Post on 25-Nov-2021
75
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016 Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Kependidikan
PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Oleh: Nursri Hayati Dosen Tetap pada Sekolah Tinggi Agama Islam Tapanuli (STAITA)
Padangsidimpuan
ABSTRAK Basically, Islamic educational institutions have an ideal role in the era of the Asean Economic Community. Islamic educational institutions belonging to the three (3) forms, namely; informal Islamic educational institutions, non-formal Islamic educational institutions and formal Islamic education institutions. Each form has a domain and a different role. In the era of the Asean Economic Community skilled, smart, and competitive human resources need to be prepared.
Kata kunci: Islamic Educational Institutions, Asean Economic
Community.
A. Pendahuluan.
Jika kita menelusuri garis waktu kearah yang sudah tergoreskan, secara
khusus di Indonesia, pendidikan islam telah ada sejak islam masuk. Pada zaman
pra-penjajahan Belanda telah berdiri surau-surau, langgar, dan/atau masjid di
beberapa daerah di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu bukti adanya aktivitas
pendidikan islam.
Perkembangan pendidikan islam bukan tanpa hambatan. Di era penjajahan
Belanda selama 350 tahun plus era penjajahan Jepang selama 3,5 tahun, kita
mengenal banyak tokoh Islam seperti Pati Unus, Panglima Fatahillah, Sultan
Baabullah, Sultan Iskandar Muda, hingga tokoh nasional seperti K.H. Hasyim
Asy‟ari (Pendiri Pesantren Tebu Ireng dan Nahdhatul Ulama), K.H. Ahmad Dahlan
(Pendiri Muhammadiyah), dan jauh lebih banyak yang tidak disebutkan. Semua
tokoh ini menentang penjajahan dan menjadikan pendidikan Islam sebagai bagian
dari perjuangan mereka.
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
76
Jika kita melihat dalam skala Eks-Kabupaten Tapanuli Selatan1, salah satu
tokoh yang turut serta dalam sejarah perkembangan pendidikan islam adalah Prof.
Syekh H. Ali Hasan Ahmad Addary2. Cendikiawan muslim ini adalah salah satu
Guru Besar Pendidikan Islam Modern di Tapanuli Selatan dan tokoh NU Sumatera
Utara. Beliau adalah pendiri Universitas Islam Tapanuli (UISTA) dan termasuk
tokoh yang terlibat dalam mendirikan IAIN Sumatera Utara. Begitu banyak ide-ide
beliau yang dituangkan dalam bentuk organisasi, lembaga, atau instansi yang
kemudian menjadi bagian dari pendidikan islam di daerah itu saat ini.
Mendengar dan/atau membaca fakta-fakta sejarah tersebut, kita dapat
menyadari bahwa salah satu strategi pendidikan islam yang telah dilakukan oleh
para pendahulu kita dalam menghadapi perubahan zaman adalah membentuk
lembaga pendidikan Islam. Hal ini ditandai dengan dibangunnya surau, langgar,
dan mesjid serta dibentuknya lembaga-lembaga pendidikan islam formal yang
dicita-citakan sebagai sentral pengembangan islam dalam mencapai tujuan
pendidikan islam itu sendiri.
Pembentukan lembaga-lembaga pendidikan yang ada, bukan semata-mata
hanya sebagai wadah aktualisasi diri dan/atau institusi sosial yang akan menjadi
bagian dari dinamika masyarakat. Tapi murni sebagai cita-cita luhur para
pendahulu kita untuk membentuk; manusia seutuhnya, manusia Abdullah,
manusia kholifah fil-ardh, manusia yang memiliki kepribadian muslim, manusia
dengan kepribadian yang merealisasikan ajaran islam dalam kehidupannya.
Hingga mampu menghadapi perubahan zaman, salah satunya akibat globalisasi.
Perlu juga kita ketahui, bahwa globalisasi berarti kenaikan intensitas lintas
kultur, norma sosial, kepentingan dan ideologi antar bangsa. Oleh karena itu,
setiap bangsa dituntut memiliki kesiapan kultural untuk melakukan integrasi
terhadap sistem internasional tanpa terkaburkan identitas negara. Globalisasi juga
menyebabkan kesenjangan yang semakin melebar antara bekal moral dengan
kemampuan intelektual. Oleh karena itu, setiap bangsa harus memiliki sumber
daya manusia yang memiliki kemampuan intelektual dan berbasis moral.
1Sekarang telah dibagi menjadi 1 Pemerintah Kota dan 4 Pemerintah Kabupaten.
2http://www.nu-tapsel.rizalubis-web.com/2014/11/prof-syekh-h-ali-hasan-ahmad-addary.html, diakses
pada pukul 11.45 wib, 24 Desember 2015.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
77
Salah satu bentuk dari globalisasi yang sedang mewabah ini adalah
pembentukan suatu komunitas dalam waktu dekat yang sering disebut dengan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau disebut juga dengan Asean Economic
Community (AEC)3. Disebutkan bahwa: “Dalam menghadapi persaingan yang teramat
ketat selama MEA ini, negara-negara ASEAN haruslah mempersiapkan sumber daya
manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif”.
Untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil, cerdas dan
kompetitif diperlukan strategi dalam berbagai aspek. Salah satu aspek yang
memiliki peran penting adalah peran lembaga pendidikan. Dengan kata lain,
lembaga pendidikan memiliki peran strategis dalam menghasilkan SDM sesuai
dengan kebutuhan zaman, termasuk MEA.
MEA adalah suatu momen dalam perputaran zaman yang dapat dijadikan
sebagai salah satu titik point kebangkitan pendidikan islam ke arah selanjutnya.
Namun, juga bisa menjadi salah satu titik pelemahan peran lembaga pendidikan
islam dalam kehidupan kekinian. Mengingat peluang kedua hal tersebut sama
besarnya, maka segala kemungkinan bisa terjadi.
Selanjutnya, fokus utama dalam kajian ini adalah bagaimana peran lembaga
pendidikan Islam dalam menghadapi perubahan zaman, khususnya Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Sebagaimana kita ketahui sebelumnya, untuk
menghadapi Era MEA tersebut dibutuhkan SDM yang terampil, cerdas, dan
kompetitif.
