icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti...

29
DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP KINERJA UMKM BATIK Oleh Prof. Dr. Hj. Nurhajati, S.E., M.S. Abdul Wahid Mahsuni Agus Salim PHD Universitas Islam Malang ABSTRACT ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) has been taking place since January 1 st 2010, however there is still limited research about its impact on micro, small and medium-sized enterprises (MSMEs) performance in East Java. The research aims at filling the gap by analyzing the impacts of ACFTA on MSMEs performance at three sentral area of batik producer in East Java i.e. Pamekasan, Sidoarjo, and Malang. Data were collected through survey of 60 MSMEs from that sentral producer area. Paired sample t-test was used to analyze the impact of ACFTA on level of sales and profit as the incators of MSMEs performance. The research found that batik producers understand the implication of ACFTA, however most of them (68 percent) experienced decreasing sales of 20 percent in average. On the contrary, 32 percent of MSMEs experience increasing sales by only 13 percent. As the results, profit decrease by 20 percent in averageand profit increase by only 10 percent. In short, performance of MSMEs was significantly decreased after implementation of ACFTA. It was mainly because batik from China was mechanically produced by low cost. Nevertheles, there is a positive indication that local batik producers would have comparative advantage in the near future through product innovation by producing batik with unique design so that difficult to be imitated. Keywords: ACFTA, printed batik, MSMEs performance, product innovation, competitive advantage. 1. Pendahuluan 1

Transcript of icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti...

Page 1: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP KINERJA UMKM BATIK

Oleh

Prof. Dr. Hj. Nurhajati, S.E., M.S.Abdul Wahid Mahsuni

Agus Salim PHDUniversitas Islam Malang

ABSTRACT

ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) has been taking place since January 1st 2010, however there is still limited research about its impact on micro, small and medium-sized enterprises (MSMEs) performance in East Java. The research aims at filling the gap by analyzing the impacts of ACFTA on MSMEs performance at three sentral area of batik producer in East Java i.e. Pamekasan, Sidoarjo, and Malang. Data were collected through survey of 60 MSMEs from that sentral producer area. Paired sample t-test was used to analyze the impact of ACFTA on level of sales and profit as the incators of MSMEs performance. The research found that batik producers understand the implication of ACFTA, however most of them (68 percent) experienced decreasing sales of 20 percent in average. On the contrary, 32 percent of MSMEs experience increasing sales by only 13 percent. As the results, profit decrease by 20 percent in averageand profit increase by only 10 percent. In short, performance of MSMEs was significantly decreased after implementation of ACFTA. It was mainly because batik from China was mechanically produced by low cost. Nevertheles, there is a positive indication that local batik producers would have comparative advantage in the near future through product innovation by producing batik with unique design so that difficult to be imitated.

Keywords: ACFTA, printed batik, MSMEs performance, product innovation, competitive advantage.

1. Pendahuluan

Perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China atau yang

lebih dikenal ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) berlaku sejak

tanggal 1 Januari 2010. Inti kesepatan perdagangan bebas ASEAN dan China

adalah penghapusan dan penuruan tariff secara berkala sampai menjadi 0 (nol)

persen. Berdasarkan hasil kesepakatan kerangka kerja (Framework Agreement

on Comprehensive Economic Co-Operation Between ASEAN and thePeople’s

Republic of China), 6 negara ASEAN dan China akan menghilangkan atau

menurunkan semua hambatan tarif menjadi nol persen pada tahun 2010.

1

Page 2: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

Sementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan

Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga tahun 2015

(ASEAN, 2010).

Perdagangan bebas ACFTA melalui penghapusan dan/atau penurunan

tarif menimbulkan respon yang berbeda, baik positif maupun negatif bagi negara-

negara di kawasan ASEAN termasuk Indonesia. Banyak perusahaan,

khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) manufaktur di Indonesia

yang akan menghadapi tantangan dengan adanya perjanjian perdagangan

bebas ACFTA, dengan ribuan pos tarif produk manufaktur menjadi nol persen

per 1 Januari 2010. Dengan adanya pengurangan tarif, bahkan nol persen,

produk-produk dari negara di kawasan ASEAN dan China akan lebih mudah

masuk ke Indonesia dengan harga yang lebih murah. Di sisi lain, produk-produk

dari Indonesia juga memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pasar di

negara kawasan ASEAN dan China.

Pihak yang bersikap positif menganggap bahwa pemberlakuan

ACFTA sebagai kesempatan, tetapi bagi pihak yang bersikap negatif

memandangnya sebagai ancaman. Beberapa keuntungan dari ACFTA,

antara lain Indonesia akan memiliki pemasukan tambahan dari pajak

pertambahan nilai (PPn) produk-produk baru yang masuk ke Indonesia.

Semakin banyak produk China yang masuk ke Indonesia, makin banyak

pula objek pajak sehingga dinilai berpotensi besar mendatangkan

pendapatan pajak bagi pemerintah. Selain itu, adanya ACFTA akan

memunculkan persaingan usaha yang diharapkan memicu persaingan

harga yang sehat dan kompetitif sehingga pada akhirnya konsumen yang

ada di Indonesia akan diuntungkan, karena barang yang dibutuhkan relatif

terjangkau.

Batik merupakan salah satu produk yang termasuk di dalam perdagangan

bebas ACFTA. Dengan adanya ACFTA, batik Indonesia mendapat saingan berat

dengan produk batik di China, selain produk-produk seperti kerajinan kayu,

bambu, keramik, dan jamu. Batik cap asal Tiongkok dengan motif yang sama

persis dengan produk lokal Indonesia menjadi ancaman serius bagi produksi

batik cap lokal dari Yogyakarta, Pekalangan, Cirebon, dan Solo. Produk batik

2

Page 3: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

yang dikenal dengan istilah batik mekanik tersebut telah menguasai pangsa di

berbagai kota di tanah air sebesar 25-30 persen (Pikiran Rakyat, 2015).

