Post on 02-Feb-2018
Pustaka
68
PUSTAKA
Attewell, P.B. and Farmer, I.W., 1976, Principles of Engineering Geology, New
York : John Willey & Sons.
Bandono, Sadisun, I.A., 1997, Kumpulan Edaran Praktikum Pengantar Geologi
Teknik, Bandung : ITB.
Barton, N.R., Bandis, S.C., 1982, Effects of Block Size on the Shear Behaviour of
Jointed Rock, 23rd US Symp. On Rock Mechanics, Berkeley.
Barton, N.R., Choubey, V., 1977, The Shear Strength of Rock Joints in Theory and
Practice, Rock Mechanics.
Barton, N., Lien, R., Lunde, J., 1974, Engineering Classification of Rock Masses for
the Design of Tunnel Support, Rock Mechanics, Vol. 6.
Bieniawski, Z.T., 1989, Engineering Rock Mass Classification, New York : John
Wiley & Sons.
Deere, D.U., Miller, R.P., 1966, Engineering Classification and Index Properties for
Intact Rock, Technical Report No. AFWL-TR-65-116, Univ. of
Illinois, Urbana.
Dikau, R., D. Brundsden, L. Schrott, M.L. Ibsen, 1996, Landslide Recognition, New
York : John Willey & Sons.
Dunn, I.S, Anderson, L.R., Kiefer, F.W., 1980, Fundamentals of Geotechnical
Analysis, New York : John Wiley & Sons.
Franklin, J.A. dan Maerz, N.H., 1996, Empirical Design and Rock Mass
Characterization, Proceedings of the FRAGBLAST 5 Workshop on
Measurement of Blast Fragmentation.
Guntarto, 2003, Arahan Geologi Lingkungan untuk Tata Guna Lahan Kawasan Karst
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Buletin
Geologi Tata Lingkungan, V.13, No.2.
Hendarsin, S.L., 2003, Investigasi Rekayasa Geoteknik untuk Perencanaan
Bangunan Teknik Sipil, Bandung : Politeknik Negeri Bandung.
Pustaka
69
Hoek, E., Bray, J.W., 1981, Rock Slope Engineering, London : Institution of Mining
and Metallurgy.
Hudson, J.A., Harrison, J.P., 1997, Engineering Rock Mechanics : An Introduction to
the Principles, Pergamon, UK.
Hudson, J., 1993. Comprehensive Rock Engineering : Principles, Practice, and
Projects. Pergamon Press: New York. vol 3.
Johnson, R.B. dan Degraff, J.V., 1988, Principles of Engineering Geology, New
York : John Wiley & Sons.
Kusumayudha, S.B., 2005, Hidrogeologi Karst dan Geometri Fraktal di Daerah
Gunungsewu, Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.
Maerz, N.H., 2000, Highway Rock Cut Stability Assessment in Rock Masses not
Conductive to Stability Calculation, Proceedings of the 51st Annual
Highway Geology Symposium, Seattle, Washington.
Palmstrom, Arild. 2005. Measurement of and Correlation between Block Size and
Rock Quality Designation (RQD). Tunnel and Underground Space
Technology.
Pratistho, B., Santoso, A., 1998, Penentuan Bentuk Sesar Bawah Permukaan dan
Kondisi Satuan Batugamping di Daerah Karst Gunungkidul dengan
Metoda Gravitasi, Prosiding PIT IAGI XXVII.
Priest, D.S., 1993, Discontinuity Analysis for Rock Engineering, London : Chapman
and Hall.
Pulunggono, A., S. Martodjojo, 1994, Perubahan Tektonik Paleogen – Neogen
Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa, Proceeding
Geologi dan Geoteknik Pulau Jawa Sejak Akhir Mesozoik Hingga
Kuarter, Seminar Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM.
Purnomo, J., Purwako, 1994, Kerangka Tektonik dan Stratigrafi Pulau Jawa Secara
Regional dan Kaitannya dengan Potensi Hidrokarbon, Proceeding
Geologi dan Geoteknik Pulau Jawa Sejak Akhir Mesozoik Hingga
Kuarter, Teknik Geologi UGM, Yogyakarta.
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Jawa, Skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Pustaka
70
Romana, M., 1985, New Adjustment Rating for Application of Bieniawski
Classification, International Symposium on the Role of Rock
Mechanics, Zacatecas.
Sir MacDonald dkk., 1984 , Greater Yogyakarta Groudwater Resources Study ,
Volume 3 A : Groundwater.
Sulistianto, B., 2001. Geoteknik Buku 1 : Analisis Kemantapan Lereng. Pelatihan
Perancangan Tambang, Departemen Teknik Pertambangan, Bandung :
ITB.
Surono, Toha, B., Sudarno, I., 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta – Giritontro
Skala 1 : 100.000, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Suyoto, 1994, Sikuen Stratigrafi Karbonat Gunung Sewu, Proceeding IAGI XXIII,
V.1.
