
55
years
old,
physical
activity
level,
and
socio-economic level
(educational
background, and
working
status
aged
25 and 55
years.
Heahhy
Javanese
elderly
people (295
males, and 517
fenales),
aged 55
to 85
years
old in the
six
places (Surabaya,
Magetan,
Yogtaknrta,
Gunung
Kidul, Semarang, andWonogiri)
participatedinthis
toss sectionalstudy. Standingheighlweight,
knee
height, ann span,
sitting
height,
and
bone
mass density)
were measured. Standing
height
is
an ideal techniquefor estimating
the stature ofelderly
people,
but in some cases it cannot be
measured.
It
can be
estimated
from
prory
indicators of stature. Linear regression analysis was
carried out to
derive
predictive
equations
for
estimation
ofstature
with
elderly height as
the
dependent variable and knee
height,
arm span, and
sitting
height as independent variables,
stratif.ed
based on
gender
The
Chumlea
equation tended
to be
over-estimate
the
stunre of elderly
men
(2.78
cm),
and elderlywomen
(4.9
cm). In this study, arm span showed
the
stongest cotela-
tion with standing height
on elderly men
(r=0.815),
and elderly women
(r=0.754).
There
was a
significant difference of
stature inurban
and
rural
areas
and
across
socio-economic level
(p
-
8/16/2019 921-981-1-PB
3/8
Predil
-
8/16/2019 921-981-1-PB
4/8
Predilrsi
Tinggi Badan Lansia Etnis
Jawa
Berdasarkan Tinggi
Lutut
lansia
penelitian
berusia 55-65
tahun
dilakukan secara acak
dari
data
jumlah
dan nama-nama lansia
di tiap
kelurahan/
desa.
Data
lansia itu dikumpulkan dari kader
posbindu,
bidan
puskesmas,
dan ketua/pengurus RW setempat. Setelah nama-
nama contoh
terpilih
secara acak, selanjutnya mereka
di-
berikan
undangan
untuk menghadiri
acara
kegiatan
pengukuran
di lokasi
yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh
peneliti
dan kader/pengurus
RW
setempat. Undangan
itu
dikirimkan
secara
langsung
ke
rumah mereka oleh kader/
pengurus
RW.
Data
dianalisis
menggunakan
uji
regresi
linier
seder-
hana
untuk
memperoleh
model
persamaan
tinggi
badan
prediksi
lansia
berdasarkan
tinggi
lutut,
panjang
depa, dan
tinggi
duduk
pada
lakiJaki
dan
perempuan.
Tinggi
badan
prediksi
dengan
persamaan
ini lalu
dibandingkan
dengan
tinggi
badan sebenarnya.
Hasil
Kurs kter
isti
k A
ntr
op o m
etri
Tabel I menggambarkan
rata-rata antropometri
tinggi
badan
(TB),
beratbadan
(BB),
tinggi lutut
(TL), panjang
depa
(PD),
dan
tinggi
duduk
(TD)
menurun seiring
penambahan
usia. Rata-rata tinggi
badan lansia
laki-laki
turun
dari I
59,5
cm
pada
usia 55-59 tahun menjadi
I
58,4
cm
pada
usia di atas
69 tahun. Rata-rata tinggi badan lansia
perempuan
turun dari
149,2
cmdi
usia
55-59 tahunmenjadi
146,3
cmpadausia
di
atas
69 tahun.
Selisih terbesar
penurunan
tinggi badan
pada
kedua rentang
usia
itu
adalah
pada
lansia
perempuan
sebesar
2,9crn.
Berat
badan
lansia
laki-laki
meningkat
dari
57,2kg di
usia 55-59 tahun menjadi 58,1 tahun di usia 60-64
tahun dan
terus
menurun
menjadi
54,5
kg di usia
setelah
69 tahun.
Tabel
1.
