Post on 03-Mar-2019
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 1
Potensi Jawa Barat dalam Membangun Ekoturisme
sebagai Strategi untuk Menarik Wisatawan Dunia
Mulyaningrum
Bakrie University
mulyaningrum@bakrie.ac.id
Abstract
Tourism is the world’s largest industry. It accounts for more than 10% of total
employment, 11% of global GDP, and total tourist trips are predicted to increase to 1.6
billion by 2020. As such, it has a major and increasing impact on both people and nature.
Impacts can be negative as well as positive. Inappropriate tourism development and
practice can degrade habitats and landscapes, deplete natural resources, and generate waste
and pollution. In contrast, responsible tourism can help to generate awareness of and
support for conservation and local culture, and create economic opportunities for countries
and communities. Ecotourism is taking action to reduce negative impacts, and to encourage
responsible tourism that enhances not only the quality of life, but also natural and cultural
resources in destinations. Ecotourism is receiving considerable attention from international
and national conservation, development and tourism organizations, such as the World
Tourism Organization. Therefore, ecotourism not only increase the number of international
travelers, but also provide a viable economic development alternative for local
communities with few other income-generating options. West Java has greater potential
resource for realizing the benefits of ecotourism.
Keyword: ecotourism, conservation, local culture
PENDAHULUAN
Pada tahun-tahun terakhir ini, ada perhatian khusus yang ditujukan kepada bentuk wisata baru,
yang merupakan respon ketidak-puasan terhadap wisata massal dan dampak-dampak negatifnya
terhadap negara-negara tujuan wisata. Bentuk wisata baru ini merupakan wisata alternatif yang
dikenal sebagai tandingan terhadap bentuk-bentuk konsumerisme dan ekspliotasi yang
berhubungan dengan wisata massal di negara berkembang. Wisata alternatif ini dikenal sebagai
ekoturisme.
Ekoturisme merupakan ekspresi dari suatu perjalanan wisata untuk menikmati alam dan seluruh
lingkungan serta budayanya. Para wisatawan dapat melakukan aktivitas mereka, dan mereka
berpartisipasi selama perjalanannya. Kepuasan yang diperoleh dari aktivitas tersebut dapat
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 2
menumbuhkan motivasi untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Wisatawan
tidak mengganggu dan mendatangkan kerusakan terhadap wilayah spesifik, alami. Mereka
datang dengan tujuan bukan hanya untuk menikmati tanaman dan binatang langka, atau adat
istiadatnya tetapi juga mempelajari, membela dan melindungi, dan serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal.
Ekoturisme telah berkembang sebagai industri wisata yang sangat mengandalkan pada faktor
keindahan alam serta keasliannya. Hal ini menjadi penting mengingat bahwa segmen pasarnya
dalam industri wisata dunia semakin jelas dan menunjukkan kemajuan yang baik. Setidaknya,
munculnya konsep-konsep tentang ekoturisme memberi andil cukup besar terhadap peningkatn
motivasi negara-negara pemilik sumberdaya keindahan alam, untuk memanfaatkannya secara
optimal, dengan tanpa mengabaikan aspek keberlanjutannya.
Dalam hal keberlanjutan, terdapat unsur ekologis, yang menuntut tanggung jawab para
penikmat, baik wisatawan maupun pemilik sumberdaya tersebut, untuk selalu memperhatikan
aspek ekologisnya. Negara pemilik sumberdaya tidak dapat mengeksploitirnya untuk
kepentingan ekonomi semata. Demikian pula halnya dengan wisatawan atau pendatang, sebagai
penikmat dari sajian alam, dituntut untuk bertanggung jawab pula dalam melestarikan
sumberdaya alam dan meningkatkan daya pulih alamiahnya.
Ekoturisme tidak perlu dibatasi pada kawasan-kawasan yang dilindungi, tetapi dapat pula
mencapai kawasan alami yang dapat memotivasi masyarakat lokal maupun wisatawan untuk
melindungi kawasan alami tersebut. Selain itu, adanya wisatawan yang datang menikmati dan
masyarakat lokal yang melayani, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran serta tanggung
jawab mereka bersama untuk memenuhi kepentingan bersama.
Tulisan ini mengemukakan fakta dan analisa tentang potensi pembangunan ekoturisme di Jawa
Barat. Mengikuti kecenderungan minat pada industri wisata internasional, maka pengembangan
ekoturisme dapat menjadi alternatif strategis, terlebih pada masa krisis ekonomi saat sekarang.
Dari sisi ekonomi, telah terbukti bahwa pada masa-masa sebelum ini, sektor pariwisata mampu
diandalkan sebagai penghasil devisa yang cukup memuaskan. Hal ini dapat dikembangkan
sebagai diversifikasi menjadi wisata lingkungan atau ekoturisme yang menguntungkan.
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 3
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Jawa Barat membangun ekoturisme berkelanjutan yang mampu menarik wisatwan
dunia?
