Rizki Rahmadania Putri

Remedy every heart will find its way to be healed

nulisbuku.com

2

But perhaps you hate a thing and it is good for you;

and perhaps you love a thing and it is bad for you.

And Allah Knows, while you know not.

(Al-Baqarah:216)

3

Penulis: Rizki Rahmadania Putri Copyright ⓒ 2020 by Rizki Rahmadania Putri

Penerbit

nulisbuku.com

Supervisor Dr. Sri Ulya Suskarwati, SE, M.Si

Editor

Shinta Putri

Desain Sampul Nuzula Fildzah

Ilustrator Karakter & Isi

Adella Razak Rafira

Penyusun Playlist Syifa Bintang Maharani & Rizki Rahmadania Putri

Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com

4

Daftar Isi Daftar isi ............................................................ 5

Tipluk Bilang Makasih ............................... 7

Tentang Karya Nonskripsi ................................ 9

Playlist Remedy .............................................. 10

Mereka yang Terlibat ...................................... 11

Prolog ............................................................. 12

Satu ................................................................ 18

Dua ................................................................. 30

Tiga ................................................................. 46

Empat ............................................................. 60

Lima ................................................................ 72

Enam .............................................................. 84

Tujuh ............................................................... 95

Delapan ........................................................ 112

Sembilan ....................................................... 123

Sepuluh ........................................................ 145

Sebelas ......................................................... 155

Dua belas ..................................................... 175

Tiga Belas ..................................................... 185

Empat Belas ................................................. 203

5

Lima Belas .................................................... 216

Enam Belas .................................................. 226

Tujuh Belas ................................................... 241

Epilog ............................................................ 246

Tentang Penulis ............................................ 250

6

Tipluk Bilang Makasih..… Teringat beberapa tahun yang lalu jika bicara tentang menulis skripsi pasti sekujur tubuh langsung gemetar sendiri. Banyak ketakutan melanda karena mendengar cerita simpang siur yang ada. Alhamdulillah akhirnya memberanikan diri untuk mengambil projek nonskripsi individu dengan membuat novel Remedy sebagai syarat kelulusan dari LSPR Jakarta. Ternyata nulis skripsi itu seru selama kamu suka sama topiknya hihihi.

Novel ini benar-benar merubah pandanganku sebagai penulis terhadap fenomena self-harm yang terjadi di sekitar kita. Terima kasih banyak kepada keluarga, Mam Sri Ulya (selaku dosen pembimbing paling baik dan sabar sedunia, I love you Mam!!), seluruh narasumber pra-riset dan uji apresiasi, sederet tim #RemedyByTipluk yang membantu pembuatan buku ini hingga promosi, Trifena, Tari, Aulia, Mayke, Lina, Yohana, Geng Kesayangan, tim Harmoni & Infinity, Natalya, Sir Arif, Sir Joe dan juga kamu yang sedang membaca buku ini. Semoga niat baik dariku untuk menggambarkan proses self-improvement

7

pada pelaku self-harm bisa tersampaikan dengan baik.

Buku ini aku tulis untuk mengerti apa yang selama ini aku dengar namun tidak dapat benar-benar dapat aku pahami maksudnya. Tentang harapan setiap orang yang sudah terlalu lelah untuk tidak didengarkan suaranya. Tentang hati yang tidak pernah memilih untuk terjebak alam situasi yang memilukan namun tidak bisa pergi.

Sejatinya aku ingin kamu yang membaca tahu bahwa kalau kamu merasa terluka cobalah melihat keluar sana. Jangan takut, kamu tidak sendirian melalui semua itu. Tetap berpikir positif untuk apapun itu. Dunia ini adalah serangkaian cerita yang darinya kita pilih dan dengan demikian akan menciptakan kembali kehidupan kita. Maka dari itu teruslah berpikir yang baik supaya kebaikan juga kembali kepadamu.

Kalau hari ini hatimu sakit, jangan menyerah ya. Semua hati pasti menemukan caranya sendiri untuk bisa kembali sembuh seperti sediakala.

Love,

Tipluk

8

Tentang Karya Nonskripsi

Sebagai komunikasi massa, novel dapat menyampaikan pesan serta informasi dengan menawarkan sebuah dunia yang berisi kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur. Aku melihat novel merupakan salah satu media yang baik untuk menginformasikan kepada khalayak luas mengenai self-improvement pada millennials yang merupakan pelaku self-harm. Hal ini didasari oleh opini masyarakat yang masih melihat self-harm sebagai sesuatu yang tabu.