Suyoto, Santoso, K., 1986, Klasifikasi Stratigrafi Pegunungan Selatan Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Kumpulan Makalah Geologi,
V.2.
Toha, B., 1994, Geologi Daerah Pegunungan Selatan : Suatu Kontribusi, Proceeding
Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol.1A, The Hague,
Martinus Nijhoff. The Netherlands.
Wasito, Samodra, H., Prasetyo, H., 1998, Aspek Bentang Alam Karst di Daerah
Semanu dan Sekitarnya; Implikasinya Terhadap Kebijaksanaan
Peningkatan Pembangunan Perekonomian di Kabupaten
Gunungkidul, Proceeding IAGI XXVII.
Young, A., 1972, Slopes (Geomorphology Text 3) edited by K.M Clayton,
Edinburgh, Oliver&Boyd.
Pengamatan Petrografi
PENGAMATAN PETROGRAFI
P1
Sayatan batugamping Bioclastic Packstone, butiran (53%) yang seluruhnya terdiri dari komponen cangkang biota berupa foram besar, alga, koral serta foraminifera kecil. Matriks (20%) berupa mikrit, semen (17%) terdiri dari kalsit, Porositas (10%) berupa vuggy porosity, tekstur grain supported, terpilah buruk, kontak antar butiran mengambang. Foram Besar (37%) Hadir dalam keadaan utuh dan pecah–pecah, berupa Lepidocyclina sp. dan Spiroclypeus sp., sebagian cangkang telah tergantikan oleh kalsit (A5) Alga (8%) Hadir dalam bentuk pecahan memanjang, berupa alga hijau, umumnya telah tergantikan oleh kalsit (F4 dan A2) Koral (4%) Hadir dalam bentuk pecahan, rongga telah terisi oleh kalsit Bentos (2%) Umumnya dalam keadaan utuh dan pecah-pecah, berupa Quinqueloculina sp., sebagian cangkang telah terisi oleh kalsit Plankton (2%) Umumnya dalam keadaan utuh dan pecah-pecah, berupa Globigerina sp., sebagian cangkang telah terisi oleh kalsit Matriks (20%) Berupa mikrokristalin kalsit, hasil dari rekristalisasi lumpur karbonat (neomorphisme), berwarna coklat keruh Semen (17%) Berupa semen kalsit, umumnya hadir mengisi cangkang foraminifera dan mengisi ruang antar butir Porositas (10%) Berupa porositas sekunder yaitu vuggy porosity yang hadir diantara matriks.
1,25 mm
Pengamatan Petrografi
P1
1,25 mm Sayatan batugamping Bioclastic Packstone, butiran (56%) yang seluruhnya terdiri dari komponen cangkang biota berupa foram besar, alga, koral serta foraminifera kecil. Matriks (18%) berupa mikrit, semen (14%) terdiri dari kalsit, Porositas (12%) berupa vuggy porosity, tekstur grain supported, terpilah buruk, kontak antar butiran mengambang. Foram Besar (36%) Hadir dalam keadaan utuh dan pecah–pecah, berupa Lepidocyclina sp. dan Spiroclypeus sp., sebagian cangkang telah tergantikan oleh kalsit (A3 – B4) Alga (9%) Hadir dalam bentuk pecahan memanjang, berupa alga hijau, umumnya telah tergantikan oleh kalsit Koral (6%) Hadir dalam bentuk pecahan, rongga telah terisi oleh kalsit (E3 – F3) Bentos (2%) Umumnya dalam keadaan utuh dan pecah-pecah, berupa Quinqueloculina sp., sebagian cangkang telah terisi oleh kalsit Plankton (3%) Umumnya dalam keadaan utuh dan pecah-pecah, berupa Globigerina sp., Orbulina universa, sebagian cangkang telah terisi oleh kalsit Matriks (18%) Berupa mikrokristalin kalsit, hasil dari rekristalisasi lumpur karbonat (neomorphisme), berwarna coklat keruh Semen (14%) Berupa semen kalsit, umumnya hadir mengisi cangkang foraminifera dan mengisi ruang antar butir Porositas (12%) Berupa porositas sekunder yaitu vuggy porosity yang hadir diantara matriks.