Batik merupakan bagian dari budaya Indonesia yang telah lama ada dan

berkembang di masyarakat. Menurut Kementrian Perindustrian (2011), sejak

ratusan tahun lalu, masyarakat Indonesia sudah akrab dengan batik. Dahulu

batik sekadar menjadi simbol warisan budaya, sehingga hanya digunakan untuk

acara-acara tertentu, seperti pesta pernikahan dan berbagai kegiatan resmi. Kini,

cara pandang masyarakat Indonesia sudah berubah. Batik sudah menjadi

sebuah usaha (bisnis) yang sangat prospektif sejalan dengan berkembangnya

industri kreatif, bahkan menjadi motor penggerak ekonomi.

Eksistensi batik makin kokoh setelah United Nation Education Scientific

and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan batik sebagai world heritage

atau warisan budaya pada tanggal 2 Oktober 2009. Pemerintah Indonesia juga

menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Oleh karena itu,

usaha batik di Indonesia perlu terus dikembangkan. Pada acara World Batik

Summit (WBS), yang berlangsung 28 September hingga 2 Oktober 2011, di

Jakarta Convention Center, Presiden SBY menegaskan bahwa untuk

mengembangkan batik meliputi empat aspek yaitu budaya, ekonomi, lingkungan,

dan diplomasi Internasional. Dari aspek ekonomi, nilai transaksi perdagangan

batik pada tahun 2006 pencapai Rp 2,9 triliun, dan pada tahun 2010 meningkat

menjadi Rp 3,9 triliun. Sementara, nilai ekspor pada tahun 2006 sebesar US$

14,3 juta dan pada tahun 2010, mencapai US$ 22,3 juta, dengan peningkatan 56

persen. Jumlah tenaga kerja yang diserap industri batik mencapai 916.783 orang

pada tahun 2010. Jumlah konsumen batik tercatat 72,86 juta orang

(Kemendag, 2011).

Melihat potensi dan nilai budaya batik, sudah selayaknya Indonesia

mengembangkan usaha batik terutama di pusat-pusat batik tradisional seperti

Solo, Yogya, Pekalongan, Garut, Sumenap, Malang, dan banyak tempat yang

lain. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis

dampak ACFTA terhadap kinerja UMKM batik seperti Wijayanan dan Sukirman

(2015)0 di Banyumas, Putra (2012) dan Sunaryo dkk. (2014) di Pekalongan.

Publikasi penelitian dampak ACFTA terhadap kinerja UMKM Batik di Jawa Timur

masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mengisi kekurangan

informasi tersebut.

3

Page 4: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak ACFTA terhadap

kinerja UMKM batik di Jawa Timur, khususnya di pusat produksi batik di

Pamekasan, Sidoarjo, dan Malang. Hasil penelitian diharapkan memberi

informasi kepada pihak terkait (pengelola usaha batik, pemerintah, dan peneliti

selanjutnya) tentang upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja

batik sebagai salah satu asset budaya Indonesia.

2. Kajian Pustaka

2.1 Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional secara teoritis terjadi karena suatu negara

mampu menghasilkan produk dengan biaya lebih murah dibandingkan dengan

negara lainnya. Hal ini dapat dijelaskan melalui dua teori, yaitu teori keunggulan

komparatif dari David Ricardo dan teori intensitas penggunaan faktor produksi

oleh Heckscher-Ohlin (HO).

Teori keunggulan komparatif  dikemukakan oleh David Ricardo (Krugman

dan Obstfeld, 2011). Menurut Ricardo, perdagangan internasional terjadi

apabila terdapat perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Keunggulan

komparatif akan tercapai jika suatu  negara  mampu memproduksi

barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara

lainnya. Misalnya,  Indonesia  dan  Malaysia  sama-sama memproduksi

kopi dan timah. Indonesia mampu memproduksi kopi secara efisien dan dengan

biaya yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi timah secara efisien dan

murah. Sebaliknya, Malaysia mampu dalam memproduksi timah secara efisien

dengan biaya yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi kopi secara efisien

dan murah. Dengan demikian, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam

memproduksi kopi dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif dalam

memproduksi timah. Perdagangan akan saling menguntungkan jika kedua

negara bersedia bertukar kopi dan timah.

Berlandaskan teori keunggulan komparatif, Indonesia seharusnya

memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan barang-barang yang

berbasis alam karena sumber daya alam Indonesia tersedia dalam jumlah

banyak sehingga biaya produksi lebih murah. Dalam teori keunggulan

komparatif, suatu  bangsa  dapat meningkatkan standar hidup dan pendapatan 

4

Page 5: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

jika suatu negarai melakukan spesialisasi produksi barang atau jasa yang

memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi.

Teori Heckscher-Ohlin atau biasanya disingkat menjadi Teori HO pada

prinsipnya menjelaskan bahwa perdagangan internasional terjadi karena suatu

negara mampu mengimbinasikan faktor-faktor produksi sedemikian rupa

sehingga mampu menghasilkan produk dengan biaya yang lebih rendah

(Thompson, 2001). Analisis HO didasarkan pada hipotesis berikut: (a) harga

atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi

faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara, (b) comparative advantage

dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh

struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya, (c) masing-masing negara

akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang

tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan

murah untuk memproduksinya, dan (d) sebaliknya masing-masing negara akan

mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor

produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

Berdasarkan hipotesis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa teori HO

menjelaskan keunggulan komparatif dari dua faktor, yaitu (a) bahwa keunggulan

komparatif dapat dicapai melalui faktor endowment, yakni kepemilikan faktor-

faktor produksi di dalam suatu negara, dan (b) faktor faktor intensity, yakni

teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensive atau

capital intensive. Teori HO memberikan penjelasan mengenai penyebab

terjadinya perbedaan produktivitas antar negara. Negara yang memiliki faktor

produksi relatif banyak atau murah akan melakukan spesialisasi produksi untuk

kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor

barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka

atau mahal dalam memproduksinya (Donald, 2000).

