237321045 laporan-thalassemia-7
-
Upload
homeworkping3 -
Category
Economy & Finance
-
view
408 -
download
0
Transcript of 237321045 laporan-thalassemia-7
Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesCase story
A 4 years old boy came to the hospital with complaint of pale and abdominal
distention. He lives in Kayu Agung. He has already been hospitalized three times
before (2007, 2008) in Kayu Agung General Hospital and alwas got blood
transfusion. His younger brother, 3 years old, looks taller than him. His uncle died
when he was 14 years old due to the similar disease like him.
Physical examination
Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw
HR: 92 x/mnt, RR 26x/min, TD: 100/80 mmHg, Temp. 36,8˚C
Heart and lung: within normal limit
Abdomen: hepatic enlargement ¼ x ¼, spleen: schoeffner II
Extremities: pallor palm of hand.
Others: normal
Laboratory
1
Hb: 6 gr/dl, Ret: 2,4 %, leucocyte: 8x109/lt, thrombocyte: 220x109/lt,
diff. count: 0/0/36/48/14/2
Blood film: anisocytosis, poikilocytosis, hypochrome, target cell (+)
MCV: 60 fl, MCH 27,4 pg, MCHC 28 gr/dl, SI within normal limit, TIBC within
normal limit, Serum Ferritin within normal limit.
Questions
1. What do you think about this boy suffered from?
2. What is the most likely diagnosis?
3. What is differential diagnosis of this case?
4. How to manage this patient and his family?
I. Klarifikasi Istilah
1. Pale : Pucat
2. Abdominal disention : Peregangan rongga abdomen
akibat suatu masa, akumulasi
gas dan cairan
3. Blood transfusion : Proses pemindahan darah atau
komponennya dari donor ke
resipien
4. Epicanthus prominent upper-jaw : Lipatan vertical yangmelebar
apda sisi nasal; penonjolan
tulang maksila
5. Schoeffner : Garis khayal yang digunakan
untuk mengukur pembesaran
limpa
6. Pallor of palm of hand : Pucat pada telapak tangan
7. Anisocytosis : Adanya eritrosit dalam bentuk
yang abnormal
2
8. Poikilocytosis : Adanya eritrosit dalam bentuk
yang abnormal
9. Hypochrome : Pewarnaan pada eritrosit yang
lebih pucat dari normal
10. Target cell : Sentral eritrosit nampak lebih
terang
II. Identifikasi Masalah
1. A, 4 tahun, tinggal di Kayu Agung, datang dengan keluhan pucat dan
distensi abdomen.
2. A pernah tiga kali dirawat di RSUD Kayu Agung dan selalu mendapat
transfusi darah.
3. Adik A yang berusia 3 tahun lebih tinggi daripada A.
4. Paman A meninggal pada usia 14 tahun karena penyakit yang sama
dengan A.
5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw
Abdomen: hepatic enlargement ¼ x ¼, spleen: schoeffner II
Extremities: pallor palm of hand.
6. Pada pemeriksaan lab didapatkan:
Hb: 6 gr/dl, Ret: 2,4 %, leucocyte: 8x109/lt, thrombocyte: 220x109/lt, diff.
count: 0/0/36/48/14/2
Blood film: anisocytosis, poikilocytosis, hypochrome, target cell (+)
MCV: 60 fl, MCH 27,4 pg, MCHC 28 gr/dl,
III.Analisis Masalah
1. a. Apa penyebab pucat dan distensi abdomen?
b. Bagaimana mekanisme pucat dan distensi abdomen?
c. Bagaimana hubungan tempat tinggal, usia, dan jenis kelamin dengan
penyakit ini?
2. a. Apa indikasi tranfusi darah?
3
b. Apa saja jenis-jenis transfusi darah?
c. Apa manfaat dan dampak dari tranfusi darah?
3. a. Mengapa adik A memiliki badan yang lebih tinggi?
b. Bagaimana hubungan penyakit ini dengan pertumbuhan tubuh?
4. Bagaimana hubungan penyakit yang diderita A dengan yang diderita
paman A?
5. a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
b. Bagaimana mekanismenya?
c. Bagaimana hubungannya dengan gejala?
6. a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan lab?
b. Bagaimana mekanismenya?
c. Bagaimana hubungannya dengan gejala?
7. Mengapa pasien thalasemia tidak terkena malaria?
8. Apa saja diagnosis banding kasus ini?
9. Bagaimana penegakan diagnosisnya?
10. Apa diagnosis kerja kasus ini?
11. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini?
12. Bagaiaman prognosis kasus ini?
13. Apa komplikasi dari penyakit ini?
14. Bagaimana kompetensi doker umum pada kasus ini?
IV. Hipotesis
A, 4 tahun, mengalami pucat dan distensi abdomen akibat thalasemia.
