150-212-1-SM_2

21
PENGARUH MANAJEMBN LABA (EARNINGS MANAGEMENT) TERHADAP KINERJA OPERASI DAN RETURN SAHAM DISEKITAR IPO: Studi terhadap Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Jakarta) Anelies Yustisia Wuryan Andayani Universitas Brawijaya Malang Abstract The purposes of this study are to know and to get empirical proof whether the company have earning management in IPO, how the performance o f company operation and stock return o f company a year after IPO. Beside, it is also regarded to know how is the effect o f earning management toward operation performance of company and the effect of earning management toward stock return. The data is needed in this study is the prospect financial report and companyfinancial report two years after IPO. This study uses company data that have IPO in 1993 up to 2001, so that the data period of company that is obtain include the data from 1991 up to 2003. •Earning management measurement is based on discretionary accrual (DA) value. The operation performance is measured by using return on asset (aROA) alteration. The examination toward the effect o f earning management toward stock return begin by examining whether stock return after IPO is low by using cumulative abnormal return (CAR). Each o f the result o f examination will be reexamined by using parametric statistical examination that is one sample t-test by à = 5%. The results o f this study shows the indication o f earning management in the period before and after IPO. This study is fail to show that there is any significant decrement of company operation performance, and cannot prove that it is occurred because o f earning management. This study success to show the decrement of stock performance after IPO. Beside, it can be shown that the stock performance decrement is caused by earning management that is conducted in IPO. Keywords: earning management, IPO, operation performance, stock return Pendahuluan Perusahaan tertutup dapat bertransformasi menjadi perusahaan publik yang sahamnya tercatat di bursa efek. Perusahaan publik memiliki manajemen yang berbeda dibandingkan sebagai perusahaan tertutup. Perusahaan publik harus memiliki komitmen yang tinggi untuk menyampaikan informasi secara terbuka kepada publik. Hal ini dikarenakan segala sesuatu yang berkaitan dengan 14

description

kubfkuergkyfuge oiusdfierbf oiwerbfebr reiberbfkberkfber iuerfierf kkfbkf ferkfberbyw reuerhiu er iuer v oiuqeriueriguerigiergiegfiehiufgweigiergfiuwgeruigiuegfiuegrfiuewgruiwrgiwiuebfesidgi iuerifugieug oe riherbgsdbderig lekfkjsgdi r iuerguer bkh wer wurwuuglu irdkbuyg erk hwerigerb db r gdewrhgi

Transcript of 150-212-1-SM_2

  • PENGARUH MANAJEMBN LABA (EARNINGS MANAGEMENT) TERHADAP KINERJA OPERASI DAN RETURN SAHAM DISEKITAR IPO: Studi

    terhadap Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Jakarta)

    Anelies Yustisia Wuryan Andayani

    Universitas Brawijaya Malang

    Abstract

    The purposes o f this study are to know and to get empirical proof whether the company have earning management in IPO, how the performance o f company operation and stock return o f company a year after IPO. Beside, it is also regarded to know how is the effect o f earning management toward operation performance o f company and the effect of earning management toward stock return.The data is needed in this study is the prospect financial report and company financial report two years after IPO. This study uses company data that have IPO in 1993 up to 2001, so that the data period o f company that is obtain include the data from 1991 up to 2003.

    Earning management measurement is based on discretionary accrual (DA) value. The operation performance is measured by using return on asset (aROA) alteration. The examination toward the effect o f earning management toward stock return begin by examining whether stock return after IPO is low by using cumulative abnormal return (CAR).Each o f the result o f examination will be reexamined by using parametric statistical examination that is one sample t-test by = 5%.The results o f this study shows the indication o f earning management in the period before and after IPO. This study is fail to show that there is any significant decrement o f company operation performance, and cannot prove that it is occurred because o f earning management. This study success to show the decrement o f stock performance after IPO. Beside, it can be shown that the stock performance decrement is caused by earning management that is conducted in IPO.Keywords: earning management, IPO, operation performance, stock return

    Pendahuluan

    Perusahaan tertutup dapat bertransformasi menjadi perusahaan publik yang sahamnya tercatat di bursa efek. Perusahaan publik memiliki manajemen yang berbeda dibandingkan sebagai perusahaan tertutup. Perusahaan publik harus memiliki komitmen yang tinggi untuk menyampaikan informasi secara terbuka kepada publik. Hal ini dikarenakan segala sesuatu yang berkaitan dengan

    14

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    perusahaan berkorelasi dengan pergerakan harga saham serta menjadi kepedulian publik khususnya para pemegang saham atau investor.

    Badan pelaksana pasar modal menetapkan salah satu syarat bagi perusahaan yang akan melakukan penawaran perdana saham di pasar modal (Initial Public Offerings/IPO) untuk menyerahkan dokumen prospektus. Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek (Basir, 2005). Prospektus tersebut disiapkan oleh perusahaan untuk keperluan registrasi dan didistribusikan kepada publik dan untuk setiap investor.

    Prospektus berisi informasi tentang tujuan go public perusahaan, jumlah saham yang ditawarkan, kegiatan dan prospek usaha, kebijakan deviden, kineija keuangan perusahaan, dan lain sebagainya. Informasi yang terdapat dalam prospektus diharapkan dapat bermanfaat bagi para pemakainya, khususnya para pemegang saham sebagai penanam modal berisiko. Para investor akan menggunakan informasi tersebut di atas sebagai determinan di dalam pengambilan keputusan ekonomi yang rasional untuk mengalokasikan investasi. Keputusan- keputusan inilah yang nantinya akan membentuk harga sebuah saham.

    Prospektus merupakan satu-satunya informasi yang dapat digunakan oleh investor dalam memutuskan investasi pada perusahaan yang sedang melakukan IPO. Hal ini mengakibatkan tingginya asimetri informasi antara manajemen dengan pihak eksternal perusahaan. Asimetri informasi yang tinggi tersebut memberi peluang kepada manajemen untuk melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk memaksimalkan nilai pasar perusahaan. Penelitian terhadap 24 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta membuktikan terjadinya manajemen laba menjelang IPO (Setiawati, 2002).

    Asimetri informasi antara manajemen dengan investor tidak lagi tinggi setelah IPO. Namun berbagai penelitian menunjukkan manajemen laba teijadi pula ketika seasoned equity offering (SEO). Sulistyanto dan Midiastuti (2003) membuktikan bahwa penurunan kinerja perusahaan pasca SEO disebabkan oleh sikap oportunis manajer perusahaan. Perusahaan melakukan manipulasi income increasing karena adanya asimetri informasi saat penawaran agar penawarannya dinilai positif oleh pasar.

    Tinjauan Pustaka

    Teori AgensiSuwardjono (2005) menyebutkan hubungan keagenan adalah hubungan

    antara prinsipal (principal} dan agen (agent) yang di dalamnya agen bertindak atas nama dan untuk kepentingan prinsipal dan atas tindakannya (actions) tersebut agen mendapatkan imbalan tertentu. Scott (2000) menyatakan hubungan pemilik- manajer dalam teori agensi merupakan sebuah proksi untuk sejumlah besar investor dan manajer, yang menggambarkan pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian, sebagai sebuah model untuk dua individu yang rasional dengan kepentingan yang saling bertentangan.

