Post on 16-Jan-2017
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
1
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
2
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................... 5
BAB 2. MODEL PROYEKSI IKLIM ...................................................................................... 8
2.1 Persiapan Data .................................................................................................... 9
2.2 Membangun Model Iklim .................................................................................. 10
2.3 Perhitungan Proyeksi Cadangan Air Jakarta ..................................................... 15
BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA ...................................................... 20
3. 1 Hasil Validasi Pemodelan Iklim ......................................................................... 20
3. 2 Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Jakarta .......................... 21
3. 3 Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Jakarta.......................... 26
3. 4 Proyeksi Cadangan Air Tanah di Jakarta ........................................................... 29
3. 5 Proyeksi Kenaikan Muka Laut Hingga Tahun 2100 di Wilayah Jakarta ............. 35
3. 7 Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Depok ........................... 41
3. 8 Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Depok ........................... 43
3. 9 Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Bogor ............................ 46
3. 10 Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Bogor ....................... 48
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 53
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Letak Stasiun Pengamatan Iklim ........................................................................................... 8
Gambar 2. Perangkat lunak model perubahan iklim ............................................................................ 10
Gambar 3. Alur kerja dalam proses analisa kurva fitting ...................................................................... 11
Gambar 4. Bagan alur pengembangan model ...................................................................................... 12
Gambar 5. Proses validasi model iklim dengan data observasi ............................................................ 14
Gambar 6. Alur pekerjaan riset kerentanan iklim ................................................................................ 19
Gambar 7. Perkiraan Potret Peta Dunia dalam Perubahan Iklim ......................................................... 22
Gambar 8. Proyeksi temperatur ........................................................................................................... 24
Gambar 20. Data historis temperatur di wilayah Jakarta Utara ........................................................... 25
Gambar 8. Proyeksi curah hujan ........................................................................................................... 27
Gambar 33. (a) Proyeksi temperatur rata-rata tahunan dan (b) proyeksi curah hujan tahunan ......... 31
Gambar 34. Proyeksi limpasan (total run-off) ...................................................................................... 32
Gambar 35. Proyeksi air tanah (liter/m2) tahunan di Jakarta ............................................................... 33
Gambar 14. Peta proyeksi cadangan air tanah (liter/m2) tahunan di Jakarta dengan asumsi tanpa
pemukiman penduduk .......................................................................................................................... 35
Gambar 15. DEM Jakarta, Depok, dan Bogor menggunakan software Google Earth .......................... 36
Gambar 16.DEM dilihat dari bagian Barat wilayah Jakarta .................................................................. 37
Gambar 17.DEM di wilayah Jakarta Utara yang dioverlay dengan peta tata guna lahan .................... 38
Gambar 18. Proyeksi kenaikan muka laut Jakarta Utara ...................................................................... 40
Gambar 19. Proyeksi temperatur ......................................................................................................... 42
Gambar 20. Proyeksi curah hujan ......................................................................................................... 44
Gambar 21. Proyeksi temperatur ......................................................................................................... 47
Gambar 21. Proyeksi curah hujan ......................................................................................................... 50
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
4
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar stasiun pengamat curah hujan ....................................................................................... 9
Tabel 3. Faktor koreksi (F) untuk kedudukan matahari atau faktor lintang ......................................... 16
Tabel 4. Hasil Validasi Proyeksi Curah Hujan ........................................................................................ 21
Tabel 5. Hasil Validasi Proyeksi Temperatur ......................................................................................... 20
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
5
BAB 1. PENDAHULUAN
Secara global Laju perubahan iklim semakin meningkat dengan cepat. Kenaikan temperatur global
telah mengubah kondisi atmosfer menjadi tidak teratur. Sistem periodisitas musiman semakin
menunjukkan ketidaktepatannya di setiap awal terjadinya. Selain itu, kejadian iklim ekstrim selalu
terjadi setiap tahun dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi di tahun-
tahun sebelumnya. Untuk dua dekade ke depan diproyeksikan akan terjadi kenaikan temperatur
bumi sebesar 6.5oC. Kenaikan temperatur tersebut bisa mengakibatkan semakin seringnya cuaca
ekstrim seperti kekeringan, gelombang panas dan banjir (IPCC, 2007). Akibatnya, bencana tidak
dapat dihindari lagi khususnya di wilayah yang rentan terhadap bencana. Bahkan saat ini daerah
yang rentan sudah mulai ekspansi ke wilayah-wilayah yang berada sekitarnya. Hal inilah yang sudah
dialami oleh Jakarta sebagai wilayah padat penduduk serta perubahan lahan yang sangat tinggi.
Bencana bencana yang terkait dengan iklim yang sudah terjadi di Jakarta dan sekitarnya, di
antaranya adalh banjir, kenaikan muka laut, dan kurangnya ketersediaan air tanah, yang belakangan
ini selalu terjadi setiap tahun dan jumlahnya selalu lebih besar dari sebelumnya. Dan juga sering
terjadinya aktifitas pasang laut di wilayah utara Jakarta, curah hujan yang tinggi di wilayah Bogor dan
Depok dengan kondisi tanah Jakarta yang tidak mampu lagi menyerap air hujan. Selain banjir ada
beberapa daerah di Jakarta yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi sehingga menimbulkan
kurangnya cadangan air. Kejadian-kejadian seperti ini yang akan membuat Jakarta sekarang dan
pada masa mendatang menjadi daerah yang makin rentan bencana iklim.
Beberapa kasus terburuk dari kejadian banjir di DKI Jakarta, yaitu terjadi pada tahun 1996 dan 2002
dan Hal tersebut terjadi kembali pada 2 Februari 2007, dimana banjir besar terulang, yang
diakibatkan oleh besarnya curah hujan di wilayah DKI Jakarta Barat, DKI Jakarta Pusat dan DKI
Jakarta Utara (Gernowo dan Yulianto, 2010). Historis banjir DKI Jakarta dari catatan perkembangan
kota, banjir besar dimulai tahun 1621, 1654, 1918, 1976, 1996, 2002, dan 2007 (BPBD, 2013). Pada
tahun 2014 ini pun Jakarta kembali mengalami banjir besar yang disebabkan oleh kombinasi hujan
monsunal dan beberapa siklon tropis kecil di samudera Hindia.
Berdasarkan penelitian Intergovermental Panel On Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa
temperatur tahunan di Indonesia meningkat 0,30C sejak tahun 1990 dan meningkat menjadi 1,30C –
4,60C pada tahun 2100 yang akan menyebabkan naiknya muka laut global di Indonesia sebesar 20
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
6
sampai 100 cm pada tahun 2100 (IPCC, 1999). Dengan demikian, Jakarta dengan laju penurunan
muka tanah yang tinggi akan memperparah tingkat ketergenangan air laut di wilayah Jakarta.
Kerentanan Jakarta sebagai akibat dari perubahan iklim global menimbulkan respon masyarakat
lokal di wilayah tersebut semakin besar. Namun, respon kesiagaan yang ditimbulkan harus memiliki
nilai efektifitas yang tinggi. Hal itu dimaksudkan agar resiko yang ditanggung masyarakat dan
pemerintah pada saat terjadi bencana iklim tidak menjadi besar. Sebab, kondisi lingkungan maupun
infrastruktur yang sudah di bangun ataupun yang sedang dalam tahap pembangunan, diharapkan
memiliki kapasitas yang mampu meminimalisasi ketika bencana terjadi. Respon kesiagaan tersebut
dinamakan dengan kapasitas adaptif, yang dalam hal ini ada kaitannya dengan bencana terkait iklim
akibat perubahan iklim global. Sebagaimana dalam penelitian sebelumnya yang di lakukan bersama
EEPSEA (Economy Environement Program for SouthEast Asia) menyebutkan bahwa Peningkatan
kapasitas adaptif khususnya di wilayah Jakarta sangat penting dilakukan, karena kemampuan adaptif
baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat lokal masih rendah dalam menghadapi resiko akibat
kejadian bencana iklim (Susandi, dkk, 2009).
Penelitian ini difokuskan pada wilayah yang berdekatan dengan bantaran sungai Ciliwung, yaitu
Bogor, Depok, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara, karena kerentanan iklim di wilayah ini paling tinggi di
antara wilayah-wilayah lain di Jakarta dan sekitarnya. Bogor sebagai daerah dengan tingkat curah
hujan yang sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap terjadinya banjir yang terjadi di sekitar
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, terutama Depok, Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara. Selanjutnya
penelitian ini diharapkan dapat merespon perubahan pola curah hujan yang terjadi di wilayah
Jakarta, Depok dan Bogor di masa mendatang, serta implikasinya pada daerah yang dilakui oleh DAS
Ciliwung. Selain itu pertumbuhan populasi yang terjadi di Jakarta diperkirakan akan mempengaruhi
cadangan air tanah. Guna mendapatkan gambaran proyeksi kebencanaan terkait iklim yang terjadi di
Jakarta, termasuk kapasitas adaptif, maka dikembangkan model untuk wilayah Jakarta, serta
kerentanan yang akan menjadi gambaran dalam menyusun adaptasi menghadapai perubahan iklim
di wilayah Jakarta.Untuk itu, tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Membangun model iklim untuk membuat proyeksi curah hujan dan temperatur hingga
tahun 2035 di wilayah Bogor, Depok, dan Jakarta Utara
2. Membangun model iklim untuk membuat proyeksi cadangan air tanah hingga tahun 2035 di
wilayah Jakarta Utara dan sekitarnya
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
7
3. Membangun model simulasi kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara
4. Membangun proyeksi kapasitas adaptif hingga tahun 2035 di wilayah Bogor, Depok, Jakarta
Pusat, dan Jakarta Utara
5. Membangun proyeksi kerentanan iklim hingga tahun 2035 di wilayah Bogor, Depok, Jakarta
Pusat, dan Jakarta Utara
6. Mengembangan opsi adaptasi menghadapi kerentanan iklim hingga tahun 2035 di wilayah
Bogor, Depok, Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.
Hasil laporan dari penelitian tersebut akan dibagi dalam 3 laporan/buku.