TUJUAN PENULISAN
1. Karakteristik ekoturisme
2. Permintaan ekoturisme
3. Menggali potensi Jawa Barat untuk membangun ekoturisme
4. Strategi pemasaran ekoturisme
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam 2 dasawarsa terakhir, banyak wisatawan menyadari tentang perlunya strategi yang
menghubungkan antara wisata dan konservasi alam dan budaya. Keduanya juga disadari oleh
para peneliti dan praktisi industri wisata. Pada tahun 1973, The Pacific Asia Travel Assosiation
(PATA) mengadakan konferensi tentang pembangunan wisata dengan lingkungan yang lebih
baik. Tahun 1980 ada deklarasi Manila yang memikirkan adanya keterkaitan antara turisme,
lingkungan dan budaya. Selanjutnya, tahun 1982 UNEP juga menyatakan pentingnya
perlindungan lingkungan dalam pengembangan wisata.
Sehubungan dengan perubahan pemikiran di kalangan praktisi industri wisata di atas, maka
terjadi perubahan permintaan pasar untuk jenis wisata khusus seperti ekoturisme. Ada keinginan
pasar ekoturisme untuk dapat menikmati kegiatan wisata yang mampu menyuguhkan keaslian
dari keindahan alam dengan kondisi ekologisnya, kehidupan satwa liar, serta kehidupan budaya
masyarakat yang unik, menarik dan khas ke tempat-tempat khusus dan eksotik. Aktivitas
ekoturisme lebih menekankan pada kepuasan wisatawan untuk menikmati kegiatan di alam
terbuka, yang banyak menyuguhkan pengalaman dengan tingkat risiko tinggi, kepuasan dan
selera pribadi semata.
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 4
Konsepsi tentang ekoturisme memang masih dalam perdebatan, ada beberapa definisi tentang
ekoturisme. Sungguhpun demikian, munculnya konsep-konsep ekoturisme telah ikut memberi
andil cukup besar terhadap peningkatan motivasi negara-negara pemilik sumberdaya keindahan
alam, untuk memanfaatkannya secara optimal, dengan tanpa mengabaikan aspek
keberlanjutannya. Menurut Western (1995), ekoturisme adalah perpaduan dari berbagai minat
yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial. Dengan demikian, ekoturisme
merupakan hal tentang menciptakan dan memuaskan suatu keingintahuan akan alam, tentang
mengeksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan, dan tentang mencegah
dampak negatifnya terhadap ekologi, kebudayaan dan keindahan alaminya.
Boo (1990) menyatakan bahwa ekoturisme adalah perjalanan wisata alam yang mendorong
usaha pelestarian dan pembangunan berkelanjutan, memadukan pelestarian dengan
pembangunan ekonomi, dan memberikan dana yang lebih banyak untuk taman-taman, membuka
lapangan kerja baru bagi penduduk setempat dan memberikan pendidikan lingkungan kepada
pengunjung. Studi ekoturisme juga melihat bagaimana kompensasi ekonomis untuk masyarakat
lokal karena mereka kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki di
wilayahnya.
Dari batasan di atas, menurut Goodwin (1997) kegiatan ekoturisme secara langsung atau tidak,
ikut berperan dalam upaya melindungi dan mengelola habitat alam dan spesies di dalamnya.
Kegiatan ekoturisme dapat menguntungkan kawasan lindung melalui 3 cara. Pertama,
ekoturisme merupakan salah satu cara paling penting yang dapat menghasilkan uang untuk
mengelola dan melindungi habitat alam dan spesies di dunia. Hal ini dapat diperoleh melalui
karcis masuk dan pembayaran untuk jasa pemandu, dan lainnya. Dengan demikian, ekoturisme
merupakan investasi ulang oleh industri wisata untuk pemeliharaan habitat dan spesies.
Kedua, ekoturisme memungkinkan penduduk lokal memperoleh manfaat ekonomi dari kawasan
lindung, di mana mereka tinggal. Kawasan lindung tidak akan berumur panjang jika masyarakat
sekitarnya tidak memperoleh manfaat. Penduduk lokal merupakan pihak yang sangat
berkepentingan sehingga pihak pengelola harus bisa menjalin kerja sama yang baik. Penduduk
lokal harus memperoleh manfaat yang lebih besar dari upaya konservasi dengan cara
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 5
memberikan kemampuan untuk mendapatkan keuntungan melalui perlindungan terhadap
sumberdaya alam dan lingkungan.
Ketiga, ekoturisme memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan pentingnya
pelestarian dan pengetahuan lingkungan bagi para turis. Para ekoturis yang menjadi andalan
bagi industri wisata, merupakan penyumbang suara, pembayar pajak dan pemimpin potensial
yang dapat mendukung dan membina upaya pelestarian. Mereka juga ingin memainkan peranan
yang lebih besar dalam konservasi pada saat melancong. Peluang tersebut disediakan antara lain
melalui sistem biaya masuk, penggunaan fasilitas seperti penginapan, makanan, dan industri
kerajinan tangan asli yang disediakan oleh masyarakat setempat. Mereka lebih senang
menggunakan sumberdaya lokal dan keaslian setempat.
Sebagai suatu perjalanan wisata, ekoturisme bukan hanya untuk menikmati keaslian alam dan
budaya, tetapi ada pula tujuan untuk mempelajari, membela dan melindunginya. Ada implikasi
ekologis dan unsur pendekatan ilmiah, estetika atau filosofis. Kepuasan yang diperoleh dari
aktivitas tersebut dapat menumbuhkan motivasi untuk bertanggung jawab terhadap
kelestariannya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Dengan demikian, ada
aspek penting yang terkandung dalam definisi ekoturisme meliputi:
(1) Konservasi, kualitas tanggung jawab terhadap pemeliharaan ekosistem;
(2) Terjalinnya hubungan yang harmonis antara aktivitas wisata, alam dan budaya masyarakat
lokal
(3) Ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya.