    Wolk et al (1991) dalam Irfan (2002) menyebutkan bahwa dalam teori agensi, perusahaan merupakan lokus (titik temu) hubungan keagenan antara pemilik perusahaan (prinsipal) dengan manajemen (agen). Masing-masing pihak yang terlibat dalam hubungan agensi tersebut berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka. Scott (2000) menyebutkan bahwa dalam teori agensi terdapat dua macam kontrak. Kontrak tersebut bisa berbentuk: (1) kontrak kerja, atau (2) kontrak pinjaman. Kontrak kerja dilakukan oleh pemilik perusahaan dengan

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    manajer puncak perusahaan, sedang kontrak pinjaman dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan pemberi pinjaman. Dalam konteks kontrak kerja, pemilik perusahaan merupakan prinsipal dan manajer puncak adalah seorang agen. Dalam konteks kontrak pinjaman, pemberi pinjaman merupakan pihak prinsipal, dan manajer perusahaan ada di pihak agen.

    Hubungan antara investor dan manajemen, dalam konteks pelaporan keuangan dapat dikarakterisasikan sebagai hubungan keagenan, dimana pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen (Suwardjono, 2005). Dengan demikian, perilaku manajemen dapat dijelaskan dengan teori keagenan ini. Surifah (1999) dalam Irfan (2002) menyebut bahwa hubungan antara prinsipal dengan agen seringkali berdasarkan pada laporan keuangan perusahaan. Hal ini dapat dicontohkan dengan pemberian bonus kepada manajer yang didasarkan pada laba bersih perusahaan. Contoh lain adalah pemberian pinjaman kepada perusahaan yang didasarkan kepada rasio-rasio keuangannya.

    Definisi Asimetri InformasiLaporan keuangan merupakan hasil interaksi dari tiga kelompok:

    perusahaan, pemakai, dan profesi akuntansi (Belkaui, 2000). Perusahaan, merupakan pelaku utama dalam proses akuntansi. Perusahaan menjustifikasi produksi laporan keuangan melalui aktivitas operasional, keuangan, dan lain- lain (non-operasi). Perusahan juga merupakan penyedia informasi akuntansi. Pemakai, merupakan kelompok kedua. Produksi informasi akuntansi dipengaruhi oleh kepentingan dan kebutuhan pemakai. Meskipun tidak mungkin menghimpun daftar pemakai secara lengkap, pemakai utama meliputi pemegang saham, analis keuangan, kreditor, dan agen-agen pemerintah. Profesi akuntansi, merupakan kelompok ketiga yang mempengaruhi informasi yang seharusnya tercantum dalam laporan keuangan. Akuntan terutama bertindak sebagai auditor yang bertugas memverifikasi bahwa laporan keuangan telah sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

    Laporan keuangan memang dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak termasuk manajemen perusahaannya sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengannya, sebenarnya adalah para pengguna eksternal (di luar manajemen). Informasi akuntansi ini penting bagi para pengguna eksternal terutama karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya. Para pengguna internal (para manajemen) memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahaannya dan mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi. Oleh sebab itu, tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal. Situasi ini akan memicu munculnya asimetri informasi. Asimetri informasi adalah suatu kondisi ketidak seimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi {preparerj dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user).

    Ada dua tipe utama asimetri informasi (Scott, 2000). Pertama, adverse selection, yaitu para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang kondisi dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan investor sebagai pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut bisa saja tidak diinfomasikan kepada pemegang saham. Tantangan bagi akuntansi di sini adalah bagaimana membawa informasi dari dalam ke luar perusahaan, sehingga dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan oleh para investor. Standar akuntansi mengantisipasi dampak asimetri informasi dengan

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    mengharuskan manajemen melakukan pengungkapan penuh atas kondisi keuangan perusahaan dalam laporan keuangan. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) ini diharapkan dapat membantu pengguna laporan keuangan untuk menilai kondisi perusahaan sebelum membuat suatu keputusan ekonomi.

    Kedua, moral hazard, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman, sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian yang memberikan karakter pada sebagian besar entitas bisnis. Tindakan manajer tersebut dapat berupa tindakan yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Tantangan bagi akuntansi adalah untuk menyediakan alat ukur yang baik bagi penilaian kinerja manajerial, terutama yang berhubungan erat dengan usaha manajer. Hal ini akan mendorong adanya kontrak insentif untuk mengontrol kinerja manajer dan melindungi pemberi pinjaman.

    Laporan keuangan sebagai sarana informasi yang ditujukan untuk mengurangi asimetri informasi antara manajemen dan pemilik perusahaan memiliki kelemahan tertentu. Pembuatan laporan keuangan telah diatur oleh suatu standar yang ditetapkan oleh profesi akuntansi. Namun perlu disadari bahwa laporan keuangan mengandung banyak asumsi, penilaian {judgment), serta pemilihan metode penghitungan yang dapat digunakan oleh pembuatnya. Tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan merupakan hal yang dipengaruhi oleh penilaian (judgment} dari manajer. Tingkat pengungkapan yang makin mendekati pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi asimetri informasi yang terjadi antara manajer dan pengguna laporan keuangan. Sementara asimetri informasi merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk melakukan manajemen laba.

    Defmisi dan Motivasi Manajemen LabaManajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk

    mencapai tujuan khusus (Scott, 2000). Terdapat dua cara yang saling melengkapi dalam berfikir tentang manajemen laba (1).perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam kompensasi, kontrak, dan kos politik; (2). perspektif kontrak efisien ketika manajemen laba dilakukan untuk menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam kontrak. Akan tetapi manajemen laba sering disimpulkan sebagai sesuatu yang tidak baik untuk dilakukan oleh manajemen, sehingga banyak definisi yang menekankan manajemen laba sebagai suatu perilaku oportunistik manajemen.

    Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri atau perusahaannya sendiri (Saputro dan Setiawati, 2003). Worthy (1984) dalam Saputro dan Setiawati (2003) menyebutkan peluang untuk mendistorsi laba tersebut timbul karena metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda. Selain itu, metode akuntansi juga memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektifitas dalam menyusun estimasi.

    Watt-Zimmerman (1986) dalam Saiful (2004) menyebutkan tujuan yang akan dicapai oleh manajemen melalui manajemen laba ini meliputi mendapatkan bonus dan kompensasi lainnya. Tujuan lain adalah mempengaruhi keputusan pelaku pasar modal, menghindari pelanggaran perjanjian hutang, dan menghindari biaya politik.

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    Scott (2000) menyebutkan motivasi perusahaan melakukan manajemen laba adalah: (1). Rencana bonus (bonus scheme), manajer mengatur laba yang dilaporkan agar dapat memaksimalkan bonus yang akan diterimanya; (2). Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant), manajer cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode beijalan sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan melakukan pelanggaran kontrak; (3). Motivasi politik {political motivation), perusahaan-perusahaan besar dan industri strategis cenderung menurunkan laba saat periode kemakmuran tinggi;(4). Motivasi perpajakan {taxation motivation), perpajakan merupakan alasan utama mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan; (5). Pergantian CEO, CEO yang akan pensiun akan melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya. CEO yang kinerjanya kurang baik, juga cenderung memaksimalkan laba untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya; (6). Penawaran saham perdana (IPO), informasi keuangan yang ada dalam prospektus pada saat perusahaan melakukan IPO merupakan sumber informasi yang penting. Informasi ini dapat dipakai investor untuk menilai perusahaan. Perusahaan cenderung menaikkan laba untuk mempengaruhi keputusan calon investor.

    Bentuk-bentuk manajemen laba yang diungkapkan oleh Scott (2000) adalah taking a bath, income minimization, income maximization, dan income smoothing. Taking a bath adalah pengakuan biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan. Income minimization dilakukan saat perusahaan memperoleh profit yang tinggi dengan tujuan agar tidak menjadi perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan, dan lain sebagainya. Income maximization yaitu memaksimalkan laba untuk memperoleh bonus yang lebih besar. Hal ini juga dilakukan oleh perusahaan yang mendekati pelanggaran kontrak hutang jangka panjang. Income smoothing merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan. Manajer menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tingggi.

