Post on 20-Jul-2019
KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA SPIRULINA sp.
PADA MEDIA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET REMAH
YANG DIATUR SALINITASNYA
(SKRIPSI)
Oleh
RIKI SATRIA RAINAUDI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
MICROALGAE GROWTH STUDY OF SPIRULINA SP. IN THE LIQUID
WASTE MEDIA OF CRUMB RUBBER INDUSTRY WITH SALINITY
SET
by
RIKI SATRIA RAINAUDI
Spirulina sp. is one of the potential microalgae as a source of protein because it
contains 100% vegetable protein. This research aim was to determine the optimal
salinity of crumb rubber wastewater as a medium for growth and production of
Spirulina sp. This study was conducted by preparing 5 kinds of growth media
Spirulina sp. with each salinity condition that is 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt, and
40 ppt which were cultivated in an open pond reactor with a volume of 5 L for 7
days in rubber wastewater media (75% v / v). The parameters in this research
were daily cell density, COD, Dissolved Oxygen (DO), P-PO4, N-total, Salinity,
pH, Biomass and proximate level. The results of this study indicate that the most
optimal was 20 ppt. The yield was dry biomass up to 0.579 g / L and cell density
level reaching 11,330 cells / mL and able to reduce N-total content by 69.3% and
P-PO4 by 50%. The biomass had protein content of 42.72%, fat content of 5.05%,
ash content of 36.79%, water content of 11% and carbohydrate content of 4.42%.
Keyword : Microalga, Salinity, Spirulina sp.,Wastewater,
ABSTRAK
KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Spirulina sp. PADA MEDIA
LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET REMAH YANG DIATUR
SALINITASNYA
Oleh
RIKI SATRIA RAINAUDI
Spirulina sp. merupakan salah satu mikroalga yang berpotensi sebagai sumber
protein karena mengandung protein nabati 100%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui salinitas optimal pada media limbah cair industri karet remah sebagai
media pertumbuhan dan produksi biomassa Spirulina sp. Penelitian ini dilakukan
dengan menyiapkan 5 macam media pertumbuhan Spirulina sp. dengan kondisi
salinitas yaitu 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt, dan 40 ppt yang di kultivasi dalam
reaktor open pond dengan volume 5 L selama 7 hari pada media limbah cair karet
(75% v/v). Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan kepadatan sel setiap
hari, COD, Dissolved Oxygen (DO), P-PO4, N-total, Salinitas, pH, biomassa
kering dan kadar proksimat. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa media
limbah cair industri karet remah dengan salinitas 20 ppt paling optimal untuk
meningkatkan produksi biomassa Spirulina sp dengan perolehan biomassa kering
mencapai 0,579 g/L dan tingkat kepadatan sel mencapai 11.330 sel/mL serta
mampu menurunkan kandungan N-total sebesar 69,3% dan P-PO4 sebesar 50 %.
Biomassa yang dihasilkan mempunyai kadar protein sebesar 42,72%, kadar lemak
KAJIAN PERTUMBUHAN MIKROALGA SPIRULINA SP.
PADA MEDIA LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET REMAH
YANG DIATUR SALINITASNYA
Oleh
RIKI SATRIA RAINAUDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Juli 1996 sebagai anak
ketiga dari tiga bersaudara, pasangan dari Bapak Denny Sudrajat dan Ibu Dinie
Sugiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Dharma
Wanita Bandar Lampung pada tahun 2002, Sekolah Dasar di SD Al-Kautsar
Bandar Lampung pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama di SMP Al-
Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas di SMA
Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2014. Penulis diterima sebagai
mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
(SNMPTN) tahun 2014. Bulan Juli-Agustus 2017 penulis melaksanakan Praktik
Umum (PU) di PT. TIRTA RATNA Unit Merdeka Bandung Jawa Barat dan
bulan Januari-Maret 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Desa Garut Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus.
Penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu menjadi anggota Kegiatan
Mahasiswa English Society Universitas Lampung pada tahun 2014/2015, serta
pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Lampung sebagai anggota Bidang Seminar dan Diskusi
pada periode 2015/2016 dan 2016/2017.
SANWACANA
Bismillaahhirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillahirabbil ’alamin, Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta kelancaran yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang
berjudul “Kajian Pertumbuhan Mikroalga Spirulina sp. pada Media Limbah
Cair Industri Karet Remah yang diatur Salinitasnya”. Penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P. selaku Pembimbing Pertama skripsi, terimakasih
atas pengarahan, nasihat, saran, bantuan, motivasi, serta kesabaran selama
proses penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku selaku Pembimbing Kedua skripsi,
terimakasih atas segala bantuan, pengarahan, nasihat, dan saran selama
penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo. Utomo, M.Si. selaku Pembahas terimakasih atas
segala masukan dan saran selama penyusunan skripsi ini.
6. Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung yang telah
memberikan tempat penelitian dan bibit mikroalga.
7. PTPN VII Way Berulu yang telah memberikan limbah cair karet remah.
8. Bapak dan Ibu dosen serta staf administrasi dan laboratorium di Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang
telah memberikan ilmu dan wawasan kepada Penulis selama menjadi
mahasiswa di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
9. Kedua orang tuaku, kedua kakakku Ludi Satria dan Raka Satria serta Nadya
Putri, terima kasih atas doa, motivasi, kasih dan sayang yang tak pernah putus
yang telah diberikan, semangat, dukungan, pengertian dan bantuan baik materi
maupun non materi yang tak mungkin dapat terbalaskan.
10. Keluarga angkatan 2014 yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa.
dalam dunia kampus.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 11 Oktober 2018
Penulis
Riki Satria Rainaudi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............. .............................................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
2.1 Limbah Cair Industri Karet Remah .............................................................. 6
2.2 Mikroalga ........ ........................................................................................... 8
2.3 Potensi Mikroalga ....................................................................................... 11
2.4 Faktor-Faktor Pertumbuhan Mikroalga ...................................................... 14
2.5 Spirulina sp ..... ............................................................................................ 20
2.6 Teknik Kultivasi Mikroalga ........................................................................ 23
2.7 Salinitas ........................................................................................................ 26
III. BAHAN DAN METODE ..........................................................................28
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................28
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................28
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................29
3.3 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................30
3.3.1 Persiapan Inokulum ...........................................................................30
3.3.2 Pengkondisian Media .........................................................................31
3.3.3 Kultivasi ............................................................................................31
3.3.4 Pemanenan ........................................................................................32
3.4 Pengamatan ..................................................................................................32
3.4.1 Dissolved Oxygen (DO) ....................................................................32
3.4.2 Salinitas ..............................................................................................33
3.4.3 Derajat Keasaman (pH) .....................................................................33
3.4.4 Analisis P-PO4 ...................................................................................33
3.4.5 Biomassa ...........................................................................................34
3.4.6 Analisis COD .....................................................................................34
3.4.7 Kepadatan Sel ...................................................................................35
3.4.8 Analisis Protein ..................................................................................46
3.4.8 Analisis N-total ..................................................................................37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................38
4.1 Kepadatan Sel .......................................................................................38
4.2 Biomassa ...............................................................................................41
4.3 Derajat Keasaman (pH) ........................................................................42
4.4 Nitrogen Total .......................................................................................44
4.5 Analisis P-PO4 ......................................................................................46
4.6 Salinitas .................................................................................................48
4.7 Dissolved Oxygen (DO) ........................................................................50
4.8 Analisis Proksimat ...............................................................................52
4.9 Chemical Oxygen Demand (COD) .......................................................55
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................59
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................59
5.2 Saran .....................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................60
LAMPIRAN .......................................................................................................69
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan. ............................................... 9
2. Manfaat Spirulina untuk beberapa jenis hewan peliharaan ............................. 13
3. Data proksimat Spirulina sp. pada perlakuan salinitas 20 ........................... 53
4. Kepadatan Sel Spirulina sp ............................................................................ 70
5. Perhitungan Perolehan berat yield kering pada kain plankton net ....................... 71
6. Biomassa Spirulina sp ................................................................................... 72
7. Hasil pH limbah cair karet ............................................................................. 73
8. Salinitas Limbah Cair .................................................................................... 74
9. Kandungan N-total limbah cair karet ............................................................. 75
10. Kandungan Ortophospat ................................................................................ 75
11. Kandungan DO limbah cair karet ................................................................... 76
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Spirulina Sp .................................................................................................. 21
2. Teknik budidaya mikroalga open raceway ponds ........................................... 25
3. Teknik budidaya mikroalga photobioreactor ................................................. 26
4. Diagram alir perolehan biomassa (Wulan, 2015) dimodifikasi ....................... 34
5. Kepadatan Sel Spirulina sp. selama 7 hari kultivasi pada media
lImbah cair karet remah dengan kondisi 0, 10, 20, 30, dan 40 ppt .............. 38
6. Perolehan Biomassa Spirulina sp.yang tumbuh pada berbagai kondisi
media limbah cair indutri karet remah. ........................................................ 41
7. pH pada berbagai kondisi pada media limbah cair karet remah dengan
salinitas 0, 10, 20, 30, dan 40 ppt sebelum kultivasi dan sesudah
Kultivasi ....................................................................................................... 43
8. Kandungan N-total pada berbagai kondisi salinitas media limbah cair
industri karet remah .....................................................................................45
9. Kandungan P-PO4 pada berbagai kondisi media limbah cair industri
karet remah sebelum dan setelah kultivasi ................................................... 47
10. Salinitas pada berbagai kondisi media limbah cair industri karet remah
sebelum kultivasi dan setelah kultivasi ........................................................ 49
11. Kandungan DO pada berbagai kondisi media limbah cair industri karet
remah pada saat sebelum dan setelah kultivasi ............................................ 50
12. Reaksi fotosintesis alga dan respirasi bakteri............................................... 52
13. Kadar COD pada media limbah cair industri karet remah dengan
salinitas 20 ppt ............................................................................................. 56
14. Gambar filtrat setelah pemanenan dengan menggunakan mikroskop.......... 58
ix
15. Pembiakan kultur Spirulina sp. di volume 1 L .......................................... 77
16. Pembiakan kultur Spirulina sp. di volume 6 L .......................................... 77
17. Perhitungan kepadatan sel mikroalga........................................................... 77
18. Proses kultivasi spirulina sp ........................................................................ 78
19. Foto mikroskopis kepadatan sel spirulina sp ............................................... 78
20. Perolehan biomassa kering ........................................................................... 78
21. Analisis P-PO4 .............................................................................................. 79
22. Proses pengambilan limbah cair karet.......................................................... 79
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Industri pengolahan karet, industri tersebut menggunakan bahan-bahan
kimia sebagai bahan koagulan lateks dan air dalam jumlah yang cukup besar
untuk pencucian tangki-tangki tempat lateks serta untuk proses penggilingan.