B. Lembaga Pendidikan Islam.
Dalam ilmu sosilogis, kata “lembaga” sering diwakilkan dengan kata
“institusi”. Makna kata “lembaga” dari perspektif berbagai disiplin ilmu belum
mengerucut pada satu kesimpulan yang absolut, meski ada kesamaan tujuan. Hal
tersebut memang sulit terjadi mengingat penggunaan dan pemaknaan kata
“lembaga” juga tidak sama dan disiplin ilmu yang dipakai juga masih berkembang
dan berbeda-beda. Namun ada semacam kesamaan sudut pandang tentang kata
3https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_Ekonomi_ASEAN, diakses pada pukul 12.25 wib, 24
Desember 2015.
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
78
“lembaga” yang juga sering diidentikkan sebagai salah satu bentuk kelompok
sosial.
Dalam Kamus Bahasa Besar Indonesia (KKBI), kamus versi online4, ada 6
point arti kata “lembaga”. Namun, hanya 3 point makna kata yang diangkat untuk
kebutuhan pemaknaan dalam tulisan ini mengingat 3 point makna kata lainnya
sudah terwakili. 3 point yang dianggap mewakili tersebut, yakni : (1)acuan, ikatan
(tentang mata cincin dan sebagainya); (2)badan (organisasi) yang tujuannya
melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; (3)pola
perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dalam suatu
kerangka nilai yang relevan.
Selanjutnya, makna pendidikan Islam oleh Haidar Putra Daulay
didefinisikan sebagai pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi muslim yang
seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik berbentuk jasmaniyah
maupun rohaniyah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi
manusia dengan Allah, manusia dan alam semesta.5
Agar tidak terjadi perbedaan persepsi dalam memaknai kata Lembaga
Pendidikan Islam, diambil suatu kesimpulan. Dimana, dalam tulisan ini, Lembaga
Pendidikan Islam dimaknai sebagai acuan, ikatan, badan (organisasi), dan/atau
pola perilaku manusia yang menunjukkan interaksi sosial berstruktur dalam
rangka membentuk pribadi muslim yang seutuhnya, mengembangkan seluruh
potensi manusia baik berbentuk jasmaniyah maupun rohaniyah,
menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan
Allah, manusia dan alam semesta.
Ada pendapat yang menyebutkan bahwa terdapat 3 bentuk lembaga
pendidikan6 saat ini; (1)Lembaga Pendidikan Keluarga; (2)Lembaga Pendidikan
Sekolah; (3)Lembaga Pendidikan Masyarakat. Jika kita kaitkan dengan Lembaga
Pendidikan Islam (yang merupakan salah satu jenis lembaga pendidikan), maka
Lembaga Pendidikan Islam juga demikian.
4http://kbbi.web.id/lembaga, diakses pada 13.12 wib, 24 Desember 2015.
5Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
hlm. 6. 6http://kangmahfudz.blog.com/2013/11/21/fungsi-dan-peran-lembaga-pendidikan/, diakses pada jam
13.40 tanggal 24 Desember 2015.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
79
Haidar Putra Daulay mencoba melihat pendidikan Islam sebagai lembaga
dan membaginya ke dalam 3 (tiga) bentuk, yakni: (1)Lembaga pendidikan
informal, yang berlangsung di rumah tangga; (2)Lembaga pendidikan nonformal,
yang berlangsung di masyarakat; (3)Lembaga pendidikan formal, yang
berlangsung di sekolah (pesantren, sekolah, madrasah, dan pendidikan tinggi)7.
Kedua pendapat tersebut pada dasarnya adalah sama. Lembaga Pendidikan
Formal, dengan istilah berbeda disebut juga Lembaga Pendidikan Sekolah.
Lembaga Pendidikan Nonformal dengan istilah berbeda disebut juga Lembaga
Pendidikan Masyarakat. Lembaga Pendidikan Informal dengan istilah berbeda
disebut juga Lembaga Pendidikan Keluarga. Perbedaan istilah mungkin akan
memicu perbedaan pengklasifikasian mengingat perkembangan ilmu sosial yang
belum berhenti dan tidak bersifat exacta.
Seperti yang disampaikan sebelumnya, domain lembaga pendidikan informal
adalah rumah tangga. Rumah tangga bisa saja hanya sebatas anggota keluarga inti
(ayah, ibu, dan anak), namun jika ada anggota keluarga lain yang bukan anggota
keluarga inti, selama asumsinya adalah sebatas rumah tangga (misal; mertua,
menantu, ponakan, paman, dan sebagainya) selama itu pula ia dikatakan lembaga
pendidikan informal.
Demikian pula halnya dengan lembaga pendidikan nonformal yang
domainnya adalah masyarakat. Tidak ada batasan tentang seluas apa masyarakat
yang terlibat. Selama asumsinya adalah bukan sebatas rumah tangga dan tidak
termasuk kategori sekolah formal (pesantren, sekolah, madrasah, dan pendidikan
tinggi), maka ia dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan nonformal.
Secara khusus, lembaga pendidikan formal adalah satu-satunya lembaga
pendidikan yang dibentuk atas dasar kebutuhan yang lebih luas dan waktu yang
lebih lama. Terdapat kelembagaan yang khusus mengatur segala aktifitas dalam
lembaga pendidikan formal (manajemen/administrasi resmi), kompleksitas
permasalahan, rutinitas yang memiliki intensitas dan legalitas resmi (terstruktur),
dan pengaturan-pengaturan lain yang mungkin tidak didapatkan pada lembaga
pendidikan informal dan nonformal. Asumsi yang digunakan untuk melihat suatu
7Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia…, hlm. 10.
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
80
lembaga pendidikan formal adalah sisi legalitas aturan hukum yang berlaku dan
menempatkan lembaganya sebagai suatu aktifitas formal.