V. Sintesis
1. Penyebab dan mekanisme pucat
Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin
yang terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi
dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alpha dan rantai globin beta.
Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau
berkurang. Sehingga hemoglobin yang dibentuk berkurang. Selain itu
4
berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa
berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang
menyebabkan sel darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi
hemoglobin dan mudah rusaknya sel darah merah mengakibatkan
penderita menjadi pucat atau anemia atau kadar Hbnya rendah.
2. Penyebab dan mekanisme distensi abdomen
Distensi abdomen terjadi karena adanya penumpukan cairan, udara
atau karena ada massa dan organomegaly pada rongga abdomen. Pada
penderita thalassemia, distensi abdomen terjadi karena pembesaran hati
dan limpa (hepatosplenomegaly).
Pada kasus ini, secara umum dapat dilihat mekanisme oucat
sebagai berikut:
Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di
kromosom 11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai
globin Rantai β tidak terbentuk peningkatan relative rantai α
rantai α berikatan dengan rantai γ membentuk HbF (α2γ2) peningkatan
HbF mengendap di membran (Heinz bodies) RBC mudah
dihancurkan Penurunan jumlah hemoglobin (oksigenasi ke perifer
berkurang) pucat
Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang sudah rusak. Pada
penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan
sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak.
Selain itu tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah
merah lebih banyak.
Pada kasus ini, secara umum dapat dilihat mekanisme distensi
abdomen sebagai berikut:
Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di
kromosom 11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai
globin Rantai β tidak terbentuk peningkatan relative rantai α
5
rantai α berikatan dengan rantai γ membentuk HbF (α2γ2) peningkatan
HbF mengendap di membran (Heinz bodies) RBC mudah
dihancurkan (di hati, limpa, dan sistem retikuloendotelial lain)
peningkatan kerja hati dan limpa hepatosplenomegali distensi
abdomen
3. Hubungan usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal dengan penyakit
Secara umum, tidak ada hubungan antara usia dengan gejala-gejala
yang dialami A, karena si A menderita thalassemia yang merupakan
kelainan yang diturunkan, sehingga kelainan ini sudah terjadi sejak awal
pembuahan.
Jenis kelamin juga tidak memengaruhi kelainan yang di derita,
karena laki-laki dan perempuan mempunyai prevalensi yang sama untuk
menderita kelainan ini.
Tempat tinggal mempunyai pengaruh yang cukup besar pada
kejadian thalassemia. Daerah endemi malaria cenderung memiliki angka
prevalensi thalssemia yang lebih tinggi, karena penderita thalassemia
resisten terhadap infeksi malaria. Di Indonesia sendiri prevalensi
thalassemia cukup tinggi di daerah Sumatera Selatan.
4. Indikasi transfusi darah
Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).
Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah :
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume
dengan cairan.
2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan
plasma subtitute atau larutan albumin.
6
5. Penurunan kadar Hb disertai gangguan hemodinamik
5. Jenis-jenis transfusi darah
a. Darah lengkap (whole blood)
Berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume
plasma dalam waktu yang bersamaan, misal pada perdarahan aktif
dengan kehilangan darah lebih dari 25 -35 % volume darah total.
b. Sel darah merah pekat (packed red cell)
Digunakan untuk meningkatkkan sel darh merah pada pasien yang
menunjukkan gejala anemia, misal pada pasien gagal ginjal dan
keganasan.
c. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell
leucocyte reduced)
Digunakan untuk meningkatkan jumlah RBC pada pasien yang sering
mendapat/tergantung pada transfusi darah dan pada mereka yang
mendapat reaksi transfusi panas dan reaksi alergi yang berulang.
d. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)
Pada orang dewasa komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi
yang berat atau alergi yang berulang.
e. Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell frozen)
Hanya digunakan untuk menyaimpan darah langka.
f. Trombosit pekat (concentrate platelets)
7
Diindikasikan pada kasus perdarahan karena trombositopenia atau
trombositopati congenital/didapat. Juga diindikasikan untuk mereka
selama operasi atau prosedur invasive dengan trombosit < 50.000/Ul
g. Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced)
Digunakan untuk pencegahan terjadinya alloimunisasi terhadap HLA,
terutama pada pasien yang menerima kemotrrapi jangka panjang.
h. Plasma segar beku (fresh frozen plasma)
Dipakai untuk pasien denagn gangguan proses pembekuan pembekuan
bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya
pada defisiensi faktor pembekuan multiple.
6. Manfaat dan dampak dari tranfusi darah
Manfaat transfusi darah:
a. mengganti cairan plasma yang hilang karena perdarahan akut
b. mengatasi anemia
c. mempertahankan kadar Hb tidak turun di bawah 10 gr% pada pasien
thalassemia.
d. meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
e. memperbaiki volume darah tubuh
f. memperbaiki kekebalan
g. memperbaiki masalah pembekuan.
