Post on 03-Dec-2021
CORPORATE GOVERNANCE……………………..………………………………........................…….….…. (Linawati & Pangeran)
47
CORPORATE GOVERNANCE DAN NILAI PERUSAHAAN:
PERAN MODERASI KONSENTRASI INDUSTRI
Poh Linawati
Perminas Pangeran
Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana
Jl. Dr. Wihidin Sudiro Husodo 5 - 25, Yogyakarta, 55224
Email: perminas_pangeran@yahoo.com
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the moderating role of industry concentration between
corporate governance (Board of Commissioners Independent, Managerial Ownership, and
Institusional Ownership) and firm value. Industry concentration classification is calculated by the
Herfindahl-Hirschman Index (HHI). In terms of chow test can be concluded that the regression
equation between sub-groups of concentrated industries and less concentrated industries differ
significantly and it shows that the industry concentration is moderating variable.
Keywords: Industrial Concentration, Board Of Commissioners Independent, Managerial Ownership,
Institusional Ownership, Firm Value.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran moderasi konsentrasi industri antara corporate
governance (Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional)
terhadap nilai perusahaan. Klasifikasi konsentrasi industri dihitung dengan Indeks Herfindahl-
Hirschman (HHI). Dari perhitungan chow test dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi antar
sub-kelompok atas industri terkonsentrasi dan industri cukup terkonsentrasi berbeda secara
signifikan dan hal ini menunjukkan bahwa variabel konsentrasi industri adalah variabel moderasi.
Kata Kunci: Konsentrasi Industri, Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Nilai Perusahaan.
PENDAHULUAN
Perhatian terhadap praktik tata kelola
perusahaan (Corporate Governance) telah
meningkat akhir-akhir ini. Pelaksanaan
Corporate Governance sering dikaitkan
dengan kenaikan nilai perusahaan. Mening-
katnya nilai perusahaan adalah sebuah
prestasi, yang sesuai dengan keinginan para
pemegang saham karena dengan nilai
perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh
tingginya kemakmuran pemegang saham.
Semakin tinggi harga saham maka semakin
tinggi pula nilai perusahaan.
Beberapa penelitian berpendapat bahwa
pelaksanaan corporate governance mem-
berikan pengaruh yang signifikan terhadap
nilai perusahaan, namun ada pula yang
berpendapat sebaliknya yaitu corporate
governance tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Mekanisme corporate governance
dapat diukur dengan keberadaan komite audit,
komposisi komisaris independen, dan struktur
kepemilikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Saputra
(2010) menjelaskan bahwa kepemilikan
manajerial mempengaruhi secara positif nilai
perusahaan sedangkan kepemilikan institu-
JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015
48
sional tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan. Permanasari (2010)
menjelaskan bahwa kepemilikan manajemen
dan kepemilikan institusional tidak mempe-
ngaruhi nilai perusahaan. Putri (2011)
menjelaskan bahwa kepemilikan manajerial
memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
nilai perusahaan sedangkan komisaris
independen tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap nilai perusahaan. Febryana
(2013) menjelaskan bahwa komisaris indepen-
den tidak berpengaruh signifikan negatif
terhadap nilai perusahaan, kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap nilai
perusahaan.
Perbedaan hasil ini dimungkinkan
adanya variabel moderasi. Variabel moderasi
adalah variabel independen yang akan
memperkuat atau memperlemah hubungan
antara variabel independen lainnya terhadap
variabel dependen. Penelitian yang dilakukan
oleh Giround dan Mueller (2011) menemukan
bahwa tata kelola perusahaan yang lemah
memiliki ROE yang rendah, kinerja operasi
(ROA) yang buruk dan nilai perusahaan
rendah, tetapi hanya dalam industri terkon-
sentrasi. Pada penelitian ini, Giround dan
Mueller mengasumsikan konsentrasi industri
sebagai variabel moderasi yang dapat
mempengaruhi corporate governance terhadap
nilai perusahaan. Konsentrasi industri tersebut
dilihat melalui persaingan pasar produk.
Perusahaan dengan tata kelola yang baik akan
memiliki kinerja yang tinggi tergantung pada
kondisi persaingan pasarnya. Heather (2002)
dalam Natalinov dan Pangeran (2013)
membuat tiga klasifikasi tingkat konsentrasi
industri, yaitu terkonsentrasi (tidak kom-
petitif), cukup terkonsentrasi (cukup kom-
petitif), tidak terkonsentrasi (sangat kom-
petitif).
Jika dilihat dari definisi konsentrasi
industri tersebut maka dalam persaingan pasar
produk, industri tidak terkonsentrasi memiliki
keunggulan dibandingkan industri terkonsen-
trasi. Karena industri tidak terkonsentrasi lebih
banyak terlibat dalam kegiatan inovasi.
Investor menilai inovasi merupakan suatu aksi
korporasi yang berisiko dan sangat dapat
mempengaruhi arus kas yang dihasilkan
perusahaan nantinya. Oleh karena itu, tingkat
keuntungan yang disyaratkan menjadi lebih
tinggi di industri yang penuh dengan inovasi.
Hou dan Robinson (2006) dalam
Natalinov dan Pangeran (2013) berpendapat
bahwa adanya hambatan masuk pada industri
yang terkonsentrasi membuat perusahaan-
perusahaan yang masuk di dalamnya dapat
menetapkan harga premium dan meningkatkan
output dengan besarnya sumber daya yang
dikuasai ketika permintaan produk melonjak.
Hal inilah yang menyebabkan perusahaan-
perusahaan pada industri yang terkonsentrasi
menjadi market power, menghasilkan laba
abnormal, dan net profit margin (NPM) yang
tinggi. Namun, mempertimbangkan kecilnya
kemungkinan terjadi distress pada perusahaan-
perusahaan ini, dan lemahnya tingkat
persaingan di industri ini yang dilihat dari
kurangnya keterlibatan dalam inovasi yang
berisiko, maka return yang disyaratkan
investor juga rendah.
Berdasarkan latar belakang tersebut saya
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
apakah pelaksanaan corporate governance
mempengaruhi nilai perusahaan tergantung
pada peran tingkat konsentrasi industri.
Penulis memutuskan melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Peran Moderasi
Konsentrasi Industri Pada Corporate
Governance dan Nilai Perusahaan”. Pada
penelitian ini corporate governance diprok-
sikan dengan Dewan Komisaris Independen,
Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan
Institusional. Hasil penelitian ini pada
akhirnya diharapkan akan memberikan
gambaran baru tentang karakteristik tingkat
konsentrasi industri di Indonesia.
Penelitian ini menekankan pada
konsentrasi industri diukur dengan HHI untuk
mengelompokkan perusahaan dalam industri
cukup terkonsentrasi dan perusahaan dalam
industri terkonsentrasi. Perusahaan sampel
merupakan perusahaan dalam industri
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dan mempunyai laporan tahunan
(annual report) selama tahun 2010-2012.
Konsep corporate governance diukur dengan
komposisi dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menguji peran moderasi konsentrasi industri
antara corporate governance (Dewan
Komisaris Independen, Kepemilikan Mana-
CORPORATE GOVERNANCE……………………..………………………………........................…….….…. (Linawati & Pangeran)
49
jerial, Kepemilikan Institusional) terhadap
nilai perusahaan.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber tambahan bagi pengembang teori
untuk melakukan analisis mengenai pengaruh
variabel moderasi dalam penelitian. Sebagai
bahan masukan dan pertimbangan perusahaan
untuk menentukan kebijakan pelaksanaan
good corporate governance sebagai strategi
guna meningkatkan nilai perusahaan. Peneli-
tian ini diharapkan dapat membantu
pemerintah dalam menentukan kebijakan bagi
perusahaan untuk melaksanakan good
corporate governance agar perusahaan tidak
mengalami kebangkrutan.