Proses tersebut menimbulkan limbah dalam bentuk cair atau biasa disebut limbah
cair. Limbah cair pabrik karet mengandung komponen karet (protein, lipid,
karotenoid, dan garam anorganik), lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia
yang ditambahkan selama pengolahan (Suwardin, 1989). Pengolahan limbah cair
industri karet remah yang umum dilakukan adalah menggunakan pengolahan
secara biologi yaitu dengan sistem kolam anaerob dan aerob dan secara fisika
yaitu dengan penyaringan dan pengendapan (Wulan, 2015).
Kolam anaerobik merupakan salah satu bagian terpenting dalam rangkaian kolam
pada unit pengolahan limbah cair pabrik karet karena pada kolam ini senyawa
organik yang potensial sebagai pencemar didegradasi oleh bakteri anaerob. Pada
tahap anaerobik terjadi penguraian senyawa organik yang menghasilkan biogas
yaitu gas metana (CH4), ammonia, sulfida, dan karbon dioksida (CO2). Proses
penguraian senyawa organik dilanjutkan pada kolam fakultatif, yaitu penguraian
2
lebih lanjut dari senyawa karbon yang belum terurai pada kolam anaerobik. Pada
kolam aerobik terjadi penyisihan senyawa karbon yang tersisa menjadi CO2 dan
nitrogen ammonia dikonversi menjadi nitrogen nitrat yang selanjutnya diubah
menjadi nitrogen bebas pada tahap anoksik (Utomo, 2012).
Industri karet remah yang mengolah lateks menjadi karet olahan seperti crumb
rubber menghasilkan limbah cair hasil produksi yang mengandung ammonia,
BOD5, COD, Nitrat, Phospat serta total padatan dalam konsentrasi tinggi. Hal
tersebut dikarenakan pada limbah cair karet masih mengandung bahan organik
yang berasal dari serum dan partikel karet yang belum terkoagulasi. Limbah cair
industri karet remah mengandung senyawa nitrogen sebesar 100-300 mg/L N-
NH3 dan senyawa fosfor sebesar 20-40 mg/L P-PO4 (Utomo et al, 2012).
Karakteristik limbah cair industri karet remah mengandung bahan organik dan
nutrien yang tinggi, dengan nilai COD 3.752 mg/l (Komalasari, 2015).
Senyawa-senyawa organik berupa nitrogen dan fosfor dalam limbah cair industri
karet remah dapat digunakan mikroalga sebagai sumber hara. Berdasarkan
penelitian Utomo dkk., 2015, media limbah cair karet remah yang paling optimum
sebagai media pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. adalah limbah cair
karet remah yang berasal dari kolam Fakultatif II Selain itu dapat menurunkan
kandungan bahan organik limbah cair karet remah berupa N-NH3 mencapai 98%,
P-PO4 89%, N-total 92%, dan perolehan yield kering sebesar 0,87 g/L. Hal ini
dikarenakan kandungan N dan P pada kolam fakultatif II terbilang tinggi dan
3
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi mikroalga Nannochloropsis sp. untuk
dijadikan sebagai media tumbuh. Oleh karena itu, limbah cair karet yang
digunakan sebagai media kultivasi mikroalga tidak perlu lagi ditambahkan pupuk
atau penambahan nutrien dari luar. Hal ini menunjukkan bahwa limbah cair karet
berpotensi untuk dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroalga.
Mikroalga merupakan salah satu agen biologi akuatik yang dapat tumbuh dalam
kondisi pertumbuhan alternatif dengan kondisi daya adaptasi yang kuat sehingga
diduga dapat berperan dalam mendegradasi polutan dalam limbah cair karet.
Selain itu, limbah cair karet juga mengandung bahan organik dan nutrien yang
tinggi untuk pertumbuhan alga (Richmond, 1986). Beberapa hasil penelitian
menyatakan bahwa mikroalga mampu dikultivasikan pada limbah cair. Mikroalga
yang dapat tumbuh pada limbah cair karet selain menghasilkan hasil samping
berupa biomassa juga memiliki peran yang penting dalam proses dekomposisi
limbah cair karet sehingga dapat menurunkan beban cemaran.
Salah satu jenis mikroalga yang memiliki rentang hidup yang luas di media
tumbuhnya adalah Spirulina platensis (Khoirunisa et al.,2012). Spirulina dapat
tumbuh dengan baik di danau, air tawar, air laut, dan media tanah. Mikroalga
jenis ini termasuk mikroalga yang mudah untuk dibudidayakan, karena
budidayanya dapat dilakukan di dalam maupun di luar ruangan. Spirulina memiliki
banyak manfaat dan juga keistimewaan. Keistimewaan yang dimiliki Spirulina
diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100% bersifat alkali, dengan
4
dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh.
Protein Spirulina 90% dapat dicerna karena mengandung enzim yang membantu
dalam proses pencernaan (Riyono, 2008).
Kandungan nutrisi Spirulina sp. yang lengkap terutama protein yang tinggi
menyebabkan Spirulina sp. memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan
sebagai sumber protein. Pemenuhan kebutuhan nutrien untuk Spirulina sp. sangat
bergantung pada ketersediaannya dalam medium kultur. Komposisi nutrien yang
lengkap dan konsentrasi nutrien yang tepat menentukan produksi biomassa dan
kandungan gizi mikroalga. Dalam penelitian Yarti et al (2014) menyatakan
bahwa, kandungan protein total meningkat dengan bertambahnya jumlah
Nannochloropsis sp. Selain itu, Pemberian perubahan lingkungan yang meliputi
salinitas, suhu, fotoperiode, intensitas cahaya, dan nutrient dapat mempengaruhi
biokimia mikroalga (Widianingsih et al., 2011).
Salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam pertumbuhan
mikroalga khususnya mikroalga laut. Faktor salinitas sangat penting karena,
berpengaruh terhadap tekanan osmotik tubuh. Produktivitas dan daya adaptasi
berbagai jenis mikroalga diduga berkaitan erat dengan tingkat salinitas
lingkungannya (Rudiyanti, 2011). Salinitas limbah cair industri karet remah dari
outlet kolam Fakultatif II berkisar 0 ppt sedangkan syarat salinitas untuk Spirulina
Platensis dapat tumbuh baik pada salinitas 20-25 ppt (Christi, 2007). Salinitas
merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan mikroalga terutama
mikroalga laut dan luasnya kisaran salinitas menyebabkan titik optimum salinitas
5
belum diketahui. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan salinitas pada
limbah cair industri karet remah untuk mengetahui titik optimum salinitas dari
Spirulina sp dan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi biomassa
Spirulina sp . Pada penelitian Harimurti et al. (2013), pengkondisian salinitas
limbah PT. SIER sebagai media kultivasi Chlorella vulgaris dan Botryococcus
braunii dilakukan dengan penambahan garam NaCl.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas pengaturan salinitas pada
media limbah cair industri karet remah dalam pertumbuhan dan produksi
biomassa Spirulina sp.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair Industri Karet Remah
Industri pengolahan karet alam merupakan industri yang mengolah lateks (getah)
karet menjadi karet setengah jadi, bentuk karet tersebut dapat berupa sit, krep dan
karet remah. Dalam pengolahan, industri tersebut menggunakan bahan-bahan
kimia sebagai bahan koagulan lateks dan air dalam jumlah yang cukup besar
untuk pencucian tangki-tangki tempat lateks serta untuk proses penggilingan.
Proses tersebut menghasilkan limbah dalam bentuk cair atau biasa disebut limbah
cair. Limbah cair pabrik karet mengandung komponen karet (protein, lipid,
karotenoid, dan garam anorganik), lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia
yang ditambahkan selama pengolahan (Suwardin, 1989).
Agroindustri karet remah (crumb rubber) menggunakan air dalam jumlah yang
cukup banyak yaitu 25-40 m3/ton karet kering ( Maspanger dan Honggokusumo,
2004) sehingga volume limbah cair yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 25 m3/ton
karct kering, dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi terutama
karbon, nitrogen, dan fosfor. Limbah cair industri karet remah berwarna putih
keruh, mengandung padatan tersuspensi, terlarut maupun mengendap. Limbah cair
ini bersifat asam dengan nilai pH berkisar 4,2-6,3 dikarenakan penggunaan asam
formiat pada proses koagulasi lateks (Wulan, 2015). Menurut Utomo (2012), air
7
limbah pabrik karet berbahan baku lateks kebun mengandung senyawa nitrogen
sebesar 100-300 mg/L N-NH3 dan fosfor sebesar 20 mg/L P-PO4.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2016) di salah satu industri
karet di Riau, kandungan organik dalam limbah cair masih tinggi yaitu dengan
nilai BOD 215 mg/l, COD 648 mg/l, Amonia 33 mg/l dan TSS 630 mg/l. Dengan
tingginya kandugan organik dalam limbah cair karet, maka diperlukan
penanganan maupun pengolahan yang tepat agar tidak menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan. Metode pengolahan limbah cair yang umum diterapkan
oleh industri karet adalah sistem kolam. Cara tersebut cukup efektif menurunkan
bahan organik, namun karena limbah cair industri karet kaya akan N dan P maka
ada peluang efluen masih mengandung N dan P yang melebihi baku mutu
sehingga berpotensi menyebabkan eutrofikasi. Selain menurunkan cemaran
organik, sistem tersebut tidak menghasilkan manfaat lain. ). Koagulasi dan
flokulasi merupakan metode yang paling memungkinkan untuk diterapkan pada
pengolahan limbah cair karet karena sederhana, ekonomis dan efektif (Tzoupanos,
2008).
Beberapa jenis mikroalga yang sudah berhasil dikultivasi pada limbah cair
industri karet remah adalah Chlorella (Sriharti, 2014), Chlorella pyrenoidosa (
Zulfarina et al., 2013), Botryococcus braunii, Spirulina sp., Tetraselmis sp. Dan
Nannochloropsis sp. (Nawansih et al, 2015). Menurut Hasil penelitian Zulfarina et
al. (2013) dan Sriharti (2004) menunjukkan bahwa jenis mikroalga Chlorella
pyrenoidosa dan Chlorella sp. dapat menurunkan kadar pencemar (COD) 52,6 dan
96,7 % pada limbah cair karet setelah dikultivasi selama 15 hari. Chlorella
8
vulgaris yang dikultivasi pada media limbah cair karet selama 7 hari pada
bioreaktor closed pond dengan penambahan pupuk NPK dapat menurunkan beban
Berdasarkan penelitian Nawansih et al., 2015 jenis mikroalga yang paling
berpotensi dalam menghasilkan biomassa sebagai sumber protein pada media
limbah cair karet remah serta dapat menurunkan cemaran adalah Spirulina sp.
