Post on 31-Aug-2018
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA MANGROVE DI SUNGAI CARANG KOTA TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU
MANGROVE ECOTOURISM AREA DEVELOPMENT STRATEGY IN THE CARANG RIVER CITY OF TANJUNGPINANG RIAU ISLANDS
Khairul Hafsar 1 , Ambo Tuwo 2, Amran Saru 2
1 Jurusan Ilmu Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin 2 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Khairul Hafsar, S. Pi Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 Hp: 085264688695 Email: irulzzhafsar@yahoo.co.id
Abstrak Ekowisata adalah kegiatan wisata berwawasan lingkungan yang mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan, sosial ekonomi, budaya masyarakat lokal dan pembelajaran serta pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis, kondisi ekosistem mangrove, fasilitas pendukung ekowisata mangrove, dan menyusun strategi pengembangan kawasan ekowisata mangrove di Sungai Carang Kota Tanjungpinang. Penelitian dilaksanakan di Sungai Carang, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Data ekosistem mangrove diambil dengan metode transek 100 meter dengan membuat plot plot 10 x 10 meter untuk menghitung data kerapatan jenis mangrove, frekuensi jenis mangrove dan indeks keanekaragaman mangrove. Data fasilitas pendukung ekowisata mangrove dan penyusunan strategi pengembangan ekowisata mangrove menggunakan metode survei untuk mengobservasi dan mewawancarai responden dengan bantuan kuesioner. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, juga diolah dengan analisis SWOT dan AHP melalui bantuan perangkat lunak Expert choice 9.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ekosistem di Sungai Carang tergolong kategori sedang. Hal ini di dasari kerapatan jenis mangrove sebesar 1100 individu/Ha. Terdapat empat jenis mangrove yang tumbuh di kawasan Ekowisata tersebut, yaitu Rhizophora sp., Bruguiera sp., Avicennia sp., Sonneratia sp.. Rhizophora sp. Merupakan jenis mangrove yang paling mendominasi. Ada beberapa fasilitas pendukung kegiatan ekowisata mangrove di Sungai carang, yaitu toilet, mushallah, Homestay, gazebo, kantin, air sumur, penerangan (genset), lahan parkir serta jembatan menuju hutan mangrove. Namun, fasilitas- fasilitas tersebut sudah rusak dan tidak layak digunakan lagi sehingga perlu diperbaiki kembali agar menjadi menarik dan memberikan kenyamanan kepada wisatawan. Disimpulkan bahwa terdapat empat strategi utama dalam upaya pengembangan kawasan ekowisata mangrove di Sungai Carang, yaitu (1) Pemeliharaan lingkungan hutan mangrove agar tetap lestari, (2) Pengembangan sarana dan prasarana pendukung kegiatan wisata mangrove, (3) Pengembangan informasi mengenai pentingnya menjaga ekosistem mangrove, (4) Peningkatan sistem pengawasan terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas wisata.
Kata Kunci : ekowisata mangrove, strategi pengembangan, Kota Tanjungpinang Abstract Ecotourism is tourism that prioritizes environmentally friendly aspects of nature conservation, empowerment, socio-economic, culture and learning the local community as well as educational. This research aimed at analyzing: (1) the mangrove ecosystem condition (2) the mangrove ecotourism supporting facility, and (3) the mangrove ecotourism area development strategy in Carang River of Tanjungpinang city. This research was conducted in Carang River, Tanjungpinang city, Riau Archipelago Province. Mangrove ecosystem data were taken by using 100-meter transect method by making 10 x 10 meter plot by calculating the mangrove type density data, frequency of the mangrove type, and mangrove diversity index. Data of the mangrove ecotourism supporting facility and the formulation of the mangrove ecotourism development strategy used the survey method conducting an observation and interview on the respondents by using a questionnaire. The data were analysed qualitatively and quantitatively and processed by using the SWOT analysis and AHP by the help of program of the software Expert choice software 9.0. The research results indicates that the mangrove ecosystem condition in Carang River is classified in the category of “moderate”. The is based by the density of the mangrove type of 1100 individuals/ha, and the are 4 types of mangrove growing in the Ecotourism area comprising Rhizophora sp, Bruguiera sp, Avicennia sp, Sonneratia sp. Rhizophora sp represents the most dominant mangrove type. There are several supporting facilities of the mangrove ecotourism activity in Carang River namely: toilet, praying rooms, houses, gazebo, canteen, wells water, lighting (generator), parking area, and bridge directing to the mangrove forest, however, the