Pada laporan 1 ini, disampaikan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Pengembangan model proyeksi iklim
2. Proyeksi curah hujan hingga tahun 2035 di wilayah Jakarta Utara , Depok, dan Bogor
3. Proyeksi temperatur hingga tahun 2035 di wilayah Jakarta Utara, Depok, dan Bogor
4. Proyeksi cadangan air tanah hingga tahun 2035 di wilayah Jakarta Utara dan sekitarnya
5. Proyeksi kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara hingga tahun 2100
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
8
BAB 2. MODEL PROYEKSI IKLIM
Dalam pengembangan model proyeksi iklim untuk wilayah Jakarta, Depok dan Bogor, diperlukan
data-data yang akan menjadi komponen utama dalam membuatkan model proyeksinya untuk
tahun-tahun ke depan. Berikut ini disajikan beberapa langkah yang diperlukan dalam membangun
model proyeksi iklim tersebut. Untuk melakukan proyeksi iklim, model iklim ini menggunakan
skenario konservatif, dimana curah hujan dan temperatur diasumsikan mengikuti trend dari tahun-
tahun sebelumnya. Variasi curah hujan dan temperatur mengikuti pola sebelumnya yang kemudian
setiap kenaikannya juga merupakan refleksi trend terdahulu.
Gambar 1. Letak Stasiun Pengamatan Iklim
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
9
2.1 Persiapan Data
Tabel 1. Daftar stasiun pengamat curah hujan
NO STA JENIS DATA
LON LAT
1 Cengkareng curah hujan dan
temperatur
106.66 -6.13
2 kemayoran curah hujan dan
temperatur
106.85 -6.15
3 Tj Priok curah hujan dan
temperatur
106.88 -6.10
4 Dermaga Bogor curah hujan dan
temperatur
106.77 -6.50
5 Ciledug curah hujan 106.67 -6.27
6 Jkt Observatorium curah hujan dan
temperatur
106.82 -6.17
7 Halim curah hujan 106.90 -6.26
8 Serang curah hujan dan
temperatur
106.13 -6.12
9 Citeko curah hujan dan
temperatur
107.13 -6.7
10 Batu Jaya curah hujan 107.12 -6.07
11 Curug curah hujan 106.65 -6.23
12 Gunung Mas Pabrik curah hujan 107.02 -6.68
13 Kedoya curah hujan 106.78 -6.19
14 Pakubuwono curah hujan 106.80 -6.23
15 Cipayung curah hujan 106.87 -6.65
16 Pacing curah hujan 106.27 -6.1
17 Sunter Hulu curah hujan 106.90 -6.10
18 Rawa Badak curah hujan 106.89 -6.12
19 Kodamar curah hujan 106.89 -6.1551
Untuk mendapatkan proyeksi iklim sebagai dasar pembuatan peta kerentanan iklim di wilayah
Jakarta, Depok, dan Bogor, maka diperlukan data curah hujan dan temperatur yang terletak di
wilayah kajian dan sekitarnya, yang diperoleh dari stasiun pemantau curah hujan dan temperatur
dengan posisi stasiun yang ditunjukkan pada Gambar 1. Data ini mencakup data curah hujan bulanan
di titik pengamatan selama kurun waktu 10 tahun di beberapa stasiun pengamatan dan 30 tahun di
stasiun pengamatan lainnya. Kegunaan dari data ini adalah untuk mengkaji karakteristik sifat
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
10
periodik data di masa lalu, dan untuk input model proyeksi curah hujan di masa mendatang. Data
curah hujan dan temperatur ini diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG). Adapun data curah hujan diperoleh dari 19 titik pengamatan dan temperatur di 7 titik
pengamatan yang berada dekat dengan wilayah kajian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.
2.2 Membangun Model Iklim
Data curah hujan dan temperatur akan menjadi input model proyeksi musim dan iklim yang sudah
dikembangkan pada penelitian sebelumnya (Susandi dkk, 2009). Adapun interface untuk model iklim
ditunjukkan pada Gambar 2. Model ini menggunakan metode fast fourier transform yang mampu
memproyeksi musim dan iklim dalam ketelitian hingga 90 % sebagaimana telah teruji. Untuk
menghasilkan data proyeksi yang baik, pengembangan Model Iklim Cerdas ini dilakukan dengan
beberapa tahap, yaitu model awal, model anomali, analisis sifat periodik, model prediksi final, dan
pemetaan Krigging. Berikut adalah penjelasan setiap langkah pemodelannya.
Gambar 2. Perangkat lunak model perubahan iklim
Langkah pertama atau disebut dengan model awal, adalah prediksi secara langsung terhadap. Data
curah hujan untuk satu lokasi dianalisis dengan Least Square untuk menghasilkan kurva fitting yang
bersesuaian. Persamaan kurva yang dipilih adalah Deret Fourier yang dimodifikasi sedemikian rupa
hingga bisa cocok dengan data curah hujan.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
11
(1)
Suku 1, 2 dan 3 merupakan penyederhanaan dari deret Fourier kecuali pada suku kedua yang
disisipkan variabel x yang bertujuan untuk mengantisipasi perubahan data curah hujan yang semakin
ekstrim dan tidak stabil. Suku keempat adalah fungsi yang bertugas memberi gambaran perubahan
secara global, bentuknya dapat berupa fungsi polinomial maupun exponensial.
Algoritma yang digunakan untuk menghasilkan kurva dengan error simpangan terkecil adalah
algoritma Levenberg-Macquardt. Bagian tersulit dari algoritma ini adalah menentukan paramater
awal khususnya parameter frekuensi yang sangat peka pada perubahan sekecil
apapun. Penentuan parameter-parameter ini sendiri akan dikerjakan dengan bantuan algoritma
Fuzzy Logic dimana input-inputnya berasal dari pengalaman-pengalaman tim peneliti dalam
penelitian sebelumya. Gambar 3 menjabarkan secara singkat alur proses yang terjadi dalam analisis
kurva fitting.
Gambar 3. Alur kerja dalam proses analisa kurva fitting
Proses awal pada analisis kurva fitting(Gambar 3) adalah memilih fungsi fitting yang disediakan oleh
library sistem pemodelan yang terdiri sekumpulan model persamaan matematika yang diperlukan
dalam analisis data curah hujan, salah satunya adalah persamaan (1) diatas. Parameter tebakan awal
diproses secara otomatis oleh Fuzzy Logic. Proses fitting sendiri dilakukan secara iterasi oleh
algoritma Levenberq-Macquardt hingga menghasilkan error simpangan terkecil. Apabila error yang
dihasilkan masih relatif tinggi maka proses diulang dengan memilih fungsi fitting yang lain atau
0 sin cosi ia a x iwx b iwx f x
0 , , ,i ia a b w w
Proses Least Square
dgn Metode
Levenberg-
Macquard
Error dapat
diterima?
Memilih
Fungsi
Fitting
Estimasi
parameter
awal dgn
Fuzzy Logic
Tidak
Ya
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
12
mengubah parameter tebakan awal secara manual. Proses ini terus diulang hingga didapat error
yang dapat diterima secara statistik, lihat Gambar 4.
Gambar 4. Bagan alur pengembangan model
Langkah kedua, atau disebut dengan pemodelan anomali, adalah analisis perubahan yang bertujuan
untuk melacak perubahan dari waktu kewaktu yang terjadi sehingga trend perubahan cuaca itu
sendiri dapat teridentifikasi. Untuk mendapatkan data perubahan ini, data lapangan akan direduksi
oleh data rata-rata curah hujan dari selang waktu tertentu. Hasil dari reduksi ini menghasilkan data
dengan noise yang cukup tinggi sehingga untuk melakukan analisa secara langsung hanya akan
memunculkan error simpangan yang tinggi. Karena pada langkah penelitian ini menitik beratkan
pada pelacakan trend perubahan data, maka data dapat di filter untuk menghilangkan noise-noise
tersebut dengan metode Kalman Filter. Metode ini dipilih karena (tidak seperti metode smoothing
data yang sebaiknya digunakan hanya untuk memfilter pertengahan data) metode ini dapat
Pilih Metode
Data Lapangan di
reduksi dengan
model awal
Analisis
Model Anomali
Analisis Model Awal
Analisis Frekuensi
dgn FFT
Analisis
Sifat Priodik
Ambil data dr
Database untuk
lokasi (x,y)
Prediksi Data
Simpan Data
Prediksi
Ambil data
untuk lokasi lain
Analisis Curva
Fitting
Analisis Curva
Fitting
Koreksi Data
Prediksi
Memilih
Frekuensi
Perubahan
yang dominan
Penghalusan Data
dgn Kalman Filter
Pembuatan Kontur
dgn Metode
Kriging
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
13
memfilter data dari awal data hingga akhir dengan sempurna. Hasil filter ini akan dianalisis lebih
lanjut menggunakan analisis kurva fitting seperti langkah pertama sehingga memberikan trend
perubahan curah hujan yang akan digunakan dalam koreksi data prediksi sebelumnya.
Langkah ketiga adalah analisis sifat periodik data yang bertujuan untuk memberikan informasi
waktu berulangnya suatu simpangan curah hujan bersekala besar yang diduga diakibatkan oleh
suatu penomena alam yang terjadi seperti La-Nina dan El-Nino. Fast Fourier Transform diskrit
digunakan untuk mengubah data curah hujan domain waktu (time series) menjadi data frekuensi
curah hujan. Perubahan yang signifikan dengan periode tertentu akan dipilih secara manual sebagai
bahan koreksi data prediksi dalam kurun waktu jangka panjang.
Langkah keempat, atau disebut dengan model prediksi final, adalah membangun prediksi maupun
proyeksi iklim hingga tahun-tahun mendatang dengan tingkat akurasi yang paling tinggi dibanding
akurasi model-model sebelumnya. Model prediksi final ini merupakan gabungan dari model-model
yang sudah dibangun (model awal dan model anomali).
Langkah kelima dalam model ini adalah pemetaan kontur curah hujan untuk suatu wilayah dengan
metode Universal Kriging. Metode universal dipakai karena memberikan keleluasan dalam
menentukan tingkat kemiringan distribusi data (curah hujan) atau fungsi drift yang berbentuk
polinomial orde n. Penentuan fungsi drift sendiri mengacu pada data citra satelit untuk daerah
tersebut. Alur pemodelan ini ditunjukkan pada Gambar 4.
Untuk keperluan validasi, maka diperlukan uji coba dengan menggunakan metode R-Square, R-skill,
dan RMSE. Metode ini dibentuk dengan membandingkan antara hasil prediksi dengan data observasi
iklim. Karena dalam penelitian ini, parameter yang digunakan adalah curah hujan, maka semua
validasi digunakan untuk menghitung korelasi antara hasil prediksi curah hujan dengan data curah
hujan pada waktu dan lokasi yang sama.