    Irfan (2002) membedakan tehnik manajemen laba menjadi:(l). Perubahan metode akuntansi; yaitu dengan mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. (2). Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi; hal ini dilakukan dengan cara memainkan judgment (kebijakan) akuntansinya, misalnya: mengubah kebijakan taksiran piutang tak tertagih, kebijakan perkiraan biaya garansi, maupun kebijakan perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum diputuskan; (3). Menggeser periode biaya atau pendapatan; kebijakan ini sering disebut sebagai manipulasi keputusan operasional. Contohnya: mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, keijasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi berikutnya, menjual investasi sekuritas untuk manipulasi laba, dan semacamnya yang lain.

    Initial Public Offering (IPO) dan Manajemen LabaInitial Public Offering (IPO) merupakan saat yang penting bagi perusahaan.

    Penilaian investor terhadap kondisi dan prospek perusahaan akan menentukan besarnya dana yang dapat diakumulasi oleh perusahaan dari pasar modal. Asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan investor potensial sangat tinggi untuk perusahaan yang belum melakukan IPO. Hal ini disebabkan informasi mengenai perusahaan yang belum go public relatif sulit diperoleh oleh investor potensial tersebut. Ketika dilakukan IPO, investor potensial hanya mengandalkan

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    informasi yang terdapat di dalam prospektus. Salah satu informasi yang disajikan dalam prospektus adalah laporan keuangan.

    Laporan keuangan perusahaan diharapkan dapat memberi informasi bagi (calon) investor dan (calon) kreditor guna mengambil keputusan yang terkait dengan investasi d ana mereka. Laporan keuangan diharapkan mampu mencerminkan kondisi keuangan perusahaan sesuai dengan kondisi riil perusahaan. Tetapi, mesti disadari, proses penyusunan laporan keuangan yang berbasis akrual melibatkan banyak estimasi dan taksiran.

    Perusahaan memiliki keinginan untuk mendapatkan nilai positif dari pasar, yang selanjutnya menentukan jumlah dana yang dapat diperoleh. Hal ini dapat menjadi insentif bagi manajer untuk menyusun prospektus yang menarik, dan tentu saja, laporan keuangan yang menarik. Kondisi seperti ini memungkinkan perusahaan untuk menaikkan laba dengan harapan harga saham akan tinggi pada penawaran perdana. Perusahaan yang melakukan IPO masih belum mempunyai harga pasar. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana cara menilai saham perusahaan ini. Oleh karena itu, informasi akuntansi keuangan yang dimasukkan ke dalam prospektus menjadi sumber informasi yang berguna. Hughes (1986) dalam Scott (2000) menunjukkan bahwa informasi seperti laba bersih dapat menjadi hal yang berguna bagi investor untuk membantu memberikan penilaian terhadap perusahaan. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa manajer dari perusahaan yang go public mengelola laba yang dilaporkan dalam prospektus dengan harapan dapat meningkatkan harga saham.

    Teoh et al (1998a) dalam Saiful (2004) menemukan discretionary current accrual di sekitar IPO lebih tinggi untuk perusahaan yang sedang melakukan IPO dibandingkan dengan perusahaan yang tidak sedang melakukan IPO (non issuer). Berdasarkan penelitiannya, dia menyimpulkan perusahaan yang sedang melakukan IPO melakukan manajemen laba. Hal yang sama terjadi pula pada saat perusahaan melakukan seasoned equity offering (SEO).

    Penelitian di Indonesia terhadap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) membuktikan bahwa telah terjadi manajemen laba menjelang IPO (Setiawati, 2002: Saiful, 2004). Saiful (2004) berhasil menemukan manajemen laba di sekitar IPO, yaitu pada periode dua tahun sebelum IPO, ketika IPO, dan dua tahun setelah IPO.

    Manajemen Laba dan Kinerja OperasiLaba memiliki dampak keperilakuan dalam kehidupan nyata. Secara

    empiris dapat ditunjukkan bahwa banyak sekali kontrak yang di dalamnya memuat pasal yang mensyaratkan laba sebagai unsur kesepakatan. Misalnya kontrak pembagian laba, kontrak bonus, dan kontrak utang. Peran laba dalam berbagai kontrak menyebabkan pula berbagai perilaku pihak yang harus memenuhi kontrak terhadap penentuan laba. Pihak yang mempunyai kekuasaan menentukan laba (manajemen sebagai agen) pada umumnya diteorikan akan melaporkan laba untuk memaksimumkan dirinya melalui manajemen laba. Hal ini dimungkinkan karena manajemen dapat memilih metoda akuntansi yang menguntungkan manajemen dalam memenuhi kontrak.

    Ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan investor. Kontrak bonus merupakan salah satu contoh kontrak internal. Dalam hal ini, laba mempunyai manfaat karena laba dapat digunakan untuk mengendalikan perilaku para partisipan di dalam perusahaan. Dalam tataran pragmatik, laba digunakan sebagai pengukur kineija divisi atau manajernya. Laba mempunyai peran penting dalam suatu sistem pengendalian manajemen

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    (management control system). Sistem ini dirancang untuk mengarahkan perilaku para manajer agar mereka memaksimumkan kepentingan dirinya atau divisinya (self interest) tetapi pada saat yang sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga tercapai. Bila hal ini tercapai, terjadilan apa yang disebut keselarasan tujuan (goal congruence).

    Healy (1985) serta Healy et al. (1987) dalam Irfan (2002) memberikan gambaran menarik dari temuan dalam riset mereka mengenai motif dan kecenderungan manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba ini. Demikian pula Guidry et al. (1998) dalam Irfan (2002) yang juga melihat kecenderungan tindakan manajemen laba oleh manajer ini dengan mengaitkannya pada keberadaan program bonus. Scott (2000) menyatakan selain pengurangan rehabilitas yang menyertai manajemen laba, beberapa kasus menunjukkan bahwa manajemen laba ini masih memberikan manfaat ketika dijalankan dalam batas- batas tertentu. Tindakan manajemen laba ini dapat memberikan manajer fleksibilitas untuk bereaksi terhadap kondisi realisasi yang tak terduga ketika kontrak-kontraknya (antara prinsipal dengan agen) bersifat ketat dan belum terselesaikan. Ia juga dapat digunakan sebagai sarana untuk komunikasi yang kredibel tentang informasi dalam (inside information) kepada para investor.

    Manajemen Laba dan Return SahamBray dan Gompers (1997) dalam Saiful (2004) menyatakan penurunan

    return saham disebabkan karena ketika IPO investor terlalu optimis, sehingga harga saham akan lebih tinggi pada awai penawarannya dan berangsur-angsur turun dalam jangka panjang. Kemudian Bray dan Gompers (2000) melakukan pengujian terhadap abnormal return yang mengikuti penawaran sekuritas (IPO dan SEO). Mereka menyimpulkan bahwa kinerja saham yang rendah terjadi untuk perusahaan yang memiliki book to market ratio rendah.

    Seasoned equity offerings merupakan penwaran ekuitas tambahan yang dilakukan perusahaan publik, diluar ekuitas yang ditawarkan kepada masyarakat melalui IPO. Sulistyanto dan Midiastuti (2002) menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan seasoned equity offerings tidak hanya mengalami penurunan kineija operasi, tetapi juga kineija saham selama tiga tahun pasca penawaran.

    Penurunan kineija dalam teori agensi, disebabkan oleh sikap oportunis manajer yang melakukan manipulasi income increasing agar penawaran dinilai positif oleh pasar. Manipulasi ini dalam jangka panjang tidak dapat diteruskan, sehingga kinerja keuangan akan mengalami penurunan.

