Post on 12-Mar-2019
BAB II
KAJIAN TEORITIS
1.1 Hakikat Pemberdayaan
2.1.1 Pengertian Pemberdayaan Perempuan
Suzanne Kindervatter dalam bukunya yang berjudul Nonformal Education As an
Empowering Process, menyatakanbahwa Empowering was defined as : People gaining an
Understanding of andcontrol over social, economic, and/ or political forces in order of improve
theirstanding in society (Kindevatter, 1979:150). Berdasarkan pengertian ini dapat dikemukakan
bahwa proses pemberian kekuatan atau daya adalah setiap upaya pendidikan yang bertujuan
untuk membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap
perkembangan sosial, ekonomi dan atau politik sehingga akhirnya ia memiliki kemampuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat.
Pendidikan Luar Sekolah sebagai proses empowering adalah suatu pendekatan
pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan pengertian dan pengendalian warga belajar
mampu untuk meningkatkan pengertian dan pengendalian warga belajar terhadap kehidupan
sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga warga belajar mampu untuk meningkatkan taraf
hidupnya dalam masyarakat. Oleh karena itu, proses yang perlu ditempuh warga belajar adalah
melatih tingkat kepekaan yang tinggi terhadap berbagai aspek perkembangan sosial, ekonomi
dan politik selama proses pembelajaran dan mempelajari berbagai macam keterampilan untuk
memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapi bersama (Sudjana, 1993 : 63).
Pengertian pemberdayaan perempuan sebenarnya mengacu kata “empowerment” yaitu
upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki masyarakat.Jadi, pendekatan
pemberdayaan perempuan dalam pembinaan kecakapan hidup /life skills adalah penekanan pada
pentingnya pemberdayaan perempuan yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir
diri mereka sendiri.
Pola pemberdayaan perempuan dalam pembinaan kecakapan hidup (life skills)
diselenggarakan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan peserta pelatihan, menetapkan
tujuan,merancang kegiatan, menentukan nara sumber, menentukan peserta, menentukan
pelaksanaan, persiapan pelatihan, penerapan atau pelaksanaan pelatihan, evaluasi pelatihan, dan
dokumentasi pelatihan. Pendekatan pemberdayaan perempuan yang demikian tentunya
diharapkan memberikan peranan kepada individu bukansebagai obyek, tetapi sebagai pelaku
(aktor) yang menentukan hidup mereka.(Moelyanto, 1999 dalam Ary Wahyono, 2001: 9).
Pemberdayaan perempuan tidak dapat dilepaskan dari konsep umum pemberdayaan
masyarakat. Untuk dapat memahami konsep pemberdayaan masyarakat kita pelu memahami
coraknya. Beberapa corak pemberdayaan adalah (Taruna, 2001:1) Human dignity,
mengembangkan martabat, potensi, dan energi manusia; (2) Empowerment, memberdayakan
baik perseorangan maupun kelompok; (3) Partisipatoris, dan (4) Adil. Sedang filosofi
pemberdayaan masyarakat mencakup (1) menolong diri sendiri (mandiri), (2) senantiasa mencari
dan menemukan solusi bersama, (3) ada pendampingan (secara teknis maupun praktis), (4)
demokratis, dan (5) menyuburkan munculnya kepemimpinan lokal
Aspek-aspek dalam Human dignity meliputi (1) martabat, potensi, atau pun energi
manusia itu inherent secara individual; (2) human dignity itu merupakan tujuan akhir atau hasil
akhir; (3) bukan hanya tujuan akhir/hasil akhir, tetapi juga kunci dan inti; (4) berada “di balik”
segala perkembangan; (5) berawal dari konsep individual; (6) bias “berlindung” di balik
kemanusiaan; (7) mudah dipakai sebagai alas an; dan (8) dipakai sebagai basis/alasan untuk
