Post on 07-Mar-2020
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Pajak
Berikut beberapa pengertian pajak menurut para ahli yang dikutip oleh
Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia:
Pengertian pajak menurut Edwin R. A. Seligman dalam buku essay in
taxation mengatakan:” Tax is compulsary contribution from the person, to the
governmant to depray the expenses incurred in the comment inderest of all,
without reference to special benefit conferred.” Dari definisi tersebut terlihat
adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat
yang ditujukan secara khusus kepada seseorang. Memang demikian halnya bahwa
bagaimanapun juga pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat banyak.
Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor dalam buku ”the economics of
public finance” memberikan batasan pajak seperti di atas namun menggantikan
kata without reference dengan with tittle reference. Pengertian pajak menurut NJ.
Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan):
”Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada
pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa
adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran umum.”
10
Pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dari disertasinya
yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong menyatakan pajak adalah
iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan
norma-norma hukum, guna menutup biaya barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari definisi di atas tidak tampak istilah
”dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah ”iuran wajib” sisi lainya yang
terhubung dengan kontrasepsi itu diperlukan pajak.
Pengertian pajak menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perpajakan,
dijelaskan bahwa pajak kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri yang
melekat pada pengertian pajak adalah:
a) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
b) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra
prestasi individual oleh pemerintah.
c) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
d) Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
e) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeteir, yaitu mengatur.
11
a. Fungsi Pajak
Dalam buku Perpajakan Indonesia yang dikarang oleh Waluyo (2013) Fungsi
pajak dibagi dua, yaitu fungsi penerimaan dan fungsi mengatur. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a) Fungsi Penerimaan (Budgeteir)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukannya
pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
b.) Fungsi Mengatur (Reguler)Pajak berfunsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial ekonomi. Sebagai contoh yaitu
dikenakanya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dapat
ditekan. Demikian pula pada barang mewah.
b. Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat, dan Pemungutannya
Waluyo (2013) dalam bukunya membagi pajak menurut golongan, sifat,
dan pemungutannya. adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a) Menurut golongan:
1. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung
Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan ke pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
b) Menurut sifat:
Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan
pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip:
12
1. Pajak sujektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektfnya,
dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh:
pajak penghasilan.
2. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib
pajaknya. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
a. Menurut pemungut dan pengelolanya
Menurut pemungut dan pengelolanya pajak dibagi dua, yaitu sebagai
berikut:
1. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, dan Bea Materai.
2. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: Pajak reklame, Pajak hiburan.
c. Cara Memungut Pajak
a. Stelsel Pajak
Cara pemungutan pajak menurut Waluyo (2013) didasarkan pada 3
(tiga) stelsel yaitu stelsel nyata (riil stelsel), stelsel anggapan (fictive
stelsel), dan stelsel campuran. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
13
1. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut
kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka
wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian
sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta
kembali.
2. Sistem pemungutan pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian
yaitu Official Assessment System, self assessment system, dan
withholding system. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terhutang.
Ciri-ciri Official Assessment System sebagai berikut:
a). Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang
berada pada fiskus.
b). Wajib pajak bersifat pasif.
c). Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
14
3. Self Assessment system
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
4. Withholding system
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak dengan
memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak.
d. Wajib Pajak
Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu (www.pajak.go.id).
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan oleh
Direktur Jendral Pajak kepada Wajib Pajak sebagai sarana administrasi
perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh karena
itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP. NPWP tersebut
berfungsi sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dan ntuk
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan (www.pajak.go.id).
15
f. Hak dan kewajiban Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan
atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat
Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping
itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, seperti ahli
bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan (www.pajak.go.id).
Menurut Waluyo (2013) dalam buku perpajakan, kerahasiaan Wajib Pajak
antara lain:
i. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen
lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
ii. Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
iii. Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai
ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka
kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertulis
dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak
tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Disamping mendapatkan perlindungan kerahasiaan wajib pajak juga
memiliki hak sebagai seorang klient yang wajib dijaga kerahasiaanya oleh
pemerintah. Adapun kerahasiaan wajib pajak tersebut adalah sebagai berikut
(Waluyo,2013):
16
a. Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan menunda pembayaran pajak.
b. Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan mengangsur pembayaran pajak.
c. Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun
PPh Pasal 21.
d. Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
e. Pengurangan PBB
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek
pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-
sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena
bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang
kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan
permohonan pengurangan atas pajak terutang.