Wisatawan ekoturisme akan memandang aktivitas mereka jauh lebih berarti dan bermakna tinggi
dibandingkan dengan aktivitas wisata biasa, karena memandang tingkat keaslian sebagai hal
yang bernilai sangat tinggi. Oleh karena itu pada umumnya mereka mempunyai kemauan untuk
membayar yang tinggi, untuk dapat menikmati ekoturisme mereka. Hal ini menguntungkan
negara penerima wisatawan, karena mereka mau mebayar jauh lebih tinggi daripada wisatawan
konvensional. Untuk menjangkau wisatawan ekoturisme harus mengetahui karakteristik dan
profil mereka.
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 6
PEMBAHASAN
1. Karakteristik ekoturisme
Ekoturisme diperkenalkan secara luas mulai dari negara-negara berkembang dengan fokus
khusus pada negara-negara seperti Nepal, Costa Rica, Belize, dan Thailand. Pada tahun-tahun
berikutnya adalah Canada. Produk-produk ekoturisme difokuskan kepada cara-cara yang
tersruktur dan terkendali dalam jumlah pengunjung dan frekuensi kunjungan untuk setiap paket
wisata, karena pertimbangan kerentanan ekosistem dan habitat. Hubungan antara ekoturisme dan
konservasi dipahami untuk mewujudkan kesuksesan. Fokusnya adalah kebutuhan pemeliharaan
lokasi alami yang menjadi atraksi ekoturisme.
Secara umum, ekoturisme dikelola untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan
sumberdaya alam, konservasi lingkungan dan keberlanjutan aktivitas ekonomi. Berbeda dengan
wisata petualangan yang lebih menekankan pada aktivitas wisata ke tempat-tempat khusus,
eksotik, tujuan-tujuan tertentu seperti gurun, hutan. Aktivitas wisata tersebut lebih menekankan
pada kepuasan wisatawan untuk menikmati kegiatan di alam terbuka, yang banyak menyuguhkan
pengalaman dengan tingkat risiko tinggi, kepuasan dan selera pribadi semata. Hal ini tentu
berbeda dengan aktivitas dalam ekoturisme. Dalam setiap definisinya, ekoturisme mengandung
beberapa komponen penting yang membedakannya dengan definisi aktivitas wisata lain,
meskipun sama-sama menikmati alam.
Aspek-aspek penting yang terkandung dalam setiap definisi ekoturisme antara lain meliputi:
1) Konservasi
2) Kualitas tanggung jawab terhadap perlindungan lingkungan alam
3) Pemeliharaan sistem alam secara ekologis dalam kesatuan ekosistem
4) Terjalinnya hubungan yang harmonis antara aktivitas wisata dan alam
5) Aktivitas yang ramah lingkungan, tidak merusak
6) Orientasi pada program perlindungan sumberdaya alam dan budaya masyarakat lokal
7) Ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya
Ada beberapa tujuan dari pemeliharaan dan perbaikan pada sektor ekoturisme. Pertama,
pengenalan ekoturisme secara universal yang membutuhkan berbagai usaha. Kesuksesan dan
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 7
keberlanjutan pengembangannya ditentukan oleh adanya hubungan antara pengguna sumberdaya
dan usaha-usaha yang bersifat ekonomis. Artinya, usaha tersebut tidak akan berkelanjutan jika
tidak menguntungkan secara ekonomis.
Kedua, ekoturisme didorong oleh pasar. Permintaan pasar akan produk ekoturisme ditentukan
oleh struktur dan perilaku pasarnya. Dengan demikian maka ada beberapa pihak yang menjadi
kunci sukses dari pengembangan ekoturisme, antara lain sektor swasta. Ketiga, pasar ekoturisme
akan stabil atau berubah. Hal ini sangat dipengaruhi oleh persepsi, nilai dan harapan dari para
konsumen terhadap produk-produk ekoturisme. Keempat, perlu ada strategi bersama untuk
menciptakan konsensus di antara peminat ekoturisme. Untuk itu, kuncinya adalah perwakilan
dari masyarakat umum dan sektor swasta untuk terlibat dalam kerja sama yang menguntungkan.