melindungi hak asasi
Aspek-aspek pemberdayaan (empowerment) meliputi fisik, intelektual, ekonomi, politik,
dan kultural, dengan demikian pemberdayaan itu mencakup pengembangan kemanusiaan secara
total (total human development). Sementara itu aspek-aspek partisipatory dan adil meliputi (1)
punya kesamaan hak memperoleh akses atas sumber daya dan pelayanan sosial, (2) menyangkut
hak-hak dasar, (3) berkembang dalam kesamaan, (4) menguntungkan, (5) berkenaan dengan
hasrat atau pun kebutuhan individual untuk ikut andil bagi kepentingan bersama, (6)
memanfaatkan secara optimal namun wajar apa yang telah tercipta di dunia ini, (7) lebih
bercorak moral daripada hukum, dan (8) berkaitan erat dengan kebutuhan manusiawi khususnya
Salah satu penyebab ketidak berdayaan perempuan adalah ketidakadilan gender yang
mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyarakat. Perbedaan gender
seharusnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menghadirkan ketidakadilan gender. Namun
perbedaan gender tersebut justru melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi laki-laki maupun
perempuan. Manifestasi ketidakadilan itu antara lain (1) Marginalisasi karena diskriminasi
terhadap pembagian pekerjaan menurut gender, (2) Subordinasi pekerjaan (3) Stereotiping
terhadap pekerjaan perempuan, (4) Kekerasan terhadap perempuan, dan (5) Beban kerja yang
berlebihan.
Oleh karena itu, ada beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan dalam upaya
memberdayakan perempuan, yaitu (1) Organisasi dan kepemimpinan yang kuat, (2) Pengetahuan
masalah hak asasi perempuan, (3) Menentukan strategi, (4) Kelompok peserta atau pendukung
yang besar, dan (5) Komunikasi dan pendidikan. Sementara itu, salah satu upaya dalam
memberdayakan sumber daya manusia, khususnya perempuan, adalah melalui penanaman dan
penguatan jiwa dan praktek kewirausahaan.
1. Memiliki kepercayaan diri dan optimis
2. Berorientasi pada kerja dan hasil
3. Berani mengambil resiko dengan perhitungan yang jelas
4. Memiliki jiwa dan sikap kepemimpinan
5. Memiliki kemampuan kreatif dan inovatif
6. Berorientasi ke masa depan
Dengan demikian maka sebaiknya dalam pengembangan sumber daya perempuan
sebaiknya diarahkan untuk membentuk manusia yang (1) memiliki motivasi dan etos kerja yang
tinggi, (2) menguasai banyak ilmu dan keterampilan, (3) memiliki sikap mental yang konsisten
yang diwujudkan dalam komitmennya pada bidang pekerjaan tertentu (profesional), (4) memiliki
semangat dan kemampuan bersaing (kompetitif), dan (5) memiliki budaya yang didasari pada
nilai-nilai agama dan humanisme. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam
pengembangan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan luar sekolah yang cocok dengan
kondisi masyarakat desa dengan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masih rendah
adalah :
1. Tahap Persiapan
a. Penyebaran informasi kepada calon warga belajar untuk memberikan kesempatan mengenal
dan memahami program yang akan dilaksanakan
b. Rekruitmen secara jujur dan obyektif yang memberikan kesempatan kepada warga
masyarakat untuk menjadi warga belajar.
c. Rekruitmen tenaga pendidik yang memenuhi persyaratan dan memiliki kompetensi
khususnya kemampuan dan keterampilan praktis serta berpengalaman.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Menerapkan konsep belajar dan bekerja sebagai wahana untuk memberikan bekal
pengetahuan dan keterampilan sekaligus kesempatan kepada warga belajar untuk bekerja
guna memperoleh penghasilan.
