Post on 24-Dec-2015
description
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
JOURNAL READING
The Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and
Meloxicam in Patients with Benign Prostatic Hyperplasia Symptoms
and Impact on Nocturia and Sleep Quality
Sacit Nuri Gorgel, Ertugrul Sefik, Osman Kose, Vural Olgunelma, Evren Sahin
Izmir Katip Celebi University, Ataturk Training and Research Hospital, Izmir, Turkey
Disajikan oleh :
Alisza Novrita Sari (09711093)
Pembimbing :
dr. Muhammad Irfan Arief, Sp.U
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOEDONO MADIUN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2015
1
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
The Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and
Meloxicam in Patients with Benign Prostatic Hyperplasia Symptoms and
Impact on Nocturia and Sleep Quality
Sacit Nuri Gorgel, Ertugrul Sefik, Osman Kose, Vural Olgunelma, Evren Sahin
Izmir Katip Celebi University, Ataturk Training and Research Hospital, Izmir, Turkey
Tujuan : Kami bertujuan membandingkan efek dan kemungkinan penggunaan dari
terapi kombinasi dengan tamsulosin hidroklorida ditambah meloxicam dan tamsulosin
hidroklorida tunggal pada pasien dengan gejala Benign Prostat Hyperplasia (BPH) dan
dampak pada nokturia dan kualitas tidur.
Metodologi dan bahan : 400 orang pasien laki-laki dimasukan dalam penelitian ini
antara tahun 2008 hingga 2011. Pasien secara acak dibagi kedalam dua kelompok: satu
mendapat tamsulosin hidroklorida 0,4 mg (kelompok 1, 200 pasien) dan yang lainnya
tamsulosin hidroklorida 0,4 mg ditambah meloxicam 15 mg (kelompok 2, 200 pasien)
secara prospektif. Pasien dievaluasi untuk gejala BPH berdasarkan panduan klinis
American Urolorgical Association dan kualitas tidur berdasarkan Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI). Pasien dievaluasi kembali setelah tiga bulan pengobatan.
International Prostatic Symptom Score (IPSS), IPSS-quality of life (IPSS-QoL), tingkat
aliran urin maksimal (Qmax),average urinary flow rates (AFR), post void residual
urine volumes (PVR), Nokturia, dan Pittsburgh Sleep Quality Score (PSQS) direkam
saat awal dan setelah tiga bulan.
Hasil : Umur rerata adalah 63,3 + 6,6 dan 61,4 + 7,5 tahun pada kelompok 1 dan 2 (p=
0,245). Tidak ada perbedaan statistic yang signifikan antara kedua kelompok, termasuk
data awal prostate specific antigen (PSA), volume prostat, kreatinin, International
Prostatic Symptom Score (IPSS), IPSS-quality of life (IPSS-QoL), tingkat aliran urin
maksimal (Qmax),average urinary flow rates (AFR), post void residual urine volumes
(PVR), Nokturia, dan Pittsburgh Sleep Quality Score (PSQS) sama antara kedua grup.
Sebagai tambahan, total IPSS, IPSS-QoL, PVR, Nokturia, dan PSQS secara signifikan
lebih rendah pada kelompok 2 dibandingkan dengan kelompok 1 setelah pengobatan
2
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
(p<0,05). Qmax dan AFR secara signifikan lebih tinggi pada kelompok 2 dibandingkan
dengan kelompok 1setelah pengobatan (p< 0,05).
Kesimpulan : Cyclooxygenase (COX)-2 inhibitors dalam kombinasi dengan
penghambat alfa menurunkan gejala BPH dan meningkatkan kualitas tidur tanpa
menimbulkan efek samping serius.
Kata kunci : benign prostatic hyperplasia, tamsulosin, penghambat siklooksigenase,
kualitas tidur
PENDAHULUAN
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan salah satu penyakit tersering
diderita lelaki yang sudah tua. Pada penelitian pada laki-laki di Olsmted County,
Mineosta, 26% pada mereka yang berumur 40-49 tahun dengan gejala traktus urinarius
bagian bawah yang moderat dan berat, dan proporsi ini meningkat hingga 45% diantara
mereka yang berumur 70-79 tahun. Gejala traktus urinarius bagian bawah (LUTS) pada
lelaki yang lebih tua secara tradisional dikarenakan pembesaran prostat. Mekanisme
yang terlibat adalah salah satu dari berikut : histologi benign prostatic hyperplasia,
pembesaran prostat benigna, atau obstruksi prostat benigna.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, diasumsikan bahwa penghambat alfa 1
bekerja dengan menghambat pelepasan noradrenalin secara endogen pada sel otot polos
prostat. Kemudian mengurangi tonus prostat dan obstruksi kandung kemih. Kontraksi
prostat manusia terutama dimediasi dengan alpha-1A-adrenoseptor. Agen penghambat
alfa telah digunakan lebih dari satu dekade dalam pengobatan LUTS. Publikasi meta-
analisis sebelumnya menunjukkan bahwa 30% -40% dari pasien dengan LUTS
menunjukkan perbaikan gejala, dan terdapat 20% -30% peningkatan aliran maksimal
yang diamati setelah terapi penghambat alpha.