Dampak transfusi darah:
a. Komplikasi dini
1) Reaksi hemolitik
Reaksi ini terjadi karena destruksi sel darah merah yang
inkompatibel. Reaksi hemoliik juga dapat terjadi karena transfusi
eritrosit yang rusak akibat paparan dekstrose 5%, injeksi air ke
sirkulasi, transfuse darah yang lisis, transfuse darah dengan
8
pemanasan berlebihan, transfuse darah beku, transfuse denagn
darah yang terinfeksi, transfuse darah dengan tekanan tinggi.
2) Reaksi alergi terhadap leukosit, trombosit, atau protein
Renjatan anafilaktik terjadi 1 pada 20.000 transfusi. Reaksi
alergi ringan yang menyerupai urtikaria timbul pada 3% transfusi.
Reaksi anafilaktik yang berat terjadi akibat interaksi antara IgA
pada darah donor dengan anti-IgA spesifik pada plasma resipien.
3) Reaksi pirogenik
Peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan oleh antibody
leukosit, antibodi trombosit, atau senyawa pirogen.
4) Kelebihan beban sirkulasi
5) Emboli udara
6) Hiperkalemia
7) Kelainan pembekuan
8) Cedera paru akut yang berhubungan dengan transfusi (transfusion
related acute lung injury, TRALI)
Kondisi ini adalah suatu diagnosis klinik berupa manifestasi
hipoksemia akut dan edema pulmoner, bilateral yang terjadi 6 jam
setelah transfuse. Manifestasi klinis yang ditemui adalah dispnea,
takipnea, demam, takikardi, dan leucopenia akut sementara. Angka
kejadiannya adalah sekitar 1 dari 1.200-25.000 transfusi.
b. Komplikasi lanjut
1) Transmisi penyakit
Virus (Hepatitis A, B, C, HIV, CMV)
Bakteri (Treponema pallidum, Brucella, Salmonella)
Parasit (malaria, toxoplasma, mikrofilaria)
2) Kelebihan timbunan besi akibat transfuse
3) Sensitisasi imun
9
7. Hubungan penyakit dengan hambatan pertumbuhan pasien (mengapa
adik A lebih tinggi dari A)
Hambatan pertumbuhan terjadi akibat:
a. Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga
sumsum tulang merah berkompensasi dengan cara meningkatkan
eritropoiesis. Sumsum tulang merah terdapat di tulang pipih seperti os
maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini mengakibatkan tulang-
tulang tersebut mengalami penonjolan dan pelebaran. Namun,
destruksi dini sel darah merah terus berlanjut sehingga sumsum tulang
putih yang normalnya berfungsi untuk membangun bentuk tubuh dan
pertumbuhan berubah fungsi menjadi sumsum tulang merah yang
menghasilkan eritrosit. Sumsum tulang putih terdapat pada tulang-
tulang panjang seperti os tibia, os fibula, os femur, os radius, dan os
ulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini dari pembangun tubuh
menjadi pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan A.
b. Massa jaringan eritropetik yang membesar tetapi inefektif bisa
menghabiskan nutrient sehingga menyebabkan retardasi pertumbuhan
(Patologi Robbins-Kumar volume 2 hal. 454).
c. Penimbunan besi pada pasien thalassemia dapat merusak organ
endokrin sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan dan gangguan
pubertas.
8. Hubungan penyakit yang diderita A dengan yang diderita paman A
Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan,
yaitu merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan delesi di
kromosom 11 (Thalassemia β) atau 16 (Thalassemia α) sehingga
kemungkinan paman A juga menderita thalasemia.
Gejala pada A cocok dengan gejala thalasemia B mayor yang dapat
mematikan bila tidak ditangani dengan benar (diberikan transfusi darah
secara rutin, atau dilakukan transplantasi sumsum tulang). Dalam kasus
10
thalasemia mayor, kematian terjadi pada dekade kedua atau ketiga,
biasanya akibat gagal jantung kongestif atau aritmia jantung.
Berikut adalah asumsi pedigree pada kasus pasien A ini:
K eterangan pedigree:
Thalassemia”Autosomal Resesif”
Bila, ayah normal-ibu carrier
Persentase F1: 50% normal
50% carrier
Bila, ayah carrier-ibu carrier
Persentase F1: 25% normal
50% carrier
25% thalassemia
Keterangan:
Laki-laki normal
Wanita normal
Laki-laki carier
Wanita Carier
Laki-laki thalasemia
9. Pasien thalassemia resisten terhadap malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
protozoa (genus plasmodium). Malaria tersebar pada daerah tropis dan
11
sub-tropis, termasuk sebagian dari Asia, Afrika, dan Amerika. Penyakit ini
sendiri terdiri dari dua fase, yaitu fase eksoeritrositik dan fase eritrositik.