Secara singkat, ekoturisme merupakan suatu perjalanan wisata, yang mempunyai aspek-aspek:
a) Ekologi, yaitu memperhatikan kemampuan ekologi suatu wilayah untuk dapat dikembangkan
sebagai daerah tujuan wisata. Hal ini dapat mengacu kepada peraturan perundangan bidang
lingkungan yang telah ada, baik secara nasional maupun internasional.
b) Estetika atau keindahan, yaitu memperhatikan batas toleransi yang dapat diterima oleh suatu
daerah tujuan wisata, yang mungkin timbul kerusakan ekologi sehingga mengurangi nilai
keindahannya. Dalam aplikasinya, dibutuhkan sikap peduli, tanggung jawab dan komitmen
para stakeholder, terhadap pelestarian lingkungan secara luas.
c) Ekonomi, yaitu pertimbangan tentang manfaat dan biaya secara ekonomis yang akan diterima
oleh suatu wilayah yang dijadikan sebagai daerah tujuan wisata. Bagi masyarakat, terutama
yang ada di sekitar lokasi, diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini
berpengaruh terhadap kesadaran mereka untuk berpartisipasi aktif menjaga lingkungan agar
tetap menarik bagi wisatawan.
d) Sosial, merupakan unsur penting di mana penduduk lokal sebagai pemegang peran penting
dalam konservasi. Nilai-nilai sosial, religi dan budaya setempat menjadi bagian penting
dalam pengembangan ekoturisme. Oleh karena itu, aspek ini tidak bisa diabaikan. Aktivitas
ekoturisme harus tetap menjaga dan menghormatinya, serta tidak menimbulkan kontaminasi
yang bersifat merugikan.
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 8
Untuk menjangkau wisatawan ekoturisme harus mengetahui karakteristik dan profil mereka. Hal
ini penting untuk para pengambil kebijakan untuk menentukan potensi ekoturisme yang dapat
dikembangkan dan ditawarkan dalam pasar wisata. Karakteristik wisatawan ekoturisme berbeda
dengan wisatawan lainnya. Pada umumnya profil dari wisatawan ekoturisme sangat spesifik.
Profil ini meliputi juga karakteristik sosial ekonominya. Dari segi ekonomi, profil ini penting
untuk menawarkan jenis wisata yang menarik pada segmen pasar tertentu, serta penyediaan
infrastruktur pendukung yang diperlukan.
Atraksi dan daya tarik yang bersifat alami merupakan pendorong wisatawan ekoturisme untuk
datang dan menikmati obyek wisata tersebut. Hal ini dapat diartikan secara alamiah baik fisik
maupun kondisi sosial budaya masyarakat lokalnya. Selain menikmati atraksi, mereka juga
dapat melakukan riset dan kepentingan lain yang tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang
mengganggu keasliannya. Mereka bahkan rela dan bersedia untuk mengorbankan kenyamanan.
Oleh karena itu, pada umumnya mereka mempunyai kemauan untuk membayar yang tinggi,
untuk dapat menikmati ekoturisme mereka. Hal ini menguntungkan negara penerima wisatawan,
karena mereka mau membayar jauh lebih tinggi daripada wisata konvensional.
Wisatawan ekoturisme lebih suka datang dalam kelompok kurang dari 15 orang. Dengan adanya
pembatasan jumlah pengunjung, maka ekoturisme menjadi jauh lebih menarik. Hal ini karena
pertimbangan daya dukung ekologis, jika jumlah pengunjung tidak dikendalikan akan merusak
kondisi ekologis alamiahnya, karena adanya keterbatasan kemampuan daya dukung suatu lokasi.
Jika hal ini dilanggar maka akan dapat merusak atau menghancurkan kepentingan ekologis,
meskipun hal ini berarti mendapatkan keuntungan dari segi ekonominya.
Wisatawan ekoturisme menikmati lingkungan alam yang masih asli sebagai pengalaman yang
menarik. Aktivitas wisatawan ekoturisme lebih mendasarkan kepada sifat alamiah. Mereka
dapat menikmati kehidupan satwa liar dalam habitatnya yang asli. Demikian pula dengan
keindahan flora dan tanaman langka yang hanya ada di tempat yang sangat spesifik. Karena
pemahaman dan pengetahuannya yang memadai terhadap kehidupan alamiah, maka mereka
mempunyai apresiasi yang sangta tinggi dan bersedia untuk berperan serta secara aktif untuk
melindungi dan memelihara kelangsungan kehidupan lingkungan yang alamiah.
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 9
2. Permintaan pasar ekoturisme
Ada peningkatan permintaan ekoturisme yang mempunyai tujuan berbeda dengan jenis wisata
lainnya, seperti misalnya mengamati burung. Hal ini akan membantu para ilmuwan untuk
melakukan riset, konservasi, dan fotografi. Atraksi-atraksi menarik seperti satwa liar merupakan
daya tarik khusus ekoturisme, tetapi hal ini merupakan segmen kecil dari pasar wisata
internasional. Sebagai contoh, di kalangan masyarakat Amerika Serikat wisata khusus yang
berorientasi kepada alam hanya mencapai 3% - 5% dari wisata internasional. Estimasi yang
konservatif untuk pertumbuhan permintaan ekoturisme dunia berkisar antara 10% - 15%,
sedangkan bagi yang berpandangan optimis hal ini akan meningkat mencapai 30% sejak tahun
2000.
Permintaan pasar ekoturisme tidak hanya bergantung atau dipengaruhi oleh harga dan penawaran
keindahan yang berbasis alam, tetapi juga bagaimana karakteristik para wisatawannya. Adanya
variasi dari pengalaman dalam ekoturisme yang dapat memuaskan pengunjung akan dapat
meningkatkan permintaan untuk ekoturisme. Beberapa orang mungkin ingin belajar tentang
kehidupan liar atau habitat alami, atau mungkin tentang kehidupan masyarakat asli. Yang lainnya
mungkin ingin wisata yang memberikan petualangan seperti panjat gunung dan sebagainya.