    Penurunan kinerja dalam konsep windows of opportunity, disebabkan sikap oportunis manajer yang memanfaatkan kesalahan pasar dalam menilai perusahaan (overvalued). Namun dalam jangka panjang pasar akan mengetahui kesalahannya dan melakukan koreksi yang mengakibatkan turunnya harga saham secara signifikan.

    Tinjauan Penelitian Terdahulu dan Perumusan Hiptesis

    Beneish (2001) dalam Veronica dan Bachtiar (2003) menyatakan bahwa berkembangnya manajemen laba yang dilakukan melalui basis akrual disebabkan oleh tiga hal. Pertama, akrual merupakan produk utama dari prinsip akuntansi yang diterima umum (generally accepted accounting principle). Manajemen laba lebih mudah terjadi pada laporan yang berbasis akrual dibandingkan dengan laporan yang berbasis kas. Kedua, dengan mempelajari akrual akan mengurangi masalah yang timbul dalam mengukur dampak dari berbagai pilihan metode

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    akuntansi terhadap laba. Ketiga, jika indikasi manajemen laba tidak dapat diamati dari akrual, maka investor tidak akan dapat menjelaskan dampak dari manajemen laba pada penghasilanm yang dilaporkan perusahaan.

    Saiful (2004) berhasil menemukan manajemen laba di sekitar IPO. Dia juga menemukan bahwa kinerja operasi setelah IPO rendah karena dipengaruhi oleh manajemen laba. Dia juga menemukan bahwa return saham satu tahun setelah IPO rendah. Namun dia tidak berhasil menemukan hubungan antara rendahnya return saham tersebut dengan manajemen laba di sekitar IPO.

    Setiawati (2002) berhasil mengungkapkan adanya manajemen laba di sekitar IPO dengan menggunakan data yang relative terbatas (hanya laporan keuangan dari 24 perusahaan). Dalam penelitiannya, estimasi akrual yang nondiscretionary dengan model Jones, maupun median tingkat industri membuktikan bahwa ada tingkat akrual yang discretionary pada laporan keuangan satu periode sebelum dan setelah IPO.

    Hl: Perusahaan yang terdaftar di BEJ melakukan manajemen laba (income increasing) di sekitar IPO

    Perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang IPO berusaha menggeser laba perioda yang akan datang ke perioda sekarang, sehingga laba perioda sekarang akan dilaporkan lebih tinggi dibandingkan dengan perioda yang akan datang. Hal ini berakibat pada turunnya laba dan kineija perusahaan setelah IPO (Saiful, 2004). Loughran dan Ritter (1997) dalam Sulistyanto dan Wibisono (2003) menemukan bukti bahwa terdapat penurunan margin laba dan return on asset perusahaan setelah SEO. Sulistyanto dan Prawoto (2003) menyatakan bahwa jika manajer bersikap oportunis maka perusahaan issuer akan mengalami penurunan kinerja (underperformance) pasca penawaran sebagai akibat manajer melakukan rekayasa keuangan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa manajer perusahaan bersikap oportunis dengan menaikkan labanya (income increasing). Sikap oportunis ini bertujuan untuk menaikkan harapan investor terhadap kinerja perusahaan di masa depan dan menaikkan harga penawaran.

    H2: Return on asset perusahaan yang terdaftar di BEJ setelah IPO lebih rendah dibandingkan dengan sebelum IPO

    H3: Rendahnya return on asset perusahaan yang terdaftar di BEJ setelah IPO dipengaruhi oleh adanya manajemen laba (increasing earnings) di sekitar IPO

    Rangan (1998) dalam Saiful (2004) mencoba memprediksi return saham dengan komponen discretionary accrual dengan harapan mendapatkan suatu koefisien yang ngatif untuk menunjukkan bahwa kineija saham yang rendah tersebut mampu dijelaskan dengan manajemen laba. Hasilnya menunjukkan koefisien regresi hubungan antara discretionary accrual dan return saham adalah ngatif sesuai dengan harapan. Sehingga dia menyimpulkan bahwa rendahnya kinerja saham mampu dijelaskan oleh komponen akrual.

    Teoh et al (1998a) dalam Saiful (2004) meneliti kinerja perusahaan dalam jangka panjang setelah IPO, hasilnya menggambarkan bahwa return saham dalam jangka panjang rendah setelah IPO dibandingkan dengan perusahaan yang tidak

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    sedang melakukan IPO. Mereka juga membuktikan kineija yang rendah tersebut berhubungan dengan discretionary accrual di sekitar IPO.

    H4: Return saham perusahaan yang terdaftar di BEJ rendah setelah IPO

    H5: Rendahnya return saham perusahaan setelah IPO dipengaruhi oleh manajemen laba (increasing earnings) di sekitar IPO

    Metodologi Penelitian

    Populasi dan Sampel PenelitianPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar

    pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang melakukan IPO pada tahun 1993 sampai dengan 2001. Periode data penelitian yang diambil mencakup data tahun 1991 sampai dengan tahun 2003. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan prospektus dan laporan keuangan dua tahun setelah IPO, misalkan perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 1998, maka data laporan keuangan yang dibutuhkan adalah untuk tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000. Sedangkan untuk return saham dibutuhkan harga saham harian selama perioda satu tahun setelah IPO. Sampel ditetapkan secara purposive sampling:1. Perusahaan tidak dikelompokkan ke dalam jenis industri jasa keuangan.2. Perusahaan tidak tergolong ke dalam jenis industri perhotelan, travel,

    transportasi, dan real estate.3. Perusahaan tetap terdaftar minimal tiga tahun setelah IPO.4. Perusahaan memiliki prospektus yang berisi laporan keuangan minimal tiga

    tahun sebelum IPO.5. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan secara terus menerus minimal

    tiga tahun setelah IPO.Tabel 1

    Nama-nama Sampel Hasil Seleksi

    NO.TANG G ALLISTING KODE NAM A PERUSAHAAN

    1 11/01/1993 SRSN PT Sarasa Nugraha Tbk2 11/03/1993 TPEN PT Texmaco Perkasa Engineering Tbk3 03/05/1993 SAIP PT Surabaya Agung Industri Pulp Tbk4 09/08/1993 GDWU PT Kasogi International Tbk (Gandawangsa Utama)5 20/08/1993 LION PT Lion Metal Works Tbk6 08/09/1993 SKLT PT Sekar Laut Tbk7 30/09/1993 TCID PT Mandom Indonesia Tbk (Tancho Indonesia)8 01/10/1993 BRPT PT Barito Pasifik Timber Tbk9 20/10/1993 ADMG PT GT Petrochem Industries Tbk (Andayani Megah)10 28/10/1993 KICI PT Kedaung Indah Can Tbk11 10/03/1994 TEJA PT Textile Manufacturing Company (Texmaco Jaya)12 21/03/1994 SULI PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk.13 03/06/1994 SIMA PT Siwani Makmur Tbk. (Fund Der House Indonesia)14 13/06/1994 ADES PT Ades Alfindo Putra Setia Tbk.15 17/06/1994 TSPC PT Tempo Scan Pasific Tbk.16 23/06/1994 UGAR PT Wahana Jaya Perkasa Tbk. (Ugahari)17 14/07/1994 INDF PT Indofood Sukses Makmur Tbk.18 30/08/1994 BIMA PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk. (Bintang Kharisma)

