1

download 1

of 23

Transcript of 1

Studi Fenomenologis Terhadap Pelaksanaan Pengendalian Akuntansi Sektor Publik pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah kota Pusako di Provinsi Jambi dalam Pemahaman Functionalism Structural Parsons Yudi Universitas Jambi Eko Ganis Sukoharsono Universitas Brawijaya Didied P. Affandy Universitas Brawijaya AbstractThis research was aimed to ascertain profoundly about implementation for controlling public sector accounting applied on one of Work Unity for Local Financial Management (WULFM) Pusako city at Jambi Province and to analyze and interpret effectively controlling for public sector accounting at Pusako city. This condition is starting from power abuse of local government apparatus that causes the losing of local government asset and people asset. By using interpretative approach and the phenomenology method, then the qualitative approach for symptom and/or reality investigated by observation and description to know what really exist is. However, the frame of its analysis uses functionalism structural Parson Theory. The object of research is one of work unity on local financial management Pusako City at Jambi Province. The result research described the causal reality implementation for controlling accounting is not running effectively, because internal controlling environment as fundamental to perform controlling public sector is not establishing yet strongly. Functionalism structural Parsons Theory expresses that all environment factor of internal controlling cant establish by it self, interdependence and related one and another to deal with every changing.

Keywords: Controlling Accounting, Internal Controlling Environment, Structural Functionalism, Phenomenology. Pendahuluan Aktivitas pengendalian intern terutama pengendalian akuntansi menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjadikan organisasi sektor publik lebih profesional dalam mengelola keuangan negara. Untuk mengetahui upaya pengendalian akuntansi yang salah satunya untuk menjaga kekayaan negara, perlu dilakukan

penelitian secara empiris yang bertujuan menemukan aktivitas pengendalian akuntansi sebagai upaya mencegah timbulnya kerugian bagi negara dan rakyat. Dari hasil audit laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2006 yang dilakukan BPK menunjukkan opini wajar tanpa pengecualian untuk 3 LKPD (1%), opini wajar dengan pengecualian untuk 326 LKPD (71,02%), opini tidak wajar untuk 28 LKPD (6,10%), dan tidak memberikan opini untuk 102 LKPD (22,22%) (Sukirman, 2008). Salah satu penyebab dikeluarkan opini disclaimer oleh BPK adalah lemahnya sistem pengendalian pemerintah. Ketua BPK, Anwar Nasution, mengatakan pihaknya dalam pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) masih menemukan berbagai kelemahan yang cukup signifikan pada desain dan implementasi sistem pengendalian intern. Kelemahan sistem pengendalian intern tersebut dapat berakibat negatif terhadap kemampuan pemerintah dalam mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN (Depkominfo, 2006). Berdasarkan temuan BPK yang disampaikan oleh Kepala BPK Hadi Priyanto saat rapat paripurna istimewa DPRD DKI Jakarta dengan agenda penyerahan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun anggaran 2006 terdapat 12 temuan kelemahan dalam pengendalian intern atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta. Dari temuan terdapat indikasi kerugian daerah sebesar Rp. 9.106.958.696,58, kekurangan penerimaan negara sebesar Rp. 12.340.465.848,65 dan kekurangan penerimaan penerimaan daerah sebesar Rp. 277.720.030,33 (Redaksi Berita Jakarta, 2006)

2

Menanggapi temuan BPK, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, rekening-rekening itu telah ditutup dan digunakan sebagai sumber pembiayaan APBN 2006 sebesar Rp. 5,5 trilyun. Laporan keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2006, 2005, dan 2004 yang dinyatakan disclaimer atau tidak memberi pendapat oleh BPK, menurut Mulyani, disebabkan masih adanya kelemahan pengendalian internal di instansi-instansi pemerintah (Redaksi Suara Merdeka, 2007). Beberapa fenomena di atas menunjukkan adanya kelemahan dalam menjaga dan melindungi asset negara sehingga semakin menguatkan tuntutan pelaksanaan akuntabilitas. Peneliti memandang implementasi pengendalian akuntansi sektor publik yang diterapkan pada salah satu Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) di provinsi Jambi merupakan suatu realitas sosial yang disusun dengan adanya interaksi sosial antara berbagai pihak. Oleh karena itu, pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi pemahaman atas implementasi pengendalian akuntansi sektor publik yang diterapkan di kota Pusako, khususnya yang berkaitan dengan efektifitas pengendalian akuntansi sektor publik. Tinjauan Teori Untuk Menemukan Implementasi Pengendalian Intenal Organisasi Sektor Publik Di Pemerintah Daerah Dengan diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia berikut

desentralisasi anggarannya, maka meningkat pula kebutuhan sistem pengendalian akuntansi. Tujuan informasi akuntansi untuk pemakainya adalah meningkatkan penilaian dan keputusan dengan lebih baik (Martin, 1994). Sistem akuntansi merupakan bagian yang sangat penting dalam spektrum mekanisme pengendalian keseluruhan yang digunakan untuk memotivasi, mengukur, dan memberi sanksi