Sebagai contoh perhitungan R-Square yang dilakukan, ditunjukkan pada Gambar 5(a). Pada Gambar
tersebut menunjukan deret waktu dan data curah hujan tahun 1982 hingga tahun 2008. Data curah
hujan yang dimasukkan ke dalam database adalah 1982 hingga 2007. Karena prediksi juga dilakukan
pada waktu-waktu ke belakang, maka perbandingan antara prediksi tersebut terhadap data curah
hujan selama kurun waktu 1982-2007 dapat dilakukan. Menurut para ahli, umumnya menyatakan
bahwa korelasi antara hasil prediksi dengan data dengan skor yang lebih tinggi dari 0,8 adalah yang
paling baik, sedangkan jika nilai korelasi adalah kurang dari 0,5, maka akurasi model prediksi adalah
lemah (McLean, 2006).
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
14
(a)
(b)
(c)
Gambar 5. Proses validasi model iklim dengan data observasi
Untuk contoh perhitungan R-Skill ditunjukkan pada Gambar 5(b). Pada Gambar tersebut
menunjukkan suatu deret waktu data curah hujan dari tahun 1982 hingga tahun 2008. Data curah
hujan yang dimasukkan ke dalam database adalah 1982 hingga 2007 yang berfungsi untuk
memprediksi data curah hujan yang terjadi sejak tahun 2008 hingga tahun mendatang. Oleh karena
itu, akan terdapat tahun yang sama antara tahun data dengan tahun prediksi, yaitu tahun 2008. Data
dan hasil prediksi curah hujan pada tahun ini selanjutnya dikorelasikan, sehingga akan diperoleh
suatu hasil korelasi, yang dinamakan dengan R-Skill hasil prediksi. Sama halnya dengan R-Square, R-
Skill juga Mengacu dari penilaian para ahli yang menyatakan bahwa korelasi antara hasil prediksi
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
15
dengan data dengan skor yang lebih tinggi dari 0,8 adalah yang paling baik, sedangkan jika nilai
korelasi adalah kurang dari 0,5, maka akurasi model prediksi adalah lemah (McLean, 2006).
Sedangkan untuk perhitungan RMSE (Root Mean Square Error), perhitungan dilakukan pada tahun
yang sama antara hasil prediksi dengan data curah hujan (Gambar 5(c)). Hasil RMSE akan
menunjukkan Besar kecil kesalahan antara hasil prediksi dan data curah hujan tersebut.
2.3 Perhitungan Proyeksi Cadangan Air Jakarta
Dalam konsep siklus hidrologi menunjukan bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di permukaan
bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar (output) pada jangka waktu
tertentu. Neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air (water
balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu
sehingga kemungkina di suatu tempat bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan
(defisit). Apabila kelebihan dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim tentu dapat menimbulkan
bencana, seperti banjir ataupun kekeringan.
Neraca air menjadi ukuran dalam estimasi cadangan air tanah di DKI Jakarta. Jika di suatu wilayah
Jakarta terdapat surplus air, maka di wilayah itu masih terdapat cadangan air. Atau sebaliknya.
Dalam perhitungan neraca air lahan bulanan ini menggunakan metode Thornth-waite-Mather
(1957). Diperlukan data masukan yaitu curah hujan bulanan (CH), evapotranspirasi bulanan (ETP),
kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen (TLP). Nilai -nilai yang diperoleh dari analisis neraca air
lahan ini adalah harga-harga dengan asumsi-asumsi : (1) lahan datar tertutup vegetasi rumput, (2)
lahan berupa tanah dimana air yang masuk pada tanah tersebut hanya berasal dari curah hujan saja
dan (3) keadaan profil tanah homogen sehingga KL dan TLP mewakili seluruh lapisan dan hamparan
tanah.
Perhitungan probabilitas curah hujan (CH):
CH (P>75%) = 0,82 CH rata-rata –30
= (0,82 x 132 ) - 30 = 41,28 mm
Evapotranspirasi potensial (ETP)
Untuk menduga ETP metode Thornthwaite bisa menggunakan rumus. Rumus ini berlaku untuk
suhu udara rata -rata bulanan (t < 26,5 oC), yaitu
ETP = 1,6 (10 t/I)a
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
16
dimana,
ETP = evaporasi potensial bulan (cm/bulan)
t =suhu rata-rata bulanan (oC)
I = akumulasi indeks panas dalam setahun, diperoleh dengan rumus :
𝐼 = ∑ (𝑡
5)1,514
12𝑖=1
a = 0,000000675 I3 – 0,0000771 I2 + 0,01792 I + 0,49239
F = faktor koreksi terhadap panjang hari dari letak lintang (diperoleh dari tabel 1)
Sedangkan untuk data suhu t ≥ 26,5 oC, gunakan rumus :
ETP(t ≥ 26,5 oC) = - 0,0433 t2 + 3,2244 t – 41.545
Nilai ETP yang diperoleh ini belum dikoreksi dengan faktor kedudukan matahari atau faktor
lintang (F). Nilai F dapat dilihat dalam Tabel 2. Sehingga nilai :
ETP (terkoreksi) = ETP . F
Tabel 2. Faktor koreksi (F) untuk kedudukan matahari atau faktor lintang
Lintang Selatan
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
6
1,
0
6
0,9
5
1,0
4
1,0
0
1,0
2
0,9
9
1,0
2
1,0
3
1,0
0
1,0
5
1,0
3
1,0
6
Akumulasi potensial kehilangan air untuk penguapan (APWL)
APWL merupakan penjumlahan nilai CH-ETP yang negatif secara berurutan bulan demi bulan.
Kandungan air tanah (KAT)
Menghitung kandungan air tanah (KAT) dilakukan jika terjadi APWL dengan rumus:
KAT = TLP + [ [ 1,00041 – (1,07381/AT)]| APWL| x AT]
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
17
dimana, TLP =titik layu permanen dan KL = kapasitas lapang dan air tersedia, AT = KL – TLP
|APWL| = nilai absolut APWL
Kemudian, hitung nilai KAT tidak terjadi APWL dengan cara:
KAT = KAT terakhir + CH - ETP , jika bila nilai KAT-nya mencapai Kapasitas Lapang (KL) maka yang
diambil adalah nilai KL.
Perubahan kadar air tanah (dKAT)
Nilai dKAT bulan tersebut adalah KAT bulan tersebut dikurangi KAT bulan sebelumnya. Nilai
positif menyatakan perubahan kandungan air tanah yang berlangsung pada CH > ETP (musim
hujan), penambahan berhenti bila dKAT =0 setelah KL tercapai. Sebaliknya bila CH < ETP atau
dKAT negatif, maka seluruh CH dan sebagian KAT akan di -evapotranspirasi-kan.
Evapotranspirasi Aktual (ETA)
Bila CH > ETP maka ETA = ETP karena ETA mencapai maksimum.
Bila CH < ETP maka ETA = CH + |dKAT|
karena seluruh CH dan dKAT seluruhnya akan dievapotranspirasikan.
Defisit (D)
Defisit berarti berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga, D = ETP – ETA ,
berlangsung pada musim kemarau.
Surplus (S)
Surplus berarti kelebihan air ketika CH > ETP sehingga, S = CH-ETP-dKAT, berlangsung pada
musim hujan.
Run Off (RO)
Run off (RO) merupakan aliran permukaan atau limpasan. Thornthwaite dan Mather (1957)
membagi RO menjadi dua bagian :
1. 50% dari Surplus bulan sekarang (Sn).
2. 50% dari RO bulan sebelumnya (ROn -1).
Nilai 50% adalah koefisien run off studi di Amerika. Nilai ini dapat berubah sesuai kondisi
setempat. Sehingga,
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
18
RO bulan sekarang (Rn) = 50% (Sn + ROn -1)
Misal untuk RO Maret = 50% (152 + 137) = 144 mm.
Khusus RO bulan Januari, karena ROn -1 belum terisi maka ROn-1 diambil 50% dari surplus
bulan Desember (50% dari 56 = 28 mm).
Volume Air Tanah (WS)
Untuk menghitung cadangan air Jakarta, maka diperoleh dari selisih antara nilai Surplus dengan
nilai Run Off seperti berikut:
WS = Sn - RO
Proyeksi cadangan air tanah Jakarta
Untuk menghasilkan peta proyeksi besarnya kebutuhan air penduduk DKI Jakarta, maka metode
overlay akan dilakukan antara peta cadangan air Jakarta dengan peta distribusi penduduk.
Seluruh pemodelan iklim di atas (proyeksi temperatur, curah hujan, cadangan air tanah, dan
kenaikan muka laut) menjadi bagian dari alur kegiatan riset kerentanan iklim, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 6 di bawah ini.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
19
Gambar 6. Alur pekerjaan riset kerentanan iklim di wilayah Kabupaten Bogor, Depok, dan Jakarta Utara
Data CH & T
Model Iklim Proyeksi
Proyeksi CH & T
Indeks Kebencanaan iklim
Perhitungan Cadangan Air (Proyeksi)
Peta Tata guna lahan
Peta Hidrologi
DEM
IPCC scenario
dan subsisidenc
e
Proyeksi SLR
Kuesioner
FGD Data
Pendidikan, Kesejahteraan, Populasi (BPS)
Data Populasi
Peta Jenis
Tanah
Penilaian indeks potensi kebencanaan iklim keseluruhan kajian (proyeksi)
Peta Proyeksi SLR
format image Penilaian indeks kapasitas adaptif (proyeksi)
Peta indeks potensi kebencanaan iklim keseluruhan kajian (proyeksi)
Penilaian indeks kerentanan iklim (proyeksi)
Peta indeks kerentanan iklim (proyeksi)
Peta indeks kapasitas adaptif (proyeksi)
Proyeksi indeks kebencanaan iklim Peta cadangan air (Proyeksi)
Peta proyeksi CH
Peta proyeksi T
Proyeksi Populasi
Opsi Adaptasi
Dibahas di Buku ke-1 Dibahas di Buku ke-2 Dibahas di Buku ke-3
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
20
BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Pada bagian ini akan disampaikan tentang hasil pemodelan iklim untuk membuat
proyeksi curah hujan dan temperatur untuk wilayah Jakarta, Depok, dan Bogor. Karena
cadangan air tanah merupakan salah satu unsur kerentanan iklim yang terjadi di wilayah
Jakarta, maka model iklim yang di sampaikan pada bagian ini telah memproyeksikan
unsur kerentanan tersebut hingga tahun 2035. Selain itu, pada laporan ini juga
membahas mengenai proyeksi kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara.
Namun sebelum membahas hasil-hasil proyeksi untuk setiap parameter yang sudah
disebutkan di atas, model iklim tersebut harus divalidasi dengan menggunakan data
observasi dengan menggunakan 3 metode, yaitu R-Square, R-Skill, dan RMSE.
