130827-tor-jurnal-final.pdf
Transcript of 130827-tor-jurnal-final.pdf
-
1
Terms of Reference
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia
Volume 1 No. 1 / Desember / 2013 Indonesian Center for Environmental Law
Latar Belakang
Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan cratein yang berarti kekuasaan. Sebagaimana kutipan terkenal dari Linclon,
pemahaman yang umum diterima mengenai demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,
untuk rakyat, dan oleh rakyat (Goebel: 2002). Lebih jauh, demokrasi dipandang sebagai
sebuah jalan atau cara untuk mencapai tujuan Negara, bukan sebagai tujuan itu
sendiri. Dalam konteks Indonesia, tujuan Negara sendiri tertuang dalam Alinea ke-4
Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia; (2) untuk memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dasar dalam pencapaian tujuan
tersebut ditentukan Pancasila sebagai norma dasar Negara (staatsfundamentalnorm) yang
menjadi cita hukum (rechtsidee) di mana norma-norma hukum di bawahnya bergantung
(Notonagoro: 1959).
Sementara itu, Ekokrasi berasal dari kata oikos yang berarti rumah tangga atau tempat
hidup. Lahir dari konsep pembangunan berkelanjutan dalam Brundtland Report (1987),
Henryk Skolimowski kemudian mengangkat terminologi ini dan memberikan pemahaman
sebagai pengakuan kekuatan alam dan hidup itu sendiri, yang berarti mengobservasi
keterbatasan alam, mendesain dengan alam bukan melawan alam, membuat system yang
berkelanjutan secara ekologis, penghormatan terhadap alam bukan penjarahan alam
secara berkelanjutan (Bauwens: 2005). Dalam konteks yang lebih sempit, Jimly Asshidiqie
mengontekskan ekorasi dalam konteks Indonesia, sebagai kedaulatan lingkungan hidup
atau ekosistem di mana suatu pemerintahan mendasarkan kepemerintahannya secara taat
asas pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
(ecologically sustainable development) (Asshidiqqie: 2011).
Terminologi Demokrasi Lingkungan sendiri yang kerap didengungkan baik di dunia
maupun di Indonesia, baik secara perkembangan internasional maupun dalam konteks
nasional masih minim akan diskursus. Dari kacamata yang radikal, penggabungan istilah
demos dan oikos rakyat dan lingkungan dalam satu frasa untuk menggambarkan
pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu Negara, cenderung bersifat contradictio in
terminis dan menimbulkan pertanyaan mengenai kedudukan dan hubungan antara rakyat
dengan lingkungan hidup dalam kedaulatan.
Cara pandang lain yang lebih bersifat ekosentris adalah dengan memperluas makna demos
untuk melingkupi oikos pula di dalamnya. Dengan anggapan bahwa rakyat tidak hanya
manusia melainkan melingkupi seluruh ciptaan, maka terdapat suatu pengakuan bahwa
dalam pelaksanaan suatu kedaulatan manusia bertindak untuk dirinya sendiri sebagai
manusia, dan untuk makhluk hidup lainnya secara keseluruhan. Konsekuensinya, unsur
lingkungan hidup ini juga memiliki hak untuk turut serta dalam pemerintahan dari, untuk,
-
2
dan oleh yang diandaikan dibaca oleh manusia melalui berbagai disiplin ilmu, dalam
mencapai tujuan Negara. Akan tetapi, baik cara pandang ini maupun kacamata radikal
sebelumnya menyisakan pertanyaan yang harus dijawab: sejauh mana dan bagaimana
hubungan antara rakyat dan lingkungan ini akan dihayati dalam mewujudkan sebuah
Demokrasi Lingkungan dalam konteks ke-Indonesia-an?
Dalam menjawab hal ini, dapat dipertimbangkan pula catatan Jimly Asshidiqqie mengenai
konstitusionalisasi norma hukum lingkungan dalam UUD 1945 sebagai staatsgrundgesetz
(Attamimi: 1992), di mana Indonesia dapat dikategorikan dalam kategori komitmen
sedang, dengan melihat pada: (1) Pengakuan subjective right dalam pengelolaan lingkungan
sebagaimana diatur Pasal 28H ayat (1) UUD 1945; (2) Pengakuan bahwa elemen
berwawasan lingkungan merupakan elemen penting dalam perekonomian nasional
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Dengan demikian, UUD 1945
sebagai the supreme law of the land pada dasarnya telah memuat gagasan dasar mengenai
kedaulatan lingkungan dan ekokrasi yang dapat disetarakan pula nilai-nilainya dengan
konsep demokrasi dan nomokrasi (Asshidiqqie: 2011).