3

tindakan-tindakan manajer dan karyawan dari suatu organisasi (Macintosh, 1994). Sistem akuntansi yang efektif merupakan prasyarat bagi kinerja yang lebih baik (Darma, 2004). Hal tersebut menggambarkan bahwa semakin banyak penggunaan sistem pengendalian akuntansi akan menyebabkan peningkatan kinerja organisasi dengan mendorong pengambilan keputusan dan pengendalian aktifitas keuangan oleh para manajer secara lebih baik Dari beberapa hasil penelitian, sistem pengendalian yang digunakan oleh suatu organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kinerja organisasi tersebut (Gul, 1991; Gul dan Chia, 1994; Syafrudin, 2001) tetapi terdapat faktor kontekstual dalam hubungan tersebut. Hasil penelitian Simons (1997) menunjukkan penggunaan sistem pengendalian akuntansi memiliki karakteristik yang berbeda antara perusahaan yang menerapkan strategi defender dengan prospector. Sistem pengendalian akuntansi berpengaruh positif atau signifikan terhadap kinerja pada organisasi pemerintah (Miah dan Mia, 1996; Andriani, 2001). Menurut Bastian (2006a;450), Pengendalian akuntansi, merupakan bagian dari sistem pengendalian internal, meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi serta mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Menurut Bodnar dan Hopwood (2006;129) yang menjadi pondasi dari pengendalian internal ini adalah lingkungan pengendalian yang menyediakan disiplin dan struktur komponen proses pengendalian internal. Aktivitas Pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan (Boynton

4

et.al.; 2003;386). Aktivitas pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko telah diambil untuk pencapaian tujuan organisasi. Faktor-faktor yang tercakup dalam lingkungan pengendalian antara lain: Komitmen terhadap kompetensi, filosofi manajemen dan gaya

kepemimpinan, struktur organisasi, cara pembagian otoritas dan tanggung jawab, dan kebijakan sumber daya manusia dan prosedur. Beberapa faktor ini akan menjadi titik perhatian penulis untuk dieksplorasi dan dibahas pada bagian selanjutnya karena lingkungan pengendalian menjadi pondasi untuk

melaksanakan pengendalian. Sejalan dengan tujuan pengendalian akuntansi, Permendagri no. 13 yang mengatur pengeluaran keuangan daerah melalui penatausahaan pengeluaran yang diakomodir dalam pasal 196 hingga pasal 231. Peraturan penatausahaan pengeluaran ini menjadi dasar untuk menganalisa praktik yang menjadi temuan penelitian. Fungsionalisme struktural, terutama dalam karya Talcott Parsons, Robert Merton, serta pengikut mereka (seperti Bronislaw Malinowski, Radclif-Brown, dan Alvin Gouldner (Poloma, 2004)) memusatkan perhatian pada struktur sosial dan institusi sosial berskala luas, antar hubungannya, dan pengaruhnya terhadap aktor. Parsons melihat sistem sosial sebagai satu dari tiga cara di mana tindakan sosial bisa diorganisir, dua sistem lainnya adalah sistem kultural yang mengandung nilai dan simbol-simbol serta sistem kepribadian para pelaku individual (Poloma, 2004;171). Dalam sistem sosial, Parsons menekankan status-peran sebagai unit fundamental dalam studi tentang sistem sosial. Status mengacu pada posisi

5

struktural dari sistem sosial, dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya itu. Sebagai seorang fungsionalis struktural, Parsons membedakan empat fungsi penting untuk semua sistem tindakan, terkenal dengan skema AGIL (Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latency) (Ritzer dan Goodman, 2004; Perdue, 1986; Roberts, 2006; Turner, 1998). Agar dapat bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini. Adaptation merupakan sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. Goal attainment

menngisyaratkan bahwa sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuannya. Integration menunjukkan bahwa sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi lainnya (A, G, L). Latency mensyaratkan bahwa sebuah sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Konsep teori yang telah dikemukakan sebelumnya akan menjadi kerangka analisis untuk memahami realitas pengendalian akuntansi dan akan dideskripsikan pada beberapa bab dan bagian ke depan. Bagaimanapun, disadari pengembangan rerangka analisis ini belum mengakomodasi secara memadai seluruh konteks, baik yang terdapat dalam teori yang akan digunakan terhadap realitas yang terjadi, namun, penulis menganggap bahwa pengembangan rerangka analisis menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan. Metode Penelitian

6

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretif. Pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi. Penelitian fenomenologis, bertujuan memahami respon atas keberadaan

manusia/masyarakat, serta pengalaman yang dipahami dalam berinteraksi (Saladien, 2006). Sanders (1982) menyatakan ada tiga komponen fundamental dalam desain riset fenomenologis yaitu, menentukan batasan apa dan siapa yang akan diinvestigasi, pengumpulan data dan analisis data fenomenologis. Konsepkonsep praktis tadi dianalisis dengan cara mengkomparasikan temuan atau pemahaman atas kenyataan sosial organisasi yang bersifat empiris tadi dengan konsep (teorities) sistem pengendalian akuntansi sektor publik serta konsepkonsep lainnya yang terkait. Situs, Informan dan Pengumpulan data Penelitian ini dilakukan pada salah satu satuan kerja pengelola keuangan daerah di Sebuah Kota/Kabupaten Provinsi Jambi. Obyek analisis pada penelitian ini adalah realitas organisasi pemerintahan daerah sebagai sebuah komunitas, yang di dalamnya terjadi interaksi antara individu dan struktur. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah para aparatur yang terlibat langsung dan mempunyai pengalaman dalam proses penyusunan anggaran. Identitas informan yang digunakan hanya inisial untuk menggantikan nama informan yang sebenarnya. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan berpartisipasi,