Kepadatan sel setelah 7 hari kultivasi mencapai 3878 x 104 sel/mL, menghasilkan
biomassa sebesar 1,7282 g/L bk dengan kadar protein 12,13 %, serta mampu
menurunkan beban cemaran N-NH3 sebesar 94% dan P-PO4 sebesar 71%.
2.2. Mikroalga
Mikroalga adalah kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang
hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut
fitoplankton. Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi
belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang
membedakan mikroalga dari tumbuhantingkat tinggi (Romimohtarto, 2004).
Budidaya mikroalga sangat menarik karena tingkat pertumbuhannya yang tinggi,
mampu menyesuaikan pada kondisi lingkungan yang bervariasi. Mikroalga
merupakan tumbuhan thalus yang berklorofil dan mempunyai pigmen tumbuhan
yang dapat menyerap cahaya matahari melalui proses fotosintesis. Kandungan
alami mikroalga terdiri dari zat gizi dan beberapa senyawa aktif seperti β-karoten,
provitamin, mineral, pigmen dan asam lemak. Mikroalga memiliki kandungan
protein yang sangat tinggi, sehingga mikroalga juga dikenal sebagai single cell
9
protein. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan terdapat pada tabel
dibawah ini yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Jenis mikroalga yang berpotensi untuk pangan.
Mikroalga Protein karbohidrat Lipid
Anabaena cylindria
Aphanizomenon
flos-aquae
Chlamydomonas
rheinhardii
Chlorella
pyrenoidosa
Chlorella vulgaris
Dunaliella salina
Euglena gracilis
Spirulina platensis
Spirulina maxima
Nannochloropsis sp.
Synechococcus sp.
43-56
62
48
57
51-58
57
39- 61
46-63
60-71
52
63
25-30
23
17
26
12-17
32
14-18
8- 14
13-16
27
15
4-7
3
21
2
14-22
6
14-20
4-9
6-7
31-68
11
Sumber (Becker, 2007).
Mikroalga bisa termasuk mikroorganisme prokariot atau eukariot. Mikroalga
prokariot terdiri dari sianobakter atau alga biru-hijau dan mirip dengan bakteri.
Sel prokariot mikroalga tidak mempunyai organel terikat membran seperti plastid,
nukleus atau mitokondria jadi melakukan fotosintesa di dalam sitoplasma bukan
dalam organel-organel. Sel eukariot memiliki organel-organel untuk proses
fotosintesa. Sebagian besar mikroalga memiliki inti yang membantu fungsi sel
untuk melakukan metabolisme, bertahan dan reproduksi (Adetola, 2011).
Mikroalga dapat bersifat autotrof, heterotrof atau miksotrof. Mikroalga utotrof
menggunakan cahaya dalam proses fotosintesa sebagai sumber energi. Mikroalga
heterotrof menggunakan karbon organik dari luar sebagai sumber energi seperti
glukosa, asetat dan tidak memerlukan cahaya matahari untuk pertumbuhannya.
Beberapa spesies mikroalga merupakan miksotrof yang mampu berfotosintesa dan
10
menggunakan nutrisi dari luar untuk energi. Autotrof atau heterotrof tergantung
pada sumber apa yang tersedia.
Pertumbuhan mikroalga terdiri dari empat fase yaitu antara lain :
1) Fase lag
Fase lag adalah fase adaptasi terhadap kondisi lingkungan (media tumbuh).
Pada fase ini sel tetap hidup tetapi tidak berkembang biak. Lamanya fase
tergantung pada inokulan yang dimasukkan. Kultur yang diinokulasikan pada
fase logaritmik akan mengalami fase lag yang singkat. Sebaliknya kultur yang
diinokulasikan berasal dari fase tua akan mengalami fase lag yang lebih lama
karena membutuhkan waktu untuk menyusun enzim-enzim yang tidak aktif
lagi.
2) Fase logaritmik/eksponensial
Ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan hingga kepadatan populasi
meningkat beberapa kali lipat. Pada fase ini, sel yang sedang aktif berkembang
biak.
3) Fase stasioner
Ditandai dengan seimbangnya laju pertumbuhan dengan laju kematian. Jumlah
sel cenderung tetap diakibatkan sel telah mencapai titik jenuh. Pertumbuhan sel
baru dihambat oleh keberadaan sel yang telah mati dan faktor pembatas
lainnya.
4) Fase kematian
Ditandai dengan berkurangnya kepadatan sel karena laju kematian lebih
tinggi dari laju pertumbuhan.
11
Dalam siklus makanan diperairan, mikroalga berperan sebagai produsen utama.
Diperkirakan bahwa 40% fotosintesis secara global dilakukan oleh mikroalga
(Aung et al., 2013). Mikroalga dapat menjadi alternatif sumber produk alami yang
kontinyu dan terpercaya, karena mikroalga dapat dikultivasi dalam bioreaktor
dalam skala besar (Chen, 1996). Selain itu kondisi sel mikroalga dapat dikontrol,
dengan menggunakan media yang bersih dalam pertumbuhannya, sehingga
mereka tidak terkontaminasi herbisida, pestisida dan substansi toksik lainnya
(Lubian et al., 2000). Mikroalga telah dikenal sebagai sumber berbagai pigmen
berharga yaitu chlorophyl a, zeaxanthin, canthaxanthin and astaxanthin (Rocha et
al., 2003).
2.3. Potensi Mikroalga
Harun et al, (2010) memaparkan beberapa produk yang dapat dihasilkan dari
mikroalga, diantaranya:
1. Produk Energi
Mikroalga berpotensi sebagai sumber energi terbarukan karena memiliki
kandungan yang dapat diolah menjadi beberapa jenis senyawa seperti
biodiesel, bioethanol, dan methana.
2. Produk Pangan dan Organik
Mikroalga dapat digunakan dalam aplikasi yang lebih luas. Selain sebagai
produk pangan, mikroalga juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan,
biopolimer penghasil plastik, sebagai suplement, obat-obatan, dan keperluan
medis lainnya.
12
a. Omega 3
Mikroalga secara alami memiliki kandungan asam lemak omega-3 sehingga
dapat dimanfaatkan untuk suplement bernilai tinggi (Handayani, et al 2011).
Sumber omega-3 dapat ditemui dalam bentuk eicosapentanoic acid (EPA)
dan decosahexaenoic acid (DHA). EPA secara umum digunakan untuk
farmasi seperti obat migrain, jantung, asma, dan beberapa penyakit
berbahaya lainnya. Jenis mikroalga penghasil EPA sebagai contoh adalah
Pavlova vidiris, Nannochloropsis sp. Sama halnya dengan EPA, DHA juga
berperan penting dalam bidang medis. Berdasarkan laporan paramedis,
DHA dapat digunakan untuk melawan kangker, AIDS, serangan jantung,
menurunkan kolesterol, meningkatkan sistim imun, dan detoksifikasi
(mengeluarkan racun) dari tubuh. Mikroalga yang tumbuh di air laut
lebih dominan menghasilkan DHA. Schizochytrium mangrove, mikroalga
air laut, dapat menghasilkan DHA 33-39% dari total asam lemak.
b. Klorofil
Klorofil secara medis berfungsi sebagai penawar pada organ hati,
memperbaiki sel, dan meningkatkan haemoglobin dalam darah. Chlorofil
juga dapatdigunakan sebagai sumber pigmen pada kosmetik dan pangan.
Salah satu mikroalga penghasil chlorofil tertinggi adalah Chlorella
sp.Mirkoalga jenis Spirulina platensis dikenal luas sebagai suplement yang
mengandung kadar protein tinggi hingga mencapai 68% dan kandungan
vitamin lain. Kandungan protein ini lebih tinggi dari daging, kedelai, ikan,
dan telur. Beberapa mikroalga lain yang mengandung protein tinggi seperti
13
Chlorella sp juga dapat digunakan sebagai pakan alami untuk beberapa jenis
udang tertentu. Selain itu mikroalga penghasil protein dapat digunakan
untuk suplement pakan ternak yang berfungsi menurunkan lemak dan
menambah kadar protein pada daging.
c. Karotenoid
Karotenoid dihasilkan dari beberapa jenis mikroalga seperti algae hijau biru.
3. Mikroalga sebagai sumber Pakan Alami
Mikroalga merupakan sumber pakan alami yang populer bagi peternak unggas,
pembudidaya ikan, dan sapi. Beberapa jenis mikroalga dapat dimanfaatkan
sebagai suplemen yang dicampurkan pada pelet atau makanan ternak lainnya.
Kulpys, et al. (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan
Spirulina platensis terhadap produktivitas dan kandungan susu sapi. Selama 90
hari dilakukan uji coba penambahan Spirulina dengan dosis 200 gram diperoleh
hasil sapi menjadi lebih gemuk 8.5-11%, dengan produktivitas susu 29
kg/ hari tanpa penambahan alga, menjadi 36 lt/hari. Selain itu Mikroalga juga
dapat digunakan sebagai suplemen bagi hewan pelihataan. Seperti yang
diinformasikan dalam situs Spirulinasource.com, Spirulina platensis dapat
digunakan untuk beberapa hewan peliharaan seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Manfaat Spirulina untuk beberapa jenis hewan peliharaan
Hewan Peliharaan Manfaat
Burung
Kucing
Meningkatkan kualitas bulu, warna
bulu,fertilitas, meningkatkan sistem
imunitas
Menyehatkan kulit, mencegah
penyakit kanker dan infeksi viral
14
Anjing
Unggas
Menyehatkan kulit, mencegah
penyakit
dermatitis, meningkatkan daya tubuh
Menurunkan risiko kematian
4. Mikroalga untuk Pengolahan Limbah
Mikroalga dapat digunakan untuk pengolahan limbah organik. Secara teknis,
mikroalga menyerap kandungan senyawa organik dan nutrien yang masih tersisa
dalam limbah, dan menghasilkan oksigen yang dapat menurunkan kadar COD dan
BOD dalam limbah lewat bantuan bakteri pengurai zat organic (Hadiyanto et al,
2012a). Selain itu mikroalga dapat menyerapa beberapa senyawa berbahaya yang
terdapat dalam limbah. Berdasarkan laporan Harun et al (2010a), mikroalga jenis
Ascophyllum nodosum secara efektif dapat memindahkan metal cadmium, nikel,
dan seng dari limbah. Fucus vesiculosus dapat menyerap metal chromium (III),
dan sebagainya.
2.4. Faktor-Faktor Pertumbuhan Mikroalga
Secara umum pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh kondisi perairan yang
meliputi:
a.) Salinitas
Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang
tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah.