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    19 17/10/1994 LMPI PT Langgeng Makmur Plastic Industry Ltd. Tbk.20 20/10/1994 ASIA PT Asiana Multikreasi Tbk. (Asiana Imi Industries)21 27/10/1994 PSDN PT Prasida Aneka Niaga Tbk.22 11/11/1994 DVLA PT Darya Varia Laboratories Tbk.23 16/11/1994 SPMA PT Suparma Tbk.24 05/12/1994 ENAI PT Indal Aluminium Industry Tbk.25 08/12/1994 KIAS PT Keramika Indonesia Assosiasi (KLA) Tbk.26 19/12/1994 FASW PT Fajar Surya Wisesa Tbk.27 20/12/1994 KARW PT Karwell Indonesia Tbk.28 22/12/1994 DA VO PT Davomas Abadi Tbk.29 08/05/1995 BUDI PT Budi Acid Jaya Tbk.30 26/07/1995 MRAT PT Mustika Ratu Tbk.31 31/10/1995 KOMI PT Komatsu Indonesia Tbk.32 08/11/1995 AMFG PT Asahimas Flat Glass Co. Ltd. Tbk.33 24/06/1996 TPIA PT Tri Polyta Indonesia Tbk.34 09/07/1996 CEKA PT Cahaya Kalbar Tbk.35 24/07/1996 SUDI PT Surya Dumai Industri Tbk.36 29/07/1996 KDSI PT Kedawung Setia Industrial Tbk.37 09/09/1996 SMSM PT Selamat Sempuma Tbk.38 23/09/1996 PICO PT Pelangi Indah Canindo Tbk.39 16/12/1996 STTP PT Siantar Top Tbk.40 27/12/1996 SIPD PT Sierad Produce Tbk.41 02/01/1997 ALMI PT Alumindo Light Metal Industry Tbk.42 25/03/1997 DSUC PT Daya Sakti Unggul Corporation Tbk.43 04/06/1997 IKAI PT Intikeramik Alamasari Industri Tbk.44 11/06/1997 AISA PT Asia Intiselera Tbk.45 22/07/1997 PAFI PT Panasia Filament Inti Tbk.46 06/08/1997 JKSW PT Jakarta Kyoei Steel Works Limited Tbk.47 20/08/1997 SSTM PT Sunson Textile Manufacture Tbk.48 22/01/1998 RICY PT Ricky Putra Globalindo Tbk.49 15/06/1998 AUTO PT Astra Otoparts Tbk.50 13/12/1999 TIRT PT Tirta Mahakam Plywood Industry Tbk.51 14/02/2000 TBLA PT Tunas Baru Lampung Tbk.52 28/03/2000 SIMM PT Surya Intrindo Makmur Tbk.53 26/04/2000 APLI PT Asiaplast Industries Tbk.54 30/06/2000 FMII PT Fortune Mate Indonesia Tbk.55 03/07/2000 SMPL PT Summitplast Interbenua Tbk.56 15/12/2000 ACAP PT Adhi Candra Automotive P Tbk.57 16/03/2001 PLAS PT Plastpack Prima Industri Tbk.58 17/04/2001 INAF PT Indofarma Tbk.59 15/06/2001 DOID PT Daeyu Orchid Indonesia Tbk.60 04/07/2001 KAEF PT Kimia Farma Tbk.61 17/07/2001 ARNA PT Arwana Citramulia Tbk.62 17/07/2001 LAPD PT Lapindo Packaging Tbk.63 18/07/2001 BTON PT Betonjaya Manunggal Tbk.64 20/07/2001 AIMS PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk.65 16/10/2001 PYFA PT Pyridam Farma Tbk.66 17/10/2001 RYAN PT Ryane Adibusana Tbk.

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    Variabel Penelitian

    Variabel IndependenVariabel independen dalam penelitian ini adalah manajemen laba

    (>earnings management) yang akan diuji pengaruhnya terhadap kinerja operasi dan return saham. Manajemen laba dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan komponen non-cash dari laporan laba rugi atau sering disebut current accrual Dalam penelitian ini, current accrual dihitung dengan menggunakan formulasi yang digunakan oleh Rangan (1998), yaitu:

    CA = ( AL - KAS) - ( HL - BLP) (1)

    C A = current accrual AL = perubahan aktiva lancar perusahaan i pada perioda t k KAS = perubahan kas dan investasi jangka pendek perusahaan i HL = perubahan hutang lancar perusahaan BLP = perubahan hutang jangka panjang yang jatuh tempo perusahaan

    i pada perioda t

    Kemudian dalam mengukur manajemen laba dengan pendekatan akrual akan menggunakan model yang dikembangkan oleh Jones (1991) dan dimodifikasi oleh Dechow et al (1995). Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan tersebut, akrual pada suatu perioda akan berisi komponen discretionary dan komponen non-discretionary. Komponen non discretionary accrual diestimasi dengan persamaan regresi. Sedangkan discretionary accrual pada suatu perioda sama dengan perbedaan antara realisasi akrual dan estimasi akrual. Adapun persamaan regresi yang digunakan Rangan (1998) adalah:

    CA* = + u PEN u + 2. HPP+ e (2)

    C A = estimasi current accrual perusahaan i pada perioda t PEN = perubahan pendapatan perusahaan i pada perioda t HPP = perubahan harga pokok penjualan perusahaan i pada perioda t

    Berdasarkan hasil regresi pada formulasi 2 akan diperoleh koefisien regresi (nilai , , dan ). Koefisien tersebut akan digunakan dalam persamaan 3 untuk menghitung discretionary accrual. Adapun persamaan yang dimaksud (Rangan 1998) adalah:

    DA = CA - [+ (PEN-PIU) + HPP] (3)

    DA = discretionary accrual perusahaan i pada perioda pCA = current accrual perusahaan i pada perioda pPEN = perubahan pendapatan perusahaan i pada perioda pPIU = perubahan piutang perusahaan i pada perioda pHPP = perubahan harga pokok perusahaan i pada perioda p,, dan = koefisien regresi yang diperoleh dari persamaan 2Variabel independen pada persamaan di atas distandardisasikan

    dengan total aktiva perioda t-1.

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    Variabel dependenVariabel dependen dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel. Dua

    variabel dependen tersebut adalah:1. Kineija operasi

    Kinerja operasi dalam penelitian ini diukur dengan pendekatan perubahan Return On Asset.

    ROA = LBSE/TA (4)

    ROA = return on asset perusahaan i pada perioda t LBSE = laba bqrsih perusahaan i pada pada perioda t TA = total aktiva perusahaan i pada perioda t

    Kemudian akan dilakukan pengujian hubungan perubahan ROA (ROA) dengan variable discretional accrual (DA). Hal ini dilakukan untuk melihat kemampuan variable tersebut memprediksi kinerja perusahaan setelah IPO.

    2. Cumulative Abnormal Return sahamReturn perusahaan i pada perioda t dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    R = (P - P)/ P (6)

    R = return saham perusahaan i pada perioda t P = harga saham perusahaan i pada periode t P = harga saham perusahaan i pada periode t-1

    Untuk memperoleh return pasar digunakan rumus:

    R = (IHSG - IHSG) / IHSG (7)

    R = return pasar pada perioda tIHSG = indeks harga saham gabungan pada perioda t

    IHSG = indeks harga saham gabungan pada perioda t-1 Cumulative abnormal return (CAR) pada penelitian ini dihitung dengan pendekatan market adjusted model:

    CAR = ( (1+R/ 1+R) - 1 ) (8)

    CAR = cumulative abnormal return (penjumlahan abnormal return)perusahaan i untuk perioda satu tahun yang dimulai 1 Mei tahun pertama sampai 30 April tahun kedua setelah IPO

    R = return saham perusahaan i pada perioda t R = return pasar pada perioda t

    Metode Analisis DataPengujian H l: Pengukuran manajemen laba pada penelitian ini

    didasarkan pada nilai DA yang dihitung dengan persamaan 3. Dengan pendekatan tersebut manajemen laba terjadi jika DA > 0 dan secara statistik signifikan. Untuk menguji apakah DA > 0 digunakan alat uji One Sample t-Test.