KAJIAN LITERATUR
Konsentrasi Industri
Konsentrasi industri mengacu pada
karakteristik struktural dari sektor bisnis. Ini
adalah sejauh mana produksi dalam suatu
industri atau ekonomi secara keseluruhan
didominasi oleh beberapa perusahaan besar.
Perusahaan yang besar dapat mendominasi
pasar sehingga dapat menetapkan harga dan
diikuti oleh perusahaan kecil lainnya. Setelah
dianggap gejala kegagalan pasar, konsentrasi
industri untuk sebagian besar saat ini terlihat
sebagai indikator kinerja ekonomi yang
unggul.
Pada tahun 1982, Indeks Herfin-dahl-
Hirschman (HHI) menjadi ukuran standar
konsentrasi industri. Indeks Herfindahl-
Hirschman (HHI) memperhitungkan ukuran
relatif dan jumlah perusahaan yang bersaing
dalam industri (Natalinov dan Pangeran,
2013). Heather (2002) dalam Natalinov dan
Pangeran (2013) membuat tiga klasifikasi
tingkat konsentrasi industri. Pertama, terkon-
sentrasi (tidak kompetitif) yaitu tidak ada
persaingan atau sangat kecil, bila indeks HHI
> 1800. Menantang jika indeks naik lebih dari
50 poin melalui merger. Kedua, cukup
terkonstrasi (cukup kompetitif), bila indeks
HHI sebesar 1000-1800. Menantang jika
indeks naik lebih dari 100 poin melalui
merger. Ketiga,, tidak terkonsentrasi (sangat
kompetitif), bila indeks HHI < 1000. Tidak
ada tantangan untuk melakukan merger.
Industri yang terkonsentrasi (tidak
kompetitif) akan memiliki skala operasi yang
lebih besar yang membuat industri tersebut
menghasilkan laba yang tinggi dan mencip-
takan hambatan masuk untuk pesaing baru
masuk ke dalam industri tersebut. Industri
yang kompetitif akan membutuhkan modal
asing (hutang) yang lebih besar karena industri
ini lebih banyak terlibat dalam kegiatan
inovasi yang membutuhkan investasi besar.
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan sangat penting karena
dengan nilai perusahaan yang tinggi akan
diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang
saham. Menurut Husnan (2000) definisi nilai
perusahaan: “nilai perusahaan merupakan
harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli apabila perusahaan tersebut dijual”.
Nilai perusahaan merupakan nilai atau harga
pasar yang berlaku atas saham umum
perusahaan.
Berdasarkan definisi di atas menun-
jukkan bahwa nilai perusahaan merupakan
harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli diartikan sebagai harga pasar atas
perusahaan itu sendiri. Di bursa saham, harga
pasar berarti harga yang bersedia dibayar oleh
investor untuk setiap lembar saham
perusahaan. Oleh karenanya dapat dikatakan
bahwa nilai perusahaan adalah merupakan
persepsi investor terhadap perusahaan yang
selalu dikaitkan dengan harga saham.
Corporate Governance
FCGI (Forum For Governance In
Indonesia) dalam publikasi yang pertamanya
mempergunakan definisi Cadburry Com-
mittee, corporate governance yaitu: “sepe-
rangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan
intern dan ekstern lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau
dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan”. Disamping
itu FCGI juga menjelaskan, bahwa tujuan dari
corporate governance adalah “untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders)”. Secara
JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015
50
lebih rinci, terminology corporate governance
dapat dipergunakan untuk menjelaskan
peranan dan perilaku dari Dewan Direksi,
Dewan Komisaris, pengurus (pengelola)
perusahaan, dan para pemegang saham.
Menurut OECD (Organization for
Economic Co-operation and Development),
ada empat unsur penting dalam corporate
governance. Pertama, fairness (keadilan),
menjamin perlindungan hak-hak para
pemegang saham, termasuk hak-hak peme-
gang saham minoritas dan para pemegang
saham asing, serta menjamin terlaksananya
komitmen dengan para investor. Kedua,
Transparansi, mewajibkan adanya suatu
informasi yang terbuka, tepat waktu, serta
jelas, dan dapat diperbandingkan yang
menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan
perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
Ketiga, accountability (akuntabilitas), menje-
laskan peran dan tanggungjawab, serta
mendukung usaha untuk menjamin penye-
imbangan kepentingan manajemen dan
pemegang saham, sebagaimana yang diawasi
oleh Dewan Komisaris (dalam Two Tiers
System). Keempat, responsibility (pertang-
gungjawaban). Memastikan dipatuhinya
peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai
cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial (OECD
Business Sector Advisory Group on Corporate
Governance, 1998).
Prinsip-prinsip corporate governance
dari oecd menyangkut hal-hal sebagai berikut:
hak-hak para pemegang saham; perlakuan
yang sama terhadap para pemegang saham;
peranan semua pihak yang berkepentingan
dalam corporate governance; transparansi dan
penjelasan; peranan dewan komisaris.
Walaupun banyak pendapat tentang
definisi dan tujuan corporate governance,
namun demikian ada prinsip dasar yang
berlaku universal. Sebagai gambaran, untuk
berhasil di pasar yang bersaing, suatu
perusahaan harus mempunyai pengelola
perusahaan yang inovatif, yang bersedia untuk
mengambil risiko yang wajar, dan yang
senantiasa mengembangkan strategi baru
untuk mengantisipasi situasi yang berubah-
ubah.
Dewan Komisaris
Dewan Komisaris memegang peranan
yang sangat penting dalam perusahaan,
terutama dalam pelaksanaan good corporate
governance. Dewan Komisaris merupakan inti
dari corporate governance yang ditugaskan
untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam
mengelola perusahaan, serta mewajibkan
terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya,
Dewan Komisaris merupakan suatu
mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk
memberikan petunjuk dan arahan pada
pengelola perusahaan. Mengingat manajemen
yang bertanggung-jawab untuk meningkatkan
efisiensi dan daya saing perusahaan sedangkan
Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk
mengwasi manajemen maka Dewan Komisaris
merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan
perusahaan.
Lebih lanjut tugas-tugas utama Dewan
Komisaris. Pertama, menilai dan
mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis
besar rencana kerja, kebijakan pengendalian
risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha;
menetapkan sasaran kerja; mengawasi
pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta
memonitor penggunaan modal perusahaan,
investasi dan penjualan asset. Kedua, menilai
sistem penetapan penggajian pejabat pada
posisi kunci dan penggajian anggota Dewan
Direksi, serta menjamin suatu proses
pencalonan anggota Dewan Direksi yang
transparan dan adil. Ketiga, memonitor dan
mengatasi masalah benturan kepentingan pada
tingkat manajemen, anggota Dewan Direksi
dan anggota Dewan Komisaris, termasuk
penyalahgunaan aset perusahaan dan
manipulasi transaksi perusahaan. Keempat,
memonitor pelaksanaan Governance, dan
mengadakan perubahan di mana perlu.
Kelima, memantau proses keterbukaan dan
efektifitas komunikasi dalam perusahaan.
