Post on 01-Oct-2021
FORMULASI DAN UJI DISOLUSI TABLET MENGANDUNG
DISPERSI PADAT KETOPROFEN PVP DAN PEG
Intan Arafah, Sutriyo
Pharmacy, Faculty of Pharmacy, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia
Email: arafahintan@gmail.com
Abstrak
Ketoprofen merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga disolusi menjadi lambat yang akan mempengaruhi absorpsi obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju disolusi ketoprofen dengan formulasi tablet melalui pembentukan dispersi padat menggunakan polivinil pirolidon (PVP) dan Polietilenglikol (PEG). Dispersi padat dibuat dengan perbandingan 1:1. Peningkatan laju disolusi pada masing-masing hasil dispersi padat ketoprofen- PVP 1:1 sebesar 1,287 kali, ketoprofen-PEG 1:1 sebesar 1,089 kali dari ketoprofen standar. Formulasi tablet dengan dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi sebesar 1,478 kali pada ketoprofen-PVP dan 1,551 kali pada ketoprofen-PEG.
Formulation and Disollution Test of Tablet Contain Solid Dispersion of Ketoprofen PVP and PEG
Abstract
Ketoprofen is a drug classified into Biopharmaceutical Classification System class two with low solubility and high permeability. For such reason dissolution become lower which affected drugs absorbtion. This research aims to increase dissolution rate of ketoprofen through solid dispertion using polivinil pirolidon (PVP) and Polietilenglikol (PEG), formulation solid dispertion applied tablet production subsequently. Solid dispertion was made with (1:1) comparison. Dissolution rate enchanchment each solid dispertion ketoprofen-PVP result (1:1) increase 1,287 times, and ketoprofen-PEG result (1:1) increase 1,089 times from standart ketoprofen. Tablet formulation with solid dispertion can increase dissolution rate 1,487 times in ketoprofen-PVP and 1,551 times in ketoprofen-PEG.
Keywords: ketoprofen, PVP, PEG, disollution, solid dispertion
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Pendahuluan Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat anti inflamasi
nonsteroid (AINS) yang secara luas digunakan untuk mengurangi nyeri dan
inflamasi yang disebabkan oleh beberapa kondisi seperti, osteoarthritis dan
rheumatoid arthritis. Ketoprofen praktis tidak larut dalam air. Obat ini
dimetabolisme secara lengkap di hati dan diekskresikan terutama diurin serta
memiliki ikatan protein plasma 99% dan memiliki bioavailabilitas 90%
(Sweetman, 2009).Ketoprofen termasuk dalam kategori kelas II dalam sistem
klasifikasi biofarmasetika (BCS II), yaitu senyawa obat dengan permeabilitas
membran tinggi dan solubilitas rendah, sehingga laju disolusi ketoprofen
merupakan faktor penentu dari jumlah obat yang diabsorbsi (Ansel,1989).
Laju disolusi merupakan kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi bentuk
terlarut dalam medium disolusi pada waktu tertentu (Wagner,1971). Disolusi
adalah faktor penting untuk absorpsi obat terutama obat yang tidak larut dalam air.
Untuk beberapa macam obat yang laju disolusinya terbatas, modifikasi yang
sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan
kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).
Menurut penelitian Harikumar dan Aggarwal (2012), ada beberapa cara untuk
meningkatkan kelarutan dan laju disolusi obat kelas II dalam sistem klasifikasi
biofarmasetika (BCS II). Berberapa cara itu adalah dengan perubahan fisika dan
kimia. Perubahan fisika yaitu memperkecil ukuran partikel, kristalisasi, dispersi
padat, pencampuran eutektik, sistem emulsi, dan kompleks inklusi siklodekstrin.
Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa
inert atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan,
pelarutan atau pelarutan-peleburan. Teknik dispersi padat pertama kali
diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi tahun 1961 dengan pembawa yang mudah
larut diantaranya: polivinilpirolidon, polietilen glikol, dan urea dengan tujuan
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan laju dissolusi dan absorpsi obat
yang tidak larut dalam air (Chiou dan Riegelman, 1971). Teknik dispersi padat
yaitu mendispersikan zat aktif yang sukar larut kedalam polimer hidrofilik (
Yadav, Kumar, Singh, Bhat, & Mazumder, 2013). Saat zat aktif yang sukar larut
telah terdispersi ke dalam polimer hidrofilik, maka kelarutannya akan menigkat,
sehingga laju disolusi dapat meningkat.
Pada penelitian ini akan dibuat tablet mengandung dispersi padat ketoprofen PVP
K-30 dan PEG 4000 dengan metode kempa langsung. Oleh karena itu penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari dispersi padat pada laju disolusi
dalam sediaan tablet dan membandingkan laju disolusi antara tablet yang telah
beredar dipasaran dengan tablet yang telah diformulasi dengan dispersi padat PVP
dan PEG.
Tinjauan Teoritis Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa
inert atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan,
pelarutan atau pelarutan-peleburan. Teknik dispersi padat pertama kali
diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi tahun 1961 dengan pembawa yang mudah
larut diantaranya: polivinilpirolidon, polietilen glikol, dan urea dengan tujuan
untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan laju dissolusi dan absorpsi obat
yang tidak larut dalam air (Chiou dan Riegelman, 1971). Keuntungan dari
formulasi dispersi padat dibandingkan tablet/kapsul konvensional untuk
peningkatan disolusi dan biovailabilitas dari obat yang sukar larut dalam air
(Chiou dan Rielgeman, 1971).
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak
dan tablet kempa. (FI IV, Hal 4). Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang
paling banyak digunakan. Sebagian besar tablet dibuat dengan metode kompresi
atau pengempaan, yaitu dengan cara memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau
granul menggunakan cetakan baja. Selain dengan metode kompresi, tablet juga
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
dapat dibuat dengan metode cetak, yaitu dengan cara menekan massa serbuk
lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan (Ditjen POM, 1995).