wawancara mendalam dengan para informan dan dokumentasi. Pengamatan berpartisipasi dilakukan dengan cara keterlibatan peneliti di dalam proses penyusunan anggaran selama rentang waktu kurang lebih dua bulan. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan informal dalam berbagai situasi.

7

Dokumentasi digunakan untuk mengungkap realitas sosial yang terjadi yang terdapat dalam suatu dokumen. Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini mengacu kepada analisis data model interaktif Miles dan Huberman. Hasil Penelitian Organisasi, Struktur Organisasi serta Cara Pembagian Otoritas dan Tanggung Jawab Dalam sejarah setiap organisasi, tak peduli organisasi apapun, pada suatu saat pasti akan mengalami satu situasi tidak selaras (Albrecht, 1985;1). Keadaan tidak selaras ini tak selalu diakibatkan oleh manajemen yang lemah atau tidak efektif, walaupun tentu saja hal yang serupa itu bisa terjadi. Keadaan tersebut lebih sering terjadi oleh kelembaman yang selalu ada dalam hampir setiap organisasi manusia; yaitu kecenderungan orang-orang bekerja di sana untuk mempertahankan gaya kerja status quo. Orang-orang tersebut lalu

menyempurnakannya, memelihara, serta akhirnya mempertahankannya terhadap semua kekuatan dari luar yang menuntut mereka untuk mengubah gaya itu. Konsekuensi terhadap perubahan peraturan juga terlihat dalam organisasi SKPKD kota Pusako yang tadinya masih disebut Bagian Keuangan. Perubahan jelas tampak pada komposisi organisasi. Sebelum Perubahan peraturan dari Kepmendagri no. 29 tahun 2002 menjadi Permendagri no. 13 tahun 2006 SKPKD kota Pusako terdiri dari 5 Bagian, yakni: Bagian Anggaran, Bagian Belanja dan Gaji, Bagian Perbendaharaan, Bagian Pembukuan dan Bagian Verifikasi. Namun berdasarkan Permendagri 13, peran bagian verifikasi akan diserahkan ke masingmasing pengguna anggaran (SKPD). Hal ini menimbulkan keresahan pada bagian

8

verifikasi, hal ini dapat dilihat melalui pernyataan salah seorang staf bagian verifikasi yang menyanyakan peran verifikasi di SKPKD pada saat bimbingan dan pelatihan teknis penatausahaan dan akuntansi keuangan daerah pada pertengahan bulan April 2007. Dengan struktur yang baru bagian verifikasi masuk ke bagian mana apakah menjadi bagian SKPD atau SKPKD? Hal ini berkaitan dengan tugas yang selama ini dilaksanakan oleh bagian verifikasi untuk memverifikasi SPJ yang akan dipertanggungjawabkan oleh pengguna anggaran. Karena setelah perubahan peraturan dari Kepmen lama ke Permen yang baru sampai sekarang kami tidak mempunyai landasan hukum yang jelas untuk kami melaksanakan tugas. Kalau memang bagian verifikasi ini sudah tidak dipakai lagi lebih baik dibubarkan saja dan kami di sebar ke setiap SKPD-SKPD yang membutuhkan untuk memverifikasi SPJ yang akan dipertanggungjawabkan. Keresahan ini pegawai staf sub bagian verifikasi ini disebabkan karena tugas yang biasanya dilaksanakan berdasarkan prosedur dan juknis (petunjuk teknis) serta SK hingga Penetapan RKA/DPA (bahkan sampai dengan Triwulan kedua pelaksanaan anggaran, penelitian di lakukan pada tahun anggaran 2007) belum jelas. Tugas yang diberikan kadang hanya bersifat lisan dari pimpinan SKPKD, hal ini membuat tidak nyaman pegawai, seperti yang dikemukakan oleh pak Mandra: ...Iya, saya di panggil oleh kabag. Katanya saya diperbantukan diperbendaharaan untuk memeriksa SPJ SPP-UP. Saya menolak, karena walaupun SPP-UP nanti telah saya periksa, saya tidak mempunyai kewenangan untuk menolak atau memberi persetujuan SPP yang saya periksa karena tidak secara tegas menyatakan itu. Jadi tidak ada gunanya SPJ tadi diperiksa, lagi pula senjata untuk memeriksa tidak pernah diberikan ke bagian verifikasi, bagaimana kami mau kerja...Kami tidak bisa memepertanggungjawabkan apa yang telah kami lakukan karena dasar kami bekerja berupa SK dan prosedur ataupun petunjuk mengenai apa yang harus dan tidak boleh kami lakukan belum ada...