Sporozoid masuk ke liver kemudian berubah menjadi merozoid
lalu keluar dari hepatosit dan menginfeksi eritrosit dan setelah bereplikasi
di dalam eritrosit, merozoid keluar dan menyebabkan lisisnya eritrosit.
Dari beberapa data riset diketahui bahwa frekuensi gen beta
thalasemia berhubungan dengan tingkat endemik malaria pada suatu
daerah, misalnya pada Papua Nuguini.
Riset oleh Dr. Karen Day, Ph.D dari Universitas Oxford
menunjukkan 68% anak di Papua hidup dengan thalasemia a dan dari hasil
risetnya di Papua, diketahuia bahwa anak dengan thalasemia dapat
mentolerir hilangnya darah secara masif yang diakibatkan oleh malaria
karena mereka mempunyai darah 10-20% lebih banyak daripada anak
tanpa thalasemia. Anak dengan thalasemia mempunyai sel darah merah
dengan ukuran lebih kecil dan hemoglobin yang lebih sedikit, tetapi
dengan jumlah yang lebih banyak.
10. Interpretasi pemeriksaan fisik
Pemeriksaan FisikPemeriksaan Kasus Nilai Normal Interpretasi
Keadaan umum:- Kesadaran
- Anemis
- Morfologi wajah
Compos mentis
+
Wide epicanthus prominent upper-jaw
Compos mentis
-
Normal
Normal
Pucat
Ekspansi massif sumsum tulang wajah
Vital sign:- HR
- RR
- TD
- Temp
92 x/menit
26 x/menit
100/80 mm/Hg
36,8˚C
65-110
20-25
95-110/60-75
36,5-37,5
Normal
Normal
Normal
Normal12
Heart and lung Within normal limit
Normal Normal
Abdomen:- Hepar
- Spleen
Enlargement ¼ x ¼
Schoeffner II
-
-
Hepatomegali
SplenomegaliEkstremitas:- Telapak
tanganPucat Kemerahan Anemia
11. Mekanisme pemeriksaan fisik (hubungan dengan gejala pasien)
Keadaan umum anemis:
defek gen produksi globin terganggu hemoglobin ↓ eritropoiesis
berjalan tidak efektif eritrosit lebih rapuh-usia memendek hemolitik
dari eritosit jumlah eritrosit ↓ suplai ke perifer menurun anemia
Wide epicanthus lipatan vertical pada sisi nasal
yang melebar
Prominent upper jaw penonjolan rahang atas
Mekanismenya:
Anemia hemolitik produksi eritrosit ditingkatkan
tulang wajah, tulang panjang kembali memproduksi sel
darah merah hiperplasia sumsum tulang bentuk
tulang berubah
Hepatic enlargement ¼ x ¼ dan spleen schoeffner II
Mekanismenya:
Eritrosit abnormal membran eritrosit lebih rapuh hemolisis
meningkat hemoglobin bebas yang meningkat diambil oleh hati dan
limpa hepatosplenomegali distensi abdomen
12. Interpretasi pemeriksaan lab
Pemeriksaan Kasus Nilai normal Interpretasi
13
Hemoglobin
WBC
Platelet
MCV
MCH
MCHC
Retikulosit
Darah perifer
6.0 gr/dl
8000/mm3
220.000/mm3
60
27.4
28 %
2.2 %
anysositosis
poikylositosis
hipokrom
target cell (+)
11,7-15,5 g/dl
5000-10.000 µl
150-450x103/µL
80-95 fl
27-33 pg
32-36g/dl
0.5-1,5 %
Normal (-)
Normal (-)
Normokrom
Normal (-)
Thalasemia,chronic
anemia, dll
Normal
Normal
Thalasemia, anemia def.
besi, dll
Normal rendah
Thalasemia, anemia def.
besi, dll
Perdarahan/ proses
hemolitik
Ukuran RBC banyak
variasi
Bentuk RBC banyak
variasi
RBC tampak lebih pucat
RBC daerah sentral lebih
terang
14
Diff. Count
Serum besi
TIBC
Serum ferritin
0/0/36/48/14/2
Normal
Normal
Normal
0/1/4/66/25/4
50-150
250-400
50-300
Neutrofil batang >>
Infeksi bakteri/
keganasan?
Normal
Normal
Normal
Hasil Hb pasien : 6 gr/dl
Interpretasi : ↓
Penurunan Hb terdapat pada penderita anemia, Ca, penyakit ginjal,
pemberian cairan IV berlebihan dan penyakit Hodkins. Dapat juga
diakibatkan karena obat-obatan ; Ab, aspirin, antineoplastik, indometasin,
sulfonamide, primaquin, rifampin dan trimetadin.