Tablet terdiri dari zat aktif dan bahan pembantu. Bahan pembantu dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar. Pertama bahan pembantu yang mempengaruhi
karakter kompresibilitas tablet, termasuk didalamnya adalah pengisi, pengikat,
antiadheren, lubrikan, dan glidan. Kedua bahan pembantu yang mempengaruhi
biofarmasi, stabilitas fisika dan kimia, termasuk didalamnya penghancur,
pewarna, perasa, dan pemanis (Lieberman et al, 1989).
Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan suatu obat anti
inflamasi nonsteroid yang digunakan secara luas untuk mengurangi nyeri, dan
inflamasi yang disebabkan oleh beberapa kondisi seperti, osteoarthritis dan
rheumatoid arthritis. Ketoprofen praktis tidak larut dalam air (Parfitt, 1999).
Ketoprofen adalah turunan asam propionat yang mempunyai beberapa
kemampuan menghambat siklooksigenase dan lipooksigenase. Obat ini cepat
diabsorbsi, tetapi waktu paruhnya pendek. Obat ini dimetabolisme secara lengkap
di hati, meskipun 90% terikat dengan protein plasma. Obat ini tidak mengubah
aktivitas warfarin atau digoksin. Sebaliknya pemberian bersama probenesid akan
meningkatkan kadar ketoprofen dan memperpanjang waktu paruh plasmanya.
(Katzung,1998).
Nama IUPAC yaitu 1-ethenylpyrrolidin-2-one, rumus kimia yaitu C6H9NO.
Povidon jenis ini memiliki nilai-K sebesar 30. Povidon ini memiliki berat molekul
sekitar ± 50.000. kegunaan sebagai zat pengikat dalam proses pembuatan tablet,
pembantu pelarutan untuk injeksi, dan juga dapat digunakan dalam meningkatkan
laju disolusi dan kelarutan dari suatu zat aktif (Rowe et al., 2003). Pada bidang
kefarmasian, PVP sering digunakan sebagai wet binder (0-15%), bahan coating
(5-10%), solubility stabilizer (5-30%), controlled release excipient (10-35%),
solubility enhancer (30-99%).
Polietilenglikol(PEG) disebut juga makrogol, merupakan polimer sintetik dari
oksietilen dengan rumus struktur H(OCH2CH2)nOH, dimana n adalah jumlah
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
rata-rata gugus oksietilen. PEG umumnya memiliki bobot molekul antara 200–
300000. Penamaan PEG umumnya ditentukan dengan bilangan yang
menunjukkan bobot molekul rata-rata. Konsistensinya sangat dipengaruhi oleh
bobot molekul. PEG dengan bobot molekul 200-600 (PEG 200-600) berbentuk
cair, PEG 1500 semi padat, dan PEG 3000-20000 atau lebih berupa padatan semi
kristalin, dan PEG dengan bobot molekul lebih besar dari 100000 berbentuk
seperti resin pada suhu kamar. Umumnya PEG dengan bobot molekul 1500-20000
yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat (Leuner & Dressman, 2000 ;
Weller, 2003). Polimer ini mudah larut dalam berbagai pelarut, titik leleh dan
toksisitasnya rendah, berada dalam bentuk semi kristalin (Craig, 1990).
Kebanyakan PEG yang digunakan memiliki bobot molekul antara 4000 dan
20000, khususnya PEG 4000 dan 6000. Proses pembuatan dispersi padat dengan
PEG 4000, umumnya menggunakan metode peleburan, karena lebih mudah dan
murah (Leuner & Dressman, 2000).
Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam
larutan pada suatu medium. Disolusi menunjukkan jumlah bahan obat yang
terlarut dalam waktu tertentu.
Metode Penelitian Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ketoprofen (Hubei Xunda
Pharmaceutical, China yang diberikan oleh PT. Interbat Pharamceutical Industry),
PVP K-30 (BASF, Amerika), PEG 4000 (Clariant, Jerman), Etanol 96% (Merck,
Jerman), kalium dihidrogen fosfat (Merck, Jerman), avicel pH 102 (DFE pharma
yang diberikan oleh PT. Signa Husada), talkum, magnesium stearat, natrium
hidroksida, etanol 96%, dan akuadestilata.
Alat
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat uji disolusi (Electrolab
ETC-11 L, India), Spektrofotometer UV-Vis (UV-1800 Shimadzu, Jepang),
neraca analitik (Adam AFA – 210 LC, USA), alat cetak tablet (ERWEKA EP-1),
alat uji kekerasan (Erweka TBH 28), alat uji keregasan (ERWEKA TAR), alat uji
laju alir (ERWEKA GDT), alat uji indeks kompresibilitas (CT4s), alat sonikasi
(Branson 3200), alat uji disintegrasi tablet (Electrolab ED-2 SAPO), pH meter
(Eutech pH 510, Singapura), magnetic stirrer (IKA, Jerman), mortar dan alu, alat–
alat gelas yang umum digunakan dalam laboratorium.
Metode
Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Ketoprofen
Pada penetapan panjang gelombang serapan maksimum ketoprofen, Ditimbang
dengan seksama ±50 mg ketoprofen standar, lalu dilarutkan dengan etanol 96%
(±20 mL) dalam labu ukur 100 mL, kocok hingga larut seluruhnya, dan cukupkan
volume dengan pelarut (etanol 96% dan dapar fosfat 0,05 M pH 7,5) hingga garis
batas. Dipipet larutan tersebut sebanyak 1,0 mL ke dalam labu ukur 50,0 mL, lalu
cukupkan dengan pelarut hingga garis batas. Diperoleh larutan standar dengan
konsentrasi 10 ppm. Diukur serapan 10 ppm tersebut dengan spektrofotometri
UV-Vis pada panjang gelombang 200-400 nm. Selanjutnya, panjang gelombang
maksimum ketoprofen ditentukan dari spectrum serapan yang diperoleh.