17
f. Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak
penghasilan.
g. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
h. Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib
Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk
PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
i. Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan
hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas
penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier
utama ditanggung oleh pemerintah.
j. Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan
tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak
Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara
lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan
TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu
seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut
antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
18
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan
pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya.
a. Pendaftaran
Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
b. Pembayaran dan Pelaporan
Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, Wajib Pajak
mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak, yang
selanjutnya melaporkan pajak terutangnya dalam bentuk Surat
Pemberitahuan (SPT). Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT
masa dan SPT tahunan adalah sebagai berikut:
19
Tabel. 2.1
Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT untuk orang pribadi
N o
Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu
Pelaporan
Masa
1 PPh Pasal 21/26
Tgl 10 bulan berikut setelah masa pajak berakhir
20 hari setelah masa pajak berakhir
2 PPh Pasal 25 Tgl 15 bulan berikut setelah masa pajak berakhir
20 setelah masa pajak Berakhir
Tahunan
1 PPh OP Tgl 25 bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun atau
bagian tahun pajak
Akhir bulan ketiga
setelah berakhirnya
tahun atau bagian tahun pajak
2 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
Sumber: www.pajak.go.id
Tabel 2.2
Batas waktu pembayaran dan pelaporan selain wajib pajak pribadi
No. Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu
Pelaporan
Masa
1 PPh Pasal 23/26
Tgl 10 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut
2 PPh Pasal 25 Tgl 15 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut
3 PPh dan PPnBM-PKP
Tgl 15 bulan berikut Tgl 20 bulan berikut
Tahunan
1 PPh-Badan Tgl 25 bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun atau
bagian tahun pajak
Akhir bulan ketiga
setelah berakhirnya
tahun atau bagian tahun pajak
2 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
-
3 BPHTB Dilunasi pada saat terjadinya
perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan
-
Sumber: www.pajak.go.id
20
2. Upah Minimum Kabupaten
a. Pengertian
Upah Minimum Kabupaten (UMK) adalah suatu standar minimum yang
digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah
kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau
kerjanya. Dengan demikian pengusaha diperbolehkan memberikan upah
lebih besar daripada ketentuan UMK (www.wikipedia.org).
Saat ini UMR juga dikenal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP)
karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu
setelah otonomi daerah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum
Kabupaten/Kota(UMK).
b. Penetapan UMK
Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang.
Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat,
akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat membentuk tim survei
dan turun ke lapangan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang
dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah
kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dahulu disebut dengan Kebutuhan
Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah
minimum Kabupaten (UMK) kepada Gubernur untuk disahkan. Komponen
kebutuhan
21
digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan kebutuhan
hidup pekerja lajang / belum menikah (www.wikipedia.org).
Besarnya penentuan UMK didasarkan pada kebutuhan fisik minimum,
indeks harga konsumen, perluasan kesempatan kerja, upah pada umumnya
yang berlaku secara regional, kelangsungan perluasan, dan tingkat
perkembangan ekonomi regional maupun nasional. Dengan demikian UMK
dapat berbeda-beda untuk satu daerah dengan daerah lain.
3. Jumlah Penduduk
a. Pengertian
Penduduk adalah orang-orang yang berada di suatu wilayah yang
terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain
secara terus menerus (www.wikipedia.org). Dalam sosiologi penduduk
didefinisikan sebagai kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi
dan ruang tertentu.
Penduduk suatu negara atau daerah dapat didefinisikan menjadi dua, yaitu
(www.wikipedia.org):
i. Orang yang tinggal di suatu daerah.
ii. Orang yang secara hukum berhak tinggal di suatu daerah. Dengan
kata lain orang yang memiliki surat resmi untuk tinggal di suatu
daerah (www.wikipedia.org).
22
b. Sensus Penduduk
Sensus Penduduk merupakan suatu rangkaian kegiatan
pengambilan “stok” (stock taking) penduduk pada suatu titik waktu
tertentu yang mencakup seluruh atau sebagian wilayah geografis
(www.wikipedia.org).
Metode pencacahan dalam sensus penduduk ada dua, yaitu de
facto dan de jure. Pencacahan secara de facto adalah pencacahan yang
dilakukan di tempat dimana mereka ditemukan oleh petugas lapangan
sensus/ sesuai tempat tinggal mereka. Pencacahan secara de jure
adalah pencacahan yang dilakukan di tempat mereka tinggal secara
resmi/ sesuai identitas diri.