existing facilities have been demaged and infeasible to be used, so that they are necessary to be repaired in order that they look attractive and comportable for the visitors. It was concluded that thera are four main strategies in the development of mangrove ecotourism Carang River, namely (1) Maintenance of the environment in order to remain sustainable mangrove forest, (2) development of supporting facilities mangrove tourism activities, (3) development of information regarding the importance of maintaining mangrove ecosystems, (4) Increased surveillance system against damage environment as a result of tourism activity. Keywords: mangrove ecotourism, strategy development, Tanjungpinang
PENDAHULUAN
Pariwisata di Indonesia telah menjadi salah satu industri yang menjadi penyumbang
devisa terbesar kedua setelah migas. Pengembangan industri pariwisata pun turut dijadikan
sebagai salah satu strategi yang digunakan oleh pemerintah bahkan swasta untuk
mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata guna meningkatkan perekonomian
dan kesempatan kerja. Upaya pengembangan wisata terkait pula oleh potensi pasar kedepan
dimana World Tourism Organization (WTO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 akan
terjadi peningkatan sebesar 1.561,1 juta orang dengan pertumbuhan tertinggi di Asia-Pasifik
sebesar 6,5%. (Budhyana, 2008).
Pariwisata Nasional kemudian dikembangkan oleh pemerintah dengan mengambil
langkah strategi dengan menyerahkan pembinaannya kepada Pemerintah Daerah
Kota/Kabupaten agar lebih memudahkan pengembangan dan koordinasi pembangunan
daerah. Pemerintah Daerah maupun lembaga-lembaga swasta telah berusaha membangun area
rekreasi semampu mungkin dengan memanfaatkan lahan serta didukung oleh daya dan dana
yang ada untuk penyaluran kebutuhan akan rekreasi tersebut (Binarwan, 2008).
Dewasa ini pariwisata yang dikembangkan oleh pemerintah maupun pihak swasta
banyak yang melupakan atau mengabaikan kelestarian serta keberlanjutan lingkungan lokasi
wisata yang dikembangkan sehingga cenderung bisa merusak lingkungan sekitar.
Pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan akan memberikan jaminan terhadap
kelestarian dan keindahan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan jenis biota dan
ekosistem utama.
Ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu sebagai (1) produk, (2) pasar, dan (3)
pendekatan pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang
berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang
diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Akhirnya sebagai pendekatan
pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
pariwisata secara ramah lingkungan. Di sini kegiatan wisata yang bertanggungjawab terhadap
kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan
ciri khas ekowisata. Pihak yang berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan
tetapi juga pelaku wisata lain (tour operatour) yang memfasilitasi wisatawan untuk
menunjukkan tanggungjawab tersebut (Damanik, 2006).
Ekosistem mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang
terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Ekosistem mangrove
memiliki keindahan tersendiri karena mangrove juga menjadi tempat hidup, mencari makan
serta memijah ikan dan berbagai macam binatang lainnya.
Ekowisata mangrove merupakan objek wisata yang berwawasan lingkungan dimana
wisata tersebut mengutamakan aspek keindahan yang alami dari hutan mangrove serta fauna
yang hidup disekitarnya tanpa harus merusak ekosistem tersebut untuk membuatnya lebih
menarik wisatawan, hal ini disebabkan bahwa hutan mangrove mempunyai ciri khas yang
khusus dan banyak fauna dan flora yang hidup di sekitarnya.
Ekowisata merupakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir yang dapat
menambah pendapatan mereka. Selain itu dalam pengelolaan ekowisata dan strategi
konservasi hutan mangrove, keterlibatan para stakeholders sangat berperan penting. Proyek
ekowisata dapat berhasil jika stakeholders melaksanakan peran mereka dalam pengelolaan
ekowisata maupun konservasi hutan mangrove (Satyanarayana dkk., 2012).
Kota Tanjung Pinang yang terletak di Kepulauan Riau merupakan daerah yang memiliki
ekosistem mangrove seluas kurang lebih 1.300 ha, namun 100 ha diantaranya rusak akibat
penebangan dan penimbunan untuk pemukiman dan industri. Sebagian besar mangrove yang
sudah dialihfungsikan tersebut menjadi penyebab banjir disejumlah wilayah di Kota
Tanjungpinang. Upaya konservasi kemudian dilakukan oleh pemerintah Kota Tanjungpinang
untuk menyelamatkan hutan mangrove yang masih ada dengan tujuan mempertahankan
keberadaannya dan melestarikan hutan mangrove tersebut.