Profil dari wisatawan akan menentukan arah bagi wisatawan ekoturisme. Hal ini ditunjukkan
dari data tentang pasar ekoturisme, dengan komposisi pria dan wanita yang berusia antara 45 - 65
tahun, pada umumnya dari negara-negara seperti Amerika Utara, Eropa, Jepang. Permintaan
pasar untuk ekoturisme meningkat karena adanya atraksi menarik dari kehidupan alami, di mana
ekoturisme itu sendiri merupakan komponen khusus yang kecil dari pasar wisata. Sungguhpun
demikian, ekoturisme akan dapat menyumbang kontribusi besar kepada kesejahteraan,
pendidikan yang lebih baik, atau pertumbuhan sektor wisata pada umumnya.
Untuk membangun ekoturisme secara berkelanjutan, ada hal penting yang dapat digunakan
dalam pemilihan pasar, yaitu kelompok masyarakat ekoturisme yang dapat terpenuhi kepuasan
dan kebutuhannya. Ada 4 tipe wisatawan ekoturime:
(1) Kelompok yang mempunyai tingkat pendidikan khusus termasuk proyek-proyek yang
berkaitan dengan lingkungan seperti memonitor kehidupan liar, habitat alami
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 10
(2) Kelompok yang mempunyai dedikasi untuk melindungi kawasan khusus dan memahami
kehidupan alami serta kebudayaan asli masyarakat setempat
(3) Kelompok wsiatawan yang khusus tertarik kepada perjalanan unik seperti untuk mengamati
kehidupan gorila di Rwanda;
(4) Kelompok yang tertarik kepada kehidupan dan budaya alami atau asli.
Ada pula yang membedakan profil wistawan ekoturisme menjadi 2 kelompok. Pertama,
wisatawan beraliran keras, menghendaki wisata dengan fasilitas dan situasi yang benar-benar
alami, misalnya jika perjalanan menuju ke tempat tersebut dilakukan secara alami, dan mereka
mau bertoleransi dengan kehidupan masyarakat primitif serta keadaan sanitari yang seadanya.
Kedua, wisatawan yang beraliran lunak, di mana untuk mendapatkan pengalaman ekoturime
mereka tetap membutuhkan fasilitas akomodasi yang standar, seperti hotel, makanan, sanitari,
transportasi yang nyaman.
Perbedaan kedua aliran wisatawan ekoturisme tersebut juga substansial dan mempunyai
implikasi terhadap penyediaan fasilitas, pengaruh ekoturisme, dan jenis ekoturisme yang
dikehendaki, terutama juga berkaitan dengan area perlindungan dan konservasi. Secara umum,
wisatawan aliran keras lebih menyukai penyediaan infrastruktur yang minim, sehingga tidak
merusak nilai keasliannya atau situasi yang alami, serta dapat berhubungan langsung dengan
masyarakat lokal dan kehidupannya. Pada beberapa lokasi kehidupan alam seperti hutan alami
merupakan lebih merupakan daya tarik utama bagi ekoturisme. Sebagai contoh, wisata di
Amazon meningkat hampir 300% antara tahun 1988 - 1989, tetapi fasilitasnya justru minimal.
Pembangunan fasilitas ekoturisme di beberapa negara berkembang dapat menarik arus wisata,
misalnya promosi tentang tujuan wisata yang menarik, makanan dan pelayanan yang bagus.
Penawaran dan pelayanan ekoturisme akan banyak dipengaruhi oleh saluran distribusinya yaitu
pihak-pihak yang terkait seperti agen wisata, penyalur, pedagang, dan konsumennya, baik yang
ada di negara tujuan wisata maupun yang di luar negerinya.
Proses pengambilan keputusan oleh konsumen ekoturisme pada umumnya didasarkan kepada
beberapa faktor penting, meliputi:
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 11
(1) Motivasi, merupakan kekuatan dari permintaan, hal ini merupakan hasil upaya penciptaan
motivasi untuk dapat menikmati keindahan atraksi dari suatu daerah tujuan wisata.
Konsumen akan dapat didorong untuk melakukan perjalanan wisata karena ada motivasi
tertentu misalnya berlibur.
(2) Kebutuhan, sungguhpun ada motivasi, tetapi permintaan itu sendiri dikendalikan dan
dibatasi oleh kebutuhan ekonomi misalnya tingkat pendapatan, aspek sosiologis seperti
nilai budaya masyarakat, rujukan dari kelompoknya, kondisi psikologis misalnya persepsi
tentang risiko, kepribadian
(3) Peranan dan imajinasi, konsumen dibangun idenya oleh tujuan wisata itu sendiri, hasil
dari aktivitas promosi yang berhasil dibangun melalui proses belajar, bersosialisasi.
Faktor ini dapat mendorong aksi konsumen
(4) Persepsi, berdasarkan atas rujukan yang dimilikinya, peran dalam keluarga, yang
mempunyai kewenangan untuk memutuskan melakukan pembelian dan kapan serta di
mana akan menikmati wisatanya.