Pembuatan Kurva Kalibrasi Ketoprofen
Pada pembuatan kurva kalibrasi ketoprofen ditimbang seksama 50 mg ketoprofen,
selanjutnya dilarutkan dengan etanol 96% 20 mL dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL, kocok hingga larut seluruhnya, dan cukupkan volume dengan
pelarut (etanol 96% dan dapar fosfat 0,05 M pH 7,5) hingga garis batas. Dipipet
larutan tersebut sebanyak 10,0 mL ke dalam labu ukur 50,0 mL, lalu cukupkan
volumenya dengan pelarut hingga garis batas. Diperoleh larutan standar 100 ppm.
Selanjutnya, dilakukan pengenceran untuk memperoleh konsentrasi 4, 5, 6, 8, 10,
dan 12 ppm. Serapan masing- masing larutan diukur dengan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh. Kemudian dibuat
persamaan kurva kalibrasi dalam persamaan y= a + bx.
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Pembuatan Dispersi Padat Pembuatan dispersi padat terbagi dalam 2 bagian. Yang pertama adalah
Pembuatan dispersi padat Ketoprofen – PVP K-30 dengan metode pelarutan
(Solvent Method) dan yang kedua adalah Pembuatan dispersi padat Ketoprofen –
PEG 4000 dengan metode penguapan (Fusion Method). Dalam pembuatan
dispersi padat Ketoprofen – PVP K-30 dengan metode pelarutan (Solvent
Method) Serbuk Ketoprofen dan PVP masing-masing dibuat dengan perbandingan
(1:1) dan dilarutkan dalam etanol 96%. Campuran tersebut diaduk dengan
magnetic stirrer selama satu jam dan di evaporasi pada temperatur 45-50o C
dengan penangas air, sampai kering. Kemudian disimpan di desikator diatas silica
gel.. Dispersi padat yang terbentuk dikerok dan digerus. Disisi lain, dalam
pembuatan dispersi padat Ketoprofen – PEG 4000 dengan metode penguapan
(Fusion Method) Dispersi padat ketoprofen-PEG 4000 dibuat dengan metode
peleburan dalam perbandingan berat ketoprofen dan PEG 4000 1:1. Ditimbang
masing-masing zat sesuai dengan perbandingan kemudian dicampur dan dilebur di
atas penangas air sambil diaduk hingga keduanya melebur. Kemudian campuran
segera didinginkan diatas air es (ice bath) sampai mengeras, lalu disimpan di
desikator diatas silica gel. Kemudian padatan diserbukkan menggunakan mortar
dan alu.
Penetapan Kadar Ketoprofen
Ditimbang seksama hasil dispersi padat setara dengan 50 mg ketoprofen,
kemudian dilarutkan dengan 20 ml etanol 96% dan ditambahkan kembali etanol
hinggga volume 100 ml pada labu ukur. Larutan dikocok hingga homogen.
Dipipet 1 ml lalu diencerkan dengan etanol hingga volume 50 ml dengan labu
ukur 50 ml. ,dikocok hingga homogen. Diukur serapannya denga spekrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm.
Uji disolusi Dispersi Padat
Serbuk hasil dispersi padat ketoprofen-PVP K30 dan ketoprofen-PEG4000 di
disolusi menggunakan alat uji disolusi metode dayung dengan kecepatan 50rpm.
Medium disolusi yang pertama digunakan yaitu 900mL akuades, selanjutnya
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
medium disolusi yang kedua yaitu 900mL dapar fosfat pada suhu 37±0.5oC.
Sampel yang ditimbang dan dimasukan ke dalam medium disolusi setara dengan
50mg Ketoprofen. Sampel disampling sebanyak 10mL pada interval waktu
5,10,15,30,45,60 menit, kemudian digantikan lagi 10mL medium yang baru untuk
mempertahankan volume medium. Konsentrasi ketoprofen diukur secara
spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum 260nm.
Formulasi Tablet Ketoprofen
Dibuat tablet ketoprofen dengan bobot 400 mg tablet mengandung ketoprofen
setara dengan 50 mg. Pembuatan tablet ketoprofen dengan lima formula, yaitu
tablet yang hanya mengandung zat aktif ketoprofen, formula kedua campuran fisik
ketoprofen-PVP, formula ketiga yaitu campuran fisik ketoprofen-PEG, formula
keempat yaitu dispersi padat ketoprofen-PVP, dan formula kelima yaitu dispersi
padat ketoprofen-PEG. Pembuatan tablet dilakukan dengan metode kempa
langsung.
Metode Pembuatan Tablet Ketoprofen
Pembuatan tablet ketoprofen dilakukan sebanyak lima formulasi dengan metode
kempa langsung. Untuk formulasi 1 tablet ketoprofen saja yaitu serbuk ketoprofen
langsung dicampurkan dengan avicel PH 102 hingga homogen, lalu campuran
ditambahkan dengan Mg stearat dan talk, kemudian dicampur hingga homogen.
Untuk formulasi 2 dan 3 tablet yang mengandung campuran fisik ketoprofen-PVP
dan ketoprofen-PEG langsung dicampurkan dengan avicel PH 102 hingga
homogen, lalu campuran ditambahkan dengan Mg stearat dan talk, kemudian
dicampur hingga homogen. Sedangkan pembuatan tablet untuk formulasi 4 dan 5
yaitu tablet hasil disperse padat ketoprofen-PVP dan ketoprofen-PEG
dicampurkan dengan avicel PH 102 hingga homogen. Setelah itu, campuran
ditambahkan dengan Mg stearat dan talk, kemudian dicampur hingga homogen.
Sebelum dicetak, dilakukan evaluasi in process control. Selanjutnya dicetak
dengan ukuran 400 mg.
