Post on 07-Aug-2015
HEADACHE, PREVENTION TO REHABILITATION
Headache is the most common patients chief complaint brought to their
physician. Headache is neurobiological symptom that can affect any of age. it
always has organic factor, but in some case, psycologic factors also involved.
According to ”International Classification of Headache Disorders, 2nd
edition”, headache mainly clasified into primary headache and secondary
headache. Migraine and tension type of headache are the most common type
of headache. Goals therapy are improving quality of live with reducing
frequency, intencity, and duration of headache.Avoiding trigger factors and
medication can prevent recurrent headache. Headache attack treats with
abortive therapy using drugs of choice of headache type. Physical exercises,
biofeedback therapy, spinal manipulation, Stress Management and Massage
are some kind of alternative rehabilitation therapy in treating headache. .
Physical medicine and rehabilitation have a major role in reducing
frequency, intencity and duration of headache. It’s also reduce the use of drugs
used for treating headache
Key words : Headache- therapy
NYERI KEPALA, PREFENTIF HINGGA REHABILITASI
Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dikeluhkan
kepada dokter Nyeri kepala merupakan gejala neurobiologi yang bisa
menyerang semua umur. Setiap nyeri kepala mempunyai dasar organik,
walaupun pada sebagian terdapat juga faktor etiologik yang bersifat
psikogenik.
Menurut ”International Classification of Headache Disorders, 2nd
edition”, secara garis besar, nyeri kepala dibagi menjadi primer dan sekunder.
Migrain dan nyeri kepala tipe tegang merupakan jenis yang paling sering
dijumpai. Tujuan utama dari pengobatan nyeri kepala adalah meningkatkan
kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi, intensitas serta durasi serangan
sakit kepala. Pencegahan serangan sakit kepala bisa dilakukan dengan
menghindari faktor-faktor pencetus dan konsumsi obat-obatan. Serangan sakit
kepala diterapi dengan terapi abortif yaitu terapi dengan menggunakan obat-
obatan yang sesuai untuk jenis sakit kepala tersebut. Latihan fisik, terapi
biofeedback, manipulasi spinal, manajemen stres, teknik relaksasi dan
pemijatan merupakan beberapa alternatif terapi rehabilitasi untuk sakit kepala.
Rehabilitasi medik mempunyai peran penting dalam mengurangi
frekuensi, intensitas serta durasi serangan sakit kepala. Sealin itu terapi
rehabilitasi juga akan membantu mengurangi penggunaan obat pereda nyeri
kepala.
Kata kunci : nyeri kepala- terapi
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dikeluhkan
kepada dokter. Oleh karena itu, seorang dokter harus memahami secara
keseluruhan tentang nyeri kepala ini. Setiap nyeri kepala mempunyai dasar
organik, walaupun pada sebagian terdapat juga faktor etiologik yang bersifat
psikogenik.
Nyeri kepala merupakan suatu keadaan dengan berbagai macam tingkat
keparahan, angka kejadian, serta lama serangan sehingga sangat sulit untuk
menentukan angka kejadiannya secara tepat. Walaupun demikian, umur 20-50
tahun merupakan usia paling sering terkena nyeri kepala.
Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan
melibatkan sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society
mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache Disorders,
2nd edition” untuk nyeri kepala. Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri
kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri
kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu migraine, nyeri
kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan nyeri kepala primer
lainnya. Sedangkan nyeri kepala yang bersifat sekunder seperti nyeri kepala
pascatrauma, nyeri kepala karena penyakit sistemik (anemia, hipertensi,
hipotensi), nyeri kepala organik sebagai bagian pendesakan ruang otak (tumor
otak, infeksi, atau perdarahan selaput otak), penyakit hidung dan penyakit mata.
Mengetahui tentang klasifikasi ini akan memudahkan dalam diagnosis dan
penatalaksanaan nyyeri kepala tersebut.
Selain dari gejala klinis yang timbul, diagnosis atau etiologi dari nyeri
kepala ini dapat digunakan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah,
neuroimaging, lumbal pungsi, elektroensepalografi (EEG), termografi dan
transcranial doppler.
Tidak semua nyeri kepala membutuhkan penanganan medis. Namun, ada
juga nyeri kepala yang menunjukkan tanda bahwa sesuatu yang serius terjadi dan
membutuhkan penilaian medis secara tepat dan cepat. Terapi pada nyeri kepala
meliputi terapi farmakologi maupun non-farmakologi. Yang secara langsung akan
berefek pada perbaikan nyeri kepala. Peran rehabilitasi dalam penanganan nyeri
kepala ini juga tidak kalah penting yaitu dengan latihan biofeedback dan terapi
relaksasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA NYERI KEPALA
A. EPIDEMIOLOGI
Nyeri kepala merupakan suatu gejala gangguan neurobiologi. Umur
20-50 tahun merupakan usia paling sering terkena nyeri kepala, walaupun
demikian anak dan remaja bisa mengalaminya juga. Nyeri kepala merupakan
suatu keadaan dengan berbagai macam tingkat keparahan, angka kejadian,
serta lama serangan sehingga sangat sulit untuk menentukan angka
kejadiannya secara tepat.
Meskipun demikian, migrain serta nyeri kepala tipe tegang mempunyai
angka kejadian paling besar dan sangat potensial dalam mempengaruhi
kondisi kesehatan masyarakat.
Migrain merupakan kasus nyeri kepala yang paling sering diteliti.
Onset migrain mulai dari anak-anak, namun paling sering terjadi pada umur
20-30 tahun dan relatif berkurang setelah umur 40 tahun. Migrain tampaknya
bukan merupakan suatu penyakit yang serius bagi anak-anak, sebagai contoh
di Mesir ditemukan sekitar 16% anak usia sekolah mengalami nyeri kepala.
Secara keseluruhan, migrain mempunyai angka kejadian yang
bervariasi. Sebagai contoh, penelitian selama satu tahun di Eropa dan
Amerika, angka kejadian migrain pada remaja adalah sekitar 10-15%, di
Afrika 2,9-7,2%, sedang di Jepang dilaporkan angka kejadian sekitar 8,4%.
Dari semua data diatas, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan
perbandingan 2-3:1.
Frekuensi serangan migrain sangat bervariasi, mulai 1 kali per tahun
hingga satu kali per minggu. Rata-rata serangan migrain pertahun adalah 21
kali.
Nyeri kepala tipe tegang merupakan gngguan nyeri kepala paling
sering didunia. Onset dimulai ketika usia remaja dan angka kejadian tertinggi
terjadi pada dekade keempat kemudian menurun. Secara keseluruhan
didapatkan sekitar 60% angka kejadian nyeri kepala tipe tegang tiap tahunnya.
Nyeri kepala tipe tegang lebih sering terjadi pada wanita dibanding dengan
pria dengan perbandingan 1,5:1.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai jenis nyeri kepala, yang
dilakukan oleh sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache
Society mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache
Disorders, 2nd Edition” untuk nyeri kepala. Klasifikasi ini secara garis besar
membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu
migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan nyeri
kepala primer lainnya. Sedangkan nyeri kepala sekunder merupakan nyeri
kepala yang diakibatkan oleh penyakit lain.