Dewan Komisaris Independen
Kriteria Komisaris Independen diambil
oleh FCGI dari kriteria otoritas bursa efek
Australia tentang Outside Directors. Kriteria
tentang Komisaris Independen terdiri dari: 1)
Komisaris Independen bukan merupakan
anggota manajemen; 2) Komisaris Independen
CORPORATE GOVERNANCE……………………..………………………………........................…….….…. (Linawati & Pangeran)
51
bukan merupakan pemegang saham mayoritas,
atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain
yang berhubungan secara langsung atau tidak
langsung dengan pemegang saham mayoritas
dari perusahaan; 3) Komisaris Independen
dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak
dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai
eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan
lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak
pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai
komisaris setelah tidak lagi menempati posisi
seperti itu; 4) Komisaris Independen bukan
merupakan penasehat profesional perusahaan
atau perusahaan lainnya yang satu kelompok
dengan perusahaan tersebut; 6) Komisaris
Independen bukan merupakan seorang
pemasok atau pelanggan yang signifikan dan
berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan
lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara
lain berhubungan secara langsung atau tidak
langsung dengan pemasok atau pelanggan
tersebut; 7) Komisaris Independen tidak
memiliki kontraktual dengan perusahaan atau
perusahaan lainnya yang satu kelompok selain
sebagai komisaris perusahaan tersebut; 8)
Komisaris Independen harus bebas dari
kepentingan dan urusan bisnis apapun atau
hubungan lainnya yang dapat, atau secara
wajar dapat dianggap sebagai campur tangan
secara material dengan kemampuannya
sebagai seorang komisaris untuk bertindak
demi kepentingan yang menguntungkan
perusahaan.
Keberadaaan Komisaris Independen
telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui
peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000.
Dikemukakan bahwa perusahaan yang listed di
Bursa harus mempunyai Komisaris Indepen-
den yang secara proporsional sama dengan
jumlah saham yang dimiliki pemegang saham
yang minoritas (bukan controlling
shareholders). Dalam peraturan ini persya-
ratan jumlah minimal Komisaris Independen
adalah 30% dari seluruh anggota Dewan
Komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang
Komisaris Independen adalah sebagai berikut:
1) Komisaris Independen tidak memiliki
hubungan afiliasi dengan pemegang ssaham
mayoritas atau pemegang saham pengendali
(controlling shareholders) Perusahaan
Tercatat yang bersangkutan. 2) Komisaris
Independen tidak memiliki hubungan dengan
direktur dan/atau komisaris lainnya
Perusahaan Tercatat yang bersangkutan. 3)
Komisaris Independen tidak memiliki
kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya
yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat
yang bersangkutan; 3) Komisaris Independen
harus mengerti peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal; 4) Komisaris
Independen diusulkan dan dipilih oleh
pemegang saham minoritas yang bukan
merupakan pemegang saham pengendali
(bukan controlling shareholders) dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS).
Kepemilikan Saham
Masalah corporate governance me-
rupakan masalah yang timbul sebagai akibat
pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan
mempunyai kepentingan yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut antara lain karena
karakteristik kepemilikan dalam perusahaan.
(Hastuti, 2005 dalam Putri, 2011)
Menurut Eliza (2010) dalam Febryana
(2013), kepemilikan manajerial adalah jumlah
saham perusahaan-perusahaan publik yang
dimiliki oleh individu-individu atau kelompok
elit yang berasal dari dalam perusahaan yang
mempunyai kepentingan langsung terhadap
perusahaan. Kepemilikan manajerial ini
dihitung dengan membandingkan jumlah
saham yang dimiliki oleh manajerial dengan
jumlah total saham perusa-haan tersebut yang
beredar di pasar.
Pihak manajerial adalah pihak yang
menjalankan perusahaan. Nuringsih (2005)
dalam Febryana (2013) berpendapat bahwa
manajer mendapat kesempatan untuk terlibat
dalam kepemilikan saham dengan tujuan untuk
mensetarakan dengan pemegang saham agar
dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik.
Penelitian Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa terdapat kesejajaran antara
kepentingan manajer dan pemegang saham
pada saat manajer memiliki saham perusahaan
dalam jumlah yang besar.
Adanya kepemilikan saham oleh pihak
manajemen akan menimbulkan suatu
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan
yang diambil oleh manajemen perusahaan.
Masalah teknis tidak akan timbul jika
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan tidak
dijalankan secara terpisah. Pemilik (pemegang
saham) bertujuan untuk memaksimalkan
JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015
52
kekayaannya dengan melihat nilai sekarang
dari arus kas yang dihasilkan oleh investasi
perusahaan sedangkan manajer bertujuan
untuk peningkatan pertumbuhan dan nilai
perusahaan.
Semakin besar proporsi kepemilikan
manajemen pada perusahaan maka manajemen
cenderung berusaha lebih giat untuk
kepentingan dirinya sendiri sebagai pemegang
saham (Ujiyanto, 2007 dalam Febryana,
2013). Kepemilikan saham manajerial akan
membantu penyatuan kepentingan antara
manajer dengan pemegang saham.
Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan
kepentingan manajemen dengan pemegang
saham, sehingga manajer ikut merasakan
secara langsung manfaat dari keputusan yang
salah. Hal tersebut mengindikasikan mengenai
pentingnya kepemilikan manajerial dalam
meningkatkan nilai perusahaan.
Sementara itu, Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional mermiliki peranan yang sangat
penting dalam meminimalisasi konflik
keagenan yang terjadi antara manajer dan
pemegang saham. Keberadaan investor
institusional dianggap mampu menjadi
mekanisme monitoring yang efektif dalam
setiap keputusan yang diambil oleh manajer.
Kepemilikan institusional adalah
kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki
oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan
asuransi, bank, perusahaan investasi dan
kepemilikan institusional lain (Permanasari,
2010). Kepemilikan institusional memiliki arti
penting dalam memonitor manajemen karena
dengan adanya kepemilikan oleh institusional
akan mendorong peningkatan pengawasan
yang lebih optimal. Monitoring tersebut
tentunya akan menjamin kemakmuran untuk
pemegang saham. Pengaruh kepemilikan
institusional sebagai agen pengawas ditekan
melalui investasi mereka yang cukup besar
dalam pasar modal.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai perusahaan telah banyak
dilakukan. Penelitian tersebut antara lain,
Giroud dan Mueller (2011) mengenai
corporate governance, product market
competition, and equity prices. Penelitian ini
menguji apakah perusahaan dalam industri
tidak kompetitif memberikan manfaat tata
kelola yang lebih baik daripada perusahaan-
perusahaan dalam industri kompetitif.
Penelitian ini menemukan bahwa tata kelola
perusahaan yang lemah memiliki hasil ROE
yang rendah, kinerja operasi yang buruk, dan
nilai perusahaan rendah, tetapi hanya dalam
industri tidak kompetitif (terkonsentrasi).
Ketika menyelidiki penyebab ketidak-
efisiensi, mereka menemukan bahwa tata
kelola perusahaan yang lemah memiliki
produktivitas tenaga kerja rendah dan input
costs (biaya masuk) lebih tinggi, dan lebih
banyak menghancurkan nilai akuisisi, tetapi
sekali lagi hanya dalam industri tidak
kompetitif. Kami juga menemukan bahwa tata
kelola perusahaan yang lemah dalam industri
tidak kompetitif lebih cenderung menjadi
sasaran oleh aktivis hedge fund, menunjukkan
bahwa investor mengambil tindakan untuk
mengurangi ketidakefisiensi.
Natalinov dan Pangeran (2013)
mengenai konsentrasi industri dan return
saham. Pengelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh konsentrasi industri
terhadap return saham masa depan. Penelitian
ini menggunakan seluruh industri (9 industri)
berdasarkan kategori JASICA selama periode
2007-2009. Berdasarkan analisis regresi linier
berganda, hasil penelitian menunjukkan bahwa
industri yang lebih kompetitif menawarkan
return saham masa depan yang lebih tinggi.
