256-800-1-PB
-
Upload
yuniarti-widya-ningrum -
Category
Documents
-
view
215 -
download
2
description
Transcript of 256-800-1-PB
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
GEOLOGI DAN POLA SEBARAN BATUBARA DAERAH DESA SUKAMERINDU DAN WANARAYA KECAMATAN KIKIM BARAT, KABUPATEN LAHAT
PROVINSI SUMATERA SELATAN
Moch Fachlevi Tandiary
Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta
Abstract
The pattern of distribution of coalis very important as supporting data mining and the mining model. By knowing the pattern of distribution of coalit will beable to facilitate the distribution and direction of mining blocks. Coal distribution patterns strongly influenced by the formation of coal, coal-forming environmentis also influenced by geological structures that developed in the study area. Abstrak
Pola sebaran batubara sangatlah penting sebagai data pendukung arah penambangan dan model penambangan. Dengan mengetahui pola sebaran batubara maka akan dapat memudahkan dalam pembagian arah dan blok penambangan. Pola sebaran batubara sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan batubara, lingkungan pembentukan batubara juga di pengaruhi oleh struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian. PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya geologi, di tiap – tiap pulau yang ada di Indonesia selalu memiliki kekayaan sumber daya geologi yang dapat di manfaatkan untuk kepentingan umat manusia. Salah satu sumber daya geologi yang dimiliki oleh Indonesia adalah sumber daya batubara.Saat ini batubara telah menjadi komoditas ekonomis yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan keuntungan bagi manusia. Namun dengan keberadaan batubara yang terbatas pada tempat-tempat tertentu menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan eksplorasi terutama di Pulau Sumatera Batubara adalah batuan sedimen organik yang mudah terbakar, berasal dari akumulasi pengendapan bahan tumbuhan dalam kondisi tertutup udara, berwarna coklat sampai hitam, sejak pengendapannya terkena proses kimia dan fisika sehingga menyebabkan pengkayaan karbonnya. Lapisan batubara hadir dengan ketebalan dan arah sebaran yang bervariasi. Faktor utama yang menyebabkan variasi ini adalah kondisi cekungan dan lingkungan pengendapan tempat terbentuknya batubara.
Metode Penelitian
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
Metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan hasil akhir dari penyusunan laporan penelitian dilakukan dengan studi pustaka yaitu mempelajari semua literatur baik yang berasal dari text book, majalah, jurnal maupun laporan proyek yang ada kaitannya dengan penulisan laporan penelitian, serta mencari beberapa permasalahan yang akan mendasari dalam latar belakang dari kasus yang sedang diteliti, kemudian melakukan kegiatan survey lapangan untuk menentukan lokasi pengamatan berdasarkan pemetaan permukaan, pengambilan sampel batuan serta melakukan pendeskripsian secara megaskopis dan mikroskopis batuan, serta didukung juga dengan analisa proximate.
Secara umum metodologi yang digunakan adalah:
Studi pustaka dari para peneliti terdahulu pada daerah telitian.
Melakukan kegiatan survey lapangan dalam menentukan lokasi pengamatan.
Melakukan pengamatan batuan, mengukur kedudukan batuan dan pengambilan sampel serta melakukan pendeskripsian megaskopis batuan.
Pengambilan sampel untuk analisa proximate dan masseral.
Lokasi dan Pencapaian daerah telitian
Lokasi penelitian secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa Sukamerindu dan Wanaraya, Kecamatan Kikim barat, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sedangkan secara Universal Traverse Mercator ( UTM ) berada pada posisi :
1. 298000 mE, 9599300 mN 3. 303900 mE, 9599300 mN 2. 298000 mE, 9607300 mN 4. 303900 mE, 9607300 mN Pencapaian daerah telitian dapat dilakukan dengan kendaraan roda 4 dari Kota Palembang ± 500 km, melewati kota Lahat dan melalui jalan Lintas Sumatera sampai kearah Tebing Tinggi dengan keadaan jalan cukup baik dan mulus beraspal hotmik, ditempuh dalam waktu ± 6 jam, untuk mencapai lokasi daerah telitian bagian utara ke Desa Wanaraya dari jalan lintas Sumatera dapat ditempuh dengan kendaraan roda 4, dilanjutkan dengan kendaraan roda 2 dan berjalan kaki.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (berdasarkan Peta AMS /Army Map Service)
GEOLOGI REGIONAL
Daerah penelitian termasuk ke dalam Sub-Cekungan Palembang Selatan yaitu pada suatu tinggian yang disebut sebagai Musi Flatform. Tinggian Musi ini dibatasi pada bagian timur oleh Depresi Benakat Gulley dan Lematang Trought, bagian barat oleh Volcanics Arc Bukit Barisan, bagian utara oleh Pigi Trought dan pada bagian selatan oleh Saung Naga Graben. Tinggian Musi ini termasuk dalam back arc basin Tersier
Sumatera Selatan
Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan menurut Spyrut (1956 , dalam studi Pulunggono 1986) yang dimodifikasi oleh De Blow, (1969), Coster, (1974) dan Vail, dkk, (1986) dalam studi Sitompul, dkk, 1992), sebagai berikut : Formasi Muara Enim Formasi ini terdiri dari batulempung, serpih, batupasir dan beberapa lapisan batubara. Diendapkan pada lingkungan laut dangkal, transisi hingga darat dengan ketebalan berkisar 450 – 750 m. Umur formasi ini Miosen Akhir hingga Pliosen Awal.