9

Selain mengubah komposisi bagian dari SKPKD kota Pusako, juga mengubah struktur organisasi dari SKPKD kota Pusako, dimana diwajibkan untuk mengangkat kepala SKPKD selaku PPKD yang dalam fungsinya sebagai Bendahara Umum Daerah dan PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelolaan keuangan daerah selaku kuasa BUD. Di lapangan didapat temuan bahwa Surat Keputusan (SK) penunjukkan yang dikeluarkan melalui surat keputusan kepala daerah tidak secara jelas menunjukkan staf-staf yang akan membantu BUD dan kuasa BUD dalam melaksanakan tugas sehari-harinya. Hal ini menimbulkan masalah baru terhadap staf yang ada di SKPKD. Pak Ruta, selaku kuasa BUD kota Pusako memberikan keterangan mengenai hal ini. Pegangan hukum yang jelas hanya Permendagri 13, itupun tidak begitu jelas maksudnya seperti apa, sehingga kami yang bertugas bingung untuk melakukan apa. Untuk melaksanakan tugas saya selaku kuasa BUD hanya berdasarkan SK pak Walikota, yang hanya menunjuk Pak Okta sebagai BUD dan saya sebagai kuasa BUD tanpa staf lain sebagai perpanjangan tangan untuk melaksanakan tugas sehari-hari. BUD apa? BUD tidak lengkap. Cuma dua orang. Ini membuat kami agak bingung untuk menyerahkan tugas kepada siapa. Tapi mau tidak mau kami harus menjalankannya karena banyak pihak sangat bergantung pada hasil kerja kita. Organisasi yang ada tidak cocok dengan peraturan yang berlaku, bagaimana dengan pembagian tugasnya? sedangkan aturan ini tidak secara tegas mengatur dan bukan wewenang aturan ini untuk mengatur kelembagaan, aturan ini hanya memberi isyarat untuk membuat aturan lebih lanjut yang akan menjadi dasar hukumnya. Akibatnya pekerjaan yang kami lakukan boleh dikatakan belum ada pijakan. Pernyataan ini sedikit memberikan gambaran ketika suatu organisasi tidak memiliki struktur organisasi yang baik dapat mengakibatkan individu didalamnya akan mengalami kebingungan seperti yang dialami kuasa BUD kota Pusako karena tidak memiliki gambaran yang jelas mengenai wewenang dan tanggung jawab sebagai individu dalam organisasi pemerintahan yang berbentuk birokrasi.

10

Walaupun struktur organisasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan organisasi berdasarkan peraturan baru belum lengkap, organisasi SKPKD kota Pusako tetap berjalan hingga memasuki triwulan kedua (Pelaksanaan Permendagri No. 13 tahun 2006 yang menggantikan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 efektif mulai dijalankan di SKPKD kota Pusako bulan Januari 2007). Jelas kondisi ini bukanlah kondisi yang ideal. Alasan menolak tugas yang diberikan menurut pak Mandra bukan disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap atasan, namun lebih disebabkan keinginan untuk bekerja sesuai dengan aturan hukum yang jelas. Dengan adanya aturan sebagai dasar berpijak untuk melaksanakan tugas melaksanakan pengelolaan keuangan, utamanya pengeluaran belanja yang diminta oleh SKPD maka pegawai memiliki dasar untuk bekerja dengan baik dan benar. Fenomena yang terjadi di lingkungan SKPKD kota Pusako boleh dikatakan secara umum tidaklah sejalan dengan tuntutan idealisme kebutuhan dinamika yang sedang terjadi. Struktur organisasi pemerintah memang terpancang pada ketentuan legal formal organisasi dengan berpedoman pada struktur yang hirarkis, sehingga harus disesuaikan dengan isu kebutuhan dalam peraturan yang mengisyaratkan dibentuknya struktur organisasi itu sendiri atau dengan kata lain diperlukan restrukturisasi atau rekayasa ulang terhadap organisasi SKPKD kota Pusako sebagai organisasi birokrasi pelayanan publik sebagai respon organisasi untuk memenuhi tuntutan yang menghendaki pelayanan yang lebih baik dari organisasi bersangkutan. Pengembangan struktur organisasi yang suitable dengan keadaan terkini sangat dibutuhkan sehingga dapat menyempurnakan kinerja SKPKD secara keseluruhan.