Melalui nonskripsi berjudul “Penulisan Novel “Remedy” Mengenai Self-Improvement pada Millennials”, aku ingin menulis novel yang menunjukkan bahwa pelaku self-harm dapat disembuhkan melalui self-improvement. Alur cerita pada novel ini berlatar belakang di Jakarta pada akhir 2019 hingga awal 2020. Novel ini disusun dengan mengacu pada Paradigma Naratif dan Konsep Komunikasi Intrapersonal. Seluruh isi dalam novel ini digarap melalui penelitian dengan narasumber ahli dan juga pelaku self-harm.

9

prolog “Buka pintunya, atau Ibu dobrak sampai kamu nggak punya pintu!” Suara wanita itu menggelegar seperti petir di kala badai. Gadis itu meringkuk ketakutan, di tempat tidurnya, tepat di sudut dekat jendela. Kedua tangannya gemetar diiringi tangisnya yang tak lekas berhenti meski kini tak bersuara. “Brengsek kamu, Aji! Lihat tuh anak kamu, nggak tahu diri. Nggak punya sopan santun! Bisanya minta duit aja!” Seru wanita itu lagi dengan suaranya yang agak bergetar. Beberapa saat dari situ suara pecahan kaca terdengar dari balik pintu. Gadis itu reflek ingin berteriak. Sudah dibukanya lebar-lebar bibir mungil yang sedari tadi digigit oleh giginya sendiri. Namun sial, tidak ada suara yang keluar. Bahkan di saat seperti ini suaranya sendiri tak lagi bisa bereaksi terhadap sakit dan muaknya ia berada di keadaan seperti ini. Seiring dengan pecahan kaca itu jatuh ke lantai, suara teriakan wanita itu pun semakin keras terdengar. Namun kali ini ada dua laki-laki

10

yang saling menyauti, saling menyalahkan, tak ada yang mau menenangkan. “Bisa-bisanya kamu bilang anak sialan itu anakku? Jadi kalau dia jelek, baru dia anakku? Kalau dia berprestasi, baru dia anakmu? Dasar istri tidak tahu terima kasih!” Bentak seorang laki-laki dengan emosi yang ditekankan di setiap katanya. Wanita itu berteriak saat suara tamparan terdengar jelas dari dalam kamar. “Bapak sama Ibu sama-sama brengsek! Menelantarkan kami dan hanya peduli sama omongan orang tentang keluarga ini! Tukang selingkuh! Tukang komplain! Cerai sajalah, saya nggak peduli!” Seru seorang laki-laki lain ikut menyauti pertengkaran bapak dan ibunya. Kegaduhan di luar kamar semakin ricuh dan tak kunjung usai. Gadis dipojokkan tadi mulai meraung-raung dalam hatinya. Kenapa ricuh itu tidak jadi sorak sorai kegembiraan saja? Kenapa semakin dewasa, ia malah harus mendengarkan segala kata yang membuatnya merasa seperti di ambang malapetaka? Dadanya kini sesak bukan main. Bukan karena asmanya yang tiba-tiba kambuh, atau alergi pada debu yang mengenai tubuh. Ia tidak bisa bernafas dengan baik hingga pikiran itu kembali muncul.

11

Mungkin aku akan mati. Tapi suara lain di kepalanya berujar

mengingatkan sesuatu; dia tidak boleh mati konyol. Meski bila bicara tentang mati, sebenarnya seluruh bagian dari tubuhnya sudah mati fungsi. Dia bagai mayat hidup yang masih berjalan namun bukan karena kemauannya dan masih beraktivitas seperti manusia biasa karena dipaksa begitu. Lingkungan memaksanya terlihat baik-baik saja, padahal di dalam dirinya hancur berantakan. Kini matanya menerawang jauh. Rasanya semuanya kosong. Benar-benar kosong. Seakan pandangan matanya tak lagi bisa mencerna apa yang ia lihat –atau mungkin ini akibat otaknya yang tak lagi bekerja karena telinganya terlalu kebisingan mendengar teriakan dari luar sana. Lidahnya terasa kelu, suaranya tak mau keluar. Ia mencoba meyakinkan diri bahwa situasi ini bukan kali pertama, ada banyak hari-hari lain yang lebih menyeramkan daripada ini. Aku pasti bisa baik-baik saja, katanya dalam hati. Namun semakin ia mengulang kata “baik-baik saja”, semakin ia kehilangan makna dari semua itu. Kala kata positif tak lagi bisa menyelamatkan nalar dan rasa seseorang pada sesuatu, apakah ada hal baik di dunia yang bisa menyelamatkan orang itu?