Upaya konservasi tersebut dilakukan dengan membuat ekowisata mangrove yang mana
pemerintah kota Tanjungpinang menjadikan hutan mangrove di Sungai Carang sebagai objek
dan daya tarik wisata. Sungai carang dipilih menjadi tempat wisata karena di tempat ini
terdapat nilai sejarah budaya melayu. Wisata di Sungai Carang merupakan perpaduan wisata
budaya dan wisata alam karena di lokasi wisata tersebut terdapat peninggalan sejarah
kebudayan melayu dan juga terdapat hutan mangrove yang masih asri dan belum tersentuh
oleh tangan-tangan manusia. Namun permasalahan yang muncul kemudian adalah terkait
dengan pengelolaan yang tidak jelas serta tidak ada tindak perawatan terhadap objek wisata
ini sehingga masih banyak kekurangan yang membuat wisatawan tidak tertarik untuk
berkunjung, selain itu juga tempat wisata ini belum didukung dengan sarana dan prasarana
yang memadai yang bisa membuat wisatawan merasa aman dan nyaman dalam kegiatan
wisatanya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai strategi pengembangan
kawasan ekowisata mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) kondisi
ekosistem mangrove (2) fasilitas pendukung ekowisata mangrove, dan (3) menyusun strategi
pengembangan kawasan ekowisata mangrove di Sungai Carang Kota Tanjungpinang.
BAHAN DAN METODE
lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Carang, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan
Riau (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Mei 2014. Lokasi penelitian
dipilih secara sengaja (purposive) karena sesuai dengan tujuan penelitian.
Populasi dan Sampel
Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling)
yaitu teknik sampling dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam
pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan, 2008).
Sampel penelitian ini yaitu pengelola wisata, pengunjung dan pemerintah dengan
mengambil masing-masing 1 orang responden dari pihak pengelola dan pemerintah.
Sedangkan sampel dari pengunjung diambil dengan metode 20% dari pengunjung yang
datang selama 1 bulan yaitu mengambil 32 responden dari 160 pengunjung.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara, yaitu (1) observasi, yaitu pengamatan
langsung terhadap lokasi wisata mangrove di Sungai Carang. (2) Wawancara, yaitu
pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan responden melalui bantuan
kuesioner yang terdiri dari pengelola wisata, pemerintah daerah dan wisatawan.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Analisis Kondisi Ekologi Ekosistem Mangrove (Saru, 2013) :
Kerapatan Jenis (Di)
Di = ni
A
Keterangan :
Di = Kerapatan Jenis i (Individu/m2)
ni = Jumlah total tegakan jenis i
A = Luas total area pengamatan sampel (m2)
Kerapatan Relatif Jenis (RDi) (%)
RDi = Ni
x100% ∑n
Keterangan :
RDi = Kerapatan relatif jenis (%)
ni = Jumlah total tegakan jenis i
∑n = jumlah total tegakan seluruh jenis
Frekuensi Jenis (Fi)
Fi = Pi
∑p
Keterangan :
Fi = Frekuensi jenis i
pi = Jumlah plot ditemukan jenis i
∑p = Jumlah total plot yang diamati
Frekuensi Relatif Jenis (RFi) (%)
RFi = Fi
x100% ∑F
Keterangan :
RFi = Frekuensi relatif jenis i (%)
Fi = Frekuensi jenis i
∑F = jumlah frekuensi seluruh jenis
Indeks Keanekaragaman (H’) (Shannon, 1948)
Keterangan :
H’ = Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener
S = Jumlah Spesies
Pi = ni/N
Ni = Jumlah Individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Mangrove yg diukur adalah mangrove hanya yang masuk dalam kriteria pohon, yaitu
tumbuhan dengan ukuran tinggi >1 meter.