Namun, hampir semua jenis mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas
sedikit dibawah habitat asal. Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya
15
dapat dilakukan dengan pengenceran menggunakan air tawar. Kisaran
salinitas yang paling optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah 25-35
ppt (Sylvester et al., 2002).
b.) Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan
fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan kelarutan bahan dan dapat
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga di
perairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara
20-24 oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media
yang digunakan. Suhu di bawah 16 oC dapat menyebabkan kecepatan
pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36 oC dapat menyebabkan
kematian. Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi.
Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan
mengalirkan air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat
pengatur suhu udara (Taw, 1990).
c.) Derajat Keasaman (pH)
Variasi pH dalam media kultur dapat mempengaruhi metabolisme dan
pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon
anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel.
Kisaran pH untuk kultur alga antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut
berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH yang optimum untuk kultur
mikroalga adalah antara 7–9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara
16
7,8-8,5. Semakin tinggi kerapatan sel pada medium kultur menyebabkan
kondisi medium kultur meningkat tingkat kebasaannya (pH semakin tinggi)
dan hal itu menyebabkan peningkatan CO2 terlarut dalam medium kultur
(Wijanarko et al, 2007). Aktifitas fotosintesis akan turun maksimum 33%
ketika ph turun pada 5,0 (Colman dan Gehl, 1983).
d.) Karbondioksida
Karbondioksida (CO2) merupakan faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan metabolisme mikroalga (Hoshida, et al., 2005).
Karbondioksida diperlukan oleh mikroalga untuk membantu proses
fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup
digunakan dalam kultur mikroalga dengan intensitas cahaya yang rendah.
Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari
batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga
(Taw, 1990).
Mikroalga dapat menyerap CO2 pada kisaran pH dan konsentrasi gas CO2
yang berbeda. Efisiensi dari penyerapan CO2 oleh mikroalga tergantung dari
pH kultivasi dan dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi gas CO2. Semakin
tinggi konsentrasi gas CO2 maka semakin besar pula pembentukan biomassa
yang terjadi. Gas CO2 diserap oleh mikroalga dan digunakan untuk proses
biofiksasi menghasilkan biomassa (Olaizola, et al., 2004). Penggunaan
karbondioksida pada kultivasi mikroalga memiliki beberapa keuntungan,
seperti mikroalga tumbuh di air, lebih mudah diamati pertumbuhannya
daripada tumbuhan tingkat tinggi, mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan
17
mikroalga tidak membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk
tumbuh (Benemann, 1997).
e.) Nutrien
Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien
yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat
mencapai optimum dengan menambahkan nutrien yang tidak terkandung
dalam air laut tersebut. Nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga
terdiri dari makro dan mikro nutrient. Untuk makro nutrient terdiri dari C, H,
N, P, K, S, Mg dan Ca, sedangkan untuk mikro nutrient antara lain Fe, Cu,
Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn dan Si. Faktor pembatas untuk mikroalga adalah N
dan P (Dallaire et al,. 2007). Nutrien di dalam media kultur merupakan
faktor yang tidak kalah penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan
kandungan nutrisi mikroalga. Beberapa komponen yang memiliki peranan
penting diantaranya: Mangan (Mn) sebagai komponen struktural membran
kloroplas (Laura dan Paolo, 2006) dan merupakan aktivator enzim pada
reaksi terang fotosintesis (Prihatini, 2007). Magnesium (Mg) berperan
sebagai kofaktor dalam pembentukan asam amino dan klorofil, Besi (Fe)
berperan dalam sintesis klorofil dan sintesis protein-protein penyusun
kloroplas, Seng (Zn) diperlukan dalam proses pembentukan klorofil dan
mencegah kerusakan molekul klorofil (Bidwell, 1979). Secara umum
defisiensi nutrien pada mikroalga mengakibatkan penurunan protein, pigmen
fotosintesis, serta kandungan produk karbohidrat dan lemak (Healey, 1973).
18
f.) Aerasi
Aerasi dalam kultivasi mikroalga digunakan dalam proses pengadukan media
kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan bertujuan untuk mencegah
terjadinya pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
meningkatkan pertukaran gas dari udara ke media (Taw, 1990). Komposisi
udara normal terdiri atas gas nitrogen 78,09 %, oksigen 20,95 %, dan
karbondioksida 0,93%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton,
xenon dan helium sekitar 0,03% (BLH Prop.Sumut, 2010).
g.) Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna
untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat
menentukan pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama penyinaran dan
panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan
penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang
disesuaikan dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan
kepadatan kultur yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang
dibutuhkan tinggi. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
fotoinhibisi dan pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga
minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga
dapat tumbuh dengan konstan dan normal (Coutteau, 1996).
Pada kondisi gelap, mikroalga tidak melakukan proses sintesa biomassa
melainkan mempertahankan hidupnya dengan cara melakukan respirasi sel
19
sehingga medium kultur menjadi jenuh oleh senyawa karbonat yang tidak
dimanfaatkan mikroalga. Hal ini menyebabkan pengurangan proses transfer gas
CO2 ke dalam medium kultur (Wijanarko et al, 2007). Namun pada akhirnya
antara kondisi terang maupun gelap menghasilkan produksi biomassa yang
konstan karena CTR (Carbon Transfer Rate) pada umumnya memiliki nilai yang
tinggi pada awal masa pertumbuhan dimana konsentrasi gas CO2 di dalam
medium kultur masih di bawah ambang kejenuhan, sehingga gas CO2 lebih mudah
larut dalam medium kultur. Selain itu, kenaikan jumlah sel yang sangat besar
mempertinggi penyerapan gas yang terlarut dalam bentuk HCO3- oleh mikroalga.
CTR kemudian akan cenderung menurun seiring dengan waktu karena terjadinya
ketidaksetimbangan antara peningkatan jumlah sel dengan besarnya biofiksasi
CO2 yang mengakibatkan produksi biomassa menjadi konstan kemudian menurun.
Adanya pertumbuhan dalam kultur mikroalga ditandai dengan bertambahnya
jumlah sel mikroalga dan bertambah besarnya ukuran sel (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995). Faktor pertumbuhan mikroalga mempengaruhi hasil
biomassa, maupun jenis produk yang diinginkan. Terkadang biomassa yang
sedikit menghasilkan produk yang diinginkan dalam jumlah banyak, untuk itu
diperukan optimasi komposisi yang seimbang antara banyaknya biomassa dan
banyaknya produk dalam biomassa mikroalga. Beberapa faktor penting bagi
produksi mikroalga skala massal di antaranya (1) intensitas cahaya, (2) suhu, (3)
media pertumbuhan (4) pH, dan (5) salinitasi (Hadiyanto dan Azim, 2012).
Kandungan nutrien dalam setiap jenis mikrolaga berbeda-beda. Biomassa
mikroalga kaya nutrien antara lain asam lemak omega 3 dan 6, asam amino
esensial (leusin, isoleusin, valin, dan lain-lain), dan karoten. Beberapa jenis
20
mikroalga juga memiliki kandungan protein yang tinggi. Asam amino pada
mikroalga lebih baik jika dibandingkan dengan sumber protein makanan yang lain
(Hasanah, 2011). Selain itu jika dibandingkan dengan sumber lain seperti yeast
maupun fungi, mikroalga memiliki keunggulan di aspek keamanannya. Jika di
bandingkan dengan protein bersel tunggal yang bersumber dari mamalia,
mikroalga lebih unggul di bidang efisiensi dan kemudahan dalam produksinya
(Nur, 2014).
2.5. Spirulina sp.
Salah satu jenis mikroalga yang memiliki rentang hidup yang luas di media
tumbuhnya adalah Spirulina platensis (Khoirunisa et al.,2012). Spirulina sp.
merupakan mikroalga bersifat multiseluler yang termasuk dalam golongan
cyanobacterium mikroskopik berfilamen, memiliki lebar spiral antara 26-36 μm
dan panjang spiralnya antara 43-57 μm (Yudiati et al., 2011). Spirulina sp. adalah
makhluk hidup autotroph berwarna kehijauan, kebiruan, dengan sel berkolom
membentuk filament terpilin menyerupai spiral (helix) sehingga disebut juga
dengan alga biru hijau berfilamen (cyanobacteria) (Riche Hariyati, 2008).
Spirulina memiliki dinding sel yang tipis dengan garis tengah sel berkisar 1-12
mikron.
Spirulina bergerak dengan cara menggelinding sepanjang garis tengah selnya.
Spirulina merupakan mikroorganisme yang berkembang biak dengan cara
membelah diri. Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga yang sangat
berpotensi sebagai sumber pangan karena 1 are (0,4646 hektar) Spirulina dapat
21
menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung dan 200
kali lebih baik daripada daging sapi (Kozlenko dan Henson, 1998; Tietze, 2004;
Spolaore et al., 2006). Spirulina dapat tumbuh dengan baik di danau, air tawar, air
laut, dan media tanah. Mikroalga jenis ini termasuk mikroalga yang mudah untuk
dibudidayakan, karena budidayanya dapat dilakukan di dalam maupun di luar
ruangan.
Klasifikasi Spirulina sp menurut Bold dan Wynne (1985) adalah sebagai berikut:
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Famili : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina sp.
Gambar 1. Spirulina sp. (Sciento, 2008)
Keunggulan dari Spirulina sp adalah kandungan nutrisi yang baik antara lain 60–
70% protein, 13,5% karbohidrat, 4-7% lemak dan asam lemak (linolenic acid dan
γ-linolenic acid), asam amino esensial (leusin, isoleusin, valine), pigmen (klorofil,
fikosianin dan karotenoid) dan juga mengandung vitamin seperti provitamin A,
22
vitamin B12 serta β-caroten (Koru, 2012). Menurut Riyono (2008) menyatakan
bahwa Spirulina memiliki banyak manfaat dan juga keistimewaan. Keistimewaan
yang dimiliki Spirulina diantaranya adalah sebagai sumber protein nabati 100%
bersifat alkali, dengan dinding sel yang lunak sehingga sangat mudah dicerna dan
diserap oleh tubuh. Protein Spirulina 90% dapat dicerna karena mengandung enzim
yang membantu dalam proses pencernaan.
Selain kandungan protein yang cukup tinggi, Spirulina memiliki beberapa
keunggulan dibanding mikroalga jenis lain yaitu relatif cepat berproduksi serta
biomassa yang dihasilkan mudah dalam pemanenan. Hal ini disebabkan karena
ukuran biomassa Spirulina lebih besar sehingga dapat dipisahkan dari media
melalui filtrasi menggunakan filter berukuran 20 μm. Spirulina mudah dicerna
karena lapisannya berupa membran tipis bukan seperti selulosa yang sulit dicerna.