b. Melaksanakan pembelajaran yang tetap memperhatikan kondisi lokal yang mampu
meningkatkan motivasi warga belajar
c. Melaksanakan program yang mampu sesegera mungkin menunjukkan adanya hasil yang
bermanfaat bagi warga belajar
d. Melaksanakan pembelajaran dengan memusatkan diri kebutuhan warga
e. Menerapkan konsep “kemitraan” dengan berbagai pihak yang terkait agar warga belajar
lebih memahami situasi dan kondisi nyata terhadap apa yang dipelajari
3. Tahap Pembinaan
a. Menerapkan konsep “belajar sepanjang hayat” dengan jalan memberikan pemahaman
kepada warga belajar bahwa belajar tidak hanya selesai setelah mengikuti jenis pendidikan
tertentu saja dalam suatu masa tertentu
b. Mengembangkan jaringan informasi yang dapat digunakan sebagai media untuk saling
bertukar pengalaman antar warga belajar maupun antara warga belajar dan pengelola
program.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa Pemberdayaan Perempuan
adalah upaya perempuan untuk memperoleh akses dan control terhadap sumber daya,
pengembangan ekonomi keluarga, dan sosial budaya, agar perempuan dapat mengatur diri
dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam
memecahkan masalah, sehingga mampu membangun dirinya sendiri dan mampu
memberdayakan orang lain
2.1.2 Teknik Pemberdayaan Perempuan
Pada dasarnya tahapan yang dilakukan untuk pengembangan masyarakat terdiri dari
beberapa tahapan antara lain :
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahap penyiapan petugas untuk menyampaikan persepsi antar
anggota tim agen perubah (change agent) mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dalam
melakukan pengembangan masyarakat dan penyiapan lapangan. Petugas (community worker)
pada awalnya melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, baik
dilakukan secara informal maupun formal.
2) Tahap Assesment
Proses assessment dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang
dimiliki klien. Pada tahap ini digunakan teknik analisa SWOT dalam proses penilaian dengan
melihat kekuatan (strength), kelemahan (Weaknesses), kesempatan (opportunities), dan ancaman
(threatment). Pada proses pelaksanaannya masyarakat dilibatkan secara aktif agar mereka dapat
merasakan bahwa permasalahan yang sedang dibicarakan benar benar permasalahan yang keluar
dari pandangan mereka sendiri.
3) Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pada tahap ini petugas (community worker) secara partisipatif mencoba melibatkan warga
untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi danbagaimana cara mengatasinya.
Masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dankegiatan yang dapat
mereka lakukan dalam upaya mengatasi permasalahan yang ada.
4) Tahap Pemformulasian Rencana Aksi
Pada tahap ini agen perubahan (community worker) membantu masing-masing kelompok
masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis, terutama bila ada
kaitannya dengan pembuatan proposal kepadapihak penyandang dana. Dalam tahap
pemformulasian rencana aksi ini,diharapkan community worker dan masyarakat sudah dapat
membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan
bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.
5) Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan
Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial (penting) dalam
proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan
dapat menyimpang pada pelaksanaanya bila tidak ada kerja sama antara petugas dan warga
masyarakat, maupun kerjasama antar warga.
6) Tahap Evaluasi
Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang
sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga.
Melalui keterlibatan warga ini diharapkan akan berbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk
melakukan pengawasan secara internal.
7) Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahap ‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan komunitas
sasaran. Terminasi dilakukan bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap mandiri tetapi
tidak jarang terjadi karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu
yang ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana
yang dapat dan mau meneruskan. Meskipun demikian, tidak jarang community worker tetap
melakukan kontak meskipun tidak secara rutin.Apalagi bila petugas (community worker) merasa
bahwa tugasnya belum diselesaikan dengan baik.
2.2 Hakikat Pelatihan
2.2.1 Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah pembelajaran untuk merubah kinerja (Performance) seseorang dalam
kaitannya dengan tugasnya (jobs). Dalam hal ini, ada empat halpenting untuk diperhatikan yaitu :
1) Pembelajaran (Learning) merupakan upaya untuk merubah atau meningkatkan kinerja
seseorang dalam hubungannya dengan tugas-tugasnya dalam suatu organisasi. Pembelajaran
biasanya mengacu kepada perubahan sesuatu pada diri pelajar (learners) dan perubahan itu
biasanya mencakup psychomotoric, cognitive, affective, connative.