Formasi Kasai Formasi Kasai diendapkan pada fase akhir regresi pada lingkungan fluvial sampai transisi dan terdiri dari tuff, batuapung, batupasir tufaan dan batu- lempung tufaan. Umur dari Formasi Kasai ini adalah Pliosen Akhir hingga Pleistosen.
GEOLOGI DAERAH TELITIAN
Geomorfologi daerah telitian
Berdasarkan aspek-aspek penunjang seperti morfografi (meliputi sungai, dataran, perbukitan, pegunungan), morfometri (meliputi kemiringan dan bentuk lereng, ketinggian dan beda tinggi, pengaliran sungai), morfo-struktur pasif (meliputi jenis batuan dan tanah), morfo-struktur aktif (meliputi struktur-struktur geologi), dan morfo-struktur dinamik (meliputi tingkat pelapukan/erosi berhubungan dengan lingkungan/kehidupan di sekitarnya) dengan diikutsertakan klasifikasi relief menurut Van Zuidam (1983), maka penulis membagi daerah penelitian menjadi dua satuan bentuk asal yang terbagi menjadi dua satuan geomorfik. Dasar pembagian satuan bentuk asal berdasarkan morfometri dan morfogenesanya. Satuan bentuk asal yang dijumpai berdasarkan interpretasi pada peta topografi, yaitu bentuk asal denudasional dan bentuk asal fluvial.Bentuk asal denudasional terbagi perbukitan terkikis dan lembah tererosi, dan bentukan asal fluvial berupa tubuh sungai.
Bentuk lahan daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 (tiga) satuan bentuk lahan, yaitu:
Satuan Bentuk lahan Perbukitan Bergelombang (D1) Satuan ini menempati area seluas 90 % dari seluruh area pemetaan dengan penyebaran terletak ditimur. Penamaan satuan ini berdasarkan morfologi yang ada berupa perbukitan, memiliki slope sebesar 5 – 8 % dengan beda tinggi 5 – 20 m, maka tergolong perbukitan berlereng hampir datar – sedang. Pada peta topografi
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
satuan bentuklahan ini dicirikan oleh kenampakan pola kontur yang cukup renggang.Kenampakan di lapangan satuan bentuklahan ini berupa perbukitan berlereng hampir landai dengan beda tinggi berkisar antara 5 – 10 meter.
Foto 1. Satuan bentuklahanperbukitan bergelombang, sekitar desa Wanaraya
Satuan Bentuk lahan Tubuh Sungai (F2) Satuan ini menempati 10 % dari daerah penelitian. Satuan bentuklahan tubuh sungai ini digenangi oleh air sungai Berau yang berasal dari mata air dan air hujan yang menggenangi sungai ini,daerah di sekitar sungai Berau ini didominasi oleh tanah liat (clay), material yang kedap air. Morfometri satuan ini memiliki relief datar / hampir datar. Beda tinggi 0 – 20 m dengan persen kelerengan antara 0–0,2 % (Zuidam, 1983). Tingkat erosi sedang, merupakan material lepas berukuran kerikil, pasir sampai lempung. Perkembangan bentuklahan ini sangat aktif karena aliran nya sampai saat ini masih menembus zona – zona lemah pada batuan sekitarnya yang menyebabkan sungai tersebut bermeander.