Pada tingkat individu, permintaan ekoturisme dapat disamakan dengan proses konsumsi
sebagaimana biasanya, yang banyak dipengaruhi oelh beberapa faktor. Faktor tersebut mungkin
merupakan kombinasi dari beberapa kebutuhan dan keinginan, kemungkinan waktu dan
keuangan, atau imajinasi dan persepsi, serta kemauan dari konsumen itu sendiri. Citra dari
daerah tujuan wisata mampu mempengaruhi mempengaruhi proses pengambilan keputusan
untuk melakukan perjalanan ekoturisme.
3. Potensi Jawa Barat untuk membangun ekoturisme
Dalam pasar ekoturisme dunia secara umum, Indonesia menduduki urutan kedua setelah Brazil
di antara negara-negara super besar. Yang bisa diandalkan dari turisme di Indonesia adalah
budaya setempat dan keindahan alam asli. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia
memiliki 17.508 pulau besar dan kecil. Dari dataran sampai bukit serta pegunungan tinggi, yang
mampu menunjang kehidupan flora dan fauna serta mikroba yang beraneka ragam. Menurut
MacKinnon (1986) dalam buku Alam Asli Indonesia, Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 12
berbunga di dunia, 12% jenis binatang menyusui, 16% reptilia dan amphibia, 17% jenis burung,
25% jenis ikan, 14% jenis serangga.
Dari 515 jenis mamalia besar yang terdapat di Indonesia, 36% di antaranya adalah endemik. Dari
33 jenis primata, 18% endemik, dan dari 78 jenis paruh bengkok, 40% di antranya adalah
endemik; sedangkan dari 121 jenis kupu-kupu yang ada di Indonesia, 44% adalah endemik.
Selain itu, Indonesia juga mempunyai kelompok ekosistem bahari, ekosistem darat alami dan
darat buatan, ekosistem suksesi yang mencakup 49 jenis tipe ekosistem antara lain gunung es,
padang rumput alpin, hutan hujan tropis, lahan pamah, gunung rawa dangkal, danau dalam, hutan
bakau, komunitas rumput laut, terumbu karang dan lainnya. (Kodyat, 1999).
Indonesia mempunyai 120 potensi yang dapat dikembangkan sebagai obyek ekoturisme, antara
lain berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, dan Taman Wisata Laut.
Daerah-daerah tujuan ekoturisme Indonesia tersebar pada 61 lokasi potensial pada berbagai
pulau. Oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai Mega
Diversity jenis hayati dan Mega Centre keaneka-ragaman hayati dunia (Usman, 1999).
Dari potensi yang dimiliki oleh Indonesia, ada beberapa asset penting dalam pengembangan
ekoturisme, antara lain berupa luas wilayah Indonesia, kekayaan alam dan keanekaragaman
hayati, serta didukung dengan jumlah penduduk yang sangat besar dengan keanekaragaman
budaya dan adapt istiadatnya. Menurut Sudarto (1999), kondisi dan potensi tersebut di atas
didukung oleh faktor lain yang juga penting dalam pengembangan dan perencanaan ekoturisme,
yaitu: (1) Kondisi alam yang masih asli (natural based); (2) Keunikan flora dan fauna; (3)
Kondisi bentang alam; dan (4) Formasi atau fenomena struktur geologi.
Jika dilihat dari kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan, serta sumberdaya hayatinya, maka
Jawa Barat mempunyai potensi yang sangat besar artinya bagi pengembangan ekoturisme.
Adapun jenis atraksi yang banyak diminati oleh para wisatawan ekoturisme antara lain
keindahan alam, satwa liar dan kehidupan bebas lainnya dari berbagai sumber seperti laut, hutan,
gunung, adat budaya yang unik dan beragam, serta wisata alam berbasis ilmiah termasuk
ekspedisi fosil, taman nasional, cagar alam, orang hutan, pengamatan burung dan konservasi
kehidupan liar yang diselenggarakan masyarakat desa, cagar budaya. Berbagai potensi
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 13
ekoturisme yang dimiliki Jawa Barat yang paling dikenal oleh masyarakat ekoturisme
internasional antara lain:
(1) Taman nasional Gunung Halimun (TNGH):
TNGH merupakan kawasan konservasi, memiliki kekhasan seperti air terjun, sungai, telaga.
Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, menyebutkan bahwa "Taman nasional sebagai salah satu bentuk kawasan
pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, yang dikelola dengan sistem zonasi, yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi".
Gambar 1. Taman nasional Gunung Halimun
TNGH menyimpan kekayaan flora meliputi tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah yang
ditumbuhi spesies kareumbi, cangcaratan, manggong, suren, rasamala, keruing dan ruing anak,
tipe sub montana didominasi oleh spesies rasamala, puspa, pasang dan berbagai jenis epifit
seperti anggrek dan tumbuhan memanjat, serta tipe montana terdapat spesies jamuju dan kiputri.
TNGH juga dihuni oleh berbagai jenis satwa langka antara lain owa, lutung, kijang, anjing hutan,
babi hutan, kera surili dan _+ 200 jenis burung. Saat ini TNGH juga melindungi jenis satwa
langka yaitu Elang Jawa, Hingkik, Macan Tutul, Katak Pohon Jawa dan berbagai jenis serangga,
dan budaya masyarakat sekitar.
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 14
(2) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Gunung Salak
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional yang
pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Keadaan alamnya khas dan unik,
menjadikan TNGGP sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti
dunia sejak lama. TNGGP memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-
montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. Ekosistem sub-montana dicirikan oleh
banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan
puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang
ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga eidelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola
pilosa), dan cantigi (Vaccinium varingiaefolium).