Membran tersebut merupakan gugus gula yang mudah dicerna dan diserap
(Desmorieux dan Decaen, 2006; Richmond, 1988).
Secara umum, Spirulina dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 8-11, dengan
intensitas cahaya 2000-3500 lux. Periode penyinaran yang umum digunakan
adalah 12 jam, walau beberapa peneliti menyatakan bahwa pertumbuhan terbaik
diperoleh pada periode penyinaran 16 jam dengan waktu gelap 8 jam pada
intensitas cahaya 2000 ± 200 lux, temperatur 30 ± 1°C dan pH 9.1 (Santosa dan
Limantara, 2007). Suhu terendah untuk Spirulina platensis untuk hidup adalah
15°C pertumbuhan yang optimal adalah 35- 40°C (Chritwardana, et al, 2013).
S. Platensis dapat tumbuh baik pada salinitas 20-25 ppt, sedangkan untuk
kandungan total lipid maksimum dibutuhkan salinitas 10-15 ppt (Christi, 2007).
Salinitas akan mempengaruhi tekanan osmosis antara sel dan medium serta laju
23
disosiasi senyawa organik nutrien alga. Bila salinitas terlalu tinggi akan
mengakibatkan media pemeliharaan bersifat hipertonis terhadap sel dan
mengakibatkan kurang baiknya penyerapan nutrien oleh sel. Ketersediaan nutrisi
yang memadai dan sinar matahari yang cukup juga merupakan faktor penting
yang mendukung pertumbuhan mikroalga ini.
2.6. Teknik Kultivasi Mikroalga
Kultivasi merupakan suatu teknik untuk menumbuhkan mikroalga dalam
lingkungan tertentu yang terkontrol. Kultivasi bertujuan untuk menyediakan
spesies tunggal pada kultur masal mikroalga untuk tahap pemanenan.
Mikroalgadapat tumbuhdengan sangat cepat pada kondisi iklim yang tepat.
Sebagian besar mikroalga menggunakan cahayadan karbondioksida (CO2) sebagai
sumber energi dan sumber karbon (organisme photoautotrophic). Pertumbuhan
optimum mikroalga membutuhkan temperatur air berkisar 15 - 30˚C. Media
pertumbuhan juga harus mengandung elemen inorganik yang berfungsi dalam
pembentukansel, seperti nitrogen, phospor, dan besi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroalga, diantaranya faktorabiotik (cahaya
matahari, temperatur, nutrisi, O2, CO2, pH, salinitas), faktorbiotik (bakteri, jamur,
virus, dankompetisi dengan mikroalga lain), serta faktor teknik (cara pemanenan,
dan lain - lain) (Harun et al,2010).
Terdapat dua proses yang paling menentukan dalam proses bioteknologi
mikroalga yaitu kultivasi serta pemanenan mikroalga. Mikroalga biasanya
dikultivasi di sistem terbuka (open pond system) dan tertutup (closed
24
photobioreactors) dengan diiluminasi baik dengan cahaya buatan ataupun cahaya
matahari dengan tempartur 27- 30oC dan pH 6,5 - 8. Open pond merupakan sistem
kultivasi mikroalga yang paling lama digunakan. Open pond dapat dikategorikan
kedalam kolam yang menggunakan air alam seperti air danau, air tambak atau air
kolam. Keuntungan dari open pond ini adalah mudah untuk dibuat, dan lebih
murah dikarenakan hanya menggunakan sinar matahari untuk sistem
fotosintesisnya dan tidak memerlukan banyak alat. Sebaliknya, kelemahan dari
sistem Open ponds ini merupakan sistemkolam terbukadimana mediadapat
mengalami evaporasi akut, penggunaankarbondioksida (CO2) menjadi tidak
efisien, mudah terkena kontaminan dan untuk sistem Open ponds dengan volume
kultur yang besar, sinar matahari tidak dapat sepenuhnyadiserap oleh mikroalga
di dasar kolam (Ugwu et al, 2007).
Sistem Open pond sini sering dioperasikan secara kontinyu dimana umpan segar
(mengandung nutrisi termasuk nitrogen, phosphor, dan garam inorganic)
ditambahkan di depan paddlew heel dan setelah bereda rmelalui loop-loop
mikroalgatersebut dapat dipanen di bagian belakang dari paddlewheel.
Paddlewheel digunakan untuk proses sirkulasi dan proses pencampuran
mikroalgadengan nutrisi.
25
Gambar 2. Teknik budidaya mikroalgaopen raceway ponds (Christi, 2007).
Sistem photobioreactor d ikembangkan untuk mengatasi permasalahan
kontaminasi dan evaporasi yang sering terjadidalam sistem open pond.
Photobioreactor memiliki rasio luas permukaan dan volume yang besar.
Produktivitas mikroalga menggunakan photobioreactor dapatmencapai 13 kali
lipat total produksi dengan menggunakansistem openraceway pond (Christi,
2007). Dalam sistem photobioreactor kontaminan dan parameter pertumbuhan
seperti pH, temperatur dan karbondioksida dapat dikontrol dengan baik.
Walaupun demikian, sistem photobioreactor memerlukan biaya tinggi sehingga
pengetahuan dalam pemilihan sistem kultivasi mikroalga sangat diperlukan.
26
Gambar 3. Teknik budidaya mikroalga photobioreactor (Christi, 2007).
2.7. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi garam yang terlarut dalam volume air tertentu,
dan dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter
(Nybakken. 1992). Salinitas dan pH merupakan parameter oseanografi yang
penting dalam pertumbuhan mikroalga. Faktor salinitas sangat penting karena,
berpengaruh terhadap tekanan osmotik tubuh. Produktivitas dan daya adaptasi
berbagai jenis mikroalga diduga berkaitan erat dengan tingkat salinitas
lingkungannya (Rudiyanti, 2011). Kisaran salinitas yang paling optimum untuk
pertumbuhan mikroalga adalah 25-35 ppt (Sylvester et al., 2002). .
Kadar salinitas pada media kultur memang sangat mempengaruhi kepadatan
mikroalga. Besar kecilnya kadar salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmose
dan mekanisme osmoregulasi yang secara langsung akan mempengaruhi proses
metabolisme, proses respirasi serta menghambat proses pembiakkan sel vegetatif
selanjutnya secara bertahap akan mempengaruhi kepadatan populasi mikroalga
(Vasquez-Duhalt dan Arredondo-Vega, 1991). Berdasarkan penelitian yang
27
dilakukan oleh Mahardani 2017 bahwa kepadatan sel Dunaliella sp tertinggi
terjadi pada perlakuan salinitas 30 ppt dengan kepadatan sel mencapai 5,09×106
sel/ml. Pada media limbah cair industry karet remah dari outlet kolam Fakultatif II
+ NaCL sampai salinitasnya mencapai 30 ppt paling efektif dalam meningkatkan
produksi biomassa Tetraselmis sp. yaitu sebesar 105% dengan perolehan
biomassa kering Tetraselmis sp. sebesar 0,6250 g/L dan tingkat kepadatan sel
Tetraselmis sp. paling tinggi yatu mencapai 120 x 104 sel/mL (Nawansih et al.,
2016).
Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan alat hand refractometer.
Refractometer merupakan alat pengukur indeks pembiasan pada cairan yang
digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip alat ini adalah dengan
memanfaatkan indeks pembiasan cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air.
Sebelum digunakan hand refractometer dikalibrasi terlebih dahulu pada salinitas
0 ppt menggunakan aquades. Selanjutnya dilakukan pengukuran salinitas sampel
meneteskan sampel pada bagian kaca prisma hand refractometer kemudian dilihat
ditempat yang bercahaya. Nilai salinitas sampel dapat dilihat pada garis batas
antara bidang berwarna biru dan putih.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2018 di Laboratorium
Fitoplankton dan Laboratorium Kualitas Air Balai Besar Perikanan Budidaya
Laut Lampung, Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan
Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reaktor terbuka yang terbuat
dari fiberglass ukuran (35x14x19) cm dengan volume kerja 5 L yang dilengkapi
dengan selang aerasi dan lampu TL 40 Watt, gelas ukur, labu Erlenmeyer,
haemacytometer, cover glass, hand counter, pipet tetes, mikroskop, pengaduk,
derigen, refraktometer, spektrophotometer Nova 60, corong, pipet volum, rubber
bulb, DO meter, labu Kjeldahl, buret pyrex, statif, klem, spatula, pH meter,
desikator, cawan porselin, penjepit, neraca analitik, oven, aluminium foil, kain
plankton net, dan kertas saring.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair industri
karet remah outlet kolam Fakultatif II yang berasal dari Instalasi Pengolahan Air
29
Limbah PTPN VII Unit Usaha Way Berulu, kultur murni mikroalga Spirulina sp.
yang diperoleh dari Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL), natrium
klorida (NaCl), aquades,.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan salah satu jenis mikroalga laut yaitu
Spirulina sp. yang akan dikultivasikan kedalam 4 perlakuan media limbah cair karet
fakultatif II yang telah di atur salinitasnya dengan berbagai tingkat salinitas yang
berbeda yaitu 0, 10, 20,30 dan 40 ppt selama 7 hari. Tiap media limbah cair karet
akan ditingkatkan salinitasnya dengan penambahan NaCl dengan volume kerja
masing-masing 5 L. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga
menghasilkan 15 satuan percobaan untuk tiap media mikroalga. Pengamatan yang
dilakukan setiap hari yaitu pengamatan kepadatan sel mikroalga.
Analisis terhadap limbah cair karet untuk media kultivasi dilakukan sebelum dan
sesudah kultivasi, meliputi analisis N-total, P-PO4, pH, Salinitas, dan DO.
Sedangkan pengamatan yang dilakukan terhadap biomassa mikroalga yaitu
pengamatan bobot kering dan kadar protein. Perlakuan dengan hasil biomassa
terbaik akan dilanjutkan analisis proksimat meliputi kadar protein, kadar lemak,
kadar air dan kadar abu serta dilakukan pengamatan kadar COD. Data yang
diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang kemudian
dianalisis secara deskriptif.
30
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pada penelitian ini sebagai berikut.
Gambar 7. Diagram alir perolehan biomassa (Wulan, 2015) dimodifikasi
3.4.1. Persiapan Inokulum
Pembiakan kultur dilakukan secara bertahap dari volume kecil ke volume yang
lebih besar (Amini dan Susilowati, 2010). Kultur awal dikultivasikan secara
Kultivasi 1/3 bibit mikroalga di media air
laut volume 1000 mL
Kultivasi 1/3 bibit mikroalga di media air
Laut dan LCKR 50% volume 6000 mL
Kultivasi 1/3 bibit mikroalga di media air laut
dan LCKR 25% volume 2000 mL
Kultivasi pada limbah cair karet fakultatif II 3750 mL dengan
penambahan 1250 mL (25%) alga v/v selama 7 hari
Analisis:
DO
pH
P-PO4
N-total
Salinitas
COD
Bibit Spirulina
sp.