Baru-baru ini, beberapa uji klinis yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik dengan terapi medis yang membandingkan terapi kombinasi dan monoterapi
3
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
untuk pengobatan BPH; hasil yang diamati bahwa terapi kombinasi lebih disukai.
Dalam salah satu uji klinis, terapi kombinasi dengan finasteride dan rofecoxib, yang
merupakan penghambat selektif siklooksigenase (COX)-2, memberikan hasil yang lebih
baik jika dibandingkan dengan monoterapi finasteride.
Hubungan antara BPH dan peradangan telah dikenal selama beberapa tahun.
COX merupakan enzim kunci dalam peradangan yang mengubah asam arakidonat
menjadi prostaglandin dan eikosanoid lainnya. Ada dua isoform COX, yaitu,
cyclooxygenase-1 (COX-1) dan COX-2. Level tertinggi COX dalam tubuh manusia
telah terbukti ditemukan dalam prostat, dan jumlah tertinggi ekspresi COX-2 pada
prostat terjadi di sel-sel otot polos prostat. Jadi kami menggunakan penghambat COX-2
dalam terapi kombinasi dengan penghambat alpha untuk gejala BPH.
BPH dikenal terutama sebagai penyakit sel-sel otot polos prostat, dan
prostaglandin memiliki peran penting dalam fungsi dan pertumbuhan sel otot polos.
Pengetahuan bahwa kadar yang tinggi dari ekspresi COX-2 dalam sel otot polos prostat
pada kanker prostat dan BPH merupakan dasar untuk potensi penggunaan penghambat
selektif COX-2 dalam pengobatan BPH.
Selain itu, beberapa uji klinis menunjukkan peningkatan ekspresi COX-2 dan
produksi prostaglandin pada obstruksi saluran kandung kemih parsial, yang dapat
menyebabkan overaktivitas otot detrusor karena disfungsi kandung kemih.
Dalam studi ini, kami bertujuan untuk membandingkan efek dari terapi
kombinasi tamsulosin hidroklorida dan meloxicam dengan monoterapi tamsulosin
hidroklorida untuk gejala BPH dan dampaknya pada kualitas tidur dan nokturia.
BAHAN DAN METODE
Empat ratus pasien dilibatkan dalam penelitian antara tahun 2008 dan 2011.
Pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok: satu menerima tamsulosin
4
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
hidroklorida 0,4 mg (Grup 1, 200 pasien) dan kelompok lainnya menerima hidroklorida
tamsulosin 0.4 mg ditambah meloxicam 15 mg (Group 2, 200 pasien) secara prospektif.
Gejala BPH pasien dievaluasi berdasarkan panduan klinis American Urolorgical
Association dan kualitas tidur berdasarkan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).
Pasien dievaluasi kembali setelah tiga bulan pengobatan.
International Prostatic Symptom Score (IPSS), IPSS-quality of life (IPSS-QoL),
tingkat aliran urin maksimal (Qmax), average urinary flow rates (AFR), post void
residual urine volumes (PVR), nokturia, dan Pittsburgh Sleep Quality Score (PSQS)
direkam saat awal dan setelah tiga bulan. Penelitian ini melibatkan pria berusia 50-75
tahun, dengan gejala BPH (rentang skor IPSS 8-19), maksimum tingkat aliran urin
(Qmax) ≥ 5 dan ≤ 15 mL/s, total voided volume dari ≥ 150 mL, 2 atau lebih
episode nokturia, dan Pittsburgh Sleep Quality Score (PSQS)> 5.
Pasien dengan riwayat operasi prostat sebelumnya, kecurigaan berdasarkan
digital rectal examination (DRE), atau nilai PSA > 4 ng/ml dikeluarkan dari penelitian
ini. Kriteria ekslusi lainnya adalah striktur uretra, diverticulum buli, batu kandung
kemih, infeksi traktus urinarius rekuren, kateterisasi berulang, infeksi traktus urinarius
aktif, buli-buli neurogenic, volume residu urin > 200 mL, riwayat pengobatan
sebelumnya dengan penghambat alfa-5 reduktase, penghambat alfa, agen
phytoterapeutik, dan antiandrogen. 46 pasien dikeluarkan karena kehilangan follow up.