    Pengujian H2: Pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja operasi adalah perubahan dari ROA. Dengan pendekatan ini apabila ROA < 0 maka kinerja operasi periode tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    sebelumnya. Untuk menguji apakah apakah ROA < 0 digunakan alat uji Paired Sample t-Test.

    Pengujian H3: Hubungan antara manajemen laba dan perubahan ROA diukur dengan persamaan (Rangan, 1998) dalam Saiful, yaitu:

    ROA = +DA+SGRO+ e. (5)

    ROA = perubahan return on asset dalam perioda setelah IPODA = discretionary accrual di sekitar IPOSGRO = pertumbuhan penjualan bersih yang diukur dengan penjualan

    bersih perioda t-1 dibagi penjualan

    Pengujian H3: Untuk menguji rendah tidaknya return saham perusahaan sampel, digunakan pendekatan CAR. Berdasarkan pendekatan ini return saham dikatakan rendah jika nilai CAR < 0. Untuk menguji apakah apakah CAR < 0 digunakan alat uji Paired Sample t-Test.

    Pengujian H5: Hubungan manajemen laba dengan return saham dibuktikan dengan koefisien persamaan sebagai berikut:

    CAR = +DA+ROA+ e (9)

    CAR = cumulative abnormal return untuk perusahaan i pada perioda pengujian

    DA = discretionary accrual perusahaan i sebelum IPOROA = perubahan return on asset perusahaan i pada perioda

    pengujian

    Analisa Hasil PenelitianHasil Analisis Statistik Deskriptif

    Tabel berikut menunjukkan statistik deskriptif dari sampel penelitian secara pooled data pada periode 2 tahun sebelum IPO dan 2 tahun pasca IPO (66x4=264 observasi).

    Tabel 2 Statistik Deskriptif

    N Minimum Maximum Mean Std. DeviationAktivaPenjualanHPPPiutangLaba_BersihValid N (listwise)

    264264264264264264

    49598300014560050001360945000

    28781307-940728605304

    422091798948028257669345801928647107206506094637659351309915807

    347682636534.4237880284623.6177520740537.7 48967295310.215788282632.85

    525686420945.4 361910118814.2268915274458.5 69206299945.57 87437091085.96

    Sumber: data diolah

    Dapat diketahui secara deskripsi bahwa terdapat sebanyak 264 data observasi yang yang diperoleh secara pooled data. Total aktiva menunjukkan nilai minimum dan maksimum sebesar 495.983.000 dan 4.220.917.969.480, dengan nilai mean dan deviasi standar sebesar 347.682.636.534,4 dan 525.686420.945,4. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    dijadikan sampel penelitian memiliki karakteristik yang tersebar ditinjau dari ukuran perusahaan.

    Variabel penjualan menunjukkan nilai minimum dan maksimum sebesar 1.456.005.000 dan 2.825.766766.934.580 dengan nilai mean dan deviasi standar masing-masing sebesar 237.880.284.623,6 dan 361.910.118.814,2. Nilai-nilai dari penjualan ini menunjukkan bahwa kineija operasional dari perusahaan sampel juga cukup beragam. Variabel HPP menunjukkan nilai minimum dan maksimum sebesar 1.360.945.000 dan 1.928.647.107.206 dengan nilai mean dan deviasi standar masing-masing sebesar 177.520.740.537,7 dan 268.915.274.458,5. Variabel piutang menunjukkan nilai minimum dan maksimum sebesar 28.781.307 dan 506.094.637.659- dengan nilai mean dan deviasi standar masing-masing sebesar 48.967.295.310.21 dan 69.206.299.945,57.

    Variabel terakhir yaitu laba bersih, menunjukkan nilai minimum dan maksimum sebesar -940.728.605.304 dan 351.309.915.807 dengan nilai mean dan deviasi standar masing-masing sebesar 5.788.282.632,85 dan 87.437.091.085,96. Nilai dari laba bersih ini dapat memberikan informasi bahwa perusahaan-perusahaan yang sedang melakukan IPO tidak hanya perusahaan- perusahaan yang mampu menghasilkan laba bersih positif, akan tetapi juga ada perusahaan yang berstatus sedang mengalami kerugian karena nilai ngatif dari laba bersih ini diperoleh dari data selama periode sebelum IPO.

    Hasil Uji Hiptesis

    Uji Hiptesis 1Manajemen laba yang terjadi pada periode di sekitar IPO diukur dengan

    menggunakan pendekatan Rangan (1998). Pendekatan ini, mengindikasikan manajemen laba apabila nilai DA>0. Pengujian untuk membuktikan apakah DA secara statistik signifikan lebih besar dari 0 (DA>0), menggunakan alat uji statistik parametrik yaitu One Sample t-Test. Hasil pengujian baik pada periode 2 tahun sebelum ataupun 2 tahun sesudah IPO disajikan pada tabel berikut.

    Tabel 3Nilai DA Periode Sehelum dan Sesudah IPO

    N Minimum Maximum Mean Std. DeviationDASebeluml 66 .71397 6.79352 3.3778865 1.20781896DASebelum2 66 1.90143 6.32220 2.7741445 .52452047DASesudahl 66 -2.46346 1.91355 -.0581077 .88399595DASesudah2 66 -4.12798 4.46428 -.3772915 1.24027905Valid N (listwise) 66

    Sumber: data diolahTabel 4

    Hasil Pengujian DA Periode Sebelum dan Sesudah IPOPeriode t-hitung Probabilitas Keterangan

    t-2 42,967 0,000 Signifikan pada level 1%t-1 22,720 0,000 Signifikan pada level 1%t+1 -0,534 0,595 Tidak signifikant+2 -2,471 0,0116 Signifikan pada level 5%

    Sumber: data diolah

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    Hasil pengujian pada tabel di atas menunjukkan untuk periode dua tahun sebelum IPO mean DA yang dihasilkan bernilai positif sebesar 2,774 dengan nilai t-hitung sebesar 42,967, nilai ini secara statistik signifikan pada level 1%. Hasil pengujian ini membuktikan bahwa terdapat indikasi adanya manajemen laba dengan cara melakukan income increasing pada periode 2 tahun sebelum IPO.

    Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa terdapat indikasi manajemen laba pada periode satu tahun menjelang IPO. Periode ini memiliki mean DA yang bernilai positif sebesar 3,377 dengan nilai t-hitung sebesar 22,72, signifikan pada level 1%. Hasil menunjukkan bahwa praktek manajemen laba ternyata juga diindikasikan terjadi pada periode satu tahun menjelang IPO dengan melakukan income increasing. Nilai rata-rata DA yang dihasilkan lebih besar apabila dibandingkan pada periode 2 tahun sebelum IPO, hasil ini menunjukan bahwa memang terdapat kecenderungan dilakukannya manajemen laba menjelang IPO, terutama 1 tahun menjelang dilaksanakannya IPO.

    Hasil pengujian nilai DA periode pasca IPO, pada periode satu tahun pasca IPO diperoleh mean D A bernilai negatif sebesar -0,058 dengan t-hitung yang dihasilkan sebesar -0,595. Walaupun ada indikasi bahwa perusahaan pada periode ini menerapkan kebijakan manajemen laba dengan melakukan income decreasing (untuk membalik kebijakan yang dilakukan pada periode sebelum IPO), akan tetapi secara statistik nilai ini tidak signifikan.