3. 1 Hasil Validasi Pemodelan Iklim
Tabel 3. Hasil Validasi Proyeksi Temperatur
No Stasiun lon lat
R-Square (1985-2005)
R-Skill (2006)
RMSE (2006)
1 Cengkareng 106.66 -6.13 0.84 0.82 0.1
2 Kemayoran 106.85 -6.15 0.91 0.84 0.2
3 Tanjung Priok 106.88 -6.10 0.83 0.77 0.1
4 Pd Betung 106.75 -6.25 0.78 0.72 0.3
5 Dermaga Bogor 106.77 -6.50 0.73 0.68 0.2
6 Serang 106.13 -6.12 0.79 0.83 0.2
7 Citeko 107.13 -6.7 0.85 0.81 0.1
Rata-rata 0.82 0.78 0.17
Ppada Tabel 3 di bawah ini menunjukkan hasil verifikasi model proyeksi temperatur di 7
stasiun yang juga dianalisis dengan menghitung R-Square, R-Skill, dan RMSE. R-Square
untuk model proyeksi temperatur ini menggunakan data 1985 hingga 2005. R-Square
tertinggi dicapai pada stasiun Kemayoran, sebesar 0.84. Sedangkan R-Skill tertinggi juga
diperoleh pada stasiun Kemayoran yang mencapai 0.91. Sedangkan RMSE, menunjukkan
besarnya tingkat kesalahan nilai proyeksi temperatur terhadap temperatur hasil
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
21
observasi. Kesalahan paling kecil diperoleh pada Stasiun Cengkareng, Tanjung Priok, dan
Citeko, sebesar 0.1.
Tabel 4. Hasil Validasi Proyeksi Curah Hujan
No Stasiun lon lat R-Square
(1980-2008)
R-Skill
(2009)
RMSE
(2009)
1 Cengkareng 106.66 -6.13 0.92 0.82 12
2 kemayoran 106.85 -6.15 0.82 0.77 25
3 Tj Priok 106.88 -6.10 0.75 0.78 33
4 Dermaga Bogor 106.77 -6.50 0.68 0.71 23
5 Ciledug 106.67 -6.27 0.78 0.81 34
6 Jkt Observatorium 106.82 -6.17 0.82 0.83 12
7 Halim 106.90 -6.26 0.84 0.82 4
8 Serang 106.13 -6.12 0.77 0.86 35
9 Citeko 107.13 -6.7 0.83 0.75 36
10 Batu Jaya 107.12 -6.07 0.9 0.83 20
11 Curug 106.65 -6.23 0.84 0.81 16
12 Gunung Mas Pabrik 107.02 -6.68 0.8 0.73 12
13 Kedoya 106.78 -6.19 0.71 0.72 25
14 Pakubuwono 106.80 -6.23 0.7 0.68 50
15 Cipayung 106.87 -6.65 0.69 0.71 39
16 Pacing 106.27 -6.1 0.84 0.69 22
17 Sunter Hulu 106.90 -6.10 0.77 0.72 8
18 Rawa Badak 106.89 -6.12 0.78 0.73 15
19 Kodamar 106.89 -6.1551 0.66 0.74 12
Rata-rata 0.78 0.76 22.78
Sedangkan Tabel 4 menunjukkan hasil verifikasi model proyeksi curah hujan di
keseluruhan stasiun yang dianalisis dengan menghitung R-Square, R-Skill, dan RMSE. R-
Square menunjukkan tingkat akurasi model terhadap data keselurahan tahun
sebelumnya, yaitu 1980 hingga 2008. R-Square tertinggi dicapai pada stasiun
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
22
Cengkareng, sebesar 0.92. R-Skill menunjukkan tingkat akurasi hasil prediksi ke depan
terhadap data observasi pada tahun yang sama. Pada uji ini, digunakan tahun 2009,
dimana R-Skill tertinggi diperoleh pada stasiun Serang yang mencapai 0.86. Sedangkan
RMSE, menunjukkan besarnya tingkat kesalahan nilai curah hujan prediksi terhadap
curah hujan observasi. Kesalahan terkecil diperoleh pada Stasiun Halim, sebesar 4.
3. 2 Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Jakarta
Berdasarkan kondisi Jakarta saat ini, jakarta diperkirakan akan menjadi kota pertama
yang terkena dampak perubahan iklim akibat global warming di tahun 2029 dan di akhiri
di kota Anchorage tahun 2071. Seperti tampak pada gambar 6.
Gambar 7. Perkiraan Potret Peta Dunia dalam Perubahan Iklim di Kemudian Hari,
gambar: smithsonianmag.com
Salah satu parameter untuk memperkirakan terjadinya perubahan iklim adalah
temperatur. Parameter ini digunakan untuk mengukur tingkat stabilitas atmosfer secara
lokal maupun global. Untuk melihat dampak iklim secara global, maka proyeksi
temperatur global yang diperlukan untuk memperkirakannya, dan berdasarkan hasil
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
23
penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perubahan temperatur global ini, bisa
mengakibatkan dampak perubahan iklim secara regional maupun lokal, termasuk
diantaranya adalah dampak perubahan iklim di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Pada penelitian ditunjukkan hasil proyeksi temperatur di wilayah Jakarta hingga tahun
2035 yang ditunjukkan pada Gambar 8. Pada laporan ini, ditunjukkan proyeksi
temperatur pada bulan Januari dan Februari setiap 5 tahun hingga tahun 2035.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
24
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
(g) (h) (i) (j) (k) (l)
Gambar 8. Proyeksi temperatur: (a) Januari 2012, (b) Februari 2010, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
25
Secara gradual, proyeksi temperatur baik di musim hujan maupun musim kemarau akan
berpotensi mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat dari pola kenaikan temperatur
yang terlihat pada peta/gambar 8 dengan semakin meningkatnya warna merah pada
beberapa daerah di Jakarta. Secara umum, wilayah Jakarta bagian Utara merupakan
daerah yang palinh berpotensi karena memiliki temperatur paling tinggi dibanding
bagian Selatan. Hal ini yang menimbulkan meningkatnya intensitas curah hujan di
wilayah Utara. Selain itu, meningkatnya curah hujan juga bisa mendorong terjadinya rob
dari gelombang pasang laut di Utara Jakarta.
Gambar 9. Data historis temperatur di wilayah Jakarta Utara
Pada Gambar 9 ditunjukkan data historis temperatur wilayah Jakarta Utara, dimana dari
tahun ke tahun temperatur naik sekitar 0,1oC. Oleh karena itu, pada saat diproyeksikan
menggunakan model iklim, temperatur akan juga akan naik secara gradual sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya. Perbedaan temperatur yang sangat tinggi antara wilayah
daratan di Jakarta Utara dan Laut Jawa akan menyebabkan potensi angin yang lebih
kencang dari biasanya, dan juga pertumbuhan awan konvektif di pantai utara Jakarta.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
26
Pemicu dari kenaikan temperatur ini diperkirakan akibat perubahan tata guna lahan dan
penggunaan transportasi yang cukup besar. Tata guna lahan yang berubah menjadi
gedung-gedung dan perumahan akan menurunkan albedo dan penyerapan temperatur
yang sangat tinggi. Sedangkan alat transportasi akan menyebabkan emisi karbon
monoksida yang sifatnya panas, yang berpaengaruh terhadap tingkat temperatur di
wilayah Jakarta Utara. Kedua sumber penyebab temperatur inilah yang juga dikenal
dengan urban heat island di wilayah kota.
3. 3 Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Jakarta
Secara global Dampak dari perubahan iklim yang akan terjadi diantaranya yaitu adanya
peningkatan dan pengurangan curah hujan,yang menyebabkan kenikan curah hujan
dibeberapa daerah dan berkurangnya curah hujan di beberapa daerah lainnya. Daerah
Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah salah satu wilayah yang sangat rentan terhadap
peningkatan curah hujan yang berakibat pada terjadinya banjir yang hampir setiap tahun
terjadi.
Data curah hujan bulanan stasiun meteorologi Jakarta dan sekitarnya yang dianggap
dapat mewakili kawasan Jabotabek khususnya Jakarta memeperlihatkan kemiripan pola
distribusi. Umumnya curah hujan bulanan pada bulan-bulan Januari dan Februari lebih
besar dari 200 mm, kemudian pada bulan Juni sampai Agustus menurun secara gradual,
namun jarang sekali mengalami tidak hujan sama sekali dalam satu bulan.
Pada monsun baratan (November s/d Maret) dimana iklim regional wilayah Indonesia
mengalami musim hujan. Hujan dikawasan Jakarta terjadi hampir selalu
menyebabkanbanjir. Surplus air (Water Surplus) dikawasan ini akanterjadi
danmenjadirendaman. Sedangkan pada monsun tenggara, bulan April s/d
Oktober,curahhujannyarendahdan surplus airnyakurang.
Berdasarkan keadaan geomorfologi daerah tangkapan pola aliran air permukaan
Kawasan Jakarta menuju ke utara, fakta yang terjadi cocok dengan pola aliran Sungai
Ciliwung yang bermuara ke arah laut Jawa. Limpasan air hujan dari daerah ketinggian
yaitu bogor sebagian besar mengallir ke kawasan Jakarta. Padahal kapasitas lapang di
kawasan Jakarta cepat sekali mengalami tingkat jenuh, karena tingkat kebasahan tanah
mendekati tingkat kapasitas lapang. Sehingga akibatnya, limpasan air akan menggenang,
dan sedikit sekali terjadi infiltrasi ke dalam tanah.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
27
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
(g) (h) (i) (j) (k) (l)
(a) (b)
Gambar 10. Proyeksi curah hujan: (a) Januari 2012, (b) Februari 2010, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
28
Pada penelitian ini telah dilakukan proyeksi curah hujan jangka panjang untuk daerah
Jakarta hingga tahun 2035 (Gambar 10). Terlihat dari gambar tersebut bahwa untuk
proyeksi curah hujan, hanya sedikit perubahan nilai curah hujan maksimum dari tahun
ke tahun yaitu tetap 340 mm. Namun terdapat sedikit perubahan pada pola sebaran
curah hujan, daerah dengan curah hujan tinggi (warna merah) sedikit demi sedikit
meluas ke pusat dan utara. Hal tersebut berarti terdapat kenaikan jumlah curah hujan di
beberapa daerah di sekitar Jakarta, terutama untuk yang berada di sebelah pusat dan
utara wilayah Jakarta.