Foto 2. Satuan bentuk lahanTubuh Sungai, lokasi berada di desaSukamerindu
Stratigrafi daerah telitian
Litologi yang didapat berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan antara lainBatulempung, Batulempung tufaaan, Batupasir dan Batubara. Pembagian satuan batuan yang didasarkan pada satuan Litostratigrafi tak resmi dari tua ke muda di daerah telitian, maka daerah telitian dapat dibagi menjadi:
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
1. Satuan Batulempung Tufan Kasai 2. Endapan aluvial
Satuan Batulempung Tufan Kasai Satuan batulempung tufan Kasai, pada daerah telitian menempati sekitar 70 % dari total luas daerah telitian dapat di lihat pada peta geologi daerah telitian yang di buat oleh penulis. Penyebarannya hampir memenuhi daerah telitian dengan arah kemiringan lapisan relatif ke arah barat laut. Ketebalan satuan batuan ini berdasarkan penampang stratigrafi regionalyaitu ±50 – 100 meter,Satuan batulempungtufan Kasai dicirikan oleh dominasi batulempung tufan, konglomerat dan batupasir, berukuran pasir halus - lempung (1/8 - <1/256) di tempat tertentu terdapat clay iron stone, yang mencirikan batuan tersebut pernah tersingkap kepermukaan. Satuan batulempung kasai ini termasuk dalam formasi kasai bagian atas, yang diperkirakan mempunyai umur Pliosenawal sampai dengan Plistosen.
Foto 3. Singkapan batulempung tufan pada LP06 , lokasi desa wanaraya.
arah kamera N260oE
Bagian bawah dari satuan batuan ini terlihat batupasir sedang dengan
struktur sedimen perlapisan dan terdapat clay ironstone. Struktur sedimen silang siur dan keterdapatan clay ironstonememberikan informasi bahwa pada pengendapan satuan batuan ini terdapat peran arus pasang surut yang cukup berpengaruh, dan menginformasikan bahwa pengendapan pernah berhenti dan muncul ke permukaan sehingga bereaksi dengan udara luar membentuk nodul-nodul clay ironstone. Informasi ini menunjukkan sublingkungan pengendapan berupa fluvial - Upper delta plain dengan sublingkungan pengendapan channel.
Endapan Aluvial Terdapat pada sepanjang SungaiPangi yang terletak pada daerah timur hampir memotong daerah telitian sampai ke selatan daerah telitian dan mempunyai ketebalanyang bervariasi tetapi pada umumnya relatif tipis, menumpang secara tidak selaras pada satuan batulempung kasai. Endapan aluvial ini menempati daerah sekitar 10 % dari luas total daerah telitian. Berukuran butir dari krikil sampai lempung, pengendapannya masih berlangsung sampai dengan saat ini sehingga umur dari endapan ini Holosen.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi satuan batulempung tufan Kasai dengan satuan yang ada di atasnya yaitu satuan endapan alluvial memiliki hubungan yang tidak selaras dengan bidang kontak erosional.
Gambar 2. Stratigrafi daerah telitian tanpa skala yang dibuat oleh penulis
Struktur Geologi Daerah Telitian
Secara umum struktur geologi yang terdapat pada daerah telitian berupa kekar gerus (Shear joint) yang terdapat pada batulempung, dengan ciri fisik yang dapat dilihat dilapangan antara lan :
1. Berpasangan 2. Memiliki bidang kekar yang panjang dan memotong tubuh batuan 3. Ruang antara bidang kekar relatif rapat 4. Memiliki permukaan bidang kekar yang relatif halus
Hal ini sebagai akibat tekanan (Compresi) dari gaya yang bekerja sehingga membentuk pola rekahan sistimatis. Kekar yang sistimatis membentuk pola dimana sudut lancip terhadap arah tegasan utama.Berdasarkan pengukuran dilapangan dan analisa data laboratorium kekar gerus dibedakan atas dua zonasi yakni zonasi pertama berada pada tenggara daerah telitian dan didapatkan arah umum Shear Joint N 130
o E/71
o dan N 213
o E/75
o untuk kekar pada LP21 sedangkan zonasi
kedua didapatkan arah umum untuk kekar pada LP19 adalah N 185o E/85
o dan N
275o E/81
o.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
Foto. 4. Struktur kekar pada LP21 , lokasi desa wanaraya. Arah kamera N115oE
Tabel 1.1. Tabulasi data Kekar LP21
No. Strike Dip
1 130 72
2 125 70
3 110 78
4 135 71
5 130 74
6 210 72
7 220 76
8 235 77
9 215 74
10 210 76
Lokasi Arah Umum Kekar Arah Umum Tegasan
LP21 N......
OE/...
O N......
OE/...
O ...
O ,N......
OE ...
O ,N......