Evaluasi Sediaan
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
In Process Control
a) Laju Alir
Sejumlah massa ditimbang dan dimasukkan ke dalam corong dan
diratakan. Alat flowmeter dinyalakan dan waktu yang diperlukan seluruh
granul untuk mengalir dicatat.
b) Sudut Istirahat (Angle of Repose)
Sejumlah massa ditimbang dan dimasukkan ke dalam corong dan
diratakan. Alat flowmeter dinyalakan dan sudut serbuk yang jatuh diukur
jari-jarinya (r) dan tingginya (h).
c) Indeks Kompresibilitas (Compressibility index)
20 gram massa dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml lalu diukur
volumenya (V1). Gelas ukur yang berisi sampel diketuk-ketukkan
sebanyak 300 kali. Percobaan diulang dengan 300 ketukan kedua untuk
memastikan volume sampel tidak mengalami penurunan volume kemudian
diukur volumenya (V2).
Post Process Control
a) Uji Penampilan Fisik
Seluruh tablet harus memiliki penampilan fisik yang baik dan bebas dari
kerusakan. Uji penampilan fisik ini meliputi bentuk, warna, dan
permukaan tablet yang dihasilkan.
b) Uji Keseragaman Ukuran
Sejumlah 20 tablet masing-masing diukur diameter dan tebalnya dengan
jangka sorong.
c) Uji Keseragaman Sediaan
Disiapkan sejumlah 30 tablet, kemudian ditimbang seksama 10 tablet
masing-masing selanjutnya hitung bobot rata-ratanya dan jumlah zat aktif
pada masing-masing 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistribusi
homogen. Pada uji keseragaman kandungan dilakukan dengan penetapan
kadar 10 tablet satu per satu seperti yang tertera pada penetapan kadar
dalam masing-masing monografi. (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014)
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
d) Uji Kekerasan Tablet
Uji kekerasan dilakukan dengan mengambil 10 tablet yang kemudian
diukur kekerasannya dengan alat hardness tester.
e) Uji Keregasan Tablet
Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibersihkan dari
debunya dan ditimbang dengan seksama. Tablet tersebut selanjutnya
dimasukkan ke dalam friabilator, dan diputar sebanyak 100 putaran
selama 4 menit. Setelah selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari
debu dan timbang dengan seksama. Kemudian dihitung persentase
kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet dianggap baik
bila kerapuhan tidak lebih dari 1% .
f) Uji Waktu Hancur
Prosedur uji ini yaitu memasukkan 6 tablet ke dalam keranjang kemudian
turun naikkan keranjang 30 kali per menit secara teratur. Tablet dinyatakan
hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali
fragmen yang berasal dari bahan penyalut. Jika dengan cara sebelumnya
waktu hancur belum memenuhi persyaratan, maka ulangi kembali uji
dengan menggunakan tablet satu per satu, kemudian ulangi kembali
dengan menggunakan 6 tablet dengan cakram penuntun.
g) Penentuan Kandungan Obat Dalam Sediaan
Penentuan kandungan obat berupa ketoprofen didalam tablet dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Ditimbang seksama
sejumlah serbuk dari tablet yang setara dengan ±50 mg ketoprofen.
Masukkan kedalam labu ukur 100,0 mL lalu larutkan dengan etanol 96%
hingga garis batas. Kemudian dipipet 2,0 mL ke dalam labu ukur 100,0
mL dan cukupkan volumenya hingga garis batas sehingga diperoleh
konsentrasi 10 ppm. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum
dan masing- masing kadar ketoprofen dihitung dengan persamaan kurva
kalibrasi. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dan ditetapkan
kadarnya menggunakan persamaan kurva kalibrasi y = a + bx. Persyaratan
kadar ketoprofen yaitu tidak kurang 98,5% dan tidak lebih dari 101,0%
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
dari yang tertera di etiket (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2014).
h) Uji disolusi tablet
Uji disolusi tablet yang dilakukan uji disolusi adalah tablet murni
ketoprofen, tablet ketoprofen-PVP K30 campuran fisik, tablet ketoprofen-
PEG 4000 campuran fisik, tablet ketoprofen-PVP K30 dispersi padat,
tablet ketoprofen-PEG 4000 dispersi padat, dan tablet ketoprofen yang
sudah beredar dipasaran. Disolusi menggunakan alat uji disolusi tipe 2
(dayung) dengan kecepatan 50rpm. Medium disolusi yang digunakan
adalah dapar fosfat (pH=7,5) pada suhu 37±0.5oC. masing-masing uji
disolusi tablet disampling sebanyak 10mL pada interval waktu
5,10,15,30,45,60 menit, kemudian digantikan lagi 10mL medium yang
baru untuk mempertahankan volume medium. Konsentrasi ketoprofen
diukur secara spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang
maksimum 260nm.
Hasil Penelitian Pembuatan Kurva Kalibrasi
Serapan ketoprofen dalam etanol 96% memberikan panjang gelombang
maksimum 254 nm, sedangkan serapan ketoprofen dalam medium dapar fosfat
0,05M pH 7,5 memberikan panjang gelombang maksimum 260 nm. Kurva
kalibrasi dibuat pada konsentrasi 4, 5, 6, 8, 10, dan 12 ppm. Serapan yang
diperoleh masing- masing konsentrasi dapat dibuat kurva kalibrasinya dan
didapatkan persamaan garis untuk etanol 96% y = -0,008070 + 0,0644x , dan
dalam medium dapar fosfat 0,05M pH 7,5 y = -0,00004 + 0,06035x ,dengan
koefisien korelasi (r) berturut- turut sebesar 0,99969, 0,99978. Kurva kalibrasi
ketoprofen pada etanol 96% dapat dilihat pada Gambar 1, dan kurva kalibarsi
ketoprofen pada medium dapar fosfat 0,05 M pH 7,5 dapat dilihat pada Gambar
2 :
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Gambar 1. Kurva kalibrasi ketoprofen dalam etanol 96% pada gelombang 254 nm.