Pupuk
Conwy
1 mL/L
Persiapan media
limbah cair karet
remah yang diatur
salinitasnya
(0,10,20,30, dan 40
ppt)
Pengamatan:
Kepadatan sel
Salinitas
Analisis:
DO
pH
P-PO4
N-total
Salinitas
COD
Biomassa Filtrat Pengamatan:
Berat kering
Protein/
proksimat
Pemanenan mikroalga Spirulina sp. menggunakan plankton net
Penambahan limbah
cair karet sampai
3,45 L selama
kultivasi untuk
menjaga volume
semua media tetap
5 L.
31
indoor pada media kultur dengan penambahan pupuk Conwy sebanyak 1 mL/1 L
air laut steril. Pembiakan indoor dilakukan dengan memasukkan 1/3 bagian bibit
mikroalga kedalam erlenmeyer dengan volume media kultur 100–300 mL .
Selanjutnya apabila kepadatan mikroalga telah mencapai maksimal, kultur dapat
dipindahkan dalam media dengan volume lebih besar (500–1000 mL). Setelah satu
minggu kultur dapat dipindahkan ke volume yang lebih besar lagi (6000 mL).
3.4.2. Pengkondisian Media
Media yang digunakan untuk kultivasi Spirulina sp. adalah limbah cair industri
karet remah dari outlet kolam Fakultatif II (F2) yang berasal dari PTPN VII Unit
Usaha Way Berulu. Sebelum digunakan sebagai media kultivasi, limbah cair karet
dari outlet kolam Fakultatif II (F2) diatur salinitasnya dengan penambahan NaCl
sampai 0,10,20,30 dan 40 ppt serta diberikan pencahayaan selama 24 jam dengan
menggunakan bantuan sinar matahari dan sinar lampu. Setelah itu media kultivasi
dianalisis untuk mengetahui nilai awal dari Dissolved Oxygen (DO), pH, P-PO4,
dan N-total.
3.4.3. Kultivasi
Kultivasi Spirulina sp. dilakukan pada sistem kolam terbuka (open pond) dengan
dimasukkan kedalam reaktor berkapasitas 5 Liter. Reaktor dilengkapi dengan aerasi
untuk memenuhi kebutuhan CO2 Spirulina sp. dan sekaligus berfungsi sebagai
sirkulasi air media pertumbuhan. Sebelum dikultivasi, dilakukan pengukuran
kepadatan sel untuk mengetahui kepadatan awal bibit Mikroalga. Konsentrasi
32
kultur mikroalga yang dibiakkan sebanyak 25% v/v (1250 mL) pada 3750 mL
limbah cair industri karet remah dari outlet Fakultatif II + NaCl sampai 0,10,20,30
dan 40 ppt. Kultivasi berlangsung selama 7 hari. Setiap hari, kepadatan sel
mikroalga selalu diukur untuk memantau laju perkembangan selnya (Kawaroe et
al, 2012). Selama proses kultivasi, volume media akan selalu diukur dan dijaga
volumenya agar selalu tetap 5000 mL.
3.4.4. Pemanenan
Pemanenan Spirulina sp. dilakukan dengan menggunakan plankton net. Setelah
semua yeild tertampung pada plankton net, yeild dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 105oC hingga berat konstan, selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut
meliputi penimbangan biomassa kering (Kawaroe et al, 2012).
3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terbagi menjadi beberapa waktu. Pengamatan yang
dilakukan pada media kultur sebelum dilakukan kultivasi adalah Dissolved
Oxygen (DO), salinitas, pH, P-PO4, dan N-total. Pengamatan yang dilakukan
setiap harinya adalah kepadatan sel dan salinitas media Pengamatan yang
dilakukan setelah kultivasi adalah analisa adalah Dissolved Oxygen (DO),
salinitas, pH, P-PO4, N-NH3, N-total, dan perolehan biomassa kering.
3.5.1. Dissolved Oxygen (DO) ( SNI 06-6989.14-2004)
Pengukuran oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia mengacu pada SNI
(2004), yaitu cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO
33
meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari
katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pengukuran DO
dilakukan dengan mencelupkan alat DO meter tersebut ke dalam sampel air yang
diukur dan melihat skala yang terlihat.
3.5.2. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan alat hand refractometer.
Sebelum digunakan hand refractometer dikalibrasi terlebih dahulu pada salinitas
0 ppt menggunakan aquades. Selanjutnya dilakukan pengukuran salinitas sampel
meneteskan sampel pada bagian kaca prisma hand refractometer kemudian dilihat
ditempat yang bercahaya. Nilai salinitas sampel dapat dilihat pada garis batas
antara bidang berwarna biru dan putih.
3.5.3. Derajat Keasaman (pH) (SNI 06-6989.11-2004)
Analisis pH mengacu pada SNI (2004), Analisis pH dilakukan di tahap awal
sebelum kultivasi dan di tahap akhir setelah kultivasi. Alat yang digunakan adalah
pH meter. pH meter dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan, setelah itu
elektroda dimasukkan ke dalam limbah cair untuk diukur. Setelah angka pada pH
meter tersebut stabil, catat hasil pengukuran pH.
3.5.4. Analisis P-PO4(SNI 06-6989. 31-2005)
Analisis P-PO4 menggunakan metode photometric menggunakan teskit berupa
reagen cair PO4-1. Sampel yang telah disaring dengan kertas Whatman no 42
sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam beaker glass. Ditambahkan 1,2 mL reagen
34
cair PO4-1, dikocok, dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian absorbansi sampel
dapat diukur pada spektrophotometer Nova 60 setelah barecode P-PO4
dimasukan.
3.5.5 Biomassa
Analisis biomassa dilakukan setelah mikroalga dipanen dengan menghitung berat
basah dan berat kering dari mikroalga. Berat basah mikroalga diukur dengan
menimbang berat masing-masing setelah dilakukan filtrasi. Berat kering
mikroalga diukur dengan metode gravimetri. Cawan porselen ditimbang terlebih
dahulu untuk mengetahui berat dari cawan porselen sebelum ditambah mikroalga.
Setelah itu cawan porselen dimasukan mikroalga kemudian ditimbang kembali.
Cawan porselen yang berisi mikroalga dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
105oC selama lebih kurang dua jam. Setelah dua jam, alga dimasukkan ke dalam
desikator selama 15 menit. Setelah dari desikator, alga pada cawan porselen
ditimbang hingga diperoleh berat konstan.
3.5.6. Analisis COD (APHA 5220 D-1989)
Analisis COD yang dilakukan yaitu dengan metode closed reflux titrimetric.
Botol refluks disiapkan dan kedalamnya dimasukkan batu didih dan 1 gr HgSO4
kemudian ditambahkan 5,0 ml H2SO4 dan diaduk hingga HgSO4 larut. Botol
refluks ditempatkan pada ruang es sambil diaduk perlahan, kedalamnya
ditambahkan 25,0 ml 0,25 N K2Cr2O7 dan reagen H2SO4-AgSO4. Sambil tetap
berada dalam ruang es, sebanyak 50 ml sampel dipipet dan ditambahkan
kedalamnya, kemudian kondensor dinyalakan dan direfluks selama dua jam.
35
Sampel yang telah direfluks kemudian didinginkan dan ditambahakan 8-10 tetes
indikator ferroin kemudian dititrasi dengan larutan ferrous ammonium sulfat
{Fe(NH4)2(SO4)2} sampai terjadi perunahan warna dari hijau terang menjadi
kemerahan tajam. Dilakukan juga penentuan titrasi blanko dari akuades yang
direfluks dan dititrasi dengan Fe(NH4)2(SO4)2. Volume Fe(NH4)2(SO4)2 yang
digunakan untuk titrasi pada blanko maupun sampel dihitung.
Nilai COD dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐶𝑂𝐷 (𝑚𝑔
𝐿) =
(𝐵 − 𝑆)𝑥 𝑁 𝑋 8000
𝑉
Keterangan :
B: Volume (ml) titrasi blanko
S: Volume (ml) titrasi sampel
N: Normalitas Fe(NH4)2(SO4)2
V: Volume sampel yang digunakan
3.5.7. Kepadatan Sel Mikroalga (Amini dan Susilowati, 2010)
Pengamatan kepadatan sel mikroalga dilakukan setiap hari pada saat kultivasi
dengan metode numerik untuk menghitung jumlah sel mikroalga. Alat yang
digunakan untuk menghitung kepadatan sel adalah Mikroskop, sedgwick rafter
dan hand counter. Kepadatan sel Spirulina sp. dihitung menggunakan sedgwick
rafter dengan cara mengambil 1 mL sampel, kemudian ditutup dengan gelas
penutup. Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah unit yang terdapat
dalam sedgwick rafter dibawah mikroskop dengan bantuan hand counter. Pada
setiap penghitungan dilakukan dua kali penghitungan dan jumlah tertinggi yang
36
dijadikan data jumlah sel terhitung. Kepadatan Spirulina sp. dihitung dengan
rumus: Jumlah sel × 103 unit/mL.
3.5.8. Kadar Protein (AOAC 960.52-1995)
Sampel ditimbang 1 g, dimasukkan dalam labu Kjeldahl. Kemudian ditambahkan
7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
Dipanaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti
berasap dan pemanasan dilanjutkan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi
jernih. Dilakukan pemanasan kurang lebih 30 menit, pemanas dimatikan dan
dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan 100 ml aquadest dalam labu
Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, ditambahkan
15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan ditambahkan perlahan-lahan
larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam
lemari es.
Labu Kjeldahl dipasang dengan segera pada alat destilasi. Labu Kjeldahl
dipanaskan perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian
dipanaskan dengan cepat sampai mendidih. Destilat ditampung dalam erlenmeyer
yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan
indikator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa
kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N. Proses
destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan
asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan
baku natrium hidroksida 0,1 N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan
warna larutan dari merah menjadi kuning. Kemudian dilakukan titrasi blanko.
37
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛
=𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥 14, 008𝑥 100%𝑥𝐹𝑘
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
3.5.9. N-Total ( SNI 19-7030-2004)
Analisis N-total limbah cair industri karet remah dilakukan dengan menggunakan
metode Gunning yaitu dengan cara memasukan 0,5 – 1 g sampel ke dalam labu
Kjeldahl kemudian ditambahkan Na2SO4 dan K2S dengan perbandingan (7:1)
sebanyak 1 g. Setelah itu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 mL dan
didestruksi pada suhu 100oC sampai larutan berwarna bening kemudian
didinginkan pada suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan aquades sebanyak 100
mL dan NaOH 40% sebanyak 30-40 mL. Destilat ditampung dengan HCl 0,1 N
sebanyak 25 mL, proses destilasi dihentikan apabila volume destilat sudah
mencapai 150 mL. Setelah itu ditambahkan indikator phenolphthalein sebanyak 3
tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah muda.