Untuk proyeksi curah hujan jangka panjang hasilnya adalah terdapat kenaikan curah
hujan maksimum pada tahun 2025, 2030 dan 2035, curah hujan maksimum yang terjadi
pada tahun 2020 sebesar 360 mm, pada tahun 2035 mengalami kenaikan hingga 20 mm
yaitu 380 mm. Seperti proyeksi curah hujan jangka pendek, pada proyeksi jangka
panjang juga terdapat perubahan pola sebaran curah hujan. Daerah dengan curah hujan
besar (warna merah) yang berada di daerah selatan Jakarta mulai menyebar ke arah
utara.
Dari proyeksi curah hujan tersebut, banjir Jakarta akan dapat disebabkan oleh adanya
pergeseran awan konvektif (awan mengandung uap air) dari wilayah Bogor. Berdasarkan
model iklim yang dikembangkan, secara keseluruhan (Bogor, Depok, dan Jakarta)
diketahui adanya pergerakan awan konvetif tersebut dari wilayah Bogor menuju utara,
memasuki wilayah Jakarta. Daerah yang dilalui awan tersebut antara lain Depok, Pasar
Minggu, Bekasi, dan Cikarang. Pergeseran awan konvektif tersebut juga menyebabkan
pergeseran pola curah hujan dari Bogor ke wilayah tersebut. Konsekuensinya, daerah-
daerah tersebut menjadi daerah banjir.
Akibatnya wilayah Jakarta diguyur oleh hujan yang lebih tinggi dibanding tahun-tahun
sebelumnya. Adanya tambahan hujan ini dan kondisi daya tahan lingkungan di Jakarta
yang semakin lama makin rendah menyebabkan tambahan curah hujan tersebut
semakin tinggi di wilayah Jakarta. Apalagi dengan semakin meningkatnya laju perubahan
iklim akan mempercepat terjadinya hujan dan banjir di Jakarta
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
29
3. 4 Proyeksi Cadangan Air Tanah di Jakarta
Salah satu masalah utama yang sering terjadi di Jakarta adalah masalah sumber daya air.
Permasalahan air di Jakarta sudah sejak lama belum dapat dieselesaikan secara optimal.
Bahkan Hujan yang terjadi kawasan Jakarta tidak dapat menjadikannya sebagai
cadangan air tanah melainkan hujan tersebut menjadi bencana banjir yang merugikan
masyarakat Jakarta.
Tingginya kebutuhan air di Jakarta dapat diukur dari laju pertumbuhan penduduk dan
pembangunan di kawasan Jakarta, semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka
akan semakin besar kebutuhan terhadap air di Jakarta. Berdasarkan data dari BPS DKI
Jakarta menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta menunjukan
pertumbuhan penduduk sebesar 6,6 persen dibandingkan nilai PDRB tahun 2010. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh McKinsey & Co (2011) menunjukkan Jakarta sebagai salah
satu megacity dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan proyeksi PDRB
perkapita sebesar $29.000 per tahun (estimasi 2025) atau setara dengan 4 kali lipat
PDRB di tahun 2010. Dari data tersebut, maka jika dikorelasikan secara kasar, pada
tahun 2025, masyakarat Jakarta akan memerlukan tambahan air minimal sebanyak 4 kali
lipat dari tahun 2010.
Kekurangan cadangan air dan bencana banjir di Jakarta saat ini berkaitan dengan
perubahan pola curah hujan yang disebabkan karena adanya dampak perubahan iklim.
Frekuensi dan besarnya curah hujan yang terjadi di Jakarta saat ini menjadi sulit untuk
diprediksi lagi sehingga pemerintah dan masyarakat kurang siap untuk dapat
menjadikan air hujan tersebut menjadi cadangan air tanah untuk memenuhi tingginya
kebutuhan masyarakat Jakarta terhadap air tanah. Sehingga sebagian besar air hujan
menjadi limpasan dan tergenang di daerah-daerah yang berdataran rendah, bukan
menjadi air tanah yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat Jakarta.
Permasalahan air di Jakarta akan mudah diatasi jika laju pertumbuhan penduduk dapat
dikendalikan. Namun fakta menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk semakin
tinggi, bahkan berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), peningkatan penduduk Jakarta tahun 2025 mencapai 5,6 persen dari jumlah
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
30
penduduk Jakarta tahun 2010. Dari perkiraan proyeksi penduduk tersebut, jika
didistribusikan berdasarkan tata guna lahan di kawasan DKI Jakarta, maka lahan terbuka
yang berada di kawasan Jakarta hanya akan tersisa sekitar 15% dari seluruh luas wilayah
DKI Jakarta (BPS, 2008). Penurunan lahan terbuka ini akan mengakibatkan penyempitan
lahan yang seharusnya berfungsi untuk infiltrasi air hujan yang akan menjadi cadangan
air tanah.
Laporan ini menyajikan hasil riset berupa peta cadangan air di Jakarta, peta kerentanan
sumber daya air. Peta cadangan air di Jakarta dan kerentanannya diproyeksikan untuk
tahun 2010, 2015, 2020, 2025, 2030, dan 2035. Lebih lanjut, hasil riset juga untuk
memperkirakan pilihan adaptasi yang akan digunakan di masa yang akan datang
sekaligus dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan sumber daya air di Jakarta
melalui pengembangan zona-zona kerentanan sumber daya air di Jakarta.
Pada laporan ini hanya ditunjukkan proyeksi curah hujan tahunan untuk menunjukkan
perubahan jumlah curah hujan yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Untuk
keperluan perhitungan estmasii cadangan air Jakarta, maka sebelumnya curah hujan
bulanan juga telah diproyeksikan. Pada Gambar 11(a) diperlihatkan proyeksi temperatur
tahunan yang menunjukkan kenaikan temperatur di wilayah Jakarta mencapai 0,3 oC
hingga tahun 2035. Dari kelima stasiun yang dianalisis, stasiun Kemayoran memiliki
kenaikan temperatur yang paling tinggi. Pada tahun 2011, temperatur rata-rata tahunan
sebesar 30,5 oC dan akan meningkat mencapai 30,8 oC pada tahun 2035.
Proyeksi curah hujan tahunan di wilayah Jakarta ditunjukkan pada Gambar 11(b). Hingga
tahun 2035, wilayah Jakarta mengalami penurunan jumlah curah hujan tahunan sebesar
232 mm per tahun. Pada tahun tersebut, curah hujan rata-rata tahunan mencapai 1205
mm dan puncaknya terjadi pada bulan Januari. Tanjung Priok merupakan daerah Jakarta
yang memiliki curah hujan paling rendah diantara keempat daerah lainnya dimana pada
tahun 2011, wilayah ini hanya memiliki curah hujan tahunan sebesar 1195 mm atau
rata-rata sebesar 99 mm per bulan. Setelah diproyeksikan, curah hujan tahunan untuk
wilayah Tanjung Priok adalah sebesar 819 mm atau rata-rata sebesar 68 mm per bulan.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
31
(a)
(b)
Gambar 11. (a) Proyeksi temperatur rata-rata tahunan dan (b) proyeksi curah hujan
tahunan
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR, 2010)
bahwa proyeksi curah hujan Jakarta menunjukkan trend naik dan menurun selama
periode 2001-2100. Proyeksi curah hujan menunjukkan kondisi yang berbeda dengan
temperatur yang menunjukkan trend naik. Curah hujan memiliki pola naik di
pertengahan 2001-2100 dan kemudian turun di akhir rentang waktu yang sama.
Jumlah limpasan di wilayah Jakarta diproyeksikan mengalami penurunan pada masa
mendatang. Hasil perhitungan tersebut belum memasukkan komponen tata guna lahan.
Tetapi, tinggi jumlah limpasan sangat tergantung dari kadar air tanah di suatu
permukaan. Umumnya, wilayah Jakarta bagian utara memiliki struktur tanah pasir
lempung yang mengakibatkan kapasitas lapang dan kadar air tanah yang rendah,
sehingga sangat memungkinkan curah hujan akan dikonversi menjadi limpasan. Berbeda
dengan daerah Jakarta bagian selatan hingga masuk wilayah Bogor, limpasannya lebih
rendah karena struktur tanahnya umumnya adalah tanah latosol.
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
2011 2015 2020 2025 2030 2035
Cengkareng
kemayoran
Tj Priok
Dermaga Bogor
Pd Betung
oC
01000200030004000500060007000
2011 2015 2020 2025 2030 2035
Cengkareng
kemayoran
Tj Priok
Dermaga Bogor
Pd Betung
mm
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
32
Tetapi faktor struktur tanah tersebut menjadi sangat kecil pada saat dibandingkan
dengan jumlah curah hujan. Perbedaan jumlah curah hujan yang signifikan antara
wilayah Jakarta bagian selatan (termasuk Bogor) dan wilayah Jakarta bagian utara,
mengakibatkan faktor struktur tanah menjadi sangat kecil. Sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar 12, proyeksi jumlah limpasan sangat tinggi untuk wilayah Bogor dan
sangat rendah untuk wilayah Tanjung Priok. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
jumlah curah hujan wilayah Bogor sangat tinggi sehingga menimbulkan jumlah limpasan
yang juga tinggi.
Gambar 12. Proyeksi limpasan (total run-off)
Penurunan air tanah Jakarta disebabkan oleh tren curah hujan yang semakin menurun.
Selain itu, temperatur yang cenderung meningkat menyebabkan kemampuan
lingkungan untuk melakukan evapotranspirasi juga meningkat. Akibatnya, surplus air
juga mengalami penurunan baik sebagai limpasan (run-off) maupun aliran dasar (base
flow). Dari sisi fisik dan tekstur tanah Jakarta secara keseluruhan juga menjadi faktor
yang berpengaruh terhadap air yang masuk ke dalam tanah. Jenis tanah memiliki
kapasitas lapang berbeda-beda yang mempengaruhi kelembabannya. Karena semakin
tinggi kelembaban tanah, maka kadar air tanahnya semakin menurun. Perbedaan dari
terjadinya penurunan dan peningkatan kadar air tanah terlihat pada musim hujan dan
musim kemarau.
0.0
1000.0
2000.0
3000.0
4000.0
5000.0
6000.0
2011 2015 2020 2025 2030 2035
Cengkareng
kemayoran
Tj Priok
Dermaga Bogor
Pd Betung
mm
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
33
Gambar 13. Proyeksi air tanah (liter/m2) tahunan di Jakarta dan sekitarnya dengan
asumsi tanpa pemukiman penduduk
Pada Gambar 13 di atas, terlihat Bogor secara umum selalu memiliki cadangan air tanah
paling tinggi dibanding 4 daerah lainnya. Bogor memiliki jenis tanah latosol. Jenis tanah
ini asosiasinya memiliki sifat tanah yang baik yang memiliki kadar air tanah yang tinggi
sehingga mampu menyerap air hujan disamping curah hujan yang selalu tinggi di
wilayah ini. Bogor juga memiliki temperatur paling rendah yang menyebabkan tingkat
evapotranspirasi juga rendah, sehingga air cenderung menjadi surplus dibandingkan
defisit karena evapotranspirasi di daerah ini.