Data D
iskontinuitas
• Scanline I Kedudukan Lereng : 63 0 , N 212 0 E
Arah garis scanline : N 148 0 E
Kemiringan garis scanline : 0º
Panjang lereng : 8 meter
Ketinggian lereng rata-rata : ± 15 meter
No. Jarak (cm)
Strike (N...ºE)
Dip (...º)
Panjang diskontinuitas
(cm)
Bukaan diskontinuitas
(mm)
Asperity amplitude
(mm)
Panjang profil (cm)
Kondisi pelapukan SHV Orientasi
1 3 44 71 78 3 3,7 12 SW 11 2 20 105 30 45 1,5 3 14 SW 9 3 6 75 49 96 4 4,3 15 SW 10 4 40 157 40 180 3 3,8 11 SW 8 5 23 156 35 145 3 3,9 14 SW 12 6 26 168 34 195 3 4 12 SW 14 7 27 161 36 141 4 4,4 15 SW 15 8 25 171 66 153 4 4,1 13,8 SW 10 9 22 173 37 108 4 4,3 14,5 SW 11 10 19 69 67 105 3 4,2 14 SW 12 11 24 73 41 103 2 3,6 11 SW 10 12 23 74 72 99 2 3,8 13 SW 15 13 32 79 56 110 3 4 12 SW 13 14 33 72 54 112 2 3,9 12,5 MW 12 15 35 64 81 102 2 4,1 13,5 MW 11 16 30 74 50 121 3 4,2 14 MW 10
Data D
iskontinuitas
No. Jarak (cm)
Strike (N...ºE)
Dip (...º)
Panjang diskontinuitas
(cm)
Bukaan diskontinuitas
(mm)
Asperity amplitude
(mm)
Panjang profil (cm)
Kondisi pelapukan SHV Orientasi
17 25 78 57 106 2 4 12 MW 9 18 56 194 69 184 3 3,4 15 MW 12 19 27 158 38 137 2 3,7 11,5 MW 11 20 25 160 49 181 2 3,9 12,5 MW 15 21 29 148 43 162 2 3,8 13 MW 14 22 25 154 46 117 3 3,9 12 MW 14 23 30 167 50 173 3 3,8 11 MW 12 24 19 31 66 216 4 4,3 14 MW 16 25 26 17 70 182 3 3,9 11 MW 15 26 37 58 64 150 5 5,1 21,5 SW 10 27 23 129 62 190 3 4,3 15 SW 11 28 34 155 41 135 4 4,2 14 SW 14 29 7 160 48 153 4 4 13 SW 13 30 14 149 54 162 2 3,8 12 MW 11 31 29 159 50 175 2 4,2 14 MW 12 32 5 152 40 114 2 3,9 13 MW 10
Keterangan:
MW : rekahan dengan tingkat pelapukan menengah (medium weathered) SW : rekahan dengan tingkat pelapukan ringan (slightly weathered) SHV : nilai schmidt hammer yang diukur pada permukaan rekahan
: arah pengukuran schmidt hammer yang membentuk sudut terhadap bidang horizontal
Data D
iskontinuitas
• Scanline II Kedudukan Lereng : 67 0 , N 204 0 E
Arah garis scanline : N 154 0 E
Kemiringan garis scanline : 5º
Panjang lereng : 14,8 meter
Ketinggian lereng rata-rata : ± 20 meter
No. Jarak (cm)
Strike (N...ºE)
Dip (...º)
Panjang diskontinuitas
(cm)
Bukaan diskontinuitas
(mm)
Asperity amplitude
(mm)
Panjang profil (cm)
Kondisi pelapukan SHV Orientasi
1 93 107 76 728 2 2,1 12 MW 10 2 58 123 64 312 1 1,4 11 MW 11 3 81 173 48 188 2 3 13 MW 12 4 69 9 57 182 2 2,9 15 MW 10 5 70 8 62 253 2 2,7 14 MW 9 6 85 53 70 195 4 4,1 15 MW 8 7 65 6 55 572 2 2,8 12 MW 7 8 12 184 68 540 2 2,7 12 HW 5 9 131 5 52 262 2 2,5 13 HW 6 10 62 188 62 539 2 2,8 11,5 HW 7 11 500 14 43 617 3 3,1 16 HW 9 12 58 192 68 260 5 5,1 16 MW 11 13 66 185 63 279 2 3,1 14 SW 13 14 69 223 57 241 2 2,9 12 SW 12
Data D
iskontinuitas
Keterangan:
HW : rekahan dengan tingkat pelapukan tinggi (highly weathered) MW : rekahan dengan tingkat pelapukan menengah (medium weathered) SW : rekahan dengan tingkat pelapukan ringan (slightly weathered) SHV : nilai schmidt hammer yang diukur pada permukaan rekahan
: arah pengukuran schmidt hammer yang membentuk sudut terhadap bidang horizontal
Data D
iskontinuitas
• Scanline III Kedudukan Lereng : 47 0 , N 210 0 E
Arah garis scanline : N 170 0 E
Kemiringan garis scanline : 9º
Panjang lereng : 8,7 meter
Ketinggian lereng rata-rata : ± 23 meter
No. Jarak (cm)
Strike (N...ºE)
Dip (...º)
Panjang diskontinuitas
(cm)
Bukaan diskontinuitas
(mm)
Asperity amplitude
(mm)
Panjang profil (cm)
Kondisi pelapukan SHV Orientasi