2.2 Integrasi Ekonomi

Integrasi ekonomi merupakan bagian dari upaya suatu negara untuk

meningkatkan kesejahteraan dengan cara membebaskan perdagangan dari

segala bentuk proteksi dan restriksi, dengan menciptakan area perdagangan

bebas atau free trade area (Jovanovic, 1998). Integrasi ekonomi adalah

5

Page 6: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

penghilangan atau penghapusan rintangan perdagangan antara paling sedikit

dua Negara dan membangun koordinasi dan kerjasama antar Negara yang

tergabung didalamnya (El-Algraa, 1998).

Oleh karena integrasi ekonomi adalah area perdagangan bebas maka

umumnya dilakukan oleh negara-negara yang berada dalam satu kawasan.

Tujuan utama integrasi ekonomi adalah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi

melalui penciptaan perluasan pasar, internalisasi increasing return to scale dalam

produksi dan konsumsi, dan meningkatkan standar hidup masyarakat sekaligus

mengurangi tingkat disparitas diantara sesama negara anggota (Daniel dan

Radebaugh, 1986). Kawasan integrasi ekonomi juga akan mempermudah

transfer produk, barang dan tenaga kerja yang pada akhirnya dapat membentuk

sebuah integrasi secara total yang juga menyangkut aspek politik (Chu dan Park,

2007). Manfaat dari pembentukan integrasi ekonomi akan semakin besar

apabila terdapat beberapa kondisi, seperti negara anggota memiliki keunggulan

komparatif yang hampir sama, negara anggota memiliki small market size, dan

pengenaan tarif terhadap negara bukan anggota adalah rendah (Gibb dan

Michalak,1994).

Secara teoritis terdapat berbagai bentuk/kriteria dari integrasi ekonomi.

Jones dan Plummer (2004) memberikan klasifikasi mengenai tingkatan dari

intergasi ekonomi menjadi 5 tingkatan, yakni : (i) free trade area;(ii) costom

union;(iii) common market; (iv) economic union ; (v) total economic integration.

Free trade area ditandai oleh adanya perdagangan bebas tanpa adanya

hambatan tarif diantara negara anggota tetapi masing-masing negara anggota

masih dibolehkan mengenakan tarif untuk negara bukan anggota. Custom union

menerapkan pengurangan tarif impor dari sesama negara anggota dan

menerapkan hambatan perdagangan yang sama terhadap negara bukan

anggota melalui kebijakan Common External Tariff (CET). Common market

perluasan dari custom union dengan adanya tambahan pergerakan bebas atas

faktor produksi (barang, modal, tenaga kerja dan jasa) diantara sesama negara

anggota. Economic union perjanjian kerjasama ekonomi yang melibatkan

harmonisasi kebijakan ekonomi nasional dan kebijakan fiskal. Sedangkan

political union bentuk integrasi yang melibatkan harmonisasi politik secara

lengkap diantara sesama negara anggota, yakni dengan membentuk

penguasaan politik tunggal di suatu kawasan integrasi ekonomi.

6

Page 7: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

2.3 ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)

ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara

negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan

perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-

hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses

pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek

kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak

ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan

China (Direktorat Kerjasama Regional, 2014).

Indonesia telah meratifikasi Ratifikasi Framework Agreement ASEAN-

China FTA melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni

2004. Setelah negosiasi tuntas, secara formal ACFTA pertama kali diluncurkan

sejak ditandatanganinya Trade in Goods Agreement dan Dispute Settlement

Mechanism Agreement pada tanggal 29 November 2004 di Vientiane, Laos.

Persetujuan Jasa ACFTA ditandatangani pada pertemuan ke-12 KTT ASEAN di

Cebu, Filipina, pada bulan Januari 2007. Sedangkan Persetujuan Investasi

ASEAN China ditandatangani pada saat pertemuan ke-41 Tingkat Menteri

Ekonomi ASEAN tanggal 15 Agustus 2009 di Bangkok, Thailand.

Tujuan dari perjanjian ACFTA, antara lain adalah (1) memperkuat dan

meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara negara-

negara anggota, (2) meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan

perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu sistem yang transparan

dan untuk mempermudah investasi, (3) menggali bidang-bidang kerjasama yang

baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama

ekonomi antara negara-negara anggota, dan (4) memfasilitasi integrasi ekonomi

yang lebih efektif dari anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan

Vietnam) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi di antara

negara-negara anggota (Direktorat Kerjasama Regional, 2014).

Peluang adanya perjanjian ACFTA, antara lain adalah (1) meningkatnya

akses pasar ekspor ke China dengan tingkat tarif yang lebih rendah bagi produk-

produk nasional, (2) meningkatkanya kerjasama antara pelaku bisnis di kedua

negara melalui pembentukan “Aliansi Strategis”, (3) meningkatnya akses pasar

7

Page 8: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

jasa di China bagi penyedia jasa nasional, (4) meningkatnya arus investasi asing

asal China ke Indonesia, (5) terbukanya transfer teknologi antara pelaku bisnis di

kedua negara.

Manfaat adanya perjanjian ACFTA, antara lain adalah (1) terbukanya

akses pasar produk pertanian (Chapter 01 s/d 08 menjadi 0%) Indonesia ke

China pada tahun 200, (2) terbukanya akses pasar ekspor Indonesia ke China

pada tahun 2005 yang mendapatkan tambahan 40% dari Normal Track (± 1880

pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menjadi 0-5%, (3) terbukanya akses

pasar ekspor Indonesia ke China pada tahun 2007 yang mendapatkan tambahan

20% dari Normal Track (± 940 pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menjadi

0-5%, dan (4) pada tahun 2010, Indonesia memperoleh tambahan akses pasar

ekspor ke China sebagai akibat penghapusan seluruh pos tarif dalam Normal

Track China, dan (5) sampai dengan tahun 2010 Indonesia menghapuskan

93,39% pos tarif (6.683 pos tarif dari total 7.156 pos tarif yang berada di Normal

Track ), dan 100% pada tahun 2012.