Jika melihat Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, jalur pendidikan di Indonesia juga ada 3, yakni; pendidikan formal,
pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Akan tetapi, terdapat perbedaan
persepsi dalam pengklasifikasian jenis pendidikan berdampak pada
pengklasifikasian jenis lembaganya. Seperti contoh; asumsi yang digunakan untuk
melihat suatu lembaga pendidikan nonformal di Indonesia harus sesuai dengan
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I
pasal 1 ayat 12, yang menyatakan bahwa “pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang”. Sehingga lembaga pendidikan informal yang domainnya adalah
rumah tangga namun terstruktur dan berjenjang juga dapat dikategorikan sebagai
lembaga pendidikan nonformal. Perbedaan persepsi ini mungkin saja terjadi
karena adanya perbedaan antara kepentingan kebutuhan peraturan dan kajian
teoritis.
Dalam tulisan ini, persepsi yang digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk
lembaga pendidikan islam adalah persepsi yang menempatkan; (1)domain
lembaga pendidikan islam informal adalah rumah tangga; (2)domain lembaga
pendidikan islam nonformal adalah masyarakat; dan (3)domain lembaga
pendidikan islam formal adalah sekolah.
C. Peran Lembaga Pendidikan Islam.
Sebagaimana telah disepakati sebelumnya, lembaga pendidikan Islam
dimaknai sebagai acuan, ikatan, badan (organisasi), dan/atau pola perilaku
manusia yang menunjukkan interaksi sosial berstruktur dalam rangka membentuk
pribadi muslim yang seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik
berbentuk jasmaniyah maupun rohaniyah, menumbuhsuburkan hubungan yang
harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah, manusia dan alam semesta.
Dengan demikian, peran lembaga pendidikan Islam tidak akan melenceng jauh
dari tujuan pendidikan islam.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
81
Melihat realitas yang ada, maka berbicara tentang peran tidak lepas dari
tugas dan fungsi. Demikian juga dengan lembaga pendidikan Islam. Peran
lembaga pendidikan Islam adalah melaksanakan tugas dan fungsinya yang
nantinya akan bermuara pada tujuan utama dari lembaga pendidikan Islam itu
sendiri.
Oleh sebab itu, peran lembaga pendidikan Islam adalah mencapai tujuan
lembaga pendidikan Islam. Dimana tujuan lembaga pendidikan Islam adalah;
(1)membentuk pribadi muslim seutuhnya; (2)mengembangkan seluruh potensi
manusia baik berbentuk jasmaniya maupun rohaniyah; dan
(3)menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan
Allah, manusia dan alam semesta.
Tidak hanya itu, lembaga pendidikan Islam memiliki peran lain. Peran lain
dimaksud tidak terlepas dari impact (dampak) yang diperoleh karena tercapainya
tujuan lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Sebagai contoh, pencapaian lembaga
pendidikan Islam dalam membentuk pribadi muslim seutuhnya, akan berdampak
pada pembentukan sebuah peradaban Islam setidak-tidaknya di daerah domain
lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Jika pencapaian lembaga pendidikan Islam
itu berdampak dalam skala yang lebih besar (misalnya suatu negara), maka
bukanlah hal yang mustahil jika terbentuk suatu negara dengan individu yang
memiliki kepribadian muslim seutuhnya.
Di Indonesia, lembaga pendidikan Islam hanyalah salah satu dari lembaga-
lembaga pendidikan yang ada. Meskipun Indonesia adalah negara dengan
penduduk mayoritas beragama Islam, akan tetapi tidak semua penduduknya
memilih dan/atau menggunakan lembaga pendidikan Islam sebagai tempat untuk
belajar dan mempelajari ilmu pengetahuan. Setidaknya, sudah sejauh mana peran
lembaga pendidikan Islam di Indonesia?.
Secara statistik untuk tingkat perguruan tinggi, ditemukan8 1.106 Akademi di
Indonesia, 238 Politeknik, 2.397 Sekolah Tinggi, 123 Institut, 531 Universitas dan 7
komunitas akademi. Sehingga terdapat 4.402 lembaga pendidikan formal
(berstatus negeri dan swasta) yang telah terdata oleh Kementrian Riset dan
8http://forlap.dikti.go.id/perguruantinggi/homegraphpt, Kategori PT:Negeri, Pangkalan Data
Pendidikan Tinggi, Kementrian Riset dan Perguruan Tinggi, 2015. Diakses pada tanggal 5 Februari 2015.
16:07 wib.
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
82
Perguruan Tinggi. Lembaga pendidikan tersebut mencakup seluruh jenis lembaga
pendidikan yang ada di Indonesia, termasuk lembaga pendidikan Islam formal.
Selanjutnya, dalam sumber lain9 disebutkan bahwa jumlah Perguruan Tinggi
Islam Negeri di Indonesia adalah 55 lembaga. Terdiri dari 11 Universitas Islam
Negeri, 25 Institut Agama Islam Negeri, dan 19 Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri. Sedangkan jumlah perguruan tinggi agama islam swasta di Indonesia
adalah 652 lembaga. Terdiri dari 92 FAI/Universitas, 43 Institut Agama Islam, dan
517 Sekolah Tinggi Agama Islam. Dengan demikian, total lembaga pendidikan
Islam formal di Indonesia hingga akhir tahun 2015 (negeri dan swasta) adalah 707
lembaga.
Jumlah lulusan dari setiap lembaga pendidikan tidaklah sama apalagi
kualitasnya. Sehingga jika harus mengukur kualitas dan kuantitas output Sumber
Daya Manusia yang dihasilkan oleh 707 lembaga pendidikan islam formal yang
ada, belum dapat dipastikan. Belum adanya data pendukung dan kurangnya
sumber daya untuk hal itu adalah keterbatasan penulis. Hal ini merupakan
peluang bagi semua pihak yang ingin mengkajinya lebih dalam.
Akan tetapi, bukan berarti peran lembaga pendidikan Islam dari sisi lembaga
pendidikan formal menjadi tidak ada. Peran lembaga pendidikan Islam setidaknya
akan mempengaruhi setiap individu atau kelompok yang terlibat di dalam
interaksi sosial terstrukturnya. Khususnya 707 lembaga pendidikan Islam formal
yang sudah ada.