    Hasil pengujian terhadap nilai DA pada periode dua tahun pasca IPO, menunjukkan mean DA yang bernilai negatif sebesar -0,377 dengan t-hitung sebesar -2,471, signifikan pada level 5%. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat indikasi terdapat praktik manajemen laba dengan cara melakukan income decreasing pada periode dua tahun pasca IPO. Kebijakan manajemen laba dengan cara membalikkan metode yang digunakan umum digunakan oleh perusahaan untuk menghindari terdeteksinya praktek manajemen laba yang dilakukan pada periode menjelang IPO. Hasil pengujian statistik dengan pooled data, yaitu dua tahun sebelum dan dua tahun pasca IPO, disajikan pada tabel 5.

    Tabel 5Hasil Pengujian DA Periode 2 Tahun Sebelum dan 2 tahun Sesudah IPO

    Periode Mean t-hitung Probabilitas KeteranganSebelumSesudah

    3,076-0,217

    36,217-2,306

    0,0000,023

    Signifikan pada level 1% Signifikan pada level 5%

    Sumber: data diolah

    Hasil pengujian secara pooled data (n=131) ditunjukkan pada tabel 5 di atas, dimana dari pengujian secara bersamaan pada periode -2 dan -1 sebelum IPO, masih diperoleh nilai mean DA positif sebesar 3,076 dengan t-hitung sebesar 36,217, signifikan pada level 1%. Sedangkan untuk periode +1 dan +2 pasca IPO, diperoleh nilai mean DA negatif sebesar -0,217 dengan t-hitung sebesar -2,306, signifikan pada level 5%. Pengujian yang telah dilakukan baik secara cross sectional ataupun secara pooled data, memberikan kesimpulan bahwa memang terdapat indikasi dilakukannya praktek manajemen laba di sekitar IPO. Hasil pengujian ini dapat membuktikan H1 dari penelitian ini yaitu perusahaan melakukan manajemen laba di sekitar IPO.

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    Uji Hipotesis 2Pendekatan untuk mengukur kinerja operasi perusahaan setelah IPO

    mengacu pada metode Rangan (1999) yaitu dengan menggunakan perubahan return on asset (ROA). Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan perubahan nilai ROA pada periode sebelum dan sesudah, untuk mengetahui apakah memang terjadi penurunan kinerja pasca IPO.

    Tabel 6Pengujian Perubahan ROA Periode Sebelum dan Sesudah IPO

    Periode Mean t-hitung Probabilitas KeteranganSebelum -0,030 -0,230 0,819 Tidak signifikanSesudah -0,567 -1,463 0,148 Tidak signifikan

    Sumber: data diolah

    Hasil pengujian perubahan nilai ROA pada periode sebelum dan sesudah IPO yang dilakukan perusahaan, dari nilai mean tampak bahwa secara umum memang terjadi penurunan nilai ROA pada periode pasca IPO. Nilai mean ROA diperoleh sebesar -0,03 pada saat menjelang IPO dan sebesar -0,567 pasca IPO, nilai mean ini menunjukkan terjadinya penurunan nilai ROA sebesar 17,49% pasca IPO. Walaupun terjadi penurunan nilai rata-rata ROA sebesar 17,49%, akan tetapi nilai ROA ini secara statsitik tidak signifikan, baik pada periode sebelum ataupun sesudah IPO. Hasil ini menunjukkan bahwa H2 penelitian tidak dapat dibuktikan, jadi dapat disimpulkan bahwa ROA perusahaan setelah IPO tidak lebih rendah dibandingkan dengan sebelum IPO.

    Uji Hipotesis 3Pengujian terhadap Hipotesis 3 dilakukan dengan cara menghubungkan

    antara nilai DA periode 1 tahun menjelang IPO dengan perubahan ROA periode + 1 dan +2 pasca IPO.

    Tabel 7Pengujian Pengaruh DA Terhadap ROA

    UnstandardizedCoefficients

    StandardizedCoefficients

    Model B Std. Error Beta t Sig.1 (Constant) -1.044 .521 -2.003 .049

    DA .098 .145 .084 .674 .503

    Sumber: data diolah

    Hasil pengujian menunjukkan koefisien regresi untuk DA dengan arah positif sebesar 0,098 dengan t-hitung sebesar 0,674. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara kebijakan manajemen laba dengan kinerja operasi setelah IPO. Dengan hasil pengujian seperti ini, maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 3 penelitian tidak dapat dibuktikan, rendahnya ROA perusahaan setelah IPO tidak dipengaruhi oleh adanya manajemen laba di sekitar IPO.

    Uji Hipotesis 4Pengujian H4 untuk mengukur apakah terdapat kecenderungan retum

    perusahaan lebih rendah setelah IPO, digunakan pendekatan cumulatif abnormal

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    return (CAR). CAR diperoleh dengan cara menjumlahkan abnormal return harian perusahaan selama setahun dimulai pada dari 1 Mei t+1 sampai dengan 30 April t+2 untuk menghindari dampak dari adanya pengumuman laba perusahaan yang diperkirakan setiap bulan Maret dan April (Ali et at, 2000 dalam Saiful, 2004). Abnormal return yang digunakan pada penelitian ini adalah abnormal return koreksi yang diperoleh dari database BEJ, alasan digunakannya abnormal return koreksi pada penelitian ini karena sifat pasar modal Indonesia yang masih dalam kategori pertumbuhan (emerging market), sehingga tidak setiap hari saham-saham aktif diperdagangkan. Indikasi yang menunjukkan bahwa return perusahaan setelah IPO adalah lebih rendah apabila nilai CAR < 0.

    Tabel 8Pengujian Nilai CAR Pasca IPO

    Variabel Mean t-hitung Probabilitas KeteranganCAR -0,725 -5,809 0,000 Signifikan level 1%

    Sumber: data diolah

    Hasil pengujian pada tabel diatas, pada periode pasca IPO diperoleh nilai rata-rata CAR dengan nilai negatif sebesar -0,725 (CAR

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    dilakukan oleh Saiful (2004) dan Sulistyanto dan Wibisono (2003) yang juga menemukan fakta bahwa terdapat indikasi adanya praktek manajemen laba di sekitar IPO. Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat praktek manajemen laba dengan melakukan income increasing pada periode t-2 dan t-1 menjelang IPO. Hal ini sangat mungkin dilakukan oleh pihak manajemen, karena pihak perusahaan pada saat melakukan proses penawaran sahamnya ke publik memiliki kepentingan untuk mempengaruhi penilaian pihak eksternal mengenai kinerja perusahaan sebelum go public. Pihak perusahaan termotivasi untuk melakukan metode income increasing dengan tujuan untuk mendapatkan penilaian positif dari calon investornya.

    Hasil lain dari pengujian H1 juga ditemukan fakta bahwa pihak perusahaan tidak lkgi melakukan usaha manajemen laba pada periode t+1, akan tetapi melakukan kembali dengan cara melakukan income decreasing pada periode t+2. Alasan tidak dijumpai adanya indikasi manajemen laba pada periode t+1 pasca IPO bisa disebabkan karena pihak manajemen perusahaan sudah tidak lagi memiliki kepentingan untuk menciptakan sentimen pasar pasca pelepasan saham perusahaan kepada publik. Pada periode t+2 manajemen laba dilakukan kembali dengan alasan untuk menutupi kebijakan manajemen laba yang dilakukan menjelang IPO, dengan cara membalikkan kebijakan manajemen laba perusahaan dengan melakukan income decreasing.