Tantangan adanya perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA),

antara lain adalah (1) Indonesia harus dapat meningkatkan efisiensi dan

efektifitas produksi sehingga dapat bersaing dengan produk-produk China, (2)

menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing,

(3) menerapkan ketentuan dan peraturan investasi yang transparan, efisien dan

ramah dunia usaha, dan (4) meningkatkan kemampuan dalam penguasaan

teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran dan lobby.

2.4 Kinerja Perusahaan

Setiap perusahaan bertujuan mencapai hasil sesuai dengan yang

diharapkan. Perusahaan sebagai organisasi yang profit-riented, tujuannya

adalah mencapai keuntungan maksimum. Keuntungan dapat diartikan dalam

bentuk manfaat sehingga ada manfaat yang bersifat kualitatif dan ada manfaat

yang kuantitatif. Manfaat kualitatif misalnya terkait dengan image masyarakat

terhadap sebuah perusahaan, merek yang makin dikenal, atau sebaliknya dalam

bentuka kerugian seperti nama perusahaan tercemar karena mengganggu

lingkungan, perusahaan terlibat didalam perdagangan yang illegal, dan

8

Page 9: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

sebagainya. Penelitian ini akan fokus pada kinerja kuantitati, khususnya

penjualan dan laba yang diperoleh UMKM batik.

Penjualan merupakan sebuah proses dimana kebutuhan pembeli dan

kebutuhan penjual dipenuhi, melalui antar pertukaran informasi dan kepentingan

(Kotler, 2005). Penjualan perlu dikembangkan melalui rencana strategis yang

diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli sehingga

mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba (Marwan, 2006). Penjualan

merupakan sumber hidup suatu perusahaan, karena dari penjualan dapat

diperoleh laba serta suatu usaha memikat konsumen yang diusahakan untuk

mengetahui daya tarik mereka sehingga dapat mengetahui hasil produk yang

dihasilkan.

Laba usaha merupakan pendapatan perusahaan dikurangi biaya eksplisit

atau biaya akuntansi perusahaan (Salvatore, 2005). Laba usaha berbeda dengan

laba ekonomi, yaitu pendapatan perusahaan dikurangi dengan biaya eksplisit

dan biaya implisit. Dalam akuntansi, laba kotor adalah keuntungan penjualan

yakni perbedaan antara pendapatan dengan biaya untuk membuat suatu produk

atau penyediaan jasa sebelum dikurangi biaya overhead, gaji, pajak dan

pembayaran bunga. Penjualan bersih didapatkan dengan cara mengurangi

penjualan kotor dengan retur penjualan dan diskun penjualan.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kuantitatif dengan metode

survei terhadap pelaku UMKM Batik di Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM)) Batik Malang, Sidoarjo, dan Pamekasan-Madura. Berdasarkan data

yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur (2013) diketahui bahwa

industri batik khususnya batik tulis cukup banyak terdapat di wilayah Malang

Raya, Sidoarjo, dan Pamekasan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perajin batik yang

menghasilkan produk batik yang terdaftar di Kantor Dinas Perindustrian dan

Perdagangan di tiga lokasi penelitian, yaitu di Malang (Kota Malang, Kabupaten

Malang, dan Kota Batu), Kota dan Kabupaten Sidoarjo, dan Pamekasan-

Madura. Setelah dilakukan studi lapangan diketahui bahwa jumlah perajin batik

di tiga pusat produksi batik berjumlah 60 unita usaha sehingga seluruhnya

9

Page 10: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

dijadikan sampel, dengan kata lain studi ini adalah sensus terhadap perajin batik

di tiga pusat produksi tersebut. Responden dalam penelitian ini adalah pemilik

dan/atau pengelola usaha kecil batik di Malang Raya, Sidoarjo, dan Pamekasan.

Data dikumpulkan secara langsung dari usaha-usaha kecil dan rumah

tangga penghasil batik menggunakan kuesioner. Teknik penyerahan kuesioner

secara langsung menurut Arsono (1995) dirasakan lebih baik dibandingkan

dengan mail survey karena dapat memperkecil perbedaan interpretasi antara

responden dan peneliti. Wawancara mendalam (in-depth interview) juga

dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih detail dari responden terkait

data yang berifat kualitatif. Hasil wawancara diharapkan menjadi cross-check

terhadap hasil kuesioner sehingga meningkatkan validitas instrumen dan

reliabilitas data.

Data kuantitatif yang dikumpulkan meliputi tingkat penjualan dan laba

usaha batik sebelum dan sesudah pelaksanaan ACFTA. Data yang dikumpulan

berupada persentase peningkatan atau penurunan, dengan pertimbangan bahwa

perajin akan cenderung memberikan data yang bias dalam bentuk angka nomial

atau absolut.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji beda berpasangan (pair

sample t-test) untuk dua rata-rata hitung sebelum dan setelah pelaksanaan

ACFTA. Perbandingan yang dimaksud adalah kinerja UMKM batik dilihat dari

tingkat penjualan dan laba usaha.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan4.1 Hasil Penelitian

Sebelum menganalisis dampak ACFTA terhada kinerja UMKM batik,

perlu diketahui informasi awal dari pelaku UMKM terkait dengan makna ACFTA.

Informasi awal tersebut adalah (1) tarif barang yang masuk ke Indonesia

termasuk harga batik dari China yang murah, (2) produk dari Cina termasuk batik

makin banyak yang masuk ke Indonesia, dan (3) pemerintah Indonesia tidak bisa

membatasi jumlah produk batik dari Cina yang masuk ke Indonesia.