Faktor-faktor yang terkandung dalam SWOT yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman. Faktor-faktor tersebut mempunyai nilai atau besaran kontribusi terhadap objek
pengamatan yang ditentukan secara subjektif berdasarkan hasil analisis situasi atau
lingkungan. Nilai kontribusi masing-masing faktor diplotkan dalam suatu diagram kartesius,
dimana faktor internal (kekuatan dan kelemahan) sebagai absis dan faktor eksternal (peluang
dan ancaman) sebagai ordinatnya. Hasil yang ditunjukkan proses ploting tersebut dapat
memberikan gambaran terhadap kebijakan strategis yang akan ditempuh. Strategi kebijakan
itu sendiri merupakan alat untuk mencapai tujuan baik jangka panjang, program tindak lanjut,
serta prioritas alokasi atau pemanfaatan sumberdaya (Rangkuti, 2005).
Analisis SWOT akan menghasilkan 4 kemungkinan alternatif strategi dalam membuat
rencana pengembangan kawasan ekowisata mangrove yang kemudian akan dimasukkan
kedalam format matriks SWOT (Tabel 1). Analitycal Hierarchy Process (AHP) digunakan
sebagai alat untuk membantu merumuskan strategi-strategi yang tepat dalam pengembangan
kawasan ekowisata mangrove di Sungai Carang. Namun AHP dilakukan setelah peneliti
mendapatkan hasil dari analisis SWOT yang terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui
kekuatan-kelemahan dan peluang-ancaman. Perhitungan dari bobot hasil kuesioner tersebut
dilakukan dengan bantuan Expert choice 9.0. dimana masing-masing jawaban responden diuji
nilai konsistensinya. Jika nilainya lebih dari 10%, maka nilai perbandingan berpasangan
kriteria harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi kurang atau sama dengan 10% (0,1),
maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar dan hasilnya akan menunjukkan prioritas
strategi yang akan diusulkan dalam pengembangan kawasan ekowisata mangrove di Sungai
Carang Kota Tanjungpinang.
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan jenis mangrove di Kawasan Ekowisata
Mangrove di Sungai Carang yang paling tinggi sampai dengan yang paling rendah adalah
sebagai berikut yaitu Rhyzophora sp 3000 individu/Ha, Bruguiera sp 983 individu/Ha,
Avicennia sp 283 individu/Ha dan Sonneratia sp 133 individu/Ha. Dari data di atas maka rata-
rata kerapatan jenis mangrove di Kawasan Ekowisata Mangrove di Sungai Carang sebesar
1100 individu/Ha. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis
mangrove yang ada di lokasi penelitian rendah yaitu 0,8786 (H<1).
Sarana dan Prasarana yang menunjang kegiatan ekowisata mangrove pada lokasi
penelitian di antara lain terdiri dari Toilet, Mushalla, Kantin, Homestay, Air Sumur, Gazebo,
Genset (penerangan), Lahan Parkir, Jembatan.
Hasil analisis SWOT dan AHP mendapatkan strategi yang menjadi prioritas dalam
pengembangan kawasan ekowisata mangrove, strategi tersebut yaitu strategi pemeliharaan
lingkungan hutan mangrove agar tetap lestari dengan nilai 0,142, Pengembangan sarana dan
prasarana pendukung kegiatan wisata mangrove dengan nilai 0,178, Pengembangan informasi
mengenai pentingnya menjaga ekosistem mangrove dengan nilai 0,167, Peningkatan sistem
pengawasan terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas wisata dengan nilai 0,128
(Gambar 2).
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis – jenis mangrove yang tumbuh di kawasan
Ekowisata tersebut terdiri dari Rhizophora sp, Bruguiera sp, Avicennia sp, Sonneratia sp.
Kawasan ini di dominasi oleh jenis mangrove Rhizophora sp. Rata-rata kerapatan jenis
mangrove di Kawasan Ekowisata Mangrove di Sungai Carang sebesar 1100 individu/Ha yang
menunjukkan bahwa kerapatan jenis masuk ke dalam kriteria sedang dan hal ini menunjukkan
kondisi mangrove masih dalam keadaan baik. Hal ini sesuai dengan kriteria baku kerusakan
mangrove (Kepmeneg LH No. 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman
Penentuan Kerusakan Mangrove) yang di modifikasi oleh Tuwo (2011), yang menyatakan
bahwa dikategorikan baik ekosistem mangrove apabila kerapatan mangrove masuk dalam
kriteria padat dan sedang dengan tingkat kerapatan masing-masing >1500 pohon/Ha dan
>1000 - < 1500 pohon/Ha dan ekosistem mangrove masuk dalam kategori rusak jika
kerapatan mangrove < 1000 pohon/Ha. Teridentifikasi jenis mangrove di lokasi ekowisata
mangrove Sungai Carang di dominasi oleh jenis mangrove Rhizophora sp.