Jika melihat perbandingan jumlah lembaga pendidikan yang ada, maka rasio
jumlah lembaga pendidikan formal yang ada di Indonesia dengan jumalh lembaga
pendidikan Islam formal adalah sebesar 16 % (persen). Rasio ini memang bukan
realisasi peran sesungguhnya dan tidak akan bisa mewakili pengukuran peran
lembaga pendidikan Islam formal yang ada di Indonesia. Akan tetapi cukup
sebagai gambaran eksistensi lembaga pendidikan Islam dari sisi lembaga
pendidikan formal di Indonesia.
Data lembaga pendidikan tersebut, hanya untuk tingkat pendidikan tinggi
saja. Dengan kata lain, pada jenjang pendidikan tinggi, lembaga pendidikan Islam
9http://diktis.kemenag.go.id/bansos/cari_nspt.php, diakses pada Diakses pada tanggal 5 Februari 2015.
16:15 wib.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
83
menunjukkan eksistensi yang cukup untuk berperan dalam Sistem Pendidikan
Nasional. Bagaimana dengan lembaga pendidikan Islam formal lainnya?. Hal ini
masih terbuka lebar untuk dikaji oleh siapapun.
Pada sub bahasan sebelumnya telah disepakati 3 (tiga) bentuk lembaga
pendidikan Islam. Setiap bentuk lembaga pendidikan Islam yang ada memiliki
peran yang tidak selalu sama atau identik. Maksudnya, peran lembaga pendidikan
Islam informal tidak selalu sama atau identik dengan peran lembaga pendidikan
islam nonformal atau peran lembaga pendidikan islam formal.
D. Peran Lembaga Pendidikan Islam Informal.
Berbicara tentang rumah tangga identik dengan mengkaji keluarga. Namun,
rumah tangga sebagai domain lembaga pendidikan Islam informal memiliki arti
yang lebih luas jika dibanding dengan keluarga. Meski demikian, dalam perpektif
lembaga pendidikan Islam informal, keluarga dapat menjadi salah satu contohnya.
Sebagaimana kita ketahui bersama, keluarga adalah pabrik terbesar yang
akan menyediakan sumber daya manusia (SDM). Dengan kata lain, peran yang
sudah melekat pada keluarga adalah menjaga/memelihara ketersediaan SDM.
Menurut Al Rasyidin10 ada beberapa syarat agar sebuah keluarga dianggap
ideal, yakni : (1)diikat oleh kesamaan keyakinan atau aqidah; (2)diikat oleh
kesamaan visi dan cita-cita; dan (3)diikat oleh kesamaan gairah dalam beraktifitas
atau ber-„amal sholeh. Jika syarat tersebut terpenuhi, maka akan terbentuk sebuah
keluarga ideal.
Secara logika, keluarga ideal akan lebih mudah menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Dimana, adanya kesamaan keyakinan,
kesamaan visi dan cita-cita, dan kesamaan gairah dalam beraktifitas akan
mempermudah pencapaian tujuan membentuk individu sesuai kebutuhan
zaman. Inilah salah satu arti penting peran keluarga dalam menghasilkan
bentuk kehidupan yang lebih baik.
10
Al Rasyidin, “Pengembangan Pendidikan Agama dalam Keluarga (sebuah renungan bagi orang
tua)”, dalam Syafaruddin (Ed), Pendidikan dan Transformasi Sosial, (Medan: Citapustaka Media Perintis,
2009), hlm. 35.
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
84
Hanya saja, bentuk keluarga ideal tersebut hampir mustahil terealisasi
dalam kehidupan nyata. Realitas ini telah disampaikan oleh Al Rasyidin yang
menyatakan:
“…..Kini, sebuah keluarga umumnya hanya diikat oleh hubungan darah atau keturunan semata. Mereka berasal dari satu ayah dan ibu dan tinggal menetap dalam satu rumah atau tempat tinggal yang sama, tetapi visi, cita-cita, dan aktivitas amal mereka berbeda-beda. Di antara keluarga-keluarga masa kini bahkan tidak jarang ditemukan adanya perbedaan aqidah di kalangan anggota keluarga, antara ayah-ibu, bahkan sesama anak atau anggota keluarga lainnya.” 11
Fenomena tersebut memberikan suatu penjelasan tentang keadaan
keluarga di era saat ini. Meski keadaan itu tidak terjadi pada semua keluarga,
akan tetapi hal ini menjadi salah satu faktor pelemahan/penguatan peran
keluarga.
Tidak hanya itu saja, permasalahan lain seperti kemampuan edukatif,
lemahnya ekonomi, dan kurangnya rasa kepercayaan diri setiap/sebagian
individu dalam keluarga, membuat peran keluarga juga semakin melemah atau
menguat. Kemampuan untuk mendidik, melatih, membimbing, dan/atau
memberikan contoh teladan dalam keluarga juga sangatlah penting. Mengingat
keluarga adalah tempat pertama “mengecap pendidikan”, peran keluarga
dalam hal tersebut bisa menjadi faktor pelemahan/penguatan. Lemahnya
ekonomi keluarga memang menjadi hal yang dihadapi mayoritas keluarga
dalam sebuah negara miskin bahkan negara yang sudah maju sekalipun.
Kurangnya daya ekonomis untuk memenuhi kebutuhan pokok12 akan
mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang dianggap
sekunder. Kurangnya rasa percaya diri setiap/sebagian individu dalam
keluarga sering mempengaruhi pola pikir untuk melakukan pilihan-pilihan
dalam keputusan penting.
Jika melihat keluarga dalam kepentingannya sebagai lembaga pendidikan
Islam informal, maka peran keluarga untuk mencapai tujuan pendidikan Islam
masih jauh dari optimal. Meski Indonesia negara mayoritas muslim, akan tetapi
11
Al Rasyidin, “Pengembangan Pendidikan Agama…, hlm. 36. 12
Sandang, pangan dan papan.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
85
tidak semua keluarga muslim menjadikan tujuan pendidikan Islam sebagai
tujuan keluarga.