Penelitian ini merupakan uji acak dan prospektif. Statistik deskriptif digunakan
untuk karakteristik variable dalam populasi di masing-masing kelompok pengobatan
( nilai tengah + SD). Perubahan nilai tengah disesuaikan untuk data awal hadir dan diuji
menggunakan tes Wilcoxon. Pengobatan berpasangan dibandingkan. Semua test
statistic adalah uji dua sisi berpasangan dengan tingkat signifikansi 0,05 untuk efek
pengobatan. Komite etik telah mengizinkan untuk menggunakan terapi kombinasi
5
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
HASIL
Empat ratus pasien secara konsekutif dimasukkan ke dalam penelitian secara
acak untuk mendapatkan pengobatan. Terdapat 200 pasien dalam kelompok 1 dan 200
pasien dalam kelompok 2. Seluruh 400 pasien menyelesaikan periode tiga bulan
penelitian.
Rerata umur adalah 63,3 + dan 61,4 ± 7,5 tahun dalam kelompok 1 dan 2 (p =
0,245). Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara kedua kelompok. Juga,
kadar awal prostat spesifik antigen (PSA), volume prostat, kreatinin, International
Prostatic Symptom Score (IPSS), IPSS-quality of life (IPSS-QoL), tingkat aliran urin
maksimal (Qmax), average urinary flow rates (AFR), post void residual urine volumes
(PVR), nokturia, dan Pittsburgh Sleep Quality Score (PSQS) sama antara kedua grup
(Tabel 1).
Penurunan rerata total skor IPSS setelah pengobatan adalah 6,1 ± 4,6 dan 9,8 ±
5,5 poin di kelompok 1 dan 2 (p <0,05). Rata-rata penurunan skor IPSS-QoL adalah 1,3
± 1,1 poin dalam kelompok 1 dan 2,5 ± 1,2 poin pada kelompok 2 setelah pengobatan (p
<0,05). Tingkat aliran maksimum (Qmax) secara statistik lebih tinggi pada kelompok 2
setelah pengobatan (4.1 ± 2,5 vs 6,3 ± 2,8 mL / s) (p <0,05). Nilai tengah kenaikan rata-
rata urinary flow rate (AFR) adalah 2,2 ± 1,8 mL pada kelompok 1 dan 3,9 ± 3,2 mL
pada kelompok 2 setelah pengobatan (P <0,03). Rerata penurunan volume urin PVR
6
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
adalah 16,5 ± 25,8 ml dalam kelompok 1 dan 32,9 ± 38,2 mL pada kelompok 2 setelah
pengobatan (P <0,01). Rerata penurunan PSQS adalah 4,1 ± 2,8 mL pada kelompok 1
dan 7,9 ± 3,2 mL dalam kelompok 2 setelah pengobatan (p <0,02). Penurunan rata-rata
episode nokturia adalah 1,4 ± 1,1 ml dalam kelompok 1 dan 2,7 ± 1,2 mL pada
kelompok 2 setelah pengobatan (p <0,04) (Tabel-2).
Pengobatan secara keseluruhan ditoleransi dengan baik. Tidak ada efek samping
yang serius yang menyebabkan penghentian pengobatan selama pengamatan pada terapi
di kedua kelompok.
PEMBAHASAN
Keparahan gejala traktus urinarius bagian bawah adalah faktor risiko untuk
gangguan tidur yang berat pada pria. Sementara nokturia secara bermakna dikaitkan
dengan gangguan tidur, gejala traktus urinarius bagian bawah lainnya juga merupakan
prediktor independen gangguan tidur. Nokturia pada pasien dengan BPH adalah salah
satu gejala penyakit yang paling tidak nyaman. Ini sangat mempengaruhi kualitas hidup
dengan memburuknya kualitas tidur dan mengganggu kegiatan sepanjang hari. The
Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) adalah instrumen yang efektif digunakan untuk
mengukur kualitas dan pola tidur pada orang dewasa. Dalam penelitian kami, pasien
dievaluasi kualitas tidurnya berdasarkan PSQI.
7
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
Benign prostatic hyperplasia dan kanker prostat adalah penyakit kronis yang
membutuhkan waktu yang lama untuk pengembangan dari lesi kecil hingga
menimbulkan manifestasi klinis. Pada kedua penyakit prostat tersebut, terdapat
ketidakseimbangan antara pertumbuhan sel prostat dan apoptosis. Ketidakseimbangan
ini sangat kompleks dan dipengaruhi oleh lingkungan mikro sekitar prostat seperti
faktor pertumbuhan, sitokin, dan hormon steroid. Faktor-faktor ini menstimulasi
proliferasi dan meminimalkan apoptosis sel. Peran peradangan pada penyakit prostat
diduga karena adanya sel-sel inflamasi dalam prostat pada kedua penyakit prostat .