Mean Antropometri Berdasarkan
Kelompok
Umur dan Jenis
Kelamin
55-59
tahun
Lakilaki Perempuan
Rata-rata
SD
Rata-rata
SD
60-64 tahun
Parameter
Laki-laki
Rata-rata SD
Perempuan
Rata-rata SD
Tinggi Badan
(cm)
159,5
Berat
Badan
(kg)
57,2
Tinggi Lutut
(cm)
48,8
Panjang
Depa
(cm)
164,3
Tinggi
Duduk
(cm)
83,8
5,0 0,001 158,5
11,0 0,626
58,1
2,4 0,001 49,t
6,4 0,001 163,8
3,4 0,001 84A
148,9 5,6 0,001
53,9 10,8 0,007
45,7 2,5 0,001
153,2
7,8 0,00 I
78,0 3,7 0,001
6,2
10,5
a1
8,3
5,1
t49,2
56,5
45,7
ts3,4
78,7
6,5
1
1,1
3,2
7,8
69 tehun
Tinggi
Badan
(cm)
158,3
Berat Badan
(kg)
55,0
Tinggi Lutut
(cm)
49,1
Panjang Depa
(cm)
163,4
Tinggi Duduk
(cm)
82,8
5,3 0,001
158,4
l l, l 0,007
s4,s
2A 0,001
49,0
7,3 0,001 163,0
3,5 0,001
82,4
6,4
9,9
3,4
8,6
4,9
147,3
51,9
45,1
152,3
77,0
146,3
49,4
4s,4
150,7
76,2
0,001
0,008
0,001
0,001
0,001
5,9
8,9
3,7
8,9
{')
\1
9,9
3,4
8,2
3,4
Tabel 2. Rata-Rata Antropometri
Berdasarkan Tinggi Badan, Berat Badan,
Tinggi
Lutut,
Panjang Depa, dan
Tinggi Duduk
Variabel
Tinggi Badan
Rata-rataiSD
Berat Badan
Rata-ratatSD
Tinggi Lutut
Rata-rata+SD
Panjang Depa
.Tinggi
Duduk
Rata-rete
+
SD Rata-rata
+
SD
Wilayah:
Kota
Desa
Tingkat
pendidikan
Rendah
150,4
+
7,2+*
Tinggi
154,7
+
7,4**
Status
beke{a
usia
25
tahun:
Tidak
148,7
+
5,5**
Bekerja
informal
151,7
+
7,4**
Beke{a
formal
156,3
+
7,7**
Status
beke{a
usia 55
tahun:
Tidak
148,7
+
5,5**
Bekerja
informal
151,7
+
7,4**
Bekerja formal 156,3
+
7,7**
152,5
+
7,4
151,7
+
7,7
57,6
+
10,6**
54,9
+
10,8
11,0**
9,5**
10,7*
*
11,0**
9,3*
56,1
+
10,7**
52,8
+
ll,0**
58,4
+
9,3**
47,1
+
3,4**
46,8
+
3,3
46,1
+
3,2**
47,8
+
3,2**
45,8
+
2,7**
46,6
+
3,2**
48,2
+
3,4**
45,8
+
2,7**
46,6
+
3,2**
48,2
+
3,4+*
t57,6
+
8,7**
156,8
+
9,3
154,9
+
9,0**
159,5
+
8,9**
153,0
+
7,6**
t56,2
+
9,2**
161,4
+
8,9**
153,0
+
7,6**
t56,2
+
9,2**
161,4
+
8,9**
80,0
+
4,6
79,9
+
5,5
78,8
+
4,8**
81,5
+
4,9**
78,3
+
3,7**
79,5
+
5,0**
82,2
+
5,1**
78,3
+
3,7**
79,5
+
5,0**
82,2
+
5,1**
52,4
58,4
+
56,1
+
52,8
+
58,4
+
Total
152,2
+
7,6
54,9
+
10,8
46,8
+
3.3
156,8
+
9,3
79,9
+
4,9
**p
-
8/16/2019 921-981-1-PB
5/8
Predilrsi
Tinggi Badan Lansia Etnis
Jawa Berdasarkan
Tinggi Lutut
Sebaliknya
berat badan lansia
perempuan
menunjukkan
pemrmnan
dad 56,5 kg
pada
usia 55-59 tahun
menjadi
49,4
kg
setelah
mencapai usia
di atas 69
tahun. Perbedaan
penurunan
berat badan lansia tertinggi
ditemukan
pada
lansia
perempuan
sebesar 6,1
kg daripada
lansia
laki-laki
(2,7
kg).
Secara
umum, contoh laki-laki
memiliki
rata-rata
tinggi
lutut,
panjang
depa, dan tinggi
duduk lebih
tinggi
daripada
responden
wanita
semua kelompok
umur.
Terdapat
perbedaaa
bermakna
rata-rata
seluruh parameter
itu
antara
responden
laki-laki
dan
perempuan.