Tabel 1. New International Headache Society classification of headache *
1. Migraine
Migraine without aura
Migraine with aura
Opthalmoplegic migraine
Retinal migraine
Chil periodic syndromes that may be precursors to or associated with
migraine
Complications of migraine
Migrainous disorder not fulfilling above criteria
2. Tension-type headache
Episodic tension` -type headache
Chronic tension-type headache
Headache of the tension-type not fulfilling above criteria
3. Cluster headache and chronic paroxysmal hemicrania
Cluster headache
Chronic paroxysmal hemicrania
Cluster headache-like disorder not fulfilling above criteria
4. Miscellaneous headaches unassociated with structural lesion
Idiopathic stabbing headache
External compression headache
Cold stimulus headache
Benign cough headache
Benign exertional headache
Headache associated with sexual activity
5. Headache associated with head trauma
Acute post-traumatic headache
Chronic post-traumatic headache
6. Headache associated with vascular disorders
Acute ischemic cerebrovascular disorder
Intracranial hematoma
Subarachnoid hemorrhage
Unruptured vascular malformation
Arteritis
Carotid or vertebral artery pain
Venous thrombosis
Arterial hypertension
Headache associated with other vascular disorder
7. Headache associated with non vascular intracranial disorder
Highcerebrospinalfluidpressure
Low cerebrospinal fluid pressure
Intracranial infection
Intracranial sarcoidosis and other noninfectious inflammatory diseases
Headache related to intrathecal injections
Intracranial neoplasm
Headache associated with other intracranial disorder
8. Headache associated with substances or their withdrawal
Headache induced by acute sub stance use or exposure
Headache induced by chronic substance use or exposure
Headache from substance with drawal (acute use)
Headache from substance with drawal (chronic use)
Headache associated with sub stances but with uncertain mechanism
9. Headache associated with noncephalic infection
Viral infection
Bacterial infection
Headache related to other infection
10. Headache associated with metabolic disorder
Hypoxia
Hypercapnia
Mixed hypoxia and hypercapnia
Hypoglycemia
Dialysis
Headache related to other metabolic abnormality
11. Headache or facial pain associated with disorder of cranium, neck, eyes,
ears, nose, sinuses, teeth, mouth, or other facial or cranial structures
Cranial bone
Neck
Eyes
Ears
Nose and sinuses
Teeth, jaws, and related struc tures
Temporomandibular joint disease
12. Cranial neuralgias, nerve trunk pain, and deafferentation pain
Persistent (in Contrast to tic-like) pain of cranial nerve origin
Trigeminal neuralgia
Glossopharyngeal neuralgia
Nervus intermedius neuralgia
Superior laryngeal neuralgia
Occipital neuralgia
Central causes of head and facial pain other than tic douloureux
Facial pain not fulfilling criteria in groups 1 or 12
13. Headache not classifiable
*
C. PATOFISIOLOGI
1. Nyeri kepala tipe tegang (tension-type headache)
Penyebab dari nyeri kepala tipe tegang sangatlah komplek dan
multifaktorial dengan faktor dari pusat maupun perifer. Dahulu berbagai
mekanisme termasuk vaskular, otot (kontraksi berlebih dari otot scapula)
dan psikogenik mulai diutarakan. Saat ini penyebab dari tipe nyeri kepala
ini dipercaya dari abnormalitas sensitivitas neural dan stimulus nyeri,
bukan karena kelainan kontraksi otot
Nyeri kepala tipe tegang dihubungkan dengan supresi exteroseptif
(ES2), abnormal platelet serotonin, dan penurunan beta endorphin cairan
cerebrospinal.
2. Migrain.
a. Teori Vaskular.
Vasokonstriksi intrakranial bertanggung jawab pada aura migrain
menyebabkan rebound vasodilatasi dan aktifasi saraf nosiseptik
perivascular.
b. Teori Neurovaskular.
Adanya hipereksitabilitas saraf pada korteks cerebral terutama
daerah occipital.
c. Depresi penyebaran kortikal.
Disebabkan eksitasi gelombang neuronal pada area korteks
graymatter.
d. Aktifasi batang otak.
Adanya aktifitas pada pons kontralateral.
e. Cutaneus alodinia.
Jalur nyeri sekunder dari trigeminothalamic menjadi tersensitasi
saat serangan migrain.
f. Jalur Dopamin.
Stimulasi dopamin dapat meningkatkan gejala prodormal migrain.
g. Defisiensi Magnesium.
Dimulai dari agregasi trombosit dan pelepasan glutamat berakhir
dengan pelepasan 5-hydroxytryptamine yang merupakan
vasokonstriktor.
3. Cluster Headache.
a. Hemodinamik.
Adanya dilatasi vaskular.
b. Nervus trigeminal.
Disebabkan substansi P yg membawa impuls sensorik dan motorik
pada nervus maxillaris dan optalmikus.
c. Saraf autonom.
Dapat simpatis (sindrom Horner, Keringat dahi) dan Parasimpatis
(Lakrimasi, Rhinorea, Kongesti nasal).
d. Siklus sikardian.
Sering terjadi pada jam yang sama setiap hari kemungkinan diduga
diatur oleh hypothalamus.
e. Serotonin.
f. Histamin.
g. Sel Mast.
D. GEJALA KLINIS
Tidak semua nyeri kepala membutuhkan penanganan medis. Nyeri
kepala yang disebabkan karena ketegangan otot dapat dirawat di rumah.
Sedangkan nyeri kepala lainnya menunjukkan tanda bahwa sesuatu yang
serius tejadi dan membutuhkan penilaian medis secara tepat dan cepat. Bila
Anda mengalami gejala-gejala nyeri kepala seperti di bawah ini, maka Anda
disarankan untuk mencari pertolongan medis segera :
Parah, nyeri kepala mendadak yang terjadi sangat cepat dan tidak dapat
dijelaskan.
Nyeri kepala yang dihubungkan dengan hilangnya kesadaran,
kebingungan, perubahan-perubahan dalam penglihatan atau hal-hal lain
yang berhubungan dengan kelemahan tubuh.
Nyeri kepala berulang yang mempengaruhi salah satu daerah tertentu
seperti mata, telinga, pelipis dan kepala bagian belakang.
Nyeri kepala berulang dengan frekuensi dan periode yang lebih sering.
Nyeri kepala yang yang disertai dengan kaku otot dan demam.
Nyeri kepala yang membangunkan Anda dari tidur.
Nyeri kepala karena jejas pada kepala.
Perubahan-perubahan alami atau kekerapan nyeri kepala yang tidak dapat
dijelaskan.
Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan
melibatkan sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache
Society mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache
Disorders, 2nd edition” untuk nyeri kepala. Klasifikasi ini secara garis besar
membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu
migraine, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan
nyeri kepala primer lainnya (Mubarak, 2009). Sedangkan nyeri kepala yang
bersifat sekunder seperti nyeri kepala pascatrauma, nyeri kepala karena
penyakit sistemik (anemia, hipertensi, hipotensi), nyeri kepala organik sebagai
bagian pendesakan ruang otak (tumor otak, infeksi, atau perdarahan selaput
otak), penyakit hidung dan penyakit mata (Qimindra, 2009)
1. Nyeri kepala primer
a. Migrain.
Istilah migrain berasal dari kata Yunani yang berarti “nyeri kepala
sesisi”. Memang pada 2/3 penderita migraine, nyerinya dirasakan secara
unilateral, tetapi pada 1/3 lainnya dinyatakan pada kedua belah sisi
secara bergantian dan tidak teratur. Rasa nyeri ini disebabkan oleh
adanya dilatasi pembuluh darah besar intracranial dan dibebaskannya
substansi neurokinin ketika vasodilatasi terjadi. Penyebab vasodilatasi
ini belum diketahui (Mubarak, 2009).