Dimensi lain yang berhubungan erat dengan Demokrasi Lingkungan adalah keadilan eko-
sosial. Keadilan dilihat sebagai konteks yang dinamis, bukan sekedar sebagai pengakuan
martabat akan tetapi sebagai pengakuan dan kesempatan hidup yang lebih layak.
Perwujudan hal tersebut dalam konteks kekinian cukup umum diterima dalam bentuk
pengakuan terhadap aspek-aspek prosedural sebagai norma hukum. Dalam konsep
demokrasi ekokrasi nomokrasi ini, elemen kedaulatan tertinggi di tangan rakyat yang
dipercayakan pada badan-badan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif membawa
konsekuensi munculnya hak warga negara untuk mengambil bagian dalam suatu
pemerintahan, yang disebut sebagai hak turut serta dalam pemerintahan. Hak ini muncul
untuk menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga
setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar
mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Bersamaan dengan itu, hak untuk
berpartisipasi ini tidak terlepas dari hak atas informasi yang merupakan prasyarat partisipasi
yang efektif berdasarkan pada data yang akurat, valid, dan pemikiran kritis atas fakta.
Dalam konteks Demokrasi Lingkungan, maka jaminan atas hak-hak procedural ini juga
harus dapat memfasilitasi pengakuan dan kesempatan hidup yang lebih layak tidak hanya
bagi manusia, akan tetapi diperluas jangkauannya hingga batas-batas tertentu bagi
lingkungan hidup.
Sehubungan dengan hal-hal yang dipaparkan di atas, jurnal ini mencoba menggali
pemikiran-pemikiran akademis untuk mengkritisi konsepsi hubungan rakyat hukum
lingkungan hidup yang ditimbulkan dari konsep Demokrasi Lingkungan baik dari segi
substansi, struktur, maupun budaya hukum. ICEL mencoba untuk memfasilitasi berbagai
sektor yang dinilai cukup strategis, dengan melibatkan berbagai kalangan yang mencakup
akademisi maupun praktisi agar menuliskan pemikirannya sesuai dengan keahliannya pada
bidang masing-masing.
Tema
DEMOKRASI LINGKUNGAN DAN SUBSTANSI, STRUKTUR, DAN BUDAYA
HUKUM INDONESIA
Kajian-kajian dalam jurnal ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan-kebutuhan penelitian
secara luas terkait dengan demokrasi lingkungan, dimulai dari konsep, pelaksanaan, hingga
evaluasi dengan mempertimbangkan analisis yang mendalam dari segi substansi, struktur,
maupun budaya hukum di Indonesia.
-
3
Topik dan Sub-Topik*
Terdapat 6 topik besar yang dapat dipilih oleh Penulis dalam penulisan artikel:
1. Hak atas Informasi Lingkungan
a. Implementasi hak atas informasi lingkungan terkait dengan partisipasi
masyarakat dalam proses pembuatan keputusan;
b. Pembaruan jaminan hukum dan arah kebijakan pemenuhan akses informasi
lingkungan;
c. Pemberian informasi secara proaktif dalam hal pencemaran udara dan air
2. Peradilan dan Keadilan Lingkungan
a. Mahkaman Konstitusi dan judicial review UU terkait Sumber Daya Alam:
Penafsiran berdasarkan putusan-putusan MK dan Hubungannya dengan
Demokrasi Lingkungan;
b. Mahkamah Agung dan Refleksi perkara-perkara uji materiil pengujian
kebijakan-kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam produk hukum di
bawah UU terhadap UU.
3. Bahan Beracun & Berbahaya (B3)
a. RPP B3, Limbah & Dumping B3 dan jaminan partisipasi masyarakat di
wilayah-wilayah terdampak B3;
b. Peran parlemen dalam mendorong remediasi lingkungan hidup terkait
pencemaran B3;
c. Peluang dan tantangan pengelolaan B3 yang berkelanjutan pasca ratifikasi
Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi
Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam
Perdagangan Internasional.