Beranekaragamnya jenis mangrove memiliki daya tarik jika di lihat dari sistem perakarannya
yang sangat unik. Ekosistem mangrove di kawasan ekowisata mangrove sungai carang dapat
memberi nilai pendidikan kepada pengunjung yang datang untuk menikmati keindahan di
kawasan ekowisata mangrove serta dapat memberikan wawasan kepada pengunjung tentang
beragamnya jenis mangrove.
Sarana dan Prasarana yang menunjang kegiatan ekowisata mangrove pada lokasi
penelitian di antara lain terdiri dari Toilet, Mushalla, Kantin, Homestay, Air Sumur, Gazebo,
Genset (penerangan), Lahan Parkir, Jembatan. Sarana dan prasarana merupakan suatu hal
yang sangat penting dalam menunjang kegiatan wisata agar setiap pengunjung yang datang
mendapat kemudahan dan merasa puas serta kenyamanan dalam melakukan kegiatan wisata
di lokasi wisata tersebut. Fasilitas yang ada di tempat wisata ini banyak yang tidak dirawat
dengan baik sehingga fasilitas tersebut rusak dan tidak bisa digunakan lagi oleh pengunjung.
Seperti halnya Toilet yang tidak bisa digunakan karena pintu rusak dan kloset tersumbat hal
ini menyebabkan kurang nyamannya pengunjung yang ingin menggunakan toilet. Mushalla
pun demikian, tidak pernah dibersihkan sehingga kotor dan tidak layak digunakan untuk
beribadah. Jembatan yang manjadi salah satu daya tarik wisata ini pun tidak mendapatkan
perhatian dari pemerintah terkait sehingga banyak jembatan yang sudah mengalami kerusakan
sehingga pengunjung sulit untuk menggunakan jembatan ini menuju hutan mangrove yang
menjadi tujuan utama wisatawan untuk mengunjungi lokasi wisata ini. Hal ini sesuai dengan
pendapat Adyatma (2013), yang menyatakan bahwa Prasarana dan sarana kepariwisataan
yang harus diadakan sebelum mempromosikan suatu daerah tujuan wisata, prasarana
(infrastructures) adalah semua fasilitas yang dapat memungkinkan proses perekonomian
berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhan.
Berdasarkan Matriks SWOT dan analsisi AHP dapat dilihat bahwa terdapat 4 strategi
yang bisa dilakukan dalam upaya pengembangan kawasan ekowisata mangrove di Sungai
Carang, yaitu (1) Pemeliharaan lingkungan hutan mangrove agar tetap lestari. Stretegi ini
dibuat dengan mempertimbangkan semakin banyak kerusakan lingkungan yang terjadi
sebagai akibat dari aktifitas manusia yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Hutan
mangrove yang menjadi daya tarik wisata dan juga mempunyai fungsi dan manfaat yang
banyak bagi ekosistem mangrove tersebut mulai mendapatkan dampak buruk dari aktifitas
manusia yang tidak memperhatikan lingkungan sehingga perlu dibuat program pemeliharaan
terhadap ekosistem mangrove yang ada di sungai carang demi kelestarian lingkungan dan
juga sebagai daya tarik wisata baru di Kota Tanjungpinang. (2) Pengembangan sarana dan
prasarana pendukung kegiatan wisata mangrove. Strategi ini dibuat dengan
mempertimbangkan kenyaman wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata. Sarana dan
prasarana menjadi penting karena dengan dukungan sarana dan prasarana tersebut dapat
menarik wisatawan serta memberikan rasa nyaman kepada wisatawan selama melakukan
kegiatan wisata. Sarana dan prasana yang dimaksud adalah semua yang bersangkutan dengan
kenyamanan dan kebutuhan wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata, yaitu seperti
aksesibilitas menuju lokasi wisata yang di bantu dengan papan penunjuk arah lokasi wisata,
akses jalan yang baik menuju lokasi wisata serta fasilitas-fasilitas lainnya. (3) Pengembangan
informasi mengenai pentingnya menjaga ekosistem mangrove. Strategi ini dibuat dengan
pertimbangan bahwa dengan adanya papan informasi maka wisatawan bisa lebih disiplin
dalam melakukan kegiatan wisatanya, selain itu juga papan informasi tersebut menjadi
menarik untuk dilihat karena berisi tentang ekosistem mangrove. Dengan adanya papan