Cengkareng merupakan daerah dengan cadangan air tanah yang paling rendah diantara
4 daerah pengamatan lainnya. Daerah Cengkareng umumnya memiliki tekstur tanah
pasir kasar-halus, sedikit lempung dengan pecahan cangkang kerang. Kapasitas lapang
untuk tekstur tanah jenis ini adalah sebesar 10 % (Saxton, dkk, 2006). Tekstur tanah ini
merupakan tanah dengan kadar air tanah yang sangat rendah. Oleh karena itu,
meskipun curah hujannya cukup tinggi (lihat Gambar 32(b)), kapasitas lapang untuk
membuat surplus air sangat rendah dan kemampuan evapotranspirasi sangat tinggi.
Sehingga, air hujan akan lebih banyak defisit dibandingkan surplus.
Hasil overlay (tumpang susun) antara peta proyeksi air tanah dengan kebutuhan air
menghasilkan peta proyeksi cadangan air tanah Jakarta tahun 2010, 2015, 2020, 2025,
2030, dan 2035, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 14. Pada tahun 2010,
kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, merupakan daerah dengan cadangan air tanah
0100200300400500600700800900
2011 2015 2020 2025 2030 2035
Cengkareng
kemayoran
Tj Priok
Dermaga Bogor
Pd Betung
liter/m2
tahun
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
34
terendah, terhitung dalam simulasi menunjukkan cadangan air tanah terjadi defisit
hingga 1.383 liter/m2 per tahun. Kecamatan Johar Baru memiliki jumlah penduduk
sekitar 116.261 jiwa, dengan air tanah sebanyak 407 liter/m2 atau setara dengan
965.070.079 liter per tahun untuk seluruh wilayah Johar Baru pada tahun 2011. Hal
demikian juga terjadi pada tahun 2035, kecamatan Johar Baru ini juga adalah daerah
yang paling rentan terhadap cadangan air tanah. Pada tahun tersebut, kecamatan ini
mengalami defisit air tanah hingga 3.462 liter/m2 atau setara dengan 8.206.608.622 liter
(per luas wilayah kecamatan Johar Baru).
Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, merupakan daerah dengan cadangan air tanah
tertinggi diantara seluruh kecamatan di Jakarta. Terhitung surplus sebanyak 228 liter/m2
atau setara dengan 6.321.636.052 liter per seluruh luas wilayah Kecamatan Cipayung
pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2035, kecamatan ini hanya defisit air tanah
sebanyak 208 liter/m2.
Secara keseluruhan, DKI Jakarta sangat rentan terhadap ketersediaan cadangan air
tanah di masa mendatang. Hal ini sudah dibuktikan pada tahun-tahun sebelumnya,
bahwa masyarakat Jakarta saat ini pun sudah mengambil bahan baku air dari daerah
lain, termasuk daerah Jati Luhur dan sekitarnya, untuk memenuhi kebutuhan air bersih
sehari-hari. Adapun opsi adaptasi (penyesuaian kondisi) terhadap ketersediaan
cadangan air tanah di masa mendatang adalah dengan cara meminimalisasi penggunaan
air tanah,dengan cara menggunakan air permukaan, perpipaan, atau PAM. Saat ini pun
perencanaan dapat dilakukan dengan cara pembangunan poulder-poulder air, yang
berfungsi untuk mengambil air limpasan yang berasal dari air hujan. Melihat dari kondisi
curah hujan terbanyak terjadi di wilayah Selatan, maka pembangunan poulder dapat
dilakukan di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Sedangkan untuk
wilayah Jakarta Pusat, dan Jakarta Utara, maka penggunaan pipa-pipa yang terhubung
ke wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat dapat dilakukan.
Berdasarkan hasil monitoring mengenai subsidence (penurunan muka tanah) di wilayah
Jakarta menggunakan GPS satellite yang dilakukan oleh Djaja, dkk (2004), wilayah
Jakarta Utara merupakan daerah dengan tingkat penurunan tanah paling tinggi. Kondisi
tersebut dikaitkan dengan pengaruh pengambilan air tanah (ground water extraction)
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
35
secara besar-besaran di wilayah tersebut. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian ini
dimana proyeksi cadangan air tanah Jakarta menunjukkan kerentanannya paling tinggi di
wilayah Jakarta Utara yang kemudian akan berdampak pada tingginya laju penurunan
muka tanah.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 14. Peta proyeksi cadangan air tanah (liter/m2) tahunan di Jakarta dengan
asumsi tanpa pemukiman penduduk: (a) tahun 2010, (b) tahun 2015, (c) tahun 2020, (d)
tahun 2025, (e) tahun 2030, (f) tahun 2035
3. 5 Proyeksi Kenaikan Muka Laut Hingga Tahun 2100 di Wilayah Jakarta
Untuk memodelkan kerentanan iklim di wilayah Jakarta, salah satu unsur yang menjadi
input adalah proyeksi kenaikan muka laut. Karena parameter ini cukup signifikan di
wilayah Jakarta Utara, selain dari parameter curah hujan yang membuat banjir di
Jakarta. Berikut dijelaskan metode dan hasil simulasi proyeksi kenaikan muka laut di
wilayah Jakarta Utara. Untuk mendapatkan hasil simulasi kenaikan muka laut, maka
diperlukan data DEM (Digital Elevation Model), sebagaimana diperlihatkan pada Gambar
36, 37, dan 38) untuk DEM wilayah Jakarta, Depok, dan Bogor.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
36
Pengolahan DEM (Digital Elevation Model)
Pembuatan simulasi kenaikan muka laut diawali dengan melakukan digitasi dan
interpolasi terhadap data DEM (Digital Elevation Model) yang digunakan untuk simulasi
kenaikan muka laut di wilayah Jakarta Utara. Digital Elevation Model atau DEM dibentuk
dari peta kontur, yaitu dengan melakukan interpolasi peta kontur dengan metode
Triangulation Irregular Network (TIN). DEM pada penelitian ini dibentuk dari hasil
interpolasi peta DEM Jakarta yang diperoleh dari IFSAR. IFSAR memilikidata elevasi
untuk menghasilkan data topografi digital dengan resolusi tinggi 5m. Pengolahan data
DEM untuk wilayah Jakarta Utara menggunakan format file ArcInfoASCII untuk skenario
perubahan elevasi di masa mendatang danformat yangGeoTiffuntuk pengolahan citra
yang akan menghasilkan peta simulasi kenaikan muka air laut di wilayah Jakarta Utara.
Gambar 15. DEM Jakarta, Depok, dan Bogor menggunakan software Google Earth
Untuk melakukan simulasi ini, tim ITB akan memprediksi daerah genangan dilakukan
dengan menerapkan model genangan berdasarkan Digital Elevation Model (DEM).
Model genangan disimulasikan dalam skenario input model trend kenaikan muka laut
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
37
berdasarkan prediksi IPCC lokal untuk Indonesiadikombinasikan dengan trend
penurunan muka tanah.
Pada penelitian ini dibuat DEM DKI Jakarta tahun 2010, 2020, 2030, 2040, dan 2050
untuk masing-masing skenario. Jadi dilakukan formulasi DEM tahunan untuk
mengetahui DEM pada tahun-tahun tersebut untuk masing-masing skenario pemodelan.
Formulasi DEM yang dilakukan, yaitu formulasi DEM yang dipengaruhi kenaikan muka
laut, formulasi DEM yang dipengaruhi kenaikan muka laut dan penurunan muka tanah,
serta formulasi DEM yang dipengaruhi oleh kenaikan muka laut, penurunan muka tanah,
dan banjir. Formulasi DEM dilakukan dengan menggunakanperangkat lunak ArcGis 9.2,
Global Mapper, dan Map Info Profesional.
Proses analisis spasial yang dilakukan adalah analisis data vektor. DEM hasil formulasi
tahunan tersebut kemudian di kelompokkan berdasarkan elevasinya, untuk keperluan
analisis daerah genangan, pada penelitian ini elevasinya dikelompokkan menjadi dua,
yaitu di bawah kontur 0 dan di atas kontur 0 ataudilakukan proses pengklasifikasian
(reclass).
Gambar 16.DEM dilihat dari bagian Barat wilayah Jakarta
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
38
Gambar 17.DEM di wilayah Jakarta Utara yang dioverlay dengan peta tata guna lahan
Topografi Jakarta cenderung landai dengan kemiringan 0 sampai 2 derajat di kawasan
Jakarta pusat, dan kemiringan 0 sampai 5 derajat di kawasan Jakarta selatan. Sungai-
sungai utama di Jakarta yang bermuara di teluk Jakarta adalahKali Cengkareng, kali
Muara Angke, kali Muara Karang, banjir Kanal Angke, kali Duri Muara Karang, kali Besar,
kali Pekapuran, kali Ancol, kali Lagoa, kali Sunter, dan kali Cakung.
Dari tahun 1982 sampai 1997, penurunan muka tanah di Jakarta telah mencapai
ketinggian 120-200 cm, tepatnya didaerah Jakarta Utara dimana material sungai dan
pantainya merupakan material alluvial dengan kompresibilitasnya tinggi. Penurunan
muka tanah di kecamatan Kalideres dan Cengkareng mencapai 200 cm, di Sunter 140
cm, dan di Ancol-pantai pluit 160 cm.
DEM di Jakarta Utara dan sebagian kecamatan di DKI Jakarta ditunjukkan dalam Gambar
18. DEM di Jakarta Utara didominasi oleh topografi yang landai. Skenario proyeksi
kenaikan muka laut menunjukan bahwa efek penurunan muka tanah berpengaruh
dalam menyebabkan luas genangan semakin membesar, terutama untuk tahun 2060
hingga tahun 2100.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
39
Lahan Jakarta Utara memiliki lahan basah dan lahan kering. Adapun pengertian lahan
basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap
ataupun sementara, mengalir ataupun tergenang, tawar, asin atau payau, termasuk
didalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 meter pada waktu air surut
paling rendah (Lablink, 2006).