Dengan kata lain, semakin terkonsentrasi suatu
industri, return saham masa depan yang
diterima semakin rendah. Ukuran industri
memiliki pengaruh negatif terhadap return
saham masa depan, sedangkan leverage
industri tidak memiliki pengaruh terhadap
return saham masa depan. Hal ini menjelaskan
terdapat perbedaan ukuran industri dalam
industri yang berbeda tingkat konsentrasinya.
Industri yang lebih terkonsentrasi didominasi
oleh perusahaan-perusahaan dengan ukuran
yang lebih besar daripada industri yang lebih
kompetitif.
Febryana (2013) mengenai pengaruh
ukuran perusahaan dan mekanisme corporate
governance terhadap nilai perusahaan.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan
manufaktur yang go public di Bursa Efek
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan signifikan positif
CORPORATE GOVERNANCE……………………..………………………………........................…….….…. (Linawati & Pangeran)
53
terhadap nilai perusahaan, di mana nilai
signifikansi 0,015 < 0,05. Komisaris
Independen tidak berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan, di mana nilai
signifikansi 0,572 > 0,05. Kepemilikan
Manajerial berpengaruh signifikan negatif
terhadap nilai perusahaan, di mana nilai
signifikansi 0,024 < 0,05 dan serta nilai β
negatif – 0,031.
Putri (2011) mengadakan penelitian
mengenai pengaruh corporate governance,
struktur kepemilikan, dan cash holdings
terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan
menggunakan Tobins Q. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
manajerial dan kepemilikan keluarga memiliki
pengaruh negatif signifikan terhadap nilai
perusahaan. Variabel corporate governance
yakni kualitas audit memiliki positif signifikan
terhadap nilai perusahaan. Sementara itu
variabel-variabel lainnya dalam penelitian ini
seperti ukuran dewan direksi, komisaris
independen, kepemilikan asing, dan cash
holdings dalam penelitian ini ditemukan tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
nilai perusahaan.
Saputra (2010) mengadakan penelitian
mengenai pengaruh corporate governance
terhadap nilai perusahaan di Bursa Efek
Indonesia, Jakarta. Penelitian dilakukan pada
industri manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2002-2005. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan
manajerial secara positif mempengaruhi nilai
perusahaan. Temuan ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chen dan Jagi
(2001) dan Hosain, et al. (2001) yang
menemukan bahwa kepemilikan manajerial
berhubungan positif dengan nilai perusahaan.
Penelitian ini menemukan bahwa kepemilikan
institusi tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan. Temuan ini tidak
konsisten dengan Dugal dan Millar (1999)
yang menyatakan bahwa institusi mendapat-
kan keuntungan positif dari pengambilalihan
transaksi. Temuan ini menunjukkan bahwa
banyak Institusi pada hakikatnya tidak
melakukan pengawasan penuh terhadap
perusahaan public sehingga manager dapat
mengambil keputusan yang lebih leluasa
didalam pengelolaan manajemen perusahaan.
Akibatnya, investor institusi ini gagal untuk
memberikan konstribusi positif untuk
meningkatkan nilai perusahaan. Ini juga
menunjukkan bahwa investor institusional
Indonesia tidak memiliki insentif untuk
bertindak sebagai investor aktif.
Permanasari (2010) mengadakan
penelitian mengenai pengaruh kepemilikan
manajemen, kepemilikan institusional, dan
corporate social responsibility terhadap nilai
perusahaan. Penelitian dilakukan pada
perusahaan non keuangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2008. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
yang mempengaruhi nilai perusahaan adalah
variabel corporate social responsibility.
Sedangkan variabel yang tidak mempengaruhi
nilai perusahaan adalah kepemilikan manaje-
men dan kepemilikan institusional.
Isshaq, (2009) mengadakan penelitian
mengenai hubungan antara corporate
governance, struktur kepemilikan, dan cash
holding dengan nilai perusahaan sebagai
variabel dependen. Penelitian Isshaq
menemukan bahwa variabel corporate
governance yaitu ukuran dewan direksi dan
pertemuan dewan berpengaruh secara positif
signifikan terhadap nilai perusahaan yang
diproksikan melalui dari harga saham.
Sementara itu, ditemukan hubangan negatif
tidak signifikan antara proporsi dewan
komisaris independen, struktur kepemilikan
saham, dan cash holding terhadap nilai
perusahaan. Sementara untuk variabel kontrol
yaitu terdapat hubungan positif signifikan
antara risiko finansial dan Dividend Payout
Ratio (DPR) terhadap nilai perusahaan, serta
positif tidak signifikan antara investment
opportunity terhadap nilai perusahaan.
Model Teoretis
Model teroritis seperti digambar no 1,
menjelaskan bahwa konsentrasi industri
memoderasi tata kelola perusahaan dan nilai
perusahaan. Konsentrasi industri tersebut
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu terkonsen-
trasi, cukup terkonsentrasi dan tidak
terkonsentrasi.
JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015
54
Gambar 1
Model Teoritis Peran Moderasi Konsentrasi Industri
Hipotesis
Giroud dan Mueller (2011) menemukan
bahwa tata kelola perusahaan yang lemah
memiliki hasil ROE yang rendah, kinerja
operasi yang buruk, dan nilai perusahaan
rendah, tetapi hanya dalam industri tidak
kompetitif (terkonsentrasi). Ketika menyeli-
diki penyebab ketidakefisiensi, mereka
menemukan bahwa tata kelola perusahaan
yang lemah memiliki produktivitas tenaga
kerja rendah dan input costs (biaya masuk)
lebih tinggi, dan lebih banyak menghancurkan
nilai akuisisi, tetapi sekali lagi hanya dalam
industri tidak kompetitif. Mereka juga
menemukan bahwa tata kelola perusahaan
yang lemah dalam industri tidak kompetitif
lebih cenderung menjadi sasaran oleh aktivis
hedge fund. Hal ini menunjukkan bahwa
investor mengambil tindakan untuk mengu-
rangi ketidakefisiensi.
Berdasarkan hasil penelitian sebe-
lumnya menjelaskan bahwa perusahaan
dengan tata kelola yang lemah menghasilkan
ROE, ROA, dan nilai perusahaan yang rendah,
ketika persaingan pasar dalam industri
terkonsentrasi. Sementara itu, tata kelola yang
kuat menghasilkan ROE, ROA, dan nilai
perusahaan yang tinggi, ketika persaingan
pasar dalam industri tidak terkonsentrasi.
Berdasarkan penjelasan di atas maka hipotesis
pada penelitian ini adalah:
H1: Konsentrasi industri memoderasi antara
corporate governance dan nilai perusahaan.
METODA PENELITIAN
Data dan Sampel
Populasi yang akan diamati dalam penelitian
ini adalah perusahaan industri manufaktur
dalam industri terkonsentrasi dan cukup
terkonsentrasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dan mempunyai laporan
tahunan (annual report) selama tahun 2010-
2012. Jumlah populasi sebanyak 116
perusahaan yang telah go public.
Pemilihan sampel dilaukan dengan
teknik purposive sampling, yaitu pemilihan
sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Perusahaan sampel merupakan perusahaan
yang menerapkan corporate governance diukur
dengan komposisi dewan komisaris indepen-
den, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan
institusional selama tiga tahun berturut-turut
yaitu selama tahun 2010-2012. Jumlah sampel
adalah 24 perusahaan.
Data yang digunakan dalam penelitian
ini dikumpulkan dengan metode dokumentasi.
Sumber data yang digunakan untuk penelitian
ini adalah data sekunder yang diperoleh
melalui situs resmi Indonesia Capital Market
Directory (ICMD), annual report perusahaan,
yahoofinance, dan dari media internet.