Silverio et al. menunjukkan hubungan antara kehadiran infiltrat inflamasi yang
lebih tinggi pada volume prostat yang lebih besar dan lebih rentan mengalami progresi,
risiko retensi urin akut dan risiko untuk operasi.
Beberapa uji klinis menunjukkan hasil yang lebih baik dengan terapi kombinasi
pada gejala BPH. Salah satunya adalah penelitian MTOPS (Medical Therapy Of
Prostatic Symptoms) yang membandingkan efek jangka panjang dari terapi kombinasi
dengan doxazosin ditambah finasteride dengan obat lain yang tunggal. Hasil MTOPS
menunjukkan terapi kombinasi lebih unggul untuk monoterapi, yang secara signifikan
mengurangi risiko progresi dan kebutuhan untuk operasi dalam jangka panjang.
Hal ini juga diketahui bahwa peradangan dan BPH terjadi bersamaan
berdasarkan spesimen prostatektomi. COX merupakan enzim kunci dalam peradangan
dan ditemukan dalam 2 isoform, COX-1 dan COX-2, yang terakhir terutama diaktifkan
selama peradangan di kandung kemih. Peradangan kronis secara terus menerus
menghasilkan cyclooxygenase-2 (COX-2). Meloxicam adalah obat anti-inflamasi non
steroid dengan penghambatan selektif terhadap siklooksigenase-2 (COX-2). Meskipun
ada ketertarikan dalam kemoprevensi kanker prostat dengan COX-2, telah menunjukkan
bahwa ekspresi COX-2 juga meningkat pada BPH dan sel otot polos prostat. Ekspresi
bersamaan protein COX-1 dan COX-2 pada penyakit prostat manusia yang jinak dan
ganas, induksi, dan ekspresi COX-2 yang secara signifikan lebih besar pada kanker juga
terkait dengan derajat tumor. Penggunaan teratur obat anti-inflamasi nonsteroidal terkait
dengan penurunan insidensi kanker. Hasil penelitian terkini memberikan dasar bagi
peran potensial penghambat COX-2 dalam pencegahan dan pengobatan kanker prostat.
Meskipun terdapat hubungan yang kuat antara peradangan, COX-2, dan BPH, uji klinis
8
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
yang mengevaluasi dampak dari penghambat COX-2 pada LUTS dan BPH masih
langka.
Penelitian telah menunjukkan bahwa penurunan dari data dasar IPSS sebesar ≥
30% dan peningkatan Qmax > 3 mL/s setelah pengobatan yang dianggap signifikan
secara klinis. Kirby et al. menunjukkan dalam analisis terpadu mereka dari dua
penelitian pada pasien yang menerima doxazosin-GITS, 71,2% memiliki pengurangan
dari data dasar IPSS ≥ 30% pada saat kunjungan akhir, 71,1% pada pasien di kelompok
doxazosin-S dan 53,3% pasien pada kelompok plasebo. Mengingat hasil pengobatan
yang lebih baik di kelompok 2 dibandingkan dengan 8 mg doxazosin, hasil penelitan
kami mungkin menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi doxazosin dengan
tenoxicam mungkin akan lebih efektif.
Dalam penelitian kami, terapi kombinasi dengan meloxicam, penghambat
selektif COX-2, ditambah tamsulosin hidroklorida menghasilkan perbaikan yang lebih
baik terhadap gejala BPH. nokturia dan kualitas tidur dibandingkan dengan tamsulosin
hidroklorida saja.
Kami mengakui keterbatasan penelitian ini. Tidak adanya kelompok yang hanya
mendapat meloxicam atau plasebo mungkin dapat merubah hasil penelitian kami, dan
oleh karena itu, efek menguntungkan dari terapi kombinasi yang diamati pada penelitian
kami harus diinterpretasikan dengan hati-hati. Keterbatasan penelitian kami yakni BPH
adalah penyakit kronis dan uji coba ini hanya melibatkan tiga bulan sebagai periode
tindak lanjut. Tidak ada periode tindak lanjut jangka panjang.
KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan, kami memperkirakan terapi kombinasi dengan penghambat
alpha dan penghambat COX-2 merupakan pilihan terapi yang aman dan efektif pada
gejala hiperplasia dan berdampak pada kualitas tidur dan nokturia. Secara khusus,
terutama karena kualitas tidur yang tidak respon terhadap terapi penghambat alpha
mungkin ditawarkan terapi kombinasi.
9
ibju | Effect of Combined Therapy with Tamsulosin Hydrochloride and Meloxicam
10