Perbedaan
rata-rataTB,
BB,
TL, PD,
dan TD lebih tinggi
sedikit pada
lansia
di kota
dibandingkan
desa
disajikan
pada
Tabel
2. Tidak
ada
perbedaan
bermakna
antara tinggi
badan
dan tinggi
duduk
responden
di kota dengan
di desa, kecuali
berat
badan,
tinggi
lutut,
dan
panjang
depa.
Variabel sosio-ekonomi
diwakili
oleh
tingkat pendidikan
akhir
yang
dilalui
oleh
responden.
Hasil penelitian
menun-
jukkan
ada
perb
edaanrata-rataTB,
BB, TL,
PD,
dan TD
pada
kelompok
berpendidikan tinggi
dibandingkan
kelompok
pendidikan
rendah.
Status
peke{aan
dikelompokkan
menjadi
2 kelompok yaitu
beke{a dan
tidak bekerja.
Status
bekerja
dibagi lagi
menjadi 2 kelompok yaitu
bekerja informal
dan
bekerja formal.
Pekerjaan/sektor
informal
terdiri
dari
profesi
buruh,
jasa,
danniaga,
dan
formal
terdiri
dari
pegawai.
Rata-
rata TB,
BB, TL, PD,
dan TD
pada
kelompok
bekerja
lebih
tinggi
daripada kelompok
tidak bekerja.
Di antara
kelompok
bekerja,
sektor formal memiliki
rata-rata
antropometri
lebih
tinggi
daripada sektor
informal.
Rata-rata
antopometri kelima
variabel
itu berbeda
pada
kelompokbeket'a
dan tidak
bekerja,
danjugapada
sektorformal dan informal
di antarakelompok
bekerja.
Model
Prediksi Tinggi Badan
Berdasqrkan
Tinggi Lutut,
Punjang
Depa,
dan
Tinggi
Duduk
Tabel
3
menyajikan
persamaan
regresi linier
sederhana
untuk mengestimasi tinggi
badan dari tinggi
lutut,
panjang
depa, dan tinggi duduk
dalam
penelitian
ini.
Panjang depa
menunjukkan
nilai korelasi
tertinggi
pada
lansia
laki-laki
usia
55-65 tahun.
Sebenarnya nilai koefisien
determinasi
(R3)
tertinggi
dari model regressi
linier sederhana
panjang
depa
terhadap
tinggi
badan
aktual
berada pada lansia
kelompok
usia
55-65 tahun. Namun
setelah
persamaan
itu diaplikasikan
dan
dibandingkan
dengan
tinggi
badan
prediksi
dari
persamaan
Chumlea,
dan
persamaan
regressi
lansia kelompok
usia
55-85 tahun, temyata
rata-rata
selisih tiga model
regressi
linier
sederhana kelompok
usia 55-85 tahun
terhadap
tinggi
badan
aktual adalah
paling
rendah
sehingga
direko-
mendasikan
tiga model
prediksi
tinggi
badan lansia
dalam
penelitian
ini
yaitu:
I^aki-laki
Prediksi
tinggi
badan
:
56,343
+
2,102
tinggi
lutut
Prediksi tinggibadan
:
23,247
+
0,826
panjang
depa
Prediksi
tinggi
badan: 58,047
+
l,2lOtnggi
duduk
Perempuan
Prediksi
tinggi badan:
62,682+ 1,889
tinggi lutut
Prediksi tinggibadan
:
28,3 12
+
0,7
84
panlang
depa
Prediksi tinggi
badan
:
46,55
1
+
1,309
tinggi
duduk
Rata-rata
perbedaan
tinggi badan
sebenarnya
dalam
satuan
cm
dengan tinggi
badan
prediksi
dari ketiga
prediktor
dan
persamaan
Chumlea disajikan dalam
Tabel
4. Selisih
pa-
ling
rendah ditemukan
pada
tinggi badan
prediksi
dari
panjang
depa
terhadap
tinggi
badan
aktual dibandingkan
tinggi lutut,
tinggi
duduk, dan
persamaan
Chumlea. Bahkan rata-rata
selisih
tinggi badan
prediksi
dari
persamaan
Chumlea
terhadap
tinggi badan sebenarnya
pada
lansia laki-laki
jauh
lebih
tinggi
(2,78
cm) daripada tinggi badan
prediksi
dari
panjang
depa dan tinggi lutut
dalam
penelitian
ini. Pada
lansia
perempuan,
rata-rata
perbedaan
tinggi badan
prediksi
dari
persamaan
Chumlea dengan tinggi badan
aktual adalah
terbesar
(4,9
cm)
dibandingkan tinggi badan
prediksi
ketiga
prediktor.