Variabel Penelitian
Variabel Dependen. Variabel dependen
adalah variabel yang menjadi pusat perhatian
peneliti. Variabel dependen dalam penelitian
Nilai Perusahaan
1. Dewan Komisaris Independen
2. Kepemilikan Manajerial
3. Kepemilikan Institusional
Konsentrasi Industri
CORPORATE GOVERNANCE……………………..………………………………........................…….….…. (Linawati & Pangeran)
55
ini adalah nilai perusahaan. Nilai perusahaan
merupakan variabel dependen yang diukur
dengan menggunakan Tobin’s Q yang dihitung
dengan menggunakan rumus:
Tobin’s q = (MVE + DEBT) / TA
Q = Nilai perusahaan
MVE = harga penutupan saham di akhir
tahun buku x banyaknya saham
biasa yang beredar.
DEBT = utang lancar – aset lancar + utang
jangka panjang.
TA = Nilai buku total aktiva
Variabel Independen. Variabel independen
adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen, baik yang pengaruhnya positif
maupun yang pengaruhnya negatif. Variabel
independen dalam penelitian ini terdiri dari:
Corporate Governance. Dalam penelitian ini
corporate governance diproksikan dengan
beberapa variabel.
Board Independence atau Dewan Komisaris
Independen.
Komisaris independen diukur dari
proporsi atau jumlah anggota komisaris dalam
dewan komisaris yang ada di dalam
perusahaan. Dalam penelitian Putri (2011)
proporsi dewan komisaris independen
diformulasikan sebagai berikut:
=
∑
∑
Struktur Kepemilikan
Struktur Kepemilikan Manajerial.
Struktur kepemilikan manajerial diukur
dengan presentase kepemilikan saham yang
dimiliki oleh karyawan manajer, serta
pengelola perusahaan dari total jumlah saham
yang beredar.
Struktur kepemilikan institusional.
Struktur kepemilikan institusional diukur
dengan presentase kepemilikan saham yang
dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti
perusahaan asuransi, dana pensiun, atau
perusahaan lain (Permanasari, 2010).
Kepemilikan institusional diukur sesuai
presentase kepemilikan saham oleh institusi
perusahaan. Dengan adanya konsentrasi
kepemilikan, maka para pemengang saham
besar seperti investor institusional akan dapat
memonitor tim manajemen secara lebih efektif
dan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Variabel Moderasi
Variabel moderasi adalah variabel
independen yang akan memperkuat atau
memperlemah hubungan antara variabel
independen lainnya terhadap variabel
dependen. Pada penelitian ini, variabel
moderasi digunakan untuk menentukan objek
penelitian. Variabel moderasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tingkat konsentrasi
industri. Peneliti memilih menggunakan
Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI) sebagai
proksi tingkat konsentrasi industri karena
indeks ini memperhitungkan ukuran relatif dan
jumlah perusahaan yang bersaring dalam
industri (Natalinov dan Pangeran, 2013). HHI
dihitung menggunakan rumus berikut:
∑
HHIj = Nilai indeks Herfindahl-Hirschman
(HHI) pada suatu industri
Sij = Pangsa pasar perusahaan i dalam
industri j
Nj = Jumlah perusahaan dalam industri j
Peneliti menggunakan penjualan untuk
mengukur pangsa pasar suatu perusahaan
(Natalinov dan Pangeran, 2013). Nilai pangsa
pasar didapatkan dari pembagian nilai
penjualan suatu perusahaan dalam suatu
industri dengan jumlah nilai penjualan seluruh
perusahaan dalam industri tersebut. Pangsa
pasar dihitung tanpa dikalikan 100%, sehingga
didapatkan pangsa pasar dalam bentuk desimal
yang pada akhirnya HHI yang dihitung juga
berupa desimal. Indeks HHI merupakan
perkalian HHI dalam bentuk desimal dengan
10.000. Nilai HHI yang kecil menyatakan
bahwa pasar diikuti oleh banyak perusahaan
bersaing, sementara nilai HHI menyatakan
JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015
56
bahwa bagian pasar terkonsentrasi pada
beberapa perusahaan besar.
Objek penelitian yang digunakan adalah
perusahaan dalam industri terkonsentrasi,
cukup terkonsentrasi dan industri kompetitif.
Dengan kriteria perusahaan dalam industri
terkonsentrasi memiliki indeks HHI > 1800,
cukup terkonsentrasi memiliki indeks HHI
sebesar 1000 – 1800, dan kompetitif memiliki
indeks HHI < 1000.
Model Empiris
Permasalahan yang sering dihadapi
adalah adanya variabel independen yang
berskala ukuran non-metrik atau kategori. Jika
variabel independen berukuran kategori atau
dikotomi, maka dalam model regresi variabel
tersebut harus dinyatakan sebagai variabel
dummy dengan memberi kode 0 (nol) atau 1
(satu). Dalam penelitian ini variabel
independen dikelompokkan menjadi industri
terkonsentrasi diberi angka 1 (satu) dan
industri cukup terkonsentrasi diberi angka 0
(nol)..
Oleh karena itu, uji analisis yang
dilakukan pada penelitian ini adalah analisis
sub-kelompok. Analisis ini dilakukan dengan
memecah sampel menjadi dua sub-kelompok
atas dasar variabel ketiga yaitu variabel yang
dihipotesiskan sebagai moderator.
Setelah observasi dibagi menjadi sub-
kelompok, lakukan regresi untuk menginves-
tigasi hubungan antara variabel predictor (X)
dan variabel criterion (Y) untuk masing-
masing sub-kelompok. Untuk menentukan
apakah ada variabel moderasi beberapa
peneliti membandingkan nilai koefisien
determinasi (R2) masing-masing regresi.
Regresi yang memiliki nilai R2
lebih tinggi
dianggap memiliki nilai prediktif yang lebih
baik. Namun demikian banyak kritik yang
menyatakan bahwa menggunakan nilai
koefisien validitas prediksi (R2) untuk
menentukan ada tidaknya variabel moderator
tidaklah cukup. Oleh karena nilai R2 akan
bervariasi antar segmen atau sub-kelompok
sehingga kesimpulan yang menyatakan bahwa
variabel yang digunakan untuk membentuk
sub-kelompok sebagai variabel moderator
dapat salah.
Pendekatan alternatif untuk menguji ada
tidaknya variabel moderator adalah dengan
menguji apakah bentuk hubungan regresi
berbeda untuk setiap sub-kelompok. Chow test
adalah alat untuk menguji test for equality of
coefficients atau uji kesamaan koefisien dan
test ini ditemukan oleh Gregory Chow. Jika
koefisien regresi antar sub-kelompok berbeda,
maka dapat disimpulkan variabel ketiga yang
digunakan untuk memecah menjadi sub-
kelompok adalah moderator.
Model empiris yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Model 1: Seluruh Perusahaan
Nilai perusahaan = α1 + α2DKI+ α3KM+
α4KI+ ɛ1
Model 2 : Industri Cukup Terkonsentrasi
Nilai perusahaan = β1 + β2DKI+ β3KM +
β4KI+ ɛ2
Model 3 : Industri Terkonsentrasi
Nilai perusahaan = λ1 + λ2DKI+ λ3KM+
λ4KI+ ɛ3
Keterangan:
DKI = Dewan Komisaris Independen
KM = Kepemilikan Manajerial
KI = Kepemilikan Institusional
HASIL PENELITIAN
Statistik Deskriptif
Diawal analisis data disajikan data
deskriptip. Dalam Tabel 1 disajikan data
deskriptif, yang mencakup mean, standar
deviasi, nilai maksimum, nilai minimum.