Oleh sebab itu, berdasarkan pemaparan yang ada, maka ada beberapa
peran lembaga pendidikan Islam informal dalam kaitannya dengan sumber
daya manusia (SDM), yakni; (1)menjaga/memelihara ketersediaan SDM;
(2)mempengaruhi terbentuknya ideologis dasar (permasalahan kesamaan
akidah, visi, cita-cita); (3)mempengaruhi terbentuknya watak dan sikap dasar
(permasalahan kesamaan gairah dalam beraktifitas, dan kemampuan edukatif);
(4)mempengaruhi kesiapan fisik (permasalahan ekonomi); (5)mempengaruhi
kesiapan mental/psikis (permasalahan kepercayaan diri). Dengan demikian,
setiap keluarga berperan dan bertanggung jawab dalam menjaga, memelihara
keutuhan keluarga. Sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Tahrim:6
ها يأ ي ي هليكم نارا وقودها ٱلذ
نفسكم وأ
عليها نلئكة غلظ ٱ ار و ٱلذاا ءاننوا قوا أ
شداد للذ يعصون مرهم ويفعلون نا ؤمرون ٱلذ ٦ نا أ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
E. Peran Lembaga Pendidikan Islam Nonformal.
Masyarakat sebagai domain lembaga pendidikan nonformal berakibat
pada banyaknya kemungkinan lembaga yang tergolong ke dalam jenis lembaga
ini. Luasnya golongan yang dapat dikategorikan sebagai masyarakat
memerlukan suatu kesepakatan untuk memudahkan analisanya.
Oleh sebab itu, digunakan asumsi yang telah disepakati sebelumnya.
Dimana, lembaga pendidikan nonformal adalah lembaga pendidikan yang
domainnya bukan sebatas rumah tangga dan tidak termasuk kategori sekolah
formal (pesantren, sekolah, madrasah, dan pendidikan tinggi). Meski demikian,
asumsi tersebut masih luas namun sudah jelas perbedaanya dengan domain
bentuk lembaga pendidikan lainnya.
Setidaknya, diperlukan suatu kesepakatan yang dijadikan dasar agar
diperoleh kesamaan persepsi tentang peran lembaga pendidikan nonformal ini.
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
86
Dalam hal ini, fungsi masyarakat sebagai lembaga dapat menjadi kesepakatan
yang mengungkapkan perannya dalam pendidikan.
Untuk itu, penulis mengutip pendapat Soerjono Soekanto13 yang
menyatakan bahwa ada 3 fungsi lembaga kemasyarakatan yang bertujuan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia yakni ;
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkah-laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah
dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan;
2. Menjaga keutuhan masyarakat; dan
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (sosial controli). Artinya sistem pengawasan masyarakat
terhadap tingkah-laku anggota-anggotanya.
Berdasarkan fungsi tersebut, dapat kita sepakati bahwa salah satu peran
masyarakat sebagai lembaga pendidikan Islam nonformal adalah memberikan
pedoman pada anggota lembaga pendidikan Islam. Tentunya, pedoman yang
berlaku adalah pedoman yang sesuai dengan pedoman yang dipakai dalam
pendidikan Islam. Setidaknya, dominasi pedoman yang dipakai dalam
pendidikan Islam akan lebih jelas.
Dalam hal ini, peran lembaga pendidikan Islam nonformal dalam
kaitannya untuk menghasilkan SDM yang terampil, cerdas dan kompetitif
dapat berupa pedoman yang akan mendidik anggota masyarakat tentang
tingkah laku atau sikap dalam menghadapi masalah. Dengan adanya pedoman
sebagai hasil dan/atau dampak dari fungsi kelembagaan masyarakat, maka
setidaknya lembaga kemasyarakat memiliki peran dalam membentuk SDM
yang terlatih dengan ketentuan/kesepakatan yang berlaku di masyarakat.
Istilah yang sering digunakan terkait pedoman yang berlaku di masyarakat
adalah norma.
Secara sosiologis, ada 4 pengertian norma yang dikenal14 di masyarakat
yakni; cara, kebiasaan, tata kelakukan (perilaku), dan adat istiadat. Masing-
13
Soerjono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990), hlm. 219. 14
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar…, hlm. 220.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
87
masing pengertian norma tersebut dianggap memiliki dasar yang sama namun
memiliki perbedaan tingkat kekuatan memaksa individu untuk
melaksanakannya. Sebagai contoh; cara adalah pengertian norma yang
menunjukkan suatu bentuk aktivitas perbuatan melakukan sesuatu, namun
tidak terlalu mengikat pada setiap individu untuk melakukannya. Akan tetapi,
adat istiadat yang juga dianggap sebagai bentuk aktivitas perbuatan melakukan
sesuatu, mengikat individu untuk melakukannya. Perbedaan tingkat kekuatan
mengikat inilah yang membedakan cara dan adat istiadat.
Peran lain masyarakat sebagai lembaga pendidikan Islam nonformal juga
dapat dilihat dari fungsinya untuk menjaga keutuhan komunitasnya. Peran ini
dianggap sebagai tindakan survive (bertahan hidup) terhadap kemungkinan hal
yang dapat mengancam keutuhan masyarakat itu sendiri. Sebagai dampak dari
fungsi kelembagaan masyarakat tersebut, setiap individu yang terlibat dalam
interaksi sosial kelembagaan masyarakat juga akan terlatih untuk turut
bertindak survive dalam keadaan yang sesuai. Hingga mampu menumbuhkan
jiwa kompetitif.
Selain itu, fungsi social control yang ada pada domain lembaga pendidikan
Islam informal yaitu masyarakat, akan berdampak pada pembentukan SDM
yang menyadari pentingnya pengawasan agar tujuan tercapai sesuai rencana.
Dampak yang diharapkan dari fungsi ini adalah tumbuhnya moralitas SDM
(mawas diri) yang didasari atas rasa kesadaran kepentingan bersama.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan tentang peran lembaga pendidikan
Islam nonformal tersebut, maka dapat disepakati bahwa terdapat beberapa
peran dalam kaitannya dengan sumber daya manusia (SDM), yakni;
(1)mempengaruhi watak dan sikap dasar sekaligus ideologis SDM(dampak dari
fungsi pemberian pedoman); (2)mempengaruhi terbentuknya jiwa kompetitif
dan kooperatif (dampak dari fungsi upaya menjaga keutuhan masyarakat); dan
(3)mempengaruhi pembentukan moral sosial-kultural (dampak dari adanya
fungsi social control).