4. Faktor-faktor Internal Organisasi
Faktor internal organisasi adalah faktor-faktor yang ada di dalam
organisasi. Adapun pengertian organisasi secara singkat menurut
Chester Barnard adalah system kerja sama (cooperative activity) dari
dua orang tua lebih. Yang menjadi faktor internal dalam pencapaian
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:
1) SDM
a. Petugas Pengelola Pajak Bumi dan Bangunan
b. Pendidikan Petugas Pengelola
23
c. Pembinaan Petugas Pengelola
2) Dana
a. Dana Operasional Pengelolaan
3) Alat-alat
a. Perlengkapan Kantor
b. Fasilitas penunjang
5. Faktor-faktor Eksternal Organisasi
Faktor-faktor eksternal organisasi adalah faktor-faktor yang berada
diluar organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut. Faktor-faktor
eksternal organisasi ini menurut Teori Modern adalah faktor lingkungan
dimana organisasi tersebut berada seperti faktor politik, ekonomi, sosial dan
budaya, teknologi, hukum, demokrasi, sumber-sumber alam, langganan,
nasabah dan lain-lain (Syofian,2001:1.13). Selanjutnya Syofian (2001:8.47)
juga mengemukakan bahwa lingkungan organisasi adalah masyarakat yang
harus dilayani atau yang mengonsumsi barang atau jasanya seperti warga
negara, pelanggan, nasabah, klien dan sebagainya. Faktor yang termasuk
dalam faktor eksternal organisasi berdasarkan uraian tersebut dapat
dikatakan sangatlah banyak, namun yang langsung berkaitan dengan
organisasi adalah masyarakat yang dilayani atau yang mengonsumsi hasil
organisasi tersebut, dalam hal ini masyarakat yang bersangkutan adalah
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Banyak hal yang menjadi
24
indikator Wajib Pajak membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), salah
satunya adalah pengetahuan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain
itu perkembangan jumlah Wajib Pajak Bumi dan Bangunan PBB)
merupakan faktor eksternal lainnya.
6. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
a. Pengertian PBB
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan (www.pajak.go.id).
Termasuk dalam pegertian bangunan adalah (www.pajak.go.id):
1. Jalan yang terletak dalam suatu komplek bangunan
seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain
yang merupakan satu kesatuan dengan komplek tersebut.
2. Jalan TOL.
3. Kolam renang.
4. Pagar mewah.
5. Tempat olah raga.
6. Galangan kapal, dermaga.
7. Taman mewah.
8. Tempat penampungan /kilan minyak,air dan gas,pipa minyak.
9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Reksohadiprodjo (2000:169) mengemukakan bahwa Pajak Bumidan
25
Bangunan (PBB) merupakan pungutan yang dikenakan atas tanah dan
bangunan yang didirikan diatasnya.
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang
dikenakan pada bumi dan atau bangunan berdasarkan undang-undang
nomor 12 tahun 1985 tentang PBB sebagai mana telah diubah dalam
undang-undang nomor 1 tahun 1994.
PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan sehingga pajak yang
terhutang tergantung pada obyek yaitu tanah/bumi dan atau bangunan,
keadaan subyek tidak ikut menentukan besarnya pajak.
b. Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan” (www.pajak.go.id):
Bumi adalah Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi
yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia, Contoh : sawah,
ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang,dll.
Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh : rumah tempat tinggal,
bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan,
emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain
yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak
lepas pantai, dll.
Klasifikasi bumi dan banguan adalah pengelompokan bumi
26
dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman
serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terhutang (Meliala,
Oetomo, dan Francisca:67,2011). Dalam menentukan klasifikasi
bumi/tanah faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut:
iii. Letak.
iv. Peruntukan.
v. Pemanfaatan.
vi. Kondisi lingkungan, dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bangunan factor-faktor yang
diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang digunakan.
b. Rekayasa.
c. Letak.
d. Kondisi lingkungan, dan lain-lain (Meliala,
Oetomo, dan Francisca: 67,2011).
Adapun objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah
objek yang memenuhi sarat sebagi berikut :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
27
keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah,
sekolah, panti asuhan, candi, dan lain- lain.
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang
sejenis dengan itu.
c. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan
tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan atas
perlakuan timbal balik.
e. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan, contoh: pesantren
atau sejenis dengan itu, madrash, tanah wakaf, rumah sakit
umum.
f. Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk
penyelengaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya
diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah(Meliala,Oetomo,dan Francisca:67,2011).
28
c. Subjek Pajak
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
• Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
• Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
• Memiliki bangunan, dan atau;
• Menguasai bangunan, dan atau;
• Memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib
pajak (www.pajak.go.id).
d. Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Terhutang
Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. Saat menentukan
pajak terhutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 januari
(www.pajak.go.id). Contoh:
• Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2006 berupa tanah dan bangunan,
pada tanggal 15 Januari 2006 bangunannya terbakar, maka pajak
yang terhutang tetap berdasarkan keadaan objek pada tanggal 1
Januari 2005, yaitu keadaan pada saat bangunan tersebut belum
terbakar.