Model genangan dibagi dalam interval waktu hingga tahun 2100 yang dibagi menjadi 5
model, yaitu tahun 2020, 2040, 2060, 2080, dan 2100. Berikut ini luas genangan akibat
kenaikan muka laut berdasarkan skenario yang sudah dibangun:
1) Tahun 2020, luas genangan mencapai 8,86 km2 (lihat Gambar 39)
2) Tahun 2040, luas genangan mencapai 12,4 km2 (lihat Gambar 40)
3) Tahun 2060, luas genangan mencapai 24,8 km2 (lihat Gambar 41)
4) Tahun 2080, luas genangan mencapai 41,3 km2 (lihat Gambar 42)
5) Tahun 2100, luas genangan mencapai 62,3 km2 (lihat Gambar 43)
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
40
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 18. Proyeksi kenaikan muka laut Jakarta Utara tahun: (a) 2020, (b) 2040, (c) 2060, (d) 2080, dan (e) 2100
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
41
3. 7 Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Depok
Proyeksi temperatur juga dibuat di wilayah Depok, yang merupakan DAS Ciliwung.
Berdasarkan hasil proyeksi model iklim yang sudah dikembangkan, wilayah Depok
memiliki distribusi temperatur yang merata di setiap daerah di wilayah Depok. Tetapi
dari tahun ke tahun, wilayah Depok mengalami kenaikan temperatur.
Untuk wilayah Depok, perbedaan temperatur terlihat dari tahun ke tahun. Di wilayah ini,
temperatur lebih tinggi di musim kemarau dibandingkan musim hujan. Terlihat pada
Gambar 19 (a), wilayah Depok bagian timur lebih tinggi dari wilayah lainnya, baik bulan
Januari maupun Februari pada tahun 2012 sebagai baseline.
Selanjutnya pada Gambar 19(a), proyeksi temperatur pada tahun 2012 menunjukkan
temperatur yang lebih tinggi di wilayah timur Depok selalu lebih tinggi dibanding
wilayah Depok lainnya. Dan wilayah Timur Laut merupakan daerah dengan temperatur
paling tinggi. Tetapi dibanding wilayah Jakarta, wilayah Depok lebih dingin karena lebih
dekat ke wilayah Bogor. Selain itu, wilayah Depok memiliki tutupan vegetasi yang lebih
banyak dibanding wilayah Selatan. Sehingga wilayah Depok lebih banyak menyerap
karbon (yang bersifat panas) dibanding wilayah Jakarta.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
42
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
(g) (h) (i) (j) (k) (l)
Gambar 19. Proyeksi temperatur: (a) Januari 2012, (b) Februari 2010, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
43
Meskipun terjadi kenaikan temperatur di wilayah Depok, tetapi kenaikan yang terjadi
tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan wilayah Jakarta. Kenaikan temperatur di
wilayah ini hanya mencapai 0.05oC per tahun. Hal ini ditunjukkan dari mulai Gambar 19,
dimana temperatur semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan distribusi merata ke
setiap wilayah Depok. Tetapi yang perlu dicermati adalah wilayah Utara maupun Timur
selalu lebih tinggi dibanding wilayah lain. Wilayah Utara berbatasan dengan wilayah
Jakarta Selatan, dan wilayah Timur berbatasan dengan Jakarta Timur. Artinya peranan
kondisi temperatur di wilayah Jakarta (Jakarta Selatan dan Jakarta Timur) terhadap
kenaikan temperatur di wilayah Depok ini sangat tinggi. Tetapi temperatur di wilayah
Depok bagian Selatan dan Barat lebih rendah, hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh
tutupan vegetasi di Depok sendiri dan wilayah Bogor yang sangat banyak tutupan
vegetasinya.
Wilayah Bogor juga memiliki topografi yang sangat tinggi sehingga menyebabkan aliran
massa udara baik di musim kemarau maupun musim hujan memiliki temperatur yang
rendah. Sehingga aliran udara dengan nilai temperatur tersebut yang mengarah ke
wilayah Depok akan menyebabkan temperatur wilayah Depok menjadi lebih dingin.
Oleh karena itu, wilayah Depok merupakan pertengahan untuk kondisi temperatur di
wilayah Jakarta dan Bogor.
3. 8 Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Depok
Wilayah Depok merupakan wilayah yang juga dialiri bagian tengah sungai Ciliwung. Oleh
karena itu, wilayah ini juga sangat berperan penting bagi terjadinya banjir di wilayah
Depok sendiri maupun di wilayah Jakarta. Jika terjadi curah hujan tinggi di wilayah ini,
maka akan juga berpotensi menyebabkan banjir di Depok dan Jakarta karena airnya
mengalir di sungai Ciliwung.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
44
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
(g) (h) (i) (j) (k) (l)
Gambar 20. Proyeksi curah hujan: (a) Januari 2012, (b) Februari 2012, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
45
Pada Januari tahun 2012, kondisi curah hujan di wilayah Depok mencapai 400 mm per
bulan (Gambar 20[a]) dan menurun di Februari 2012 (Gambar 20[b]). Selanjutnya pada
bulan Juni 2010, kondisi curah hujan kembali meningkat di wilayah Depok bagian
Selatan. Pada tahun 2012 ini, wilayah Depok selalu terjadi hujan di bagian Selatan,
diperkirakan akibat awan konvektif yang bergerak dari wilayah Bogor menuju Depok.
Kondisi curah hujan selanjutnya pada tahun 2015 ditunjukkan pada Gambar 20(a) dan
20(b), untuk bulan Januari dan Februari untuk musim hujan dan Juni hingga Agustus
untuk musim kemarau. Selama musim hujan, wilayah Depok mengalami hujan yang
berasal dari wilayah pusat Depok untuk bulan Januari, sedangkan pada bulan Februari
hujan berasal dari wilayah Depok bagian Utara. Selama musim kemarau, hujan juga
terjadi dengan curah hujan yang cukup tinggi mencapai 350 mm per bulan dan berasal
dari wilayah Bogor. Hujan pada musim kemarau ini diperkirakan terjadi dari proses
evapotranspirasi yang berasal dari vegetasi hutan di wilayah Bogor dan kemudian
digeser oleh angin gunung dan jatuh di wilayah Depok bagian Selatan.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, wilayah Depok pada musim hujan mengalami
curah hujan yang sangat tinggi terutama di wilayah Sukmajaya dengan jumlah curah
hujan mencapai 700 mm per bulan (Gambar 20(e)). Wilayah Sukmajaya merupakan
wilayah yang terlewati oleh Sungai Ciliwung. Oleh karena itu, pada bulan Januari dan
Februari 2020, kemungkinan potensi banjir besar akan terjadi di wilayah Sukmajaya,
Depok, dan kemudian meluap di wilayah Jakarta. Melihat curah hujan yang juga cukup
tinggi di wilayah Jakarta Utara dan Pusat, maka kemungkinan banjir yang besar ini akan
terdistribusi hampir di seluruh Jakarta dan Depok. Tetapi pada musim kemarau (Gambar
61), curah hujan menjadi sangat rendah dan tidak ada potensi terjadi banjir pada musim
ini.
Untuk proyeksi curah hujan di tahun 2025, wilayah Depok akan terjadi hujan dengan
jumlah mencapai 400 mm terutama di wilayah Sukmajaya, Cilodong, dan Tapos. Luapan
sungai Ciliwung cukup berpotensi untuk terjadi banjir selama bulan Februari 2025
(Gambar 20(g) dan 20(h)), tetapi lebih rendah intensitasnya dibanding tahun 2020.
Apalagi di musim kemarau, curah hujan juga sangat rendah, hanya beberapa wilayah
seperti Sawangan dan Cipayung terjadi hujan tetapi dengan intensitas yang kecil. Curah
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
46
hujan di musim kemarau ini cukup baik untuk vegetasi dan infiltrasi air tanah yang
menjadikan wilayah Depok tidak rentan terhadap cadangan air tanah, terutama di
daerah-daerah dengan vegetasi yang tinggi.
Curah hujan pada tahun 2030, diproyeksikan akan mengalami penurunan dan tidak
berpotensi terjadi banjir (Gambar 20(i) dan 20(j)). Curah hujan cukup tinggi di wilayah
Barat Laut, seperti Sawangan, Cipayung, dan Pancoran Mas dan tidak melewati bantaran
Sungai Ciliwung. Curah hujan di musim penghujan hanya mencapai 300 mm, sedangkan
di musim kemarau hanya mencapai 150 mm per bulan. Oleh karena itu, selama tahun
2030 ini, kerentanan terhadap banjir sangat rendah di wilayah Depok.
Kerentanan terhadap terjadinya banjir kembali meningkat di tahun 2035 untuk wilayah
Depok. Pada tahun tersebut, curah hujan cukup tinggi selama musim hujan dan juga
musim kemarau. Curah hujan pada musim hujan bisa mencapai 400 mm hingga 500 mm,
juga musim kemarau terutama pada bulan Juni 2035 mencapai 400-500 mm per bulan.
3. 9 Proyeksi Temperatur Hingga Tahun 2035 di Wilayah Bogor
Berikut ini dijelaskan proyeksi temperatur di wilayah Bogor dari tahun 2012 hingga
tahun 2035 (Gambar 21). Secara umum, temperatur di wilayah Bogor lebih merupakan
temperatur yang paling rendah di banding wilayah Depok dan Jakarta. Wilayah Bogor
memiliki vegetasi yang sangat tinggi yang menurunkan temperatur udara. Vegetasi
mengikat banyak karbon sehingga radiasi gelombang panjang yang sifatnya panas tidak
dipantulkan lagi ke permukaan bumi tetapi diteruskan ke angkasa. Kondisi demikian
terjadi di wilayah lokal Bogor, sehingga temperaturnya selalu lebih dingin. Selain itu,
Bogor berada pada elevasi 190 meter hingga 330 meter di atas permukaan laut, yang
termasuk dataran tinggi, sehingga menyebabkan temperatur selalu lebih rendah di
wilayah dengan dataran tinggi.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
47
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
(g) (h) (i) (j) (k) (l)
Gambar 21. Proyeksi temperatur: (a) Januari 2012, (b) Februari 2010, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g) Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (i) Januari 2035, (j) Februari 2035
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
48
Untuk kondisi temperatur di wilayah Bogor pada masa mendatang, telah diproyeksikan
menggunakan model iklim hingga tahun 2035. Pada Gambar 20(c) dan 20(d),
ditunjukkan proyeksi temperatur pada tahun 2015. Selama musim hujan, temperaturnya
lebih rendah dibanding musim kemarau. Hal ini diperkirakan akibat uap air
memantulkan radiasi gelombang panjang, sehingga temperaturnya lebih hangat. Untuk
wilayah Bogor, temperaturnya merata di setiap wilayah. Temperatur lebih rendah untuk
wilayah-wilayah yang berada di sebelah Selatan, yang diperkirakan akibat dataran tinggi
berada di wilayah Selatan.