OE
N130oE/71
O N213
oE/75
O 79
O ,N088
oE 69
O ,N170
oE
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
Gambar 3. Diagram roset arah umum kekar pada LP 21 (Rickard, 1972)
KARAKTERISTIK BATUBARA DAERAH TELITIAN
Berdasarkan data dari hasil pengamatan langsung singkapan batubara dilapangan terdapat 3 seam dari data dari hasil pemboran uji pada daerah sukamerindu dan wanaraya terdapat 3 seam batubara, total seam batubara yang terdapat pada daerah telitian adalah 6 seam termasuk kedalam multiple seam. Berdasarkan data sekunder dari hasil analisa batubara yang dilakukan oleh pemegang ijin kuasa penambangan, kualitas batubara daerah telitian berkisar antara 4559 – 4667 Cal/gr dengan kadar abu 6,5 – 11 % adb dan total sulfur rata – rata 0,39 – 0,43 % adb serta total moisture rata-rata 56,25 % rar.
Karakteristik Lapisan Batubara Seam A
Karakteristik Lapisan Batubara Seam B
Parameter Keterangan
Warna Hitam Kecoklatan - kusam
Kekerasan Sedang
Pecahan subconcoidal
Gores hitam kecoklatan
Kilap tanah
Roof soil
Floor Batulempung
Bended Bright - Dull Bended ( kusam )
Parameter Keterangan
Warna Hitam Kecoklatan
Kekerasan Sedang
Pecahan subconcoidal
Gores Coklat - hitam kecoklatan
Kilap Tanah - arang
Roof soil
Floor Batulempung
Bended Bright - Dull Bended ( kusam )
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
Karakteristik Lapisan Batubara Seam C
Karakteristik Lapisan Batubara Seam D
Parameter Keterangan
Warna Hitam Kecoklatan
Kekerasan Sedang
Pecahan subconcoidal
Gores hitam kecoklatan
Kilap arang
Roof batulempung
Floor Batulempung
Bended Bright - Dull Bended ( kusam )
Parameter Keterangan
Warna Hitam Kecoklatan - kusam
Kekerasan keras
Pecahan subconcoidal
Gores hitam kecoklatan
Kilap arang
Roof batulpasir
Floor Batulempung
Bended Dull Bended ( kusam )
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
Karakteristik Lapisan Batubara Seam E
Karakteristik Lapisan Batubara Seam F
Ketebalan batubara seamA,seam B, seam C, seam D, seam E, seam F pada daerah penelitian juga dipengaruhi oleh proses-proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. Berdasarkan data pengamatan langsung dilapangan dan data dari hasil pengeboran uji, ketebalan batubara seam A yaitu 0,50 meter,seam B 0,40 meter,seam C 0,50, seam D 0,30 meter, seam E 0,50 meter dan seam F 0,60 meter. Ketebalan Batubara pada daerah telitian kurang dari 1 meter yang disebabkan oleh proses sedimentasi yang berjalan dengan cepat pada saat proses pembentukan batubara berlangsung akan tetapi suplay material pembentukan batubara kurang mendukung sehingga menyebabkan batubara pada daerah telitian termasuk kedalam kategori batubara sangat tipis.
Parameter Keterangan
Warna Hitam Kecoklatan
Kekerasan lunak
Pecahan subconcoidal
Gores hitam kecoklatan
Kilap arang
Roof batulempung
Floor Batulempung
Bended Bright - Dull Bended ( kusam )
Parameter Keterangan
Warna Hitam Kecoklatan
Kekerasan lunak
Pecahan subconcoidal
Gores hitam kecoklatan
Kilap arang
Roof batulempung
Floor Batulempung
Bended Bright - Dull Bended ( kusam )
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
Kemiringan lapisan batubara seamA, seam B, seam C, seam D, seam E dan seam F pada daerah penelitian memiliki arah kemiringan lapisan relatif ke barat dan timur. Besar kemiringan lapisan batubara seam A,seam B,seam C, seam D, seam Edan seam F dari hasil pengukuran kedudukan singkapan di lapangan berkisar antara 8° - 13°. Dari parameter tersebut lapisan batubara seam A, B, C, D, E dan F termasuk lapisan miring landai. Dari data bawah permukaan berupa data cutting dan core serta digabungkan dengan data singkapan dengan metode kontur struktur, maka dapat diketahui sebaran batubara pada daerah telitian yang setempat-setempat serta kemenerusan lapisan batubara di daerah penelitian bersifat tidak menerus hanya ratusan meter saja dan berdasarkan analisa korelasi penampang bor on dip pada titik bor BR 1, BR2 dan BR3 maka di interpretasikan bentuk lapisan batubara daerah telitian berbentuk melensa dan melembar.
Pola Sebaran Batubara Daerah Telitian
Pola Sebaran batubara pada daerah telitian berdasarkan cropline batubara seam A berarah timur laut – barat daya dengan besar nilai kedudukan N240
oE/10
o. s.