1 36 136 64 112 3 4,2 20 SW 12 2 18 97 66 95 3 4,2 18 SW 14 3 16 138 67 113 3,5 4,3 15 SW 13 4 19 38 71 80 3 4,3 21 SW 15 5 12 36 53 140 3 3,9 19 SW 16 6 29 172 64 122 2 3,8 11 SW 11 7 24 151 69 102 4 4,2 14 SW 10 8 16 172 60 52 3 4,1 13 SW 12 9 25 154 82 101 2,5 3,6 12 SW 12 10 29 21 61 70 3 3,7 15 SW 14 11 18 38 62 117 3 3,6 14 SW 15 12 32 25 63 115 3 3,8 16 SW 16 13 34 183 60 143 4 4,4 17 SW 17 14 20 171 67 105 4 4,5 16 MW 10 15 23 173 65 154 2,5 3,7 12 MW 11 16 20 191 77 143 2 2,3 14 MW 10
Data D
iskontinuitas
No. Jarak (cm)
Strike (N...ºE)
Dip (...º)
Panjang diskontinuitas
(cm)
Bukaan diskontinuitas
(mm)
Asperity amplitude
(mm)
Panjang profil (cm)
Kondisi pelapukan SHV Orientasi
17 21 175 62 133 3 4,4 18 MW 12 18 23 196 85 135 1 1,2 10 MW 13 19 22 171 76 95 2 3,7 11 MW 12 20 24 167 64 136 2 3,8 12 MW 10 21 39 23 64 77 3 3,9 18 MW 11 22 16 15 59 108 3 4,1 19 MW 11 23 20 6 84 70 3 4,5 22 MW 15 24 12 131 63 150 3 4,1 16 MW 17 25 58 128 67 210 3 4,2 15 MW 16 26 47 4 73 73 1 1,5 14 SW 14 27 15 154 82 190 2 3,5 11 SW 12 28 34 117 56 304 3 4 14 SW 11 29 23 104 43 94 3 4,2 17 SW 12 30 27 119 48 220 2,5 3,9 12 SW 13 31 40 108 63 230 3 4,4 19 SW 15 32 35 138 67 101 3 4,3 18 SW 16 33 38 102 53 403 3 4,5 24 SW 14 34 24 29 64 98 3 4 16 SW 14
Keterangan :
MW : rekahan dengan tingkat pelapukan menengah (medium weathered) SW : rekahan dengan tingkat pelapukan ringan (slightly weathered) SHV : nilai schmidt hammer yang diukur pada permukaan rekahan
: arah pengukuran schmidt hammer yang membentuk sudut terhadap bidang horizontal
Data D
iskontinuitas
• Scanline IV Kedudukan Lereng : 51 0 , N 220 0 E
Arah garis scanline : N 172 0 E
Kemiringan garis scanline : 14º
Panjang lereng : 2,9 meter
Ketinggian lereng rata-rata : ± 4,3 meter
No. Jarak (cm)
Strike (N...ºE)
Dip (...º)
Panjang diskontinuitas
(cm)
Bukaan diskontinuitas
(mm)
Asperity amplitude
(mm)
Panjang profil (cm)
Kondisi pelapukan SHV Orientasi
1 5 46 44 93 1 1,9 14 SW 12 2 12 49 65 91 1 1,5 12 SW 14 3 8 153 47 95 2 3 15 SW 16 4 14 84 59 79 1 1,4 11 SW 15 5 24 157 43 48 2 3,1 16 SW 17 6 32 125 41 118 1 1,8 10 SW 13 7 17 106 58 132 1 2 14 SW 11 8 9 152 42 70 2 3,4 18 SW 15 9 29 150 45 53 2 3,3 17 SW 14 10 12 146 45 114 2 3,2 14 SW 16 11 43 148 44 100 2 2,9 12 MW 12 12 40 158 54 188 3 3,5 12 MW 14 13 12 67 38 101 1 1,7 13 MW 18 14 28 123 49 84 1 1,6 14 MW 19
Keterangan : MW : diskontinuitas dengan tingkat pelapukan menengah SHV : nilai schmidt hammer
SW : diskontinuitas dengan tingkat pelapukan ringan : arah pengukuran schmidt hammer yang membentuk sudut terhadap bidang horizontal
Data D
iskontinuitas
• Scanline V Kedudukan Lereng : 47 0 , N 210 0 E
Arah garis scanline : N 170 0 E
Kemiringan garis scanline : 9º
Panjang lereng : 8,7 meter
Ketinggian lereng rata-rata : ± 23 meter
No. Jarak (cm)
Strike (N...ºE)
Dip (...º)
Panjang diskontinuitas
(cm)
Bukaan diskontinuitas
(mm)
Asperity amplitude
(mm)
Panjang profil (cm)
Kondisi pelapukan SHV Orientasi
1 4 114 44 100 2 3,5 14 SW 16 2 23 91 48 43 2 3,8 16 SW 14 3 19 104 47 54 3 3,7 15 SW 12 4 16 98 56 150 2 3,6 17 SW 13 5 25 135 59 152 3 3,9 13 SW 14 6 19 107 45 90 3 3,9 19 SW 11 7 21 98 46 75 2 3,5 18 SW 10 8 23 105 43 73 2 4 16 SW 12 9 30 168 70 138 1 2 14 MW 10 10 40 186 78 105 1 2,1 12 MW 9 11 25 106 42 68 2 3,8 15 MW 8 12 29 119 41 123 2 3,7 14 MW 11 13 20 86 62 63 2 3,1 12 MW 6 14 25 97 51 81 2 3,9 19 SW 7 15 10 92 56 109 3 4,1 12 SW 10 16 25 181 60 57 1 1,5 15 SW 11
Data D
iskontinuitas
No. Jarak (cm)
Strike (N...ºE)
Dip (...º)
Panjang diskontinuitas
(cm)
Bukaan diskontinuitas
(mm)
Asperity amplitude
(mm)
Panjang profil (cm)
Kondisi pelapukan SHV Orientasi
17 29 142 58 40 1 1,9 12 SW 12 18 34 187 43 82 1 2 14 SW 14 19 30 102 50 90 1 1,4 11 SW 13
Keterangan :
MW : diskontinuitas dengan tingkat pelapukan menengah (medium weathered) SW : diskontinuitas dengan tingkat pelapukan ringan (slightly weathered) SHV : nilai schmidt hammer yang diukur pada permukaan diskontinuitas