11

Komitmen Terhadap Kompetensi, Kebijakan Sumber Daya Manusia dan Prosedur Perekrutan Sumber Daya Manusia SKPKD kota Pusako merupakan organisasi yang sedang bergolak memiliki sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu dengan 71 orang tenaga tetap dan 5 orang tenaga honorer (dokumen pegawai bagian keuangan kota Pusako tahun 2007). Peranan manajemen SKPKD kota Pusako sangat berperan penting untuk mengorganisasi dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia sedemikian rupa sehingga memperlancar pencapaian tujuan akhir organisasi. Dalam rangka untuk menciptakan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, jujur dan bertanggung jawab serta profesional dalam menangani bidang pekerjaan, maka pemerintah telah mengeluarkan satu paket kebijakan yaitu tentang Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan bagi PNS yang diatur dalam PP No. 14 tahun 1994. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu profesionalisme, kesetiaan, dan pengembangan wawasan bagi PNS. Dengan berbagai peraturan yang telah dikeluarkan masih didapatkan berbagai benturan kepentingan yang dihadapi, seperti dalam SKPKD kota Pusako. Pernyataan dari bu Vidia sedikit mendeskripsikan yang terjadi dalam menempatkan seseorang untuk menjabat suatu posisi dalam struktur organisasi SKPKD kota Pusako. ...kuasa BUD kita pada awalnya adalah bu Wati, tak lama setelah diangkat muncul masalah, ........., lalu muncul protes dari beberapa pegawai karena menganggap bu Wati belum pantas menjabat sebagai kuasa BUD karena dalam aturannya kuasa BUD adalah pejabat struktural atau pernah menjabat di jabatan struktural. Sedangkan bu Wati masih golongan IIIa. Akhirnya ditunjuklah Pak Ruta sebagai kuasa BUD. ..... Ditegaskan pula oleh pak Solikin:

12

...sudah dari awal saya mengingatkan ke kabag, bahwa yang seharusnya menjabat kuasa BUD adalah pegawai yang pernah atau mempunyai jabatan struktural, tapi beliau kukuh untuk menempatkan Wati sebagai kuasa BUD, nah ketika muncul masalah barulah Wati itu diganti oleh pak Ruta,... Penempatan pegawai memerlukan perhatian yang penuh dari pimpinan daerah dan pimpinan SKPKD kota Pusako. Apabila orang yang ditempatkan tidak tepat pada jabatan-jabatan yang tersedia akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap perkembangan organisasi antara lain: para pegawai akan merasa frustasi dalam bekerja, para pegawai akan bekerja lamban dan hasil kerjanya kurang bermutu, kemungkinan sering terjadi kesalahan-kesalahan dan kekeliruan yang lebih besar karena sesuatu pekerjaan dikerjakan oleh bukan ahlinya, para pegawai tidak dapat menggali potensi dirinya untuk organisasi karena pekerjaan tidak sesuai dengan minatnya, dan hasil yang dicapai organisasi tidak sebagaimana mestinya, banyak terjadi penghamburan dan penggunaan material yang sia-sia. Hal penting lainnya terkait dengan perencanaan pegawai secara menyeluruh dan terpadu, dan berpedoman pada visi dan misi organisasi adalah tidak tersedianya sistem informasi manajemen yang memadai di bidang kepegawaian. Dalam pengamatan observasi partisipatif, ditemukan bahwa database kepegawaian belum mampu memberikan informasi secara valid mengenai sistem kepegawaian, berapa jumlah dan kualifikasi minimal yang dibutuhkan dalam organisasi SKPKD kota Pusako. Sangat sulit untuk dapat merancang sebuah kebutuhan pegawai dalam jangka panjang dan

berkesinambungan jika organisasi tidak memiliki informasi kepegawaian yang valid. Peranan Kepemimpinan dalam Filosofi Manajemen dan Gaya Operasi

13

Dalam organisasi manapun termasuk birokrasi publik, pemimpin memegang peranan yang strategis. Berhasil tidaknya birokrasi publik

menjalankan tugas-tugasnya sangat ditentukan kualitas pemimpinnya. Oleh karenanya kedudukan pemimpin sangat mendominasi semua aktivitas yang dilakukan. Organisasi SKPKD kota Pusako sangat merindukan seorang pemimpin yang dapat mengayomi seluruh pegawainya. Hal ini terungkap dalam pernyataan yang dikemukakan Pak Solikin: Berbeda dengan kabag sebelum pak Okta ini, .pak Rudin, beliau sangat bijak menghadapi pegawainya. Ketika ada kegiatan, misal seperti bintek sekarang ini, beliau akan mendampingi pegawainya, paling tidak menanyakan kesulitan yang mungkin kami hadapi. Atau saat menyusun anggaran, beliau tanpa sungkan ikut begadang dengan kami. Kalau ada gesekan., seperti yang terjadi sekarang, Saran dari pegawai pak Rudin selalu didengar, kalau sarannya untuk hal yang positif pasti dia dengar Beda sekali dengan pak Okta yang jadi kabag sekarang. Orangnya arogan, gak mau dengar pendapat orang lain, sok ngatur, padahal belum tentu dia ngerti Keterangan di atas menggambarkan PPKD selaku BUD dan sebagai pimpinan belum memiliki fungsi pemimpin, antara lain sebagai pengambil keputusan, memotivasi stafnya, sebagai sumber informasi, menciptakan inspirasi, menciptakan keadilan, menyelesaikan konflik, memberi sugesti pada staf, perencana, integrator, komunikator, memandang ke depan (memiliki visi), pengembangan loyalitas, sebagai seorang ahli, pengawas hubungan antar individu dan kelompok (Djanaid, 1994). Sikap yang ditunjukkan belum mencerminkan sebagai seorang pemimpin yang efektif yang harus mampu memadukan orientasi pada pekerjaan dan orientasi pada hubungan manusia. Orientasi tugas yang tinggi, dengan orientasi hubungan manusia yang rendah yang dilakukan oleh PPKD akan menciptakan gaya kepemimpinan yang