informasi ini maka wisatawan yang datang bisa membaca serta juga menjadi bahan edukasi
bagi wisatawan yang tidak tahu tentang ekosistem mangrove. (4) Peningkatan sistem
pengawasan terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas wisata. Strategi ini dibuat dengan
pertimbangan bahwa banyak masyarakat yang tidak tahu akan manfaat dan fungsi penting
dari ekosistem mangrove sehingga mereka tidak peduli akan kelestarian ekosistem mangrove
bahkan cenderung merusak lingkungan tersebut dengan mendapatkan manfaat langsung dari
hutan mangrove, seperti menebang pohon mangrove secara besar baik untuk kayu bakar
maupun dengan tujuan pembukaan lahan untuk pemukiman dan lain sebagainya tanpa
melakukan rehabilitasi untuk menjaga kelestarian lingkungan ekosistem mangrove tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kerapatan jenis mangrove di
Kawasan Ekowisata Mangrove di Sungai Carang rata-rata kerapatan jenis mangrove sebesar
1100 individu/Ha. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman jenis
mangrove yang ada di lokasi penelitian rendah yaitu 0,8786 (H<1). Sarana dan Prasarana
yang menunjang kegiatan ekowisata mangrove pada lokasi penelitian di antara lain terdiri dari
Toilet, Mushalla, Kantin, Homestay, Air Sumur, Gazebo, Genset (penerangan), Lahan Parkir,
Jembatan. Ada 4 strategi utama dalam upaya pengembangan kawasan ekowisata mangrove di
Sungai Carang, yaitu (1) Pemeliharaan lingkungan hutan mangrove agar tetap lestari, (2)
Pengembangan sarana dan prasarana pendukung kegiatan wisata mangrove, (3)
Pengembangan informasi mengenai pentingnya menjaga ekosistem mangrove, (4)
Peningkatan sistem pengawasan terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas wisata.
Hendaknya ada perhatian yang lebih besar dari pemerintah Kota Tanjungpinang dalam hal
pengembangan kawasan ekowisata mangrove di Sungai Carang.
DAFTAR PUSTAKA Adyatma, Sidharta. (2013). Tanggapan Wisatawan Terhadap Obyek Wisata Pantai Takisung
di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Journal of Indonesian Tourism and Development Studies. 1:1.
Binarwan, Robby. (2008). Pengembangan Objek Wisata di Kawasan Pantai Selatan Sukabumi. Jurnal Kepariwisataan Indonesia. 3:1.
Budhyana, I. (2008). Kebijakan Disbudpar dalam Mengembangkan Kawasan Wisata di Jawa Barat. Makalah pada Seminar Pembangunan Kepariwisataan di Jawa Barat., Bandung: UPI.
Damanik, Janianton and Weber, Helmut F. (2006). Perencanaan Ekowisata. Dari Teori ke Aplikasi. Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM dan ANDI Press. Yogyakarta.
Rangkuti, F. (2005). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Riduwan. (2008). Dasar-dasar Statistika. Alfa Beta. Bandung. Saru. Amran. (2013). Mengungkap Potensi Emas Hijau di Wilayah Pesisir. MASAGENA
PRESS. Makassar. Satyanarayana. B and Friends. (2012). A Socio-Ecological Assessment Aiming at Improved
Forest Resource Management and Sustainable Ecotourism Development in the Mangroves of Tanbi Wetland National Park, The Gambia, West Africa. AMBIO 2012, 41:513–526.
Shannon , C.E. (1948). A Mathematical Theory of Communication. Bell System Technical Journal 27: 379-423, 623-656.
Tuwo, Ambo. (2011). Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional. Surabaya.
Lampiran
Gambar 1. Peta Lokasi penelitian
Gambar 2. Prioritas Strategi dalam Pengembangan Kawasan Ekowisata
Mangrove di Sungai Carang
Tabel 1. Format Matriks SWOT Internal
Eksternal
Strength (S) Weakness (W)
Opportunity (O)
Strategi (SO) Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi (WO) Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang
Threath (T)
Strategi (ST) Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Strategi (WT) Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2005