Gambar 2. Aman nasional Gunung Gede Pangrango
Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di TNGGP yaitu owa (Hylobates
moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus
auratus); dan satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak
Jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang
tenggorokan kuning (Martes flavigula). TNGGP terkenal kaya akan berbagai jenis
burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa
jenis diantaranya burung langka yaitu elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan burung hantu
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 15
(Otus angelinae). TNGGP ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun
1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.
(3) Taman nasional Ujung Kulon (TNUK)
TNUK merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa
dan terluas di Jawa Barat, serta merupakan habitat yang ideal bagi kelangsungan hidup
satwa terlangka di dunia, badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan satwa langka lainnya.
Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut,
ekosistem rawa, dan ekosistem daratan. Keanekaragaman tumbuhan dan satwa di Taman
Nasional Ujung Kulon mulai dikenal oleh para peneliti, pakar botani Belanda dan Inggris
sejak tahun 1820.
Gambar 3. Badak Jawa, satwa terlangka dunia
Kurang lebih 700 jenis tumbuhan terlindungi dengan baik dan 57 jenis diantaranya
langka seperti; merbau (Intsia bijuga), palahlar (Dipterocarpus haseltii), bungur
(Lagerstroemia speciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), ki hujan (Engelhardia
serrata)dan berbagai macam jenis anggrek. Satwa di TNUK terdiri dari 35 jenis
mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis
insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang. Satwa langka dan dilindungi selain
badak Jawa adalah banteng (Bos javanicus javanicus), ajag (Cuon alpinus javanicus),
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 16
surili (Presbytis comata comata), lutung (Trachypithecus auratus auratus), rusa (Cervus
timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Prionailurus bengalensis
javanensis), owa (Hylobates moloch), dan kima raksasa (Tridacna gigas). TNUK
merupakan obyek ekoturisme menarik, dengan keindahan berbagai bentuk gejala dan
keunikan alam berupa sungai-sungai dengan jeramnya, air terjun, pantai pasir putih,
sumber air panas, taman laut dan peninggalan budaya/sejarah (Arca Ganesha, di Gunung
Raksa Pulau Panaitan).
Jawa Barat juga menyimpan potensi ekoturisme yang masih dapat dikembangkan lebih
lanjut untuk menarik wisatawan ekoturisme dunia, seperti:
(1) Kehidupan masyarakat Baduy Banten yang unik; mereka tetap mempertahankan
tradisi warisan leluhur, hidup mengasingkan diri dari pengaruh dunia luar, tetapi
tetap harmonis dengan lingkungan sekitarnya.
(2) Batik Cirebonan bercorak megamendung; telah mendapat pengakuan dari UNESCO
sebagai world heritage yang berfungsi sebagai penyelamat kekayaan budaya
Indonesia.
(3) Tari Ronggeng Buyung Indramayu; tidak hanya mengandung nilai estetika tetapi ada
nilai-nilai lain yang dapat dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat
pendukungnya seperti kerja sama, kekompakan, dan ketertiban. Nilai kerja sama terlihat
dari adanya kebersamaan dalam melestarikan warisan budaya para pendahulunya. Nilai
kekompakan dan ketertiban tercermin dalam suatu pementasan yang dapat berjalan secara
lancar.
Mengikuti kecenderungan minat pada industri wisata internasional, maka
pengembangan ekoturisme dapat menjadi alternatif strategis, terlebih pada masa krisis
ekonomi saat sekarang. Dari sisi ekonomi, telah terbukti bahwa pada masa-masa
sebelum ini, sektor pariwisata mampu diandalkan sebagai penghasil devisa yang cukup
memuaskan. Hal ini dapat dikembangkan sebagai diversifikasi menjadi ekoturisme yang
lebih menguntungkan. Diakui pula bahwa untuk menciptakan suasana kondusif bagi
pengembangan ekoturisme diperlukan berbagai sarana fisik dan non fisik yang
mendukung. Untuk menarik minat wisatawan menikmati sajian wisata, diperlukan
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 17
investasi modal yang cukup. Sungguhpun demikian, sebetulnya suasana alamiah,
dengan kesederhanaan yang sewajarnya, dapat disuguhkan sebagai bagian dari aktivitas
ekoturisme. Misalnya, untuk menikmati satwa liar di habitat aslinya, pengunjung tidak
perlu tidur di hotel mewah.
4. Strategi pemasaran ekoturisme
Untuk analisis strategi pemasaran ekoturisme menggunakan analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, Threat). Tabel 1 menggambarkan bagaimana faktor internal,
yaitu kekuatan dan kelemahan disesuaikan dengan faktor eksternal, yaitu peluang dan
ancaman yang dihadapi dalam menentukan kebijakan strategis. Dari table tersebut
diperoleh 4 alternatif strategi yang layak diterapkan dalam pemasaran ekoturisme.
Strategi tersebut merupakan penggabungan antara faktor eksternal dan internal, sehingga
lebih optimal karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terdapat di Jawa Barat.