2) Kinerja (Performance) biasanya terkait dengan pekerjaan atau tugas-tugas(Jobs), artinya
bagaimana kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas yang terkait dengan pekerjaan.
3) Sasaran (People) yang dimaksud biasanya terkait dengan orang dewasa (Adults) yang
professional. Dengan demikian berarti dalam proses pelatihan kita harus memperhatikan
prinsip-prinsip belajar orang dewasa yang telah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap-sikap tertentu dalam menghadapi pekerjaannya. Menurut Ernesto (1991: 43) dalam
pelatihan terhadap orang dewasa tidak hanya memperhatikan tujuan dalam melakukan
pelatihan tersebut, namun juga memperhatikan keterampilan-keterampilan yang telah
dimiliki oleh orang dewasa sebelum proses pelatihan.
4) Pekerjaan atau Tugas (Jobs) yang dimaksud adalah tugas-tugas khusus yang dilakukan oleh
sasaran sehari-hari. Dalam kaitannya dengan menjalankan tugas-tugas tersebut, sasaran
(Learners) perlu mendapat peningkatan melalui pelatihan. Pada umumnya pelatihan
dilakukan terhadap sasaran (Learners) karena sering kali kita jumpai di sekitar kita,bahwa
institusi-institusi atau organisasi melakukan pelatihan kepada karyawan atau pegawai tidak
didasarkan pada rasionalitas yang dapat dipertanggung jawabkan, namun lebih didasarkan
pada kepentingan“proyek’’, sehingga tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga yang terbuang
tanpaada kemanfaatan yang berarti.
Pada pelaksanaanya, pelatihan tidak selamanya berjalan secara lancar pada setiap
kesempatan.Banyak faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan yang
dipaparkan sebagai berikut :
1) Teori dengan praktek tidak sejalan, artinya teori yangdiberikan tidak bisa dipraktekkan pada
saat menjalankan tugas-tugas yang dilakukan.
2) Kondisi lingkungan tidak kondusif untuk dimanfaatkan dalam pelatihan dan tidak bisa
menunjang kinerja behaviours yang diperlukan dalam pelatihan.
3) Perubahan perilaku tidak bisa diukur (unmeasurable) secara pasti karena materi yang
diberikan tidak memenuhi standar.
4) Sasaran (learners) tidak memiliki motivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan serta
tidak mempunyai kemampuan untuk mengikuti materi pelatihan yang diberikan.
5) Pengembangan organisasi dianggap bisa dilakukan melalui kegiatan non-pelatihan, misalnya
perubahan kebijakan dan pengembangan proyek-proyek tertentu.
6) Sumber-sumber yang diperlukan dalam kegiatan pelatihan tidak memadai, baik sumber
finansial, manusia, fisik maupun teknologi.
2.2.2 Model Pelatihan
Beberapa unsur yang terintegrasi dalam model siklus pelatihan adalah:
a. Analisis yang meliputi identifikasi masalah, identifikasi kebutuhan, pengembangan kinerja
yang standar, identifikasi sasaran (learners), pengembangan kriteria pelatihan, perkiraan
biaya, dan perkiraan keuntungan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
b. Pengembangan, yang merupakan esensi dari rancangan pelatihan, karena pada tahap ini akan
bisa memantapkan kita untuk bisa atau tidak melakukan pelatihan. Untuk itu, ada beberapa
hal yang perlu dipertanyakan, antara lain : masukan, urutan kegiatan, logistik, sumber-
sumber, finansial yang diperlukan, dan kriteria keberhasilan.
c. Penerapan, bagaimana pun baiknya rancangan pelatihan dibuat, peluang ketidak berhasilan
tetap ada jika tidak diimplementasikan dan dikoordinir secara baik. Oleh karena itu peran
kegiatan administratif dalam tahap ini sangat penting bagi terlaksananya kegiatan pelatihan.