Tabel 3. Model Regresi
Linier Sederhana
Tinggi Badan
Sebenarnya dengan Tinggi Lutut, Panjang Depa,
dan
Tinggi Duduk
Kelompok
Tinggi
lutut
Persanaan
R3
Panjang
depa
Persamaan R3
Tinggi duduk
Persamaan
RP
Laki-laki
usia
(tahun):
55
-
85
56,343
+
2,102
TL
55
-
65
52,853
+
2,175 TL
66
-
85
63,660
+
1,952TL
Perempuan
usia
(tahun):
55
-
85 62,682
+
1,889
TL
55
- 65
64,938
+
1,845
TL
66
-
85
55,503
+
2,025
TL
23,247
+
0,826
PD
0,822*
22,575
+
0,830 PD
0,842*
25,118
+
0,815
PD 0,773*
285,312
+
0,784 PD 0,789*
29,761
+
0,776
PD
0,785*
26,018
+
0,794
PD
0,814*
58,047
+
1,210 TD
0,604*
61,245
+
1,172
TD
0,602*
48,440
+
l,325TD 0,6t2*
46,551
+
1,309 TD
0,599*
49,t93
+
1,275
TD
0,582*
33,748
+
1,477
TD 0,639*
0,732*
0,7
56*
0,678
*
0,634*
0,634*
0,651*
Tl=tinggi
lutut, PD:panjang
depa,
TD:tinggi
duduk
*p
-
8/16/2019 921-981-1-PB
6/8
Predil
-
8/16/2019 921-981-1-PB
7/8
Predilrsi
Tinggi
Badan Lansia Etnis
Jawa Berdasarken
Tinggi
Lutut
lansia
karena
cenderung tidak
banyak berubah
seiring
pertambahan
usia. Pola
pangan
sumber kalsium
melalui
konsumsi
susu
di kota lebih
tinggi
daripada
desa sehingga
mempengaruhi pengembangan
dan
kekuatan
tulang.
Temuaa
ini
didukung
oleh ahli
penelitian
Lucia
et alts
danKnous
et
al.t6
yang
menyatakan
bahwa
tinggi lutut
dan
panjang
depa
memiliki
korelasi
tinggi dengan
tinggi
badan. Tinggi
badan
lansia
lebih
tinggi
di
kota berhubungan
dengan
perbedaan
mean
tinggi
lutut
dan
panjang
depa lansia
di
desa dan kota.
Korelasi
yang
tinggi
antara
tinggi
lutut
dengan tinggi
badan
ditunjukkan
oleh studi Bermude
z
et
al.ti
P
erbedaan
signifikan
antara
tinggi
lutut
dengan
usia
juga
ditunjukkan
pada
studi
itu.
Namun
hasil
penelitian
pada
6
wilayah
di
Jateng,
Jatim,
dan DI Yogyakarta
ini
tidak menemukan
adaiyahubungan
signifikan
antara ketiga
prediktor
tinggi
badan
dengan
usia.
Perbedaan
hasil studi ini
dengan
studi Bermudez
et altikarena
perbedaan
desain
studi
yaib;
cross-sectional
dan
kohort.
Pembagian
status
bekerja menjadi
formal
dan informal
diasumsikan
bahwa sektor/peke{aan
informal
merupakan
j
enis
peke{
aan tidak teratur; tidak
dilindungi
oleh
pemerintah;
tidak
ada
regulasi
atau
peraturan
seperti
perlindungan
sosial,
keuntungan;
dan
gaji
rendah.l8
Sementara
pekerjaan
formal
adalah
sebaliknya. Pembagian
kedua
kelompok
bekerja
ini
berhubungan
langsung
dengan variabel
sosio-ekonomi
yaitu
tingkat
penghasilan
yang
mempengaruhi
daya beli.
Pencapaian
tinggi
badan,
berat
badan, tinggi
lutut,
panjang
depa,
dan
tinggi
duduk
merupakan hasil
kombinasi
antara
faktor-faktor lingkungan
dan
genetik.
Peningkatan
standard
kehidupan
ekonomi
dapat memperbaiki pertum-
buhan
TB
manusia
melalui
gizi
dan
penyakit.
Tinggi
badan
yang
rendah
atau
pendek
dihubungkan
dengan rendahnya
tingkat
pendidikan.