Terdapat dua sindrom klinis migrain, yaitu migrain dengan aura
dan migrain tanpa aura. 4,6. Selama beberapa tahun, migrain dengan
aura dikatakan sebagai migraine klasik dan sindrom yang kedua
dikatakan sebagai migrain umum. Migrain disertai aura diawali dengan
adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri
kepala hemikranial (unilateral), mual, dan kadang muntah, kejadian ini
terjadi berurutan selama beberapa jam kadangpula terjadi dalam sehari
penuh bahkan lebih. Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala
hemikranial disertai atau tanpa mual muntah yang terjadi secara tiba-
tiba tanpa gangguan fungsi saraf sebagai pertanda dan gejala ini terjadi
dalam beberapa menit atau jam. Aspek hemikranial dan sensasi
berdenyut merupakan karakteristik paling khas yang membedakan
migrain dengan jenis nyeri kepala lainnya(Mubarak,2009).
Gejala-Gejala Migrain
Migrain merupakan suatu penyakit kronis, bukan sekedar nyeri
kepala. Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua
penderita migrain mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut
adalah : fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal (Pakasi, 2005).
1) Fase Prodromal
Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar / tidak jelas, yang
dapat mendahului serangan migrain. Fase ini dapat berlangsung
selama beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan.
Gejalanya antara lain:
a) Psikologis : depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa
gembira yang berlebihan), banyak bicara (talkativeness),
sensitif / iritabel, gelisah, rasa mengantuk atau malas.
b) Neurologis : sensitif terhadap cahaya dan/atau
bunyi (fotofobia & fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap
berlebihan, sensitif terhadap bau (hiperosmia).
c) Umum : kaku leher, mual, diare atau konstipasi,
mengidam atau nafsu makan meningkat, merasa dingin, haus,
merasa lamban, sering buang air kecil (Pakasi, 2005).
2) Aura
Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migrain.
Secara visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif.
Penderita migrain dapat mengalami kedua jenis aura secara
bersamaan. Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti
suatu bentuk berpendar yang menutupi tepi lapangan pengelihatan.
Fenomena ini disebut juga sebagai scintillating scotoma (scotoma =
defek lapang pandang). Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya
menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk
seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang (Pakasi, 2005).
Aura negatif tampak seperti lubang gelap/hitam atau bintik-bintik
hitam yang menutupi lapangan pengelihatannya. Dapat pula
berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang pandang daerah
kedua sisi menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang
terfokus hanya pada bagian tengah (seolah-seolah Melihat melalui
lorong) (Pakasi,2005).
Gambar 01. Contoh aura positif berupa
bentuk berpendar pada salah satu bagian lapang pandang (=
scintillating scotoma)
Gambar 02. Contoh aura negatif
berupa bayangan gelap yang menutupi kedua sisi lapang pandang
(dilihat dari 1 mata), fenomena ini disebut juga "tunnel vision"
Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan
timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya: gangguan bicara;
kesemutan; rasa baal; rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah;
gangguan persepsi pengelihatan seperti distorsi terhadap ruang; dan
kebingungan (confusion) (Pakasi, 2005).
Menurut National Headache Foundation, sekitar 20 persen
penderita migrain mengalami aura. Pada migrain dengan aura atau
disebut juga dengan migrain klasik biasanya didahului prodromal
gejala neurologis dan sering kali bersifat visual, seperti pandangan
menjadi kabur dan tampak semacam garis-garis zig-zag ataupun
gelombang seperti situasi di saat kita berada di tengah jalan dalam
cuaca panas yang terik (Tietjen, 2007).
3) Fase Serangan
Tanpa pengobatan, serangan migrain umumnya berlangsung
antara 4-72 jam. Migrain yang disertai aura disebut sebagai migrain
klasik. Sedangkan migrain tanpa disertai aura merupakan migrain
umum (common migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:
a) Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-
denyut atau ditusuk-tusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar
sampai terasa di seluruh bagian kepala.
b) Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan
aktivitas.
c) Mual, kadang disertai muntah.
d) Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi.
e) Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau
semutan.
f) Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi
(fotofobia dan fonofobia)
g) Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa
dingin
h) Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migrain
klasik), yang berkembang secara bertahap selama lebih dari 4
menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada
saat yang bersamaan (Pakasi, 2005).
4) Fase Postdromal
Setelah serangan migrain, umumnya terjadi masa postdromal,
dimana pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan
seperti berkabut (Pakasi, 2005).
b. Nyeri kepala tipe tegang
Nyeri kepala tipe tegang (NKTT) merupakan istilah yang
digunakan untuk mendeskripsikan nyeri kepala tanpa sebab yang jelas
dan kurang memiliki gambaran khas dibanding migrain dan nyeri kepala
cluster. Mekanisme patofisiologi yang mendasarinya tidak diketahui
secara pasti dan ketegangan sepertinya bukan penyebab utama.
Kontraksi dari otot leher dan kulit kepala yang selama ini telah
dikatakan sebagai penyebab, kemungkinan hanya merupakan fenomena
sekunder (Pakasi, 2005).
Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan kronik yang bermulai
setelah umur 20 tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri
kepala bilateral pada bagian occipital tanpa sensasi denyutan dan tidak
disertai rasa mual, muntah, atau gangguan penglihatan. Nyeri biasa
dideskripsikan seperti ada pita yang mengikat kepala dengan ketat.
Wanita lebih sering terkena dibanding pria (Pakasi, 2005).
Walaupun NKTT dan migrain dianggap suatu gangguan yang
berbeda, tidak jarang ditemukan pasien yang mengalami nyeri kepala
dengan gejala keduanya. Pasien yang diklasifikasikan NKTT seperti ini
mengalami nyeri kepala berdenyut, nyeri kepala unilateral, atau
mengalami muntah pada saat serangan. Konsekuensinya, mungkin lebih
tepat menganggap NKTT dan migrain merupakan perwakilan dari suatu
kutub berlawanan dari satu spektrum klinis (Pakasi, 2005).
Rasa nyeri yang timbul karena ketegangan ini biasanya menetap
dan tumpul yang dirasakan pada dahi, daerah pelipis dan di belakang
leher. Orang-orang selalu menggambarkan nyeri kepala karena tegang
ini seperti terikat perban sangat ketat yang melilit di kepala mereka.
Meskipun nyeri kepala karena tegang ini dapat berlangsung lama,
biasanya nyeri ini akan menghilang setelah masa stres berlalu. Nyeri
kepala karena tegang ini biasanya tidak dihubungkan dengan gejala-
gejala lain dan tidak ada sindrom pra nyeri kepala seperti yang terlihat
pada nyeri kepala karena migrain. Nyeri kepala karena tegang ini
diperkirakan 90% dari seluruh nyeri kepala (Prodjodisastro, 2005).
Tidak seperti serangan nyeri kepala pada umumnya, yang
menimbulkan rasa denyut di kepala. Pada saat nyeri kepala jenis ini
menyerang, kepala seperti terasa diikat di sekeliling kepala. Kadangkala
rasa diikat tersebut bercampur dengan rasa tertekan dan berat. Kalau
serangannya kronis, serangan bisa berlangsung minimal 15 hari, bahkan
6 bulan (Prodjodisastro, 2005).
Serangan nyeri kepala tipe tegang lebih sering dialami orang
dewasa dan jarang sekali terjadi pada anak-anak. Karena dari kebanyak
kasus nyeri kepala yang satu ini kebenyakan penyebabnya adalah
problema kehidupan seperti masalah rumah tangga pekerjaan. Akibat
serangan ini, penderitanya akan mengalami gangguan konsentrasi,
kurang tidur mudah lelah dan berat badan menurun (Prodjodisastro,
2005).
c. Nyeri kepala cluster
Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih
sering terjadi pada pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada
umumnya terjadi pada usia yang lebih tua dibanding dengan migrain.
Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial pada daerah yang lebih kecil
dibanding migrain, sering kali pada daerah orbital, sehingga dikatakan
sebagai cluster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat,
nyeri tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam.
Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien
mengalami serangan dengan durasi 30 hingga 60 menit (Mubarak,2009).
Tidak seperti migrain, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan
biasanya terjadi pada region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri
kepala ini umumnya terjadi pada malam hari, membangunkan pasien
dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam satu
hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning
sensastion) pada aspek lateral dari hidung atau sebagai sensasi tekanan
pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral, kongesti nasal,
ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien
dengan gejala gastrointestinal (Mubarak,2009).
2. Nyeri kepala sekunder
Yang termasuk nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala
pascatrauma, nyeri kepala karena penyakit sistemik (anemia, hipertensi,
hipotensi), nyeri kepala organik sebagai bagian pendesakan ruang otak
(tumor otak, infeksi, atau perdarahan selaput otak), penyakit hidung dan
penyakit mata (Qimindra, 2009).
Nyeri kepala paska trauma termasuk dalam golongan nyeri kepala
sekunder. Karena disebabkan oleh adanya kelainan di kepala. Salah satu
nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala pascatrauma. Nyeri kepala jenis
ini biasanya dialami orang atau anak yang pernah menderita cedera kepala,
atau pernah menjalani operasi. Keluhan yang sering dialami penderitanya
bisa berat, bisa pula ringan (Mubarak,2009).
Bila nyeri kepala belangsung akut, rasa nyeri bisa terjadi dalam 2
minggu dan bisa sembuh dalam 8 minggu. Keluhan yang sering dialami
antara lain: pusing, sulit konsentrasi, mudah lelah. Nyeri kepala sekunder
lain adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh penyakit infeksi. Penyakit
infeksi yang sering memicu nyeri kepala pada anak antara lain; sinusitis,
kelainan mata, nyeri gigi, radang tenggorokan, telinga, leher. Dekatnya
jarak organ tersebut dengan otak memungkinkan bibit penyakit masuk ke
otak dan menimbulkan infeksi yang berlanjut dengan timbulnya rasa nyeri
(Mubarak,2009).
Simpul saraf pada organ di kepala yang dekat dengan sistem saraf
pusat alias otak, memungkinkan rasa nyeri pada organ di kepala menjalar
dengan cepat ke otak. Ini akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri
tersebut bisa parah, bisa pula ringan tergantung infeksi penyakit yang ada.
Rasa nyeri bisa berupa rasa tidak enak, hingga rasa seperti kesetrum.
Lamanya serangan nyeri kepala bisa berlangsung dalam detik hingga jam
(Qimindra, 2009).
E. PENERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium darah.
Pemeriksaan darah berguna dalam menegakkan diagnosis penyakit, seperti
adanya proses infeksi ataupun inflamasi yang ditunjukkan dengan meningkatnya
jumlah sel darah putih, ESR (erythrocyte sediment rate) atau CRP (C-reactive
protein). Dengan adanya hasil pemeriksaan darah kita juga dapat mengetahui
adanya gangguan elektrolit, serta kondisi dari berbagai macam fungsi organ
seperti hati, ginjal maupun sistem endokrin.
Nyeri kepala sekunder juga seringkali disebabkan oleh gangguan pada
system endokrin yakni adanya endocrinopati (tumor pituitary, penyakit tiroid) .
Contoh kasus yang memerlukan pemeriksaan laboratorium darah:
a. Trauma kepala dan nyeri kepala yang berhubungan dengan perdarahan
intracranial. Adanya koagulopati dapat menyebabkan trombositopenia, waktu
paruh protrombin serta aktivasi parsial tromboplastin yang memanjang.
b. Abses intrakranial, dapat menunjukkan adanya leukositosis, peningkatan
kadar protein serta kadar glukosa yang rendah, dengan peningkatan tekanan
pada LP.
c. Benign intracranial hypertension, adanya peningkatan tekanan pada LP tanpa
disertai leukositosis maupun perubahan konsentrasi dari glukosa dan protein.
d. Iritasi meningeal:
1) Meningitis: Dengan LP menunjukkan adanya peningkatan tekanan,
leukositosis, kadar glukosa rendah, serta kadar protein yang tinggi
(meningitis, ensepalitis) serta adanya bakteri pada pewarnaan Gram.
2) Perdarahan Subarrachnoid, adanya perdarahan pada CSF/LCS ,
peningkatan tekanan pada LP. Pemeriksaan dengan LP merupakan
pemeriksaan yang paling sensitif pada perdarahan subarachnoid
e. Epilepsi, mengetahui kadar obat antikonvulsan pada pasien nyeri kepala
dengan riwayat epilepsi.
2. Neuroimaging
Pemeriksaan neuroimaging meliputi Computed tomography (CT) dan
magneting resonance imaging/angiography (MRI/MRA) yang ditujukan untuk
mendeteksi kelainan struktural yang menyebabkan gejala simtomatis nyeri
kepala.
CT scan mampu mendeteksi adanya perdarahan, edema serta adanya tumor.
Dengan menggunakan injeksi kontras pada intravena, arteri pada otak akan
Nampak. Sedangkan dengan MRI kita dapat melihat lebih jelas anatomi dari otak,
meninges dimana pemeriksaan dengan menggunakan MRI lebih sensitif untuk
gangguan yang spesifik seperti pada daerah fossa posterior dan cervical/medular.
Pemeriksaan neuroimaging tidak dibenarkan pada nyeri kepala berulang ( seperti
migrain) yang tidak ditemukan adanya gangguan neurologi, riwayat kejang, atau
adanya riwayat pada perubahan nyeri kepala. Pemeriksaan neuroimaging dapat
dilakukan pada nyeri kepala yang atypical.
a. Nyeri kepala yang berhubungan dengan sinus
Diagnosis nyeri kepala yang berkaitan dengan sinusitis didukung dengan
adanya riwayat infeksi pada system respirasi bagian atas yang persisten
setidaknya selama 10 hari. CT scan tidak digunakan untuk menegakkan
diagnosis dari sinusitis, tapi dibutuhkan pada pasien yang telah mendapat
antibiotik tetapi keluhannya tidak juga berkurang maupun pada pasien yang
dipertimbangkan untuk operasi setelah gagal dalam pemberian antibiotik.
b. Trauma kepala
c. Massa intracranial
d. Benign intracranial hypertension (pseudotumor cerebri)
CT scan menunjukkan gambaran normal atau ditemukannya gambaran
slit-like ventricles, CT scan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
pada pasien dengan tekanan intracranial yang meningkat, seperti adanya
tumor.
e. Iritasi meningeal
Hasil yang positif kurang lebih 90% pada pasien dengan perdarahan
subarachnoid, oleh karena itu diperlukan juga LP pada pasien yang tidak
menunjukkan gangguan pada CT scan. Perlu diketahui bahwa CT scan
merupakan alat yang baik untuk menunjukkan adanya perdarahan intracranial
karena malignant HTN maupun lesi vaskular.
f. Epilepsi
Jika ditemukan adanya perubahan pada pemeriksaan neurologi, maka
neuroimaging dapat dilakukan. Jika pada awalnya pasien kejang dan disertai
dengan nyeri kepala diperbolehkan untuk melakukan pemeriksaan
neuroimaging meskipun pemeriksaan neurologinya normal, hal ini
dimasudkan untuk menhilangkan kemungkinan adanya tumor intracranial.