Hasil MCV : 60 (fl)
Interpretasi : ↓
Penurunan MCV terdapat pada pasien anemia mikrositik def besi,
keganasan, RA, Talasemia, anemia sel sabit, HbC, keracunan timah dan
radiasi.
Hasil MCHC : 28 (gr/dl)
Interpretasi : ↓
Penurunan MCHC terdapat pada penderita anemia hipokromik dan
talasemia.
Hasil Retikulosit : 2,4 %
Interpretasi : ↑
15
Peningkatan retikulosit terjadi pada anemia hemolitik, sel sabit,
talasemia major, leukemia, eritoblastosis fetalis, Hb C dan D positif,
kehamilan dan kondisi pasca perdarahan akut.
13. Diagnosis banding
Anemia
Defisiensi Besi
Thallasemia -
Mayor
Anemia
Sideroblastik
1. Derajat Anemia Ringan-Berat Berat Ringan-Berat
2. MCV ↓ ↓ N/↓
3. MCH ↓ ↓ N/↓
4. Besi Serum ↓ <30 N/↑ N/↑
5. TIBC ↑ >360 N/↓ N/↓
6. Saturasi
Transferin
↓<15% ↑ >20% ↑ >20%
7. Besi Sumsum
Tulang
(-) (+) (+) dengan ring
sideroblast
8. Protoporfirin
eritrosit
↑ N N
9. Ferritin serum ↓<20 ↑ >50 ↑ >50
10. Apusan darah:
sel target
(-) (+) (-)
14. Penegakan diagnosis
a. Amanmesis
Tanyakan kepada pasien ataupun keluarganya mengenai identitas
pasien, pada kasus didapat seorang anak laki-laki berumur 4 tahun
yang tinggal di Kayu Agung. Perlu ditanyakan juga pekerjaan orang
tua untuk menunjang pengobatan nantinya.
Tanyakan keluhan yang dialaminya, pada kasus mengeluh pucat
dan distensi abdomen. Lalu tanyakan juga riwayat penyakit, pada
16
kasus A pernah dirawat di rumah sakit umum Kayu Agung sebanyak
tiga kali (2007,2008) dan selalu mendapatkan transfusi darah.
Tanyakan juga riwayat keluarga, pada kasus adik A berusia 3 tahun
terlihat lebih tinggi dari A dan paman A meninggal pada usia 14 tahun
karena penyakit yang sama seperti yang dialami A.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukannya anemis (+), wide epicanthus
prominent upper-jaw. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan
pembesaran hati ¼ x ¼, pembesaran limpa: schoeffner II. Pada
ekstremitas : pucat pada telapak tangan. Terdapat juga retardasi
pertumbuhan. Pada kasus-kasus lain terdapat juga murmur jantung
ataupun tanda-tanda gagal jantung dan intolerance terhadap aktivitas
akibat komplikasi dari anemia yang berat. Pada pasien yang kelebihan
besi akan timbul tanda-tanda endokrinipati.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis dari talasemia dapat diketahui dengan melakukan beberapa
pemeriksaan darah, seperti:
FBC (Full Blood Count)
Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa
jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang
ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah
merah.
17
Sediaan Darah Apus
Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop
untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah
putih dan platelet. Selain itu dapat juga dievaluasi bentuk darah,
kepucatan darah, dan maturasi darah. Pada talasemi mayor dapat
dijumpai gambaran anemia mikrositik hipokrom berat dengan
persentase retikulosit tinggi disertai normoblas, sel target dan titik
basofilik.
Iron studies
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek
penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari
pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit
disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia.
Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif
hemoglobin yang ada dalam darah (HbA, HbF, dan HbA2).
18
Analisis DNA
Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada
gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini
merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan
karier pada talasemia.
Pemeriksaan sitogenetik
Merupakan pemeriksaan komposisi kromosom sel, fungsi normal, dan
setiap deviasi dari yang normal. Analisis sitogenetik bisa dilakukan
pada jaringan yang diambil aspirasi dan biopsi sumsum tulang pada
darah tepi jika jumlahnya meningkat, dan pada kelenjar getah bening,
hati, limpa, serta cairan amnion.
Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medulla yang lebar,
korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan
diploe dan pada anak besar kadang-kadang terlihat brush appearance.
Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus
paranasalis.
Pemeriksaan auditorik dan funduskopi secara teratur apabila telah
dilakukan program transfusi darah untuk menghindari terjadinya
komplikasi akibat efek samping obat desferioksamin diantaranya tuli
nada tinggi dan kerusakan retina.