    Pengujian terhadap H2 bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi indikasi penurunan kinerja operasi perusahaan pasca IPO. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan yang signifikan ROA perusahaan sebelum dan sesudah IPO. Hasil pada penelitian tidak konsisten dengan penelitian Saiful (2004) dan Sulistyanto dan Wibisono (2003) yang menemukan fakta bahwa telah terjadi penurunan kinerja perusahaan pasca IPO. Hasil pengujian H2 ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Saiful (2004) karena perbedaan asumsi dalam menghitung ROA. Saiful (2004) menghitung ROA perusahaan periode t dengan menggunakan nilai total aset perusahaan pada periode t-1. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan total aset perusahaan periode t untuk menghitung ROA perusahaan pada periode t (Weston dan Copeland, 1995). Husnan (2003) menjelaskan lebih lanjut, ROA adalah tingkat keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aset (ROA=laba bersih/total aktiva). Sulistyanto dan Wibisono (2003) menggunakan dasar penghitungan ROA yang sama dengan penelitian ini. Namun ia berhasil membuktikan adanya penurunan kinerja pasca Seasones Equity Offerings (SEO). Hal ini diduga karena dalam penelitiannya menggunakan periode data penelitian yang lebih lama dibandingkan penelitian ini, yaitu selama 7 (tujuh) tahun (t-3 samapi dengan t+3). Hasil ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek (1 sampai 2 tahun), penelitian ini belum dapat mengamati bahwa perusahaan mengalami penurunan kineija operasi pasca IPO.

    Pengujian H3 dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara manajemen laba yang dilakukan di sekitar IPO, dengan penurunan kinerja operasi perusahaan 2 tahun pasca IPO. Penggunaan DA hanya satu tahun menjelang IPO untuk mengetahui pengaruhnya terhadap penurunan kinerja operasi, karena sudah dapat dibuktikan bahwa memang terdapat indikasi manajemen laba pada periode t-1. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara DA yang dilakukan perusahaan dengan penurunan kinerja operasi perusahaan 2 tahun pasca IPO. Hasil ini disebabkan karena pada pengujian sebelumnya memang tidak dapat dibuktikan bahwa telah terjadi penurunan kinerja operasi perusahaan 2 tahun pasca IPO. Bukti bahwa telah terjadi penurunan yang signifikan kinerja operasi 2 tahun

    31

  • TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006

    pasca IPO tidak ditemukannya, maka pengukuran untuk menilai keterkaitan antara DA dengan penurunan kinerja pasca IPO otomatis tidak dapat menghasilkan nilai yang cukup signifikan.

    Pengujian terhadap H4 bertujuan untuk membuktikan apakah telah terjadi penurunan kinerja saham perusahaan 2 tahun pasca IPO. Penurunan kinerja ditunjukkan dengan adanya nilai CAR yang memiliki nilai

  • Yustisia dan Andayani, Pengaruh Manajemen Laba

    perusahaan pasca IPO dimungkinkan kurang dapat digeneralisir.3. Penelitian ini tidak melakukan pengukuran mengenai pengaruh karakteristik

    industri terhadap manajemen laba perusahaan, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat mengukur kecenderungan manajemen laba yang dilakukan perusahaan berdasarkan karakteristik industri tertentu.

    Implikasi Untuk Penelitian SelanjutnyaBerdasarkan beberapa keterbatasan pada penelitian ini, terdapat beberapa

    saran yang patut dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:1. Penelitian selanjutnya hendaknya mempertimbangkan untuk

    memperpanjang event window pasca IPO selama tidak ada corporate action yang dilakukan, sehingga bisa diketahui pola manajemen laba perusahaan dalam jangka panjang.

    2. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan variabel lain untuk mengukur kinerja operasi perusahaan selain ROA, seperti menggunakan return on equity (ROE) dan net profit margin (NPM) sehingga dapat diketahui variabel mana yang paling terpengaruh oleh tindakan manajemen laba perusahaan.

    3. Penelitian selanjutnya hendaknya mempertimbangkan hasil penelitian dan implikasinya bagi regulator, lembaga penunjang pasar modal dan profesi akuntan.

    Penelitian selanjutnyan perlu mempertimbangkan untuk menguji pengaruh dari karakteristik industri terhadap motivasi manajemen laba yang dilakukan perusahaan, sehingga dapat diketahui kecenderungan praktek manajemen laba apabila dihubungkan dengan risiko dan tingkat persaingan masing-masing.

    Daftar Pustaka

    Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti, 2003, Pengantar Pasar Modal, Rineka Cipta, Jakarta.

    Basir, Saleh dan Hendry M. Fakhrudin, 2005, Aksi Korporasi Strategi untuk Meningkatkan Nilai Saham Melalui Aksi Korporasi, Salemba Empat, Jakarta.

    Belkaui, Ahmed Riahi, 2000, Accounting Theory, Edisi Keempat, terjemahan, Salemba Empat, Jakarta.

    Gumanti, Tatang Ari, 2001, Earnings Management dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 4, No. 2, Hal: 165-183.

    Hasan, Iqbal, 2004, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, Bumi Aksara, Jakarta.Husnan, Suad, 2003, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi

    Ketiga, Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis untuk

    Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta.Irfan, Ali, 2002, Pelaporan Keuangan dan Asimetri Inf ormasi dalam Hubungan Agensi,

    Lintasan Ekonomi, Vol. XIX, No. 2, Hal 83-95.Kuncoro, Mudrajad, 2001, Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan

    Ekonomi, Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta

    33

  • Saiful, 2004, Hubungan Manajemen Laba (Earnings Management) dengan Kinerja Operasi dan Return Saham di Sekitar IPO, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7, No. 3, Hal:316-322.

    Saputro, Julianto Agung dan Lilis Setiawati, 2003, Kesempatan Bertumbuh dan Manajemen Laba: Uji Hipotesis Political Cost, Simposium Nasional Akuntansi VI, 16-17 Oktober 2003. Hal:427-437.

    Scott, William R., 2000, Financial Accounting Theory, Canada: Prentice Hall, 2nd edition.

    Setiawati, Lilis, 2002, Manajemen Laba dan IPO di Bursa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi 5, Semarang 5-6 September 2002, Hal: 112-125.

    Sholihin, Mahfud dan Ainun Naim, 2004. Ethical Judgment ManajerTerhadap Praktik Earnings Management, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7, No. 2. Hal: 179-191.

    Sularso, Sri, 2003, Buku Pelengkap Metode Penelitian Akuntansi: Sebuah Pendekatan Replikasi, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta.

    Sulistyanto, H. Sri dan Haris Wibisono, 2003, Seasoned Equity Offerings: antara Agency Theory, Windows o f Opportunity, dan Penurunan Kinerja, Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya 16-17 Oktober 2003, Hal: 131-140.

    Sulistyanto, H. Sri dan Hudi Prawoto, 2003, Rekayasa Keuangan: Refleksi Sikap Oportunis Manajer?, Seri Kajian Ilmiah, Vol. 12/No. 1/Januari 2003

    Sulistyanto, H. Sri dan Pratana P. Midiastuti, 2002, Seasoned Equity Offerings: Benarkah Underperformance Pasca Penawaran, Simposium Surviving Strategies to Cope with The Future, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta 13-14 September.

    Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi Ketiga, BPFE, Yogyakarta.

    Veronica, Sylvia N.P.S dan Yanivi S. Bachtiar, 2003, Hubungan antara Manajemen Laba dengan Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan, Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya 16-17 Oktober 2003. Hal:328-349.

    Wijaya, Adikha Ika, 2005, Analisis Perataan Laba (Income Smoothing): Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Kaitannya dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik di Indonesia, skripsi yang tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya, Malang.

    Weston, J. Fred dan Thomas E. Copeland, 1995, Manajemen Keuangan, Edisi 9, Binarupa Aksara, Jakarta.

    TEMA, Volume 7, Nomor 1, Maret 2006_____________________________________________________________