Sebagian besar responden (56,7%) setuju bahwa dengan adanya ACFTA

tarif barang dari negara-negara anggota ASEAN dan dari Cina yang masuk ke

Indonesia termasuk batik makin murah (Tabel 1). Secara keseluruhan untuk

10

Page 11: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

responden yang setuju dan sangat setuju adalah 66,7% yang mengindikasikan

bahwa sebagian besar pelaku UMKM batik memahami arti dari ACFTA. Sejalan

dengan prinsip ACFTA melalui Common Effective Preferential Tariff (CEPT), tarif

perdagangan barang diantara negara-negara ASEAN dengan Cina akan

dikurangi secara bertahap menjadi nol pada tahun 2015. Artinya, di akhir tahun

2015 benar-benar tidak ada tarif bea masuk terutama untuk barang-barang yang

termasuk dalam kategori normal track. Oleh karena tarif nol persen maka produk

batik dari China yang lebih murah menguasai pasar di Indonesia sebagai salah

satu anggota ASEAN.

Namun, masih ada 12 responden atau 20% yang menyatakan tidak tahu

tentang hubungan ACFTA dengan tarif barang yang masuk ke Indonesia. Hal ini

dapat dimaklumi karena ada pelaku UMKM yang menghasilkan produk batik

dengan pasar sasaran di wilayah Jawa Timur. Produsen yang tidak berorientasi

ekspor cenderung untuk tidak memperhatikan persoalan perdagangan

internasional.

Tabel 1. Pendapat Responden tentang “Dengan adanya perdagangan bebas dengan Cina, tarif barang yang masuk ke Indonesia termasuk batik makin murah”

No. Pendapat Responden Frekuensi (orang) Persentase (%)1 Sangat tidak setuju 0 02 Tidak setuju 8 13,33 Tidak Tahu 12 20,04 Setuju 34 56,75 Sangat Setuju 6 10,0

Jumlah 60 100,00

Pelaku UMKM batik lebih memahami aliran masuknya barang ke

Indonesia dengan adanya perdagangan bebas ASEAN-Cina. Hal ini dapat

dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan sekitar 87% responden yang setuju dan

sangat setuju bahwa perdagangan bebas menyebabkan produk dari Cina

termasuk batik makin banyak yang masuk ke Indonesia. Masuknya barang dari

Cina ke Indonesia popular di masyarakat dan sudah cukup banyak diungkapkan

melalui media massa baik cetak maupun elektronik dan televisi.

Walaupun demikian masih ada 8 responden atau 13% yang tidak tahu

bahwa dengan perdagangan bebas khususnya ASEAN dengan Cina maka

11

Page 12: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

produk dari negara lain akan banyak masuk ke Indonesia. Sekali lagi, responden

yang merupakan produsen yang berorientasi pada pasar lokal kurang atau

bahkan tidak memperhatikan pasar internasional.

Tabel 2. Pendapat Responden tentang “Perdagangan bebas menyebabkan produk dari Cina termasuk batik makin banyak yang masuk ke Indonesia”

No. Pendapat Responden Frekuensi (orang) Persentase (%)1 Sangat tidak setuju 0 02 Tidak setuju 0 03 Tidak Tahu 8 13,34 Setuju 46 76,75 Sangat Setuju 6 10,0

Jumlah 60 100,00

Informasi awal terakhir terkait ACFTA adalah campur tangan pemerintah

dalam membatasi jumlah produk negara lain yang masuk ke Indonesia. Tabel 3

menunjukkan bahwa hampir semua responden (sekitar 93%) setuju dan sangat

setuju bahwa pemerintah Indonesia tidak bisa membatasi jumlah produk batik

dari China yang masuk ke Indonesia. Hal ini sesuai dengan prinsip ACFTA yang

telah disetujui oleh pemimpin negara-negara ASEAN dan China.

Tabel 3. Pendapat Responden tentang “Pemerintah Indonesia tidak bisa membatasi jumlah produk batik dari China yang masuk ke Indonesia”

No. Pendapat Responden Frekuensi (orang) Persentase (%)1 Sangat tidak setuju 0 02 Tidak setuju 0 03 Tidak Tahu 4 6,74 Setuju 34 56,75 Sangat Setuju 22 36,7

Jumlah 60 100,00

Pemahaman yang baik dari pelaku UMKM batik tentang makna ACFTA

diharapkan mendorong UMKM untuk terus berupaya meningkatkan kinerja dan

daya saing menghadapi perdagangan bebas khususnya dengan China. Produk

dari China sudah dikenal masyarakat Indonesia karena harganya bersaing

dengan produk sejenis di Indonesia maupun dari negara lain.

Penurunan dan penghapusan tariff bea masuk produk batik dari China ke

Indonesia berdampak pada penurunan penjualan rata-rata 20,24% yang dialami

oleh 41 unit UMKM, sedangkan yang meningkat pendapatannya hanya 19 unit

12

Page 13: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

usaha dengan rata-rata kenaikan 12,60% (Tabel 4). Sebanyak 6 UMKM yang

meningkat penjualan usahanya ternyata tidak diikuti dengan peningkatan laba.

Secara keseluruhan rata-rata penurunan penjualan lebih besar daripada

peningkatan laba.

Tabel 4. Penurunan dan Kenaikan Penjualan dan Laba UMKM Batik

Keterangan Jumlah UMKM Minimal (%)

Maksimal (%)

Rata-rata (%)

Penurunan penjualan 41 5,00 45,00 20,24

Peningkatan penjualan 19 4,00 20,45 12,60

Penurunan laba 47 6,00 40,00 20,21

Peningkatan laba 13 4,00 15,00 10,38

Kinerja secara umum adalah tingkat penurunan penjualan dan laba lebih

besar daripada tingkat kenaikan penjualan dan laba. Rata-rata laba sebelum

ACFTA sebesar 26,55% sementara rata-rata penjualan sesudah ACFTA sebesar

13,28% sehingga terdapat selisih sebesar 13,27%. Hasil uji statistik dengan

paired sample t-test selisih tersebut signifikan pada α = 5%, maka dapat

disimpulkan bahwa tingkat penjualan UMKM batik sesudah pelaksanaan ACFTA

menuruh (Tabel 5). Demikian pula tingkat laba sebelum ACFTA rata-rata laba

sebesar 17,43% dan sesudah ACFTA sebesar 13,03% sehingga terjadi

penuruhan rata-rata 4,40%. Hasil uji statistik (Tabel 5) menunjukkan bahwa laba

UMKM batik secara signifikan menurun.