: arah pengukuran schmidt hammer yang membentuk sudut terhadap bidang horizontal
Hasil Pengujian Sifat Keteknikan
HASIL PENGUJIAN SIFAT KETEKNIKAN
Batuan memiliki sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan
rekayasa keteknikan. Sifat-sifat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
• Sifat fisik batuan
• Pengujian sifat fisik batuan digunakan untuk mengetahui bobot isi, berat jenis,
porositas, absorpsi, dan void ratio.
• Sifat mekanik batuan
• Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik batuan adalah uji
Schmidt hammer dan uji geser langsung.
Kedua sifat tesebut dapat ditentukan baik di laboratorium maupun di lapangan (in-
situ). Pengujian di laboratorium pada umumnya dilakukan terhadap contoh (sample)
yang diambil di lapangan. Pengujian ini meliputi uji sifat fisik batuan dan uji geser
langsung. Satu contoh batuan dapat digunakan untuk menentukan kedua sifat batuan.
Pertama-tama yang dilakukan adalah penentuan sifat fisik batuan yang merupakan
uji tanpa merusak (non destructive test), kemudian dilanjutkan dengan penetuan sifat
mekanik batuan berupa uji geser langsung yang merupakan uji merusak (destructive
test) sehingga contoh batu hancur. Sedangkan pengujian Schmidt hammer dilakukan
di lapangan (in-situ).
• Sifat Fisik Batuan
Pembuatan contoh di laboratorium untuk keperluan pengujian sifat fisik
dilakukan dari contoh batuan yang diambil di lapangan, yang kemudian dibor
dengan penginti laboratorium. Contoh yang didapat berbentuk silinder dengan
diameter 50mm dan tinggi 100mm.
Penimbangan berat contoh :
a) Berat contoh asli (natural) : Wn
b) Berat contoh kering (sesudah dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam
dengan temperature 900 C : Wo
Hasil Pengujian Sifat Keteknikan
c) Berat contoh jenuh (sesudah dijenuhkan dengan air selama 24 jam) : Ww
d) Berat contoh jenuh di dalam air : Ws
e) Volume contoh tanpa pori-pori : Wo – Ws
f) Volume contoh total : Ww – Ws
Perhitungan :
1. Densitas alami (natural density) WsWw
Wn−
=
2. Kadar air alami (natural water content) %100×−
=Wo
WoWn
3. Densitas jenuh (saturated density) WsWw
Ww−
=
4. Saturated water content (absorption) %100×−
=Wo
WoWw
5. Densitas kering (dry density) WsWw
Wo−
=
6. Porositas %100×−−
=WsWwWoWw
Hasil pengujian sifat fisik batuan :
Sifat fisik batuan yang digunakan untuk menganalisis kemantapan lereng adalah
densitas batuan dalam keadaan kering.
• Sifat Mekanik Batuan
Uji Schmidt Hammer
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas kekuatan
(hardness) dan memberikan indikator kekuatan (strength).
Hasil Pengujian Sifat Keteknikan
Gambar 1. Alat uji Schmidt hammer
Dari 80 kali pengujian Schmidt hammer pada singkapan batugamping di
lapangan, diperoleh data pengujian sebagai berikut :
Pengukuran Nilai Pengukuran Nilai 1 12 41 10
2 10 42 15
3 14 43 8
4 12 44 7
5 10 45 10
6 10 46 9
7 18 47 10
8 16 48 12
9 14 49 11
10 18 50 13
11 19 51 7
12 20 52 9
13 12 53 10
14 20 54 33
15 21 55 11
16 12 56 22
17 12 57 17
18 13 58 8
19 22 59 16
20 19 60 11
21 18 61 10
22 8 62 17
23 15 63 10
Hasil Pengujian Sifat Keteknikan
24 9 64 20
25 9 65 17
26 13 66 10
27 11 67 10
28 10 68 10
29 30 69 23
30 42 70 14
31 40 71 10
32 34 72 25
33 20 73 11
34 11 74 10
35 26 75 10
36 12 76 12
37 14 77 12
38 10 78 9
39 15 79 14
40 24 80 16
Nilai rata-rata hasil pengukuran untuk setiap sampel :
8080....321 nnnnx ++++
=
80
1204=
= 15.05
Hasil Pengujian Sifat Keteknikan
Gambar 2. Grafik nilai Uniaxial Compressive Strength dari uji Schmidt Hammer
Nilai Uniaxial Compressive Strength = 25 MPa.