Tinggi
badan
merupakan
indikator
yang
baik
bagi kondisi kehidupan
masa
kanak-kanak
di negara
maju
dan negara
berkembang. Kemiskinan
mempengaruhi
pola
asupan
makanan meng andng
zat
gizi
sehingga individu
yang
berasal
dari keluargakurang
mampu
cenderungkurang
mengkonsumsi
makanan
bergai antaralain
Ca dan P
yang
penting
bagi
pertumbuhan
tulang.
Model Prediksi
Tinggi Budun
Lansiu
Model
prediksi
tinggi
badan
yang
dipilih
dalam studi
ini
adalah
indikator
panj
ang depa
berdasarkan
nilai
koefisien
determinasi tertinggi
(R2).
Temuan
ini
sejalan dengan
penelitian
Tayie
et
alte
yang
menyatakan
adanyahubungan
sigrrifikan
antara
panjang
depa
dan tinggi
badan sebenarnya
(10,85
pada
lakiJaki
dan r:0,86
pada
perem-puan).
Studi
yang
dilakukan
oleh
Rabe
et aPo
menunJukkan
korelasi
antan
panjang
depa
dengan
tinggi
badan
pada
lansia
Indonesia
yaitu
0,83
pada
perempuan
dan 0,81
pada
laki-laki.
Prediktor
tinggi
lutut,
panjang
depa,
dan tinggi
duduk
memiliki
hubungan
signifikan
dengan
tinggi
badan
sebenamya
berdasarkan
jenis
kelamin
(Tabel
3).
Koefisien
korelasi
antara
panjang
depa
dengan
tinggi
badan
sebenamya
adalah tertinggi
pada
lansia
laki-laki
(r
:
0,815),
Maj Kedokt
Indon,
Volum:
58,
Nomor:
12, Desember
2008
dan
perempuan
(r
:
0,754) usia 55-65
tahun. Hasil
studi
sejalan
dengan studi
sebelumnya
yang
dilakukan
oleh Myers
dan
Takiguchi2t,
tetapi
berlawanan
dengan
studi Fatmah22.
Studi
pertama
melaporkan
lebih tingginya
korelasi
antara
panjang
depa dengan
tinggi
badan
daripada tinggi
lutut
pada
lansia
pria
dan wanita
Bangsa Amerika
Jepang.
Sementara
studi
kedua menemukan
bahwa
koefisien
korelasi
antara
panjang
depa dengan
tinggi
badan adalah
tertinggi
pada
kelompokpria
(r
:
0,7
65)dan tinggi
lutut
pada
sribyekwanita
(r-0,761).
Perbedaan
ini disebabkan
oleh
adanya kecen-
derungan
pemrrunan
kecepatan
padang
depa
yang
lebih
cepat
daripadalinggi lutut
seiring
peningkatan
usia.
Sorg23
menyatakan
bahwa keakuratan
dari
sebuah
persulmaan
regresi
dalam
menentukan
tinggi
badan seseomng
dipengaruhi
oleh
pola
dan hubungan
yang
proporsional
antara
berbagai ukuran
bagian tubuh,
yang
dikenal
dengan
konsep
allometri. Model
allomeb:i
membe-rikan
prediksi
frurgsi
fisiologi
tubuh manusia
yang
lebih
akurat karena
memanfaatkan
hubungan
antara
struktur tubuh
yang
ho-
molog
pada
bagian
kiri
dan kanan tubuh,
dan menghilangkan
variabel-variabel
perancu.
WHCPa merekomendasikan
tinggi lutut
dan
panjang
depa
sebagai
alternatifpengganti
untuk mengukur
tinggi
badan
lansia
dan atau
individu
cacat
yang
harus
menggunakan
kursi
roda
atau
berbaring karena
tidak
dapat
be{alan.
Panjang
depa
dapat
digunakan sebagai
pengganti
tinggi
badan
pada
lansia,
namun hasilnya
kurang memuaskan
dibandingkan
tinggi lutut
karena
umumnya lansia mengalami
kekakuan
pada
sendi-
sendi
pergelangan
tangan
(joint
stiffness)
yang
dapat
mengurangi keakuratan
hasil
pengukuran.
Namun
demikian
WHO24 merekomendasikan penelitian
di masa
depan untuk
menentukan
jikalau
panjang
depa merupakan
suatu
pengukuran yang
sama
validnya
dengan
tinggi lutut
sebagai
pengganti
tinggi badan.