Tabel 5. Hasil uji Paired Sample t test pada Penjualan dan Laba UMKM Batik

KinerjaPaired Sample t-Test

KesimpulanMean t-hitung Sig (2-tailed)

Penjualan 13,27 6,30 0,000 Signifikan

Laba 4,40 3,83 0,000 Signifikan

4.2 PembahasanHasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku UMKM batik mamahami

makna ACFTA karena sebagian besar responden (56,7%) setuju bahwa produk

batik dari China yang masuk ke Indonesia makin murah karena penghapusan

13

Page 14: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

tariff bea masuk; sekitar 87% responden yang setuju dan sangat setuju bahwa

perdagangan bebas menyebabkan produk dari Cina termasuk batik makin

banyak yang masuk ke Indonesia, dan hampir semua responden (93%) setuju

dan sangat setuju bahwa pemerintah Indonesia tidak bisa membatasi jumlah

produk batik dari China yang masuk ke Indonesia. Tingkat pemahaman yang

baik dari pelaku UMKM batik terkait ACFTA karena sejak mulai berlakunya

ACFTA pada 1 Januari 2010 berita tentang peluang dan ancaman ACFTA cukup

banyak disampaikan melalui media massa. Walau demikian, masih terdapat 20

responden atau 33,3% yang tidak setuju dan tidak tahu bahwa tariff bea masuk

terhadap produk batik dari China makin murah dan sekitar 13% responden yang

menyatakan tidak tahu bahwa produk batik dari China yang masuk ke Indonesia

makin banyak setelah adanya ACFTA. Pelaku UMKM batik yang tidak setuju

dan tidak tahu dampak ACFTA disebabkan antara lain sebagian UMKM

memproduksi batik untuk memenuhi segmen pasar khusus di dalam negeri

seperti pakaian pesta.

Masuknya produk batik China ke Indonesia berdampak terhadap kinerja

UMKM batik yang ditunjukkan oleh penjualan yang menurun. Penurunan

penjualan terjadi pada sebagian besar (41 unit usaha atau 68%) UMKM batik di

tiga pusat produksi batik di Jawa Timur (Pamekasan, Sidoarjo, dan Malang).

Penurunan penjualan rata-rata 20% dibandingkan penjualan sebelum adanya

ACFTA. Penurunan penjualan paling besar mencapai 45% dan paling kecil

adalah 5%. Sebaliknya, terdapat 19 UMKM batik yang penjualannya meningkat

rata-rata sekitar 13% dengan kenaikan paling tinggi 20% dan terendah 4%.

Penurunan penjualan berakibat pada menurunnya laba yang diperoleh UMKM

batik. Penurunan dialami oleh 47 UMKM atau sekitar 80% dengan rata-rata

20%, sedangkan yang mengalami peningkatan penjualan hanya 13 UMKM atau

sekitar 20% dengan rata-rata kenaikan 10% setelah adanya ACFTA. Secara

keseluruhan terjadi penurunan penjualan rata-rata sekitar 13% dan penurunan

laba sebesar 4%. Penurunan ini ternyata signifikan pada tingkat kepercayaan

95%.

Penurunan kinerja UMKM batik setelah berlangsungnya ACFTA

disebabkan oleh paling tidak dua faktor. Pertama, penurunan dan penghapusan

bea masuk menyebabkan produk dari China yang masuk ke ASEAN dan secara

khusus ke Indonesia mampu bersaing dengan produk batik dalam negeri karena

14

Page 15: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

harga jual produk batik China menjadi lebih murah dibandingkan sebelumnya.

Persaingan harga setelah ACFTA adalah hal yang wajar untuk produk sejenis

yang diharapkan berdampak positif terhadap inovasi UMKM batik untuk mampu

bersaing melalui inovasi produk, inovasi proses, inovasi organisasi, dan inovasi

bisnis secara keseluruhan. Inovasi akan memungkinkan UMKM mampu

bersaing. Melalui inovasi produk, misalnya akan menghasilkan produk yang

menarik karena desain atau motif yang berbeda atau unik. Sementara inovasi

proses akan berdampak pada biaya operasional yang lebih mudah sehingga

mampu bersaing. Inovasi organisasi terkait kemampuan UMKM untuk mengelola

tenaga kerja yang dimiliki sehingga lebih terampil, mampu mengembangkan ide-

ide inovasi, dan cara kerja yang lebih baik. Akhirnya inovasi bisnis adalah

kombinasi antar jenis-jenis inovasi produk, proses, dan organisasi. Misalnya,

selain menghasil produk berkualitas juga disertai layanan pemasaran yang baik.

Layanan kepada konsumen dapat berupa ketepatan waktu produksi atau

penyampaikan produk sesuai pesanan, memberikan informasi yang dibutuhkan

konsumen, mendengarkan keluhan konsumen, dan lain-lain.

Faktor kedua yang menyebabkan menurunnya penjualan dan laba UMKM

batik di Indonesia setelah adanya ACFTA adalah perbedaan teknis produksi batik

antara China dan Indonesia. Batik dari China adalah batik cap sedangkan

sebagian besar batik di tiga daerah sentra produksi di Jawa Timur yang diteliti

adalah batik tulis. Batik cap atau lebih dikenal sebagai batik mekanik asal

Tiongkok dengan motif yang sama persis dengan produk lokal Indonesia menjadi

ancaman serius bagi produksi batikdi Indonesia. Hasil penelitian Immawan

menemukan bahwa batik mekanik asal China menguasai pangsa di berbagai

kota di Indonesia sebesar 25-30 persen (Pikiran Rakyat, 2015).