CORPORATE GOVERNANCE……………………..………………………………........................…….….…. (Linawati & Pangeran)
57
Tabel 1
Statistik Deskriptif
Variabel Seluruh Perusahaan Industri Terkonsentrasi
Industri Cukup
Terkonsentrasi
Mean SD Max Min Mean SD Max Min Mean SD Max Min
NP 0.779 0.58 2.25 0.121 0.764 0.562 2.249 0.1210 0.87 0.739 2.139 0.2115
DKI 0.397 0.97 0.67 0.250 0.388 0.097 6.667 0.2500 0.44 0.083 0.500 0.3333
KM 0.034 0.04 0.23 0.001 0.033 0.039 0.231 0.0001 0.036 0.051 0.105 0.0001
KI 0,486 0.27 0.96 0.001 0.475 0.261 9.957 0.0011 0.546 0.304 0.895 0.1778
Sumber: Data diolah
Keterangan: NP = Nilai Perusahaan; DKI = Dewan Komisaris Independen; KM = Kepemilikan
Manajerial; KI = Kepemilikan Institusional
Seluruh perusahaan memiliki nilai
perusahaan terkecil adalah 0,1210 dan nilai
perusahaan terbesar adalah 2,2486. Dewan
komisaris independen terkecil adalah 0,2500
dan dewan komisaris independen terbesar
adalah 0,6667. Kepemilikan manajerial
terkecil adalah 0,0001 dan kepemilikan
manajerial terbesar adalah 0,2308. Kepemilian
institusional terkecil adalah 0,0011 dan
kepemilikan institusional terbesar adalah
0,9565. Industri terkonsentrasi memiliki nilai
perusahaan terkecil adalah 0,1210 dan nilai
perusahaan terbesar adalah 2,2486. Dewan
komisaris independen terkecil adalah 0,2500
dan dewan komisaris independen terbesar
adalah 6,6667.
Kepemilikan manajerial terkecil adalah
0,0001 dan kepemilikan manajerial terbesar
adalah 0,2308. Kepemilikan institusional
terkecil adalah 0,0011 dan kepemilikan
institusional terbesar adalah 0,9565. Industri
cukup terkonsentrasi memiliki nilai
perusahaan terkecil adalah 0,2115 dan nilai
perusahaan terbesar adalah 2,1385. Dewan
komisaris independen terkecil adalah 0,3333
dan dewan komisaris independen terbesar
adalah 0,5000. Kepemilikan manajerial
terkecil adalah 0,0001 dan kepemilikan
manajerial terbesar adalah 0,1051. Kepemili-
kan Institusional terkecil adalah 0,1778 dan
kepemilikan institusional terbesar adalah
0,8947.
Sementata itu, hasil Uji Beda
Independen disajikan pada tabel 2. Terlihat
bahwa rata-rata komisaris independen dalam
industri terkonsentrasi adalah 0,388392
sedangkan untuk industri cukup terkonsentrasi
adalah 0,444433. Rata-rata kepemilikan
manajerial dalam industri terkonsentrasi
adalah 0,033506 sedangkan untuk industri
cukup terkonsentrasi adalah 0,035756. Rata-
rata kepemilikan institusional dalam industri
terkonsentrasi adalah 0,475381 sedangkan
untuk industri cukup terkonsentrasi adalah
0,545622. Secara absolut jelas bahwa rata-rata
nilai perusahaan, kepemilikan manajerial, dan
kepemilikan institusional antara industri
terkonsentrasi dan industri cukup terkon-
sentrasi berbeda.
Nilai F hitung levene test untuk
menunjukkan bahwa kedua kelompok memili-
ki variance yang sama. Nilai pada semua
variabel independen sama secara signifikan
antara industri terkonsentrasi dan industri
cukup terkonsentrasi.
Berdasarkan hasil uji normalitas residual
terlihat bahwa hasil uji normalitas
menunjukkan level signifikan lebih besar dari
α (α = 0.05), asym, sig. seluruh perusahaan =
0.643; industri terkonsentrasi 0,511, dan
industry cukup terkonsentrasi 0,895. Hal ini
berarti bahwa nilai residul terdistribusi secara
normal.
Berdasarkan hasil uji multikoloniearitas
VIF terlihat bahwa seluruh perusahaan dan
industri terkonsentrasi tidak terdapat gejala
multikolonieritas antar variabel independen.
Masing-masing variabel bebas tersebut
JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015
58
memiliki nilai VIF ≤ 10 dan Tolerance ≥ 0,10.
Namun, pada industri cukup terkonsentrasi
terdapat gejala multikoloniearitas antar
variabel. Masing-masing variabel bebas
tersebut memiliki nilai VIF ≥ 10 dan
Tolerance ≤ 0,10 . Data tersebut sudah di
outlier namun hasilnya masih terdapa gejala
multikoloniearitas antar variabel pada industri
cukup terkonsentrasi.
Berdasarkan uji autokorelasi ditemukan
bahwa nilai Durbin-Watson pada seluruh
perusahaan berada pada kisaran 1.4896 -
1.6918 yang berarti bahwa variabel ada
autokorelasi. Nilai Durbin-Watson pada
industri terkonsentrasi berada pada kisaran
1.4402 -1.6785 yang berarti bahwa variabel
ada autokorelasi. Nilai Durbin-Watson pada
industri cukup terkonsentrasi berada pada
kisaran 0.4548 - 2.1282 yang berarti bahwa
variabel terbebas dari autokorelasi. Data
tersebut sudah di outlier namun hasilnya ada
autokorelasi pada seluruh perusahaan dan
industri terkonsentrasi. Hal ini dikarenakan
data merupakan data runtut waktu (time
series). Berdasarkan uji heteroskedastisitas
dapat dilihat bahwa hasil perhitungan masing-
masing variabel pada seluruh perusahaan,
industri terkonsentrasi, dan industri cukup
terkonsentrasi menunjukkan bahwa level sig >
0,05. Sehingga penelitian ini bebas dari gejala
heteroskedastisitas dan layak untuk diteliti.
Hasil Uji F pada seluruh perusahaan
menunjukkan hasil signifikan sebesar 0,000 <
0,05. Hal ini berarti bahwa persamaan regresi
yang diperoleh dapat diandalkan atau model
yang digunakan sudah fix. Hasil Uji F pada
industri terkonsentrasi menunjukkan hasil
signifikan sebesar 0,000. Sig 0,000 < 0,05. Hal
ini berarti bahwa persamaan regresi yang
diperoleh dapat diandalkan atau model yang
digunakan sudah fix. Hasil Uji F pada industri
cukup terkonsentrasi menunjukkan hasil
signifikan sebesar 0,006. Sig 0,006 < 0,05. Hal
ini berarti bahwa persamaan regresi yang
diperoleh dapat diandalkan atau model yang
digunakan sudah fix.
Selanjutnya, nilai Adjusted R Square
pada seluruh perusahaan menunjukkan 0,440.
Hal ini mengindikasikan bahwa kontribusi
variabel independen yaitu dewan komisaris
independen, kepemilikan manajerial, dan
kepemilikan institusional terhadap variabel
dependen yaitu nilai perusahaan adalah
sebesar 44% sedangkan 66% ditentukan oleh
faktor lain di luar model penelitian. Nilai
Adjusted R Square pada industri terkonsentrasi
menunjukkan 0,413. Hal ini mengindikasikan
bahwa kontribusi variabel independen yaitu
dewan komisaris independen, kepemilikan
manajerial, dan kepemilikan institusional
terhadap variabel dependen yaitu nilai
perusahaan adalah sebesar 41,3% sedangkan
58,7% ditentukan oleh faktor lain di luar
model penelitian. Nilai Adjusted R Square
pada industri cukup terkonsentrasi menunjuk-
kan 0,845. Hal ini mengindikasikan bahwa
kontribusi variabel independen yaitu dewan
komisaris independen, kepemilikan manaje-
rial, dan kepemilikan institusional terhadap
variabel dependen yaitu nilai perusahaan
adalah sebesar 84,5% sedangkan 15.5%
ditentukan oleh faktor lain di luar model
penelitian.