. Gambar 2. Kurva kalibrasi ketoprofen dalam medium dapar fosfat 0,05 M pH 7,5
Penetapan Kadar
Penetapan kadar ketoprofen dihitung menggunakan metode spektrofotometri UV-
Vis.Serapan ketoprofen yang terkandung dalam sampel dispersi padat
ketoprofen-PVP K30 dan ketoprofen-PEG 4000 diukur dengan medium etanol
96% dan pada panjang gelombang 254nm. Dari hasil terserbut didapatkan bahwa
kadar ketoprofen pada dispersi padat dengan PVP K30 dan PEG 4000 mengalami
penurunan dari yang seharusnya yaitu 50 % menjadi 37,01% pada ketoprofen-
PVP K30 dan 44,67% pada ketoprofen-PEG 4000 . Terjadinya penurunan kadar
ketoprofen dimungkinkan karena berkurangnya massa ketoprofen pada proses
pembuatan. Hasil persentase ini digunakan untuk perhitungan massa yang akan
ditimbang pada pembuatan tablet agar didapatkan kesetaraan zat aktifnya
y=-0.00807+0,06440xr:0,9997
0
0.5
1
0 2 4 6 8 10 12 14Serapa
n(A)
Konsentrasi(ppm)
y=-0.00004+0,06035xr:0,99978
00.20.40.60.81
0 2 4 6 8 10 12 14
Serapa
n(A)
Konsentrasi(ppm)
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Uji disolusi serbuk
Uji disolusi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa baik kemampuan dari zat
untuk dapat terdisolusi dalam medium fisiologis tubuh. Pengujian ini dilakukan
dalam medium dapar fosfat 0,05 M pH 7,5 menggunakan alat disolusi selama satu
jam.
Gambar 3 Profil laju disolusi serbuk ketoprofen murni, ketoprofen-PVP K30 campuran fisik,
ketoprofen-PEG 4000 campuran fisik, dispersi padat ketoprofen PVP K30 , dan dispersi padat
ketoprofen-PEG 4000 dalam medium dapar fosfat 0,05 M pH 7,5.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa hasil dispersi padat ketoprofen-PVP K30
terdisolusi paling baik, yaitu 132,59%. Sedangkan untuk ketoprofen murni
terdisolusi sebesar 102,97%, dispersi padat ketoprofen-PEG 4000 terdisolusi
sebesar 112,21%, ketoprofen-PVP K30 campuran fisik (1:1) terdisolusi sebesar
107,18%, ketoprofen murni terdisolusi sebesar 102,97%, dan ketoprofen-PEG
4000 campuran fisik terdisolusi sebesar 101,59%. Hasil pengujian pada medium
dapar fosfat ini menunjukkan bahwa pembentukan dispersi padat dapat
meningkatkan laju disolusi dari ketoprofen, dimana terjadi peningkatan laju
disolusi sebesar 1,287 kali pada hasil dispersi padat ketoprofen-PVP K30 dan
1,089 kali pada ketoprofen-PEG 4000.
0
20
40
60
80
100
120
140
0 10 20 30 40 50 60 70
Jumlahzatterdisolusi(%
)
Waktu(menit)
ketoprofen
ketoprofen-pvpcampuranfisikketoprofen-pegcampuranfisikketoprofen-pvpdispersipadatketoprofen-pegdispersipadat
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Evaluasi serbuk massa tablet
• Laju Alir
Evaluasi ini dilakukan terhadap serbuk massa tablet laju lair dari beberapa
formulasi tablet yang dibuat. Sifat alir dari suatu bahan yang digunakan dapat
berpengaruh terhadap sediaan tablet yang dibuat. Semakin baik sifat alir dari
suatu bahan yang digunakan, maka akan menjamin keragaman bobot dari
tablet yang nantinya akan dihasilkan. Sifat alir dari suatu serbuk dapat
ditunjukkan melalui uji laju alir dan sudut reposa dari serbuk tersebut. Jika laju
alir dari suatu serbuk semakin cepat, maka akan semakin baik sifat laju alirnya.
Sedangkan, apabila laju alir semakin lambat bahkan adanya kemungkinan sulit
untuk mengalir, maka akan semakin buruk sifat laju alirnya. Hal tersebut, dapat
dipengaruhi oleh bentuk partikel dari suatu serbuk tersebut. Hasil uji laju alir
memperlihatkan bahwa terjadinya perbedaan diantara formulasi tablet yang
berbeda. Laju alir dari rendah ketinggi secara berturut turut adalah formula 5,
formula 4, formula 3, formula 1, dan formula 2 dengan nilai rata- rata 0,102,
0,112, 4,26, 4,438, dan 4,581 gram/detik. Seluruh formula menggunakan
antiadheren dan lubrikan yang sama baik jenis maupun jumlahnya. Oleh
karena itu, perbedaan laju alir ini lebih disebabkan oleh bahan tambahan yang
lain dan jumlah bahan yang digunakan dalam formula tersebut. Perbedaan
dalam formula ini terdapat pada penambahan PVP K30 dan PEG 4000 pada
formula 2 dan 3, dan penggunaan hasil dispersi padat pada formula 4 dan 5
dan jumlah avicel PH 102 yang digunakan pada setiap formula.
• Sudut Istirahat
Untuk mengetahui sifat alir serbuk dilakukan uji sudut istirahat. Sudut istirahat
merupakan sudut maksimum yang terdapat antara permukaan setumpuk serbuk
dengan bidang horizontal, yang mengindikasikan gaya gesek antar partikel
serbuk. Serbuk yang memiliki sifat tidak kohesif dapat mengalir dengan baik,
menyebar dan membentuk timbunan serbuk yang rendah (Lieberman,
Lachman, dan Schwartz, 1990). Hasil uji sudut istirahat memperlihatkan hasil
sifat alir yang baik pada formula 1, formula 2 dan formula 3 yaitu secara
berturut –turut nilai rata- rata sebesar 33,947, 33,50,dan 37,44. Sedangkan,
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
untuk formula 4 dan formula 5 memberikan hasil sifat alir yang kurang baik
yaitu 49,68 dan 50,11. Hal tersebut disebabkan karena pada formula 1
menggunakan avicel PH 102 dalam konsentrasi yang cukup tinggi, sedangkan
pada formula 2 dan 3 menggunakan bentuk asli PVP dan PEG yang berbentuk
serbuk dan serpihan lilin (wax) yang masih memiliki sifat alir yang lebih baik
dibandingkan dengan hasil dari dispersi padat . Pada formula 4 dan formula 5
sifat alir yang kurang baik disebabkan karena karateristik dari hasil dispersi
padat yang digunakan.