Batubara seam B berarah timur laut – selatan dengan besar nilai kedudukan N205
oE/13
o. Batubara seam C berarah timur laut – barat daya dengan besar
kedudukan N235oE/8
o. Batubara seam D beararah timur laut – barata daya dengan
besar kedudukan N225oE/8
o. Batubara seam E berarah timur laut - barat daya
dengan besar kedudukan N230oE/10
o dan batubara seam F berarah timur – barat
daya dengan besar kedudukan N220oE.
Batubara pada daerah telitian tersebar secara setempat – setempat dikarenakan daerah telitian merupakan daerah pasang – surut yang dapat mempengaruhi proses pembentukan batubara itu sendiri. Lingkungan pengendapan daerah telitian merupakan lingkungan Upper delta plain – fluvial dimana arus sangat berpengaruh terhadap proses sedimentasi. Sebaran batubara pada daerah telitian dapat dilihat pada cropline batubara.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian lapangan serta pembahasan sebelumnya, maka pada daerah telitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 bentukan asal dan 2
satuan geomorfik yaitu : a) bentukan asal denudasional yang terdiri dari satuan geomorfik Perbukitan bergelombang (D1) b) bentukan asal fluvial yang terdiri dari satuan geomorfik Tubuuh Sungai (F2). Pola aliran di daerah telitian termasuk pola Subdendritik. Berdasarkan tingkat erosi dan stadia sungai maka daerah telitian termasuk dalam stadia dewasa.
2. Daerah telitian dibangun oleh 2 satuan batuan dari tua ke muda adalah sebagai berikut : a) Satuan Batulempung Tufan Kasai, dan b) Satuan Endapan Alluvial.
3. Daerah telitian termasuk dalam Formasi Kasai, pada Cekungan Sumatera Selatan, terbentuk pada lingkungan pengendapan Uper Delta Plain – Fluvial dengan sub-lingkungan Chanel dan Marsh-swamp yang terbentuk pada Kala Pliosen Akhir – Plistosen Awal.
4. Struktur Geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa struktur kekar / shear joint dengan arah umum Shear Joint N130
oE/71
o dan N213
oE/75
o
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 6, No. 2, Juli 2013
dengan arah umum tegasan utama N170oE/69
o untuk kekar pada LP05
sedangkan arah umum untuk Shear Joint pada LP12 adalah N185oE/85
o dan
N275oE/81
o dengan arah tegasan utama N228
oE/82
o.
5. Pada daerah telitian terdapat 6 seam batubara yang merupakan multiple seam, 3 seam berdasarkan data singkapan yang terdapat dilapangan dan 3 seam berdasarkan hasil pemboran uji. hal tersebut di pengaruhi oleh keadaan pada saat proses pembentukkan batubara yang relatif tidak stabil, dikeranakan daerah telitian merupakan daerah Upper delta plain - fluvial dengan sub-liingkungan pengendapan marsh - swamp.
6. Ketebalan lapisan batubara pada daerah telitian <1 m dengan ketebalan masing – masing seam antara lain :seamA0,3 – 0,5m, seam B 0,5 m, seam C 0,6 m, seam D 0,3 m, seam E 0,5 m dan seam F 0,6 m termasuk kedalam kategori lapisan batubara sangat tipis (Jeremic,1985). Kemenerusan lapisan batubara pada seam A, B, C, D, E dan Fmemanjang ke arah timur laut – barat daya searah dengan jurus lapisan batuan diperkirakan hanya ratusan meter saja.
7. Pola sebaran batubara pada daerah telitian setempat – setempat yang mencerminkan keadaan geologi pada saat pembentukkan batubara dipengaruhi oleh pasang surut permukaan air sehingga tidak memuungkinkan terbentuk nya suatu pola sebaran yang menerus sepanjang arah lapisan pembawa batubara sejauh ribuan meter.
DAFTAR PUSTAKA
Horne, J.C. 1978, Depositional Models in Coal Exploration and Mine Planning in Appalachian Region.AAPG Convention SEPM Houston, Texas.
Jeremic, M.L., 1985, Strata Mechanics in Coal Mining, A.A. Balkema Publs., Netherlands, p.564.
Levey R.A., 1985, Depositional Model for Understanding Geometry of Cretaceous Coal: Major Coal Seam Rock Springs Formation, Green River Basin,Wyoming: AAPG bull., p.1359-1380.
S. Gafoer, T. C Amin and Pardede, 1992, Peta Geologi Lembar Bengkulu, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Thomas Larry, 2005. Coal Geology.John Wiley & Sons, Ltd.
Von Engeln, O. D, 1942, Geomorphology Systematic and Regional. The Macmillan Company – Newyork.