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
88
F. Peran Lembaga Pendidikan Islam Formal.
Asumsi yang digunakan untuk melihat suatu lembaga pendidikan formal
adalah sisi legalitas aturan hukum yang berlaku dan menempatkan
lembaganya sebagai suatu aktifitas formal. Oleh sebab itu setidaknya terdapat 4
kelompok yang termasuk dalam kelompok lembaga pendidikan Islam Formal
ini, yaitu; madrasah, pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi.
1. Madrasah.
Menurut Haidar15, madrasah adalah lembaga pendidikan Islam yang
tumbuh sejak masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam di Indonesia
pada awal abad ke dua puluh. Namun, saat ini madrasah sudah dianggap
sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam.
Ada 3 bentuk umum madrasah di Indonesia, yakni; madrasah
ibtidaiyah (setingkat SD), madrasah tsanawiyah (setingkat SMP), dan
madrasah aliyah (setingkat SMA/SMK). Yang membedakan madrasah
dengan lembaga lainnya adalah materi bahan ajar yang diberikan berupa
pengetahuan dasar tentang agama Islam sebagai bekal pengetahuan dan
moral keagamaan. Bahan ajar agama Islam yang ada tidak seluas materi di
Pesantren namun lebih luas jika dibanding pendidikan Agama Islam di
Sekolah. Meski demikian madrasah juga mengajarkan pengetahuan umum
sebagai bagian dari pengetahuan dasar pula. Mata pelajaran akidah akhlak
pada madrasah diharapkan sebagai bahan dasar pembentukan pengetahuan
moral keagamaan.
Sejarah awal mula timbulnya madrasah, menunjukkan adanya
kebutuhan akan lembaga yang dibentuk untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam. Oleh sebab itu, peran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam
formal adalah (1)menyediakan kebutuhan pengetahuan dasar dan menengah
pendidikan Agama Islam; (2)memberikan pendidikan karakter SDM yang
memiliki moral keagamaan.
15
Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia…, hlm. 26.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
89
2. Pesantren.
Seiring waktu, pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam
yang juga sudah mulai mengalami perkembangan. Dahulu (zaman
penjajahan/pra kemerdekaan hingga sebelum era reformasi), pesantren yang
ada di Indonesia termasuk ke dalam jenis pesantren salafi (tradisional).
Namun seiring waktu, telah banyak berdiri pesantren dengan konsep baru
yang sering disebut pesantren khalafi (modern). Perbedaan keduanya terlihat
pada, keadaan pesantren salafi yang terkonsentrasi pada pengajaran kitab-
kitab klasik dan nonklasik sedangkan pesantren khalafi menjadikan
kurikulum sebagai pedoman, manajemen lembaga dan metode pembelajaran
yang diperbaharui dari metode pengajaran di pesantren salafi.
Perbedaan utama antara madrasah dengan pesantren, terletak pada
kedalaman kajian dan keluasan materi yang diajarkan di pesantren yang
lebih luas dibanding di madrasah. Meskipun sama-sama berkonsentrasi
pada kajian keagamaan.
Hal ini juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peran
masing-masing jenis pesantren dalam menghasilkan sumber daya manusia.
Ketiadaan atau kurangnya pengajaran ilmu-ilmu umum pada pesantren
salafi dapat berakibat pada lemahnya kompetensi alumni pesantren salafi di
bidang pengetahuan umum. Namun demikian, jika melihat peran pesantren
sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam formal, maka dapat dilihat
bahwa pesantren berperan untuk membentuk kompetensi SDM yang baik
dalam bidang pengetahuan agama.
Selain itu, dahulu pesantren berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat
gerakan pengembangan Islam sebagaimana menurut Dr. Soebardi dan Prof.
Johns yang dikutip oleh Zamaksyari Dhofier:
Lembaga-lembaga pesantren itulah yang paling menentukan watak
keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam, dan yang memegang peranan paling
penting bagi penyabaran Islam sampai ke pelosok-pelosok. Dari lembaga-
lembaga pesantren itulah asal-usul sejumlah manuskrip tentang pengajaran
Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas, yang dikumpulkan
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
90
oleh pengembara-pengembara pertama dari perusahaan-perusahaan dagang
Belanda dan Inggris sejak akhir abad ke-16. Untuk dapat betul-betul
memahami sejarah Islamisasi di wilayah ini, kita harus mulai mempelajari
lembaga-lembaga pesantren tersebut, karena lembaga inilah yang menjadi
anak panah penyebaran Islam di wilayah ini.16
Pendapat tersebut mencoba menyampaikan kepada kita bahwa
dahulunya, pesantren memiliki peran yang sangat crusial sebagai lembaga
pendidikan Islam yang utama dalam mengembangkan pendidikan Islam.
Meski mengingat kondisi hukum dan politik saat itu, pesantren bukanlah
lembaga pendidikan formal yang diakui penguasa/penjajah. Tapi sifat
kelembagaannya menempatkannya menjadi bagian dari lembaga
pendidikan Islam formal.
Situasi dan kondisi pesantren (khususnya salafi), menjadi suatu nilai
khusus yang mampu membentuk kepribadian yang jauh dari pengaruh
masyarakat luas. Kehidupan berasrama atau mondok dalam waktu 3 atau 6
tahun (bahkan ada yang lebih) di usia antara 12-18 tahun adalah keadaan
yang akan memberi kesan mendalam tentang proses pembentukan karakter
yang mandiri dan memiliki jiwa kesadaran yang tinggi. Kehidupan sosial
yang tidak akan didapati pada sekolah umum biasanya.
Berdasarkan pemaparan yang ada, maka peran pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam formal adalah: (1)sebagai lembaga yang berperan
dalam penyebaran agama Islam dan menyiapkan SDM (seperti: da’i) yang
mampu mengemban misi penyebaran ajaran agama Islam; (2)menyiapkan
SDM dengan kemampuan kompetensi keagamaan yang baik; (3)menjadi
wadah pembentukan SDM yang mandiri dan memiliki jiwa kesadaran yang
tinggi.