Hasil Uji t
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa pada
seluruh perusahaan variabel komisaris
independen memiliki nilai signifikansi 0,152
lebih besar dari α = 0,05 dan nilai β = 0,866
dengan arah positif. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel komisaris independen pada
seluruh perusahaan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai perusahaan. Pada
industri terkonsentrasi, komisaris independen
memiliki nilai signifikansi 0,057 lebih besar
dari α = 0,05 dan nilai β = 1,274 dengan arah
positif. Hal ini menunjukkan bahwa komisaris
independen pada industri terkonsentrasi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan. Pada industri cukup terkonsentrasi
komisaris, komisaris independen memiliki
nilai signifikansi 0,472 lebih besar dari α =
0,05 dan nilai β = -11,023 dengan arah negatif.
Hal ini menunjukkan bahwa komisaris
independen pada industri cukup terkonsen-
trasi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap nilai perusahaan.
CORPORATE GOVERNANCE……………………..………………………………........................…….….…. (Linawati & Pangeran)
59
Tabel 2
Hasil Uji t
Variabel Seluruh Perusahaan Industri Terkonsentrasi
Industri Cukup
Terkonsentrasi
β t Sig β t Sig β t Sig
Komisaris
Independen
0,866 1,450 0,152 1,274 1,951 0,057 -11,023 -0,777 0,472
Kepemilika
n Manajerial
-5.894 -4,234 0,000 -5,873 -3,692 0,001 4,858 0,413 0,697
Kepemilika
n
Institusional
1,146 5,401 0,000 0,888 3,881 0,000 -0,443 -0,129 0,902
Sumber: Data diolah
Pada seluruh perusahaan, variabel
kepemilikan manajerial memiliki nilai
signifikansi 0,000 lebih kecil dari α 0,05 dan
nilai β -5,894 dengan arah negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
manajerial pada seluruh perusahaan
berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai
perusahaan. Pada industri terkonsentrasi,
variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai
signifikansi 0,001 lebih kecil dari α 0,05 dan
nilai β -5,873 dengan arah negatif. Hal ini
menujukkan bahwa variabel kepemilikan
manajerial pada industri terkonsentrasi
berpengaruh signifikan negatif terhadap nilai
perusahaan. Pada industri cukup terkon-
sentrasi, variabel kepemilikan manajerial
memiliki nilai signifikansi 0,697 lebih besar
dari α 0,05 dan nilai β 4,858 dengan arah
positif. Hal ini menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan manajerial pada industri cukup
terkonsentrasi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai perusahaan.
Pada seluruh perusahaan, variabel
kepemilikan institusional memiliki nilai
signifikansi 0,000 lebih kecil dari α 0,05 dan
nilai β 1,146 dengan arah positif. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
institusional pada seluruh perusahaan
berpengaruh signifikan positif terhadap nilai
perusahaan. Pada industri terkonsentrasi,
variabel kepemilikan institusional memiliki
nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari α 0,05
dan nilai β 0,888 dengan arah positif. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
institusional pada industri terkonsentrasi
berpengaruh signifikan positif terhadap nilai
perusahaan. Pada industri cukup
terkonsentrasi, variabel kepemilikan
institusional memiliki nilai signifikansi 0,902
lebih besar dari α 0,05 dan nilai β -0,443
dengan arah negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel kepemilikan institusional pada
industri cukup terkonsentrasi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Hasil Uji Moderasi
Pendekatan alternatif untuk menguji ada
tidaknya variabel moderator adalah dengan
menguji apakah bentuk hubungan regresi
berbeda untuk setiap sub-kelompok. Chow test
adalah alat untuk menguji test for equality of
coefficients atau uji kesamaan koefisien dan
test ini ditemukan oleh Gregory Chow. Jika
koefisien regresi antar sub-kelompok berbeda,
maka dapat disimpulkan variabel ketiga yang
digunakan untuk memecah menjadi sub-
kelompok adalah moderator. Langkah
melakukan Chow test: pertama, lakukan
regresi dengan observasi total dan dapatkan
nilai Restricted residual sum of squares atau
RSSr (RSS3) dengan df = (n1+n2-k) dimana k
adalah jumlah parameter yang diestimasi
dalam hal ini 3. Kedua. Lakukan regresi
dengan observasi industri kompetitif (tidak
terkonsentrasi) dan dapatkan nilai RSS1
dengan df = (n1-k). Ketiga, lakukan regresi
dengan observasi industri tidak kompetitif
(terkonsentrasi) dan dapatkan nilai RSS2
dengan df = (n2-k). Keempat, jumlahkan nilai
RSS1 dan RSS2 untuk mendapatkan apa yang
disebut unrestricted residual sum of squares
(RSSur): RSSur = RSS1 + RSS2 dengan df =
JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015
60
(n1+n2-2k). Rumus perhitungan nilai F test
dengan rumus:
Nilai rasio F mengikuti distribusi F
dengan k dan (n1+n2-2k) sebagai df untuk
penyebut maupun pembilang. Jika nilai F
hitung > F tabel, maka kita menolak hipotesis
nol dan menyimpulkan bahwa model regresi
industri kompetitif (tidak terkonsentrasi) dan
model regresi industri tidak kompetitif
(terkonsentrasi) memang berbeda. Untuk itu,
hasil analisis model empiris disajikan pada
tabel 2.
Tabel 2
Hasil Uji Chow Test
Model Empiris N Nilai Residual
Model 1: Regresi untuk observasi seluruh
perusahaan (industri terkonsentrasi dan cukup
terkonsentrasi)
62 11.116
Model 2: Regresi untuk observasi industri cukup
terkonsentrasi 9 0.424
Model 3: Regresi untuk observasi industri
terkonsentrasi 53 9.083
Sumber: Data diolah
Berdasarkan hasil regresi model 1,
model 2 dan model 3, maka dapat dilakukan
Chow Test dengan perhitungan sebagai
berikut:
F = (RSSr – RSSur) / k
(RSSur) / (n1 + n2 – 2k)
= (11,116 – (0,424 + 9,083) / 3
(0,424 + 9,083) / (9 + 53 – 6)
= 1,609 / 3
0,1698
= 0,5363
0,1698
= 3,1584
Nilai F hitung 3,1584 kita bandingkan
dengan nilai F tabel dengan df= 3 dan 56
dengan tingkat signifikansi 0,05 diperoleh
nilai F tabel (df= 3 dan df= 56) = 2,77. Oleh
karena F hitung > F tabel maka dapat
disimpulkan bahwa persamaan regresi antar
sub-kelompok observasi industri terkonsen-
trasi dan industri cukup terkonsentrasi berbeda
secara signifikan dan hal ini menunjukkan
bahwa variabel konsentrasi industri adalah
variabel moderasi.