14

otokratis. Hal ini ditandai dengan penggunaan kewenangan formal dalam menggerakkan bawahannya, penggunaan sanksi menjadi pilihan dalam

memberikan tindakan kepada bawahan. Dalam pengambilan keputusan peran pemimpin sangat sentral, tidak melibatkan bawahan, bawahan bersifat apatis, dan menerima apapun yang menjadi keputusan pemimpin. Padahal peran bawahan dalam pengambilan keputusan tidaklah kecil, karena sumber informasi yang valid berasal dari bawahan sebagai pelaksana di lapangan. Selain itu pemimpin tidak mau menerima saran atau pendapat dari bawahan. Keputusan yang diambil secara sepihak oleh pimpinan kadang-kadang menimbulkan kerancuan dalam

pelaksanaan akibat tidak dilibatkannya para bawahan. Keadaan ini membawa implikasi terhadap kinerja, motivasi, dan kepuasan kerja bawahan menjadi rendah. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang peka dan kritis terhadap kebutuhan dan tuntutan pengikutnya serta mampu juga menganalisa kondisi lingkungan. Pemimpin memiliki inisiatif yang tinggi atau peka dan kritis akan mengetahui kapan ia harus memutuskan untuk melakukan suatu kebijakan atau kapan ia harus meninggalkannya berkenaan dengan kesinambungan organisasi ke depan. Kemampuan menganalisa kondisi lingkungan memungkinkan pemimpin untuk tidak terjebak dalam kesalahan dalam membuat suatu kebijakan berkaitan dengan tanggung jawabnya. Kualitas kepemimpinan yang dikehendaki tersebut sangat penting agar yang dipimpinnya mau secara ikhlas melaksanakan dan mendukung tugas yang diembannya, dengan begitu optimalisasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab organisasi terletak pada seberapa besar

15

produktivitas keberadaan kepemimpinan yang diciptakan dalam pelaksanaan tugas demi tercapainya tujuan organisasi.

Aktivitas Pengendalian Akuntansi Dalam Pemahaman Fungsionalisme Structural Strategi analisa fungsional Parsons menunjukkan bahwa suatu sistem dan tindakan manusia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam konteks inilah kerangka A-G-I-L digunakan untuk melihat aktivitas pengendalian akuntansi, utamanya faktor-faktor lingkungan pengendalian intern yang merupakan pondasi untuk melaksanakan aktivitas pengendalian akuntansi sektor publik di SKPKD kota Pusako. Untuk menentukan setiap faktor akan dirangkaikan dengan masing-masing kerangka A-G-I-L dimulai dengan melihat fenomena yang terjadi di SKPKD kota Pusako yang mengalami masa transisi dalam mengelola keuangan daerah, dimana sejak Januari tahun 2007 mulai mengimplementasikan peraturan Menteri dalam negeri no. 13 tahun 2004. Sebelum tahun 2007 dasar acuan yang digunakan untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan daerah adalah keputusan Menteri dalam negeri tahun 2002 dan PP no. 105 tahun 2000. Hal ini membuat organisasi SKPKD mulai berbenah untuk mengakomodir seluruh aspek perubahan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang terjadi. Perubahan yang terjadi sangat mendasar bahkan dapat dikatakan sangat drastis karena menyangkut perubahan paradigma sehingga membutuhkan waktu untuk beradaptasi terhadap perubahan peraturan tersebut.

16

Salah satu konsekuensi dari perubahan tersebut adalah timbulnya suatu ketegangan. Ketegangan dapat dilihat sebagai suatu ketidaksesuaian antara keadaan suatu sistem sekarang ini dan suatu keadaan yang diinginkan, atau sebagai kurangnya suatu pemuasan yang menyenangkan atau keseimbangan yang semakin berkurang. Ketegangan ini merangsang penyesuaian dari suatu tujuan tertentu serta menggiatkan semangat dorong yang diarahkan ke pencapaian tujuan itu. Pencapaian tujuan itu memberikan kepuasan yang diharapkan dapat mengatasi ketegangan atau bahkan menguranginya. Tetapi, sebelum suatu tujuan dapat tercapai, harus ada suatu tahap penyesuaian terhadap keadaan genting dari situasi di mana sumber daya harus dikerahkan dan sarana yang perlu untuk mencapai tujuan itu harus disiapkan. Selama tahap ini, pemuasan harus ditunda. Harus ada tingkat solidaritas minimal diantara para anggota organisasi sehingga sistem itu dapat bergerak sebagai satu satuan menuju tercapainya tujuan itu. Tak dapat dipungkiri bahwa tuntutan pelaksanaan tugas yang disiplin yang dikenakan pada para anggota organisasi pada saat bergerak maju menuju tujuan sistem akan sering kali merusakkan solidaritas emosional. Dapat dikatakan bahwa tahap pencapaian tujuan secara khas diikuti oleh suatu tekanan pada integrasi di mana solidaritas keseluruhan diperkuat, terlepas dari usaha apa saja untuk tercapainya tugas instrumental. Pada gilirannya, tahap ini diikuti oleh tahap mempertahankan pola tanpa interaksi atau bersifat laten (latent pattern maintenance). Dalam kasus organisasi SKPKD kota Pusako, tahap ini seharusnya dimulai setelah pertemuan kelompok, ketika para pegawai memperingatkan satu sama lain