• Objek pajak pada tanggal 1 Januari 2006 berupa sebidang tanah tanpa
bangunan di atasnya, pada tanggal 15 Agustus dilakukan pendataan,
ternyata diatas tanah tersebut telah berdiri suatu bangunan.
29
Keadaan pada tanggal 1 Januari 2006. Sedangkan bangunannya baru akan
dikenakan pada tahun 2007.
Tempat pajak yang terhutang:
a. Untuk daerah jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
b. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingat II atau
Kota Madya Daerah Tingkat II yang meliputi daerah objek pajak.
e. Pendaftaran dan Pendataan Objek PBB
i. Pendaftaran Obiek dan Subiek PBB
Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan cara
mengambil dan mengisi formulir SPOP secara jelas, benar dan lengkap
serta ditandatangani dan dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB atau
Pelayanan Pajak Pratama yang bersangkutan atau tempat yang ditunjuk
untuk pengambilan dan pengembalian SPOP dengan dilampiri bukti- bukti
pendukung seperti :
- sketsa/ denah objek pajak;
- fotokopi KTP dan NPWP;
- fotokopi sertifikat tanah;
- fotokopi akta jual beli;
- atau bukti pendukung lainnya.
Formulir SPOP disediakan dan dapat diambil gratis di Kantor Pelayanan
PBB atau tempat lain yang ditunjuk atau melalui teknologi internet.
30
ii. Pendataan Objek dan Subjek PBB
Pendataan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan PBB atau Kantor
Pelayanan Pajak Pratama dengan menggunakan formulir SPOP dan
dilakukan sekurang-kurangnya untuk satu wilayah administrasi
desa/kelurahan. Pendataan dapat dilakukan dengan cara:
• Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP: Dapat
dilaksanakan pada daerah/wilayah yang pada umumnya belum/tidak
mempunyai peta, daerah terpencil atau potensi PBB relatif kecil.
• Identifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai
peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP tetapi
tidak mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara
lengkap.
• Verifikasi Objek Pajak
Dapat dilaksanakan pada daerah/wilayah yang sudah mempunyai
peta garis/ peta foto yang dapat menentukan posisi relatif OP dan
mempunyai data administrasi PBB tiga tahun terakhir secara
lengkap.
f. Tata Cara Pembayaran PBB
Apabila wajib pajak telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang (SPPT) yang biasanya paling lambat bulan juni tahun takwim
atau satu bulan setelah menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP), maka wajib pajak bumi dan bangunan dapat melakukan
31
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan melalui:
a. Bank Pemerintah, atau
b. Pemungut, atau
c. Kantor Pos dan Giro, atau
d. Dengan cara transfer, dengan ketentuan sebagai berikut:
i. Jika pajak dibayar melalui Bank Pemerintah, SSP yang tersedia di
Bank diisi sesuai dengan keterangan yang tercantum dalam SPPT
yang diterima.
ii. Jika pajak dibayar melalui petugas pemungut, terlabih dahulu
tunjukan SPPT atau SPJPT dan mintalah bukti pembayaran lembar
asli sebagai tanda lunas PBB.
iii. Jika pajak dibayar melalui pos dan giro, terlebih dahulu beli
formulir giro dan diisi sesuai SPPT. Lembar 1 disimpan sebagai
bukti pembayaran, lembar 2 masukan pada kotak PBB yang tersedia
di kantor pos dan giro.
iv. Jika letak objek pajak tidak berada atau jauh dari tempat tinggal
wajib pajak, maka pembayaran bias dilakukan melalui transfer, yaitu
dengan mengisi formulir kiriman uang. Lembar 1 disimpan oleh
wajib pajak, lembar 2 dikirim ke kantor PBB yang menerbitkan
SPPT (www.pajak.go.id).
Adapun pembayaran pajak tersebut harus dilunasi paling
lambat 6 bulan sejak diterima SPPT. Tetapi apabila pajak yang
terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) maka jangka
waktu pembayaran hanya dalam jangka waktu satu bulan.
32
Surat Ketetapan Pajak (SKP) dikeluarkan oleh direktur jendral pajak dalam
hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara
tetulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
b. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak
yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
g. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi dikenakan terhadap:
a. Dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP,
dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar
25% dari pokok pajak.
b. Wajib pajak yang berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari jumlah pajak
yang dihitung berdasarkan SPOP, maka selisih pajak tersebut ditambah
atau dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 25% dari
selisih pajak yang terhutang.
c. Wajib pajak tidak membayar atau kurang membayar. Pajak yang
terhutang pada saat jatuh tempo pembayaran, dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu
paling lama 4 bulan (www.pajak.go.id).