3. Lumbal pungsi
Indikasi lumbal pungsi :
a. Meningitis bakterial atau viral
b. Perdarahan subarachnoid
c. Carcinomatous meningitis
d. Pseudotumor cerebri
e. Enchepalitis
f. Penyakit sistemik yang mempengaruhi system saraf pusat seperti
sarcoidosis, SLE, vasculitis
4. Elektroensepalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG yang dilakukan dengan merekam gelombang otak
pada dasarnya jarang dibutuhkan pada pemeriksaan pasien yang mengalami nyeri
kepala. EEG mungkin berguna pada pasien dengan riwayat kejang, trauma kepala
yang disertai gejala penurunan kesadaran.
5. Termografi
Pemeriksaan dengan menggunakan thermography kurang berguna dalam
menegakkan diagnosis maupun pengelolaan pasien dengan gejala nyeri kepala.
6. Transcranial doppler
Trancranial Doppler dianggap tidak memberikan nilai yang cukup berarti
pada pasien dengan gejala nyeri kepala.
F. TERAPI PREVENTIF
Terapi preventif merupakan pencegahan agar frekuensi, lama dan
intensitas serangan nyeri kepala dapat berkurang atau bahkan dihilangkan.
Terapi preventif biasanya disarankan untuk (Wenzel, 2009):
1. Pasien yang mengalami nyeri kepala 4 kali atau lebih
dalam 1 bulan.
2. Pasien yang tidak sembuh dengan terapi abortive
3. Pasien dengan serangan nyeri kepala yang sangat
mengganggu.
Tatalaksana migrain berfokus pada pencegahan faktor pemicu,
mengontrol gejala dan obat untuk mencegah serangan berulang. Hal ini
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup individu tersebut (Turana,
2008) Karena pencegahan migrain untuk jangka panjang mampu
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mengurangi frekuensi, keparahan,
dan durasi serangan. Selain itu, terapi ini juga mampu meningkatkan fungsi
dan mengurangi ketidakmampuan penderita.
Sedangkan terapi preventif tersedia dua macam yaitu terapi
farmakologi dan non farmakologi.
TERAPI FARMAKOLOGI
Nyeri kepala biasanya ditangani dengan dua prinsip yaitu abortif dan
preventif. Pengobatan preventif mungkin menyebabkan pengobatan abortif
menjadi lebih efektif. Tidak seperti pada pengobatan abortif, pengobatan
preventif harus diminum setiap hari, baik saat nyeri kepala maupun tidak.
Mungkin diperlukan waktu selama 4-6 minggu terapi untuk mendapatkan efek
yang maksimal dari pengobatan tersebut. Jangan menghentikan pengobatan
preventif secara tiba-tiba. Beberapa obat harus dihentikan secara perlahan
untuk menghindari efek sampingnya (Wenzel, 2009).
1. Beta-blockers
Obat ini bekerja melalui kestabilan pembuluh darah, seperti
meminimalkan perubahan ukuran dan membatasi stimulasi dari saraf di
sekitarnya. Beta-blockers juga dapat menghentikan efek–efek
neurotransmitter yang bekerja pada pembuluh darah. Efek samping yang
mungkin terjadi termasuk kelelahan, gangguan tidur, penurunan denyut
jantung dan disfungsi seksual. Beberapa beta-blockers yang digunakan
untuk mengobati nyeri kepala adalah propranolol (Inderal, Inderal LA),
nadolol (Corgard), bystolic (nebivolol), atenolol (Tenormin) dan
metroprolol (Lopressor, Toprol XL) (Wenzel, 2009).
2. Botox (botulinum)
Botulinum adalah toksin yang terbentuk secara alami. Ketika
diberikan melalui suntikan subkutan pada dosis rendah, dapat
menimbulkan manfaat untuk kesehatan termasuk pencegahan terhadap
nyeri kepala yang kronis (Wenzel, 2009).
3. Calcium channel blockers
Sama dengan beta-blockers, obat ini membantu kestabilan
pembuluh darah. Efek samping potensial meliputi konstipasi, penurunan
tekanan darah, muka kemerahan dan gangguan pencernaan. Contoh
obatnya verapamil (Isoptin, Calan, Verelan, Covera) dan nimodipine
(Nimitop) (Wenzel, 2009).
4. Dopamine reuptake inhibitors
Obat seperti bupropion (Wellbutrin) meningkatkan jumlah
dopamin yang tersedia untuk digunakan oleh tubuh. Individu dengan
riwayat kejang tidak boleh menggunakan obat ini. Efek sampingnya
termasuk agitasi, insomnia dan gangguan pencernaan (Wenzel, 2009).
5. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI)
SSRI meningkatkan jumlah serotonin yang tersedia untuk
digunakan oleh tubuh. Efek samping yang potensial adalah mengantuk,
konstipasi, insomnia, gangguan pencernaan, tremor dan disfungsi seksual.
SSRI yang digunakan untuk pengobatan nyeri kepala meliputi fluoxetine
(Prozac), paroxetine (Paxil),setraline (Zoloft), citalopram (Celexa) dan
escitalopram (Lexapro) . (Wenzel, 2009)
6. Serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI)
SNRIs seperti venlafaxine (Effexor XR) dan duloxetine
(Cymbalta) meningkatkan jumlah serotonin dan norepinephrine yang
tersedia untuk digunakan tubuh. Sebagai tambahan obat ini juga
menyebabkan efek samping yang sama seperti SSRIs, obat ini juga dapat
menyebabkan kekeringan pada mata dan mulut (Wenzel, 2009).
7. Specific serotonergic/noradrenergic
Obat seperti mirtazapine (Remeron) menyebabkan tubuh
melepaskan sejumlah serotonin dan norepinephrine dan menghentikan
efek histamin. Efek samping yang mungkin adalah mengantuk yang
berlebihan, konstipasi, dan mulut kering (Wenzel, 2009).
8. Tricyclic antidepressants
Obat ini mengubah jumlah serotonin dan norepinephrine yang
tersedia yang dapat digunakan oleh tubuh. Obat ini juga dapat
menghentikan efek histamin (pelepasan histamin dapat menghasilkan
pembengkakan dari pembuluh darah dan berperan dalam nyeri). Efek
samping yang mungkin adalah mengantuk, gangguan pencernaan, mulut
kering, kekeringan bola mata, konstipasi dan disfungsi seksual. Misalnya
amitriptyline (Elavil), protriptyline (Vivactil), doxepine (Sinequan),
desipramine (Norpramine), imipramine (Tofranil), nortriptyline (Pamelor),
trimipramine (Surmontil) dan amitriptyline/chlordiazepoxid (Limbitrol)
(Wenzel, 2009).
9. Obat anti kejang divalproex telah terbukti bisa mengurangi frekuensi
serangan migrain, jika diminum setiap hari (Depkes Yogyakarta, 2009).
10. Metisergid merupakan salah satu obat yang paling efektif dalam mencegah
migrain, tetapi tidak boleh digunakan terus menerus, karena memiliki
komplikasi berupa fibrosis peritonealis (pembentukan jaringan parut di
dalam perut), yang bisa menghalangi aliran darah ke organ vital. Karena
itu penggunaan obat ini harus dibawah pengawasan ketat (Depkes
Yogyakarta, 2009).
TERAPI NON FARMAKOLOGI
Terapi non farmakologi dilakukan mulai dari proses edukasi migrain,
menghindari faktor pencetus, olah raga dan melakukan perubahan gaya hidup.