4. Pengelolaan Pertambangan, Minyak dan Gas Bumi
a. Pentingnya Informasi dan Partisipasi Publik Terkait Lingkungan Pada Sektor
Pertambangan, Minyak dan Gas Bumi .
b. Dampak Lingkungan pada Kegiatan Industri Ekstraktif dan Pertanggung
jawaban Korporasi
c. Peran Masyarakat Dalam Upaya Hukum Litigasi Lingkungan Hidup Untuk
Memperkuat Akses Keadilan Masyarakat di Kawasan Daerah Penghasil
Sumber Daya Alam.
5. Tata Kelola Hutan dan Lahan
a. Dimensi keadilan eko-sosial dalam proyek-proyek konservasi kehutanan :
Meninjau REDD+ dalam konteks keadilan eko-sosial;
b. Tanggung jawab korporasi sehubungan dengan polluter pay principle dalam
kebakaran hutan.
6. Perubahan Iklim
a. Mewujudkan kerangka hukum yang responsif terhadap perubahan iklim :
tantangan dan peluang dalam melakukan sinkronisasi serta harmonisasi
peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kelestarian lingkungan
dan pertumbuhan ekonomi.
b. Open Access dalam perubahan iklim (Climate Labeling).
*) Sub-topik tidak bersifat wajib/mutlak, melainkan hanya sebagai panduan untuk
mempermudah penulis dalam memilih isu terkait. Penulis dapat memilih sub-topik apa saja
yang masih relevan dan termasuk dalam ruang lingkup topik-topik besar di atas.
-
4
Prosedur Pengiriman**
Tulisan dapat dikirimkan melalui E-mail maupun melalui pos. Pengiriman melalui pos
disertai dengan tulisan Jurnal Lingkungan Hidup Indonesia di sudut kiri atas, ditujukan
ke alamat berikut:
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
Jl. Dempo II no. 21, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 12120
DKI Jakarta
Sementara, pengiriman melalui E-mail ditujukan ke [email protected] dengan di-cc kepada
[email protected]. Pengiriman tulisan dilakukan dengan notifikasi kepada
Margaretha Quina (+62812-8870-6595). Tulisan diterima paling lambat 1 Oktober 2013
pukul 17:00 WIB.
Persyaratan Formil
1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan EYD
dengan kalimat yang efektif;
2. Naskah diketik dengan Microsoft Word, ukuran halaman A4 dengan margin kiri 4
cm; kanan, atas, dan bawah 3 cm. Tulisan menggunakan huruf Times New Roman
(TNR) 12 pt, spasi satu setengah tanpa spasi antar paragraph, dengan panjang
naskah 4000 5000 kata.;
3. Tabel atau gambar harus jelas, dan ditempatkan di dalam naskah dengan keterangan
daftar tabel dan/atau gambar pada bagian akhir naskah setelah daftar pustaka;
4. Artikel yang pernah disajikan dalam pertemuan ilmiah/seminar/lokakarya namun
belum pernah diterbitkan dalam bentuk prosiding, perlu disertai keterangan
mengenai pertemuan tersebut sebagai catatan kaki;
5. Judul artikel singkat dan jelas (maksimal 15 kata), diketik dengan huruf capital.
Nama ilmiah dan istilah asing lainnya diketik dengan huruf miring;
6. Semua kutipan harus mencantumkan referensi, dengan catatan kaki atau catatan
akhir dengan format Chicago style, dan daftar pustaka pada bagian akhir naskah.
Tabel dan/atau gambar juga harus mencantumkan sumber;
7. Identifas penulis meliputi:
a. Nama lengkap penulis (tanpa gelar)
b. Nama dan alamat lembaga penulis
c. Keterangan mengenai penulis untuk korespondensi disertai nomor telepon,
handphone dan fax, serta alamat e-mail;
d. Nomor rekening Bank yang masih aktif;
8. Abstrak ditulis dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris). Panjang
abstrak tidak lebih dari 250 kata yang ditulis dalam satu alinea yang mengandung
ringkasan dari latar belakang, tujuan, metodologi, hasil, maupun kesimpulan;
Pemilihan Tulisan**
Pemilihan tulisan dilakukan melalui Sidang Redaksi yang terdiri dari para peneliti ICEL,
dengan supervisi dari 2 (dua) orang Redaktur Ahli. Tulisan yang dimuat akan diberikan
honorarium yang layak, sementara tulisan yang tidak dimuat akan diberikan notifikasi
sebelum 1 November 2013 dan merupakan hak Penulis sepenuhnya.
**) Tidak berlaku bagi Penulis Artikel Utama atau Penulis dengan Undangan Ahli