3. Sekolah.
Yang dimaksud dengan “sekolah” dalam sub bahasan ini bukanlah
istilah yang sifatnya umum. Sekolah disini bermakna sebagai lembaga
pendidikan berjenjang (dasar, menengah pertama, dan menengah atas) dan
16
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 17-18.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
91
terstruktur, dimana kompetensi kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi berbasis non-agama (sains) dianggap sebagai tujuan dasar.
Dengan kata lain, perbedaan utama antara sekolah dengan
pesantren/madrasah adalah konsentrasi bahan ajar sekolah yang
mengedepankan materi pengetahuan umum. Pendidikan Agama Islam di
sekolah tidak memiliki kuantitas yang cukup. Hal ini ditandai dengan
minimnya jumlah jam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan Islam formal tetap memiliki peran
meski dengan sedikitnya jumlah jam mata pelajaran Agama Islam.
Setidaknya, sekolah masih tetap mengajarkan pendidikan Agama Islam dan
sering menjadikannya sebagai ukuran pengetahuan anak didik yang
merepresentasikan moral anak didik itu sendiri.
Berdasarkan pemaparan yang ada, maka disimpulkanlah peran
sekolah. Oleh sebab itu, peran sekolah sebagai lembaga pendidikan Islam
formal adalah (1)menyediakan pengetahuan dasar yang dianggap penting
tentang ajaran Agama Islam sesuai kurikulum pendidikan nasional;
(2)mempengaruhi pembentukan moral SDM melalui pengajaran Agama
Islam.
4. Perguruan Tinggi.
Fokus dalam kajian ini tentunya adalah perguruan tinggi Islam baik
negeri maupun swasta dan fakultas pendidikan Agama Islam pada
Perguruan Tinggi non keagamaan Islam. Sebab, yang termasuk dalam
kategori lembaga pendidikan Islam formal dengan sub domain perguruan
tinggi adalah perguruan tinggi yang menjadikan pendidikan Agama Islam
sebagai bagian dari fokus lembaganya.
Ada tiga fungsi utama perguruan tinggi, yang dikenal dengan nama Tri
Dharma Perguruan Tinggi. Fungsi pertama adalah fungsi pendidikan dan
pengajaran. Fungsi kedua adalah fungsi penelitian. Fungsi ketiga adalah
fungsi pengabdian kepada masyarakat. Berdasarkan fungsi utama
perguruan tinggi tersebut, kita dapat melihat peran apa saja yang dimainkan
oleh perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan Islam formal atau apa
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
92
saja dampak fungsi utama perguruan tinggi dalam kaitannya sebagai
lembaga pendidikan Islam formal.
Gagasan penulis terhadap peran perguruan tinggi sebagai salah satu
lembaga pendidikan Islam formal untuk menghasilkan SDM yang terampil,
cerdas dan kompetitif dan mengingat adanya 3 fungsi utama perguruan
tinggi dapat kita lihat dalam tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1 Peran Perguruan Tinggi sebagai Lembaga Pendidikan Islam untuk
menghasilkan SDM yang terampil, cerdas dan kompetitif.
Fungsi Utama Perguruan Tinggi
Peran Perguruan Tinggi sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Fungsi Pendidikan dan Pengajaran
a. Membentuk kompetensi SDM yang ahli sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka tekuni.
b. Melatih, mengasah dan mengembangkan minat, kompetensi dan bakat SDM kearah profesionalisme
c. Mempengaruhi SDM untuk memperkuat jiwa kompetitif dalam situasi yang lebih kompleks dari jenjang pendidikan sebelumnya.
d. Membentuk SDM dengan ekstra skill seperti; penguasaan bahasa asing, penguasaan teknologi, budaya kerja sama yang baik, dan sebagainya
Fungsi Penelitian
a. Membentuk SDM yang terampil sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka tekuni.
b. Melatih kemampuan SDM dalam menjalin kerja sama yang baik.
Fungsi Pengabdian kepada Masyarakat
a. Membentuk SDM yang memiliki moralitas sosial.
b. Melatih kesiapan mental SDM dalam realitas lapangan pekerjaan.
G. Peran Lembaga Pendidikan Islam dalam menghadapi MEA dan
permasalahannya.
Seperti yang dipaparkan pada sub bahasan sebelumnya, lembaga
pendidikan Islam dapat menunjukkan peran yang mencukupi kebutuhan
perubahan zaman. Demikian juga halnya dengan era masyarakat ekonomi
asean, lembaga pendidikan Islam yang ada tetap memberikan kontribusi yang
cukup dalam mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil,
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
93
cerdas dan kompetitif. Bahkan lembaga pendidikan Islam mampu melebihi
kebutuhan yang dibutuhkan.
Adapun peran lembaga pendidikan Islam sesuai dengan domainnya dan
perannya dalam memenuhi kebutuhan SDM yang terampil, cerdas dan
kompetitif sudah disajikan dalam sub bahasan sebelumnya. Jika disajikan
dalam suatu sistematika penyajian (yakni; tabel), akan diperoleh hasil sebagai
berikut ini;
Tabel 1.2 Peran Lembaga Pendidikan Islam (LPI)
Bentuk Lembaga Pendidikan
Domain Peran LPI terkait SDM
Informal Rumah Tangga
a. Menjaga/memelihara ketersediaan SDM; b. Mempengaruhi terbentuknya ideologis dasar
(permasalahan kesamaan akidah, visi, cita-cita);
c. Mempengaruhi terbentuknya watak dan sikap dasar (permasalahan kesamaan gairah dalam beraktifitas, dan kemampuan edukatif);
d. Mempengaruhi kesiapan fisik (permasalahan ekonomi);
e. Mempengaruhi kesiapan mental/psikis (permasalahan kepercayaan diri)
Nonformal Masyarakat
a. Mempengaruhi watak dan sikap dasar sekaligus ideologis SDM (dampak dari fungsi pemberian pedoman);
b. Mempengaruhi terbentuknya jiwa kompetitif dan kooperatif (dampak dari fungsi upaya menjaga keutuhan masyarakat); dan
c. Mempengaruhi pembentukan moral sosial-kultural (dampak dari adanya fungsi social control)
Formal Sekolah Formal
a. Peran Madrasah; peran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam formal adalah (1)menyediakan kebutuhan pengetahuan dasar dan menengah pendidikan Agama Islam; (2)memberikan pendidikan karakter SDM yang memiliki moral keagamaan
b. Peran Pesantren; (1)sebagai lembaga yang berperan dalam penyebaran agama Islam dan menyiapkan SDM (seperti: da’i) yang mampu mengemban misi penyebaran ajaran agama Islam; (2)menyiapkan SDM dengan
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
94
kemampuan kompetensi keagamaan yang baik; (3)menjadi wadah pembentukan SDM yang mandiri dan memiliki jiwa kesadaran yang tinggi.