Tabel 1. Strategi Pemasaran ekoturisme Jawa Barat Faktor Eksternal Peluang (O=opportunity) Ancaman (T=threat)
1. Minat & motivasi wisatawan 1. Berkembangnya kegiatan
yang mendukung masyarakat yang meresahkan
2. Jumlah wisatawan yang wisatawan
cenderung meningkat 2. Persaingan dengan negara
3. Jalur transportasi pariwisata tujuan wisata lain
Faktor Internal
Kekuatan (S=strength) Strategi S-O Strategi S-T
1. Potensi sumberdaya alam Mengembangkan berbagai Membuka kesempatan berusaha
2. Potensi seni dan budaya macam produk ekoturisme untuk membantu meningkatkan
3. Prasarana & sarana wisa- dengan cara mengoptimalkan pendapatan masyarakat lokal
ta yang tersedia sumberdaya yang dimiliki
Kelemahan (W=weakness) Strategi W-O Strategi W-T
1. Kurang terdidiknya masyarakat lokal
Merancang bentuk-bentuk paket wisata yang menarik
Melaksanakan kegiatan promosi
2. Kurangnya informasi potensi kepada masyarakat internasional
wisata secara efisien dan efektif
3. Kurangnya jaringan kerja melalui berbagai media informasi
pemasaran
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 18
Strategi pemasaran ekoturisme di Jawa Barat dilakukan dengan menurunkan ke 4
strategi yang diperoleh dari Tabel 1, yaitu:
1) Mengembangkan produk wisata alam sesuai minat wisatawan, dengan
mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang dimiliki
2) Merancang paket wisata yang menarik bagi seluruh lapisan konsumen
3) Membuka kesempatan berusaha, membantu meningkatkan pendapatan masyarakat
lokal:
4) Melaksanakan promosi melalui media informasi
Setiap strategi merupakan kombinasi dari faktor internal dan eksternal, dengan berbagai
komponennya yaitu S-O, W-O, S-T, dan W-T. Selanjutnya, untuk setiap strategi akan
dijabarkan dalam program dan kegiatan yang bersifat lebih operasional. Hal ini
dimaksudkan agar strategi-strategi tersebut mudah dipahami dalam pelaksanaannya.
KESIMPULAN
Dari potensi yang dimiliki Jawa Barat, ada beberapa asset penting yang dapat
dimanfaatkan untuk membangun ekoturisme, antara lain kekayaan alam dan
keanekaragaman hayati, serta jumlah penduduk yang memadai dengan keanekaragaman
budaya dan adat istiadat. Potensi tersebut didukung oleh faktor yang lebih penting dalam
perencanaan pengembangan ekoturisme berkelanjutan, yaitu:
(1) Kondisi alam yang masih asli
(2) Keunikan flora dan fauna
(3) Kondisi bentang alam yang indah
(4) Formasi dan fenomena struktur geologi
Berdasarkan prinsip ekoturisme, untuk pengembangan ekoturisme lebih lanjut hal yang
masih perlu dibenahi adalah adanya indikasi bahwa objek ekoturisme kurang terjaga dan
terpelihara sehingga lebih mampu menciptakan daya saing dengan Negara tujuan
ekoturisme lain. Oleh sebab itu, perlu pengelolaan objek-objek ekoturisme secara
optimal.
Paper presented on BandungMarketingConference, Horizon Bandung, December 2009 Page 19
DAFTAR PUSTAKA
Boo, E. 1990. Eco-tourism: The Potentials and Pitfalls. Washington, DC: World Wildlife Fund
Faulkner, B. 1997. Perkembangan Pariwisata di Indonesia: Perspektif Gambaran Besar. Di
dalam: Myra P. Gunawan, editor. Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan
dan Lokakarya. Bandung: ITB
Goodwin, H. 1977. Ekowisata Terestrial. Di dalam: Di dalam: Myra P. Gunawan, editor.
Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan dan Lokakarya. Bandung:
ITB
Kodyat, H. 1999. Identifikasi Potensi Ekoturisme Indonesia dan Prospek Pengembangannya.
Di dalam: Prospek dan Manajemen Ekoturisme Memasuki Milenium Ketiga. Makalah Inti
Seminar. Bogor: 25 Maret
MacKinnon. 1989. Potensi Alam Asli Indonesia: flora, fauna dan keserasian. Jakarta: PT
Gramedia
Lindberg, K, Hawkins Donald E. 1995. The Ecotourism Society [dalam bahasa Indonesia].
Cetakan pertama. Jakarta: Yayasan Alam Mitra Indonesia.
Naisbitt,J. 1995. Global Paradoks. Semakin Besar Ekonomi Dunia, Semakin Kuat Perusahaan
Kecil. Jakarta: Binarupa Aksara.
Naisbitt, J. 1996. Megatrends Asia. Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sudarta, G. 1999. Ekowisata. Wahana Pelestarian Alam, Pengembangan Ekonomi
Berkelanjutan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Kalpataru bekerja sama
dengan KEHATI.
Western, D. 1995. Memberi Batasan tentang Ekoturisme. Di dalam Ekoturisme: Petunjuk
untuk Perencana dan Pengelola. Kreg Lindberg & Donald E. Hawkins, editor. Jakarta: Private
Agencies Collaborating Together (PACT) & Yayasan Alam Mitra Indonesia (ALAMI)