Produk batik Indonesia sebenarnya memiliki kekuatan pasar sejak

UNESCO mengukuhkan Batik Indonesia sebagai Masterpieces of the Oral and

Intangible Heritage of Humanity pada 2 Oktober 2009, yang diikuti penetapan

tanggal tersebut sebagai hari batik nasional. Berdasarkan hasil penelitian

Immawan seperti yang dilaporkan melalui Pikiran Rakyat (2015), penjualan batik

Solo, Yogyakarta dan Pekalongan meningkat tajam setelah penetapan UNESCO

tersebut. Pasar batik Solo omzet penjualan meningkat antara 30 – 50% pada

tahun 2010 dan sekitar 200% pada tahun berikutnya (2011). Peningkatan pada

kisaran yang sama berlaku di pasar-pasar di Yogyakarta dan Pekalongan.

15

Page 16: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

Melihat pasar batik meningkat tajam di Indonesia, produsen China

memasuki pasar batik di berbagai kota di Indonesia setelah berlakunya ACFTA

tahun 2010. Batik Tiongkok bisa dikategorikan sebagai batik cap, tetapi

produksinya menggunakan mesin atau disebut batik mekanik. Ekspor batik

mereka sangat massif. Sebagai contoh batik asal China selama tiga bulan

pertama 2013 (Januari-Maret) masuk pasar Indonesia sebanyak 159 ton, dengan

nilai 4.6 juta dolar AS atau setara Rp 43.7 miliar (Pikiran Rakyat, 2015).

Hal serupa juga dikemukakan oleh Himpunan Pengusaha Pribumi

Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta bahwa masuknya produk batik dari China sebesar

Rp43 miliar selama tiga bulan di awal tahun 2013 merupakan merupakan

ancaman luar biasa bagi industry batik Indonesia. Harga batik dari China jauh

lebih murah dari batik lokal dan karakteristik masyarakat Indonesia sebagai

negara berkembang lebih menyukai barang yang murah meski kualitasnya

rendah. Batik China sangat mirip dengan batik Indonesia, bahkan mereknya

banyak sama dengan merek indonesia tetapi harganya jauh lebih murah.

Masyarakat Indonesia lebih memilih yang lebih murah dan warnanya menarik

meski kualitas batik lita jauh lebih baik (Economy, 2013). Oleh karena itu

pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas untuk mengatasinya.

Pemerintah harus segera mewaspadai keadaan tersebut dengan segala

kewenangan yang dimilikinya. Misalnya melakukan program seperti membuat

aturan yang tujuannya membatasi impor batik atau dengan cara lain misalnya

menaikkan paja produk batik dari luar negeri. Himpunan Pengusaha Pribumi

Indonesia (HIPPI) mengharapkan Kementerian Perdagangan membentuk

sebuah komite untuk mengwasi peredaran barang impor di pasaran (Economy,

2013).

Pandangan sebaliknya dikemukakan oleh Kemenderian Perdagangan.

Bahwa pemberlakuan ACFTA membuat batik produksi Tiongkok membanjiri

pasar dalam negeri. Itu akibat bea masuk produk sebesar nol persen. Meski

begitu, batik lokal masih bisa bertahan karena memiliki kualitas lebih baik

daripada batik printing asal Cina. Kualitas yang dihasilkan (batik asal Cina) masih

di bawah produk batik asal Indonesia (Kemenperin, 2012). Menurut Dirjen

Industri Kecil Menengah Kementerian Perindustrian, batik adalah produk asli

Indonesia yang dibuat dengan keterampilan tertentu. Batik Indonesia bahan

16

Page 17: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

bakunya terdiri atas kain batik dengan bahan baku gondorukem dan

menggunakan canting dalam proses produksinya. Untuk batik cap,

menggunakan bahan baku katun dan mempunyai teknik khusus dalam membuat

produknya. Batik printing asal Cina, diproduksi dengan menggunakan mesin

tanpa keterampilan manusia. Batik Cina hanya diprint dan harganya lebih murah

serta proses produksinya tidak sesuai dengan ketentuan UNESCO (Kemenperin,

2012).

            Masuknya produk batik dari China setelah adanya ACFTA menjadi

ancaman tetapi ancaman tersebut dapat diubah menjadi peluang dengan cara

melakukan inovasi. Menurut Stovia (2012), para pelaku usaha batik lokal saat ini

mulai membuat motif-motif batik yang tak bisa ditiru oleh produsen batik China.

Ditambah lagi kualitas bahan kain batik itu sendiri yang tetap dipertahankan dan

akhirnya mampu bersaing di negeri sendiri bahkan mulai merambah persaingan

dunia. Permintaan batik lokal terus meningkat, hal ini juga berdampak pada

kesempatan kerja dalam negeri hingga mampu mengurangi jumlah

pengangguran. Apalagi dengan banyaknya pihak yang mendukung usaha batik

dalam negeri maka perkembangan industri batik dalam negeri akan mampu

bertahan. 

Hal senada juga dikemukakan oleh Mubarok (2013) yang dalam

penelitiannya di Lamongan, menemukan bahwa dengan meningkatkan kualitas

produk batik lokal oleh para pengusaha dan kebijakan serta strategi yang

dijalankan oleh pemerintah dalam rangka melestarikan dan mengembangkan

batik lokal telah menghasilkan dampak positif. Dengan meningkatnya nilai

produksi batik lokal menunjukkan bahwa telah terjadi dampak positif dari

perdagangan bebas ACFTA yang mengakibatkan membanjirnya produk batik

Cina, masyarakat atau para pengrajin batik lokal menganggap produk batik Cina

bukan merupakan ancaman karena produk batik lokal memiliki kualitas lebih

bagus dan lebih memiliki nilai seni. Dampak positif lainnya yaitu terlihat dari

ketahanan ekonomi keluarga pengrajin batik lokal. Ketahanan ekonomi keluarga

yang diukur dari tingkat pendapatan dan pengeluaran para pengrajin batik lokal

menunjukkan rata-rata tahan dan diatas garis kemiskinan atau tidak miskin.