Kegiatan-kegiatan administratif yang perlu diperhatikan terutama adalah kegiatan koordinasi
dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidangnya.
d. Evaluasi, pada tahap ini harus ditetapkan perilaku apa yang hendak dicapai dari pelatihan,
baik selama proses pelatihan, sesudah pelatihan, maupun tindak lanjut dari pelatihan. Untuk
maksud ini perlu dirumuskan kriteria yang jelas dan terukur sehingga dapat diketahui bahwa
perubahan perilaku tersebut akibat dari pelatihan.
e. Penelitian, dalam siklus pelatihan, penelitian merupakan gagasan yang baru, metodologi
yang baru, dan teknologi yang baru. Dengan adanya penelitian akan bisa dijadikan masukan
tentang kelebihan dan kekurangan dari kegiatan pelatihan yang telah berjalan, dengan
demikian akan menjadi bahan penyempurnaan kegiatan serupa di masa mendatang.
2.2.3 Evaluasi Pelatihan
Setiap penyelenggaraan suatu program pelatihan biasanya memerlukan biaya yang cukup
besar.Untuk itu, agar biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia dan pelatihan yang diselenggarakan itu
dapat mencapai sasarannya, maka pelatihan perlu dinilai atau dievaluasi.
Rencana keseluruhan evaluasi pelatihan memberikan suatu kerangka untuk mengukur
perubahan yang diinginkan pada tiap tingkat evaluasi, yakni perubahan pada tingkat belajar,
tingkat perilaku, dan tingkat hasil dengan menggunakan kriteria yang tepat.
Kriteria untuk menilai pelatihan adalah tujuan program pelatihan yang dinyatakan secara
khusus dan dalam bentuk yang dapat diukur. Untuk mengukur hasil suatu pelatihan secara
ilmiah, cermat, dan tepat, maka kegiatan-kegiatan berikut perlu dilakukan :
a. Memilih suatu rencana evaluasi
b. Memilih teknik pengumpulan data yang tepat
c. Memilih metode-metode statistik yang cocok untuk mengolah data dan mengambil
kesimpulan-kesimpulan.
Maka dari pada itu harus ada :
a. Evaluasi terhadap peserta yang dilakukan sebelum pelatihan. Gunanya adalah untuk
menentukan tingkat pengetahuan, keterampilan, prestasi,dan sikap yang telah dimiliki oleh
para peserta.
b. Evaluasi terhadap para peserta yang dilakukan sesudah pelatihan.Gunanya adalah untuk
menentukan tingkat pengetahuan, ketrampilan, prestasi dan sikapnya yang baru.
Dengan demikian rencana evaluasi yang pokok dan ilmiah itu memerlukan pemeriksaan
sebelum dan sesudah pelatihan, juga penggunaan kelompok pengawasan. Rencana evaluasi dapat
di gambatkan sebagai berikut :
Pengukuran Sebelum Pelatihan
Pengukuran Setelah
Pelatihan
Pelatihan
------Pengukuran Perubahan-------
Rencana evaluasi yang baru merupakan evaluasi dasar. Ada beberapa variasi rencana
evaluasi sebagai berikut :
1. Pengukuran setelah pelatihan dari para peserta tanpa menggunakan kelompok pengawasan.
2. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta tanpa menggunakan kelompok
pengawasan.
3. Pengukuran sebelum pelatihan dari para peserta dengan menggunakan kelompok
pengawasan.
4. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta dengan menggunakan kelompok
pengawasan.
5. Suatu rencana evaluasi tiga kelompok yang menggunakan satu kelompok percobaan dan dua
kelompok pengawasan. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta dengan
kelompok pengawasan pertama dan kelompok pengawasan kedua dipergunakan hanya untuk
pengukuran setelah pelatihan.