17

akan pertemuan selanjutnya dan menyatakan kesediaannya untuk memasukkan pertemuan berikutnya itu dalam agendanya (secara prinsip para anggota telah sepakat untuk membawa gerbong organisasi menghadapi perubahan yang dihadapi). Teori Fungsionalisme struktural Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Untuk menghadapi setiap perubahan seluruh sub sistem dalam suatu sistem harus saling berinteraksi meskipun dalam prosesnya terdapat kemungkinan adanya konflik. Realitas, Sistem Pengendalian Akuntansi Belum Menjadi Pengendali Untuk Menjaga Asset Daerah di Kota Pusako Dalam melaksanakan aktivitas pengendalian akuntansi sektor publik, terdeskripsikan bahwa bangunan pengendalian akuntansi yang diharapkan berdiri di atas pondasi lingkungan pengendalian intern (pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah diatur dalam pasal 313) yang kokoh belum terwujud di organisasi SKPKD kota Pusako. SKPKD yang diberi kekuasaan oleh negara melalui peraturan Menteri dalam negeri no. 13 tahun 2006 untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam hal kinerja fiskal dan anggaran untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dalam mengelola asset belum menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Kinerja dan

pertanggungjawaban anggaran memang telah dikontrol untuk meminimalkan dan mengantisipasi timbulnya pemerintahan yang menyimpang seperti munculnya moral hazard yang dapat berupa dilakukannya kebohongan publik oleh eksekutif kepada masyarakat luas, dilakukannya korupsi, kolusi dan nepotisme oleh DPRD, namun hal tersebut masih tetap memerlukan mekanisme sistem akuntabilitas publik. Simpulan, Keterbatasan dan Implikasi

18

Praktek pengendalian akuntansi sektor publik secara utuh memang sulit ditemukan dalam organisasi SKPKD yang diteliti. Tetapi paling tidak dengan menggunakan kerangka teoritis yang berkaitan dengan pengendalian akuntansi dan peraturan untuk melaksanakan pengendalian akuntansi sektor publik kecenderungan belum berjalannya aktivitas pengendalian berhasil ditemukan. Hasil eksplorasi atas realitas pengendalian akuntansi sektor publik di menunjukkan adanya faktor lain yang mendasari berjalannya suatu aktivitas. Ibarat sebuah bangunan, aktivitas pengendalian membutuhkan suatu pondasi yang kuat agar dapat berdiri kokoh sehingga mampu melindungi sesuatu yang akan mendiami bangunan tersebut dari segala ancaman yang merugikan. Lingkungan pengendalian merupakan pondasi untuk melaksanakan pengendalian yang dimaksud. Teori fungsionalisme struktural Parsons mengungkapkan bahwa semua faktor lingkungan pengendalian intern (struktur organisasi, cara pembagian tugas dan tanggung jawab, peran kepemimpinan dalam filosofi dan gaya operasi dan komitmen terhadap kompetensi, kebijakan SDM serta prosedur perekrutan pegawai) tidak dapat berdiri sendiri, saling bergantung dan berkaitan satu dengan yang lain untuk menghadapi setiap perubahan. Apabila satu faktor yang lain tidak berjalan dengan semestinya meskipun pada satu tingkatan atau tidak dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi maka pondasi kuat yang akan digunakan untuk membangun bangunan kokoh aktivitas pengendalian tidak akan pernah berdiri. Seluruh sub sistem dalam suatu sistem harus saling berinteraksi meskipun dalam prosesnya terdapat kemungkinan adanya konflik.

19

Struktur organisasi, cara pembagian tugas dan tanggung jawab, peran kepemimpinan dalam filosofi dan gaya operasi dan komitmen terhadap kompetensi, kebijakan SDM serta prosedur perekrutan pegawai dalam organisasi SKPKD kota Pusako merupakan suatu integrasi dalam suatu sistem terpadu, masing-masing sub sistem tersebut harus menyesuaikan diri terhadap segala perubahan untuk mendukung terlaksananya aktivitas pengendalian akuntansi sektor publik kota Pusako. Keterbatasan utama yang melekat pada pendekatan penelitian ini perlu mendapat perhatian agar di masa mendatang dapat diperbaiki antara lain: Keterbatasan pertama adalah berkaitan dengan jangka waktu pengamatan dan partisipasi di organisasi SKPKD yang relatif pendek, yaitu sekitar tiga bulan. Walaupun tidak prinsip untuk dikemukakan sebagai keterbatasan, namun lebih baik penelitian dengan fenomenologis dilakukan dengan jangka waktu yang lebih panjang. Dengan ini maka pola partisipasi dan konteks yang melingkupinya dapat direkam secara lebih holistik. Keterbatasan kedua adalah masih terdapatnya ambiguitas metodologi. Metodologi penelitian dalam rumpun postpositivisme fenomenologis interpretif dalam epistemologinya menolak penggunaan kerangka teori sebagai langkah persiapan penelitian sebagaimana yang harus dilakukan dalam positivisme. Keharusan untuk menolak penggunaan kerangka teori ini tidak dapat dipenuhi oleh peneliti karena untuk menangkap dan merekam fenomena yang terjadi diperlukan dasar pengetahuan mengenai tema yang akan di teliti. Dengan kondisi ini maka penyiapan kerangka teori menjadi suatu keharusan sebelum penelitian ini dilaksanakan. Namun dalam pelaksanaan penelitian, terutama dalam