15. Diagnosis kerja
Diagnosis Kerja
Thalassemia β mayor
Definisi thalassemia
19
Talasemia adalah sekelompok heterogen pada kelainan genetik
sintesis hemoglobin, ditandai oleh tiadanya atau berkurangnya sintesis
rantai globin. Pada α-talasemia sintesin rantai α-globin berkurang, sedang
pada -talasemia sintesis rantai globin- tidak ada (dinyatakan sebagai o-
talasemia) ataupun nyata berkurang (+-talasemi).
Talasemia bersifat diturunkan sebagai keadaan autosom
kodominan. Bentuk heterozigot (talasemia minor atau ciri berbakat
talasemia) dapat asimptomatik atau bergejala ringan. Bentuk homozigot
yang disebut talasemia mayor, disertai anemia hemolisis yang parah. Gen
yang mengalami mutasi khususnya terdapat di antara penduduk Timur
Tengah, Afrika dan Asia.
(Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar – Jakarta :EGC, 1995)
Epidemiologi
Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%. Diperkirakan
lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia
Di Indonesia berdasarkan parameter hematologi, frekuensi pembawa
sifat thalassemia β di Sumatera Selatan sekitar 8%.
Klasifikasi thalasemia secara klinis dan genetis
Tatanama Klinis Genotipe Penyakit Genetika Molekular
Talasemia β
Talasemia mayor Talasemia β0
homozigot (β0 /β0);
talasemia β+
homozigot (β+ /β+)
Parah, memerlukan
transfusi darah
secara berkala
Delesi gen yang jarang
pada β0 /β0
Defek pada pemrosesan
transkripsi atau translasi
mRNA β-globin
20
Talasemia minor β0 /β
β+ /β
Asimtomatik
dengan anemia
ringan atau tanpa
anemia; ditemukan
kelainan SDM
Talasemia α
Sillent carrier -α/αα Asimtomatik: tidak
tampak kelainan
SDM
Terutama delesi gen
Sifat talasemia α -α/αα (Asia);
-α/-α (Afrika kulit
hitam)
Asimtomatik;
seperti talasemia
minor
Penyakit HbH --/-α Anemia berat,
tetramer β-globin
(HbH) terbentuk di
SDM
Hidrops fetalis --/-- Letal in utero
Patogenesis
Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai α dan dua rantai .
Ditandai oleh dua gen globin yang bertempat pada masing-masing dari
dua kromosom nomor 11. Dan, dua pasang gen α-globin yang fungsional
berada pada setiap kromosom nomor 16. Struktur dasar gen α-globin dan
, begitu juga langkah-langkah yang terlibat dalam biosintesis rantai
globin adalah sama. Setiap gen globin memiliki tiga rangkaian
pengkodean (ekson) yang diganggu oleh dua rangkaina peratara (intron).
Pengapitan sisi 5’ gen globin merupakan serentetan “rangkaian promoter”
21
yang tidak dapat diterjemahkan, yang diperlukan untuk inisiasi sintesis
mRNA -globin.
Seperti pada semua gen eukariotik, biosintesis rantai globin mulai
dengan transkripsi gen globin di dalam nucleus. Transkripsi mRNA awal
mengandung suatu salinan seluruh gen, termasuk semua ekson dan intron.
Precursor mRNA yang besar ini mengalami beberapa modifikasi
pascatranskripsi (proses) sebelum diubah menjadi mRNA sitoplasma
dewasa yang siap untuk translasi yaitu penyambungan dua intron dan
mengikat kembali ekson. mRNa dewasa yang terbentuk meninggalkan
nucleus dan menjadi terkait ribosom pada tempat translasi berlaku. Jalur
ekspresi gen α-globin sangat serupa. (Buku Ajar Patologi II, Robbins &
Kumar – Jakarta :EGC, 1995)
Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang
mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau
lebih rantai globin (Weatherall and Clegg, 1981). Abnormalitas dapat
terjadi pada setiap gen yang menyandi sintesis rantai polipeptid globin,
tetapi yang mempunyai arti klinis hanya gen-β dan gen-α. Karena ada 2
pasang gen-α, maka dalam pewarisannya akan terjadi kombinasi gen yang
sangat bervariasi. Bila terdapat kelainan pada keempat gen-α maka akan
timbul manifestasi klinis dan masalah. Adanya kelainan gen-α lebih
kompleks dibandingan dengan kelainan gen-β yang hanya terdapat satu
pasang. Gangguan pada sintesis rantai-α dikenal dengan penyakit
thalassemia-α, sedangkan gangguan pada sintesis rantai-β disebut
thalassemia-β. Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-alfa dan beta
dapat terjadi, sebagai berikut:
1. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada
kasus ini tidak terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat
dilakukan dengan analisis molekular menggunakan RFLP atau
sekuensing.
22
2. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen-α atau thalassemia-α minor atau
carrier thalassemia-α menyebabkan kelainan hematologis.