• Indeks kompresibiltas
Indeks kompresibilitas menunjukkan sifat alir serbuk dengan membandingkan
densitas serbuk sebelum dan sesudah tapping. Indeks kompresibilitas dikenal
juga sebagai indeks carr yang dinyatakan dalam persen. Berdasarkan dari hasil
pengujian, formulasi tablet 1 memiliki indeks kompresibilitas sebesar 29,00 ±
0,000 dengan rasio hausner 1,408 ± 0,000, berdasarkan USP 32 formula
tersebut masuk dalam kategori buruk. Formulasi tablet 2 memiliki indeks
kompresibilitas sebesar 27,909± 1,247 dengan rasio hausner 1,387 ± 0,087
termasuk dalam kategori buruk. Formulasi tablet 3 memiliki indeks
kompresibilitas sebesar 30,668 ± 1,482 dengan rasio hausner sebesar 1,442 ±
0,043 termasuk dalam kategori buruk. Formulasi tablet 4 memiliki indeks
kompresibilitas sebesar 38,743 ± 1,134 dengan rasio hausner sebesar 1,624 ±
0,073 termasuk dalam kategori sangat sangat buruk. Formulasi tablet 5
memiliki indeks kompresibilitas sebesar 34,75 ±1,214 dengan rasio hausner
sebesar 1,533 ± 0,094 termasuk dalam kategori sangat buruk. Hasil uji
kompresibilitas menunjukkan hasil yang kurang baik pada keseluruhan
formula. Dari data indeks kompresibilitas ini juga mendukung kenyataan
bahwa seluruh formula massa tablet memiliki kemampuan kempa yang kurang
baik, karena nilai indeks kompresibilitas yang lebih besar dari 25%. Hal
tersebut dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, dan
kecenderungan partikel untuk melekat satu dengan lainnya.
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Evaluasi Tablet
• Uji penampilan fisik
Tablet yang dihasilkan pada formulasi 1,2,dan 3 memiliki bentuk yang bulat
dengan permukaan yang halus. Tablet berwarna putih, berbau manis,
mengkilap pada pinggirnya, dan rasanya tidak terlalu pahit.Pada formulasi 4
dan 5 tablet berbentuk bulat dengan permukaan yang agak kasar. Pada tablet d
terdapat bercak kecoklatan, sedangkan pada formulasi 5 tablet berwarna putih
tablet 4 dan 5 tidak berbau.
(1) (2)
(3) (4) (5)
Gambar 4 Tablet ketoprofen murni (1), ketoprofen-PVP K30 campuran fisik (2), ketoprofen-PEG
4000 campuran fisik (3), ketoprofen-PVP K30 hasil dispersi padat (4), ketoprofen-PEG 4000 hasil
dispersi padat (5)
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
• Uji keseragaman ukuran
Uji keseragaman ukuran dilakukan untuk memastikan bahwa dengan ukuran
tablet yang sama diharapkan memiliki bobot yang seragam. Pada penelitian ini,
diameter tablet dari semua formula memiliki besaran yang sama, yaitu 1,118
cm. Namun untuk tebal tablet yang dihasilkan memiliki besaran yang
bervariasi untuk setiap formula. Rata- rata ketebalan tablet secara berturut-
turut pada formula 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah 0,373 cm, 0,355 cm, 0,365 cm,
0,523 cm, dan 0,531 cm. Tebal tablet yang dihasilkan berbeda- beda hal
tersebut kemungkinan dikarenakan oleh perbedaan pengisian volume die yang
digunakan ketika mencetak tablet yang diinginkan, yaitu 400 mg. Selain itu,
dapat juga disebabkan karena beban cetak yang tidak konstan dan pengisian
die yang bervariasi karena ukuran dan distribusi partikel serta kepadatan
campuran partikel yang dikempa.
• Uji keseragaman sediaan
Uji keragaman bobot dan keseragaman kandungan dilakukan untuk
memastikan bahwa kandungan yang terdapat dalam tablet pada suatu formula
memiliki jumlah yang sama. Rata- rata bobot tablet secara berurutan pada
formula 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah 403,5 mg, 402,5 mg, 402,4 mg, 403,9 mg, dan
404,1 mg. Dan rata-rata keseragaman sediaan berurutan pada formula 1, 2, 3,
4, dan 5 adalah 98,51%, 99,26%, 99,03%, 98,23%, 98,43%. Penyimpangan
bobot dan kandungan ini terjadi karena adanya kemungkinan perbedaan
ukuran dan distribusi ukuran granul yang tidak merata. Terlalu banyak granul
dengan ukuran yang lebih besar akan mempengaruhi variasi besarnya rongga
antara granul saat pengisian die. Secara volumetric menunjukkan kesamaan,
namun bobot yang dihasilkan akan bervariasi.hasil keragaman bobot dan
keseragaman sediaan memenuhi syarat apabila simpangan baku relatifnya
kurang dari 2,0%. Pada uji keragaman pada formula 1 tidak memenuhi
persyaratan, karena simpangan baku relatifnya 2,02. Sedangkan pada formula
2, 3, 4, dan 5 memenuhi persyaratan keragaman bobot dan keseragaman
sediaan.
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
• Uji kekerasan
Kekerasan tablet menggambarkan ketahanan tablet terhadap kekuatan mekanis
seperti kerusakan dan abrasi selama pengemasan kecepatan tinggi dan
transportasi. Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan tertentu supaya
dapat bertahan terhadap berbagai guncangan mekanis pada saat proses
pembuatan, pengemasan, dan pendistribusian. Persyaratan untuk kekerasan
tablet dengan bobot 400 mg adalah 3,5-7 kp. Hasil uji kekerasan yang
dilakukan memiliki nilai rata- rata kekerasan tablet secara berturut- turut untuk
formula 1, 2, 3, 4 dan 5 adalah 5,29, 6,723, 5,035, 3,24, dan 2,49. Dapat
disimpulkan bahwa evaluasi kekerasan tablet pada formula 1,2,dan 3
memenuhi persyaratan. Tetapi pada formula 4 dan 5 tidak memenuhi
persyaratan kekerasan.