Rekomendasi
ini
telah
terjawab
melalui penelitian pengembangan
model
prediksi
tinggi badan
lansia
Etnis Jawa. Studi
ini berhasil membuktikan
bahwa
panjang
depa memiliki tingkat
validitas lebih tinggi
daripada
tinggi
lutut karena memberikan
nilai tinggi badan
prediksi
yang
lebih mendekati tinggi
badan sebenamya daripada
tinggi
lutut
dan
tinggi
duduk.
Bagi lansia dengan
kondisi tubuh
bungkuk
atau
setengah bungkuk
akibat kelainan skoliosis,
kifosis,
maupun
osteoporosis
ataupun lansia
yang
tidak
dapat merentangkan
kedua
tangannya akibat
penyakit,
cacat,
patah
tulang,
dan
sebagainya sehingga tidak
dapat diukur dengan
meng-
gunakan panjang
depa,
maka
digunakan model
prediksi
tinggi
badan
dari
prediktor
tinggi
lutut berdasarkan
jenis
kelamin
kelompok
usia 55-65
tahun. Demikian
pula
lansia
yang
mengalami
kelumpuhan
sehingga tidak
dapat berdiri
atau
hanya
mampu
berbaring saja, maka
dilakukan
pengukuran
tinggi lutut
dan selanjutnya
dimasukkan
ke
dalam modeU
persamaan
tersebut. Pengukuran
tinggi
duduk
dilakukan
sebagai
alternatif
terakhir
jika
secara
teknis
sulit mengukur
panjang
depa
dan
tinggi
lutut
karena
koefisien
korelasi
tinggi
515
-
8/16/2019 921-981-1-PB
8/8
Predilrsi
Tinggi Badan
Lansia Etnis Jawa Berdqsqrken
Tinggi Lutut
duduk dengan tinggi badan aktual adalah
paling
rendah
dibandingkan kedua
prediktor
lainnya.
Kesimpulan
Tinggi badan lansia dapat
diprediksi,dari
tinggi lutut,
panjang
depa" dan
tinggi
duduk.
Panjang depa
memberikan
nilai korelasi tertinggi
pada
lansia laki-laki dan
perempuan
usia 55-65 tahun dan 66-85
tahun sehingga digunakan
sebagai
prediktor
dalam mengembangkan
model tinggi
badan
prediksi
lansia dengan kriteria sehat danmasih
mampuberdiri
tegak.
Namun untuk menghitung
tinggi badan
prediksi
lansia
dengan tubuh bungkuk atau
setengah bungkuk
dapat
digunakan
modeVpersamaan dengan
prediktor
tinggi lutut
atau
tinggi
duduk.
Tinggi
badan
aktual lansia
pria
dan
wanita di
kota
sedikit
lebih tinggi dibandingkan di
desa. Lansia dengan
tingkat
pendidikan
akhir tinggi
memiliki
tinggi
badan sebenamya
lebih besar daripada
lansia berpendidikan
rendah. Lansia
bekerja saatusia 25 dan 55 tahun
memiliki tinggi badanaktual
lebih tinggi daripada lansia
tidak
bekerja
pada periode
usia
tersebut. Terdapat
perbedaan
bermakna
tinggi badan aktual
berdasarkan wilayah
tempat trnggal desa-kota,
dan sosio-
ekonomi
(tingkat pendidikan
tinggi dan rendah,
dan
status
bekerja usia 25
dan 55
tahun).
Persamaan
Chumlea
pada
Ras Kaukasoid
di
Eropa
dengan
prediktor
tinggi lutut tidak tepat digunakan
bagi
lansia Indonesia khususnya Suku Jawa
karena memberikan
nilai
tinggi
badan
prediksi melebihi
tinggi
badan aktual
sebesar
2,78
cm
pada
lansia
lakilaki
dar4,9 cm
pada
lnnsia
perempuan.
DaftarPustaka
1. Makmur
S.
Kebijakan
Pelayanan Sosial
Lanjut
Usia.
Jakarta:
Ditjen
Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial
R[;
2006.
2. Chumlea, Guo SS, Wholihan K, Cockram
D, Kuczmarski
RJ,
Johnson CL. Stature
prediction
equations for elderly non-His-
panic
White, Non-Hispanic Black, and Mexican-American
Per-
sons developed
from NHANES
III
Data.