Secara keseluruhan, kenaikan temperatur di wilayah Bogor tidak mengalami
peningkatan hingga tahun 2035. Kestabilan vegetasi dan dataran tinggi wilayah Bogor
berpengaruh tinggi pada kondisi temperatur di wilayah tersebut. Oleh karena itu,
kondisi ini pun akan berimplikasi pada selalu tingginya curah hujan di wilayah ini.
Temperatur tinggi umumnya berada di wilayah Bogor bagian Tenggara. Laju penurunan
udara di wilayah Bogor mengikuti laju yang dikenal dengan laju penurunan lapse rate di
mana makin tinggi ketinggian suatu tempat maka suhu udara akan turun.
Kondisi temperatur ini menjadikan daerah pegunungan Bogor lebih banyak
dibandingkan daerah yang bukan pegunungan. Sebagian besar radiasi matahari lebih
banyak di absorpsi untuk pertumbuhan tanaman dan digunakan untuk proses
transportasi (pelepasan molekul air oleh tanaman ke atmosfer). Inilah juga yang
menyebabkan suhu udara jadi lebih rendah karena transfer energi yang digunakan untuk
meningkatkan suhu lebih banyak digunakan untuk transportasi dan elaborasi. Sehingga
aliran energi membentuk siklus antara tumbuhan dan atmosfer di wilayah-wilayah
Bogor.
3. 10 Proyeksi Curah Hujan Hingga Tahun 2035 di Wilayah Bogor
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa wilayah Bogor memiliki temperatur rata-
rata bulanannya lebih rendah dengan rata-rata mencapai 26oC dan kelembaban
udaranya kurang lebih 70%. Situasi ini menyebabkan curah hujan di wilayah Bogor
menjadi sangat tinggi. Bogor dikenal memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Hal ini
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
49
karena Bogor dikelilingi pegunungan. Bogor terletak di kaki Gunung Salak, Gunung Gede
dan Pangrango sehingga sangat kaya akan hujan orografi.
Angin laut dari laut Jawa yang membawa banyak uap air masuk ke pedalaman dan naik
secara mendadak di wilayah Bogor. Uap air kemudian terkondensasi dan menjadi hujan
yang jatuh di kota Bogor dan sekitarnya. Karena dikelilingi gunung, ke mana pun arah
angin, dipastikan akan terjadi hujan. Berikut ini dijelaskan proyeksi curah hujan wilayah
Bogor hingga tahun 2035 yang disimulasikan menggunakan model iklim stokastik
metode Fast Fourier Transform dan Least Square Non-Liner (Gambar 21).
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
50
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
(g) (h) (i) (j) (k) (l)
Gambar 22. Proyeksi curah hujan: (a) Januari 2012, (b) Februari 2012, (c) Januari 2015, (d) Februari 2015, (e) Januari 2020, (f) Februari 2020, (g)
Januari 2025, (h) Februari 2025, (i) Januari 2030, (j) Februari 2030, (k) Januari 2035, (l) Februari 2035
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
51
Curah hujan, baseline pada tahun 2012 ditunjukkan pada Gambar 21(a) dan 21(b). Curah
hujan sangat tinggi baik di musim hujan maupun musim kemarau. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, bahwa hujan bisa saja terjadi di musim apa saja, karena kondisi
kelembaban yang rendah di wilayah Bogor dan orografi yang sangat tinggi. Aliran air di
sungai Ciliwung yang berasal dari Bogor bisa berpotensi menjadi banjir di wilayah Depok
dan Jakarta Selatan di musim hujan.
Selanjutnya pada tahun 2015, curah hujan di wilayah Bogor menurun dari tahun 2012,
kecuali pada bulan Februari masih terdapat curah hujan yang cukup tinggi terutama di
wilayah Cisarua, Ciawi, Tanjung Sari, dan Sukamakmur sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 21(c) dan 21(d). Sedangkan pada musim kemarau, hujan masih terjadi di
wilayah kota Bogor. Keberadaan hutan raya Bogor diperkirakan cukup berkontribusi bagi
rendahnya kelembaban dan temperaturnya kota Bogor sehingga menyebabkan
terjadinya hujan di wilayah tersebut.
Curah hujan pada tahun 2020 terutama di musim hujan di wilayah Bogor menunjukkan
intensitasnya yang sangat tinggi, yang terjadi di wilayah bagian Selatan. Terkait dengan
wilayah bantaran sungai Ciliwung yang melalui Depok dan Jakarta, pada tahun 2020 ini,
wilayah Depok dan Jakarta juga berpotensi terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi.
Untuk itu, ancaman banjir di wilayah Depok dan Jakarta, dan sebagian di wilayah kota
Bogor. Banjir ini diakibatkan oleh tingginya curah hujan selama bulan Februari 2020.
Besar kemungkinan, curah hujan yang tinggi ini diakibatkan oleh kombinasi antara hujan
monsunal dan hujan lokal. Hujan lokal di wilayah Jakarta dapat diakibatkan oleh
perbedaan temperatur antara darat dan laut, sehingga menyebabkan hujan konvektif.
Hujan lokal di wilayah Depok, diakibatkan oleh hujan konvektif akibat evapotranspirasi
dari vegetasi di wilayah Depok. Dan hujan lokal di Bogor, akibat hujan orografi dan hujan
konvektif.
Pada tahun 2025, curah hujan di wilayah Bogor masih tetap tinggi di bagian selatan
(Gambar 86). Tetapi untuk wilayah Depok dan Jakarta tidak terlalu tinggi. Oleh karena
implikasi dari hujan yang tinggi di Bogor ini juga berpotensi menjadi banjir di Depok dan
Jakarta tetapi dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi dibandingkan banjir di tahun
2020. Hujan yang tinggi yang terjadi di tahun 2025, terjadi selama bulan Januari dan
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
52
Februari. Sedangkan selama musim kemarau 2025, hujan masih terjadi tetapi dengan
intensitas yang tidak terlalu tinggi.
Untuk hujan di wilayah Bogor tahun 2030, curah hujan menurun dibanding tahun 2025.
Curah hujan di bulan Januari bisa mencapai 700 mm per bulan (Gambar 88), yang terjadi
di wilayah Cisarua dan Ciawi berdekatan dengan aliran sungai Ciliwung. Oleh karena itu,
curah hujan tinggi ini juga akan berpengaruh pada potensi banjir di wilayah Jakarta.
Apalagi curah hujan ini dilanjutkan pada bulan Februari dengan curah hujan mencapai
650 mm per bulan. Sedangkan pada musim kemarau, hampir tidak terjadi hujan,
khususnya bulan Juni, Juli, dan Agustus.
Pada tahun 2035, curah hujan di wilayah yang sama berpotensi mencapai 650 mm per
bulan terjadi di bulan Januari dan Februari (Gambar 21(i) dan 21(j)). Dengan tingginya
curah hujan ini, maka kerentanan terhadap potensi banjir di Jakarta dapat terjadi karena
hujan turun di lokasi yang masih berdekatan dengan Daerah Aliran Sungai Ciliwung.
Secara menyeluruh, umumnya hujan di wilayah Bogor selalu tinggi di wilayah Cisarua
sebagai hulu dari sungai Ciliwung. Oleh karena itu, curah hujan di wilayah ini bisa
menjadi gejala terjadinya banjir di kawasan tengah dan hilir dari sungai Ciliwung,
khususnya wilayah Depok dan Jakarta. Wilayah Cisarua dan sekitarnya berada di wilayah
pegunungan yang memiliki kelembaban udara yang rendah dan selalu terjadi hujan
akibat faktor orografi pegunungan.
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
53
Daftar Pustaka
BPBD. (2013). Profil BPBP DKI JAKARTA. Retrieved Agustus 20, 2013, from BPBP DKI
JAKARTA: http://bpbd.jakarta.go.id/
Djaja, R., Rais, J., Abidin, H.Z., Wedyanto, K., (2004), Land Subsidence of Jakarta
Metropolitan Area, Proceeding of 3rd FIG Regional Conference, Jakarta, Indonesia,
October 3-7, 2004
Gernowo, R., & Yulianto, T. (2010). Fenomena Perubahan Iklim dan Karakteristik Curah
Hujan Ekstrim di DKI Jakarta. Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY (hal. 13-18).
Semarang
Global cities of the future: An interactive map. McKinsey & Co.
http://www.mckinseyquarterly.com/Cities_the_next_frontier_for_global_growth_2758
Intergovermental Panel On Cimate Change (IPCC)., Climate Change The IPCC Scientific
Assessment, Britain at the University Press, Cambridge, 1990.
IPCC. (2007) Climate change 2007: the physical science basis (summary for policy
makers), IPCC.
Lablink., (2006) Pengetian Lahan Basah, http://www.lablink.or.id/eko/wetland/lhbs.htm.
McLean, J.D. (2006), A Critical Review of Some Recent Australian Regional Climate
Reports. Journal of Energy and Environment. V. 17 No. 1
Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) 2005-2025. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS), dan United Nations Population Fund.
Saxton, K.E. dan Rawls, W.J.,(2006), Soil Water Characteristic Estimates by Texture and
Organic Matter for Hydrologic Solutions, Soil Science Society of America Journal 70:
1569-1578
PMI Greater Jakarta Urban Disaster Risk Reduction Project: Activities in Vulnerability Assessment of Climate Change Impact along the Ciliwung River Flowing through Bogor, Depok, and North Jakarta
54
Susandi, A., M. Tamamadin., D. Farhamsa. (2009)Programming Aplication For Climate
Modeling Using Non-Linear Least Square And Fast Fourier Transform Methods, Journal
of Lingkungan Tropis, Special Edition August 2009: p. 125-136
Susandi, A., Pratiwi, D.R., Tamamadin, M., (2012) Adaptive Behavior Assessment Based
on Climate Change Event: Jakarta’s Flood in 2007, Publisher: LAP LAMBERT Academic
Publishing, 2012
Thornthwaite, C.W. dan J.R. Mather,(1957), Instruction and Tables for Computing Evapotranspiration and Water Balance. Publication in Cli-matology. Drexel Institute of Tech-nology, Laboratory of Climatology.
Perkiraan Potret Peta Dunia dalam Perubahan Iklim di Kemudian Hari, www.smithsonianmag.com