20

pengumpulan datanya, peneliti berusaha menghindari keterjebakan dalam mempengaruhi persepsi dan pernyataan yang dikemukakan oleh aktor sebagai informan dalam pengertian melihat realita secara natural.

DAFTAR PUSTAKA Albrecht, K. 1985. Pengembangan Organisasi: Pendekatan Sistem Yang Menyeluruh Untuk Mencapai Perubahan Positif dalam Setiap Organisasi Usaha. Penerbit Angkasa. Bandung Andriani, Sri. 2001. Desentralisasi Pengambilan Keputusan, Pengendalian Akuntansi, dan Kinerja Kantor Dinas (Studi Empiris Otonomi Daerah Jawa Timur). Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Bastian, Indra. 2006a. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Bodnar, George H., and Hopwood, William, S,. 2006. Sistem Informasi Akuntansi. Edisi 9. Penerbit Andi. Yogyakarta. Boynton, W.C., Johnson, R.N dan Kell, W.G. 2002. Modern Auditing. Edisi ketujuh. Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta. Diterjemahkan dari Modern Auditing. Seventh Edition. John Willey & sons, Inc. Depkominfo (Departemen Komunikasi dan Informasi). 2006. Depkeu Harus Segera Benahi Pengelolaan Keuangan Negara. 4 Oktober. http://www.depkominfo.go.id/portal/? act=detail&mod=berita&view=1&id=BRT061004100101 Djanaid, Djanalis. 1994. Kepemimpinan: Teori dan Praktek. Indonesia Multi Management. Malang Gul, F.A. 1991. the Effect of Management Accounting System and Environmental Uncertainty on Small Business Managers Performance. Accounting and Business research. Vol. 22. No. 85 (Winter). p.57-61. Gul, F.A and Chia, Y.M. 1994. The Effect of Management Accounting System, Perceived Environmental uncertainty and Decentralization on Managerial Performance: A Test of Three Way Interaction. Accounting and Business research. Vol. 19. p. 413-426. Martin, C. 1994. An Introduction to Accounting. 4th ed, McGraw-Hill. Europe.

21

Macintosh, N.B. 1994. Management Accounting and Control Systems. John Wiley & Sons. New York. Miah, N.Z and Mia, L. 1996. Decentralization, Accounting Control System and Performance of Government Organization: A New Zealand Empirical Study. Financial Accountability and Management. August. Vol. 12. No. 3. p. 173189. Perdue, William D. 1986. Sociological Theory: Explanation, Paradigm, and Ideology. Palo Alto, CA: Mayfield Publishing Company. Poloma, Margaret M. 2004.Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo. Jakarta. Redaksi Berita Jakarta. 2006. Laporan Pemeriksaan Keuangan DKI A Minus. Media Online Berita Jakarta. http://www.beritajakarta.com/NewsView.asp?ID=24634 Redaksi Suara Merdeka. 2007. Banyak Uang Negara di Rekening Pejabat. Suara Merdeka-Nasional. Sabtu, 16 Juni. http://www.suaramerdeka.com/harian/0706/16/nas10.htm Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Ritzer, G. dan D.J. Goodman. 2003. Teori Sosiologi Modern. Penerbit Prenada Media, Jakarta. Diterjemahkan dari Modern Sociological Theory. Sixth Edition. Robert, Andrew. 2006. Quotes from Parsons, Concepts for Sociology. A Middlesex University Resource. Saladien. 2006. Rancangan Penelitian Kualitatif. Modul Metodologi Penelitian Kualitatif, Disampaikan pada Pelatihan Metodologi Penelitian Kualitatif Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, 67 Desember. Sanders, Patricia. 1982. Phenomenology: A New Way of Viewing Organizational Research. The Academy of Management Review. Juli. Pg. 353- 360. Syafruddin, M. 2001. Pengaruh Moderasi Dinamika Lingkungan pada Sistem Kontrol Akuntansi dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 4. No.1. Januari Simons, R. 1987. Accounting Control System and Business Strategy: An Empirical Analysis. Accounting Organizations and Society, pp.357-374.

22

Sukirman, Djadja. 2008. Wujudkan Pemerintahan yang Bersih dan Baik. Makalah yang disampaikan pada Seminar Pengelolaan Keuangan Daerah yang Akuntabel dan Transparan. Jambi. 24 Mei 2008. Turner, Jonathan H. 1998. The Structure of Sociological Theory. 6th edition. Cincinnati, OH: Wadsworth.

23