Beberapa contohnya adalah (Alexander, 2009):
1. Menjaga kebiasaan tidur teratur. Coba tidur sekurang-kurangnya 6-8 jam
setiap malam dan coba berpedoman pada jadwal tidur yang sama. Terlalu
sedikit tidur (dan kadang-kadang terlalu banyak) dapat nyeri kepala .
2. Eliminasi stres yang tidak perlu. Tetapi bila kita dapat melakukan sesuatu
untuk mengurangi tekanan dan tegangan di dalam hidup kita, tentu akan
membantu mengurangi kesempatan timbulnya nyeri kepala . Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mangambil cuti untuk berlibur, relaksasi dengan
meditasi atau mendapatkan konseling psikolog tentang penurunan stres.
3. Melakukan beberapa latihan kebugaran. Latihan dapat menjaga tubuh dan
jiwa dengan berbagai cara, tetapi mungkin yang terpenting bagi seorang
penderita nyeri kepala, latihan dapat melepaskan endorfin, penawar alami
untuk nyeri. Satu teori tentang mengapa sebagian orang mendapatkan
nyeri kepala yang menjengkelkan adalah bahwa penderita nyeri kepala
hanya mempunyai lebih sedikit endorfin dibanding orang lain.
4. Jangan merokok. Ada satu juta pertimbangan untuk
berhenti/meninggalkan merokok, dan fakta bahwa merokok dapat
membuat nyeri kepala merupakan salah satu alasannya. Merokok
menyebabkan palebaran pembuluh vena dan juga seluruh darah yang
beredar ke otot, dan itu adalah salah satu faktor pokok pada serangan nyeri
kepala .
5. Hanya minum alkohol yang cukup. Berhati-hatilah terutama sekali untuk
anggur merah yang mempunyai banyak catatan dalam mengakibatkan
nyeri kepala .
6. Minum banyak air putih. Sebagian besar manusia menderita dehidrasi
yang ringan dan mereka tidak mengetahuinya. Salah satu tanda dari
dehidrasi ringan adalah nyeri kepala .
7. Meregangkan leher. Cobalah mengingat untuk selalu meregangkan leher
dan daerah ekstremitas atas, terutama jika kamu mengerjakan sesuatu di
meja tulis, di depan suatu komputer, di belakang roda/kemudi, dan lain
lain. Hal ini dapat dengan sangat efektif mencegah serangan nyeri kepala .
Mempelajari beberapa yoga yang sederhana atau gerakan peregangan yang
lain dapat membantu.
8. Makan Sehat. Makanan, bagaimanapun ini mempengaruhi kimia otak dan
dapat mengubah ukuran pembuluh darah. Sebagai tambahan ada makanan
dan minuman tertentu yang dapat mencetuskan nyeri kepala di (dalam)
orang-orang yang tertentu.
9. Menghindari terlalu banyak kopi. kopi dalam jumlah sedikit adalah baik,
tetapi mengkonsumsinya berlebihan dapat menimbulkan nyeri kepala.
10. Hati-Hati terhadap keju yang tua. Keju yang tua seperti Negeri swiss,
cheddar dan mozzarella. Ini berisi tyramine, suatu campuran yang alami
yang dapat menyebabkan pelebaran dan penyempitan dari pembuluh
darah.
11. Monitor zat pengawet makanan, seperti monosodium glutamate atau MSG,
sulfit (sering digunakan pada buah kering dan wine) dan nitrit (digunakan
dalam pengawetan daging) yang dianggap sering menyebabkan nyeri
kepala .
Mengusahakan pengaturan lingkungan seperti perbedaan waktu,
ketinggian, perubahan tekanan barometrik, dan perubahan cuaca (Turana,
2008).
G. TERAPI KURATIF
Pengobatan nyeri kepala diharapkan dapat meringankan pasien setidaknya
salah satu dari:
1. Efek menyerupai serotonin
2. Mempertahankan kadar serotonin tubuh yang sesuai (atau neurotransmiter
lainnya)
3. Membatasi inflamasi
4. Menstabilkan pembuluh darah
5. Mengurangi tegangan otot (Wenzel, 2009)
Pengobatan pada nyeri kepala merupakan proses jangka panjang.
Meskipun pengobatan dapat memberikan keuntungan, tetap akan lebih efektif
bila dikombinasi dengan terapi lainnya, meliputi pengaturan diet, manajemen
stres, cukup tidur, konseling, dan latihan (Wenzel, 2009).
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati nyeri kepala dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu terapi abortif, dan terapi
preventif (Gelfand, 2008). Untuk terapi preventif telah dibicarakan diatas
sedangkan terapi abortif merupakan pengobatan yang ditujukan untuk
menghentikan nyeri kepala (Gelfand, 2008), mengatasi gejala nyeri kepala
sesudah gejala itu muncul. Gejala-gejala ini dapat meliputi nyeri yang terjadi
pada kepala, dan gejala lain yang menyertainya, yang berhubungan dengan
tipe nyeri kepala tersebut, seperti mual dan muntah yang sering menyertai
migrain (King, 2007). Obat-obatan yang termasuk dalam terapi abortif yaitu:
1. Antihistamin
Antihistamin seperti hidroksizin dan difenhidramin dapat efektif
mengurangi nyeri. Selain itu, antihistamin juga mampu mengurangi rasa
mual dan menghentikan efek samping obat lain seperti droperidol. Efek
samping yang mungkin dapat muncul adalah perasaan mengantuk, mulut
kering, retensi urin, dan konstipasi (Wenzel, 2009).
2. Kortikosteroid
Steroid bekerja dengan mengurangi inflamasi di pembuluh darah
selama serangan nyeri kepala. Tablet steroid dapat diberikan dalam dosis
tapering, atau dapat pula digunakan steroid long-acting secara injeksi.
Berikan steroid bersama makanan, karena steroid pada umumnya dapat
menyebabkan gangguan pada lambung. Steroid juga dapat menyebabkan
gangguan tidur dan perubahan kadar gula darah, terutama pada orang-
orang dengan diabetes. Penggunaan steroid secara terus-menerus dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan efek samping yang serius.
Penggunaan steroid pada nyeri kepala dibatasi kurang dari seminggu untuk
mengurangi komplikasi. Steroid yang digunakan untuk pengobatan nyeri
kepala antara lain prednisone, dexamethason, and metilprednisolon
(Wenzel, 2009).
3. Asam valproat
Bila diberikan secara infus intravena tetesan cepat, asam valproat
menunjukkan adanya efek anti nyeri yang tidak terlihat apabila diberikan
per oral. Asam valproat menghentikan kerja neurotransmitter yang
menghubungkan sinyal-sinyal nyeri. Efek samping jarang terjadi (Wenzel,
2009)
4. Dihidroergotamin
DHE-45 bekerja menyerupai beberapa efek serotonin dan secara
langsung mengurangi ukuran pembuluh darah. Satu rangkaian DHE-45
adalah pemberian tiap 8 jam sebanyak 9 dosis. Jika rangkaian pertama
pemberian DHE-45 tidak berhasil, dapat diulang lagi. DHE-45 dapat
menyebabkan gangguan pada lambung. Jadi, sebelum pemberian DHE-45,
harus terlebih dahulu diberikan anti emetik. DHE-45 sama dengan
ergotamin. Keduanya dapat menyebabkan perasaan geli pada tangan atau
tungkai bawah, meningkatkan tekanan darah, dan mulut kering (Wenzel,
2009).