33
h. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bila mana tidak terjadi jual
beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan
objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama serta
diketahui harga jualnya, atau nilai perolehan baru dengan cara menghitung
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat
penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi
fisik objek tersebut, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak
kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota
setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut: Setiap
Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu Tahun Pajak, dan apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek
Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek
Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak
lainnya.
i. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual yang
dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu persentase
tertentu dari nilai jual sebenarnya. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ditetapkan
setiap tiga tahun sekali oleh menteri keuangan, kecuali untuk daerah tertentu
ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya. Dasar
34
perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20%, dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP).
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002, untuk HJKP
ditetapkan sebesar:
a. 40% untuk objek sektor perkebunan, pertambangan.
b. 40% untuk objek sektor pedesaan dan perkotaan yang NJOP-nya sama
atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000.
c. 20% untuk objek sektor pedesaan dan perkotaan yang NJOP-nya sama
atau kurang dari Rp 1.000.000.000
Contoh perhitungan NJOP Bumi dan Bangunan
Besarnya Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan peraturan
Nilai Jual Tanah 500 x 400.000 Rp 200.000.000
Nilai Jual Bangunan 400 x 400.000 Rp 160.000.000
NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp 360.000.000
NJOPTKP Rp 12.000.000
NJOP untuk perhitungan pajak Rp 348.000.000
PBB terhutang = 0,5% (20% x 384.000.000) =Rp 384.000
35
B. Penelitian Sebelumnya
Tabel. 2.3
Penelitian Sebelumnya
Nama Tempat Variabel `Kesimpulan
Heriyanto
(2001)
Yogyakarta -Produk Domestik
Regional Bruto
(PDRB) perkapita
- Jumlah penduduk
-Luas lahan sawah
-NJOP
PDRB perkapita dan jumlah
penduduk berpengaruh positif
dan signifikan terhadap NJOP
tanah, sedangkan luas lahan
sawah berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap NJOP tanah.
I Nyoman
Normal
(2003)
Kabupaten
Gianyar
-Pendapatan
perkapita
-Luas lahan sawah
-Penerimaan PBB
Pendapatan perkapita
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
penerimaan PBB, namun luas
lahan sawah berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap penerimaan PBB.
Budhiharjo , Ari
(2003)
Jawa Tengah -Jumlah Penduduk -PDRB
-Inflasi
Jumlah penduduk secara
signifikan berpengaruh positif
terhadap penerimaan PBB,
PDRB berpengaruh positif
tetapi tidak signifikan
terhadap penerimaan PBB,
dan Inflasi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan PBB.
Tituk Diah
Widajantie
(2005)
Surabaya
Barat
-Kesadaran WP -Pemahaman WP
-Sikap WP
-Kemampuan WP
-Sistem
pemungutan
-Keberhasilan
penerimaan PBB
Kesadaran WP, pemahaman
WP, sikap WP, kemampuan
WP, dan sistem pemungutan
berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan
PBB.
Mutia
Amana
Nasiti
(2008)
Kendal, Jawa
Tengah
-PDRB perkapita -Jumlah Wajib
Pajak
-Luas lahan
-Jumlah penduduk
PDRB per kapita
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
penerimaan PBB, sedangkan
Jumlah WP, Luas lahan, dan
Jumlah penduduk
berpengaruh negative dan
tidak signifikan.
Sumber: data diolah peneliti 2018
36
C. Hipotesis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris
mengenai pengaruh kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan
jumlah penduduk terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Normal
(2003) yang menyimpulkan pendapatan perkapita berpengaruh positif
terhadap penerimaan PBB, Mutia Amana Nasiti (2008) yang
menyimpulkan PDRB perkapita berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penerimaan PBB, dan Ari Bhudhiharjo yang menyimpulkan
Jumlah penduduk secara signifikan berpengaruh positif terhadap
penerimaan PBB, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H1 : Upah Minimum Kabupaten (UMK) berpengaruh secara
positif terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
H2 : Jumlah penduduk berpengaruh secara positif terhadap
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
37
D. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menguji tentang pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen yang dijelaskan dalam tabel kerangka
pemikiran dibawah ini :
Variabel Independen Variabel Dependen
Sumber : Data diolah Peneliti 2018
UPAH MINIMUM
KABUPATEN
JUMLAH PENDUDUK
PENERIMAAN PBB
38