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan masyarakat memakai batik pada

hari Batik Nasional dan satu hari secara regular pada hari kerja untuk pegawai

atau satu hari sekolah bagi pelajar, juga menjadi salah satu kebijakan yang

17

Page 18: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

mendukung pengembangan usaha batik lokal. Namun, perlu disertai dukungan

pemerintah untuk melindungi perajin batik local terhadap ancaman produk batik

mekanis dari China, misalnya mendorong produsen lokal untuk menghasilkan

produk batik dengan harga murah untuk memenuhi kebutuhan konsumen

Indonesia yang daya belinya masih rendah.

5. Simpulan dan Saran

Perdagangan bebas ASEAN dengan China (ACFTA) memberi dampak

negatif terhadap kinerja batik local Indonesia dilihat dari tingkat penjualan dan

laba yang menurun. Penurunan penjualan dan laba disebabkan harga produk

batik dari China harganya lebih murah dengan motif, warna, dan kualitas yang

relatif sama. Murahnya produk batik China selain tidak ada tariff bea masuk,

juga disebabkan produk bati China diproduksi secara mekanis, sedangkan batik

Indonesia dihasilkan dengan cap atau batik tulis.

Namun, dengan berjalannya waktu ada indikasi bahwa produk batik

UMKM lokal mulai mampu bersaing dengan produk batik dari China. Pelaku

UMKM batik dapat menghasilkan produk dengan motif batik dengan keterampilan

khusus yang sulit ditiru. Konsumen Indonesia juga secara bertahap dapat

membedakan kualitas produk batik printing dari China dan produk local yang

lebih baik kualitasnya.

Disarankan kepada pemerintah untuk mendukung perajin batik lokal

melalui berbagai cara, seperti pelatihan keterampilan menghasilkan batik yang

berkualitas baik, meningkatkan efektivitas perkreditan bagi UMKM yang kesulitan

modal untuk pengembangan usaha, peningkatan/perluasan jaringan pemasaran,

dan membangun kerjasama antara perajin kecil dengan usaha-usaha menengah

dan besar dalam pengembangan usaha. Pemerintah juga diharapkan secara

terus-menerus meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai produk

lokal dan tidak berpandangan bahwa produk luar negeri lebih bergengsi dan

selalu lebih baik kualitasnya.

18

Page 19: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

DAFTAR PUSTAKA

Chu, C. P. dan S. C. Park. 2007. Regional Integration in Central and Eastern Europe and the Prospects for the Fifth Enlargement of the Europe, Paper, National Science Council Republic of China:1-19

Daniels, J.D dan L. H. Radebaugh. 1986. International Business: Environments and Operations, Addison-Wesley,MA

Direktorat Kerja Sama Regional-Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional. ASEAN China Free Trade Area. http//ditjenkpi.depdag.go.if/Umum/Regional/Win/ ASEAN%20- %20China%FTA.pdf.

Donald. 2000. Bisnis Internasional. Jakarta: Salemba Empat.

Economy, 14 Mei 2013. Batik Cina Ancaman untuk UKM. http://economy.okezone.com/ read/2013/05/14/320/806870/batik-china-ancaman-untuk-ukm, diakses tanggal 29 September 2016.

El-Algraa, A. M. 1998. European Union: Economics and Policy. New York: Prentice-Hall.

Helfert, E. A. 1996. Financial Management. Jakarta: Erlangga

Jones, E. dan M.G. Plummer (ed.). 2006. International Economic Integration and Asia. New Jersey; World Science.

Jovanovic, B. 1998. Vintagen Capital and Inequality. Review of Economic Dynamic, ELSEVIER, 1 (2): 497 – 530.

Kemenperin. 2012. Batik Lokal Ungguli Batik Cina. http://www.kemenperin.go.id/artikel/ 4656/Batik-Lokal%202012 , diakses tanggal 29 September 2016.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Edisi Kesebelas, jilid 2. Jakarat: Penerbit Erlangga.

Krugman, P.R. dan M. Obstfeld. 2011. International Econbomics: Theory and Policy. Seventh Edition. Eddison-Wesley. Boston.

Marwan, S. 2006. Marketing. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mubarok, A. 2013. Dampak Produk Batik Cina Terhadap Ketahanan Ekonomi Keluarga Pengrajin Batik Lokal (Studi di Kelurahan Jenggot Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan). http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=60963 , diakses tanggal 29 September 2016.

Munawir. 2001. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty.

Pikiran Rayat, edisi 22 September 2015. http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/ 2015/09/22/343321/batik-cap-tiongkok-mengancam-produk-batik-lokal , diakses tanggal 29 September 2016.

19

Page 20: icebuss.orgicebuss.org/paper/202.docx · Web viewSementara negara baru ASEAN lainnya seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) akan menghilangkan hambatan tarif tersebut hingga

Putra, E.A. 2012. Analisis Pengaruh Implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) Terhadap Perkembangan Usaha Industri Batik (Studi Kasus di Sentra Industri Batik Pesindon dan Kauman, Kota Pekalongan. Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.

Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global. Jakarta: Salemba Empat.

Stovia. 2012. Dampak Perjanjian ACFTA pada Produk Batik Lokal Indonesia dan Perkembangan Sistem Perekonomian Syari’ah di Indonesia. Harian Republika, Kamis, 26 Juli 2012.

Sunaryo, W.A., Mutadin, dan Maghfiroh. 2014. Identifikasi Lima Tahun Pasca Pengukuhan Batik oleh UNESCO Terhadap Perkembangan IKM Batik di Kota Pekalongan (Studi Kasus di Kampung Batik Kauman dan Kampung Batik Pesinden). Jurnal LITBANG Kota Pekalongan, 122-140.

Thompson, H. 2001. International Economics: Global Markets and International Competition. New Jersey: World Scientific.

Wijayana, W. dan Sukirman. 2015. Analisis Pengaruh Pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) Terhadap Keberlangsungan Ushaa pada Industri UMKM Batik di Wilayah Banyumas. Jurnal Akuntansi dan Keuangan (JAKA), Vol. 2, No.1, 2015: 65-78.

20