5. Ergotamin
Ergotamin bekerja dengan mengurangi ukuran pembesaran pembuluh
darah. Meskipun telah digunakan secara luas sejak beberapa dekade yang
lalu, penggunaan ergotamin mengalami penurunan secara signifikan.
Sekarang ini telah tersedia pengobatan yang lebih efektif dan yang bisa
ditoleransi dengan lebih baik (Wenzel, 2009).
6. Magnesium
Bagaimana magnesium dapat menghentikan serangan nyeri kepala
masih belum diketahui. Akan tetapi, inhibisi perubahan pembuluh darah
dan penurunan inflamasi diduga sangat berperan. Efek sampingnya ringan
dan jarang, meliputi kemerahan pada wajah atau leher dan penurunan
tekanan darah. Defisiensi magnesium dapat menjadi pemicu serangan
migrain pada beberapa orang. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian
suplemen magnesium per oral (Wenzel, 2009).
7. Muscle relaxan
Pengobatan ini membantu merelaksasi tegangan otot dan memblokir
persepsi nyeri pada tubuh. Efek samping obat ini adalah mengantuk,
kelemahan otot, insomnia, dan vertigo. Contoh dari muscle relaxan yaitu
orphenadrine, baclofen, metaxalone, cyclobenzaprine, carisoprodol,
chlorzoxazone, tizanidine dan orphenadrine dengan kafein and aspirin
(Wenzel, 2009).
8. Anti inflamasi non-steroid
Anti inflamasi non steroid (AINS) dapat mengurangi inflamasi yang
terjadi selama serangan nyeri kepala. Semua AINS dapat mengiritasi
lambung. Oleh karena itu, selalu berikan AINS bersama makanan atau
bersama air yang banyak. Contoh AINS antara lain ketorolac, ibuprofen,
flubiprofen, indometasin and etodolac. Penghambat Cox-2, yang sama
dengan AINS juga dapat digunakan untuk pengobatan nyeri kepala dan
inflamasi (Wenzel, 2009).
9. Opioid
Opioid atau narkotik bekerja pada system saraf dengan cara memblokir
persepsi nyeri. Opioid tidak boleh diberikan tiap hari. Gunakan opioid
hanya bila diperlukan. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain
mengantuk, konstipasi, gangguan pada lambung, tekanan darah rendah,
dan ketergantungan. Beberapa opioid yang digunakan untuk nyeri kepala
kronis yaitu dolophine (methadone), nalbuphine dan butorphanel (injeksi
and nasal spray) (Wenzel, 2009).
10. Fenotiazin
Cara kerja fenotiazin untuk mengurangi nyeri kepala belum dapat
dimengerti, tetapi dipercaya efeknya terletak pada neurotransmitter. Selain
itu, fenotiazin dapat mengurangi mual dan muntah. Fenotiazin dapat
menyebabkan mengantuk, tekanan darah rendah, dan tremor. Fenotiazin
yang digunakan untuk pengobatan nyeri kepala meliputi droperidol,
promethazine dan prochlorperazine (Wenzel, 2009).
11. Triptan
Triptan bekerja menyerupai efek serotonin dan menjaga ukuran normal
pembuluh darah. Bila satu triptan tidak efektif mengurangi nyeri kepala,
dapat dicoba pemberian triptan jenis lain. Pada situasi khusus seperti
migrain menstrual, triptan dapat digunakan untuk lebih dari 2 atau 3 hari
berturut-turut. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi dada sesak,
rasa geli, dan wajah kemerahan. Triptan yang sering digunakan antara lain
sumatriptan, rizatriptan, zolmitriptan, almotriptan, eletriptan, frovatriptan,
dan naratriptan (Wenzel, 2009).
12. Anestesi
Kokain cair dan lidokain sering digunakan. Keduanya menghentikan
pengiriman sinyal nyeri pada saraf. Pengobatan ini mempunyai durasi
singkat, kadang hanya menghilangkan nyeri selama 15 menit. Obat ini
diberikan melalui hidung, yang memungkinkan obat untuk dapat
mengadakan kontak dengan saraf (Wenzel, 2009).
13. Oksigen
Menghirup oksigen melalui masker dapat secara cepat meningkatkan
jumlah oksigen yang dihantarkan oleh pembuluh darah ke kepala dan
mengakibatkan perubahan pada pembuluh darah sehingga dapat
menghentikan serangan nyeri kepala (Wenzel, 2009).
H. TERAPI REHABILITATIF
Prinsip penanganan pada nyeri kepala dengan analgesic rebound meliputi
tiga langkah yaitu:
a. Perencanaan pengobatan transisi
b. Terapi nonfarmakologi
c. Medikasi profilaksis yang dimulai seawal mungkin pada awal
terapi yang harus digunakan pada pasien dengan serangan nyeri lebih dari
dua kali setiap minggunya.
Mengurangi faktor resiko terjadinya nyeri kepala adalah pendekatan baik
dalam mengontrol nyeri kepala sedini mungkin sesuai sebab terjadinya nyeri
kepala.
Akupuntur juga memiliki pengaruh yang menguntungkan dalam
penanganan nyeri kepala yang kronis. Jika nyeri kepala timbul tiga atau lebih
setiap bulan, terapi pencegahan sangat diperlukan. Terapi farmakologis,
latihan biofeedback, mengurangi stress, mencegah konsumsi makanan yang
mencetuskan terjadinya nyeri kepala sangat diperlukan dalam mencegah
kekambuhan, mengontrol migrain dan nyeri kepala vaskuler lainnya. Latihan
teratur, seperti berenang, atau jalan santai juga dapat mengurangi frekuensi
serangan nyeri kepala.
Terapi farmakologi sering dikombinasikan dengan terapi biofeedback dan
terapi relaksasi. Obat yang paling sering digunakan dalam mengatasi gejala
nyeri kepala adalah sumatripan, sedangkan metilgliserid maleat sering dipakai
sebagai terapi pencegahan. Untuk mengurangi frekuensi dan berat serangan
sering digunakan propanolol hidroklorida sebagai vasokonstriktor pembuluh
darah. Sedangkan ergotamin tartrat sebagai dingunakan sebagai pengurang
nyeri.
Biofeedback dapat digunakan untuk memberikan umpan balik langsung
kepada pasien dengah parameter-parameter tertentu seperti tegangan otot dan
suhu kulit, kemudian pasien diajarkan untuk menggunakan kendali terhadap
hal-hal tersebut dengan menggunakan perantara syaraf somatik maupun
otonom. Pada pasien dengan nyeri yang kronik, terapi biofeedback dapat
dilakukan untuk mempermudah relaksasi, mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan, menunjukkan peran dari pikiran dalam memodifikasi respon fisik,
serta meningkatkan perbaikan pola tidur.
Karena strees merupakan salah satu faktor pencetus nyeri kepala, maka
penting untuk bisa melakukan tehnik management stress yang efektif yang
bisa dipraktikaan setiap hari untuk menurunkan ambang stress sehingga lepas
dari strees tersebut secara cepat dan tepat. Terapi mind-body bisa mengurangi
stress pada 50%-70% penderita nyeri kepala. Tehnik management stress
berbeda untuk setiap individu. Meditasi, relaksasi, self hypnosis dan autogenic
training bisa mengurangi frekuensi dan beratnya nyeri kepala (Holroyd et al,
2006).