PEMBAHASAN
Menurut hasi uji hipotesis, variabel
konsentrasi industri merupakan variabel
moderasi. Artinya, variabel corporate
governance (dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, kepemilikan insti-
tusional) mempengaruhi nilai perusahaan
tergantung pada konsentrasi industri. Pada
penelitian ini, membagi total sampel menjadi
dua kelompok yaitu industri terkonsentrasi dan
industri cukup terkonsentrasi. Jenis moderator
seperti ini disebut dengan variabel
Homologizer. Artinya, variabel moderator
mempengaruhi kekuatan hubungan, tetapi
tidak berinteraksi dengan variabel independen
(X) dan tidak berhubungan secara signifikan
baik dengan independen (X) maupun dengan
variabel dependen (Y). Hasil penelitian
konsisten dengan penelitian Giroud dan
Mueller (2011). Tata kelola perusahaan yang
lemah memiliki hasil ROE yang rendah,
kinerja operasi yang buruk, dan nilai
perusahaan rendah, tetapi hanya dalam industri
CORPORATE GOVERNANCE……………………..………………………………........................…….….…. (Linawati & Pangeran)
61
tidak kompetitif (terkonsentrasi). Tata kelola
perusahaan yang lemah memiliki produktivitas
tenaga kerja rendah dan input costs (biaya
masuk) lebih tinggi, dan lebih banyak
menghancurkan nilai akuisisi, tetapi sekali lagi
hanya dalam industri tidak kompetitif. Tata
kelola perusahaan yang lemah dalam industri
tidak kompetitif lebih cenderung menjadi
sasaran oleh aktivis hedge fund, menunjukkan
bahwa investor mengambil tindakan untuk
mengurangi ketidakefisiensi.
Berdasarkan hasil uji t masing-masing
model empiris, komisaris independen pada
seluruh perusahaan, industri terkonsentrasi,
dan industri cukup terkonsentrasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan. Kepemilikan manajerial pada
seluruh perusahaan dan industri terkonsentrasi
berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan kepemilikan manajerial pada
industri cukup terkonsentrasi tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Kepemilikan institusional pada seluruh
perusahaan dan industri terkonsentrasi
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan kepemilikan institusional pada
industri cukup terkonsentrasi tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN
SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa konsentrasi industri memoderasi antara
corporate governance dan nilai perusahaan.
Corporate governance (dewan komisaris
independen, kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional) mempengaruhi nilai
perusahaan, tergantung pada tingkat
konsentrasi industri.
Selanjutnya, kepemilikan manajerial
pada seluruh perusahaan dan industri
terkonsentrasi berpengaruh negatif terhadap
nilai perusahaan. Sedangkan kepemilikan
manajerial pada industri cukup terkonsentrasi
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Kepemilikan institusional pada seluruh
perusahaan dan industri terkonsentrasi
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan kepemilikan institusional pada
industri cukup terkonsentrasi tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan pada penelitian.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh
Giroud dan Mueller (2011) menggunakan G-
index untuk mengukur corporate governance.
Namun, pada penelitian ini corporate
governance diukur dengan dewan komisaris
independen, kepemilikan manajerial, dan
kepemelikan institusional. Kedua, penelitian
ini tidak dapat membandingkan industri
kompetitif karena hasil perhitungan HHI
hanya menghasilkan industri terkonsentrasi
dan industri cukup terkonsentrasi. Padahal
industri yang baik adalah industri yang
kompetitif karena tekanan dalam industri
menyebabkan return saham menjadi lebih
tinggi.
Saran
Sebagian besar perusahaan dalam
industri manufaktur di Indonesia merupakan
industri terkonsentrasi. Untuk itu, investor
disarankan untuk lebih bijak lagi dalam
menginvestasikan dananya. Karena industri
terkonsentrasi tidak ada persaingan atau sangat
kecil sehingga return saham menjadi lebih
kecil.
Perusahaan dalam industri manufaktur
di Indonesia sebagian besar merupakan
industri terkonsentrasi. Industri yang
terkonsentrasi bisa terjadi karena terdapat satu
perusahaan yang menguasai seluruh
perusahaan pangsa pasar (monopoli) atau
terdapat perusahaan dominan yang menguasai
lebih dari 50% pangsa pasar (Natalinov dan
Pangeran, 2013). Oleh karena itu, pemerintah
diharapkan dapat ikut mengawasi perusahaan-
perusahaan tersebut. Karena industri yang
terkonsentrasi cenderung menguasai pasar dan
ini akan berdampak buruk bagi perusahaan
baru yang akan masuk ke dalam industri
tersebut.
Penelitian ini hanya menggunakan
dewan komisaris independen, kepemilikan
manajerial, dan kepemilikan institusional
sebagai ukuran corporate governance. Oleh
sebab itu, bagi peneliti berikutnya diharapkan
JRAK, Volume 11, No 1 Februari 2015
62
ukuran menggunakan G-Index sebagai ukuran
corporate governance. Selain itu, penelitian ini
hanya dilakukan selama tahun 2010-2012 dan
hanya pada industri manufaktur. Oleh sebab
itu, peneli berikutnya diharapkan dapat
menambah tahun penelitian dan juga tidak
hanya pada industri manufaktur saja.
DAFTAR REFERENSI
Chen, C.J.P and Jaggi, B. (2001). Assosiation
Between Independent Nonexecutive
Firectors, Family control and financial
disclousures in Hongkong. Journal of
Accounting and Public Policy.
Duggal, R. and Millar, J. A. 1999. “Institu-
tional Ownership And Firm Pefor-
mance: the case of Bidder Returns.
Journal of Corporate Finance, 5(2):103-
117
Faqi, Y., Makhdalena., dan Riadi, R. M.
Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance Terhadap Nilai Perusahaan
Pada BUMN yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Universitas Riau: Riau.
Febryana, H. 2008. Pengaruh Ukuran
Perusahaan dan Mekanisme Corporate
Governance Terhadap Nilai Perusahaan.
Universitas Negeri Padang: Padang.
Forum for Corporate Governance in Indonesia.
Perananan Dewan Komisaris dan
Komite Audit dalam Pelaksanaan
Corporate Governance (Tata Kelola
Perusahaan).
Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multi-
variate Dengan Program IBM SPSS19.
Giroud, X., dan Mueller, H. M., 2011.
“Corporate Governance, Product Market
Competition, and Equity Prices”.
Journal of Finance, Vol. LXVI. No. 2,
563-600.
Hossain, M., “Prevost, A. K. and Rao, R.P.
2001. Corporate governance in New
Zealand: the effect of the 1993
companies act on the relation between
board composition and firm
performance”. Pasific Basin Finance
Journal, 9;119-145.
Husnan, 2000. Manajemen Keuangan: Teori
dan Penerapan (Keputusan Jangka
Panjang.Yogyakarta: BPFE UGM
Isshaq, Z. 2009. “Corporate Governance
governance, ownership structure, cash
holding, and firm value on the Ghana
stock Exchange”. Journal of Risk
Finance, 10(5):488-499.
Natalinov, E. E., dan Pangeran, P.,2013.
“Konsentrasi Industri dan Return
Saham: Studi Empiris di Bursa Efek
Indonesia”. Jurnal Riset Managemen
dan Bisnis, 8 (1): 35-48.
Permanasari, W. I. 2010. Pengaruh
Kepemilikan Manajemen, Kepemi-likan
Institusional, dan Corporate Social
Responsibility Terhadap Nilai
Perusahaan. Universitas Diponegoro:
Semarang.
Saputra, M. 2010. “Pengaruh Corporate
Governance Terhadap Nilai Perusahaan
di Bursa Efek Indonesia, Jakarta”.
Journal of Indonesiaan Applied
Economics, 4 (1): 81-92.
Putri, R. K. 2011. Analisis Pengaruh
Corporate Governance, Struktur
Kepemilikan, dan Cash Holdings
Terhadap Nilai Perusahaan. Universitas
Diponegoro: Semarang.