Selanjutnya dibuat larutan blanko dengan mengganti sampel dengan aquades.
Kandungan N-total dihitung dalam % N kemudian % N dikonversi dalam satuan
ppm. Perhitungan % N menggunakan rumus berikut:
% 𝑁 =𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 − 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻𝑥 14, 008
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)𝑥10
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Salinitas pada media limbah cair industri karet remah dengan salinitas 20 ppt
paling optimal untuk meningkatkan produksi biomassa Spirulina sp. dengan
perolehan biomassa kering mencapai 0,579 g/L dan tingkat kepadatan sel
mencapai 11.330 sel/mL serta mampu menurunkan kandungan N-total sebesar
69,3% dan P-PO4 sebesar 50 %. Biomassa yang dihasilkan mempunyai kadar
protein sebesar 42,72%, kadar lemak sebesar 5,05%, kadar Abu sebesar 36,79%
dan kadar air sebesar 11 %.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan bibit mikroalga
yang steril tanpa adanya kontaminan seperti protozoa agar produksi biomassa
lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adetola, T.G. 2011. Effect of nitrogen, iron and temperature on yield and
composition of microalgae [thesis]. Stillwater:Oklahoma state University.
Amini, S. dan Susilowati, R. 2010. Produksi biodiesel dari mikroalga
Botryococcus braunii. Squalen Vol. 5 (1): 23-30.
Amanatin, D.R. 2013. Produksi Protein SEL Tunggal (PST) Spirulina sp. Sebagai
super Food Dalam Upaya Penanggulangan Gizi Buruk dan Kerawanan
Pangan Di Indonesia. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Angka, S.L. dan Suhartono, T.S. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Hlm 49-56.
Anggraini, S. 2016. Pengaruh Kecepatan Pengadukan Dan Tekanan Pemompaan
Pada Kombinasi Proses Koagulasi Dan Membrane Ultrafiltrasi Dalam
Penglahan Limbah Cair Industri Karet. Jurnal Teknik Kimia. Universitas
Riau. Riau.
Anggriary, R. D. 2012. Perbandingan Kerapatan Sel dan Kandungan
KlorSynechococcus sp. Rdb001 yang ditumbuhkan Pada Suhu 30±5 °c
dan50±5°c. (Skripsi). Universitas Indonesia. Depok.
Aung,W.L. Kyaw, N. dan Nway, N.H. 2013. Biosorption of Lead (Pb2+) by using
Chlorella vulgaris. International Journal of Chemical, Environmental &
BiologicalSciences, (2), 2320–4087.
Becker, E.W. 1994. Oil production. In: Baddiley, et al., editors. Microalgaee:
biotechnology and microbiology. Cambridge University Press.
Benemann, G. 1997. Characterization of Marine Microalga for
BiofuelProduction. Journal of Biotechnology. Hlm 1367-1372.
Bidwell, R.G.S. 1979. Plant Physiology 2nd Ed. Macmillan Publishing Co., Inc.
New York. pp. 255-263.
Biondi and Tredici. 2011. Algae and Aquatic Biomass for a Sustainable
Production of 2nd Generation Biofuels. UNIFI. 148-150.
61
Borowitzka, M.A. 1988. Algal Growth Media And Sources Of Algal Cultures. In
Borowitzka, M.A & L.J Borowitza (Eds) Microalga Biotechnology.
Cambridge University Press: Cambridge. pp. 456-465.
Brennan, L. and Owende, P. 2009. Biofuels from microalgae- a review of
technologies for production, processing and extractions of biofuels and co-
products. Renewable Sustain Energy Reviews. RSER-805: 21.
Butcher, R. W. 1959. An Introductory Account of the Smaller Algae of
BritishCoastalWaters, Part 1 Introduction and Chlorophyceae.
FisheryInvestigation Series IV. HMSO. London.
Chapman, D. 2000. Water quality assessment- A guide to use of biota, sediments
and water in environmental monitoring second edition. Cambridge
University Press. Inggris.
Chen. 1996. High cell density culture of microalgae in heterotrophic growth.
Trends in Biotechnology, 14,421–426. Ciulei, J. (1984
Christi, J. 2007. Biodiesel from microalgae”, Biotechnology Advances, 25, hal
294–306
Cifferi, O. 1983. Spirulina, The Edible Microorganism, Microbiological Reviews.
47 (4):558-570
Cohen, Z. 1997. The Chemical of Spirulina. Di dalam Vonshak, A. (editor).
Spirulina Platensis (Arthospira): Physiology, Cell Biology and
Biotechnology. Taylor & Francis Ltd., Bristol, USA. Hlm. 175-204.
Colman, B. and Gehl, K.A. 1983. Effect of External pH on The Internal pH of
Chlorella saccharophila. J Plant Phsiol 77 (4) : 917 – 921.
Cotteau, P. 1996. Microalgae. In Manual on Production and Use of Live Food for
Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper Sorgeloos Edition. Roma.
Dallaire, B. Bernet, N. dan Bernard, O. 2007. Anaerobic Digestion of Microalgae
as a Necessary Step to Make Microalgae Biodiesel Sustainable. Journal of
Biotechnology Advances, 27, pp. 409-416.
Dedi, F. Hendra, H. Maliana, Y. Ningsih, R.L. dan Hadi, R.P. 2010, Pemanfaatan
Limbah Cair Karet sebagai Media Alternatif Budidaya Chlorella
sp.,Ilmiah Mahasiswa Universitas Tanjungpura vol.1, no.1., hal. 81-90
Desmorieux, H. and Decaen, N. 2006. Convective drying of Spirulina in thin
layer, J Food Eng, 77, pp. 64-70.
62
Erlania. 2010. Penyimpanan rotifera instan (Branchionus rotundiformis) pada
suhu yang berbeda dengan pemberian pakan mikroalga konsentrat. J. Ris.
Akuakultur 5: 287-297
Fogg, G. E. 1975. Algae Culture and Phytoplankton Ecology. 2nd Ed. University
of Winconsin Press, Maddison.
Fogg, G. E. dan Thake, B. 1987. Algal Cultures and Phytoplankton Ecology,
3rded. The University of Wisconsin Press. Wisconsin.
Gapkindo. 1992. Rencana Pengendalian Pencemaran Limbah Crumb Rubber.
Gapkindo, Jakarta.
Goldman, C. R., and J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill, New York.
Guiry, M.D. and Guiry, G.M. 2012. AlgaeBase. World-wide electronic
publication, National University of Ireland, Galway. 3 hlm.
http://www.algaebase.org,07 November 2017.
Hadiyanto. 2010. Produksi Mikroalga Berbiomassa Tinggi dalam Bioreaktor
Open Pond. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan.
Hadiyanto dan Azim, M., 2012, Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa
Depan, Edisi Pertama. UPT Undip Press. Semarang.
Hadiyanto, M.M.A. Nur and Hartanto, G.D. 2012 a. Cultivation of Chlorella sp.
as Biofuel Sources in Palm Oil Mill Effluent (POME). Int. Journal of
Renewable Energy Development 1 (2) 2012: 45-49
Handayani, Abyor, N dan Ariyanti, D. 2012. Potensi Mikroalga Sebagai Sumber
Biomasa dan Pengembangan Produk Turunannya.Universitas Diponegoro.
Semarang Vol. 33 No.2 Tahun 2012, ISSN 0852-1697
Harun, R., Danquah, M.K., dan Forde, G.M. 2010. Microbial biomass as a
fermentation feedstock for bioethanol production. J Chem Technol
Biotechnol 85:199–203
Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., dan Danquah, M.K. 2010. Bioprocess
engineering of microalgae to produce a variety of consumer products,
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14. pp. 1037–1047.
Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., Danquah, MK., 2010. Bioprocess engineering
of microalgaee to produce a variety of consumer products. Renew. Sust.
Energ. Rev. 14. 1037-1047.
Healey, F. P. 1973. Inorganic nutrient uptake and deficiency in algae. CRC
Critical Review in Microbiology, 69-113.
63
Hidayati, S., Nawansih, O. dan Febiana, V. 2015. Teknik Pemanenan Mikroalga
Nannochloropsis sp. yang dikultivasi Dalam Media Limbah Cair Industri
Karet Remah Dengan Flokulan Alumunium Sulfat. Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung.
Hoshida, H., Ohira, T., Minematsu, A., Akada, R., dan Nishizawa, Y. 2005.
Accumulation of Eicosapentaenoic Acid in Nannochloropsis sp. In
Response to Elevated CO2 Concentrations. Applied Phycology, 17,
pp.29-34.
Hu Q. 2004. Environmental Effect on Cell Composition. Didalam Richmond AE,
editor. Handbook of Microalgal Culture, Biotechtology And Applied
Phycology. Blackwell Publishing Ltd., Iowa, USA. hlm : 84.
Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995. Tehnik Kultur Fitoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius.
Yogyakarta.
James, W. N. 1992. BIOLOGI LAUT, Suatu pendekatan ekologis. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
John, R.P., Anisha, G.S., Nampoothiri, K.M., dan Pandey, A. 2011. Micro and
macroalgal biomass: A renewable source for bioethanol.
BioresourceTechnology, 102, hal. 186–193.
John, R.P., Anisha, G.S., Nampoothiri, K.M., dan Pandey, A. 2011. “Micro and
macroalgal biomass: A renewable source for bioethanol”,Bioresource
Technology, 102, hal. 186–193.
Jones-Lee, A. dan Lee, G.F. 2005. Eutrophication (Excessive Fertilization). Water
Encyclopedia: Surface and Agricultural Water. Wiley, Hoboken. 107-114
p.
Kabede, E. 1996. Optimum Growth Conditions And Light Utilization Efficiency
Of Spirulina Platensis (Arthospira) Fusiformis) From Lake Chitu,
Ethiopia. Hydrobiol., 332: 99-109.
Kawaroe, M. T. Prartono, A. Sunuddin, D.W. Sari, dan Augustine, D. 2010.
Mikroalga : Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan
Bakar. Penerbit Institut Pertanian Bogor Press. Bogor
Kepmen LH. 2004. Baku Mutu Air Laut. No.51
Khoirunisa, E., Mutiah, E., dan Abdullah. 2012. Proses Kultivasi Spirulina
platensis MenggunakanPOME (Palm Oil Mill Effluent) Sebagai Media
Kultur dalam Raceway Open Pond Bioreactor. Jurnal Teknologi Kimia
dan Indsutri 1(1): 264-269.