Dalam sebuah penelitian di Swedia menunjukan bahwa exercise dapat
mengurangi fekuensi, intensitas serta pengobatan migrain. Exercise dapat
meningkatkan kadar endorfin sehigga bisa mengurangi frekuensi serta
intensitas serangan nyeri kepala. Endorfin merupakan zat yang bisa
mengurangi rasa nyeri (Williams, 2004). Program exercise dalam penelitian
tersebut adalah 15 menit pemanasan, 20 menit gerakan inti dan diakhiri
dengan 5 menit gerakan pendinginan (Walling, 2009). Exercise sebaiknya
dilakukan secara rutin 3 kali seminggu, dilakukan saat pagi hari dan tidak
dilakukan saat sedang mengalami serangan sakit kepala (Kittredge, 2009). D
Dalam sebuah penelitian didapatkan bahwa terapi manipulasi mobilisasi
sendi servikal, baik secara capat maupun pelan, dan terapi latihan endurance
beban rendah untuk melatih kontrol otot servicoscapular juga dapat
mengurangi baik frekuensi, intensitas maupun durasi serangan nyeri kepala
servikogenik ( Jull G et al, 2002).
Terapi pemijatan dapat meningkatkan aliran darah dan limfe, relaksasi
otot, dan mengurangi stress. Pijatan dapat menurunkan kadar kortisol san
menigkatkan kadar serotonin dan dopamin. Terapi ini dapat menurunkan
frekuensi serangan nyeri kepala dan memperbaiki kualitas tidur (lawler et al,
2006).
Pasien harus diberikan pendidikan dalam mengelola faktor-faktor yang
dapat dikendalikan yang dapat memepengaruhi kadar nyeri kepala. Seperti
contohnya, efek samping dari inaktivitas, dekondisi mekanisme tubuh yang
buruk, pengguna narkotik, sedatif, dan penenang, dan penarikan diri dari
masyarakat.
Pembatasan aktivitas pada pasien dengan nyeri kepala yang kronis
mengakibatkan dekondisi dan hilangnya fleksibilitas, sehingga pasien perlu
diberikan latihan untuk mengembalikan fleksibilitas otot dan latihan
pemeliharaan umum seperti berjalan santai, bersepeda, atau berenang.
Pendidikan psikososial perlu diberikan pada pasien dan keluarganya
dengan wawancara, observasi perilaku, dan pengujian psikologis. Masalah-
masalah yang memerlukan penanganan lanjut secara umum mencakup:
- Sifat nyeri
- Depresi yang timbul akibat nyeri
- Stress
- Disfungsi dalam lingkungan pasien
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri kepala merupakan suatu gejala gangguan neurobiologi yang
dapat mengenai semua usia. Secara garis besar, nyeri kepala dapat
diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. Migrain dan
tension headache mempunyai angka kejadian paling besar dan sangat
potensial dalam mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
Tidak semua nyeri kepala membutuhkan penanganan medis. Namun,
ada juga nyeri kepala yang menunjukkan tanda bahwa sesuatu yang serius
terjadi dan membutuhkan penilaian medis secara tepat dan cepat. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan meliputi laboratorium darah, neuroimaging,
lumbal pungsi, elektroensepalografi (EEG), termografi dan transcranial
doppler
Terapi pada nyeri kepala meliputi terapi farmakologi maupun non-
farmakologi. Terapi farmakologi dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori
yaitu terapi abortif dan terapi preventif. Terapi preventif akan meningkatkan
efektivitas dari terapi abortif. Terapi non farmakologi dilakukan mulai dari
proses edukasi, menghindari faktor pencetus, olah raga dan melakukan
perubahan gaya hidup.
Peran rehabilitasi dalam penanganan nyeri kepala ini dapat dilakukan
dengan latihan biofeedback, terapi relaksasi, terapi psikologi, terapi pemijatan,
terapi latihan , serta teknik manipulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, Andrew, 2009. Preventive Headache. http://www.trustyguides.com/headaches2.html. (4 Juni 2009)
Brown MR.(1951). "The classification and treatment of headache". Med. Clin. North Am. 35 (5): 1485–93. PMID 14862569.
Detsky ME, McDonald DR, Baerlocher MO, Tomlinson GA, McCrory DC, Booth CM. Does this patient with headache have a migraine or need neuroimaging? JAMA 2006;296:1274–83
Dinas kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009. Nyeri Kepala. http://www.dinkes-diy. org /?x=berita&id_berita=24022009121147 . (4 Juni 2009).
Edlow JA, Panagos PD, Godwin SA, Thomas TL, Decker WW (October 2008). "Clinical policy: critical issues in the evaluation and management of adult patients presenting to the emergency department with acute headache". Ann Emerg Med 52 (4): 407–36. doi:10.1016/j.annemergmed.2008.07.001. PMID 18809105.
Gelfand, Jonathan L. 2008. Types of Migraine and Headache Medications. http://www. webmd .com/migraines-headaches/guide/headache-treatment- medications (tanggal akses: 4 Juni 2009)
Holroyd KA, Drew JB. 2006. Behavioral approaches to the treatment of migraine. Semin Neurol 26:199-207
Jes Olesen, Peter J. Goadsby, Nabih M. Ramadan, Peer Tfelt-Hansen, K. Michael A. Welch (2005). The Headaches (3 ed.). Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 0781754003.
Jull G, Trott P, Potter H, et al.. 2002. A randomized controlled trial of exercise and manipulative therapy for cervicogenic headache.Spine ;27:1835–43
King, Steven A. 2007. Headache Medications. http://yourtotalhealth.ivillage.com/headache-medications.html (tanggal akses: 4 Juni 2009)
Kittredge C. 2009. Exercise Can Help You Beat Headaches.http://www.everydayhealth.com/headache-and-migraine/exercise-to-beat-headaches.aspx (12 juni 2009)
Lawler SP, Cameron LD. 2006. A randomized, controlled trial of massage therapy as a treatment for migraine. Ann Behav Med.;32:50-59
Morris Levin, Steven M. Baskin, Marcelo E. Bigal (2008). Comprehensive Review of Headache Medicine. Oxford University Press US. ISBN 0195366735.
Mubarak, Husnul, 2009. cephalgia. http://cetrione.blogspot.com (diakses tanggal 5 Juni 2009)
Pakasi, Ronald E, 2005. Migrain : Bukan Sembarang Nyeri Kepala. www.medicastore.com (diakses tanggal 5 Juni 2009)
Prodjodisastro, Sutarto, 2005. Si Kecil Sering Mengeluh Pusingwww.Mother And Baby Wed.com . Cyberwoman
Qimindra, Fajar Rudy, 2009. Kenali Gejala dan Obat Nyeri Kepala. Health www.perempuan.com (diakses tanggal 5 Juni 2009)
Sun Y, Gan TJ (December 2008). "Acupuncture for the management of chronic headache: a systematic review". Anesth. Analg. 107 (6): 2038–47. doi:10.1213/ane.0b013e318187c76a. PMID 19020156
Turana, Yuda, 2008. Migrain Diagnosis dan Tatalaksana. http://www.medikaholistik.com/2033/2004/11 /28/medika.html?xmodule=document_detail&xid=197. (4 Juni 2009)
The Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. http://216.25.100.131/ihscommon/guidelines/pdfs/ihc_II_main_no_print.pdf.
Walling E. 2009. Reduce Headaches with Regular exercise.
http://www.NaturalNews.com/026062_migraine_headaches_migraines.html (12 Juni 2009)
Wenzel, Richard. 2009. Headache Medication Guide. National Pain Foundation. http://www. nationalpainfoundation .org/articles/511/headache-medication- guide (tanggal akses: 4 Juni 2009)
Williams M. 2004. Eexercise : A New Migraine HeadacheTherapyhttp://bastyrcenter.org/content/view/436/.( 12 juni 2009)