J
Am Diet
Association
1998:137-42.
3.
Suzana S, Ng SP. Predictive equations for estimation of stature in
Malaysian
elderly
people.
Asia Pacific J Clin
Nutrition.
2003;
12
(
I
):80-84.
4.
Oktavianus
S,
Kusumaratna
RK,
Sudharma
NI, Hidayat A. Tinggi
lutut
sebagai
prediktor
dari
tinggi
badan
pada
lanjut
usia.
Laporan
akhir.
Jakarta:
Bagian
Ilmu
Kedokteran Komunitas
FK-Universi-
tas
Trisakti;
2005.
5.
Fatrnah. Persamaan
tinggi
badan lansia
di
panti
werdha
DKI
Jakarta
dan Tangerang. Media
Gizi dan
Keluarga 2006;30(2):48-57.
Departemen Kesehatan
Republik
Indonesia. Pedoman
tatalaksana
gizi
usia lanjut untuk
tenaga kesehatan. Jakarta:
Direktorat Bina
Gizi Masyarakat Ditjen Binkesmas Depkes RI;
2006.
Aris A, Arifin EN, Bakhtiar. Report on ethnicity and ageing
in
Indonesia 2000-2050.
Singapore:
Institute
of
Southeast
Asian
Studies
Singapore;
2005.
Denise PF. Data analysis and statistics
for
nursing research. Stam-
ford, Connecticut: Appleton
&
Lange;
1996.
Suriah A& Chong
TJ, Yeoh BY. Nutritional situation of Chinese
community. Singapore
Med
J;1998.
10.
Tanchoco CC, Charmaine
AD. Arm span and
knee height
as
proxy
indicators
for height. Philippine: FNRI;
2005.
I l. Pathy
J,
Sinclair
AJ,
Morlay
JE.
Principies
and
practice
of
geriat-
ric
medicine.
46
edition,
vol 2.
England:
Wiley;
2006.
I 2. Suriah
A, Zalifah
MK, Zatnomi
MJ,
Shafawi S, Suraya
SM, Zarina
N, et al. Anthropometric
measurements
of the elderly.
Malay-
sian J Nutrition 1998;4:55-63.
13. Santos JL,
Albala
C,
Lera L, Garcia C,
Arroyo
B
Perez-Bravo F,
et
al.
Arithropometric
measurements
in
the elderly population
of
Santiago, Chile.
Nutrition 2004;20(5):452-57.
14.
Wang
FX,
Duan
Y, Henry M, Kim BT,
Seernan
E. Body
segment
lengths and arm span in healthy men
and women and
patients
with vertebral fractures.
Osteoporosis
International 2004;15:.
43-8.
15. Lucia DE, Lemma
F, Tesfaye F, Demisse
T, Ismail
S.
The
Use
of
axms
pan
measurement
to assess
the
nutritional
status
of
adults
in
four Ethiopean ethnic
groups.
Eur J Clin
Nutrition 2002;(56):
9l-5.
16.
Kaous BL, Arisawa M. Estimation of
height in elderly
Japanese
using region-specific
knee
height equations.
Am J Human Biol.
2002;14(3):300-7
.
17.
Odilia
BI, Becker EI Tucker KL.
Development of sex-specific
equations
for
estimating
stature
of frail
elderly
Hispanics
living
in
the Northeastem
United
States.
Am J
Clin Nutrition 1999;
69:
992-8.
18.
II]NECE
Statistical Divisionl. United Nations
Economic Com-
mission for Europe
Statistical
Division. Labour Statistics:
Infor-
mal Employment; without
year.
19.
Tayie
FAII Agyekum
S, Owusu-Ahenkora
M, Busolo D, Adjetey-
Sorsey E, Amah J, et al. Arm span and
half-span as alternatives
for height in
adults:
A
sample
from Ghana.
African
Journal
of
Food, Agriculture, Nutrition and Developmefi
20A3)
(2):1-6.
20. Rabe
B, Thamrin MH,
Gross
R,
Solomons
NW,
Schultink
W.
Body
mass
index ofthe elderly
derived
from height
and
from
arm
span. Asia Pacific J
Clin
Nutrition
1996;5:79-83.
21.
Myers, Takiguchi.
Stature
estimated
from
knee
height
in
elderly
Japanese
Americans.
J
Am
Geriatric Society
1994;42(2):157-60.
@"n
7.
9.
516
Maj
Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor:
12, Desember 2008