Kekerasan tablet bergantung pada pengisian die dan tekanan cetak serta
kerapatan dan porositas massa cetak. Selain itu, juga bergantung terhadap jarak
antar punch atas dan punch bawah. Variasi kekerasan tablet dapat disebabkan
oleh stabilitas dari kedudukan punch. Perbedaan kekerasan ini dapat juga
disebabkan karena tekanan yang tidak konstan dan pengisian die yang
bervariasi karena jumlah yang ada pada die tidak merata.
• Uji keregasan
Keregasan tablet merupakan salah satu parameter kekuatan mekanis dari suatu
tablet. Pengujiannya dilakukan dengan menggunakan alat friabilator dengan
kecepatan 25 rpm selama 4 menit. Selama pengujian ini tablet diuji
ketahanannya terhadap benturan akibat jatuh bebas dan gesekan. Keregasan
tablet dikatakan baik apabila hasil yang diperoleh kurang dari sama dengan
0,80%. Pada penelitian ini, hasil yang diperoleh secara berturut- turut pada
formula 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah 0,50%, 0,15%, 0,13%, 1,35%, dan 1,74%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tablet pada formula 1, 2, dan 3 memenuhi syarat
keregasan tablet. Sedangkan pada formula 4 dan 5 tidak memenuhi
persyaratan. Pada formula 4 dan 5 yang memiliki hasil uji keregasan tidak
memenuhi persyaratan menunjukan bahwa memiliki tingkat kerapuhan yang
tinggi dan akan mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat dalam
tablet. Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi
konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada tablet. Tablet dengan
konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet dengan bobot kecil), adanya kehilangan
massa akibat rapuh akan mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat
dalam tablet.
• Uji waktu hancur
Disintegrasi merupakan pecahnya tablet menjadi partikel- partikel kecil atau
granul. Penambahan bahan penghancur dapat memudahkan pecahnya atau
hancurnya tablet karena terjadinya kontak antara tablet dengan cairan saluran
pencernaan. Waktu hancur yang diperlukan untuk tablet biasa yaitu tidak boleh
lebih dari 15 menit.
Waktu hancur tablet bergantung pada kekerasan tablet. Pada tablet formula 4
dan 5 dengan kekerasan tablet yang rendah memiliki waktu hancur yang paling
cepat, sedangkan untuk formula 1, 2, dan 3 memiliki hasil uji kekerasan tablet
yang berbeda dan mempengaruhi hasil uji waktu hancur menjadi lebih lama.
Pada formula tablet 5 memiliki waktu hancur yang cukup cepat hal tersebut
dapat disebabkan karena kekerasan tablet pada tablet tersebut merupakan
kekerasan yang paling terendah diantara tablet lainnya sehingga mempengaruhi
waktu hancur tablet. Formula 4 memiliki waktu hancur yang lebih lama
dibandingkan formula 5, hal tersebut disebabkan kekerasan formula 4 yang
lebih besar dibandingkan formula 5.
• Penetapan kandungan zat aktif dalam tablet
Uji ini dilakukan untuk menentukan kandungan obat dalam sediaan tablet yang
dimuat, bertujuan untuk menjamin sediaan tablet mengandung obat dalam
jumlah dosis yang ditentukan dan akan memerikan efek terapetik yang
diinginkan. Hasil rata- rata uji penetapan kandungan zat aktif dalam tablet
dalam penelitian ini secara berturut-turut pada formula 1, 2, 3, 4, 5, dan tablet
ketoprofen dipasaran adalah 99,59%, 99,31%, 99,01%, 99,87%, 99,91%, dam
101,25%. Persyaratan kadar ketoprofen yaitu tidak kurang dari 98,5% dan
tidak lebih dari 101,0% dari yang tertera pada etiket. Hasil penetapan
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
kandungan zat aktif dalam tablet ini memenuhi persyaratan pada keseluruhan
tablet.
• Uji disolusi tablet
Uji disolusi tablet dilakukan untuk mengetahui seberapa baik kemampuan dari
tablet untuk dapat terdisolusi dalam medium fisiologis tubuh. Pengujian ini
dilakukan pada medium dapr fosfat 0,05 M pH 7,5 menggunakan alat disolusi
tipe dayung selama satu jam.
Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa tablet dispersi padat
ketoprofen-PEG 4000 terdisolusi paling baik, yaitu 107,274%. Tablet hasil
dispersi padat ketoprofen-PVP K30 terdisolusi sebesar 102,162, tablet
ketoprofen-PEG 4000 campuran fisik terdisolusi 103,624 %, ketoprofen-PVP
K30 campuran fisik terdisolusi sebesar 99,302% . Sedangkan untuk tablet
ketoprofen murni terdisolusi sebesar 69,12%. Hasil pengujian ini menunjukkan
bahwa dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi dari ketoprofen, dimana
terjadi peningkatan laju disolusi sebesar 1,551 kali pada dispersi padat
ketoprofen-PEG 4000 dan sebesar 1,478 kali pada dispersi padat ketoprofen-
PVP K30.
Gambar 5 Profil laju disolusi tablet ketoprofen murni, ketoprofen-PVP K30 campuran fisik,
ketoprofen-PEG 4000 campuran fisik, dispersi padat ketoprofen-PVP K30 , dan dispersi padat
ketoprofen-PEG 4000 dalam medium dapar fosfat 0,05 M pH 7,5.