3. Bila terjadi kerusakan 3 gen-α yaitu pada penyakit HbH secara klinis
termasuk thalassemia intermedia.
4. Pada Hb-Bart’s hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen
globin-alfa dan bayi terlahir sebagai Hb-Bart’s hydrop fetalis akan
mengalami oedema dan asites karena penumpukan cairan dalam
jaringan fetus akibat anemia berat.
5. Pada thalassemia-β mayor bentuk homozigot (β0) dan thalassemia-β
minor (β+) bentuk heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis
yang berat.
Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin-α ataupun-β jika terjadi
pada satu atau dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang serius hanya
sebatas pengemban sifat (trait atau carrier). Thalassemia trait disebut uga
thalassemia minor tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti sama
alnya seperti orang normal kalaupun ada hanya berupa anemia ringan.
Kadar Hb normal aki-laki: 13,5 – 17,5 g/dl dan pada wanita: 12 – 14 g/dl.
Namun emikian nilai indeks hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH
berada di bawah ilai rentang normal. Rentang normal MCV: 80 – 100 g/dl,
MCH: 27 – 34 g/dl.
Patogenesis Thalasemia Mayor
23
NORMAL
Hb A (α22)
- TALASEMIA
Kumpulan globin α yang tidak larut mengendap di
eritrositEritoblast dalam sum-sum tulangRBC normal
Selaput eritrosit jadi mudah rusak, kelenturan ↓ & eritrosit peka thd fagositosis RES
Sintesin globin berkurang / tidak ada
Anemia
Distensi Abdomen
LIEN
Kerusakan eritrosit abnormal (hemolisis)
Eritropoiesis tidak efektif
Absorpsi Fe dalam usus ↑
Kelimpahan zat besi sistemik (hemokromatosis sekunder)
Produksi EPO
Transfusi darah
Anoksi jaringan
Pengembangan sumsum / hiperaktifitas sumsum tulang
Deformitas tulang
Facies talasemia dan penipisan korteks di banyak tulang
Hemopoeiesis ekstramedula
Hepatomegali Splenomegali
Pucat
Berdasarkan patogenesis -talasemi di atas, dasar molekul α-
talasemi sangat berbeda. α-talasemi disebabkan oleh penghapusan lokus
gen α-globin. Karena ada empat gen α-globin yang berfungsi, maka
terdapat empat kemungkinan keparahan α-talasemi berdasarkan hilangnya
satu sampai keempat gen α-globin pada kromosom-kromosom tersebut.
Hilangnya suatu gen α-globin tunggal berkaitan dengan status pembawa
penyakit tersembunyi, sedangkan hilangnya keempat gen α-globin
berkaitan dengan kematian janin dalam uterus, karena tidak ada daya
24
dukung oksigen. Dasar hemolisis sama dengan yang terdapat pada -
talasemi. Dengan hilangnya tiga gen -globin relative berlebihan, yang
membentuk tetramer tak larut dalam sel darah merah, sehingga sel peka
terhadap fagositosi dan kerusakan.
(Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar – Jakarta :EGC, 1995)
Skema Penurunan Gen Thalassemia Menurut Hukum Mendel
Thalassemia melibatkan dua gen (kromosom 11) didalam membuat beta
globin yang merupakan bagian dari hemoglobin, masing-masing satu dari
setiap orangtua. Beta thalassemia terjadi ketika satu atau kedua gen
mengalami variasi.
Jika salah satu gen dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan
menderita anemia ringan. Kondisi ini disebut thallasemia trait/beta
thalassemia minor,
25
Jika kedua gen dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia
sedang (thalassemia beta intermedia atau anemia Cooley’s yang
ringan) atau anemia yang berat ( beta thalassemia utama, atau
anemia Cooley’s).
Anemia Cooley’s, atau beta thalassemia mayor jarang terjadi. Suatu
survei tahun 1993 ditemukan 518 pasien anemia Cooley’s di
Amerika Serikat. Kebanyakan dari mereka mempunyai bentuk berat
dari penyakit, tetapi mungkin kebanyakan dari mereka tidak
terdiagnosis .
Faktor risiko
Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
Anak dengan salah satu/kedua orang tua thalasemia minor
Anak dengan salah satu orang tua thalasemia
Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama
Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry
(Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika
Pendaratan.
Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang
India, Cina, atau orang Philipina.
Manifestasi klinis
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot)
yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa
hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut
membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas
mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak
tertarik, maloklusi gigi.
Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan.
Pembesaran limpa dan hati terjadi karena destruksi eritrosit yang
berlebihan, hemopoesis ekstramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan
26
besi. Limpa yang besar meningkatkan kebutuhan darah dengan
meningkatkan volume plasma dan meningkatkan destruksi eritrosit dan
cadangan eritrosit.
Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hyperplasia sumsum tulang
yang hebat yang menyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan
korteks di banyak tulang dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur
dan penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran rambut berdiri (hair-on-
end) pada foto roentgen.
Penumpukan besi akibat transfuse darah menyebabkan kerusakan
organ endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang terlambat
atau tidak terjadi), miokardium.
Infeksi dapat terjadi. Anak yang melakukan transfusi darah rentan
terhadap infeksi bakteri.
16. Penatalaksanaan
a. Transfusi darah teratur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan
Hb di atas 10 gr/dl tiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit
tiap 4-6 minggu. Darah segar, yang telah disaring untuk memisahkan
leukosist, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan
reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada
permulaan program transfuse untuk mengantisipasi bila timbul
antibody eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan.
b. Asam folat diberikan secara teratur (misal 5 mg/hari) jika asupan diet
buruk
c. Terapi khelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.
Desferioksamin dapat diberikan melalui kantung infus terpisah
sebanyak 1-2 g untuk tiap unit darah yang ditransfusikan dan melalui
infus subkutan 20-40 mg/kg dalam 8-12 jam, 5-7 hari seminggu. Hal
ini dilaksanakan pada bayi setelah pemberian transfusi 10-15 unit
darah.
27
d. Vitamin C (200 mg perhari) meningkatkan eksresi besi yang
disebabkan oleh desferioksamin.
e. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
f. Splenektomi mungkin perlu untuk mengurangi kebutuhan darah.
Splenektomi harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena
tingginya resiko infeksi pasca splenektomi.
g. Transplantasi sum-sum tulang alogenik memberi prospek kesembuhan
permanent. Tingkat kesuksesan adalah lebih dari 80% pada pasien
muda yang mendapat khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis
hati atau hepatomegali.
h. Terapi endokrin
i. Imunisasi hepatitis B
j. Koenzim Q10 dan Talasemia
Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di
dalam tubuh akibat talasemia, menyebabkan timbulnya aktifasi
oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal bebas
ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan
organel sel, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan
kematian sel. Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam
tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar pituitari. Oleh sebab
itu penggunaan antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat
diperlukan pada keadaan talasemia.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Siriraj Hospital, Universitas
Mahidol , Bangkok, Thailand, ditemukan bahwa kadar koenzim Q 10
pada penderita talasemia sangat rendah. Pemberian suplemen koenzim
Q 10 pada penderita talasemia terbukti secara signifikan mampu
menurunkan radikal bebas pada penderita talasemia. Oleh sebab itu
pemberian koenzim Q 10 dapat berguna sebagai terapi ajuvan pada
penderita talasemia untuk meningkatkan kualitas hidup.
k. Terapi genetik (masih dalam penelitian)
28
17. Prognosis
Dubia
18. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi
darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh
seperti hepar, limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut. Limpa yang besar mudah
rupture akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang thalasemia disertai
oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)
Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart
failure and arrhythmias.
Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.
Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.
Komplikasi hematologic, contoh VTE.
Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.
Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.
Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan
kehamilan.
19. Pencegahan dan edukasi
Pencegahan primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk
mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)
29
menghasilkan keturunan: 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier
(heterozigot) dan 25 normal.
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri
dengan Thalasemia heterozigot salah satunya adalah dengan inseminasi
buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia
trait. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion
merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus
homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus
provokotus (Soeparman dkk, 1996).
Edukasi
- Sampaikan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisinya sekarang.
- Beri saran agar sebelum melakukan pernikahan, cek pasangan untuk
kemungkinan thalasemia.
- Hindari pemakaian obat pencetus hemolitik seperti fenasetin,
klorpromazin (tranquilizer), penisilin, kina, dan sulfonamid.
- Makan-makanan bernutrisi khususnya asupan B12 dan folic acid.
20. Kompetensi doker umum
Mendiagnosis, memberi terapi inisiasi hingga transfusi (bila berada pada
daerah perifer) dan merujuk pada dokter yang lebih ahli, misalnya untuk
tindakan bedah.
Daftar Pustaka
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC: Jakarta.
30
Hoffbrand, A. V. , J.E. Pettit, P. A. H. Moss. Kapita Selekta Hematologi. 2005.
Jakarta: EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2005.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
\
Ilmu Penyakit dalam Jakarta: Penerbit Buku Univertas Indonesia
Jones, C.Hughes dkk. Catatan Kuliah Hematologi Edisi 5. EGC: Jakarta.
Robbins, Kumar Cotran. Buku Ajar Patologi Vol.2. 2005. Jakarta: EGC
Sutedjo, AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalaui Hasil Pemeriksaan Lab.
Wahab, A. Samik (editor). IKA Nelson Vol. 2 Ed. 15. 1999. Jakarta: EGC
31