Hasil Pengujian Sifat Keteknikan
Geser Langsung (Direct Shear)
Gambar 3. Alat penguji geser langsung
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan batuan terhadap gaya
horisontal dan menentukan parameter kohesi (c) serta sudut geser batuan
(∅) baik dalam keadaan puncak maupun dalam keadaan sisa.
Hasil pengujian geser langsung :
Peak Shear Strength Residual Shear Strenth
Shear Strength Normal Stress Shear Strength Normal StressSample
No (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
1 70,04 21,01 21,01 21,01 2 80,55 34,52 21,58 34,52 3 92,96 65,43 27,26 65,43
Hasil Pengujian Sifat Keteknikan
Gambar 4. Grafik hasil pengujian geser langsung
Sudut geser dalam residual (residual friction angle) = Ør = 8,430
Apparent friction angle below stress = Øp = 26,090
Kohesi = 61,177kg/cm2
Kohesi residual = 17,31 kg/cm2
Perhitungan Joint Roughness Coefficient (JRC)
PERHITUNGAN JOINT ROUGHNESS COEFFICIENT (JRC)
Scanline I
JS1 JS2
No No.
Diskontinuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm)
No No.
Diskontinuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm)
1 1 12 3,7 1 4 11 3,8 2 3 15 4,3 2 5 14 3,9 3 10 14 4,2 3 6 12 4 4 11 11 3,6 4 7 15 4,4 5 12 13 3,8 5 8 13,5 4,1 6 13 12 4 6 9 14,5 4,3 7 14 12,5 3,9 7 19 11,5 3,7 8 15 13,5 4,1 8 20 12,5 3,9 9 16 14 4,2 9 21 13 3,8 10 17 12 4 10 22 12 3,9 11 26 21,5 5,1 11 23 11 3,8 12 25 11 3,9 12 27 15 4,3 13 24 14 4,3 13 28 14 4,2
Rata-rata 13,5 4,1 14 29 13 4
15 30 12 3,8
16 31 14 4,2
17 32 13 3,9
Rata-rata 13 4
Perhitungan Joint Roughness Coefficient (JRC)
Nilai JRC pada JS1 = 14
Nilai JRC pada JS2 = 12,5
Scanline II
JS1 JS2
No
No. Diskontinuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm) No
No. Diskonti nuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm)
1 4 15 2,9 1 3 13 3 2 5 14 2,7 2 8 12 2,7 3 7 12 2,8 3 10 11,5 2,8 4 9 13 2,5 4 12 14 3,1 5 11 16 3,1 5 13 12 2,9
Rata-rata 14 2,8 Rata-rata 12,5 2,9
Perhitungan Joint Roughness Coefficient (JRC)
Nilai JRC pada JS1 = 8,5
Nilai JRC pada JS2 = 9,3
Perhitungan Joint Roughness Coefficient (JRC)
Scanline III
JS1 JS2
No
No. Diskontinuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm) No
No. Diskonti nuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm)
1 1 20 4,2 1 3 15 4,3 2 4 21 4,3 2 6 11 3,8 3 5 19 3,9 3 7 14 4,2 4 10 15 3,7 4 8 13 4,1 5 11 14 3,6 5 9 12 3,6 6 12 16 3,8 6 13 17 4,4 7 21 18 3,9 7 14 16 4,5 8 22 19 4,1 8 15 12 3,7 9 23 22 4,5 9 17 18 4,4 10 34 16 4 10 19 11 3,7
Rata-rata 18 4 11 20 12 3,8
12 27 11 3,5
Rata-rata 13,5 4
JS3
No No. Diskontinuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm)
1 2 18 4,2 2 24 16 4,1 3 25 15 4,2 4 28 14 4 5 29 17 4,2 6 30 12 3,9 7 31 19 4,4 8 32 18 4,3 9 33 24 4,5
Rata-rata 17 4,2
Perhitungan Joint Roughness Coefficient (JRC)
Nilai JRC pada JS1 = 10
Nilai JRC pada JS1 = 12,9
Nilai JRC pada JS1 = 11
Scanline IV
JS1
No No. Diskontinuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm)
1 3 15 3 2 5 16 3,1 3 8 18 3,4 4 9 17 3,3 5 10 14 3,2 6 11 12 2,9 7 12 12 3,5
Rata-rata 16 3,2
Perhitungan Joint Roughness Coefficient (JRC)
Nilai JRC pada JS1 = 9
Perhitungan Joint Roughness Coefficient (JRC)
Scanline V
JS1
No No. Diskontinuitas
Panjang Profil (cm)
Asperity Amplitude