12

Dirinya beranjak dari tempat tidur dan berjalan di antara barang yang berserakan di lantai kamarnya. Berantakan. Sama persis berantakan seperti keadaan hatinya sekarang. Ia kemudian menoleh ke meja kecil yang ada di dekat tempat tidur. Penggaris. Ia melihat penggaris. Sejak kapan ada penggaris di sana?

Meski gemetaran, tangannya berusaha meraih penggaris itu lalu menempatkannya di atas lengan sebelah kiri. Setelah berhasil, ia pun menjatuhkan dirinya ke lantai sambil bergerak menggesek-gesekkan penggaris itu beberapa kali ke lengannya.

Gadis itu berharap supaya setidaknya kulitnya merasakan sesuatu lagi. Nihil, tidak ada rasa apa-apa. Sakit di dalam dirinya terlalu dalam untuk sekedar penggaris yang menggores kulit tangannya. Lalu pandangannya berlari kepada gantungan kunci yang ia pajang di jendela. Ia menggenggamnya sekuat tenaga hingga berbekas di telapak tangannya.

Sakit… Sedikit sakit... Tapi tidak membuatnya lega.

Ia menghela napas panjang saat pikiran itu kembali muncul. Namun apalagi pilihannya selain melakukan itu? Daripada dirinya semakin

13

merasa kosong dan hampa. Daripada hatinya semakin merasa marah tetapi tidak berdaya untuk mengungkapkan apa-apa. Ini lebih baik, bukan? Ia membenarkan hal itu –itu bukan dosa. Ia hanya mencoba menyelamatkan dirinya. Tanpa pikir panjang ia bangkit dan membuka laci yang berada di sampingnya. Sebuah cutter berwarna hitam dan kuning terletak rapih di dalamnya. Cutter itu biasanya ia pakai untuk keperluan seni budaya semasa SMA. Mata pelajaran dengan nilai paling tinggi yang pernah ia miliki. Alasan kenapa Ibu bisa tersenyum karena setidaknya ada sedikit yang bisa dibanggakan kepada ibu-ibu lain dan alasan untuk bicara pada Bapak supaya beliau mau tersenyum padanya. Siapa tahu kali ini cutter itu kembali memberikannya peruntungan.

Maka dari itu, ia meraih cutter itu lalu menyayat tangan kirinya. Berkali-kali hingga ia yang sedari tadi kesulitan bernafas bisa mulai menghirup oksigen dengan teratur. Satu... Dua... Tiga... Sayatan itu membuat darah segar mengalir dari tangannya dan menetes di atas tempat tidurnya.

Ia menghela napas lega begitu dalam. Tangannya tidak lagi gemetar serta senyuman tulus terlihat merekah di wajahnya. Sekali lagi ia

14

berhasil menyelamatkan dirinya di tengah-tengah perasaan kalut dan hampa ini. Ia bisa merasakan sesuatu yang lebih nyata daripada sakit yang bercamuk di kepala dan hatinya.

Ia tersenyum lebar. Ia masih hidup. Ia selamat lagi. Ia tidak jadi mati.

15

Tentang Penulis

Rizki Rahmadania Putri atau yang akrab disapa Titi ini merupakan seorang Capricorn tulen kelahiran 5 Januari 1998. Ia sudah aktif menulis sejak tahun 2010 di blog dan merilis 5 buku self-publishing. Kini ia sedang mengambil gelar Master untuk jurusan Social Media and Mass Management di LSPR Jakarta sembari fokus fangirling Eric Nam dan nonton Drama Korea. Pada Maret 2020 ia merilis podcast pertamanya berjudul Everything I Never Told You yang bisa didengarkan di Spotify dan Anchor.

Temukan dirinya di: Website: www.tipluk.com

Instagram & Twitter: @rizkirahmadania