Rencana evaluasi tanpa menggunakan kelompok pengawasan mempunyai kelemahan,
karena tidak mempunyai dasar pelaksanaan pekerjaan sebelum pelatihan. Lain daripada itu
faktor-faktor diluar pelatihan juga dapat mempengaruhi perilaku yang diukur setelah pelatihan.
Rencana evaluasi yang kompleks pada angka 5 merupakan suatu rencana yang baik ditinjau dari
sudut pengukuran, tetapi kesulitan administrasinya biasanya akan menghapuskan keuntungan-
keuntungan dalam organisasi pelaksanaan. Dipandang dari sudut bermacam-macam pembatasan
rencana yang kompleks, maka dua kelompok pengukuran sebelumnya dan sesudah pelatihan dari
para peserta dengan menggunakan kelompok pengawasan pada angka 4 dianjurkan, karena
sifatnyayang praktis dan dapat dilaksanakan.
Pengohan Keripik Jagung
Keripik jagung adalah makanan khas Mexico. Di sana, makanan ini disebut tortila. Makanan ini
juga populer di Amerika Serikat. Dengan kepopuleran jenis makanan keripik jagung ini
menjadikan keuntungan tersendiri dalam promosi produk yang kita buat. Dengan demikian usaha
pembuatan keripik jagung ini memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi
industri rumahan yang sukses.( http://binaukm.com/2011/11/peluang-usaha-pembuatan-keripik-
jagung/
Keripik jagung mudah dibuat dengan menggunakan peralatan sederhana yang terdapat di
rumah tangga. Jagung direbus dengan larutan kapur, kemudian direndam dengan larutan perebus
selama semalam. Setelah itu jagung dicuci sampai bersih, dan digiling bersama bumbu sampai
diperoleh adonan yang halus dan rata. Adonan dicetak, kemudian digoreng, atau dipanggang di
dalam oven.
Adonan keripik jagung juga dapat ditambah dengan tepung kedelai atau tepung kacang hijau
sampai 10%. Subsitusi tersebut akan meningkatkan nilai gizi keripik jagung sehingga
memberikan nilai lebih dan meningkatkan daya jual dan nilai ekonomis dari jagung.
Adapun bahan pembuatan keripik jagung terdiri dari : Jagung, Kapur Sirih, Minyak
goreng, dan Bumbu – bumbu, sedangkan peralatan pembuatan keripik jagung terdiri dari : Panci,
Penggiling jagung basah., Pembuat lembaran adonan, Pengering, dan Wajan.
Tahapan Pembuatan larutan kapur. Untuk membuat 10 liter larutan kapur dilakukan
dengan menambahkan 50 gram kapur sirih ke dalam 10 liter. Setelah itu dilakukan pengadukan
sampai semua kapur larut. ke dalam larutan kapur juga ditambahkan garam 50 gram, dan minyak
goreng 1 sendok. Penambahan minyak goreng bertujuan untuk mencari terbentuknya busa yang
berlebihan pada saat perebusan jagung.
Tahapan Perebusan di dalam larutan kapur. Biji jagung direbus di dalam larutan
kapur selama 2 –2,5 jam. Setiap 1 kg jagung membutuhkan sampai 10 liter larutan kapur
Perendaman dengan larutan kapur. Setelah perebusan, jagung dibiarkan terendam di dalam
larutan kapur selama 16 – 24 jam. Selama rendaman dilakukan pengadukan beberapa kali.
Tahapan Pencucian. Setelah perendaman jagung ditiriskan dan dicuci berulang-ulang (5-7 kali)
dengan air bersih untuk menghilangkan sisa kapur. Setelah bersih, biji ditiriskan.
Pembumbuan. Jagung yang telah ditiriskan ditambah dengan bawang putih, dan merica halus.
Setiap 1 kg jagung dibumbui dengan 30 – 50 bawang putih, dan 3-5 gram merica halus.
Tahapan Penggilingan. Jagung yang telah dibumbui digiling sampai diperoleh adonan yang
halus dan rata.