(mm) 1 1 14 3,5 2 2 16 3,8 3 3 15 3,7 4 4 17 3,6 5 5 13 3,9 6 6 19 3,9 7 7 18 3,5 8 8 16 4 9 11 15 3,8 10 12 14 3,7 11 13 12 3,1 12 14 19 3,9 13 15 12 4,1
Rata-rata 15,5 3,7
Perhitungan Joint Roughness Coefficient (JRC)
Nilai JRC pada JS1 = 10
Perhitungan Joint Compressive Strength (JCS)
PERHITUNGAN JOINT COMPRESSIVE STRENGTH (JCS)
• Scanline I
JS1 JS2
Diskontinuitas Nilai
Schmidt hammer
DiskontinuitasNilai
Schmidt hammer
Diskontinuitas Nilai
Schmidt hammer
1 11 4 8 22 14 3 10 5 12 23 12
10 12 6 14 27 11 11 10 7 15 28 14 12 15 8 10 29 13 13 13 9 11 30 11 14 12 19 11 31 12 15 11 20 15 32 10
16 10 21 14 17 9 24 16 25 15 26 10
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel pada JS1 :
1313....321 nnnnx ++++
=
13
154=
= 11,85
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel pada JS2 :
1717....321 nnnnx ++++
=
17187
=
= 11
Perhitungan Joint Compressive Strength (JCS)
Nilai Uniaxial Compressive Strength pada JS1 = 21,92 MPa
Nilai Uniaxial Compressive Strength pada JS2 = 20,61 MPa
• Scanline II
JS1 JS2
Diskontinuitas Nilai Schmidt hammer Diskontinuitas Nilai Schmidt
hammer 4 10 3 12 5 9 8 8 7 7 10 7 9 6 12 11 11 9 13 13
Perhitungan Joint Compressive Strength (JCS)
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel pada JS1 :
5
5....321 nnnnx ++++=
541
=
= 8,2
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel pada JS2 :
5
5....321 nnnnx ++++=
551
=
= 10,2
Nilai Uniaxial Compressive Strength pada JS1 = 18,93 MPa
Nilai Uniaxial Compressive Strength pada JS2 = 20,24 MPa
Perhitungan Joint Compressive Strength (JCS)
• Scanline III
JS1 JS2 JS3
Diskontinuitas Nilai
Schmidt hammer
DiskontinuitasNilai
Schmidt hammer
Diskontinuitas Nilai
Schmidt hammer
1 12 3 13 2 14 4 15 6 11 24 17 5 16 7 10 25 16
10 14 8 12 28 11 11 15 9 12 29 12 12 16 13 17 30 13 21 11 14 10 31 15 22 11 15 11 32 16
23 15 17 12 33 14 26 14 19 12 34 14 20 10
27 12
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel pada JS1 :
1111....321 nnnnx ++++
=
11
153=
= 13,91
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel pada JS2 :
1212....321 nnnnx ++++
=
12142
=
= 11,83
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel pada JS3 :
99....321 nnnnx ++++
=
9
128=
= 14,22
Perhitungan Joint Compressive Strength (JCS)
Nilai Uniaxial Compressive Strength pada JS1 = 22,94 MPa
Nilai Uniaxial Compressive Strength pada JS2 = 21,88 MPa
Nilai Uniaxial Compressive Strength pada JS3 = 23,53 MPa
• Scanline IV
JS1
Diskontinuitas Nilai Schmidt hammer
Diskontinuitas Nilai Schmidt hammer
3 16 10 16 5 12 11 12
8 15 12 14 9 14
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel :
77....321 nnnnx ++++
=
799
=
= 14,143
Perhitungan Joint Compressive Strength (JCS)
Nilai Uniaxial Compressive Strength = 23,42 MPa
• Scanline V
JS1
Diskontinuitas Nilai Schmidt hammer Diskontinuitas Nilai Schmidt
hammer 1 16 11 8 2 14 12 11
3 12 13 6 4 13 14 7 5 14 15 10 6 11 17 12 7 10 19 13 8 12
Perhitungan Joint Compressive Strength (JCS)
Nilai rata-rata hasil pengujian tiap sampel :
1515....321 nnnnx ++++
=
15
169=
= 11,27
Nilai Uniaxial Compressive Strength = 20,7 MPa
Perhitungan Kohesi dan Sudut Geser D
alam Efektif
PERHITUNGAN KOHESI DAN SUDUT GESER DALAM EFEKTIF
Keterangan :
Φb : Sudut geser dalam basic JCS : Joint Compressive Strength
σn : Normal stress Φi : Sudut geser dalam efektif
JRC : Joint Roughness Coefficient ci : Kohesi efektif