64
Komalasari, A. 2015. Studi Kemampuan Pertumbuhan Mikroalga Pada Media
Limbah Cair Karet Remah dengan Open Ponds System. (Skripsi). Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian,Universitas Lampung. Lampung.
Koru, E. 2012. Food Additive in Earth Food Spirulina (Arthrospira): Production
and Quality Standarts, 191-202. INTECH
Kozlenko, R. dan Henson, R.H. 1998. Latest scientific research on Spirulina:
Effects on the AIDS virus, cancer and the immune
system.http://www.spirulinasource.com/earthfoodch2b.html (Diakses pada
07 November 2017).
Kulpys, J., Paulauskas, E., Pilipaviclus, V., and Stankevicius, R. 2009. Influence
ofcyanobacteria Arthospira (Spirulina) platensis biomass additives towards
the body condition of lactation cows and biochemial milk indexes.
Agronomy Research .7 (2),823-835.
Lapu, P. 1994. Analisis beberapa kualitas sumber air tambak di Maranak,
Kabupaten Maros,Sulawesi Selatan. Universitas Hasanudin. Sulawesi.
Laura, B and Paolo G. 2006. Algae: Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology.
CRC Press, Boca Raton, New York.
Lubian, L.M., Montero, O., Moreno-Garido, I.,Huertas, E., Sobrino, C., Valle,
G.,M., and Pares, G. 2000. Nannochloropsis (eustigmatopyceae) as source
of commercially valuable pigment. Journal of Applied Pycology., 2(3-5),
249–255.
Maspanger D dan Honggokusumo S. 2004. Dampak Penerapan Produksi Bersih
Industri Crumb Rubber pada peningkatan Pasar Global. Disajikan pada
Seminar/ temu Usah Sosialisasi Produksi Bersih Industri Crumb Rubber.
Pekanbaru: Direktorat Industri Kimia Hasil Pertanian dan Perkebunan,
Direktorat Jendral Industri Kimia, Agro, dan hasil Hutan. 56 hlm.
Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse 4th
Edition. New York : McGraw Hill.
Milledge, J.J., Heaven, S. 2013. A review of the harvesting of micro-algae for
biofuel production. Rev Environ SciBiotechnol 12: 165-178.
Miller, R.S., Wingard, C.E., and Castenholz, R.W. 1998. Effects of visible light
and UV radiation on photosynthesis in a population of a hot spring
cyanobacterium, a Synechococcus sp., subjected to high-temperature
stress. Applied and Environmental Microbiology 64(10): 3893--3899.
65
Muliono. 2004. Pengaruh Suhu dan Lama Penyinaran terhadap Kondisi Sel
Nannochloropsis sp. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nawansih, O., Utomo, T.P., dan Wulan, R.R. 2015. “Kemampuan Mikroalga yang
Dikultivasi pada Limbah Cair Industri Karet Remah dalam Menghasilkan
Biomassa dan Menurunkan Cemaran”. Proseeding Semnas Sain dan
Teknologi VI LPPM Universitas Lampung 03-11-201
Nawansih, O, Utomo, T.P., dan Adriyanus, .I.P. 2016. Kajian Produksi Biomassa
Tetraselmis sp. Pada Media Limbah Cair Industri Karet Remah yang
Diperkaya Sebagai Bahan Baku Potensial Biodiesel. Inovasi dan
Pembangunan. Vol.4 No.1 Tahun 2016, ISSN 2354-5704.
Nur, M.M.A. 2014. Potensi Mikroalga sebagai Sumber Pangan Fungsional di
Indonesia. Eksergi, 11(2), hlm 01-06.
Olaizola, M, Bridges, T., Flores, S., Griswold, L., Morency, J., and Nakamura, T.
2004. Microalga Removal of CO2 from Flue Gases : CO2 Capture from a
Coal Combuster, Biotech. Bioproc. Eng., 8, pp. 360- 367. pemekatan
mikroalga. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia. ITB.
Bandung. Hal 1-5
Pratama, I. 2011. Pengaruh metode pemanenan mikroalga terhadap biomassa dan
kandungan esensial Chlorella vulgaris. (Skripsi). Universitas Indonesia.
Depok. 63 hlm.
Prabowo, D.A. 2009. Optimasi Pengembangan media untuk pertumbuhan
Chlorella sp. pada skala laboratorium. (Skripsi). Institut Petanian Bogor.
Bogor. 95 hlm.
Pujiono, A.E. 2013. Pertumbuhan Tetraselmis chuii pada Medium Air Laut dengan
Intensitas Cahaya, Lama Penyinaran dan Jumlah Inokulan yang Berbeda
pada Skala Laboratorium. (Skripsi). Universitas Jember. Jember. 41 hlm.
Rafiqul, I.M, Jalal, K.C.A., and Alam, M.Z. 2005. Environmental Factors for
Optimisation of Spirulina Biomass in Laboratory Culture. Asian Network
for Scientific Information, Biotechnology 4(1): 19-22.
Richmond, A.E. 1986. Microalgae Culture in The CRC Review in Biotechnology.
Vol. 4 (6). CRC Press Inc., Florida.
Richmond, A. 1988. Spirulina. In: Borowitzka, M A. and Borowitzka, L J.( Eds),
Micro-agal Biotechnology, Cambridge:Cambridge University Press.
Riyono, S.H. 2008. Ekstrak klorofil. Jurnal Oseanografi 2(24): 8-12.
66
Rocha, G.J.M.S., Garcia, J.E.C., and Henriques, M.H.F. 2003. Growth aspects of
the marine microalga Nannochloropsis. Biomolecular Engineering. 20,
237–242.
Romimohtarto, K. 2004. Meroplankton Laut : Larva Hewan Laut yang Menjadi
Plankton. Djambatan.Jakarta.
Rostini, I. 2007. “Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
skala Laboratorium”. Karya Ilmiah. Universitas Padjajaran Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan. Jatinagor
Rudiyanti, S. 2011. Pertumbuhan Skeletonema costatum Pada Berbagai Tingkat
salinitas Media. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6 No. 2(2011): 69 -76
Ru’yatin, I.S. Rohyani,dan L. Ali. 2015. Pertumbuhan Tetraselmis dan
Nannochloropsis pada skala laboratorium. Prosiding Seminar Nasional.1
(2): 296-299.
Sawyer, C.N., P.L. McCarty, and G.F. Parkin. 1994. Chemisttry for
Environmental Engineering Fourth Edition. McGraw-Hill Inc. Singapore.
685 pp.
Setyaningsih, I., SAputra, A.T. 2011. Komposisi Kimia dan Kandungan Pigmen
Spirulina fusiformis Pada Umur Panen yang Berbeda Dalam Media Pupuk.
Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB. Bogor.
Siregar, B.I.T dan J. Hermana. 2012. Identifikasi dominasi genus alga pada air
Boezem Morokembrangan sebagai sistem High Rate Algae Pond
(HRAP).(paper). Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. 34 hlm.
Spolaore, P., Cassan, C.J., Duran, C. dan Isamabert, A. 2006. Commercial
application of microalgae, Journal of Bioscience and Bioengineering,
101(2), pp. 87-96.
Sriharti. 2004. Pengaruh species Clorella dalam menetralisir limbah cair karet.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN :
1411 – 4216.
Suantika, G., Hendrawandi, D. 2009. Efektivitas Teknik Kultur menggunakan
Sistem Kultur Statis, Semi-kontinyu, dan Kontinyu terhadap Produktivitas
dan Kualitas Kultur Spirulina sp. Jurnal Matematika dan Sains. 14(2): 41-
50.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta. 138 hlm.
67
Sudarmadji, S. 2007. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Press.
Yogyakarta.
Suharyanto, Tri, P., Permatasari, S., dan Syamsu, K. 2014. Produksi Spirulina
platensis dalam fotobioreaktor kontinyu menggunakan media limbah cair
pabrik kelapa sawit Menara Perkebunan 2014 82(1), 1-9, Bogor.
Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air Dan dasar-Dasar Pengolahan Buangan
Secara Biologis. PT. Alumni, Bandung. 329 hlm.
Suwardin, D. 1989. Tehnik pengendalian limbah pabrik karet. Lateks 4 (2): 25-32.
Tietze, H.W. 2004. Spirulina Micro Food Macro Blessing. , Australia: Haralz W
Tietze Publishing.
Tzoupanos, N. D., dan Zouboulis, A. I. 2008. Coagulation-Flocculation Processes
In Water/Wastewater Treatment: The Application Of New Generation Of
Chemical Reagents. Paper presented at the 6th IASME/WSEAS
International Conference Greece.
Uduman, N., Qi, Y., Danquah, K. 2010. Dewatering of microalgal cultures: A
major bottolneck to algae-based fuels., Journal of Renewable Energy 2,
012701: 1-15
Utomo, T.P. Hasanudin, U, dan Suroso, E. 2012. Agroindustri Karet Indonesia:
Petani Karet dan Kelembagaan, Proses Pengolahan dan Kinerjanya,
Selayang Pandang Karet Sintetis. PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.
Bandung. 228 hlm.
Utomo, T.P., Nawansih, O., dan Komalasari, A. 2015. Studi Kemampuan
Pertumbuhan Mikroalga Pada Media Limbah Cair Karet Remah dengan
Open Ponds System. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.
Universitas Lampung. Vol 20 No 2(2015): 109-120.
Vonshak A. 1997. Spirulina: Growth, Physiology and Biochemistry, Bristol, USA.
hlm. 46-47.
Widianingsih, R. Hartati, H. Endrawati, E. Yudiarti, Subagiyo. 2010. Kandungan
Fatty acid pada Mikroalga Laut. FPIK UniversitasDiponegoro, Semarang.
Winarti. 2003. Pertumbuhan Spirulina platensis Yang Dikultur Dengan Pupuk
Komersil (Urea, TSP, dan ZA) dan Kotoran Ayam. (Skripsi). Jurusan
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
68
Wulan, R.R. 2015. Kemampuan mikroalga yang dikultivasi pada limbah cair
industri karet remah dalam menghasilkan biomassa dan menurunkan
cemaran. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. 60 hlm.
Yarti, N., Muhaemin, M., dan Hudaidah, S. 2014. Pengaruh Salinitas dan
Nitrogen Terhadap Kandungan Protein Total Nannochloropsis sp. e-Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Universitas Lampung. Vol 2
No 2(2014): 273-278.
Zulfarina, Sayuti, I., dan Putri, H.T. 2013. Potential utilization of algae Chlorella
pyrenoidosa for rubber waste management. Prosiding Semirata FMIPA.
Universitas Riau. Riau. 511-520.