0
20
40
60
80
100
120
0 10 20 30 40 50 60 70
Zaty
angterdisolusi(%
)
Waktu(menit)
Ketoprofen
CampuranFisikKetopfren-PVP
Campuranfisikketoprofen-PEGDispersipadatketoprofen-PVP
Dispersipadatketoprofen-PEG
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Terjadinya peningkatan laju disolusi pada tablet ketoprofen dispersi padat PVP
dan PEG karena dispersi padat dihasilkan dengan mengurangi ukuran partikel
sehingga luas permukaannya meningkat dan meningkatkan laju disolusi.
Setelah didapat data uji disolusi, dapat dihitung efisiensi disolusi dari masing-
masing hasil yang diperoleh. Penjelasan hasil disolusi dengan perhitungan
efisiensi disolusi lebih sering digunakan karena manggambarkan proses yang
terjadi, dimana semakin tinggi nilai efisiensi maka akan semakin cepat suatu
padatan melarut dalam pelarut. Pada formula 1 ED60 yang diperoleh sebesar
57,82%, yang mengalami peningkatan hasil efisiensi disolusi pada formula 2, 3, 4,
dan 5 berturut-turut yaitu sebesar 84,90, 72,43, 90,21, dan 87,08.
Dari perhitungan efisiensi disolusi dapat dikatakan bahwa pada formula 4 dapat
meningkatkan paling besar yaitu sebesar 1,56 kali, pada formula 5 peningkatan
sebesar 1,50 kali, pada formula 2 peningkatan sebesar 1,46 kali, dan pada formula
3 peningkatan sebesar 1,25 kali.
Kesimpulan 1. Hasil uji disolusi serbuk dalam medium dapar fosfat 0,05 M pH 7,5
menunjukkan bahwa hasil dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi
dari ketoprofen, dimana terjadi peningkatan laju disolusi sebesar 1,287 kali
lipat pada hasil dispersi padat ketoprofen-PVP K30 dan 1,089 kali lipat pada
ketoprofen-PEG 4000.
2. Setelah diformulasikan menjadi tablet hasil uji disolusi dari tablet hasil
dispersi padat dapat meningkatkan laju disolusi sebesar 1,551 kali lipat pada
dispersi padat ketoprofen-PEG 4000 dan sebesar 1,478 kali lipat pada dispersi
padat ketoprofen-PVP K30.
Saran Dilakukan formulasi dispersi padat yang sesuai untuk mendapat hasil yang dapat
diformulasikan pada tablet
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Daftar Referensi Abdou, H.M. (1989). Dissolution, Bioavailability and Bioequivalence. Pennsylvania: Mark
Publishing, 11, 53, 265.
Alatas , F., Nurono S , S., & Asyarie, S. (2006). Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju
disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-PEG 4000. 17(2), 57-62.
Allen, L. V., Popovich, Ansel, N. G., & C, H. (2011). Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and
Drug Delivery Systems (9th ed.). Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins.
British Pharmacopeia. (2009). British Pharmacopoeia 2009. London.
British Pharmacopeia. (2013) British Pharmacopoeia Incorporating the Requirements o the 7th
Edition of the European Pharmacopoeia as Amanded by Suplements 7.1 to 7.5 London.
Banker, G., & Anderson, N. (1986). Tablet dalam: Lachman L., Lieberman H.A., and Kaning J.L.
(Ed). Teori dan Praktek Farmasi Industri Vol. II, Edisi ketiga (1994). Jakarta: UI Press,
643-705.
Chiou, W., & Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical Applications of Solid Dispersion Systems.
Journal of Pharmaceutical sciences, 60(9), 1291-1302.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta.
Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 650, 1085.
Karmarkar A.B., Gonjari I.D., Hosman A.H., Dhabal P.N and Bhis S.B.
Liquisolid Tablets: A Novel Approach for Drug Delivery. Int J Health Res, 2009; 2(1), 45-
50
Katzung, B. G. (1998). Basic and Clinical Pharmacology. Stamford, CT: Appleton
and Lange
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta.
Lachman, L; H,A, Lieberman.; J.L, Kanig. (1989). The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy (3rd ed.). Philadelphia: Lea & Febiger.
Leuner, C. and Dressman, J., 2000, Improving drug solubility for oral delivery using solid
dispersion, Eur. J. Pharm. Biopharm., 50, 47-60
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Martin, A., Swarbick, J., & Cammarata, A. (2011). Farmasi Fisik Dasar- dasar Kimia Fisik dalam
Ilmu Farmasetik, Vol.I, Edisi kelima, (Yoshita Penerjemah) Jakarta: UI Press, 558-560,
581-582.
Parfitt, K., 1999, Martindale, The Complete Drug Reference, Vol.1, Pharmaceutical Press,
London,48-49.
Rowe, R.C., Shekey, P.J., & Owen, S. C. (Ed). (2006). Pharmaceutical Excipients 5.
Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
Singh, S., Baghel, R,. S., Yasav, L., (2011). A Review on Solid Dispersion. Internasional Journal
of Pharmacy & Life Sciences. 2 (9). 1078-1095.
Sweetman, S. C. (Ed.). (2007). Martindale: The Complete Drug Reference 36th ED., London: The
Pharmaceutical Press.
The United States Pharmacopoeial Convention. (2009) .The United State Pharmacopoeia 32th
Edition and National Formulary 27th Edition . Rockville (MD): The United States
Pharmacopoeia Convenion.
The United States Pharmacopoeial Convention. (2007). The United State Pharmacopoeia 29th
Edition and National Formulary 24th Edition. Rockville (MD): The United States
Pharmacopoeia Convention.
Voigt, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 594.
Wagner,J.G., Pennarowski, M., (1971), Biopharmaceutics and Relevant
Pharmacokinetics, First Edition, Drug Intelligence Publication, Hamilton, Ilinois, 115-
120.
Yadav, P., Kumar, V., Singh, U., Bhat, H., & Mazumder, B. (2013). Physicochemical
characterization and in vitro dissolution studies of solid dispersions of ketoprofen with
PVP K30 and D-mannitol. Saudi Pharmaceutical Journal, 77-8
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016
Formulasi dan ..., Intan Arafah, FFAR UI, 2016