Perhitungan Uniaxial Compressive Strength
PERHITUNGAN UNIAXIAL COMPRESSIVE STRENGTH
• Scanline I
Hasil pengujian Schmidt hammer :
Pengujian Nilai Pengujian Nilai 1 12 6 10
2 10 7 18
3 14 8 16
4 12 9 14
5 10 10 18
Nilai rata-rata hasil pengujian untuk setiap sampel :
10
10....321 nnnnx ++++=
10134
=
= 13,4
Konversi Unit weight of rocks → 1 gr/cm3 = 9,8 KN/m3
Dari pengujian sifat fisik batuan didapat nilai densitas kering = 2,297
gr/cm3, maka nilai Unit weight of rocks = 22,5 kN/m3
Perhitungan Uniaxial Compressive Strength
Maka besarnya Uniaxial Compressive Strength = 23,46 MPa
• Scanline II
Hasil pengujian Schmidt Hammer :
Pengujian Nilai Pengujian Nilai 1 10 6 11
2 8 7 7
3 7 8 8
4 9 9 9
5 8 10 9
Perhitungan Uniaxial Compressive Strength
Nilai rata-rata hasil pengujian untuk setiap sampel :
10
10....321 nnnnx ++++=
1086
=
= 8,6
Maka besarnya Uniaxial Compressive Strength = 19,11 MPa
Perhitungan Uniaxial Compressive Strength
• Scanline III
Hasil pengujian Schmidt Hammer :
Pengujian Nilai Pengujian Nilai 1 19 6 12
2 20 7 12
3 12 8 13
4 20 9 22
5 21 10 19
Nilai rata-rata hasil pengujian untuk setiap sampel :
10
10....321 nnnnx ++++=
10170
=
= 17
Perhitungan Uniaxial Compressive Strength
Maka besarnya Uniaxial Compressive Strength = 26,15 MPa
• Scanline IV
Hasil pengujian Schmidt Hammer :
Pengujian Nilai Pengujian Nilai 1 12 6 17
2 14 7 13
3 10 8 18
4 13 9 20
5 15 10 17
Perhitungan Uniaxial Compressive Strength
Nilai rata-rata hasil pengujian untuk setiap sampel :
10
10....321 nnnnx ++++=
10149
=
= 14,9
Maka besarnya Uniaxial Compressive Strength = 24,61 MPa
Perhitungan Uniaxial Compressive Strength
• Scanline V
Hasil pengujian Schmidt Hammer :
Pengujian Nilai Pengujian Nilai 1 11 6 11
2 15 7 10
3 16 8 9
4 10 9 10
5 11 10 10
Nilai rata-rata hasil pengujian untuk setiap sampel :
10
10....321 nnnnx ++++=
10113
=
= 11,3
Perhitungan Uniaxial Compressive Strength
Maka besarnya Uniaxial Compressive Strength = 21,3 MPa
Perhitungan Rock Quality Designation (RQD)
PERHITUNGAN ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)
No Scanline Jumlah
diskontinuitas
Panjang
scanline (m)
Frekuensi
diskontinuitas RQD (%)
1 I 32 8 4 93,48
2 II 14 14,8 0,9 98,62
3 III 34 8,7 3,91 93,56
4 IV 14 2,9 4,83 92,19
5 V 19 4,5 4,22 92,72
Scanline I
scanlinePanjang
itasdiskontinuJumlahFrekuensi =
m8
32=
= 4
RQD = 93,48 %
Perhitungan Rock Quality Designation (RQD)
Scanline II
scanlinePanjang
itasdiskontinuJumlahFrekuensi =
m8,14
14=
= 0,95
RQD = 98,62 %
Scanline III
scanlinePanjang
itasdiskontinuJumlahFrekuensi =
m7,8
34=
= 3,91
Perhitungan Rock Quality Designation (RQD)
RQD = 93,56 %
Scanline IV
scanlinePanjangitasdiskontinuJumlahFrekuensi =
m9,214
=
= 4,83
RQD = 92,19 %
Perhitungan Rock Quality Designation (RQD)
Scanline V
scanlinePanjangitasdiskontinuJumlahFrekuensi =
m5,419
=
= 4,22
RQD = 92,72 %
Perhitungan Spasi Diskontinuitas
PERHITUNGAN SPASI DISKONTINUITAS
itasdiskontinuJumlahscanlinePanjangratarataitasdiskontinuSpasi =−
Segmen Panjang scanline Jumlah diskontinuitas
Spasi diskontinuitas rata-rata
Scanline I 8 meter 32 25 cm
Scanline II 14,7 meter 14 105 cm
Scanline III 8,7 meter 34 25,6 cm
Scanline IV 2,9 meter 14 20,7 cm
Scanline V 4,5 meter 19 23,7 cm
Perhitungan Slope Mass Rating (SM
R)
PERHITUNGAN SLOPE MASS RATING (SMR)