c. Peran Sekolah; (1)menyediakan pengetahuan dasar yang dianggap penting tentang ajaran Agama Islam sesuai kurikulum pendidikan nasional; (2)mempengaruhi pembentukan moral SDM melalui pengajaran Agama Islam
d. Peran Perguruan Tinggi (Tabel 1.1)
Kemudian, jika kita melihat kebutuhan SDM yang diisyaratkan untuk
menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, terdapat 3 syarat. 3 (tiga) syarat
dimaksud adalah : (1) SDM yang terampil; (2)SDM yang cerdas; (3) SDM yang
kompetitif.
Agar kebutuhan SDM yang terampil, cerdas dan kompetitif dapat
terpenuhi, maka solusi yang dapat dijadikan opsi adalah dengan cara
melibatkan setiap bentuk lembaga pendidikan Islam yang ada. Mulai dari
lembaga pendidikan Islam informal, lembaga pendidikan Islam nonformal,
hingga lembaga pendidikan Islam formal. Namun, bukan tidak mungkin peran
salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada juga mampu memenuhi
kebutuhan tersebut selama peran yang ada benar-benar memberikan proses
yang menghasilkan output dan dampak yang sesuai.
Melihat tabel 1.2, peran lembaga pendidikan Islam dan syarat SDM yang
perlu disiapkan untuk menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean, peran
lembaga pendidikan Islam sangatlah ideal. Oleh sebab itu, peran lembaga
pendidikan Islam bukan hal yang bisa diabaikan.
Namun jika melihat sisi realitasnya, masih terdapat permasalahan berikut
ini:
1. Meskipun jumlah lembaga pendidikan Islam terus bertambah, akan tetapi
kualitas SDM yang dihasilkan masih dipertanyakan17;
2. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam
belum menjadikan lembaga pendidikan Islam sebagai pilihan utama, bahkan
17
Haidar Putra Daulay, op.cit, hlm.69.
Peran Lembaga Pendidikan Islam…NURSRI HAYATI
95
hingga domain keluarga (pendidikan informal) dan domain masyarakat
(pendidikan nonformal).
3. Adanya semacam keraguan terhadap kualitas SDM lembaga pendidikan
Agama Islam yang dianggap kurang menguasai ilmu pengetahuan umum
(sains).
H. Penutup.
Lembaga pendidikan Islam memiliki tiga bentuk yang diklasifikasikan
berdasarkan domain aktifitasnya. Pertama, lembaga pendidikan Islam informal
yang berlangsung di rumah tangga. Kedua, lembaga pendidikan Islam
nonformal yang berlangsung di masyarakat. Ketiga, lembaga pendidikan Islam
formal yang berlangsung di Sekolah (madrasah, pesantren, sekolah umum, dan
perguruan tinggi).
Peran lembaga pendidikan Islam sesuai bentuk-bentuk yang ada tidak
sama. Domain aktivitas/interaksi sosial lembaga pendidikan Islam
mengakibatkan adanya perbedaan peran dari setiap bentuk lembaga
pendidikan Islam yang ada.
Dalam kajian ini, keberhasilan peran-peran tersebutlah yang
diharapkan menjadi bagian dari upaya untuk menghadapi Era Masyarakat
Ekonomi Asean. Dimana pada era Masyarakat Ekonomi Asean dibutuhkan
adanya sumber daya manusia (SDM) yang terampil, cerdas dan kompetitif.
Seyogyanya, jika gagasan ideal tentang peran lembaga pendidikan
Islam yang ada berfungsi dengan baik, maka permasalahan kebutuhan akan
SDM yang terampil, cerdas dan kompetitif akan terpenuhi. Sehingga
perubahan zaman yang terjadi seperti Era Masyarakat Ekonomi Asean akan
dengan mudah dihadapi. Meski tidak dipungkiri, masih ada permasalahan
yang belum terselesaikan secara baik (kualitas output lembaga pendidikan
Islam, kurangnya minat masyarakat untuk menjadikan lembaga pendidikan
Islam sebagai pilihan, dan asumsi tentang kualitas SDM lembaga pendidikan
Islam yang dianggap hanya berkompetensi penuh di bidang keagamaan
saja).
Al-Hasany Vol. 1, No. 1, Juli–Desember 2016
96
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyidin, “Pengembangan Pendidikan Agama dalam Keluarga (Sebuah Renungan bagi Orangtua)”, dalam Syafaruddin (Ed), Pendidikan dan Transformasi Sosial, Medan: Citapustaka Media Perintis, 2009.
Daulay, Haidar Putra, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Dhofier, Zamaksyari, Tradisi Pesantren Jakarta: LP3ES, 1983.
http://diktis.kemenag.go.id/bansos/cari_nspt.php, diakses pada Diakses pada tanggal 5 Februari 2015. 16:15 wib.
http://forlap.dikti.go.id/perguruantinggi/homegraphpt, Kategori PT:Negeri, Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, Kementrian Riset dan Perguruan Tinggi, 2015. Diakses pada tanggal 5 Februari 2015. 16:07 wib.
http://kangmahfudz.blog.com/2013/11/21/fungsi-dan-peran-lembaga-pendidikan/, diakses pada jam 13.40 tanggal 24 Desember 2015.
http://kbbi.web.id/lembaga, diakses pada 13.12 wib, 24 Desember 2015.
http://www.nu-tapsel.rizalubis-web.com/2014/11/prof-syekh-h-ali-hasan-ahmad-addary.html, diakses pada pukul 11.45 wib, 24 Desember 2015.
https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_Ekonomi_ASEAN, diakses pada pukul 12.25 wib, 24 Desember 2015.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi: Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1990.