Tahapan Pencetakan adonan
a).Adonan ditipiskan sehingga membentuk lembaran tipis (2 m). Penipisan dapat dilakukan
dengan menggunakan ampia,atau dengan menggiling adonan dengan botol di atas meja yang
dilapisi plastik.
b).Lembaran tipis adonan dipotong-potong dengan ukuran 1 – 3 cm
berbentuk persegi. Hasil yang diperoleh disebut keripik basah jagung.
Tahapan Pengeringan. Keripik basah jagung dijemur sampai kering, atau
dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 8%. Keripik yang telah kering
akan berbunyi jika dipatahkan, hasil yang diperoleh disebut keripik mentah jagung.
Tahapan Penggorengan. Keripik mentah jagung digoreng dengan minyak panas (suhu 170 °c)
selama 10 – 15 detik.
Tahapan Pengemasan. Keripik jagung yang telah digoreng dikemas di dalam kantong plastik
atau di dalam kotak kaleng yang tertutup rapat. Untuk meningkatkan nilai jual produk dapat di
lakukan dengan cara pengemasan kripik yang apik serta cantik seperti menggunakan toples
yang menarik ataupun kemasan plastik di masukkan kantung kertas atau boks yang dibuat
menarik
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka untuk memberdayakan perempuan dalam
pelatihan keterampilan pengolahan keripik jagung di di LPK Suka Maju”Desa Toto Kecamatan
Tilongkabila adalah sebagai berikut
1. Pembuatan larutan kapur. Untuk membuat 10 liter larutan kapur dilakukan
menambahhkan 50 gram kapur sirih ke dalam 10 liter. Setelah dilakukan pengadukan
sampai semua kapur larut. Kedalam larutan kapur juga ditambahkan garam 50 gram, dan
minyak goreng 1 sendok. Penambahan minyak goreng bertujuan untuk mencari
terbentuknya busa yang berlebihan pada saat perebusan jagung.
2. Perebusan di dalam larutan kapur. Biji jagung direbus di dalam larutan kapur selama 2 –
2,5 jam. Setiap 1 kg jagung membutuhkan sampai 10 liter larutan kapur.
3. Perendaman dengan larutan kapur. Setelah perebusan, jagung dibiarkan terendam di
dalam larutan kapur selama 16 – 24 jam. Selama rendaman dilakukan pengadukan
beberapa kali.
4. Pencucian. Setelah perendaman jagung ditiriskan dan dicuci berulang-ulang (5-7 kali)
dengan air bersih untuk menghilangkan sisa kapur. Setelah bersih, biji ditiriskan.
5. Pembumbuan. Jagung yang telah ditiriskan ditambah dengan bawang putih, dan merica
halus. Setiap 1 kg jagung dibumbui dengan 30 – 50 bawang putih, dan 3-5 gram merica
halus.
6. Penggilingan. Jagung yang telah dibumbui digiling sampai diperoleh adonan yang halus
dan rata.
7. Pencetakan adonan
1. Adonan ditipiskan sehingga membentuk lembaran tipis (2 m). Penipisan dapat
dilakukan dengan menggunakan ampia,atau dengan menggiling adonan dengan
botol di atas meja yang dilapisi plastik.
2. Lembaran tipis adonan dipotong-potong dengan ukuran 1 – 3 cm berbentuk
persegi. Hasil yang diperoleh disebut keripik basah jagung.
8. Pengeringan. Keripik basah jagung dijemur sampai kering, atau dikeringkan dengan alat
pengering sampai kadar air di bawah 8%. Keripik yang telah kering akan berbunyi jika
dipatahkan, hasil yang diperoleh disebut keripik mentah jagung.
9. Penggorengan. Keripik mentah jagung digoreng dengan minyak panas (suhu 170 °c)
selama 10 – 15 detik.
10. Pengemasan. Keripik jagung yang telah digoreng dikemas di dalam kantong plastik atau
di dalam kotak kaleng yang tertutup rapat.